bab iv kondisi umum

Upload: m-aan-ardiansah

Post on 02-Mar-2016

33 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 30

    KONDISI UMUM

    4.1. DKI Jakarta

    Kota Jakarta sebagai ibukota negara merupakan kota yang dinamis. Setiap

    waktu fisik kota tampak berubah oleh kegiatan pembangunan sarana dan

    prasarana kota seiring pertambahan jumlah penduduk. Namun dengan adanya

    batasan dministratif wilayah kota, pembangunan cenderung memanfaatkan lahan-

    lahan alami yang masih ada yang sebenarnya mempunyai fungsi-fungsi ekologis

    kota.

    Jumlah penduduk DKI Jakarta sesuai data kependudukan berjumlah 7,55

    juta jiwa. Namun, fakta di lapangan jumlah penduduk yang beraktifitas 8,9 juta

    jiwa (malam hari) dan 11 juta jiwa (siang hari), dengan kepadatan penduduk

    130-150 jiwa/ha hingga 200-300 jiwa/ha (Joga dan Ismaun, 2011).

    Secara geografis Jakarta merupakan dataran rendah, karena 40 persen

    wilayahnya berada di bawah muka air laut pasang. Secara hidro-geologis, Jakarta

    berada pada cekungan artoris. Terdapat 13 sungai besar dan kecil yang mengaliri

    Kota Jakarta, berhulu d kawasan Gunung Gede-Pangrango, Jawa Barat, yaitu:

    Kali Mookevart, Kali Angke, Kali Pesanggrahan, Kali Grogol, Kali Krukut, Kali

    Baru Barat, Kali Ciliwung, Kali Baru Timur, Kali Cipinang, Kali Sunter, Kali

    Buaran, Kali Kramat Jati, dan Kali Cakung.

    Ditinjau dari segi geomorfologi, wilayah DKI Jakarta terdiri atas dua

    satuan morfologi, yaitu morfologi dataran pantai di bagian utara dan morfologi

    kipas gunung api Bogor di bagian selatan. Daerah selatan mempunyai elevasi

    yang lebih tinggi, sehingga pada kondisi alamiah daerah ini berfungsi sebagai

    daerah resapan (recharge) sedangkan daerah utara berfungsi sebagai daerah

    luahan (discharge). Terdapat penggunaan lahan yang berbeda-beda pada setiap

    wilayah, di mana perbandingan luasan lahan terbangun dan lahan yang berpotensi

    manjadi RTH dapat dilihat pada Tabel 12 di bawah ini.

  • 31

    Tabel 12 Penggunaan Lahan di Kecamatan-Kecamatan DKI Jakarta

    No Nama kecamatan Luas Administrasi Lahan Terbangun Potensi RTH

    1 Cempaka Putih 465,54 ha 91,49% 8,51%

    2 Cipayung 2752,6 ha 41,52% 58,48%

    3 Grogol Petamburan 1070,69 ha 88,96% 11,04%

    4 Jagakarsa 2500,84 ha 45,32% 54,68%

    5 Johar Baru 236,42 ha 94,05% 5,95%

    6 Kebayoran Baru 1268,35 ha 87,19% 12,81%

    7 Kebayoran Lama 1934,13 ha 86,89% 13,11%

    8 Kramat Jati 1316,79 ha 81,10% 18,90%

    9 Makasar 2163,43 ha 36,85% 63,15%

    10 Menteng 649,44 ha 78,31% 21,69%

    11 Palmerah 735,70 ha 88,30% 11,70%

    12 Sawah Besar 623,82 ha 88,31% 11,69%

    13 Senen 434,42 ha 89,29% 10,71%

    14 Taman Sari 448,48 ha 87,87% 12,13%

    15 Tambora 536,74 ha 92,82% 7,18%

    16 Tebet 911,21 ha 85,79% 14,21%

    Sumber: Joga dan Ismaun, 2011.

    Terdapat tiga kecamatan yang memiliki potensi ruang terbuka hijau

    dominan, yaitu Kecamatan Cipayung, Makasar, dan Jagakarsa, di mana ketiganya

    memiliki potensi ruang terbuka hijau lebih besar dari 50%. Ketiga kecamatan

    tersebut dalam RTRW DKI Jakarta 2010 termasuk dalam zona resapan air,

    sehingga perlu pengendalian pembangunan agar tidak banyak beralih fungsi.

    4.2. Kelurahan Lenteng Agung

    Kelurahan Lenteng Agung merupakan salah satu kelurahan dari enam

    Kelurahan di Kecamatan Jagakarsa yang termasuk dalam Wilayah Kota

    Administrasi Jakarta Selatan dan berdasarkan Keputusan Gubernur KDKI Jakarta

    Nomor: 1251 Tahun 1986 tanggal 3 Juni 1986 dan SK Gubernur KDKI Jakarta

    Nomor: 1815 Tahun 1988 Wilayah Kelurahan Lenteng Agung dengan batas-batas:

    Sebelah Utara : Kelurahan Kebagusan dan Tanjung Barat

    Sebelah Timur : Kali Ciliwung dan Kelurahan Tanjung Barat

  • 32

    Sebelah Selatan : Kelurahan Srengseng Sawah

    Sebelah Barat : Kel. Jakakarsa, Srengseng Sawah, dan Kebagusan

    Luas wilayah Kelurahan Lenteng Agung 227,74 Ha yang dibagi habis ke

    dalam 10 Rukun Warga yang terdiri dari 114 Rukun Tetangga dengan jumlah

    kepala keluarga sebanyak 10.997 KK, adapun jumlah penduduk sampai dengan

    akhir tahun 2010 tercatat sebanyak 51.084 jiwa terdiri atas 27.668 laki-laki dan

    23.416 jiwa perempuan.

    4.3. RW 08 Kelurahan Lenteng Agung

    4.3.1. Kondisi Fisik dan Biofisik

    a. Batas Wilayah dan Aksesibilitas

    Secara administratif, RW 08 Kelurahan Lenteng Agung terletak di

    Kecamatan Jagakarsa, Kotamadya Jakarta Selatan. Sedangkan secara geografis

    terletak pada 6 20 02 6 20 39 LS dan 106 50 01 106 50 25 BT

    dengan luas sekitar 47 ha.

    Batas-batas wilayah di RW 08 adalah sebagai berikut:

    Sebelah Utara : Permukiman RW 09

    Sebelah Timur : Sungai Ciliwung

    Sebelah Selatan : Permukiman RW 07

    Sebelah Barat : Jalur kereta api

    Gambar 6 Batas Wilayah Lokasi Penelitian

  • 33

    Kawasan ini memiliki sirkulasi utama berupa jalan raya yang

    menghubungkan Jakarta Selatan dan Depok. Jalur kendaraan terpecah menjadi

    dua dan keduanya merupakan jalur satu arah. Kondisi jalan ini merupakan jalan

    aspal yang umumnya dilewati oleh kendaraan roda dua dan roda empat atau lebih

    baik milik pribadi maupun umum. Terdapat jalan kecil di sekitar jalan utama,

    yaitu jalan lingkungan yang menghubungkan antar wilayah dalam kawasan ini

    dan memiliki lebar jalan lebih kecil dari jalur utama. Selain itu, lokasi ini dapat

    dijangkau dengan Kereta Rel Listrik (KRL) Jakarta Bogor karena tepat terletak

    di sebelah timur Stasiun Universitas Pancasila. Pola dan jalur sirkulasi kendaraan

    dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

    Gambar 7 Pola dan Jalur Sirkulasi Lokasi Penelitian

    b. Tanah dan Hidrologi

    Jenis tanah yang terdapat di kawasan ini adalah asosiasi Latosol Merah,

    Latosol Coklat Kemerahan, dan laterit air tanah, dengan bahan induk Tuf volkan

    intermedier. Tanah latosol tidak memperlihatkan pembentukan tanah yang baru

    dan tidak dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Latosol bersifat asam

    dengan kandungan bahan organik yang rendah sehingga kesuburan juga rendah

    (Soepardi, 1979). Tanah ini berstruktur granular dan drainasenya baik sehingga

    tanah ini berbahaya jika dibiarkan terbuka.

  • 34

    Wilayah penelitian termasuk dalam DAS Ciliwung, di mana aliran Sungai

    Ciliwung menjadi salah satu batas wilayah yaitu di bagian timur. Secara fisik

    sungai dapat digambarkan bahwa berdasarkan hasil pemantauan kualitas air

    sungai yang dilakukan secara rutin oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, kualitas

    air Sungai Ciliwung saat ini termasuk dalam kategori tercemar berat yang antara

    lain disebabkan oleh air limbah, di mana sumber pencemar di wilayah ini berasal

    dari kegiatan perkantoran dan industri.

    c. Topografi dan Iklim

    Topografi wilayah Lenteng Agung pada umumnya dapat dikategorikan

    sebagai area datar yaitu 0 3%. Ketinggian wilayah sekitar 50 meter diatas

    permukaan laut. Wilayah ini beriklim tropis dengan suhu rata-rata sekitar 27 C,

    tingkat kelembaban antara 80 90%. Arah angin dipengaruhi oleh angin Muson

    Timur terutama terjadi antara bulan Mei sampai Oktober, dan angin Muson Barat

    sekitar bulan November sampai April. Tingkat curah hujan rata rata per tahun

    mencapai 2.039 mm, dengan curah hujan maksimum terjadi pada bulan Januari.

    d. Sarana dan Prasarana

    Data di bidang Sub Seksi Pemberdayaan Masyarakat yang telah dihimpun

    sampai dengan Desember 2010 sebagai berikut:

    Data sarana peribadatan: 3 Masjid, 4 Mushola, 1 Gereja, dan 10 Majelis

    Taklim. Data sarana pendidikan: 7 buah yang terdiri atas SMA 38, SMP 98, MAN

    13, SMK 62, SMP YPM, SD 07, dan SMP 242. Data sarana olahraga: 4 lapangan

    bulu tangkis dan 1 lapangan voli.

    e. Utilitas Lingkungan

    Pada saat ini sumber air bersih yang diperoleh warga berasal dari sumur

    artesis yang dibuat oleh warga. Jaringan air bersih belum terdistribusi merata ke

    permukiman warga. Pada saat ini pembuangan atau pengelolaan air kotor dan

    limbah yang berasal dari rumah tangga masih dilakukan secara sederhana, yaitu

    langsung dibuang ke saluran drainase tanpa melalui treatment tertentu, sehingga

    mengakibatkan kotor.

    Sistem penerangan untuk kawasan ini sudah seluruhnya menggunakan

    jaringan transmisi dari PLN yang terdistribusi merata ke seluruh wilayah. Jaringan

  • 35

    listrik dari PLN ini masuk ke dalam rumah-rumah penduduk melalui tiang-tiang

    listrik yang dipasang sepanjang jalan atau gang-gang.

    4.3.2. Kondisi Sosial

    a. Keadaan Penduduk

    Berdasarkan Laporan Tahunan Kelurahan Lenteng Agung 2010, RW 08

    terdiri atas 14 RT dan memiliki jumlah penduduk sebesar 5409 jiwa yang terdiri

    atas 3147 pria dan 2262 wanita. Di bawah ini merupakan data mata pencaharian

    penduduk. Tabel 13 berikut ini menampilkan data penduduk menurut mata

    pencaharian.

    Tabel 13 Data Penduduk Menurut Mata Pencaharian

    No Jenis Pekerjaan Jumlah Presentase Keterangan

    1 Swasta 996 19,97 %

    2 Buruh 727 14,58 %

    3 Pedagang 982 19,70 %

    4 PNS 499 10,00 %

    5 Pensiunan 131 2,62 %

    6 ABRI/POLRI 250 5,02 %

    7 Petani 0 0

    8 Lain-lain 1402 28,12 %

    Jumlah 4985

    Sumber: Laporan Tahun 2010 Kelurahan Lenteng Agung

    Sebagian besar penduduk menganut agama Islam. Sebesar 94,73%% dari

    total penduduk adalah Islam dan paling sedikit adalah agama Hindu sebesar 0,2%.

    Data penduduk menurut agama dapat dilihat pada Tabel 14 di bawah ini.

    Tabel 14 Data Penduduk Menurut Agama

    No Agama Jumlah Presentase Keterangan

    1 Islam 5124 94,73 %

    2 Kristen 191 3,53 %

    3 Katholik 73 1,35 %

    4 Hindu 10 0,18 %

    5 Budha 11 0,20 %

    5409

    Sumber: Laporan Tahun 2010 Kelurahan Lenteng Agung

  • 36

    b. Pola Permukiman

    Bangunan rumah pada kawasan penelitian memiliki pola permukiman

    berorientasi ke jalan. Kondisi fisik berupa rumah tunggal dan rumah deret, serta

    umumnya merupakan rumah permanen (dinding beton). Rumah-rumah penduduk

    pada umumnya terlihat mengelompok dengan kisaran jarak yang bervariasi atau

    tidak tentu, hal ini disebabkan karena semakin padatnya penduduk yang

    mengakibatkan pembangunan yang semakin tidak teratur. Banyak tersebar gang-

    gang kecil sebagai jalur sirkulasi.

    Bentuk rumah bervariasi dan tidak memiliki karakter khusus. Perlakuan

    terhadap batas lahanpun berbeda-beda, terdapat pagar permanen namun masih

    banyak terdapat rumah dengan pagar tidak permanen seperti pagar kayu dan pagar

    tanaman. Rumah yang berpagar sebagian besar terletak di tepi jalan utama,

    sedangkan di jalan-jalan yang menghubungkan antar lokasi dalam wilayah ini

    banyak yang tidak memiliki pagar permanen. Meskipun keberadaan rumah saling

    menempel akibat keterbatasan lahan, namun demikian masih dapat ditemukan

    pekarangan depan dengan berbagai macam perlakuan (diisi tanaman, halaman

    kosong, atau perkerasan).

    Rumah-rumah di lokasi ini dapat dikatakan tidak memiliki orientasi mata

    angin atau orientasi tertentu dalam peletakannya. Orientasi rumah lebih ditentukan

    oleh alasan-alasan praktis seperti bentuk aksesibilitas (kemudahan mencapai

    jalan). Pada pekarangan, orientasi dari bagian-bagian tapak juga tidak begitu

    jelas. Demikian juga fungsi-fungsi yang berada di pekarangan tersebut sangat

    bergantung pada kebutuhan dari pemilik lahan.