bab iv hasil dan pembahasan 4.1. kondisi umum perusahaan · bab iv hasil dan pembahasan 4.1....

67
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Perusahaan Penelitian telah dilakukan pada PT. Bank Agro Niaga, Tbk dengan mengambil data laporan kinerja keuangan (Neraca, Laporan Rugi Laba, dan Laporan Perubahan Modal yang sesuai dengan standar penilaian kinerja keuangan bank. PT. Bank Agro Niaga, Tbk didirikan pada tanggal 27 September 1989 di Jakarta, tujuan pendiriannya adalah bank dengan fokus pada sektor Agrobisnis, seperti perkebunan, perikanan, peternakan dan pengolahan. Bahkan saat ini Bank Agro merupakan satu-satunya Bank Agrobisnis di Indonesia. Pada tahun 2003 Bank Agro memperoleh persetujuan Badan Pengawas Pasar Modal (BPPM) menjadi perusahaan publik sehingga namanya menjadi PT. Bank Agroniaga Tbk. Pada tahun yang sama mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Surabaya. Sejak tahun 2007 seiring merger antar Bursa Efek Surabaya dan Bursa Efek Jakarta menjadi Bursa Efek Indonesia, saham Bank Agro dengan kode AGRO tercatat di Bursa Efek Indonesia. Pada tahun 2006 Bank Agro meningkatkan statusnya menjadi Bank Umum Devisa. Sejak Bank Agro Niaga Tbk berdiri, hingga saat ini portofolio kredit Bank Agro sebagian besar (antara 65% - 75%) disalurkan disektor Agrobisnis, baik on farm seperti usaha perkebunan kelapa sawit, perkebunan tebu, teh maupun peternakan sapi dan off farm seperti pengembangan pabrik Pengolahan Kelapa Sawit (PKS), pembiayaan perdagangan gula, hingga pembiayaan ekspor impor minyak sawit (CPO), kakao, teh, dan sapi. Skema produk yang ditawarkan oleh Bank Agro Niaga terdiri dari; (1) produk Funding rekening giro, tabungan, deposito on call dan deposito berjangka; (2) produk lending kredit modal kerja, kredit investasi, kredit program (KKPA, KKP, inti plasma), kredit usaha kecil, kredit program karyawan, kredit multy guna, kredit agro griya dan kredit agro mobil; (3) bank service bank garansi, letter of kredit lokal, safe deposito bank dan pembayaran layanan umum.

Upload: lequynh

Post on 13-Mar-2019

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Umum Perusahaan

Penelitian telah dilakukan pada PT. Bank Agro Niaga, Tbk dengan

mengambil data laporan kinerja keuangan (Neraca, Laporan Rugi Laba, dan

Laporan Perubahan Modal yang sesuai dengan standar penilaian kinerja

keuangan bank. PT. Bank Agro Niaga, Tbk didirikan pada tanggal 27

September 1989 di Jakarta, tujuan pendiriannya adalah bank dengan fokus

pada sektor Agrobisnis, seperti perkebunan, perikanan, peternakan dan

pengolahan. Bahkan saat ini Bank Agro merupakan satu-satunya Bank

Agrobisnis di Indonesia. Pada tahun 2003 Bank Agro memperoleh

persetujuan Badan Pengawas Pasar Modal (BPPM) menjadi perusahaan

publik sehingga namanya menjadi PT. Bank Agroniaga Tbk. Pada tahun yang

sama mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Surabaya. Sejak tahun 2007

seiring merger antar Bursa Efek Surabaya dan Bursa Efek Jakarta menjadi

Bursa Efek Indonesia, saham Bank Agro dengan kode AGRO tercatat di

Bursa Efek Indonesia. Pada tahun 2006 Bank Agro meningkatkan statusnya

menjadi Bank Umum Devisa.

Sejak Bank Agro Niaga Tbk berdiri, hingga saat ini portofolio kredit

Bank Agro sebagian besar (antara 65% - 75%) disalurkan disektor

Agrobisnis, baik on farm seperti usaha perkebunan kelapa sawit, perkebunan

tebu, teh maupun peternakan sapi dan off farm seperti pengembangan pabrik

Pengolahan Kelapa Sawit (PKS), pembiayaan perdagangan gula, hingga

pembiayaan ekspor impor minyak sawit (CPO), kakao, teh, dan sapi.

Skema produk yang ditawarkan oleh Bank Agro Niaga terdiri dari;

(1) produk Funding rekening giro, tabungan, deposito on call dan deposito

berjangka; (2) produk lending kredit modal kerja, kredit investasi, kredit

program (KKPA, KKP, inti plasma), kredit usaha kecil, kredit program

karyawan, kredit multy guna, kredit agro griya dan kredit agro mobil; (3)

bank service bank garansi, letter of kredit lokal, safe deposito bank dan

pembayaran layanan umum.

54

Bank Agro mengembangkan jaringan kantor pelayanan di sentra-

sentra Agrobisnis baik dikota besar maupun dipelosok perkebunan seperti di

Medan, Pekanbaru, Kasikan (Kampar), Dalu-Dalu (Rokan Hulu), Lampung,

Jabodetabek, Bandung, Semarang, Surabaya, Balikpapan, dengan kantor

pelayanan saat ini berjumlah 18 kantor didukung oleh 454 karyawan. Selain

dari sisi jaringan pelayanan, Bank Agro terus melakukan upaya

restrukturisasi yang mencakup aspek manajemen, karyawan, organisasi

sistem, budaya perusahaan dan identitas perusahaan. Upaya tersebut berhasil

meletakan landasan dan infrastruktur yang baru guna mendukung

pertumbuhan berdasarkan pringsip transparansi, tanggung jawab, integritas

dan profesional.

Inisiatif pengembangan produk baru terus dikembangkan dengan

sasaran dunia bisnis yang mengacu pada spesifik untuk masing-masing

segmen pasar seperti kredit pada PT. Perkebunan Nusantara, berikut

kelompok usaha pendukungnya (rekanan dan kontraktor) maupun penyaluran

dana untuk kesejahteraan para petani melalui kredit program baik kredit

untuk koperasi primer kepada anggotanya maupun kredit ketahanan pangan.

Sedangkan untuk karyawan dan pensiunan usaha Agrobisnis telah

dikembangkan kredit pensiunan dan kredit karyawan.

Seiring dengan tantangan dan perubahan lingkungan bisnis di

Indonesia Bank Agro harus didukung oleh modal yang kuat sesuai dengan

ketentuan Bank Indonesia, maka pada tanggal 4 april 2011 Bank Agro

resmi di akuisisi oleh Bank Rakyat Indonesia dan sekarang telah menjadi

anak perusahaan PT. BRI. Sejak diambil alih BRI Bank Agro mencatatkan

kenaikan laba bersih sangat signifikan 840% menjadi Rp. 11.94 milyar atau

Rp. 3.30 perlembar saham di semester I 2011 dibandingkan periode yang

sama tahun lalu laba Rp. 1.27 milyar atau Rp. 0.37 persaham.

4.2. Hasil Penelitian

Dalam mengukur capital menggunakan indikator rasio keuangan, yaitu CAR

untuk Earning, menggunakan ROA, ROE, BOPO, LDR, dan NIM.

Sementara itu, untuk variabel kajian nilai tambah bagi pemegang saham dan

pasar menggunakan indikator EVA dan MVA serta return saham untuk

55

melihat kinerja perdagangan saham bank di Bursa Efek Indonesia berupa data

time series mulai Desember 2007 sampai dengan Februari 2011. Pengukuran

kinerja keuangan bank dengan pendekatan CAR, ROE, ROA, LDR, NIM dan

BOPO berdasarkan peraturan Bank Indonesia No.5/12/PBI/2003 tanggal 23

Juli 2003.

4.2.1. Kinerja Rasio CAR

Berdasarkan hasil analisis selama periode Desember 2007 sampai

dengan Desember 2008ju mlah modal yang terhimpun sebesar

Rp.2.520.912 juta dengan rata-rata pertumbuhan perbulan sebesar 122,60%.

Sementara itu perkembangan ATMR sebesar Rp. 28.068.970 juta dengan

rata-rata pertumbuhan mencapai 0,23%. Perbandingan kedua indikator

tersebut, menghasilkan nilai rasio CAR sebesar 8,96%. Demikian juga

perkembangan total modal bank pada periode Januari sampai dengan

Desember 2009 terjadi peningkatan sebesar Rp.2.856.705 juta dengan rata-

rata pertumbuhan 81,75%. Sementara itu, ATMR meningkat sebesar Rp.

31.416.734 juta atau rata – rata pertumbuhan meningkat sebesar 2,77%

dengan nilai CAR meningkat sebesar 9,79%. Peningkatan ini disebabkan

kenaikan rasio modal bank dibandingkan ATMR.

Periode Januari sampai dengan Desember 2010 terjadi peningkatan

jumlah modal bank sebesar Rp. 4.308.685 juta atau dengan rata-rata

pertumbuhan sebesar 5,70% dan total ATMR sebesar Rp. 35.782.461 juta

atau mengalami pertumbuhan sebesar 1,03%. Dari peningkatan nilai kedua

indikator tersebut, maka nilai rasio CAR ikut meningkat sebesar 12,92%.

Pertumbuhan yang positif ini berlanjut pada periode Januari – Februari

2011 dimana nilai rasio CAR mencapai pertumbuhan sebesar 16,44%.

Secara keseluruhan rasio kecukupan modal bank telah memenuhi

persyaratan Bank Indonesia 8%. Pada lampiran 5 dapat dilihat data CAR

Desember 2007 – Februari 2011.

Kinerja Permodalan bank yang mengalami peningkatan disebabkan ;

(1) Kemampuan bank dalam penyaluran kredit efektif dengan semakin

kompetitifnya penetapan suku bunga acuan, (2) Perkembangan pemberian

kredit tumbuh pesat yang diikuti kecukupan modal, (3) Kualitas kredit

56

yang membaik akibat penerapan sistem manajemen risiko yang prudent

yang mengakibatkan cadangan penyisihan aktiva produktif menurun secara

tajam yang berimplikasi kenaikan modal, dan (4) Menurunnya kewajiban

bank mengakibatkan cadangan penghapusan aktiva produktif yang dapat

menaikan modal.

Peningkatan CAR Bank Agro sangat tergantung pada portofolio

asetnya. Pada periode ini bank tidak melakukan penempatan dana pada aset

yang berisiko tinggi jangka panjang seperti kredit investasi, tetapi aset

kredit jangka pendek seperti surat berharga di pasar modal yang berisiko

rendah, artinya bank mengamankan prospek modalnya melalui diversifikasi

(menekan risiko). Peningkatan rasio kecukupan modal akan mendorong

bank akan menurunkan portofolio kredit dan mengalihkan investasinya

kedalam bentuk surat berharga yang mempunyai bobot risiko yang lebih

rendah. Pergeseran portofolio aset yang berisiko tinggi ke aset produktif

berisiko rendah, maka dapat dimaknai terjadi peningkatan modal Bank

Agro yang mendorong kinerja keuangan bank semakin baik.

Rasio CAR Bank Agro secara rata-rata sudah sesuai ketentuan Bank

Indonesia di atas 8%, artinya kualitas pertumbuhan CAR yang semakin

baik ini harus dipertahankan untuk mencapai standar Basel II yakni

transparansi bank, yaitu terkait dengan penilaian pengawas tentang klaim

manajemen terhadap kondisi bank. Pengawas harus melihat standar CAR

8% sudah benar-benar sesuai aturan (Supervisory Judgement).

Kebijakan direksi Bank Agro apabila ingin meningkatkan atau

memperbaiki rasio CAR sesuai ketentuan Bank Indonesia di masa depan,

maka strategi yang harus dilakukan adalah :

a. Menjaga kualitas aktiva produktif melalui ; (1) Business Process;

pengelolaan perusahaan yang baik atau Good Corporate Governance

dan pengelolaan risiko, (2) Shareholders; penambahan modal inti

(tier1) diatas ketentuan BI yakni minimal 40% dari total CAR. Selain

itu jika pertumbuhan kredit bank naik 20% - 30%, maka CAR harus

naik minimal >13% berarti bank harus menambah modal, sehingga

dapat meningkatkan kemampuan ”lending” perbankan pada level 22%

setiap tahunnya.

57

b. Pinjaman subordinasi bersumber dari kredit likuiditas dari Bank

Indonesia, merupakan kredit yang diberikan oleh Bank Indonesia kepada

bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas.

c. Melalui strategi IPO dan obligasi

d. Recovery menjaga tingkat hasil secara optimal, menjaga NPL tidak

boleh lebih dari 5%, mengurangi atau memperkecil komitmen

pinjaman yang tidak digunakan (tidak produktif) sehingga

memperkecil risiko.

Berdasarkan analisa trend dengan metode Moving Avarage pada Gambar 6

terlihat pola data hijau yang naik ke kanan atas, yang menunjukan adanya

unsur trend pada data. Pola titik yang berwarna merah menunjukan data

hasil dekomposisi (FITS) yang terlihat berimpit dengan data aktual yang

berwarna hitam. Hasil forecast bulan ke 40 karena data terakhir 39

(Februari 2011) maka t (Maret 2011) rasio CAR sebesar 0,103. Dengan

tingkat kesalahan prediksi MAPE (Mean Absolute Percentage Error)

65,5415 dan MAD (Mean Absolute Deviation) 0,0212 artinya terdapat

indikasi kenaikan rasio CAR pada bulan Maret tahun 2011 yang

menunjukan adanya kemampuan bank tersebut untuk bertahan dari

pengaruh gejolak pasar akan semakin baik dan dapat menjamin keamanan

dana pihak ketiga yang terhimpun apabila terjadi kerugian pada bank itu

sendiri. Mengingat peranan modal sangat penting selain digunakan untuk

kepentingan ekspansi, juga digunakan sebagai “buffer” untuk menyerap

kerugian kegiatan usaha. Dalam hal ini Bank wajib memenuhi ketentuan

Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) yang berlaku untuk

peningkatan modal (SE. Intern BI, 2004).

58

Index

CA

R

726456484032241681

0,18

0,16

0,14

0,12

0,10

0,08

0,06

0,04

0,02

0,00

Moving Average

Length 5

Accuracy Measures

MAPE 65,5415

MAD 0,0212

MSD 0,0009

Variable

Forecasts

95,0% PI

Actual

Fits

Grafik CAR

Gambar 6 Trend Analysis CAR Desember 2007-Februari 2011

Memperhatikan hasil forecasting pada bulan ke 40 terjadi

kecenderungan rasio CAR Bank Agro kedepan meningkat bahkan diatas

ketentuan Bank Indonesia,namun yang perlu diwaspadai jika terjadinya

fluktuasi pergerakan CAR bank pada periode sebelumnya atau gejolak

ekonomi sehingga dikhawatirkan akan mengganggu kemampuan bank

dalam pemenuhan tambahan modal untuk memperkuat likuiditas bank.

Kebijakan Perseroan kedepan untuk menjaga likuiditas bank yaitu; (1)

Menyiapkan instrumen baru untuk mengatasi potensi kegagalan usaha

bank. (2) Penyediaan dana yang cukup, maka bank wajib menerapkan

prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit, antara lain dengan

melakukan penyebaran (diversifikasi) portofolio, baik kepada pihak terkait

maupun kepada pihak bukan terkait. Pembatasan penyediaan dana adalah

persentase tertentu dari modal bank yang dikenal dengan batas maksimum

pemberian kredit (BMPK).

BI > 8%

59

4.2.2. Kinerja Rasio ROE

Hasil analisis pada Lampiran 5 selama periode Desember 2007

sampai Desember 2008 perkembangan nilai laba bersih bank cukup positif

sebesar Rp. 53.879 juta dan rata-rata pertumbuhan 54,61% perbulan.

Sementara itu nilai total equity bank mencapai Rp. 3.188.739 juta dengan

rata-rata pertumbuhan -0,46% perbulan. Hasil perbandingan kedua

indikator ini diperoleh nilai ROE sebesar 21,51% dengan rata-rata

pertumbuhan sebesar 1,65% jauh dibawah ketentuan BI > 7,50%. Kondisi

ini mencerminkan Bank Agro tidak mampu menghasilkan laba dengan

menggunakan ekuitasnya.

Perkembangan laba bersih selama periode Januari 2009 sampai

Desember 2009 menunjukan terjadinya peningkatan sebesar Rp.86.379 juta

dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 68,14% atau naik 24,78%.

Sementara itu total equity mencapai Rp. 3.058.373 juta dengan rata-rata

pertumbuhan sebesar 3,84%. Hasil perbandingan tersebut menunjukan

Rasio ROE negatif sebesar -11,98% atau rata-rata pertumbuhan -1,00%.

Peningkatan laba bersih pada tahun 2009 tidak diikuti dengan kenaikan

ROE, hal ini menunjukan pengelolaan equity bank tidak efektif. Artinya

terjadi kondisi bermasalah atau bank dikategorikan tidak sehat. Hal ini

terutama disebabkan oleh tiga faktor, yaitu : (1) Perseroan mengalami

kerugian bersih dalam tiga tahun terakhir ini, tahun 2007 mencatatkan rugi

bersih sebesar Rp. 5.939 juta, tahun 2008 rugi bersih sebesar Rp. 3.826

juta, mengalami penurunan sebesar Rp. 2.100 juta atau -35,57%

dibandingkan tahun 2007 dan tahun 2009 sebesar Rp. 9.117 juta untuk

periode yang berakhir pada tanggal 31 Mei 2009. (2) Tingkat efisiensi

perusahaan dalam mengelola aset (assets management) sangat rendah,

dimana beban operasional bank tahun 2007 sebesar Rp. 112.221 juta

mengalami peningkatan sebesar Rp. 13.020 juta atau 13,13% dibandingkan

2006 sebesar Rp. 99.200 juta. Kenaikan juga terjadi tahun 2008 sebesar Rp.

113,717 juta, atau 1,33% dibandingkan tahun 2007, dan tahun 2009 sebesar

Rp. 51.754 juta. (3) Hutang yang dipakai dalam melakukan usaha (financial

60

leverage) meningkat sebesar Rp. 2.346,800 juta menjadi Rp. 2.248.804 juta

tahun 2009.

Periode Januari sampai Desember 2010 bank mencatatkan laba

bersih sebesar Rp.90.662 juta dengan rata-rata pertumbuhan sebesar

53,29%. Sementara itu nilai Equity meningkat sebesar Rp.4.104.734 juta

dengan rata-rata pertumbuhan sebesar -0,02%. Implikasi dari kenaikan

laba bersih dan equity pada periode ini berdampak positif terhadap

kenaikan ROE sebesar 20,28% dengan rata-rata pertumbuhan 1,69% atau

naik 0,69% dari rata-rata pertumbuhan tahun 2009. Perkembangan laba

bersih bank Januari – Februari 2011 sebesar Rp.28.064 juta dengan rata-

rata pertumbuhan 8,84% dan total equity sebesar Rp.602.018 juta atau rata-

rata pertumbuhan 3.99% dengan nilai ROE negatif -7,87% dengan rata-rata

pertumbuhan -3,93% perbulan.

Penurunan kinerja rasio ROE akan berdampak pada harga saham

bank dan pembagian deviden kepada investor. Dengan demikian hubungan

yang terjadi adalah hubungan timbal balik antara ROE dengan return

saham, temuan ini memberikan bukti tambahan bahwa dengan rasio ROE

Bank Agro yang masih dibawah ketentuan BI memperkuat dasar analisis

technical fundamental penting sebagai dasar pengukuran harga saham.

Strategi untuk mengatasi kerugian yang dialami oleh bank Agro,

maka kebijakan yang diambil Perseroan kedepan adalah

1. Bank Agro harus meningkatkan jumlah dana pihak ketiga di bank

sehingga aktiva Perseroan meningkat, karena kemampuan bank dalam

memperoleh sumber-sumber dana pihak ketiga yang diinginkan sangat

mempengaruhi kelanjutan usaha bank. Dalam mencari sumber-sumber

dana bank harus mempertimbangkan faktor-faktor seperti kemudahan

untuk memperolehnya, jangka waktu sumber dana, serta biaya yang

harus dikeluarkan untuk memperoleh dana tersebut.

2. Bank Agro harus meningkatkan penyaluran kredit investasi disektor

retail sehingga pendapatan bunga meningkat.

61

3. Bank Agro harus menurunkan beban operasional dan administrasi

Perseroan pada skala yang efisiensi karena sebuah bank ingin

meningkatkan profit margin-nya harus bisa mengendalikan sedemikian

rupa biaya-biaya yang ditimbulkan dari kegiatan operasional (

economies of scales). Pringsip ini di satu sisi sangat bagus karena

ingin mendapatkan bank yang efisien dalam menjalankan usaha

haruslah memiliki skala usaha (assets) dan permodalan yang cukup

besar. Sebaliknya masalah economies of scale sangatlah sulit dicapai

dengan skala aset yang kecil karena kemampuan bank sangat terbatas

4. Manajemen Perseroan harus memperhatikan kenaikan ROE apakah

berasal dari net profit margin atau asset turnover, maka itu merupakan

indikasi positif, artinya profitabilitas meningkat atau penggunaan asset

semakin optimal. Namun, jika leverage meningkat padahal utang

perusahaan sudah cukup tinggi, maka ini menjadi semakin berisiko.

5. Memperluas ruang lingkup wilayah usaha (scope of territories) untuk

menjadi National Champions, bank haruslah mampu beroperasi pada

wilayah yang sangat luas dan kalau perlu melakukan ekspansi di luar

Indonesia.

Apabila kebijakan ini dilakukan secara konsisten maka bank mampu

menghasilkan laba dengan menggunakan ekuitasnya karena semakin

tingginya profit margin berarti semakin tinggi juga ROE yang dihasilkan.

Implikasinya, pemahaman yang baik mengenai ROE akan memberikan

gambaran kepada investor mengenai bagaimana perusahaan dikelola.

Selanjutnya akan membantu dalam melakukan penilaian terhadap kondisi

Perseroan dan mempengaruhi keputusan investasi. Dengan menganalisa

ROE berarti dapat mengetahui lebih lanjut kualitas penghasilan yang bisa

didapatkan dari kinerja bank.

Hasil analisis trend pada Gambar 7 dengan metode Moving Average

menunjukan adanya trend positif untuk hasil forecast bulan ke 40 karena

data terakhir 39 (Februari 2011) maka t (Maret 2011) rasio ROE sebesar

0,914% dengan tingkat kesalahan prediksi MAPE 917,214 dan MAD

62

2,332. Hasil ini menggambarkan profitabilitas yang dihasilkan bank positif

dari hasil pengunaan equitasnya. Nilai ROE yang positif berdasarkan

peramalan dengan metode trend diharapkan adanya peningkatan kinerja

keuangan perusahaan yang berimplikasi terhadap pertumbuhan expected

return saham Bank Agro dimasa akan datang. Apabila kondisi ini dapat

dipertahankan maka bank memiliki akses likuiditas yang baik sebagai

persyaratan untuk melakukan ekspansi secara lebih efisien.

Index

RO

E

726456484032241681

7,5

5,0

2,5

0,0

-2,5

-5,0

Moving Average

Length 5

Accuracy Measures

MAPE 917,214

MAD 2,332

MSD 9,317

Variable

Forecasts

95,0% PI

Actual

Fits

Grafik ROE

Gambar 7 Trend Analysis ROE Desember 2007 – Februari 2011

4.2.3. Kinerja Rasio ROA

Pada Lampiran 5 menjelaskan hasil perhitungan ROA Bank Agro, dimana

Selama periode Desember 2007 sampai dengan Desember 2008

perkembangan total aktiva bank mencapai Rp. 37.064.433 juta dengan

rata-rata pertumbuhan perbulan sebesar 7,53%. Sedangkan kemampuan

bank dalam menghasilkan laba sebelum pajak dari penggunaan aktiva

sebesar Rp. 57.139 juta dengan rata-rata pertumbuhan perbulan sebesar

7,65%. Nilai perbandingan kedua indikator tersebut diperoleh ROA

-BI >7,50%

63

sebesar 1,97% dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 0,15% perbulan.

Selama tahun 2008 ROA bank belum memenuhi persyaratan Bank

Indonesia ≤ 2%. Hal ini disebabkan terjadi penurunan laba sebelum pajak

yang signifikan pada bulan November sebesar Rp.49 juta, artinya

manajemen pengelolaan aktiva bank baik aktiva lancar maupun aktiva

tetap dalam menghasilkan laba kurang baik, sehingga performance aktiva

an-liquid.

Dampak penurunan ROA berimplikasi kepada ketidakmampuan

bank menjaga kinerjanya dengan baik terutama tingkat profitabilitas yang

tinggi sehingga mengalami kesulitan membagikan dividen. Prospek

bisnisnya tidak dapat berkembang secara optimal serta tidak dapat

memenuhi ketentuan prudential banking regulation dengan baik, maka

kemungkinan nilai saham dari bank yang bersangkutan di pasar sekunder

dan jumlah dana dari pihak ketiga yang berhasil dikumpulkan akan turun

khusus pada tahun 2008.

Sementara itu, perkembangan total aktiva bank tahun 2009 mencapai

Rp. 31.417.034 juta dengan rata – rata pertumbuhan perbulan sebesar

1,30%. Sedangkan nilai laba sebelum pajak mencapai Rp. 88.354 juta

dengan rata-rata pertumbuhan perbulan sebesar 5,76%. Sementara itu, nilai

ROA sebesar 3,37% atau meningkat sebesar 71,32% dari tahun 2008.

Kinerja ROA bank sudah positif diatas persyaratan Bank Indonesia ≤ 2%.

Artinya pengelolaan aktiva bank cukup baik selama periode ini dilihat dari

perolehan laba sebelum pajak perbulan meningkat.

Perkembangan total Aktiva tahun 2010 mencapai Rp. 34.895.778

juta dengan rata – rata pertumbuhan perbulan sebesar 0,41% dan perolehan

laba sebelum pajak sebesar Rp.109.490 juta dengan rata-rata pertumbuhan

perbulan sebesar 1,30%. Sementara itu terjadi kenaikan ROA sebesar

3,73% dan rata-rata perbulan sebesar 0,31% atau naik sebesar 10,59% dari

tahun 2009. Perkembangan kinerja ROA cukup positif diatas persyaratan

Bank Indonesia, walaupun kondisi ini masih belum cukup feasible untuk

meningkatkan daya saing bank.

64

Kebijakan startegis kedepan yang harus diperhatikan adalah

menjaga likuiditas bank sehingga rasio ROA meningkat signifikan dengan

memerankan fungsi bank sebagai lembaga intermediasi. Tujuan

meningkatkan likuditas, maka bank harus mencari sumber pendanaan dari

masyarakat dengan empat strategi berikut harus dilakukan secara

konsekuen dan paralel.

1. Bank harus meningkatkan jumlah dana pihak ketiga DPK (Tabungan,

Deposito dan Giro) melalui penetapan suku bunga yang sesuai dengan

ekspektasi atau keinginan nasabah pemilik dana (deposan).

2. Bank harus menaikkan ekuitas melalui penambahan modal yang

bersumber dari penjualan saham.

3. Bank harus menambah setoran modal untuk memperkuat rasio

permodalan bank melebihi ketentuan Bank Indonesia rasio modal

minimum 8%.

4. Bank harus tetap menjaga kualitas aktiva produktif dengan menerapkan

pringsip prudent dan efisien.

Hasil analisa trend pada Gambar 8 dengan metode Moving

Average menunjukan adanya peningkatan untuk hasil forecast bulan ke 40

karena data terakhir 39 (Februari 2011) maka t (Maret 2011), rasio ROA

sebesar 0,0064 atau 0,64% dari periode dasar sebesar 0,37% Februari 2011

atau diprediksi naik sebesar 0,42 basis poin dengan tingkat kesalahan

prediksi MAPE 54,1634 dan MAD 0,0016. Hasil ini menggambarkan

terdapat indikasi terjadinya kenaikan rasio ROA pada bulan Maret 2011,

artinya bank memiliki potensi terjadinya kenaikan laba sebelum pajak yang

dihasilkan dari pengunaan aktivanya.

65

Index

RO

A

726456484032241681

0,010

0,008

0,006

0,004

0,002

0,000

Moving Average

Length 5

Accuracy Measures

MAPE 54,1634

MAD 0,0016

MSD 0,0000

Variable

Forecasts

95,0% PI

Actual

Fits

Grafik ROA

Gambar 8 Trend Analysis ROA Desember 2007 – Februari 2011

4.2.4. Kinerja LDR

Hasil perhitungan pada Lampiran 5 menunjukan bahwa LDR Bank

Agro masih diatas ketentuan BI antara 80% - 110%. Artinya bank cukup

prudent dalam penyaluran kredit. Kinerja LDR selama periode analisis

Desember 2007 sampai dengan Desember 2008 dilihat dari besarnya total

kredit yang diberikan mencapai Rp.25.570.968 juta dengan rata-rata

pertumbuhan sebesar 0,40%. Besarnya total kredit yang disalurkan

ditunjang oleh besarnya DPK yang berhasil dihimpun oleh bank pada

periode ini sebesar Rp.31.243.663 juta, tetapi besaran rata-rata

pertumbuhan perbulan tidak signifikan karena rata-rata pertumbuhan

negatif sebesar -1,04%. Perbandingan dari kedua indikator diatas

menghasilkan nilai CAR sebesar 82,97%. Faktor yang menjadi penyebab

adalah rendahnya tingkat pencairan (credit disbursement) dibandingkan

dengan DPK.

BI ≤2%

66

Data Bank Agro menunjukkan bahwa persetujuan kredit baru pada

Desember 2007 sebesar Rp. 1.956.450 juta, 2008 sebesar Rp. 2.043.076

juta, 2009 Rp. 1.965.681, dan tahun 2010 sebesar Rp. 1.528.970 juta.

Sementara dana pihak ketiga Desember 2007 sebesar Rp. 2.537.446 juta,

2008 sebesar Rp. 2.163.332 juta, 2009 sebesar Rp. 2.424.296 juta, dan

tahun 2010 sebesar Rp. 2.386.869 juta. Selama ini penyaluran kredit

Perseroan di fokuskan pada usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah dan

UKM, sehingga rasio kredit bermasalah (NPL) masih dibawah 5% dari

ketentuan Bank Indonesia, dimana tahun 2007 sebesar 4,67%, tahun 2008

turun sebesar 3,36%, dan tahun 2009 sebesar 4,47% dan 2010 kembali

turun sebesar 1,84%.

Perkembangan yang positif ini berlanjut pada periode Januari –

Desember 2009 dengan nilai total kredit yang diberikan sebesar Rp.

24.041.667 juta dengan rata-rata pertumbuhan sebesar -0,13%. Sementara

total DPK pada periode ini sebesar Rp.25.934.791 juta dengan rata-rata

pertumbuhan sebesar 1,09%. Adapun besarnya nilai LDR yang dihasilkan

dari perbandingan kedua indikator ini sebesar 99,84% atau naik sebesar

16,87%. Rasio LDR pada periode ini belum maksimal mendekati 110%

sesuai ketentuan Bank Indonesia.

Kondisi LDR bank yang belum maksimal karena, masih cukup

tingginya suku bunga kredit Perseroan baik kredit Agrobisnis maupun

kredit UKM dan investasi. Besaran rata-rata suku bunga kredit perseroan

antara 10 % - 12% pada tahun 2009-2010. Tingkat kredit diatas satu digit,

menyebabkan pinjaman perbankan menjadi lebih mahal, dan akhirnya

berpengaruh pada competitiveness Bank Agro dibandingkan bank-bank

lainya atau bank asing yang mendapatkan rate pinjaman rendah. Maka

sesuai dengan keputusan BI tanggal 8 Februari 2011 menerbitkan SEBI

No.13/5/DPNP untuk mendorong perbankan memiliki LDR 75%-102%.

Trend seperti ini akan memungkinkan perbankan mengambil langkah

strategis meningkatkan loyalitas nasabah, sehingga perbankan bersaing

dalam funding, tetapi juga lending.

67

Hasil analisis periode Januari – Desember 2010 total kredit yang

diberikan sebesar Rp.24.781.870 juta dengan rata-rata pertumbuhan positif

sebesar 1,39%. Sedangkan perkembangan total DPK mengalami kenaikan

sebesar Rp. 26.439.104 juta dengan rata-rata pertumbuhan 4,79% atau naik

sebesar 3,70% dari tahun 2009. Kenaikan DPK pada periode ini berdampak

positif terhadap peningkatan LDR sebesar 105,35% atau naik sebesar

5,51% dari tahun 2009. Kinerja yang positif ini juga terus berlanjut periode

Januari- Februari 2011 dimana nilai LDR meningkat sebesar 125,26%.

Rasio LDR berada pada angka dibawah 80% (misalkan 70%) maka

dapat disimpulkan bahwa bank tersebut hanya dapat menyalurkan sebesar

70% dari seluruh dana yang berhasil dihimpun. Semakin tinggi LDR

menunjukkan semakin riskan kondisi likuiditas bank, sebaliknya semakin

rendah LDR menunjukkan kurangnya efektifitas bank dalam menyalurkan

kredit sehingga hilangnya kesempatan bank untuk memperoleh laba.

Kenaikan yang signifikan selama tahun 2010 disebabkan terjadi

peningkatan total kredit yang diberikan dengan porsi dana pihak ketiga.

Kondisi ini menunjukan pihak Bank Agro dalam menyalurkan kredit

kepada pihak ketiga cukup baik, artinya manajemen bank sudah efektif

memasarkan dana yang dimiliki sudah maksimal mendekati 110% dari

ketentuan BI karena, bank cukup efektif menjalankan fungsi sebagai

lembaga intermediasi dengan pihak yang membutuhkan dana (Unit Deficit

of Funds). Langkah-langkah strategis kedepan Perseroan akan tetap terus

1. Melakukan ekspansi kredit hingga rasio intermediasi menembus 110%,

dengan mengandalkan likuiditas lainnya, seperti dana hasil rights issue,

sehingga Bank Agro yang memiliki LDR di atas 100% akan

dikecualikan dari sanksi bila memiliki rasio kecukupan modal minimal

14%.

2. Melakukan ekspansi kredit kepada sektor ritel karena sektor ini

mengalami pertumbuhan sangat signifikan dan memiliki peluang pasar

yang prospektif di Indonesia. Total omzet mencapai Rp.120 triliun 2011

dan tahun 2012 diperkirakan tumbuh 15%. Sementara itu rata-rata suku

bunga kredit turun menjadi 15,8% pada Juni 2011 dari 16,9% pada Juni

2010 didukung oleh semakin membaiknya pertumbuhan ekonomi tahun

68

2012 diperkirakan mencapai 6,5%. Kebijakan ekspansi kredit Perseroan

juga didukung oleh pertumbuhan laba bersih Bank Agro pada

September 2011, sebesar Rp 26.160 miliar, yang sebelumnya hanya Rp

8.340 miliar sejak menjadi anak usaha BRI.

Hasil analisis trend pada Gambar 9 dengan menggunakan metode

Moving Average menunjukan adanya peningkatan hasil forecast bulan ke

40 karena data terakhir 39 (Februari 2011) maka t (Maret 2011) rasio LDR

sebesar 0.82%. Tingkat kesalahan prediksi MAPE 11,2520 dan MAD

0,1089. Hasil ini menggambarkan bank cukup baik melaksanakan fungsi

intermediasi dalam penyaluran kredit dari dana pihak ketiga.

Index

LD

R

726456484032241681

1,75

1,50

1,25

1,00

0,75

0,50

Moving Average

Length 5

Accuracy Measures

MAPE 11,2520

MAD 0,1089

MSD 0,0289

Variable

Forecasts

95,0% PI

Actual

Fits

Grafik LDR

Gambar 9 Trend Analysis LDR Desember 2007 – Februari 2011

Memperhatikan peramalan di atas dari pengamatan periode dasar

bulan Februari 2011 dimana nilai LDR sebesar 0,71%, maka dapat

diproyeksi besarnya LDR periode bulan ke 40 sebesar 0,82% artinya terjadi

peningkatan 0,11% basis poin. Bank dengan tingkat agresivitas tinggi

(tercermin dari angka LDR,0,82% belum mendekati 110%) artinya bank

cukup positif mengelola likuiditas. Hal ini didasarkan pada anggapan

bahwa loan/pinjaman dinilai sebagai earning asset bank yang kurang atau

BI = 110%

69

bahkan sangat tidak likuid. LDR pada posisi ini, dapat diduga cash inflow

dari pelunasan pinjaman dan pembayaran bunga dari debitur pada bank

menjadi sebanding dengan kebutuhan untuk memenuhi cash outflow

penarikan dana giro, tabungan dan deposito yang jatuh tempo dari

masyarakat dan diduga dengan LDR yang posistif ini, bank secara potensial

tidak dapat mengalami kesulitas likuiditas.

4.2.5. Kinerja Rasio NIM

Berdasarkan hasil perhitungan rasio NIM Bank Agro masih

dibawah ketentuan bank Indonesia >10%. Selama periode Desember 2007

sampai dengan Desember 2008 pendapatan bunga bersih yang dihasilkan

oleh bank sebesar Rp. 824.238 juta dengan nilai rata-rata pertumbuhan

sebesar 18%. Sementara itu, rata-rata aktiva produktif mencapai

Rp. 60.383.183 juta, dengan rata-rata pertumbuhan perbulan sebesar 0%.

Sedangkan selama periode Januari – Desember 2009 pendapatan bunga

bersih mencapai Rp.780.703 juta dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 14%

dan rata-rata aktiva produktif sebesar Rp.34.440.619 juta lebih rendah dari

tahun 2008 dengan pertumbuhan negatif sebesar -3%, tetapi dari

perbandingan kedua indikator diatas menghasilkan rasio NIM lebih tinggi

dari periode sebelumnya yaitu sebesar 2,36% atau naik sebesar 0,98%.

Selanjutnya periode Januari - Desember 2010 pendapatan bunga

bersih sebesar Rp.1.105.655 juta dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 10%

dan rata –rata aktiva produktif sebesar Rp. 38.643.029 juta dengan

pertumbuhan sebesar 2%. Perkembangan yang positif ini memberikan

kontribusi yang signifikan dengan kenaikan rasio NIM sebesar 3,11%, lebih

tinggi dari periode sebelumnya sebesar 0,75%. Hal ini menunjukkan

perbankan masih mempertahankan pendapatan bunga sebagai sumber

pendapatan utama meskipun suku bunga acuan BI rate cenderung turun.

Kinerja rasio NIM Bank Agro masih sangat rendah jika

dibandingkan dengan ketentuan BI>10%. Kondisi ini disebabkan Bank Agro

lebih cenderung mempertahankan bunga kredit sebaliknya bunga simpanan

mengalami penurunan, karena selama periode 2007 sampai 2010 bank

70

cenderung tidak exspansif dalam penyaluran kredit, walupun suku bunga

acuan BI-rate pada periode ini menurun. Pada periode yang sama, BI rate

turun dari 12,75% pada akhir 2007 menjadi 6,75% hingga September 2011.

Hal ini mengindikasikan penurunan suku bunga kredit lebih lambat

dibandingkan pengurangan suku bunga Deposito, Tabungan, dan Giro yang

mengikuti penurunan BI rate. Trend NIM Bank Agro yang fluktuatif

cenderung berbeda dengan perkembangan suku bunga acuan Bank

Indonesia.

Paling tidak ada enam faktor yang mempengaruhi NIM Bank Agro,

yaitu :

1. Struktur persaingan dari produk perbankan semakin tinggi untuk pasar

deposit dan loan. Suku bunga tabungan bergerak antara 2,27% sampai

3,11%, sedangkan untuk deposito berkisar antara 5% - 7% sepanjang

tahun 2010 sedangkan suku bunga rata-rata Bank Agro sepanjang tahun

2009 - 2010 sebesar 4% - 8% dan untuk deposito berjangka 2,09% -

11,27%. Sedangkan suku bunga kredit Bank Agro sangat tinggi, rata-rata

sekitar 11,25% - 13,25% makin kompetitif.

2. Suku bunga pasar tersebut menimbulkan besaran NIM akan semakin

kecil dan sebaliknya. Hal ini terjadi karena dalam pasar yang kompetitif,

tidak ada peluang bagi pelaku usaha (bank) untuk menetapkan excessive

margin atau melakukan abuse of market power. Pengaruh persaingan

dan atau struktur pasar terhadap tingkat NIM adalah positif.

3. Rata-rata biaya operasional. Secara teori, bank harus tetap

mempertahankan marjin positif untuk menutup biaya operasionalnya.

Makin tinggi biaya operasional, makin tinggi tingkat NIM yang

ditetapkan bank. Sebaliknya, apabila bank dapat meningkatkan efisiensi

operasionalnya, maka spread atau marjin dapat juga ditekan atau

dikurangi. Pengaruh biaya (efisiensi) operasional terhadap tingkat NIM

adalah positif. Besarnya beban operasional Bank Agro seperti beban

bunga deposito, tabungan, pinjaman yang diterima, giro, pinjaman

subordinasi, provisi dan komisi meningkat tahun 2010 sebesar Rp.

150.759 juta, dan 2009 mencapai Rp. 102.778 juta. Kemudian tahun

71

2008 sebesar Rp. 224.659 juta, serta tahun 2007 sebesar Rp. 235.851

juta. Sedangkan beban operasional lainnya seperti beban umum dan

administrasi, beban tenaga kerja serta penyisihan aktiva produktif tahun

2009 sebesar Rp. 155.008 juta, 2008 sebesar Rp. 143.939 juta dan tahun

2007 sebesar Rp. 116.374 juta.

4. Perbankan diasumsikan memiliki sikap risk averse. Dalam kondisi risk

averse, makin tinggi risiko yang dihadapi oleh bank, maka kompensasi

marjin terhadap risiko tersebut juga akan makin besar, begitu juga

dengan kondisi sebaliknya. Pengaruh persepsi risiko bank berdampak

positif terhadap tingkat net interest marjin.

5. Volatilitas suku bunga pasar uang. Pada prinsipnya, makin tinggi tingkat

volatilitas suku bunga pasar uang, maka makin tinggi pula tingkat risiko

dan premi yang harus dihadapi oleh perbankan. Semakin besar tingkat

NIM yang harus ditetapkan oleh perbankan, begitu juga dengan kondisi

sebaliknya. Volatilitas suku bunga berdampak positif terhadap tingkatan

NIM .

6. Tingkat risiko kredit. Hampir sama dengan prinsip pengaruh volatilitas

suku bunga pasar uang, makin tinggi tingkat risiko kredit yang dihadapi

oleh perbankan, makin tinggi pula tingkat premi risiko yang harus

ditanggung sehingga NIM akan semakin besar, begitu juga dengan

kondisi sebaliknya. Perkembangan rasio kredit bermasalah Bank Agro

tahun 2007 sebesar 4,67%, tahun 2008 turun sebesar 3,36%, kemudian

tahun 2009 meningkat lagi sebesar 4,47% dan tahun 2010 kembali turun

sebesar 1,84%. Sebagaimana pada volatilitas suku bunga, faktor risiko

kredit juga berdampak positif terhadap tingkat Net Interest Margin.

7. Volume atau nilai dari kredit dan deposit. Pada intinya, makin besar

jumlah kredit yang diberikan dan deposit yang dikumpulkan oleh bank,

maka makin besar pula tingkat potensial loss yang dihadapi oleh bank,

sehingga perlu dikompensasi dengan tingkat Net Interest Margin yang

besar pula. Perkembangan rasio dana terhadap kredit Bank Agro tahun

2007 sebesar 77,02%, tahun 2008 meningkat sebesar 94,36%, kemudian

periode tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 80,99%. Demikian

72

juga tahun 2010 turun sebesar 86,69%. Alokasi kredit yang paling tinggi

pada sektor Agrobisnis mencapai 63% dari total portofolio kredit

perseroan. Namun dari perspektif skala ekonomis, makin besar

penyaluran kredit maka seharusnya terdapat benefit efisiensi yang

ditimbulkan terkait dengan biaya per unit untuk pengelolaan dan

penyaluran portfolio kredit. Kebijakan penguatan NIM Bank Agro

kedepan dapat dilakukan dengan meningkatkan strategi pemasaran bank

untuk pembiayaan kredit investasi Agrobisnis dan UKM serta ekspansi

kredit pada sektor ritel, disamping itu juga peningkatan efisiensi

operasional bank dengan menurunkan beban administrasi serta

meningkatkan taransaksi e-money dan fokus pada jaringan teknologi

informasi yang ada. Fungsi bank sebagai intermediasi dana masyarakat

ke sektor usaha saat ini harus digenjot. Bank mulai mengurangi

penempatan dananya di Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan kembali

aktif memberikan kredit.

Index

NIM

726456484032241681

0,06

0,05

0,04

0,03

0,02

0,01

0,00

Moving Average

Length 5

Accuracy Measures

MAPE 93,4405

MAD 0,0107

MSD 0,0002

Variable

Forecasts

95,0% PI

Actual

Fits

Grafik NIM

Gambar 10 Trend Analysis NIM Desember 2007-Februari 2011

BI >10%

73

Hasil analisis trend pada Gambar 10 dengan menggunakan metode

Moving Average menunjukan adanya kenaikan untuk hasil forecast bulan ke

40 karena data terakhir 39 (Februari 2011) maka t (Maret 2011) rasio NIM

sebesar 0.0296% dengan tingkat kesalahan prediksi MAPE 93,4405 dan

MAD 0,0107. Hasil ini mengindikasikan terdapat potensi kenaikan rasio

NIM pada bulan Maret 2011, artinya bank memiliki kemampuan

meningkatkan pendapatan bunga, dari penggunaan aktiva produktifnya.

Hasil Forecasting pada periode bulan ke 40 dengan nilai NIM

sebesar 0,0296% dari periode dasar Februari 2011 sebesar 0,830% atau

terjadi penurunan sebesar 0,800%. Berdasarkan peramalan ini Bank Agro

sulit menaikan pendapatan bunga bersih kedepan yang berimplikasi pada

penurunan laba bank. Data tersebut jika dibandingkan NIM rata-rata industri

perbankan umum masih jauh dibawah rata-rata untuk tahun 2010 5,73% dan

Juni 2011 sebesar 5,79%. Oleh karena itu manajemen dapat mengambil

kebijakan strategis untuk mengendalikan beban operasional bank karena

penurunan NIM biasanya disebabkan kenaikan biaya dana (cost of fund) dan

penurunan pendapatan bunga bersih.

Kenaikan biaya dana disebabkan peningkatan suku bunga acuan

Bank Indonesia dan peningkatan bunga penjaminan dari Lembaga Penjamin

Simpanan (LPS). Jika kenaikan BI rate tidak disusul dengan peningkatan

bunga penjaminan, kemungkinan besar biaya dana Perseroan tidak akan

meningkat. Adapun penurunan pendapatan bunga bersih dipengaruhi

ketatnya persaingan bunga kredit di pasar. Rata-rata suku bunga kredit turun

menjadi 15,8% pada Juni 2011 dari 16,9% pada Juni 2010. Kondisi ini perlu

diperhatikan agar suku bunga yang ditawarkan cukup kompetitif agar

likuiditas bank terjaga.

74

4.2.6. Kinerja Rasio Biaya Operasional/Pendapatan Operasional (BOPO)

Perkembangan BOPO pada Bank Agro periode Desember 2007

sampai dengan Desember 2008 menunjukan terjadinya perubahan yang

signifikan, dimana beban operasional bank sebanding dengan pendapatan

operasional. Jumlah beban operasional sebesar Rp. 808.223 juta dengan

rata-rata pertumbuhan sebesar 18,64%. Sedangkan pendapatan operasional

sebesar Rp. 862.946 juta dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 17,53%.

Hasil perbandingan kedua indikator tersebut diperoleh rasio BOPO sebesar

90%. Sementara itu, periode Januari – Desember 2009 beban operasional

mengalami peningkatan sebesar Rp.2.126.999 juta dengan rata-rata

pertumbuhan 20,04%. Kenaikan beban operasional diikuti oleh kenaikan

pendapatan operasional sebesar Rp.2.303.419 juta dengan tingkat

pertumbuhan 20,73%. Dampak dari kenaikan ini adalah tingginya rasio

BOPO mencapai 101% diatas ketentuan Bank Indonesia antara (70%-80%).

Indikasi kenaikan BOPO bank berlanjut pada periode Januari-

Desember tahun 2010 dimana beban operasional bank meningkat sebesar

Rp. 3.150.676 juta dengan tingkat pertumbuhan sebesar 34,85%.

Sedangkan pendapatan operasional juga mengalami kenaikan sebesar Rp.

3.276.470 juta dengan tingkat pertumbuhan sebesar 33,11%, sehingga

menyebabkan rasio BOPO juga meningkat sebesar 103%. Kenaikan rasio

BOPO yang terjadi pada bank ini, mencerminkan belum adanya perbaikan

tingkat efisiensi kegiatan operasional akibat perbaikan business process

dari penerapan low cost leadership strategic, namun justru yang terjadi

adalah jumlah beban operasional ekuivalen dengan pendapatan operasional.

Kondisi Bank Agro selama Desember 2007 Februari 2011 belum

mencerminkan adanya perbaikan tingkat efisiensi, karena rasio BOPO

masih diatas ketentuan BI antara range 70% - 80%.

Kenaikan BOPO ini disebabkan oleh kenaikan beban operasional

tahun 2010 sebesar 22,49% menjadi Rp 145.435 juta, tahun 2009

meningkat sebesar 4,40% menjadi Rp.118.726 juta. Meskipun porsi dana

murah bank tidak meningkat, karena pertumbuhan dana tabungan tahun

2010 sebesar Rp. 144.486 juta atau 1,67%. Kenaikan yang signifikan pada

75

beban non-bunga ini didorong oleh kenaikan biaya administrasi sebesar

51,67% atau Rp. 57.369 juta tahun 2009 menjadi Rp 59.179 juta tahun

2010 atau sebesar 59,30 % dan biaya tenaga kerja yang naik 22,44%

menjadi Rp. 55.985 juta dari sebelunya Rp. 45.723 juta. Sementara itu,

beban bunga bank tahun 2010 turun sebesar -15,57% menjadi Rp. 194.535

juta, tetapi tahun 2009 mengalami kenaikan 7,96 % menjadi Rp. 224.838

juta sebelumnya Rp. 224.659 juta. Kenaikan yang tinggi pada biaya umum

dan administrasi membuat laba operasi perseroan stagnan dilevel Rp.

27.189 juta. Sedangkan laba bersih tahun 2009 turun -42,52% menjadi Rp.

2.199 juta. BOPO yang tinggi mencerminkan kondisi bank yang tidak

efisien sehingga bank cenderung mengurangi penyaluran kredit untuk

menghindari kerugian yang lebih besar dan mengalihkan investasinya

dalam surat berharga.

Berdasarkan hasil analisis pada Lampiran 5 dimana beban

operasional yang tertinggi berada pada periode Desember 2010 dengan

total biaya operasional mencapai Rp.441.410 juta sedangkan yang terendah

berada pada periode Januari 2008 dengan nilai sebesar Rp.7.285 juta.

Sedangkan untuk akumulasi pendapatan operasional yang terbesar berada

pada periode Desember 2010 dengan total pendapatan operasional

mencapai Rp. 465.899 juta dan untuk akumulasi pendapatan operasional

yang paling rendah berada pada periode Januari 2008 dengan nilai sebesar

Rp.8.522 juta.

Kondisi ini menunjukan Bank Agro tidak mampu

mengimplementasikan manajemen risiko, menekan tingkat suku bunga

perbankan dan pada akhirnya tidak mampu meningkatkan efisiensi.

Berbagai teori manajemen keuangan menyatakan bahwa bank yang efisien

akan menciptakan persaingan yang sehat dalam industri perbankan.

Langkah perbaikan kedepan, untuk menurunkan rasio BOPO dengan cara

menggunakan teknologi untuk meningkatkan transaksi elektronik (e-

channel) perbankan, perbaikan sistem administrasi dan pengendalian

risiko.

76

Hasil analisis trend pada Gambar 11 dengan metode Moving Average

menunjukan adanya peningkatan hasil forecast bulan ke 40 karena data

terakhir 39 (Februari 2011) maka t (Maret 2011) rasio BOPO sebesar

0.972%. Tingkat kesalahan prediksi MAPE 4,83392 dan MAD 0,04552.

Hasil ini menggambarkan rasio BOPO yang tinggi, mencerminkan kondisi

bank yang tidak efisien sehingga bank cenderung mengurangi penyaluran

kredit untuk menghindari kerugian.

Index

BO

PO

726456484032241681

1,10

1,05

1,00

0,95

0,90

0,85

0,80

Moving Average

Length 5

Accuracy Measures

MAPE 4,83392

MAD 0,04552

MSD 0,00310

Variable

Forecasts

95,0% PI

Actual

Fits

Grafik BOPO

Gambar 11 Trend Analysis BOPO Desember 2007-Februari 2011

Hasil Forecasting pada periode bulan ke 40 dengan nilai BOPO

sebesar 97,22% dari periode dasar Februari 2011 sebesar 88.16% atau

terjadi kenaikan sebesar 9,06%. Berdasarkan peramalan ini Bank Agro

terjadi kenaikan beban operasional kedepan yang berimplikasi pada

penurunan laba bank, oleh karena itu manajemen dapat mengambil

kebijakan strategis untuk mengendalikan beban operasional bank. BOPO

yang tinggi mencerminkan kondisi bank yang tidak efisien sehingga bank

BI = 80-90%

77

cenderung mengurangi penyaluran kredit untuk menghindari kerugian yang

lebih besar dan mengalihkan investasinya dalam surat berharga atau

obligasi.

4.2.7. Analisa EVA

Berdasarkan analisis dan perhitungan EVA yang telah dilakukan pada

Lampiran 5 nilai EVA yang sangat rendah bahkan negatif. Selama periode

bulan Desember 2007 – Desember 2008 nilai EVA Bank Agro hanya

sebesar Rp. 3.158.405 juta atau 0,133% dr 0,43%. Pada periode ini nilai

EVA bank positif karena Net Operational After Taxs (NOPAT) cukup

tinggi yaitu sebesar Rp.49.532 juta. Sementara akumulasi Invested Capital

sebesar Rp.36.844.104 dengan nilai Capital Charges sebesar Rp.3.158.405

juta. Nilai EVA pada periode ini mencerminkan kinerja bank memberikan

laba ekonomis kepada pemegang saham.

Hasil analisis tahun 2009 menunjukan nilai EVA negatif sebesar -

0,079% atau Rp. 2.163.042 dengan rata-rata pertumbuhan 0,23%. Kondisi

ini disebabkan perolehan NOPAT turun sebesar Rp.24.718 juta dengan

nilai invested capital Rp.31.089.987 juta. Sementara itu nilai Capital

Charges sebesar Rp. 2.243.779 juta atau pertumbuhan -1,81%. Kondisi ini

berlanjut tahun 2010 dimana nilai EVA negatif – 0,233% atau sebesar

Rp.2.163.042 juta . Nilai EVA yang rendah disebabkan Invested Capital

naik sementara NOPAT turun. Akumulasi pendapat operasional bersih

sebesar Rp.73.062 juta dan Invested Capital sebesar Rp.34.401.601 juta

dengan nilai Capital Charges sebesar Rp.2.236.104 juta.

Berdasarkan hasil analisis pada Lampiran 5 EVA yang tertinggi

berada pada periode Februari 2008 dengan total nilai EVA mencapai

Rp.264.016 juta sedangkan yang terendah berada pada periode September

2009 dengan nilai sebesar Rp.155.102 juta. Sedangkan untuk akumulasi

pendapat operasional bersih yang terbesar berada pada periode Desember

2010 dengan total pendapatan operasional bersih mencapai Rp. 20.018 juta

78

dan untuk akumulas pendapatan operasional bersih yang paling rendah

berada pada periode November 2008 dengan nilai sebesar Rp.42 juta.

Hasil analisis untuk pertumbuhan dari masing-masing indikator EVA

dan NOPAT dimana pertumbuhan tertinggi EVA terjadi pada periode

Januari 2008 sebesar 63,33% dan terendah pada bulan Januari 2011 sebesar

-100%. Sedangkan pertumbuhan pendapatan operasional bersih tertinggi

terjadi pada periode bulan Desember 2008 sebesar 7121,43% dan terendah

April 2010 sebesar -371,45%.

Penurunan laba ekonomis tersebut di atas dicerminkan oleh

pendapatan operasional bersih bank yang lebih rendah dibandingkan

dengan Capital Charges. Penurunan laba terlihat pada November 2009

sebesar Rp.42 juta di bandingkan Capital Charges sebesar Rp.240.733 juta,

hal yang sama juga terjadi pada Agustus 2009 sebesar Rp. 57 juta

sementara Capital Charges Rp.168.525 juta. Kontraksi laba yang signifikan

ini mencerminkan kinerja bank tidak memberikan nilai tambah ekonomis

kepada pemegang saham karena laba yang diperoleh lebih rendah dari nilai

equitas yang dikeluarkan, walaupun parameter yang digunakan oleh

Steward nilai EVA >0.

Kecenderungan nilai EVA yang rendah bahkan negatif

menggambarkan secara umum bahwa bahwa biaya equitas lebih besar dari

pada laba bersih yang diperoleh. Hal ini disebabkan tingginya persentase

biaya equitas (saham) yang disebabkan beberapa faktor yaitu; jumlah

earning per - share, devident growth, dan nilai pasar saham Agro yang

kurang diminati Investor. Laba/rugi persaham bank Agro tahun 2007 Rp.

2.35 juta, tahun 2008 sebesar Rp. 1.63 juta, tahun 2009 sebesar Rp.69 juta

dan tahun 2010 sebesar Rp.4.32 juta. Sejak tercatat di Bursa Efek Surabaya

perseroan baru pertama kalinya membayar dividen tunai kepada seluruh

pemegang saham hanya untuk tahun buku 2005 sebesar Rp. 5 per saham

dengan persentase dividen tunai terhadap laba bersih sebesar 44,33%.

Selanjunya sampai dengan tahun buku 2010 perseroan tidak pernah

membagikan dividen kepada pemegang saham.

79

Kebijakan strategis perseroan kedepan untuk menciptakan nilai

tambah ekonomis kepada pemegang saham adalah melalui peningkatan

laba bersih perusahaan, pengelolaan kegiatan operasional yang efisien

untuk meningkatkan rentabilitas yang optimal dan penguatan struktur

permodalan bank diatas 8% serta ekspansi kredit pada sektor yang

prospektif baik sektor Agribisnis maupun sektor retail dan pembiayaan

ekspor-import.

Index

EV

A

726456484032241681

0,0100

0,0075

0,0050

0,0025

0,0000

-0,0025

-0,0050

Moving Average

Length 5

Accuracy Measures

MAPE 100,716

MAD 0,002

MSD 0,000

Variable

Forecasts

95,0% PI

Actual

Fits

Grafik EVA

Gambar 12 Trend Analysis EVA Desember 2007-Februari 2011

Hasil analisis trend pada Gambar 12 dengan metode Moving Average

menunjukan adanya peningkatan. Hasil forecast bulan ke 40 karena data

terakhir 39 (Februari 2011) maka t (Maret 2011) nilai EVA sebesar

0.0026%. Tingkat kesalahan prediksi MAPE 100,716 dan MAD 0,002.

Hasil ini dapat memberikan indikasi nila EVA yang positif pada bulan

maret 2011, artinya bank dapat memberikan laba ekonomis kepada

pemegang saham.

EVA>0

80

Melihat besaran nilai peramalan pariode ke 40 sebesar 0,0026%

dibandingkan dengan periode dasar 39 Februari 2011 sebesar -0,371%

atau naik sebesar 0,368 basis poin, maka terdapat indikasi kenaikan trend

laba ekonomis yang diciptakan oleh Bank Agro kedepan. Hasil peramalan

yang positif ini dapat digunakan sebagai acuan untuk merumuskan

kebijakan perseroan dalam mempertahankan laba bersih bank dengan

mengendalikan business process bank secara prudent dengan

memanfaatkan peluang pertumbuhan pasar perbankan di Indonesia.

4.2.8. Analisa MVA

Pada Lampiran 5 nilai MVA Bank Agro Niaga periode Desember

2007 sampai dengan Oktober 2008, nampaknya tidak memberikan nilai

tambah pasar MVA, karena nilai MVA sama dengan nol. Penurunan nilai

EVA pada periode ini disebabkan pergerakan harga pasar saham bank

konstan pada angka Rp.235 perlembar sehingga selama periode ini tidak

ada trading saham Bank Agro di Bursa Efek Indonesia.

Kinerja MVA cenderung meningkat sepanjang Januari – Desember

2009. Selama periode ini nilai MVA sebesar Rp.225.541 juta atau sekitar

0,70%. Hal ini disebabkan terjadinya trading dengan jumlah lembar saham

yang ditawarkan sebanyak 148.342 lembar pada harga pasar Rp.239,

sementara harga nominal sebesar Rp.100 perlembar. Indikasi peningkatan

juga terjadi pada Januari – Desember 2010 nilai MVA sebesar

Rp.5.568.824 juta atau 0,61%. Kenaikan MVA disebabkan kenaikan

jumlah lembar saham yang dijual sebanyak 1.840.538 pada harga pasar

Rp.181 dan harga nominal Rp.100 perlembar yang mengakibatkan naiknya

Equity Market Value (EMV) sebesar Rp. 14.178.839 juta dan Equity Book

Value (EBV) sebesar Rp. 7.996.200. Hal ini menunjukkan, bahwa

ekspektasi pasar terhadap saham Bank Agro masih jauh diatas nilai

bukunya. Nilai MVA yang dihasilkan ini menjadi dasar untuk menilai

kesuksesan atau kegagalan perusahaan dalam menciptakan kekayaan bagi

pemegang saham karena perhitungan MVA memasukan nilai pasar dari

perusahaan yang merupakan nilai terpenting bagi shareholders.

81

Berdasarkan hasil analisis pada Lampiran 5, EMV yang tertinggi berada

pada periode Juli 2010 sebesar Rp.2.600.150, sedangkan yang terendah

berada pada periode Desember 2007 sampai dengan Oktober 2009 tidak

ada perdagangan saham yang dilakukan Bank Agro di Bursa Efek

Indonesia sehingga nilai EMV Rp.0. Sedangkan untuk EBV tertinggi

terjadi pada Juni 2010 sebesar Rp.1.485.800 dan terendah periode

Desember 2007 sampai dengan Oktober 2009 sebesar Rp.0. Sedangkan

nilai MVA tertinggi terjadi pada Juni 2010 sebesar Rp.1.161.942 dan

terendah periode Desember 2007 sampai dengan Oktober 2009 sebesar

Rp.0. Sementara itu, hasil analisis untuk pertumbuhan jumlah MVA

tertinggi terjadi pada periode April 2010 sebesar 173,53% dan terendah -

40,35% terjadi pada Maret 2010

Kondisi ini mencerminkan kinerja bank menurut persepsi investor

telah memberikan nilai tambah pasar kepada pemegang saham karena nilai

pasar bank lebih besar dari nilai bukunya. Implikasinya positif kepada

Investor/pemegang saham yang menanamkan modal nya di bank agro

ternyata menghasilkan kekayaan kepada mereka, dibandingkan mereka

malakukan investasi pada portofolio lain.

82

Index

MV

A

726456484032241681

1,0

0,8

0,6

0,4

0,2

0,0

Moving Average

Length 5

Accuracy Measures

MAPE 39,8074

MAD 0,1010

MSD 0,0308

Variable

Forecasts

95,0% PI

Actual

Fits

Grafik MVA

Gambar 13 Trend Analysis MVA Desember 2007 – Februari 2011

Hasil analisis trend Gambar 13 dengan metode Moving Average

menunjukan adanya peningkatan. Hasil forecast bulan ke 40 karena data

terakhir 39 (Februari 2011) maka t (Maret 2011) nilai MVA sebesar 0.628%.

Tingkat kesalahan prediksi MAPE 39,8074 dan MAD 0,1010. Hasil ini

dapat memberikan indikasi nila MVA yang positif pada bulan maret 2011,

artinya bank dapat memberikan nilai tambah pasar kepada pemegang saham.

Indikasi utama pencapaian positif tersebut terlihat jelas pada

peningkatan nilai peramalan MVA pariode ke 40 sebesar 0,628%

dibandingkan dengan periode dasar 39 Februari 2011 sebesar 0,41% atau

naik sebesar 0,218 basis poin, maka terdapat indikasi kenaikan trend nilai

tambah pasar yang diciptakan oleh Bank Agro kedepan. Hasil peramalan

yang positif ini dapat digunakan sebagai acuan untuk merumuskan kebijakan

perseroan dalam mempertahankan kinerja pasar bank dengan mengendalikan

business process.

MVA>0

83

4.2.9. Analisa Return Saham

Pada tahun 2007 kinerja return saham Bank Agro Niaga menunjukan

perkembangan yang konstan dari Januari hingga Oktober 2009 seperti

terlihat pada Lampiran 5. Harga saham ditawarkan oleh Bank Agro Niaga

sebesar Rp. 235 per saham dengan return 0 (nol). Kondisi ini memberikan

tekanan yang signifikan sebagaimana dilihat dari nilai return saham 0%

Desember 2008. Sejalan dengan kondisi harga saham pada periode

sebelumnya, maka kinerja return saham Bank Agro Niaga tidak

menunjukan hasil yang positif Januari - Desember 2009 dengan nilai return

saham –40 % harga saham diperdagangkan pada kisaran rata-rata Rp. 221

dengan jumlah lembar saham mencapai 5.501.000. Sementara itu,

perkembangan return saham Januari –Desember 2010 sebesar -0,10%

dengan harga saham diperdagangkan rata-rata Rp.179 per lembar mencapai

86.288.000 atau 21,43%. Selanjutnya periode Februari 2011 nilai return

saham kembali turun -8%.

Hal ini menggambarkan risiko yang terkait dengan pergerakan pasar,

atau ukuran risiko sistematis (systematic risk) perusahaan. Kondisi ini

praktis tidak memberikan return yang posisitif bagi investor. Secara umum

harga saham Bank Agro yang rendah ini menunjukan minat investor untuk

membeli saham sangat rendah karena volume saham yang diperdagangakan

hingga Februari 2011 hanya sebesar 6,712 lembar saham dengan nilai Rp.

1.004 milyar.

Berdasarkan hasil analisis pada Lampiran 5 jumlah lembar saham

yang tertinggi berada pada periode Juli 2010 sebanyak 14.858.000 lembar,

sedangkan yang terendah berada pada periode Desember 2007 sampai

dengan Oktober 2009 tidak ada perdagangan saham yang dilakukan Bank

Agro di Bursa Efek Indonesia. Sedangkan untuk return saham tertinggi

terjadi pada Juni 2010 sebesar 44% dan terendah Maret 2010 sebesar –

81%.

Hasil analisis untuk pertumbuhan dari masing-masing indikator

dimana pertumbuhan jumlah lembar saham terjadi pada periode Desember

2009 sebesar 581,39% dan terendah pada bulan November 2010 sebesar -

64%. Sedangkan pertumbuhan harga saham tertinggi terjadi pada periode

84

bulan Juni 2010 sebesar 44,03% dan terendah Mei 2010 sebesar -14,65%.

Nilai perbandingan kedua indikator diatas, maka dapat diketahui kinerja

tertinggi return saham terjadi pada bulan Januari 2011 sebesar 361,11%

dan terendah Oktober 2010 sebesar -1685,71%. Kondisi pada periode ini

menggambarkan adanya apresiasi pasar terhadap kinerja keuangan Bank

Agro Niaga yang disebabkan informasi akan di akuisisi oleh BRI.

Hasil analisis trend pada Gambar 14 dengan metode Moving

Average menunjukan adanya peningkatan. Hasil forecast bulan ke 40

karena data terakhir 39 (Februari 2011) maka t (Maret 2011) nilai return

saham sebesar 0,0926% dengan tingkat kesalahan prediksi MAPE

157,118 dan MAD 0,100. Hasil ini dapat memberikan indikasi nila return

saham yang positif pada bulan Maret 2011, artinya bank dapat memberikan

return positif kepada Investor.

Sementara itu, respon positif trend return saham terlihat pada

perubahan yang signifikan pada peramalan periode ke 40 sebesar 0,0926%

terjadi kenaikan sebesar 201,29% basis poin dibandingkan periode dasar

sebesar -201,20%. Perubahan yang signifikan ini menunjukan adanya

harapan adanya kenaikan return saham Bank Agro dimasa akan datang.

85

Index

Re

tu

rn

Sa

ha

m

726456484032241681

0,50

0,25

0,00

-0,25

-0,50

-0,75

Moving Average

Length 5

Accuracy Measures

MAPE 157,118

MAD 0,100

MSD 0,043

Variable

Forecasts

95,0% PI

Actual

Fits

Grafik Return Saham

Gambar 14 Trend Analysis Return Saham Desember 2007 – Februari 2011

4.3. Analisa Lingkungan Internal dan Eksternal Bank Agro

Setelah dilakukan penelitian terhadap postur kinerja Bank Agro

Niaga per Desember 2007-Februari 2011 berbasiskan rasio-rasio laporan

keuangan, profile kinerja Bank Agro Niaga, analisa EVA, MVA dan return

saham yang diciptakan, terdapat poin-poin penting yang dapat di simpulkan

dengan analisa SWOT sebagai berikut :

Return Saham >0

86

Tabel 2 Matrik IFE (Kekuatan) No Faktor Kekuatan Perusahaan Rating Bobot Skor Kode

1 Manajemen secara konsisten menerapkan Good Corporate Governance (GCG) sesuai peraturan Bank Indonesia 4 0,071567 0,29 S1

2 Bank memiliki segmen Captive Market Agro bisnis di Indonesia 4 0,059961 0,24 S2

3 Performance bank cukup baik setelah diakuisisi oleh Bank Rakyat Indonesia 3 0,052224 0,16 S3

4 Jaringan kantor pelayanan bank didukung oleh ketersediaan teknologi perbankan 3 0,056093 0,17 S4

5 Likuiditas pengelolaan aktiva produktive terjaga 3 0,054159 0,16 S5

6 Penerapan manajemen risiko dan mitigasi risiko sesuai peraturan Bank Indonesia 3 0,061896 0,19 S6

7 Memiliki SDM yang berusia muda dan potensial untuk dikembangkan 4 0,056093 0,22 S7

8 Biaya modal relatif rendah 3 0,044487 0,13 S8

9 Bank menjalin kerjasama Co- Financing dengan mitra bisnis 4 0,058027 0,23 S9

10 Bank mampu menjaga Net Performing Loan (NPL) di bawah 5% 4 0,054159 0,22 S10

Sumber : Data Primer diolah tahun 2012 4.3.1. Analisis Internal Factor Evaluation (IFE)

Dalam mengukur kekuatan Bank Agro dalam menjalankan bisnis

perbankan terkait dengan memperkuat bisnis lending dan funding serta jasa

transaksi perbankan diperlukan analisis menyeluruh terhadap kondisi

perbankan saat ini, sehingga manajemen bank dapat menetapkan strategi

pemasaran yang tepat dalam meningkatkan daya saing bank. Berikut ini

diuraikan indikator kunci yang menjadi kekuatan Bank Agro sebagai

berikut :

A. Kekuatan

Komponen kekuatan Bank Agro merupakan modal utama untuk

membangun daya saing pada pasar Perbankan di Indonesia. Kekuatan

dapat digunakan sebagai alternatif mengembangkan differensiasi dan

positioning untuk meraih peluang dan mengatasi ancaman. Berikut ini

beberapa indikator kekuatan yang dimiliki Bank Agro :

1. Manajemen secara konsisten menerapkan Good Corporate

Governance (GCG) sesuai peraturan Bank Indonesia NO.

8/4/PBI/2006, tanggal 5 Oktober 2006. Aspek-aspek GCG yang telah

diterapkan Bank Agro adalah ; menyempurnakan tugas dan

tanggungjawab direksi dan komisaris, melengkapi pelaksanaan tugas-

87

tugas komite melaksanakan Fungsi kepatuhan dilaksanakan sesuai

dengan PBI no 1/6/PBI/1999, penerapan fungsi audit intern dan dan

ekstern, prinsip kehati-hatian dalam penyedian dana kepada pihak

terkait dan debitur besar, transparansi dan akuntabilitas.

2. Bank memiliki kekuatan pada segmen Captive Market Agro bisnis di

Indonesia. Portofolio kredit Bank Agro sebagian besar antara (65%-

75%) disalurkan disektor bisnis, baik on farm seperti usaha

Perkebunan Kelapa Sawit, Perkebunan Teh, Tebu maupun Peternakan

Sapi dan on farm seperti Pengembangan Pabrik Pengolahan Kelapa

Sawit, Pembiayaan Perdagangan Gula hingga pembiayaan Ekspor

Import CPO, Kakao, Sapi dan Teh.

3. Performance bank cukup baik setelah diakuisisi oleh BRI. Bank

Agro menambah modal dengan cara di akuisisi oleh BRI dengan nilai

saham 88,65% senilai 3.030.239.023 lembar saham yang ditunjukan

dengan kenaikan harga saham Maret 2011 sebesar Rp.171/lembar

dengan value of share sebesar Rp.343.670 juta tertinggi sejak perode

Desember 2007.

4. Bank memiliki jaringan operasi sebanyak 7 (tujuh) kantor cabang dan

8 (delapan) kantor cabang pembantu yang yang dilengkapi ATM

sebanyak 19 buah tersebar di wilayah di Indonesia

5. Likuiditas pengelolaan aktiva produktif terjaga, hal ini dilihat dari

kinerja keuangan bank diakhir 2010 mencerminkan laba bersih Rp.

14.027 juta, laba rugi bersih per saham Rp. 4.320 juta, NPL 1,84%,

NPL gross 8,75%, Aset bersih Rp. 12.012 juta.

6. Penerapan manajemen risiko dan mitigasi risiko sesuai peraturan

Bank Indonesia. Bank Agro telah melakukan langkah-langkah

penyempurnakan pedoman kebijakan, strategi, ketentuan dan

peraturan Manajemen Risiko untuk mencapai tujuan atau sasaran

(goals) yang telah ditetapkan manajemen Bank, mereview dan

menyempurnakan atas usulan penetapan besarnya limit risiko dan

limit transaksi serta limit produk dan menerapkan sistem scoring

model untuk kredit konsumer/karyawan dan kredit multiguna.

88

Sedangkan untuk pengukuran risiko kredit korporasi, saat ini masih

dilakukan pengkajian dan perumusan atas kebutuhan sistem informasi

manajemen yang dibutuhkan, merumuskan dan membuat sistem

manajemen risiko yang memadai dan terintegrasi dengan core

banking system yang saat ini masih dilakukan pengkajian dan

perumusan atas kebutuhan sistem informasi manajemen yang

dibutuhkan dan melakukan sosialisasi rencana penerapan internal

credit models yang telah dikembangkan oleh Bank, sehingga dapat

dilaksanakan secara menyeluruh dan konsisten.

7. Memiliki SDM yang berusia muda dan potensial untuk

dikembangkan. Manajemen Bank Agro didukung oleh SDM

berkualitas dengan sistem penilaian risk based grading untuk

peningkatan prestasi dan budaya kerja disemua unit. Saat ini jumlah

karyawan mencapai 454 orang.

8. Biaya modal relatif rendah yang ditunjukan dengan rasio biaya

operasional dibandingkan dengan pendapatan operasional dibawah

ketentuan Bank Indonesia, untuk tahun 2010 sebesar 95,84% dan

tahun 2009 sebesar 97,98%. Sedangkan tingkat bunga acuan yang

ditetapkan bank cukup kompetitif sebesar sebesar 6,10% tahun 2010.

9. Bank Agro menjalin kerjasama Co-financing dengan LPEI untuk

pembayaran ekspor Agrobisnis senilai Rp. 169.520 milyar dan PT.

Permodalan Nasional Madani terkait kredit petani senilai Rp. 18.750

milyar.

10. Bank mampu menjaga Net Performing Loan (NPL) di bawah > 5%.

Tingkat kesehatan bank sebagai bagian dari penerapan praktik

pengelolaan Bank dengan kehati-hatian dapat dikelola dengan baik.

Kredit bermasalah bersih (NPL) terbukti dapat dipertahankan sebesar

1,84%, tahun 2010 4,47% tahun 2009 dan 3,36% tahun 2008 di

bawah NPL maksimal arahan Bank Indonesia sebesar 5%.

89

Tabel 3. Matriks IFE (Kelemahan) No Faktor Kelemahan Perusahaan Rating Bobot Skor Kode

1 Bank Agro belum dikenal luas oleh pasar (brand marketable) 2 0,058027 0,12 W1

2 Pengembangan kantor cabang baru di seluruh Indonesia 2 0,069632 0,14 W2

3 Efektifitas fungsi intermediasi untuk menjaga tidak terjadinya undisbursed loan 2 0,058027 0,12 W3

4 Inovasi produk baru yang ditawakan ke pasar dalam tiga tahun terakhir ini 1 0,059961 0,06 W4

5 Cara berkomunikasi dengan masyarakat melalui promosi produk, iklan, brosur, media on-line. 1 0,061896 0,06 W5

6 Kecukupan mekanisme Internal kontrol yang dimiliki bank 2 0,061896 0,12 W6

7 Kemampuan bank untuk memperoleh akses kepada pasar uang,pasar modal dan sumber pendanaan lain 1 0,061896 0,06 W7

Total Skor Kekuatan + Kelemahan 1 2,68 Sumber : Data Primer diolah (2012)

Mengukur kelemahan Bank Agro dalam menjalankan bisnis perbankan

terkait dengan memperkuat bisnis lending dan funding serta jasa transaksi

perbankan diperlukan analisis menyeluruh terhadap kondisi perbankan saat

ini, sehingga manajemen bank dapat menetapkan strategi pemasaran yang

tepat dalam meningkatkan daya saing bank. Berikut ini diuraikan indikator

kunci yang menjadi kelemahan Bank Agro sebagai berikut :

A. Kelemahan

Beberapa aspek penting berikut ini merupakan indikator yang dapat

dijadikan parameter untuk mengukur kelemahan Bank Agro yaitu;

1. Bank Agro belum dikenal luas oleh pasar (brand marketable). Perseroan

baru memiliki jaringan operasi sebanyak 7 (tujuh) kantor cabang dan 8

(delapan) kantor cabang pembantu yang tersebar diwilayah Jakarta,

Tangerang, Surabaya, Medan, Pekan baru, Bandung, Semarang dan

Balikpapan. Jumlah kantor cabang yang masih terbatas ini menyebabkan

Bank Agro belum dikenal luas di Masyarakat. Selain itu, kurangnya

promosi yang dilakukan bank selama ini menyebabkan masyarakat

belum terbiasa bertransaksi melalui fasilitas yang dimiliki bank Agro.

Demikian juga dalam hal tabungan, deposito dan giro. Indikasi tersebut

dapat dilihat dari pertumbuhan pangsa pasar bank cukup kecil

dibandingkan rata-rata industrinya seperti giro tumbuh 0,09%, tabungan

0,02%, deposito 0,19%, modal kerja 0,10% dan konsumsi 0,11%.

90

2. Pengembangan kantor cabang baru di seluruh Indonesia. Belum ada

rencana aksi korporasi untuk menambah jaringan kantor Bank Agro

sejak tahun 2010 masih berjumlah 21 kantor cabang dengan jumlah

fasilitas ATM sebanyak 26 unit, kecuali adanya rencana pembukaan

kantor cabang pembantu ke wilayah Jambi.

3. Efektifitas fungsi intermediasi untuk menjaga tidak terjadinya

undisbursed loan. Kebanyakan perseroan menempatkan dana pada pasar

uang antar bank (PUAB) untuk meminimalisasi biaya dana yang timbul

sebagai akibat dana yang belum disalurkan ke kredit dan mengambil

kesempatan trading untuk mendapatkan keuntungan spread/margin.

Kebijakan ini menimbulkan lemahnya fungsi intermediasi bank dalam

penyaluran kredit dimana tahun 2010 kredit modal kerja tumbuh 0,10%,

konsumsi 0,11% sementara rata-rata industri mencapai > 10,6%.

Sementara suku bunga rata-rata tahunan selama tahun berjalan adalah

sebesar 4,00%-8,00% untuk deposito on call dan 2,09% - 11% untuk

deposito berjangka

4. Inovasi produk baru yang ditawakan ke pasar dalam tiga tahun terakhir

sangat kurang dibandingkan rata-rata industri. Sepanjang tahun 2010

bank terlalu berfokus pada portofolio kredit Agrobisnis mencapai 65% -

75%, sementara usaha pengembangan produk baru untuk sasaran dunia

usaha atau kredit korporasi dan retail kurang diminati. Demikian juga

produk funding masih terbatas pada deposito, giro dan tabungan

sementara pemanfaatan layanan taransaksi bank masih kurang hal ini

dilihat dari pendapatan bersih bank non bungan masih rendah dimana

tahun 2009 hanya tumbuh 5,01% dibandingan rata-rata industri 23,57%.

5. Tehnik berkomunikasi dengan masyarakat melalui promosi produk,

iklan, brosur, media on-line. Strategi marketing komunikasi bank belum

maksimal dilihat dari intensitas promosi produk, iklan, brosur maupun

media on-line. Berdasarkan hal ini Bank Agro belum memanfatkan

teknologi yang semakin maju dalam menunjang pelayanan bank seperti

layanan perbankan yang dapat diakses dengan mudah melalui internet

dan ponsel untuk menjawab kebutuhan nasabah yang dalam

91

keseharianya mengutamakan fleksibilitas, kecepatan dan keamanan

untuk bertransaksi 24 jam dimanapun mereka berada. Brand positioning

bank juga belum kelihatan untuk di promosikan kepada masyarakat

melalui mobile banking sebagai upaya terobosan strategi promosi untuk

meningkatkan potensi pasar pengguna e-banking yang masih terbuka

lebar.

6. Kecukupan mekanisme Internal kontrol yang dimiliki bank. Manajemen

Bank Agro masih terus meningkatkan kemampuan dalam memperbaiki

internal kontrol sebagai wujud penerapan GCG. Penerapan fungsi audit

internal yang belum berjalan maksimal di bank terkait dengan macro risk

assessment terhadap aspek pemantauan dan pengendalian kredit existing.

Selama ini pemantauan dan pengendalian hanya dikantor pusat saja,

sementara untuk kantor cabang hanya sistem sampling saja untuk debitur

plafon besar.

7. Kemampuan bank untuk memperoleh akses kepada pasar uang, pasar

modal dan sumber pendanaan lain. Sumber pendanaan bank yang berasal

dari penjualan saham masih rendah karena harga saham bank kurang

diminati investor range harga saham rata-rata masih dibawah Rp.300 /

lembar saham bahkan tidak ada trading selama Desember 2007 sampai

dengan Oktober 2009 sehingga sumber pendanaan dari penjualan saham

tidak signifikan. Selama ini sumber dana yang dipakai perseroan berasal

dari akuisisi oleh BRI tahun 2010, fasilitas pinjaman dari Bank

Indonesia untuk membiayai kredit koperasi dari nasabah bank serta

penerbitan obligasi.

Berdasarkan hasil analisis internal, telah teridentifikasi sebanyak 10

indikator kekuatan dan tujuh indikator kelemahan Bank Agro. Jumlah

responden yang diminta mengisi kuesioner 1 (satu) orang yaitu kepala bagian

pengembangan produk dan riset pasar. Hasil analisis skoring kuesioner

sebesar 2,68. Hasil tersebut menunjukan secara internal Bank Agro memiliki

kemampuan untuk mengembangkan bisnis perbankan kedepan dengan

berfokus pada pertumbuhan Core Business yang dijalankan saat ini pada

segmen Captive Market, yaitu berhubungan dengan sektor Agrobisnis.

92

Kekuatan yang dimiliki Bank Agro dengan nilai tertinggi pada

indikator kemampuan manajemen secara konsisten menerapkan GCG sesuai

peraturan Bank Indonesia dengan nilai 0,29. Nilai terendah faktor kekuatan

adalah kemampuan Likuiditas pengelolaan aktiva produktif sebesar 0,16.

Sedangkan kelemahan Bank Agro berdasarkan analisa IFE yang tertinggi

adalah pengembangan kantor cabang baru diseluruh Indonesia dengan nilai

0,14 sedangkan faktor kelemahan dengan nilai terendah adalah Inovasi

produk baru yang ditawakan ke pasar dalam tiga tahun terakhir ini. Cara

berkomunikasi dengan masyarakat melalui promosi produk, iklan, brosur,

media on-line dan kemampuan bank untuk memperoleh akses kepada pasar

uang, pasar modal dan sumber pendanaan lain masing – masing dengan nilai

0,06%.

4.3.2. Analisis Eksternal Factor Evaluation (EFE)

Kajian faktor eksternal terdiri dari 10 (sepuluh) indikator yang dinilai

menjadi peluang pertumbuhan bisnis Bank Agro Niaga terdiri atas peluang

10 (sepuluh) indikator dan ancaman sebanyak 9 (smbilan) indikator seperti

terlihat pada Tabel 5 berikut ini :

Tabel 5 Matriks EFE (Peluang) No Faktor Peluang Perusahaan Rating Bobot Skor Kode

1 Luasnya pasar Agrobisnis di Indonesia 4 0,061350 0,25 O1

2 Trend Pertumbuhan ekonomi yang positif dalam lima tahun terakhir ini 3 0,058282 0,17 O2

3 Potensi pembiayaan kredit Agrobisnis meningkat 4 0,050613 0,20 O3

4 Meningkatnya potensi investor asing dan domestik pada industri Agrobisnis 3 0,052147 0,16 O4

5 Regulasi dan kebijakan perbankan yang kondusif 4 0,059816 0,24 O5

6 Melemahnya kondisi pasar keuangan global akibat krisis di Amerika dan Eropa 4 0,049080 0,20 O6

7 Ekspektasi stakeholders terhadap manajemen organisasi tinggi 3 0,049080 0,15 O7

8 Tingginya suku bunga kredit perbankan 3 0,055215 0,17 O8

9 Prioritas kebijakan pemerintah dibidang energi dan ketahanan pangan 3 0,050613 0,15 O9

10 Peningkatan akses kredit UMKM melalui lembaga penjaminan kredit daerah (LPKD) 3 0,047546 0,14 O10

Sumber : Data Primer diolah tahun 2012

Hasil identifikasi alisisis EFE berdasarkan hasil kuesioner berikut ini dijelaskan

indikator peluang dan ancaman yang teridentifikasi sebagai berikut:

93

A. Peluang

1. Luasnya pasar Agrobisnis di Indonesia dilihat dari potensi geografis

meliputi Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Lampung, Nusa Tenggara

Timur, Jambi, Jawa Barat, Papua, Maluku dan Aceh. Sedangkan untuk

sektor korporasi sangat terbuka untuk bekerjasama dengan Perusahan

seperti Group Sampoerna Agro, Grup Rajawali, Group Gunung Sewu,

Group Jarum, Indofood Sukses Makmur, Asia Agri, Astra Agro, Sinar

Mas, Davomas Abadi, Budi Acid Jaya, Tunas Baru lampung, Sorini Asia

Agro Corporation, Group Incasi Raya Musim Mas, PT.London Sumatera,

Group Para dan lain-lain

2. Trend Pertumbuhan ekonomi yang positif dalam lima tahun terakhir ini

dimana tahun 2011 mencapai 6,1% dan diperkirakan tahun 2012 mencapai

6,5% merupakan pondasi untuk menciptakan peluang bisnis. Disamping

itu, pertumbuhan sektor riel yang cukup tinggi mendorong peningkatan

ekspansi kredit perbankan tahun 2010 mencapai 22,80%, dan tahun 2011

24,64% dan 2012 diproyeksi meningkat sebesar 27%. (BPS, 2011)

3. Pertumbuhan potensi pembiayaan kredit Agrobisnis meningkat dimana

trend kredit sektor pertanian, perkebunan dan sarana pertanian terus

meningkat, tahun 2011 mencapai 11,62%, dapat dimanfaatkan oleh Bank

Agro untuk meningkatkan pembiayaan kredit. Sebagai pondasi untuk

melakukan ekspansi usaha kedepan selain pertumbuhan kredit juga

adanya peluang Indonesia sebagai negara penghasil utama CPO dengan

total produksi mencapai 20,7 juta ton dengan nilai ekspor CPO mencapai

U$$13 milyar. Potensi lain yang dapat dimanfaatkan adalah akselarasi

kebijakan Pemerintah mendorong investasi sektor Agribisnis sebagai

driver ketahanan pangan dan energi nasional. Sementara itu proyeksi

kebutuhan investasi pertanian sebesar Rp 1.360, 6 trilyun (PMDN 73%

dan PMA 27%). Target kebutuhan investasi swasta pada tahun 2012

diharapkan dapat mencapai Rp 56,28 trilyun dari investor asing (PMA)

dan Rp 144,42 trilyun investor dalam negeri (PMDN).

94

4. Meningkatnya potensi investor asing dan domestik pada industri

Agrobisnis Nilai kapitalisasi saham sektor agribisnis tercatat naik tertinggi

secara year to date sebesar 18,98% menjadi Rp 125,18 triliun per 22 Juni

2011, dibandingkan akhir 2010 yang tercatat Rp 105,23 triliun. Analis

memprediksi nilai kapitalisasi sektor agribisnis berpotensi bisa lebih besar

jika perusahaan-perusahaan perkebunan nasional mencatatkan saham di

Bursa Efek Indonesia. Kondisi ini dimanfaatkan oleh Investor asing untuk

menanamkan modalnya di Indonesia pada sektor Agrobisnis sektor

pangan dan perkebunan di Tanah Air pada 2011 mencapai Rp8,3 triliun

penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing sebesar

US$1 miliar. (Kementrian Pertanian 2012).

5. Regulasi dan kebijakan perbankan yang kondusif untuk mendorong

perbankan nasional melaksanakan fungsi intermediasi secara efektif.

Disamping itu juga BI menjaga stabilitas makro ekonomi dengan

pengendalian suku bunga acuan bank, (SBI), inflasi dan nilai tukar yang

cukup stabil. Kondisi ini dapat dimanfaatkan oleh Bank Agro untuk

menjalankan bisnis perbankan.

6. Melemahnya kondisi pasar keuangan global akibat krisis di Amerika dan

Eropa. Krisis Eropa ternyata mulai mempengaruhi perbankan nasional.

Pengaruh tersebut berasal dari nasabah bank yang terkait langsung dengan

ekspor Agrobisnis Eropa. Bank yang nasabahnya memiliki hubungan

dagang dengan Yunani, Spanyol, dan negara Eropa lainnya mulai

terganggu. Investor asing dari sejumlah negara melakukan sorted dan

penarikan dana investasi valuta asing.

7. Ekspektasi stakeholders terhadap manajemen organisasi tinggi. Bank

Agro setelah diakuisisi oleh Bank Rakyat Indonesia dengan penyertaan

saham sebesar 79,80% dan DAPENBUN 14,00% memberikan dukungan

yang kuat terhadap penambahan modal bank, sehingga menimbulkan

ekspektasi yang cukup tinggi terhadap kinerja Perseroan dimasa akan

datang. Implikasi dari kebijakan ini adalah naiknya harga saham bank

95

Oktober 2010 sebesar Rp.210 persaham dengan volume trading mencapai

Rp.26.211 juta.

8. Tingginya suku bunga kredit perbankan masih sekitar 12 persen,

sementara di luar negeri suku bunga kredit rata-rata 3-4 persen. Kondisi ini

berbanding terbalik dengan Penurunan BI Rate menjadi 5,75 persen

semestinya harus diikuti dengan penurunan bunga kredit perbankan.

Penurunan ini penting untuk mendorong pertumbuhan usaha kecil dan

menengah sehingga masing-masing bank dapat menetapkan suku bunga

kompetitif termasuk Bank Agro.

9. Prioritas kebijakan pemerintah dibidang energi dan ketahanan pangan

yang telah dirumuskan dalam Peraturan Pemerintah No 68 tahun 2001

menekankan prioritas ketahanan pangan dan energi nasional akan

mendorong kenaikan pembiayaan investasi angan dan energi yang dapat

dibiyai oleh Bank Agro.

10. Peningkatan akses kredit UMKM melalui Lembaga Penjaminan Kredit

Daerah (LPKD). Potensi peningkatan kredit UKMK (kredit usaha mikro,

usaha kecil dan menengah) Triwulan IV 2010 mencapai Rp.332.600

triliun dan Triwulan I 2011 sebesar Rp.15.700 triliun dengan net ekspansi

perbankan mencapai Rp.332.600 triliun tahun 2010 dan 2011 mencapai

Rp.58.190 triliun. Sedangkan potensi kredit MKM tahun 2010

berdasarkan plafon kredit sebesar Rp.193.700 triliun dan tahun 2011

mencapai Rp.48.949.320 juta. Potensi ini dapat dimanfatkan oleh Bank

Agro untuk meningkatkan kredit UMKM karena baru dimanfaatkan

sebesar 37,04% atau Rp.1.965.681 juta tahun 2009 (Bank Indonesia

2011).

96

Tabel 6 Matriks EFE (Ancaman)

No Faktor Ancaman Perusahaan Rating Bobot Skor Kode

1 Kompetisi yang ketat antar perbankan 2 0,053681 0,11 T1

2 Meningkatnya pangsa pasar bank BUMN dalam pembiayaan kredit Agrobisnis 2 0,050613 0,10 T2

3 Ketatnya persyaratan Bank Indonesia tentang ketentuan modal inti (tier1) 3 0,053681 0,16 T3

4 Nasabah belum sepenuhnya memahami manfaat dan risiko produk Bank Agro. 2 0,062883 0,13 T4

5 Pertumbuhan kredit perbankan nasional meningkat 3 0,055215 0,17 T5

6 Praktek transfer pricing bank-bank swasta 2 0,047546 0,10 T6

7 Meningkatnya kepemilikan asing di Perbankan 2 0,050613 0,10 T7

8 Mahalnya investasi teknologi Perbankan 3 0,050613 0,15 T8

9 Potensi pertumbuhan produk jasa keuangan akibat pergeseran demografi (kelas menengah baru) 2 0,041411 0,08 T9

Total Peluang +Ancaman 1 2,91 Sumber : Data primer diolah (2012)

Hasil identifikasi alisisis EFE berdasarkan hasil kuesioner berikut ini

dijelaskan indikator ancaman yang teridentifikasi sebagai berikut:

B. Ancaman

Hasil kajian faktor eksternal yang menjadi potensi ancaman bagi Bank Agro

dapat teridentifikasi beberapa indikator sebagai berikut ;

1. Kompetisi yang ketat antar perbankan. Berdasarkan data Bank Indonesia

jumlah bank yang beroperasi di Indonesia terdiri dari Bank umum swasta

nasional non devisa yang mencapai 29 bank dari total Bank umum

lainnya termasuk Bank Asing 165 Bank. Kondisi pasar yang semakin

kompetitif, menyebabkan Bank Umum Swasta Nasional non devisa

menghadapi persaingan yang sangat ketat dan merupakan ancaman bagi

Bank Agro Niaga.

2. Meningkatnya pangsa pasar bank BUMN dan dalam pembiayaan kredit

UMKM Agrobisnis. Pada tahun 2011 Bank BNI dan BRI memberikan

total pembiayaan kredit modal kerja untuk memperkuat sektor Agrobisnis

khususnya BUMN Perhutani masing – masing mencapai Rp.10 triliun.

Kondisi ini akan memperkecil peluang Bank Agro bersaing dalam skema

penyaluran kredit.

97

3. Ketatnya persyaratan Bank Indonesia tentang ketentuan modal inti

(tier1). Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No.9/12/PBI/2007 tentang

pesyaratan rasio kecukupan modal bank minimum 8% atau senilai Rp.100

milyar berimplikasi pada kemampuan bank mencari tambahan modal inti

untuk memperkuat tingkat likuiditas bank termasuk Bank Agro.

4. Nasabah belum sepenuhnya memahami manfaat dan risiko produk Bank

Agro. Reputasi brand Bank Agro belum dikenal luas oleh masyarakat di

Indonesia sehingga masyarakat belum terbiasa menyimpan,meminjam

dan bertransaksi melalui Bank Agro. Disamping itu juga, jenis produk

yang ditawarkan belum sepenuhnya dipahami masyarakat.

5. Potensi pertumbuhan kinerja kredit perbankan nasional tahun 2010 terus

meningkat sebesar 22,80%, DPK 18,54%, dan laba meningkat 26,75%.

Periode Maret 2011 Kredit 24,64% DPK 18,64% dan Laba 20,73%.

Kondisi ini akan mendukung pertumbuhan kinerja Bank Agro karena

potensi pasar perbankan nasional yang terus meningkat seiring dengan

stabilnya pertumbuhan makro ekonomi.

6. Praktek transfer pricing bank-bank swasta. Adanya perbedaan tarif pajak

di berbagai negara telah mendorong perbankan asing melakukan

penghematan pajak melalui akuisisi bank di negara yang tarif pajaknya

rendah. Disisi lain, banyak perbankan di Indonesia sedang menghadapi

masalah transfer pricing karena diduga melakukan penghematan pajak

melalui praktek transfer pricing.

7. Meningkatnya kepemilikan asing di Perbankan. Data Bank Indonesia, per

Februari 2011 terdapat empat bank persero, 36 bank umum swasta

nasional (BUSN) devisa, 31 BUSN nondevisa, 26 bank pembangunan

daerah, 14 bank campuran, dan 10 bank asing. Kredit yang dikucurkan

bank asing mencapai Rp.117,057 triliun per Februari 2011. Dana pihak

ketiga yang dihimpun sebesar Rp.127.249 triliun. Total aset 10 bank

asing sebesar Rp.228.171 triliun.

98

8. Mahalnya investasi teknologi Perbankan. Investasi teknologi perbankan

untuk meningkatkan layanan perbankan membutuhkan sedikitnya biaya

25% dari belanja modal (cost of capital) hal ini memberatkan perbankan.

Kemajuan teknologi juga mempengaruhi tinggi-rendahnya biaya

operasional suatu bank. Membangun infrastruktur teknologi untuk cabang-

cabang Bank Agro biayanya besar.

9. Potensi pertumbuhan produk jasa keuangan akibat pergeseran demografi

(kelas menengah baru). Pada 2010 kelas menengah Indonesia mencapai

134 juta jiwa atau 56,5% . Menurut studi Bank Dunia, kalangan kelas

menengah dengan pendapatan US$6-US$10 atau Rp.2,6-5,2 juta

perbulan 5% serta golongan menengah berpendapatan US$10-US$2 atau

Rp. 5,2 – Rp. 6 juta perbulan atau 1,3%. Kondisi ini akan mendorong

naiknya konsumsi dan saving. Namun kedepannya, akan menjadi sumber

pembiayaan pembangunan melalui pasar keuangan seiring meningkatnya

pendapatan karena Sektor keuangan sangat terkait dengan peningkatan

kelas menengah.

Peluang pasar yang dimiliki Bank Agro dengan nilai tertinggi pada

indikator luasnya pasar pasar Agrobisnis di Indonesia dengan nilai 0,25.

Nilai terendah faktor kekuatan adalah Ekspektasi stakeholders terhadap

manajemen organisasi dan prioritas kebijakan pemerintah dibidang energi

dan ketahanan pangan masing-masing sebesar 0,15. Sedangkan faktor

ancaman Bank Agro berdasarkan analisa IFE yang tertinggi adalah tingginya

suku bunga kredit perbankan dengan nilai 0,17 sedangkan faktor kelemahan

dengan nilai terendah adalah melemahnya kondisi pasar keuangan global

akibat krisis di Amerika dan Eropa dengan nilai 0,08%.

4.4. Penentuan Posisi Bank Agro Niaga

Penentuan posisi Bank Agro Niaga didasarkan pada analisis total skor

faktor internal dan faktor eksternal dengan menggunakan model Internal –

Eksternal matriks. Berdasarkan Internal – Eksternal matriks dengan nilai

99

total skor untuk IFE = 2,91 dan EFE = 2,68. Berikut ini tabel Matrik IFE dan

EFE.

Kuat Rata-Rata Lemah 4,0 3,0 2,68 2,0 1,0

Gamba 15 Matriks Internal-External (IE)

Pada Gambar 15 analisis internal-eksternal matriks posisi Bank Agro

Niaga berada pada skor nilai rata-rata dibawah 3,00 dengan nilai IFE 2,68

artinya Bank Agro berada pada strategi pertumbuhan dengan konsentrasi dan

fokus pada Core Business yang dijalankan saat ini pada segmen Captive

Market, dan hasil analisis eksternal dengan skor tinggi dibawah 3,00 atau

EFE = 2,91. Artinya dapat memanfaatkan kestabilan lingkungan eksternal

dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki secara internal.

Berdasarkan hasil penilaian IFE-EFE nampaknya bahwa strategi Bank

Agro Niaga adalah menggunakan strategi pertumbuhan dengan

memanfaatkan lingkungan eksternal yang cukup stabil. Untuk memperkuat

pertumbuhan Bank Agro kedepan dapat melakukan penerbitan obligasi

untuk meningkatkan sktruktur permodalan sesuai ketententuan Bank

Indonesia hingga mencapai Rp. 100 milyar, walaupun saat ini Bank Agro

telah di jual sahamnya kepada Bank Rakyat Indonesia sebesar Rp.

3.030,239,023 lembar saham atau 88,65% dari seluruh saham yang

Tinggi

3,0

Menengah

2,0

Total Skor Strategi Eksternal

Total Skor Strategi Internal

2,91 Bank Agro

100

ditempatkan, mengingat rasio kecukupan modal bank baru mencapai 14,42%

tahun 2010 dari 19,63 % tahun 2009.

Strategi pertumbuhan ke depan perseroan dapat meningkatkan

kerjasama dengan Group Sampoerna Agro, Grup Rajawali, Group Gunung

Sewu, Group Jarum, Indofood Sukses Makmur, Asia Agri, Astra Agro, Sinar

Mas, Davomas Abadi, Budi Acid Jaya, Tunas Baru lampung, Sorini Asia

Agro Corporation, Group Incasi Raya Musim Mas, PT.London Sumatera,

Group Para dan lain-lain. Strategi Bank Agro Niaga diarahkan pada strategi

pertumbuhan dengan diferensiasi produk, brand equity, penggunaan

teknologi baru, perluasan captive market untuk mendapatkan market share

yang kuat.

4.5. Pemilihan Marketing Strategik Planning

Penentuan alternatif strategi yang sesuai dengan kebutuhan Bank Agro

Niaga adalah untuk memperkuat pertumbuhan perusahaan dimasa akan

datang adalah dengan cara membuat matriks SWOT. Analisa SWOT

dibangun berdasarkan hasil analisis (self assesment) data-data sekunder

maupun primer dari penilaian faktor-faktor strategis baik faktor eksternal

maupun internal yang terdiri dari faktor peluang,ancaman,kelemahan dan

kekuatan yang dimiliki Bank Agro Niaga. Berdasarkan SWOT analisis

tersebut dapat disusun empat startegi utama yaitu: SO, WO, ST dan WT

unsur detailnya dapat dilihat pada Gambar 7. Masing-masing strategi ini

memiliki karakteristik tersendiri dan hendaknya dalam implementasi strategi

(execution strategic) dilaksanakan secara simultan oleh seluruh jajaran

manajemen bank.

Adapun strategi yang digunakan oleh bank dengan mengoptimalkan

kekuatan yang dimiliki untuk memanfaatkan peluang yang ada (Strategi SO)

terdiri dari : (1). Melakukan repositioning Bank sebagai Captive Market Agro

bisnis untuk meningkatkan competitiveness, (2) menciptakan variasi produk

sesuai dengan skeman pasar agrobisnis untuk memperluas size bisnis, (3)

meningkatkan linkage program untuk penyaluran kredit investasi, (4)

meningkatkan HRD Competency. Sedangkan Strategi meminimalisir

kelemahan untuk memanfaatkan peluang terdiri dari; (1) Quality Service

101

dengan membuka kantor cabang baru untuk meningkatkan pelayanan. (2)

memperkuat struktur modal bank. (3) memperbaiki kualitas bisnis proses.

Selanjutnya strategi mengoptimalkan kekuatan untuk mengurangi

ancaman yang dihadapi oleh bank (strategi ST) terdiri dari; (1). memperkuat

implementasi GCG dan manajemen risiko. (2) menerapkan suku bunga

kompetitif. (3) mengembangkan kerjasama promosi dengan mitra strategis.

Sementara itu, strategi untuk mengurangi kelemahan dalam meminimalisir

ancaman adalah; (1) membangun Brand Equity. (2) mengelola cash flow

secara lebih baik. (3) meningkatkan value of share di pasar modal

102

Tabel 7. Matriks SWOT IFE EFE

KEKUATAN (S) 1. Manajemen konsisten

menerapkan Good Corporate Governance (GCG) sesuai peraturan BI (S1)

2. Bank memiliki kekuatan pada segmen Captive Market Agro bisnis (S2)

3. Performance bank cukup baik setelah diakuisisi oleh BRI (S3)

4. Jaringan kantor pelayanan bank didukung oleh ketersediaan teknologi perbankan (S4)

5. Likuiditas pengelolaan aktiva produktive terjaga (S5)

6. Penerapan manajemen risiko dan mitigasi risiko sesuai peraturan BI (S6)

7. Memiliki SDM yang berusia muda dan potensial untuk dikembangkan (S7)

8. Biaya modal relatif rendah (S8) 9. Bank Agro menjalin kerjasama

Co- Financing dengan mitra bisnis (S9)

10. Bank mampu menjaga Net Performing Loan (NPL) di bawah > 5% (S10)

Kelemahan ( W) 1. Bank Agro belum dikenal luas

oleh pasar (brand marketable) (W1)

2. Pengembangan kantor cabang baru di seluruh Indonesia (W2)

3. Efektifitas fungsi intermediasi untuk menjaga tidak terjadinya undisbursed loan (W3)

4. Inovasi produk baru yang ditawakan ke pasar dalam tiga tahun terakhir ini (W4)

5. Cara berkomunikasi dengan masyarakat melalui promosi produk, iklan, brosur,media on-line.(W5)

6. Kecukupan mekanisme Internal kontrol yang dimiliki bank (W6)

7. Kemampuan bank untuk memperoleh akses kepada pasar uang,pasar modal dan sumber pendanaan lain (W7)

Peluang (O) 1. Luasnya pasar Agrobisnis di Indonesia (O1) 2. Trend Pertumbuhan ekonomi positif (O2) 3. Potensi bisnis pembiayaan kredit Agrobisnis

meningkat (O3) 4. Meningkatnya potensi investor asing dan

domestik industri Agrobisnis (O4) 5. Regulasi dan kebijakan perbankan yang kondusif

(O5) 6. Potensi pertumbuhan produk jasa keuangan

akibat dari pergeseran demografi (06) 7. Ekspektasi stakeholders terhadap manajemen

organisasi tinggi (O7) 8. Pertumbuahan kredit perbankan nasional

meningkat (08) 9. Prioritas pemerintah dibidang energi dan

ketahanan pangan (09) 10. Peningkatan akses kredit UMKM melalui LPKD

(010)

Strategi S-O: 1. Melakukan repositioning Bank

sebagai Captive Market Agro bisnis untuk meningkatkan competitiveness (S1-O2), (S3-O1), (S8 – O4)

2. Menciptakan variasi produk sesuai dengan skeman pasar agrobisnis untuk memperluas size bisnis (S2- O5), (S6 – O8), (S10 – O3)

3. Meningkatkan lingkage program untuk penyaluran kredit investasi (S9-O10 ), (S4- O6), (S5-O9)

4. HRD Competency (S7-O7)

Strategi W-O : 1. Quality Service dengan

membuka kantor cabang baru untuk meningkatkan pelayanan (W1- O3), (W2-01), (W7-O9), (W5-O10)

2. Memperkuat struktur modal bank (W3-O6), (W4 – O8), (W7-O4)

3. Memperbaiki kualitas bisnis proses (W6-O5), (W2-O2), (W3-O7)

Ancaman (Treaths) 1. Kompetisi yang ketat antar perbankan (T1) 2. Meningkatnya pangsa pasar bank BUMN dalam

pembiayaan kredit Agrobisnis (T2) 3. Ketatnya persyaratan BI tentang ketentuan modal

inti (T3) 4. Nasabah belum memahami manfaat dan risiko

produk Bank Agro.(T4) 5. Tingginya suku bunga kredit perbankan (T5) 6. Praktek transfer pricing bank-bank swasta (T6) 7. Meningkatnya kepemilikan asing di Perbankan

(T7) 8. Mahalnya investasi teknologi Perbankan (T8) 9. Melemahnya kondisi pasar keuangan global

akibat krisis di Amerika dan Eropa (T9)

Strategi S-T 1. memperkuat implementasi Good

Corporate Gorvanance (GCG) dan manajemen risiko (S1-T3), (S5-T8), (S6-T4)

2. Menerapkan suku bunga kompetitif (S8 – T5), (S2 – T6), (S3 – T7), (S4 – T1), (S10 – T9)

3. Mengembangkan kerjasama promosi dengan mitra strategis (S9 – T2), (S7 – T6),

WT Strategi 1. Membangun Brand Equity

(W1 – T3), (W3 – T5), (W6 – T1), (W5-T4)

2. Mengelola cash flow secara lebih baik (W6 – T8), (W3-T6)

3. Meningkatkan value of share di pasar modal (W7 – T9), (W6 – T2), (W4 – T7)

Sumber : Data Primer diolah (2012)

103

4.6. Analisa SPACE Matriks

Dalam rangka melihat posisi Bank Agro, analisis Space Matrix

digunakan untuk melihat posisi dan arah pengembangan strategi bank

selanjutnya. Berdasarkan analisis Space Matrix tersebut dapat terlihat dengan

jelas garis vektor bersifat negatif baik untuk kekuatan keuangan (KU)

maupun kekuatan industri (KI), sehingga dapat dikatakan bahwa Bank Agro

ini secara keuangan relatif lemah sehingga tidak dapat mendayagunakan

secara optimal keuntungan kompetitifnya. Bank Agro Niaga disarankan

melaksanakan strategi marketing yang kompetitif untuk merebut market

share. Pada Tabel 8 dapat dilihat analisis matriks SPACE.

Tabel 8 Matrik SPACE Analisis Kekuatan Keuangan dan Stabilitas Lingkungan

Bisnis Posisi Faktor Strategi Internal Rating Posisi Faktor Strategi Eksternal Rating

Kekuatan Keuangan (KU) Stabilitas Lingkungan Bisnis (SL) 1. Imbal hasil atas aset 2009

sebesar 0,18%, dan sebesar 2010 0,67%

2. Imbal hasil atas equitas 2009 sebesar 0,79% dan 2010 sebesar 4,17%

3. Rasio kecukupan modal 2009 sebesar 19,63%, dan 2010 sebesar 14,42%

4. Rasio dana terhadap kredit 2009 sebesar 80,99% dan 2010 sebesar 86,68%

5. Rasio kredit bermasalah bersih 2009 sebesar 4,47% dan 2010 sebesar 1,84%

6. Margin bunga bersih 2009 sebesar 4,98% dan sebesar 2010 5,03%

7. Biaya opersional/Pendapatan operasional 2009 sebesar 97,98% dan 2010 sebesar 95,84%

8. Harga saham Q IV Rp.168/lembar

9. Nilai EVA dan MVA rendah

1 2 2 1 2 2 1 1 1

1. Inflasi 2011 sebesar 6,38 % 2. Pertumbuhan ekonomi 2010

sebesar 6,1% dan 2011 sebesar 6,5%

3. Suku bunga bank Indonesia sebesar 6,7% tahun 2011

4. Kompetisi pasar semakin tinggi

5. Kemajuan teknologi perbankan

6. Melemahnya kondisi pasar modal akibat krisis USA dan Eropa

7. Kebijakan ekonomi pemerintah memperkuat sektor agrobisnis

8. Inovasi,new business model disegmen retail

-2

-6

-2

-2

-6

-2

-6

-6

13 32 Sumber : Data Sekunder diolah tahun 2012

104

Berdasarkan Tabel 8 di atas, maka dapat dijelaskan posisi faktor strategis

yaitu;

A. Faktor internal dari kekuatan keuangan bank dan Keunggulan Kompetitif

(KK) sebagai berikut;

1. Kekuatan keuangan bank menunjukan imbal hasil atas aset tahun 2009

sebesar 0,18%, meningkat sebesar 0,67% tahun 2010. Kenaikan ini disebabkan

kemampuan Peseroan dalam menghasilkan laba bersih dari aktiva yang dimiliki

yang dukur dari perbandingan antara laba bersih dengan rata-rata jumlah aktiva

meningkat. Imbal hasil atas equitas tahun 2009 sebesar 0,79% meningkat sebesar

4,17% tahun 2010. Kinerja Perseroan dalam menghasilka laba bersih dari modal

sendiri yang di investasikan meningkat. Imbal hasi ekuitas rata – rata juga

mengalami perbaikan karena rugi bersih sejak tahun 2008 berkurang

dibandingkan tahun sebelumnya dan hal ini berpengaruh pada laporan keuangan

pada tahun 2009 dan 2010.

2. Rasio kecukupan modal tahun 2009 sebesar 19,63%, dan menurun sebesar

14,42% tahun 2010 hal ini disebabkan pengelolaan aktiva produktif kurang lancar

atau NPL meningkat, tetapi posisi CAR diatas masih memenuhi ketetuan Bank

Indonesia diatas > 8%, artinya Perseroan mampu mengembangkan usaha lebih

baik. Sementara itu, Rasio dana terhadap kredit tahun 2009 sebesar 80,99% dan

tahun 2010 meningkat sebesar 86,68%. Pada posisi ini bank cuku efektif

menjalankan fungsi intermedisi

3. DPK yang dihimpun oleh bank untuk disalurkan kepada Industri. Sedangkan

perkembangan Rasio kredit bermasalah bersih 2009 sebesar 4,47% menurun

signifikan tahun 2010 sebesar 1,84% artinya bank menjalankan fungsi

intermediasi secara prudent sesuai ketentuan Bank Indonesia tentang fungsi

pengendalian risiko.

4. Pendapatan bank dari margin bunga bersih tahun 2009 sebesar 4,98% meningkat

menjadi 5,03% tahun 2010. Kenaikan ini disebabkan kualitas aktiva produktif

yang dimiliki Perseroan dikelola dengan prinsip kehati-hatian. Kemudian disisi

operasional bank mampu mengendalikan beban operasional secara efektif untuk

menaikan laba bersih bank terbukti dengan menurunnya rasio BOPO yang

dimiliki Biaya opersional/Pendapatan operasional tahun 2009 sebesar 97,98%

menurun sebesar 95,84% tahun 2010, masih dibawah ketentuan Bank Indonesia.

5. Perkembangan harga saham Q IV Rp.168/lembar tahun 2010 menunjukan

trend yang positif dibandingkan periode sebelumnya Desember 2007

105

sampai dengan Oktober 2009 tidak terjadi perdagangan saham, walaupun

apresiasi pasar belum positif menaggapi kinerja bank. Kondisi ini

menyebabkan return saham bank rendah sehingga tidak menciptakan laba

ekonomis dan nilai tambah pasar.

6. Keunggulan kompetitif Bank Agro dilihat dari besarnya pertumbuhan

Captive market agrobisnis mencapai 63% dari keseluruhan kegiatan usaha

bank. Bank Agro didirikan untuk menunjang terwujudnya industri

agrobisnis yang semakin tumbuh dan berkembang pesat di Indonesia

dengan pendirian awal modal saham dimiliki DAPENBUN

PT.Perkebunan Nusantara. Dalam menjalankan usahanya Perseroan

menerapkan suku bunga cukup kompetitif dibandingkan dengan rata-rata

industri perbankan. Suku bunga kredit tahun 2009 dan tahun 2010 berkisar

10% - 12% dibandingkan rata – rata industri mencapai 12%. Suku bunga

acuan ini cukup kompetitif untuk meningkatkan ekspansi kredit.

7. Menghimpun DPK bank dengan menawarkan produk keuangan inovatif

seperti tabungan, giro, dan deposito dengan tetap menjaga positif spread

bagi perseroan. Selain itu perseroan mengembangkan produk dan jasa

layanan transaksi yang dapat meningkatkan pendapatan komisi. Kekuatan

penawaran produk disertai dengan strategi Financial service marketing

melalui hadia dan undian yang menarik para nasabah.

8. Dalam menjalankan manajemen perseroan, direksi secara konsisten

menerapkan GCG sesuai peraturan Bank Indonesia. Prinsip – prinsip GCG

yang dijalankan adalah transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban,

independensi dan kewajaran. Selanjutnya untuk mendukung GCG direksi

membangun core values perusahaan untuk menjaga faktor kepercayaan

yang merupakan aset utama yang diletakan pada posisi prioritas. Core

values bank terletak pada Visi bank terdepan dan terpercaya disektor

agrobisnis nasional denagn menjadi bank yang sehat, efisien dengan

menawarkan produk layanan yang berkualitas. Strategi mewujudkan usaha

tersebut bank menerapkan manajemen risiko secara efektif agar tetap

protektif terhadap kemungkinan risiko dalam menjalankan bisnis.

Kemudian disamping produk yang inovatif dan layanan yang berkualitas

106

bank juga membangun technology banking system untuk menunjang

kegiatan operasional bank dalam melayani kebutuhan nasabah, antara lain

dengan membuka kantor pelayanan ATM disetiap kantor cabang

pembantu.

Tabel 9 Matrik SPACE Analisis Keunggulan Kompetitif dan Kekuatan Industri Keunggulan Kompetitif (KK) Rating Kekuatan Industri (KI) Rating 1. Captive market agrobisnis

sebesar 63% 2. Tingkat suku bunga kompetitif 3. Produk keuangan inovatif 4. Financial service marketing 5. Good corporate governance 6. Core values perusahaan 7. Management risk 8. Teknologi perbankan

-6 -2 -2 -3 -4 -4 -3 -2

1. Market share kredit BUSN devisa 2010 sebesar 39,59%

2. Pertumbuhan pangsa pasar kredit tinggi 2010 sebesar 20,10%

3. Pertumbuhan DPK sebesar 13,30%

4. Pertumbuhan aset naik sebesar 13,23%

5. Prospek laba naik sebesar 28,04%

6. NPL turun sebesar 3,98 % dari ketentuan BI 5%

7. Kondisi kecukupan modal baik sebesar 16,44%, NIM sebesar 6%

8. Capital intensive ( arus dana masuk meningkat di pasar modal)

9. Kebutuhan modal yang tinggi

6 6 6 5 4 2 4 5 4

-26 42

KU = 13/9 = 1,45 KK = -26/8= -3,25

SL = -32/8 = -4,00 KI = 42/9 = 4,67

Sumber : Data Sekunder diolah (2012)

B. Faktor eksternal dari stabilitas lingkungan bisnis dan Kekuatan Industri

(KI) sebagai berikut;

1. Pada tahun 2010, posisi harga dipengaruhi oleh tekanan inflasi yang

cenderung meningkat, terutama bersumber dari kelompok volatile

foods. Sampai dengan 2010 inflasi IHK tercatat sebesar 6,33% dan

laju inflasi 2011 sebesar 6,38 %. Kenaikan laju inflasi berpengaruh

terhadap penetapan SBI dan juga akan terjadi penyesuain suku bunga

perbankan.

107

2. Perekonomian Indonesia di tahun 2010 menunjukkan pertumbuhan

yang cukup tinggi di tengah ketidakseimbangan pemulihan ekonomi

global. Sepanjang tahun 2010 perekonomian tumbuh sebesar 6,1%

dan 2011 sebesar 6,5%. Kondisi ini dapat dimanfaatkan oleh bank

untuk meningkatkan portofolio bisnis.

3. Perkembangan Suku bunga bank Indonesia tahun 2010 sebesar 6,5%

tahun 2011 terjadi kenaikan sebesar 6,7% atau kenaikan 0,2 basis poin.

Kenaikan ini akan diikuti kenaikan suku bunga perbankan nasional.

Sementara suku bunga kredit naik berkisar antara 10 % - 12% . Suku

bunga yang dibebankan pada debitor (lending rate) adalah

penjumlahan dari SBDK ditambah dengan premi risiko akan

mengganggu kinerja perbankan dari margin revenue rate.

4. Kompetisi pasar semakin tinggi dengan dengan banyaknya jumlah

bank beroperasi di Indonesia. Data Bank Indonesia tahun 2010 jumlah

bank umum nasional yang beroperasi mencapai 122 bank dan

diantaranya termasuk bank non devisa mencapai 29 bank. Dengan

ketatnya persaingan antar bank akan berpengaruh pada penetapan suku

bunga pinjaman dan kredit dan posisi pinjaman investasi rupiah dan

valas. Impikasi lain adalah berlomba –lombanya bank dalam investasi

teknologi perbankan untuk meningkatkan pelayanan kepada

masyarakat.

5. Melemahnya kondisi pasar modal akibat krisis USA dan Eropa akan

berdampak pada pasar modal di Indonesia. Kondisi ini juga akan

mempengaruhi kinerja saham perbankan nasional.

6. Kebijakan ekonomi pemerintah memperkuat sektor agrobisnis telah

menjadi kekuatan yang medorong perbankan membiyai kredit investasi

Agobisnis. Posisi investasi perbankan tahun 2011 untuk sektor

Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan mecapai Rp.54.381

triliun.

7. Inovasi, new business model disegmen retail. Para pelaku industri

perbankan melihat peluang pasar yang cukup besar untuk memasuki

industri retel. Pertumbuhan sektor ritel tahun 2011 mencapai 11% di

108

Indonesia tertinggi di Asia Pasifik. Bank Agro perlu melakukan

inovasi produk untuk memasuki bisnis ritel.

8. Data Bank Indonesia menunjukan terjadi kenaikan Market share kredit

BUSN devisa 2010 sebesar 39,59% dengan total alokasi kredit

mencapai Rp. 48.757 triliun dan tahun 2011 sebesar Rp. 68.143 triliun.

Peningkatan yang cukup signifikan ini disertai dengan kenaikan

pertumbuhan pangsa pasar kredit tahun 2010 sebesar 20,10%

pertumbuhan DPK sebesar 13,30%, pertumbuhan aset naik sebesar

13,23%, prospek laba naik sebesar 28,04% dan NPL turun sebesar

3,98 % dari ketentuan BI 5%. Sementara kondisi kecukupan modal

bank berada pada level baik 16,44%, dan NIM mencapai 6%.

9. Memburuknya perekonomian di AS dan zona Eropa makan capital

intensive atau arus dana masuk melalui pasar modal dan obligasi

meningkat sepanjang tahun ini diperkirakan mencapai US$ 960 miliar

atau Rp.8.640 triliun. Peningkatan arus modal dapat dimanfaatkan oleh

perbankan sebagai sumber untuk memperkuat struktur modal bank.

(BKPM, 2011).

KU + SL = 1,45 + (-4,00) = -2,55 KK + KI = -3,25 + 4,67 = 1,42

Gambar 16 Diagram Matriks SPACE Bank Agro Niaga

+1.00

+6.00

-1.00

-6.00

-6.00 +6.00+1

-2.55

1.42

KU

KK KL

SL

Competitive Defensive

Conservative Aggresive

109

Matriks SPACE adalah matriks untuk evaluasi posisi dan tindakan

strategik merupakan alat penting lainnya untuk mencocokan posisi bank saat

ini. Kerangka kerja SPACE matriks menggambarkan kuadrat yang

mengindikasikan strategi agresif, konservatif, defensif atau kompetitif. Sumbu

matriks SPACE mewakili kondisi internal yaitu kekuatan keuangan (financial

strenght atau FS),dan keunggulan kompetitif (competitive advantage atau CA)

dan dua dimensi eksternal yaitu stabilitas lingkungan (enviromental stability

atau ES) dan kekuatan industri (industrial strenght atau IS).

Hasil analisis SPACE matriks menunjukan posisi Bank Agro Niaga

berada pada strategi competitive dimana nilai kekuatan keuangan KU =1,45

dan stabilitas lingkungan SL = -4,00 atau (KU + SL = 1,45 + (-4,00) = -2,55).

Dengan posisi seperti ini Bank Agro Niaga menggunakan Strategi

pertumbuhan dengan memanfaatkan kekuatan keuangan dan stabilitas

lingkungan.

4.7. Penetapan Strategik Marketing Bank Agro Niaga

Berdasarkan analisis matrik SWOT, diperoleh tiga belas rumusan

strategi yang akan dijabarkan lebih lanjut dalam kerangka (frame work)

marketing strategic. Tiga belas rumusan strategi, empat rumusan merupakan

upaya memaksimalkan kekuatan dan peluang, tiga rumusan untuk

memaksimalkan peluang dan meminimalkan kelemahan, tiga rumusan

merupakan upaya memaksimalkan kekuatan meminimalkan ancaman, serta

tiga strategi meminimalkan kelemahan dan ancaman.

Perumusan strategi berdasarkan analisis SWOT dengan

menggunakan data dari Tabel EFE dan Tabel IFE untuk dirumuskan kedalam

formulasi bentuk strategi seperti pada Tabel 7 dapat dirumuskan strategi

untuk Bank Agro Niaga adalah sebagai berikut :

1. Strategi Strenght – Opportunities (S-O), yaitu alternatif strategi

mengunakan kekuatan internal bank untuk memanfaatkan peluang

lingkungan eksternal. Hasil alternatif strategi S-O adalah :

a. Re-positioning pasar bank sebagai captive market untuk meningkatkan

competitiveness. Memperkuat Re-positioning pasar bank dengan

110

memperhatikan core competency bank. Berdasarkan Matriks SPACE

Bank Agro berada pada kondisi pasar yang kompetitive sehingga

diperlukan redefenisi posisi pasar bisnis bank saat ini. Ada dua

karakteristik utama yang harus dipertimbangkan oleh manajemen bank

ke depan :

1. Redefenisi dilakukan melalui perluasan cakupan bisnis dan pasar,

dari captive market agrobisnis kepada pasar makro agrobisnis yaitu

corporate banking dan invesment banking agrobisnis.

2. Pergeseran orientasi bank dari orientasi produk kepada customer

focus artinya bank menciptakan skema bisnis dalam bentuk

exstended produk sesuai permintaan pasar dengan memberikan

nilai yang diinginkan pasar.

b. Menciptakan variasi produk sesuai dengan skeman pasar agrobisnis

untuk memperluas size bisnis. Differensiasi merupakan strategi bank

menciptakan eksistensifikasi produk yang ditawarkan memiliki

perbedaan positif dari sudut pandang pasar dibandingkan dengan

pesaing. Diferensiasi produk bukan hanya sesuai dengan skema pasar

Agrobisnis, tetapi produk yang ditawarkan pada, pasar sektor Retail

dan kredit ekspor. Demikian juga produk pada sisi funding

menawarkan produk tabungan pada pasar mikro seperti produk petani,

pedagang pasar, usaha dagang bangunan,usaha peternakan dan

kerajinan.

c. Meningkatkan linkage program untuk penyaluran kredit investasi Bank

Agro dapat melalui penambahan jumlah kantor cabang pada daerah-

daerah sentral agro bisnis dengan program kerjasama fasilitas kredit

daerah seperti di Kalimantan, wilayah Provinsi Sumatera Barat, Riau

dan Kepulauan Riau, Sulawesi, Jambi, Aceh, Palembang, Papua, NTB,

Bali, dan Lampung dan Jawa Barat. Selain itu juga memperkuat

kerjasama dengan perusahaan – perusahaan besar melalui kredit

korporasi.

111

d. Membangun kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM). Saat ini bank

didukung oleh SDM yang berusia produktif dan profesional yang

berjumlah 454 orang di kantor pusat dan seluruh kantor cabang yang

terdiri dari; 46,89% Sarjana, 9,33% Pasca sarjana dan sisanya sarjana

muda dan tamatan Sekolah Menengah Umum (SMU). SDM

merupakan aset maka perlu ditingkatkan competensi mereka melalui

pendidikan dan pelatihan yang intensif (performance, motivasi dan

corporate cultural) untuk mendukung pertumbuhan bisnis bank

kedepan. Program pengembangan SDM yang kompeten selaras dengan

kebutuhan organisasi. Program yang dapat diterapkan seperti ;

penyempurnaan infrastruktur Human Capital Information System

(HCIS) yang berbasis Web based dan mempermudah prosedur terkait

dengan kepersonaliaan, performance management dan E-learning,

corporate cultural sehingga fungsi dan peran Human Capital sebagai

mitra strategis dapat ditingkatkan dan dioptimalkan di masa datang.

2. Strategi Weakness – Opportunity (W-O) adalah alternatif strategi yang

bertujuan meminimalisasi kelemahan internal Bank Agro dengan

optimalisasi pemenfaatan peluang lingkungan eksternal. Hasil strategi W-

O adalah :

a. Membuka kantor cabang baru untuk meningkatkan pelayanan bank

dengan infrastruktur teknologi E-banking. Menambah Jumlah kantor

cabang Bank Agro pada daerah sentral industri Agrobisnis dengan

pemanfaatan berbagai teknologi E- bangking yang berkembang sangat

cepat. Ketepatan dalam pemanfaatan teknologi memberikan efisiensi

optimal dan nilai tambah bagi bank. Fungsi teknologi akan

mempermudah pelayanan bank dengan menggunakan network

provider terbaik, jaringan online seluruh kantor, ATM, serta layanan

elektonik lainnya (seperti corporate internet banking dll) selalu siap

melayani kebutuhan nasabah. Disamping itu juga manajemen dapat

melakukan integrasi dan otomasi sistem financial melalui teknologi.

Prioritas pelayanan kepada nasabah melalui otomasi sistem financial

dengan melakukan transaksi melalui ATM dan jaringan elektronik

112

lainnya seperti Call Center, SMS Banking dan internet banking. Untuk

meningkatkan layanan kepada nasabah, Bank Agro secara aktif

menambah fitur baru dalam jaringan elektroniknya termasuk

kemampuan transfer antar bank melalui jaringan ATM Prima

b. Memperkuat brand equity sebagai yang dipercaya masyarakat. Bank

Agro harus memperkuat Merek menjadi bank kepercayaan oleh

stakeholders. Merek yang marketable merupakan aset terpenting

perusahaan. Merek yang yang baik dapat menciptakan puluhan kali

nilai buku perusahaan. Strategi membangun merek bank dapat dimulai

dari kualitas produk yang ditawarkan sesuai kebutuhan pasar,

komunikasi pemasaran yang rasional yang mudah dipahami oleh pasar

disertai kesan kualitas pada pelayanan bank.

c. Memperbaiki kualitas bisnis proses dengan Memperkuat manajemen

sumber daya manusia, penerapan protokol manajemen risiko,

kecukupan mekanisme dan sistem perbankan yang akuntabel dan

transparan serta mendukung proses bisnis dengan penerapan teknology

core banking.

3. Strategi Strenght – Threat (S-T) adalah alternatif strategi untuk bertahan

dengan cara mengurangi kelemahan internal serta menghindari ancaman.

Manajemen bank harus mengambil keputusan agar tidak kalah bersaing

dengan bank-bank lainnya baik dalam kelompok industri maupun diluar

kelmpok industri. Hasil strategi S-T adalah :

a. Memperkuat implementasi GCG dan manajemen risiko Tata Kelola

Perusahaan (Good Corporate Governance/GCG) merupakan unsur

penting di industri perbankan, mengingat risiko dan tantangan yang

dihadapi oleh industri perbankan yang semakin meningkat. Penerapan

GCG secara konsisten akan memperkuat posisi daya saing perusahaan,

memaksimalkan nilai perusahaan, mengelola sumber daya dan risiko

secara lebih efisien dan efektif, yang pada akhirnya akan

memperkokoh kepercayaan pemegang saham dan stakeholders,

sehingga Bank Agro dapat beroperasi dengan baik dan tumbuh secara

berkelanjutan dalam jangka panjang.

113

b. Menerapkan suku bunga kompetitif. Bank dapat menentukan suku

bunga kredit berdasarkan skala prioritas sesuai dengan skema pasar.

Penetapannya tidak hanya berdasarkan suku bunga komersial yang

terjadi pada kredit investasi, kredit pembiayaan ekspor dan impor dan

modal kerja. Skema kredit pada usaha kecil mikro misalnya kredit

ketahanan pangan bagi petani suku bunganya harus rendah.

c. Mengembangkan kerjasama promosi dengan mitra strategis. Peranan

marketing Bank Agro harus diperkuat pada semua level organisasi.

Kerjasama promosi dapat dilakukan melalui Edukasi pasar untuk

memberikan pembelajaran pelanggan sehingga dapat membentuk

pemahaman, persepsi, logika, dan preferensi terhadap produk dan merk

yang ditawarkan Bank Agro. Keberadaan Bank Agro belum

sepenuhnya dipahami oleh pasar dibandingkan bank-bank lain. Program

edukasi pasar dapat dilakukan melalui Cororate Social Responsibility

(CSR), program kemitraan dan pendampingan kredit UKMK, atau

progam kelestarian lingkungan hidup. Program sosialisasi dan edukasi

masyarakat secara lebih luas dan efisien melalui berbagai sarana

komunikasi langsung, maupun tidak langsung (media cetak, elektronik,

online/web-site), yang bertujuan untuk memberikan pemahaman

tentang kemanfaatan produk serta jasa perbankan yang dapat

dimanfaatkan oleh masyarakat.

4. Strategi Weakness – Threat (W-T) adalah alternatif strategi untuk bertahan

dengan cara mengurangi kelemahan internal serta menghindari ancaman.

Manajemen Bank Agro dihadapkan dengan sejumlah kelemahan internal

dan ancaman eksternal, maka kondisi bank rentan terhadap risiko. Hasil

strategi W-T adalah :

a. Penguatan struktur modal bank Menambah sruktur modal bank secara

bertahap sampai pada level 20%-30% dari modal sekarang. Strategi

penambahan modal dapat dilakukan melalui pebnerbitan obligasi datau

pinjaman melalui pasar uang antar bank.

b. Mengelola cash flow secara lebih baik. Manajemen bank harus

mengevaluasi perubahan dalam aset bersih bank, struktur keuangan

114

(likuiditas dan solvabilitas) terutama strategi perseroan dalam

menghasilkan kas dan setara kas untuk memperkuat struktur keuangan

bank dan future cash flows. Proyeksi arus kas yang baik dapat

meminimalisir atau mengantispasi terjadinya tunggakan hutang pokok

dan bunga pinjaman.

c. Meningkatkan value of share di pasar modal. Bank dapat melakukan

strategi, buyback untuk menjaga nilai nominal dari total modal disetor

dan ditempatkan, jika sebagian dari modal tersebut tidak likuid di pasar

dalam jangka waktu tertentu bisa menjadi salah satu cara untuk

menaikkan harga saham, atau setidaknya menahannya dari penurunan.

Atau bisa juga untuk meningkatkan likuiditas. Jadi kita bisa menyebut

buyback ini sebagai: salah satu teknik untuk menjaga value of share.

4.8. Analisis Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM)

Analisis QSPM merupakan analisis terakhir yang dilakukan dalam

proses manajemen strategis untuk melakukan proses pengambilan keputusan.

QSPM adalah sebagai alat utama dari upaya mengembangkan strategi

pemasaran kompetitif untuk mendukung upaya pengembangan pasar bank.

Hasil kajian menunjukan prioritas tertinggi terdapat pada variasi produk

dengan skor sebesar 5,39. Prioritas kedua pada indikator Service Quality

sebesar 5,43 dan prioritas ketiga pada indikator suku bunga kompetitif

dengan skor 4,76. Selanjutnya prioritas keempat pada indikator membangun

brand equity dengan skor 4,36. Peringkat kelima pada indikator repositioning

dengan skor 3,99. Terakhir pada indikator implimentasi GCG dengan skor

2,72. Hasil selengkapnya analisis QSPM dapat dilihat pada Lampiran 4.

1. Prioritas strategi yang pertama adalah Service Quality dengan skor 5,43.

Manajemen bank harus meningkatkan kualitas pelayanan kepada nasabah

maupun debitur, sehingga mereka merasa cukup puas. Langkah strategis

perseroan difokuskan pada pelatihan SDM, meningkatkan utilisasi

pemanfaatan teknologi informasi, sistem pembayaran on-line, yang

terhubung dengan masing – masing kantor cabang dengan core banking

system. Berbagai praktek terbaik bank di Indonesia menunjukan

115

kepercayaan nasabah dan debitur akan terbangun apabila bank mampu

memberikan pelayanan terbaik bahkan harus melampaui harapan

konsumen.

2. Prioritas kedua strategi berdasarkan analisis QSPM dengan skor sebesar

5,39 meciptakan variasi produk. Bank Agro harus mendiferensiasikan

skema produk yang sesui dengan keinginan pasar terutama dengan

memperhatikan potensi size business yaitu produk sektor retail, sektor

korporasi agrobisnis, dan pengembangan kredit Industri, pertanian,

peternakan UMKM, dan KMM atau kredit modal kerja permanen,

ekspor/import produk agrobisnis. Bank harus memperkuat pada aspek

transfer of payment seperti pelayanan pembayaran, ingkaso, bank card,

bank note, bank draft, bank letter of credit (LC) telepon, pajak, dana

pensiun, uang kuliah, deviden. Sedangkan dipasar modal bank dapat

menjadi Penjamin emisi (underwriter) Penjamin (guarantor) Wali amanat

(trustee) untuk sektor Agrobisnis. Pada sisi funding menawarkan produk

tabungan pada pasar mikro seperti produk petani, pedagang pasar, usaha

dagang bangunan, usaha peternakan dan kerajinan.

3. Prioritas ketiga pada indikator suku bunga kompetitif dengan skor 4,76.

Bank dapat menentukan suku bunga kredit berdasarkan skala prioritas

sesuai dengan skema pasar. Penetapannya tidak hanya berdasarkan suku

bunga komersial yang terjadi pada kredit investasi, kredit pembiayaan

ekspor dan impor dan modal kerja. Skema kredit pada usaha kecil mikro

misalnya kredit ketahanan pangan bagi petani suku bunganya harus

rendah.

4. Prioritas ke empat pada indikator membangun brand equity dengan skor

4,36. Dalam framework brand equity, hubungan dengan customer

bukanlah hal yang tidak penting. Hubungan yang baik dengan customer

dapat membantu meningkatkan brand loyalty terhadap brand yang

bersangkutan. Demikian juga dalam framework customer equity, brand

mempunyai peranan penting dalam menjalin hubungan dengan customer.

Kualitas brand yang tinggi bisa memudahkan manager dalam akuisisi

customer baru dan kegiatan retensi. Bank Agro harus memperkuat Merek

116

menjadi bank kepercayaan oleh stakeholders. Merek yang marketable

merupakan aset terpenting perusahaan dan menciptakan menciptakan

puluhan kali nilai buku perusahaan. Strategi membangun merek bank

dapat dimulai dari kualitas produk yang ditawarkan sesuai kebutuhan

pasar, komunikasi pemasaran yang rasional yang mudah dipahami oleh

pasar disertai kesan kualitas pada pelayanan bank.

5. Prioritas kelima Re-positioning pasar bank sebagai captive market untuk

meningkatkan competitiveness dengan skor 3,99. Memperkuat Re-

positioning pasar bank dengan memperhatikan core competency bank.

Berdasarkan Matriks SPACE Bank Agro berada pada kondisi pasar yang

kompetitive sehingga diperlukan redefenisi posisi pasar bisnis bank saat ini.

Ada dua karakteristik utama yang harus dipertimbangkan oleh manajemen

bank ke depan :

1. Redefenisi dilakukan melalui perluasan cakupan bisnis dan pasar, dari

captive market agrobisnis kepada pasar makro agrobisnis yaitu

corporate banking dan invesment banking agrobisnis.

2. Pergeseran orientasi bank dari orientasi produk kepada customer focus

artinya bank menciptakan skema bisnis dalam bentuk exstended

produk sesuai permintaan pasar dengan memberikan nilai yang

diinginkan pasar.

6. Prioritas keenam Good Corporate Governance (GCG) dengan skor 2,72.

Manajemen bank dapat merumuskan kebijakan untuk memperkuat kualitas

proses bisnis bank dengan cara menerapkan GCG, melengkapi standar

operasional prosedur mitigasi risiko, memperkuat pengawasan pemegang

saham dan optimalisasi fungsi komite audit internal serta peningkatan

kompetensi sumber daya manusia. Kebijakan ini harus didukung dengan

penguatan infrastruktur teknologi perbankan sehingga bank dapat

menjalankan kegiatan operasional secara efisien, mengingat hasil kajian

nilai ROE, ROA, NIM dan BOPO bank tidak memenuhi persayatan Bank

Indonesia sebagai bank yang sehat. Peningkatan efisiensi dan efektivitas

proses bisnis bank untuk menghasilkan nilai tambah ekonomis dan nilai

117

tambah pasar sangat tergantung sejauhmana manajemen bank sudah

memenuhi standar Bank Indonesia.

4.9. Implikasi Manajerial

Bisnis perbankan terkait dengan kompleksitas dan risiko pasar akibat

pengaruh lingkungan eksternal dan internal yang dapat mempengaruhi

kinerja keuangan bank dan penetapan kebijakan strategi marketing.

Berdasarkan hasil kajian kinerja keungan Bank Agro ditemukan kondisi

keuangan yang belum sesuai dengan persyaratan Bank Indonesia sebagai

bank yang sehat. Implikasi manajerial terkait dengan kinerja keuangan dan

penetapan strategi marketing bank adalah;

1. Pihak Direksi dapat membuat kebijakan baru untuk meningkatakan rasio

CAR diatas 8% dalam bentuk modal pinjaman, pinjaman subordinasi, dan

cadangan yang dibentuk tidak berasal dari laba atau melalui penerbitan

obligasi. Kebijakan ini didasarkan atas kondisi CAR bank yang masih

terus ditingkatkan untuk menjaga tingkat likuiditas bank dalam jangka

panjang. Kondisi CAR Bank Agro saat ini memang sudah cukup

memenuhi persyaratan Bank Indonesia, tetapi tidak cukup kuat untuk

melakukan ekspansi dalam memperluas size business, maka diperlukan

adanya tambahan modal sampai 10% sehingga bank leluasa menjalankan

bisnis dari sisi lending dan funding.

2. Kebijakan pengelolaan Cashflow secara efektif dan efisien untuk menjaga

kesembangan posisi keuangan bank antara pengeluaran dan penerimaan.

Kajian rasio keuangan bank menunjukan kecilnya rasio NIM, ROA dan

ROE menunjukan adanya indikasi bank tidak mampu menghasilkan laba

dari pengelolaan aset dan modal bank sehingga bank tidak mampu

menghasilkan profitabilitas dan berpengaruh pada rendahya harga saham.

Kondisi ini berbanding terbalik dengan naiknya beban operasional bank

dilihat dari rasio BOPO diatas ketentuan Bank Indonesia. Pihak direksi

dapat mengambil kebijakan untuk mengendalikan Cashflow bank agar

dapat menjaga posisi likuiditas dan solvabilitas.

118

3. Kebijakan optimalisasi fungsi lending bank dengan menetapkan suku

bunga kredit yang kompetitif dibawah 15%-16%. Kebijakan ini didasarkan

atas kajian LDR bank yang perlu ditingkatkan agar fungsi intermediasi

bank berjalan secara efektif. Faktor perlu diperhatikan adalah pengaturan

yang ketat untuk menjaga rendahnya tingkat pencairan (credit

disbursement) dibandingkan dengan fasilitas pinjaman yang telah

disepakati (credit approval).

4. Manajemen bank dapat merumuskan kebijakan untuk memperkuat kualitas

proses bisnis bank dengan cara menerapkan GCG, melengkapi standar

operasional prosedur mitigasi risiko, memperkuat pengawasan pemegang

saham dan optimalisasi fungsi komite audit internal serta peningkatan

kompetensi sumber daya manusia. Kebijakan ini harus didukung dengan

penguatan infrastruktur teknologi perbankan sehingga bank dapat

menjalankan kegiatan operasional secara efisien, mengingat hasil kajian

nilai ROE, ROA, NIM dan BOPO bank tidak memenuhi persayatan Bank

Indonesia sebagai bank yang sehat. Peningkatan efisiensi dan efektivitas

proses bisnis bank untuk menghasilkan nilai tambah ekonomis dan nilai

tambah pasar sangat tergantung sejauhmana manajemen bank sudah

memenuhi standar Bank Indonesia.

5. Kebijakan differensiasi produk perlu mendapatkan skala prioritas,

mengingat hasil kajian menunjukan terbatasnya produk yang ditawarkan

bank dipasar. Direksi dapat mengambil kebijakan untuk memperkuat

struktur produk bank berdasarkan follow of market seperti memperkuat

produk sektor ritel, korporasi, pembiayaan ekspor impor serta peningkatan

akses kerjasama pembiyaan UMKM/ KMM di sektor Agrobisnis.

Kebijakan ini harus didukung oleh perluasan kapasitas jankauan layanan

(outreach scale) dengan menambah jaringan kantor diseluruh Indonesia.

6. Memperkuat kebijakan strategi pemasaran bank dapat melalui framework

customer equity, brand market equity, kerjasama pemasaran, publisitas,

internet banking, dan komunikasi pemasaran yang rasional yang mudah

dipahami oleh pasar disertai dengan perbaikan kualitas pelayanan bank.

Kebijakan lain adalah peningkatan kompetensi SDM pemasaran dalam

119

komunikasi pemasaran internal, eksternal dan komunikasi interaktif

melalui program pendikan dan pelatihan secara berkelanjutan.

7. Memperkuat kebijakan pelayanan bank secara prima bahkan harus

melampaui harapan konsumen dengan memperbaiki proses bisnis,

pemanfaatan teknologi core banking system yang dapat mempermudah

nasabah dan debitur bertransaksi dengan bank dimanapun mereka berada.