bab iv pandangan pimpinan pondok pesantren … iv.pdf · 116 amin kurikulum hanya berupa kitab...
TRANSCRIPT
115
BAB IV
PANDANGAN PIMPINAN PONDOK PESANTREN
SALAFIYAH DI KALIMANTAN SELATAN
TENTANG MODERNISASI KURIKULUM
PONDOK PESANTREN SALAFIYAH
Untuk menggambarkan bagaimana pandangan Pimpinan
Pondok Pesantren Salafiyah di Kalimantan Selatan terhadap
modernisasi pondok pesantren dalam bidang kurikulum akan
diuraikan pandangan terhadap perubahan bentuk kurikulum,
integrasi mata pelajaran umum, pendidikan vokasional/keahlian
dan kegiatan ekstra kurikuler ke dalam kurikulum pondok
pesantren.
A. Perubahan Bentuk Kurikulum dari Kurikulum
Tradisional ke Kurikulum Modern
Salah satu hal yang sangat menentukan keberhasilan
pendidikan pada satu satuan pendidikan adalah kurikulum.
Karena kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan untuk mencapai
tujuan pendidikan.1 Dengan demikian kurikulum di samping
berisi aturan tentang isi/materi yang akan diajarkan juga
mengatur tentang bagaimana cara mengajarkannya. Oleh karena
itu sangat tepat bila dinyatakan kurikulum sebagai pedoman
penyelenggaraan pendidikan di sebuah satuan pendidikan.
Untuk dapat dijadikan sebagai pedoman bagi seluruh stake
holder pondok pesantren maka kurikulum harus dibukukan
dalam bentuk dokumen.
Berdasarkan hasil penelitian maka didapati dokumen
tentang kurikulum yang dimiliki pondok pesantren yang diteliti,
memiliki bentuk yang berbeda. Di Pondok Pesantren Ibnul
1Republik Indonesia, “Undang-Undang nomor RI nomor 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I pasal 1 ayat 19” , 2003
(Bandung: Citra Umbara, 2006) h.74.
116
Amin kurikulum hanya berupa kitab pegangan yang harus
diajarkan dan waktu yang digunakan untuk menyelesaikan kitab
yang bersangkutan. Adapun kitab pegangan dan waktu
penyelesaian masing-masing kitab pada Pondok Pesantren Ibnul
Amin sebagaimana terdapat dalam tabel di bawah ini.
Tabel: 4.1. Nama Kitab dan Alokasi waktu masing-masing
Kitab Pada Pondok Ibnul Amin tahun 2014 2
No Nama Kitab Alokasi Waktu
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Tashrifan
Jurumiah
Mutammimah I
Mutammimah II
Kailani I
Kailani 2
Syarah Sittîn
Fathul Majîd
Kifayatul Awâm
Hud Hudy
Fathul Qarib I
Fathul Mu’in
120 kali pertemuan ( 3 bulan)
120 kali pertemuan ( 3 bulan)
150 kali pertemuan ( 3 bulan)
120 kali pertemuan ( 2 bulan)
90 kali pertemuan ( 3 bulan)
90 kali pertemuan ( 3 bulan)
90 kali pertemuan ( 3 bulan)
90 kali pertemuan ( 3 bulan)
90 kali pertemuan ( 3 bulan)
90 kali pertemuan ( 3 bulan)
180 kali pertemuan ( 6 bulan)
180 kali pertemuan ( 6 bulan)
Kitab tersebut di atas wajib dihadiri oleh santri dan wajib
mengikuti ujian akhir kitab. Di samping kitab tersebut masih
banyak kitab lain yang sifatnya wajib dihadiri tetapi tidak
diujikan dan ada juga kitab lainnya yang sifatnya mengikuti
pembelajaran tidak wajib dan tidak diujikan. Adapun kitab yang
tidak diujikan misalnya adalah Kitab Fathul Qarib juz II ,
Fathul Muin juz IV, dan Kitab Dasuki.
Pada Pondok Pesantren Al Mursyidul Amin kurikulum
hanya berbentuk susunan mata pelajaran tiap-tiap kelas dengan
kitab yang menjadi sumber bahan. Secara detail susunan mata
2Dokumen Pondok Pesantren Ibnul Amin tahun 2014.
117
pelajaran dan kitab rujukan yang terdapat di Pondok Pesantren
Al Mursyidul Amin adalah:
Tabel: 4.2. Nama Mata Pelajaran dan Kitab Rujukan pada
Tingkat Tsanawiyah Pondok Pesantren Al
Mursyidul Amin 3
No Mata
Pelajaran
Nama Kitab
Kelas I Kelas II Kelas III
1. Tauhid Kifâyatul
‘Awâm
Matan
Jauharah Hud Hudy
2. Fiqh Fathul Qarîb Fathul Qarîb Fathul Qarîb
3. Hadits Riyadhus
Shâlihîn
Riyadhus
Shâlihin
Riyadhus
Shâlihin
4. Tafsir Jalâlain Jalâlain Jalâlain
5. Ushul
Fiqh
Mabâdî
Awaliyah Al Waraqâti Assalam
6. Ushul
Hadis
Dâlilu al Thâ
libîn
Minhatul
Mughîst
Tanwîru al
Tulâbu
7. Ushul
Tafsir -
Ilmu Ushûl
Tafsîr
al Qaulu al
Munîr
8. Fara’id Is’âfu al
Hâid
Nafhatu al
Ha-saniah
Dhalîl
Khâ’id
9. Nahu Is’âfu al Thâ
libin Asmawi
al Kawâkibu
al Durriah
10. Sharaf -
Matan Al
Maqsûd al Kailani
11. Balaghah - - Qawâ’id
12. Mantiq Syarah
Sulamu al
Munawaraq
Syarah
Sulamu al
Munawaraq
Idhâhu al
Mubham
13. Al ‘Arud - -
Mukhtasyar
Asy Syâfi
14. Lughatul
Arabiah
Qiraatul
Rasyîdah I
Qiraatul
Rasyîdah II
Qiraatul
Rasyîdah III
3Dokumen Pondok Pesantren Al Mursyidul Amin tahun 2014.
118
Sambungan Tabel: 4.2.
No Mata
Pelajaran
Nama Kitab
Kelas I Kelas II Kelas III
15. Tajwid Hidâyatul
Mustafîd - -
16. Insya Rafîqi Rafîqi Rafîqi
17. Tarikh
Islam
Khalâshatu Nur
al Yaqîn Nûrul Yaqîn Nûrul Yaqîn
18. Akhlaq Ta’lîmu al
Mutha’allim
Risâlatu al
Mu’âwanah
Nashi’uddînia
h
Sedangkan kurikulum pada Pondok pesantren Yasin ada
buku kurikulum yang berbentuk matrik yang kolom-kolomnya
terdiri dari: nama mata pelajaran, kitab rujukan, pengarang dan
alokasi waktu. Adapun gambaran lengkap contoh bentuk
kurikulum yang disusun oleh Pondok pesantren Yasin dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel: 4.3. Kurikulum Tsanawiyah Tingkat Tsalitsah Pondok
Pesantren Yasin 4
No Mata
Pelajaran
Kitab
Rujukan/
Bahan
Pengarang
Alokasi
Waktu/
Minggu
1 Tahfiz dan
Qirâ’atul
Qur’ân
Al Qur’an
Surah Yâsîn
dan Surah Asy
Syajadah
6 kali
2 Tafsir Qur’an Surah
Yâsîn sampai
S. At Tahrim
(Rujukan
Kitab Jalalain)
Imam Jalaluddin
al Mahalli dan
Imam Jalaluddin
Asy Syuyuti
3 kali
4Dokumen Kurikulum Pondok Pesantren Yasin, Tahun 2012.
119
Sambungan Tabel: 4.3.
No Mata
Pelajaran
Kitab
Rujukan/
Bahan
Pengarang
Alokasi
Waktu/
Minggu
3 Aqidah Fath al Majîd Syekh
Muhammad
Nawawi bin
Umar Al Bantini
3 kali
4 Hadis kitab
“Riyadhu Al
Shâlihîn”
Imam Yahya bin
Syaraf bin Hasan
bin Husain An-
Nawawi
3 kali
5 Fiqh Kitab Fath al
Qârib
Syekh Abi
Abdul-lah
Muhammad bin
Qasim Asy
Syafi’i
4 kali
6 Tasawuf Kitab Hidayah
as Sâlikîn
Syekh Abdush
Sha-mad al
Palimbani
2 kali
7 Nahu Kitab
Mutammimah
( Materi
muqaddimah
sampai bab
Zani wa
Akhawâtiha)
Syeikh
Muhammad Bin
Ahmad Bin Abdil
Bari Al-Ahdal
3 kali
8 Sharaf Kitab Kailani
Pasal Fi
Bayâni al
Mudhâ’afu
sampai akhir
kitab
Syekh Abi al Ha-
san ‘Ali bin
Hisam al Kailani
3 kali
9 Lughat al
Ara-biyah
Qasasun
Nabiyina juz 4
Said Abul Hasan
‘Ali Ahsan An-
nadwi
3 kali
120
Sambungan Tabel: 4.3.
No Mata
Pelajaran
Kitab
Rujukan/
Bahan
Pengarang
Alokasi
Waktu/
Minggu
10 Siratun
Naba wiyah
Khalisah
Nurul Yaqîn
Juz 3
Umar Abdul
Jabbar
2 kali
11 Bahasa
Indonesia
1 kali *)
12 Matematika 1 kali *)
13 Khat 1 kali
14 Insya 1 kali
Ket.: *) Masih berupa rencana belum dilaksanakan5
Walaupun terdapat perbedaan dalam bentuk format
kurikulum, tetapi pada dasarnya bentuk-bentuk kurikulum di
atas masuk dalam kategori pandangan yang menyatakan bahwa
kurikulum hanya sejumlah mata pelajaran yang wajib diikuti
oleh peserta didik. Oleh karena itu dapatlah dinyatakan bahwa
desain kurikulum yang dipakai oleh Pondok Pesantren
Salafiyah di Kalimantan Selatan menggunakan desain subject
curriculum. Subject curriculum yaitu kurikulum yang terdiri
dari mata pelajaran yang terpisah-pisah. Subject adalah
himpunan pengalaman (pengetahuan) manusia yang disusun
logis dan sistematis.6
5Hasil wawancara dengan Ahmad Thoha, Mudir Tsanawiyah Pondok
Pesantren Yasin, tanggal 3 April 2016 dinyatakan bahwa: mulai disusun buku
kurikulum tahun 2010 sampai tahun ajaran 2014-2015 kedua mata pelajaran
itu belum bisa dilaksanakan karena pimpinan Pondok Pesantren Yasin belum
mampu menulis silabus untuk kedua mata pelajaran tersebut. Sesuai dengan rencana awal bahwa bahan pelajaran dari kedua mata pelajaran tersebut
berbeda ruang lingkup materinya dengan yang dipakai di sekolah/madrasah
yang menggunakan kurikulum nasional RI. Hal ini karena jumlah alokasi
waktu pada masing-masing jenjang di Pondok Pesantren Yasin berbeda dengan alokasi waktu yang ada di sekolah/madrasah.
6Hendyat Soetopo dan Wasty Soemanto, Pembinaan dan
Pengembangan Kurikulum Sebagai Substansi Problem Administrasi
Pendidikan, (Jakarta: Bina Aksara, 1982), h. 78.
121
Apabila ditinjau dari segi pendekatan dalam penyusunan
kurikulum, maka penyusunan kurikulum dari ketiga Pondok
Pesantren di atas menggunakan pendekatan yang berorientasi
bahan pelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat M. Ahmad
bahwa apabila dalam pengembangan kurikulum pertanyaan
pertama yang muncul adalah bahan apa yang akan diajarkan
kepada peserta didik, maka pendekatan seperti ini disebut
pendekatan yang berorientasi pada bahan pelajaran. Pendekatan
tersebut walaupun ada kelebihannya, tetapi mempunyai
kelemahan yaitu tujuan pengajaran kurang jelas, sehingga sukar
untuk dijadikan pedoman dalam menentukan metode maupun
penilaian.7
Pada perkembangan modern, kurikulum pendidikan
menggunakan pendekatan yang berorientasi pada tujuan, yang
berarti bahwa langkah pertama dalam penyusunan kurikulum
adalah menentukan apa tujuan pendidikan yang ingin dicapai,
atau pengetahuan, keterampilan dan sikap apakah yang
diharapkan dimiliki oleh peserta didik setelah menyelesaikan
kurikulum. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu
dirumuskan tujuan dan pengetahuan, serta keterampilan dan
sikap secara jelas dan operasional.8 Pendekatan yang
berorientasi pada tujuan dalam pengembangan kurikulum
memiliki banyak kelebihan. Adapun kelebihan yang dimaksud
adalah:
1. Tujuan yang ingin dicapai jelas bagi penyusun kurikulum
2. Tujuan yang jelas akan memberikan arah yang jelas pula
dalam menetapkan materi pelajaran, metode, jenis kegiatan
dan alat yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
3. Tujuan yang jelas juga akan memberikan arah dalam
mengadakan penilaian terhadap hasil yang dicapai.
4. Hasil penilaian yang terarah akan membantu penyusun
kurikulum dalam mengadakan perbaikan-perbaikan yang
diperlukan.9
7M. Ahmad, Pengembangan ... h. 73. 8Ibid, h. 74. 9Ibid.
122
Oleh karena itu modernisasi dalam hal penyusunan
kurikulum dalam konteks penelitian ini berarti merubah
pengembangan kurikulum yang disusun dengan pendekatan
bahan pelajaran menjadi pengembangan kurikulum berdasarkan
pendekatan tujuan pelajaran.
Terhadap kondisi ini maka pandangan pimpinan pondok
pesantren yang diteliti secara esensinya tidak berbeda.
Pimpinan Pondok Pesantren Yasin yang menyatakan bahwa
pendekatan dalam menyusun kurikulum dengan menggunakan
pendekatan yang berorientasi pada tujuan itu bagus sekali,
bahkan kalau komponen kurikulum itu dibuat terdiri dari tujuan,
bahan pelajaran, metode dan media maka beliau setuju, tetapi
kata beliau kami memiliki tenaga yang terbatas dan tidak ada
tenaga ahli yang mampu mengerjakan hal tersebut.10
Sementara menurut Pimpinan Pondok Pesantren Al
Mursyidul Amin:
Modernisasi terhadap kurikulum pesantren itu bagus,
supaya mengimbangi kemajuan zaman. Kurikulum itu penting
supaya pendidikan yang diselenggarakan terarah pada tujuan.
Yang namanya kurikulum semakin tahun selalu ada perubahan.
Pondok pesantren boleh menambah pelajaran demi untuk
kebaikan, tetapi tidak boleh mengurangi kurikulum yang sudah
ada. Mempertahankan kurikulum pondok pesantren seperti yang
ada sekarang dimaksudkan untuk menjaga keberkahan. Modern
itu sangat wajar, tetapi harus sejalan dengan motto/semboyan
pondok pesantren. Boleh mengikuti modernisasi untuk
menambah khazanah duniawiyah. Dunia tidak bisa kita
tinggalkan, karena itu modernisasi tidak bisa dihindari.11
Pendapat senada dikemukakan oleh Pimpinan Pondok
Pesantren Ibnul Amin yang menyatakan bahwa modernisasi
10Hasil wawancara dengan K.H. Fahmi bin Zam Zam, Pimpinan
Pondok Pesantren Yasin, tanggal 9 Nopember 2014.
11Hasil Wawancara dengan K H. Rasyid Ridha, Pimpinan Pondok Al
Mursyidul Amin, tanggal 11 April 2015.
123
kurikulum itu baik saja selama tidak mengurangi kitab yang
diajarkan selama ini.12
Berdasarkan pendapat di atas, maka merubah pendekatan
yang digunakan dalam menyusun kurikulum tidak menjadi
masalah bahkan menambah isi kurikulum pun boleh, asal tidak
mengurangi materi kurikulum pondok pesantren yang ada
sekarang.
Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa
Pimpinan Pondok Pesantren Ibnul Amin, Al Mursyidul Amin
dan Yasin memandang bahwa modernisasi bidang kurikulum di
Pondok Pesantren itu baik, dan setuju saja untuk diterapkan asal
tidak mengurangi isi kurikulum pondok yang ada sekarang, dan
tetap kurikulum disusun berdasarkan kitab yang dipakai selama
ini. Di samping itu salah satu prinsip yang harus diperhatikan
dalam mengembangkan kurikulum pondok salafiyah adalah
kitab tetap dipelajari secara utuh mulai halaman awal sampai
halaman akhir kitab. Hal ini untuk menjaga keberkahan ilmu
yang akan diperoleh.13
Baik kurikulum yang digunakan pada pondok pesantren
Ibnul Amin, Al Mursyidul Amin dan Yasin dapat saja dirubah
sesuai dengan model kurikulum pada sekolah modern, yaitu
kurikulum disusun dengan 5 unsur penting yaitu tujuan, materi
pendidikan, organisasi dan strategi, sarana dan evaluasi.14
Di antara komponen tersebut komponen tujuan amat
penting. Karena tujuan akan menentukan komponen lainnya.
Pada pondok pesantren tujuan yang harus dirumuskan oleh tim
pengembang kurikulum terdiri dari tujuan pondok pesantren,
tujuan tiap-tiap mata pelajaran dan tujuan pokok bahasan.
Dengan jelasnya tujuan seperti di atas, maka memudahkan
untuk menentukan berbagai komponen lainnya. Misalnya
pokok-pokok materi pelajaran apa saja yang terdapat dalam
rumusan tujuan pokok bahasan. Dari tujuan itu dapat pula
12Hasil wawancara dengan K.H. Mukhtar, Pimpinan Pondok
Pesantren Ibnul Amin tanggal 7 Maret 2015. 13Hasil wawancara dengan K.H. Fahmi bin Zam Zam, Pimpinan
Pondok Pesantren Yasin, tanggal 9 Nopember 2014. 14Hendyat Soetopo dan Wasty Sumanto, Pembinaan .....h. 26-38.
124
dirumuskan strategi pembelajaran, metode, media, dan evaluasi
pembelajaran. Dari tujuan itu pula dapat diketahui keluasan dan
kedalaman materi yang harus disampaikan kepada peserta didik,
sehingga dapat ditentukan berapa lama alokasi waktu yang
diperlukan untuk mengajarkan materi yang bersangkutan.
Akan tetapi menyusun kurikulum dengan pendekatan
modern seperti tersebut di atas memerlukan keahlian. Oleh
karena itu bila ingin melakukan perubahan sesuai dengan
pendekatan modern dalam menyusun kurikulum pondok
pesantren salafiyah harus mendatangkan tenaga ahli, atau ada
uluran tangan dari pemerintah atau dari perguruan tinggi yang
berkompeten.
B. Integrasi Pengetahuan Umum ke dalam Kurikulum
Pondok Pesantren
Salah satu fungsi Pondok Pesantren sebagai lembaga
pendidikan adalah tempat untuk mentransfer ilmu pengetahuan,
nilai dan sikap yang dimiliki atau yang diinginkan generasi tua
kepada generasi muda. Oleh karena itu maka isi kurikulum
pondok pesantren haruslah berisi ilmu pengetahuan, nilai dan
sikap yang dimiliki atau yang diinginkan masyarakat pemakai
lembaga pendidikan yang bersangkutan.
Selama ini banyak ditemukan pada pondok pesantren
salafiyah di Indonesia yang hanya mengajarkan materi pelajaran
ke-Islaman yang bersumber dari kitab-kitab klasik.
Zamachsyari Dhofir menyatakan bahwa pada pondok pesantren
diajarkan kitab-kitab klasik yang dapat digolongkan menjadi 8
penggolongan yaitu: 1). Nahwu, dan. Shâraf, 2). Fiqh, 3). Ushul
fiqh, 4). Hadîs, 5). Tafsîr, 6).Tauhîd, 7).Tasawuf dan Etika, dan
8). Târikh serta Balâghah.15
Hal yang sama juga didapati pada Pondok Pesantren yang
diteliti. Pada Pondok Pesantren Ibnul Amin, Mata Pelajaran
yang diajarkan adalah Sharaf, Nahwu, Balaghah, Manthiq,
Tauhid, Fiqh, Ushul Fiqh, Hadits, Tafsir, Akhlak/Tasawuf,
Faraidh, Tarikh, Tajwid, dan Arudh yang sebagian besar
15Zamachsyari Dhofir, Tradisi ... h.50.
125
bersumber dari kitab klasik. Sedangkan pada Pondok Pesantren
Al Mursyidul Amin mata pelajaran yang diajarkan adalah :
1. Untuk Madrasah tingkat Tajhiziyah terdiri dari Fiqh, Hadits,
Tafsir, Nahwu, Lughatul Arabiah, Tajwid, Tarikh Islam dan
Akhlaq.
2. Untuk Madrasah tingkat Tsanawiyah dengan mata pelajaran
terdiri dari: Tauhid, Fiqh, Hadits, Tafsir, Ushul Fiqh, Ushul
Hadis, Ushul Tafsir, Fara’id, Nahu, Sharaf, Balaghah,
Mantiq, Al ‘Arud, Lughatul Arabiah, Tajwid, Insya, Tarikh
Islam, Akhlaq.
3. Untuk Madrasah Tingkat Aliyah dengan mata pelajaran
terdiri : Tauhid, Fiqh, Hadits, Tafsir, Ushul Fiqh, Ushul
Hadis, Ushul Tafsir, Fara’id, Nahu, Sharaf, Balaghah,
Mantiq, Al ‘Arud, Lughatul Arabiah, Tajwid, Insya, Tarikh
Islam, Akhlaq.16
Adapun mata pelajaran yang diajarkan di Pondok
Pesantren Yasin adalah:
1. Madrasah tingkat I’dadiyah terdiri dari: Tahfiz dan Qira’atul
Qur’an, ‘Aqidah, Hadits, Fiqh, Akhlaq, Ilmu Tajwid, Sharaf,
Lughat al Arabiyah, Siratun Nabawiyah, Bahasa Indonesia,
Matematika, Jawi, dan Praktek Ibadah.
2. Madrasah tingkat Tsanawiyah terdiri dari: Tahfiz dan
Qira’atul Qur’an, ‘Aqidah, Hadis, Fiqh, Akhlaq, Ilmu
Tajwid, Nahu, Sharaf, Lughat al Arabiyah, Siratun
Nabawiyah, Bahasa Indonesia, Matematika dan Jawi.
3. Madrasah tingkat Aliyah dengan mata pelajaran terdiri:
Tahfiz dan Qira’atul Qur’an, Tafsir, ‘Aqidah, Hadis, Fiqh,
Tashawuf, Nahu, Ushul Fiqh, Loghah al Arabiyah, Sirah an
Nabawiyah, Balaghah, Fara’id, Tarikh, dan Insya
4. Tingkat Ma’had Aly dengan mata pelajaran terdiri dari:
Tahfiz dan Qira’atul Qur’an, Tafsir, Hadis, Fiqh, Tasawuf,
Lughah al Arabiyah, Sirah An Nabawiyah, Tarikh, Tarbiyah
wa Da’wah.17
Data di atas memperlihatkan bahwa pada Pondok
Pesantren Ibnul Amin dan Al Mursyidul Amin semua mata
16Dokumen Pondok Pesantren Al Mursyidul Amin tahun 2015. 17Dokumen Pondok Pesantren Yasin tahun 2015.
126
pelajaran yang diajarkan adalah mata pelajaran pendidikan
Agama Islam, sedangkan pada Pondok Pesantren Yasin di
samping mengajarkan mata pelajaran Agama Islam, juga
memasukkan mata pelajaran umum dalam kurikulum
(walaupun belum diaplikasikan).
Dalam hal mengintegrasikan mata pelajaran umum ke
dalam kurikulum pondok pesantren, berdasarkan hasil
wawancara diperoleh data bahwa semua Pimpinan Pondok
Pesantren Salafiyah di Kalimantan Selatan yang diteliti
memandang perlunya pondok pesantren mengintegrasikan ilmu
pengetahuan umum ke dalam kurikulum pondok pesantren.
Hanya saja dalam hal menempatkan ilmu pengetahuan umum
dalam sistem kurikulum terdapat perbedaan pandangan.
Menurut Pimpinan Pondok Pesantren Ibnul Amin dan
Pimpinan Pondok Pesantren Al Mursyidul Amin memasukkan
ilmu pengetahuan umum dalam kegiatan yang terpisah dari
pembelajaran ilmu agama, dan sifatnya bersifat sukarela.
Adapun ilmu pengetahuan umum yang diajarkan berupa Paket
Belajar B dan Paket Belajar C dengan kurikulum sesuai dengan
yang digariskan Kantor Kementerian Pendidikan Nasional.18
Kejar Paket B setara SMP dengan mata pelajaran: Pendidikan
Kewarganegaraan, Bahasa dan Sastra Indonesia, Bahasa
Inggris, Matematika, IPS, dan IPA. Sedangkan Kejar Paket C
setara SMA jurusan IPS dengan mata pelajaran terdiri:
Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa dan Sastra Indonesia,
Bahasa Inggris, Matematika, Sejarah, Ekonomi, Sosiologi dan
Antropologi, dan Geografi. Kejar Paket C setara SMA jurusan
IPA dengan mata pelajaran terdiri: Pendidikan
Kewarganegaraan, Bahasa Inggris, Biologi, Kimia, Bahasa dan
Sastra Indonesia, Fisika, dan Matematika.
Dalam mengintegrasikan mata pelajaran umum ke dalam
kurikulum, Pimpinan Pondok Pesantren Al Mursyidul Amin
menyatakan:
18Hasil wawancara dengan K.H. Mukhtar, Pimpinan Pondok
Pesantren Ibnul Amin tanggal 7 Maret 2015 dan Hasil wawancara dengan K
H. Rasyid Ridha, Pimpinan Pondok Al Mursyidul Amin, tanggal 11 April
2015.
127
Mata pelajaran umum sangat diperlukan dan berguna
bagi santri setelah ia menamatkan pendidikan di Pondok
Pesantren. Sebenarnya ilmu umum itu sebagian sudah ada
dalam pelajaran di Pondok Pesantren. Misalnya matematika
sudah ada dalam ilmu fara’id, yaitu ketika menghitung
pembagian harta waris. Dalam perhitungan waris kita harus
menguasai membagi atau mengali dalam angka pecahan.
Santri harus dapat menghitung ½, ⅓, ¼, ⅛, dan lain-lain.
Pelajaran geografi terutama menghitung terbit dan
terbenamnya matahari atau bulan dipelajari dalam Ilmu Falaq,
tetapi ilmu umum tersebut hanya sedikit.
Walaupun demikian, Pondok Pesantren perlu juga
mengajarkan mata pelajaran umum seperti yang diajarkan
pemerintah sesuai dengan jenjangnya. Misalnya untuk paket B
bagi anak tingkat Tsanawiyah, dan paket C maka santri
setingkat Aliyah. Jadi ketika santri menamatkan Tsanawiyah ia
juga memiliki ijazah sekolah setingkat SMP/MTs (paket B) dan
ketika santri menamatkan Aliyah ia memiliki ijazah setingkat
SMA/MA. Ilmu umum perlu di ajarkan untuk mencapai
kesuksesan dunia.19
Sedangkan menurut Pimpinan Pondok Yasin, ilmu
pengetahuan umum menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam
pembelajaran ilmu agama dan wajib diajarkan kepada seluruh
santri. Tentang masuknya pengetahuan umum ke dalam
kurikulum pondok pesantren sebagai berikut:
Pondok pesantren sangat bagus bila memasukkan ilmu-
ilmu umum ke dalam bahan pelajaran di pondok pesantren.
Akan tetapi masuknya mata pelajaran umum harus mengikuti
marâtibu al ulûm (hirarki ilmu). Menurut pribahasa bila
membuat makanan jenis sop agar rasanya enak maka harus
cukup rempah-rempahnya, dan tidak boleh rempahnya terlalu
banyak dan ada takaran tertentu yang harus diperhatikan.
Pelajaran umum tidak lebih dari 15%. Ilmu umum yang perlu
diajarkan adalah: Bahasa Indonesia, Matematika, Biologi
(IPA), Geografi dan Ilmu Ekonomi.
19Hasil wawancara dengan K H. Rasyid Ridha, Pimpinan Pondok Al
Mursyidul Amin, tanggal 11 April 2015.
128
Saya tidak sependapat pembagian ilmu ke dalam dua
pembagian yaitu ilmu agama dan ilmu umum. Tetapi membagi
ilmu itu ke dalam dua kategori yaitu ilmu fardhu ‘ain dan
fardhu kifayah. Ilmu tentang masalah-masalah agama termasuk
dalam kategori ilmu fardhu ‘ain dan ilmu selain ilmu agama
termasuk kategori ilmu fardhu kifayah. Jadi Bahasa Indonesia,
Matematika, Biologi (IPA), menjahit, bertani termasuk ilmu
fardhu kifayah. Oleh karena itu bila kita mengikuti hirarki ilmu,
maka ilmu yang fardhu ‘ain harus didahulukan dan lebih
diutamakan. Adapun hirarki ilmu maka ilmu tauhid menempati
hirarki yang pertama, sedangkan ilmu-ilmu umum menempati
hirarki jauh di belakang bisa nomor 12. Jadi seperti itu
mengajarkannya, yang utama harus didahulukan. Jangan
mendahulukan yang mendapat urutan di belakang. Pembagian
ilmu seperti itu sudah sejak zaman Imam al Ghazali.
Bila ilmu itu dibagi menjadi ilmu agama dan ilmu umum,
maka orang tidak akan mempelajari ilmu umum. Tapi bila ilmu
umum itu masuk kategori fardhu kifayah, maka ummat Islam
akan mempelajarinya karena belajar ilmu umum seperti
matematika, biologi, Bahasa Indonesia, geografi dan lain-lain
akan mendapat pahala. Akan tetapi tidak mesti semua orang
mempelajarinya secara detail, paling kurang mempelajari dasar-
dasarnya. Bahasa Inggris juga perlu dipelajari, karena seluruh
dunia memakainya sebagai media untuk berkomunikasi. Ilmu-
ilmu umum itu sebenarnya ilmu milik kita karena bagian dari
kita. Kita tidak menolak ilmu yang disebut ilmu umum.
Matematika itu penting, karena bila tidak dipelajari bagaimana
kita membagi fara’id. Bahaya bila membagi ilmu ke dalam ilmu
umum dan agama, maka orang hanya mempelajari ilmu agama
saja.20
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat dinyatakan
bahwa menurut Pimpinan Pondok Pesantren Yasin, ilmu
pengetahuan umum haruslah menjadi bagian dari kurikulum
pondok pesantren, tetapi kedudukannya di bawah ilmu agama
dengan sifat kefardhuannya adalah fardhu kifayah dan porsinya
20Hasil wawancara dengan K.H. Fahmi bin Zam Zam, Pimpinan
Pondok Pesantren Yasin, tanggal 9 Nopember 2014.
129
hanya sebagian kecil saja dari seluruh alokasi waktu yang ada
di dalam kurikulum pondok pesantren.
Dengan demikian berdasarkan uraian di atas dapatlah
dinyatakan walaupun Pimpinan Pondok Pesantren Salafiyah di
Kalimantan Selatan yang diteliti memiliki pandangan yang
sama tentang perlunya mengintegrasikan mata pelajaran umum
ke dalam kurikulum pondok pesantren, akan tetapi dalam hal
mata pelajaran yang dipilih terdapat perbedaan. Hal ini dapat
kita pahami, karena selama ini pendapat para pemikir Islam
tentang materi pendidikan umum yang menjadi materi
pendidikan di lembaga pendidikan Islam terdapat perbedaan.
Ibnu Khaldun dalam M. Arifin membagi ilmu
pengetahuan yang harus dimasukkan dalam kurikulum
pendidikan terdiri dari:
a. Ilmu Lisan (bahasa) yang terdiri dari Ilmu Lughah, Nahwu,
Saraf, Balâgah, Ma’ani, bayan, Adab (sastra) atau syair-
syair.
b. Ilmu naqly yaitu ilmu-ilmu yang dinukilkan dari kitab suci Al
Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW yang terdiri:
Ilmu Membaca Al Qur’an, Ilmu Tafsir, Sanad-sanad Hadist
dan pentashehannya, serta istimbat tentang qânun-qânun
fiqhyahnya.
c. Ilmu Aqly yaitu ilmu yang dapat menunjukkan manusia
melalui daya kemampuan berfikirnya kepada filsafat dan
semua jenis ilmu pengetahuan seperti logika, Ilmu Alam,
Ilmu Ketuhanan, Ilmu Teknik, Ilmu Hitung, Ilmu Tentang
Tingkah laku manusia, ilmu sihir, dan nujum (ilmu sihir dan
nujum terlarang dijadikan mata pelajaran).21
Ilmuan Islam lainnya yaitu Al Farabi mengklasifikasikan
ilmu-ilmu yang bersumber dari Al Qur’an meliputi:
a. Ilmu Bahasa
b. Logika
c. Sains Persiapan yang terdiri dari ilmu berhitung, Geometri,
Optika, Sains tentang benda-benda samawi seperti
astronomi, musik, ilmu pengukuran, Ilmu tentang pembuatan
21M. Arifin, Ilmu ... h. 189.
130
instrumen-instrumen (yang dipakai dalam seni, sains,
astronomi, dan sebagainya).
d. Fisika dan Metafisika
e. Ilmu kemasyarakatan terdiri dari yurisprudensi dan Ilmu
retorika.22
Kemudian menurut Mohammad Fadhil Al-Djamaly
dalam M. Arifin, menyatakan bahwa ilmu yang harus di ajarkan
kepada peserta didik adalah semua ilmu yang bersumber dari Al
Qur’an yang terdiri dari: ilmu agama, sejarah, ilmu falak, ilmu
bumi, ilmu jiwa, ilmu kedokteran, ilmu pertanian, biologi, ilmu
hitung, ilmu hukum dan perundang-undangan, ilmu
kemasyarakatan (sosiologi), ilmu ekonomi, balaghah serta
bahasa Arab, ilmu pembelaan negara dan ilmu yang dapat
mengembangkan kehidupan umat manusia dan yang
mempertinggi derajatnya.23
Sedangkan menurut Al Gazali membagi ilmu kedalam 4
kategori yaitu:
a. Ilmu yang fardhu ‘ain yaitu ilmu yang wajib atas semua
muslim. Adapun ilmu yang masuk kategori ini adalah ilmu
Al Qur’an dan Ilmu Agama seperti Fiqh, Hadits dan Tafsir.
Ilmu Kalam dan Ilmu Tasawuf
b. Ilmu yang fardu kifâyah yaitu Ilmu yang apabila ada satu
orang saja yang menguasainya maka sudah gugur
kewajibannya bagi seluruh muslim. Adapun termasuk dalam
kategori ini adalah ilmu kedokteran, berhitung, pertanian,
keprajuritan, dan politik.
c. Ilmu yang mubah seperti ilmu syi’ir yang tidak porno, dan
sejarah.
d. Ilmu yang tercela seperti sihir, mantera-mantera.24
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa materi pelajaran yang harus diajarkan di lembaga
pendidikan Islam, tidak terkecuali di pondok pesantren
sesungguhnya sangat banyak dan sangat luas dan sangat
beragam. Akan tetapi bila kita perhatikan tujuan pendidikan
22Ibid, h. 184. 23Ibid, h. 186. 24Imam Al Ghazali, Ihyâ ... h. 14-17.
131
pesantren secara umum adalah membimbing peserta didik
(santri) untuk menjadi manusia yang memiliki kepribadian
Islami, yang dengan bekal ilmu agamanya mereka sanggup
menjadikan muballigh untuk menyebarkan ajaran Islam dalam
masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya.25 Hal serupa
juga terlihat pada rumusan tujuan pendidikan pada Pondok
Pesantren Ibnul Amin, Al Mursyidul Amin, dan Pondok
Pesantren Yasin. Misalnya tujuan pendidikan di Pondok
Pesantren Ibnul Amin adalah terciptanya lulusan yang
mempunyai kualitas tinggi, mampu menguasai ilmu-ilmu
agama dan mampu berkiprah di masyarakat.26 Sedangkan
tujuan pendidikan di Pondok Pesantren Al Mursyidul Amin
adalah menyebarluaskan ajaran agama Islam, berusaha
melaksanakan pengembangan melalui jalur keagamaan dan
berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan masyarakat/umat
terhadap pendidikan keagamaan.27 Begitu pula tujuan
pendidikan di Pondok Pesantren Yasin adalah membentuk
generasi ulama Rabbani, intelektual muslim yang berakhlak
mulia, dan karyawan muslim yang terampil.28
Uraian di atas, menggambarkan bahwa tujuan pendidikan
pondok pesantren adalah mencetak kader-kader ulama yang
menguasai ilmu agama sehingga dapat menjadi pemimpin
agama di masyarakat. Oleh karena itu sangat wajar bila materi
kurikulum pendidikan di Pondok Pesantren sebagian besar
mengajarkan ilmu-ilmu agama Islam.
Berdasarkan tujuan pendidikan dan kurikulum Pondok
Pesantren Salafiyah yang diteliti bila dihubungkan dengan
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), maka
jenjang kualifikasi kompetensi yang dimiliki oleh alumni adalah
berada pada jenjang 2. Sebagai mana yang terdapat dalam
Peraturan Presiden no 8 tahun 2012 tentang Kerangka
25A. Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam (Malang: Uin
Press, 2008), h.243. 26Husnul Yaqin, Sistem ...... h.33. 27Dokumen Ponpes Al Mursyidul Amin, Profil Pondok Pesantren Al
Mursyidul Amin, th. 2014. 28Dokumen Ponpes Yasin , Profil Pondok Pesantren Yasin, th. 2014.
132
Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) bahwa Deskripsi
Jenjang Kualifikasi 2 adalah:
1. Mampu melaksanakan tugas spesifik, dengan menggunakan
alat, dan informasi, dan prosedur kerja yang lazim dilakukan,
serta menunjukkan kinerja mutu yang terukur, di bawah
pengawasan langsung atasannya.
2. Memiliki pengetahuan operasional dasar dan pengetahuan
faktual bidang kerja yang spesifik, sehingga mampu memilih
penyelesaian yang tersedia terhadap masalah yang lazim
timbul.
3. Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi
tanggung jawab membimbing orang lain.29
Sebagaimana tujuan pondok pesantren seperti tersebut di
atas, maka alumninya diharapkan mampu menjadi muballigh
penyebar Islam/pemimpin kegiatan keagamaan di masyarakat.
Dengan demikian alumninya mampu melaksanakan tugas yang
spesifik seperti menjadi penceramah, menjadi imam shalat
berjama’ah, menjadi khatib shalat Jum’at, memimpin upacara
pemakaman jenazah dan lain-lain. Tentu saja semua pekerjaan
terkait profesi tersebut harus menuruti prosedur kerja sesuai
ketentuan agama Islam. Misalnya ketika menjadi khatib pada
shalat Jum’at, di samping ia harus memiliki pengetahuan
tentang syarat dan rukun khutbah, juga harus memiliki
keterampilan bagaimana menjadi khatib shalat Jum’at.
Ajaran agama Islam menetapkan bahwa mendalami ilmu
agama tetap diperintahkan dalam kondisi apapun sekalipun
dalam suasana perang, sebagaimana Firman Allah yang
terdapat dalam Q.S. At Taubah/009: 122 sebagai berikut.
29Lampiran Peraturan Presiden no 8 tahun 2012 tentang Kerangka
Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI)
133
Dalam menafsirkan ayat di atas, M. Quraish Shihab
menyatakan bahwa:
Ayat ini menuntun kaum muslimin untuk membagi tugas
dengan menegaskan bahwa tidak sepatutnya bagi orang-
orang mukmin yang selama ini dianjurkan agar bergegas
menuju medan perang pergi semua ke medan perang sehingga
tidak tersisa lagi yang melaksanakan tugas-tugas lainnya. Jika
memang tidak ada panggilan yang bersifat mobilisasi umum,
maka mengapa tidak pergi beberapa orang dari setiap
golongan, yakni kelompok besar diantara mereka beberapa
orang dari golongan itu untuk bersungguh-sungguh
memperdalam pengetahuan tentang agama... kita tidak dapat
berkata bahwa karena ayat ini hanya menyatakan bahwa
cukup thâ’ifah yang dapat berarti satu dua orang yang
menuntut dan memperdalam ilmu, maka selebihnya harus
menjadi anggota pasukan yang bertugas berperang. Memang
boleh jadi kondisi ketika diturunkan ayat ini demikian itu
halnya, tetapi ini tidak berarti bahwa setiap saat hingga kini
harus demikian. Apalagi tujuan utama ayat ini
menggambarkan bagaimana seharusnya tugas-tugas dibagi
sehingga tidak semua mengerjakan satu jenis pekerjaan saja.30
Berdasarkan pendapat di atas dapat dimaknai bahwa
ummat Islam harus membagi tugas dalam menjalani kehidupan.
Dalam suasana perang saja, masih harus ada sebagian ummat
yang bertugas memperdalam ilmu agama. Apalagi dalam
suasana damai, maka seluruh aspek kehidupan masyarakat
harus ditangani oleh ummat Islam. Oleh karena itulah lembaga
pendidikan Islam dituntut selain berfungsi sebagai pencetak
kader-kader dakwah/pemimpin agama juga berfungsi mendidik
dan melatih warga masyarakat untuk menjadi tenaga ahli dalam
berbagai bidang kehidupan seperti bidang ekonomi, sosial,
politik, keamanan dan pertahanan. Dengan kuatnya ekonomi,
sosial, politik, keamanan dan pertahanan ummat Islam, maka
tidak mudah ditekan atau didekti oleh negara-negara non
muslim. Di samping itu kekuatan ekonomi ummat Islam
30M. Quraish Shihab, Tafsir ... h. 749-750.
134
diperlukan untuk membiayai kegiatan dakwah Islam dan
lembaga-lembaga keagamaan ummat Islam.
Pondok pesantren salafiyah tidak hanya fokus pada
pendidikan yang mencetak kader ulama, tetapi juga mencetak
kader-kader profesional di berbagai bidang. Pondok Pesantren
salafiyah terutama pada tingkat Aliyah membuka jurusan
pendidikan umum seperti jurusan yang ada pada SMA yaitu
jurusan IPA dan IPS dengan tetap mempertahankan mata
pelajaran agama berbasis Kitab Kuning. Pondok Pesantren
jangan sampai meniru secara persis sama dengan model
pendidikan Barat karena walaupun pendidikan model Barat
telah berhasil membawa kemajuan peradaban dan ilmu
pengetahuan dunia modern sekarang ini, tetapi dampak
kemajuan tersebut telah memunculkan problem dan krisis
kehidupan ummat manusia yang multi dimensional dan multi
komplek seperti krisis ekonomi, krisis ekologi, krisis
kemanusiaan dan krisis moral. Krisis lainnya adalah manusia
terlalu mementingkan materi dan duniawi, muncul sikap
individualis, serakah bahkan tidak peduli terhadap lingkungan
dan masyarakat sekitar, pemilahan halal dan haram menjadi
kabur, masyarakat cenderung mencari yang mudah walaupun
belum tentu sesuai dengan agama.31 Krisis tersebut disebabkan
karena pendidikan Barat berlandaskan empirisme, dan
menghilangkan hal-hal yang bersifat naturalisme dan supra
rasional.32
Menyelenggarakan pendidikan yang hanya didasarkan
pada paradigma empirisme jelas tidak akan menghasilkan
manusia yang sempurna (insan kamil), karena manusia adalah
makhluk yang komplek. Ia bukan hanya makhluk jasmani,
tetapi juga makhluk rohani. Ia bukan hanya makhluk individu,
tetapi ia juga makhluk sosial dan makhluk bertuhan. Dalam
31Kamrani Buseri, Reinventing Pendidikan Islam, Menggagas
Kembali Pendidikan Islam Yang Lebih Baik (Banjarmasin: Antasari Press, 2010), h. 74-77.
32Saifuddin Sabda, Paradigma Pendidikan Holistik Sebuah Solusi
Atas Permasalahan Paradigma Pendidikan modern (Banjarmasin: IAIN
Antasari, 2009), h. 12-13.
135
kehidupan beragama manusia tidak saja dituntut memiliki
kemampuan untuk beraqidah yang benar, tetapi juga beribadah,
dan bermuamalah yang benar. Pendidikan yang mengutamakan
mengajarkan pengetahuan dan teknologi tanpa mengajarkan
nilai-nilai spritual berarti akan melahirkan generasi yang hanya
memikirkan dan mengelola dunia untuk kemakmuran hidup
tetapi lupa pada agama dan nilai-nilai spritual. Sebaliknya
pendidikan yang hanya mengajarkan materi keagamaan tanpa
mengajarkan pengetahuan dan teknologi akan melahirkan
generasi manusia yang taat beribadah tetapi miskin harta.
Mempertahankan pemikiran kelembagaan Islam “tradisional”
hanya memperpanjang nestapa ketidakberdayaan kaum
muslimin dalam berhadapan dengan kemajuan dunia modern.33
Alasan lain perlunya ummat Islam Indonesia
meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang handal dalam
berbagai bidang profesi kehidupan adalah untuk menghadapi
era globalisasi. Dalam lingkup regional Asia Tenggara, sejak
tahun 2015 sudah dicanangkan Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA). MEA adalah bentuk integrasi ekonomi ASEAN dalam
artian adanya sistem perdagangan bebas antara negara-negara
ASEAN. Indonesia dengan sembilan negara anggota ASEAN
telah menyepakati perjanjian Masyarakat Ekonomi Asean
(MEA) atau ASEAN Economic Community. Komunitas
ekonomi ASEAN pada tahun 2015 menetapkan ASEAN
menjadi daerah perdagangan bebas barang dan jasa, investasi,
tenaga kerja terampil dan aliran modal yang lebih bebas.34
Dengan pemberlakuan MEA, maka bangsa Indonesia
harus mengoptimalkan seluruh potensi yang dimiliki supaya
kita dapat bersaing dengan negara-negara lain yang tergabung
dalam MEA. Kalau bangsa Indonesia tidak siap, maka segala
potensi yang kita miliki akan dikuasai oleh negara-negara lain.
Pondok Pesantren Salafiyah di Kalimantan Selatan sebagai
bagian dari sistem pendidikan di Indonesia perlu melakukan
33Azyumardi Azra, Pendidikan ... h. 30. 34Evi Wahyu Wulansari,https://www.scribd.com/doc/292737049
/Makalah-Masyarakat-Ekonomi-Asean-Sebagai-Peluang-Pembangunan-
Ekonomi-Indonesia, down load tgl 13 Juli 2016.
136
modernisasi pendidikan sehingga dapat menghasilkan lulusan
yang mampu bersaing pada berbagai bidang kehidupan.
Untuk itu perlu dipertimbangkan menerapkan konsep
pendidikan holistik. Menurut Kamrani Buseri, pendidikan
holistik adalah pendidikan yang sinergis antara pelajaran di
sekolah dengan realitas di masyarakat.35 Secara historis
paradigma pendidikan holistik sebetulnya bukan hal yang baru.
Beberapa tokoh klasik perintis pendidikan holistik di antaranya:
Jean Rousseau, Ralph Waldo Emerson, Henry Thoreau,
Bronson Alcott, Johann Pestalozzi, F. Frobel dan Francisco
Ferrer. Pemikiran dan gagasan dari perintis pendidikan holistik
sempat tenggelam dengan terjadinya loncatan paradigma
kultural pada tahun 1960-an. Memasuki tahun 1970-an mulai
ada gerakan untuk menggali kembali gagasan dari kalangan
penganut aliran holistik. Gerakan ini muncul sebagai akibat dari
keprihatinan terhadap krisis ekologi, dampak nuklir, polusi
kimia, dan radiasi, kehancuran keluarga, hilangnya masyarakat
tradisional, hancurnya nilai-nilai tradisional serta institusinya.
Kemajuan yang signifikan terjadi ketika dilaksanakan
konferensi pertama pendidikan Holistik Nasional yang
diselenggarakan oleh Universitas California pada bulan juli
1979, dengan menghadirkan The Mandala Society dan The
National Center for the Exploration of Human Potential.
Bila kita perhatikan uraian di atas, maka lahirnya
paradigma pendidikan holistik adalah ketidakpuasan
masyarakat dunia terhadap sistem pendidikan Barat yang
menyelenggarakan pendidikan dengan paradigma empirisme,
materialisme, sekuler, pragmatis dan hidonistis. Padahal
manusia adalah makhluk yang sempurna yang memiliki potensi
yang lengkap, serta utuh, yang memerlukan sentuhan
pendidikan secara holistik. Manusia tidak akan berkembang
dengan sempurna bila yang dibina hanya pada aspek-aspek
tertentu, sebagaimana yang dialami pada sistem pendidikan
masa sekarang.
35Kamrani Buseri, Reinventin ... h. 60.
137
Oleh karena pendidikan adalah sebuah proses yang
melibatkan berbagai sub sistem dalam pendidikan, maka untuk
membangun sistem pendidikan yang holistik diperlukan seluruh
sub sistem yang ada dalam pendidikan dirancang sedemikian
rupa, sehingga antara satu komponen dengan komponen lainnya
menghasilkan sebuah sistem pendidikan yang holistik.
Salah satu komponen pokok dalam sistem pendidikan
Islam adalah tujuan pendidikan. Dalam Islam tujuan pendidikan
adalah sama dengan tujuan hidup manusia sebagaimana yang
dicantumkan dalam Q.S. Al Zariyat/051: 56.
Kemudian dalam al Q.S. Al Baqarah/002: 30
Kedua ayat di atas menegaskan bahwa tujuan hidup
sekaligus tugas manusia di dunia adalah untuk mengabdi dan
untuk memakmurkan bumi. Oleh karena itu pendidikan harus
ditujukan agar mengembangkan seluruh potensi diri manusia
sehingga seimbang antara kemampuan mengabdi kepada Allah
dan kemampuan memakmurkan bumi. Pendidikan yang
mengutamakan mengajarkan pengetahuan dan teknologi tanpa
mengajarkan nilai-nilai spritual berarti akan melahirkan
generasi yang hanya memikirkan dan mengelola dunia untuk
kemakmuran hidup tetapi lupa pada agama dan nilai-nilai
spritual. Sebaliknya pendidikan yang hanya mengajarkan materi
keagamaan tanpa mengajarkan pengetahuan dan teknologi akan
melahirkan generasi manusia yang taat beribadah tetapi miskin.
Demikian pula materi agama yang diajarkan harus utuh
menyentuh seluruh aspek ajaran agama seperti aqidah, ibadah
dan muamalah. Karena tugas manusia di bumi sebagai abdullah
dan sebagai khalifatullah tidak akan terlaksana dengan baik bila
salah satu aspek di atas diabaikan. Mengajarkan aqidah dan
ibadah namun melupakan muamalah, maka akan lahir ummat
yang hanya beraqidah yang benar dan pandai beribadah tetapi
tidak mampu dalam bermuamalah sesuai syari’ah. Demikian
pula mengajarkan ibadah dan muamalah dengan
138
mengenyampingkan aqidah akan melahirkan ummat yang
sukses dalam muamalah dan ibadah tetapi rusak aqidahnya,
sehingga amal ibadahnya menjadi tidak bernilai di sisi Allah.
Unsur metode dan strategi juga penting dalam menunjang
terselenggaranya pendidikan yang holistik. Dalam pendidikan
holistik proses pembelajaran menjadi tanggung jawab personal
sekaligus juga menjadi tanggung jawab kolektif. Oleh karena
itu strategi pembelajaran lebih diarahkan pada bagaimana
mengajar dan bagaimana orang belajar. Beberapa hal yang
harus dipertimbangkan dalam mengembangkan strategi
pembelajaran holistik, di antaranya: (1) menggunakan
pendekatan pembelajaran transformatif; (2) prosedur
pembelajaran yang fleksibel; (3) pemecahan masalah melalui
lintas disiplin ilmu; (4) pembelajaran yang bermakna; dan (5)
pembelajaran melibatkan komunitas di mana individu berada.36
Pendidikan holistik dapat diaplikasikan dalam proses
pembelajaran dengan beberapa cara, di antaranya dengan
menerapkan integrated learning atau pembelajaran
terintegrasi/terpadu, yaitu suatu pembelajaran yang memadukan
berbagai materi dalam satu sajian pembelajaran. Inti
pembelajaran ini adalah agar siswa memahami keterkaitan
antara satu materi dengan materi lainnya, antara satu mata
pelajaran dengan mata pelajaran lain. Dari integrated learning
inilah muncul istilah integrated curriculum (kurikulum
terintegrasi/terpadu). Karakteristik kurikulum terintegrasi
menurut Lake dalam Hidayat Syarifudin, antara lain: adanya
keterkaitan antar mata pelajaran dengan tema sebagai pusat
keterkaitan, menekankan pada aktivitas konkret atau nyata,
memberikan peluang bagi siswa untuk bekerja dalam
kelompok. Selain memberikan pengalaman untuk memandang
sesuatu dalam perspektif keseluruhan, juga memberikan
motivasi kepada siswa untuk bertanya dan mengetahui lebih
lanjut mengenai materi yang dipelajarinya. Integrated
curriculum atau sering dikenal dengan istilah interdisciplinary
teaching, thematically teaching dan synergetic teaching
36https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/26/pendidikan-
holistik/download, 4 Agustus 2014.
139
memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar melihat
keterkaitan antar mata pelajaran dalam hubungan yang berarti
dan kontekstual bagi kehidupan nyata.37
Kurikulum terintegrasi dalam pendidikan holistik
membuat siswa belajar sesuai dengan gambaran yang
sesungguhnya, hal ini karena kurikulum terintegrasi
mengajarkan keterkaitan akan segala sesuatu sehingga terbiasa
memandang segala sesuatu dalam gambaran yang utuh.
Kurikulum terintegrasi dapat memberikan peluang kepada
siswa untuk menarik kesimpulan dari berbagai sumber
informasi berbeda mengenai suatu tema, serta dapat
memecahkan masalah dengan memperhatikan faktor-faktor
berbeda (ditinjau dari berbagai aspek). Selain itu dengan
kurikulum terintegrasi, proses belajar menjadi relevan dan
kontekstual sehingga berarti bagi siswa dan membuat siswa
dapat berpartisipasi aktif sehingga seluruh dimensi manusia
terlibat aktif (fisik, sosial, emosi, dan akademik).
Komponen lainnya yang tidak kalah pentingnya dalam
sistem pendidikan adalah komponen evaluasi pendidikan. Salah
satu kelemahan sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini
adalah pelaksanaan evaluasi didominasi oleh penilaian terhadap
aspek kognitif. Misalnya dalam ujian nasional yang menjadi
objek evaluasi adalah beberapa mata pelajaran yang merupakan
pendidikan kognitif (Bahasa Indonesia, IPA, IPS, Bahasa
Inggris, Matematika), di mana mereka wajib memenuhi standar
tertentu untuk mendapatkan kelulusan. Akibatnya sekolah dan
tenaga pendidik termasuk orang tua harus fokus pada
penguasaan mata pelajaran tersebut, sehingga mata pelajaran
dan aspek pendidikan lain misalnya mata pelajaran yang berisi
nilai/afektif, menjadi terabaikan.
Seharusnya untuk mendapatkan out put yang holistik,
maka seluruh aspek kepribadian manusia harus dievaluasi
sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai secara utuh.
37http://Hidayat Syarifudinrif 26 blogspot.co.id/2009/02/aplikasi-
pendidikan-holistik-dalam html, download, 5 Agustus 2015.
140
C. Integrasi Pendidikan Vokasional/Keahlian ke dalam
Kurikulum Pondok Pesantren
Pendidikan vokasional/keahlian adalah pendidikan yang
dirancang untuk mengembangkan keahlian, kemampuan,
pemahaman, tingkah laku, kebiasaan kerja dan penghargaan
yang diperlukan dalam dunia kerja. Bagaimanapun sebagai
calon anggota masyarakat, maka santri perlu diberikan
pendidikan vokasional untuk memberikan bekal keterampilan
hidup setelah santri menamatkan pendidikan di pondok
pesantren. Oleh karena itu pendidikan vokasional perlu
dimasukkan dalam kurikulum pondok pesantren.
Terhadap masalah tersebut, maka ketiga pimpinan
pondok pesantren yang diteliti menyatakan setuju. Pendidikan
vokasional/keahlian penting bagi santri untuk memberikan
bekal bila ia terjun ke masyarakat.38 Pendidikan vokasional/
keahlian dilaksanakan agar santri setelah menamatkan
pendidikan di pondok pesantren memiliki keterampilan hidup
untuk membiayai hidupnya di masyarakat.39 Dengan pendidikan
vokasional/keahlian, santri setelah menamatkan pendidikan di
pondok pesantren dapat hidup mandiri dan tidak tergantung
pada orang lain.40
Sedangkan pendidikan vokasional yang perlu diajarkan
terdapat perbedaan pandangan. Menurut Pimpinan Pondok
Pesantren Yasin, pendidikan vokasional yang perlu diajarkan
adalah pertanian, pertukangan dan perdagangan. Tetapi yang
diajarkan cukup azas-azasnya saja. Adapun menurut pimpinan
Pondok Pesantren Al Mursyidul Amin maka pendidikan
vokasional yang perlu di ajarkan bertani dan berdagang.
Sementara menurut pimpinan Pondok Pesantren Ibnul Amin
yang perlu diajarkan adalah pertanian. Perbedaan pandangan
lainnya adalah dalam hal siapa saja santri yang menjadi objek
38Hasil wawancara dengan H. Rasyid Ridha, Pimpinan Pondok Al
Mursyidul Amin, tanggal 11 April 2015. 39Hasil wawancara dengan K.H. Mukhtar, Pimpinan Pondok
Pesantren Ibnul Amin tanggal 7 Maret 2015. 40Hasil wawancara dengan K.H. Fahmi bin Zam Zam, Pimpinan
Pondok Pesantren Yasin, tanggal 9 Nopember 2014.
141
pendidikan vokasional. Bagi pimpinan Pondok Pesantren Ibnul
Amin dan Al Mursyidul Amin santri yang dilatih adalah santri
yang berminat, terutama yang berasal dari orang tuanya sebagai
petani. Sedangkan bagi pimpinan Pondok Pesantren Yasin,
pendidikan vokasional itu ditujukan kepada seluruh santri.
Pendidikan vokasional yang dipilih oleh pondok
pesantren bisa saja out of date pada saat santri memasuki pasar
kerja. Oleh karena itu, hal yang perlu dipertimbangkan dalam
pengembangan kurikulum menurut Everard K.B adalah
kebutuhan esensial masyarakat pada masa akan datang yaitu
personal dan interpersonal skill, problem solving, kreativitas,
berhitung dan prilaku fleksibel dan positif. Selain itu sangat
penting kemampuan belajar pada saat kondisi yang tidak
direncanakan.41
D. Integrasi Kegiatan Ekstrakurikuler ke dalam Kurikulum
Pondok Pesantren
Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan yang
dilaksanakan oleh guru dan siswa di luar jam, tetapi
sesungguhnya masih dalam lingkup kurikulum yang
direncanakan oleh lembaga pendidikan dalam rangka
menunjang tujuan pendidikan. Kegiatan ekstrakurikuler
dimaksudkan untuk lebih mengaitkan pengetahuan yang
diperoleh dalam program kurikuler dengan keadaan dan
kebutuhan lingkungan. Oleh karena itu kegiatan ekstrakurikuler
dalam sistem pendidikan modern dipandang sangat perlu.
Dalam hal kegiatan ekstrakurikuler maka semua pimpinan
pondok pesantren salafiyah di Kalimantan Selatan yang diteliti
menganggap sangat penting. Menurut pimpinan Pondok
Pesantren Ibnul Amin kegiatan ekstrakurikuler di pondok
pesantren bertujuan memberikan bekal untuk santri terjun ke
masyarakat setelah menamatkan pendidikan. Untuk itu kegiatan
ekstra kurikuler yang dilaksanakan di Pondok pesantren Ibnul
41 Everard K.B,Et.all., Effective School Management (London: Sage
Pub, 2004), h.17.
142
Amin adalah latihan pidato, pembacaan syair maulid (Maulid
Al Habsyi, Berjanji dan Diba’i) dan latihan kepemimpinan.42
Pendapat yang senada dengan pendapat di atas
dikemukakan oleh pimpinan Pondok Pesantren Al Mursyidul
Amin bahwa kegiatan ekstrakurikuler berguna untuk
menambah pengalaman santri yang nantinya menjadi bekal di
masyarakat. Adapun bentuk kegiatan ekstrakurikuler yang
diselenggarakan di Pondok Al Mursyidul Amin terdiri dari:
1. Latihan pidato,
2. Seni bela diri yaitu Karate dan Pencak Silat,
3. Qasidah yaitu Burdah dan Maulid Al Habsyi.43
Sementara menurut pimpinan Pondok Pesantren Yasin
kegiatan ekstra kurikuler penting untuk menunjang tujuan
pendidikan di pondok pesantren, yaitu: Membentuk generasi
ulama rabbani, intelektual muslim yang berakhlak mulia dan
karyawan muslim yang terampil.44 Oleh karena itu kegiatan
ekstra kurikuler yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Yasin
adalah:
1. Latihan Berpidato (muhâdharah) yang dilaksanakan 2 kali
dalam seminggu.
2. Latihan Nasyid.
3. Kegiatan Olah Raga/bela diri.
4. Belajar tambahan kitab yang sifatnya tidak diwajibkan.45
Berdasarkan uraian di atas dapatlah dinyatakan bahwa
pandangan Pimpinan Pondok Pesantren Salafiyah di
Kalimantan terhadap modernisasi kurikulum di pondok
pesantren penting dilakukan, seperti perubahan bentuk
kurikulum tradisional ke kurikulum modern, integrasi mata
pelajaran umum pada kurikulum, integrasi pendidikan
vokasional, dan melaksanakan kegiatan ekstrakurikuler, asalkan
42Hasil wawancara dengan K.H. Mukhtar, Pimpinan Pondok
Pesantren Ibnul Amin tanggal 26 Januari 2015. 43Hasil wawancara dengan K H. Rasyid Ridha, Pimpinan Pondok Al
Mursyidul Amin, tanggal 11 April 2015. 44Hasil wawancara dengan K.H. Fahmi bin Zam Zam, Pimpinan
Pondok Pesantren Yasin, tanggal 9 Nopember 2014. 45Hasil wawancara dengan Ahmad Thoha, Mudir Aliyah Pondok
Pesantren Yasin, pada tanggal 17 Mei 2014.
143
tidak mengurangi kurikulum pondok pesantren yang berlaku
selama ini.