bab iv pemecahan masalah 4.1. metodologi...

48
19 BAB IV PEMECAHAN MASALAH 4.1. Metodologi Pemecahan Masalah Penelitian ini bertujuan untuk menyusun strategi yang tepat untuk manajemen PT. INTI dalam memecahkan masalahmasalah di tingkat strategis serta membuat penyelarasan antara strategi induk dengan strategi di bisnis unit. Dengan strategi yang baru ini, PT. INTI diharapkan dapat bertahan, tumbuh dan berkembang. Penelitian dimulai dengan melakukan pengamatan umum terhadap kondisi internal dan eksternal perusahaan. Pengamatan tersebut dilakukan melalui wawancara, pengumpulan data dan informasi dari artikel, jurnal, berita surat kabar dan majalah. Atas dasar data dan informasi tersebut dirumuskan masalah yang dihadapi perusahaan.. Kemudian, penelitian dilanjutkan dengan mencari faktorfaktor eksternal yang mempengaruhi perusahaan melalui pendekatan five forces model (Porter,1980) serta pendekatan yang meliputi faktor pasar, faktor ekonomi makro, faktor pemerintah, faktor teknologi, dan faktor sosial (Hax dan Majluf, 1996:91). Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman bagi PT. INTI. Sedangkan untuk melihat faktorfaktor internal digunakan pendekatan value chain analysis (Porter, 1985), analisis sumber daya, meliputi sumber daya manusia, keuangan, dan sumber daya teknologi, base of competition analysis (key of success factors industries). Data dan informasi dari analisis lingkungan internal dan eksternal tersebut, kemudian dikelompokkan dan dianalisa menggunakan matriks IFAS dan EFAS dan diringkas dalam SFAS. Dalam SFAS ini hanya faktorfaktor strategis saja

Upload: duongkhanh

Post on 30-Jan-2018

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

19

BAB IV 

PEMECAHAN MASALAH 

 

4.1. Metodologi Pemecahan Masalah 

Penelitian ini bertujuan untuk menyusun strategi yang tepat untuk manajemen 

PT.  INTI  dalam  memecahkan  masalah‐masalah  di  tingkat  strategis  serta 

membuat  penyelarasan  antara  strategi  induk  dengan  strategi  di  bisnis  unit. 

Dengan  strategi yang baru  ini, PT.  INTI diharapkan dapat bertahan,  tumbuh 

dan berkembang. 

Penelitian  dimulai  dengan melakukan  pengamatan  umum  terhadap  kondisi 

internal  dan  eksternal  perusahaan.  Pengamatan  tersebut  dilakukan  melalui 

wawancara, pengumpulan data dan  informasi dari artikel,  jurnal, berita  surat 

kabar  dan  majalah.  Atas  dasar  data  dan  informasi  tersebut  dirumuskan 

masalah yang dihadapi perusahaan..  

Kemudian, penelitian dilanjutkan dengan mencari faktor‐faktor eksternal yang 

mempengaruhi  perusahaan melalui  pendekatan  five  forces model  (Porter,1980) 

serta  pendekatan  yang meliputi  faktor  pasar,  faktor  ekonomi makro,  faktor 

pemerintah,  faktor  teknologi, dan  faktor sosial  (Hax dan Majluf, 1996:91). Hal 

ini bertujuan untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman bagi PT. INTI.  

Sedangkan  untuk melihat  faktor‐faktor  internal  digunakan  pendekatan  value 

chain  analysis  (Porter,  1985),  analisis  sumber  daya,  meliputi  sumber  daya 

manusia, keuangan, dan sumber daya teknologi, base of competition analysis (key 

of success factors industries). 

Data  dan  informasi  dari  analisis  lingkungan  internal  dan  eksternal  tersebut, 

kemudian dikelompokkan dan dianalisa menggunakan matriks IFAS dan EFAS 

dan diringkas dalam SFAS. Dalam SFAS  ini hanya  faktor‐faktor  strategis  saja 

20 

yang  diambil,  yang  selanjutnya  dipresentasikan  dalam  TOWS matriks  untuk 

merumuskan strategi. 

Untuk  menghindari  kesalahan  analisis,  strategi  juga  dirumuskan  dengan 

menggunakan  pendekatan  four  basics  strategy    dari  Kenichi  Ohmae  (1982), 

pendekatan  The  value  disciplines  dari  Treacy  dan  Wiersema  (1996)  serta 

pengelompokkan grand strategy oleh Pearl dan Robinson (2005).  

Berdasarkan  hasil  analisa  dengan  pendekatan‐pendekatan  yang  berbeda 

tersebut dirumuskan  strategi PT.  INTI. Pendekatan‐pendekatan yang berbeda 

ini dianggap saling melengkapi. 

Persoalan  yang  saat  ini  dihadapi  PT.  INTI  adalah  kegagalan  dalam 

mengimplementasikan  strategi.  Strategi  yang  telah  dirumuskan  oleh  direksi 

tidak  dapat  diimplementasikan  oleh  perusahaan  karena  tidak  adanya 

kesinambungan  dengan  kegiatan  SBU.  Agar  situasi  ini  tidak  terjadi, 

dirumuskan sasaran‐sasaran kinerja yang merefleksikan strategi PT.  INTI dan 

saling berkesinambungan satu dengan yang lain dalam strategy maps. 

Untuk sebuah perusahaan dengan multibisnis, strategi bisnis yang dibuat harus 

pula  mengacu  pada  strategi  perusahaan  induknya.  Dan  untuk  mengukur 

kinerjanya  dapat  digunakan  balanced  scorecard  perusahaan  yang  kemudian 

diadaptasi  sesuai  karakter  setiap  bisnis  unit.  Akan  tetapi,  jika  bisnis  yang 

ditekuni di dalamnya berbeda ruang bisnis antara satu dengan  lainnya, maka 

parameter ukur yang paling tepat hanya dari kinerja keuangannya. Sedangkan 

pada  perspektif  yang  lainnya,  akan  sulit  sekali  digabungkan  (Kaplan  dan 

Norton, 1996; 168). 

Untuk alur penelitian yang akan dilakukan terlihat pada gambar IV.1.  

21

Mulai

Identifikasi Masalah

Pengamatan secara kasar kondisi internal dan eksternal perusahaan dengan cara wawancara dengan pihak manajemen, artikel, jurnal, dan berita di surat kabar atau majalah.

Penggambaran Posisi PT INTI

Pengukuran posisi relatif terhadap:Visi dan MisiIndustri KeseluruhanSumberdaya

Berdasarkan rasio pertumbuhan dan pangsa pasar

Analisis Lingkungan Internal

Menggunakan metode Porter’s Value Chain untuk melihat keunggulan kompetitif perusahaanAnalisis sumberdaya keuangan, sumberdaya manusia, dan sumberdaya teknologi.Analysis technology brick (competencies and capabilities technology)Analisis base of competition (key of success factor Industries)

Analisis Lingkungan Eksternal

Analisis industri menggunakan variabel-variabel dalam model Porter’s Five Forces (rivalry among competitors, barrier to entry, substitute, buyer, dan supplier)Analisis lingkungan umum meliputi analisis pasar, ekonomi makro, pemerintah, teknologi dan faktor sosial

Kajian Lingkungan Internal

Mendefinisikan kekuatan dan kelemahan perusahaan

Kajian Lingkungan Eksternal

Mendefinisikan Peluang dan ancaman lingkungan bisnis

Selesai

Matriks TOWS

Mendefinisikan strategi dasar sebagai langkah acuan bagi formulasi corporate themes

Matriks EFAS

Pengerucutan faktor-faktor strategis eksternal

Matriks IFAS

Pengerucutan faktor-faktor strategis internal

Matriks Empat Strategi Dasar

Menetapkan strategi kompetitif perusahaan untuk memperkuat posisi dalam industri (Kenichi Ohmae)

The Value Disciplines

Penyusunan strategi berdasarkan pendekatan terhadap nilai kedisiplinan (Treacy & Wiersema)

Grand StrategyPenyusunan strategi sebagai panduan dalam melakukan kegiatan untuk tujuan jangka panjang (Pearce & Robinson)

Strategy MapsMemperlihatkan keterkaitan sebab akibat antar strategi yang disusunMemberikan parameter ukur untuk setiap strategi dalam setiap perspektif

Rumusan Strategi

Merumuskan Strategi yang akan diterapkan dengan mempertimbangkan beberapa pendekatan.

SWOT

Mengerucutkan faktor-faktor strategi dari lingkungan eksternal dan internal

 

Gambar IV.1 Diagram alur penelitian 

4.2 Pengumpulan dan Pengolahan Data 

Pengumpulan  data  dilakukan  melalui  wawancara,  analisis  terhadap  data 

sekunder, serta melalui kuesioner, untuk memperoleh gambaran kondisi internal 

perusahaan.  Responden  untuk  kuesioner  ini  disebar mewakili  divisi  yang  ada 

dalam  perusahaan, meliputi:  JTT,  JTS,  JIT,  JTP,  OSP,  Financial,  Pusbispro  dan 

22 

Sekper, serta diwakili oleh orang yang berada pada level 0 dan level 1 (kepala divisi 

dan deputi).  

Sedangkan untuk analisis eksternal dilakukan dengan analisis terhadap data‐data 

sekunder, baik dari  jurnal ataupun berita‐berita dari media. Hasilnya kemudian 

didiskusikan lagi dengan responden internal (expert) perusahaan. 

4.2.1 Pengumpulan Data Lingkungan Eksternal 

Ada dua metoda yang dapat digunakan untuk menganalisis lingkungan eksternal. 

Metoda  tersebut dikembangkan oleh Hax dan Majluf  (1996) serta Michael Porter 

(1980).  Perbedaan antara kedua metoda ini adalah Hax dan Majluf lebih memberi 

kebebasan dalam menganalisa dan mengidentifikasi  faktor‐faktor eksternal yang 

mempengaruhi  industri  tersebut.  Sedangkan Michael  Porter membatasi  faktor‐

faktor  yang  mempengaruhi  industri  tersebut  menjadi  lima  faktor  (Porter’s  five 

forces).  Kelima faktor tersebut adalah kekuatan dari pihak pembeli, kekuatan dari 

pemasok,  tingkat persaingan dengan kompetitor, hambatan untuk pemain baru, 

serta hambatan dari produk pengganti (Porter, 1980). Sedangkan Hax dan Majluf 

membagi  faktor  eksternal  tersebut  menjadi  lima,  yaitu:  faktor  pasar,  faktor 

kompetisi,  faktor  ekonomi  dan  pemerintah,  faktor  teknologi,  dan  faktor  sosial 

(Hax and Majluf, 1996; 91). 

4.2.1.1 Data lingkungan eksternal berdasarkan analisis lingkungan umum 

Data  untuk  lingkungan  eksternal  ini  diperoleh  dari  beberapa  sumber  data 

eksternal,  seperti  Indonesian  Telecommunication Report Q4  2006  (Business Monitor 

International,  2006)  dan  Indonesian  Telecommunication  Report  Q3  2006  (Business 

Monitor International, 2006), majalah, serta beberapa artikel media massa. 

1. Faktor Pasar 

Berdasarkan  data  BMI  (2006),  pertumbuhan  pasar  telekomunikasi  di  Indonesia 

untuk  tahun  2006  memperlihatkan  kecenderungan  untuk  meningkat  terus. 

Diperkirakan  hingga  akhir  tahun  2008  pertumbuhan  pelanggan  telekomunikasi 

23

untuk  fixed  wireless  access  dan  fixed  line  akan  mencapai  angka  22.5%  setiap 

tahunnya, dan kemudian  tahun 2009 dan 2010 pertumbuhannya hanya berkisar 

pada  angka  10%.  Sedangkan  untuk  mobile  telecommunication  pertumbuhannya 

sampai dengan tahun 2010 sebesar 20% setiap tahun. 

Kompetisi dalam  industri  telekomunikasi akan diramaikan pula dengan adanya 

dua operator baru (Hutchison CP Telecommunication dan Natrindo Telepon Seluler) 

dan  telah memperoleh  izin penggunaan  teknologi 3G, disamping 3 operator  lain 

yang telah menerapkan teknologi 3G (Telkomsel, Indosat, dan Excelcomido).  

Dari  segi  makro  ekonomi,  pertumbuhan  ekonomi  Indonesia  di  tahun  2006 

memperlihatkan kondisi yang cukup menggembirakan. Setelah pada  tahun 2005 

angka inflasi mencapai 17.11%, akibat kenaikan harga BBM, pada tahun 2006 laju 

inflasi  dapat  ditekan  dibawah  angka  6%.  Pertumbuhan  ekonomi  di  tahun  2006 

mencapai angka 5.5%  (dibawah  target pemerintah yang sebesar 6.2%).  Indikator 

lain yang cukup menggembirakan dari segi faktor ekonomi adalah turunnya suku 

bunga  Bank  Indonesia  ke  level  9.75%  (akhir  2006),  yang  diharapkan  akan 

memperbesar laju penyaluran kredit bagi para investor (Swa sembada, 2007).  

Secara garis besar, kemenarikan dari  faktor pasar dapat digambarkan pada  tabel 

IV.1 di bawah ini. 

Tabel IV.1 Faktor lingkungan eksternal dilihat dari perspektif pasar. 

Current

MARKET FACTOR

Price sensitivity

Market sizeMarket growth rateProduct differentiation

HIG

HLY 

ATT

RACTIVE

MILDLY 

ATT

RACTIVE

HIG

HLY 

UNATT

RACTIVE

MILDLY 

UNATT

RACTIVE

NEU

TRAL

CyclicalitySeasonalityCaptive marketIndustry profitability  

24 

2. Faktor Kompetisi 

Menurut  Hax  dan  Majluf,  untuk  faktor  kompetisi  ada  beberapa  hal  yang 

mempengaruhinya,  yaitu  intensitas  persaingan  (competitive  intensity),  derajat 

konsentrasi  (degree of concentration), hambatan masuk  (barriers to entry), hambatan 

keluar  (barrier  to  exit),  ketidakpastian  pangsa  (share  volatility),  derajat  integritas 

(degree  of  integration),  keberadaan  produk  pengganti  (availability  of  substitutes), 

pemakaian kapasitas (capacity utilization).  

Dalam  Masukan‐masukan  Menuju  Cetak  Biru  Telematika  Indonesia  2005  –  2015, 

MASTEL  memetakan  persaingan  dalam  industri  telekomunikasi,  dari  suatu 

matriks yang didasarkan pada pengelompokkan yang berbasiskan pada rekayasa 

(engineering)  dan  yang  hanya  berbasiskan  perdagangan  saja  di  satu  dimensi, 

sedangkan  di  dimensi  yang  lain  adalah  perusahaan  domestic  dan  perusahaan 

asing, menjadi 3, yaitu:  

1. Perusahaan multi nasional (MNC) sebagai pemilik teknologi. 

2. Perusahaan perdagangan asing 

3. Perusahaan perdagangan lokal. 

Gambar IV.2 Strategic grouping pesaing industri perangkat telekomunikasi di Indonesia 

Porsi  yang  diperebutkan  oleh  perusahaan  lokal  dalam  industri  infastruktur 

telekomunikasi  ini  sekitar  2  –  3% dari  seluruh pasar perangkat  telekomunikasi, 

25

dengan perkiraan kontribusi produk dalam negeri berkisar 0.1 – 0.5% (MASTEL, 

2003). 

Tidak adanya produk utama yang dapat dijadikan andalan oleh perusahaan lokal 

menjadikan  industri  ini  dikuasai  oleh  perusahaan‐perusahaan  asing.  Posisi 

perusahaan  lokal  hanya  menjadi  engineering  services  saja.  Jika  digambarkan 

kompetensi  yang  harus  dimiliki  oleh  perusahaan  yang  berkecimpung  dalam 

industri telekomunikasi dapat terlihat pada gambar 4.3 di bawah ini. Perusahaan 

lokal akhirnya bersaing untuk memperebutkan posisinya sebagai pilihan partner 

dari pemain‐pemain asing yang telah memiliki produk utama. Di sisi lain, Huawei 

Technologies, perusahaan dari China, mencoba untuk masuk ke dalam pasar  ini 

dengan  membangun  cabang  di  setiap  negara,  dengan  mempekerjakan  orang‐

orang  lokal  (tersebar  di  100  negara  di  dunia,  dengan  karyawan  lokal  sampai 

dengan  73%)  yang  tidak  hanya  menjual  produk,  akan  tetapi  melakukan  jasa 

pendukungnya untuk di setiap negara. 

R & D

Firmware

Software

System Test

PCB Assembly

Network Design & Implementation

Technical AssistantNetwork Maintenance

Hardware Repair

Software Upgrade

Telecom Network Eng.

System Integration & Test Eng.Real time SW Engineering

Telecom Protocol Engineering

Datacom Protocol EngineeringRadio Protocol Engineering

Machine Lvl Dept Fw DevptRadio Part Mfc. ProcessElectronic Mfc. Process

Digital Cct Design

Analog Cct Design

System Concept

Radio Cct Design

Gambar IV.3 Kompetensi yang harus dimiliki dalam industri telekomunikasi. 

Munculnya  pemain  dari  China  ini  berakibat  tingkat  persaingan menjadi  lebih 

keras. Mereka menawarkan  harga  yang  lebih murah dibanding produk‐produk 

Sumber: MASTEL, 2003

26 

lokal  lainnya. Selain  itu, porsi untuk perusahaan  lokal yang bergerak di bidang 

jasa pendukung pun telah diambil oleh pemilik produk itu sendiri. 

Oleh  karena  itu,  dari  sisi  kompetisi  dalam  lingkungan  eksternal,  kemenarikan 

industri ini terlihat pada tabel di bawah ini. 

Tabel IV.2 Faktor lingkungan eksternal dilihat dari faktor kompetisi 

Current

COMPETITIVE FACTOR

Degree of concentration

Share volatilityDegree of integrationAvailability of substitutesCapacity of utilization

Barrier to exit

Competitive Intensity

Barrier to entry

HIG

HLY 

ATT

RACTIVE

HIG

HLY 

UNATT

RACTIVE

MILDLY 

UNATT

RACTIVE

NEU

TRAL

MILDLY 

ATT

RACTIVE

 

3. Faktor Ekonomi dan Pemerintah 

Keterbukaan  di  sisi  regulasi  dimulai  dengan  diberlakukannya UU  no  36  tahun 

1999  tentang  telekomunikasi. Selain  itu, untuk mengontrol penerapan peraturan 

dalam industri ini, pemerintah pun membentuk Badan Regulasi Telekomunikasi. 

Salah  satu  fungsi  dari  badan  ini  adalah  untuk  mengawasi  persaingan  antar 

operator telekomunikasi. Kemudian, kebijakan pemerintah yang  lahir berikutnya 

dalam  bidang  ICT  adalah  pada  tanggal  13  November  2006,  Presiden  SBY 

menandatangani  pembentukan  Dewan  Teknologi  dan  Komunikasi  Nasional. 

Salah satu  fungsi dewan  ini adalah mengembangkan dan merumuskan blueprint 

baru  tentang  teknologi  informasi dan komunikasi  (e‐Indonesia, 2007). Selain  itu, 

pemerintah    pun  telah  mengeluarkan  wacana  tentang    Palapa  Ring,  yaitu 

pemasangan  jaringan  komunikasi  menggunakan  kabel  (fiber  optic)  sepanjang 

35000  km  yang  menghubungkan  450  kota  dan  kabupaten  di  33  provinsi  di 

Indonesia  dengan  kapasitas  transport  sampai  dengan  320  Gb/s.    Selain  itu, 

27

2006 2007 2008 2009 HASIL YANG DICAPAI

Akses komunikasi terhubungdi 50% Kota/Kabupaten

Tersedianya service BWA dikota-kota besar

Palapa Ring ProjectPengembangan BWA

Implementasi e-Procurement

National Single Window

Implementasi e-Education

Nomor Induk Nasional (NIN)

UU Konvergensi ICT

Kampanye Sosialisasi Internet

Implementasi Software Legal

UU ITE

Semua tender pemerintahtransparan, dilakukan secarae-Procurement

Peluang ekspor & impor lebihbesar dan proses lebih cepatSebagian besar Perguruan Tinggidan SMA terhubung Internet danliterasi TI dan SDM yang memiliki e-skills meningkat

Semua penduduk tercatatdengan data yang unique

Regulasi ICT lintas industriterkait yang efektif danefisienPengguna internet meningkatmenjadi 50 juta

Jumlah pembajakan berkurang(Pemerintah: 0%, Nasional: 65%) dan citra positif Indonesia di mata internasional

Keamanan data dan transaksielektronik terjamin

Implementasi e-Anggaran

Tersedianya Technoparkyang integrated antarakademik & industri

Pembangunan & Pengembangan Technopark

Koordinasi AnggaranNasional, antara Departemendan DPR

program  pemerintah  lainnya  dalam  membangun  infrastruktur  telekomunikasi 

untuk daerah‐daerah yang  secara  ekonomis  tertinggal, yang diserahkan kepada 

para operator, melalui program USO (Universal Service Obligation)(Dephub, 1999).  

Hal ini dapat dianggap sebagai dukungan dan peluang yang baik dari pemerintah 

dalam  industri  teknologi  informasi  dan  telekomunikasi.  Roadmap  teknologi 

informasi dan  telekomunikasi di  Indonesia dapat digambarkan seperti di bawah 

ini. 

Gambar IV.4 Roadmap Teknologi Informasi dan Komunikasi di Indonesia (Harijadi, 2006) 

Sedangkan  dari  sisi  ekonominya  sendiri,  pertumbuhan  ekonomi  Indonesia, 

perekonomian  Indonesia  untuk  tahun  2006  mengalami  pertumbuhan  sebesar 

5.6%,  setelah  tahun  sebelumnya  mengalami  penurunan  akibat  naiknya  harga 

BBM. Inflasi tahun 2006 pun dapat ditekan sampai dengan 5.27%, padahal tahun 

2005 mencapai 17.11%. Serta nilai tukar rupiah stabil pada kisaran 9100 per dollar 

Amerika.  Kesemuanya  ini  sangat  mendukung  untuk  perkembangan  industri 

secara umum. Oleh karena itu, dilihat dari sisi pemerintah dan kondisi ekonomi, 

maka struktur industri ini cukup menarik (tabel IV.3). 

 

28 

Tabel IV.3 Faktor lingkungan eksternal dilihat dari faktor ekonomi dan dukungan pemerintah. 

Current

ECONOMIC AND GOVERNMENT FACTOR

Currency transferWage level

HIG

HLY 

ATT

RACTIVE

Man power supply

HIG

HLY 

UNATT

RACTIVE

MILDLY 

UNATT

RACTIVE

NEU

TRAL

MILDLY 

ATT

RACTIVE

InflationForeign exchange impact

Legislation (protection)RegulationTaxationGovernment Support  

4. Technological Factor 

Faktor eksternal lainnya yang termasuk dalam lingkungan umum menurut Hax & 

Majluf  (1996)  adalah  faktor  teknologi.  Yang  termasuk  di  dalamnya  adalah 

kompleksitas  teknologi  dalam  industri  ini.  Selain  itu,  produk  life  cycle  sangat 

berpengaruh juga dalam penerapan teknologi.  

Dalam  gambar  di  bawah  tampak  perubahan  teknologi  yang  digunakan  dalam 

industri telekomunikasi.  

Gambar IV.5 Perkembangan teknologi telekomunikasi 

Saat ini teknologi yang digunakan akan menginjak ke dalam generasi 3.5G, yaitu 

dengan  menggunakan  teknologi  HSDPA.  Perubahan  dari  satu  generasi  ke 

29

generasi  lainnya  terkadang  sangat  cepat  sekali. Sebagai  contoh,  teknologi  3G di 

Indonesia mulai dilelang pada sekitar bulan Februari, dan mulai diluncurkan oleh 

operator seluler pada sekitar bulan Agustus ‐ September 2006. Namun pada bulan 

November 2006 sudah mulai digunakan teknologi generasi 3.5G. Perubahan yang 

cepat  ini  berakibat  pada  life  cycle dari  suatu  produk menjadi  semakin  pendek. 

Sementara  secara  global,  antar  satu  negara  dengan  negara  lain  masih  terjadi 

perbedaan  dalam  mulainya  penerapan  teknologi  yang  digunakan  tersebut. 

Sehingga dengan demikian,  secara global produk  atau  teknologi  tersebut masih 

dapat  digunakan  di  negara  lain.  Hal  ini  menjadi  suatu  kelemahan  bagi 

perusahaan‐perusahaan lokal dalam pengembangan produk.  

Pada  awalnya,  para  produsen  peralatan  mampu  melakukan  lock‐in    sehingga 

mereka  mampu  menjaga  pangsa  pasar  produknya.  Akan  tetapi  dengan 

berkembangnya sistem integrator berakibat pasar menjadi lebih terbuka. Operator 

menjadi tidak tergantung kepada satu vendor dalam pelaksanaan proyeknya.  

Oleh karena  itu, dari sisi  teknologi maka kemenarikan  industri  ini digambarkan 

pada tabel di bawah ini. 

Tabel IV.4 Faktor lingkungan eksternal dilihat dari faktor teknologi. 

Current

TECHNOLOGICAL FACTOR

Maturity and volatilityPatents

Complexity

HIG

HLY 

ATT

RACTIVE

HIG

HLY 

UNATT

RACTIVE

MILDLY 

UNATT

RACTIVE

NEU

TRAL

MILDLY 

ATT

RACTIVE

 

4.2.1.2 Data lingkungan eksternal berdasarkan analisis Porter’s five forces 

Porter  (1980) mengungkapkan bahwa ada  lima  faktor yang membentuk struktur 

suatu  industri. Kelima  faktor  tersebut akan membentuk kemenarikan dari  suatu 

industri. Dengan mempertimbangkan kekuatan mana yang lebih dominan dalam 

struktur  industri  tersebut, maka  perusahaan  dapat  merencanakan  strategi  apa 

30 

yang  tepat.  Perusahaan  sedapat  mungkin  harus  mampu  melakukan 

penyeimbangan  terhadap kelima  faktor  tersebut. Selama keseimbangan  struktur 

industri ini dapat dijaga, maka industri tersebut akan tetap menarik. Keberlabaan 

(profitability)  suatu  industri merupakan  fungsi  dari  struktur  industrinya,  bukan 

berasal  dari  fungsi  produk  tersebut  ataupun  teknologi  yang  terkandung  di 

dalamnya  (Porter,  1985).  Perusahaan  dengan  strategi  yang  dikembangkannya 

akan  mampu  menciptakan  struktur  industri  agar  tetap  menarik  bagi  dirinya. 

Sementara  itu  di  lain  pihak,  kompetitor  pun  mencoba  membentuk  struktur 

industrinya sendiri sesuai dengan kompetisi yang dimilikinya. 

Antara  satu  industri  dengan  industri  lain  mempunyai  struktur  industri  yang 

berbeda.  Hal  ini  sangat  tergantung  dari  kekuatan  lima  faktor.  Lima  faktor 

penyusun  struktur  industri  tersebut  dapat  dilihat  seperti  pada  gambar  IV.6  di 

bawah ini. 

• Economies of Scale• Product Differentiation• Capital Requirements• Switching Costs

Potential Entrants

Buyers

Industry Competitors

Rivalry Among Existing Firm

Substitutes

Suppliers

Other Stakeholders

Bargaining Power of Buyers

Threat of New Entrants

Relative Power of Unions,

Governments, etc.

Bargaining Power of Suppliers Threat of

Substitute Products or Services

• Number of Competitors• Rate of industry Growth• Product & Service

Characteristics• Amount of Fixed Costs• Capacity• High of Exit Barriers• Diversity of Rivals

• A buyer purchase a large proportion.• A buyer has potential to integrate backward.• Alternative suppliers are plentiful.• Switching costs are very little.• High percentage of a buyer cost.• A buyer earns low profits.• Product is unimportant to final quality

• Price of substitute products.

• Switching cost.

• Dominated by Few Companies• Unique Materials or Services• Substitutes are Not Ready• Suppliers are able to Integrate

Forward• Purchasing Industry Buying only

a Small Portion

• Polices and requests that threat the industry

• Economies of Scale• Product Differentiation• Capital Requirements• Switching Costs

Potential Entrants

Buyers

Industry Competitors

Rivalry Among Existing Firm

Substitutes

Suppliers

Other Stakeholders

Bargaining Power of Buyers

Threat of New Entrants

Relative Power of Unions,

Governments, etc.

Bargaining Power of Suppliers Threat of

Substitute Products or Services

• Number of Competitors• Rate of industry Growth• Product & Service

Characteristics• Amount of Fixed Costs• Capacity• High of Exit Barriers• Diversity of Rivals

• A buyer purchase a large proportion.• A buyer has potential to integrate backward.• Alternative suppliers are plentiful.• Switching costs are very little.• High percentage of a buyer cost.• A buyer earns low profits.• Product is unimportant to final quality

• Price of substitute products.

• Switching cost.

• Dominated by Few Companies• Unique Materials or Services• Substitutes are Not Ready• Suppliers are able to Integrate

Forward• Purchasing Industry Buying only

a Small Portion

• Polices and requests that threat the industry

Potential Entrants

Buyers

Industry Competitors

Rivalry Among Existing Firm

Substitutes

Suppliers

Other Stakeholders

Suppliers

Other Stakeholders

Bargaining Power of Buyers

Threat of New Entrants

Relative Power of Unions,

Governments, etc.

Bargaining Power of Suppliers Threat of

Substitute Products or Services

• Number of Competitors• Rate of industry Growth• Product & Service

Characteristics• Amount of Fixed Costs• Capacity• High of Exit Barriers• Diversity of Rivals

• A buyer purchase a large proportion.• A buyer has potential to integrate backward.• Alternative suppliers are plentiful.• Switching costs are very little.• High percentage of a buyer cost.• A buyer earns low profits.• Product is unimportant to final quality

• Price of substitute products.

• Switching cost.

• Dominated by Few Companies• Unique Materials or Services• Substitutes are Not Ready• Suppliers are able to Integrate

Forward• Purchasing Industry Buying only

a Small Portion

• Polices and requests that threat the industry

 

Gambar IV.6 Porter’s five forces 

1. Hambatan untuk masuknya pendatang baru (threat of new entrant) 

Barrier to entry merupakan hambatan  sebuah perusahaan untuk dapat masuk ke 

dalam  suatu  industri. Semakin  tinggi barrier yang  terbentuk maka  semakin  sulit 

31

perusahaan untuk dapat masuk dan berkompetisi di dalamnya. Dari  sisi  faktor 

terbentuknya  hambatan  untuk masuk  (barrier  to  entry) maka  secara  garis  besar 

dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu faktor‐faktor yang berasal 

dari sisi pendatang baru dan faktor yang berasal dari perusahaan yang telah ada. 

Yang  termasuk  pada  faktor  dari  pendatang  baru  adalah  skala  ekonomi, 

diferensiasi produk, intensitas modal yang dibutuhkan, kemudahan untuk masuk 

ke  dalam  saluran  distribusi,  kemudahan  mendapatkan  bahan  baku  utama, 

kemudahan  untuk memperoleh  teknologi  terbaru,  termasuk  kaitannya  dengan 

kurva pembelajaran serta perlindungan dari pemerintah. Sedangkan  faktor yang 

berasal dari perusahaan yang ada adalah  faktor  identitas dari merk,  serta biaya 

untuk  berganti produk.  Semakin  tinggi  hambatan untuk masuk, maka  semakin 

menarik  industri  tersebut.  Pengertian  pendatang  baru  tidak  hanya  terbatas 

kepada  perusahaan  yang  sama  sekali  baru  untuk  industri  tersebut,  akan  tetapi 

dapat pula berupa perluasan pasar dari perusahaan yang  telah ada sebelumnya. 

Misalnya masuknya industri lokal menjadi pemain global. 

Keterbukaan pasar  industri  telekomunikasi  Indonesia berakibat banyaknya para 

pemain  asing  yang  tertarik  untuk  masuk.  Baik  itu  dengan  membuka  kantor 

cabang di Indonesia, ataupun menggandeng partner lokal. Dengan cara demikian, 

dari  sisi  skala  ekonomi  serta  kebutuhan  modal  akan  menjadi  lebih  kecil. 

Sementara itu, pada sisi produk akan terdiferensiasi sebagai akibat dari teknologi 

yang dibawa oleh perusahaan  asing  tadi, kompetensi yang mereka miliki,  serta 

pemahaman budaya dari perusahaan lokal. 

Sementara, hambatan yang terbentuk dari perusahaan yang telah ada merupakan 

kekuatan merk yang  telah  tercipta  serta biaya yang dibutuhkan oleh konsumen 

jika  akan mengganti  produknya  tadi.  Kemampuan  dalam melakukan  integrasi 

sistem  berakibat  menurunnya  biaya  untuk  berganti  produk  serta  loyalitas 

terhadap suatu merk. Oleh karena itu, dari sisi hambatan untuk masuk tergambar 

pada tabel IV.5 di bawah ini.  

 

32 

Tabel IV.5 Penilaian industri berdasarkan perspektif barrier to entry 

Current

BARRIER TO ENTRYSmall LargeSmall LargeLow HighLow HighLow HighAmple RestrictedHigh Non ExistentUnimportant Very important

HIG

HLY 

UNATT

RACTIVE

MILDLY 

UNATT

RACTIVE

Capital requirements

Product differentiationBrand identification

Economies of scale

Switching cost

MILDLY 

ATT

RACTIVE

HIG

HLY 

ATT

RACTIVE

Experience effectGovernment production

NEU

TRAL

Access to raw material

2. Persaingan dengan perusahaan sejenis (rivalry among existing firm) 

Tingkat persaingan dengan  competitor dapat diukur dari beberapa unsur, yaitu 

banyaknya competitor dalam industri (baik itu dalam satu strategy group ataupun 

tidak),  pertumbuhan  industri,  besarnya  biaya  tetap,  karakter  dari  produk  dan 

pelayanan, kapasitas, besarnya hambatan untuk keluar, serta ragam persaingan. 

Pemain‐pemain yang ada dalam pasar industri perangkat jaringan telekomunikasi 

di Indonesia pada saat ini dapat dibagi menjadi: 

1. Perusahaan  multi  nasional  sebagai  pemilik  teknologi;  antara  lain  Nokia, 

Siemens, Ericsson, Huawei Technoogies, NEC, Motorola, Alcatel, dan lain‐lain. 

2. Perusahaan perdagangan  lokal, yaitu perusahaan‐perusahaan yang bertindak 

sebagai  agen  penjualan  ataupun  hanya  sekedar  perantara  saja.  Untuk 

memperkuat  posisinya,  perusahaan  ini  kadang  dilengkapi  dengan 

pengetahuan teknologi yang seadanya. Ada pula yang mempunyai tenaga ahli 

yang mampu melakukan integrasi sistem.  

Selain  dari  jumlah  pesaing  yang  ada,  tingkat  persaingan  dalam  industri  pun 

dipengaruhi  oleh  besarnya  biaya  tetap. Biaya  tetap  terbesar  yang  timbul dalam 

industri  ini  biasanya  berasal  dari  gaji  karyawan. Untuk memangkas  biaya  ini, 

banyak  perusahaan  yang  melakukan  outsource  untuk  tenaga  kerja  dengan 

mempertimbangkan besar serta lamanya proyek.  

33

Secara garis besar, struktur industri jika dilihat dari perspektif persaingan dengan 

kompetitor dapat digambarkan pada tabel IV.6 di bawah ini. 

Tabel IV.6 Penilaian industri berdasarkan perspektif persaingan dengan kompetitor. 

Current

RIVALRY AMONG COMPETITORSLarge SmallSlow FastHigh LowCommodity SpecialtyLarge  Small High LowHigh Low

Fixed or storage cost

Number of equally balanced competitors

MILDLY 

ATT

RACTIVE

HIG

HLY 

ATT

RACTIVE

NEU

TRAL

Strategic stakesDiversity of competitors

HIG

HLY 

UNATT

RACTIVE

MILDLY 

UNATT

RACTIVE

Product featuresCapacity increases

Relative industry growth

 

3. Kekuatan dari pembeli (bargaining power of buyers) 

Pembeli,  atau  dalam  hal  ini  lebih  tepat  disebut  dengan  customer,  sangat 

berpengaruh dalam membentuk struktur  industri. Unsur yang berkaitan dengan 

kekuatan pembeli  adalah  jumlah pembeli  (customer),  adanya produk pengganti, 

biaya berganti produk, hambatan untuk melakukan backward  integration dari  sisi 

pembeli,  hambatan  untuk  melakukan  forward  integration  dari  sisi  pemasok, 

kontribusi  kualitas  terhadap  kualitas  produk  pembeli,  serta  keuntungan  di  sisi 

pembeli. 

Perkembangan  industri  telekomunikasi  di  Indonesia  memperlihatkan 

kecenderungan  yang  sangat  terus meningkat.  Dimulai  dengan  dikeluarkannya 

UU  no.  36  tahun  1999  tentang  telekomunikasi.  Pada  tahun  1999,  industri 

telekomunikasi hanya dikuasai oleh dua pemain, Telkom dan Indosat. Sedangkan 

untuk pelayanan data (internet) masih sangat minim sekali. Di akhir tahun 2006, 

jumlah operator telekomunikasi telah bertambah mencapai 8 operator. Sedangkan 

di sisi penyedia jasa internet jumlah telah berkembang lebih pesat, dengan adanya 

ISP‐ISP lokal (walaupun kontribusi terhadap industri pendukung sangat kecil).   

34 

Jika  dilihat  dari  sisi  pembeli  (customer),  teknologi  serta  sistem  pendukung 

infrastruktur  telekomunikasi  ini  tidak  terlalu berpengaruh secara signifikan bagi 

pendapatannya. Oleh karena itu, hambatan untuk melakukan backward integration 

di sisi pembeli besar.  

Secara  grafis,  kekuatan  tawar  dari  pembeli  dapat  tergambar  seperti  pada  tabel 

IV.7 berikut. 

Tabel IV.7 Penilaian industri dilihat dari perspektif kekuatan pembeli. 

Current

POWER OF BUYERSFew ManyMany FewLow HighHigh LowLow HighSmall LargeLarge fraction Small fractionLow High

Availability of substitutes for industry products

Industry threat of forward integration

MILDLY 

ATT

RACTIVE

HIG

HLY 

ATT

RACTIVE

Buyersʹ profitabilityTotal buyersʹ cost contributed by the industryContribution to quality or service of buyersʹ products

Buyer switching cost

Number of important buyers

Buyersʹ threat of backward integration

HIG

HLY 

UNATT

RACTIVE

MILDLY 

UNATT

RACTIVE

NEU

TRAL

 

4. Kekuatan dari  pemasok (bargaining power of suppliers) 

Unsur  yang  terkandung  dalam  kekuatan  tawar  dari  pemasok  adalah  jumlah 

pemasok,  keberadaan  bahan  pengganti,  diferensiasi  serta  biaya  ganti  produk, 

hambatan untuk melakukan forward integration dari sisi pemasok, hambatan untuk 

backward integration, kontribusi  terhadap kualitas atau pelayanan, besarnya biaya 

untuk pemasok, serta keuntungan bagi pemasok dari industri.  

Dari segi  jumlah pemasok untuk kebutuhan produksi (pelayanan) maka terdapat 

jumlah  pemasok  untuk  industri  ini  relatif  sedikit,  terutama  pemasok‐pemasok 

dalam negeri. Industri yang mendukung kebutuhan perangkat telekomunikasi di 

Indonesia  masih  belum  berkembang.  Hal  ini  diakibatkan  oleh  ketertinggalan 

teknologi  serta  kurangnya  pemain  dalam  bisnis  ini.  Selain  itu  tingginya  skala 

ekonomi dan besarnya modal untuk membangun industri ini. 

35

Pada  tabel  di  bawah  tampak  penilaian  terhadap  unsur  yang  mempengaruhi 

kekuatan pemasok. 

Tabel IV.8 Penilaian terhadap kekuatan pemasok. 

Current

POWER OF SUPPLIERSFew ManyLow HighHigh LowHigh LowLow HighHigh LowLarge fraction Small fractionSmall Large

MILDLY 

ATT

RACTIVE

HIG

HLY 

ATT

RACTIVE

MILDLY 

UNATT

RACTIVE

NEU

TRAL

Importance of the industry to suppliersʹ profitTotal industry cost contributed by suppliersSuppliersʹ contribution to quality or service

HIG

HLY 

UNATT

RACTIVE

Number of important suppliers

Suppliersʹ threats of forward integrationIndustry threat of backward integration

Availability of substitutes for industry productsDifferentiation or switching cost of suppliersʹ products

 

5. Hambatan untuk produk pengganti (threat of substitute products or services) 

Produk  pengganti  dapat  merupakan  suatu  ancaman  bagi  keberlangsungan 

industri. Di  lain pihak produk  baru  tersebut dapat  berupa pengembangan dari 

produk  yang  secara  fungsi  lebih  komplit  dari  produk  sebelumnya.  Selain  itu 

munculnya produk pengganti dapat  timbul dari pergeseran  teknologi. Pada saat 

ini,  kebutuhan  konsumen  untuk  komunikasi  tidak  cukup  lagi  dengan  layanan 

voice, akan tetapi sudah mulai beralih kepada layanan data dengan menggunakan 

media  pita  lebar  (broadband).   Di Korea  Selatan  sejak  tahun  2004,  sudah mulai 

dikembangkan komunikasi data dengan menggunakan media pita  lebar. Hal  ini 

dapat terlihat pada gambar IV.7 (Hong, 2004) di bawah ini.  

 

36 

Gambar IV.7  Roadmap teknologi telekomunikasi. 

Oleh  karena  itu,  industri  telekomunikasi,  khususnya  untuk  komunikasi  suara, 

sangat  rentan  sekali  dengan  produk  pengganti. Akan  tetapi  di  sisi  lain  hal  ini 

justru  akan memicu untuk  perkembangan  teknologi  berikutnya. Dari  sisi  biaya 

untuk mengganti  atau  beralih  teknologi  untuk  saat  ini masih  tergolong  tinggi. 

Dengan  demikian,  struktur  industri  dilihat  dari  perspektif  produk  pengganti 

dapat digambarkan pada tabel IV.9 di bawah ini. 

Tabel IV.9 Penilaian industri berdasarkan perspektif produk pengganti. 

Current

AVAILABILITY OF SUBSTITUTESLarge SmallLow HighHigh LowHigh Low

Availability of close substitute

Substitute price/value

MILDLY 

ATT

RACTIVE

HIGHLY 

ATT

RACTIVE

HIGHLY 

UNATT

RACTIVE

MILDLY 

UNATT

RACTIVE

NEU

TRAL

Userʹs switching costsBuyer propensity to substitute

Selain dari lima faktor utama di atas, ada faktor lain yang mempengaruhi struktur 

industri, yaitu faktor stakeholder dan hambatan untuk keluar (barrier to exit). Yang 

termasuk  dalam  faktor  stakeholder  adalah  kebijakan  dan  aturan  pemerintah, 

kekuatan  dari  serikat  pekerja,  dan  lingkungan  sekitar.  Sedangkan  hambatan 

Data Rate <100 Mbps14.4 kbps

Mob

ility

V eh i

c ul a

r

2G

3.5G

3G

4G Mobile Communication Broadband

Convergence Network(BcN)

802.11b/g

B-WLL

cdma2000/W-CDMA

WiBro

EV-DV/HSDPA

<50 Mbps

Wireless Local Loop

2.4 GHzWLAN

5 GHz WLAN

WLL(Wireless Local Loop)

802.11aWLAN

cdmaOne/GSM

High Data Rate PAN

High Data Rate WLAN

PAN

Cellular(Mobile Communication)

Wireless IEEE 1394Home RF

After 20102003 2004 After 2005

Communication Objects

Human-to-Human Thing-to-ThingHuman-to-Machine

Mobile(Voice) TelephoneShort Message Service(SMS)

Ubiquitous Service4G Mobile Communication

Mobile Phone/Wireless Internet AccessWLAN / Positioning / Video Service/

High Data Rate Portable InternetService

Market Requirement

Customer-oriented SystemHigh Data Rate (>100Mbps) Wireless TX

Ubiquitous Network

Service-oriented SystemHigh Data Rate Wireless Internet

Technology-oriented SystemEnhanced Voice Quality/Roaming

Category2002Before 2001

3G2G 4GPe

dest

r ian

High Data Rate Portable Internet

Data Rate <100 Mbps14.4 kbps

Mob

ility

V eh i

c ul a

r

2G

3.5G

3G

4G Mobile Communication Broadband

Convergence Network(BcN)

802.11b/g

B-WLL

cdma2000/W-CDMA

WiBro

EV-DV/HSDPA

<50 Mbps

Wireless Local Loop

2.4 GHzWLAN

5 GHz WLAN

WLL(Wireless Local Loop)

802.11aWLAN

cdmaOne/GSM

High Data Rate PAN

High Data Rate WLAN

PAN

Cellular(Mobile Communication)

Wireless IEEE 1394Home RF

After 20102003 2004 After 2005

Communication Objects

Human-to-Human Thing-to-ThingHuman-to-Machine

Mobile(Voice) TelephoneShort Message Service(SMS)

Ubiquitous Service4G Mobile Communication

Mobile Phone/Wireless Internet AccessWLAN / Positioning / Video Service/

High Data Rate Portable InternetService

Market Requirement

Customer-oriented SystemHigh Data Rate (>100Mbps) Wireless TX

Ubiquitous Network

Service-oriented SystemHigh Data Rate Wireless Internet

Technology-oriented SystemEnhanced Voice Quality/Roaming

Category2002Before 2001

3G2G 4GPe

dest

r ian

High Data Rate Portable Internet

Sumber : Hong, 2004

37

keluar adalah faktor ekonomi, strategi, dan faktor emosional yang mengakibatkan 

suatu  industri  tetap  berkompetisi  dalam  bisnis,  walaupun  secara  penghasilan 

yang  didapat  sangat  rendah  bahkan  negatif  ditinjau  dari  nilai  ROI  (return  on 

investment)  (Porter, 1980;20).   Dengan kata  lain, barrier to exit adalah beban yang 

harus  dipikul  oleh  perusahaan  jika  akan  berhenti  beroperasi  atau  keluar  dari 

industri. 

Struktur  industri  ini  jika  dilihat  dari  perspektif  tindakan  pemerintah  dapat 

digambarkan pada tabel IV.10 di bawah ini. 

Tabel IV.10 Faktor lingkungan eksternal dilihat dari perspektif tindakan pemerintah. 

Current

GOVERNMENT ACTIONSUnfavorable FavorableUnfavorable FavorableLow HighRestricted UnrestrictedRestricted UnrestrictedRestricted UnrestrictedLimited UnlimitedSubstantial None

MILDLY 

ATT

RACTIVE

HIG

HLY 

ATT

RACTIVE

MILDLY 

UNATT

RACTIVE

NEU

TRAL

Assistance provided to competitorsForeign ownershipForeign exchange

HIG

HLY 

UNATT

RACTIVE

Industry protection

Capital movements among countriesCustom duties

Industry regulationConsistencies of policies

 

Sedangkan jika dilihat dari hambatan untuk keluar, maka dapat terlihat pada tabel 

IV.11 di bawah ini. 

Tabel IV.11 Struktur industri dilihat dari perspektif hambatan keluar. 

Current

BARRIER TO EXITHigh LowHigh LowHigh LowHigh LowHigh LowHigh Low

MILDLY 

ATT

RACTIVE

HIG

HLY 

ATT

RACTIVE

HIG

HLY 

UNATT

RACTIVE

MILDLY 

UNATT

RACTIVE

NEU

TRAL

Social restrictionsGovernment restrictions

Strategic interrrelationship

Asset specializationOn‐time cost of exit

Emotional barriers

38 

Firm Infrastructure(General Management, Accounting, Finance, Strategic Planning)

Human Resource Management(Recruiting, training, development)

Technology Development(R&D product and process improvement)

Procurement inbound and outbound logistic 

(including outsource 

management)

Operational Sales and Marketing

After Sales Service

Profit Margin

Primary Activities

Support Activities

Firm Infrastructure(General Management, Accounting, Finance, Strategic Planning)

Human Resource Management(Recruiting, training, development)

Technology Development(R&D product and process improvement)

Procurement inbound and outbound logistic 

(including outsource 

management)

Operational Sales and Marketing

After Sales Service

Profit Margin

Primary Activities

Support Activities

4.2.2. Pengumpulan Data Internal Perusahaan 

Untuk  memperoleh  data  internal  perusahaan,  maka  dilakukan  dengan 

pendekatan analisis rantai nilai Porter (Porter’s value chain analysis). Pengumpulan 

data dilakukan dengan wawancara  serta  kuesioner  terhadap manajemen di PT. 

INTI.  

Menurut Porter (1985), secara garis besar  ada dua macam proses di dalam suatu 

rantai nilai; proses utama dan proses pendukung.  

Gambar IV.8 Rantai nilai menurut Porter (1985)  yang telah dimodifikasi. 

Perbedaan  antara  proses  pendukung  (support  activities)  dengan  proses  utama 

(primary activities) didasarkan kepada nilai yang diciptakan. Pada proses utama, 

setiap  kegiatan  dapat menciptakan  nilai  tambah  pada  produk  secara mandiri. 

Sedangkan  pada  proses  pendukung,  nilai  tambah  tersebut  dapat  berarti  jika 

dihubungkan  dengan  kegiatan‐kegiatan  lain.  Garis  putus  vertikal  yang 

menghubungkan  proses  pendukung  di  bagian  atas  dengan  proses  utama  di 

bagian bawah. Hal ini diartikan bahwa kegiatan tersebut akan berpengaruh pada 

proses  utama  hanya  pada  sebagian  saja.  Dan  garis  vertikal  tadi  terhenti  pada 

kegiatan  di  infrastruktur  perusahaan.  Hal  ini  dikarenakan  infrastruktur 

perusahaan berpengaruh untuk semua proses, baik proses utama maupun proses 

pendukung. 

39

Dari hasil pengamatan terhadap kondisi internal di PT. INTI, maka yang termasuk 

dalam proses utama adalah adalah semua kegiatan yang berada pada divisi JTT, 

JTS, JTP, JIT dan OSP. Sedangkan yang termasuk proses pendukung adalah semua 

kegiatan  yang  berada pada divisi  Sekper, Keuangan,  Internal Audit, Pusbispro. 

Pengelompokkan rantai nilai  ini  lebih dilihat karena  fungsi kerja masing‐masing 

divisi  mewakili  kegiatan  pada  nilai  rantai  tersebut.  Sedangkan  untuk  proses‐

proses utama,  setiap divisi mempunyai karakter yang berbeda‐beda. Perbedaan 

ini lebih disebabkan setiap divisi (bisnis unit) mempunyai konsumen dan produk 

unggulan  yang  berbeda‐beda pula.    Sebagai  contoh, pada  JTS  yang  lebih  besar 

didapat  dari menjual  produk  vendor  luar, maka  fungsi  pengawasan  terhadap 

pemasok  lebih  kuat  dibanding  JTP,  yang  lebih  cenderung  mengembangkan 

produk  sendiri.  Selain  itu,  bisnis  unit  yang  baru  (JTP)  terlihat masih mencari 

bentuk  bisnisnya  sendiri.  Karena,  pada  awalnya,  bisnis  unit  ini  dibuat  untuk 

merespon  peluang  pasar  yang  timbul.  Namun  secara  keseluruhan,  potensi 

kekuatan  terbesar yang dimiliki oleh PT.  INTI berada pada kemampuan bidang 

pemasaran  dalam  melihat  peluang  yang  ada.  Hal  ini  disebabkan  faktor 

pengalaman dalam industri perangkat telekomunikasi yang telah terbangun lebih 

dari  30  tahun.  Selain  dari  itu,  dengan  pengalaman  lebih  30  tahun  ini  dalam 

industri  telekomunikasi  ini,  kompetensi  yang  dimiliki  oleh  PT.  INTI  meliputi 

(INTI, 2006): 

1. Pemahaman  yang  komprehensif  tentang  teknologi  telekomunikasi  wireline 

dan wireless  (akses,  transport,  control,  aplikasi)  dan  standar  telekomunikasi 

(ITU, ETSI, ANSI, IETF). 

2. Keahlian dalam bidang protokol komunikasi data (ITU rec. X‐Series). 

3. Keahlian dalam bidang protokol telekomunikasi seperti SS7 ( MTP, ISUP, TUP, 

SCCP,TCAP), R2, V5.2, ISDN dan fitur‐fitur call processing. 

4. Kemampuan dalam menggunakan berbagai OS  (Dos, Win9x, Win 2000, Win 

XP, Linux) dan Embedded OS( OS/2, OS/9, AMX, iRMX). 

40 

5. Keahlian  dalam  bidang  GUI  SW,  Data  base, O&M  dan  Telecommunication 

Management Network (SNMP). 

6. Kemampuan  implementasi  SW  dengan  berbagai  programming  language 

(Assembly, C, C++, Visual, Java dan Script Language). 

7. Kemampuan dalam pengembangan hardware  elektronik  (modul  control dan 

peripheral),  hardware  elektrikal  (rectifier  dan  DC‐DC  Converter)  dan 

hardware mekanik (rak). 

Namun di sisi lain, beberapa kompetensi yang telah dimiliki tersebut sudah tidak 

relevan dengan kebutuhan dan teknologi yang berkembang saat ini. Salah satunya 

perkembangan teknologi untuk produk IP based.  

Selain  dengan menggunakan  analisis  rantai  nilai  Porter,  dilakukan  pengukuran 

internal  berdasarkan  komponen  Baldridge  National  Quality  Program  (2006).  

Komponen yang diukur dalam Baldridge  ini adalah: kepemimpinan, perencanaan 

strategik, fokus pada pelanggan dan pasar, pengukuran, analisis dan manajemen 

pengetahuan, fokus sumber daya manusia, manajemen proses, dan hasil bisnis.   

Unsur‐unsur yang diukur pada setiap komponen tersebut adalah: 

1. Kepemimpinan,  meliputi  misi,  visi,  nilai  perusahaan,  lingkungan  kerja, 

informasi serta  pembelajaran di dalam perusahaan. 

2. Perencanaan  strategik,  meliputi  keterlibatan  karyawan  dalam  perencanaan, 

tanggung  jawab  dan  pembagian  kerja  dalam  perusahaan,  serta  evaluasi 

terhadap pencapaian kerja. 

3. Fokus  pada  pelanggan  dan  pasar,  meliputi  proses  pendekatan  pada 

pelanggan,  menjaga  hubungan  dengan  pelanggan,  pengambilan  keputusan 

serta tanggung jawab dalam hubungan dengan pelanggan. 

4. Pengukuran,  analisis  dan  manajemen  pengetahuan,  meliputi  standar  kerja 

untuk  memperoleh  kualitas  yang  diharapkan,  perangkat  untuk  mengukur 

kulitas, serta evaluasi terhadap hasil pengukuran. 

41

5. Fokus  sumber  daya manusia, meliputi  improvement  (perbaikan),  reward  dan 

punishment  (penghargaan  dan  hukuman),  fasilitas  kerja,  pelatihan,  dan  kerja 

kelompok. 

6. Manajemen  proses,  meliputi  sistem  dan  pengaturan  sistem  di  dalam 

perusahaan. 

7. Hasil  bisnis.  Hal  ini  diukur  berdasarkan  kepuasan  pelanggan,  kesesuaian 

produk dengan standar, manajemen keuangan, manajemen waktu, hukum dan 

peraturan, etika dan tanggung jawab social, serta kepuasan karyawan. 

Dari  hasil  pengumpulan  kuesioner  yang  dilakukan  internal  PT.  INTI  dengan 

kriteria Baldridge ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini. 

Tabel IV.12 Hasil pengukuran internal berdasarkan criteria Baldridge (2006) 

Kategori STS TS R S SSLELELELELELELE

Keterangan:

L = Leader

E = Employee

Sumber: INTI, 2006

Fokus Sumber Daya Manusia

Manajemen Proses

Hasil Bisnis

Kepemimpinan

Perencanaan Strategik

Fokus Pelanggan dan Pasar

Pengukuran, Analisis, dan Manajemen Pengetahuan

Skala pengukuran R diartikan bahwa responden ragu‐ragu terhadap kondisi yang 

diajukan  dalam  kuesioner.  Sedangkan  STS  diartikan  bahwa  responden  tidak 

setuju  terhadap kondisi yang diajukan dalam kuesioner. Sedangkan SS diartikan 

bahwa  responden  sangat  setuju dengan kondisi yang diajukan dalam kuesioner 

(lampiran  A).  Semakin  baik  kondisi  perusahaan,  maka  hasil  penilaian  akan 

bergerak  ke  sebelah  kanan  pada  tabel  di  atas  tersebut.  Sedangkan  perusahaan 

dengan kondisi buruk akan bergeser ke bagian kiri tabel tersebut.  

42 

Dari  tabel  di  atas  tampak  bahwa  pada  tingkat  karyawan, merasakan  keraguan 

tentang  kondisi  kepemimpinan  dan  perencanaan  strategik  perusahaan. 

Sedangkan  pada  tingkatan  pimpinan  mereka  beranggapan  bahwa  kondisi 

perusahaan sudah cukup baik.  

4.3 Analisis dan Interpretasi Hasil 

4.3.1 Analisis Lingkungan Eksternal 

Dari hasil pengolahan data lingkungan eksternal, maka dapat diperoleh gambaran 

tentang kondisi lingkungan eksternal seperti pada tabel (tabel IV.13) di bawah ini: 

Tabel IV.13 Penilaian kemenarikan industri dilihat dari lingkungan eksternal (Hax dan Majluf, 1996). 

Current

CRITICAL FACTOR

MILDLY 

ATTRA

CTIVE

HIGHLY 

ATTRA

CTIVE

HIGHLY 

UNATTRA

CTIVE

MILDLY 

UNATTRA

CTIVE

NEU

TRAL

Technological factors

Market factorsCompetitive factorsEconomic and Governmental factors

Dari  tabel  di  atas dapat disimpulkan  bahwa  industri perangkat  telekomunikasi 

jika dilihat dari  faktor eksternal memperlihatkan gambaran  industri yang cukup 

menarik.  

Dari  penilaian  terhadap  data  eksternal  serta  struktur  industri,  maka  dapat 

diperoleh beberapa peluang dan  ancaman yang dapat disimpulkan dalam  tabel 

IV.14 di bawah ini: 

          

43

Tabel IV.14 Peluang dan ancaman dari analisis lingkungan eksternal 

Perspektif  Peluang  Ancaman Industri  1. Pertumbuhan  industri  di  atas 

rata‐rata industri lain 2. Perkembangan  pasar  (bukan 

hanya  pada  operator telekomunikasi) 

1. Masuknya  pemain  asing (China)  dengan  harga  produk yang lebih murah. 

2. Turunnya  harga  per  satuan sambungan. 

Pesaing  1. Kerja  sama  dalam  bentuk konsorsium  untuk  pengerjaan proyek yang besar. 

1. Persaingan  harga  yang  tidak sehat. 

Pemasok  1. Pengembangan  peningkatan tingkatan kandungan lokal. 

1. Terbatasnya  pemasok  dalam negeri  untuk  perangkat elektronik. 

Pembeli  1. Bertambahnya  operator telekomunikasi. 

2. Kontribusi  terhadap  kualitas produk  yang  ditawarkan pembeli sangat besar. 

1. Banyaknya  pilihan  pemasok untuk  kebutuhan  perangkat telekomunikasi. 

Regulasi  1. Peraturan  pemerintah  tentang TKDN. 

2. Dimulainya program USO. 3. Ketertarikan  pemerintah  dalam 

pengembangan BWA. 

 

Produk Pengganti  1. Peralihan  dari  pelayanan  voice ke pelayanan data. 

1. Semakin pendeknya product life cycle. 

2. Skala  ekonomi  yang  besar untuk investasi baru. 

4.3.2. Analisis Lingkungan Internal 

Pasar yang  saat  ini dilayani oleh PT.  INTI  segmennya  sangat  luas. Setiap bisnis 

unit  mempunyai  pelanggan  utama  tersendiri,  yang  memberikan  kontribusi 

pendapatan  untuk  setiap  bisnis  unit.  Sebagai  contoh,  untuk  JTS  kontribusi 

terbesar  diperoleh  dari  Indosat.  Sedangkan  untuk  JTT  kontribusi  terbesar 

diperoleh  dari  Telkom.  Untuk  JIT  konsumen  utamanya  adalah  Icon  plus. 

Sedangkan  untuk  JTP  serta  OSP  merupakan  bisnis  unit  baru  yang  belum 

mempunyai basis pelanggan utama.  

Di sisi lain, PT. INTI tidak memiliki produk utama yang dapat mewakili PT. INTI. 

Selama  ini  PT.  INTI  bekerja  sama  dengan  vendor  asing  untuk  memberikan 

layanan  penjualan  kepada  operator  telekomunikasi.  Seperti  untuk  kebutuhan 

perangkat radio link, PT. INTI melakukan kerja sama dengan Sagem (INTI, 2006). 

Sementara  itu, ada beberapa produk yang dikembangkan oleh PT.  INTI. Produk 

44 

terbaru yang dikembangkan oleh PT.  INTI adalah VDSL. Produk  ini dipasarkan 

oleh JTP.  

Tabel IV.15 Faktor kekuatan dan kelemahan dari hasil analisis lingkungan internal 

Faktor  Kekuatan  Kelemahan 

Infrastruktur Manajerial 

1. Kecepatan  dalam  pengambilan keputusan  untuk  kebijakan operasional 

2.  Pengalaman  dalam  industri perangkat telekomunikasi 

3. Citra PT. INTI sebagai perusahaan lokal  dalam  industri  jasa perangkat  telekomunikasi  masih baik. 

1. Masih  adanya  keraguan  dari sebagian  besar  karyawan  atas kepemimpinan di PT. INTI. 

2. Perencanaan strategik yang  tidak terkomunikasikan  dengan  baik terhadap karyawan. 

3. Tidak  memiliki  sistem  yang terintegrasi  secara  online  antar divisi dan bisnis unit. 

Keuangan  1. Kondisi  keuangan  yang  sangat likuid. 

2. Debt to equity ratio sangat kecil 

1. Besarnya  dividen  yang  harus dibayarkan  kepada  pemegang saham (pemerintah). 

Sumber daya manusia 

1. Tenaga yang berpengalaman. 

2. Sumber daya manusia yang besar. 

1. Kurang  efektifnya  penilaian terhadap kinerja karyawan. 

Teknologi dan pengembangan 

  1. Dana untuk R&D sangat kecil 

2. Teknologi  yang  dimiliki tertinggal oleh industri. 

Logistik    1. Tingginya  nilai  inventori  untuk beberapa  bisnis  unit  (mendekati sepertiga nilai penjualan). 

2. Logistik  tersebar  di  setiap  bisnis unit. 

Operasional / Manajemen proyek 

1. Kecepatan  dalam  pengambilan keputusan. 

1. Besarnya biaya tetap (fixed cost) 

2. Terhambatnya  penyelesaian proyek  akibat  kendala‐kendala non teknis. 

Pemasaran dan layanan purna jual. 

1. Pengetahuan tentang pasar cukup baik. 

1. Ketergantungan  terhadap  dua operator  telekomunikasi  terbesar di Indonesia. 

2. Tidak  adanya  produk  utama (genuine product) 

45

Pada  tabel  IV.15  di  atas  tampak  hasil  analisis  terhadap  lingkungan  lingkungan 

internal  berdasarkan  kriteria  Malcolm  Baldridge  dan  value  chain  Porter  yang 

dinyatakan dalam faktor kekuatan dan kelemahan PT. INTI.  

4.3.3 Pengerucutan Faktor‐faktor Strategis 

Dari penilaian kondisi  eksternal dan  internal  tersebut di  atas, kemudian  faktor‐

faktor tersebut dikerucutkan hanya faktor‐faktor strategis saja yang nantinya akan 

digunakan  dalam  analisis  untuk  perumusan  strategis.  Adapun  faktor‐faktor 

strategis yang tersebut terlihat dalam tabel IV.16 di bawah ini. 

Tabel IV.16 Faktor‐faktor strategis dari analisis lingkungan internal dan eksternal 

Internal Faktor  Eksternal Faktor Strength 1. Pengetahuan dan pengalaman tentang 

industri Telekomunikasi dari hulu ke hilir. 2. Citra PT. INTI yang baik dalam industri 

telekomunikasi 3. Kondisi keuangan yang sangat likuid. 4. Kecilnya nilai debt to equity ratio. 

Opportunities 1. Perkembangan pasar (tidak hanya 

operator telekomunikasi) 2. Pertumbuhan industri di atas rata‐rata 

industri lain 3. Regulasi tentang tingkatan kandungan 

lokal. 4. Bertambahnya operator telekomunikasi. 5. Semakin tingginya kepedulian konsumen 

akhir terhadap kualitas layanan telekomunikasi. 

6. Adanya program USO dan Palapa Ring dari pemerintah. 

7. Ketertarikan pemerintah dalam pengembangan BWA. 

8. Beralihnya dari pelayanan voice ke pelayanan data. 

Weakness 1. Budaya perusahaan belum tercipta. 2. Teknologi yang dimiliki tertinggal oleh 

industri. 3. Tingginya nilai inventori. 4. Besarnya biaya tetap 5. Tidak adanya produk utama (main product) 

Threat 1. Masuknya pemain asing (China) dengan 

harga produk yang lebih murah. 2. Terbatasnya ketersedian bahan baku lokal 

untuk produk telekomunikasi. 3. Banyaknya pesaing (kompetitor) untuk 

kebutuhan perangkat telekomunikasi. 4. Skala ekonomi yang besar untuk investasi 

baru. 

 

 

 

46 

4.4 Perencanaan Strategi 

4.4.1 Langkah‐langkah Perencanaan Strategi  

Ada  empat  pendekatan  yang  dilakukan  untuk  penyusunan  strategi  ini.  Yaitu 

pendekatan  berdasarkan  pendekatan  berdasarkan  four  basics  strategies  (Ohmae, 

1982), pendekatan berdasarkan value discipline dari Treacy dan Wiersema  (1993), 

pendekatan  grand  strategy  dari  Pearce  dan  Robinson  (2005),  serta  penyusunan 

strategi dengan menggunakan TOWS matriks.  

Pemilihan  keempat  pendekatan  perencanaan  strategi  tadi  merupakan  upaya 

untuk memberikan penilaian yang saling melengkapi dan didasari oleh parameter 

yang  relatif sama dalam menetapkan strategi. Empat Strategi Dasar dari Ohmae 

dan  pendekatan  Grand  Strategi  dari  Pearce  dan  Robinson  membagi  strategi 

berdasarkan kekuatam persaingan yang dimiliki. Sedangkan The Value Discipline 

dari Treacy melalui penciptaan kekuatan kompetitif.  

Alur untuk perencanaan strategi terlihat pada gambar IV.9. 

 

Gambar IV.9 Alur perencanaan strategi 

4.4.2 Penyusunan Strategi Berdasarkan Four Basic Strategies Ohmae 

Pada  prinsipnya,  apa  yang  dikembangkan  oleh Ohmae  berangkat  dari  prinsip 

keunggulan  dalam  kompetisi  (competitive  advantage).  Ohmae  (1982)  membagi 

strategi menjadi 4 macam (gambar IV.10), yaitu: 

47

Old, Existing Strengths New and Creative Strengths

Compete (wisely) 

Avoid head on

competition

1. KFS

2. Relative superiority 4. Strategic degree of  freedom

3. Aggressive initiatives 

Exploit competitor’s weakness Maximize user benefit 

Intensify functional differentiation

Ask “why-whys ”

1. Strategy  based  on  KFS,  key  factors  for  success.  Yaitu  strategi  dengan 

mengembangkan  kemampuan  sumber  daya  dengan  meningkatkan 

kemampuan perusahaan untuk bersaing dengan kompetitor pada fakto‐faktor 

kunci kesuksesan.  

Gambar IV.10 Empat strategi dasar dari Kennichi Ohmae (1982) 

2. Strategy  based  on  relative  superiority.  Strategi  ini  didasarkan  kepada 

pemanfaatan kelemahan  lawan baik  itu dalam bisnis yang  telah ada ataupun 

pelayanannya.  Dengan  memanfaatkan  kelemahan  lawan,  maka  nantinya 

keseimbangan  pasar  yang  telah  terbentuk  dapat  terganggu  sehingga  lambat 

laun pangsa pasar lawan akan terambil.  

3. Strategy  based  on  aggressive  initiative.  Strategi  ini  didasarkan  atas  kebuntuan 

yang  dihadapi  perusahaan  dalam  bersaing  dengan  perusahaan  lain  pada 

bagian key factors for success. Oleh karena  itu, maka harus dicari suatu  inovasi 

untuk memecahkan kebuntuan tersebut, yaitu dengan cara menciptakan suatu 

nilai tambah baru bagi konsumen. 

4. Strategy  based  on  degree  of  freedom.  Strategi  ini  didasarkan  atas  adanya 

keterbatasan  untuk melakukan  perbaikan  secara menerus.  Oleh  karena  itu, 

tindakan  yang  dilakukan  lebih  cenderung  kepada menghindari  pemborosan 

waktu  dan  uang  dalam  perbaikan  tadi.  Tindakan  tersebut  dapat  dilakukan 

secara serentak untuk memaksimalkan nilai. 

48 

Pertimbangan yang harus diperhatikan dalam memilih  strategi yang  tepat yang 

dapat diterapkan di PT. INTI melalui pendekatan ini adalah: 

1. Kemampuan  PT.  INTI  untuk  melakukan  inovasi  yang  masih  rendah  yang 

disebabkan keterbatasan dana dan  sumber daya manusia untuk bidang  riset 

dan pengembangan. 

2. Fixed cost yang  tinggi berakibat PT.  INTI  tidak dapat melakukan persaingan 

langsung dengan perusahaan dan produk‐produk China  yang menerapakan 

low cost strategy. 

3. Cakupan  bisnis  yang  digeluti  PT.  INTI  yang  sangat  luas  serta  pengalaman 

dalam  industri  infrastruktur  telekomunikasi  diharapkan  mampu  dijadikan 

portfolio bisnis PT. INTI serta peluang dalam memanfaatkan kelemahan para 

kompetitor. 

4. Belum memiliki kompetensi yang dapat dijadikan sebagai senjata untuk dapat 

bersaing secara langsung dengan kompetitor. 

Dari  keempat  pertimbangan  di  atas,  maka  dapat  disimpulkan  dua  hal  pokok 

dalam menyusun strategi, yaitu hindari kompetisi secara langsung serta gunakan 

kompetensi yang dimiliki. Oleh karena itu, strategi yang harus dilakukan oleh PT. 

INTI yang terbagi ke dalam dua tahap, yaitu: 

1. Tahap  pertama,  strategy  based  on  relative  superiority.  Yaitu  berusaha 

memanfaatkan  kelemahan  kompetitor  untuk  mengganggu  keseimbangan 

pasar.  Perbaikan  internal merupakan  bagian  yang  tidak  terpisahkan  dalam 

tahap  ini,  yang  bertujuan  untuk  menciptakan  competitive  advantage.  Ada 

beberapa bidang yang harus menjadi  fokus dalam perbaikan  internal, antara 

lain: 

a. perbaikan  sisi  operasional,  yaitu  berusaha  untuk  menekan  pengeluaran 

biaya tanpa mengurangi kualitas layanan yang diberikan.  

b. perbaikan pada supply chain management untuk mengurangi nilai inventori, 

yang pada akhirnya akan mengurangi biaya yang timbul. 

c. perbaikan  dalam  manajemen  proyek,  termasuk  di  dalamnya  antisipasi 

terhadap resiko keterlambatan penyelesaian akibat kendala non teknis. 

49

Old, Existing Strengths New and Creative Strengths

Compete (wisely)

Avoid head on

competition

1. KFS

2. Relative superiority 4. Strategic degree of  freedom

3. Aggressive initiatives 

Exploit competitor’s weakness Maximize user benefit 

Intensify functional differentiation

Ask “why-whys ”

d. membangun  sistem  informasi  yang  terintegrasi  secara  online  antar divisi 

dan bisnis unit. 

2. Tahap kedua,  strategy based on key  factors  for success. Pada  tahap  ini, PT.  INTI 

telah  mempunyai  kemampuan  untuk  bersaing  secara  langsung  dengan 

kompetitor  pada  faktor‐faktor  kunci.  Perbaikan‐perbaikan  yang  dilakukan 

pada  tahap pertama diharapkan akan menciptakan competitive advantage yang 

nantinya dapat digunakan sebagai senjata dalam persaingan. Bersaing secara 

langsung  dengan  pesaing  ini  dapat  dilakukan  pula  dengan  menggandeng 

partner  strategis  yang  dapat  menutupi  kelemahan‐kelemahan  yang  masih 

dimiliki. 

Kedua tahap strategi yang harus dilakukan oleh PT. INTI tergambar pada gambar 

IV.11 di bawah ini. 

Gambar IV.11 Strategi yang dapat dikembangkan oleh PT. INTI berdasarkan four basic strategies 

Ohmae (1982) 

4.4.3 Penyusunan Strategi Berdasarkan The Value Discipline. 

Michael  Treacy  dan  Fred Wiersema  (1996)  dalam  tulisannya  mengungkapkan 

bahwa  penyusunan  strategi  dapat  dilakukan  dengan  melakukan  pendekatan 

terhadap value disciplines yang diberikan kepada pelanggan. Ketiga value disciplines 

tersebut  adalah  operational  excellence,  customer  intimacy,  dan  product  leadership. 

50 

Product Leadership

Operational Excellence 

Customer Intimacy 

Competition Parity 

Untuk  dapat  menjadi  pemimpin  pasar,  sebuah  perusahaan  harus  melakukan 

fokus terhadap salah satu value disciplines, dan harus tetap menjaga value disciplines 

yang  lainnya  terpenuhi  sesuai  dengan  standar  yang  diperlukan  dalam  industri 

(competition parity) (Gambar IV.12). 

Gambar IV.12 Generic strategi berdasarkan discipline value (Treacy & Wiersema, 1993) 

Ketiga  disiplin  tersebut  menurut  Michael  Treacy  dan  Fred  Wiersema  dapat 

dijelaskan sebagai berikut: 

1. Operational  excellence. Merupakan  pendekatan  pada  bagian  operasional  yang 

dilakukan  dengan  tujuan  untuk menciptakan  produk  ataupun  layanan  bagi 

pelanggan dengan harga yang kompetitif dan kualitas yang baik. Oleh karena 

itu, proses yang dilakukan adalah menghilangkan semua kegiatan yang tidak 

berakibat pada penambahan nilai bagi pelanggan, meminimalisir biaya‐biaya 

yang ada, serta mengoptimalkan bisnis proses antar fungsional dan hubungan 

internal organisasi. 

2. Customer  intimacy.  Pendekatan  yang  dilakukan  dalam  disiplin  ini  lebih 

mengarah  kepada  pemenuhan  kebutuhan  pelanggan  sehingga  diperlukan 

fleksibilitas dalam operasional perusahaan. Perusahaan berusaha untuk meng‐

customize  setiap  kebutuhan  pelanggannya.  Pemahaman  tentang  detail 

pelanggan  serta  industri  secara  keseluruhan  merupakan  faktor  utama  bagi 

perusahaan  untuk  dapat  melakukan  disiplin  ini.  Termasuk  di  dalamnya 

adalah pemahaman tentang nilai yang diinginkan oleh pelanggan.  

51

3. Product Leadership. Pada disiplin ini, inovasi serta kreatifitas merupakan faktor 

utama yang berperan. Perusahaan dituntut untuk selalu menciptakan produk‐

produk  yang  selalu  baru,  sehingga  produk  pesaing  akan  menjadi  kuno 

(usang).    Ada  tiga  hal  pokok  yang  harus  dipenuhi  oleh  perusahaan  yang 

melakukan  pendekatan  disiplin  ini,  yaitu:  kreatifitas,  kecepatan  dalam 

komersialisasi  ide,  serta  perbaikan  secara  terus  menerus  (tidak  menunggu 

pesaing melakukan perbaikan).  

Dengan  melihat  kondisi  internal  PT.  INTI,  serta  dengan  mempertimbangkan 

faktor‐faktor yang harus dikuasai dalam ketiga disiplin di atas, maka strategi yang 

tepat untuk PT. INTI adalah dengan melakukan operational excellence. Pengalaman 

PT.  INTI  di  dalam  industri  pelayanan  perangkat  telekomunikasi  selama  tiga 

puluh tahun  lebih harus dapat dijadikan kekuatan untuk memberikan nilai yang 

terbaik untuk pelanggan dengan harga yang kompetitif. Dengan kata lain, learning 

curve  yang  telah  dijalani  oleh  PT.  INTI  harus  mampu  meningkatkan  efisiensi 

dalam operasional pelayanan  terhadap pelanggan. Tidak  terikatnya kepada  satu 

vendor  asing  dalam  produk  yang  dijual, memberikan  kekuatan  bagi  PT.  INTI 

untuk dapat memilih produk yang  sesuai dengan kebutuhan dan dengan harga 

yang kompetitif pula.  

Upaya untuk mencapai operational excellence dapat pula dicapai dengan membuat 

standar  operasi  untuk  semua  proses  yang  ada  serta  merestrukturisasi  bisnis 

proses  antar  fungsional  dan  internal  organisasi  agar  diperoleh  struktur  yang 

ramping dan fleksibel. 

Selain  itu,  tingginya nilai  inventori serta besarnya kontrak yang diperoleh setiap 

bulan tidak seimbang dengan kontrak yang mampu di‐generate menjadi sales. Hal 

ini  bisa  akibat  dari  kontrol  terhadap  penyelesaian  proyek  (project management) 

yang  kurang  baik, di  samping   manajemen  rantai pasok dalam pengadaan dan 

pengaturan  inventori.  Oleh  karena  itu,  pembuatan  sistem  informasi  yang 

terintegrasi  secara  online  merupakan  salah  satu  cara  untuk  mempermudah 

52 

pengontrolan. Semua hal di atas merupakan upaya untuk menciptakan competitive 

advantages bagi PT. INTI. 

4.4.4 Penyusunan Strategi Berdasarkan Grand Strategi 

Grand strategi diartikan sebagai suatu pendekatan yang luas yang dapat dijadikan 

panduan perusahaan dalam melakukan kegiatan untuk mencapai  tujuan  jangka 

panjang  (Pearce &  Robinson,  2005;  200).  Pearce  dan  Robinson membagi  grand 

strategi menjadi lima belas, yaitu  : concentrated growth, market development, product 

development,  innovation,  horizontal  integration,  vertical  integration,  concentric 

diversification,  conglomerate  diversification,  turnaround,  divestiture,  liquidation, 

bankruptcy,  joint ventures,  strategic  alliances, dan  consortia. Masih menurut  Pearce 

dan Robinson (2005), ada dua pendekatan yang dilakukan dalam pemilihan grand 

strategi,  yaitu  dengan menggunakan  grand  strategy  selection matrix  dan model  of 

grand strategy clusters.  

1. Grand  strategy  selection  matrix.  Pendekatan  yang  dilakukan  adalah  dengan 

melihat tujuan pemilihan strateginya, apakah untuk menutupi kelemahan atau 

memperkuat kekuatan yang dimiliki  serta  asal dari  sumber daya yang  akan 

digunakan  mengatasi  kelemahan  atau  memaksimalkan  kekuatan  tersebut. 

Pendekatan ini dapat digambarkan pada gambar IV.13. 

53

Maximize strengths

External (acquisition or merge for resource capability) 

Internal (redirected resources within the 

firm) 

II       IIII      IV

Turnaround or retrenchmentDivestiture Liquidation 

Overcome weakness 

Vertical integration Conglomerate diversification 

Concentrated growthMarket development Product development Innovation 

Horizontal integrationConcentric diversification Joint venture 

Gambar IV.13 Grand strategi berdasarkan arah pertumbuhan serta kekuatan dan kelemahan 

perusahaan. 

2. Model of grand strategy clusters. Model  ini menggunakan pendekatan  terhadap 

tingkat  pertumbuhan  pasar  serta  kekuatan  posisi  persaingan  yang  dimiliki 

perusahaan  dibandingkan  dengan  pesaing  lainnya.  Pendekatan  ini  dapat 

digambarkan pada gambar IV.14. 

54 

Slow market position

Weak competitive position 

Strong competitive position 

II       IIII      IV

1. Concentrated growth* 

2. Vertical Integration 

3. Concentric diversification 

Rapid market growth 

1. Reformulation  of  concentrated growth * 

2. Horizontal integration 

3. Divestiture 

4. Liquidation 

1. Concentric diversification 

2. Conglomerate diversification 

3. Joint ventures 

1. Turnaround or retrenchment 

2. Concentric diversification 

3. Conglomerate diversification 

4. Divestiture 

5. Liquidation 

Gambar IV.14 Grand strategi berdasarkan tingkat pertumbuhan serta kekuatan persaingan. 

Dalam penyusunan grand  strategi PT.  INTI, maka pendekatan yang digunakan 

adalah dengan menggunakan model of grand strategy clusters, yaitu dengan melihat 

kekuatan kompetisi serta dari tingkat pertumbuhan pasar.  

Pertumbuhan  pelanggan  telekomunikasi,  sebagaimana  yang  diungkapkan  oleh 

Business Monitor International   (2006), untuk  fixed wireless access dan  fixed line akan 

mencapai  angka  22.5%  setiap  tahunnya  sampai  dengan  tahun  2008,  dan  untuk 

mobile  telecommunication  akan  tumbuh  sebesar  20%. Hal  ini  akan berakibat pada 

tumbuhnya  industri  perangkat  telekomunikasi  secara  signifikan.  Sedangkan 

kekuatan kompetisi PT. INTI pada saat ini, dilihat dari kemampuan sumber daya, 

teknologi serta produk yang dimiliki, dibandingkan dengan pesaing perusahaan 

lain (terutama perusahaan asing) kekuatan kompetisi PT. INTI adalah lemah. 

Oleh  karena  itu,  PT.  INTI  berada  pada  kuadran  I  pada model  of  grand  strategy 

clusters.  Pada  kuadran  ini,  strategi  yang  dapat  dipilih  oleh  PT.  INTI  adalah 

55

melakukan  penyusunan  kembali  strategi  untuk  tumbuh  secara  terpusat 

(reformulation of concentrated growth), melakukan penggabungan secara horizontal 

dengan  perusahaan  sejenis  (horizontal  integration),  melepaskan  beberapa  bisnis 

(divestiture)  atau  melikuidasi  usaha  (liquidation).  Dengan  kondisi  pasar  yang 

tumbuh dengan cepat, sangat disayangkan sekali apabila PT. INTI melepas bisnis 

yang  telah dimiliki dan dibangun. Oleh  karena  itu,  strategi  yang  sesuai  adalah 

dengan melakukan reformulation of concentrated growth dan horizontal integration. 

4.4.5 Alternatif Strategi dengan Menggunakan TOWS Matriks 

Metoda  penyusunan  strategi  berikutnya  adalah  dengan  menggunakan  faktor‐

faktor  strategis  yang  diambil  dari  kondisi  internal  dan  eksternal  perusahaan. 

Faktor‐faktor  strategis  tersebut  kemudian  dikelompokkan  menjadi  kekuatan 

(strength)  dan  kelemahan  (weakness),  serta peluang  (opportunities)  dan  hambatan 

(threat) dalam suatu matriks.  

Ada empat macam strategi yang dapat dikembangkan dari metoda  ini  (Wheelen 

& Hunger, 2006: 144), yaitu: 

1. SO  strategies,  yaitu  strategi  yang  dibentuk  dengan  menggunakan  kekuatan 

yang dimiliki untuk memperoleh keuntungan dari peluang yang ada. 

2. WO strategies, yaitu strategi yang dibentuk dengan menanggulangi kelemahan 

yang dimiliki untuk mengambil peluang yang dihadapi. 

3. ST  strategies,  yaitu  strategi  yang  dibentuk  dengan  menggunakan  kekuatan 

yang dimiliki untuk menghindari hambatan yang akan dihadapi. 

4. WT strategies, yaitu strategi yang dibuat untuk menanggulangi kelemahan dan 

menghindar dari hambatan yang dihadapi. 

Dalam menyusun strategi pada pendekatan  ini, harus diperhatikan pula apakah 

kompetensi  yang  dimiliki  cukup  untuk  mengembangkan  kekuatan  (strength) 

menjadi sebuah strategi.  Jika kompetensi yang dimiliki belum mencukupi untuk 

mengembangkan  kekuatan  tadi,  maka  harus  dilakukan  perbaikan  pada 

kelemahan, sehingga terbentuk sebuah kompetensi. 

56 

Adapun  alternatif  strategi  dengan  menggunakan  TOWS  matriks  terlihat  pada 

tabel IV.17 di bawah ini. 

Tabel IV.17 Alternatif strategi dengan menggunakan TOWS matriks. 

  Strength 1. Pengetahuan dan pengalaman 

tentang industri Telekomunikasi dari hulu ke hilir. 

2. Citra PT. INTI yang baik dalam industri telekomunikasi 

3. Kondisi keuangan yang sangat likuid. 

4. Kecilnya nilai debt to equity ratio. 

Weakness 1. Budaya perusahaan belum 

tercipta. 2. Teknologi yang dimiliki 

tertinggal oleh industri. 3. Tingginya nilai inventori. 4. Besarnya biaya tetap 5. Tidak adanya produk 

utama (main product) 

SO Strategies Tahap 1 ‐ Intensifikasi pasar  ‐ Menjual jasa kepada operator 

baru 

WO Strategies Tahap 1 ‐ Memperkuat struktur SDM ‐ Perbaikan dalam sistem 

financial management ‐ Penerapan continuous 

improvement ‐ Membangun sistem 

informasi yang terintegrasi 

Opportunities 1. Perkembangan pasar (tidak 

hanya operator telekomunikasi) 

2. Pertumbuhan industri di atas rata‐rata industri lain 

3. Regulasi tentang tingkatan kandungan lokal. 

4. Bertambahnya operator telekomunikasi. 

5. Semakin tingginya kepedulian konsumen akhir terhadap kualitas layanan telekomunikasi. 

6. Adanya program USO dan Palapa Ring dari pemerintah. 

7. Ketertarikan pemerintah dalam pengembangan BWA. 

8. Beralihnya dari pelayanan voice ke pelayanan data. 

Tahap 2 ‐ Investasi untuk pengembangan 

produk (product development) ‐ Peningkatan kandungan lokal 

produk dengan melakukan kerja sama dengan perusahaan lokal lainnya 

‐ Menggandeng mitra strategis untuk turut dalam proyek‐proyek besar (contoh: Palapa Ring). 

‐ Mengembangkan produk‐produk asli PT. INTI (genuine product) 

Tahap 2 ‐ Bekerja sama dengan 

partner asing dalam penyedian produk utama. 

ST Strategies Tahap 1 ‐ Membangun loyalitas dan 

kepercayaan konsumen dengan penjaminan selesainya proyek tepat waktu 

‐ Fokus pada kekuatan teknis yang dimiliki. 

‐ Memberikan layanan dengan kualitas terbaik 

WT Strategies Tahap 1 ‐ Membangun budaya 

organisasi ‐ Membangun keunggulan 

operasional termasuk penerapan advance project management, learning organization dan knowledge management. 

‐ Memperbaiki manajemen rantai pasok 

Threat 1. Masuknya pemain asing 

(China) dengan harga produk yang lebih murah. 

2. Terbatasnya ketersedian bahan baku lokal untuk produk telekomunikasi. 

3. Banyaknya pesaing (kompetitor) untuk kebutuhan perangkat telekomunikasi. 

4. Skala ekonomi yang besar untuk investasi baru.  Tahap 2 

‐ Peningkatan kemampuan teknis karyawan untuk meningkatkan keunggulan operasional (operational excellent) 

Tahap 2 ‐ Mengembangkan 

multisourcing 

57

Pada  tabel  di  atas  tampak  strategi  yang  disusun  dengan  mempertimbangkan 

faktor‐faktor  strategis  dari  kondisi  internal  dan  eksternal  perusahaan.  Dalam 

pelaksanaannya,  strategi  tersebut  dikelompokkan menjadi  dua  tahapan  strategi 

yang  dilaksanakan  secara  berkesinambungan.  Sehingga  dapat  dibuat  suatu 

roadmap pelaksanaan strategi tersebut.  

1. Tahap membangun kompetensi, budaya dan sistem.  

Pada tahapan  ini, strategi yang dilakukan adalah untuk memperbaiki kondisi 

internal.  Termasuk  di  dalamnya membangun  budaya  serta  sistem  di  dalam 

perusahaan.  Perubahan  PT.  INTI  yang  sebelumnya merupakan manufaktur 

menjadi perusahaan jasa secara otomatis menuntut adanya perubahan budaya. 

Dan  hal  ini  belum  tampak  dalam  aktifitas  di  perusahaan. Oleh  karena  itu, 

dalam tahap ini, yang harus dilakukan adalah: 

a. Membangun sistem informasi yang terintegrasi antar divisi dan bisnis unit. 

b. Memperkuat struktur SDM dan meningkatkan kemampuan teknis SDM. 

c. Mengembangkan  proses  continuous  improvement,  learning  organization,  dan 

knowledge management  untuk memperbaiki seluruh proses di perusahaan. 

d. Meningkatkan  loyalitas  dan  kepercayaan  pelanggan  dengan  penjaminan 

penyelesaian proyek tepat waktu dan kualitas yang baik. 

e. Menawarkan  jasa atau produk kepada para operator baru atau konsumen 

baru, tanpa menambah investasi yang besar di sisi perusahaan. 

f. Menciptakan prosedur operasional yang efektif, sehingga mampu menekan 

biaya pengeluaran.  

g. Memperbaiki manajemen rantai pasok. 

2. Tahap membangun aliansi dan pertumbuhan.  

Setelah membangun kompetensi internal perusahaan, tahap berikutnya adalah 

menciptakan  kekuatan  dengan  melakukan  aliansi  dengan  perusahaan  lain. 

Dalam  melakukan  aliansi,  faktor‐faktor  internal  dan  faktor  eksternal  harus 

merupakan  bahan  pertimbangan,  selain  dari  faktor  perusahaan  yang  akan 

dijadikan  partner.  Sehingga  nantinya  tercipta  sinergi  ataupun  saling 

melengkapi kekuatan yang dimiliki.  

58 

Adapun bidang yang harus menjadi perhatian PT. INTI dalam mencari partner 

untuk  melakukan  aliansi  adalah  bidang  R&D.  Diharapkan  dengan  adanya 

aliansi  ini diperoleh  transfer pengetahuan dan  teknologi dari partner.  Selain 

itu, kemudahan yang diberikan pemerintah untuk perusahaan dengan TKDN 

dan BMP mencapai  40%, harus disambut PT.  INTI dengan melakukan  kerja 

sama dengan perusahaan lokal lainnya untuk meningkatkan TKDN dan BMP 

mencapai  40%  tadi.  Di  samping  pengembangan  genuine  product  yang  telah 

dimiliki PT. INTI. 

Dengan  bertambahnya  kemampuan  dan  produk  yang  dimiliki  (baik  genuine 

product maupun produk dari perusahaan aliansi), PT.  INTI dapat melakukan 

pengembangan dari pasar yang dimiliki saat ini. 

4.5 Rumusan Strategi dan Penyelarasan Strategi 

Tahapan  berikutnya  dalam  penelitian  ini  adalah  perumusan  strategi  yang 

merupakan  gabungan  dari  strategi‐strategi  dari  beberapa  pendekatan.  Untuk 

lebih memudahkan dalam  implementasi di  tingkat  bisnis unit,  strategi  tersebut 

diterjemah menjadi  obyektif  strategi dan di‐align dengan menggunakan  strategi 

map,  sehingga  dapat  terlihat  sinergi  dari  strategi  tersebut  dalam membangun 

perusahaan.  Setiap  bisnis  unit  dapat  menyusun  strategi  yang  sesuai  dengan 

karakteristik  masing‐masing  bisnis  berpedoman  pada  obyektif  tadi,  dan 

menggunakan parameter ukur untuk melihat pencapaian penerapan strategi tadi. 

Adapun rumusan strategi untuk PT. INTI ini terlihat pada tabel 4.18 di bawah.  

 

 

 

 

 

 

 

59

Tabel IV.18 Rumusan Strategi 

Strategi  Initiatif Strategi  Obyektif 

1. Reformulation of concentrated growth 

a. Restrukturisasi organisasi 

  b. Kesempurnaan 

operasional (operational excellent) 

a. Pengembangan sistem informasi yang terintegrasi serta sistem manajemen terpadu (continuous improvement, learning organization, dan knowledge management) 

b. Peningkatan skill dan kompetensi karyawan 

c. Peningkatan loyalitas dan kepercayaan pelanggan  

d. Pemasaran jasa atau produk kepada para operator baru atau konsumen baru. 

e. Pembuatan prosedur operasional yang efektif. 

f. Perbaikan manajemen rantai pasok. 

2. Horizontal integration a. Strategic alliances b. Product development c. Market development 

a. Peningkatan kegiatan R&D melalui kerja sama dengan perusahaan lain 

b. Pengembangan genuine product c. Perluasan pasar 

Strategy maps sendiri adalah sebuah metode yang dikemukakan oleh Kaplan dan 

Norton  (2004)  sebagai  salah  satu  alat  untuk menerjemahkan  strategi  sehingga 

diperoleh suatu hubungan sebab akibat dilihat dari empat perspektif utama pada 

balanced scorecard. Keempat perspektif utama  itu adalah: perspektif pembelajaran 

dan  pertumbuhan,  perspektif  proses  internal,  perspektif  pelanggan,  dan 

perspektif  keuangan.  Keempat  perspektif  ini  dipadukan  menjadi  suatu  aliran 

yang berkesinambungan yang pada akhirnya akan berujung pada penciptaan nilai 

keberlabaan  jangka  panjang  bagi  para  pemilik  modalnya.  Keberlabaan  jangka 

panjang  tersebut  dapat  diperoleh  dengan  cara meningkatkan  produktifitas  dan 

melalui pertumbuhan. 

Sebagaimana yang dirumuskan dalam tabel IV.18, ada dua strategi utama di PT. 

INTI,  yaitu  dengan melakukan  reformulation  of  concentrated  growth  dan  dengan 

melakukan  horizontal  integration.  Rumusan  strategi  tersebut  diterjemahkan  ke 

dalam strategi map yang terlihat pada gambar  IV.15. 

60 

Gambar IV.15 Strategi map untuk tahap membangun kompetensi, budaya dan sistem manajemen. 

Penciptaan nilai jangka panjang dalam perspektif finansial, tidak terbangun secara 

solitaire dalam sebuah proses. Nilai ini tercipta dari transformasi nilai dari semua 

proses yang ada pada setiap perspektif. Pada gambar di atas tampak bahwa untuk 

memperoleh keberlabaan jangka panjang, diperoleh dari nilai yang tercipta dalam 

perbaikan struktur biaya, salah satunya adalah dengan mengurangi pengeluaran 

biaya. Dan hal ini merupakan hasil dari proses menciptakan layanan dengan total 

biaya  terbaik  pada  perspektif  konsumen.  Ini  pun merupakan  hasil  dari  proses 

pemilihan  pemasok  pada  perspektif  internal,  dengan  memilih  pemasok  yang 

mampu memenuhi kriteria yang  telah ditentukan.   Salah satunya adalah kriteria 

peningkatan kandungan lokal. Kesemuanya itu awalnya merupakan hasil proses‐

proses yang ada pada perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. 

Bisnis  unit  yang  ada  di  PT.  INTI mempunyai  karakter  yang  berbeda,  terutama 

dari siklus hidup. Dua bisnis unit; JTT dan JTS, telah masuk ke dalam fase matur 

61

dan yang lainnya; JIT, JTP dan OSP, masih dalam fase akan tumbuh (growth). Oleh 

karena itu, untuk parameter ukur pada strategi map harus dibedakan berdasarkan 

karakter  siklus  hidupnya.  Adapun  parameter  ukur  untuk  strategi  map  tahap 

membangun kompetensi, budaya dan  sistem  terlihat pada  tabel  IV.19 di bawah 

ini. 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

‐ 62 ‐ 

Tabel IV.19 Strategi obyektif dan parameter ukur untuk tahap pertama 

  Perspective  Obyektif  Parameter Ukur  Parameter Ukur (matur)  Parameter Ukur (growth) 

Perbaikan struktur biaya 

ROI ROE Operating margin  Financial leverage percentage Debt to equity ratio 

ROCI Operating margin  Operating margin 

1. Financial Perspective 

Peningkatan pemanfaatan asset 

Nilai penjualan Total  asset turnover Cash to cash cycle 

Nilai penjualan Total  asset turnover Cash to cash cycle 

Besarnya penjualan 

Total biaya terbaik  Biaya kepemilikan terendah  Besar kontrak penjualan  Besar kontrak penjualan 2. Customer Perspective 

Pelayanan tepat waktu Denda keterlambatan / total penjualan Rata‐rata waktu penyelesaian Time respond  

Denda keterlambatan / total penjualan Rata‐rata waktu penyelesaian Time respond 

Denda keterlambatan / total penjualan Rata‐rata waktu penyelesaian Time respond 

Pemilihan pemasok produk 

Jumlah pemasok yang sesuai dengan kriteria Performance pemasok berdasarkan QCD Lead time order 

Performance pemasok berdasarkan QCD 

Jumlah pemasok yang sesuai dengan kriteria Lead time order 

Penurunan biaya produk COGS Persentase variable cost terhadap COGS 

COGS Persentase variable cost terhadap COGS 

COGS Persentase variable cost terhadap COGS 

Penurunan biaya operasional  Persentase direct cost terhadap total cost  Persentase direct cost terhadap total cost  Persentase direct cost terhadap total cost 

3. Internal Process Perspective 

Peningkatan perputaran inventori 

Inventory turnover ratio Average inventory period 

Inventory turnover ratio Average inventory period 

Inventory turnover ratio Average inventory period 

‐ 63 ‐ 

  Perspective  Obyektif  Parameter Ukur  Parameter Ukur (matur)  Parameter Ukur (growth) 

Peningkatan kandungan lokal dan genuine product 

Persentase kandungan lokal terhadap sales Persentase genuine product terhadap sales 

Persentase kandungan lokal terhadap sales Persentase genuine product terhadap sales 

Persentase kandungan lokal terhadap sales Persentase genuine product terhadap sales 

 

Perbaikan manajemen proyek 

Penyelesaian proyek tepat waktu Operation cost 

Penyelesaian proyek tepat waktu Operation cost 

Penyelesaian proyek tepat waktu Operation cost 

Restrukturisasi organisasi Perbandingan jumlah karyawan terhadap sales 

Perbandingan jumlah karyawan terhadap sales 

Perbandingan jumlah karyawan terhadap sales 

Sistem IT yang terintegrasi  Lama waktu pembuatan laporan  Lama waktu pembuatan laporan  Lama waktu pembuatan laporan 

Peningkatan kompetensi karyawan 

Jam training per karyawan  Jam training per karyawan  Jam training per karyawan 

Penerapan sistem manajemen (BSC, knowledge management) 

Laporan bulanan tepat waktu  Laporan bulanan tepat waktu  Laporan bulanan tepat waktu 

4. Learning and Growth Perspective 

Continuous improvement  Evaluasi prosedur setiap 6 bulan sekali  Evaluasi prosedur setiap 6 bulan sekali  Evaluasi prosedur setiap 6 bulan sekali 

 

Sambungan tabel IV.19

‐ 64 ‐ 

Untuk tahap kedua, penekanan strategi adalah pada pertumbuhan. Strategi yang 

digunakan  adalah  dengan  melakukan  aliansi  untuk  pengembangan  secara 

horizontal. Selain  itu, pada sisi operasional pendekatan diarahkan kepada upaya 

untuk  memenuhi  kebutuhan  pelanggan  (customer  intimacy).  Hal  ini  dilakukan 

untuk meningkatkan competition parity. Adapun stratetgi map untuk tahap kedua 

ini terlihat pada gambar IV.16. 

 

Gambar IV.16 Strategi map untuk tahap pertumbuhan 

Sedangkan  untuk  parameter  ukur  dan  strategi  obyektif  pada  tahap  ini  terlihat 

pada tabel IV.20. 

‐ 65 ‐ 

Tabel IV.20 Strategi obyektif dan parameter ukur untuk tahap kedua 

Perspective  Obyektif  Parameter Ukur  Parameter Ukur (matur)  Parameter Ukur (growth) 

Meningkatkan nilai dari pelanggan 

Nilai penjualan Operating margin Cah to cash cycle 

Kolektabilitas piutang Operating margin Cah to cash cycle Nilai penjualan 

Operating margin Nilai penjualan 

1. Financial Perspective 

Memperluas peluang pendapatan 

ROCI ROA Debt to equity ratio Laju pertumbuhan penjualan Net Income 

ROCI Laju pertumbuhan penjualan  Besarnya penjualan 

Total biaya terbaik   Biaya kepemilikan terendah  Jumlah kontrak penjualan  Jumlah kontrak penjualan 

Pelayanan tepat waktu  Denda keterlambatan / total penjualan Rata‐rata waktu penyelesaian  Time respond 

Denda keterlambatan / total penjualan Rata‐rata waktu penyelesaian  Time respond 

Denda keterlambatan / total penjualan Rata‐rata waktu penyelesaian  Time respond 

Solusi komplit untuk pelanggan  Pengukuran kepuasan pelanggan  Pengukuran kepuasan pelanggan  Pengukuran kepuasan pelanggan 

2. Customer Perspective 

Produk dan atau layanan baru 

Account share setiap produk  Account share setiap produk  Sales 

3. Internal Process Perspective 

Pemilihan pemasok yang terbaik dan terintegrasi secara online 

Jumlah pemasok yang sesuai dengan kriteria Performance pemasok berdasarkan QCD Lead time order 

Performance pemasok berdasarkan QCD 

Jumlah pemasok yang sesuai dengan kriteria Lead time order 

‐ 66 ‐ 

Perspective  Obyektif  Parameter Ukur  Parameter Ukur (matur)  Parameter Ukur (growth) 

Penurunan biaya produk  COGS Persentase variable cost terhadap COGS 

COGS Persentase variable cost terhadap COGS 

COGS Persentase variable cost terhadap COGS 

Penurunan biaya operasional  Persentase direct cost terhadap total cost  Persentase direct cost terhadap total cost  Persentase direct cost terhadap total cost 

Peningkatan kandungan lokal dan genuine product  

Persentase kandungan lokal terhadap sales Persentase genuine product terhadap sales 

Persentase kandungan lokal terhadap sales Persentase genuine product terhadap sales 

Persentase kandungan lokal terhadap sales Persentase genuine product terhadap sales 

Perbaikan manajemen proyek 

Penyelesaian proyek tepat waktu Operation cost 

Penyelesaian proyek tepat waktu Operation cost 

Penyelesaian proyek tepat waktu Operation cost 

Mengidentifikasi dan mengembangkan pasar 

Jumlah pelanggan baru Persentase prospek menjadi sales 

Jumlah pelanggan baru Persentase prospek menjadi sales 

Jumlah pelanggan baru Persentase prospek menjadi sales 

 

Melakukan R&D dengan strategic alliances 

Persentase R&D cost terhadap sales Jumlah produk baru 

Persentase R&D cost terhadap sales Jumlah produk baru 

Persentase R&D cost terhadap sales Jumlah produk baru 

Restrukturisasi organisasi Perbandingan jumlah karyawan terhadap sales 

Perbandingan jumlah karyawan terhadap sales 

Perbandingan jumlah karyawan terhadap sales 

Peningkatan kompetensi karyawan 

Jam training per karyawan  Jam training per karyawan  Jam training per karyawan 

Penerapan sistem manajemen (BSC, knowledge management) 

Laporan bulanan tepat waktu  Laporan bulanan tepat waktu  Laporan bulanan tepat waktu 

4. Learning and Growth Perspective 

Continuous improvement  Evaluasi prosedur setiap 6 bulan sekali  Evaluasi prosedur setiap 6 bulan sekali  Evaluasi prosedur setiap 6 bulan sekali 

Sambungan tabel IV.20