i iin,iiii -...
TRANSCRIPT
KARYA SASTRA SEBAGAI MEDIAPERTARTINGAN ANTAR BUDAYA
(Analisis Narasi Tzvetan Todorov dalam Novel EdensorKarya Andrea Hirata)
SkripsiDiajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sa{anaKomunikasi Islam (S. Kom. I)
Disusun Oleh:
MIFTAKHUL AIDA
NIM: 1110051000M5
JURUSAN KOMT]NIKASI DAN PENYIARAN ISLAMFAKULTAS DAI(WAH I}AN ILMU KOMUNIKASI
UNTVERSMAS ISLAM NEGERI SYARIF' EIDAYATT]LLAHJAI(ARTA
r43s Hll014 M
I IIN,IIII I
KARYA SASTRA SEBAGAI MEDIA
PERTART'NGAN ANTAR BUDAYA
(Analisis Narasi Twetan Todorov dalam Novel Edensor
Karya Andrea Hirata)
SKRIPSI
Diajukan untuk Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam
(S. Kom.I)
Oleh:
MIFTAKHUL AIDA
NIM: 1110051000045
Pembimbing
A.*:r1Siti Nurbava. M. Si
NIP: 19790823 200912 2 002
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PEIIYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLATI
JAKARTA
t43sHt20t4N.{
a:-
a
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul KARYA SASTRA SEBAGAI MEDIA
PERTARUNGAN ANTAR BUDAYA (Analisis Narasi Tnretan Todorov
dalam Novel Edensor karya Andrea Hirata) telah diujikan dalam sidang
munaqasyah Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
takarta pada 17 Oktober 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom' I).
Jakarta, l7 Oktober 2014
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota
Dr. SihabuddinNoor. MANIP: 19690221 199703 1 001
Anggota,
Penguji IADr. SihabudinNoor. MANIP: 19690221 1997031
Pembimbing
Arrt-.TltSiti Nurbaya" M. Si
NIP: 19790823 2009122 002
001
Penguji II
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan iui saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karyaasli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I di UIN Syarif
Hidayatullah Jakar,ta.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa kwya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
i
ABSTRAK
Miftakhul Aida
1110051000045
Karya Sastra sebagai Media Pertarunga Antar Budaya (Analisis Narasi
Tzvetan Todorov dalam Novel Edensor karya Andrea Hirata)
Novel merupakan suatu karya fiksi, yaitu karya dalam bentuk kisah atau
cerita yang melukiskan tokoh-tokoh dan peristiwa-peristiwa rekaan. Novel pada
prinsipnya berbentuk tulis, tidak seperti puisi yang sudah ada berabad-abad
sebelum bahasa tulis berkembang, dan masih hidup dalam bentuk lisan sampai
sekarang. Novel ini mampu menarik para pembacanya untuk tetap berusaha
menggapai mimpi-mimpinya menjelajah kebudayaan Eropa dan mengajak para
pembaca masuk lebih dalam ke cerita yang ada pada novel. Terbukti dari novel ini
yang mendapat berbagai penghargaan dan terjual hingga 500 eksemplar.
Novel Edensor merupakan tetralogi dari novel Laskar Pelangi dan Sang
Pemimpi yang sangat terkenal di tanah air bahkan internasional. Novel ini masuk
ke dalam deretan novel best seller dan banyak mendapatkan penghargaan. Novel
Edensor menceritakan tentang kehidupan tokoh Ikal dan Arai di negara Eropa
dalam menghadapi kehidupan dengan kebudayaan yang berbeda, menghadapi
kesulitan bahasa dan gaya hidup harus dihadapi.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik ingin mengetahui
lebih lanjut, bagaimana penggambaran budaya Eropa dan apa yang terjadi ketika
seseorang dihadapkan oleh lingkungan dan kebudayaan baru. Untuk itu,
pertanyaan penelitiannya adalah: Bagaimana penggambaran cerita dalam novel
Edensor serta bagaimana pertarungan antar budaya itu dinarasikan dalam cerita.
Untuk mendapatkan data dan hasil yang maksimal, dalam penelitian ini,
penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan menggunakan model
analisis narasi Tzvetan Todorov. Narasi menurut Tzvetan Todorov adalah apa
yang dikatakan, suatu narasi mempunyai struktur dari awal hingga akhir. Narasi
dimulai dari adanya keseimbangan yang kemudian terganggu oleh adanya
kejahatan. Narasi diakhiri oleh upaya untuk menghentikan gangguan sehingga
keseimbangan (ekuilibrium) tercipta kembali.
Setelah penulis menganalisis komunikasi antar agama dan budaya yang
terdapat dalam novel Edensor karya Andrea Hirata, terdiri dari 44 mozaik. Dari 44
mozaik tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa dalam novel Edensor
menggambarkan lintas budaya yang ada di Eropa dan bagaimana tokoh Ikal
mengalami gegar budaya (culture shock) ketika harus berhadapan dengan
kesulitan-kesulitan yang ada di Eropa. Sikap individualitas, budaya, bahasa, dan
suhu yang berbeda mampu dihadapi oleh tokoh Ikal dan Arai.
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan nikmat dan hidayah-Nya kepada setiap makhluk-Nya sehingga
berkat izin-Nya pula akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Kesejahteraan serta kedamaian semoga selalu dilimpahkan kepada makhluk-Nya
yang paling mulia yakni Nabi besar Muhammad SAW, para sahabat beliau dan
orang-orang yang mengikuti beliau.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada kedua orang tua tercinta, Ibunda Zaenah dan Ayahanda Sulami yang
dengan penuh kesabaran membesarkan dan merawat penulis dengan cinta
kasihnya, yang tak henti-hentinya mendoakan dan memberi dukungan kepada
penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan studi di Universitas Islam Syarif
Hidayatullah Jakarta.
1. Ibu Siti Nurbaya, M. Si selaku pembimbing yang telah banyak
menyediakan waktunya, memberikan bimbingan dan petunjuk kepada
penulis.
2. Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDKOM) Dr. Arief
Subhan, M. A dan para Wakil Dekan, Suparto, M. Ed, MA selaku Wakil
Dekan bidang akademik, Drs. Jumroni. M.Si selaku wakil dekan bidang
administrasi umum dan , Drs. Sunandar, MA selaku wakil dekan bidang
kemahasiswaan dan kerja sama.
iii
3. Bapak Rahmat Baihaky, M. Si dan Ibu Fita Fathurokhmah, M. Si selaku
Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
4. Para Dosen, Karyawan, dan staff Tata Usaha Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi, dan juga seluruh staff pengurus UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
5. Kakak-kakakku tercinta Ahmad Yuslam, Musyarofah, S.Pd, Bahaudin, Siti
Nangimah dan laki-laki yang baik hati Ahmad Mujazim, yang selalu
memberikan kasih sayang dan dukungan kepada penulis.
6. Sahabat-sahabatku tersayang, Safitri, Alfia Nurlaila, Ais Muflihah, Diana
Nopiana, Andari Novanti, dan Ishmatun Nisa, yang selalu memberikan
keceriaan dan motivasi.
7. Kawan-kawan seperjuangan KPI B 2010, yang saling memotivasi dan
berjuang bersama-sama dalam menempuh skripsi ini.
Penulis hanya dapat memanjatkan doa semoga semua pengorbanan
mereka untuk penulis menjadikan amal kebaikan serta pahala yang berlipat
ganda. Harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua,
terutama bagi teman-teman mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Amin.
Jakarta, 16 September 2014
Miftakhul Aida
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ……………………………………………..….…………… i
KATA PENGANTAR …………………………………………………. ii
DAFTAR ISI ………………………………………….…….……..….. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ……………………………………………….. 1
B. Pembatasan Masalah ……………….………………………… 5
C. Perumusan Masalah ………………………….……………….. 5
D. Tujuan Penelitian ………………………………….………….. 6
E. Manfaat Penelitian ……………………………………………. 6
F. Metodologi Penelitian ………………………...………………. 7
G. Tinjauan Pustaka …………………………….……………… 10
H. Sistematika Penulisan ………………………………….……. 11
BAB II KERANGKA TEORI
A. Komunikasi Antar Budaya dalam rangkaian teori ...……….. 13
B. Gegar Budaya dalam komunikasi antar budaya……...…..…. 22
C. Konsep analisis narasi Narasi Tzvetan Todorov………....….. 28
v
D. Novel sebagai karya sastra……………….………………….. 31
BAB III GAMBARAN UMUM
A. Deskripsi Novel Edensor ……………………………………. 39
B. Sinopsis Novel Edensor ……………………………………... 41
C. Biografi penulis Andrea Hirata……………………………… 43
BAB IV ANALISIS DAN HASIL TEMUAN
A. Analisis Alur cerita dan Plot dalam Novel Edensor ….…….. 46
B. Analisis Komponen Komunikasi Antar Budaya dalam Novel
Edensor ………………………………………………………… 57
C. Analisis Gegar Budaya dan Masalah Penyesuaian Diri dalam
Novel Edensor ………………………………………………… 65
D. Analisis Hasil pertarungan antar budaya dalam Novel Edensor
………………………………………………………….……… 79
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ………………………………………………… 84
B. Saran ……………………………………………………….. 85
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………. 86
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di zaman modern ini perkembangan teknologi tidak bisa kita hindari,
teknologi yang semakin canggih dan berkembang pesat ikut memberikan andil
kepada perkembangan media massa yang memberikan informasi dan terobosan
baru. Kini media surat kabar, televisi, majalah, bahkan buku-buku membuat
media on line dan aplikasi canggih untuk smartphone sebagai media baru mereka
agar perusahaan mereka tetap dapat memberikan informasi kepada masyarakat
dengan mudah dan menarik sehingga masyarakat dapat mengakses informasi
dimana saja dan dalam waktu yang tak terbatas.
Dengan berkembangnya teknologi modern yang canggih saat ini,
informasi dapat diakses dengan media on line. Namun begitu, media cetak masih
diminati masyarakat dan berkembangnya teknologi saat ini tidak mengurangi
minat baca masyarakat terhadap media cetak seperti surat kabar, majalah, dan
berbagai karya sastra khususnya karya sastra novel. Perkembangan media cetak
seperti teks dan tulisan saat ini tidak kalah menarik dengan media on line maupun
televisi, media cetak seperti novel masih banyak diminati masyarakat. Tata bahasa
yang mudah dipahami, alur cerita yang tidak membosankan dan mampu
menggugah perasaan pembaca merupakan salah satu alasan kenapa media cetak
seperti karya sastra novel tetap diminati banyak kalangan.
1
2
Dia antara genre utama karya sastra, yaitu puisi, prosa, dan drama, genre
prosa, khususnya novel, yang dianggap paling dominan dalam menampilkan
unsur-unsur sosial. Karena, novel menampilkan unsur-unsur cerita yang paling
lengkap, memiliki media yang paling luas, menyajikan masalah-masalah
kemasyarakatan yang juga luas dan bahasa novel cenderung bahasa sehari-hari,
bahasa yang paling umum digunakan masyarakat. Oleh karena itu, novel dapat
mewakili ciri-ciri zamannya.1
Karya sastra membangun dunia melalui kata-kata sebab kata-kata
memiliki energi. Melalui energi itulah terbentuk citra tentang dunia baru dalam
karya sastra. Kata-kata itu pun memiliki aspek dokumenter yang dapat menembus
dunia modern. Pengetahuan mengenai masa lalu dapat diketahui melalui kata-
kata. Berbagai informasi dapat disebarluaskan dari individu ke individu yang lain,
dari satu masyarakat ke masyarakat yang lain, dan sebagainya.2 Oleh karena itu,
karya sastra tetap dapat menembus pasar modern sampai saat ini.
Andrea Hirata selama ini dikenal dengan novel tetraloginya yaitu Laskar
Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor, dan Maryamah Karpov. Andrea Hirata melalui
karya sastranya mampu menarik banyak pembaca dengan Novel tetraloginya.
Sebelumnya, Andrea Hirata tidak pernah menulis cerpen maupun karya sastra
lainnya. Namun, meskipun begitu karya Andrea Hirata mampu menjadi novel best
seller. Karya Andrea Hirata dapat diterima masyarakat luas, baik di dalam negeri
maupun di luar negeri. Novel tetralogi Laskar Pelangi sudah diterbitkan di lebih
1Nyoman Kutha Ratna, Teori Metode dan Teknik Penelitian Sastra dari Strukturalisme
hingga Postrukturalisme, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 335-336 2Nyoman Kutha Ratna, Sastra dan Cultural Studies Representasi Fiksi dan Fakta
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), cet.ke-3, h. 15
3
dari 100 negara dan diterjemahkan lebih dari 30 bahasa. Seperti misalnya di
Amerika dengan judul The Rainbow Troops dan di Jerman dengan judul Die
Regenbogentruppe. Dan film Laskar Pelangi yang diadaptasi dari novel Laskar
pelangi pada tahun 2009 mampu menyabet 5 penghargaan Indonesian Movie
Award dan beberapa penghargaan dari luar negeri. Film Laskar Pelangi juga
berhasil menyedot 4,6 juta penonton. Mampu memecahkan rekor box office
nasional dengan jumlah penonton terbanyak. Sedangkan dalam waktu seminggu
film sang pemimpi pada penghujung tahun 2009 mampu menarik sampai 1 juta
penonton.3
Novel Edensor merupakan novel ketiga dari novel tetralogi Andrea Hirata,
novel ini menceritakan tentang komunikasi antar budaya ketika sang tokoh di
Eropa. Kisah-kisah tokoh Ikal yang gagah berani menantang kehidupan di
Perancis menimbulkan energi positif bagi para pembacanya. Tokoh Ikal dalam
novel Edensor ini adalah menggambarkan diri Andrea Hirata sendiri.
Di zaman modern, banyak budaya luar masuk kedalam negara ini.
Masyarakat mulai terpengaruh dengan budaya lain yang menurutnya lebih
menarik dan tidak terlalu banyak peraturan. Sedangkan budaya Indonesia lebih
banyak peraturan yang harus dipenuhi masyarakatnya. Peraturan itu dibuat untuk
menjunjung tinggi norma-norma kebudayaan seperti kesopanan dalam berperilaku
dan menghargai orang lain. Dalam novel Edensor, Andrea Hirata mampu
memberikan perenungan dan pelajaran hidup bagi masyarakat agar tetap
menjunjung tinggi dan mempertahankan kebudayaan Indonesia. Karena
3http://www.21cineplex.com/m/slowmotion/mira-lesmana-dan-riri-rizajaminan-
kesuksesan-film,1107.htm, diakses pada tanggal 19 Januari 2014, pukul 14:14
4
bagaimanapun masyarakat Indonesia sendiri yang harus mempertahankan
kebudayaannya agar tetap bertahan sampai generasi-generasi berikutnya. Di
Universitas Sorbone Perancis ketika budaya luar bercampur menjadi satu Andrea
Hirata tetap mencintai budaya Indonesia khususnya daerah asalnya yaitu Belitong.
Kemiripan budaya dalam persepsi memungkinkan pemberian makna yang
mirip pula terhadap suatu objek sosial atau suatu peristiwa. Cara-cara
berkomunikasi, bahasa dan gaya bahasa yang digunakan dan perilaku-perilaku
non verbal, semua itu terutama merupakan respon terhadap fungsi budaya.
Komunikasi terikat oleh budaya. Sebagaimana budaya berbeda antara yang satu
dengan yang lainnya, maka praktik dan perilaku komunikasi individu-individu
yang diasuh dalam budaya-budaya tersebut pun akan berbeda pula. Budaya adalah
suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas.
Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif.4
Dalam novel ini, ada salah satu kalimat yang mengandung motivasi
sehingga Ikal selalu mengingatnya sampai dia di Sorbone, kalimat tersebut adalah
perkataan guru mengajinya semasa kecil dulu yaitu Taikong Hamim "Jika ingin
menjadi manusia yang berubah, jalanilah tiga hal ini: sekolah, banyak-banyak
membaca Al Qur'an, dan berkelana."
Seperti yang Allah diperintahkan dalam Al Qur’an surat Al-Mulk ayat 15:
4Deddy Mulyana dan Jalaludin Rahmat, Komunikasi Antar Budaya,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya), 2010, cet ke 12, h. 24-25
5
"Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di
segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rizki-Nya. Dan hanya kepada-
Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan." (QS 67:15)
Novel Edensor memberikan energi yang positif bagi pembacanya. Oleh
karena itu, penulis tertarik untuk menganalisis novel ini. Analisis yang
dikembangkan adalah narasi pertarungan antar budaya yang terkandung dalam
Novel Edensor karya Andrea Hirata. Jadi, judul skripsi ini adalah “KARYA
SASTRA SEBAGAI MEDIA PERTARUNGAN ANTAR BUDAYA (Analisis
Narasi Tzvetan Todorov dalam Novel Edensor karya Andrea Hirata)”.
B. Pembatasan Masalah
Untuk membatasi masalah agar tidak terlalu luas pembahasan dalam
skripsi ini, penulis hanya membatasi permasalahan pada analisis narasi dalam
novel Edensor dengan konsep komunikasi antar budaya dengan menggunakan
metode penelitian analisis narasi Tzvetan Todorov.
C. Perumusan Masalah
a. Bagaimana deskripsi alur cerita novel Edensor karya Andrea Hirata
menurut analisis Tzvetan Todorov?
b. Bagaimana pertarungan antar budaya dinarasikan dalam novel Edensor
karya Andrea Hirata?
D. Tujuan Penelitian
a. Untuk menggambarkan alur novel Edensor karya Andrea Hirata dengan
konsep komunikasi antar budaya .
6
b. Untuk menggambarkan pertarungan antar budaya yang dinarasikan dalam
novel Edensor karya Andrea Hirata.
E. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademis
Peneliti berharap penelitian ini dapat menambah wawasan bagi
mahasiswa Fakultas dakwah dan ilmu komunikasi dalam penggunaan tulisan
sebagai salah satu media dakwah khususnya novel. Penelitian ini diharapkan
untuk memperkaya hasil penelitian melalui pendekatan analisis narasi dan
menambah aspek kajian komunikasi antar budaya.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan kepada
mahasiswa untuk memanfaatkan kemampuan menulisnya sebagai media
dakwah. Peneliti berharap penelitian ini mampu memberikan wawasan kepada
generasi muda tentang bagaimana menerapkan dan memegang teguh ajaran
agama serta budaya Indonesia dalam segala sendi kehidupan.
F. Metodologi Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma
konstruktivis. Paradigma konstruktivis memahami realitas berdasarkan
pemahaman. Paradigma konstruktivis berusaha memahami dan
7
mengkonstruksikan sesuatu yang menjadi pemahaman subjek yang akan
diteliti.5
Paradigma menurut Lexy J. Moeleong merupakan kumpulan asumsi
dan konsep yang mengarahkan cara berfikir dalam penelitian.6 Paradigma
konstruktivisme adalah pengetahuan dibangun oleh manusia yang bertindak
sebagai agen dalam membentuk realitas sosial dengan cara memahami atau
member makna perilaku manusia itu sendiri melalui pengalaman yang nyata.7
2. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif
digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang
mengandung makna. Oleh karena itu, dalam penelitian kualitatif tidak
menekankan pada generalisasi, tetapi lebih menekankan pada makna.8
3. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara yang digunakan dalam mengumpulkan
data. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan
menggunakan pendekatan analisis narasi. Metode ini dilakukan karena lebih
memenuhi kebutuhan analisa struktur pesan dalam komunikasi. Melalui
analisis narasi penulis dapat mengetahui bagaimana pesan yang disampaikan
dalam novel melalui cerita. Dengan metode ini penulis juga dapat mengetahui
komponen pertarungan antar budaya yang seperti apa yang terkandung dalam
5 Maryaeni, Metode Penelitian Kebudayaan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005, cetakan ke 1,
h. 7 6 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2007), h. 49 7 http://ericcasavany.blogspot.com/, diakses pada tanggal 24 Juli 2014, pukul 14:53
8 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Penerbit Alfabeta,2010, h. 3
8
novel Edensor. Jadi, narasi merupakan suatu bentuk wacana yang berusaha
mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa sehingga tampak seolah-olah
pembaca melihat atau mengalami sendiri peristiwa itu.
Dalam penelitian ini, model yang digunakan adalah Tzvetan Todorov
menurutnya dalam mengolah narasi maupun cerita dapat dilakukan dengan
cara bagaimana makna dan kegemaran dapat terbina dan tersusun dengan baik
dari dalam maupun luar media. Ada dua unsur kajian yang terstruktur dalam
narasi pada media modern, yaitu pertama, teori narasi menganjurkan bahwa
cerita dalam media apapun dan budaya manapun dapat berbagi keunggulan
yang menjadi identitasnya. Kedua, media dapat menceritakan dengan
menggunakan caranya sendiri.9
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah teknik catat,
karena data yang diteliti berupa teks. Sedangkan langkah-langkah
pengumpulan datanya dengan membaca novel Edensor secara berulang-ulang
kemudian mencatat kalimat yang mengandung komunikasi antar budaya dari
isi cerita novel tersebut.
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi
dokumentasi, yaitu dengan mengumpulkan dokumen yang berkaitan dengan
penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan data-data atau teori-
teori dari buku, majalah, internet, dan lainnya yang berkaitan dengan masalah
9 Eriyanto, Analisis Naratif: Dasar-dasar dan penerapannya dalam Analisis
Teks Berita Media, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), cetakan ke-1, h. 46
9
yang diteliti yaitu latar belakang profil novel dan penulisnya, model serta teori
yang digunakan peneliti.
5. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian analisis narasi, data-data akan disesuaikan dengan
metode yang digunakan Tzvetan Todorov yaitu meneliti dari alur ceritanya.
Data tersebut merupakan data yang terdapat dalam novel Edensor. Narasi
adalah suatu bentuk wacana dan teks yang berusaha menggambarkan suatu
cerita atau peristiwa yang terjadi secara jelas. Jadi, narasi dapat dibatasi
sebagai suatu bentuk wacana yang sasaran utamanya tingkah laku yang dijalin
dan dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam suatu waktu.
10
6. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah novel Edensor karya Andrea Hirata.
Sedangkan objek penelitiannya adalah pertarungan antar budaya yang
terkandung dalam novel Edensor.
G. Tinjauan Pustaka
Penelitian ini merujuk kepada penelitian-penelitian terdahulu, dalam
penelitian ini penulis melakukan tinjauan pustaka ke perpustakaan yang terdapat
di Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi dan Perpustakaan Utama UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Penelitian relevan yang penulis temukan antara lain:
1. Nur Afifah, Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi Jurusan Komunikasi
Penyiaran Islam dengan judul “Narasi Hubungan Ayah dengan Anak dalam
Novel Ayahku (bukan) Pembohong karya Tere Liye, 2014.”
2. Dini Indriani, Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi Jurusan Komunikasi
Penyiaran Islam dengan judul “Analisis Narasi Pesan Moral dalam Novel Bumi
Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy, 2013.”
3. Farikha Mardhatilah, Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi Jurusan
Komunikasi Penyiaran Islam dengan Judul “Analisis Narasi Pesan Politik
dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk Karya Tere Liye, 2014”
Dari beberapa penelitian di atas yang membuat penelitian ini berbeda dan
memiliki kelebihan dari skripsi sebelumnya adalah novel Edensor merupakan
kisah nyata dari Andrea Hirata dan pada novel Edensor tersebut Andrea Hirata
11
menyampaikan komunikasi antar budaya yang tidak terdapat pada penelitian
sebelumnya.
H. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang masalah, identifikasi
masalah, pernyataan penelitian, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, metodologi penelitian, metode penelitian, tinjauan pustaka dan
sistematika penulisan.
BAB II KERANGKA TEORI
Bab ini membahas mengenai pengertian analisis narasi, pengertian novel,
prinsip-prinsip novel, dan sistem kepercayaan, nilai budaya, bahasa, relasi antar
agama dan budaya, konflik antar budaya dan agama.
BAB III GAMBARAN UMUM
Bab ini membahas mengenai gambaran umum novel Edensor karya
Andrea Hirata mencakup biografi Andrea Hirata, karya-karya Andrea Hirata, serta
sinopsis tentang Novel Edensor.
BAB IV ANALISIS DATA
Hasil penelitian ini membahas mengenai temuan data dan pembahasan
yang mencakup karya sastra sebagai media pertarungan antar budaya dan analisis
narasi Tzvetan Todorov dalam Novel Edensor karya Andrea Hirata dilihat dari
tokoh dan alur ceritanya.
12
BAB V PENUTUP
Kesimpulan dan saran dari penulis mengenai hal-hal yang telah dibahas
penulis dalam skripsi ini.
13
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Komunikasi Antar Budaya dalam Rangkaian Teori
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri, sehingga
untuk bisa terhubung dengan manusia lainnya manusia membutuhkan
komunikasi. Komunikasi berhubungan dengan perilaku manusia dan kepuasan
terpenuhinya kebutuhan berinteraksi dengan manusia-manusia lainnya. Hampir
setiap orang membutuhkan hubungan sosial dengan orang-orang lainnya dan
kebutuhan ini terpenuhi melalui pertukaran pesan yang berfungsi sebagai
jembatan untuk mempersatukan manusia-manusia yang tanpa berkomunikasi akan
terisolasi.1
1. Pengertian Komunikasi Antar Budaya
Budaya menampakkan diri, dalam pola-pola bahasa dan bentuk-bentuk
kegiatan dan perilaku, gaya berkomunikasi. Artinya budaya dan komunikasi
tidak dapat dipisahkan, oleh karena budaya tidak hanya menentukan siapa
bicara siapa, tentang apa, dan bagaimana komunikasi berlangsung, tetapi
budaya juga turut menentukan orang menyandi pesan. Budaya merupakan
1 Ahmad Sihabudin, Komunikasi Antar Budaya, Jakarta: Bumi Aksara, 2011, cetakan ke-
1, h. 14-15
13
14
landasan komunikasi. Bila budaya beraneka ragam, maka beragam pula
praktik-praktik komunikasi.2
Komunikasi antar budaya terjadi bila produsen pesan adalah anggota
suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota suatu budaya lain.
Dalam keadaan demikian, kita segera dihadapkan kepada masalah-masalah
yang ada dalam suatu situasi di mana suatu pesan di sandi dalam suatu budaya
dan harus disandi balik dalam budaya lain.3 Komunikasi antar budaya,
komunikasi antar orang-orang yang berbeda budaya (baik dalam arti ras, etnik
maupun perbedaan sosio ekonomi).4
Komunikasi antar budaya adalah proses pengalihan pesan yang
dilakukan seorang melalui saluran tertentu kepada orang lain yang keduanya
berasal dari latar belakang budaya yang berbeda dan menghasilkan efek
tertentu.
Guo Ming Chen dan William J. Starosta mengatakan bahwa
komunikasi antar budaya adalah proses negoisasi atau pertukaran sistem
simbolik yang membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka dalam
menjalankan fungsinya sebagai kelompok.5
2 Ahmad Sihabudin, Komunikasi Antar Budaya, Jakarta: Bumi Aksara, 2011, cetakan ke-
1, h. 19-20
3 Dedy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat, Komunikasi Antar Budaya, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya,2010, cetakan ke-12, h. 20
4 Ahmad Sihabudin, Komunikasi Antar Budaya Satu Perspektif Multidimensi, h. 13 5Alo Liliweri, Dasar-Dasar Komunikasi Antar Budaya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2007), Cetakan ke 3, h. 9-11
15
Edward B. Tylor berpendapat, bahwa kebudayaan merupakan
keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-
kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Parsudi Suparlan secara lebih spesifik menjelaskan bahwa kebudayaan
merupakan cetak biru bagi kehidupan, atau pedoman bagi kehidupan
masyarakat, yaitu merupakan perangkat-perangkat acuan yang berlaku umum
dan menyeluruh dalam menghadapi lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan-
kebutuhan para warga masyarakat pendukung kebudayaan tersebut.
Durkheim yang menyatakan bahwa fungsi sosial agama adalah
mendukung dan melestarikan masyarakat yang sudah ada. Agama dipandang
sebagai sistem yang mengatur makna atau nilai-nilai dalam kehidupan
manusia yang digunakan sebagai titik referensi bagi seluruh realitas. Yoachim
Wach lebih mempertegas, bahwa pengaruh agama terhadap budaya manusia
tergantung pada pemikiran manusia terhadap Tuhan.6
Bahasa cenderung dianggap sebagai sesuatu yang biasa, maka
mungkin tidak begitu jelas bagi kita bahwa bahasa juga merupakan suatu
sistem yang memungkinkan kita untuk mengutarakan keprihatinan,
kepercayaan, dan pengertian dalam bentuk lambang yang dapat dipahami dan
ditafsirkan oleh orang lain.
6Adeng Muchtar Ghazali, Antropologi Agama, (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2011),
h. 32-35
16
Jadi dengan perantara bahasa, pengertian yang bersifat abstrak dapat
disimpan didalam alam pikiran manusia, yang kemudian dapat diinformasikan
kepada manusia lain. Artinya manusia dapat mengembangkan kemampuannya
untuk berpikir simbolik, yaitu menggunakan pengertian-pengertian yang
abstrak dengan alat bahasa. Manusia dapat berbicara, mengembangkan
kapasitasnya untuk inovasi, dan berinteraksi dalam masyarakatnya dengan
bahasa.7
2. Unsur-unsur Komunikasi Antar Budaya
Unsur-unsur yang terdapat dalam komunikasi antar agama dan budaya
meliputi:
a. Sistem Kepercayaan, Nilai, dan Sikap
Sistem kepercayaan merupakan norma dan prinsip-prinsip yang
ada dalam keyakinan, pemahaman, dan rasa masyarakat yang
bersangkutan dalam berhubungan dengan yang ghaib.8
Kehidupan beragama merupakan kepercayaan terhadap keyakinan
adanya kekuatan gaib yang berpengaruh terhadap kehidupan individu dan
masyarakat. Kepercayaan itu menimbulkan perilaku tertentu, seperti
berdoa, memuja dan lainnya, serta menimbulkan sikap mental tertentu,
seperti berdoa, seperti rasa takut, rasa optimis, pasrah, dan lainnya dari
7Ahmad Sihabudin, Komunikasi Antar Budaya Satu Perspektif Multidimensi, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2011), cetakan ke-1, h. 66-68 8 Bustanudin Agus, Agama dalam Kehidupan Manusia, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2006), cetakan ke 1, h. 36
17
individu dan masyarakat yang mempercayainya. Kehidupan beragama
adalah kenyataan hidup manusia yang ditemukan sepanjang sejarah
masyarakat dan kehidupan pribadinya.9
Agama sangat bervariasi dalam perannya di alam semesta ini dan
cara-cara manusia berhubungan dengan agama tersebut. Agama
kepercayaan juga dapat mengatur moral manusia melakukan atau
melanggar moral. Pada abad ke-19 sistem kepercayaan bentuk agama
manusia terdahulu ada kepercayaan animisme yaitu suatu kepercayaan
terhadap roh, hantu, dahan pohon raksasa, dan jenis kepercayaan lainnya
dan animatisme yaitu suatu kepercayaan terhadap adanya kekuatan lebih
roh.10
Menurut Ninian Smart, Tylor tidak segan-segan menyatakan
bahwa bentuk kepercayaan asal manusia adalah animisme. Teori ini timbul
atas dua hal. Pertama, adanya dua hal yang nampak yakni hidup dan mati,
bahwa kehidupan diakibatkan oleh kekuatan yang berada diluar dirinya.
Kedua, adanya peristiwa mimpi, sesuatu yang hidup dan berada ditempat
lain pada waktu tidur, yakni jiwanya sendiri. Tylor memperkenalkan
istilah animisme untuk menyebut semua bentuk kepercayaan dalam
makhluk-makhluk berjiwa. Animisme tampaknya bersifat universal,
terdapat dalam semua agama, bukan pada orang-orang primitif saja,
9Yusron Razak dan Ervan Nurtawaban, Antropologi Agama, (Jakarta: UIN Jakarta Press,
2007), h. 15-46 10
Roger M. Keesing, Antropologi Budaya suatu perspektif Kontemporer, (Jakarta:
Penerbit Erlangga, 1981), h. 92
18
meskipun penggunaan populer dari istilah itu sering dikaitkan dengan
agama-agama primitif atau masyarakat kesukuan.
Presiden de Brosses, menyatakan bahwa kepercayaan (agama)
berasal dari „fetisisme‟, yakni pemujaan terhadap benda-benda mati dan
binatang-binatang oleh orang-orang Negro Pantai Afrika Barat, kemudian
berkembang menjadi „politeisme‟ dan akhirnya menjadi monoteisme yang
menggambarkan teori ruh dan teori jiwa. Menurut teori tersebut, semua
pengetahuan manusia datang melalui indra yakni sentuhan yang
memberikan kesan yang paling mendalam tentang kenyataan, dan
demikian pula halnya dengan agama „tiada kepercayaan sebelum
pengindraan‟. Sedangkan sesuatu yang tidak dapat diraba seperti matahari
dan langit memberikan ide kepada manusia tentang infinite (tak terbatas)
dan juga melengkapi materi ketuhanan. Namun, bagi Max Muller, tidak
semestinya agama dimulai dengan mempertuhankan benda-benda alam,
tetapi benda-benda itu memberikan perasaan adanya infinite dan bertindak
sebagai simbol darinya.11
Bahasa merupakan alat utama yang digunakan budaya untuk
menyalurkan kepercayaan, nilai dan norma. Bahasa merupakan alat bagi
orang-orang untuk berinteraksi dengan orang-orang lain dan juga sebagai
alat untuk berpikir. Maka, bahasa berfungsi sebagai suatu mekanisme
11
Adeng Muchtar Ghazali, Antropologi Agama, (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 73-77
19
untuk berkomunikasi dan sekaligus sebagai pedoman untuk melihat
realitas sosial.12
Kepercayaan dan nilai memberikan kontribusi bagi pengembangan
dan isi sikap. Sikap dapat didefinisikan sebagai suatu kecenderungan yang
diperoleh dengan cara belajar untuk merespons suatu objek secara
konsisten. Sikap dipelajari dalam suatu konteks budaya, lingkungan akan
turut membentuk sikap untuk merespon perilaku.13
b. Pandangan hidup
Pandangan dunia berkaitan dengan orientasi suatu budaya
terhadap hal-hal seperti Tuhan, kemanusiaan, alam semesta, dan masalah-
masalah filosofis lainnya yang berkaitan dengan makhluk hidup.
Pandangan dunia mampu membantu seseorang untuk mengetahui posisi
dan tingkatannya di alam semesta. Pandangan dunia begitu kompleks,
sehingga sulit untuk dilihat dalam suatu interaksi antarbudaya.
Pandangan dunia sangat mempengaruhi budaya, dampaknya tak
terlihat dalam hal-hal yang tampak nyata dan remeh seperti pakaian,
isyarat, dan perbendaharaan kata. Pandangan dunia memengaruhi
kepercayaan, nilai, sikap, penggunaan waktu, dan banyak aspek budaya
lainnya.
12 Ahmad Sihabudin, Komunikasi Antar Budaya Satu Perspektif Multidimensi, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2011), cetakan ke-1, h. 28 13
Dedy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat, Komunikasi Antar Budaya, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2010), cetakan ke-12, h. 27
20
c. Organisasi Sosial
Cara suatu budaya dalam mengorganisasikan dirinya dan lembaga-
lembaganya juga memengaruhi bagaimana anggota-anggota budaya
mempersepsi dunia dan bagaimana anggota suatu budaya tersebut
berkomunikasi. Keluarga dan sekolah merupakan dua lembaga yang
paling penting dalam mengembangkan perilaku dan sikap anak dalam
memelihara budaya.
Keluarga meskipun organisasi sosial terkecil dalam suatu budaya,
namun mempunyai peranan terpenting dalam mengembangkan kehidupan
anak sampai dewasa nantinya. Sekolah juga organisasi sosial yang
penting. Sekolah diberi tanggung jawab besar untuk mewariskan dan
memelihara suatu budaya. Sekolah merupakan penyambung penting yang
menghubungkan masa lalu dan juga masa depan.14
3. Relasi antar Agama dengan Budaya
Agama dalam pengertian “Addien”, sumbernya adalah wahyu dari
Tuhan.Sedang kebudayaan sumbernya dari manusia. Tuhan mengutus
Rasul untuk menyampaikan agama kepada umat dengan perantara
malaikat. Tuhan mewahyukan firman-firman-Nya di dalam kitab suci.
Prof. H. A. Gibb menulis dalam bukunya: “Wither Islam”, Islam
adalah lebih daripada suatu cara-cara peribadatan saja, tetapi merupakan
suatu kebudayaan dan peradaban yang lengkap. Untuk memberikan
14
Dedy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat, Komunikasi Antar Budaya, h. 28-29
21
gambaran bahwa Islam itu agama yang lengkap sebagai dasar sumber
kebudayaan. Sebagaimana firman Allah dalam Al Qur‟an:
“Wahai manusia, sesungguhnya Kami menjadikan kamu laki-laki
dan perempuan. Dan Kami menjadikan kamu bergolong-golong (bersuku-
suku) supaya kamu saling kenal. Sesungguhnya yang paling mulia di
antara kamu ialah yang paling bertaqwa”. (QS. Al Hujurat: 13)15
Menurut Liliweri hubungan dan komunikasi antar agama dapat
ditinjau dari dua dimensi, yakni:
1) Pemahaman bersama antara semua pihak yang berhubungan dan
berkomunikasi tentang tema tugas dan fungsi universal dan internal
agama.
2) Penampilan atau atraksi nilai dan norma serta ajaran agama-agama
yang dapat dinilai melalui perilaku para pemeluknya.16
Pendekatan komunikasi antarbudaya terhadap realitas hubungan
antar agama. Pertama, komunikasi antarbudaya dari pandangan sosiologi
komunikasi membahas peranan agama dan kelompok keagamaan dalam
proses pembudayaan dan pembudidayaan transformasi nilai dan norma
agama dari suatu kelompok dalam suatu masyarakat. Kedua, kelompok
keagamaan dan bahkan agama sekalipun dapat dipandang sebagai satu
etnik yang tetap mempertahankan sistem norma dan nilai sehingga
15
Joko Tri Prasetya, Ilmu Budaya Dasar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), cetakan ke 3,
h. 47-49 16
Dedy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat, Komunikasi Antar Budaya, h. 156
22
menimbulkan kesan agama bersifat „eksklusif‟, „tertutup‟, sehingga tentu
ada tatanan yang mengatur cara seseorang menjadi anggota suatu agama.17
Hubungan kebudayaan dan agama, dalam konteks ini agama
dipandang sebagai realitas dan fakta sosial sekaligus juga sebagai sumber
nilai dalam tindakan-tindakan sosial maupun budaya. Agama, dan juga
sistem kepercayaan lainnya, seringkali terintegrasi dengan kebudayaan.
Hubungan antar dua budaya dijembatani oleh perilaku-perilaku
komunikasi antar administrator yang mewakili suatu budaya dan orang-
orang yang mewakili budaya lain. Bila komunikasi mereka efektif, maka
saling pengertian tumbuh yang diikuti dengan kerja sama.18
B. Gegar Budaya dalam Komunikasi antar Budaya
Gegar budaya sering dialami banyak orang yang berpindah dari satu
budaya ke budaya lain, atau bisa berpindah secara geografis yang didalamnya
terdapat perbedaan budaya. Gegar budaya merupakan fenomena umum bagi
kalangan urban yang menuntut kesanggupan beradaptasi dengan lingkungan yang
baru. Gegar budaya merupakan akibat tak terhindarkan dari kontak antar budaya
kaum migrant dengan masyarakat pribumi.
17
Ibid, h. 152-153
18 Ahmad Sihabudin, Komunikasi Antar Budaya Satu Perspektif Multidimensi, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2011), cetakan ke-1, h. 26
23
1. Pengertian Gegar Budaya
Gegar budaya (culture shock) adalah suatu penyakit yang berhubungan
dengan pekerjaan atau lingkungan baru yang diderita orang-orang yang secara
tiba-tiba berpindah atau dipindahkan ke luar negeri. Gegar budaya
ditimbulkan oleh kecemasan yang disebabkan oleh kehilangan tanda-tanda
dan lambang-lambang dalam pergaulan sosial. Tanda-tanda tersebut meliputi
cara yang dilakukan dalam mengendalikan diri sendiri dalam menghadapi
situasi sehari-hari, seperti kapan berjabat tangan, dan apa yang harus
dilakukan ketika bertemu orang. Petunjuk ini yang mungkin dalam bentuk
isyarat-isyarat, kebiasaan atau norma yang diperoleh sejak kecil. Begitu pula
aspek budaya lainnya seperti bahasa dan kepercayaan yang dianut. Semua
manusia bergantung pada petunjuk kepercayaannya.19
Furnham dan Bochner mengatakan bahwa gegar budaya adalah ketika
seseorang tidak mengenal kebiasaan-kebiasaan sosial dari kultur baru atau jika
ia mengenalnya maka ia tak dapat atau tidak bersedia menampilkan perilaku
yang sesuai dengan aturan tersebut.
Definisi gegar budaya pada mulanya cenderung pada kondisi gangguan
mental. Bowlby menggambarkan kondisi ini sama dengan kesedihan, berduka
cita dan kehilangan. Bedanya dalam lingkup gegar budaya individu merasa
kehilangan relasi, objek atau pendeknya kehilangan kulturnya.
19
Dedy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat, Komunikasi Antar Budaya, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya,2010, cetakan ke-12, h. 174
24
Gegar budaya atau dalam istilah lain disebut kejutan budaya, mengacu
pada reaksi psikologis yang dialami seseorang karena berada di tengah suatu
kultur yang sangat berbeda dengan kulturnya sendiri.
Dengan demikian, esensi gegar budaya adalah perbedaan budaya
seseorang (individu) dengan budaya baru di mana ia berinteraksi. Untuk
mengatasi gegar budaya memerlukan adaptasi yang cukup mendalam sehingga
keterasingan yang dialami tidak akan berlangsung lama.20
Bila seseorang memasuki lingkungan baru atau budaya asing, hampir
semua petunjuk hilang. Seseorang akan kehilangan pegangan sehingga
mengalami frustasi dan kecemasan. Biasanya orang yang mengalami frustasi
dan kecemasan akan menolak lingkungan yang membuat dirinya tidak
nyaman dan menganggap adat kebiasaan pribumi itu buruk karena adat
kebiasaan pribumi menyebabkan merasa tidak nyaman. Hal ini merupakan
tanda bahwa orang tersebut sedang menderita gegar budaya. Fase lain dari
gegar budaya adalah penyesalan meninggalkan kampung halaman.
Lingkungan kampung halaman terasa demikian penting. Semua masalah dan
kesulitan yang dihadapi menjadi terlupakan dan hanya hal-hal menyenangkan
di kampung halamanlah yang diingat.
Seseorang mengalami gegar budaya dengan pengaruh yang berbeda-
beda. Meskipun terdapat juga orang yang tidak dapat tinggal di negeri asing.
Namun mereka yang telah melihat orang-orang yang mengalami gegar budaya
20
Dadan Anugrah dan Winny Kresnowiati, Komunikasi Antar Budaya Konsep dan
Aplikasinya, (Jakarta: Jala Permata, 2008), cetakan ke 1, h. 163-165
25
dan berhasil menyesuaikan diri dapat mengetahui langkah-langkah dalam
melewati proses tersebut.21
2. Faktor Pemicu Perilaku Gegar Budaya
Menurut para antropolog, gegar budaya diawali oleh krisis identitas,
dimana krisis identitas ini dapat menimpa siapapun ketika ia melakukan
migrasi. Migrasi di sisni tidak saja dilihat secara geografis, tetapi lebih
ditekankan kepada migrasi budaya ke budaya asing yang seringkali
melumpuhkan peran, identitas, bahkan harga diri seseorang. Bahasa,
kebiasaan dan polah tingkah laku yang berfungsi dalam budaya asal, tiba-tiba
menjadi tidak berguna. Secara psikologis, kejutan budaya adalah gejala
gangguan jiwa yang dihubungkan dengan konflik-konflik budaya.
Menurut Dayakisni, beberapa faktor yang menjadi pemicu gegar
budaya adalah:
a. Kehilangan cues atau tanda-tanda yang dikenalnya. Padahal cues adalah
bagian dari kehidupan sehari-hari seperti tanda-tanda, gerakan bagian-bagian
tubuh, ekspresi wajah ataupun kebiasaan-kebiasaan yang dapat menceritakan
kepada seseorang bagaimana sebaiknya bertindak dalam situasi-situasi
tertentu.
b. Putusnya komunikasi antar pribadi baik pada tingkat yang disadari maupun
tak disadari yang mengarahkan pada frustasi dan kecemasan. Halangan bahasa
adalah penyebab jelas dari gangguan-gangguan ini.
21
Dedy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat, Komunikasi Antar Budaya, h. 174-175
26
c. Krisis identitas, dengan pergi ke luar negeri seseorang akan kembali
mengevaluasi gambaran tentang dirinya. 22
3. Tingkat-tingkat Culture Shock (u-curve)
a. Fase Optimistic
Fase ini berlangsung dari beberapa hari atau beberapa minggu
hingga enam bulan. Fase ini berisi kegembiraan, rasa penuh harapan, dan
euphoria sebagai antisipasi individu sebelum memasuki budaya baru.
b. Masalah Cultural
Dalam fase ini masalah dalam lingkungan baru mulai berkembang.
Masalah ini muncul karena adanya berbagai kesulitan seperti, kesulitan
bahasa, kesulitan transportasi, kesulitan berbelanja dan fakta bahwa orang
pribumi tidak menghiraukan kesulitan tersebut. Oleh karenanya, akan
timbul sifat agresif, permusuhan, mudah marah, frustasi, dan mencari
perlindungan dengan berkumpul bersama teman-teman setanah air.
c. Fase Recovery
Bila sudah berhasil memperoleh pengetahuan bahasa dan mengenal
budaya barunya, maka ia secara bertahap membuka jalan kedalam
lingkungan yang baru. Biasanya pada tahap ini pendatang bersikap positif
terhadap lingkungan barunya.
d. Fase Penyesuaian
Pendatang mulai dapat menyesuaikan diri dengan budaya barunya
(nilai-nilai, adat khusus, pola komunikasi, keyakinan, dan lain-lain).
22
Dadan Anugrah dan Winny Kresnowiati, Komunikasi Antar Budaya Konsep dan
Aplikasinya, (Jakarta: Jala Permata, 2008), cetakan ke 1, hal 163-165
27
Kemampuan untuk hidup dalam dua budaya yang berbeda, biasanya juga
disertai dengan rasa puas dan menikmati tanpa merasa cemas, meskipun
kadang-kadang akan mengalami ketegangan sosial.23
4. Mengatasi Gegar Budaya
Gegar budaya perlu diwaspadai agar seseorang mampu dengan cepat
mengatasinya. Karena jika seseorang mengalami gegar budaya, maka
aktivitasnya akan terganggu dan mengalami depresi yang meningkat.
Ada dua cara untuk mengatasi atau mengurangi gegar budaya:
Pertama, membantunya beradaptasi dengan kultur baru. Proses
adaptasi ini bisa mengikuti teori U. Teori ini berpendapat bahwa orang-orang
yang menyeberang kekultur lain akan mengalami tiga fase penyesuaian, yakni
pada awalnya timbul kegembiraan dan optimisme, kemudian diikuti oleh
frustasi, depresi dan kebingungan, dan pada akhirnya muncul adaptasi atau
penyesuaian. Model ini dinamakan pseudo medical.
Kedua, cara menghadapi gegar budaya dapat mengikuti model culture
learning sebagaimana yang digagas oleh Furnham dan Bochner. Inti model ini
adalah individu hanya memerlukan untuk belajar dan beradaptasi terhadap
sifat-sifat pokok dari masyarakat baru sehingga adanya perubahan. Namun
demikian, menurut Furnham dan Bochner, bahwa untuk menyesuaikan
terhadap kultur baru, individu tidak perlu menjadikan kultur baru itu sebagai
bagian dari dirinya sehingga seolah-olah mengembangkan dua kultur. Tetapi
23
Dedy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat, Komunikasi Antar Budaya, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya,2010, cetakan ke-12, h. 175-176
28
ketika telah kembali ketempat asal, dapat membuang hal-hal yang telah
dipelajarinya.24
C. Konsep Analisis Narasi Tzvetan Todorov
Narasi merupakan suatu bentuk wacana atau teks yang menceritakan
kembali suatu peristiwa sehingga seolah-olah pembaca melihat atau mengalami
peristiwa itu sendiri. Jadi narasi adalah wacana yang menggambarkan dengan
sejelas-jelasnya peristiwa yang terjadi. Dalam narasi ada bagian yang mengawali
narasi, ada bagian perkembangan dan ada bagian yang mengakhiri cerita tersebut.
Sehingga ada keseimbangan yang menandai kapan narasi dimulai dan kapan
berakhir.25
Menurut Gerald Prince narasi merupakan representasi dari satu atau lebih
peristiwa nyata atau fiktif yang dikomunikasikan oleh satu, dua, atau beberapa
narrator untuk satu, dua, atau beberapa naratee. Sedangkan menurut Porter Abbot
narasi merupakan representasi dari peristiwa-peristiwa, memasukkan cerita dan
wacana naratif, di mana cerita adalah peristiwa-peristiwa atau rangkaian peristiwa
(tindakan) dan wacana naratif adalah peristiwa sebagaimana ditampilkan.
Dari definisi para ahli diatas dapat disimpulkan, narasi adalah representasi
atau rangkaian dari peristiwa-peristiwa. Oleh karena itu, sebuah teks baru bisa
24
Ibid, h. 168-169 25
Eriyanto, Analisis Naratif: Dasar-dasar dan penerapannya dalam Analisis Teks Berita
Media, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), cetakan ke-1, h. 46
29
disebut sebagai narasi apabila terdapat beberapa peristiwa rangkaian dari
peristiwa.26
Narasi muncul pertama sebagai hakikat, karena peristwa dan tindakan
adalah hakikat isi cerita yang temporal dan dramatik, sedangkan deskripsi tampil
sebagai tambahan dan bersifat hiasan. Oposisi narasi dengan wacana membedakan
antara penceritaan yang murni yang didalamnya tak seorangpun berbicara dan
penceritaan yang didalamnya kita sadar atas orang yang sedang berbicara.
Meskipun transparan dan tidak bermedianya sebuah naratif mungkin saja muncul,
namun tanda-tanda sebuah pikiran yang menimbang jarang tidak hadir.
Menurut Todorov, narasi adalah apa yang dikatakan, karenanya
mempunyai urutan kronologis, motif, plot, dan hubungan sebab akibat dari suatu
peristiwa. Menurut Todorov suatu narasi mempunyai struktur dari awal hingga
akhir. Narasi dimulai dari adanya keseimbangan yang kemudian terganggu oleh
adanya kejahatan. Narasi diakhiri oleh upaya untuk menghentikan gangguan
sehingga keseimbangan (ekuilibrium) tercipta kembali. Narasi ada tiga fase, yaitu
awal, pertengahan, dan akhir.
Ekuilibrium (keseimbangan) Gangguan (kekacauan) Ekuilibrium
(keseimbangan)
Narasi diawali dari sebuah keteraturan, kondisi masyarakat yang tertib.
Keteraturan tersebut kemudian berubah menjadi kekacauan akibat tindakan dari
seeseorang tokoh. Narasi diakhiri dengan kembalinya keteraturan.27
26 Ibid, h. 1
30
Teori naratif strukturalis berkembang dari analogi-analogi linguistik dasar
tertentu. Sintaksis (aturan konstruksi kalimat) adalah model dasar aturan naratif.
Satuan minimal naratif adalah “proposisi”, yang dapat juga berupa “pelaku”
(misalnya seseorang) atau “predikat” (misalnya suatu aksi). Struktur proposisi
sebuah naratif dapat diterangkan dengan cara yang lebih abstrak dan universal.
Todorov menguraikan dua tingkat yang lebih tinggi: urutan dan teks. Sekelompok
proposisi membentuk urutan. Urutan dasar dibuat dari lima proposisi yang
menerangkan sebuah keadaan tertentu yang diganggu dan kemudian ditetapkan
kembali meskipun dalam bentuk yang diubah. Kelima proposisi dapat
digambarkan:
Keseimbangan (missal damai)
Kekuatan (serangan musuh)
Ketidakseimbangan (perang)
Kekuatan (musuh dikalahkan)
Keseimbangan (damai dalam term baru)
Urutan rangkaian peristiwa membentuk sebuah teks, urutan peristiwa
dapat disusun dalam berbagai cara, dengan penggabungan (cerita dalam sebuah
cerita, digresi, dan sebagainya) dengan mempertalikan (sebuah rangkaian urutan),
27
Eriyanto, Analisis Naratif: Dasar-dasar dan penerapannya dalam Analisis Teks Berita
Media, h. 65-73
31
atau dengan penggantian (penjalinan urutan), atau dengan pencampuran semuanya
itu.28
D. Novel sebagai Karya Sastra
1. Pengertian Novel
Novel adalah cerita fiksi dalam bentuk prosa dengan panjang kurang lebih
satu volume yang menggambarkan tokoh-tokoh dan perilaku yang merupakan
cerminan kehidupan nyata dalam plot yang berkesinambungan. Novel merupakan
suatu karya fiksi, yaitu karya dalam bentuk kisah atau cerita yang melukiskan
tokoh-tokoh dan peristiwa-peristiwa rekaan.
Pada hakikatnya novel merupakan sebuah cerita (sebuah narasi) novel
lebih bersifat bercerita daripada memperagakan. Novel adalah cerita, dan digemari
banyak manusia sejak kecil. Dan setiap hari manusia senang pada cerita, entah
faktual, untuk gurauan, atau sekadar ilustrasi dalam percakapan. Bahasa novel
juga bahasa denotatif, tingkat kepadatan dan makna gandanya sedikit. Jadi novel
mudah dicerna dan dibaca. Novel juga mengandung suspense dalam alur
ceritanya, Yang gampang menimbulkan sikap penasaran bagi pembacanya. 29
Novel pada prinsipnya berbentuk tulis, tidak seperti puisi yang sudah ada
beabad-abad sebelum bahasa tulis berkembang, dan masih hidup dalam bentuk
lisan sampai sekarang. Sekalipun novel ditulis dan dibaca secara pribadi, untuk
28
Raman Selden, Panduan Pembaca Teori Sastra Masa Kini, (Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, 1991), h. 62-64
29 Jakob Sumardjo, Konteks Sosial Novel Indonesia 1920-1977, (Bandung: Penerbit
Alumni, 1999) cetakan ke 1, h. 46
32
memproduksi dan mengedarkannya diperlukan bentuk masyarakat dan industri
yang terorganisasi secara baik. Jadi, secara sosiologis novel menggabungkan apa
yang pribadi dan apa yang sosial. Di sinilah letak keindahan novel.
2. Unsur-Unsur Novel
Bentuk novel dalam kesusastraan merupakan sebuah sistem bentuk.
Dalam sistem ini terdapat unsur-unsur pembentuknya dan fungsi dari masing-
masing unsur. Dalam sistem bentuk novel yang berupa cerita, terdapat unsur-
unsur intrinsik yaitu alur cerita (plot), penokohan, latar cerita (setting),
permasalahan, suasana cerita dan sebagainya, unsur-unsur ini membentuk
sebuah struktur cerita yang diungkapkan lewat materi bahasa. Adapun aspek
ekstrinsiknya berupa gagasan sastrawan akibat reaksi dan tanggapan terhadap
hidup lingkungan sosial dan budaya. Dalam aspek ini mengandung nilai-nilai
kognitif konteks budayanya, dan nilai-nilai ideal kehidupan pribadinya.30
Unsur-unsur pembangun sebuah novel secara garis besar
dikelompokkan menjadi dua bagian:
a. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra
itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra
hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara factual akan
dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah
novel adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta
membangun cerita. Kepaduan antar berbagai unsur intrinsik inilah
30
Jakob Sumardjo, Konteks Sosial Novel Indonesia 1920-1977, (Bandung: Penerbit
Alumni, 1999), cetakan ke 1, h. 2-3
33
yang membuat sebuah novel berwujud. Unsur yang dimaksud,
untuk menyebut sebagian saja, misalnya, peristiwa, cerita, plot,
penokohan tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau
gaya bahasa, dan lain-lain.
1) Tema
Salah satu unsur penting karya novel adalah tema, yakni
gagasan pokok yang ingin disampaikan pengarang melalui
cerita novel.Tema inilah menentukan besar tidaknya sebuah
karya novel sebagai salah satu bentuk ekspresi budaya
pengarangnya.Tema atau gagasan pokok pengarang tidak
selamanya mudah ditangkap pembaca.Sangat besar
kemungkinan isi gagasan sebuah novel ditangkap oleh para
pembaca dengan arti yang berbeda-beda. Hal ini karena
penerimaan pembaca terhadap novel bersifat
terbuka.Pengarang mewujudkan gagasannya melalui plot,
yakni sebuah penuturan naratif yang mengandung
perkembangan atau dinamika.Justru gagasan dalam bentuk
cerita yang mengakibatkan setiap pembaca dapat menyusun
sendiri struktur bagian cerita sehingga menghasilkan makna
tertentu.31
31
Jakob Sumardjo, Konteks Sosial Novel Indonesia 1920-1977, (Bandung: Penerbit
Alumni, 1999), cetakan ke 1, h. 46-47
34
2) Alur (Plot)
Plot merupakan unsur fiksi yang penting, bahkan tak sedikit
orang yang menganggapnya sebagai yang terpenting di
antara berbagai unsur fiksi yang lain. Tinjauan structural
terhadap karya fiksi pun sering lebih ditekankan pada
pembicaraan plot, walau mungkin mempergunakan istilah
lain. Untuk menyebut plot, secara tradisional, orang juga
sering mempergunakan istilah alur atau jalan cerita,
sedangkan dalam teori-teori yang berkembang lebih
kemudian dikenal adanya istilah struktur naratif dan
susunan. Tahapan plot dibedakan menjadi lima bagian
- Tahap situation (tahap penyituasian), tahap yang
terutama berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar
dan tokoh-tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap
pembukaan cerita dan pemberian informasi awal.
- Tahap generating (tahap pemunculan konflik), masalah-
masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut
terjadidnya konflik mulai dimunculkan. Jadi, tahap ini
merupakan tahap awalnya munculnya konflik, dan
konflik itu sendiri akan berkembang dan dikembangkan
menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya.
- Tahap rising action (tahap peningkatan konflik),
konflik yang terjadi semakin menegangkangkan.
35
- Tahap klimaks, konflik yang dialami pelaku mencapai
titik puncak.
- Tahap denoument (tahap penyelesaian), pada tahap ini
konflik yang telah mencapai klimaks diberi
penyelesaian.32
3) Penokohan
Tokoh cerita (character), menurut Abrams adalah orang-
orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau
drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas
moral dan kecenderungan tertentu seperti yang
diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam
tindakan. Tokoh dalam fiksi dapat dibedakan kedalam
beberapa jenis:
- Tokoh utama dan tokoh tambahan
- Tokoh protagonis dan tokoh antagonis
- Tokoh sederhana dan tokoh bulat
- Tokoh statis dan tokoh berkembang
- Tokoh tipikal dan tokoh netral33
4) Latar
Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu,
menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan
lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa
32
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 1995), cetakan pertama, h. 149-150 33
Ibid, h. 217-219
36
yang diiceritakan.Latar memberikan pijakan cerita secara
konkret dan jelas.Hal ini penting untuk memberikan kesan
realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu
yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi.34
5) Sudut Pandang
Sudut pandang atau point of view, menyaran pada cara
sebuah cerita dikisahkan. Sudut pandang merupakan cara
atau pandangan yang digunakan pengarang sebagai sarana
untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai
peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi
kepada pembaca.
b. Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya
sastra itu, tetapi secara tidak langsung memengaruhi bangunan
atau sistem oraganisme karya sastra. Atau secara lebih khusus
dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang memengaruhi bangun
cerita sebuah karya sastra, namun sendiri tidak ikut menjadi
bagian di dalamnya. Meskipun demikian, unsur ekstrinsik cukup
berpengaruh terhadap totalitas bangun cerita yang dihasilkan. Oleh
karena itu, unsur ekstrinsik sebuah novel haruslah tetap dipandang
sebagai sesuatu yang penting. Unsur ekstrinsik terdiri dari
sejumlah unsur antara lain adalah keadaan subjektivitas individu
34
Ibid, h. 216-217
37
pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup
yang kesemuanya itu akan memengaruhi karya yang ditulisnya.35
3. Jenis-Jenis Novel
Dari semua genre sastra yang ada, novel paling menyeluruh dalam
mengeksplorasi apa yang subjektif dengan apa yang sosial, dan apa yang
pribadi dengan apa yang kolektif. Dari awal usianya, novel seakan
terpecah-pecah di antara novel-novel yang pengarangnya bertolak dari
“kehidupan” dan novel-novel yang pengarangnya bertolak dari “pola”, dan
juga novel-novel yang pengarangnya lebih tertarik kepada dunia publik
dengan novel-novel yang pengarangnya lebih tertarik kepada kehidupan
pribadi. Sehingga hanya novel besarlah yang mengkombinasikan kedua
kutub tersebut agar tidak merasakan adanya satu kutub lebih menonjol dari
kutub yang lain.36
Jenis-jenis novel berdasarkan genre :
a. Romantis : Novel yang berkisahkan tentang percintaan dan kasih
sayang. Biasanya disertai intrik-intrik yang menimbulkan konflik.
b. Horor : Memiliki cerita yang menegangkan, seram, dan membuat
pembacanya berdebar-debar. Berhubungan dengan makhluk-
makhluk gaib dan berbau supranatural.
35
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, h. 23-24 36
Furqonul Aziez dan Abdul Hasim, Menganalisis Fiksi, (Bogor: Penerbit Ghalia
Indonesia, 2010), h. 1-17
38
c. Misteri : Jenis novel ini lebih rumit dan dipenuhi teka-teki yang
harus dipecahkan. Biasanya disukai pembaca karena membuat rasa
penasaran dari awal sampai akhir.
d. Komedi : Jenis novel ini memiliki unsur-unsur lucu dan humor.
Sehingga bisa membuat pembacanya terhibur dan sampai tertawa
terbahak-bahak.
e. Inspiratif : Jenis novel yang dapat menginspirasi banyak orang.
Banyak mengandung nilai-nilai moral dan hikmah yang adapat
diambil dalam novel ini.37
37
http://allaboutnovel.wordpress.com/jenis-jenis-novel/, diakses pada tanggal 4 Juni 2014,
pukul 11:32
39
BAB III
GAMBARAN UMUM NOVEL EDENSOR
A. Deskripsi Novel Edensor
Andrea Hirata tidak mempunyai latar belakang sastrawan, namun Andrea
Hirata mampu menerbitkan banyak novel dan buku. Novel yang paling booming
adalah novel tetraloginya yaitu Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor, dan
Maryamah Karpov. Salah satu novel Andrea Hirata yaitu novel Edensor peneliti
ambil sebagai bahan skripsi ini. Novel Edensor merupakan novel ketiga dari
tetralogi laskar pelangi karya Andrea Hirata diterbitkan oleh Bentang Pustaka
pada bulan Mei tahun 2007. Novel Edensor masuk nominasi penghargaan KLA
(Khatulistiwa Literary Award). Pada tanggal 24 Desember 2013 novel ini sudah
difilmkan dan tayang pertama kali dibioskop. Novel Edensor ini terdiri dari 44
mozaik atau 44 judul. Disetiap mozaik Andrea Hirata selalu memberikan kisah-
kisah yang menarik.
Dalam novel Edensor ini Andrea Hirata menceritakan bagaimana dirinya
atau dalam novel ini diberi nama Ikal dan Arai menghadapi budaya baru dan
kesulitan beradaptasi dengan lingkungan baru di Eropa. Novel ini juga
menceritakan perjalanan hidup tokoh Ikal dan Arai untuk menggapai mimpi-
mimpinya. Mimpi itu berhasil mereka wujudkan, mimpi menjelajah Eropa dan
kecintaanya pada A Ling lah yang membuat ia mampu menjelajah Eropa bahkan
sampai Afrika.
39
39
40
Sedangkan tokoh Arai berhasil mengunjungi pusara Jim Morrison
penyanyi kesayangannya. Dan tokoh Ikal meskipun tidak dapat menemukan A
Ling, namun tokoh Ikal berhasil menemukan desa Edensor seperti yang terdapat
pada novel pemberian A Ling.
Tokoh yang sangat berpengaruh dalam kehidupan Ikal adalah Arai. Arai
selalu melindungi Ikal. Bila Ikal dalam bahaya, Arai lah yang siap berada didepan
untuk melindungi Ikal. Arai bahkan rela berkorban untuk Ikal, saat Ikal hampir
mati kedinginan Arai menggendong tubuh Ikal dan meletakkan dibawah pohon
rowan dan menimbunnya dengan daun rowan. Saat berkelana di Eropa Ikal dan
Arai disambangi perampok, Arai melindungi Ikal dengan gagah berani maju
melawan para perampok yang menyerang Ikal dan Arai. Namun puncaknya, Arai
terserang penyakit asma ditengah-tengah risetnya. Tubuh Arai tidak mampu
menahan musim dingin di Paris. Sehingga Arai terpaksa dipulangkan ke
Indonesia.
Novel Edensor terdiri dari 44 mozaik. Dalam setiap mozaik, Andrea Hirata
menyampaikan pesan-pesan yang dapat diambil dari setiap kisahnya. Salah
satunya yang paling memberi kesan pada pembaca yaitu, pesan Arai ketika Pak
Balia menyuruh murid-muridnya untuk berkelana menjelajah Eropa dan Arai
memberi semangat dengan mengatakan “Bermimpilah, karena Tuhan akan
memeluk mimpi-mimpimu” yang terdapat pada mozaik ketujuh.
41
B. Sinopsis Novel Edensor
Semasa kecil Ikal mengantarkan beras dan knur untuk Weh.Weh adalah
sahabat masa kecil ayah dan ibu Ikal. Weh keluar dari Technisce School hidup
menyendiri di pangkalan perahu dan meninggalkan tunangannya. Weh terkena
penyakit burut yang meniup skrotum dan kelaki-lakiannya, sudah diobati dengan
jampi dan ramuan namun tak kunjung sembuh. Weh dan keluarganya pernah
melangkahi Al Qur’an, orang kampung menuduhnya kualat mengapa Weh terkena
penyakit burut. Ikal juga mendapat tugas mengantar tembakau untuk Mak Birah
dukun beranak dikampung Ikal. Ikal merupakan anak kelima dari enam
bersaudara yang semuanya laki-laki. Nama lengkap Ikal adalah Aqil Barraq
Badruddin. Dengan nama yang diberikan itu orang tua Ikal berharap nama
tersebut menjadi doa untuk anaknya nanti. Namun apa yang diharapkannya
berbalik dari nama yang disandang Ikal. Ikal selalu saja membuat kekacauan
dikampungnya. Hingga ayahnya putus asa dan mengganti namanya berulang kali
berharap dengan berganti nama, Ikal tidak akan membuat kekacauan lagi. Setelah
lulus SMA Ikal dan Arai merantau ke Jawa untuk kuliah dan bekerja disana.
Namun semasa Ikal kuliah, Arai pindah untuk merantau di Kalimantan. Setelah
lulus kuliah Ikal dan Arai mendaftarkan diri untuk kuliah di Universitas Sorbone
Prancis.
Ikal dan Arai akhirnya diterima di Universitas Sorbone. Mendarat di
Bandara Schipol, Ikal dan Arai dijemput oleh gadis cantik bernama Famke
Somers. Famke adalah orang pertama yang dikenal Ikal dan Arai di Eropa. Dia
mengantarkan Ikal dan Arai menuju tempat akomodasinya. Dari central station
42
Amsterdam naik kereta menuju Brussel langsung di pinggir Belgia, yaitu Brugge.
Brugge merupakan tempat akomodasi Ikal dan Arai. Dari penduduk Belgia yang
separuh berbahasa Belanda separuh berbahasa Prancis. Sampai didepan pagar besi
sebuah rumah bertingkat berdesain kaku berwarna putih, Famke meninggalkan
Ikal dan Arai karena ada keperluan. Ikal dan Arai menemui Simon Van Der Wall,
MVgT, Building Manager. Sikapnya dingin dan kaku, Ikal dan Arai tak bisa
tinggal di apartemen itu. Simon Van Der Wall mengkonfirmasi kedatangan Ikal
dan Arai pada pihak Jakarta namun tak ada jawaban. Ikal dan Arai meninggalkan
gedung yang tak bersahabat itu. Ikal dan Arai harus melawan dinginnya suhu
yang semakin mengigil karena tak ada tempat untuk tinggal
Di Sorbone mahasiswa-mahasiswa dari berbagai bangsa saling bergaul.
Orang-orang Inggris, disinilah Ikal mulai belajar budaya-budaya baru dan
memahami gaya hidup mereka. Saling bersaing didalam kelas untuk mendapatkan
nilai yang tinggi. Paris mulai menyambut musim panas. Mimpi-mimpi lama Ikal
dan Arai muncul kembali yaitu menjelajah Eropa sampai ke Afrika bangkit
kembali. Namun terhambat masalah biaya. Ikal dan Arai banting tulang
mengumpulkan uang untuk biaya keliling Eropa. Malangnya setelah uang
dikumpulkan angka itu belum mencapai anggaran minimum menjelajah Eropa.
Ikal dan Arai berencana menjelajah Eropa dengan backpaking dan mengamen.
Rencananya mendapat banyak dukungan dari teman-teman sekelasnya.
Paris musim dingin ketika Ikal dan Arai tiba kembali di Sorbone. Ikal
kembali menekuni kewajibannya sebagai mahasiswa, risetnya membuat ia lupa
diri. Arai juga sibuk dengan risetnya. Rutinitas itu tiba-tiba terpecah ketika Arai
43
masuk ICU. Arai diserang Asthma Bronchiale, penyakit ini akan berakibat fatal
jika musim dingin sehingga Arai harus beristirahat ditempat yang hangat.
Sehingga Arai terpaksa dipulangkan ke Indonesia. Ikal menyelesaikan risetnya di
Shiefield, ketika Ikal menemui Profesor Turnbul untuk menyerahkan hasil
risetnya tanpa sengaja Ikal menemukan sebuah desa, desa itu adalah Edensor yang
terdapat pada novel yang diberikan A Ling kepadanya.
C. Biografi Andrea Hirata
Mungkin saat ini masyarakat sudah mengetahui nama kecil Andrea Hirata
setelah membaca dan menonton film tetralogi Laskar Pelangi. Andrea Hirata
terlahir dengan nama Aqil Barraq Badruddin Seman Said Harun yang akrab
disapa Ikal. Andrea Hirata lahir di Belitong pada tanggal 24 Oktober 1976.
Andrea Hirata adalah lulusan S1 Ekonomi Universitas Indonesia dan mendapat
beasiswa Uni Eropa untuk studi Master of Science di Université de Paris,
Sorbonne, Perancis dan Sheffield Hallam University, United Kingdom. Andrea
mendapat beasiswa program master di Universitas Sheffield Hallam, Britania
Raya. Tesis Andrea di bidang ekonomi telekomunikasi mendapat penghargaan
dari universitas tersebut dan ia lulus cum laude. Tesis itu telah diadaptasikan ke
dalam Bahasa Indonesia dan merupakan buku teori ekonomi telekomunikasi
pertama yang ditulis oleh orang Indonesia. Buku itu telah beredar sebagai
referensi ilmiah.1Andrea Hirata aktif dalam pendidikan dan pengembangan sastra.
1http://profil.merdeka.com/indonesia/a/andrea-hirata/, tanggal 17 Juni 2014, Pukul 14:36
44
Dia mengajar sebagai relawan. Di Belitong, dia membuka sekolah gratis dan
Museum Kata Andrea Hirata sebagai museum sastra pertama di Indonesia.
Nama Andrea Hirata dikenal banyak orang dengan kesuksesan novel
tetralogi pertamanya Laskar Pelangi, disusul dengan novel kedua Sang Pemimpi,
novel ketiganya Edensor dan novel keempatnya Maryamah Karpov. Novel Laskar
Pelangi telah diterjemahkan ke dalam lebih dari 30 bahasa dan diterbitkan di lebih
dari 100 negara oleh penerbit-penerbit seperti Farrar, Straus and Giroux, Random
House, Haper Collins, Penguin, Hanser Berlin, Planeta Madrid, Mercure de
France, Rizzoli Italia, Sunmark Tokyo, Phoenix China, dan lain-lain. The
Rainbow Troops (Laskar Pelangi edisi Amerika) telah diadaptasi ke dalam bentuk
koreografi oleh City Dance Company, Washington, D. C.The Rainbow Troops
juga menjadi pemenang pertama kategori general fiction di New York Book
Festival 2013.Die Regenbogentruppe (Laskar Pelangi edisi Jerman) mendapat
penghargaan BuchAwards 2013 di Jerman.
Selain keempat novel tetralogi Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor,
dan Maryamah Karpov. Andrea Hirata juga menulis novel lain seperti novel
dwilogi Padang Bulan dan Cinta dalam Gelas, Sebelas Patriot, dan novel Two
Trees (dalam edisi bahasa Indonesia judul tersebut diubah menjadi Ayah). Karya
yang telah ditulis Andrea Hirata lainnya adalah Laskar Pelangi Song Book dan
45
cerita pendeknya Dry Season, yang telah diterbitkan di majalah sastra terkemuka
Washington Square Review oleh New York University pada tahun 2011.2
Sukses dengan novel tetralogi dan hasil tulisannya, Andrea Hirata
merambah dunia film. Novel tetralogi pertamanya diangkat kelayar lebar dengan
judul yang sama Laskar Pelangi pada tahun 2008 dengan Riri Riza sebagai
sutradara dan Mira Lesmana sebagai produsernya. Film ini menjadi film yang
paling terkenal pada tahun 2008. Miles Films dan Mizan Productions kembali
merilis film kedua dari tetralogi Laskar Pelangi yaitu Sang Pemimpi pada
penghujung tahun 2009. Ingin mengulang kesuksesan yang sama pada akhir tahun
2013 novel tetralogi ketiga Edensor dirilis Mizan Productions, namun film
Edensor ini tidak digarap oleh Miles Films dan Riri Riza. Penggarapan film ini
dipercayakan kepada Benny Setiawan.Hasilnya pun tak kalah dengan film
pertama dan kedua, film Edensor ini mampu menarik perhatian penonton.3
Andrea Hirata berbeda dengan penulis lainnya yang dengan mudah
memberikan informasi tentang kehidupan pribadinya. Andrea Hirata orang yang
cukup hati-hati dalam membuka jati dirinya dan kehidupan pribadinya. Jika
mencari di internetpun tidak banyak informasi yang didapat mengenai Andrea
Hirata.
2Andrea Hirata, Edensor, (Yogyakarta: Bentang Pustaka, 2013), Cetakan pertama edisi
revisi, h. sampul belakang 3http://profil.merdeka.com/indonesia/a/andrea-hirata/, tanggal 17 Juni 2014, Pukul 14:36
39
BAB III
GAMBARAN UMUM NOVEL EDENSOR
A. Deskripsi Novel Edensor
Andrea Hirata tidak mempunyai latar belakang sastrawan, namun Andrea
Hirata mampu menerbitkan banyak novel dan buku. Novel yang paling booming
adalah novel tetraloginya yaitu Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor, dan
Maryamah Karpov. Salah satu novel Andrea Hirata yaitu novel Edensor peneliti
ambil sebagai bahan skripsi ini. Novel Edensor merupakan novel ketiga dari
tetralogi laskar pelangi karya Andrea Hirata diterbitkan oleh Bentang Pustaka
pada bulan Mei tahun 2007. Novel Edensor masuk nominasi penghargaan KLA
(Khatulistiwa Literary Award). Pada tanggal 24 Desember 2013 novel ini sudah
difilmkan dan tayang pertama kali dibioskop. Novel Edensor ini terdiri dari 44
mozaik atau 44 judul. Disetiap mozaik Andrea Hirata selalu memberikan kisah-
kisah yang menarik.
Dalam novel Edensor ini Andrea Hirata menceritakan bagaimana dirinya
atau dalam novel ini diberi nama Ikal dan Arai menghadapi budaya baru dan
kesulitan beradaptasi dengan lingkungan baru di Eropa. Novel ini juga
menceritakan perjalanan hidup tokoh Ikal dan Arai untuk menggapai mimpi-
mimpinya. Mimpi itu berhasil mereka wujudkan, mimpi menjelajah Eropa dan
kecintaanya pada A Ling lah yang membuat ia mampu menjelajah Eropa bahkan
sampai Afrika.
39
39
40
Sedangkan tokoh Arai berhasil mengunjungi pusara Jim Morrison
penyanyi kesayangannya. Dan tokoh Ikal meskipun tidak dapat menemukan A
Ling, namun tokoh Ikal berhasil menemukan desa Edensor seperti yang terdapat
pada novel pemberian A Ling.
Tokoh yang sangat berpengaruh dalam kehidupan Ikal adalah Arai. Arai
selalu melindungi Ikal. Bila Ikal dalam bahaya, Arai lah yang siap berada didepan
untuk melindungi Ikal. Arai bahkan rela berkorban untuk Ikal, saat Ikal hampir
mati kedinginan Arai menggendong tubuh Ikal dan meletakkan dibawah pohon
rowan dan menimbunnya dengan daun rowan. Saat berkelana di Eropa Ikal dan
Arai disambangi perampok, Arai melindungi Ikal dengan gagah berani maju
melawan para perampok yang menyerang Ikal dan Arai. Namun puncaknya, Arai
terserang penyakit asma ditengah-tengah risetnya. Tubuh Arai tidak mampu
menahan musim dingin di Paris. Sehingga Arai terpaksa dipulangkan ke
Indonesia.
Novel Edensor terdiri dari 44 mozaik. Dalam setiap mozaik, Andrea Hirata
menyampaikan pesan-pesan yang dapat diambil dari setiap kisahnya. Salah
satunya yang paling memberi kesan pada pembaca yaitu, pesan Arai ketika Pak
Balia menyuruh murid-muridnya untuk berkelana menjelajah Eropa dan Arai
memberi semangat dengan mengatakan “Bermimpilah, karena Tuhan akan
memeluk mimpi-mimpimu” yang terdapat pada mozaik ketujuh.
41
B. Sinopsis Novel Edensor
Semasa kecil Ikal mengantarkan beras dan knur untuk Weh.Weh adalah
sahabat masa kecil ayah dan ibu Ikal. Weh keluar dari Technisce School hidup
menyendiri di pangkalan perahu dan meninggalkan tunangannya. Weh terkena
penyakit burut yang meniup skrotum dan kelaki-lakiannya, sudah diobati dengan
jampi dan ramuan namun tak kunjung sembuh. Weh dan keluarganya pernah
melangkahi Al Qur’an, orang kampung menuduhnya kualat mengapa Weh terkena
penyakit burut. Ikal juga mendapat tugas mengantar tembakau untuk Mak Birah
dukun beranak dikampung Ikal. Ikal merupakan anak kelima dari enam
bersaudara yang semuanya laki-laki. Nama lengkap Ikal adalah Aqil Barraq
Badruddin. Dengan nama yang diberikan itu orang tua Ikal berharap nama
tersebut menjadi doa untuk anaknya nanti. Namun apa yang diharapkannya
berbalik dari nama yang disandang Ikal. Ikal selalu saja membuat kekacauan
dikampungnya. Hingga ayahnya putus asa dan mengganti namanya berulang kali
berharap dengan berganti nama, Ikal tidak akan membuat kekacauan lagi. Setelah
lulus SMA Ikal dan Arai merantau ke Jawa untuk kuliah dan bekerja disana.
Namun semasa Ikal kuliah, Arai pindah untuk merantau di Kalimantan. Setelah
lulus kuliah Ikal dan Arai mendaftarkan diri untuk kuliah di Universitas Sorbone
Prancis.
Ikal dan Arai akhirnya diterima di Universitas Sorbone. Mendarat di
Bandara Schipol, Ikal dan Arai dijemput oleh gadis cantik bernama Famke
Somers. Famke adalah orang pertama yang dikenal Ikal dan Arai di Eropa. Dia
mengantarkan Ikal dan Arai menuju tempat akomodasinya. Dari central station
42
Amsterdam naik kereta menuju Brussel langsung di pinggir Belgia, yaitu Brugge.
Brugge merupakan tempat akomodasi Ikal dan Arai. Dari penduduk Belgia yang
separuh berbahasa Belanda separuh berbahasa Prancis. Sampai didepan pagar besi
sebuah rumah bertingkat berdesain kaku berwarna putih, Famke meninggalkan
Ikal dan Arai karena ada keperluan. Ikal dan Arai menemui Simon Van Der Wall,
MVgT, Building Manager. Sikapnya dingin dan kaku, Ikal dan Arai tak bisa
tinggal di apartemen itu. Simon Van Der Wall mengkonfirmasi kedatangan Ikal
dan Arai pada pihak Jakarta namun tak ada jawaban. Ikal dan Arai meninggalkan
gedung yang tak bersahabat itu. Ikal dan Arai harus melawan dinginnya suhu
yang semakin mengigil karena tak ada tempat untuk tinggal
Di Sorbone mahasiswa-mahasiswa dari berbagai bangsa saling bergaul.
Orang-orang Inggris, disinilah Ikal mulai belajar budaya-budaya baru dan
memahami gaya hidup mereka. Saling bersaing didalam kelas untuk mendapatkan
nilai yang tinggi. Paris mulai menyambut musim panas. Mimpi-mimpi lama Ikal
dan Arai muncul kembali yaitu menjelajah Eropa sampai ke Afrika bangkit
kembali. Namun terhambat masalah biaya. Ikal dan Arai banting tulang
mengumpulkan uang untuk biaya keliling Eropa. Malangnya setelah uang
dikumpulkan angka itu belum mencapai anggaran minimum menjelajah Eropa.
Ikal dan Arai berencana menjelajah Eropa dengan backpaking dan mengamen.
Rencananya mendapat banyak dukungan dari teman-teman sekelasnya.
Paris musim dingin ketika Ikal dan Arai tiba kembali di Sorbone. Ikal
kembali menekuni kewajibannya sebagai mahasiswa, risetnya membuat ia lupa
diri. Arai juga sibuk dengan risetnya. Rutinitas itu tiba-tiba terpecah ketika Arai
43
masuk ICU. Arai diserang Asthma Bronchiale, penyakit ini akan berakibat fatal
jika musim dingin sehingga Arai harus beristirahat ditempat yang hangat.
Sehingga Arai terpaksa dipulangkan ke Indonesia. Ikal menyelesaikan risetnya di
Shiefield, ketika Ikal menemui Profesor Turnbul untuk menyerahkan hasil
risetnya tanpa sengaja Ikal menemukan sebuah desa, desa itu adalah Edensor yang
terdapat pada novel yang diberikan A Ling kepadanya.
C. Biografi Andrea Hirata
Mungkin saat ini masyarakat sudah mengetahui nama kecil Andrea Hirata
setelah membaca dan menonton film tetralogi Laskar Pelangi. Andrea Hirata
terlahir dengan nama Aqil Barraq Badruddin Seman Said Harun yang akrab
disapa Ikal. Andrea Hirata lahir di Belitong pada tanggal 24 Oktober 1976.
Andrea Hirata adalah lulusan S1 Ekonomi Universitas Indonesia dan mendapat
beasiswa Uni Eropa untuk studi Master of Science di Université de Paris,
Sorbonne, Perancis dan Sheffield Hallam University, United Kingdom. Andrea
mendapat beasiswa program master di Universitas Sheffield Hallam, Britania
Raya. Tesis Andrea di bidang ekonomi telekomunikasi mendapat penghargaan
dari universitas tersebut dan ia lulus cum laude. Tesis itu telah diadaptasikan ke
dalam Bahasa Indonesia dan merupakan buku teori ekonomi telekomunikasi
pertama yang ditulis oleh orang Indonesia. Buku itu telah beredar sebagai
referensi ilmiah.1Andrea Hirata aktif dalam pendidikan dan pengembangan sastra.
1http://profil.merdeka.com/indonesia/a/andrea-hirata/, tanggal 17 Juni 2014, Pukul 14:36
44
Dia mengajar sebagai relawan. Di Belitong, dia membuka sekolah gratis dan
Museum Kata Andrea Hirata sebagai museum sastra pertama di Indonesia.
Nama Andrea Hirata dikenal banyak orang dengan kesuksesan novel
tetralogi pertamanya Laskar Pelangi, disusul dengan novel kedua Sang Pemimpi,
novel ketiganya Edensor dan novel keempatnya Maryamah Karpov. Novel Laskar
Pelangi telah diterjemahkan ke dalam lebih dari 30 bahasa dan diterbitkan di lebih
dari 100 negara oleh penerbit-penerbit seperti Farrar, Straus and Giroux, Random
House, Haper Collins, Penguin, Hanser Berlin, Planeta Madrid, Mercure de
France, Rizzoli Italia, Sunmark Tokyo, Phoenix China, dan lain-lain. The
Rainbow Troops (Laskar Pelangi edisi Amerika) telah diadaptasi ke dalam bentuk
koreografi oleh City Dance Company, Washington, D. C.The Rainbow Troops
juga menjadi pemenang pertama kategori general fiction di New York Book
Festival 2013.Die Regenbogentruppe (Laskar Pelangi edisi Jerman) mendapat
penghargaan BuchAwards 2013 di Jerman.
Selain keempat novel tetralogi Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor,
dan Maryamah Karpov. Andrea Hirata juga menulis novel lain seperti novel
dwilogi Padang Bulan dan Cinta dalam Gelas, Sebelas Patriot, dan novel Two
Trees (dalam edisi bahasa Indonesia judul tersebut diubah menjadi Ayah). Karya
yang telah ditulis Andrea Hirata lainnya adalah Laskar Pelangi Song Book dan
45
cerita pendeknya Dry Season, yang telah diterbitkan di majalah sastra terkemuka
Washington Square Review oleh New York University pada tahun 2011.2
Sukses dengan novel tetralogi dan hasil tulisannya, Andrea Hirata
merambah dunia film. Novel tetralogi pertamanya diangkat kelayar lebar dengan
judul yang sama Laskar Pelangi pada tahun 2008 dengan Riri Riza sebagai
sutradara dan Mira Lesmana sebagai produsernya. Film ini menjadi film yang
paling terkenal pada tahun 2008. Miles Films dan Mizan Productions kembali
merilis film kedua dari tetralogi Laskar Pelangi yaitu Sang Pemimpi pada
penghujung tahun 2009. Ingin mengulang kesuksesan yang sama pada akhir tahun
2013 novel tetralogi ketiga Edensor dirilis Mizan Productions, namun film
Edensor ini tidak digarap oleh Miles Films dan Riri Riza. Penggarapan film ini
dipercayakan kepada Benny Setiawan.Hasilnya pun tak kalah dengan film
pertama dan kedua, film Edensor ini mampu menarik perhatian penonton.3
Andrea Hirata berbeda dengan penulis lainnya yang dengan mudah
memberikan informasi tentang kehidupan pribadinya. Andrea Hirata orang yang
cukup hati-hati dalam membuka jati dirinya dan kehidupan pribadinya. Jika
mencari di internetpun tidak banyak informasi yang didapat mengenai Andrea
Hirata.
2Andrea Hirata, Edensor, (Yogyakarta: Bentang Pustaka, 2013), Cetakan pertama edisi
revisi, h. sampul belakang 3http://profil.merdeka.com/indonesia/a/andrea-hirata/, tanggal 17 Juni 2014, Pukul 14:36
46
BAB IV
ANALISIS DAN HASIL TEMUAN
Sebagai sebuah kajian analisis, pada bab ini penulis akan mendeskripsikan
hasil temuan yang terdapat dalam Novel Edensor. Penulis akan memaparkan teks-
teks yang berkaitan dengan komunikasi antar agama dan budaya dengan
menggunakan teori narasi Tzvetan Todorov dan Kalvero Oberg lalu menganalisis
alur cerita menggunakan teori gegar budaya.
A. Analisis Alur dan Plot dalam Novel Edensor
Menurut Todorov suatu narasi mempunyai struktur dari awal
hingga akhir. Narasi dimulai dari adanya keseimbangan yang kemudian
terganggu oleh adanya kejahatan. Narasi diakhiri oleh upaya untuk
menghentikan gangguan sehingga keseimbangan (ekuilibrium) tercipta
kembali. Narasi ada tiga fase, yaitu awal, pertengahan, dan akhir.1 Alur
merupakan suatu tanda kapan narasi dimulai dan kapan narasi itu diakhiri.
Berikut tiga fase yang terdapat dalam narasi:
1. Alur Cerita Awal
Pada alur awal, Andrea Hirata mengisahkan kisah kehidupan masa
kecilnya hingga ia tamat SMA. Dimasa kecilnya Ikal mendapat tugas
mengantarkan beras dan knur untuk Weh. Weh dan Mak Birah salah
1Eriyanto, Analisis Naratif: Dasar-dasar dan penerapannya dalam Analisis Teks Berita
Media, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), cetakan ke-1, h. 65-73
46
47
seorang sahabat masa kecil ayahnya, juga mengantarkan tembakau untuk
Mak Birah dukun beranak dikampung Ikal.
Di awal cerita, Andrea Hirata menceritakan kehidupan masa
kecilnya yang bersahabat dengan Weh yang usianya jauh lebih tua
dengannya. Weh hidup menyendiri dipangkalan perahu. Weh terkena
penyakit burut yang meniup skrotum dan kelaki-lakiannya, sudah diobati
dengan jampi dan ramuan namun tak kunjung sembuh. Dia dikucilkan
oleh penduduk kampung.Ikal tak tega melihat Weh kesakitan. Weh
terkenal mempunyai keberanian berlayar yang gelap. Weh berani
menangkap teripang didasar laut yang gelap tanpa tabung oksigen.
Berminggu-minggu Ikal membujuk ayahnya supaya di izinkan berlayar
bersama Weh. Akhirnya ayah Ikal menyerah, dengan setengah hati
mengizinkan Ikal pergi berlayar bersama Weh. Weh lah yang mengajari
Ikal keberanian dan membaca bintang.
Setelah menempuh ujian sekolah selama dua minggu di Tanjong
Pandan, Ikal tidak langsung pulang kerumahnya. Ikal kembali menemui
Weh dipangkalan untuk berlayar ke Mentawai. Namun, Ikal terkejut ketika
melihat tubuh Weh terbungkus lilitan layar, mati dengan menggantung
dirinya sendiri di tiang layar. Penyakit burut yang tak kunjung sembuh
telah mematahkan semangat hidupnya hingga Weh menggantung diri.
Weh terbuang, kuburan bagi orang yang bunuh diri dipisahkan dan
dikucilkan dari pemukiman penduduk desa. Mereka dikuburkan dekat
48
rawa-rawa. Hanya Ikal yang menangisi kepergian Weh, jasad Weh
dicampakkan dalam liang lahatnya.
Di awal cerita ini, Andrea Hirata juga menceritakan ketika dia
masih kecil Mak Birah tak pernah bosan menceritakan proses
kelahirannya. Ibunya selalu menantikan anak perempuan, setelah sampai
persalinan yang keempat mak Birah selalu meneriakkan bujang. Bahkan
untuk persalinan yang kelima ibunya sudah menyiapkan nama perempuan
untuk calon bayinya. Namanya adalah Nur Tantiana Wassalam artinya
adalah cahaya terakhir yang telah lama ditunggu-tunggu. Namun pada
tanggal 23 Oktober pukul setengah dua belas ibunya tak mau mengejan.
Ibunya menginginkan bayinya lahir tanggal 24 Oktober bertepatan dengan
berdirinya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Bayi itu lahir pada tanggal
24 Oktober, bayi itu bujang dan diberi nama Aqil Barraq Badruddin.
Menginjak remaja, Ikal jatuh cinta dengan anak pemilik toko
kelontong Sinar Harapan yang bernama A Ling. Kebahagiaan Ikal
bertambah dengan keluarga barunya yaitu Arai sepupu jauhnya yang
sebatang kara pada usia delapan tahun. Orang tua Ikal memungutnya
untuk tinggal bersama keluarganya.
Tamat SMA Ikal dan Arai merantau ke Jawa, melamar pekerjaan
dibeberapa tempat. Ikal diterima bekerja di kantor pos sebagai pengatur
muda pos yang bertugas mencairkan wesel disamping bekerja Ikal juga
melanjutkan kuliah. Sedangkan Arai merantau di Kalimantan. Ikal dan
Arai berhasil menyelesaikan kuliah tepat waktu dan berkeinginan
49
mengikuti tes beasiswa sekolah strata dua di Eropa. Dan tes beasiswa
mereka berdua diterima. Pada Alur awal, cerita yang disampaikan Andrea
Hirata cukup stabil. Karena pada alur awal umumnya cerita yang
disampaikan seimbang, Andrea Hirata menceritakan mulai dari kehidupan
masa kecilnya hingga dia lulus SMA.
2. Alur Tengah Cerita
Di alur awal cerita yang disampaikan Andrea Hirata seimbang,
namun kondisi tersebut akan berubah karena pada alur tengah terjadi
gangguan (disruption). Pada alur tengah, Andrea Hirata menceritakan
ketika dia berada di Eropa.Berdasarkan struktur narasi Todorov, alur
tengah merupakan adanya gangguan (disruption). Cerita akan semakin
menarik dengan adanya gangguan atau konflik. Di Eropa Ikal kesulitan
menghadapi lingkungan baru dan masalah-masalah muncul seiring
beradaptasinya Ikal dan Arai di Eropa.
Ikal dan Arai tiba di bandara Schipol lalu menuju tempat
akomodasinya. Ikal dan Arai memasuki halaman dan berdiri didepan pintu
yang membingungkan. Yang ada disamping pintu, hanya deretan kotak
kecil, nomor-nomor lantai gedung, tombol-tombol, speaker, dan label
nama. Ikal memencet tombol Simon Van Der Wall.
Setelah cukup lama Ikal dan Arai didepan pintu, pintu itu pun
terbuka. Rupanya suara dreet yang berulang kali berbunyi adalah alarm
pembuka pintu. Sederhana saja perkara pintu ini, namun inilah negara
individualis. Sikap Simon Van Der Wall, orang-orang yang ngobrol, dan
50
tak peduli meskipun Ikal dan Arai terjebak didepan pintu. Ikal dan Arai
tak bisa tinggal di apartemen itu. Simon Van Der Wall mengkonfirmasi
kedatangan Ikal dan Arai pada pihak Jakarta namun tak ada jawaban.
Suhu diluar sangat dingin, tak ada orang yang berani keluar
rumah.Semua bangunan dan rumah tertutup rapat. Tubuh Ikal sudah tak
mampu menahan dingin, badannnya gemetar hebat. Ikal tak sadarkan diri,
namun Arai dengan cepat menyelamatkan Ikal dengan membalutkan
seluruh pakaian dikoper ditubuh Ikal dan menimbuninya dengan daun
rowan. Lambat laun Ikal berangsur pulih dan sadar kembali. Pagi-pagi
sekali Ikal mengunjungi kantor Uni Eropa untuk menemui Dr. Woodward.
Dr. Woodward adalah pemberi keputusan terakhir beasiswa Uni Eropa.
Erika mengantarkan Ikal dan Arai kembali ke Brugge, kembali bertemu
dengan Van Der Wall.
Di Sorbone mahasiswa-mahasiswa Ikal terdiri dari beragam
bangsa. Orang-orang Inggris, The Brits paling banyak berbicara dikelas.
Belum selesai dosen berbicara sudah tunjuk tangan. Ini karena sekolah
mereka membiasakan berbeda pendapat secara positif sejak dini. Naomi
Stansfield, dialah dedengkot The Brits. Seperti kebanyakan orang Inggris
perangainya primordial. Mahasiswa yang doyan meladeni The Brits hanya
mahasiswa dari negeri Paman Sam. Kepala gengnya Virginia Sue
Townsend. Dalam diskusi, kelompok Amerika cenderung mendominasi,
intimidatif, penuh intrik untuk mengambil alih kendali, lalu membangun
aliansi. Mahasiswa Jerman Marcus Holdvessel, Christian Diedrich, dan
51
yang paling istimewa Katya Kristanaema. Mereka tak pernah ribut, selalu
hadir sepuluh menit sebelum acara. Saskia de Rooijs dan Marike Ritsema
mahasiswi asal Holland, mereka tak pernah mengangguk-angguk sok tahu.
Hanya sesekali keningnya berkerut, seperti tak setuju dengan ucapan
dosen. Pribadi-pribadi yang mengesankan diperlihatkan tuan rumah,
orang-orang Prancis: Charlotte Gastonia, Sylvie Laborde, Jean Pierre
Minot, dan Sebastien Delbonnel. Mereka seperti terinspirasi semangat
revolusi Prancis, kebebasan, persamaan, dan persaudaraan, maka mereka
memandang tinggi persahabatan. The Pathetic Four, empat makhluk
menyedihkan penghuni jajaran bangku paling depan. Jika dosen
menjelaskan, mereka berulang kali bertanya hal-hal yang kurang penting.
Mereka itu Monahar Vikram Raaj Chauduri Manooj, Pablo Arian
Gonzales, Ninochka Stronovsky, dan Ikal. MVRC Manooj berasal dari
India. Gonzales berasal dari keluarga pandai besi di Guadalajara, kantong
kemelaratan Amerika Utara. Dan Ninochka berasal dari Georgia, negara
miskin yang baru memerdekakan diri dari cengkeram cakar beruang merah
Rusia.
Katya adalah primadona semua pria dikelas termasuk Ikal, ia jelita
dan cerdas. Pria-pria berbagai bangsa merubung Katya, berlomba-lomba
membuatnya terkesan. Sedangkan Alessandro D’Archy adalah arjuna
kelas sekaligus seorang italia yang agak play boy. Tak ada yang menduga
setelah menolak Alessandro D’Archy, secara mengejutkan Katya
52
menjatuhkan pilihan pada Ikal. Katya mengirimkan e-mail dan mengajak
Ikal berkencan.
3. Alur Akhir Cerita
Alur akhir merupakan alur penyelesaian, di alur akhir inilah upaya
untuk memulihkan keseimbangan dan memperbaiki gangguan yang
terjadi. Pada alur akhir ini Andrea Hirata menceritakan kehidupannya di
Eropa.Ikal sudah mampu beradaptasi di lingkungan barunya di Eropa.
Paris musim salju hampir berakhir, semua orang tersenyum
menyambut musim panas. Para pedagang tersenyum kompak untuk
menaikkan harga. Dan Katya pulang ke Bayern untuk menemui
keluarganya. Di musim panas ini mimpi-mimpi Ikal kembali muncul, yaitu
mimpi untuk menjelajahi Eropa sampai ke Afrika. Namun, mimpi ini
terhalang oleh masalah klasik, biaya. Ikal dan Arai bekerja paruh waktu
membanting tulang untuk mengumpulkan pundi-pundi uang sebagai
modal menjelajahi Eropa. Tapi setelah dihitung uang itu belum cukup juga
untuk menjelajahi Eropa. Ikal meminta bantuan Famke Somers gadis
cantik yang mengantarkan Ikal dan Arai ke Brugge. Famke memberikan
solusi yaitu menjelajah Eropa dengan mengamen di Jalanan.
Sudah sebulan Katya di Bayern dan Ikal menjemputnya, perasaan
Ikal ganjil. Ikal kembali mengingat A Ling cinta pertamanya meskipun
Ikal sedang bersama Katya. Dan kisah cinta Ikal bersama Katya berakhir.
Ikal mencari nama A Ling di mesin pencari internet dan menemukan
banyak nama A Ling.
53
Rencana Ikal dan Arai untuk menjelajah Eropa dengan cara
backpaking dan mengamen mendapat banyak dukungan, bahkan teman-
teman sekelasnya seperti Stansfield, Townsend, MVRC Manooj,
Gonzales, dan Ninoch bertaruh siapa yang dapat menempuh paling banyak
kota dan negara, dialah pemenangnya. Ikal dan Arai mulai menjelajah dari
Jerman. Ke Islandia dia sambil tetap mencari A Ling namun hasilnya nihil.
Di Belush’ye Ikal juga mencari A Ling tapi ternyata Xian Ling adalah
obat kuat untuk pria. Di perjalanan Ikal dan Arai terperosok di pedalaman
dan menjumpai banyak keanehan, orang Muslim beribadah seperti Nasrani
dan orang Nasrani fasih membaca Al Qur’an. Ada masyarakat memuja
kambing, memandikan bayi baru lahir dengan darah lembu, dan
melemparkan ari-ari ke atas atap. Ada pula komunitas yang patriakis, para
istri harus tidur di lantai dua gudang jerami dan hanya dikunjungi para
suami jika diperlukan.
Di Austria, shalat di masjid tak boleh sembarangan karena ada
masjid orang Arab dan hanya orang Arab yang shalat disana, ada masjid
Turki dan hanya orang Turki yang shalat disana. Lain lagi Masjid
Afghanistan di Gmunden jamaah Somalia, Sudan, Etiopia, Maroko, Syria,
Paestina, Yordan, Irak, Iran, Malaysia dan Indonesia berkumpul di masjid
Afghanistan. Mashood penjual kebab menceritakannya pada Ikal dan Arai.
Liburan musim dingin telah berakhir, Ikal kecewa tak berhasil menemukan
A Ling. Ikal kembali menekuni kewajibannya sebagai mahasiswa, risetnya
membuat ia lupa diri. Arai juga sibuk dengan risetnya. Rutinitas itu tiba-
54
tiba terpecah ketika Katya menelepon, Arai maasuk ICU. Arai diserang
Asthma Bronchiale, penyakit ini akan berakibat fatal jika musim dingin
sehingga Arai harus beristirahat ditempat yang hangat. Arai dipulangkan
ke Indonesia. Cobaan hidup Ikal bertambah, Profesor Turnbull akan
pensiun, dia pulang ke Sheffield, Inggris. Ikal menyelesaikan risetnya di
Shieffield, Ikal berjalan-jalan disekitar Shieffield. Disaat itulah Ikal
melihat pedesaan yang tidak asing, sama seperti yang terdapat dinovel
yang diberikan A Ling. Ikal merasa mengenal dengan gerbang desa
berukir ayam jantan, pohon-pohon willow dipekarangan, jajaran bunga
daffodil dan astuaria dipagar peternakan. Kepada seorang ibu Ikal bertanya
nama desa itu dan ibu itu pun menjawab “it’s Edensor.”
Kesimpulan alur ini adalah, cerita berawal ketika Ikal kecil yang
kesehariannya mengantarkan knur dan beras untuk Weh, Weh yang
menjadi teman beda usia Ikal. Dan mengantarkan tembakau untuk Mak
Birah lalu di awal cerita ini Mak Birah menceritakan proses kelahiran Ikal.
Sampai menginjak SMA Ikal dipertemukan dalam satu keluarga dan
menjadi partner Ikal. Setelah lulus SMA Ikal dan Arai merantau ke pulau
Jawa melamar kerja bersama, sampai Ikal dan Arai mendapatkan beasiswa
di Sorbonne mereka bersama. Cerita ini tersusun secara rapi dan berurutan
sampai akhir cerita. Akhir cerita ini adalah Ikal berhasil lulus beasiswa
secara tepat waktu dan Ikal berhasil menemukan desa Edensor yang
terdapat pada novel pemberian A Ling meskipun Ikal tidak dapat
menemukan A Ling di Eropa.
55
Penjelasan Alur Cerita dalam Tabel
Alur awal
(Ekuilibrium)
Alur tengah
(Gangguan)
Alur akhir
(Ekuilibrium)
Pada alur awal di novel
Edensor ini,
menceritakan tentang
masa kecil sang tokoh
hingga tamat SMA dan
merantau di pulau
Jawa. Sang tokoh
menjalani kehidupan
masa kecilnya di
Belitong dengan
budayanya yang masih
dijunjung tinggi. Masa
kecil yang penuh rasa
optimis untuk
menggapai mimpi-
mimpinya, dan mimpi
itu pun tercapai yaitu
setelah tamat SMA
melanjutkan kuliah di
Universitas Indonesia
dan mendapat beasiswa
di Universitas
Sorbonne.
Struktur narasi tengah
adalah adanya
gangguan pada alur
cerita. Alur tengah di
novel Edensor
menceritakan ketika
sang tokoh
mendapatkan beasiswa
di Universitas
Sorbonne dan
menceritakan
kesulitan-kesulitan
yang dihadapi sang
tokoh ketika tinggal di
Perancis. Di Perancis
sang tokoh menghadapi
berbagai masalah dan
kesulitan. Dari
kesulitan bahasa,
budaya, dan
komunikasi. Masalah
ini muncul salah
satunya karena budaya
Eropa berbeda dengan
budaya di tanah air.
Namun seiring
berjalannya waktu sang
Alur akhir merupakan
alur pemulihan dari
gangguan. Pada tahap
akhir ini menceritakan
tentang masa-masa
studi sang tokoh di
Universitas Sorbonne
dan kehidupan di Eropa
hingga sang tokoh
berhasil menyelesaikan
masa studinya. Di alur
akhir ini sang tokoh
sudah dapat
menyesuaikan
kehidupannya di
Perancis bahkan sang
tokoh mampu
menjelajah Eropa
dengan backpacking.
Dari penjelajahannya
tersebut, sang tokoh
dapat mengerti budaya-
budaya dari berbagai
negara yang ada di
Eropa. Namun dari
penjelajahannya, sang
tokoh tidak berhasil
56
tokoh mampu
menyesuaikan
kehidupan di Perancis
dengan bahasanya,
budayanya maupun
gaya hidupnya.
menemukan pujaan
hatinya yang selama ini
di cari hingga
berkeliling Eropa.
Akan tetapi, sang tokoh
dapat menemukan desa
Edensor yang terdapat
pada novel pemberian
pujaan hatinya.
Cerita yang ada di novel ini menggunakan Alur maju. Alur maju
merupakan alur kronologis. Alur ceritanya berjalan teratur dari awal
hingga akhir. Alurnya tersusun rapi dan lurus. Cerita ini diawali dari
sebuah ceria yang teratur, kondisi yang teratur kemudian berubah menjadi
kacau karena adanya gangguan ketika sang tokoh menghadapi kesulitan
dan masalah ketika tinggal di Perancis. Cerita ini diakhiri kembali dengan
keteraturan, sang tokoh dapat menyesuaikan diri hidup di Perancis
meskipun kehidupan dan kebudayaannya berbeda jauh dengan di
Indonesia.
B. Analisis Komponen Komunikasi Antar Budaya dalam Novel
Edensor
Budaya dan agama saling berkesinambungan. Agama dipandang
sebagai sumber nilai dalam tindakan sosial budaya. Kebudayaan
merupakan kehidupan manusia yang diatur oleh manusia itu sendiri dan
diwariskan kepada generasi selanjutnya. Jadi, agama sebagai wahyu Tuhan
57
bukanlah bagian dari kebudayaan karena bukan ciptaan manusia. Namun,
agama Islam sangat lengkap jika digunakan sebagai dasar kebudayaan.
Dalam penjelajahannya di Eropa, tokoh dalam novel ini yaitu Ikal
melihat berbagai kebudayaan yang menurutnya aneh yaitu orang Muslim
yang beribadah seperti orang Nasrani dan orang Nasrani fasih membaca Al
Qur’an. Hal itu dapat dilihat bahwa agama sudah menjadi bagian dari
budaya dan relasi antar agama sudah melekat dalam kehidupan mereka.
Kebudayaan yang dibentuk manusia seringkali berdasarkan agama dan
kepercayaan yang dianut oleh manusia. Namun, setiap agama mengajarkan
kebenaran. Kebenaran yang diyakini oleh penganutnya.
Deddy Mulyana dalam bukunya Komunikasi Antar Budaya
membagi unsur-unsur komunikasi antar budaya menjadi tiga bagian yaitu:
Sistem kepercayaan, nilai dan sikap, pandangan dunia, dan organisasi
sosial.
1. Sistem Kepercayaan, Nilai, dan Sikap
Dalam komunikasi antar budaya tidak ada hal yang benar
atau salah dalam hal yang berkaitan dengan kepercayaan. Karena
kepercayaan dibangun melalui persepsi dan budaya merupakan
peranan penting dalam proses terbentuknya kepercayaan.
Dalam sistem kepercayaan ada beberapa kepercayaan yang
diceritakan Andrea Hirata ketika dia di Perancis. Tokoh dalam
novel ini menemui budaya-budaya dan kepercayaan yang membuat
58
dia tercengang. Misalnya pada cerita ketika di Apartemennya Ikal
mempunyai tetangga sekaligus sahabat bernama Titouan Bernazou
dan Isabelle Copernic. Mereka berdua adalah orang Prancis. Suami
istri yang telah menikah selama lima belas tahun dan kompak tidak
berminat mempunyai anak. Mereka percaya anak hanya menambah
beban hidup, membuat mereka repot, biaya hidup bertambah dan
khawatir jika anaknya menjadi korban kejahatan atau menjadi
penjahat.
Kepercayaan dan nilai memberikan kontribusi kepada
sikap. Jika individu mempunyai kepercayaan kepada suatu budaya,
maka nilai budaya tersebut akan membentuk sikap dan perilaku
seseorang. Gaya hidup menikah tanpa ingin mempunyai keturunan
merupakan bias dari kebudayaan yang dianut seseorang tersebut.
Berikut kutipan perkataan Isabelle dan Titouan dalam novel ini:
“Anak?
“Ughh… no way, man….”
“Ngompol, basah, lengket, bau, rebut, dan sangat egois!” Isabelle
bersabda.
Titouan menyambung: “Repot bukan main dan mahalnya minta
ampun!”
Isabelle retorikal:”Kausangka murah punya anak?”
Titouan pesimis:”Di zaman edan ini kriminalitas di mana-mana,
anak sangat mungkin jadi korban kejahatan. Lebih sedih lagi,
sangat mungkin ia sendiri jadi penjahat!”2
Dalam komunikasi antar budaya kepercayaan merupakan
prinsip yang ada dalam keyakinan dan pemahaman seseorang.
2Andrea Hirata, Edensor, h. 81-82
59
Sehingga, setiap manusia mempunyai kepercayaan yang berbeda-
beda. Di Prancis pernikahan tanpa mempunyai anak merupakan
gaya hidup yang sedang booming. Bahkan bisa disebut sudah
menjadi suatu budaya. Tujuan pernikahan untuk mempunyai
keturunan sudah tidak digunakan lagi, karena menurut mereka
anak hanya akan menambah beban hidup. Gaya hidup seperti ini
membuat prosentase kelahiran di Prancis merosot tajam.
Dalam komunikasi antar budaya, tidak ada hal yang benar
ataupun salah selama berkaitan dengan kepercayaan. Karena
kepercayaan berkaitan dengan keyakinan seseorang. Budaya
mempunyai peranan penting pada kepercayaan. Seperti dalam
naskah cerita novel berikut ini:
“Kami terperosok ke pedalaman, menjumpai hal-hal yang
aneh misalnya orang Muslim beribadah seperti orang Nasrani dan
orang Nasrani Fasih membaca Al Qur’an. Ada masyarakat yang
memuja kambing, memandikan bayi baru lahir dengan darah
lembu, dan melemparkan ari-ari ke atas atap. Ada pula komunitas
yang demikian patriakis, para istri harus tidur di lantai dua gudang
jerami dan hanya dikunjungi para suami jika diperlukan.”3
Kepercayaan dan budaya disetiap daerah memang berbeda-
beda. Bagi masyarakat berbudaya lain, hal-hal tersebut aneh dan
tidak masuk akal. Namun, kepercayaan tersebut tidak bisa
dikatakan salah karena setiap kepercayaan mempunyai nilai-nilai
tersendiri bagi yang menganutnya. Allah menciptakan manusia
dengan suku dan budaya yang berbeda. Karena itulah manusia
3Andrea Hirata, Edensor, h. 206
60
memiliki kepercayaan yang berbeda-beda. Sebagaimana firman
Allah dalam AlQur’an:
“Wahai manusia, sesungguhnya Kami menjadikan kamu
laki-laki dan perempuan. Dan Kami menjadikan kamu bergolong-
golong (bersuku-suku) supaya kamu saling kenal. Sesungguhnya
yang paling mulia di antara kamu ialah yang paling bertaqwa”.
(QS. Al Hujurat: 13)
Kepercayaan didalam suatu tempat dapat dibentuk oleh
sekelompok manusia yang mempunyai keyakinan sama akan
sesuatu hal. Kepercayaan tersebut akan tersebar luas hingga
kelompok lain pun dapat setuju pada kepercayaan itu. Seperti yang
terdapat dalam kutipan berikut:
“Di kota Praja Verona Roma kepercayaan mengenai cinta
mampu membius para turis lokal maupun internasional. Dirumah
tua tidak jauh dari Colosseum Verona tempat William Shakespeare
menulis kisah romantic Romeo dan Juliet. Dan dirumah itu
terdapat balkon kondang yang disebut dengan Juliette Balcony dan
disitu terdapat patung Juliette dengan pose berdiri. Di Juliette
Balcony pasangan kekasih yang sedang jatuh cinta percaya jika
pasangan kekasih mengusap dada kanan Juliette, maka hubungan
mereka akan langgeng.”4
4 Andrea Hirata, h.249
61
Kepercayaan tersebut tentu saja tidak dapat disalahkan
meskipun kelihatannya tidak masuk akal. Karena orang-orang yang
percaya kepada hal tersebut menganggap hal itu benar.
2. Pandangan Dunia
Pandangan dunia berkaitan dengan hal-hal seperti Tuhan,
kemanusiaan, dan alam semesta. Pandangan dunia sangat
mempengaruhi budaya. Efeknya seringkali tak terlihat dalam hal
yang tampak nyata dan remeh contohnya pakaian. Pada setiap
daerah memiliki atribut atau pakaian yang digunakan berbeda
sesuai tradisi masing-masing. Dengan atribut yang digunakan
tersebut, maka disetiap daerah memiliki identitas tersendiri sebagai
cirri khasnya. Seperti dalam naskah cerita novel berikut ini:
“Delegasi Afrika hadir dengan atribut-atribut tradisinya:
para wanita mengenakan amuria,amdu, dan bubu berwarna-warni
dengan ikat kepala tinggi-tinggi. Pria-prianya bersempang panjang,
berjubah Yoruba, babariga, dan bertopi asa oke.Mereka sangat
bergairah, barangkali ingin membicarakan program peternakan
burung unta dengan para petinggi Uni Eropa. Setelah itu,
bergelombang kelompok orang dengan tanda pengenal Dominician
Republic. Mereka juga gembira, menyapa setiap orang, tentu
bersemangat akan mendiskusikan soal komputerisasi di kawasan
Karibia. Wajah mereka optimis menatap masa depan.”5
Dalam komunikasi antar budaya, masing-masing negara
memiliki suatu tradisi , pakaian maupun bahasa yang berbeda-
beda. Hal itu, sebagai identitas pada setiap negara. Pandangan
dunia yang berbeda tentu memiliki manfaat tersendiri. Karena
5Andrea Hirata, Edensor, h. 68
62
dengan perbedaan itulah bangsa lain dapat mengenali identitas
yang dipakai dan bisa mengerti tradisi yang dimiliki negara lain.
Pandangan dunia yang berikutnya adalah pandangan
dengan kebudayaan yang berbeda meskipun masih satu agama. Di
Eropa muslim tidak bisa sembarangan shalat di masjid, karena
setiap negara memiliki masjid khusus untuk bisa melaksanakan
shalat.
Seperti dijelaskan dalam novel Edensor ini ketika sang
tokoh Ikal bertemu dengan saudara sesama Muslim yang bernama
Mashood, berikut kutipannya:
“Ada masjid orang Arab, dan hanya orang Arab di sana.
Lain lagi masjid Turki, hanya melulu orang Turki, yeee.
Selebihnya, brother muslim berkumpul di Masjid Afghanistan, di
Gmunden.”
Mashood mengatur napas.
“Jema’ah Somalia, Sudan, Etiopia, Maroko, Syria,
Palestina, Yordan, Irak, Iran, Malaysia, dan sering ada Indonesia
tumplek di Masjid Afghanistan, yee.. very good, understand,
yeee….”6
Dari adat orang Islam di Eropa dapat dilihat bahwa dengan
penganut agama yang sama pun jika kebudayaannya berbeda maka
setiap orang memiliki pandangan yang berbeda dengan
kebudayaan lainnya. Dapat dilihat dari kutipan diatas sesama
penganut agama Islam pun mempunyai pandangan yang berbeda
karena perbedaan budaya.
6Andrea Hirata, Edensor, h. 237-238
63
Pandangan dunia mampu memperlihatkan posisi dan
tingkatannya kepada orang yang mempunyai budaya yang berbeda.
Pandangan dunia terhadap antar negara mempunyai pendapat yang
berbeda. Setiap antar negara memiliki persepsi dengan negara
lainnya, baik persepsi negatif maupun positif. Berikut kutipan
komunikasi yang memperlihatkan pandangan antar negara degara
dengan budaya berbeda:
“Indah sekali, Sahabatku ….”
MVRC Manooj mekar.
“Tapi kudengar perempuan sering dianggap remeh di
negerimu, ya?”
Wajah MVRC Manooj kaku.
“Jadi begini saja, akan kupertimbangkan tawaranmu kalau
perempuan dihargai sama seperti pria di sana, oke?”
Laki-laki Punjab itu menggeleng empat kali.7
Jadi menurut pandangan Katya mahasiswa asal Jerman itu,
di India perempuan tidak dihargai dan dianggap rendah oleh para
laki-laki. Sedangkan dinegerinya, laki-laki dan perempuan
disamaratakan. Perempuan tidak dianggap remeh maupun lebih
rendah. Hal ini adalah contoh pandangan dunia antar budaya yang
berbeda.
3. Organisasi Sosial
Keluarga dan sekolah mempunyai pengaruh penting dalam
pembentukan organisasi sosial. Meskipun keluarga adalah
7Andrea Hirata, Edensor, h. 118
64
organisasi terkecil namun keluarga memberi pengaruh yang kuat
untuk mengembangkan sikap anak sampai dia besar. Terutama
pengaruh budaya terhadap anak. Tak hanya keluarga dan sekolah,
lingkungan sekitar juga ikut berperan dalam mengembangkan dan
mewariskan suatu budaya. Seperti yang dialami tokoh dalam novel
Edensor yang mendapat nasehat dari guru SD nya. Sampai sang
tokoh pergi ke Eropa pun, dia masih mengingat nasehat tersebut.
Pesan itu adalah seperti berikut:
“Ibunda guru Muslimah Hafsari, adalah guruku yang
pertama. Dulu, waktu aku masih SD, beliau pernah berpesan pada
kami, murid-muridnya, para Laskar Pelangi, “Jika ingin menjadi
manusia yang berubah, jalanilah tiga hal ini: sekolah, banyak-
banyak membaca Al Qur’an, dan berkelana.” Aku paham sekolah
dan membaca Qur’an dapat mengubah orang karena di sanalah
tersimpan kristal-kristal ilmu.Baru di sini, di Rumania, aku dapat
menggenapi arti pesan itu.”8
Sekolah mempunyai peranan penting dalam pembentukan
sikap anak hingga dewasa. tentu dari peranan sekolah mereka
dapat memelihara budaya yang mereka miliki. Karena sekolah
merupakan penyambung sejarah masa lalu dan masa depan budaya
yang dimiliki. Lingkungan sekolah dan keluarga merupakan
lingkungan yang sangat mempengaruhi nilai-nilai budaya. Karena
sekolah dan budaya dapat terbentuk komunikasi antar agama dan
budaya, meskipun sekolah dan keluarga merupakan organisasi
yang terkecil.
8Andrea Hirata, Edensor, h. 230
65
C. Analisis Komponen Gegar Budaya (Culture Shock) dan Masalah
Penyesuaian Diri dalam Novel Edensor
Gegar budaya atau kejutan budaya dialami oleh orang-orang yang
berpindah pekerjaan atau lingkungan baru. Gegar budaya bisa terjadi
karena kehilangan cues atau tanda dan lambang-lambang pergaulan sosial.
Dengan kehilangan cues atau tanda-tanda pada kehidupan sehari-harinya,
maka seseorang tersebut akan kesulitan untuk berinteraksi di lingkungan
barunya. Kebiasaan dan gaya hidup dari budaya asal sudah tidak berguna
lagi ketika berpindah dilingkungan baru. Karena faktor tersebut maka
orang yang berada lingkungan baru akan mengalami gegar budaya.
Kesulitan dalam berkomunikasi juga menjadi penyebab seseorang
mengalami gegar budaya. Perbedaan bahasa akan mengarahkan seseorang
frustasi.
a. Faktor pemicu perilaku gegar budaya
Menurut Dayakisni, faktor pemicu perilaku gegar budaya adalah:
1. Kehilangan tanda-tanda budaya
Tokoh dalam novel Edensor ini juga mengalami
gegar budaya ketika berpindah ke Eropa. Ketika mereka
kesulitan menemui Simon Van Der Wall dan kesulitan
masuk gedung karena ada masalah bahasa. Mereka di usir
dan tidak punya tempat untuk tinggal sehingga mereka
kedinginan ditengah cuaca yang ekstrem. Dari peristiwa ini,
sang tokoh mengalami dua penyebab yang menjadi pemicu
66
tokoh Ikal dan Arai mengalami gegar budaya yaitu
kehilangan cues atau tanda-tanda budaya yang dikenalnya.
Berikut salah satu kutipan yang terdapat dalam novel
Edensor:
“Ikal dan Arai memasuki halaman apartemen dan
tertegun didepan pintu yang membingungkan. Diketuk
berkali-kali, tidak ada respon, diputar gagangnya, terkunci,
didorong, macet. Ikal melihat dari kaca jendela, tampak
beberapa orang berbincang.Karena merasa tak kenal
mereka pun tidak membukakan pintu dan kembali
mengobrol. Begitulah negeri yang individualis.”9
Kebiasaan maupun kebudayaan dinegara lain
berbeda dengan negara asalnya. Seseorang akan kehilangan
tanda-tanda kebudayaan dinegara asalnya, maka dia akan
mengalami kebingungan dilingkungan barunya tersebut.
2. Putus komunikasi antar pribadi
Penyebab putusnya komunikasi antar pribadi yang
menjadi faktor penting adalah bahasa. Bahasa merupakan
alat penting untuk berinteraksi dengan orang lain, jika
seseorang mengalami kesulitan bahasa dalam
berkomunikasi. Maka seseorang akan mengalami frustasi
dan kecemasan yang berujung pada gegar budaya.
“Ikal mencari bel disekitar pintu, tidak ada. Yang
ada hanyalah deretan kotak kecil, nomor-nomor lantai
gedung, tombol-tombol, speaker, dan label nama. Lalu Ikal
9 Andrea Hirata, Edensor, h. 58
67
memencet tombol bertuliskan Van Der Wall orang yang
harus mereka hubungi untuk menempati apartemen dan
yang terdengar hanya bunyi dreeeettt disambut suara
seseorang dispeaker dengan bahasa yang tidak dimengerti
Ikal. Setiap Ikal menekan tombol suara itu terdengar lagi,
hingga Ikal meminta orang yang mempunyai suara tersebut
berbicara dalam bahasa inggris. Akhirnya pintu itupun
terbuka, bunyi dreettt yang mereka dengar adalah alarm
untuk membuka pintu.”10
Seperti pada kutipan diatas bahwa masalah kecil
dan sederhana bisa menimbulkan frustasi karena terkendala
bahasa. Sederhana saja perkara pintu itu, tapi karena
kesulitan bahasa dan budaya perkara pintu yang mudah
menjadi sulit sekaligus menimbulkan masalah Bahasa
merupakan alat terpenting agar komunikasi dapat tercapai
dan pesan yang disampaikan dapat dimengerti.
3. Krisis Identitas
Jika seseorang tinggal di luar negeri yang tentu saja
budaya dan gaya hidupnya berbeda dengan negara asalnya,
maka seseorang akan mengalami krisis identitas. Dalam
masa krisis identitas tersebut seseorang akan mencari
identitas budayanya karena merasa rindu akan budaya
sendiri. Peneliti menemukan pencarian identitas tokoh saat
mengalami krisis identitas ketika mereka berada di Eropa.
Sehingga ketika mereka mengunjungi toko musik di
10
Andrea Hirata, Edensor, h. 59
68
kawasan elite L’Avenue des Champs-Elysees dan
menemukan compact disk Anggun C. Sasmi, sang tokoh
sangat gembira. Inilah salah satu contoh krisis identitas
yang terdapat dalam novel ini.
“Kami sering iseng menanyakan pada orang Prancis
apakah mereka mengenal Anggun. “La Neige au Sahara!”
pekik mereka. Semua orang mengenal perempuan Jakarta
nan hebat itu. Jika aku belajar sampai dini hari dan radio-
radio FM Paris mengudarakan lagu “La Niege au Sahara”,
aku berhenti membaca, kututup bukuku, kupejamkan
mataku.”11
Sikap patriotisme akan muncul jika seseorang
berada jauh dari negara asalnya. Dia akan rindu dan
bahagia ketika menemukan sosok yang mampu
membanggakan negara asalnya. Seperti contohnya atlet
olahraga, musisi, ataupun penyanyi.
b. Tahapan Gegar Budaya
Menurut Kalvero Oberg untuk mengamati pertemuan dengan
orang-orang baru yang berbeda budaya berlangsung dalam empat
tahap.
1. Fase Optimistic
Fase Optimistik merupakan fase yang berisi kegembiraan, rasa
penuh harapan ketika individu memasuki budaya baru. Dalam fase ini,
individu mulai gembira melihat pertunjukan, tempat-tempat wisata
11
Andrea Hirata, Edensor, h. 87-88
69
dan akan dimanjakan dengan suasana yang indah di lingkungan
barunya. Dalam komunikasi antar budaya, ketika individu berada di
lingkungan baru maka individu tersebut merasa bahagia dan menaruh
harapan ditempat barunya itu dimana mimpi-mimpinya itu akan
terwujud. Seperti naskah cerita yang terdapat dalam kutipan berikut:
“Jalan tempat berparade, pamer kejayaan, juga tempat
menggelandang. Jalan tempat lari dari kenyataan, tempat mencari
nafkah. Orang hilir mudik di jalan, mereka bergerak indah, melamun,
riang, dan berduyun-duyun, siapa mereka? Ke manakah mereka?
Jalanan seperti panggung dengan kemungkinan konfigurasi dekorasi
yang amat luas. Semua kemungkinan seni dapat ditampilkan di
jalanan.Seniman jalanan menghadapi tantangan seni terbesar.”12
“Kudekati Eiffel, kusentuhkan tanganku padanya. Ia masih
tak peduli. Apalagi sekarang, ia makin cantik karena matahari
merekah menghangatkan lengan-lengan perkasanya yang hitam
berkilat-kilat. Kawan, mimpi-mimpi telah melontarkan kami sampai
ke Prancis.”13
Seminggu berada dilingkungan baru dalam gegar budaya atau
kejutan budaya masih terhitung dalam tahap bulan madu (fase
optimistic). Seperti yang sudah digambarkan, pada fase optimistic,
seseorang yang berada dilingkungan baru merasa gembira dan
mempunyai harapan dilingkungan barunya tersebut ia akan
menemukan tempat yang indah dan orang-orang yang bersahabat.
2. Masalah Cultural
Dalam fase ini mulai bermunculan masalah-masalah baru yang
dihadapi. Mulai dari kesulitan dengan budaya di lingkungan baru,
12
Andrea Hirata, Edensor, h. 55 13
Andrea Hirata, Edensor, h. 79
70
kesulitan bahasa, dan kesulitan menghadapi orang-orang dilingkungan
tersebut. Masalah pertama adalah kesulitan bahasa, masalah itu
muncul ketika tokoh Ikal dan Arai mendatangi apartemen yang akan
mereka tempati. Berikut kutipan cerita yang terdapat dalam novel ini:
“Ikal dan Arai memasuki halaman apartemen dan tertegun
didepan pintu yang membingungkan. Diketuk berkali-kali, tidak ada
respon, diputar gagangnya, terkunci, didorong, macet. Ikal melihat
dari kaca jendela, tampak beberapa orang berbincang.Karena merasa
tak kenal mereka pun tidak membukakan pintu dan kembali
mengobrol.Begitulah negeri yang individualis.
Ikal mencari bel disekitar pintu, tidak ada. Yang ada hanyalah
deretan kotak kecil, nomor-nomor lantai gedung, tombol-tombol,
speaker, dan label nama. Lalu Ikal memencet tombol bertuliskan Van
Der Wall orang yang harus mereka hubungi untuk menempati
apartemen dan yang terdengar hanya bunyi dreeeettt disambut suara
seseorang dispeaker dengan bahasa yang tidak dimengerti Ikal. Setiap
Ikal menekan tombol suara itu terdengar lagi, hingga Ikal meminta
orang yang mempunyai suara tersebut berbicara dalam bahasa inggris.
Akhirnya pintu itupun terbuka, bunyi dreettt yang mereka dengar
adalah alarm untuk membuka pintu. Sederhana saja perkara pintu itu
tapi karena kesulitan bahasa dan budaya perkara pintu yang mudah
menjadi sulit sekaligus menimbulkan masalah.”14
Dalam gegar budaya pada fase ini individu mulai mengalami
penyakit gegar budaya timbul rasa frustasi karena kehilangan tanda-
tanda budaya asalnya. Individu mulai menganggap orang-orang
disekitarnya individualis dan tidak peduli dengan kesulitan yang
dialaminya. Seperti naskah cerita yang terdapat pada novel berikut ini:
“Saya sudah berulang kali mengonfirmasi kedatangan kalian
pada Jakarta, tak ada jawaban
“Memang ada kamar kosong, tapi sistem di sini tidak bekerja
seperti ini.
“Impossible,”
14
Andrea Hirata, Edensor, h. 58-59
71
“Ini hari Minggu, kebetulan saja saya ada di kantor. Jika tidak,
bahkan kalian tak bisa melewati pagar itu!”15
Fase kedua merupakan fase dimana masalah dan kesulitan di
lingkungan baru mulai bermunculan. Masalah bahasa, orang-orang
yang tidak peduli, dan budaya baru. Hal itu merupakan tantangan
yang harus dihadapi ketika berada dilingkungan yang berbeda budaya.
Seperti yang dihadapi tokoh Ikal dan Arai ketika tidak mendapatkan
tempat untuk tidur. Tokoh Ikal dan Arai yang seumur hidupnya tidak
pernah melihat salju. Terpaksa harus menyesuaikan dengan
lingkungan baru yang ekstrem meskipun nyawa sebagai taruhannya.
Pada fase ini individu dituntut untuk mulai menyesuaikan diri dengan
lingkungan barunya. Seperti naskah cerita yang dapat dilihat dalam
kutipan berikut ini:
“Namun, tubuhku makin lemah, lorong putih berkelebat-
kelebat dalam pandanganku.Beginikah rasanya ajal? Kesadaranku
timbul tenggelam. Aku berusaha menguatkan diri, aku tak mau mati!
Tak mau mati konyol seperti ini di hari pertama petualanganku! Aku
masih ingin mengelana Eropa sampai Afrika, aku mau kuliah di
Sorbonne, aku belum menemukan A Ling!16
Dari kutipan diatas, peneliti dapat mengambil kesimpulan
bahwa pada fase ini meskipun menemui banyak masalah dan kesulitan
masih ada rasa optimistik pada individu yang mengalami gegar
budaya. Masalah dengan lingkungan baru berikutnya adalah ketika
15
Andrea Hirata, Edensor, h. 60 16
Andrea Hirata, Edensor, h. 64-65
72
tokoh mendatangi Kantor Uni Eropa untuk bertemu dengan Dr.
Woodward. Delegasi berbagai bangsa berkumpul di kantor Uni Eropa.
Para Delegasi terlihat terpelajar dan percaya diri, mereka
menggunakan atribut tradisinya masing-masing. Namun, tokoh
melihat delegasi Indonesia seperti tidak percaya diri dan dirasa tidak
penting ditengah-tengah delegasi bangsa yang terpelajar dan cerdas.
Pada fase ini, individu merasa dirinya asing dilingkungan barunya
dengan orang-orang sekitarnya yang terpelajar dan percaya diri.
Individu merasa dirinya asing dan tidak dipedulikan. Hal ini dapat
dilihat dalam kutipan novel seperti berikut:
“Delegasi berbagai bangsa disambut para intrepeter yang
terpelajar.Bahasa-bahasa asing hiruk pikuk. Delegasi Afrika hadir
dengan atribut-atribut tradisinya: para wanita mengenakan amunia,
amdu, dan bubu berwarna warni dengan ikat kepala tinggi-tinggi. Pria-
prianya berselempang panjang, berjubah yoruba, babariga, dan bertopi
asa oke. Setelah itu, bergelombang kelompok orang dengan tanda
pengenal Dominician Republic. Wajah mereka optimis menatap masa
depan. Terakhir, dipintu masuk untuk orang-orang yang kurang
penting, dipojok sana terlihat segelintir manusia yang tidak asing.
Mereka sering bertengkar soal minyak tanah di televisi Tanah Air.
Mereka kelihatan semakin tidak penting dengan sosoknya yang kecil
di antara raksasa hitam dan putih. Agak berbeda dengan delegasi lain,
mereka kurang percaya diri, sedikit malu-malu, tertunduk-tunduk
memasuki kantor Uni Eropa.”17
Pada kutipan tersebut terlihat sang tokoh melihat negaranya
sendiri yaitu bangsa Indonesia tampak lemah dan kurang percaya diri
dibandingkan bangsa lain. Bangsa Indonesia sejatinya mampu bersaing
17
Andrea Hirata, Edensor, h. 68
73
dengan bangsa lain, namun Indonesia hanya perlu kepercayaan diri
yang tinggi sebagai bekalnya. Ketika individu berada dinegara lain,
maka individu tersebut akan mulai rindu dan peduli dengan negaranya
meskipun terkadang menganggap negaranya lebih lemah jika
dibandingkan dengan negara lain.
Dalam gegar budaya dengan adanya kesulitan-kesulitan yang
dihadapi Indiviu pada lingkungan dan budaya barunya. Maka, rasa
cinta pada negaranya muncul dalam diri mereka. Didalam novel ini
peneliti dapat melihat sang tokoh sangat gembira karena menemukan
album Anggun C. Sasmi di antara compact disk musisi dunia. Sang
tokoh merasa bangga hidup di Indonesia. Jiwa Patriotiknya muncul
karena seorang vokalis Indonesia dan saat berada di negeri orang.
Seperti yang terdapat dalam kutipan berikut:
“Kami sering iseng menanyakan pada orang Prancis apakah
mereka mengenal Anggun. “La Neige au Sahara!” pekik mereka.
Semua orang mengenal perempuan Jakarta nan hebat itu. Jika aku
belajar sampai dini hari dan radio-radio FM Paris mengudarakan lagu
“La Niege au Sahara”, aku berhenti membaca, kututup bukuku,
kupejamkan mataku.”18
Pada fase ini individu berada pada fase dimana masalah-
masalah pada lingkungan barunya bermunculan. Ketika menghadapai
kesulitan dan krisis identitas, maka rasa rindu dan jiwa patriotiknya
akan muncul pada diri individu itu.
18
Andrea Hirata, Edensor, h. 87-88
74
3. Fase Recovery
Fase ini merupakan fase pemulihan setelah masalah-masalah
dan kesulitan yang telah dihadapi individu dilingkungan barunya.
Individu mulai belajar bahasa dan adat kebiasaan budaya baru,
sehingga perasaan ketidakpuasannya mulai luntur. Ketika seseorang
menuntut ilmu di Negara asing maka terdapat mahasiswa-mahasiswa
dari beragam bangsa, dari berbagai bangsa yang tentu saja budaya
mereka dan bahasa mereka pun berbeda. Sehingga membuat
seseorang akan dengan sendirinya belajar budaya dan perilaku yang
dibawa mahasiswa dari negara asalnya. Seperti yang terdapat pada
kutipan berikut:
“Pertama adalah mahasiswa Inggris atau The Brits.The Brits
paling banyak berbicara dikelas. Belum selesai dosen berbicara sudah
tunjuk tangan.Ini karena sekolah mereka membiasakan berbeda
pendapat secara positif sejak dini. Kebanyakan orang Inggris
perangainya primordial. Mahasiswa dari negeri Paman Sam Amerika
cenderung mendominasi, intimidatif, penuh intrik untuk mengambil
alih kendali. Sedangkan mahasiswa asal Jerman sangat disiplin dan
perfectionis, mereka tak pernah ribut, selalu hadir sepuluh menit
sebelum acara. Seperti yang terdapat dalam kutipan ini:
Lain lagi dua mahasiswi asal Holland, nilai mereka selalu
sempurna mampu mengalahkan mahasiswa Jerman. Namun, mereka
rendah hati dan tak pernah mengangguk-angguk sok tahu,
dandanannya pun ketinggalan zaman. Hanya sesekali keningnya
berkerut, seperti tak setuju dengan ucapan dosen.Tapi tak lantas
menunjuk untuk protes seperti The Brits dan mahasiswa Paman Sam.
Pribadi-pribadi yang mengesankan diperlihatkan tuan rumah,
mahasiswa Prancis. Mereka seperti terinspirasi semangat revolusi
Prancis, kebebasan, persamaan, dan persaudaraan, maka mereka
memandang tinggi persahabatan. Ikal menyebutnya The Pathetic
Four, empat makhluk menyedihkan penghuni jajaran bangku paling
depan. Jika dosen menjelaskan, mereka berulang kali bertanya soal
remeh temeh, sampai menjengkelkan.Beginilah akibat penguasaan
bahasa asing ilmiah yang memalukan dan efek gizi buruk masa
75
balita.Mereka itu Monahar Vikram Raaj Chauduri Manooj, Pablo
Arian Gonzales, Ninochka Stronovsky, dan Ikal.
MVRC Manooj berkulit legam, kurus tinggi, dan berwajah
jenaka tipikal India. Jika ia menggoyang kepalanya terus menerus
artinya sedang menghormati kawan bicaranya. Gonzales bertubuh
gemuk pendek, kakinya pengkor, berambut keriting tebal. Gonzales
berasal dari keluarga pandai besi di Guadalajara, daerah miskin di
Amerika Utara. Dan Ninochka gadis kecil kurus, berasal dari Georgia,
negara miskin yang baru memerdekakan diri dari cengkeraman Rusia.
Sering Ikal merasa heran. Kawan-kawannya The Brits, mahasiswa
Paman Sam, kelompok Jerman , dan Belanda adalah pub Crawler.
Mereka senang bermabuk-mabukan dan tak pernah terlihat tekun
belajar, namun mereka sangat unggul dikelas. Ikal merasa hidupnya
sudah disiplin dan selalu belajar dengan giat jarang dapat melebihi
nilai mereka.”19
Peneliti melihat jika setiap masalah dan kesulitan yang
dihadapi di lingkungan baru mampu dihadapi, maka seseorang tersebut
akan mampu menyesuaikan dengan budaya baru atau lingkungan baru
tersebut, dengan cara terus belajar dan bergaul dengan orang-orang
disekitarnya. Individu mulai belajar bahasa dan budaya baru dari
beragam bangsa. Mengamati mahasiswa dengan beragam budaya dan
bangsa. Disitulah individu dapat belajar budaya-budaya baru dan nilai
yang terkandung dalam setiap budaya tersebut.
4. Fase Penyesuaian
Pada fase ini individu mulai dapat menyesuaikan diri dengan
budaya barunya (nilai-nilai, adat khusus, pola komunikasi, keyakinan,
dan lain-lain). Seperti yang terdapat pada novel ini. Tokoh Ikal sudah
dapat menyesuaikan dengan budaya dan lingkungan barunya di
19
Andrea Hirata, Edensor, h. 99
76
Perancis. Individu mulai mempelajari budaya-budaya yang ada
dilingkungan barunya. Mulai dari bahasa, nilai-nilai, pola komunikasi,
adat kebiasaannya, dan lain sebagainya. Setelah melalui fase recovery
individu mulai dapat menyesuaikan diri dengan budaya dilingkungan
yang ditempatinya. Individu mulai bergaul dengan orang-orang
dilingkungan yang dia tempati. Maka pandangan negatif yang pernah
ada mulai luntur. Selain sudah dapat bergaul dengan warga pribumi,
pada fase ini individu mulai dapat menyesuaikan budaya dan perilaku
warga pribumi. Bagi mahasiswa seperti yang digambarkan dalam
novel ini, struktur belajar Indonesia dengan Eropa berbeda.
Mahasiswa asal negara lain pun dituntut untuk dapat menyesuaikan
gaya belajar Universitas Sorbonne.
“Belajar di Tanah Air dengan di Sorbonne tentu saja berbeda.
Di Sorbonne Ikal mulai menyesuaikan diri. Setiap hari Ikal diracuni
ilmu, Ikal merasa tertantang untuk memacu kreativitas dalam bidang
yang ia tekuni. Ikal menyimak kuliah selama dua jam tapi pengetahuan
yang didapatnya senilai kuliah satu semester di Tanah Air. Gairah
menuntut ilmu di Sorbonne tidak hanya dialami Ikal saja, Arai juga
merasakan hal yang sama. Bermalam-malam Arai tak tidur karena
tergila-gila pada riset protein Sitokrom-C.Unsur penting yang
mendasari kelangsungan hidup organisme.Begitulah yang dikatakan
Arai kepada Ikal.
“Tahukah kau, Ikal?!Hasil riset Sitokrom-C ini dapat menjadi
kanon yang merontokkan bangunan absurditas teori-teori kaum
evolusionis,” lagaknya menceramahiku.
Demi semangat persaudaraan, aku berpura-pura paham.Arai
bersemangat.Sampai pucat wajahnya karena tak henti menelaah
hipotesis Harun Yahya.”20
20
Andrea Hirata, Edensor, h. 137
77
Pada fase ini Individu sudah mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungannya dan belajar menyesuaikan dengan kebudayaan yang
ada pada lingkungan tersebut. Meskipun kebudayaan yang dia pelajari
akan dia tinggalkan ketika individu tersebut pulang kekampung
halaman. Penyesuaian diri dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu
bergaul dengan orang-orang sekitar, bekerja, berwisata, dan lain-lain.
Peneliti menemukan kutipan di novel Edensor ketika Ikal dan Arai
bekerja mengumpulkan uang untuk menjelajah Eropa.
“Aku dan Arai sibuk seperti tupai mengumpulkan biji-biji
pinang. Kami banting tulang mencari uang. Melalui persengkokolan
dengan beberapa imigran gelap, aku mendapat pekerjaan part time
sebagai door man, tukang buka pintu di Restoran La Jaconde di
Goncourt.Meskipun seragamku sangat anggun, lengkap dengan topi
tingginya, dan ayahku pasti bangga melihatnya, namun pekerjaan door
man adalah pekerjaan yang mengerikan.”21
Setelah mampu melewati fase recovery atau fase pemulihan
tentunya seseorang tersebut sudah mampu untuk melewati fase
penyesuaian dengan lingkungan barunya. Seperti yang terdapat dalam
novel Edensor. Tokoh Ikal dan Arai menghabiskan liburan musim
panas dengan menjelajah Eropa. Sudah menjadi kebudayaan
masyarakat Eropa ketika musim panas berwisata. Tokoh Ikal dan Arai
menjelajah Eropa dengan menampilkan seni jalanan dengan teman-
temannya. Menjelajah Eropa tentunya akan menghadapi budaya-
budaya baru dan medapatkan tantangan untuk menyesuaikan budaya-
21
Andrea Hirata, Edensor, h. 148
78
budaya baru yang dihadapinya. Seperti kutipan naskah yang terdapat
dalam novel berikut ini:
Di pelataran Colosseum Verona Ikal dan Arai mengambil pose
persis patung perunggu Juliette, mereka menjadi Ikan duyung yang
merana karena cinta terlarang. Di Juliette Balcony Ikal membuktikan
bahwa seseorang bisa percaya dengan romansa kekuatan cinta. Disana
jika ingin langgeng, pasangan yang sedang jatuh cinta harus mengusap
dada patung Juliette. Dalam sekejap, pertunjukkan Ikal dan Arai
dikelilingi pasangan yang sedang jatuh hati. Mulanya sepasang kekasih
berbahasa Mandarin mendekati Ikal dan mengusap dada Ikal dan Arai
hingga penonton lain pun mengikuti aksinya.
“ Celaka, tindakan perempuan Tionghoa itu diikuti pasangan
lainnya. Penonton menghampiri dan tanpa sungkan mengusap dadaku
dan Arai seolah kami patung Juliette. Silih berganti, puluhan orang
meraba dada kananku, sebagian mengusap, ada yang mencubit, bahkan
meremas sambil cekikikan.Aku kesakitan dadaku panas, merah, dan
perih.”22
Dalam komunikasi antar agama dan budaya untuk mengatasi
ketika individu mengalami gegar budaya di luar negeri atau
lingkungan baru dengan cara menggunakan teori U dan model cultur
learning. Teori U dapat juga disebut dengan model pseudo medical.
Dalam teori ini ada tiga fase untuk mengatasi gegar budaya, yaitu fase
optimisme, frustasi, dan penyesuaian. Peneliti menemukan bahwa
tokoh Ikal dan Arai mengatasi gegar budaya dengan menggunakan
teori U. Pada cerita awal sang tokoh optimis mampu mendapatkan
beasiswa ke Eropa seperti yang diimpikannya dan mampu
mengalahkan besarnya Eropa dengan penjelajahannya. Namun, setelah
di Eropa sang tokoh Ikal dan Arai mendapatkan berbagai masalah dan
kesulitan yaitu kehilangan tanda-tanda budaya, kesulitan dalam
berkomunikasi, sikap individualitas yang sangat berbeda dengan
22
Andrea Hirata, Edensor, h. 252
79
budaya. Dengan semangat yang tinggi, tokoh Ikal dan Arai mampu
mengalahkan semua gangguan yang dihadapinya. Tokoh Ikal dan Arai
mampu menyesuaikan budaya Eropa dengan belajar budaya mereka.
Agar bisa dengan mudah bergaul dan mengerti budaya mereka.
D. Analisis Hasil Pertarungan antar Budaya dalam Novel Edensor
Setelah peneliti menganalisis novel ini menggunakan struktur
narasi Tzvetan Todorov dan menggunakan komponen komunikasi antar
budaya, peneliti menemukan bahwa didalam novel ini terdapat
pertarungan antar budaya dan sang tokoh mengalami gegar budaya ketika
berada di negara Eropa. Ketika seseorang memiliki latar belakang budaya
berbeda berada dalam situasi dan kondisi yang tidak biasa, maka
seseorang cenderung akan mengalami gegar budaya. Gegar budaya
merupakan penyakit ketika seseorang berada dilingkungan baru lalu
frustasi karena kehilangan lambang atau tanda-tanda budaya yang
dimilikinya.
Dengan keadaan tersebut diatas, maka seseorang akan kesulitan
dalam berkomunikasi dengan orang yang ada dilingkungan tersebut. Jika
hal itu terjadi, maka seseorang itu akan merasa dikucilkan oleh warga
sekitar dan menganggap orang sekitarnya individual tidak mengerti
kesulitan yang ia hadapi. Seperti yang dihadapi sang tokoh dalam novel
Edensor ini. Ketika sang tokoh mendatangi apartemen yang akan
ditempati, namun kesulitan untuk masuk karena penuh dengan tombol
80
yang dia sendiri tidak mengetahui fungsinya. Di apartemen tersebut
banyak orang yang sedang berbincang, namun tidak ada yang mau
membantu, hanya menoleh tidak peduli. Sang tokoh merasa dikucilkan
dengan sikap orang-orang tersebut menganggap orang-orang ditempat itu
individualis dan acuh tak acuh. Dan disamping tombol-tombol tersebut
terdapat suara yang tidak diketahui karena menggunakan bahasa perancis.
Menurut peneliti, sang tokoh mengalami gegar budaya karena kehilangan
tanda yang dimilikinya ketika sang tokoh tidak tahu cara membuka pintu
diapartemen itu dan mengalami kesulitan bahasa.
Kesulitan dan masalah yang dihadapi sang tokoh merupakan gegar
budaya. Gegar budaya kebanyakan dialami ketika seseorang berada diluar
negeri. Latar belakang yang jauh berbeda dari negara asal menjadi
hambatan bagi seseorang dalam beradaptasi dilingkungan barunya. Namun
ketika seseorang sudah berada cukup lama dinegara lain, maka seseorang
akan berusaha untuk menyesuaikan budaya dinegara tersebut. Dengan cara
belajar budaya dinegara tersebut dan bergaul dengan orang dilingkungan
sekitar yang di tempati.
Peneliti menemukan beberapa kelebihan dalam novel Edensor ini
yang peneliti rangkai menggunakan analisis narasi. Analisis narasi
mempunyai sejumlah kelebihan. Pertama, analisis narasi dapat
menggambarkan bagaimana pengetahuan dan makna yang terdapat dalam
novel Edensor, sehingga peneliti dapat memahami pesan komunikasi antar
agama dan budaya yang dinarasikan dalam skripsi ini. Dengan analisis
81
narasi, peneliti dapat menggambarkan peristiwa sesuai dengan nilai yang
ada didalam masyarakat. Masyarakat pada umumnya tidak bangga dengan
budaya sendiri, sehingga kurang percaya diri ketika berada di negara lain.
Mereka menganggap budaya negaranya buruk dan kuno. Karena kurang
percaya diri itulah, ketika berada di negara lain individu itu menderita
culture shock. Seseorang itu akan merasa dikucilkan ketika menghadapi
kesulitan-kesulitan merasa tidak ada yang peduli padanya. Akan tetapi
ketika seseorang merasa dikucilkan di negara lain, maka tanpa sadar
individu tersebut rindu dengan negaranya sehingga jiwa patriotismenya
akan muncul dan negaranya sangat berarti bagi kehidupannya.
Kedua, memahami bagaimana dunia sosial dan politik diceritakan
dalam pandangan tertentu yang dapat membantu untuk mengetahui
kekuatan dan nilai sosial yang dominan dalam masyarakat. Dalam suatu
cerita kelompok yang berkuasa lebih terlihat dibandingkan kelompok yang
tidak berkuasa. Dalam kehidupan bermasyarakat kelompok yang berkuasa
juga lebih dikenal. Dengan analisis narasi peneliti juga dapat mengetahui
kekuatan sosial politik yang berkuasa. Pada novel ini, Andrea Hirata
menceritakan ketika menjelajah Eropa dan harus bertemu dengan budaya
yang berbeda-beda dan masyarakat disana dikenal dengan masyarakat
yang individualis tidak peduli dengan kesulitan orang lain. Sehingga
warga asing dianggap tidak berkuasa dan mereka tidak mau peduli dengan
masalah yang dihadapi orang asing. Merekalah warga pribumi yang
berkuasa di negara mereka.
82
Ketiga, dengan analisis narasi penulis dapat melihat cerita-cerita
yang tersembunyi dari suatu teks. Cerita yang terdapat pada novel terdapat
nilai-nilai yang ingin ditonjolkan oleh Andrea Hirata. Nilai-nilai yang
ingin ditonjolkan oleh Andrea Hirata adalah nilai-nilai budaya yang
menjadi identitas suatu bangsa. Seperti contoh ketika Andrea Hirata
berbicara dengan foto Rhoma Irama yang dia tempel di dinding kamar
apartemennya. Dangdut merupakan satu identitas budaya Indonesia yang
harus dilestarikan. Andrea Hirata menonjolkan nilai budaya yang
tersembunyi melalui cerita yang sederhana dengan foto Rhoma Irama yang
dipajang di Apartemennya. Meskipun sosok Ikal berada jauh dari
Indonesia, dia tetap bangga dengan dangdut sebagai salah satu identitas
budaya Indonesia. Melalui susunan alur cerita awal, tengah, dan akhir
peneliti dapat memahami apa yang ingin disampaikan Andrea Hirata
dalam novel ini.
Keempat, analisis narasi dapat merefleksikan perubahan
komunikasi. Cerita yang sama mungkin bisa diceritakan berulang-ulang
dengan cara dan waktu yang berbeda. Perubahan narasi menggambarkan
kontinuitas atau perubahan nilai yang terjadi pada masyarakat. Di dalam
novel ini Andrea Hirata menceritakan betapa tidak habis pikir dengan gaya
hidup yang bahkan dapat menjadi suatu budaya orang Prancis yang
menikah namun tidak ingin mempunyai anak. Tujuan membina rumah
tangga adalah menginginkan seorang anak agar mempunyai keturunan
atau generasi penerus. Namun yang terjadi di Perancis adalah sebaliknya.
83
Sedangkan di Indonesia warga yang sudah berkeluarga ingin mempunyai
keturunan yang banyak agar mempunyai saudara banyak karena mereka
berpikir bahwa mempunyai banyak anak maka rezeki yang datang juga
akan semakin banyak. Melalui analisis narasi peneliti dapat menganalisis
perubahan narasi sebagai bentuk dari perubahan nilai budaya yang ada
dalam masyarakat.
84
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Novel ini menggunakan alur maju, sehingga ceritanya mudah diikuti
dan dimengerti. Tzvetan Todorov membagi alur menjadi tiga bagian.
Pertama alur awal, dalam novel ini alur awal bercerita tentang masa kecil
sang tokoh hingga tamat perguruan tinggi. Alur awal merupakan alur
keseimbangan, novel ini menceritakan mimpi-mimpi yang ingin diraih
sang tokoh salah satunya adalah mimpinya untuk menjelajah Eropa dan
kisah cinta masa remajanya. Kedua adalah alur tengah, alur tengah
merupakan alur gangguan atau adanya kekacauan dalam cerita. Pada novel
ini diceritakan ketika sang tokoh mendapatkan beasiswa di Universitas
Sorbonne Perancis. Disanalah sang tokoh menghadapi kesulitan dan
berbagai masalah. Ketiga adalah alur akhir, alur akhir merupakan alur
keseimbangan. Dalam novel ini sang tokoh sudah berhasil menyesuaikan
diri dengan kebudayaan Perancis dan sudah berhasil menyelesaikan
studinya di Universitas Sorbonne Perancis.
2. Gegar budaya dialami sang tokoh karena adanya kesulitan-kesulitan dan
masalah yang dihadapi di lingkungan baru yaitu ketika berada di Eropa.
Dalam analisis ini, penulis dapat menyimpulkan bahwa, sang tokoh
mengalami gegar budaya karena kehilangan tanda-tanda budaya mereka
yaitu budaya Indonesia, kesulitan dalam berkomunikasi yang menjadi
84
85
faktor penyebabnya adalah bahasa dan karena mereka mengalami krisis
identitas ditengah budaya Eropa. Namun, sang tokoh dapat menghadapi
kesulitan dan dapat beradaptasi dengan budaya Eropa sehingga mampu
mengatasi gegar budaya yang dialami.
B. Saran-Saran
1. Kepada Pengarang, secara umum pada bagian belakang buku maupun
novel terdapat biodata pengarang. Namun, dalam novel ini hanya terdapat
penjelasan tetralogi Laskar Pelangi dan penghargaan yang diterima
pengarang. Padahal dengan melampirkan biodata, pembaca dapat
mengenal lebih dekat dengan pengarang. Ada beberapa kata yang
menggunakan istilah asing, sehingga sulit untuk dipahami.
2. Kepada para pembaca novel, sebaiknya membaca novel tidak hanya
dibaca hanya untuk hiburan saja atau mengisi waktu kosong. Melainkan
ditelaah agar dapat mengerti makna dalam novel tersebut. Sehingga dapat
mengambil sisi positif dari novel yang dibaca.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, Bustanudin, Agama dalam Kehidupan Manusia, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2006), cetakan ke 1
Aminudin, Pengantar Apresiasi Karya Sastra, (Bandung: Sinar Baru, 2009)
Anugrah, Dadan dan Winny Kresnowiati, Komunikasi Antar Budaya Konsep dan
Aplikasinya, (Jakarta: Jala Permata, 2008), cetakan ke 1
AW, Suranto, Komunikasi Sosial Budaya, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010, cetakan
ke-1
Aziez, Furqonul dan Abdul Hasim, Menganalisis Fiksi, (Bogor: Penerbit Ghalia
Indonesia, 2010)
Eriyanto, Analisis Naratif: Dasar-dasar dan penerapannya dalam Analisis Teks
Berita Media, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), cetakan
ke-1
Keraf, Gorys, Argumentasi dan Narasi, (Jakarta: PT Gramedia, 2007), cetakan
ke16
Kutha Ratna, Nyoman, Teori Metode dan Teknik Penelitian Sastra dari
Strukturalisme hingga Postrukturalisme, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2004)
Kutha Ratna, Nyoman, Sastra dan Cultural Studies Representasi Fiksi dan Fakta
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), cetakan ke 3
Liliweri, Alo, Dasar-Dasar Komunikasi Antar Budaya, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2007), Cetakan ke 3
Maryaeni, Metode Penelitian Kebudayaan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005, cetakan
ke 1
Moleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2007)
Muchtar Ghazali, Adeng, Antropologi Agama, (Bandung: Penerbit Alfabeta,
2011)
Mulyana, Deddy dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antar Budaya, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2010), cetakan ke 12
86
87
Nurgiyantoro, Burhan, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 1995), cetakan pertama
Razak,Yusron dan Ervan Nurtawaban, Antropologi Agama, (Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2007)
Roger M. Keesing, Antropologi Budaya suatu perspektif Kontemporer, (Jakarta:
Penerbit Erlangga, 1981)
Selden, Raman, Panduan Pembaca Teori Sastra Masa Kini, (Yogyakarta: Gajah
Mada University Press, 1991)
Sihabudin , Ahmad, Komunikasi Antar Budaya Satu Perspektif Multidimensi,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2011), cetakan ke-1
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2010)
Sumardjo, Jakob, Konteks Sosial Novel Indonesia 1920-1977, (Bandung: Penerbit
Alumni, 1999) cetakan ke 1
Tri Prasetya, Joko, Ilmu Budaya Dasar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), cetakan
ke 3
Website:
http://ericcasavany.blogspot.com/, diakses pada tanggal 24 Juni 2014, pukul
14:53
http://www.21cineplex.com/m/slowmotion/mira-lesmana-dan-riri-rizajaminan
kesuksesan-film,1107.htm, diakses pada tanggal 19 Januari 2014, pukul 14:14
http://www.jawaban.com/news/spiritual/detail.php?id_news=080407123042&of
=3, diakses pada tanggal 13 Februari 2014, pukul 18:32
http://allaboutnovel.wordpress.com/jenis-jenis-novel/, diakses pada tanggal 4 Juni
2014, pukul 11:32
http://profil.merdeka.com/indonesia/a/andrea-hirata/, tanggal 17 Juni 2014,
Pukul 14:36
88
LAMPIRAN-LAMPIRAN
89
LAMPIRAN 1
Sampul Depan Novel Edensor
90
LAMPIRAN 2
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
* Data Pribadi
Nama Lengkap : Miftakhul Aida
Tempat, Tanggal Lahir: Magelang, 27 Agustus 1992
Jenis Kelamin : Perempuan
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Status : Belum kawin/ Mahasiswa
Identitas : KTP no. 3308056708920004
Alamat : Jalan Kebon Kelapa RT 06/11, Grogol Selatan,
Kebayoran Lama
No. Kontak : 081915425878
Email : [email protected]
* Pendidikan Formal
1999-2004 : SDN Bringin 1 Srumbung Magelang
2004-2007 : SMP Trisula Srumbung Magelang
2007-2010 : SMK Ma’arif 2 Sleman Yogyakarta
2010-Sekarang: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
* Pengalaman Organisasi dan Pekerjaan
- Bendahara umum Ikatan Mahasiswa Djakarta periode 2014/2015
- Mengajar di TK/TPA Darut Taqwa Kebayoran lama (2010 sampai
sekarang)
- Freelance Litbang Kompas Gramedia divisi polling
- Survey Kepemimpinan 4 Litbang Kompas Gramedia
No
Lampiran
Perihal
: Istimewa
: I berkas
: Pengajuan Proposal Skripsi
Yang Terhormat,
Tim Seleksi SkripsiFakultas llmu Dalnvah dan Ilmu Komunikasi
:
Ass qlamualailatm worahmatut I ahi wabarakatuhSalam sejahtera dan silaturrahim saya sampaikan, semoga bapak/ibu senantiasa dalam
lindungan Allah Sri,t. Serta selalu su$es dalam menjalankan aktivitas sehari-hari Arniin.selanjtrtrya saya yang bertanda tarlgan di bawah ini:
NamaNIMSernester
Falljurusan
Miftakhul Aida1il0051000045 .
VII (Tujuh)Ilmu Dakwatr dan Komunikasi i KPI
B€rmaksud nrengaj*an judul skripsi "A.NALISIS NARASI PESAN MCRALDALAM IYOYEL EDEi\6OR KARYA ANDREA IilRATA'proposal skripsi ini selanjutnyadihrapkan dapat dilanjutkan sebagai syarat trntrd< mendapatkan gelar S.kom,I dalam jenjangstratasatu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
l. Propoaal Skripsi2. Daftar Pustaka SeflEntara
Demikian permohonan ini saya sarnpaikan atas segala perhatian bapari</ibu saya ucapkanba^iyak terimakmih.
Was s alamtruIaihtm warahmatu IIah i w abarakatuh -
Mengetahui,
Pernohon
MiNIM: 1110051000M5