kondisi umum kota semarang
TRANSCRIPT
BAB II
KONDISI UMUM KOTA SEMARANG
2.1. KONDISI SAAT INI
Kota Semarang merupakan Ibukota Propinsi Jawa Tengah, berada
pada perlintasan Jalur Jalan Utara Pulau Jawa yang menghubungkan Kota
Surabaya dan Jakarta. Secara geografis, terletak diantara 109o 35‘ – 110o 50‘
Bujur Timur dan 6o 50’ – 7o 10’ Lintang Selatan. Dengan luas 373,70 km2,
Kota Semarang memiliki batas-batas wilayah administrasi sebagai berikut:
- Sebelah utara : Laut Jawa
- Sebelah Selatan : Kabupaten Semarang
- Sebelah Timur : Kabupaten Demak
- Sebelah Barat : Kabupaten Kendal
Sebelum tahun 1976 luas Kota Semarang 99,40 km2 dan setelah
terjadinya pemekaran sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1976,
dengan menggabungkan sebagian wilayah Kabupaten Semarang, sebagian
Kabupaten Kendal, sebagian Kabupaten Demak luas wilayah Kota menjadi
373,70 km2.
Curah hujan tahunan kota Semarang rata-rata sebesar 2.790 mm, suhu udara
berkisar antara 22,60 C sampai dengan 32,10 C, dengan kelembaban udara
tahunan rata-rata 77%.
Wilayah Kota Semarang seluas 373,70 km2 dengan jumlah penduduk pada
tahun 2005 sebesar 1.419.478 jiwa. Kota Semarang terbagi menjadi 16
Kecamatan dan 177 Kelurahan. Dari 16 kecamatan yang ada, terdapat 2
kecamatan yang mempunyai wilayah terluas yaitu kecamatan Mijen (57,55
km2) dan Kecamatan Gunungpati (54,11 km2). Kedua Kecamatan tersebut
terletak dibagian selatan yang merupakan wilayah perbukitan dan sebagian
besar wilayahnya terdapat areal persawahan dan perkebunan. Sedangkan
kecamatan yang mempunyai luas terkecil adalah Kecamatan Semarang
Selatan (5,93 km2) diikuti oleh Kecamatan Semarang Tengah (6,14 km2) .
Secara topografis Kota Semarang terdiri dari daerah perbukitan,
dataran rendah dan daerah pantai, dengan demikian topografi Kota
Semarang menunjukkan adanya berbagai kemiringan dan tonjolan. Daerah
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 1
pantai 65,22% wilayahnya adalah dataran dengan kemiringan 25% dan 37,78
% merupakan daerah perbukitan dengan kemiringan 15-40%. Kondisi lereng
tanah Kota Semarang dibagi menjadi 4 jenis kelerengan yaitu lereng I (0-2%)
meliputi kecamatan Genuk, Pedurungan, Gayamsari, Semarang Timur,
Semarang Utara dan Tugu, serta sebagian wilayah Kecamatan Tembalang,
Banyumanik dan Mijen.
Lereng II (2-5%) meliputi Kecamatan Semarang Barat, Semarang
Selatan, Candisari, Gajahmungkur, Gunungpati dan Ngaliyan, lereng III (15-
40%) meliputi wilayah di sekitar Kaligarang dan Kali Kreo (Kecamatan
Gunungpati), sebagian wilayah kecamatan Mijen (daerah Wonoplumbon) dan
sebagian wilayah Kecamatan Banyumanik, serta Kecamatan Candisari.
Sedangkan lereng IV (> 50%) meliputi sebagian wilayah Banyumanik
(sebelah tenggara), dan sebagian wilayah Kecamatan Gunungpati, terutama
disekitar Kaligarang dan Kali Kripik.
Kota Bawah yang sebagian besar tanahnya terdiri dari pasir dan
lempung. Pemanfaatan lahan lebih banyak digunakan untuk jalan,
permukiman atau perumahan, bangunan, halaman, kawasan industri,
tambak, empang dan persawahan. Kota Bawah sebagai pusat kegiatan
pemerintahan, perdagangan, perindustrian, pendidikan dan kebudayaan,
angkutan atau transportasi dan perikanan. Berbeda dengan daeah
perbukitan atau Kota Atas yang struktur geologinya sebagian besar terdiri
dari batuan beku.
Wilayah Kota Semarang berada pada ketinggian antara 0 sampai
dengan 348,00 meter dpl (di atas permukaan air laut). Secara topografi
terdiri atas daerah pantai, dataran rendah dan perbukitan, sehingga memiliki
wilayah yang disebut sebagai kota bawah dan kota atas. Pada daerah
perbukitan mempunyai ketinggian 90,56 - 348 MDPL yang diwakili oleh titik
tinggi yang berlokasi di Jatingaleh dan Gombel, Semarang Selatan, Tugu,
Mijen, dan Gunungpati, dan di dataran rendah mempunyai ketinggian 0,75
MDPL.
Kota bawah merupakan pantai dan dataran rendah yang memiliki kemiringan
antara 0% sampai 5%, sedangkan dibagian Selatan merupakan daerah
dataran tinggi dengan kemiringan bervariasi antara 5%-40%. Secara
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 2
lengkap ketinggian tempat di Kota Semarang dapat dilihat pada tabel berikut
ini :
Table 2.1KETINGGIAN TEMPAT DI KOTA SEMARANG
No. Bagian WilayahKetinggian
(MDPL)1. Daerah Pantai 0,752. Daerah Dataran Rendah
- Pusat Kota (Depan Hotel Dibya Puri Semarang) 2,45- Simpang Lima 3,49
3. Daerah Perbukitan- Candi Baru 90,56- Jatingaleh 136,00- Gombel 270,00- Mijen 253,00- Gunungpati Barat 259,00- Gunungpati Tmur 348,00
Sumber : Kota Semarang Dalam Angka Tahun 2005
Didalam proses perkembangannya, Kota Semarang sangat dipengaruhi
oleh keadaan alamnya yang membentuk suatu kota yang mempunyai ciri
khas yaitu terdiri dari daerah perbukitan, dataran rendah dan daerah pantai.
Dengan demikian topografi Kota Semarang menunjukkan adanya berbagai
kemiringan tanah berkisar antara 0 persen sampai 40 persen (curam) dan
ketinggian antara 0,75 – 348,00 MDPL.
Di Kota Semarang mengalir 9 (sembilan) sungai besar dan beberapa
sungai kecil, adapun 9 sungai besar tersebut antara lain sungai Banjir Kanal
Timur, Banjir Kanal Barat, Kali Babon, Kali Kreo, Kali Kripik, Kaligarang, Kali
Semarang, Kali Bringin, dan Kali Plumbon. Sedangkan penanganan drainase
di Kota Semarang terbagi atas dua karakteristik wilayah, yaitu penanganan
daerah atas dan daerah bawah.
Penanganan daerah atas terbagi ke dalam beberapa pelayanan DAS, yaitu
DAS Babon, DAS Banjir Kanal Timur, DAS Banjir Kanal Barat, DAS
Silandak/Siangker, DAS Bringin dan DAS Plumbon. Sementara bagian bawah
terbagi kedalam empat sistem drainase meliputi sistem Drainase Semarang
Timur, Sistem Drainase Semarang Tengah, Sistem Drainase Semarang Barat
dan Sistem Drainase Semarang Tugu.
Arah pembangunan Kota Semarang sangat berkaitan dengan
pembangunan manusia yang sejahtera sebagai subyek maupun obyek
pembangunan. Kemajuan pembangunan manusia secara makro di Kota
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 3
Semarang dapat dilihat dari salah satu indikator makro yaitu Indeks
Pembangunan Manusia (IPM). Peningkatan angka IPM di Kota Semarang
secara umum masih lamban, dari perkembangan IPM selama 10 tahun
terakhir mengalami pertumbuhan rata-rata 1 % pertahun. Pada tahun 2005
IPM Kota Semarang mencapai 75,3 % yang terdiri dari indeks pendidikan
sebesar 82 % yang meliputi angka melek huruf sebesar 94 % dan rata-rata
lama sekolah sebesar 58 %, indek kesehatan sebesar 71,8 % dan indek
daya beli masyarakat sebesar 53 %. Walaupun angka IPM mengalami
perkembangan yang tidak signifikan namun selama lima tahun terkahir
pembangunan Kota Semarang telah menunjukkan arah yang tepat dimana
hasil akhirnya mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun
demikian Jumlah penduduk miskin sejak tahun 1993 sampai dengan tahun
2005 mengalami peningkatan rata-rata sebesar 0,21 % pertahun.
Peningkatan tersebut dipicu dengan adanya krisis ekonomi yang belum pulih.
2.1.1 SOSIAL, BUDAYA DAN KEHIDUPAN BERAGAMA
2.1.1.1 Kependudukan dan Keluarga Berencana
Jumlah penduduk Kota Semarang menurut data BPS sampai
akhir Desember tahun 2005 sebesar 1.419.478 jiwa. Dengan jumlah
sebesar itu Kota Semarang termasuk dalam 5 besar Kabupaten/Kota
yang mempunyai jumlah penduduk terbesar di Jawa Tengah.
Pertumbuhan penduduk selama 5 (lima) tahun terakhir menunjukkan
perkembangan yang semakin meningkat. Jumlah penduduk Kota
Semarang tahun 2000 sebanyak 1.309.667 jiwa dan sampai dengan
tahun 2005 sebesar 1.419.478 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk
selama lima tahun terakhir mengalami pertumbuhan yang fluktuatif,
dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 1,62 % per tahun.
Laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2000 - 2005 dapat
dikendalikan dan mengalami penurunan dari 0,02 %, hanya pada
tahun 2001 yang mengalami pertumbuhan yang meningkatkan yakni
2,09 % namun pertumbuhan penduduk dapat dikendalikan kembali
sehingga mengalami penurunan. Secara kumulatif pertumbuhan
penduduk selama lima tahun terakhir (2000-2005) mengalami
pertumbuhan rata-rata sebesar 1,62 % per tahun. Dan persebaran
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 4
laju pertumbuhan pada masing-masing wilayah sampai dengan tahun
2005 mengalami pertumbuhan yang tidak sama.
Tabel 2.2
Kepadatan Penduduk dan Pertumbuhan PendudukKota Semarang Tahun 2005
Pertumbuhan penduduk paling tinggi berada di Kecamatan Mijen
sebesar 4,94%, kemudian Kecamatan Genuk (4,16%), Kecamatan
Pedurungan (3.95%), Kecamatan Gunungpati (3.16%), Kecamatan
Tembalang (2.22%), Kecamatan Ngaliyan (1.72%), Semarang Barat
(1,57%), Kecamatan Semarang Tengah (1,43%), Tugu (1,43%),
kecamatan Gayamsari (0,44%), Gajahmungkur (0,99%).
Kecamatan-kecamatan yang mempunyai pertumbuhan penduduk
tinggi merupakan daerah pengembangan areal perumahan dan
industri. Sedangkan kecamatan-kecamatan yang mempunyai
pertumbuhan penduduk kecil atau bahkan negatif diantaranya
adalah Kecamatan Banyumanik (-1.68%), Kecamatan Candisari (-
0,38%), Kecamatan Semarang Timur (-0.12%), Kecamatan Semarang
Utara (0.38%) dan Kecamatan Semarang Selatan (0.62%).
Pertumbuhan penduduk untuk masing-masing kecamatan di
Kota Semarang kondisinya sangat bervariasi. Hal ini sangat
dipengaruhi oleh jumlah kelahiran, kematian dan migrasi. Pada
tahun 2005 jumlah kelahiran sebanyak 19.504 jiwa, jumlah kematian
sebanyak 8.172 jiwa, penduduk yang datang sebanyak 38.910 jiwa
dan penduduk yang pergi sebanyak 29.107 jiwa.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 5
Tabel 2.3
Besarnya penduduk yang datang ke Kota Semarang disebabkan
daya tarik kota Semarang sebagai kota perdagangan, jasa, industri
dan pendidikan.
Pembangunan Keluarga Berencana dan kesejahteraan
keluarga, berdasarkan pendataan keluarga 2002 hanya 76,25
persen pasangan usia subur (PUS) menggunakan kontrasepsi,
sedangkan 23,75 persen PUS yang sebenarnya tidak ingin anak atau
menunda kehamilannya, tidak memakai kontrasepsi (unmet need).
Sebagian besar masyarakat, orang tua, maupun remaja belum
memahami hak-hak dan kesehatan reproduksi remaja. Pemahaman
dan kesadaran tentang hak dan kesehatan reproduksi remaja masih
rendah dan tidak tepat. Masyarakat dan keluarga masih enggan
untuk membicarakan masalah reproduksi secara terbuka dalam
keluarga. Para anak dan remaja lebih merasa nyaman
mendiskusikannya secara terbuka dengan sesama teman.
Pemahaman nilai-nilai adat, budaya, dan agama yang menganggap
pembahasan kesehatan reproduksi sebagai hal yang tabu justru lebih
populer. Sementara itu, pusat atau lembaga advokasi dan konseling
hak-hak dan kesehatan reproduksi bagi remaja yang ada saat ini
masih terbatas jangkauannya dan belum memuaskan mutunya.
Pendidikan kesehatan reproduksi remaja melalui jalur sekolah belum
sepenuhnya berhasil. Semua ini mengakibatkan banyaknya remaja
yang kurang memahami atau mempunyai pandangan yang tidak
tepat tentang masalah kesehatan reproduksi. Pemahaman yang tidak
benar tentang hak-hak dan kesehatan reproduksi ini menyebabkan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 6
banyaknya remaja yang berperilaku menyimpang tanpa menyadari
akibatnya terhadap kesehatan reproduksi mereka.
Penyerahan kewenangan Bidang KB kepada Pemerintah Kota
sesuai dengan Kepres Nomor 103/2001, yang kemudian diubah
menjadi Kepres Nomor. 9/2004, menuntut adanya komitmen yang
tinggi dari Pemerintah Kota Semarang tentang arti pentingnya
pelaksanaan program KB bagi keberhasilan pembangunan. Rata-rata
kelahiran total selama tahun 2000-2003 dibawah angka 2 Total
Fertility Rate (TFR<2). Indikator ini menunjukkan suatu ukuran dari
keberhasilan dalam upaya pengendalian kelahiran.
2.1.1.2 Ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian
Jumlah penduduk berdasarkan usia produktif selama lima
tahun terakhir mengalami pertumbuhan rata-rata pertahun sebesar
1,72%. Pada tahun 2000 sebesar 898.948 jiwa sampai dengan
tahun 2005 sebesar 978.949 jiwa. Sekitar 68,97 % penduduk Kota
Semarang adalah penduduk usia produktif (15 - 64) tahun dan
penduduk usia tidak produktif (0-14 dan 65 tahun keatas) sebesar
31,03 %.
Dari data tersebut diketahui bahwa angka beban tanggungan
sebesar 45 % yang berarti setiap 100 orang penduduk usia
produktif menanggung sekitar 45 penduduk usia tidak produktif.
Tabel 2.4
Struktur Penduduk menurut tenaga kerja dapat digambarkan
berdasarkan pada penduduk usia kerja. Jumlah angkatan kerja pada
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 7
tahun 2000 sebanyak 680.150 orang sampai dengan tahun 2005
sebanyak 756.887 orang atau mengalami pertumbuhan rata-rata
2,26% per tahun.
Tabel 2.5
Dilihat dari Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yakni
perbandingan antara penduduk usia kerja dengan jumlah angkatan
kerja, mulai tahun 2000 sampai dengan 2005 mengalami
pertumbuhan yang fluktuatif. Pada tahun 2005 merupakan
pertumbuhan yang paling tinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya
yakni sebesar 77,32%. Hal tersebut menunjukkan bahwa perlunya
peningkatan lapangan pekerjaan yang cukup guna menampung
banyaknya penduduk usia kerja.
Hubungan industrial tenaga kerja di Kota Semarang sampai
tahun 2000 terdapat 326 kasus pemutusan hubungan kerja (PHK)
dan 26 kasus perselisihan hubungan industrial (PHI) sedangkan pada
tahun 2005 kasus PHK turun menjadi 263 kasus dan PHI naik menjadi
52 kasus
Upaya perluasan kesempatan kerja dalam rangka
mengurangi pengangguran telah dilakukan, antara lain melalui
penempatan tenaga kerja baik di dalam maupun di luar negeri,
penyelenggaraan bursa kerja, dan pengembangan informasi tenaga
kerja. Adapun upaya peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga
kerja dilakukan melalui berbagai kegiatan pelatihan kerja dan
magang.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 8
Upaya perluasan kesempatan kerja juga dilakukan melalui
program transmigrasi, selama lima tahun terakhir jumlah
penempatan transmigrasi pada tahun 2000 dan 2004 tidak ada
penempatan transmigrasi asal Semarang sedangkan pada tahun
2001 sampai dengan tahun 2005 masing-masing sebanyak pada
tahun 2001 sebanyak 12 KK (52 jiwa), tahun 2002 sebanyak 14 KK
(39 jiwa), tahun 2003 sebanyak 2 KK (2 jiwa) dan pada tahun 2005
sebanyak 10 KK(24 jiwa). Pelaksanaan program transmigrasi tidak
semata-mata ditekankan pada target pemindahan penduduk, tetapi
pada pencapaian kesejahteraan transmigran dan perannya dalam
rangka pengembangan pusat-pusat pertumbuhan di daerah
penempatan.
2.1.1.3 Pendidikan
Pembangunan pendidikan pada dasarnya ditujukan untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar mampu
menghadapi setiap perubahan dan diharapkan dapat membentuk
manusia seutuhnya yaitu beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME,
berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, sehat
jasmani dan rohani, mandiri, bertanggungjawab dan memiliki etos
kerja yang tinggi.
Perkembangan indikator pendidikan dari tahun 2000 sampai
dengan tahun 2005 mengalami peningkatan yang cukup baik.
Keberhasilan pembangunan pendidikan dapat diukur dengan rata-
rata lama sekolah dan angka melek huruf. Kedua indeks ini menjadi
indikator utama dalam indeks pendidikan yang menentukan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM). Pada tahun 2005 rata-rata lama
sekolah di Kota Semarang mencapai 9,6 tahun atau sebesar 58 %,
sedangkan angka melek huruf sebesar 94 %. Penduduk Kota
Semarang yang masih buta aksara sebagian besar adalah penduduk
usia lanjut yang tidak bersekolah.
Tabel 2.6
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 9
Perkembangan APK dan APM PendidikanKota Semaran Tahun 2000 - 2005
Dilihat dari Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka
Partisipasi Murni (APM) pada masing-masing jenjang pendidikan tiap
tahun mengalami fluktuatif. Sampai dengan tahun 2005 Angka
Partisipasi Kasar (APK) sebesar 109,52 % untuk jenjang pendidikan
SD/MI, sebesar 87,19 %, untuk jenjang pendidikan SLTP/MTs dan
sebesar 83,13 % untuk jenjang pendidikan SLTA/MA. Sedangkan
Angka Partisipasi Murni (APM) untuk SD/MI sebesar 95,83 %,
SMP/MTs sebesar 76,43 % dan SMA/SMK/MA sebesar 64,23 %.
Pencapaian APM jenjang pendidikan SD termasuk kategori
tinggi dibanding APM di sekolah menengah, hal ini disebabkan
karena faktor sosial budaya yang menyangkut persepsi orang tua
yang sempit sehingga kurang menyadari arti pentingnya pendidikan
bagi anak serta faktor ekonomi keluarga yang tergolong kurang
mampu, menyebabkan anak usia sekolah menengah tidak
bersekolah.
Kondisi Gedung/ruang Kelas apabila dilihat dari kuantitas
sudah cukup memadai namun secara kualitas gedung/ruang sekolah
sampai dengan tahun 2005 sangat memprihatinkan khususnya untuk
Sekolah Dasar. Jumlah gedung/ruang kelas yang rusak untuk SD/MI
sebesar 14,19 %, SLTP/MTs sebesar 32,89 % dan SLTA/SMK/MA
sebesar 38,46 %, kondisi ini sangat berpengaruh pada kelancaran
kegiatan belajar mengajar.
Tabel 2.7
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 10
Disisi lain Disisi lain jjumlah siswa putus sekolah di Kota
Semarang khususnya pada jenjang pendidikan tingkat SLTA/SMK/MA
sampai dengan tahun 2005 mengalami peningkatan. Pada jenjang
jengang pendidikan SD pada tahun 2005 mengalami penurunan di
banding tahun-tahun sebelumnya, namun untuk jenjang pendidikan
SMA/SMK mengelami kenaikan yakni menjadi sebesar 0,85%. Hal
tersebut disebabkan karena faktor ekonomi dan hampir sebagian
besar siswa yang tidak meneruskan sekolah berasal dari keluarga
miskin. Masyarakat miskin menilai bahwa pendidikan masih terlalu
mahal dan belum memberikan manfaat yang signifikan atau
sebanding dengan sumberdaya yang dikeluarkan.
Tabel 2.8
Perkembangan Angka Siswa Putus Sekolah
Kota Semarang Tahun 2000 - 2005
Sejak tahun 2005 muncul fenomena berkembangnya
pendidikan sekolah berskala internasional. Sekolah Dasar
internasional yang pertama berdiri di Kota Semarang adalah
Semarang International School.
Penyelenggaraan pendidikan non formal, Kondisi
pembangunan pendidikan non formal, dilaksanakan dengan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 11
melibatkan peran serta/partisipasi swasta antara lain dalam
penyelenggaraan pendidikan non formal/balai latihan
kerja/penyelenggaraan kursus. Sampai dengan tahun 2005, jumlah
perusahaan atau lembaga swasta yang bergerak di bidang
pendidikan non formal/lembaga kursus berjumlah 52 lembaga,
dengan jenis pelatihan seperti ketrampilan menjahit, tata boga,
komputer, bahas Inggris, dll.
Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi, berdasarkan data tahun
2005, jumlah lembaga swasta yang menyelenggarakan perguruan
tinggi sejumlah 56 unit dengan jumlah mahasiswa sebesar 71.749
orang. Dari tahun ke tahun jumlah perguruan tinggi swasta di Kota
Semarang semakin meningkat jumlahnya. Hal ini menunjukkan
bahwa investasi di bidang pendidikan cukup menjanjikan di Kota
Semarang. Semarang terdapat sejumlah perguruan tinggi ternama.
Beberapa perguruan tinggi negeri di Semarang antara lain
Universitas Diponegoro (UNDIP), Universitas Negeri Semarang
(UNNES), Politeknik Negeri Semarang (POLINES), Politeknik
Pelayaran, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo, dan
Akademi Kepolisian (AKPOL). Perguruan tinggi swasta antara lain
Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA), Universitas Katolik
Soegijapranata (UNIKA), IKIP PGRI, Universitas Dian Nuswantoro
(UDINUS), Universitas Stikubank (UNISBANK), Universitas Tujuhbelas
Agustus 1945 (UNTAG), Universitas Semarang (USM), Universitas
Muhammadiyah Semarang (UNIMUS) dan Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi dan Pariwisata (STIEPARI). Banyaknya penyelenggaraan
perguruan tinggi di Kota Semarang menjadikan Kota Semarang
sebagai salah satu pusat pendidikan di Provinsi Jawa Tengah.
2.1.1.4Perpustakaan
Mencerdaskan kehidupan masyarakat juga dilakukan melalui
penyediaan layanan kondisi perpustakaan dan peningkatan minat
baca masyarakat. Kondisi perpustakaan umum dan daerah Kota
semarang menunjukkan kecenderungan meningkat dari sisi jumlah,
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 12
koleksi, pengunjung, dan fasilitas layanan. Perpustakaan yang ada di
Kota Semarang pada tahun 2005 terdiri dari perpustakaan umum dan
perpustakaan khusus (universitas, sekolah, dan lainnya). Koleksi
buku di Perpustakaan di Kota semarang berjumlah 41.208 buku
dengan pengunjung mencapai 24.523 orang. Selain itu pelayanan
perpustakaan juga dilakukan melalui Taman Bacaan / perpustakaan
diwilayah Kecamatan dan perpustakaan keliling. Pada tahun 2005
Jumlah Taman bacaan/perpustakaan di seluruh wilayah Kecamatan di
Kota Semarang sebanyak 176 buah.
2.1.1.5. Pemuda dan Olah Raga
Pembangunan Pemuda dan olah raga merupakan salah satu
upaya dalam mempersiapkan generasi penerus bangsa sebagai
pemimpin, pelopor dan penggerak pembangunan. Kondisi
kepemudaan saat ini harus diakui bahwa semangat kepeloporan
pemuda dalam proses pembangunan daerah masih perlu
ditingkatkan. Hal ini dapat dicermati dari kurang mandirinya
organisasi kepemudaan yang ada dan kurangnya koordinasi antar
organisasi kepemudaan, banyaknya perkelahian antar pelajar,
penyalahgunaan narkoba oleh generasi muda, perilaku seksual
menyimpang dan tindak kriminal lainnya. Sampai dengan tahun
2005 jumlah pemuda (penduduk usia 15 – 34 Tahun) di Kota
Semarang mencapai 525.355 Jiwa atau 37,5% dari total penduduk
Kota Semarang.
Kondisi keolahragaan selama lima tahun terakhir
menunjukkan budaya masyarakat untuk berolahraga belum
menyentuh seluruh lapisan masyarakat, hal ini terlihat dari
rendahnya aktifitas olah raga yang dilakukan oleh masyarakat.
Disisi lain sarana dan prasarana olah raga belum mendukung
terwujudnya budaya berolahraga, dan belum dapat menunjukkan
prestasi dibidang olah raga secara optimal baik ditingkat nasional
maupun ditingkat internasional. Jumlah fasilitas olahraga di Kota
Semarang sampai dengan tahun 2005 adalah sebagai berikut ;
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 13
lapangan Sepak bola sebanyak 27 buah, lapangan bola voley
sebanyak 74 buah, lapangan tenis sebanyak 11 buah, gelanggang
olah raga sebanyak 5 buah, lapangan golf sebanyak 4 buah, kolam
renang sebanyak 8 buah.
2.1.1.6. Kesehatan
Pembangunan kesehatan di Kota Semarang selama 10 tahun
terakhir menunjukan perubahan yang positif, Perubahan derajat
kesehatan masyarakat antara lain didukung oleh tingkat
ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan serta variabel primer
lainnya seperti ketersediaan tenaga medis dan paramedis,
manajemen, kualitas pelayanan, dan kesadaran masyarakat serta
aspek lain yang bersifat sebagai penunjang terhadap kesehatan.
Kondisi Pembangunan kesehatan dapat dilihat dari 3 (tiga) indikator
utama yang berpengaruh terhadap keberhasilan bidang kesehatan
yaitu Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan
Usia Harapan Hidup (UHH).
Angka Kematian Ibu (AKI) mengalami pertumbuhan yang
fluktuatif, dan pada tahun 2005 Angka Kematian Ibu sebesar
43/1000 Kelahiran Hidup (KH). Jumlah kematian ibu maternal di
Kota Semarang pada tahun 2005 sebanyak 10 orang dengan jumlah
kelahiran hidup sebanyak 21.445 orang atau 46 orang dari 100.000
KH. Kematian tersebut rata-rata terjadi di tempat pelayanan
rujukan, yaitu di Rumah Sakit akibat keterlambatan rujukan dari
pelayanan dasar Bidan Praktek Swasta (BPS). Hal ini dapat
disebabkan karena terlambat dalam penentuan diagnosa maupun
dalam pengambilan keputusan klinik sehingga terlambat sampai
ditempat rujukan, pengaruh lain yang menentukan adalah sulitnya
keluarga dalam memutuskan keadaan untuk dirujuk.
Angka Kematian Bayi (AKB), Jumlah kematian bayi di Kota
Semarang pada tahun 2005 sebesar 122 dari 21.445 Kelahiran
Hidup (KH) yang terdiri dari 97 bayi (untuk kematian perinatal dan
neonatal). Dan kematian Balita sebanyak 25 anak. Ada banyak
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 14
faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kematian bayi
diantaranya tersedianya berbagai fasilitas atau faktor aksesibilitas
dan pelayanan kesehatan dari tenaga medis yang terampil serta
kesediaan masyarakat untuk merubah kehidupan tradisional ke
norma kehidupan modern. Menurunnya kematian bayi dalam
beberapa tahun terakhir disebabkan adanya peningkatan dalam
kualitas hidup pelayanan kesehatan pada masyarakat. Angka
Kematian Balita (1-4 tahun) adalah jumlah kematian anak usia 1-4
tahun per 1.000 anak balita. Child Mortality Rate (CMR)
menggambarkan faktor- faktor lingkungan yang berpengaruh
terhadap kesehatan anak balita seperti gizi, sanitasi, penyakit
menular dan kecelakaan. Indikator ini dapat menggambarkan tingkat
kesejahteraan sosial dan tingkat kemiskinan penduduk. Jumlah ini
mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yang mencapai 136
anak/bayi.
Angka Harapan Hidup (AHH) Kota Semarang sampai tahun
2005 mencapai 70 tahun, angka ini di atas angka harapan hidup
tingkat Nasional sebesar 65 tahun.
Penyakit menular masih menjadi masalah kesehatan di Kota
Semarang, yakni dengan masih ditemukannya beberapa kasus
penyakit menular. Angka penyakit menular pada tahun 2005 sebagai
berikut jumlah penderita DBD sebanyak 2.297 kasus pada tahun
2005, jumlah penderita DBD sebanyak 1.845 kasus, Jumlah
penderita TB Paru BTA (+) sebanyak 812 kasus , jumlah HIV positif
75 kasus, penderita AIDS sebanyak 11 kasus, penderita kasus
narkoba 41 kasus, dan NAPSA 102 kasus
Kondisi pelayanan kesehatan di Kota Semarang sampai
dengan tahun 2005 untuk cakupan pelayanan kesehatan telah
menjangkau ke seluruh wilayah, hal ini dapat dilihat dari jumlah
fasilitas kesehatan yang ada di Kota Semarang. Jumlah Rumah Sakit
sebanyak 14 buah, Rumah Sakit Bersalin dan Rumah Bersalin
sebanyak 30 buah, Puskesmas 37 buah dengan 11 Puskesmas
Perawatan dan Puskesmas Pembantu 33 buah.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 15
Puskesmas, Puskesmas Perawatan dan Puskesmas Pembantu
sebagai ujung pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan
jumlah 70 buah sehingga rata-rata tiap kecamatan dilayani oleh 4
buah, serta didukung oleh fasilitas kesehatan lainnya memberikan
gambaran bahwa pelayanan fasilitas kesehatan masyarakat telah
mencukupi.
Dan untuk jumlah tenaga medis yang ada di Kota Semarang sampai
dengan tahun 2005 baik dari instansi pemerintah maupun Swasta
adalah sebanyak 7.516 orang, secara rinci jumlah tenaga medis
pada setiap jenis sebagaimana tabel dibawah ini.
Tabel 2.9
Tabel 2.10
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 16
Ketersediaan fasilitas kesehatan yang ada di Kota Semarang, tidak
hanya dimanfaatkan oleh penduduk Kota Semarang, tetapi juga
dimanfaatkan oleh penduduk di hinterland Semarang seperti Kota
Salatiga, Kabupaten Semarang, Kabupaten Demak, Kabupaten
Grobogan, dan Kabupaten Kendal. Kelengkapan fasilitas yang
ditawarkan oleh RS Umum dan RS Swasta di Kota Semarang menjadi
daya tarik tersendiri bagi penduduk di sekitar kota-kota Semarang.
Dari tahun ke tahun sarana pelayanan kesehatan semakin
meningkat jumlahnya karena penduduk yang memanfaatkan
fasilitas kesehatan semakin meningkat jumlahnya seiring dengan
peningkatan jumlah penduduk di Kota Semarang dan kota-kota
disekitarnya. Dengan adanya kenyataan ini, maka pembangunan
kesehatan di Kota Semarang merupakan peluang pengembangan
investasi di bidang kesehatan.
2.1.1.7. Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan sosial merupakan hal-hal yang berkaitan
dengan keterlantaran baik anak maupun orang usia lanjut, penderita
cacat, korban bencana alam dan korban bencana sosial.
Pembangunan Kesejahteraan sosial di Kota Semarang ditandai
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 17
dengan fenomena munculnya Penyandang Masalah Kesejahteraan
Sosial (PMKS). Perkembangan jumlah PMKS selama kurun waktu 10
tahun terakhir menunjukkan kencenderungan meningkat, keadaan
ini dipacu oleh semakin sulitnya masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan hidup.
Perkembangan jumlah penyandang masalah sosial dari
tahun 2000 sampai dengan tahun 2005 mengalami perkembangan
yang fluktuatif, pada tahun 2000 jumlah PMKS sebanyak 1.979
orang dan sampai dengan tahun 2005 sebanyak 3.583 orang atau
mengalami peningkatan rata-rata 16,21 % per tahun.
Tabel 2.11
Permasalahan penyandang masalah sosial khususnya gepeng, Waria,
WTS dan Anjal belum dapat diselesaikan secara tuntas dikarenakan
sifatnya musiman dan mereka kebanyakan bukan penduduk asli Kota
Semarang.
Perkembangan fasilitas sosial yang tersedia di Kota
Semarang sampai dengan tahun 2005 sebanyak 5 buah panti
jompo, 40 buah panti asuhan, 3 rumah singgah, 90 buah yaysan
social dengan jumlah sasaran garapan 4.381 orang, 895 pekerja
sosial dan 78 organisasi sosial.
Tabel 2.12
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 18
Bentuk-bentuk fasilitas sosial yang ada di Kota Semarang mencakup
untuk kesehatan, pendidikan, penyandang masalah kesejahteraan
sosial (pengemis dan gelandangan) untuk penduduk lanjut usia,
yatim piatu, mantan narapidana dan tuna wisma.
Rumah Sakit disamping untuk tujuan komersial juga membawa misi
untuk membantu masyarakat yang kurang mampu dengan cara
menyediakan ruangan khusus pengabdian.
Disamping itu juga tersedia balai-balai pengobatan yang
diselenggarakan Yayasan-yayasan Sosial dengan maksud untuk
memberi pelayanan kesehatan bagi penyandang masalah
kesejahteraan sosial. Yayasan Sosial Sugiyopranoto, Balai
Pengobatan dan Panti Asuhan Muhammadiyah, Panti Wreda, serta
yayasan-yayasan lain yang bernaung di bawah organisasi
kemasyarakatan keagamaan adalah beberapa contoh aktivitas dan
keterlibatan masyarakat dalam pelayanan untuk kebutuhan
kesejahteraan sosial. Disamping itu juga terdapat rumah singgah
yang diselenggarakan yayasan-yayasan sosial dengan maksud dan
tujuannya adalah untuk membantu anak dan remaja penyandang
tuna wisma (pengemis dan gelandangan) yang dalam kegiatannya
dimaksudkan memberi fasilitas singgah atau menginap, serta
pendidikan, pelatihan, dan perlindungan kepada mereka sebab
diantara mereka tidak sedikit yang masuk dalam usia anak-anak
dan/remaja.
Kesejahteraan masyarakat ditandai dengan fenomena
permasalahan kesejahteraan sosial masih banyak ditemui di Kota
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 19
semarang. Walaupun upaya penanganan Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial (PMKS) terus dilakukan tetapi belum berhasil
mengurangi jumlah PMKS secara signifikan. Kondisi ini ditandai
dengan masih banyaknya permasalahan sosial yang muncul dan
berkembang seperti meningkatnya jumlah penduduk miskin (seperti
gelandangan, pengemis, anak jalanan, dan anak terlantar), tindak
kekerasan, korban bencana alam, dan PMKS lainnya.
2.1.1.8. Kemiskinan
Secara umum kondisi penduduk miskin ditandai oleh
ketidakberdayaan atau ketidakmampuan dalam hal: 1) memenuhi
kebutuhan dasar seperti pangan dan gizi, sandang, papan,
pendidikan, serta kesehatan; 2) melakukan kegiatan usaha produktif;
3) menjangkau akses sumber daya sosial dan ekonomi; 4)
menentukan nasibnya sendiri dan senantiasa mendapat perlakuan
diskriminatif dan eksploitatif; dan 5) membebaskan diri dari mental
dan budaya miskin.
Namun disisi lain jumlah Keluarga Miskin mengalami kenaikan yang
cukup signifikan, pada tahun 1996 sebesar 11.987 KK sampai
dengan tahun 2005 mencapai sebesar 56.322 KK atau mengalami
kenaikan rata-rata sebesar 44 % per tahun, hal ini menunjukkan
bahwa penduduk miskin di Kota Semarang merupakan masalah yang
perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah dan masyarakat,
walaupun upaya penanganan terhadap mereka sudah dilakukan dan
melibatkan banyak pihak namun masalah tersebut secara empiris
tidak nampak hasilnya.
Tabel 2.13
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 20
Dari data persebaran penduduk miskin di Kota Semarang Tahun 2005
paling besar di Kecamatan Semarang barat yakni sebanyak 6.213 KK
atau 24.852 jiwa.
Penanggulangan kemiskinan telah menjadi agenda dan
prioritas utama pembangunan serta telah dilaksanakan dalam kurun
waktu yang panjang. Berbagai strategi, kebijakan, program, dan
kegiatan penanggulangan kemiskinan baik yang bersifat langsung
(program khusus) maupun yang tidak langsung telah
diimplementasikan, namun demikian hasilnya belum optimal, salah
satunya ditandai dengan masih banyaknya penduduk miskin di Kota
Semarang. Penanggulangan kemiskinan bukanlah hal yang mudah
diatasi, mengingat kemiskinan merupakan masalah yang bersifat
multidimensional. Di samping itu, kemiskinan juga merupakan
masalah sosio-ekonomi yang memiliki kandungan lokalitas yang
sangat bervariasi.
Upaya riil yang telah ditempuh sebagai upaya
penanggulangan kemiskinan di Kota semarang adalah 1)
pengurangan beban biaya bagi penduduk miskin dengan mengurangi
pengeluaran kebutuhan dasar seperti akses pendidikan, kesehatan,
dan infrastruktur yang mempermudah dan mendukung kegiatan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 21
sosial ekonomi, dan 2) meningkatkan pendapatan atau daya beli
penduduk miskin melalui peningkatan produktivitas, dimana
masyarakat miskin memiliki kemampuan pengelolaan, memperoleh
peluang dan perlindungan untuk memperoleh hasil yang lebih baik
dalam berbagai kegiatan ekonomi, sosial budaya maupun politik.
Bentuk riil tersebut dilaksanakan melalui program antara lain
Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP).
2.1.1.9. Kebudayaan
Sebagai kota pesisir/pantai dan kota niaga yang cukup tua,
Kota Semarang memiliki beberapa jenis budaya, yang hidup dan
berkembang dalam masyarakat. Budaya terrsebut lahir dari proses
akulturasi budaya asli dengan budaya yang dibawa para pendatang.
Banyak sekali peninggalan dalam bentuk kesenian maupun yang
masih hidup dan berkembang termasuk beberapa peninggalan
bangunan kuno. Peninggalan bangunan sejarah berjumlah 170 buah
yang terdiri dari bangunan budaya sebanyak 3 buah, bangunan
tempat ibadah sebanyak 24 buah, bangunan kesehatan sebanyak 3
buah, bangunan Perkantoran 46 buah, bangunan pemerintahan
sebanyak 13 buah, bangunan pendidikan sebanyak 11 buah,
bangunan pengangkutan sebanyak 3 buah, bangunan rumah tinggal
sebanyak 56 buah, dan bangunan lainnya sebanyak 11 buah.
Keragaman budaya itu menjadi kekayaan yang harus
dilestarikan dan dikembangkan. Dari data organisasi kesenian yang
ada di Kota Semarang tercatat sebanyak 321 organisasi kesenian
yang terdiri dari organisasi kesenian qosidah, ketoprak, drama/teater,
sanggar seni, grup tari, karawitan, orkes melayu dan campursari,
gambang semarang, keroncong, wayan orang dan lain-lain.
Tabel 2.14
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 22
Upaya mempertahankan budaya di Kota Semarang sudah
dilakukan dengan pagelaran seni dan budaya secara rutin tahunan.
Aspek budaya Kota Semarang ini merupakan modal dasar sekaligus
kearifan lokal yang sangat penting dan potensial bagi Kota Semarang
untuk mengembangkan diri dalam jangka panjang tanpa harus
tercabut dari akar budayanya. Pembangunan yang berbasis pada
budaya dan kearifan lokal memiliki daya tahan terhadap pengaruh
negatif dari budaya asing dan globalisasi yang kontraproduktif dengan
nilai-nilai budaya lokal.
2.1.1.10 Agama
Kehidupan beragama di Kota Semarang selama ini
berlangsung dalam toleransi yang cukup tinggi. Keharmonisan
tersebut salah satunya dapat dilihat dari banyaknya tempat ibadah
yang ada di sekitar warga yang majemuk, serta kondusifnya situasi
kehidupan beragama dalam menjalankan ibadah sesuai agama dan
keyakinannya masing-masing.
Tabel 2.15
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 23
Jumlah pemeluk agama islam di Kota Semarang sampai dengan
tahun 2005 mayoritas adalah bergama Islam yakni sebesar 82,90
%. Sedangkan jumlah tempat ibadah pada tahun 2005 adalah
sebagai berikut masjid sebanyak 969 buah, mushola sebanyak 1.694
buah, gereja/kapel sebanyak 251 buah, vihara/kuil sebanyak 32
buah, dan pura sebanyak 4 buah.
Tabel 2.16
Upaya-upaya yang telah dilakukan dalam menjaga
kerukunan hidup beragama adalah melalui berbagai forum
silaturohmi antara pemerintah, tokoh agama, tokoh masyarakat dll.
Disamping itu juga dilakukan melalui fasilitasi kegiatan keagamaan.
2.1.1.11 Perempuan dan anak
Kondisi pembangunan dalam perlindungan perempuan dan
anak dilaksanakan melalui pengarustamaan gender dan
perlindungan anak. Jumlah penduduk Kota Semarang berdasarkan
jenis kelamin perempuan dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2005
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 24
mempunyai proporsi lebih besar dari pada penduduk laki-laki. Pada
tahun 2000 proporsi perempuan sebesar 50,27 % dan pada tahun
2005 jumlah penduduk perempuan sebanyak 713.815 atau sebesar
50,29 % dari jumlah penduduk Kota Semarang.
Tabel 2.17
Upaya perlindungan anak juga dilakukan dalam rangka
memberikan kepastian hak tumbuh kembang anak sesuai dengan
perkembangan usianya. Upaya ini juga dimaksudkan untuk
melindungi anak terlepas dari eksploitasi ekonomi dan kekerasan
yang kerap menimpa baik di lingkungan keluarga maupun
masyarakat. Upaya perlindungan terhadap perempuan juga telah
dilakukan melalui fasilitasi dan advokasi kepada organisasi/lembaga
perempuan antara lain dengan dibentuknya Seruni. Perkembangan
jumlah organisasi wanita sampai dengan tahun 2005 sebanyak 28
buah.
Tabel 2.18ORGANISASI SOSIAL WANITA
DI KOTA SEMARANGNO ORGANISASI ALAMAT
1 Al Hidayah Jl. Sunan Bonang II No. 9
2 Tiara Kusuma Jl. Borobudur Utara Raya No. 38
3 Perip TNI Polri Jl. Rejomulyo II/ 2
4 Dharma Wanita Persatuan Jl. Dr. Sutomo No. 19
5 Bhayangkara Jl. Dr. Sutomo No. 5
6 Ikawati 17 Jl. Pawiyatan Luhur Bendan Dhuwur (UNTAG)
7 YPSMI Jl. Kedungmundu No. 99
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 25
NO ORGANISASI ALAMAT
8 WKRI Jl. Lempongsari Barat III/353
9 PWKI Jl. Julungwangi II No. 269
10 IIDI Jl. Sambiroto Baru Raya 28 A
11 PERWARI Jl. Rejosari I No. 4
12 Muslimat NU Jl. KH. Thohir 35 Penggaron
13 Wirawati Catur Panca Jl. Kesatrian G No. 5
14 Aisyiah Jl. Wonodri Krajan III / 684
15 Himpunan Wanita Karya Jl. Lompo Batang No. 11
16 Wanita Islam Jl. Lintang Trenggono IV / 23
17 Adyaksa Dharmakarini Jl. Abdulrahman Saleh 5 - 9
18 Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Jl. Kedungmundu No. 30
19 Persatuan Wanita Nangka (PWN) Jl. Nangka Barat No. 9
20 Persit KCK Jl. Pemuda No. 153
21 Jala Senastri Jl. R.E. Martadinata No. 12
22 Perwanas Jl. Meranti Timur Dalam IV / 17
23 Pepabri Jl. Rumpun Diponegoro II / 13
24 Wanita Satya Praja Jl. Menoreh Selatan III No. 9
25 KOWAVERI Jl. Sugiyopranoto No. 2
26 Rukun Ibu Singosari Jl. Singosari X No. 4
27 KERTA Gedung Juang 45, Jl. Pemuda 163
28 Himpunan Wanita Pejuang Jl. Citra Blok E/6 Perum Graha Estetika, Banyumanik
Indikator kondisi perempuan diukur dengan indeks
pembangunan gender, yang terdiri dari angka harapan hidup
perempuan tahun 1999 mencapai 72,2 sedangkan laki-laki 68,3,
Angka melek huruf perempuan 90,3% dan rata-rata lama sekolah
sebesar 8,0. Dari gabungan beberapa indikator yang digunakan
indeks perberdayaan gender Kota Semarang sebesar 64,5, ini berarti
masih ada berbagai bias gender.
Indikator lain dalam mengukur indeks pembangunan gender
di Kota Semarang adalah komposisi angota parlemen untuk hasil
pemilu tahun 2004 proporsi perempuan dalam legislatif sebesar 15
%. Untuk tenaga kepemimpinan dan tenaga profesional di Kota
Semarang sampai tahun 2005 mencapai 36,6 %, walaupun
demikian indeks pemberdayaan gender mencapai 61,1, tetapi masih
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 26
menggambarkan keadaan yang belum mengarah pada posisi adil
gender.
2.1.2. EKONOMI
2.1.2.1. Kondisi dan Struktur Ekonomi
Kondisi makro perekonomian Kota Semarang selama lima
tahun terakhir mengalami pertumbuhan yang fluktuatif.
Berdasarkan harga konstan 1993, pertumbuhan ekonomi periode
tahun 2000 - 2005 mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 4,36%
per tahun. Pada tahun 2000 sebesar 4,97 % dan sampai dengan
tahun 2005 pertumbuhan ekonomi turun menjadi 4,16 %.
Tabel 2.19
Penurunan pertumbuhan pada tahun 2002 dan tahun 2004
disebabkan oleh Kebijkan Pemerintahan menaikkan Harga Bahan
Bakar Minyak (BBM) dan Tarif Dasar Listrik (TDL).
Meningkatnya pertumbuhan ekonomi tersebut terbesar
dipengaruhi oleh kontibusi lapangan usaha atau sektor-serktor
ekonomi yang di Kota Semarang. Sektor dominan yang mempunyai
kontribusi paling besar terhadap PDRB adalah yakni Perdagangan,
Hotel dan Restoran; Industri Pengolahan dan Jasa-jasa.
Tabel 2.20
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 27
Meningkatnya pertumbuhan ekonomi tersebut dipengaruhi
oleh kontribusi lapangan usaha atau sektor-sektor ekonomi yang ada
di Kota Semarang. Sektor dominan yang mempunyai kontribusi
paling besar terhadap PDRB adalah Perdagangan, Hotel dan
Restoran; Industri Pengolahan dan Jasa-jasa. Perdagangan, Hotel
dan Restoran selama kurun waktu tahun 2000 – 2005 memberikan
kontribusi rata-rata sebesar 34,98 % per tahun, kemudian diikuti
sektor dominan lainnya yaitu sektor industri pengolahan dengan
rata-rata sebesar 31,39 % per tahun dan Sektor Jasa-jasa dengan
rata-rata sebesar 12,73 % per tahun. Sedangkan sektor-sektor usaha
lainnya yang memberikan kontribusi terhadap PDRB yaitu sektor
pengangkutan dan komunikasi dengan rata-rata sebesar 7,11 % per
tahun, sektor Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar
6,84 % per tahun, sektor Bangunan sebesar 4,30 % per tahun, sektor
Listrik Gas dan Air minum sebesar 1,47 % per tahun, sektor Pertanian
sebesar 0,92 % per tahun dan sektor Pertambangan dan penggalian
dengan rata-rata sebesar 0,25 % per tahun.
2.1.2.2. Industri
Industri merupakan salah satu sektor andalan Kota
Semarang dalam menunjang pertumbuhan ekonomi dan penyerapan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 28
tenaga kerja. Selama 5 tahun terakhir omzet sektor industri
meningkat, yaitu dari Rp 3,96 triliun pada tahun 2001 menjadi Rp
4,46 triliun pada tahun 2005. Adapun jumlah investasi industri di
Kota Semarang mengalami peningkatan dari Rp 13,37 triliun pada
tahun 2001 menjadi Rp 13,81 triliun pada tahun 2005. Sementara itu
jumlah industri meningkat dari 3.443 unit pada tahun 2001 menjadi
4.115 pada tahun 2005 dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak
162.673 orang pada tahun 2005.
Jumlah Industri di Kota Semarang yang ada sebanyak 2.974
unit terdiri dari 1.158 industri besar dan industri menengah 627 dan
1.816 industri kecil (formal). Selain itu masih ada 1.141 unit industri
kecil non-formal (kerajinan rumah tangga) yang tidak memiliki izin
industri/tanda daftar industri. Sebagian besar dari industri-industri
tersebut terutama industri besar dan menengah (39 %), serta
industri kecil baru (19%) sudah ditempatkan di kawasan-kawasan
industri.
Total luas kawasan industri di Kota Semarang ada 9 lokasi,
menempati lahan seluas 1.326 Ha dengan jumlah unit usaha industri
di kawasan industri tersebut sebesar 733 unit perusahaan.
Upaya dalam pengembangan industri di Kota Semarang
yang telah dilakukan melalui penyediaan kawasan, infrastruktur dan
fasilitasi perijinan.
2.1.2.3. Koperasi dan UMKM
Koperasi dan usaha Mikro Kecil menengah memiliki potensi
yang besar dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat. Peranan
koperasi sebagai sokoguru perekonomian dan pengembangan usaha
mikro, kecil dan menengah terbukti lebih mampu bertahan dalam
menghadapi krisis ekonomi, ketika banyak perusahaan skala besar
banyak yang kolaps bahkan harus menutup perusahaanya, usaha-
usaha mikro, kecil dan menengah masih mampu bertahan ditengah
badai krisis.
Perkembangan koperasi mengalami peningkatan, hal ini
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 29
dapat lihat dari jumlah koperasi di Kota Semarang sampai dengan
tahun 2005 sebanyak 1.054 unit yang terdiri diri Koperasi Aktif
sebanyak 596 unit dan koperasi tidak aktif 458 unit, yang berarti
meningkat dibanding tahun 2000 yang tercatat sebanyak 969 unit
koperasi yang terdiri dari 865 unit koperasi aktif dan sebanyak 104
unit koperasi tidak aktif .
Dilihat dari modal koperasi UKM, perkembangannya juga mengalami
peningkatan, sampai dengan tahun 2005 modal koperasi sebesar
Rp. 258.285.000.000,- dan modal UKM sebesar Rp. 61.057.000.000,-.
Permasalahan mendasar yang terjadi adalah masih
lemahnya akses UMKM terhadap pembiayaan untuk peningkatan
modal usaha, khususnya akses pada perbankan/lembaga keuangan,
selain itu masih terkendala di bidang pemasaran dan kualitas
sumberdaya pengelola koperasi.
Upaya dalam pengembangan koperasi dan UMKM di Kota
Semarang telah dilakukan melalui fasilitasi akses permodalan, dan
penguatan kelembagaan dan manajemen kewirausahaan.
2.1.2.4. Investasi
Investasi PMA Kota Semarang dilihat dari jumlah proyek
selama lima tahun terakhir mengalami penurunan dari 57 proyek
pada tahun 2001 menjadi 47 proyek pada tahun 2005. Namun,
apabila dilihat dari nilai investasi mengalami kenaikan, yaitu dari
96,68 juta US$ pada tahun 2001 menjadi 610,43 juta US$ pada tahun
2005. Jumlah proyek PMDN juga mengalami penurunan dari 26
proyek dengan nilai investasi Rp. 2,91 triliun pada tahun 2001
menjadi 20 proyek dengan nilai investasi sebesar Rp1.91 triliun pada
tahun 2005.
Upaya untuk mendorong tercapainya pemenuhan kebutuhan
investasi swasta dan berkembangnya sektor riil, diperlukan berbagai
kebijakan pemerintah, meliputi penciptaan iklim kondusif bagi dunia
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 30
usaha, peningkatan produktivitas tenaga kerja, serta penyediaan
infrastruktur yang memadai, Pemerintah Kota Semarang telah
mendukung penciptaan kebijakan pemerintah yang pro investasi dan
dapat mendorong berkembangnya sektor riil. Kebijakan tersebut
adalah penciptaan iklim kondusif bagi investor dalam dan luar negeri
dalam segala hal, seperti kepastian hukum, promosi terpadu,
intermediasi perbankan, ketenagakerjaan, penyediaan infrastruktur
yang memadai dan kebijakan tata ruang yang konsisten.
2.1.2.5. Pertanian
Dari segi perekonomian Kota Semarang, kontribusi sektor
pertanian terhadap pembentukan PDRB sangat kecil yaitu 0,67 %
atau sebesar Rp. 42.187.230,- berdasarkan harga konstan 1993.
namun jika dhitung dengan harga berlaku sebesar 0,9 % atau
sebesar Rp. 214.970.364,-. Dilihat dari kontribusi sektor pertanian
terhadap PDRB relatif kecil namun penyerapan tenaga kerja pada
sektor ini sebanyak 14.360 penduduk atau 2,26 % dari penduduk
Kota Semarang.
Tabel 2.21LAHAN PERTANIAN KOTA SEMARANG
TAHUN 2000 - 2005
Tabel 2.22PERKEMBANGAN JUMLAH PETANI DAN BURUH TANI
KOTA SEMARANG TAHUN 2000 - 2005
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 31
Luas lahan pertanian produktif Kota Semarang selama kurun
waktu lima tahun terkahir mengalami penurunan kualitas.
Penurunan tersebut merupakan konsekuensi logis dari wilayah
perkotaan sebagai akibat beralihnya tenaga kerja pertanian menjadi
pekerja lain yang menjanjikan pendapatan lebih baik.
Sektor pertanian mencakup tanaman pangan, tanaman
perkebunan, peternakan, dan kehutanan. Kontribusi terbesar dari
sektor ini adalah peternakan dan tanaman bahan pangan.
Sendangkan kontribusi terkecil dari kehutanan. Berdasarkan harga
konstan tahun 1993 kontribusi peternakan sebesar 44 % sedangkan
kontribusi tanaman bahan makanan sebesar 40 % terhadap sektor
pertanian. Dan untuk harga berlaku kontribusi peternakan sebesar
46 % dan kontribusi sektor tanaman bahan makanan sebesar 46 %.
Dari sektor peternakan kontribusi yang cukup dalam
pertumbuhan ekonomi, hal ini dilihat dari jumlah populasi yang
semakin meningkat di Kota Semarang, seperti ternak ayam ras
petelur, sapi potong, ayam buras, sapi perah, kambing dan domba
dengan peningkatan rata-rata per tahun sebesar 13,06 % dengan
produk hasil ternak pada tahun 2005 yakni telur sebanyak 5.894.804
butir, susu sebesar 3.488.907 liter dan daging baik unggas maupun
non unggas sebesar 11.686.159 kg.
Pada sektor tanaman bahan pangan terdiri dari komoditas
Padi dan palawija, tanaman empon-empon, buah-buahan serta
tanaman perkebunan rakyat. Secara umum tiap komoditas
mengalami peningkatan kecuali komoditas tanaman buah-buahan,
pada tahun 2005 komoditas padi dan palawija sebesar 7.431,83 ton,
tanaman empon-empon sebesar 428 ton yang merupakan faktor
pendukung perkembangan industri jamu sebagai salah satu produk
Unggulan Daerah. Komoditas tanaman perkebunan rakyat sebesar
193,56 kwintal, sedangkan komoditas buah-buahan sebesar 67,53
kg/pohon. Upaya yang telah dilakukan dalam
mendorong bidang pertanian melalui pemberian sarana dan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 32
prasarana produksi pertanian, pembinaan dan penguatan
kelembagaan kelompok petani serta penanganan pasca panen.
2.1.2.6. Kelautan dan Perikanan
Pada bidang pembangunan kelautan dan perikanan terjadi
tekanan yang sangat berat terhadap sumber daya laut pada wilayah
pantai utara Kota Semarang karena adanya usaha penangkapan ikan
yang berlebihan. Komoditas perikanaan selama beberapa tahun
terakhir mengalami penurunan baik dari luas areal lahan maupun
dari jumlah produksi perikanan. Komoditas hasil perikanan secara
umum mengalami penurunan, pada tahun 2005 untuk produksi
perikanan darat/tambak sebesar 615,4 ton atau mengalami
penurunan rata-rata sebesar 4,69 % per tahun dan untuk produksi
perikanan darat/kolam sebesar 55,7 ton atau mengalami penurunan
rata-rata sebesar 34,94 % per tahun.
Tabel 2.23LAHAN PERIKANAN KOTA SEMARANG
TAHUN 2000 - 2005
Dari data lahan perikanan di Kota Semarang tahun 2000-
2005, luas lahan perikanan mengalami penurunan dari tahun 2000
seluas 1.572,100 ha menjadi 1.230,360 ha atau 4,35 % per tahun.
Penurunan produktifitas perikanan juga disebabkan rsendahnya
penggunaan teknologi perikanan dan kurangnya sarana prasarana
masih menjadi permasalahan bagi nelayan. Nelayan juga harus
dihadapkan pada kondisi alam yang ekstrem selama 4 bulan (sekitar
November – Februari) setiap tahunnya, menyebabkan tidak dapat
melaut sedangkan mereka tidak mempunyai alternatif mata
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 33
pencaharian lain sehingga berakibat turunnya penghasilan yang
diperoleh dan berpengaruh terhadap kehidupan rumah tangga
nelayan.
Upaya dalam pembangunan bidang kelautan dan perikanan
dilakukan melalui pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir,
pemberian sarana prasarana produksi kelautan dan perikanan,
pembinaan dan penguatan kelembagaan kelompok petani nelayan
serta penanganan pasca panen.
2.1.2.7. Pertambangan
Dalam bidang pertambangan Pemerintah Kota Semarang
selama ini hanya memberikan rekomendasi untuk penerbitan ijin
penggalian bahan tambang golongan C dan pemanfaatan Air Bawah
Tanah (ABT) yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah.
Penggalian bahan tambang galian C yang ada di Kota
Semarang berupa penggalian tanah urug, pasir dan batu yang
berada di Kelurahan Ngaliyan, Banbankerep dan Wonosari
Kecamatan Ngaliyan.
Sampai dengan tahun 2005, pemanfaatan Air Bawah Tanah
(ABT) di Kota Semarang telah menjamur dan tidak terkendali.
Upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota
Semarang adalah dengan pengawasan dan pengendalian terhadap
pemanfaatan bahan galian C dan ABT. Namun demikian masih
sering terjadi kasus-kasus pelanggaran terhadap ijin galian yang
diterbitkan sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan.
2.1.2.8. Perdagangan
Proporsi sektor perdagangan dalam perekonomian daerah
juga sangat signifikan. Sektor Perdagangan yang di dalamnya
termasuk hotel dan restoran menjadi penyumbang terbesar dalam
PDRB kota Semarang, yakni sebesar 35,62% pada tahun 2005.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 34
Berdasar harga konstan 1993, nilai ekonomi dari sektor perdagangan
pada tahun 2005 mencapai Rp. 2,2 trilyun, berdasar harga berlaku
sebesar Rp. 9,1 trilyun.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 35
Pertumbuhan sektor perdagangan selama lima tahun terakhir (2001-
2005) berdasar harga konstan menunjukkan angka pertumbuhan
yang stabil, sekitar 5 %. Jika dihitung berdasar harga berlaku
menunjukkan penurunan, dari 14 % tahun 2001 menjadi 13 % pada
tahun 2005. Perkembangan aktivitas perdagangan di Kota
Semarang selama 10 tahun terus mengalami peningkatan,
perdagangan tidak bisa dipisahkan dari ketersediaan sarana
prasarana perdagangan. Distribusi barang tidak mengalami
hambatan yang berarti, hal ini dapat dilihat pada lima tahun terakhir
belum pernah mengalami kelangkaan distribusi bahan kebutuhan
masyarakat, ini disebabkan lalulintas barang dapat dilakukan baik
melalui darat, laut maupun udara. Untuk jalur laut dan udara
melalui pelabuhan Tanjung Emas dan Bandara Ahmad Yani, jalur
darat melalui jalan arteri Pantura, serta jaringan kereta api, baik
pada jalur Pantura mapun jalur Selatan Jawa.
Prasarana perdagangan sampai dengan tahun 2005 memliki
47 pasar tradisional dengan kondisi baik sebanyak 1 buah, rusak
sedang 7 buah sedangkan rusak berat sebanyak 37 buah ; 19 pasar
lokal; 54 pasar swalayan; 3 pasar grosir dan 11 mall/plaza. Dari data
tersebut terdapat 23 pusat perbelanjaan modern yang tersebar di
wilayah Kota dan daerah pengembangan. Keberadaanya merupakan
cabang jaringan supermarket internasional, nasional dan regional.
Upaya Pemerintah Kota Semarang dalam mendorong
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 36
pertumbuhan bidang perdagangan dilakukan melalui meningkatkan
sarana prasana distribusi produk, kemudahan perijinan dalam
berusaha, memberikan kepastian berusaha, dan mendorong
terbentuknya pusat-pusat perdagangan baru.
2.1.2.9. Pariwisata
Pembangunan pariwisata di Kota Semarang selama beberapa
tahun terakhir mengalami penurunan yakni rata-rata 0,74 % per
tahun. Sumbangan sektor pariwisata terhadap perekonomian Kota
Semarang cukup besar, namun struktur PDRB yang ada tidak
mengukur sumbangan pariwisata secara langsung. Sumbangan
pariwisata tersebar di sektor-sektor ekonomi yang lain seperti
sumbangan hotel dan restoran dalam sektor perdagangan, hotel dan
restoran. Sedangkan jasa pariwisata masuk dalam sektor Bank dan
Jasa-jasa.
Berdasarkan perkembangan jumlah pengunjung dan
pendapatan pariwisata selama lima tahun terakhir 2000-2005
jumlah kunjungan wisata mengalami pertumbuhan yang fluktuatif
rata-rata sebesar 9,65 % per tahun. Dari sejumlah 18 obyek wisata
yang ada di Kota Semarang pada tahun 2005 jumlah wisatawan
sebanyak 640.316 wisatawan dengan jumlah wisatawan asing relatif
kecil yakni sebesar 6.713 orang atau sebesar 1 % dari total
wisatawan.
Tabel 2.24
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 37
Dari data tersebut wisatawan nusantara tercatat paling
banyak mengunjugi obyek Puri Maerokoco, sedangkan wisatawan
asing banyak mengunjungi Museum Jamu Djago dan Museum Nonya
Meneer. Obyek wisata yang ada di Kota Semarang terdiri dari
wisata bahari, landscape, pendidikan, religi, budaya, hingga wisata
kuliner.
Pariwisata di Kota Semarang didukung oleh fasilitas
pariwisata lengkap seperti akomodasi, rumah makan, Money
changer, pusat-pusat perbelanjaan, Biro perjalanan wisata serta
fasilitas infrastruktur lainnya. Namun, kondisi objek wisata, baik alam
maupun buatan tersebut belum dikelola dengan optimal, sehingga
objek wisata yang ada kurang kompetitif dalam persaingan pasar
regional maupun global.
Sedangkan untuk tingkat hunian hotel berbintang di Kota
Semarang tahun 2005 menunjukkan rata-rata lama menginap
sebesar 1,37 hari yang terdiri dari wisatawan asing sebesar 1,64
hari dan domestik sebesar 1,35 hari. Untuk tingkat hunian kamar
hotel melati sebesar 608.067 oarang yang terdiri asing sebesar 116
orang dan domestik sebesar 507.951 orang. Jumlah hotel bintang,
melati dan wisma di Kota Semarang tahun 2005 mencapai 96 buah,
yang terdiri dari Hotel Bintang 5 sebanyak 3 buah, bintang 4
sebanyak 3 buah, bintang 3 sebanyak 8 buah, bintang 2 sebanyak 8
buah, bintang 1 sebanyak 13 buah, Melati 3 sebanyak 15 buah,
melati 2 sebanyak 16 buah, melati 1 sebanyak 19 buah dan wisma
sebanyak 11 buah.
Sedangkan jumlah biro perjalanan di Kota Semarang tahun 2005
sebanyak 63 buah
Upaya Pemerintah Kota Semarang dalam mendorong
pertumbuhan pariwisata dilakukan melalui meningkatkan sarana
prasana kepariwisataan, kemudahan perijinan dalam usaha
pariwisata, dan penambahan obyek wisata, serta pemasaran
pariwisata.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 38
2.1.3 ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) telah
mengalami kemajuan yang cukup pesat. Hal ini didukung dengan
ketersediaan telekomunikasi dan informatika yang mudah diakses oleh
masyarakat. Mulai tahun 2002 telah dibangun SIM dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di Kota Semarang.
Sampai dengan tahun 2005 dalam penguasaan teknologi informasi
Pemerintah Kota Semarang telah terbangun 15 (lima belas) Sistem
Manajemen Daerah (SIMDA) yang meliputi Sistem Informasi Kepegawiaan
(SIMPEG), Sistem Informasi Kependudukan (SIMDUK), Sistem Informasi
Barang Daerah (SIMBADA); dan 1 (satu) Website Pemerintah Kota
Semarang.
Penelitian dan pengembangan merupakan salah satu pendukung
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berbagai penelitian sudah
dilaksanakan, baik oleh pemerintah daerah, perguruan tinggi, maupun
institusi lainnya. Kelemahan dalam penelitian yang dilaksanakan oleh
berbagai elemen masyarakat adalah belum diintegrasikan dalam satu
jaringan penelitian yang efektif, sehingga masih banyak terjadi duplikasi dari
kegiatan penelitian yang serupa. Kondisi tersebut mengakibatkan adanya
pemborosan sumber daya dan hasilnya kurang memiliki nilai implementatif
atau sulit menjadi dasar operasional dan belum sepenuhnya mampu
mendukung penyelenggaraan dan kebutuhan masyarakat.
Hasil temuan teknologi tepat guna bagi masyarakat bermanfaat
dalam membantu kehidupan perekonomian, terutama bagi masyarakat yang
bergerak di bidang industri yang bahan bakunya menggunakan bahan lokal.
Berbagai temuan teknologi tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Oleh sebab itu, ke depan tetap diupayakan peningkatan baik
dari sisi kuantitas maupun kualitas dalam temuan teknologi tepat guna yang
dapat diterapkan di masyarakat.
Upaya yang telah dilakukan Pemerintah Kota Semarang dalam
bidang IPTEK melalui kerjasama penelitian dengan perguruan tinggi dan
lembaga-lembaga penelitian lainnya.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 39
2.1.4 SARANA DAN PRASARANA
Kota semarang yang terletak di tengah-tengah jalur distribusi Jawa–
Sumatera, pada satu sisi memiliki nilai yang strategis, tetapi pada sisi lain
memiliki beban yang cukup berat, karena harus mampu menjaga bahkan
meningkatkan peran dan fungsinya sebagai penopang jalur distribusi
perekonomian nasional maupun sebagai aksesibilitas internal yang berfungsi
sebagai penggerak utama (prime mover) perekonomian daerah.
Sarana dan prasarana wilayah (infrastruktur) terutama sarana
prasarana perhubungan darat, khususnya jalan dan perkeretaapian
kondisinya belum memadai. Jalur jalan Pantura empat lajur yang melewati
Kota semarang selalu menghadapi masalah alam yaitu banjir dan rob.
Sedangkan outter ringroad selatan sampai saat ini belum terbangun,
sehingga belum mampu menjadi penyeimbang pertumbuhan wilayah serta
belum mampu menjadi penopang jalur distribusai nasional. Jalur rel kereta
api kondisinya masih memprihatinkan ditambah sistem pengelolaan yang
belum memadai, sehingga belum menjadi sarana transportasi massal yang
menjadi pilihan utama masyarakat. Kondisi tersebut antara lain ditunjukkan
oleh panjang jalan yang dilihat dari status pengelolaannya menunjukkan
adanya panjang yang relatif tetap, baik untuk jalan nasional, provinsi
maupun jalan kota.
Pembangunan fasilitas umum merupakan salah satu upaya dalam
pemenuhan kebutuhan akan infrastruktur kota yang menjadi tuntutan atau
kebutuhan aktivitas masyarakat kota Semarang. Pemenuhan akan
infrastruktur kota dilakukan melalui pemenuhan sarana dan prasarana jalan
dan jembatan, drainase, dan penyediaan air baku.
Sarana dan prasarana perhubungan yang ada, selalu tertinggal dari
tuntutan kebutuhan masyarakat yang tumbuh baik dalam artian jumlah
maupun kualitas pelayanan yang dibutuhkan.
2.1.4.1 Perhubungan
Sistem jaringan jalan yang ada di Kota Semarang terdiri
atas : arteri primer, arteri sekunder, kolektor primer, kolektor
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 40
sekunder, lokal primer, lokal sekunder dan jalan lingkungan. Dari
beberapa fungsi jalan yang ada di Kota Semarang tersebut, terdapat
beberapa ruas jalan yang benar-benar mempunyai tingkat kepadatan
dengan intensitas tinggi, yaitu jaringan jalan artei primer (pantura)
yang banyak dilewati kendaraan dari arah Jakarta maupun kendaraan
dalam Kota Semarang sendiri, jalan arteri primer yang menuju
kearah Surakarta juga mempunyai kepadatan dengan intensitas
tinggi, dan jalan-jalan dalam di pusat Kota Semarang yang mewadahi
pergerakan masyarakat Semarang sebagai lokasi tujuan dari
pergerakan.
Panjang jalan di seluruh wilayah Kota Semarang mencapai 2.762,261
Km. Adapun bila dilihat dari jenis permukaannya 52,12% sudah di
aspal, sedangkan dari kondisinya 44,87% dalam keadaan baik;
32,48% dalam keadaan sedang, dan sisanya dalam keadaan rusak.
Berdasarkan status kepemilikan jaringan jalan di Kota Semarang
terbagi atas; Jalan Nasional 59,76 km, jalan Provinsi 28,89 km, dan
jalan Kota 2.673,971 km.
Sistem jaringan jalan di wilayah Kota Semarang dilalui jalur utama
yang menghubungkan wilayah-wilayah penting baik antar provinsi
maupun didalam Provinsi Jawa Tengah. Kedudukan kota ini
berpengaruh terhadap kepadatan lalu lintas yang melalui Kota
Semarang.
Tabel 2.25Status Jalan dan Kondisi Jalan di Kota Semarang Tahun 2005
Status Jalan Panjang (km)
Kondisi
Baik Sedang Rusak
Negara 59,760 41,910 14,950 2,900
Provinsi 28,890 20,190 7,200 1,500Kota/Lokal 2.673,971 1.177,379 875,278 621,314Jumlah 2.762,621 1.239,479 897,428 625,714
Sumber: Kota Semarang dalam Angka
Tabel 2.26Banyaknya Kendaraan Bermotor dan Trayek Angkutan
di Kota Semarang Tahun 2005Jenis Kendaraan / Trayek Angkutan
Jumlah
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 41
1. BUS2. Truk3. Colt, Taksi4. Angkutan Kota5. Mobil Pribadi6. Sepeda Motor
Jenis Trayek1. Trayek Utama2. Trayek Ranting
530732
1.320708
20.68293.073
49 buah44 buah
Sumber : Semarang Dalam Angka
Sarana transportasi berkaitan erat dengan fasilitas-fasilitas yang
menunjang sistem pergerakan ataupun sistem prasarana transportasi
yang ada. Aspek yang terkait dengan sarana transportasi tersebut
adalah terminal dan tempat-tempat pemberhentian sementara.
Sarana angkutan terbagi menjadi tiga jenis, yaitu angkutan darat,
angkutan laut dan angkutan udara.
Terminal Tipe A merupakan terminal yang melayani
angkutan penumpang Antar Kota Antar Propinsi (AKAP), Antar Kota
Dalam Propinsi (AKDP) dan Angkutan Kota/Angkutan Pedesaan
(AK/AP). Terminal Kota Semarang yang masuk ke dalam kelas ini
adalah Terminal Terboyo, dan Terminal Mangkang yang masih dalam
proses pengembangan. Terminal bus Terboyo merupakan terminal
utama Kota Semarang yang untuk Bus AKDP pada tahun 2005 yang
masuk ke terminal ini rata-rata setiap bulannya adalah sebanyak
12,813 bus, Sedangkan untuk Bus AKAP sebanyak 2,408 bus tiap
bulannya. Terminal tipe B merupakan terminal yang melayani
angkutan penumpang antar kota dalam propinsi dan angkutan kota/
angkutan perdesaan (AK/AP) terminal yang masuk dalam kelas ini
adalah terminal Penggaron. Terminal tipe C merupakan terminal
yang melayani angkutan kota / perdesaan (AK/AP), terminal tipe C
berada di Gunungpati dan Cangkiran. Selain terminal, fasilitas
transportasi yang digunakan sebagai tempat pemberhentian akhir
(stop station) namun tidak disediakan bangunan terminal antara lain:
Pasar Johar, Perumnas Banyumanik, Perumnas Pucang Gading,
Ngaliyan, PRPP, Sub Terminal Banyumanik, Pudakpayung, Rejomulyo,
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 42
Pelabuhan Tanjung Mas, Rowosari, Kokrosono, Perumahan Bukit
Kencana Jaya, RS. Elizabeth, Perumahan Pasadena, Puri Maerokoco,
Perumahan Gedawang, Perumahan Plamongan Indah, Tinjomoyo,
Komplek Industri Candi, Perumahan Payung Mas, Perumahan Kuasen
Rejo.
Angkutan kota dalam antar propinsi (AKAP) yang masuk ke
Kota Semarang sebanyak 199 armada, sedangkan angkutan kota
dalam propinsi (AKDP) sebanyak 267 armada, dan angkotan kota
(angkota) yang melayani pergerakan penumpang di dalam Kota
Semarang sebanyak 2.992 armada yang terdiri dari angkutan mobil
penumpang umum (MPU) sebanyak 2.322 armada (40 trayek), bus
kota sebanyak 670 armada (37 trayek), dan taksi sebanyak 1.320
buah.
Kualitas moda angkutan umum yang ada saat ini cukup baik,
akan tetapi beberapa dari angkutan tersebut belum memanfaatkan
terminal sebagai tempat transit. Mereka masih memanfaatkan jalan
raya sebagai tempat untuk menaikkan dan menurunkan penumpang.
Keberadaan Terminal Mangkang sebagai pusat aktivitas transportasi
yang melayani trayek lokal Kota Semarang maupun trayek regional
Jakarta- Semarang - Surabaya, yang merupakan area transit point
dalam kaitannya dengan mobilitas penduduk dan pelayanan
transportasi public. Perkembangan aktivitas utama di terminal ini
juga memunculkan banyak aktivitas lain di dalamnya seperti PKL,
kios-kios kecil, dan lain sebagainya.
Angkutan ini berfungsi menghubungkan beberapa kota dalam satu
propinsi. Kota Semarang memiliki trayek angkutan yang mampu
menjangkau 13 (tiga belas) kabupaten, yaitu Purwodadi, Surakarta,
Karanganyar, Tegal, Purworjo, Pati, Rembang, Kudus, Jepara, Blora,
Banyumas, Cilacap dan Wonogiri. Trayek terbanyak yang dilayani
dari Kota Semarang adalah trayek yang menuju Banyumas sebanyak
4 trayek, sedangkan jumlah kendaraan terbanyak adalah yang
melayani trayek Semarang-Solo sebanyak 248 armada.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 43
Angkutan kota ini terbagi atas dua angkutan, yaitu angkutan
dengan trayek tetap dan angkutan yang belum memiliki trayek tetap.
Tryak angkuta kota terdapat 68 trayek dengan jumlah armada yang
melayani sebanyak 399 armada. Selain angkutan kota jenis mikro
bus, terdapat angkutan kota jenis bus kota yang memiliki trayek
tetap. Angkutan kota dengan bus kota DAMRI melayani 4 (empat)
trayek dalam kota yaitu Terboyo-Mangkang, Terboyo-Jatingaleh,
Ngaliyan-Pucanggading dan Pasar Johar-Perumnas Banyumanik.
Keselamatan yang lebih dibandingkan dengan moda
transportasi lain dan mampu menampung jumlah penumpang
dengan kapasitas yang besar (public transport) menjadi keunggulan
moda kereta api. Selain itu keunggulan lain yang berupa keefektifan
waktu perjalan menjadi hal yang membedakan moda ini. Posisi Kota
Semarang yang strategis dengan lokasinya yang berada di tengah-
tengah pulau Jawa memberikan fungsi kota ini sebagai pusat tjuan
perlintasan kereta api menuju ke berbagai kota di Pulau Jawa.
Sehingga di pelayanan yang diberikan moda transportasi kereta api
di kota ini terdiri atas berbagai pilihan tujuan.
Untuk sarana dalam pengoperasionalan kereta api, Kota
Semarang memiliki dua stasiun utama, yaitu Stasiun Tawang dan
Stasiun Poncol. Kedua stasiun ini memiliki kelas pelayanan yang
berbeda, Stasiun Poncol difungsikan untuk memberikan pelayanan
dengan kelas ekonomi dan barang, sedangkan Stasiun Tawang
difungsikan untuk memberikan pelayanan kelas bisnis dan eksekutif.
Angkutan laut juga merupakan sarana perhubungan yang
cukup penting di Kota Semarang, Dari kunjungan kapal selama tahun
2005, banyaknya kapal yang berlabuh di Pelabuhan Tanjung Emas
sebanyak 3,092 kapal, dengan membawa barang yang diturunkan
sebanyak 4,342,414 ton, sedangkan jumlah abrang yang dimuat
adalah sebesar 2,141,161 ton.
Seperti halnya sistem transportasi jalan raya dan jalan rel,
sistem tranportasi laut di Kota Semarang juga melayani arus
angkutan penumpang dan barang. Arus penumpang yang dilayani
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 44
yaitu penumpang regional, sedangkan arus barang yang dilayani
terdiri atas 6 (enam) jenis pelayaran, yaitu samudera, nusantara,
lokal, rakyat, tanker dan non tanker, dengan pelabuhan Tanjung Mas
sebagai simpul transportasi yang melayani pergerakan sistem
transportasi laut. Pelabuhan Tanjung Emas merupakan pelabuhan
samudera yang memiliki fasilitas tiga dermaga yaitu; Lapangan Peti
Kemas, Lapangan Penumpukan dan Terminal.
Angkutan udara mulai dirasakan manfaatnya seiring dengan
kemajuan pembangunan. Namun demikian, pada saat terjadinya
krisis moneter peminatnya naik sebesar 30,88%. Arus lalu lintas
pesawat udara pada tahun 2005 yang datang dan berangkat tercatat
sebanyak 7,406 dan 7,405, bila dibandingkan dengan keadaan tahun
sebelumnya mengalami kenaikan masing-masing sebesar 0,58% dan
0,56%, sedangkan jumlah penumpang yang datang dan berangkat
masing-masing sebanyak 702,383 orang dan 686,047 orang
mengalami kenaikan masing-masing sebesar 18,55% dan 21,87%.
Upaya yang dilakukan dalam bidang perhubungan melalui
pengembangan sistem jaringan jalan dan transportasi,
pengembangan moda angkutan masal dan pengembangan antar dan
inter moda angkutan(darat, laut dan udara).
2.1.4.2. Perumahan dan Permukiman
Pembangunan perumahan dan fasilitas umum di Kota
Semarang selama 10 tahun terakhir dilihat dari banyaknya rumah
penduduk mengalami peningkatan rata-rata sebesar 1,71 % per
tahun. Jumlah rumah pada tahun 1996 sebanyak 249.533 rumah
menjadi 292.239 rumah pada tahun 2005. Dilihat dari kondisi rumah
yang ada juga mengalami peningkatan dari tahun 1996 untuk
kondisi Gedung permanen sebesar 65,46 %, Semi permanen
sebesar 21,54 %, Papan/kayu 11,93 % dan bambu/lainnya 1,07 %,
pada tahun 2005 untuk kondisi Gedung permanen sebesar 66,30 %,
Semi permanen sebesar 21,99 %, Papan/kayu 10,93 % dan
bambu/lainnya 0,77%.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 45
Dari data tersebut kondisi rumah selama kurun waktu 10
tahun mengalami peningkatan baik jumlah maupun kondisi fisik
rumah. Dilihat dari kebutuhan rumah di Kota Semarang mengalami
peningkatan sebesar 2,62 %, pada tahun 1996 kebutuhan rumah
penduduk dipenuhi sebesar 79,73 % dan pada tahun 2005 dapat
dipenuhi sebesar 82,35 %. Pemenuhan kebutuhan akan perumahan
selain dilakukan secara individu penduduk juga dilakukan oleh Perum
Perumnas dan pengembang swasta lainnya.
Beberapa lokasi perumahan yang dibangun oleh Perum
Perumnas dan KORPRI sebanyak 36 kawasan antara lain Perumnas
Tlogosari, Banyumanik, Krapyak, Perum Korpri Tugurejo, Bangetayu
Kulon, Bangetayu Wetan, Kalicari, Sendangguwo, Pedurungan Kidul,
Bulusan, Tembalang, Srondol Wetan, Sambirejo, Gayamsari, Pudak
Payung dan Pedalangan. Sedangkan perumahan yang dibangun oleh
Real Estate sebanyak 45 kawasan antara lain Taman Setyabudi, Bukit
Sari, Tanah Mas, Semarang Indah, Bukit Semarang Baru, Bukit
Permata Hijau, Pasadena, Graha Estetika, Plamongan Hijau,
Plamongan Indah, Sendangmulyo, Klipang , Tulus Harapan, Kekancan
Mukti, Graha Mukti, Sinar Waluyo, Bumi Wanamukti, Bukit Kencana
Jaya, Villa Aster, Bukit Permata Puri dan lain-lain. Adapun
pengembang yang mengembangkan proyek perumahan di Kota
Semarang antara lain PT. Adhi Karya, PT. Bukit Kencana Jaya, PT.
Pembangunan Perumahan, PT. Kardeka Alam Lestari, PT. Graha
Padma Internusa, PT. Kini Jaya indah, PT. Indo Perkasa Usahatama,
PT. Semarang Indah, PT. Kekancan Mukti, PT. Tanah Mas, PT. Sindur
Grahatama, PT. Putra Wahid Sejahtera.
Dari Perum Perumnas yang ada hanya beberapa yang telah
menyerahkan fasilitas sosial dan fasilitas umumnya kepada
Pemerintah Kota Semarang yakni Perumnas Tlogosari dan
Banyumanik. Kondisi kualitas lingkungan perumahan
permukiman juga mengalami peningkatan, hal ini dapat dilihat dari
semakin banyaknya sarana dan prasarana lingkungan permukiman
khususnya diwilayah pinggiran/perbatasan. Namun dari jumlah
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 46
rumah di Kota Semarang masih ada sebagian masyarakat yang
belum mempunyai tempat tinggal yang layak, penduduk kurang
mampu tinggal dikawasan kumuh yang diperkirakan tersebar di 42
titik yaitu di Krasakan, Makam kobong, Tawang, Bandarharjo,
Kebonharjo, Kampung Melayu, Tanjungmas, Dadapsari, Kuningan,
Purwosari, Plombokan, Bulu Lor, Panggung Kidul, Panggung Lor,
Tawang Mas, Karang Ayu, Banjir Kanal, Sleko, Sayangan,
Purwodinatan, Pekojan, Bulu, Bojong Salaman, Kalisari, Lemah
Gempal, Bubakan, Dargo, Peterongan, Pandean Lamper, Mangkang
Kulon, Mangkang Wetan, Mangunharjo, Randugarut, Karanganyar,
Tugurejo, Jrakah, Terboyo Kulon, Terboyo Wetan, Trimulyo,
Genuksari, Tambakrejo, Sukorejo.
Upaya pemerintah Kota Semarang yang telah dilakukan
dalam bidang perumahan dan permukiman melalui pemenuhan
kebutuhan perumahan permukiman yang berkualitas dan layak huni
bagi masyarakat berpenghasilan rendah, mendorong peran
kelembagaan perumahan dan permukiman, pemenuhan kebutuhan
sarana prasarana dasar permukiman. Selain itu ada juga rumah
sewa atau rumah susun sewa yang dikelola oleh Pemerintah Kota
Semarang adalah Rusun Plamongansari, Rumah Sewa Karangroto,
Rusun Karangroto, Rumah Sewa Gasemsari, Rusun Bandarharjo I,
Rusun Bandarharjo II, Rusun Pekunden, dan Pondok Boro.
2.1.4.3. Sumber Daya Air
Wilayah Kota Semarang mengalir beberapa sungai yang
tergolong besar, daerah Hulu dengan sendirinya merupakan daerah
limpasan debit air dari sungai yang melintas dan mengakibatkan
terjadinya banjir. Kondisi ini diperparah oleh karaktersitik wilayah
dimana perbandingan panjang sungai dan perbedaan ketinggian
(kontur) sangat curam sehingga curah hujan yang terjadi didaerah
hulu akan sangat cepat mengalir ke daerah hilir.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 47
Penanganan drainase Kota Semarang, terbagi atas dua
karakteristik wilayah yaitu penanganan daerah atas dan penanganan
daerah bawah. Penanganan daerah atas terbagi ke dalam beberapa
pelayanan DAS, yaitu DAS Babon, DAS Banjir Kanal Timur, DAS Banjir
Kanal Barat, DAS Silandak/Siangker, DAS Bringin, DAS Plumbon.
Sementara pengelolaan drainase bagian bawah terbagi ke dalam
empat sistem drainase, Sistem Drainase Semarang Timur, Sistem
Drainase Semarang Tengah, sistem Drainase Semarang Barat, dan
Sistem Drainase Semarang Tugu. Sampai dengan tahun 2005
daerah genangan banjir di Kota Semarang seluas 9.207 ha.
Air bersih, merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi
masyarakat dan fungsi perkotaan. Pemenuhan air bersih yang
dipenuhi oleh PDAM baru mencakup 60 % atau sebesar 115.165
pelanggan yang didominasi oleh pelanggan non niaga atau rumah
tangga. Meskipun demikian, pengguna rata-rata terbesar adalah
instansi pemerintah, pelabuhan dan sejenisnya, serta industri,
dengan rata-rata pemakaian di atas 1.500 m3.
Tabel 2.27
Jumlah Sumur Bor di Kota Semarang
No Tahun Jumlah Sumur
Pengambilan m3/tahun
1 1990 300 23.000.0002 1995 320 27.000.0003 2000 1.050 38.000.0004 2005 >1.500 45.000.000*)*)Ket. : angka perkiraan
Sedangkan pemenuhan air bersih yang diluar cakupan PDAM
pemenuhannya dicukupi melalui pembuatan sumur dangkal maupun
sumur dalam serta dari air permukaan (sungai). Permasalahan klasik
yang dihadapi berkaitan dengan air bersih adalah masih rendahnya
kinerja pelayanan air bersih, yaitu belum meratanya sistem jaringan
air bersih dan masih minimnya kapasitas air bersih.
Upaya Pemerintah Kota Semarang dalam bidang sumber
daya air dilakukan melalui pembangunan, pemeliharaan, dan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 48
peningkatan sarana prasarana sumber daya air, penguatan
kelembagaan, pengelolaan kawasan hulu hilir secara terpadu.
2.1.4.4. Telekomunikasi
Perkembangan jaringan telekomunikasi beberapa tahun
terakhir cukup menggembirakan, terlihat dengan banyaknya satuan
sambungan yang dipasarkan kepada masyarakat. Untuk mengatasi
permasalahan penyediaan jaringan telepon umum, dengan
mekanisme pasar yang ada kemudian tumbuh usaha wartel di tiap
lingkungan permukiman atau pusat-pusat kegiatan masyarakat.
Sebenarnya jika dilihat dari tiap kecamatan yang ada di Kota
Semarang maka jaringan telepon telah menjangkaunya, akan tetapi
untuk lingkup yang lebih kecil seperti kelurahan yang ada di tiap
kecamatan belum terjangkau.
Sambungan telepon di Kota Semarang sebanyak 66.361
sambungan, warung telekomunikasi (wartel) sebanyak 32.729 dan
tempat tinggal sebanyak 133.857 unit.
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa prasarana
telekomunikasi telah merata diseluruh kecamatan yang ada di Kota
Semarang. Setiap kecamatan dapat mengakses komunikasi dengan
mudah lewat pos, radio, televisi atupun telepon baik itu telepon
rumah atau telepon seluler yang saat ini sedang menjadi trend di
kalangan masyarakat.
Upaya pemerintah Kota Semarang yang dilakukan dalam
bidang telekomunikasi melalui pengaturan, pengendalian dan
kemudahan dalam usaha telekomunikasi.
2.1.4.5. Energi
Jumlah pelanggan listrik PLN sampai dengan pada tahun 2005 di
Kota Semarang tercatat sebanyak 313.784 pelanggan, yang
didominasi oleh pelanggan rumah tangga, dengan rata-rata
pemakaian daya pelanggan sebesar 746.691.304 Kwh. Bila dilihat
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 49
secara rinci, pemakai dengan konsumsi listrik terbesar adalah rumah
tangga sejumlah 274.708.600 kwh dan industry sejumlah
228.805.900 kwh.
Jangkauan pelayanan listrik sudah menjangkau pada seluruh
wilayah kota Semarang namun belum semua bangunan rumah
tangga menjadi pelanggan listrik PLN, hal ini dapat dilihat dari
jumlah bangunan rumah tangga sebanyak 292.239 buah, sedangkan
yang menjadi pelanggan rumah tangga sejumlah 282.479 pelanggan.
Upaya yang dilakukan pemerintah Kota Semarang dalam
bidang energi adalah koordinasi penambahan kapasitas produksi
energi kelistrikan dan perluasan jaringan sampai keseluruh wilayah
kota serta kebijakan efisiensi pemakaian daya listrik.
2.1.5 POLITIK DAN TATA PEMERINTAHAN
Terjadinya krisis ekonomi sejak awal Mei 1997 berlanjut menjadi
krisis multidimensi secara akumulatif menimbulkan desakan kuat pada
tuntutan reformasi. Reformasi politik nasional yang menemukan momentum
di tahun 1998, secara monumental diwujudkan dalam pemilu tahun 1999
dan pemilu legislatif serta pemilu presiden/wakil presiden tahun 2004,
melalui dua kali perubahan lima undang-undang politik. Dalam
penyelenggaraan pemerintahan juga terus dilakukan pembenahan ditandai
dengan terbitnya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah serta berbagai peraturan pelaksanaan yang dibutuhkan. Tingginya
dinamika politik dan perlunya konsolidasi dan sinkronisasi ketentuan normatif
maka lahirlah Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah untuk mengganti undang-undang sebelumya.
Partisipasi masyarakat dalam mengikuti pesta demokrasi pemilu
tahun 2004 menunjukkan prosentase diatas rata-rata tingkat nasional. Pada
Pemilu Legislatif tahun 2004 jumlah pemilih yang menggunakan haknya
mencapai 83,28 persen, pada Pemilu Presiden Putaran I sebesar 78,70
persen, dan pada Pemilu Presiden Putaran II sebesar 78,70 persen.
Penurunan peserta pemilu tersebut bukan dikarenakan banyaknya
pemilih yang Golput, tetapi disebabkan adanya Pemilih yang menggunakan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 50
haknya diluar kota Semarang, dan pada Pilkada Kota Semarang tahun 2005
jumlah pemilih sebanyak 997.200 pemilih dan yang menggunakan hak
pilihnya sebesar 664.897 pemilih atau 66,68 %.
Partisipasi dan kesadaran politik masyarakat masih perlu
mendapatkan perhatian terutama menyangkut hak dan kewajiban warga
negara serta institusionalisasi partai politik dalam kegiatan politik. Demikian
pula terkait dengan pengetahuan dan kesadaran politik bagi masyarakat
perdesaan, kaum perempuan dan pemilih pemula.
Sedangkan dalam penyelenggaraan pemerintahan telah terjadi
perubahan yang sangat signifikan sejak bergulirnya reformasi. Otonomi
daerah menjadi salah satu icon penyelenggaraan pemerintahan. Namun
demikian banyak peraturan pelaksanaannya yang belum konsisten dan
cenderung saling tumpang tindih. Hal ini mempengaruhi jalannya tata
pemerintahan di daerah.
Upaya pemerintah Kota Semarang yang telah dilakukan melalui
penataan struktur organisasi perangkat daerah, peningkatan kualitas
pelayanan publik, peningkatan kualitas SDM aparatur, fasilitasi kegiatan
politik, dan peningkatan kesadaran berpolitik masyarakat.
2.1.6. KEAMANAN DAN KETERTIBAN
Sebagai salah satu kota besar di Indonesia, Kota Semarang
menyimpan berbagai potensi gangguan keamanan, ketentraman dan
ketertiban yang diakibatkan oleh kondisi sosial di Kota Semarang. Oleh
karena itu pembangunan harus mampu meningkatkan kesadaran masyarakat
terhadap bela negara dan berbagai gangguan kamtibmas yang mungkin
terjadi; mampu menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk mengetahui,
memahami dan mentaati berbagai peraturan perundang-undangan yang
berlaku; dan mampu menjawab tantangan untuk dapat meningkatkan
stabilitas politik dan kesadaran politik masyarakat dalam kegiatan
pemerintahan maupun pembangunan sesuai dengan tuntutan demokratisasi
dan transparansi pemerintahan dalam mewujudkan good governance,
sehingga kegiatan pemerintahan dan pembangunan dapat berjalan.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 51
Kondisi pembangunan keamanan dan ketertiban merupakan salah
satu prasyarat keberhasilan pelaksanaan pembangunan di Kota Semarang,
implikasi dari pelaksanaan pembangunan ini adalah rendahnya tingkat
kriminalitas dan rendahnya tingkat pelanggaran terhadap Peraturan Daerah.
Ketertiban dan keamanan masyarakat sebagai salah satu prasyarat
utama untuk keberhasilan pelaksanaan pembangunan, pada era reformasi
cenderung terjadi peningkatan gangguan kriminalitas sebagai akibat
tingginya angka pengangguran, kemiskinan dan faktor ekonomi lainnya. Hal
ini terlihat pada jumlah kriminalitas di kota Semarang pada tahun 2005
tercatat sebanyak 268 kasus yang terdiri dari kasus pertikaian antar warga,
kasus pertikaian antar wilayah/kampung, pertikaian antar pelajar, kasus
unjuk rasa yang berkaitan dengan bidang politik dan bidang ekonomi dan
kasus pemogokan kerja.
Pembangunan di bidang keamanan dan ketertiban masyarakat telah
dapat diwujudkan dengan melibatkan partisipasi masyarakat secara luas.
Tabel 2.28KEKUATAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT (LINMA)
KOTA SEMARANG TAHUN 2000 – 2005
Keberhasilan pembangunan di bidang tersebut dirasakan masyarakat dalam
kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya. Rasa aman yang dirasakan
masyarakat tidak terlepas dari upaya yang telah dilakukan pemerintah
melalui berbagai sistem keamanan.
Upaya pemerintah Kota Semarang dalam bidang keamanan dan
ketertiban telah dilakukan melalui koordinasi antar instansi dan masyarakat,
fasilitasi sarana dan prasarana keamanan lingkungan, dan penegakan
peraturan perundang-undangan.
2.1.7. HUKUM DAN APARATUR
2.1.7.1 Hukum
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 52
Dalam era otonomi daerah selama sepuluh tahun terakhir
telah ditetapkan 362 Peraturan Daerah, 6.037 Keputusan Walikota
maupun Keputusan DPRD. Dari 85 Perda 46 buah merupakan
Peraturan Daerah baru dan 39 buah merupakan revisi Peraturan
Daerah lama yang tidak sesuai dengan kondisi dan kebutuhan
masyarakat.
Pembangunan hukum dimaksudkan sebagai upaya untuk
memberikan kepastian hukum kepada masyarakat. Masyarakat
diharapkan mengetahui hak dan kewajibannya sebagai warga
negara, sekaligus memiliki hak dan kewajiban dan persamaan
perlakukan dalam masalah hukum. Hal ini sejalan dengan semangat
UUD 45 yang menyebutkan Indonesia adalah negara hukum
sehingga persamaan dan kepastian hukum menjadi panglima dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.
Upaya dalam bidang hukum telah dilakukan melalui
sosialisasi peraturan perundang-undangan dan pengembangan
jaringan dokumentasi hukum.
2.1.7.2Aparatur
Penyelenggaraan pemerintahan sangat ditentukan
keberhasilannya oleh institusi birokrasi pemerintah. Kota Semarang
Sebelum era otonomi daerah, pembentukan struktur organisasi dan
tata kerja pemerintah sangat diwarnai dengan nuansa sentralistik,
dimana semuanya ditentukan oleh Pusat. Setelah tahun 2000
kelembagaan pemerintah daerah semakin memperhatikan nuansa
lokal. Kondisi dilematis tersebut semakin nampak ketika daerah
diberi kebebasan untuk menentukan jenis dan jumlah unit organisasi
berdasarkan kemampuan, kebutuhan dan beban kerja sebagaimana
dimaksud PP. No. 84 Tahun 2000 tentang Pedoman Pembentukan
Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah.
Secara faktual kombinasi pertimbangan manajerial dan non
manajerial dalam penempatan aparatur sulit dielakkan. Hal ini
semakin mencolok ketika muncul PP. No. 8 Tahun 2003 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 53
Pedoman Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah
sebagai revisi PP. No. 84 Tahun 2000 dimana didalamnya memberi
banyak pembatasan terhadap jumlah dan jenis unit organisasi.
Terjadinya perubahan dari UU. No. 22 Tahun 1999 ke UU. No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah membuka harapan baru
bagi daerah dalam mengatasi situasi dilematis. Sampai dengan
tahun 2005 jumlah perangkat daerah terdiri Sekretariat Daerah (3
asissten dengan 8 Bagian), 1 Sekretariat DPRD, 6 Badan, 4 Kantor,
17 Dinas, 16 Kecamatan dan 177 Kelurahan.
Kinerja pemerintah daerah dalam pelayanan kepada
masyarakat menunjukkan adanya banyak kelemahan dalam
penyelenggaraan pelayanan publik, seperti ; diskriminasi pelayanan,
tumpang tindih perijinan, prosedur yang berbelit maupun
keterbatasan cakupan layanan. Setelah era reformasi,
penyelenggaraan pelayanan umum semakin mendapat perhatian
dalam pelaksanaan pembangunan.
Beberapa langkah perubahan yang dilakukan dalam rangka
peningkatan pelayanan umum antara lain: pembentukan Unit
Pelayanan Terpadu (UPT), Pusat Penanganan Pengaduan Pelayanan
Publik (P5), aplikasi Standar Pelayanan Minimal melalui Bulan
Layanan Publik pada tahun 2003, dan pada tahun 2004 ditingkatkan
menjadi Tahun Peningkatan Pelayanan Publik; dimana disertai
dengan pengadaan sarana pengaduan dan hot line service dengan
memanfaatkan teknologi dan informasi dalam bentuk P5 (Pusat
Penanganan Pengaduan Pelayanan Publik).
Sebelum era otonomi daerah aparatur pemerintah
diposisikan sebagai salah satu pilar kekuasaan politik. Hal ini
menyebabkan aparatur pemerintah berada dalam posisi yang tidak
netral, kurang profesional dan kurang mempertimbangan aspek
kompetensi, sehingga menimbulkan dampak inefisiensi,
ketidaksesuaian antara struktur organisasi dengan jumlah pegawai,
kualitas aparatur dan beban kerja. Jumlah aparatur Pemerintah Kota
Semarang sebelum otonomi sebanyak 5.852 pegawai.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 54
Dengan berlakunya otonomi daerah terdapat pelimpahan pegawai
dari instansi vertikal sampai dengan tahun 2005 jumlah pegawai
sebanyak 15.043 Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan 2.653 Tenaga
Pegawai Harian Lepas (TPHL). Dari sisi tingkat pendidikan pegawai
737 orang (4,93%) berpendidikan SD, 703 orang (4,68%)
berpendidikan SLP, 5.435 orang (36,23%) berpendidikan SLTA, 3.962
orang (26,42 %) berpendidikan D-I/D-II/D-III, 3.940 orang (26,21%)
berpendidikan S1, 233 orang (1,53 %) berpendidikan S2 dan 1 orang
(0,0%) berpendidikan S3. Pada satu sisi jumlah pegawai yang besar
tersebut merupakan aset namun pada sisi lain apabila tidak dapat
dioptimalkan akan merupakan beban bagi pemerintah daerah.
Tabel 2.29
Jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pemerintah Kota Semarang Tahun 2001 - 2005
No.
Tingkat Pendidikan
2001 2002 2003 2004 2005
1 SD 987 952 891 848 7412 SLTP 790 828 772 773 7043 SLTA 6.125 6.281 5.895 6.012 5.451
4Diploma (D1,D2 danD3)
3.7963.866 3.700 3.735
3.974
5 S1 3.885 3.865 3.830 3.938 3.9436 S2 154 153 151 157 2307 S3 - - - - 1
JUMLAH 15.737 15.945 15.239 15.463 15.043 Sumber : Badan Kepegawaian Daerah Kota Semarang
Upaya yang telah dilakukan melalui peningkatan SDM
aparatur, peningkatan profesionalisme dan kesejahteraan aparatur
serta pengembangan pegawai.
2.1.8. WILAYAH, TATA RUANG DAN PERTANAHAN
Kerja sama sinergitas pengelolaan potensi merupakan tantangan
pembangunan perwilayahan ke depan yang secara konsisten terus
dilaksanakan. Hal tersebut mengingat semakin terbatasnya sumber daya
alam dan adanya arus perdagangan bebas yang semakin kuat sehingga
kawasan strategis perlu didorong dan diperkuat eksistensinya.
Meningkatnya dinamika dan aktivitas penduduk sejalan dengan
semakin mantapnya pelaksanaan otonomi daerah, pengaruh arus
perdagangan bebas, dan penurunan kualitas sumber daya alam. Dalam
kondisi seperti ini ruang akan menjadi komoditi yang sangat strategis. Untuk
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 55
itu, pelaksanaan penataan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan
berkelanjutan yang diimbangi dengan konsistensi dan komitmen dalam
pengendalian serta penegakan hukum merupakan tantangan ke depan yang
harus dihadapi dan dipersiapkan bersama dengan seluruh stakeholders.
Seiring dengan meningkatnya kebutuhan ruang, maka kebutuhan
akan lahan juga meningkat pula, sehingga tantangan yang dihadapi pada
bidang pertanahan adalah peningkatan pelayanan administrasi pertanahan
yang berpihak pada kepentingan masyarakat yang telah mulai dirintis saat
ini melalui sistem manajemen pertanahan berbasis masyarakat.
2.1.8.1 Wilayah
Kota Semarang terbagi dalam 16 kecamatan dan 177
kelurahan. Pertumbuhan masing-masing kecamatan relatif lambat
dibanding dengan kecepatan perkembangan dinamika kebutuhan
pelayanan kepada masyarakat, terutama permasalahan infrastruktur
dan penyediaan lapangan pekerjaan. Upaya peningkatan daya jual,
daya saing, dan daya dukung potensi wilayah Kota semarang dalam
konteks wilayah dilakukan dengan pendekatan pembangunan
kawasan strategis dengan operasionalnya melalui kerja sama
pembangunan wilayah/kawasan antar kabupaten/kota mendasarkan
pada kerjasama kawasan yang telah ditetapkan RTRW Kota
Semarang.
Beberapa kawasan kerja sama strategis telah mulai
terbentuk dan operasional antara lain, Kedungsepur (Kendal, Demak,
Ungaran, Semarang, Salatiga dan Purwodadi). Kerjasama kawasan
pembangunan tersebut dimaksudkan untuk mensinergikan
pembangunan agar antar wilayah dapat saling berinteraksi secara
harmonis dalam kerangka Kota Semarang dengan kawasan
hinterlandnya. Sekaligus kerjasama pembangunan kawasan ini
dimaksudkan untuk mengurangi dampak disparitas pembangunan
kawasan dan urbanisasi.
Upaya yang telah dilakukan adalah peningkatan keserasian
dan kelestarian sesuai dengan potensi dan daya dukung wilayah,
pengembangan struktur pola ruang kota dengan mempertimbangkan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 56
fungsi nasional, regional dan kota.
2.1.8.2 Tata Ruang
Tata Ruang wilayah Kota Semarang sebagai bagian dari tata
ruang wilayah nasional merupakan satu kesatuan ruang wilayah
NKRI, meliputi ruang darat, laut, dan udara, termasuk di dalam bumi
maupun sebagai sumber daya yang harus dikelola secara bijaksana,
berdaya guna dan berhasil guna secara berkelanjutan demi
terwujudnya kesejahteraan dan keadilan sosial sesuai UUD’45.
Pada tahun 1981 telah ditetapkan Perda No. 5 Tahun 1981
tentang Rencana Induk Kota Semarang Tahun 1975 – 2000 yang
direvisi dengan Perda No. 2 Tahun 1990. Kemudian menyesuaikan
dengan UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang telah
ditetapkan Perda No. 01 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kota Semarang Tahun 1995 – 2005 yang kemudian
direvisi dengan Perda No. 5 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kota Semarang Tahun 2000 – 2010. Pada tingkatan
alokasi zonasi fungsi mendetailkan RTRW tersebut telah ditetapkan
Perda No. 6 sampai 15 tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota BWK
(Bagian Wilayah Kota) I sampai X tahun 2000 – 2010. Permasalahan
yang dihadapi dalam penataan ruang adalah pemanfaatan dan
pengendalian tata ruang yang tidak konsisten dan belum adanya
kesepahaman serta komitmen antar pelaku pembangunan dalam
pengelolaan tata ruang.
Tabel 2.30Penggunaan Lahan Kota Semarang 2000-2005
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 57
Tabel 2.30Areal Lahan Sawah di Kota Semarang 2001-2005
Kota Semarang memiliki lahan seluas 373,70 km2, Dari
keseluruhan lahan yang ada terdiri atas lahan yang berupa lahan
sawah seluas 39,563 km2 dan lahan kering yang seluas 334,14 km2.
Berdasarkan luas wilayahnya, kecamatan Mijen yaitu sebesar
6,218,24 km2, dengan spesifikasi memiliki luas lahan sawah 1008
km2 atau sekitar 25,25% dari luas total lahan sawah di Kota
Semarang, dan luas lahan bukan sawah sebesar 5.210,24 km2 atau
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 58
sekitar 15,61% dari total lahan bukan sawah di Kota Semarang. Dari
persentase di atas, diketahui bahwa kecamatan Gajahmungkur,
Semarang Selatan, Candisari, Semarang Timur, Semarang Utara dan
Semarang Tengah pemanfaatan lahannya hanya berupa lahan non-
sawah. Selain itu, dapat diketahui pula bahwa kecamatan yang
memiliki luas lahan sawah paling besar yaitu kecamatan Gunungpati
yaitu sebesar 1,386 Km2 atau sebesar 34,72 % dari total lahan
sawah di Kota Semarang.
Penggunaan lahan sawah di Kota Semarang meliputi irigasi
teknis (22,6 Km2), setengah teknis (57,094 Km2), irigasi
sederhana/irigasi desa (99,148 km2), non PU (99,148 Km2), tadah
hujan (210,188 Km2), dan yang tidak diusahakan (0,5 Km2).
Disamping penggunaan lahan sawah, penggunaan lahan di Kota
Semarang yang lain meliputi pekarangan, tegal/kebun,
tambak/kolam, rawa, padang/rumputan, dan penggunaan lain.
Secara keseluruhan kecenderungan penggunaan lahan non-
sawah di Kota Semarang yang terbesar yaitu pekarangan (37,59%),
ladang (19, 45%), lainnya (19,99%), kolam (0,17%), tegal (4,5%),
tambak (4,35%), perkebunan (3,16%), dan beberapa jenis
penggunaan lainnya dengan prosentase yang kecil.
Kecamatan Mijen memiliki luas lahan non-sawah paling luas
dibanding dengan kecamatan-kecamatan lainnya di Kota Semarang
dengan luas wilayah 5,980,54 Km2 dengan spesifikasi perkebunan
(1116 Km2), tegalan (939 Km2), ladang (890 Km2), pekarangan (823
Km2), lainnya (627,74 Km2) dan kolam (4,5 Km2). Sedangkan
kecamatan yang memiliki luas lahan non-sawah paling kecil yaitu
kecamatan Semarang Tengah dengan luas 605 Km2, dengan
spesifikasi pekarangan (527,55 Km2), lainnya (66,53 Km2), ladang
(5,48 Km2), tidak diusahakan (5,44 Km2).
Tabel 2.31Areal Lahan Kering di Kota Semarang Tahun 2005
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 59
Upaya yang telah dilakukan melalui perencanaan,
pemanfaatan dan pengendalian tata ruang, pembentukan
kelembagaan penataan pengembangan tata ruang, koordinasi dan
fasilitasi serta advokasi tata ruang.
2.1.8.3 Pertanahan
Bidang pertanahan yang merupakan salah satu sumber daya
alam yang harus dijaga dan ditata karena mempunyai nilai strategis
dalam tatanan kehidupan manusia bersosial dan bernegara,
terutama dalam kaitannya dengan fungsi pemanfaatannya, baik
fungsi lindung maupun budi daya sesuai RTRW. Pembangunan
pertanahan dilakukan demi terciptanya tertib administrasi
pertanahan dan kepastian hak atas tanah sehingga menjamin
kepastian hukum hak atas tanah. Sampai dengan tahun 2005
dengan jumlah bidang tanah sebanyak 760.539 bidang yang terdiri
dari 590. 472 bidang sudah bersertifikat, sisanya sebanyak 170.067
belum bersertifikat. Sedangkan kepemilikan tanah Pemerintah Kota
Semarang yang terinvetarisir sebanyak 3.159 bidang, dimana tanah
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 60
yang sudah bersertifikat sebanyak 870 bidang sedangkan sisanya
sebanyak 1.359 bidang belum bersertifikat.
Upaya yang telah dilaksanakan adalah sosialisasi kepemilikan
hak atas tanah, fasilitasi dan advokasi pemanfaatan lahan maupun
permasalahan konflik pertanahan.
2.1.9 SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP
Kondisi lingkungan Kota Semarang telah mengalami penurunan
kualitas, angka pasang surut dari tahun 1991 setinggi 0,87 m, menjadi 0,97
m pada tahun 1994 (laporan dari JICA – Japan International Corporation
Agency, 1994). Kenaikan tinggi pasang surut ini berdampak pada rob di
kawasan Semarang Utara, Semarang Tengah dan Genuk. Kawasan pantai
yang terkena rob khususnya di Kecamatan Semarang Utara dan Semarang
Tengah dipengaruhi oleh adanya penurunan muka tanah dengan laju 2 – 8
cm/tahun(Direktorat Geologi dan Tata Lingkungan), seperti misalnya di
Kelurahan Panggung Lor, Panggung Kidul, kawasan Tawang/Kota Lama
sampai ke kawasan Tanjung Mas.
Banjir yang terjadi di Kota Semarang merupakan tradisi tahunan
yang pada umumnya disebabkan tidak terkendalinya aliran sungai, akibat
kenaikan debit, pendangkalan dasar badan sungai dan penyempitan sungai
karena sedimentasi, adanya kerusakan lingkungan pada daerah hulu (wilayah
atas kota Semarang) atau daerah tangkapan air (recharge area) serta
diakibatkan pula oleh ketidakseimbangan input – output pada saluran
drainase kota. Cakupan banjir saat ini telah meluas di beberapa kawasan di
Kota Semarang, yang mencakup sekitar muara Kali Plumbon, Kali Siangker
sekitar Bandara Achmad Yani, Karangayu, Krobokan, Bandarharjo, sepanjang
jalan di Mangkang, kawasan Tugu Muda – Simpang Lima sampai Kali
Semarang, di Genuk dari Kaligawe sampai perbatasan Demak.
Intrusi air laut telah masuk kedaratan menjorok sampai wilayah,
Tugu, Jalan Sudirman, Jalan Pandaran, kawasan Simpang Lima, Jalan
Majapahit, Pedurungan dan Kawasan Genuk, kurang lebih sejauh 6 km dari
garis pantai. Penyebab intrusi air laut di Kota Semarang disebabkan adanya
penyedotan air bawah tanah yang berlebihan dan tidak terkendali serta
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 61
karena kerusakan lingkungan kawasan pesisir, hal ini berdampak pada
penurunan kualitas air tanah. Salah satu cara untuk mencegah meluasnya
proses intrusi air laut ke dalam air tanah adalah dengan pengendalian dan
pengawasan serta perlindungan air bawah tanah secara khusus dan intensif.
Kerusakan lingkungan lahan di Kota Semarang terutama diakibatkan
oleh penambahan bahan galian golongan C (tanah, pasir dan batu) yang
terus meningkat dan kurang terkontrol serta penutupan permukaan lahan
yang melebihi daya dukungnya. Penambangan yang dilakukan dengan cara
penggalian tanah, pengupasan muka tanah, pengeprasan bukit tersebut
telah menimbulkan dampak rusaknya lahan penurunan muka air tanah,
sedimentasi sungai, banjir dan rusaknya pemandangan alam perbukitan.
Sampai dengan tahun 2005 beberapa kawasan di Kota Semarang telah
terjadi kerusakan lahan sebagai akibat penambangan galian golongan C yang
tidak terkontrol, seperti di kawasan Ngaliyan, kawasan Sampangan,
Kedungmundu dan kawasan Tembalang.
Konsekuensi dari berbagai aktifitas penduduk salah satunya adalah
masalah persampahan. Berdasarkan data “Book Municipal Solid Waste
Management In Asian Cities”. United Nation Centre for Regional Development
(UNCRD) tahun 1999 dapat diketahui bahwa dengan jumlah penduduk sekitar
1.290.159 jiwa telah menghasilkan produk sampah kota sekitar 226.276
ton/tahun. Dari produk sampah yang dihasilkan tersebut, jumlah sampah
yang terkelola dengan baik hanya mencapai sekitar 48 % dari Program
Semarang Surakarta Urban Development Program (SSUDP). Pada tahun
2005 dengan jumlah penduduk sekitar 1,4 juta jiwa, total produksi sampah di
Kota Semarang adalah 4500 m3/hari atau 1,7 juta m3/tahun. Cakupan
pelayanan pengelolaan sampah di Kota Semarang pada tahun 2005 sekitar
75%, sampah dikumpulkan mulai dari sumber, kemudian diangkut dan di
buang ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah.
Sedangkan sisanya dikelola oleh masyarakat dengan sistem
pengolahan yang bermacam-macam, seperti penimbunan di pekarangan,
dibakar, dan sebagian kecil ada yang dibuang ke sungai. Proses pengelolaan
persampahan yang ada, dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
membuang sampah dalam tong sampah, proses pengumpulan dengan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 62
gerobak atau door to door dengan dump truck, kemudian diangkut dan di
buang ke TPA di Mijen. Tahapan yang dapat dilakukan untuk mengurangi
timbulan sampah yang terjadi adalah dengan daur ulang dan pengomposan.
Kegiatan daur ulang dapat dilakukan mulai dari sumber sampah di rumah
tangga (skala kecil), pada saat kegiatan pengumpulan dan pemindahan,
serta di TPA.
Dalam pelayanan sampah sampai dengan tahun 2005 tersedia
container sampah sejumlah 389 buah yang tersebar di 132 kelurahan
sebanyak 340 buah, pasar-pasar sebanyak 49 buah.
Dari berbagai sarana transportasi, kendaraan bermotor berpotensi
sebagai kontributor utama menurunnya kualitas udara. Kondisi udara Kota
Semarang dari pantauan alat ISPU (Indek Standar Pencemaran Udara) di
Kecamatan Tugu, Kecamatan Pedurungan dan Kecamatan Banyumanik
sampai bulan Agustus 2000 menunjukkan angka 51 – 100 ppm, ini
menunjukkan kualitas udara pada kategori Sedang mendekati Jelek (Indeks
Standar Pencemaran Udara (ISPU), Kepmen Lingkungan Hidup Nomor 45
tahun 1997). Sedangkan kadar polusi debu di beberapa ruas jalan utama
Kota Semarang telah melewati ambang batas Baku Mutu Lingkungan yang
ditetapkan (Hasil penelitian Puspedal Bapedalda, 1994/1995 – 1996/1997).
Pertamanan dan ruang terbuka hijau disamping merupakan fungsi
keindahan, juga berfungsi sebagai ruang interaksi masyarakat, sarana olah
raga, dan paru-paru kota. Kesadaran Pemerintah Kota Semarang dalam
pengadaan dan pengelolaan ruang terbuka hijau ditunjukkan pada alokasi
lahan pemanfaatan ruang hijau di dalam RTRW yang cukup dominan. Ada
dinas yang selalu melakukan pemantauan perihal penghijauan tersebut yaitu
Dinas Pertamanan dan Pemakaman serta Dinas Pertanian. Di pusat Kota
Semarang, hijau kota terdapat pada: kebun-kebun pribadi, 147 taman yang
dikelola dinas pertamanan dan dari penghijauan/pohon di pinggir jalan.
Pohon-pohon di pinggir jalan membuat kesan Kota Semarang masih cukup
hijau. Namun, belum terdapat taman yang cukup luas untuk sarana rekreasi,
hanya ada satu taman aktif yang mendekati luasan 1 hektar, yaitu Taman
Menteri Supono (selain 2 taman pasif, yaitu Taman Median Sukarno-Hatta
(1,4 ha) dan Taman Yos Sudarso (1,2 ha)).
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 63
Mangrove merupakan ekosistem khas pantai yang dipengaruhi oleh
pasang surut serta kadar garam yang ada. Memperhatikan betapa
pentingnya peranan hutan mangrove dalam ekosistem pantai, selain
berfungsi sebagai penyedia unsur hara juga sebagai pelindung pantai,
mestinya keberadaan hutan tersebut harus diperhatikan, minimal lebar 100
m di sempadan pantai, sungai dan muara. Namun dengan banyaknya
kepentingan berbagai pihak keberadaan mangrove khususnya di wilayah
pantai Kota Semarang kondisinya sangat memprihatinkan. Berdasarkan data
yang ada, dari 15 hektar luas mangrove ± 72,33% mangrove di wilayah Kota
Semarang dalam kondisi kritis dan hanya 26,67% yang masuk dalam kondisi
baik, padahal luas mangrove yang ideal untuk wilayah pantai Kota Semarang
seluas ± 325 hektar.
Upaya yang telah dilakukan dilakukan meliputi konservasi dan
rehabilitasi, peningkatan sarana prasarana lingkungan, pemberdayaan
masyarakat, pengutan kelembagaan serta pengendalian lingkungan.
2.2. TANTANGAN
Banyak kemajuan yang telah dicapai tetapi banyak pula tantangan
atau masalah ke depan yang belum sepenuhnya terselesaikan. Perlu upaya-
upaya penanganan dalam pembangunan daerah 20 tahun ke depan, baik
bidang sosial budaya dan kehidupan beragama, ekonomi, ilmu pengetahuan
dan teknologi (Iptek), politik, keamanan dan ketertiban, hukum dan aparatur,
pembangunan wilayah dan tata ruang, penyediaan sarana dan prasarana,
serta pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan lingkungan hidup.
2.2.1. SOSIAL, BUDAYA DAN KEHIDUPAN BERAGAMA
2.2.1.1 Kependudukan dan Keluarga Berencana
Diprediksikan tahun 2025 jumlah penduduk di Kota
Semarang meningkat menjadi sekitar 2,5 juta jiwa. Prediksi tersebut
merupakan jumlah penduduk malam hari, sedangkan siang hari akan
mencapai 2 kali lipat sebagai konsekuensi kota Metropolitan.
Tantangan Pembangunan kependudukan dan sumber daya manusia
dalam kurun waktu 20 tahun yang akan datang adalah pengendalian
tingkat pertumbuhan penduduk, kualitas penduduk, urbanisasi dan
persebaran penduduk. Untuk itu diperlukan pengelolaan yang benar
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 64
tentang kependudukan yang mencakup pelayanan, administrasi
kependudukan, pengelolaan keluarga berencana dan pemerataan
penyebaran penduduk yang sesuai dengan daya dukung lingkungan.
2.2.1.2Ketenagakerjaan dan Transmigrasi
Dalam bidang ketenagakerjaan tantangan yang dihadapi
adalah menyeimbangkan antara pertumbuhan jumlah angkatan kerja
dan ketersediaan kesempatan kerja dalam rangka mengurangi
jumlah pengangguran.
2.2.1.3 Pendidikan
Tantangan di bidang pendidikan mencakup aksesibilitas,
pemerataan, peningkatan mutu pelayanan dan relevansi pendidikan
dengan kebutuhan, disamping peningkatan profesionalisme dan
kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan serta kecukupan
sarana prasarana pendidikan.
2.2.1.4 Perpustakaan
Kemajuan teknologi informasi akan berpengaruh pada
perubahan perilaku membaca masyarakat. Tantangan 20 tahun
yang akan datang adalah pengembangan perpustakaan berbasis
teknologi informatika.
2.2.1.5 Kesehatan
Seiring dengan semakin membaik tingkat pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat, tantangan pembangunan bidang
kesehatan yang dihadapi adalah perubahan pola perilaku dan
kualitas lingkungan menyebabkan timbulnya berbagai penyakit
degenaratif maupun penyakit menular. Disamping itu tantangan
lainnya adalah permintaan akan pelayanan kesehatan yang mudah,
berkualitas namun terjangkau. Pelayanan kesehatan yang prima
sangat identik dengan tersedianya tenaga kesehatan yang
profesional, peralatan dan fasilitas kesehatan yang canggih dan
representatif sejalan dengan kemajuan IPTEK.
2.2.1.6 Pemuda dan Olahraga
Tantangan Pembangunan di bidang kepemudaan dan
keolahragaan adalah meningkatnya tingkat partisipasi pemuda
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 65
dalam pembangunan dan semangat kebangsaan, bertambahnya
sarana prasarana olah raga serta meningkatnya tingkat prestasi olah
raga yang mendukung supremasi olah raga baik tingkat regional,
nasional maupun internasional.
2.2.1.7 Kesejahteraan sosial
Tantangan bidang kesejahteraan sosial adalah sinergitas
penanggulangan masalah penyandang masalah kesejahteraan Sosial
(PMKS) yang sistematis, berkelanjutan dan bermartabat baik yang
berada di dalam maupun diluar panti.
2.2.1.8 Kemiskinan
Tantangan yang dihadapi antara lain yaitu perbedaan
pemahaman terhadap hak-hak dasar masyarakat miskin,
keberpihakan dalam perencanaan dan penganggaran yang berpihak
kepada warga miskin (pro poor), meningkatnya sinergi dan
koordinasi berbagai upaya penanggulangan kemiskinan, serta
meningkatnya partisipasi dan terbatasnya akses masyarakat miskin.
2.2.1.9 Kebudayaan
Di bidang kebudayaan, tantangan ke depan yang dihadapi
adalah menipisnya nilai moral, budaya, dan agama, sebagai akibat
dampak negatif perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi,
informasi, serta ekses dari ketimpangan kondisi sosial ekonomi serta
pengaruh globalisasi. Tantangan lain di bidang sosial budaya yang
tak dapat dikesampingkan adalah pemeliharaan kearifan lokal dalam
peradaban, harkat dan martabat manusia, serta penguatan jatidiri
dan kepribadian masyarakat. Lemahnya penghargaan dan hukuman
pada upaya-upaya pelestarian bangunan kuno dan cagar budaya.
2.2.1.10 Agama
Dibidang kehidupan beragama tantangan yang dihadapi
adalah mewujudkan ajaran agama yang mampu menjadi sumber
inspirasi dan ajaran moral untuk menggerakkan masyarakat dalam
membangun, serta mewujudkan kerukunan antar dan intern umat
beragama.
2.2.1.11 Perempuan dan Anak
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 66
Pembangunan pemberdayaan perempuan masih dihadapkan
pada ketimpangan keadilan gender di berbagai bidang, utamanya
pada akses di bidang pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, dan
ekonomi. Pada sisi lain tantangan lainnya adalah rendahnya indeks
pembangunan gender, meningkatnya tindak kekerasan terhadap
perempuan dan anak, eksploitasi perdagangan orang dan
diskriminasi terhadap perempuan dan anak, serta kurang
terpenuhinya hak-hak dasar, kesejahteraan dan perlindungan anak.
2.2.2. EKONOMI
Pembangunan berbasis kewilayahan yang telah dilaksanakan selama
ini telah dapat mendorong kerja sama pembangunan antar daerah secara
sinergis, sehingga dapat mendorong daya saing wilayah. Tantangan
pembangunan kewilayahan ke depan adalah meningkatnya kesenjangan
pembangunan antardaerah akibat bervariasinya dan terbatasnya potensi
sumber daya alam, dan sumber-sumber pendapatan daerah sehingga
diupayakan pengembangan berbagai potensi daerah termasuk
pengembangan sumber energi alternatif.
2.2.2.1Kondisi dan Struktur ekonomi
Pembangunan ekonomi Kota Semarang sampai saat ini telah
menunjukkan adanya peningkatan yang cukup signifikan, namun
masih belum dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
menciptakan lapangan pekerjaan secara memadai. Oleh karena itu,
tantangan pembangunan ekonomi pada dua puluh tahun ke depan
adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan
berkualitas struktur ekonomi bertumpu pada perdagangan dan jasa
didukung oleh sektor-sektor prioritas sesuai potensi yang ada
sehingga mampu meningkatkan pendapatan perkapita dan secara
bertahap kesejahteraan masyarakat.
2.2.2.2 Industri
Tantangan perindustrian terutama mempertahankan lapangan kerja,
industri yang ramah lingkungan, industri yang dapat memproduksi
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 67
barang yang kompetitif dipasar regional, nasional maupun global,
serta terbangunnya industri kreatif, berbahan baku lokal yang
mampu bersaing dengan produk daerah lain dan dapat diterima
pasar.
2.2.2.3Koperasi dan UKM
Pada kondisi perekonomian global koperasi dan UKM dituntut untuk
mengembangkan ekonomi kerakyatan yang mampu bersaing dengan
pemilik modal besar.
2.2.2.4 Investasi
Tantangan pada investasi adalah peningkatan daya tarik daerah
untuk menarik minat investor yang saling menguntungkan dan dapat
meningkatkan perekonomian daerah, terbatasnya sumber daya lokal
yang dapat dikembangkan, pemenuhan sarana prasarana penunjang
investasi dan regulasi investasi yang belum sepenuhnya menjamin
kepastian berusaha serta kerjasama investasi yang saling
menguntungkan.
2.2.2.5Pertanian
Meningkatnya aktivitas perkotaan berdampak pada alih fungsi lahan
pertanian menjadi lahan non pertanian. Tantangan ke depan adalah
mempertahankan dan melestarikan lahan pertanian produktif,
meningkatkan produktivitas pertanian yang mempunyai nilai
ekonomi tinggi dan menjaga kelestarian lingkungan.
2.2.2.6Kelautan dan Perikanan
Belum terpenuhinya sarana prasarana perikanan secara optimal
menyebabkan produktifitas perikanan dari tahun ke tahun
mengalami penurunan, tantangan kedepan adalah membangun
industri perikanan pasca tangkap untuk pemenuhan konsumsi lokal
dan regional, serta mengembangkan perikanan darat/kolam
mempunyai nilai ekonomi tinggi.
2.2.2.7Pertambangan
Tantangan bidang pertambangan adalah tidak seimbangnnya antara
nilai kerusakan lingkungan dengan manfaat yang diperoleh, kendala
yang dihadapi adanya regulasi yang membatasi kewenangan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 68
pemerintah daerah dalam pengendalian ekploitasi
2.2.2.8Perdagangan
Intensifnya pasar bebas/globalisasi menuntut peningkatan kualitas
produk barang dan jasa secara lebih kompetitif, membanjirnya
produk dari luar yang murah memberikan pukulan terhadap
pengusaha kecil/ menengah domestik karena kalah bersaing
terhadap murahnya harga produk.
Untuk itu, dalam rangka mendorong kemandirian ekonomi dan daya
saing produk-produk lokal di pasar regional ataupun global,
tantangan ke depan adalah meningkatkan kualitas dan produktivitas
barang dan jasa secara bertahap dengan tetap mengacu pada
Standar Mutu Nasional maupun Standar Mutu Internasional sehingga
memiliki keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif sebagai
produk unggulan Kota Semarang. Berkembangnya pasar modern
yang mengakibatkan pasar tradisionil tidak mampu bersaing dan
berkembangnya sektor informal yang tidak terkendali.
2.2.2.9Pariwisata
Tantangan pada pariwisata adalah penyediaan sarana dan
prasarana yang memadahi, pengembangan wisata dengan
pemanfaatan potensi khas budaya lokal, religi, potensi alam dan
buatan menuju Kota Semarang sebagai Daerah Tujuan Wisata.
2.2.3. ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI
Tantangan yang dihadapi dalam bidang iptek adalah membangun
masyarakat yang mampu dalam penguasan, pemaantan dan pengembangan
IPTEK, informasi dan komunikasi dalam menghadapi perkembangan global.
Tantangan lainnya adalah ketersediaan perangkat teknologi, penyediaan e-
goverment bagi birokrasi pemerintahan, ketersediaan perangkat teknologi
dalam rangka peningkatan pelayanan publik.
2.2.4. SARANA DAN PRASARANA
Meningkatnya pertumbuhan penduduk dan aktivitasnya di bidang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 69
sosial budaya dan perekonomian pada kurun waktu dua puluh tahun ke
depan akan membawa konsekuensi terhadap ketersediaan sarana prasarana
wilayah yang memadai. Apabila dilihat kondisi sarana prasarana saat ini,
untuk dapat memenuhi cakupan layanan dan kenyamanan bagi masyarakat
yang berkualitas, maka hal tersebut menjadi tantangan yang cukup berat
pada masa datang. Pembangunan di bidang perhubungan, seiring dengan
perkembangan dan dinamika masyarakat serta perkembangan perekonomian
wilayah memiliki banyak tantangan.
2.2.4.1Perhubungan
Tantangan dalam kurun waktu dua puluh ke depan adalah memenuhi
ketersediaan sarana dan prasarana perhubungan kota ,
mengembangakan sistem transportasi wilayah yang efisien dan
efektif dapat menjangkau ke seluruh wilayah serta dapat
menghubungkan antara daerah (sentra-sentra) produksi dan daerah
pemasaran, serta menghubungkan antar dan intermoda angkutan
(darat, laut dan udara) dan membangun sarana prasrana transportasi
massal guna mengantisipasi kemacetan yang akan semakin parah.
2.2.4.2Perumahan dan permukiman
Tantangan Pembangunan perumahan dan permukiman pada kurun
waktu dua puluh tahun ke depan adalah penyediaan dan penataan
sarana prasarana yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat
dan memenuhi standar kualitas lingkungan perumahan dan
permukiman, pemenuhan tempat tinggal bagi masyarakat kurang
mampu, peningkatan kualitas lingkungan permukiman pada kawasan
kumuh.
2.2.4.3Sumberdaya air
Tantangan yang dihadapi dalam pembangunan sumber daya air
dalam rangka menunjang ketahanan pangan dan memenuhi pasokan
air baku yang semakin meningkat meliputi meningkatkan sarana
dan prasarana sumber daya air dan pengelolaan jaringan irigasi
dengan melibatkan masyarakat, pelestarian, dan pengembangkan
sumber-sumber air dan penampungan air, pengendalian daya rusak
air, pengendalian kualitas air serta terwujudnya kemampuan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 70
kelembagaan pengelolaan sarana prasarana sumber daya air yang
optimal.
2.2.4.4Telekomunikasi
Dalam pembangunan telekomunikasi tantangan yang dihadapi
adalah mengembangkan dan mengendalikan jaringan telekomunikasi
guna memenuhi cakupan layanan telekomunikasi yang dapat diakses
oleh seluruh lapisan masyarakat.
2.2.4.5Energi
Tantangan yang dihadapi dalam pembangunan bidang listrik dan
energi adalah pemenuhan kebutuhan listrik dan energi bagi rumah
tangga dan industri yang semakin meningkat serta pengembangan
energi yang terbarukan (ramah lingkungan).
2.2.5. POLITIK DAN TATA PEMERINTAHAN
Perkembangan dalam bidang politik dan tata pemerintahan seiring
dengan makin meningkatnya kesadaran politik dan implementasi kebijakan
desentralisasi menjadi fokus perhatian bagi pemerintah maupun masyarakat.
Oleh karena itu, tantangan yang dihadapi dalam bidang politik dalam
pelaksanaan desentralisasi di berbagai bidang adalah peningkatan
kedewasaan politik bagi masyarakat dan pengembangan budaya politik,
sehingga mampu mendorong demokratisasi yang lebih transparan dan lebih
bertanggung jawab, serta mampu menciptakan iklim kondusif yang didukung
oleh tata pemerintahan yang baik. Konsolidasi demokrasi akan dihadapkan
pula pada tantangan bagaimana melembagakan kebebasan pers/media
massa yang profesional. Peningkatan akses masyarakat terhadap informasi
yang bebas dan terbuka, menjadikan alat kontrol atas pemenuhan
kepentingan publik dan mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi.
Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat dan
menguatnya pelaksanaan desentralisasi, tuntutan terhadap kinerja
pelayanan publik yang prima berbasis pada partisipasi masyarakat serta
pelaksanaan asas dan norma tata pemerintahan yang baik, menjadi
tantangan di masa depan guna memenuhi tingkat kepuasan masyarakat.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 71
2.2.6. KEAMANAN DAN KETERTIBAN
Perubahan geopolitik internasional dan nasional akan sangat
memengaruhi kondisi keamanan dan ketertiban. Tantangan yang dihadapi
dalam bidang keamanan dan ketertiban ke depan adalah peningkatan jumlah
peristiwa kriminal yang diikuti dengan berkembangnya kejahatan non
konvensional dan kejahatan konvensional dengan modus baru. Tantangan
lainnya adalah penaggulangan bencana alam, bencana non alam dan
bencana sosial. Kesadaran masyarakat yang tanggap terhadap berbagai
potensi ancaman dan gangguan kamtibmas dan bencana perlu ditingkatkan
bersama dengan peningkatan sistem pengelolaan keamanan, ketertiban dan
penaggulangan bencana yang komprehensif dan partisipatif serta konsistensi
dan keadilan penegakan perda.
2.2.7. HUKUM DAN APARATUR
2.2.7.1 Hukum
Tantangan yang dihadapi dalam bidang hukum adalah
penegakan hukum secara adil dan tidak diskriminatif. Di samping itu,
peningkatan jaminan akan kepastian, rasa keadilan, dan
perlindungan hukum, serta harmonisasi produk hukum daerah sesuai
perubahan dinamika masyarakat. Hal ini sejalan dengan semakin
besarnya tuntutan untuk membentuk peraturan daerah yang baik
disertai dengan peningkatan kinerja lembaga dan aparatur hukum
serta peningkatan kesadaran hukum masyarakat dan HAM.
2.2.7.2 Aparatur
Tantangan dalam bidang aparatur pemerintah sebagai
pelayan masyarakat ke depan adalah mewujudkan aparatur
pemerintah yang profesional dan mampu bekerja secara transparan,
akuntabel, dan kualitas prima untuk memenuhi kinerja pelayanan
publik, dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan dan pelayanan
yang sesuai dengan tuntutan masyarakat yang makin maju dan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 72
demokratis. Kemajuan teknologi dan informasi akan mempengaruhi
terjadinya perubahan manajemen penyelenggaraan pemerintahan
daerah. Pemanfaatan Teknologi Informasi (TI) dalam bentuk e-
government, e-procurement, e-business dan cyber law selain akan
menghasilkan pelayanan publik yang lebih cepat, lebih baik, dan
lebih murah, juga akan meningkatkan diterapkannya prinsip-prinsip
tata kepemerintahan yang baik (good governance).
2.2.8. WILAYAH DAN TATA RUANG
Meningkatnya dinamika dan aktivitas penduduk sejalan dengan
semakin mantapnya pelaksanaan otonomi daerah, pengaruh arus
perdagangan bebas, dan penurunan kualitas sumber daya alam
menyebabkan ruang akan menjadi komoditi yang sangat strategis. Untuk itu,
pelaksanaan penataan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan
berkelanjutan merupakan tantangan ke depan yang harus dihadapi dan
dipersiapkan bersama dengan seluruh stakeholders. Bertambahnya
penduduk dengan sendirinya diikuti meningkatnya kebutuhan ruang untuk
pemenuhan kebutuhan prasarana, sarana dan utilitas perkotaan sehingga
tantangan yang dihadapi pada bidang wilayah, tata ruang dan pertanahan
adalah tingginya kebutuhan ruang dihadapkan pada terbatasnya lahan efektif
yang dapat dikembangkan dalam rangka merumuskan kebijakkan dalam
kegiatan penataan ruang dalam rangka terwujudnya keharmonisan antara
lingkungan alam dan lingkungan buatan, keterpaduan dalam penggunaan
sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber
daya manusia dan terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan
dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
2.2.8.1Wilayah
Dengan luas wilayah 373,70 km2, Kota Semarang memiliki wilayah
yang terdiri dari wilayah pesisir/pantai, wilayah daratan dan wilayah
perbukitan. Permasalahan yang dihadapi adalah ketimpangan
pertumbuhan dan perkembangan wilayah, dimana pertumbuhan dan
perkembangan wilayah secara intensif tumbuh di pusat kota,
sementara wilayah pinggiran kurang memperoleh nilai tambah
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 73
perkembangan ekonomi kota. Oleh karena itu tantangan ke depan
adalah bagaimana menyeimbangkan pertumbuhan dan
perkembangan antara wilayah sesuai dengan potensi masing-masing
wilayah untuk mencapai nilai tambah yang berimbang antara
masing-masing wilayah sesuai dengan fungsi ruang yang ditetapkan
dalam rencana tata ruang.
Tantangan lainnya adalah sinkronisasi pengembangan antar wilayah
agar memberikan manfaat simultan secara agregatif bagi wilayah
Kota Semarang. Hal ini dalam pengertian bahwa pengembangan
setiap wilayah akan memberikan dukungan kepada pengembangan
wilayah lainya sesuai dengan potensi geoekonomi dan geofisiografi.
Tantangan lain adalah bagaimana mensinergikan pertumbuhan kota
Semarang dengan wilayah-wilayah hinterlandnya.
2.2.8.2Penataan Ruang
Dengan ditetapkannnya Perda No. 5 Tahun 2004 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kota Semarang dan Perda No. 6 sampai No. 15
Tahun 2004 tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Bagian
Wilayah Kota (BWK) I sampai Bagian Wilayah Kota (BWK) X maka
kegiatan penatan ruang dituntut adanya komitmen untuk menjaga
konsitensi perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian
pemanfaaran ruang agar tercapai tujuan penataan ruang yang aman,
produktif dan berkelanjutan serta berkeadilan.
2.2.8.3Pertanahan
Dalam rangka menjaga keserasian kegiatan penataan ruang maka
tantangan dalam bidang pertanahan adalah bagaimana tercipta
tertib administrasi pertanahan dalam rangka meminimalisasi konflik-
konflik dibidang pertanahan.
Tantangan lainnya adalah banyak terdapat lahan-lahan yang tidak
dimanfaatkan secara optimal sesuai fungsi peruntukan yang
direncanakan sesuai dengan tata ruang.
2.2.9. SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 74
Laju pembangunan lima tahun terakhir selain berdampak pada
peningkatan kesejahteraan rakyat juga berdampak terhadap fungsi
lingkungan hidup. Eksploitasi sumber daya alam, baik di wilayah daratan
maupun laut yang berlebihan dan tidak memerhatikan kelestarian serta
kurangnya konservasi sumber daya alam, mengakibatkan menurunnya daya
dukung dan daya tampung lingkungan, meningkatnya pemanasan global
berpotensi meningkatnya bencana longsor, banjir dan rob,
kekeringan,kebakaran, angin puyuh di wilayah Kota Semarang.
Eksploitasi air tanah secara berlebihan mengakibatkan penurunan
permukaan tanah (land subsidence), memberi dampak perembesan (intrusi)
air laut dan rob sampai jauh ke daratan. Sehingga tantangannya adalah
mewujudkan regulasi dan pengendalian dalam pengambilan air tanah, serta
pemanfaatan sumber daya air secara berkelanjutan.
Meningkatnya pertumbuhan dan perkembangan aktivitas perkotaan
membawa dampak pada meningkatnya polusi (air, tanah, dan udara), baik
akibat aktivitas domestik, industri, perdagangan dan transportasi serta
kerusakan lingkungan hidup. Tantangan kedepan adalah pemanfaatam
teknologi ramah lingkungan serta perumusan kebijakan pengelolaan
lingkungan hidup dalam rangka pengurangan/eliminasi polusi perkotaan
serta pemulihan lingkungan (kebijakan pengendalian Air Bawah Tanah, Air
Permukaan, Air Bersih, Reklamasi Pantai, Penambangan Galian C dan,
konservasi lahan)
2.3. ISU STRATEGIS
Dari hasil analisis strategi evaluasi internal dan eksternal dalam
SWOT terhadap Kondisi Kota Semarang, maka dapat dirumuskan isu-isu
Strategis sebagai berikut :
2.3.1 Sosial, Budaya dan Kehidupan Beragama
1. Kualitas Sumber Daya Manusia
2. Derajad kesehatan masyarakat
3. Diskriminasi, eksploitasi, perdagangan perempuan dan anak.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 75
4. Pengangguran
5. Laju pertumbuhan dan penyebaran penduduk;
6. Pengamalan nilai-nilai agama dan pelestarian nilai-nilai budaya
dalam kehidupan bermasyarakat.
7. Kemiskinan
2.3.2 Ekonomi
1. Persaingan kualitas produk dan harga;
2. Struktur ekonomi daerah yang belum mantap;
3. Persaingan ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada potensi lokal
dengan pemilik modal kuat.
4. Optimalisasi asset pemerintah daerah.
2.3.3 Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi kesejahteraan
masyarakat.
2.3.4 Sarana dan Prasarana
Pemenuhan kebutuhan akan sarana dan prasarana perkotaan skala
metropolitan :
1. Urbanisasi
2. kebutuhan sarana dan prasarana skala pelayanan metropolitan
3. ROB dan Banjir
2.3.5 Politik dan Tata Pemerintahan
1. Demokratisasi dan partisipasi Politik
2. Pelayanan publik
3. Penguatan Otonomi Daerah
2.3.6 Keamanan dan Ketertiban
1. Kuantitas dan Kualitas Kriminalitas
2. Budaya Tertib
2.3.7 Hukum dan Aparatur
1. Kepastian dan keadilan hukum dan hak asasi manusia (HAM)
2. Profesionalisme aparatur
2.3.8 Wilayah, Tata Ruang dan Pertanahan
1. Ketimpangan pertumbuhan antar wilayah
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 76
2. Inkonsistensi perencanaan dengan pemanfaatan dan pengendalian
ruang
3. Konflik Kepentingan Pertanahan
2.3.9 Sumber`Daya Alam dan Lingkungan Hidup
1. Penurunan/Degradasi kualitas lingkungan dan pemanasan global;
2. Erosi, Abrasi, dan Penurunan Permukaan Tanah
3. Reklamasi tambak dan pantai
4. Pertambangan galian C,
5. Intrusi air laut
2.4. MODAL DASAR
Modal dasar Pembangunan adalah merupakan salah satu kekuatan
dan peluang baik yang efektif maupun yang potensial yang dimiliki dan
didaya gunakan sebagai salah satu dasar pembangunan daerah antara lain :
2.4.1 Daya Saing Ekonomi Daerah.
Kota Semarang, memiliki posisi nilai strategis bagi pertumbuhan
ekonomi lokal, nasional maupun internasional. Hal tersebut disebabkan
Semarang merupakan pusat pemerintahan di Jawa Tengah dan letaknya pada
persimpangan jalur ekonomi dari arah barat, timur dan selatan, serta
ditunjang oleh kelengkapan pelayanan transportasi baik darat, laut dan
udara. Hal ini menjadikan keunggulan komparatif bagi kegiatan pemasaran
dan pergudangan yang menunjang kegiatan perdagangan dan jasa.
Keunggulan tersebut tidak akan memberikan manfaat yang optimal tanpa
dibarengi dengan usaha-usaha peningkatan keunggulan kompetitif.
Keberadaan kedua keunggulan ini akan menjadi pondasi utama untuk
membangun ekonomi yang berdaya saing tinggi. Jika kedua keunggulan ini
dapat dibangun, maka berbagai peluang ekonomi yang ada dapat dikelola
dan berproduksi secara maksimal. Tercapainya kondisi ini akan
mengembalikan kejayaan Semarang tempo dulu sebagai salah satu kota
niaga.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 77
2.4.2 Kualitas sumber daya manusia.
Potensi sumber daya manusia yang ada merupakan modal dasar
pembangunan yang sangat penting. Dari jumlah penduduk sebanyak
1.419.478 jiwa yang ada 69 % merupakan Angkatan kerja produktif. Dari
jumlah tersebut 26,04 % merupakan lulusan SLTA ke atas, yang didukung
oleh etos kerja dan moralitas keimanan dan ketaqwaan yang tinggi. Di
samping itu, banyaknya lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan yang
mampu mencetak sumber daya manusia merupakan modal utama
terciptanya tenaga kerja terdidik.
2.4.3 Kondisi Kawasan.
Kondisi wilayah Kota Semarang yang terdiri dari wilayah pantai,
dataran rendah dan perbukitan memungkinkan masyarakatnya melakukan
berbagai aktivitas yang heterogen. Hal ini membuka peluang bagi
berkembangnya aktivitas ekonomi yang variatif, dari daerah hulu sampai
hilir. Luas wilayah kota Semarang baru terbangun sekitar 40 % masih
memungkinkan untuk dioptimalkan bagi pengembangan fungsi-fungsi
perkotaan. Secara geografis Kota Semarang terletak di tengah pulau Jawa
diantara wilayah barat dan wilayah timur, pada jalur transportasi trans jawa
bagian utara, yang dapat memberikan banyak peluang menjadi pusat
pertumbuhan nasional.
2.4.4 Pemerintahan dan Pelayanan Publik.
Salah satu potensi pembangunan dan sekaligus menjadi faktor
strategis yang dimiliki adalah adanya pemerintahan yang mampu
memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Kondisi potensial ini dapat
diperoleh karena Kota Semarang memiliki institusi pemerintahan yang
didukung dengan aparatur yang profesional, sistem/standar prosedur
penyelesaian tugas yang tertata dengan baik, dan dilengkapi dengan
penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta berbagai hasil penelitian
dan pengembangan yang menunjang peningkatan kinerja pelayanan publik
dalam rangka menciptakan tata pemerintahan yang baik (good governance).
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 78
2.4.5.Komitmen Pemangku Kepentingan.
Budaya masyarakat bergotong royong, merupakan perilaku
masyarakat yg selalu peduli terhadap sesama, selalu saling membantu dan
merupakan modal yg tidak ternilai. Semangat dan niat kebersamaan secara
individu maupun kelompok masyarakat untuk membangun kota, memajukan
masyarakat dari seluruh pemangku kepentingan, hal ini menjamin
terwujudnya tujuan pembangunan Kota Semarang.
Nilai-nilai kearifan sosial, budaya dan agama senantiasa mewarnai
segala aktivitas warga kota, sehingga menciptakan suasana kehidupan warga
kota yang kondusif terciptanya ketertiban dan keamanan. Hal tersebut
menjamin berlangsungnya kegiatan pembangunan kota. Selain itu
kehidupan berpolitik yang demokratis dan adanya sistem penegakan hukum
dan hak asasi manusia (HAM) ikut mendukung terciptanya suasana kota yang
tertib dan aman tersebut.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)Kota Semarang Tahun 2005-2025
II - 79