bab iv - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140019_4_1194.pdf · beberapa...

73
141 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN NOVELTY 4.1 Orientasi Pasar, Kapabilitas Unik, Penciptaan Nilai dan Citra serta Kinerja Museum Museum berasal dari Bahasa Yunani kuno yaitu Muouseion yang berarti tempat atau bangunan atau Gedung ilmu pengetahuan dan seni. Muoseion berasal dari kata Muzse yang berarti tempat atau bangunan untuk memuja 9 dewi anak dewa Zeus dengan Menemousyne yang merupakan dewi dari semua cabang ilmu pengetahuan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Museum adalah gedung yang digunakan untuk pameran tetap benda-benda yang patut mendapat perhatian umum seperti peninggalan sejarah, seni dan ilmu; tempat menyimpan barang kuno. Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 66 Tahun 2015 tentang Museum, Museum adalah Lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan, memanfaatkan koleksi, dan mengkomunikasikannya kepada masyarakat. Pada penelitian ini, Museum yang dimaksud dengan Museum Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia adalah Museum yang mengabadikan peristiwa-peristiwa perjalanan sejarah perjuangan dalam meraih kemerdekaan Republik Indonesia dimulai dari periode Kebangkitan Nasional, Sumpah Pemuda dan Perang Kemerdekaan Republik Indonesia yang berlangsung sejak dimulainya Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17

Upload: others

Post on 31-Dec-2019

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

141

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN NOVELTY

4.1 Orientasi Pasar, Kapabilitas Unik, Penciptaan Nilai dan Citra serta

Kinerja Museum

Museum berasal dari Bahasa Yunani kuno yaitu Muouseion yang berarti

tempat atau bangunan atau Gedung ilmu pengetahuan dan seni. Muoseion berasal

dari kata Muzse yang berarti tempat atau bangunan untuk memuja 9 dewi anak

dewa Zeus dengan Menemousyne yang merupakan dewi dari semua cabang ilmu

pengetahuan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Museum adalah gedung

yang digunakan untuk pameran tetap benda-benda yang patut mendapat perhatian

umum seperti peninggalan sejarah, seni dan ilmu; tempat menyimpan barang

kuno. Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 66

Tahun 2015 tentang Museum, Museum adalah Lembaga yang berfungsi

melindungi, mengembangkan, memanfaatkan koleksi, dan

mengkomunikasikannya kepada masyarakat.

Pada penelitian ini, Museum yang dimaksud dengan Museum Sejarah

Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia adalah Museum yang

mengabadikan peristiwa-peristiwa perjalanan sejarah perjuangan dalam meraih

kemerdekaan Republik Indonesia dimulai dari periode Kebangkitan Nasional,

Sumpah Pemuda dan Perang Kemerdekaan Republik Indonesia yang berlangsung

sejak dimulainya Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17

142

Agustus 1945 sampai dengan Pengakuan Kedaulatan Republik Indonesia oleh

Kerajaan Belanda tanggal 27 Desember 1949 melalui Konperensi Meja Bundar

atau yang lebih dikenal dengan istilah KMB bertempat di Den Haag, Ibukota

Kerajaan Belanda. Adapun Museum Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Republik

Indonesia yang menjadi Unit Analisis penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1.

Daftar Museum Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia

No Nama Museum Wilayah

1 Museum Kebangkitan Nasional DKI Jakarta

2 Museum Sumpah Pemuda DKI Jakarta

3 Museum Perumusan Naskah

Proklamasi

DKI Jakarta

4 Museum Sejarah Nasional DKI Jakarta

5 Museum Joang 45 DKI Jakarta

6 Museum Satria Mandala DKI Jakarta

7 Museum Keprajuritan DKI Jakarta

8 Museum Perjuangan Bogor – Jawa Barat

9 Museum PETA (Pembela Tanah

Air)

Bogor – Jawa Barat

10 Museum Palagan Bojongkokosan Sukabumi – Jawa Barat

11 Museum Linggarjati Kuningan – Jawa Barat

12 Museum Perjuangan Rakyat

JawaBarat

Bandung – Jawa Barat

13 Museum Mandala Wangsit Bandung – Jawa Barat

14 Museum Monumen Yogya

Kembali

DI Yogyakarta

15 Museum Perjuangan Yogyakarta DI Yogyakarta

16 Museum Dharma Wiratama DI Yogyakarta

17 Museum Dirgantara Mandala DI Yogyakarta

143

Penelitian ini meneliti lima variabel yaitu Orientasi Pasar, Kapabilitas

Unik, Penciptaan Nilai, Citra, dan Kinerja Museum Sejarah Perjuangan

Kemerdekaan Republik Indonesia. Berikut adalah gambaran dari kelima variabel

tersebut pada halaman berikut ini:

No. Nama Museum Wilayah

18 Museum Mandala Bhakti Semarang – Jawa Tengah

19 Museum Palagan Ambarawa Ambarawa – Jawa Tengah

20 Museum 10 Nopember Surabaya – Jawa Timur

21 Museum Brawijaya Malang – Jawa Timur

22 Museum Puputan Margarana Tabanan - Bali

23 Museum Juang 45 Medan – Sumatera Utara

24 Museum Monpera Palembang – Sumatera Selatan

25 Museum Tridaya Eka Dharma Bukit Tinggi – Sumatera Barat

26 Museum Juang 45 Padang – Sumatera Barat

27 Museum Perjuangan Rakyat Jambi

28 Museum Korban 40.000 Jiwa Makassar – Sulawesi Selatan

29 Museum Perjuangan Rakyat

Kalimantan

Banjarmasin – Kalimatan

Selatan

30 Museum Jenderal Ahmad Yani, DKI Jakarta

31 Museum Jenderal Besar AH.

Nasution

DKI Jakarta

32 Museum Sasmitaloka Panglima

Besar Jenderal Sudirman

DI Yogyakarta

144

Gambar 4.1

Nilai Rata-rata Variabel Penelitian

Berdasarkan kategorisasi skor, dimana skor 1-1,80 (Sangat Rendah), Skor

1,81-2,60 (Rendah), Skor 2,61-3,40 (Cukup), Skor 3,41-4,20 (Baik), dan Skor

4,21-5,00 (Sangat Baik), maka dari Gambar 4.1 dapat diketahui bahwa Orientasi

Pasar, Kapabilitas Unik, Penciptaan Nilai, dan Citra masuk ke kategori cukup

(berada dalam rentang skor 2,61-3,40), adapun Kinerja Museum masuk ke dalam

kategori baik (berada dalam rentang skor 3,41-4,20).

4.1.1 Orientasi Pasar

Berikut ini adalah hasil sensus mengenai Orientasi Pasar di Museum

Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia:

1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 5.00

Orientasi Pasar, 3.38

Kapabilitas Unik, 3.36

Penciptaan Nilai, 3.37

Citra, 3.34

Kinerja Museum, 3.52

145

Gambar 4.2

Nilai Rata-rata Dimensi Variabel Orientasi Pasar

Berdasarkan kategorisasi skor, dimana skor 1-1,80 (Sangat Rendah), Skor

1,81-2,60 (Rendah), Skor 2,61-3,40 (Cukup), Skor 3,41-4,20 (Baik), dan Skor

4,21-5,00 (Sangat Baik), maka dari Gambar 4.2 dapat diketahui bahwa Dimensi

Koordinasi Antar Fungsi masuk ke dalam kategori baik (berada dalam rentang

skor 3,41-4,20), sedangkan dua dimensi lainnya yaitu Orientasi Pesaing dan

Orientasi Pelanggan masuk ke dalam kategori cukup (keduanya berada dalam

rentang skor 2,61-3,40).

Implementasi orientasi pasar berada pada ketegori cukup. Orientasi pasar

dibentuk oleh orientasi pelanggan, orientasi pesaing, dan koordinasi antarfungsi.

Dari ketiga aspek tersebut koordinasi antarfungsi memperoleh nilai rata-rata

tertinggi yaitu sebesar 3,42, disusul oleh orientasi pelanggan dengan nilai rata-rata

sebesar 3,39, dan kemudian orientasi pesaing dengan nilai rata-rata sebesar 3,34.

1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 5.00

ORIENTASI PELANGGAN,

3.39

ORIENTASI PESAING, 3.34

KOORDINASI ANTARFUNGSI,

3.42

146

Hal tersebut menunjukkan bahwa pihak pengelola museum sejarah

perjuangan kemerdekaan di Indonesia lebih mengedepankan upaya

pengembangan koordinasi antarfungsi. Hal itu karena perolehan aspek-aspek

koordinasi lebih tinggi dari kedua dimensi yang lainnya. Dal hal ini rata-rata pihak

pengelola telah menerapkan koordinasi antarfungsi dalam hal mengumpulkan

infomasi eksternal dan menggunakannya serta usaha organisasi untuk

menawarkan nilai yang superior kepada pengunjung.

Orientasi pelanggan memperoleh nilai rata-rata kedua setelah koordinasi

antarfungsi, dan berada pada ketegori cukup baik. Hal ini menandakan bahwa

pihak pengelola belum sepenuhnya mampu untuk : menentukan persepsi,

kebutuhan, dan keinginan dari target pasar museum; memberikan kepuasan

kepada pengunjung dalam hal desain, komunikasi, tarif dan pelayanan yang tepat

dan kompetitif; memahami kepentingan pengunjung dalam menyusun

perencanaan eksibisi, program dan aktivitasnya; mempelajari pengunjung secara

ekstensif untuk menentukan kebutuhan, persepsi, dan preferensi pengunjungnya;

mengidentifikasi segmen pasar dengan kepentingan dan kebutuhan yang berbeda;

maupun dalam menjalankan program dan pengalaman kepada masing-masing

segmen pengunjung. Hal tersebut berdampak pada penilaian masyarakat bahwa

museum belum menarik untuk dikunjungi. Museum dewasa ini hanya menarik

untuk kalangan tertentu seperti pemerhati sejarah, kalangan sekolah, atau pun

budayawan. Masyarakat umum belum menjadikan museum sebagai destinasi

wisata yang layak dikunjungi.

147

Aspek orientasi pasar yang ketiga adalah orientasi pesaing, dengan nilai

implementasi berada pada ketegori cukup. Hal ini menandakan bahwa pihak

pengelola museum belum mampu untuk memanfaatkan potensi kolaboratif

dengan organisasi lainnya; menyediakan layanan alternatif yang dapat

memuaskan jenis pilihan pengunjung; mempertimbangkan jenis kompetisi yang

berbeda dengan pesaing; dan memahami konsumen potensial pilihan pengunjung.

Belum tingginya orientasi pesaing berkaitan dengan kondisi pemahaman pihak

pengelola bahwa belum ada pesaing dari pihak swasta tentang museum sejarah.

Padahal sebenarnya jika dilihat dari segi destinasi wisata, museum memiliki

banyak sekali pesaing dari jenis wisata yang lain selain wisata sejarah. Dengan

kurang menariknya museum, membuat destinasi wisata yang lain lebih menarik

untuk dikunjungi.

Sebagai contoh wisatawan lebih mengenal Jam Gadang di Bukit Tinggi

daripada Museum Tridaya Eka Darma yang didirikan untuk memperingati masa

Pemerintahan Darurat Republik Indonesia tanggal 19 Desember 1948 (yang kelak

dinyatakan melalui Keppres No.28 Tahun 2006 oleh Presiden Susilo Bambang

Yudhoyono sebagai Hari Bela Negara) yang juga terletak di daerah yang sama.

Begitu juga halnya dengan Museum Puputan Margarana tempat dimana pada

tanggal 20 Nopember 1946 Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai bersama 96

anggota pasukannya bertarung sampai titik darah penghabisan melawan Tentara

Belanda dan antek-anteknya di Tabanan Bali, wisatawan akan jauh lebih

mengenal Pura Tanah Lot padahal sama-sama berada di Tabanan Bali.

Pengalaman penulis juga secara acak pernah beberapakali menanyakan ke

148

beberapa orang wisatawan di mobil travel yang dinaiki penulis menuju Bandung,

dan juga bertanya kepada beberapa orang yang kebetulan berada di lokasi seputar

pagar Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat dan hampir semuanya menjawab

tidak tahu ada museum sejarah yang berlokasi di bawah tanah/ basement

Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat tersebut. Museum Perjuangan Rakyat

Jawa Barat termasuk museum yang memiliki koleksi cukup lengkap dan

orisinalitas yang tinggi karena kebanyakan koleksi adalah hibah dari keluarga para

pelaku sejarah perjuangan. Museum dilengkapi diorama-diorama tentang

peristiwa Bandung Lautan Api tanggal 24 Maret 1946, Palagan Bojong Kokosan

tanggal 9 Desember 1945, Perundingan Linggarjati tahun 1946, Longmarch Divisi

Siliwangi dan juga peristiwa-peristiwa perjuangan lainnya. Sebelum berkeliling,

terlebih dahulu pengunjung akan disuguhi film dokumenter yang secara tidak

langsung akan memberikan pengetahuan dasar juga rasa penasaran untuk

mengeskplorasi museum tersebut lebih jauh lagi.

Kondisi demikian, berhubungan dengan sumber daya manusia yang

dimiliki museum. Untuk mengelola museum agar menjadi destinasi wisata yang

menarik, diperlukan manusia-manusia yang kreatif yang mampu memanfaatkan

trend dan teknologi saat ini agar menjadi alat bagi museum untuk lebih mampu

menarik pengunjung. Selain itu, hal itu juga berhubungan dengan kondisi

anggaran yang terbatas untuk mengembangkan museum sehingga terkesan

dikelola seadanya.

149

4.1.2 Kapabilitas Unik

Untuk hasil sensus mengenai Kapabilitas Unik di Museum Sejarah

Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia adalah sebagai berikut:

Gambar 4.3

Nilai Rata-rata Dimensi Variabel Kapabilitas Unik

Berdasarkan kategorisasi skor, dimana skor 1-1,80 (Sangat Rendah), Skor

1,81-2,60 (Rendah), Skor 2,61-3,40 (Cukup), Skor 3,41-4,20 (Baik), dan Skor

4,21-5,00 (Sangat Baik), maka dari Gambar 4.3 dapat diketahui bahwa ketiga

dimensi dari variabel Kapabilitas Unik berada pada kategori cukup (ketiganya

berada dalam rentang skor 2,61-3,40).

Hasil sensus ini menggambarkan bahwa kapabilitas unik museum masih

belum tergolong baik karena secara rata-rata masih tergolong cukup. Dari segi

aset berwujud, belum tergolong baik dalam hal lokasi museum, fasilitas museum

sejarah, sarana dan prasarana, peralatan teknologi, dan finansial. Finansial

1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 5.00

ASET BERWUJUD, 3.37

ASET TIDAK BERWUJUD, 3.37

KAPABILITAS ORGANISASI, 3.34

150

berhubungan dengan anggaran yang dimiliki pemerintah daerah dalam mengelola

museum yang masih terbatas sehingga pengelolaan dilakukan seadanya. Hal ini

diperkuat hasil penelitian Suraya Yoyok (2016:2) bahwa museum milik negara

pada umumnya, cenderung bersikap “pasif‟ dengan mengandalkan anggaran

pemerintah yang tentu saja terbatas pada kewajiban terhadap perawatan dan

penyimpanan koleksi berupa tinggalan materi yang memiliki nilai budaya atau

identitas bangsa sesuai dengan UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Kemudian dari segi aset tidak berwujud di museum, juga belum tergolong

baik implementasinya, dalam hal kualitas pegawai, pengalaman pegawai, dan

pengembangan kapabilitas pegawai. Begitu juga dari segi pengembangan

kapabilitas organisasi, pihak pengelola museum belum mampu mengembangkan

sistem logistik, pelayanan pengunjung yang efektif, dan promosi yang efektif. Hal

tersebut menyebabkan museum menjadi kurang menarik untuk dikunjungi sebagai

destinasi wisata oleh masyarakat umum.

Hal ini mendukung pendapat Kasubdit Permuseuman Ditjen Kebudayaan

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Sri Patmiarsi Retnaningtyas, M.Hum.

dalam suatu diskusi bersama dengan penulis di ruang meeting Direktorat

Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman tanggal 12 Februari 2018

menjelaskan bahwa tenaga ahli yang dibutuhkan bermacam-macam; mulai dari

bidang registrasi, kurator, konservator, edukator, penata pameran, hingga promosi.

Kenyataannya tidak semua museum memiliki SDM (di enam bidang) itu,

terutama museum di daerah, ada yang tidak punya humas (promosi) dan kurator,

padahal ini sangat penting. Selain itu, berkaitan dengan anggaran pengelolaan,

151

Pemerintah Daerah/ Pemerintah Provinsi, terutama di daerah-daerah, yang masih

memandang bahwa museum adalah satu tempat yang memang membuang uang.

Sementara di sisi lain pihak swasta tidak banyak yang fokus membantu di bidang

sejarah dan budaya.

Kualitas pegawai museum sejarah yang sehari-hari bertugas memandu

pengunjung juga perlu menjadi perhatian, pengetahuan pegawai akan segala hal

terkait dengan museum yang menjadi tanggungjawabnya harus senantiasa

dipelihara dan ditingkatkan. Penulis masih menemukan tidak adanya

keterangan/papan nama koleksi museum yang dipamerkan, ataupun ada tetapi

sudah tidak layak, maupun juga kesalahan pada keterangan/papan nama koleksi

yang dipamerkan seperti misalnya senjata yang seharusnya ditulis senapan

Arisaka (buatan Jepang) tetapi ditulis LE (Le Enfield) buatan Inggris, kekeliruan

ini bisa terjadi karena kalau dilihat sekilas bentuknya mirip. Kemudian juga

Gunto dinyatakan oleh pemandu museum sebagai Samurai (ada beberapa juga

menyebut sebagai Katana), umumnya yang ada di museum sejarah adalah Gunto

yaitu pedang yang digunakan oleh militer Jepang selama pendudukan di

Indonesia, sedangkan Katana adalah pedangnya kaum Samurai. Apresiasi penulis

berikan untuk Pengelola Museum 10 Nopember di Surabaya yang secara

professional cepat merespon positif masukan dari penulis perihal kekeliruan isi

sketsel/papan panil peristiwa tertembak jatuhnya pesawat jenis Mosquito yang

dikemudikan oleh Letnan Osborne membawa penumpang Brigadir Jenderal

Brigadir Jenderal Robert Guy Loder Symons Komandan Detasemen Artileri

Divisi 5 Inggris pada hari pertama pertempuran 10 Nopember 1945 di Surabaya.

152

Pesawat tersebut jatuh disengat PSU (Penangkis Serangan Udara) jenis Oerlikon

caliber 20mm yang dioperasikan oleh anggota BPRI (Badan Perjuangan Rakyat

Indonesia) di Surabaya.

4.1.3 Penciptaan Nilai

Hasil penelitian untuk variabel Penciptaan Nilai dapat digambarkan

sebagai berikut:

Gambar 4.4

Nilai Rata-rata Dimensi Variabel Penciptaan Nilai

Berdasarkan kategorisasi skor, dimana skor 1-1,80 (Sangat Rendah), Skor

1,81-2,60 (Rendah), Skor 2,61-3,40 (Cukup), Skor 3,41-4,20 (Baik), dan Skor

4,21-5,00 (Sangat Baik), maka dari Gambar 4.4 dapat diketahui bahwa dua

dimensi dari variabel Penciptaan Nilai berada pada kategori cukup (keduanya

berada dalam rentang skor 2,61-3,40). Sedangkan untuk dimensi Manfaat Bagi

1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 5.00

MANFAAT BAGI PELANGGAN,

3.41

DOMAIN BISNIS, 3.35

MITRA BISNIS, 3.35

153

Pelanggan berdasarkan penelitian masuk ke dalam kategori baik (berada dalam

rentang skor 3,41-4,20).

Secara rata-rata, penciptaan nilai belum diimplementasikan dengan baik.

Berdasarkan hasil sensus tersebut, diketahui bahwa implementasi pengembangan

manfaat untuk pelanggan dikelola dengan lebih baik oleh pihak pengelola

museum dibandingkan pengembangan mitra bisnis dan domain bisnis. Manfaat

bagi pelanggan mampu diimplementasikan dengan baik karena pihak pengelola

memahami keinginan pengunjung museum dan mampu memberikan manfaat

psikologis bagi pengunjung setelah mengunjungi museum. Hal ini menandakan

ada kepuasan dari pengunjung setelah mengunjungi museum sejarah.

Kemudian penciptaan nilai dari segi pengembangan mitra bisnis,

terungkap bahwa pihak pengelola museum belum mampu menciptakan standar

pelayanan yang baik kepada pengunjung dan belum mampu menciptakan

keunikan museum sejarah dibandingkan yang lain. Hal ini terkait dengan aspek

kapabilitas unik yang dimiliki museum, baik dari segi SDM maupun dana

anggaran yang terbatas.

Selanjutnya implementasi penciptaan nilai dari segi domain bisnis,

menunjukkan bahwa pihak pengelola belum mampu menjalin kerja sama yang

erat dengan berbagai instansi terkait, institusi pendidikan, maupun pihak lateral.

Hal ini menyebabkan kurang adanya inovasi atau terobosan –terobosan unik yang

dilakukan oleh pengelola untuk mendongkrak meningkatkan pengunjung. Selain

itu kurang eratnya upaya menjalin kemitraan bisnis menyebabkan sosialisasi dan

promosi atas event-event yang diadakan oleh museum belum mampu menjangkau

154

khalayak yang lebih luas sehingga kunjungan terbatas pada beberapa kalangan

saja.

Standar pelayanan yang baik kepada pengunjung belum sepenuhnya

dipenuhi oleh pengelola museum sejarah, misalnya masih kurangnya informasi

yang kemas dalam bentuk buku saku ataupun brosur/leaflet yang berisi segala

informasi terkait museum. Di lapangan penulis menemukan bahwa Museum

Brawijaya Malang termasuk yang sudah mempunyai/ meyediakan sebuah buku

yang berisi informasi cukup lengkap tentang riwayat museum dan koleksi-

koleksinya.

Para pegawai/petugas pemandu museum juga tidak mempunyai

kemampuan memandu wisatawan yang sama antara satu dengan lainnya,

umumnya para pemandu senior lebih bisa banyak bercerita tentang riwayat dan isi

museum dibandingkan dengan pemandu yang junior walaupun mempunyai

latarbelakang pendidikan yang lebih baik. Hal ini bisa dipahami bahwa para

pemandu senior langsung belajar dari sumber-sumber awal seperti berinteraksi

langsung dengan para pelaku sejarah yang peristiwa dan segala artefaknya kini

diabadikan di museum. Saat penulis berkunjung ke Museum Mandala Wangsit

Siliwangi di Bandung ditemukan bahwa pengelola museum memberikan

kesempatan pada komunitas pereka ulang sejarah/ reenactor untuk ikut memandu

para wisatawan yang hadir. Hal ini tentunya berdampak positif terhadap

kunjungan wisatawan karena teman-teman komunitas mempunyai pengetahuan

yang cukup baik dan hasrat yang besar terhadap museum tersebut, bahkan sambil

memandu pengunjung mereka juga mengenakan seragam pejuang tempo doeloe.

155

4.1.4 Citra

Hasil penelitian tentang variabel Citra digambarkan sebagai berikut:

Gambar 4.5

Nilai Rata-rata Dimensi Variabel Citra

Berdasarkan kategorisasi skor, dimana skor 1-1,80 (Sangat Rendah), Skor

1,81-2,60 (Rendah), Skor 2,61-3,40 (Cukup), Skor 3,41-4,20 (Baik), dan Skor

4,21-5,00 (Sangat Baik), maka dari Gambar 4.5 dapat diketahui bahwa semua

dimensi dari variabel Citra berada pada kategori cukup (keempatnya berada dalam

rentang skor 2,61-3,40).

Implementasi citra berada pada kategori cukup baik, sehingga masih perlu

ditingkatkan. Dari keempat aspek citra, event memiliki nilai implementasi lebih

baik dibandingkan ruang fisik, sikap dan keterampilan karyawan, dan media.

Dalam mengembangkan aspek event, pihak pengelola belum mampu membuat

1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 5.00

Sikap dan Keterampilan

karyawan, 3.36

Ruang Fisik, 3.37

Event, 3.38

Media, 3.26

156

intensitas event yang sesuai dengan kebutuhan, dan belum mampu menjaga

intensitas kunjungan ke institusi pendidikan sebagai ajang promosi.

Ruang fisik juga belum tergolong baik. Hal ini menunjukkan bahwa

rancangan gedung, rancangan interior, tata letak benda, dan kualitas material

belum berada pada kategori baik.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa sikap dan keterampilan

karyawan masih perlu ditingkatkan supaya menjadi lebih baik dari segi

profesionalisme sikap pegawai, keterampilan karyawan dalam memberikan

pelayanan kepada pengunjung, dan keterampilan pegawai dalam memanfaatkan

media informasi.

Selanjutnya dari segi pengembangan media sebagai aspek citra, pihak

pengelola belum mampu memanfaatkan media informasi dan media sosial untuk

promosi. Hal ini berkaitan dengan kualitas SDM yang dimiliki oleh museum yang

masih perlu ditingkatkan.

Berdasarkan kunjungan langsung ke lapangan, diketahui bahwa sebagian

Museum Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia menggunakan

bangunan tua peninggalan zaman Kolonial Belanda seperti Museum Mandala

Bakti yang dibangun untuk antara lain memperingati peristiwa Pertempuran 5 hari

tanggal 15-19 Oktober 1945 di Semarang yang bangunan museumnya sudah ada

sejak tahun 1930, kemudian Museum Perjuangan Rakyat Bogor yang menempati

gedung yang dibangun pada tahun 1879, dan beberapa museum lainnya.

Umumnya museum-museum tersebut masih kurang dalam hal pencahayaan,

gorden yang jarang dibuka dan lampu penerangan yang minim, namun ada juga

157

museum yang menggunakan bangunan zaman kolonial Belanda yang sudah tertata

dengan baik, diantaranya adalah Museum Perumusan Naskah Proklamasi di

Jakarta yang menggunakan Gedung yang dibangun tahun 1920. Museum tersebut

juga pernah ditempati Laksamana Maeda yang merupakan perwakilan Kaigun

(angkatan laut Jepang) di Jakarta yang pada masa penjajahan Jepang merupakan

wilayah kekuasaan Rikugun (Angkatan Darat Jepang) Korps ke-16.

Dalam hal perawatan kualitas material yang dipamerkan, penulis

menemukan bahwa Museum Monumen Jogja Kembali yang dikelola oleh

Yayasan Serangan Umum 1 Maret merupakan salah satu museum yang sangat

memperhatikan perawatan koleksi museum. Secara rutin senjata-senjata koleksi

rawat dengan menggunakan minyak khusus sehingga terhindar dari korosi.

4.1.5 Kinerja Museum

Hasil penelitian mengenai setiap dimensi Kinerja Museum digambarkan

sebagai berikut:

Gambar 4.6 Nilai Rata-rata Dimensi Variabel Kinerja Museum

1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 5.00

Pertumbuhan pengunjung, 3.60

Customer equity, 3.49

Efisiensi Pengelolaan, 3.48

158

Berdasarkan kategorisasi skor, dimana skor 1-1,80 (Sangat Rendah), Skor

1,81-2,60 (Rendah), Skor 2,61-3,40 (Cukup), Skor 3,41-4,20 (Baik), dan Skor

4,21-5,00 (Sangat Baik), maka dari Gambar 4.6 dapat diketahui bahwa ketiga

dimensi dari variabel Kinerja Museum berada pada kategori baik (ketiganya

berada dalam rentang skor 3,41-4,20).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja museum tergolong baik,

dimana ketiga dimensi yang diukur berada pada kategori baik. Pertumbuhan

pengunjung memiliki nilai rata-rata yang lebih baik dibandingkan customer

equity dan efisiensi pengelolaan.

Kinerja museum dari segi pertumbuhan jumlah pengunjung menunjukkan

bahwa pencapaian target jumlah pengunjung dan tingkat pertumbuhan

pengunjung dalam periode tertentu sudah tercapai.

Kinerja museum dari segi customer equity menunjukkan bahwa tingkat

customer equity berada pada kategori baik sesuai yang diharapkan, begitu pula

terlihat adanya pertumbuhan customer equity dari periode sebelumnya.

Kinerja museum dari segi efisiensi pengelolaan menunjukkan bahwa

pengelola mampu menciptakan efisiensi dalam biaya operasional pengelolaan

museum sejarah maupun dalam biaya promosi.

4.2 Keterkaitan antara Variabel Penelitian

Uji kecocokan model (Goodness of fit/ GoF)) bertujuan untuk menguji

apakah model yang dihasilkan menggambarkan kondisi aktualnya.

159

4.2.1 Kecocokan Model-Analisis Model Struktural (Inner Model)

Hasil dari analisis model struktural (inner model) adalah untuk

menunjukkan keterkaitan antara variabel–variabel laten. Berikut adalah nilai GoF

dan Q-Square pada konstruk:

Tabel 4.2

Pengujian Inner Model

AVE R

Square

Q

square

GOF

Orientasi Pasar 0,518 0,698

Kapabilitas Unik 0,579

Penciptaan Nilai 0,791 0,489

Citra 0,941 0,409

Kinerja Museum

Sejarah

0,889 0,552

Sumber: Hasil Pengolahan Data 2018

Tabel 4.2 di atas memberikan nilai R Square pada kriteria yang kuat (lebih

besar dari 0,67 = Tinggi/kuat), dan nilai Q Square pada kriteria sedang, karena

menurut Chin (1998) nilai R Square 0.67 (kuat), 0.33 (moderat), dan 0.19 (lemah).

Sehingga diketahui bahwa inner model didukung oleh kondisi empirik atau model

adalah sesuai (fit).

4.2.2 Kecocokan Model-Analisis Model Struktural (Outer Model)

Hasil dari analisis model struktural ini menunjukkan keterkaitan antara

variabel manifest (indikator) dengan variabel latennya masing-masing. Hasil dari

Composite Reliability dan Cronbach’s Alpha menunjukkan bahwa dimensi dan

indikator dari masing-masing variabel dinyatakan reliable dalam mengukur

masing-masing variabel penelitian adalah sebagai berikut:

160

Tabel 4.3

Pengujian Outer Model

AVE Composite Reliability

Cronbachs Alpha

Orientasi Pasar 0,611 0,949 0,942

Kapabilitas Unik 0,500 0,916 0,899

Penciptaan Nilai 0,623 0,920 0,899

Citra 0,534 0,926 0,912

Kinerja Museum Sejarah 0,517 0,865 0,813

Sumber: Hasil Pengolahan Data 2018

Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai-nilai dari AVE> 0,5, hal ini

menunjukkan bahwa semua variabel dalam model yang diestimasi memenuhi

kriteria discriminant validity. Composite Reliability dan Cronbach’s Alpha dari

setiap variabel > 0,70 dengan demikian dapat diketahui bahwa semua variabel

mempunyai reliabilitas yang baik. Sehingga outer model penelitian ini dapat

dikatakan telah sesuai (fit).

Variabel dalam penelitian ini adalah konstruk multidimensi. Konstruk-

konstruk tersebut diukur dari dimensi yang masih merupakan unobservable

variable sehingga dimensi-dimensi tersebut masih harus diukur dengan indikator-

indikatornya. Dimensi merupakan konstruk first order dan variabel memiliki

format konstruk second order. Penggunaan Second Order pada model penelitian

menyebabkan loading factor yang diperoleh menjelaskan hubungan antara

variabel laten-dimensi dan dimensi-indikator. Tabel hasil analisis model

pengukuran untuk setiap dimensi atas indikatornya dapat dilihat pada Lampiran

Loading Factor Antar Dimensi-Indikator dan Loading Factor Antar Variabel

Laten-Dimensi.

161

Hasil analisis model pengukuran terhadap dimensi-dimensi dan

indikatornya menunjukkan bahwa indikator tersebut adalah valid, dimana

sebagian besar nilai loading factor adalah lebih besar dari 0.70 dengan nilai t

hitung > t tabel (2,01).

Model pengukuran variabel-variabel laten atas dimensinya menjelaskan

bahwa sejauh mana validitas dari dimensi-dimensi dalam mengukur variabel

penelitian yang bersifat laten. Hasil analisis model pengukuran terhadap setiap

variabel laten atas dimensinya dapat dilihat pada Loading Factor Antar Dimensi-

Indikator dan Loading Factor Antar Variabel Laten-Dimensi.

Hasil analisis model pengukuran terhadap variabel-variabel penelitian atas

dimensi-dimensinya menunjukkan bahwa hampir semua dimensi valid dengan

nilai t hitung > t tabel (2,01). Hasil diagram jalur lengkap dapat dilihat pada

halaman berikut:

162

Gambar 4.7 Diagram Jalur Lengkap Model Penelitian

Gambar 4.7 memperlihatkan diagram jalur lengkap yang menyajikan nilai-

nilai koefisien loading factor pada outer model dan koefisien estimasi pada inner

model.

163

Gambar 4.8

Diagram Jalur nilai t hitung

Gambar 4.8 di atas memperihatkan gambar diagram jalur lengkap yang

menyajikan nilai t statistik (t hitung) baik untuk outer model dan menguji

164

hipotesis koefisien estimasi pada inner model dengan cara membandingkan setiap

nilai t hitung dengan t tabel.

4.3 Pengaruh Orientasi Pasar dan Kapabilitas Unik terhadap Penciptaan

Nilai pada Museum Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Republik

Indonesia

Hipotesis pertama dan kedua menguji pengaruh Orientasi Pasar dan

Kapabilitas Unik terhadap Penciptaan Nilai pada Museum Sejarah Perjuangan

Kemerdekaan Republik Indonesia.

Orientasi

Pesaing

Koordinasi

antarfungsi

Orientasi Pasar

(ƹ1)

Orientasi

Pelanggan

Aset

Berwujud

Aset Tidak

Berwujud

Kapabilitas

Organisasi

0,995

0,996

0,963

Kapabilitas

Unik (ƹ2)

0,966

0,949

0,946

Penciptaan Nilai

(ŋ1)

0,467

0,448

Manfaat

Domain Bisnis

Mitra Bisnis

0,952

0,973

0,980

0,209

.Gambar 4.9

Pengujian Hipotesis 1 dan 2

165

Museum merupakan salah satu produk wisata budaya yang menjadi daya

tarik suatu destinasi. Dalam rangka menjamin keberlangsungan usaha (business

sustainability), banyak museum berupaya untuk menciptakan nilai yang bermakna

dan memberikan pengalaman yang tak dapat dilupakan pengunjung (visitor’s

memorable experience). Oleh sebab itu, pengelola museum sangat perlu

memahami pasar atau melakukan orientasi pasar.

Camarero dan Garrido (2012) menyatakan bahwa banyak museum

memiliki komitmen kuat untuk melakukan orientasi pasar dalam strateginya.

Dalam penelitian tersebut, penciptaan nilai museum ditujukan pada upaya

museum untuk menciptakan inovasi dalam teknologi dan organisasi. Nilai inovasi

tersebut diharapkan dapat menjamin keberlangsungan museum (sustainbility).

Upaya untuk menciptakan nilai museum juga dipengaruhi oleh kapabilitas unik

dari pengelola. Keberadaan aset tak berwujud seperti nilai sejarah; aset berwujud,

seperti benda-benda koleksi, bangunan; dan keterampilan manajerial yang

dimiliki pengelola menjadi kapabilitas unik museum dan juga berperan sebagai

daya tarik museum. Oleh sebab itu, kapabilitas unik ini memiliki peran dalam

penciptaan nilai museum.

4.3.1 Pengaruh Orientasi Pasar terhadap Penciptaan Nilai pada Museum

Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia

Tabel berikut ini ditampilkan hasil pengujian hipotesis 1:

166

Tabel 4.4

Pengujian Hipotesis 1

Hipotesis SE() t hitung R2 Kesimpulan

Orientasi Pasar -> Penciptaan

Nilai 0,467 0,083 5,620* 0,404

Hipotesis

diterima

Sumber: Hasil Pengolahan Data 2018

* signifikan pada =0.05 (t table =2,02)

Pada Tabel 4.4 di atas diketahui bahwa variabel orientasi pasar

berpengaruh signifikan terhadap penciptaan nilai (t hitung > t tabel) dimana

besarnya koefisien determinasi R2 adalah sebesar 40,4%.

Hasil pengujian hipotesis ini menggambarkan bahwa penciptaan nilai pada

museum perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia lebih dominan didorong

oleh orientasi pasar yang dikembangkan oleh manajemen, dibandingkan oleh

pengembangan kapabilitas unik. Pengembangan penciptaan nilai oleh orientasi

pasar pada museum lebih dominan dibentuk oleh orientasi pesaing (koefisien

sebesar 0,996), kemudian oleh orientasi pelanggan (0,995), dan koordinasi

antarfungsi (0,963). Sementara itu, dari hasil penelitian deskriptif diketahui bahwa

manajemen lebih dominan mengembangkan koordinasi antarfungsi dibandingkan

mengembangkan orientasi pesaing.

Orientasi pesaingdilakukan dengan memanfaatkan potensi kolaboratif

dengan organisasi lainnya, penyediaan layanan alternatif yang dapat memuaskan

jenis pilihan pengunjung, mempertimbangkan jenis kompetisi yang berbeda

dengan pesaing, dan memahami konsumen potensial pilihan pengunjung. Jadi dari

hasil tersebut dapat dikatakan bahwa jika pengelola mampu meningkatkan

orientasi pesaing dengan lebih baik maka penciptaan nilai museum akan lebih

167

meningkat. Sementara kita tahu bahwa museum sebagai destinasi wisata memiliki

pesaing yang lebih banyak dari dari segi destinasi wisata non sejarah yang

menjanjikan daya tarik yang lebih.

Sementara itu, orientasi pelanggan, menunjukkan sejauhmana pengelola

mampu memahami; persepsi kebutuhan, dan keinginan dari target pasar museum,

meningkatkan kepuasan pengunjung dalam hal desain, komunikasi, tarif dan

pelayanan yang tepat dan kompetitif; kepentingan pelanggan dalam penyusunan

perencanaan eksibisi, program dan aktivitasnya; mempelajari pengunjung secara

ekstensif untuk menentukan kebutuhan, persepsi, dan preferensi pengunjungnya,

mengidentifikasi segmen pasar dengan kepentingan dan kebutuhan yang berbeda,

dan menjalankan program dan pengalaman kepada masing-masing segmen

pengunjung. Sementara koordinasi antarfungsi dilakukan denganmengumpulkan

infomasi eksternal dan menggunakannya serta dalam menawarkan nilai yang

superior. Hasil penelitian deskritif menunjukkan bahwa secara rata-rata, pihak

pengelola masih belum memiliki kemampuan yang baik dalam mengembangkan

orientasi pasar, sehingga menyebabkan penciptaan nilai juga berada dalam

kategori yang belum baik.

Hasil pengujian hipotesis ini mendukung temuan Tournois (2013) bahwa

orientasi pasar berkorelasi dengan nilai pelanggan. Bisnis yang mampu

menciptakan nilai yang diharapkan oleh pelanggan akan menghasilkan

peningkatan kinerja pemasaran. Demikian pula dengan temuan Mauludin,

Alhabsji, Idrus, Arifin (2013) bahwa orientasi pasar, organisasi belajar, kapabilitas

dinamis, secara signifikan dan positif terkait dengan penciptaan nilai.

168

Selain itu, Yi-Yung Chung (2014) mengidentifikasi lima karakteristik

kualitas penciptaan nilai pelanggan yang khas yaitu kapabilitas kualitas,

kapabilitas layanan, kapabilitas pengendalian biaya, kapabilitas kecepatan, dan

kapabilitas inovasi, sepenuhnya memediasi pengaruh orientasi pasar terhadap

kinerja bisnis dan secara simultan menunjukkan beragam peran strategis mereka

untuk sebuah keunggulan kompetitif perusahaan, sehingga memperjelas

mekanisme dimana orientasi pasar mempengaruhi kinerja bisnis.

4.3.2 Pengaruh Kapabilitas Unik terhadap Penciptaan Nilai pada Museum

Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia

Tabel berikut ini ditampilkan hasil pengujian hipotesis 2:

Tabel 4.5

Pengujian Hipotesis 2

Hipotesis SE()

t hitung R2 Kesimpulan

Kapabilitas Unik -> Penciptaan

Nilai 0,448 0,083 5,374* 0,387 H1 diterima

Sumber: Hasil Pengolahan Data 2018

* signifikan pada =0.05 (t table =2,02)

Tabel 4.5 di atas diketahui bahwa kapabilitas unik berpengaruh signifikan

terhadap penciptaan nilai (t hitung > t tabel) dimana kapabilitas unik memiliki R2

sebesar 38,7%.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa kapabilitas unik turut berperan dalam

mengembangkan penciptaan nilai. Aset berwujud merupakan aspek kapabilitas

unik yang memberikan kontribusi terbesar terhadap upaya penciptaan nilai

museum dengan koefisien pengaruh sebesar 0,966, diikuti oleh aset tidak

169

berwujud (0,949), dan kapabilitas organisasi (0,946). Aset berwujud meliputi

lokasi yang strategis, kelengkapan fasilitas museum sejarah, kelengkapan sarana

dan prasarana, kepemilikan peralatan teknologi penunjang terkini, dan kecukupan

aspek finansial. Aset tidak berwujud mencakup kualitas pegawai, pengalaman

pegawai, dan pengembangan kapabilitas pegawai. Sementara kapabilitas

organisasi meliputi sistem logistik, pelayanan pengunjung yang efektif, dan

promosi yang efektif.

Dari hasil pengujian hipotesis diketahui bahwa ketiga aspek kapabilitas

unik tersebut mampu mempengaruhi penciptaan nilai, dimana aset berwujud

memegang peranan yang paling dominan. Sementara itu, dari segi implementasi

pengembangan kapabilitas unik, diketahui bahwa secara rata-rata pihak pengelola

belum mampu secara optimal mengembankan ketiga aspek tersebut, sehingga

berdampak pada belum tingginya kemampuan menciptakan nilai.

Hasil pengujian ini sejalan dengan temuan penelitian de Barros Junior

(2010) bahwa modal intelektual perusahaan, secara positif dan signifikan

berhubungan dengan penciptaan nilai. Hasil pengujian hipotesis juga selaras

dengan temuan Treapat dan Anghel (2014) bahwa komunitas harus

memperhatikan kemitraan dengan lembaga keuangan untuk menguatkan sumber

daya finansial.

Selain itu, temuan ini juga mendukung hasil penelitian Makau dan Muturi

(2015) bahwa hubungan pembeli-pemasok meningkatkan harga yang kompetitif,

mengurangi lead time, mengurangi risiko non pasokan, meningkatkan keandalan

170

pengiriman, perbaikan manajemen persediaan, meningkatkan penjualan dan

meningkatkan kepuasan pelanggan.

4.4 Pengaruh Orientasi Pasar dan Kapabilitas Unik terhadap Citra Museum

Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia

Hipotesis ketiga dan keempat menguji pengaruh Orientasi Pasar dan

Kapabilitas Unik terhadap citra Museum Sejarah Perjuangan Kemerdekaan

Republik Indonesia.

Orientasi

Pesaing

Koordinasi

antarfungsi

Orientasi Pasar

(ƹ1)

Orientasi

Pelanggan

Aset

Berwujud

Aset Tidak

Berwujud

Kapabilitas

Organisasi

0,995

0,996

0,963

Kapabilitas

Unik (ƹ2)

0,966

0,949

0,946

Citra

(ŋ2)

0,269

0,723

Event

Median

Ruang Fisik

0,970

0,979

0,983

0,059

Sikap dan

Keterampilan

0,960

Gambar 4.10 Pengujian Hipotesis 3 dan 4

Museum memiliki berbagai fungsi, yaitu fungsi tradisional untuk

melestarikan warisan budaya dan sejarah (Mclean, 1994); dan peran baru seperti

171

ruang untuk berbagi pengalaman (venues for experience sharing) (Hume & Mills,

2011), ruang berinteraksi, bermain, edukasi, instrumen untuk mengkomunikasikan

kepada masyarakat tentang kebudayaan dalam rangka meningkatkan kehidupan

sosial, motor penggerak pembangunan ekonomi untuk masyarakat, daya tarik

wisata, sumber pendapatan dan membuka lapangan kerja (Pop & Borza, 2016).

Fungsi tersebut menjadi bagian dari kesan yang dirasakan pengunjung ketika

datang ke museum.

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa citra museum dipengaruhi

oleh orientasi pasar dan kapabilitas unik yang dimiliki oleh pengelola museum.

Jika dikaitkan dengan fungsi museum seperti yang dikemukakan oleh beberapa

ahli, secara empirik menunjukkan bahwa pengelola mengembangkan museum

sehingga memiliki berbagai fungsi, mulai dari tradisional sampai peran modern.

Fungsi tersebut dipersepsikan sebagai citra atau kesan dari pengunjung yang

datang. Kekuatan kesan (citra) yang terbentuk berasal dari upaya pengelola untuk

memahami pengunjung (orientasi pasar) dan memaksimalkan kapabilitas unik

yang dimiliki.

4.4.1 Pengaruh Orientasi Pasar terhadap Citra Museum Sejarah

Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia

Tabel berikut ini ditampilkan hasil pengujian hipotesis 3:

172

Tabel 4.6

Pengujian Hipotesis 3

Hipotesis SE() t hitung R2 Kesimpulan

Orientasi Pasar ->

Citra 0,269 0,093 2,895* 0,245

H1 diterima

Sumber: Hasil Pengolahan Data 2018

* signifikan pada =0.05 (t table =2,02)

Pada Tabel 4.6 di atas diketahui bahwa secara variabel orientasi pasar

berpengaruh signifikan terhadap citra (hipotesis diterima, t hitung > t tabel)

dengan besarnya koefisien determinasi R2 sebesar 24,5%.

Orientasi pasar berperan dalam pengembangan citra. Orientasi pasar pada

museum dalam meningkatkan citra lebih dominan dibentuk oleh orientasi pesaing

(0,996), kemudian oleh orientasi pelanggan (0,995), dan koordinasi antarfungsi

(0,963). Orientasi pesaing berarti manajemen mampu untuk memanfaatkan

potensi kolaboratif dengan organisasi lainnya, penyediaan layanan alternatif yang

dapat memuaskan jenis pilihan pengunjung, mempertimbangkan jenis kompetisi

yang berbeda dengan pesaing, dan memahami konsumen potensial pilihan

pengunjung. Sementara itu, dari hasil penelitian deskriptif diketahui bahwa

manajemen lebih dominan mengembangkan koordinasi antarfungsi dibandingkan

mengembangkan orientasi pesaing.

Orientasi pesaing dilakukan dengan memanfaatkan potensi kolaboratif

dengan organisasi lainnya, penyediaan layanan alternatif yang dapat memuaskan

jenis pilihan pengunjung, mempertimbangkan jenis kompetisi yang berbeda

dengan pesaing, dan memahami konsumen potensial pilihan pengunjung. Jadi dari

hasil tersebut dapat dikatakan bahwa jika pengelola mampu meningkatkan

173

orientasi pesaing dengan lebih baik maka penciptaan nilai museum akan lebih

meningkat. Sementara kita tahu bahwa museum sebagai destinasi wisata memiliki

pesaing yang lebih banyak dari dari segi destinasi wisata non sejarah yang

menjanjikan daya tarik yang lebih.

Sementara itu, orientasi pelanggan, menunjukkan sejauhmana pengelola

mampu memahami; persepsi kebutuhan, dan keinginan dari target pasar museum,

meningkatkan kepuasan pengunjung dalam hal desain, komunikasi, tarif dan

pelayanan yang tepat dan kompetitif; kepentingan pelanggan dalam penyusunan

perencanaan eksibisi, program dan aktivitasnya; mempelajari pengunjung secara

ekstensif untuk menentukan kebutuhan, persepsi, dan preferensi pengunjungnya,

mengidentifikasi segmen pasar dengan kepentingan dan kebutuhan yang berbeda,

dan menjalankan program dan pengalaman kepada masing-masing segmen

pengunjung. Sementara koordinasi antarfungsi dilakukan dengan mengumpulkan

infomasi eksternal dan menggunakannya serta dalam menawarkan nilai yang

superior. Hasil penelitian deskritif menunjukkan bahwa secara rata-rata, pihak

pengelola masih belum memiliki kemampuan yang baik dalam mengembangkan

orientasi pasar, sehingga menyebabkan citra museum belum baik.

Hasil pengujian hipotesis ini mendukung temuan Abdollah Norouzi et al.

(2013) bahwa faktor efektif utama faktor nilai yang dirasakan pelanggan adalah

citra merek, citra perusahaan, kepercayaan karyawan, kepercayaan perusahaan,

kualitas layanan dan biaya; Ogunnaike, Akinbode, Onochie (2014) menemukan

bahwa orientasi siswa dan orientasi intra-fungsional berpengaruh positif terhadap

citra perusahaan yang dirasakan.

174

Hasil pengujian hipotesis ini juga mendukung temuan Urde, Baumgarth,

Merrilees (2011) menghasilkan tiga kontribusi yaitu : mengidentifikasi matriks

orientasi merek dan orientasi pasar, penekanan pada tipe orientasi baru, yaitu

hibrida antara orientasi pasar dan orientasi merek, dan mengartikulasikan lintasan

khas untuk mengembangkan orientasi; serta Seo-Yoon Jung, Kyeong-Hyo Jung,

Jae-Ik Shin (2016) yang mengungkapkan bahwa pada produsen kecil dan

menengah, pemasaran internal secara positif mempengaruhi orientasi pasar dan

secara tidak langsung mempengaruhi citra perusahaan dan kinerja organisasi.

Orientasi pasar secara positif mempengaruhi citra perusahaan dan kinerja

organisasi.

4.4.2 Pengaruh Kapabilitas Unik terhadap Citra Museum Sejarah

Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia

Tabel berikut ini ditampilkan hasil pengujian hipotesis 4:

Tabel 4.7

Pengujian Hipotesis 4

Hipotesis SE() t hitung R2 Kesimpulan

Kapabilitas Unik ->

Citra 0,723 0,088 8,183* 0,696

H1 diterima

Sumber: Hasil Pengolahan Data 2018

* signifikan pada =0.05 (t table =2,02)

Pada Tabel 4.7 di atas diketahui bahwa secara variabel kapabilitas unik

berpengaruh signifikan terhadap citra (hipotesis diterima, t hitung > t tabel)

dengan besarnya koefisien determinasi R2 sebesar 69.6%.

175

Hasil pengujian hipotesis ini menggambarkan bahwa citra museum

perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia lebih dominan didorong oleh

kapabilitas unik yang dikembangkan oleh manajemen dibandingkan oleh

pengembangan orientasi pasar. Citra museum lebih dominan ditunjang oleh aset

berwujud (koefisien sebesar 0,966), yang ditunjang dengan aset tidak berwujud

(0,949) dan kapabilitas organisasi (0,946). Aset berwujud meliputi lokasi yang

strategis, kelengkapan fasilitas musuem sejarah, kelengkapan sarana dan

prasarana, kepemilikan peralatan teknologi penunjang terkini, dan kecukupan

aspek finansial. Aset tidak berwujud mencakup kualitas pegawai, pengalaman

pegawai, dan pengembangan kapabilitas pegawai. Sementara kapabilitas

organisasi meliputi sistem logistik, pelayanan pengunjung yang efektif, dan

promosi yang efektif. Meskipun masih berada pada ketegori cukup, namun

ternyata kapabilitas unik mampu meningkatkan citra museum, apalagi jika sudah

mencapai posisi yang lebih unik, tentunya akan lebih berdampak pada

peningkatan citra museum. Ketiga aspek kapabilitas unik tersebut mampu

mempengaruhi penciptaan nilai, dimana aset berwujud memegang peranan yang

paling dominan. Sementara itu, dari segi implementasi pengembangan kapabilitas

unik, diketahui bahwa secara rata-rata pihak pengelola belum mampu secara

optimal mengembankan ketiga aspek tersebut, sehingga berdampak pada belum

tingginya citra museum dalam pandangan masyarakat.

Hasil pengujian hipotesis keempat tentang adanya pengaruh dari

kapabilitas unik terhadap citra, sejalan dengan temuan penelitian Siano, Kitchen,

Confetto (2010) yang mengidentifikasi elemen konvergen antara reputasi

176

perusahaan dan sumber daya keuangan. Mukherji, Mukherji, Schmehl (2011)

menemukan bahwa pengembangan kapabilitas internal yang unggul dan

penyesuaian strategi mempengaruhi reputasi. Lee dan Jungbae Roh (2012)

menemukan reputasi perusahaan secara signifikan berhubungan positif dengan

sebagian besar indeks ukuran kinerja perusahaan.

4.5 Pengaruh Orientasi Pasar dan Kapabilitas Unik terhadap Kinerja

Museum Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia

Hipotesis kelima dan keenam menguji pengaruh Orientasi Pasar dan

Kapabilitas Unik terhadap Kinerja Museum Sejarah Perjuangan Kemerdekaan

Republik Indonesia.

Orientasi

Pesaing

Koordinasi

antarfungsi

Orientasi Pasar

(ƹ1)

Orientasi

Pelanggan

Aset

Berwujud

Aset Tidak

Berwujud

Kapabilitas

Organisasi

0,995

0,996

0,963

Kapabilitas

Unik (ƹ2)

0,966

0,949

0,946

Kinerja Musium

(ŋ3)

0,090

0,173

Customer

Equity

fisiensi

pengelolaan

Pertumbuhan

pengunjung

0,944

0,972

0,966

0,934

Gambar 4.11 Pengujian Hipotesis 5 dan 6

177

Hasil penelitian menunjukkan bahwa orientasi pasar dan kapabilitas unik

tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap kinera museum. Friedman (2007)

melakukan penelitian terhadap kinerja museum, menurutnya jika ada peningkatan

kinerja di salah satu bidang akan menciptakan pengaruh negatif di bidang lainnya.

Sebagai contoh, museum kecil yang memiliki sedikit barang koleksi akan memilki

tingkat efisiensi yang tinggi terhadap penggunaan listrik dibandingkan museum

yang besar. Namun, tingkat pendapatan dan jumlah SDM museum kecil lebih

rendah dibandingkan museum yang besar (Cerquetti & Montella, 2015). Dengan

kata lain, variansi atau perbedaan museum yang diteliti, seperti ukuran, jumlah

benda koleksi, dan lain sebagainya, sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa

indikator kinerja museum yang satu dan yang lain tidak dapat disamaratakan.

Dengan demikian, hasil temuan penelitian tersebut, mendukung alasan

mengapa orientasi pasar dan kapabilitas unik tidak memiliki pengaruh signifikan

terhadap kinerja museum.

4.5.1 Pengaruh Orientasi Pasar terhadap Kinerja Museum Sejarah

Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia

Tabel berikut ini ditampilkan hasil pengujian hipotesis 5:

Tabel 4.8

Pengujian Hipotesis 5

Hipotesis SE() t hitung R2 Kesimpulan

Orientasi Pasar -> Kinerja

Museum Sejarah 0,090 0,170 0,531 0,022 H1ditolak

Sumber: Hasil Pengolahan Data 2018

* signifikan pada =0.05 (t table =2,02)

178

Pada Tabel 4.8 di atas diketahui bahwa tidak terdapat pengaruh secara

signifikan dari orientasi pasar terhadap kinerja (hipotesis ditolak, t hitung < t

tabel).

Hasil pengujian tersebut dengan demikian bertolak belakang dengan

temuan penelitian Gholami dan Birjandi (2016) yang menemukan bahwa orientasi

pasar dan orientasi kewirausahaan berpengaruh signifikan pada kinerja organisasi.

Ul Hassan, Qureshi, Hasnain, Sharif, dan Hassan (2013) menemukan orientasi

pasar berpengaruh prositif terhadap kinerja organisasi melalui orientasi

pembelajaran. Hasil penelitian Eslahnia (2014) menunjukkan bahwa di antara

strategi orientasi pasar, orientasi pesaing memiliki hubungan tertinggi dengan

kinerja perusahaan, orientasi pelanggan memiliki hubungan terendah. Camarero

& Garrido (2008) menemukan bahwa kinerja sosial museum berhubungan dengan

kuat dengan orientasi pasar dan orientasi produk, sementara kinerja ekonomi

bergantung terutama pada hasil sosial dan manajemen yang terkoordinir.

4.5.2 Pengaruh Kapabilitas Unik terhadap Kinerja Museum Sejarah

Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia

Tabel berikut ini ditampilkan hasil pengujian hipotesis 6:

Tabel 4.9

Pengujian Hipotesis 6

Hipotesis SE() T hitung R2 Kesimpulan

Kapabilitas Unik -> Kinerja

Museum Sejarah 0,173 0,138 1,248 0,044 H1ditolak

Sumber: Hasil Pengolahan Data 2018

* signifikan pada =0.05 (t table =2,02)

179

Pada Tabel 4.9 di atas diketahui bahwa tidak terdapat pengaruh secara

signifikan dari kapabilitas unik terhadap kinerja (hipotesis ditolak, t hitung < t

tabel).

Temuan penelitian ini yang menunjukkan bahwa kapabilitas unik tidak

berdampak pada kinerja museum menunjukkan bantahan terhadap temuan

penelitian Shang, Guo, Huang (2010) menghasilkan asumsi ekonomi yang

mendasari teori struktur industri dan pandangan berbasis sumber daya dengan

menekankan pengaruh kognisi top manajemen pada tindakan strategis organisasi

dan kemampuan organisasi. Bagheri, Ebrahimpour, dan Ajirloo (2013)

menemukan bahwa kompetensi manajer memiliki dampak pada kinerja bisnis.

Yen (2013) menemukan pengaruh positif dari modal manusia terhadap

kemampuan inovatif. Unsur-unsur utama dari modal manusia tidak hanya

mencakup pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan, namun juga visi

pemimpin, keterbukaan pikiran, eksekusi, kemampuan meniru, dan

keanekaragaman fungsional. Kemampuan inovatif memediasi hubungan antara

modal manusia perusahaan dan kinerja organisasi

4.6 Hubungan Penciptaan Nilai dengan Citra Museum Sejarah Perjuangan

Kemerdekaan Republik Indonesia di Indonesia

Hipotesis ketujuh menguji hubungan Penciptaan nilai dan Citra Museum

Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia

180

Penciptaan Nilai

(ŋ1)

Manfaat

Domain Bisnis

Mitra Bisnis

0,952

0,973

0,980

0,868Citra

(ŋ2)

Event

Median

Ruang Fisik

0,970

0,979

0,983

Sikap dan

Keterampilan

0,960

Gambar 4.12

Pengujian Hipotesis 7

Pada bagian berikut akan dijelaskan hasil pengujian hipotesis secara parsial:

Tabel 4.10

Pengujian Hipotesis 7

Hipotesis Ρ R2 t hitung Kesimpulan

Penciptaan nilai Citra

Museum 0.868 0.753 11,185* H1 diterima

* signifikan pada =0.05 (t table =2,02)

Pada tabel di atas diketahui bahwa terdapat hubungan yang positif dan

signifikan antara Penciptaan Nilai dan Citra Museum.

Hasil penelitian tersebut menggambarkan bahwa peningkatan dalam

penciptaan nilai berhubungan dengan peningkatan dalam citra museum.

Penciptaan nilai museum dalam hubungannya dengan citra lebih dominan

dibentuk oleh aspek mitra bisnis (0,980), kemudian ditunjang oleh aspek domain

bisnis (0,973), dan manfaat bagi pelanggan (0,952). Pengembangan mitra bisnis

bagi museum dilakukan dengan melakukan kerjasama dengan berbagai instansi

181

terkait, dengan institusi pendidikan dan dengan pihak lateral. Kerja sama dengan

pihak-pihak tersebut terutama yang mendorong terciptanya penciptaan nilai yang

berhubungan dengan meningkatnya citra museum.

Citra museum dalam hubungannya dengan penciptaan nilai lebih dominan

dibentuk oleh aspek ruang fisik (0,983), kemudian ditunjang dengan aspek media

(0,979), event (0,970), dan sikap dan keterampilan pegawai (0,960). Ruang fisik

pada aspek rancangan gedung, rancangan interior, tata letak benda, dan kualitas

material yang digunakan, terbukti memberikan dampak terbesar dalam

membentuk citra museum. Disamping itu, media juga merupakan aspek

pembentuk citra museum. Kemampuan manajemen dalam memanfaatkan media

informasi dan media sosial untuk melakukan promosi mampu meningkatkan citra

museum.

Sementara event yang diadakan untuk mendongkrak citra museum

bergantung pada sejauhmana intensitas event yang diselenggarakan oleh pihak

museum, dan intensitas kunjungan ke institusi pendidikan untuk mempromosikan

museum. Selain itu, sikap dan keterampilan pegawai juga memberikan peranan

penting dalam menciptakan citra museum. Sikap pegawai yang profesional,

keterampilan karyawan dalam memberikan pelayanan kepada pengunjung, dan

keterampilan pegawai dalam memanfaatkan media informasi menjadi penunjang

dalam terciptanya citra museum yang baik di mata masyarakat dan

pengunjungnya.

Hasil pengujian yang menunjukkan adanya hubungan antara penciptaan

nilai dan citra museum, menunjukkan dukungan terhadap hasil penelitian Jurisic

182

dan Azevedo (2011) yang membahas pasar komunikasi bergerak Portugis dari

sudut pandang hubungan-pemasaran dan meninjau anteseden hubungan antara

pelanggan dan merek. Perusahaan telekomunikasi Portugis membangun database

pelanggan untuk mengelola hubungan dengan merek perusahaan, tetapi hasil

penelitian menunjukkan perusahaan memiliki sikap terhadap merek mereka,

reputasi, kesukuan atau kepuasan dengan merek yang tidak sama.

Hasil pengujian hipotesis ini juga mendukung temuan Ober-Heilig,

Bekmeier-Feuerhahn, dan Sikkenga (2014) yang menunjukkan adanya dampak

positif dari rancangan pengalaman multidimensi terhadap peserta dengan

keterlibatan rendah mengenai perilaku merek yang sesuai, seperti loyalitas dan

diferensiasi yang dirasakan. Ada juga pengaruh positif terhadap tujuan

kelembagaan seperti melihat museum sebagai panutan dan perubahan sikap positif

terhadap museum pada umumnya.

Majdoub (2014) menyajikan landasan teoritis dan pandangan holistik

tentang nilai pelanggan, yang mencakup spektrum besar pengalaman konsumen.

Organisasi di sektor budaya dan warisan budaya, yang mengembangkan

pemahaman nilai, penciptaan nilai dan pengalaman yang lebih baik dapat

mengembangkan keuntungan yang signifikan. Selanjutnya, destinasi wisata harus

dirancang sebagai pembangun pengalaman, dan penyedia pariwisata perlu

menciptakan "lingkungan pengalaman", yang mengintegrasikan sumber daya

untuk menciptakan pengalaman bernilai tinggi, dan memperbaiki cara mereka

mengelola semua proses.

183

Hanley, Baker, dan Pavlidis (2018) melakukan penelitian terkait dengan

upaya penciptaan nilai di museum dengan mengaplikasikan model value creation

framework (VCF). Sebelumnya, VCF dikembangkan oleh Wenger, Trayner, dan

de Laat (2011) untuk mengembangkan nilai agar dapat meningkatkan peran

masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan. VCF memampukan aspek

nilai yang tak berwujud dalam organisasi untuk digunakan bagi pengembangan

organisasi.

Scott (2009) mengkaji nilai sebagai prinsip organisasi yang merupakan

suatu janji yang yang akan menjamin keberlangsungan museum di masa depan.

Scott menjelaskan ragam nilai ke dalam beberapa jenis, seperti nilai intrinsik

(intrinsic value), nilai institusi (institutional value), nilai dalam masyarakat

(public value) dan nilai yang digunakan (use value). Nilai yang diciptakan

tersebut akan mempengaruhi kesan atau citra yang akan dirasakan oleh

pengunjung.

4.7 Pengaruh Penciptaan Nilai dan Citra terhadap Kinerja Museum

Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia di Indonesia

Hipotesis kedelapan dan kesembilan menguji pengaruh Penciptaan nilai

dan Citra terhadap Kinerja Museum Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Republik

Indonesia.

184

Penciptaan Nilai

(ŋ1)

Manfaat

Domain Bisnis

Mitra Bisnis

0,952

0,973

0,980

0,868

Citra

(ŋ2)

Event

Median

Ruang Fisik

0,970

0,979

0,983

Sikap dan

Keterampilan

0,960

Kinerja Musium

(ŋ3)

0,292

0,424

Customer

Equity

fisiensi

pengelolaan

Pertumbuhan

pengunjung

0,944

0,972

0,966

0,520

Gambar 4.13

Pengujian Hipotesis 8 dan 9

Penelitian yang dilakukan oleh Pop & Borza (2016), menghasilkan

beberapa indikator kinerja museum, yang meliputi:

1. Jumlah pengunjung per tahun ke museum dan mengikuti acara serta

program museum meningkat setiap tahun;

2. Media dan masyarakat memperbincangkan museum, yang dapat diukur

melalui jumlah artikel yang dipublikasikan tentang aktivitas museum,

jumlah penyebutan nama yang direkam oleh mesin pencari (misalnya

Google), jumlah pengguna sosial media yang menyukai laman mayantara

dari museum, dan lain sebagainya;

3. Banyak pihak yang mengajak museum bekerja sama, dengan kata lain

museum memiliki tingkat kredibilitas dan citra yang tinggi.

185

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa jika pengunjung datang

secara konsisten dan museum menjadi perbincangan publik, memiliki makna

bahwa museum tersebut memiliki nilai yang baik. Hal ini juga menunjukkan

bahwa upaya penciptaan nilai yang dilakukan oleh museum memiliki pengaruh

terhadap kinerja. Selanjutnya, citra yang baik juga akan mempengaruhi kinerja

museum sehingga banyak pihak yang bersedia untuk menjalin kolaborasi dengan

museum tersebut.

4.7.1 Pengaruh Penciptaan Nilai terhadap Kinerja Museum Sejarah

Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia

Tabel berikut ini ditampilkan hasil pengujian hipotesis 8:

Tabel 4.11

Pengujian Hipotesis 8

Hipotesis SE() T hitung R2 Kesimpulan

Penciptaan Nilai ->

Kinerja Museum

Sejarah

0,292 0,075 3,908* 0,193

H1diterima

Sumber: Hasil Pengolahan Data 2018

* signifikan pada =0.05 (t table =2,02)

Pada Tabel 4.11 di atas diketahui bahwa terdapat pengaruh signifikan dari

penciptaan nilai terhadap kinerja (t hitung > t tabel) dengan R2 sebesar 19.3%.

Penciptaan nilai memberikan kontribusi terhadap peningkatan kinerja

museum perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Penciptaan nilai museum

dalam meningkatkan kinerja museum dibentuk terutama dengan mengembangkan

aspek mitra bisnis (0,980), kemudian domain bisnis (0,973), dan manfaat bagi

pelanggan (0,952).

186

Pengembangan mitra bisnis bagi museum dilakukan melalui penggalangan

kerjasama dengan berbagai instanti terkait, dengan institusi pendidikan dan

dengan pihak lateral. Kerja sama dengan pihak-pihak tersebut terutama yang

mendorong terciptanya penciptaan nilai yang berhubungan dengan meningkatnya

citra museum. Sementara itu, domain bisnis museum terbukti ditunjang dengan

adanya standar pelayanan kepada pengunjung dan penciptaan keunikan museum

sejarah dibanding dengan museum yang lain.

Di samping itu, peningkatan kinerja museum juga terbukti dibentuk oleh

aspek manfaat bagi pelanggan melalui upaya manajemen untuk memahami

keinginan pengunjung dan manfaat psikologis apa yang pengunjung rasakan

ketika mengunjungi museum tersebut. Seluruh aspek-aspek tersebut terbukti

memberikan pengaruh pada peningkatan penciptaan nilai untuk meningkatkan

kinerja museum sejarah.

Hasil pengujian tersebut menunjukkan dukungan terhadap penelitian

Ramezani, Soenen, Jung (2002) yang mengungkapkan bahwa perusahaan dengan

pertumbuhan penjualan atau pendapatan menunjukkan tingkat pengembalian

tertinggi dan penciptaan nilai dari pemiliknya. Veselinova dan Samonikov (2013)

menemukan bahwa rantai nilai perusahaan memberikan dasar untuk kinerja yang

sukses dalam bisnis. Selain itu, Zorloni (2012) mengidentifikasi sembilan area

yang sangat penting bagi keberhasilan sebagian besar museum yaitu :

melestarikan koleksi, memperkuat penelitian, meningkatkan keterlibatan publik,

memaksimalkan kolaborasi, melayani misi melalui keunggulan organisasi,

menarik dan mengembangkan kapasitas staf, meningkatkan penelitian tentang

187

pesaing, memajukan tata kelola dan akuntabilitas museum, dan mengelola serta

meningkatkan dukungan finansial.

4.7.2 Pengaruh Citra terhadap Kinerja Museum Sejarah Perjuangan

Kemerdekaan Republik Indonesia di Indonesia

Tabel berikut ini ditampilkan hasil pengujian hipotesis 9:

Tabel 4.12

Pengujian Hipotesis 9

Hipotesis SE() T hitung R2 Kesimpulan

Citra-> Kinerja

Museum Sejarah 0,424 0,186 2,283* 0,287

H1diterima

Sumber: Hasil Pengolahan Data 2018

* signifikan pada =0.05 (t table =2,02)

Pada Tabel 4.12 di atas diketahui bahwa terdapat pengaruh signifikan dari

citraterhadap kinerja ( t hitung > t tabel) dengan R2 sebesar 28.7%.

Pada hasil pengujian hipotesis 9 diketahui bahwa citra memberikan

dampak lebih besar dibandingkan penciptaan nilai dalam meningkatkan kinerja

museum. Dengan demikian pengembangan citra menjadi pendorong utama dalam

meningkatkan kinerja museum. Citra museum dalam mendorong kinerja terutama

dibentuk oleh ruang fisik (0,983), kemudian media (0,979), event (0,970), serta

sikap dan keterampilan (0,960). Jadi ruang fisik harus mendapatkan prioritas

terrtinggi dalam upaya meningkatkan citra museum untuk meningkatkan kinerja

museum.

Ruang fisik pada aspek rancangan gedung, rancangan interior, tata letak

benda, dan kualitas material yang digunakan, terbukti memberikan dampak

188

terbesar dalam membentuk citra museum. Disamping itu, media juga merupakan

aspek pembentuk citra museum. Kemampuan manajemen dalam memanfaatkan

media informasi dan media sosial untuk melakukan promosi mampu

meningkatkan citra museum. Sementara event yang diadakan untuk mendongkrak

citra museum bergantung pada sejauhmana intensitas event yang diselenggarakan

oleh pihak museum, dan intensitas kunjungan ke institusi pendidikan untuk

mempromosikan museum. Selain itu, sikap dan keterampilan pegawai juga

memberikan peranan penting dalam menciptakan citra museum. Sikap pegawai

yang profesional, keterampilan karyawan dalam memberikan pelayanan kepada

pengunjung, dan keterampilan pegawai dalam memanfaatkan media informasi

menjadi penunjang dalam terciptanya citra museum yang baik di mata masyarakat

dan pengunjungnya.

Hasil pengujian hipotesis ini mendukung temuan Sahu dan Pratihari

(2015) bahwa citra perusahaan akan menyebabkan sikap positif di antara para

stakeholder dan pelanggan, yang selanjutnya menyebabkan tercapainya

keunggulan kompetitif yang berkelanjutan dan tingkat yang pasti dari kinerja

perusahaan. Selain itu, hasil pengujian hipotesis ini juga mendukung temuan

penelitian Ranjan & Das (2015) bahwa citra memiliki keterkaitan meski tidak

kuat dengan kinerja ekonomi. Selain itu, dari hasil wawancara dalam penelitian

Nenonen, Hämäläinen, Heikkilä, Reiman, & Tappura (2015) diketahui bahwa efek

citra dalam mempengaruhi reputasi dan selanjutnya mempengaruhi profitabilitas

operasi.

189

Begitu pula dengan penelitian Pop dan Borza (2016) yang menyimpulkan

bahwa setiap perbaikan kualitas berdampak positif pada keberlanjutan budaya dan

sosial museum. Pada awalnya peningkatan kualitas menghasilkan serangkaian

biaya yang berdampak pada keberlanjutan ekonomi. Namun, dalam jangka

panjang biaya ini akan terlampaui oleh pendapatan lebih tinggi yang dihasilkan

sebagai hasil dari jumlah pengunjung yang lebih banyak. Untuk mencapai

berkelanjutan, dan mengatasi tantangan lingkungan, museum harus berusaha keras

untuk memperbaiki kualitas produk, layanan dan pengalaman yang mereka

tawarkan kepada pengunjung mereka. Dengan mempertimbangkan komponen

sosial keberlanjutan, serta fakta bahwa kualitas terkait langsung dengan kepuasan

konsumen, dapat dikatakan bahwa setiap proses untuk menilai keberlanjutan suatu

museum harus mencakup, antara lain, pengukuran kualitas produk, layanan dan

pengalaman yang ditawarkan masing-masing museum.

4.8 Pengaruh Orientasi Pasar dan Kapabilitas Unik terhadap Kinerja

melalui Penciptaan Nilai Museum Sejarah Perjuangan Kemerdekaan

Republik Indonesia

Hipotesis sepuluh dan sebelas menguji pengaruh Orientasi Pasar dan

Kapabilitas Unik terhadap Kinerja melalui Penciptaan Nilai Museum Sejarah

Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia.

190

Orientasi

Pesaing

Koordinasi

antarfungsi

Orientasi Pasar

(ƹ1)

Orientasi

Pelanggan

Aset

Berwujud

Aset Tidak

Berwujud

Kapabilitas

Organisasi

0,995

0,996

0,963

Kapabilitas

Unik (ƹ2)

0,966

0,949

0,946

Penciptaan Nilai

(ŋ1)

0,467

0,448

Kinerja Musium

(ŋ3)

0,292 Customer

Equity

fisiensi

pengelolaan

Pertumbuhan

pengunjung

0,944

0,972

0,966

0,733

Gambar 4.14 Pengujian Hipotesis 10 dan 11

Orientasi pasar di museum melibatkan berbagai pihak, tidak hanya

pengunjung, melainkan sponsor, donor, rekan kerja dan pengunjung (Bakhshi and

Throsby, 2009). Orientasi pasar dapat ditempatkan pada filosofi

perusahaan/organisasi untuk menghasilkan profit dan menjaga nilai yang

diunggulkan. Dengan demikian, pemahaman terhadap kebutuhan dan keinginan

sponsor, donor, rekan kerja dan pengunjung serta upaya untuk memanifestasikan

pemahaman tersebut dengan kapabilitas unik yang dimiliki museum akan

mempengaruhi nilai yang akan diberikan kepada pengunjung museum.

191

4.8.1 Pengaruh Orientasi Pasar terhadap Kinerja melalui Penciptaan

Nilai Museum Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia

Pada bagian berikut akan dijelaskan hasil pengujian hipotesis 10.

Tabel 4.13

Pengujian Hipotesis 10

Hipotesis β SE(β) z hitung Kesimpulan

Orientasi Pasar-> Penciptaan

Nilai->Kinerja Museum 0,136 0,043 3,199** H1

diterima

**sobel test ,signifikan pada =0.05 (z table =1.98)

Pada tabel di atas menunjukkan bahwa dengan menggunakan uji sobel

diketahui orientasi pasar berpengaruh signifikan terhadap kinerja melalui

penciptaan nilai (z hitung> z tabel) dan besarnya pengaruh sebesar 0.136 (R2=

13,6%).

Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa orientasi pasar mampu

meningkatkan upaya penciptaan nilai yang berdampak pada peningkatan kinerja

museum.

4.8.2 Pengaruh Kapabilitas Unik terhadap Kinerja melalui Penciptaan

Nilai Museum Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia

Pada bagian berikut akan dijelaskan hasil pengujian hipotesis 11:

Tabel 4.14

Pengujian Hipotesis 11

Hipotesis β SE(β) Z hitung Kesimpulan

Kapabilitas Unik -> Penciptaan

Nilai->Kinerja Museum 0,131 0,041 3,158** H1

diterima

**sobel test, signifikan pada =0.05 (z table =1.98)

192

Pada tabel di atas menunjukkan bahwa dengan menggunakan uji sobel

diketahui kapabilitas unik berpengaruh signifikan terhadap kinerja melalui

penciptaan nilai (z hitung> z tabel) dan besarnya pengaruh sebesar 0.131 (R2=

13,1%).

Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa kapabilitas unik mampu

meningkatkan upaya penciptaan nilai yang berdampak pada peningkatan kinerja

museum.

4.9 Pengaruh Orientasi Pasar dan Kapabilitas Unik terhadap Kinerja

melalui Citra Museum Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Republik

Indonesia

Hipotesis dua belas dan tiga belas menguji pengaruh Orientasi Pasar dan

Kapabilitas Unik terhadap Kinerja melalui Citra Museum Sejarah Perjuangan

Kemerdekaan Republik Indonesia.

193

Orientasi

Pesaing

Koordinasi

antarfungsi

Orientasi Pasar

(ƹ1)

Orientasi

Pelanggan

Aset

Berwujud

Aset Tidak

Berwujud

Kapabilitas

Organisasi

0,995

0,996

0,963

Kapabilitas

Unik (ƹ2)

0,966

0,949

0,946

Citra

(ŋ2)

0,269

0,723

Kinerja Musium

(ŋ3)

0,424

Customer

Equity

fisiensi

pengelolaan

Pertumbuhan

pengunjung

0,944

0,972

0,966

0,579

Gambar 4.15 Pengujian Hipotesis 12 dan 13

Beberapa penelitian terdahulu mengkaji keterkaitan antara orientasi pasar

dan kinerja, seperti Balabanis, Stables, and Hugh (1997); Gainer and Padanyi

(2005); Voss, Weiss and Voss (2000). Adapun apabila terdapat variabel citra yang

memoderasi keterkaitan antara orientasi pasar dan kapabilitas unik yang dimiliki

oleh pengelola museum, maka akan mempengaruhi kinerja menjadi lebih baik.

194

4.9.1 Pengaruh Orientasi Pasar terhadap Kinerja melalui CitraMuseum

Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia

Pada bagian berikut akan dijelaskan hasil pengujian hipotesis 12:

Tabel 4.15

Pengujian Hipotesis 12

Hipotesis β SE(β) z hitung Kesimpulan

Orientasi Pasar->Citra-

>Kinerja Museum 0,114 0,049 2,342**

H1

diterima

**sobel test,signifikan pada =0.05 (z table =1.98)

Pada tabel di atas menunjukkan bahwa dengan menggunakan uji sobel

diketahui orientasi pasar berpengaruh signifikan terhadap kinerja melalui citra (z

hitung> z tabel) dan besarnya pengaruh sebesar 0.114 (R2= 11.4%).

Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa orientasi pasar mampu

meningkatkan upaya Citra yang berdampak pada peningkatan kinerja museum.

4.9.2 Pengaruh Kapabilitas Unik terhadap Kinerja melalui CitraMuseum

Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia

Pada bagian berikut akan dijelaskan hasil pengujian hipotesis 13:

Tabel 4.16

Pengujian Hipotesis 13

Hipotesis β SE(β) z hitung Kesimpulan

Kapabilitas Unik ->Citra-

>Kinerja Museum 0,307 0,085 3,599** H1

diterima

**sobel test ,signifikan pada =0.05 (z table =1.8

195

Tabel di atas menunjukkan bahwa dengan menggunakan uji sobel

diketahui kapabilitas unik berpengaruh signifikan terhadap kinerja museum

melalui citra (z hitung> z tabel ) dan besarnya pengaruh sebesar 0.114 (R2=

30.7%).

Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa kapabilitas unik mampu

meningkatkan upaya Citra yang berdampak pada peningkatan kinerja museum.

Berkaitan dengan hasil pengujian hipotesis 12 dan 13 yang

mengungkapkan bahwa orientasi pasar dan kapabilitas unik berpengaruh pada

penciptaan nilai dan citra yang berimplikasi pada kinerja museum, tampaknya

sejalan dengan panduan yang diberikan oleh UNESCO. UNESCO menyusun

Pratical Guide For Museum Revitalisation In Indonesia, yang juga dapat

dikembangkan oleh pengelola museum sejarah perjuangan kemerdekaan

Indonesia. Panduan Praktis untuk Revitalisasi Museum di Indonesia tersebut

didasarkan pada hasil evaluasi, diskusi dan konsultasi antara Kantor UNESCO, di

Jakarta dan Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, yang

mengevaluasi keseluruhan kondisi museum di Indonesia dan mengidentifikasi

tindakan yang tepat dan langkah-langkah untuk revitalisasi museum yang

direncanakan. Dimana poin-poin pada panduan praktis tersebut berkaitan dengan

aspek-aspek :

1. The appearance of museum, yang mencakup lokasi museum, eksterior,

interior, tata letak dalam museum, dan fasilitas muka bangunan.

196

2. Collection management, mencakup fasilitas penyimpanan, konservasi,

registrasi dan inventori, keamanan, akuisisi objek koleksi, penghentian

objek, jaminan, dan perlengkapan.

3. Staff management, mencakup rekrutmen dan kualifikasi staf, deskripsi

pekerjaan, pelatihan staf, perencanaan suksesi, dan fasilitas staf.

4. Generaal administration, mencakup perencanaan strategis museum,

pelaporan tahunan museum, penilaian kesiapan risiko, perencanaan

pascabencana, publisitas dan hubungan masyarakat, pendidikan,

kebijakan penelitian, akses yang dinonaktifkan

5. Partnership and networking, mencakup hubungan nasional, hubungan

internasional, dan program publik.

4.10 Novelty Penelitian

Berdasarkan hasil analisis pengujian hipotesis di atas, maka dapat

ditemukan suatu model sebagaimana yang terlihat pada Gambar 4.16:

197

Orientasi

Pesaing

Koordinasi

antarfungsi

Orientasi Pasar

(ƹ1)

Orientasi

Pelanggan

Aset

Berwujud

Aset Tidak

Berwujud

Kapabilitas

Organisasi

0,995

0,996

0,963

Kapabilitas

Unik (ƹ2)

0,966

0,949

0,946

Penciptaan Nilai

(ŋ1)

0.467

0.448

Kinerja Musium

(ŋ3)

0.292

Citra

(ŋ2)

0.269

0.723

0.424

0.090

0.868

0.173

0.136

0.131

0.114

0.307

Gambar 4.16

Temuan Hasil Penelitian

Sumber: Hasil Pengolahan Data 2018

Hasil penelitian tersebut menggambarkan bahwa: orientasi pasar memiliki

pengaruh yang lebih besar yaitu sebesar 40,4% dalam meningkatkan penciptaan

nilai museum dibandingkan kapabilitas unik dengan besar pengaruh sebesar

38,7%; kapabilitas unik memiliki pengaruh yang lebih besar yaitu 69,6%

dibandingkan orientasi pasar yaitu sebesar 24,5% dalam meningkatkan citra

museum; orientasi pasar hanya memiliki pengaruh sebesar 2,2% dan kapabilitas

unik sebesar 6,6% dalam meningkatkan kinerja museum; penciptaan nilai

berkorelasi sebesar 75,3% dengan citra museum; citra museum memberikan

pengaruh yang lebih besar yaitu 28,7% dibandingkan penciptaan nilai yang

memiliki pengaruh sebesar 19,3% dalam meningkatkan kinerja museum; orientasi

198

pasar memiliki pengaruh tidak langsung terhadap kinerja museum melalui

penciptaan nilai sebesar 2,2% dan melalui citra sebesar 11,4%; kapabilitas unik

memiliki pengaruh tidak langsung terhadap kinerja museum melalui penciptaan

nilai sebesar 13,1% dan melalui citra sebesar 30,7%.

Berdasarkan temuan penelitian dapat dikatakan bahwa peningkatan kinerja

museum sejarah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia lebih besar

didorong oleh peningkatan citra museum yang ditunjang dengan pengembangan

penciptaan nilai. Penciptaan nilai terutama didorong oleh orientasi pasar,

sementara citra museum lebih besar dibentuk oleh kapabilitas unik. Sehingga

berdasarkan temuan ini dapat dikatakan bahwa kapabilitas unik dan orientasi

pasar memiliki peran yang signifikan dalam meningkatkan citra dan penciptaan

nilai untuk meningkatkan kinerja Museum Sejarah Perjuangan Kemerdekaan

Republik Indonesia.

Berdasarkan temuan penelitian di atas, maka terungkap novelty dalam

penelitian ini sebagai berikut :

Gambar 4.17 Novelty Penelitian

“MODEL REVITALISASI PENGEMBANGAN MUSEUM BERBASIS CO-

CREATION VALUE DI INDONESIA”

Orientasi

Pasar

Kapabilitas

Unik

Penciptaan

Nilai

Citra

Kinerja

Museum

199

Novelty tersebut mengungkapkan bahwa upaya untuk meningkatkan

kinerja Museum Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia yang

superior, perlu didukung oleh pengembangan citra dan penciptaan nilai melalui

pengembangan kapabilitas unik dan orientasi pasar. Kapabilitas unik memiliki

kontribusi yang lebih tinggi dibandingkan orientasi pasar dalam mempengaruhi

citra. Orientasi pasar memiliki kontribusi yang lebih tingi dibandingkan

kapabilitas unik dalam meningkatkan penciptaan nilai. Citra memiliki kontribusi

lebih tinggi daripada penciptaan nilai dalam meningkatkan kinerja museum.

Novelty tersebut diharapkan bermanfaat bagi manajemen Museum Sejarah

Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia dalam rangka meningkatkan kinerja

museum melalui upaya peningkatan citra museum yang ditunjang dengan

pengembangan penciptaan nilai. Untuk meningkatkan citra, terutama

dikembangkan kapabilitas unik, sementara untuk meningkatkan penciptaan nilai

terutama dikembangkan orientasi pasar.

200

Gambar 4.18

“Model Supit Urang/ Capit Udang” (Model WIDOKARTI, 2019)

Visualisasi Model Novelty Penelitian

Model Supit Urang (Model WIDOKARTI, 2019) ini terinspirasi strategi

Supit Urang (Capit Udang) yang digunakan Kolonel Sudirman (kelak kemudian

menjadi Panglima Besar berpangkat Jenderal) selaku Komandan Divisi V TKR

Karesidenan Banyumas dan Kedu pada salah satu peristiwa penting dalam

Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia yaitu pertempuran Palagan

Ambarawa yang terjadi pada tanggal 12 sd 16 Desember 1945 melawan tentara

Sekutu (Inggris) pimpinan Brigadir Jenderal Bethell yang diboncengi tentara

NICA-Belanda yang menduduki Ambarawa. Setelah Komandan Resimen Kedu

Tengah yaitu Letnan Kolonel Isdiman gugur pada fase awal pertempuran, maka

Kolonel Sudirman turun langsung memimpin pasukan Indonesia dan dengan

menggunakan Strategi Supit Urang ini berhasil menjepit dan menekan kedudukan

201

tentara Sekutu & NICA-Belanda sehingga akhirnya Ambarawa berhasil direbut

pasukan Indonesia kembali. Untuk mengenang Palagan Ambarawa tersebut

Pemerintah melalui Keppres No. 163 Tahun 1999 menetapkan tanggal 15

Desember sebagai hari Juang Kartika (sebelumnya adalah Hari Infantri TNI-AD).

Adapun rangkaian peristiwa pertempuran merebut Ambarawa, strategi, senjata

yang digunakan dan tokoh-tokoh yang terlibat ini diabadikan dalam Museum

Palagan Ambarawa – Jawa Tengah.

4.11 Usulan Penerapan Temuan Penelitian

Novelty (Model WIDOKARTI, 2019) dapat digunakan untuk menyusun

formula pemecahan masalah dalam upaya meningkatkan kinerja museum melalui

peningkatan citra dan penciptaan nilai yang didorong oleh pengembangan

kapabilitas unik dan orientasi pasar. Dalam hal ini pemecahan masalah diuraikan

melalui lima aspek utama yaitu tujuan pemecahan masalah, pemetaan strategi,

perumusan strategi operasional, rencana tindakan, serta evaluasi dan

pengendalian. Tahapan pemecahan masalah secara lengkap adalah sebagai

berikut:

4.11.1 Tujuan Usulan Penerapan Temuan Penelitian

Tujuan usulan penerapan temuan penelitian adalah untuk memberikan

rekomendasi dalam upaya meningkatkan kinerja Museum Sejarah Perjuangan

Kemerdekaan Republik Indonesia.

202

4.11.2 Pemetaan Strategi Bisnis

Pemetaan strategi ditujukan untuk mencapai tujuan usulan penerapan

temuan penelitian. Berdasarkan hasil dari masing-masing pengujian hipotesis

dapat dibuat peta strategi untuk mencapai tujuan usulan penerapan temuan

penelitian. Peta strategi dimulai dari penentuan variabel solusi, kemudian disusun

operasionalisasi variabel solusi atau merinci indikator variabel solusi sehingga

menjadi dimensi dan indikator atau saran yang kongkrit.

Berikut ini adalah pemetaan strategi peningkatan kinerja museum.

Tabel 4.17 Pemetaan Strategi Peningkatan Kinerja Museum

Pemetaan

Strategi Langkah Prioritas

Tingkat

Kontribusi

Pengaruh

Langkah Prioritas

Tingkat

Kontribusi

Pengaruh

Peningkatan

Kinerja

Museum

Pengembangan

Citra 28,7%

Pengembangan

Penciptaan Nilai 19,3%

Ruang Fisik 0,983 Mitra Bisnis 0,980

Media 0,979 Domain Bisnis 0,973

Event 0,970 Manfaat bagi

pelanggan

0,952

Sikap dan

Keterampilan

0,960

Berdasarkan tabel tersebut, peningkatan kinerja museum bertumpu pada

pengembangan citra yang ditunjang oleh pengembangan penciptaan nilai.

Pengembangan citra diprioritaskan pada aspek ruang fisik yang diikuti dengan

pengembangan pada aspek media, event, serta sikap dan keterampilan. Sementara

dalam mengembangkan penciptaan nilai lebih ditekankan pada aspek mitra bisnis

yang diikuti dengan pengembangan domain bisnis dan manfaat bagi pelanggan.

Pada halaman berikut ini adalah pemetaan strategi pengembangan citra:

203

Tabel 4.18 Pemetaan Strategi Peningkatan Citra

Pemetaan

Strategi

Langkah

Prioritas

Tingkat

Kontribusi

Pengaruh

Langkah Prioritas

Tingkat

Kontribusi

Pengaruh

Peningkatan

Citra

Museum

Pengembangan

Kapabilitas

Unik

69,6%

Pengembangan

Orientasi Pasar 24,5%

Aset berwujud 0,966 Orientasi pesaing 0,996

Aset tidak

berwujud

0,949 Orientasi pelanggan 0,995

Kapabilitas

organisasi

0,946 Koordinasi

antarfungsi

0,963

Berdasarkan tabel tersebut, peningkatan citra museum bertumpu pada

pengembangan kapabilitas unik yang ditunjang oleh pengembangan orientasi

pasar. Pengembangan kapabilitas unik diprioritaskan pada aspek aset berwujud

yang diikuti dengan pengembangan pada aspek aset tidak berwujud dan

kapabilitas organisasi. Sementara dalam mengembangkan orientasi pasar lebih

ditekankan pada aspek orientasi pesaing yang diikuti dengan pengembangan

orientasi pelanggan dan koordinasi antarfungsi.

Berikut ini adalah pemetaan strategi pengembangan penciptaan nilai:

Tabel 4.19 Pemetaan Strategi Peningkatan Penciptaan Nilai

Pemetaan

Strategi

Langkah

Prioritas

Tingkat

Kontribusi

Pengaruh

Langkah Prioritas

Tingkat

Kontribusi

Pengaruh

Peningkatan

Penciptaan

Nilai

Pengembangan

Orientasi Pasar 40,4%

Pengembangan

Kapabilitas Unik 38,7%

Orientasi pesaing 0,996 Aset berwujud 0,966

Orientasi

pelanggan

0,995 Aset tidak

berwujud

0,949

Koordinasi

antarfungsi

0,963 Kapabilitas

organisasi

0,946

204

Berdasarkan tabel tersebut, peningkatan penciptaan nilai museum

bertumpu pada pengembangan orientasi pasar yang ditunjang oleh pengembangan

kapabilitas unik. Upaya mengembangkan orientasi pasar lebih ditekankan pada

aspek orientasi pesaing yang diikuti dengan pengembangan orientasi pelanggan

dan koordinasi antarfungsi. Sementara pengembangan kapabilitas unik

diprioritaskan pada aspek aset berwujud yang diikuti dengan pengembangan pada

aspek aset tidak berwujud dan kapabilitas organisasi.

4.11.3 Usulan Perumusan Strategi

Merujuk pada temuan penelitian, maka diusulkan perumusan strategi

dalam upaya meningkatkan kinerja museum yang dituangkan berdasarkan tingkat

pengaruh dari masing-masing dimensi setiap variabel penelitian seperti yang

terungkap sebagai berikut:

a. Strategi Operasional Peningkatan Citra

Merujuk pada model temuan di atas yang mengungkapkan bahwa variabel

citra memberikan kontribusi tertinggi terhadap kinerja museum, maka di bawah

ini diungkapkan prioritas strategi operasional berdasarkan tingkat kontribusi

tertinggi dari masing-masing dimensi citra:

205

Tabel 4.20

Langkah Strategi Operasional Pengembangan Citra

No

Kajian Berdasarkan Metode

Kuantitatif

Kajian Berdasarkan Metode

Kualitatif

Langkah Strategi Operasional Crucial

Handling

Important

Handling

Moderate

Handling

1 Strategi Peningkatan Ruang Fisik

a. Peningkatan kualitas material x

b. Peningkatan rancangan gedung x

c. Peningkatan tata letak benda x

d. Peningkatan rancangan interior x

2 Strategi Peningkatan Media

a. Peningkatan pemanfaatan media

sosial untuk promosi

x

b. Peningkatan pemanfaatan media

informasi untuk promosi

x

3 Strategi Peningkatan Event

a. Peningkatan intensitas kunjungan

pengelola ke institusi pendidikan

untuk sosialisasi museum

x

b. Peningkatan intensitas event yang

diselenggarakan oleh museum

sejarah

x

4 Strategi Peningkatan Sikap dan

Keterampilan

a. Peningkatan keterampilan

karyawan dalam memberikan

pelayanan kepada pengunjung

x

b. Peningkatan keterampilan

pegawai dalam memanfaatkan

media informasi

x

c. Peningkatan profesionalisme

sikap pegawai

x

Sumber : Hasil Penelitian yang Diolah, 2018

206

Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa citra berpengaruh

signifikan dan memiliki tingkat pengaruh yang paling tinggi terhadap kinerja

museum, maka pengembangan citra menjadi fokus utama bagi manajemen

museum untuk meningkatkan kinerja museum. Hal itu dilakukan melalui

pengembangan ruang fisik, media, event, dan sikap dan keterampilan,

sebagaimana yang diuraikan pada tabel tersebut di atas.

b. Strategi Operasional Peningkatan Penciptaan Nilai

Merujuk pada model temuan di atas yang mengungkapkan bahwa variabel

penciptaan nilai memberikan kontribusi terhadapkinerja museum, maka di bawah

ini diungkapkan prioritas strategi operasional berdasarkan tingkat kontribusi

tertinggi dari masing-masing dimensi penciptaan nilai:

Tabel 4.21

Langkah Strategi Operasional Pengembangan Penciptaan Nilai

No

Kajian Berdasarkan Metode

Kuantitatif

Kajian Berdasarkan Metode

Kualitatif

Langkah Strategi Operasional Crucial

Handling

Important

Handling

Moderate

Handling

1 Strategi Peningkatan Mitra Bisnis

a. Peningkatan implementasi

kerjasama dengan instansi

terkait

X

b. Peningkatan implementasi

kerjasama dengan pihak

lateral

X

c. Peningkatan implementasi

kerjasama dengan institusi

pendidikan

X

2 Strategi Peningkatan Domain Bisnis

a. Peningkatan implementasi

standar pelayanan kepada

X

207

No

Kajian Berdasarkan Metode

Kuantitatif

Kajian Berdasarkan Metode

Kualitatif

Langkah Strategi Operasional Crucial

Handling

Important

Handling

Moderate

Handling

pengunjung

b. Peningkatan keunikan

museum dibanding yang lain

X

3 Strategi Peningkatan Manfaat bagi Pelanggan

a. Peningkatan manfaat

psikologis yang dirasakan

pengunjung museum

x

b. Peningkatan pemahaman

pengelola terhadap keinginan

pengunjung museum sejarah

x

Sumber : Hasil Penelitian yang Diolah, 2018

Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa penciptaan nilai

berpengaruh signifikan terhadap kinerja museum, maka pengembangan

penciptaan nilai menjadi fokus kedua setelah pengembangan citra bagi

manajemen museum untuk meningkatkan kinerja museum. Hal itu dilakukan

melalui pengembangan mitra bisnis, domain bisnis, dan manfaat bagi pelanggan,

sebagaimana yang diuraikan pada tabel tersebut di atas.

c. Strategi Operasional Peningkatan Kapabilitas Unik

Merujuk pada model temuan di atas yang mengungkapkan bahwa variabel

kapabilitas unik memberikan kontribusi terhadap citra dan penciptaan nilai, maka

di bawah ini diungkapkan prioritas strategi operasional berdasarkan tingkat

kontribusi tertinggi dari masing-masing dimensi kapabilitas unik:

208

Tabel 4.22

Langkah Strategi Operasional Pengembangan Kapabilitas Unik

No

Kajian Berdasarkan Metode

Kuantitatif

Kajian Berdasarkan Metode

Kualitatif

Langkah Strategi Operasional Crucial

Handling

Important

Handling

Moderate

Handling

1 Strategi Peningkatan Aset Berwujud

a. Peningkatan kecukupan

aspek finansial

x

b. Peningkatan kepemilikan

peralatan teknologi

penunjang terkini

x

c. Pemilihan kestrategisan

lokasi museum sejarah

x

d. Peningkatan kelengkapan

fasilitas Museum sejarah

x

e. Peningkatan kelengkapan

sarana dan prasarana

x

2 Strategi Peningkatan Aset Tidak Berwujud

a. Peningkatan kualitas

pegawai

x

b. Peningkatan implementasi

pengembangan kapabilitas

pegawai

x

c. Peningkatan pengalaman

pegawai

x

3 Strategi Peningkatan Kapabilitas Organisasi

a. Peningkatan implementasi

sistem logistik

x

b. Peningkatan implementasi

promosi yang efektif

x

c. Peningkatan implementasi

pelayanan pengunjung yang

efektif

x

Sumber : Hasil Penelitian yang Diolah, 2018

Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kapabilitas unik

berpengaruh signifikan dan memberikan pengaruh tertinggi terhadap citra, maka

209

pengembangan kapabilitas unik menjadi fokus pertama bagi pengembangan citra

oleh manajemen museum untuk meningkatkan kinerja museum. Hal itu dilakukan

melalui pengembangan aset berwujud, aset tidak berwujud, dan kapabilitas,

sebagaimana yang diuraikan pada tabel tersebut di atas.

a. Strategi Operasional Peningkatan Orientasi Pasar

Merujuk pada model temuan di atas yang mengungkapkan bahwa variabel

orientasi pasar memberikan kontribusi terhadap penciptaan nilai dan citra, maka di

bawah ini diungkapkan prioritas strategi operasional berdasarkan tingkat

kontribusi tertinggi dari masing-masing dimensi orientasi pasar:

Tabel 4.23

Langkah Strategi Operasional Pengembangan Orientasi Pasar

No

Kajian Berdasarkan Metode

Kuantitatif

Kajian Berdasarkan Metode

Kualitatif

Langkah Strategi Operasional Crucial

Handling

Important

Handling

Moderate

Handling

1 Strategi Peningkatan Orientasi Pesaing

a. Peningkatan kemampuan

manajemen untuk

mempertimbangkan jenis

kompetisi yang berbeda

dengan pesaing

X

b. Peningkatan kemampuan

manajemen untuk

memanfaatkan potensi

kolaboratif dengan

organisasi lainnya

X

c. Peningkatan kemampuan

menyediakan layanan

alternatif yang dapat

memuaskan jenis pilihan

pengunjung

X

210

No

Kajian Berdasarkan Metode

Kuantitatif

Kajian Berdasarkan Metode

Kualitatif

Langkah Strategi Operasional Crucial

Handling

Important

Handling

Moderate

Handling

d. Peningkatan kemampuan

manajemen untuk

memahami konsumen

potensial pilihan pengunjung

x

2 Strategi Peningkatan Orientasi Pelanggan

a. Peningkatan kemampuan

manajemen untuk

mengidentifikasi segmen

pasar dengan kepentingan

dan kebutuhan yang berbeda

x

b. Peningkatan pemahaman

manajemen terhadap

kepentingan pelanggan

dalam penyusunan

perencanaan eksibisi,

program dan aktivitasnya

x

c. Peningkatan kemampuan

manajemen untuk

menentukan persepsi,

kebutuhan, dan keinginan

dari target pasar museum

x

d. Peningkatan kepuasan

pengunjung dalam hal

desain, komunikasi, tarif dan

pelayanan yang tepat dan

kompetitif

x

e. Peningkatan kemampuan

manajemen untuk

menjalankan program dan

pengalaman kepada masing-

masing segmen pengunjung

x

f. Peningkatan kemampuan

manajemen untuk

mempelajari pengunjung

secara ekstensif untuk

menentukan kebutuhan,

persepsi, dan preferensi

pengunjungnya

x

211

No

Kajian Berdasarkan Metode

Kuantitatif

Kajian Berdasarkan Metode

Kualitatif

Langkah Strategi Operasional Crucial

Handling

Important

Handling

Moderate

Handling

3 Strategi Peningkatan Koordinasi antarfungsi

a. Peningkatan kemampuan

manajemen dalam

mengumpulkan infomasi

eksternal dan

menggunakannya

x

b. Peningkatan kemampuan

manajemen untuk

menawarkan nilai yang

superior

x

Sumber : Hasil Penelitian yang Diolah, 2018

Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa orientasi pasar

berpengaruh signifikan dan memberikan pengaruh lebih besar terhadap penciptaan

nilai maka pengembangan orientasi pasar menjadi fokus pertama bagi

pengembangan penciptaan nilai oleh manajemen museum untuk meningkatkan

kinerja museum. Hal itu dilakukan melalui pengembangan orientasi pesaing,

orientasi pelanggan, dan koordinasi antarfungsi, sebagaimana yang diuraikan pada

tabel tersebut di atas.

4.11.4 Usulan Penerapan Strategi

Berdasarkan hasil penelitian ini, disusun rencana tindakan untuk

menerapkan strategi yang telah dibuat dalam rangka menetapkan model

manajemen strategi untuk mencapai tujuan manajemen, dimana langkah-langkah

yang dilakukan merujuk kepada strategi operasional, sebagaimana disajikan pada

tabel berikut ini:

212

Tabel 4.24 Rencana Tindakan

Saran yang Diajukan Penanggung Jawab Waktu Pelaksanaan

Pengembangan Citra Bagaian R & D,

Pengembangan

Bisnis, Bagian

Pemasaran, Bagian

Umum

Progress dievaluasi setiap

6 bulan

Pengembangan

Penciptaan Nilai

Bagian Pemasaran,

Bagian Umum

Progress dievaluasi setiap

6 bulan

Pengembangan

Kapabilitas Unik

Bagian HRD, Bagian

Pengembangan

Bisnis, Bagian

Umum

Progress dievaluasi setiap

6 bulan

Pengembangan

Orientasi Pasar

Bagian Umum,

Bagian Pemasaran,

Bagian

Pengembangan

Bisnis

Kondisi Situasional

Sumber : Hasil Penelitian yang Diolah, 2018

4.11.5. Usulan Penerapan Monitoring dan Evaluasi

Pengendalian bisnis dilakukan melalui tindakan evaluasi dan

pengendalian. Apabila dalam model penelitian terdapat penyimpangan yang

diakibatkan kesalahan dalam penetapan strategi operasional, maka hasil evaluasi

tersebut menjadi bahan masukan perbaikan bagi manajemen museum.

213

Tabel 4.25

Rancangan Evaluasi dan Pengendalian Strategi

Variabel

Penelitian

Rancangan

Evaluasi

Rancangan

Pengendalian Hasil

Pengembangan

Citra

Ruang Fisik

Media

Event

Sikap dan

Keterampilan

Survey berkala

Pelatihan internal

Peningkatan citra

museum

Pertumbuhan

jumlah pengunjung

Pengembangan

Penciptaan

Nilai

Mitra bisnis

Domain

Bisnis

Manfaat bagi

pelanggan

Kerjasama dengan

pihak lain

Peningkatan

kepuasan

pengunjung

Pengembangan

Kapabilitas

Unik

Aset tidak

berwujud

Kapabilitas

organisasi

Aset

berwujud

Diklat internal untuk

peningkatan

kualifikasi dan

kapabilitas pegawai

Pemanfaatan media

infomasi

Peningkatan citra

museum

Pertumbuhan

jumlah pengunjung

Pengembangan

Orientasi Pasar

Orientasi

pesaing

Orientasi

pelanggan

Koordinasi

antarfumgsi

Survey berkala

Pemanfaatan media

informasi

Peningkatan jumlah

pengunjung

Peningkatan akses

ke pasar sasaran

Sumber: Hasil Penelitian yang Diolah, 2018