bab iv pembahasan 4...untuk di gki jendral sudirman penulis melakukan penelitian dengan hadir dalam...

30
54 BAB IV PEMBAHASAN Dalam bab ini akan membahasa mengenai deskripsi tempat penelitian, karakteristik responden, prosedur penelitian, hasil seleksi aitem dan reliabilitas alat ukur, hasil pengukuran dari peubah penelitian, hasil uji asumsi klasik, uji hipotesis dan pembahasan hasil penelitian. 4.1 Deskripsi Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Salatiga dan dalam uji coba penelitian penulis melakukan penelitian di beberapa posyandu lansia. Namun karena ada beberapa kendala misalnya dugaan kristenisasi yang telah dialami penulis beberapa kali dalam proses pengambilan data. Maka untuk penelitian ini, penulis melakukan penelitian di GKI Jendral Sudirman Salatiga, Panti Wreda Yayasan Mandiri Salib Putih, dan Panti Wreda Salib Putih Kopeng. Pada awalnya akan ditambahkan dengan lansia di Panti Wreda Maria Martha. Namun, karena dalam proses pengambilan data semua responden yang masih dapat berkomunikasi tidak bersedia untuk mengisi skala maupun diwawancara, maka penulis tidak mengambil data di panti tersebut. 4.2 Karakteristik Reponden Responden dalam penelitian ini adalah lansia di GKI Jendral Sudirman Salatiga, Panti Wreda Yayasan Mandiri Salib Putih, dan Panti Wreda Salib Putih Kopeng. Merujuk pada data yang diperoleh dari 55 lansia, berikut dipaparkan karakteristik responden berdasarkan usia dan jenis kelamin. 4.2.1 Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin Karakteristik responden lansia di GKI Jendral Sudirman Salatiga, Panti Wreda Yayasan Mandiri Salib Putih, Panti Wreda Salib Putih Kopeng berdasarkan usia dan jenis kelamin disajikan dalam Tabel 4.1.

Upload: others

Post on 03-Nov-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV PEMBAHASAN 4...Untuk di GKI Jendral Sudirman penulis melakukan penelitian dengan hadir dalam beberapa kegiatan lansia seperti latihan kor lansia, Kelas Usia Lanjut yang terbagi

54

BAB IV

PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan membahasa mengenai deskripsi tempat

penelitian, karakteristik responden, prosedur penelitian, hasil seleksi aitem

dan reliabilitas alat ukur, hasil pengukuran dari peubah penelitian, hasil

uji asumsi klasik, uji hipotesis dan pembahasan hasil penelitian.

4.1 Deskripsi Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Kota Salatiga dan dalam uji coba

penelitian penulis melakukan penelitian di beberapa posyandu lansia.

Namun karena ada beberapa kendala misalnya dugaan kristenisasi yang

telah dialami penulis beberapa kali dalam proses pengambilan data. Maka

untuk penelitian ini, penulis melakukan penelitian di GKI Jendral

Sudirman Salatiga, Panti Wreda Yayasan Mandiri Salib Putih, dan Panti

Wreda Salib Putih Kopeng. Pada awalnya akan ditambahkan dengan

lansia di Panti Wreda Maria Martha. Namun, karena dalam proses

pengambilan data semua responden yang masih dapat berkomunikasi tidak

bersedia untuk mengisi skala maupun diwawancara, maka penulis tidak

mengambil data di panti tersebut.

4.2 Karakteristik Reponden

Responden dalam penelitian ini adalah lansia di GKI Jendral

Sudirman Salatiga, Panti Wreda Yayasan Mandiri Salib Putih, dan Panti

Wreda Salib Putih Kopeng. Merujuk pada data yang diperoleh dari 55

lansia, berikut dipaparkan karakteristik responden berdasarkan usia dan

jenis kelamin.

4.2.1 Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin

Karakteristik responden lansia di GKI Jendral Sudirman Salatiga,

Panti Wreda Yayasan Mandiri Salib Putih, Panti Wreda Salib Putih

Kopeng berdasarkan usia dan jenis kelamin disajikan dalam Tabel 4.1.

Page 2: BAB IV PEMBAHASAN 4...Untuk di GKI Jendral Sudirman penulis melakukan penelitian dengan hadir dalam beberapa kegiatan lansia seperti latihan kor lansia, Kelas Usia Lanjut yang terbagi

55

Tabel 4.1.

Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan

Usia dan Jenis Kelamin

No Interval Usia Laki-laki Perempuan Total

1 55-59 tahun 1(1,8%) 1(1,8%) 2 (3,6%)

2 60-64 tahun 4(7,3%) 11(20%) 15 (27,3)

3 65-69 tahun 5(9,1%) 11(20%) 16 (29,1)

4 70-74 tahun 2(3,6%) 5(9,1%) 7 (12,7%)

5 75-79 tahun 1(1,8%) 6(11%) 7 (12,7%)

6 80-84 tahun 1(1,8%) 5(9,1%) 6 (11%)

7 85-89 tahun 0 (0%) 2(3,6%) 2 (3,6%)

Total 14 (25,4%) 41 (74,6%) 55(100%)

Berdasarkan Tabel 4.1 terlihat bahwa dari 55 responden lansia

didominasi oleh perempuan rentang usia 60-69 tahun (56,4%). Sedangkan

laki-laki berada dalam rentang usia 65-69 tahun (29,1%).

4.2.2 Jumlah Lansia Berdasarkan Tempat

Karakteristik responden lansia di GKI Jendral Sudirman Salatiga,

Panti Wreda Yayasan Mandiri Salib Putih, Panti Wreda Salib Putih

Kopeng disajikan dalam Tabel 4.2.

. Tabel 4.2

Jumlah dan Persentase Responden

berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin

No Tempat Laki-laki Perempuan Total

1 GKI Jendral

Sudirman 10(18,2%) 30(54,5%) 40 (72,7%)

2 Salib Putih Kopeng 1(1,8%) 6(10,9%) 7 (12,7)

3 Yayasan Mandiri

Salib Putih 3(5,5%) 5(9,1%) 8 (14,6)

Total 14 (25,5%) 41 (74,5%) 55(100%)

Berdasarkan Tabel 4.2 terlihat bahwa dari 55 responden lansia

didominasi oleh lansia di GKI Jendral Sudirman dengan jumlah lansia

perempuan 30(54,5%), sedangkan lansia laki-laki 10(18,2%).

Page 3: BAB IV PEMBAHASAN 4...Untuk di GKI Jendral Sudirman penulis melakukan penelitian dengan hadir dalam beberapa kegiatan lansia seperti latihan kor lansia, Kelas Usia Lanjut yang terbagi

56

4.3 Prosedur Penelitian

4.3.1 Pengambilan Data Awal

Pada tahap awal, penulis mengumpulkan informasi langsung

dengan beberapa orang tua yang masuk ke dalam kategori usia lanjut di

Kota Salatiga pada bulan Juli 2016. Dari beberapa sumber informasi dan

hasil pengamatan, ditemukan fenomena terkait dengan Subjective Well-

Being Lansia. Pencarian informasi juga diperoleh melalui data puskesmas

dan BPS tahun 2015 untuk data lansia Kecamatan Sidorejo Lor, Kota

Salatiga.

4.3.2 Persiapan Penelitian

Penulis mengirimkan surat izin pada pihak bersangkutan, penulis

mengurus beberapa persyaratan administrasi berupa izin penelitian dari

Program Pasca sarjana Magister Sains Psikologi. Sebelum penelitian

dilakukan uji coba skala psikologi. Uji coba skala psikologi dilakukan pada

30 lansia yang bertempat tinggal di Kecamatan Sidorejo Lor, Kota Salatiga.

Setelah dilakukan uji coba, hasil menunjukkan reliabilitas yang diatas

minimal, namun terdapat aitem yang tidak valid. Sehingga penulis

melakukan perbaikan pada aitem-aitem yang tidak valid tersebut.

4.3.3 Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilaksanakan oleh penulis dalam beberapa

hari yaitu pada tanggal 8 Desember 2016 hingga 20 Desember 2016. Untuk

di GKI Jendral Sudirman penulis melakukan penelitian dengan hadir dalam

beberapa kegiatan lansia seperti latihan kor lansia, Kelas Usia Lanjut yang

terbagi menjadi kelas Selasa, Jumat dan Kamis dan berlangsung setiap satu

bulan sekali. Sementara untuk di panti wreda penulis melakukan penelitian

selama beberapa hari karena ada beberapa lansia yang sering tidak berada

di panti. Dalam penelitian ini penulis menggunakan Skala Subjective Well-

Being , Skala Kebermaknaan Hidup dan Skala Kepribadian yang sudah

dimodifikasi. Dalam proses pelaksanaan, beberapa skala psikologi

dibagikan kepada responden yang mampu dan berminat mengisi secara

pribadi, sementara beberapa skala psikologi diisi oleh penulis dengan cara

melakukan wawancara langsung kepada setiap responden tersebut. Pada

awalnya penulis merencanakan mencari responden sebanyak-banyaknya,

namun dalam prosesnya terdapat beberapa kendala, seperti kondisi

responden yang mengalami masalah kesehatan sehingga sulit untuk

berkomunikasi. Sedangkan beberapa responden tidak bersedia untuk

mengisi skala psikologi yang dibagikan maupun melakukan wawancara.

Page 4: BAB IV PEMBAHASAN 4...Untuk di GKI Jendral Sudirman penulis melakukan penelitian dengan hadir dalam beberapa kegiatan lansia seperti latihan kor lansia, Kelas Usia Lanjut yang terbagi

57

4.4 Hasil Seleksi Aitem dan Reliabilitas

4.4.1 Seleksi Aitem

Seleksi aitem dilakukan dengan menggunakan bantuan SPSSv.

16.0. Pengujian validitas alat ukur dilakukan dengan melihat pada

corrected item total correlation untuk setiap aitem (Lampiran D). Hasil

seleksi aitem skala Subjective Well-Being memeroleh 6 aitem gugur dan 29

aitem sisanya yang memiliki korelasi ≥ 0,30 dengan rentang nilai 0,324-

0,608. Hasil seleksi aitem skala Kebermaknaan Hidup memeroleh 12 aitem

yang gugur dan 18 aitem yang memiliki korelasi ≥ 0,30 dengan rentang

nilai 0,311-0,650. Hasil seleksi aitem skala Kepribadian memeroleh 40

aitem gugur dan 18 aitem yang memiliki korelasi ≥ 0,30 dengan rentang

nilai 0,316-0,742.

4.4.2 Uji Reliabilitas

4.4.2.1 Skala Subjective Well-Being

Uji reliabilitas skala Subjective Well-Being dilakukan dengan

bantuan SPSSv. 16.0. Berdasarkan perhitungan seleksi aitem pada proses

uji coba, didapatkan koefisien reliabilitas sebesar 0,906 dengan jumlah

aitem 29 dan jumlah responden sebanyak 30 orang (Lampiran A).

Sementara pada penelitian didapatkan koefisien reliabilitas sebesar 0,966

dengan jumlah aitem 30 aitem dan jumlah responden sebanyak 55 orang

(Lampiran D).

4.4.3.1 Skala Kebermaknaan Hidup

Uji reliabilitas skala Kebermaknaan Hidup dilakukan dengan

bantuan SPSSv. 16.0. Berdasarkan perhitungan seleksei aitem pada proses

uji coba, didapatkan koefisien reliabilitas sebesar 0,855 dengan jumlah

aitem 18 dan jumlah responden sebanyak 30 orang (Lampiran A).

Sementara pada penelitian didapatkan koefisien reliabilitas sebesar 0,963

dengan jumlah aitem 35 aitem dan jumlah responden sebanyak 55 orang

(Lampiran D).

4.4.4.1 Skala Kepribadian

Uji reliabilitas skala Kebermaknaan Hidup dilakukan dengan

bantuan SPSSv. 16.0. Berdasarkan perhitungan seleksei aitem pada proses

uji coba, didapatkan koefisien reliabilitas sebesar 0,884 dengan jumlah

aitem 18 dan jumlah responden sebanyak 30 orang (Lampiran A).

Sementara pada penelitian didapatkan koefisien reliabilitas sebesar 0,971

dengan jumlah aitem 58 aitem dan jumlah responden sebanyak 55 orang

(Lampiran D).

Page 5: BAB IV PEMBAHASAN 4...Untuk di GKI Jendral Sudirman penulis melakukan penelitian dengan hadir dalam beberapa kegiatan lansia seperti latihan kor lansia, Kelas Usia Lanjut yang terbagi

58

4.5 Deskripsi Hasil Pengukuran

Peubah Subjective Well-Being (SWB), Kebermaknaan Hidup (KH)

dan Kepribadian (K) dideskripsikan dalam bentuk tabulasi.

4.5.1 Peubah Subjective Well-Being

Dalam mengukur kategori skor dan menentukan interval peubah

Subjective Well-Being yang terdiri dari 30 aitem dengan skor empiris

terendah 57 dan tertinggi 146, digunakan lima kategori yaitu Sangat

Tinggi (ST), Tinggi (T), Sedang (S), Rendah (R), dan Sangat Rendah

(SR).

Gambaran tinggi rendahnya Subjective Well-Being (SWB)

disajikan dalam Tabel 4.3.

Tabel 4.3

Distribusi Frekwensi Subjective Well-Being (SWB)

Kategori Interval Laki-laki Perempuan

Frek % Frek %

Sangat Tinggi 129 ≤ x ≤ 146 5 35,7 8 19,5

Tinggi 111 ≤ x ≤ 128 4 28,6 8 19,5

Sedang 93 ≤ x ≤ 110 3 21,4 6 14,6

Rendah 75 ≤ x ≤ 92 1 7,1 11 26,8

Sangat Rendah 57 ≤ x ≤ 74 1 7,1 8 19,5

Total 14 100 41 100

Rerata 116,29 100,88

Simpangan Baku 23,37 26,36

Min 67 57

Maks 144 146

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa responden laki-laki memiliki SWB

yang termasuk dalam kategori tinggi dengan nilai rerata = 116,29

sedangkan lansia perempuan berada dalam kategori sedang dengan nilai

rerata= 100,88.

4.5.2 Peubah Kebermaknaan Hidup

Dalam mengukur kategori skor dan menentukan interval peubah

Kebermaknaan Hidup yang terdiri dari 35 aitem dengan skor empiris

terendah 63 dan tertinggi 137, digunakan lima kategori yaitu Sangat

Tinggi (ST), Tinggi (T), Sedang (S), Rendah (R), dan Sangat Rendah

(SR).

Page 6: BAB IV PEMBAHASAN 4...Untuk di GKI Jendral Sudirman penulis melakukan penelitian dengan hadir dalam beberapa kegiatan lansia seperti latihan kor lansia, Kelas Usia Lanjut yang terbagi

59

Gambaran tinggi rendahnya kebermaknaan hidup disajikan dalam

Tabel 4.4.

Tabel 4.4

Distribusi Frekwensi Kebermaknaan Hidup (KH)

Kategori Interval Laki-laki Perempuan

Frek % Frek %

Sangat Tinggi 123 ≤ x ≤ 137 2 14,3 9 22

Tinggi 108 ≤ x ≤ 122 8 57,1 19 46,3

Sedang 93 ≤ x ≤ 107 4 28,6 5 12,2

Rendah 78 ≤ x ≤ 92 0 0 1 2,4

Sangat Rendah 63 ≤ x ≤ 77 0 0 7 17,1

Total 14 100 41 100

Rerata 112,71 107,17

Simpangan Baku 13,31 21,88

Min 93 63

Maks 135 137

Dari Tabel 4.4 terlihat bahwa responden sebagian besar memiliki

KH yang termasuk dalam kategori tinggi pada laki-laki dengan nilai rerata

= 112,71 dan lansia perempuan berada dalam kategori sedang dengan nilai

rerata = 107,17.

4.5.3 Peubah Kepribadian

Dalam mengukur kategori skor dan menentukan interval peubah

kepribadian yang terdiri dari 58 aitem dengan skor empiris terendah110

dan tertinggi 259, digunakan lima kategori yaitu Sangat Tinggi (ST),

Tinggi (T), Sedang (S), Rendah (R), dan Sangat Rendah (SR).

Gambaran tinggi rendahnya kepribadian disajikan dalam Tabel 4.5.

Page 7: BAB IV PEMBAHASAN 4...Untuk di GKI Jendral Sudirman penulis melakukan penelitian dengan hadir dalam beberapa kegiatan lansia seperti latihan kor lansia, Kelas Usia Lanjut yang terbagi

60

Tabel 4.5

Distribusi Frekwensi Kepribadian (K)

Kategori Interval Laki-laki Perempuan

Frek % Frek %

Sangat Tinggi 230 ≤ x ≤ 259 5 35,7 6 14,6

Tinggi 200 ≤ x ≤ 229 4 28,6 10 24,4

Sedang 170 ≤ x ≤ 199 3 21,4 14 34,1

Rendah 140 ≤ x ≤ 169 1 7,1 8 19.5

Sangat Rendah 110 ≤ x ≤ 134 1 7,1 3 7,3

Total 14 100 41 100

Rerata 208,29 190,98

Simpangan Baku 33,88 35,05

Min 139 110

Maks 254 259

Dari Tabel 4.5 tampakbahwa lansia laki-laki memiliki Kepribadian

termasuk kategori tinggi dengan nilai rerata = 208,29, sedangkan

perempuan berada dalam kategori sedang dengan nilai rerata = 190,98.

4.6 Hasil Uji Asumsi Klasik

4.6.1 Uji Normalitas

Penelitian ini juga menggunakan uji normalitas untuk menguji

normal atau tidaknya data dalam penelitian ini. Pengujian normalitas data

menggunakan Kolmogrov- Smirnov pada program SPSS.v 16.0. Suatu

populasi dikatakan memiliki distribusi normal bilai nilai -p > 0,05.

Gambaran Uji Kolmogrov- Smirnov peubah gayut lansia laki-laki

dalam Tabel 4.6.

Page 8: BAB IV PEMBAHASAN 4...Untuk di GKI Jendral Sudirman penulis melakukan penelitian dengan hadir dalam beberapa kegiatan lansia seperti latihan kor lansia, Kelas Usia Lanjut yang terbagi

61

Tabel 4.6

Uji Kolmogrov- Smirnov Contoh Tunggal

Lansia Laki-laki dan Perempuan

Sisa Tak Terbakukan

♂ ♀

N 14 41

Parameter Normala Rerata 0,000 0,000

Simpangan Baku 17,379 22,261

Perbedaan Paling Ekstrim Absolut 0,185 0,079

Positif 0,113 0,079

Negatif 0,185 -51.00

Kolmogrov-Smirnov Z

0,692 0,503

Asymp. Sign (2-tailed) 0,724 0,962

a. Uji sebaran adalah Normal.

Berdasarkan Tabel 4.6 nampak bahwa nilai Kolmogrov- Smirnov Z

peubah gayut lansia laki-laki sebesar 0,692 dengan signifikansi sebesar

0,724 (p > 0,05), Kolmogrov- Smirnov Z peubah gayut lansia perempuan

sebesar 0,503 dengan signifikansi sebesar 0,962 (p > 0,05), maka

disimpulkan bahwa data berdistribusi normal.

4.6.2 Uji Multikolineritas

Uji multikolineraitas dilakukan untuk menguji apakah dalam

model regresi ada korelasi antar peubah tak gayut. Apabila terjadi korelasi,

maka terdapat masalah multikolinearitas. Pengujian akan dilakukan

dengan melihat Toleransi (Tolerance) dan Variance Inflation Factor

(VIF). Multikolinearitas terjadi apabila nilai toleransi ≥ 0,10 dan VIF ≤10

(Ghosali,2009).

Hasil Uji Multikolinearitas peubah gayut lansia laki-laki dalam Tabel

4.7.

Tabel 4.7

Uji Multikolinearitas Lansia Laki-laki Koefisiena

Model Koefisien Tak

Terbakukan

Koefisien

Terbakukan

t Sig Statistik

Kolinieritas

B SE Beta Toleransi VIF

1 (Konstanta) 9,588 44,714 0,214 0,843

KH 0,203 0,545 0,116 0,373 0,716 0,522 1,915

K 0,402 0,214 0,583 1,879 0,087 0,522 1,915

Keterangan :

a. Peubah Gayut: Subjective Well-Being (SWB) ; SE = Kesalahan Baku Taksiran

KH = Kebermaknaan Hidup; K=Kepribadian; Keterangan ini juga berlaku untuk Tabel 4.8

Page 9: BAB IV PEMBAHASAN 4...Untuk di GKI Jendral Sudirman penulis melakukan penelitian dengan hadir dalam beberapa kegiatan lansia seperti latihan kor lansia, Kelas Usia Lanjut yang terbagi

62

Berdasarkan Tabel 4.7 menunjukkan hasil uji multikolinearitas

kedua peubah tak gayut pada lansia laki-laki yang digunakan memiliki

toleransi 0,522>0,10 dan nilai VIF 1,915<10. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa tidak terdapat masalah multikolinearitas pada peubah

yang digunakan.

Gambaran Uji Multikolinearitas peubah gayut lansia perempuan dalam

Tabel 4.8.

Tabel 4.8

Uji Multikolinearitas Lansia perempuan Koefisiena

Model Koefisien Tak

Terbakukan

Koefisien

Terbakukan

t Sig Statistik

Kolinieritas

B SE Beta Toleransi VIF

1 (Konstanta) 19,782 21,117 0,937 0,355

KH 0,331 0,213 0,275 1,555 0,128 0,602 1,662

K 0,239 0,133 0,318 1,799 0,080 0,602 1,662

Berdasarkan Tabel 4.8 menunjukkan hasil uji multikolinearitas

kedua peubah tak gayut pada lansia perempuan yang digunakan memiliki

toleransi 0,602>0,10 dan nilai VIF 1,662<10. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa tidak terdapat masalah multikolinearitas pada peubah

yang digunakan.

4.6.3 Uji Heterokedasitas

Uji heterokedasitas digunakan untuk menguji apakah dalam suatu

model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual suatu

pengamatan ke pengamatan lain. Apabila varians dari pengamatan residual

satu kepengamatan yang lain tetap, maka terjadi masalah heterokedasitas

yaitu homokedasitas. Dalam mendeteksi ada tidaknya heterokedasitas,

dapat dilihat dalam diagram pencar (nilai prediksi dependen ZPRED

dengan residual SRESID). Bila titik pada grafik diagram pencar menyebar

secara acak di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y, maka dapat

dikatakan terjadi masalah heterokedasitas.

Gambaran diagram pencar peubah gayut untuk lansia laki-laki

dalam Gambar 4.1.

Page 10: BAB IV PEMBAHASAN 4...Untuk di GKI Jendral Sudirman penulis melakukan penelitian dengan hadir dalam beberapa kegiatan lansia seperti latihan kor lansia, Kelas Usia Lanjut yang terbagi

63

Peubah Gayut : SWB

Regresi Nilai Taksiran Terbakukan

Gambar 4.1

Diagram Pencar Lansia Laki-laki

Berdasarkan Gambar 4.1 nampak bahwa titik-titik terpencar

dengan tidak membentuk pola-pola tertentu di sekitar garis diagonal,

namun titik-titik tersebut menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada

sumbu Y. Hal ini menunjukkan tidak terjadi heterokedasitas, sehingga

model regresi dapat digunakan untuk mempredikasi SWB lansia laki-laki

berdasarkan KH dan K laki-laki.

Gambaran diagram pencar peubah gayut untuk lansia laki-laki

dalam Gambar 4.2. Peubah Gayut : SWB

Regresi Nilai Taksiran Terbakukan

Gambar 4.2

Diagram Pencar Lansia Perempuan

Berdasarkan Gambar 4.2 nampak bahwa titik-titik terpencar

dengan tidak membentuk pola-pola tertentu di sekitar garis diagonal,

namun titik-titik tersebut menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada

sumbu Y. Hal ini menunjukkan tidak terjadi heterokedasitas, sehingga

model regresi dapat digunakan untuk mempredikasi SWB lansia laki-laki

berdasarkan KH dan K perempuan.

Reg

resi

Res

idual

Ter

studen

tize

d

Reg

resi

Res

idual

Ter

studen

tize

d

Page 11: BAB IV PEMBAHASAN 4...Untuk di GKI Jendral Sudirman penulis melakukan penelitian dengan hadir dalam beberapa kegiatan lansia seperti latihan kor lansia, Kelas Usia Lanjut yang terbagi

64

4.6.4 Uji Linieritas

Uji linearitas dilakukan untuk menguji integritas hubungan linier

antar peubah. Pengujian linearitas menggunakan SPSS.v 16.0 dan

diketahui hasil analisis linearitas yang menggunakan Tabel Anova.

Gambaran Uji Linieritas dengan KH jenis kelamin laki-laki Tabel

4.9

Tabel 4.9

Daftar Sidik Ragam Linieritas

SWB dengan KH Lansia Laki-laki db JK KT F

hitung

F tabel

SWB*

KH

Antar

Kelompok

(Gabungan) (11) (7009,857)

Linieritas 1 1911,627 1911,627 42,958 42,058

Simpangan

Linieritas

10 5098,230 509,823 11,457 19,40

Dalam Kelompok 2 89,000 44,500

Total 13

Keterangan: SWB= Subjective Well-Being ; KH = Kebermaknaan Hidup; db = derajat

bebas; JK = Jumlah Kuadrat; KT = Kuadrat Tengah.

Berdasarkan Tabel 4.8 menunjukkan nilai Fhitung 42,958>42,058

(Ftabel). Sehinggga dapat disimpulkan terdapat linieritas antara SWB

dengan K lansia laki-laki.

Gambaran Uji Linieritas SWB dengan K jenis kelamin laki-laki

Tabel 4.10.

Tabel 4.10

Daftar Sidik Ragam Linieritas

SWB dengan K Lansia Laki-laki db JK KT F Sig

Regresi 1 3122,631 3122,631 9,424 0,010

Residual 12 3976,226 331,352

Total 13 7098,857

Keterangan: SWB= Subjective Well-Being ; K= Kepribadian; db = derajat bebas;

JK = Jumlah Kuadrat; KT = Kuadrat Tengah

Tabel 4.10 menunjukkan nilai signifikansi linieritas 0,010

(p<0,05). Sehinggga dapat disimpulkan terdapat linieritas antara SWB

dengan K lansia laki-laki.

Gambaran Uji Linieritas SWB dengan KH jenis kelamin

Perempuan dalam Tabel 4.11.

Page 12: BAB IV PEMBAHASAN 4...Untuk di GKI Jendral Sudirman penulis melakukan penelitian dengan hadir dalam beberapa kegiatan lansia seperti latihan kor lansia, Kelas Usia Lanjut yang terbagi

65

Tabel 4.11

Daftar Sidik Ragam Linieritas

SWB dengan KH Lansia Perempuan db JK KT F Sig.

SWB*

KH

Antar

Kelompok

(Gabungan) (26) (21784,390)

Linieritas 1 6278,123 6278,123 14,634 0,002

Simpangan

Linieritas 25 15506,267 620,251 1,446 0,239

Dalam Kelompok 14 6006,000 429,000

Total 40 27790,390

Keterangan: SWB= Subjective Well-Being ; KH = Kebermaknaan Hidup; db = derajat

bebas; JK = Jumlah Kuadrat; KT = Kuadrat Tengah. Keterangan ini

juga berlaku untuk Tabel 4.11.

Berdasarkan Tabel 4.10 menunjukkan nilai simpangan linieritas

0,239 (p> 0,05) dan nilai signifikansi linieritas 0,002 (p<0,05). Sehinggga

dapat disimpulkan terdapat linieritas antara SWB dengan KH lansia

perempuan.

Gambaran Uji Linieritas SWB dengan K jenis kelamin Perempuan

Tabel 4.12.

Tabel 4.12

Daftar Sidik Ragam Linieritas

SWB dengan K Lansia Perempuan db JK KT F Sig.

SWB* K

Antar

Kelompok

(Gabungan) (35) (26918,890)

Linieritas 1 6705,042 6705,042 38,468 0,002

Simpangan

Linieritas 34 20213,848 594,525 3,411 0,087

Dalam Kelompok 5 871,500 174,300

Total 40 27790,390

Berdasarkan Tabel 4.12 menunjukkan nilai simpangan linieritas

0,087 (p> 0,05) dan nilai signifikansi linieritas 0,002 (p<0,05). Sehinggga

dapat disimpulkan terdapat linieritas antara SWB dengan K lansia

perempuan.

4.7 Uji Hipotesis

4.7.1 Uji Signifikan Simultan (Uji F)

Gambaran uji signifikan (Uji F) untuk peubah X1 (KH) dan X2

(K) terhadap Y (SWB) lansia laki-laki di Kota Salatiga disajikan dalam

Tabel 4.13.

Page 13: BAB IV PEMBAHASAN 4...Untuk di GKI Jendral Sudirman penulis melakukan penelitian dengan hadir dalam beberapa kegiatan lansia seperti latihan kor lansia, Kelas Usia Lanjut yang terbagi

66

Tabel 4.13

Daftar Sidik ragam Uji Regresi Berganda

Signifikansi Nilai F Lansia Laki-laki

Model db JK KT F Sig.

1 Regresi 2 3172,310 1586,155 4,444 0,039a

Sisa 11 3926,547 356,959

Total 13 7098,857

a. Prediktor: (Konstanta), K, KH

b. Peubah Gayut: SWB Keterangan: SWB= Subjective Well-Being ; KH = Kebermaknaan Hidup; db = derajat

bebas; JK = Jumlah Kuadrat; KT = Kuadrat Tengah. Keterangan ini juga

berlaku untuk Tabel 4.14.

Nilai F hitung sebesar 4,444 dengan tingkat signifikansi 0,039

(p<0,05). Sehingga terdapat pengaruh KH dan K terhadap SWB lansia

laki-laki dapat diterima.

Gambaran uji signifikan (Uji F) untuk peubah X1 (KH) dan X2

(K) terhadap Y (SWB) lansia laki-laki di Kota Salatiga disajikan dalam

Tabel 4.14.

Tabel 4.14

Daftar Sidik ragam Uji Regresi Berganda

Signifikansi Nilai F Lansia Perempuan

Model db JK KT F Sig.

1 Regresi 2 7966,629 3983,314 7,636 0,002a

Sisa 38 19823,762 521,678

Total 40 27790.390

a. Prediktor: (Konstanta), K, KH

b. Peubah Gayut: SWB

Nilai F hitung sebesar 7,636 dengan tingkat signifikansi 0,002

(p<0,05). Sehingga terdapat pengaruh KH dan K terhadap SWB lansia

perempuan dapat diterima.

4.7.2 Uji Signifikan Parameter Individual/Parsial (Uji t)

Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh secara parsial dari KH

dan K terhadap SWB lansia di Kota Salatiga.

Gambaran uji signifikan (Uji t) lansia laki-laki di Kota Salatiga

disajikan dalam Tabel 4.15.

Page 14: BAB IV PEMBAHASAN 4...Untuk di GKI Jendral Sudirman penulis melakukan penelitian dengan hadir dalam beberapa kegiatan lansia seperti latihan kor lansia, Kelas Usia Lanjut yang terbagi

67

Tabel 4.15

Daftar Uji Regresi Berganda

Signifikansi Nilai t Lansia Laki-laki

Koefisiena

Model Koefisien Tak

Terbakukan

Koefisien

Terbakukan

t Sig.

B SE Beta

1 (Konstanta) 9,588 44,714 0,214 0,834

KH 0,203 0,545 0,116 0,373 0,716

K 0,402 0,214 0,583 1,879 0,087

a. Peubah Gayut: SWB

Berdasarkan Tabel 4.15 KH dan K menunjukkan tidak berpengaruh

secara parsial terhadap SWB lansia laki-laki di Salatiga. Hal tersebut dapat

dilihat dari nilai t hitung KH sebesar 0,373 dengan nilai signifikansi 0,716

(p>0,05) serta nilai t hitung K sebesar 0,402 dengan nilai signifikansi

0,087 (p>0,05).

Dengan demikian, berdasarkan Tabel 4.15 di atas dapat disusun

persamaan regresi linier sebagai berikut:

Y = 9,588+ 0,203𝐗𝟏+ 0,402𝐗𝟐

Interpretasi dari persamaan regresi di atas adalah sebagai berikut:

1. Konstanta sebesar 9,588 menyatakan bahwa jika peubah tak gayut

dalam hal ini (KH terhadap K) dianggap konstan, maka nilai

peubah SWB lansia laki-laki di Salatiga sebesar 9,588.

2. Koefisien regresi KH sebesar 0,203 dengan signifikansi 0,716

memberikan pemahaman bahwa setiap penambahan satu satuan

atau satu tingkatan KH terhadap SWB sebesar 0,203 satuan juga.

3. Koefisien regresi K sebesar 0,402 dengan signifikansi 0,087

memberikan pemahaman bahwa setiap penambahan satu satuan

atau satu tingkatan K terhadap SWB sebesar 0,402 satuan juga.

Gambaran uji signifikan (Uji t) lansia laki-laki di Kota Salatiga

disajikan dalam Tabel 4.16.

Page 15: BAB IV PEMBAHASAN 4...Untuk di GKI Jendral Sudirman penulis melakukan penelitian dengan hadir dalam beberapa kegiatan lansia seperti latihan kor lansia, Kelas Usia Lanjut yang terbagi

68

Tabel 4.16

Daftar Uji Regresi Berganda

Signifikansi Nilai t Lansia Perempuan

Koefisiena

Model Koefisien Tak

Terbakukan

Koefisien

Terbakukan

t Sig.

B SE Beta

1 (Konstanta) 19,782 21,117 0,937 0,355

KH 0,331 0,213 0,275 1,555 0,128

K 0,239 0,133 0,318 1,799 0,080

a. Peubah Gayut: SWB

Berdasarkan Tabel 4.16 KH dan K menunjukkan tidak berpengaruh

secara parsial terhadap SWB lansia perempuan di Salatiga. Hal tersebut

dapat dilihat dari nilai t hitung KH sebesar 1,555 dengan nilai signifikansi

0,128 (p>0,05) serta nilai t hitung K sebesar 1,799 dengan nilai

signifikansi 0,080 (p>0,05).

Dengan demikian, berdasarkan Tabel 4.16 di atas dapat disusun

persamaan regresi linier sebagai berikut:

Y = 19,782+ 0,331𝐗𝟏+ 0,239𝐗𝟐

Interpretasi dari persamaan regresi di atas adalah sebagai berikut:

1. Konstanta sebesar 19,782 menyatakan bahwa jika peubah tak

gayut dalam hal ini (KH terhadap K) dianggap konstan, maka nilai

peubah SWB lansia perempuan di Salatiga sebesar 19,782.

2. Koefisien regresi KH sebesar 0,331 dengan signifikansi 0,128

memberikan pemahaman bahwa setiap penambahan satu satuan

atau satu tingkatan KH terhadap SWB sebesar 0,331 satuan juga.

3. Koefisien regresi K sebesar 0,239 dengan signifikansi 0,080

memberikan pemahaman bahwa setiap penambahan satu satuan

atau satu tingkatan K terhadap SWB sebesar 0,239 satuan juga.

4.7.3 Koefisien Determinasi (R Kuadrat)

Analisis koefisien determinasi (R kuadrat) dilakukan dengan

maksud untuk mengetahui seberapa besar sumbangan atau kontribusi dari

peubah Kebermaknaan Hidup dan Kepribadian secara simultan terhadap

Subjective Well-Being lansia di Kota Salatiga. Gambaran nilai koefisien

determinasi (R kuadrat) lansia laki-laki di Kota Salatiga disajikan dalam

Tabel 4.17.

Page 16: BAB IV PEMBAHASAN 4...Untuk di GKI Jendral Sudirman penulis melakukan penelitian dengan hadir dalam beberapa kegiatan lansia seperti latihan kor lansia, Kelas Usia Lanjut yang terbagi

69

Tabel 4.17

Hasil Koefisien Determinasi

Ringkasan Model Lansia Laki-laki

Mode

l

R R Kuadrat R Kuadrat

Terkorelasi

Kesalahan

Tafsiran

Durbin-

Watson

1 0,668a 0,447 0,346 18,893 2,905

a. Prediktor: (Konstanta), K, KH

b. Peubah Gayut: SWB

Berdasarkan Tabel 4.17 menunjukkan nilai koefisien korelasi (R)

adalah sebesar 0,668 yang berarti terdapat korelasi secara simultan antara

KH dan K terhadap SWB. Nilai koefisien determinasi (R2 ) adalah sebesar

0,447 yang berarti bahwa sumbangan atau kontribusi pengaruh KH dan K

terhadap SWB lansia laki-laki di Kota Salatiga sebesar 44,7% sedangkan

sisanya sebesar 55,3% dipengaruhi peubah lain yang tidak diteliti dalam

penelitian ini.

Gambaran nilai koefisien determinasi (R kuadrat) lansia

perempuan di Kota Salatiga disajikan dalam Tabel 4.18.

Tabel 4.18

Hasil Koefisien Determinasi

Ringkasan Model Lansia Perempuan

Mode

l

R R Kuadrat R Kuadrat

Terkorelasi

Kesalahan

Tafsiran

Durbin-

Watson

1 0,535a 0,287 0,249 22,840 1,854

a. Prediktor: (Konstanta), K, KH

b. Peubah Gayut: SWB

Berdasarkan Tabel 4.18 menunjukkan nilai koefisien korelasi (R)

adalah sebesar 0,535 yang berarti terdapat korelasi secara simultan antara

KH dan K terhadap SWB. Nilai koefisien determinasi (R2) adalah sebesar

0,287 yang berarti bahwa sumbangan atau kontribusi pengaruh KH dan K

terhadap SWB lansia perempuan di Kota Salatiga sebesar 28,7%

sedangkan sisanya sebesar 71,3% dipengaruhi peubah lain yang tidak

diteliti dalam penelitian ini.

4.7.4 Uji Korelasi

Uji korelasi digunakan untuk mengetahui hubungan antara peubah

Subjective Well-Being dengan peubah tak gayut yaitu Kebermaknaan

Hidup dan Kepribadian.

Gambaran uji signifikansi (uji korelasi) untuk KH dan K terhadap

SWB lansia laki-laki di Kota Salatiga disajikan dalam Tabel 4.19

Page 17: BAB IV PEMBAHASAN 4...Untuk di GKI Jendral Sudirman penulis melakukan penelitian dengan hadir dalam beberapa kegiatan lansia seperti latihan kor lansia, Kelas Usia Lanjut yang terbagi

70

Tabel 4.19

Hasil Uji Korelasi Simultan

Lansia Laki-laki di Kota Salatiga SWB KH K

SWB Pearson Correlation 1 0,519 0,663**

Sig. (2-tailed) 0,057 0,010

N 14 14 14

KH Pearson Correlation 0,519 1 0,691**

Sig. (2-tailed) 0,057 0,006

N 14 14 14

K Pearson Correlation 0,663** 0,691** 1

Sig. (2-tailed) 0,010 0,006

N 14 14 14

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Berdasarkan Tabel 4.19 menunjukkan bahwa KH dan K

berhubungn positif dengan SWB lansia laki-laki di Kota Salatiga., Hal ini

nampak dengan nilai SWB dengan KH sebesar 0,519 dan SWB dengan K

sebesar 0,663 yang berarti terdapat hubungan positif antara KH dan K

dengan SWB.

Gambaran uji signifikansi (uji korelasi) untuk KH dan K terhadap

SWB lansia perempuan di Kota Salatiga disajikan dalam Tabel 4.20.

Tabel 4.20

Hasil Uji Korelasi Simultan

Lansia Perempuan di Kota Salatiga SWB KH K

SWB Pearson Correlation 1 0,475** 0,491**

Sig. (2-tailed) 0,002 0,001

N 41 41 41

KH Pearson Correlation 0,475** 1 0,631**

Sig. (2-tailed) 0,002 0,000

N 41 41 41

K Pearson Correlation 0,491** 0,631** 1

Sig. (2-tailed) 0,001 0,000

N 41 41 41

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Berdasarkan Tabel 4.20 menunjukkan bahwa KH dan K

berhubungn positif dengan SWB lansia perempuan di Kota Salatiga.

Hubungan positif signifikan berarti hubungannya searah, sehingga bila

SWB tinggi, maka peubah KH dan K tinggi. Hal ini nampak dengan nilai

Page 18: BAB IV PEMBAHASAN 4...Untuk di GKI Jendral Sudirman penulis melakukan penelitian dengan hadir dalam beberapa kegiatan lansia seperti latihan kor lansia, Kelas Usia Lanjut yang terbagi

71

SWB dengan KH sebesar 0,475 dan SWB dengan K sebesar 0,491 yang

berarti terdapat hubungan positif antara KH dan K dengan SWB.

4.7.5 Sumbangan Efektif

Sumbangan efektif merupakan cara untuk mengetahui seberapa

besar sumbangan efektif dari masing-masing peubah tak gayut. Untuk

mengetahui sumbangan masing-masing peubah tak gayut terhadap peubah

gayut dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

SE X1 = nilai 𝛽x koefisien korelasi X1 Y x 100%

SE X2= nilai 𝛽 x koefisien korelasi X2 Y x 100% Nilai β yang digunakan dalam perhitungan adalah nilai yang sudah

standardisasi untuk dapat membandingkan besarnya pengaruh dari peubah

tak gayut terhadap peubah gayut.

Gambaran sumbangan efektif masing-masing peubah tak gayut

lansia laki-laki disajikan dalam Tabel 4.21.

Tabel 4.21

Sumbangan Efektif KH dan K

terhadap SWB Lansia Laki-laki Peubah Sumbangan Efektif

Kebermaknaan Hidup 6%

Kepribadian 38,7%

Total 44,7%

Berdasarkan Tabel 4.21 hasil menunjukkan bahwa kebermaknaan

hidup memberikan pengaruh sebesar 6% (𝛽 = 0,116) sedangkan

kepribadian memberikan pengaruh sebesar 38,7% (𝛽 = 0,583). Hasil ini menunjukkan bahwa sumbangan peubah kepribadian lebih besar terhadap

Subjective Well-Being dibandingkan pengaruh kebermaknaan hidup

Subjective Well-Being lansia laki-laki. Total sumbangan efektif dari kedua

peubah tak gayut yaitu kebermaknaan hidup dan kepribadian adalah

sebesar 44,7%. Dengan demikian total sumbangan efektif dari peubah

lainnya yang tidak diteliti dalam penelitian ini adalah sebesar 55,3%.

Gambaran sumbangan efektif masing-masing peubah tak gayut

karyawan perempuan disajikan dalam Tabel 4.22.

Page 19: BAB IV PEMBAHASAN 4...Untuk di GKI Jendral Sudirman penulis melakukan penelitian dengan hadir dalam beberapa kegiatan lansia seperti latihan kor lansia, Kelas Usia Lanjut yang terbagi

72

Tabel 4.22

Sumbangan Efektif KH dan K

terhadap SWB Lansia Perempuan Peubah Sumbangan Efektif

Kebermaknaan Hidup 13,1%

Kepribadian 15,6%

Total 28,7%

Berdasarkan Tabel 4.21 hasil menunjukkan bahwa kebermaknaan

hidup memberikan pengaruh sebesar 13,1% (𝛽 = 0,275) sedangkan

kepribadian memberikan pengaruh sebesar 38,7% (𝛽 = 0,318). Hasil ini menunjukkan bahwa sumbangan peubah kepribadian lebih besar terhadap

Subjective Well-Being dibandingkan pengaruh kebermaknaan hidup

Subjective Well-Being lansia perempuan. Total sumbangan efektif dari

kedua peubah tak gayut yaitu kebermaknaan hidup dan kepribadian adalah

sebesar 28,7%%. Dengan demikian total sumbangan efektif dari peubah

lainnya yang tidak diteliti dalam penelitian ini adalah sebesar 71,3%.

4.7.6 Sumbangan Efektif Masing-masing Aspek

Sumbangan efektif masing-masing dimensi digunakan untuk

mengetahui seberapa besar sumbangan efektif dimensi dari masing-

masing peubah tak gayut.

Gambaran aspek sumbangan efektif KH terhadap SWB lansia laki-

laki disajikan dalam Tabel 4.23.

Tabel 4.23

Aspek Sumbangan Efektif KH terhadap SWB

Lansia Laki-Laki Aspek Sumbangan Efektif

Kehendak Hidup Bermakna 4,65%

Kebebasan Berkehendak 4,92%

Makna Hidup 5,68%

Total 15,25%

Berdasarkan Tabel 4.23 menunjukkan sumbangan efektif terbesar

adalah aspek makna hidup sebesar 5,68%.

Gambaran aspek sumbangan efektif KH terhadap SWB lansia laki-

laki disajikan dalam Tabel 4.24.

Page 20: BAB IV PEMBAHASAN 4...Untuk di GKI Jendral Sudirman penulis melakukan penelitian dengan hadir dalam beberapa kegiatan lansia seperti latihan kor lansia, Kelas Usia Lanjut yang terbagi

73

Tabel 4.24

Aspek Sumbangan Efektif KH terhadap SWB

Lansia Perempuan Aspek Sumbangan Efektif

Kehendak Hidup Bermakna 6,55%

Kebebasan Berkehendak 7,78%

Makna Hidup 17,30%

Total 31,63%

Berdasarkan Tabel 4.24 menunjukkan sumbangan efektif terbesar

adalah aspek makna hidup sebesar 17,30%.

Gambaran dimensi sumbangan efektif K terhadap SWB lansia laki-

laki disajikan dalam Tabel 4.25.

Tabel 4.25

Dimensi Sumbangan Efektif K terhadap SWB

Lansia Laki-laki Aspek Sumbangan Efektif

Neuroticsm 39,88%

Ekstroversion 37,20%

Conscientiousness 28,40%

Agreeableness

Openess to Experience

37,78%

35,04%

Total 178,3%

Berdasarkan Tabel 4.25 menunjukkan sumbangan efektif terbesar

adalah dimensi Neuroticsm sebesar 39,88% serta Agreeableness sebesar

37,78%.

Gambaran dimensi sumbangan efektif K terhadap SWB lansia laki-

laki disajikan dalam Tabel 4.26.

Tabel 4.26

Dimensi Sumbangan Efektif K terhadap SWB

Lansia Perempuan Aspek Sumbangan Efektif

Neuroticsm 15,77%

Ekstroversion 14,22%

Conscientiousness 12,53%

Agreeableness

Openess to Experience

14,37%

11,35%

Total 68,24%

Page 21: BAB IV PEMBAHASAN 4...Untuk di GKI Jendral Sudirman penulis melakukan penelitian dengan hadir dalam beberapa kegiatan lansia seperti latihan kor lansia, Kelas Usia Lanjut yang terbagi

74

Berdasarkan Tabel 4.26 menunjukkan sumbangan efektif terbesar

adalah dimensi Neuroticsm sebesar 15,77% serta agreeableness sebesar

14,37%.

4.7.7 Uji Beda t-test (Uji t contoh independen)

Hipotesis kedua, ada perbedaan signifikan Subjective Well-Being

ditinjau dari Jenis Kelamin. Gambaran statistik deskriptif data Subjective

Well-Being pada Jenis Kelamin disajikan dalam Tabel 4.27.

Tabel 4.27

Statistik Deskriptif

Data Subjective Well-Being pada Jenis Kelamin

Statistik Grup

Jenis

Kelamin

N Rataan Simpangan

Baku

Kesalahan Baku

Taksiran

SWB 1 = Laki-laki 14 116,29 23,368 6,245

2 = Perempuan 41 100,88 26,358 4,116

Gambaran hasil signifikansi uji perbedaan data Subjective Well-

Being disajikan dalam Tabel 4.28.

Tabel 4.28

Hasil Signifikansi Uji Perbedaan

Data Subjective Well-Being Sampel Peubah Bebas

Uji Levene untuk

Kesetaraan Ragam

Uji t untuk

Kesetaraan Rataan

F Sig. t db Sig.

(2-tailed)

SWB Diasumsikan

Ragam Sama

1,707 0,197 1,940 53 0,058

Diasumsikan

Ragam Berbeda

2,060 25,203 0,050

Berdasarkan Tabel 4.28 terlihat bahwa hasil uji t contoh

independen diperoleh nilai t= 1,940 dengan signifikansi sebesar

0,058>0,05. Artinya tidak ada perbedaan signifikan Subjective Well-Being

ditinjau dari Jenis Kelamin.

Page 22: BAB IV PEMBAHASAN 4...Untuk di GKI Jendral Sudirman penulis melakukan penelitian dengan hadir dalam beberapa kegiatan lansia seperti latihan kor lansia, Kelas Usia Lanjut yang terbagi

75

4.8 Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis

Gambaran ringkasan hasil pengujian hipotesis disajikan dalam

Tabel

Tabel 4.29

Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis Lansia Laki-laki Lansia Perempuan

Y = 9,588+ 0,402X2 Y = 19,782+ 0,331X1+ 0,239X2

R = 0,668 R = 0,535

R2 = 0,447 (44,7%) R2 = 0,287 (28,7%)

Sumbangan Efektif

KH = 6,0%

K = 38,7%

Sumbangan Efektif

KH = 13,1%

K = 15,6%

Aspek KH

Makna Hidup = 5,68%

Aspek KH

Makna Hidup = 17,30%

Dimensi K

1. Neuroticsm = 39,88%

2. Ekstroversion = 37,20%

3. Conscientiousness = 28,40%

4. Agreeableness = 37,78%

5. Openess to Experience = 35,04%

Dimensi K

1. Neuroticsm = 15,77%

2. Ekstroversion = 14,22%

3. Conscientiousness = 12,53%

4. Agreeableness = 14,37%

5. Openess to Experience = 11,35%

4.9 Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan uji regresi

berganda, uji sidik ragam dan uji t contoh bebas, maka pembahasan

hipotesis penelitian adalah sebagai berikut:

4.9.1 Kebermaknaan Hidup dan Kepribadian secara simultan

berpengaruh terhadap Subjective Well-Being Lansia Laki-laki

dan Perempuan di Kota Salatiga.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa Kebermaknaan Hidup dan

Kepribadian secara simultan menjadi prediktor terhadap Subjective Well-

Being lansia laki-laki maupun perempuan di Kota Salatiga. Hasil statistik

pada lansia laki-laki menunjukkan nilai F hitung sebesar 4,444 dengan

tingkat signifikansi 0,039 (p<0,05). Pengaruh peubah KH dan K terhadap

SWB lansia laki-laki adalah sebesar 44,7%, sehingga pengaruh dari

Page 23: BAB IV PEMBAHASAN 4...Untuk di GKI Jendral Sudirman penulis melakukan penelitian dengan hadir dalam beberapa kegiatan lansia seperti latihan kor lansia, Kelas Usia Lanjut yang terbagi

76

peubah lainnya yang tidak diteliti dalam penelitian ini adalah sebesar

55,3%. Selain itu, hasil uji statistik lansia perempuan menunjukkan nilai F

hitung sebesar 7,636 dengan tingkat signifikansi 0,002 (p<0,05). Pengaruh

peubah KH dan K terhadap SWB lansia perempuan. Pengaruh peubah KH

dan K terhadap SWB perempuan sebesar 28,7%. Sehingga sumbangan

efektif dari peubah lainnya yang tidak diteliti dalam penelitian ini adalah

sebesar 71,3%. Jadi dapat dikatakan bahwa, semakin tinggi kebermaknaan

hidup dan kepribadian maka makin tinggi pula Subjective Well-Being

pada lansia. Sebaliknya, semakin rendah kebermaknaan hidup dan

kepribadian maka makin rendah pula Subjective Well-Being pada lansia.

Oleh sebab itu, ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan KH dan K

secara simultan menjadi prediktor terhadap SWB lansia laki-laki maupun

perempuan di Kota Salatiga. Kemungkinan pertama adalah sebagian

besar lansia mengangap bahwa kebermaknaan hidup merupakan hal yang

penting dan diperkuat dengan kepribadian yang mereka miliki dalam

menjalani kehidupan, sehingga Subjective Well-Being pada lansia

meningkat. Hal ini didukung oleh Lavigne, Hofmanc, Ringc, Rydercd &

Woodwar (2013) bahwa dimensi kepribadian seperti openness to

experience dan ekstraversion yang tinggi dapat membuat sesorang

cenderung lebih tertarik mengikuti berbagai kegiatan yang melibatkan

pembelajaran dan tantangan sehingga didapatkan kebermaknaan dalam

hidupnya yang dapat meningkatkan Subjective Well-Being dalam diri.

Penelitian Schnell & Becker (2006) menemukan bahwa lansia yang

memiliki kepribadian yang ekstovert cenderung memandang pengalaman

akan kehidupannya sebagai hal yang bermakna dalam hidup dan dapat

meningkatkan Subjective Well Being-nya.

Selain itu, lansia yang memiliki aspek Extraversion,

Conscientiousness, Agreeableness, dan Openness to Experience yang

tinggi akan cenderung mendapatkan kebermaknaan hidupnya dan menjadi

lebih aktif beraktivitas yang melibatkan kesuksesan dalam bekerja,

kesehatan yang baik dan rasa kekeluargaan yang dapat meningkatkan

Subjective Well-Being. Hal ini diperkuat oleh pernyataan lain yang

menyatakan bahwa kepribadian yang mendukung akan dapat membantu

individu untuk dapat mencapai fungsi psikologis yang positif, sehingga

indibidu dapat memiliki kebermaknaan hidup yang positif (Santrock,

1999) yang dapat meningkatkan Subjective Well-Being .

Kemungkinan kedua adalah pada dasarnya lansia dapat merasakan

kebermaknaan hidup mereka dan didukung dengan kepribadiannya,

sehingga dapat menjadikan Subjective Well-Being pada lansia meningkat.

Page 24: BAB IV PEMBAHASAN 4...Untuk di GKI Jendral Sudirman penulis melakukan penelitian dengan hadir dalam beberapa kegiatan lansia seperti latihan kor lansia, Kelas Usia Lanjut yang terbagi

77

Pengalaman hidup yang dialami lansia semasa sepanjang perjalanan

hidupnya serta peristiwa baik maupun buruk yang telah dialami dapat

membuat lansia memeroleh kebermaknaan dalam hidup diperkuat oleh

kepribadian yang dimilikinya seperti neuroticsm dapat membuat lansia

lebih kuat dalam menjalani kehidupannya dan bahagia, sehingga hal ini

dapat membuat lansia mengalami peningkatan Subjective Well Being. Hal

ini senada dengan pernyataan Pollock, Noser, Holden & Zeigler-Hill

(2016) yang mengungkapkan bahwa kepribadian yang dimiliki dapat

mendorong individu untuk mengalami kehidupannya dengan mencari

kebahagiaan melalui kebermaknaan hidup sehingga dapat meningkatkan

Subjective Well-Being dalam dirinya. Bila dibandingkan dengan lansia

lainnya, lansia yang memiliki dimensi kepribadian agreeableness

cenderung lebih berkomitmen dalam perilaku prososial, seperti mau

bekerja sama dengan orang lain, mengekspresikan dukungannya pada

orang lain, dan memperlakukan orang lain dengan sopan dan menghargai

(Graziano & Tobin, 2009), yang akhirnya akan memberikan hasil lansia

tersebut akan cenderung lebih disukai oleh orang sekitarnya (Jensen-

Campbell et al 2002) dan lebih sukses dalam membangun hubungan yang

stabil dan hubungan dekat yang memuaskan (Karney & Bradbury, 1995;

Robins, Caspi, & Moffitt, 2002), sehingga lansia akan mengalami

kebermaknaan hidup dan ini dapat membentuk Subjective Well-Being

dalam dirinya (Lavigne, Hofman, Ring, Ryder, & Woodward, 2013).

Dalam penelitian ini juga ditemukan sumbangan efektif dari

kebermaknaan hidup dan kepribadian, baik pada lansia laki-laki dan

perempuan. Kebermaknaan Hidup lansia laki-laki memeroleh sumbangan

efektif sebesar 6% sedangkan Kepribadian memberikan sumbangan efektif

sebesar 38,7%. Sementara itu, Kebermaknaan Hidup lansia perempuan

memeroleh sumbangan efektif sebesar 13,1% dan Kepribadian 15,6%.

Hasil ini menunjukkan bahwa sumbangan efektif peubah Kepribadian

lebih besar terhadap Subjective Well-Being dibandingkan pengaruh

kebermaknaan hidup Subjective Well-Being baik pada lansia laki-laki

maupun perempuan. Subjective Well-Being dapat tercapai apabila lansia

mampu menghadapi segala situasi dan kondisi yang terjadi dalam

kehidupannya. Kepribadian yang kuat dan cenderung terbuka dapat

mendorong lansia untuk mencapai Subjective Well-Being dalam hidupnya.

Karena kepribadian memiliki ciri-ciri yang stabil dan dapat mempengaruhi

kondisi individu (Diner, Oishi & Lucas, 2003). Pernyataan ini didukung

oleh Hayes & Joseph (dalam Libran, 2006) yang menyatakan bahwa

individu cenderung akan mendapatkan kesejahteraan karena kepribadian

yang dimiliki.

Page 25: BAB IV PEMBAHASAN 4...Untuk di GKI Jendral Sudirman penulis melakukan penelitian dengan hadir dalam beberapa kegiatan lansia seperti latihan kor lansia, Kelas Usia Lanjut yang terbagi

78

Sementara itu, telaah data untuk kebermaknaan hidup juga

memberikan sumbangan efektif terhadap Subjective Well-Being baik pada

lansia laki-laki dan perempuan. Kebermaknaan Hidup dapat tercapai

ketika individu dapat merasakan kebahagiaan dalam hidupnya dan terus

memaknai hidupnya. Kehidupan yang bermakna maka akan cenderung

membantu individu dalam mencapai Subjective Well-Being dalam

hidupnya. Frankl (2005) mengungkapkan bahwa kebermaknaan hidup

dapat memengaruhi keputusan individu dalam hidupnya yang

mengarahkan pada sikap baru dan kelanjutan dalam mencari makna hidup

yang dapat meningkatkan Subjective Well-Being.

Untuk dimensi kepribadian yaitu dimensi neuroticsm, ekstroversion,

conscientiousness, openness to experience, dan agreeableness. Telaah

data menemukan hasil sumbangan efektif lansia laki-laki pada dimensi

Neuroticsm 39,88%, Ekstroversion 37,20%, Conscientiousness 28,40%,

Agreeableness 37,78% dan Openess to Experience 35,04%. Pada lansia

perempuan hasil sumbangan dimensi Neuroticsm15,77%, Ekstroversion

14,22%, Conscientiousness 12,53%, Agreeableness 14,37% dan Openess

to Experience 11,35%. Neuroticsm memiliki sumbangan terbesar

dibandingkan dengan aspek lainnya, hal ini kemungkinan karena sebagian

besar lansia mengganggap kehidupan merupakan hal yang harus dijalani

dengan keberanian dalam menghadapi segala bentuk kesulitan. Hal ini

sejalan dengan pernyataan Linsiya (2016) yang menyatakan bahwa

individu yang memiliki keyakinan dalam menghadapi kesulitan dan

memiliki kecenderungan neuroticsm yang rendah maka cenderung tidak

akan mengalami kecemasan, ketakutan maupun kegelisahan ketika

menghadapi sesuatu dan hal ini maka akan memberikan dampak positif

terhadap Subjective Well-Being yaitu meningkatkan emosi positif dan

menurunkan emosi negatifnya. Sementara itu, pernyataan lain

mengungkapkan bahwa individu yang memiliki neuroticsm tinggi

cenderung terpengaruh kerja memorinya dibandingkan yang rendah dalam

neuroticsm (Neupert, Mrozeck & Spiro, 2008), sehingga hal ini akan dapat

memengaruhi Subjective Well-Being. Penelitian lain menemukan hasil

temuan yang sama yaitu bahwa neuroticism adalah prediktor terbesar

terhadap indikator Subjective Well-Being (Quevedo & Abella, 2011).

Kemudian untuk dimensi ekstroversion baik pada lansia laki-laki dan

perempuan, ikut memberikan sumbangan terhadap Subjective Well-Being .

Ada kemungkinan karena sebagian lansia menganggap pribadi yang

cenderung terbuka cenderung dapat memudahkan mereka untuk

berinteraksi dengan orang sekitar. Hal ini didukung oleh penelitian Libran

(2006) yang menemukan bahwa dimensi kepribadian ekstroversion dapat

Page 26: BAB IV PEMBAHASAN 4...Untuk di GKI Jendral Sudirman penulis melakukan penelitian dengan hadir dalam beberapa kegiatan lansia seperti latihan kor lansia, Kelas Usia Lanjut yang terbagi

79

memprediksi keberadaan Subjective Well-Being sebesar 7,3%. Selain itu,

Hall & Lindzey (1993) menyatakan bahwa individu yang memiliki

kepribadian ekstroversion lebih dominan cenderung lebih positif dalam

memaknai sekitarnya yang berdampak pada evaluasi kognitif dan

afektifnya individu mengenai hidup berlangsung baik sehingga dapat

mencapai kesejahteraan. Pavot et al (2010) mengungkapkan banyak hasil

penelitian yang beragumen ekstraversion dan neuroticsm berhubungan

dengan Subjective Well-Being hal ini karena kedua aspek tersebut dapat

mencerminkan temperamen dari individu. Namun, di sisi lain, aspek

lainnya seperti agreeableness, conscientiousness dan openness to

experience menunjukan hubungan yang lebih lemah pada Subjective Well-

Being (Watson & Clarck, dalam Diener et al 1999) Sementara Seidlitz

(dalam Diener et al 1999) mengungkapkan hubungan tersebut lemah

disebabkan oleh adanya reward oleh lingkungan, bukan karena reaktivitas

faktor biologis pada lingkungan. Selain itu, alasan lainnya adalah orang

ekstraversion cenderung untuk memiliki lebih banyak energi, yang pada

gilirannya dapat membantu mereka terlibat dalam kegiatan yang

menghasilkan kesenangan. Akibatnya, lingkungan yang menghalangi atau

mengurangi pilihan situasional dapat mengurangi hubungan antara

kepribadian dengan Subjective Well-Being. Fenomena ini dikenal sebagai

kekuatan situasional, yang menunjukkan tingkat bahwa lingkungan, bukan

disposisi, memengaruhi sikap dan perilaku seseorang (Mischel, 1977;

Withey, Gellatly, & Annett, 2005).

Sementara untuk dimensi Openess To Experience ditemukan

memiliki pengaruh pada Subjective Well-Being, khususnya afek positif

dan afek negatif. Hal ini kemungkinan karena sebagian besar lansia

menggangap kepribadian yang cenderung terbuka dapat membantu

mereka untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang lebih,

sehingga dapat membuka pandangan mereka menjadi lebih luas.

Pernyataan ini sejalan dengan McCrae and Costa (1991) yang

mengungkapkan bahwa Openess To Experience dapat mendorong individu

untuk memiliki pengalaman yang lebih positif. Patterson (dalam Newman

& Newman, 2006) mengatakan bahwa lansia yang terlibat dalam aktivitas

luang memiliki tingkat stress yang lebih rendah, namun tidak berarti

mereka tidak sedih, karena aktivitas sosial yang mereka lakukan dapat

membantu mereka merasa tidak terisolasi dan memberi perasaan akan

nilai sosial.

Untuk dimensi Agreeableness juga ditemukan sumbangannya

terhadap Subjective Well-Being. Ada kemungkinan bahwa pada dasarnya

lansia dapat merasakan bahwa keramahan merupakan hal yang penting

Page 27: BAB IV PEMBAHASAN 4...Untuk di GKI Jendral Sudirman penulis melakukan penelitian dengan hadir dalam beberapa kegiatan lansia seperti latihan kor lansia, Kelas Usia Lanjut yang terbagi

80

untuk dimiliki dan dapat membantu dalam menjalin hubungan yang baik

dengan orang lain, sehingga hal ini dapat berdampak adanya perilaku yang

baik dari orang lain terhadap diri lansia tersebut yang dapat meningkatkan

Subjective Well-Being-nya. Pernyataan ini diperkuat oleh Jensen-

Campbell et al (2002) yang mengungkapkan indikator Agreeableness

dapat membantu dalam menjaga hubungan interpersonal yang positif.

Pernyataan ini juga diperkuat oleh Selfhout et al. (2010) yang menemukan

bahwa individu yang memiliki tingkat Agreeableness yang tinggi

cenderung memiliki lebih banyak teman.

Selain itu, dimensi lain yang memengaruhi adalah

Conscientiousness. Ada kemungkinan sebagian besar lansia karena

memiliki pengalaman hidup yang lebih, cenderung menganggap

pentingnya memiliki kewaspadaan lebih dan ingin dapat mengerjakan

sesuatu dengan baik, sehingga hal ini dapat mendorong lansia

mendapatkan hal menguntungkan yang dapat meningkatkan Subjective

Well-Being. Steel & colleagues (2009), menemukan bahwa individu yang

memiliki conscientiousness yang cukup cenderung mencapai kesuksesan

dan keinginan untuk maju sehingga dapat mendukung Subjective Well-

Being. Pernyataan lain yang mendukung menyatakan orang yang

memiliki Conscientious cenderung memiliki status hidup yang

menguntungkan bagi kesejahteraan (McCrae & Costa, dalam Bass, Wood

& Brown, 2010). Namun apabila tingkat Conscientiousness tinggi, justru

hal ini dapat menjadi ancaman bagi kesejahteraan (Bass et al 2010).

Sementara itu, untuk aspek kebermaknaan hidup, makna hidup

memberikan sumbangan efektif paling besar pada lansia perempuan yaitu

17,30%. Ada kemungkinan karena lansia perempuan lebih menggangap

nilai dalam kehidupan sangat penting agar kehidupan dapat terasa berarti

dan bahagia. Penelitian lain mengungkapkan bahwa makna hidup dapat

mendorong individu untuk menjadi seseorang yang berguna, berharga

untuk lingkungan, masyarakat dan dirinya (Lubis dan Maslihah, 2012).

4.9.2 Kebermaknaan Hidup Memiliki Pengaruh Lebih Tinggi Pada

Lansia Perempuan Dibandingkan Dengan Lansia Laki-laki

Hasil temuan dalam penelitian ini menemukan sumbangan efektif

Kebermaknaan Hidup paling besar ada pada lansia perempuan yaitu

dengan sumbangan afektif aspek terbesar pada Makna Hidup 17,30%. Hal

Page 28: BAB IV PEMBAHASAN 4...Untuk di GKI Jendral Sudirman penulis melakukan penelitian dengan hadir dalam beberapa kegiatan lansia seperti latihan kor lansia, Kelas Usia Lanjut yang terbagi

81

ini memberikan kemungkinan bahwa sebagian besar lansia perempuan

karena dalam kehidupannya cenderung banyak berperan dalam merawat

keluarganya baik dalam mengurus pasangan hidupnya dan membesarkan

anak-anaknya dengan didukung tekanan yang dirasakan dapat membuat

lansia perempuan lebih memaknai setiap peristiwa yang terjadi dalam

kehidupannya. Grouden & Jose (2014) menemukan bahwa Kebermaknaan

Hidup lebih dialami oleh perempuan daripada laki-laki, hal ini disebabkan

karena tekanan hidup secara umum lebih bemakna pada perempuan karena

perempuan cenderung memiliki pandang yang lebih luas pada

kebermaknaan dan cenderung memikirkan seluruh pengalaman hidup

sebagai suatu makna. Kemampuan memaknai hidup ini adalah hasil dari

kemampuan lansia dalam menyadari dan melihat kondisi diri serta mampu

menggunakan atau mengenali potensi yang masih dimiliki untuk

melakukan sesuatu yang dapat membuat lansia merasa bermakna melalui

kegiatan sehari-hari (Nauli, 2011). Selain itu, perempuan lebih emosional

dan penuh perasaan (Shields dalam Santrock, 2003). Sehingga perempuan

cenderung memandang berbagai tantangan dalam kehidupannya dengan

lebih memaknai dan menganggap sebagai suatu hikmah yang mendorong

kesejahteraan subjektifnya. Sementara, laki-laki merupakan orang yang

lebih rasional dan menggunakan logika (Shields dalam Santrock, 2003).

Sehingga laki-laki kurang memandang peristiwa dalam kehidupannya

sebagai hal yang bermakna, namun memandang sesuatu terjadi karena ada

sebab akibatnya, bukan karena ada arti khusus.

4.9.3 Kepribadian Memiliki Pengaruh Lebih Tinggi Pada Lansia

Laki-laki Dibandingkan Dengan Lansia Perempuan

Hasil uji statistik menunjukan hasil sumbangan efektif Kepribadian

pada lansia laki-laki 38,7% lebih besar dibandingkan lansia perempuan

yang memperoleh 15,6%. Hal ini menunjukan bahwa kemungkinan karena

sebagian besar lansia laki-laki berperan lebih besar dalam bekerja demi

menghidupi keluarganya dan merasa memiliki tanggung jawab yang lebih besar,

sehingga laki-laki cenderung merasa kepribadian yang dimilikinya dalam

menjalani kehidupan lebih berperan besar pada pencapaian Subjective Well-

Being. Selain itu, pada laki-laki dan perempuan berbeda karena keduanya

memiliki peran sosial yang berbeda yang harus mereka penuhi (Bem,1974;

Eaglyetal, 2000), seperti laki-laki yang harus menjadi tulang punggung

keluarga dan tidak mudah rapuh dalam menghadapi berbagai tantangan

kehidupan. Hal tersebut ada pada indikator kepribadian. Sementara, pada

lansia perempuan Kepribadian ikut memberikan sumbangan, namun lebih

kecil. Karena tanggung jawab yang diemban oleh seorang perempuan

tidak sebesar laki-laki. Selain itu, laki-laki cenderung lebih fokus pada

Page 29: BAB IV PEMBAHASAN 4...Untuk di GKI Jendral Sudirman penulis melakukan penelitian dengan hadir dalam beberapa kegiatan lansia seperti latihan kor lansia, Kelas Usia Lanjut yang terbagi

82

mengontrol sumber ekonomi sebagai pendukung kesejahteraan keluarga

yang dapat mengindikasikan status yang lebih tinggi (Bem,1974),

sehingga dengan adanya tugas yang berat ini kepribadian laki-laki dirasa

lebih mendukung pencapaian kesejateraan subjektifnya,

4.9.4 Subjective Well-Being antar Jenis Kelamin lansia di Kota

Salatiga tidak berbeda.

Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan uji t contoh independen

memeroleh nilai t= 1,940 dengan signifikansi sebesar 0,058>0,05.

Sehingga, tidak ada perbedaan Subjective Well-Being pada lansia laki-laki

dan perempuan di Kota Salatiga. Hal ini sejalan dengan penelitian

Meisenberg & Woodley (2015) yang menyatakan dalam penelitiannya

tidak ditemukan perbedaan Subjective Well-Being pada lansia laki-laki

dan perempuan. Oleh sebab itu, kemungkinan penyebab tidak ada

perbedaan Subjective Well-Being pada lansia laki-laki dan perempuan,

karena baik lansia laki-laki dan perempuan sama-sama menganggap

bahwa Subjective Well-Being merupakan bagian dalam kehidupan mereka.

Hal ini didukung dengan pernyataan oleh Monjezi & Naderi (2016)

Subjective Well-Being adalah salah satu komponen dari sikap positif

individu terhadap dunia dimana mereka tinggal yang selalu memengaruhi

pemikiran manusia. Selain itu, Diener (2009) mengungkapkan bahwa

secara umum tidak ada perbedaan Subjective Well-Being yang signifikan

antara laki-laki dan perempuan. Namun perempuan ditemukan memiliki

intensitas perasaan negatif dan positif yang lebih banyak dibandingkan

laki-laki. Pernyataan ini didukung oleh Lyumbomirsky & Dickerhoof

(2005) yang menemukan Subjective Well-Being laki-laki dan perempuan

sama. Shuman (Eddington dan Shuman, 2008) menyatakan perempuan

lebih banyak mengungkapkan afek negatif dan depresi dibandingkan laki-

laki, dan lebih banyak mencari bantuan terapi untuk mengatasi gangguan

ini; namun laki-laki dan perempuan mengungkapkan tingkat kebahagiaan

global yang sama. Selain itu pendapat lain mengungkapkan bahwa tidak

ada perbedaan Subjective Well-Being laki-laki dan perempuan karena

tingkat emosi rata-rata laki-laki dan perempuan berada pada tingkat yang

sama (Seligman, 2005).

Page 30: BAB IV PEMBAHASAN 4...Untuk di GKI Jendral Sudirman penulis melakukan penelitian dengan hadir dalam beberapa kegiatan lansia seperti latihan kor lansia, Kelas Usia Lanjut yang terbagi

83

4.9.3 Kekuatan dan Keterbatasan yang dimiliki oleh penelitian yang

dilakukan

4.9.3.1 Kekuatan

1. Penelitian simultan mengenai Kebermaknaan Hidup dan

Kepribadian terhadap Subjective Well Being masih jarang

diteliti.

2. Penelitian mengenai Kepribadian sebagai faktor yang

memengaruhi Subjective Well Being sering kali dilakukan pada

orang yang masuk kategori young age. Maka kekuatan dari

penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi dunia

psikologi khususnya penelitian mengenai lansia.

3. Hal baru yang menjadi temuan dalam penelitian ini adalah

Subjective Well Being lansia laki-laki cenderung lebih

dipengaruhi oleh Kepribadiannya, sementara Subjective Well

Being lansia perempuan cenderung dipengaruhi oleh

Kebermaknaan Hidupnya.

4.9.3.2 Keterbatasan

1. Subjek masih terbatas hanya di Kota Salatiga, sehingga hasil

tidak dapat digeneralisasikan dengan penelitian yang sama di

Kota Lain.

2. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, sehingga hasil yang

didapatkan kurang mendalam mengenai peubah yang diteliti.

3. Adanya kendala dugaan Kristenisasi dalam proses pengambilan

data try out, sehingga untuk penelitian selanjutnya perlu

mempertimbangkan tempat pengambilan data.