bab iv hasil dan pembahasan 4.1 …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110090011_4_8948.pdf33...

18
31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengamatan Gejala Klinis Pengamatan gejala klinis pada benih ikan mas sebagai ikan uji yang terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila dilakukan dengan mengamati kerusakan fisik, uji refleks dan respon ikan terhadap pakan. Gejala klinis ikan uji mulai terlihat dalam waktu 24-48 jam setelah dilakukan penyuntikan dengan dosis 0,1 ml dengan kepadatan bakteri 10 8 cfu/ml. Gejala klinis yang pertama tampak adalah terjadinya peradangan (inflamasi) pada daerah bekas suntikan (Gambar 9a) kemudian dilanjutkan dengan terlepas sisik (Gambar 9b), kerusakan sirip (Gambar 9c) serta mata menjadi menonjol (exopthalmia) (Gambar 9d). Gejala klinis yang muncul tidak terjadi secara merata pada semua ikan, hal ini dikarenakan daya tahan tubuh ikan yang berbeda-beda serta perbedaan tingkat kelimpahan bakteri yang menyerang organ target ikan tersebut. Oleh karena itu, ikan uji ditunggu hingga memperlihatkan gejala klinis yang merata pada semua ikan. Setelah itu ikan uji diberikan perlakuan perendaman dengan menggunakan ekstrak daun teh tua dengan konsentasi yang berbeda-beda selama 48 jam. Apabila proses perendaman telah selesai, maka air akuarium diganti 100% dengan air normal biasa tanpa perlakuan kemudian dilanjutkan dengan melakukan pengamatan hingga 14 hari. (a) Inflamasi/Peradangan (b) Sisik Terkelupas (c) Kerusakan Sirip (d) Mata Menonjol Gambar 9a-d. Gejala Klinis Penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia) Mata Menonjol Sisik Terkelupas dan luka Inflamasi Sirip Rontok

Upload: nguyenmien

Post on 14-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110090011_4_8948.pdf33 Gejala klinis lain yang dominan terlihat pada semua perlakuan adalah pembengkakan

31

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengamatan Gejala Klinis

Pengamatan gejala klinis pada benih ikan mas sebagai ikan uji yang

terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila dilakukan dengan mengamati kerusakan

fisik, uji refleks dan respon ikan terhadap pakan. Gejala klinis ikan uji mulai

terlihat dalam waktu 24-48 jam setelah dilakukan penyuntikan dengan dosis 0,1

ml dengan kepadatan bakteri 108 cfu/ml. Gejala klinis yang pertama tampak

adalah terjadinya peradangan (inflamasi) pada daerah bekas suntikan (Gambar 9a)

kemudian dilanjutkan dengan terlepas sisik (Gambar 9b), kerusakan sirip (Gambar

9c) serta mata menjadi menonjol (exopthalmia) (Gambar 9d).

Gejala klinis yang muncul tidak terjadi secara merata pada semua ikan, hal

ini dikarenakan daya tahan tubuh ikan yang berbeda-beda serta perbedaan tingkat

kelimpahan bakteri yang menyerang organ target ikan tersebut. Oleh karena itu,

ikan uji ditunggu hingga memperlihatkan gejala klinis yang merata pada semua

ikan. Setelah itu ikan uji diberikan perlakuan perendaman dengan menggunakan

ekstrak daun teh tua dengan konsentasi yang berbeda-beda selama 48 jam.

Apabila proses perendaman telah selesai, maka air akuarium diganti 100% dengan

air normal biasa tanpa perlakuan kemudian dilanjutkan dengan melakukan

pengamatan hingga 14 hari.

(a) Inflamasi/Peradangan (b) Sisik Terkelupas

(c) Kerusakan Sirip (d) Mata Menonjol

Gambar 9a-d. Gejala Klinis Penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia)

Mata Menonjol

Sisik Terkelupas dan luka Inflamasi

Sirip Rontok

Page 2: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110090011_4_8948.pdf33 Gejala klinis lain yang dominan terlihat pada semua perlakuan adalah pembengkakan

32

4.1.1 Kerusakan Fisik

Pada pengamatan hari ke-1 perlakuan kontrol (A = 0 ppm) kerusakan fisik

ikan uji terjadi semakin parah yang ditandai dengan inflamasi yang dicirikan

dengan timbulnya warna kemerahan (hiperemi) (Gambar 10a) pada bekas

suntikan kemudian berlanjut menjadi luka terbuka (Gambar 10b). Terjadi

kerusakan pada sirip ikan terutama sirip ekor dan sirip punggung yang

mengakibatkan terganggunya aktivitas pergerakan ikan. Kerusakan ini

disebabkan oleh toksin yang dimiliki oleh bakteri Aeromonas hydrophila yaitu

endotoksin dan eksotoksin. Endotoksin adalah LPS yang mengakibatkan

peradangan dan dapat melindungi bakteri dari sifat bakterisidal serum inang,

sedangkan eksotoksin memiliki komponen-komponen yang dapat membantu

dalam melawan pertahanan tubuh inang (Angka 2005). Pada hari ke-7, kerusakan

fisik sudah sangat parah dengan terlihatnya borok dan tukak pada pada bekas

suntikan (Gambar 10c). Beberapa ikan terlihat kehilangan otot daging pada daerah

bekas suntikan dibagian (dorsal) dan sirip ekor.

(a) Hiperemi dan Inflamasi (b) Luka Terbuka (c) Borok

Gambar 10a–c. Gejala Klinis Benih Ikan Mas Perlakuan A (0 ppm)

Hasil pengamatan hari ke-1 setelah dilakukan perendaman dalam ekstrak

daun teh tua pada perlakuan B (75 ppm) dan C (150 ppm) terjadi kerusakan fisik

pada ikan uji dengan terlepasnya sisik pada bekas suntikan yang menimbulkan

luka terbuka (ulcer) namun tidak disertai dengan pendarahan (hemoragi) (Gambar

11a dan Gambar 12a). Hal ini diduga terjadi karena daun teh memiliki kandungan

katekin yang dapat memperkuat pembuluh darah (Soraya 2007) sehingga benih

ikan mas yang direndam dalam ekstrak daun teh tua tidak mengalami pendarahan.

Page 3: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110090011_4_8948.pdf33 Gejala klinis lain yang dominan terlihat pada semua perlakuan adalah pembengkakan

33

Gejala klinis lain yang dominan terlihat pada semua perlakuan adalah

pembengkakan pada mata dan perut. Hal ini sesuai dengan pendapat Cipriano

(2001) yang menyebutkan bahwa kondisi patologis penyakit MAS ditandai

dengan adanya luka terbuka (dermal ulceration), ekor dan sirip membusuk serta

pembengkakan mata (exophtalmia).

Pada perlakuan B (75 ppm) gejala klinis kerusakan pada fisik benih ikan

mas masih terlihat sampai hari ke-5 (Gambar 11b) dan mulai berangsur-angsur

membaik pada hari ke-10 yang ditandai dengan semakin mengecilnya luka dengan

munculnya kulit baru yang sedikit demi sedikit menutupi luka (Gambar 11c), ini

merupakan tanda dimana senyawa antibakteri dalam ekstrak daun teh tua sudah

dapat menghambat pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila. Pada hari ke-14

gejala klinis kerusakan fisik ikan berupa luka kecil masih terlihat namun

pembengkakan pada mata dan perut sudah tidak terlihat lagi (Gambar 11d).

(a) Hari ke-1 (b) Hari ke-5

(c) Hari ke-10 (d) Hari Ke-14

Gambar 11a–d. Gejala Klinis Benih Ikan Mas Perlakuan B (75 ppm)

Pada perlakuan C (150 ppm) ikan uji yang sudah menunjukkan gejala

klinis penyakit MAS pada hari ke-1 (Gambar 12a) semakin parah pada

pengamatan hari ke-5 yang ditandai dengan semakin banyak sisik yang terlepas

dan luka yang semakin membesar serta terjadi pembengkakan pada mata dan

perut (Gambar 12b). Kondisi ikan uji semakin membaik pada hari ke-10 yang

ditandai dengan luka yang mengecil namun masih terlihat pembengkakan pada

Page 4: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110090011_4_8948.pdf33 Gejala klinis lain yang dominan terlihat pada semua perlakuan adalah pembengkakan

34

mata dan perut (Gambar 12c). Hal ini diduga karena senyawa antibakteri yang

terkandung dalam ekstrak daun teh tua telah bekerja optimum dalam menghambat

pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila sehingga gejala klinis penyakit MAS

sudah mulai berkurang dan semakin menunjukkan kondisi yang baik pada

pengamatan hari berikutnya. Pada hari ke-14 beberapa ikan sudah tidak terlihat

lagi luka pada tubuhnya dan pembengkakan pada mata dan perut tidak tampak

lagi (Gambar 12d). Kondisi fisik ikan pada hari ke-14 sudah mendekati seperti

kondisi ikan sebelum di infeksi bakteri Aeromonas hydrophila.

(a) Hari ke-1 (b) Hari ke-5

(c) Hari ke-10 (d) Hari Ke-14

Gambar 12a–d. Gejala Klinis Benih Ikan Mas Perlakuan C (150 ppm)

Kondisi ikan uji perlakuan D (225 ppm) dan E (300 ppm) pada hari ke-1

sampai hari ke-10 menunjukkan gejala klinis kerusakan fisik berupa luka pada

daerah bekas suntikan, pembengkakan di bagian perut dan mata yang menonjol

(Gambar 13 dan 14). Tubuh ikan uji terlihat berwarna kemerahan di daerah sekitar

perut dan operculum (Gambar 13a dan Gambar 14a). Hal ini diduga terjadi karena

ikan uji keracunan saponin akibat kelebihan konsentasi ekstrak daun teh tua yang

diberikan yaitu pada konsentrasi 225 ppm dan 300 ppm. Dosis tinggi saponin

dapat mengakibatkan hemolisis (penghancuran sel darah merah) (Musalam 2001

dalam Afizia 2010).

Page 5: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110090011_4_8948.pdf33 Gejala klinis lain yang dominan terlihat pada semua perlakuan adalah pembengkakan

35

Pada pengamatan hari ke-14 ikan uji pada perlakuan D (225 ppm) dan E

(300 ppm) sudah tidak terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Hal ini sejalan

dengan hasil histopatologi limpa dengan sedikit ditemukannya Melano

Macrophage Centre (MMC). Namun kerusakan fisik pada ikan uji masih terlihat,

hal ini terjadi karena ikan uji keracunan senyawa dalam ekstrak daun teh tua pada

konsentrasi tinggi seperti saponin yang dapat menghemolisis sel darah merah

sehingga proses penyembuhan dan perbaikan jaringan yang rusak menjadi

terhambat.

(a) Hari ke-1 (b) Hari ke-5

(c) Hari ke-10 (d) Hari Ke-14

Gambar 13a-d. Gejala Klinis Benih Ikan Mas Perlakuan D (225 ppm)

(a) Hari ke-1 (b) Hari ke-5

(c) Hari ke-10 (d) Hari Ke-14

Gambar 14a–d. Gejala Klinis Benih Ikan Mas Perlakuan E (300 ppm)

Page 6: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110090011_4_8948.pdf33 Gejala klinis lain yang dominan terlihat pada semua perlakuan adalah pembengkakan

36

4.1.2 Respon Pakan

Pengamatan respon terhadap pakan dilakukan setiap hari selama 14 hari

dengan melihat reaksi benih ikan mas sebagai ikan uji pada saat pemberian pakan

dan jumlah pakan yang tersisa. Pemberian pakan dilakukan sebanyak tiga kali

sehari pada pagi, siang dan sore hari. Pada pengamatan hari ke-1 sampai hari ke-

14 ikan uji pada perlakuan A (0 ppm) tidak memberikan respon pakan yang baik.

Hal ini terjadi karena ikan mengalami stres pasca penyuntikan dan terjadi infeksi

dari bakteri Aeromonas hydrophila, sehingga ikan menjadi kurang merespon atau

bahkan tidak merespon terhadap pakan. Menurut Irianto (2005) stres merupakan

suatu keadaan saat suatu hewan tidak mampu mengatur kondisi fisiologis yang

normal karena berbagai faktor merugikan yang mempengaruhi kesehatannya.

Nabib dan Pasaribu (1989) dalam Setiaji (2009) menjelaskan bahwa penolakan

terhadap makanan sering dialami pada ikan yang tidak sehat.

Pada perlakuan B (75 ppm), C (150 ppm), D (225 ppm) dan E (300 ppm)

ikan uji memberikan respon yang sedikit terhadap pakan pada pengamatan hari

ke-1 dan 2. Kemudian mengalami peningkatan pada pengamatan hari ke-3 sampai

hari ke-14 dengan memberikan respon pakan yang sudah kembali normal seperti

biasa. Hal ini disebabkan karena ikan uji sudah tidak stres dan telah mengalami

masa penyembuhan setelah perendaman dengan menggunakan ekstrak daun teh

tua. Senyawa aktif antibakteri dalam ekstrak daun teh tua diduga sudah aktif dan

bekerja efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila

selama proses penyembuhan. Hasil pengamatan uji respon pakan benih ikan mas

yang terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila dapat dilihat pada Lampiran 12.

4.1.3 Uji Refleks

Pengujian refleks ikan dilakukan dengan cara menepuk dinding akuarium

perlakuan. Pengamatan hari ke-1 dan 2 ikan uji pada semua perlakuan tidak

memberikan respon terhadap kejutan hal ini disebabkan karena ikan uji

mendapatkan serangan dari bakteri Aeromonas hydrophila sehingga mengalami

penurunan respon terhadap kejutan.

Page 7: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110090011_4_8948.pdf33 Gejala klinis lain yang dominan terlihat pada semua perlakuan adalah pembengkakan

37

Terjadi perubahan tingkah laku ikan setelah di infeksi bakteri Aeromonas

hydrophila, seperti gerakan ikan yang terlihat lambat, beberapa ikan berenang

mendekati permukaan atau berada disekitar aerasi dan berenang dengan posisi

tubuh yang miring akibat daya keseimbangan tubuh yang berkurang dan

kerusakan pada sirip ikan akibat serangan bakteri Aeromonas hydrophila. Hal ini

sesuai dengan pendapat Nabib dan Pasaribu (1989) dalam Yuhana et al. (2008)

cara bergerak seekor ikan yang tidak sehat bisa lebih lambat atau lebih cepat dari

biasanya, berenang kian-kemari secara cepat, berputar-putar, menyusuri tepi,

rotating atau berenang dengan perut diatas merupakan tanda fatal. Penyebabnya

bisa karena adanya suatu peradangan dan penyumbatan pembuluh darah, atau

suatu racun (Yuhana et al. 2008).

Pada hari ke-3 ikan uji pada semua perlakuan mulai memberikan respon

refleks dengan cara berenang menjauhi sumber tepukan. Namun pada hari ke-7

perlakuan A (0 ppm) terjadi penurunan bahkan tidak ada respon refleks pada ikan

uji yang terjadi akibat serangan bakteri Aeromonas hydrophila yang semakin

parah. Sedangkan pada perlakuan B (75 ppm), C (150 ppm), D (225 ppm) dan E

(300 ppm) ikan uji masih memberikan respon refleks yang baik sampai akhir

pengamatan. Ini menandakan bahwa ikan uji pada perlakuan B, C, D dan E yang

mendapatkan perlakuan perendaman dalam ekstrak daun teh tua telah mengalami

penyembuhan. Hasil pengamatan uji refleks pada benih ikan mas yang terinfeksi

bakteri Aeromonas hydrophila dapat dilihat pada Lampiran 13.

4.2 Kelangsungan Hidup

Berdasarkan hasil analisis data rata-rata kelangsungan hidup benih ikan

mas (Lampiran 14), benih ikan mas yang terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila

dengan perendaman berbagai konsentrasi ekstrak daun teh tua selama 48 jam

memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kelangsungan hidup. Hasil uji

berganda Duncan pada taraf kepercayaan 95% menunjukkan bahwa perlakuan B

(75 ppm), D (225 ppm) dan E (300 ppm) tidak berbeda nyata, namun apabila

dibandingkan dengan perlakuan A (0 ppm) dan C (150 ppm) memberikan hasil

yang berbeda nyata (Tabel 4).

Page 8: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110090011_4_8948.pdf33 Gejala klinis lain yang dominan terlihat pada semua perlakuan adalah pembengkakan

38

Tabel 4. Rata-rata Kelangsungan Hidup Hasil Uji Beda Jarak Nyata

Duncan

Perlakuan Kelangsungan Hidup (%) Rata-rata

Kelangsungan

Hidup (%)

Signifikasi Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3

A (0 ppm) 0 0 0 0 a

B (75 ppm) 93,33 60,00 60,00 71,11 b

C (150 ppm) 93,33 86,67 98,33 93,33 c

D (225 ppm) 60,00 53,33 53,33 55,56 b

E (300 ppm) 80,00 60,00 80,00 73,33 b Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata.

Perlakuan B (75 ppm), D (225 ppm) dan E (300 ppm) memberikan

pengaruh yang lebih baik terhadap kelangsungan hidup dibandingkan dengan

perlakuan A (0 ppm) sehingga perlakuan perendaman dengan menggunakan

ekstrak daun teh tua lebih baik dibandingkan dengan perlakuan tanpa perendaman

ekstrak daun teh tua. Benih ikan mas pada perlakuan A mengalami kematian total

pada hari ke-10 dengan kerusakan fisik yang parah. Rendahnya tingkat

kelangsungan hidup benih ikan mas pada perlakuan A (0 ppm) yaitu sebesar 0%

dikarenakan ikan mengalami penurunan daya tahan tubuh akibat serangan bakteri

Aeromonas hydrophila yang mengganggu fungsi organ-organ tubuh dan dalam

beberapa hari dapat menyebabkan kematian pada ikan tersebut. Tingkat

kelangsungan hidup benih ikan mas pada masing-masing konsentrasi dapat dilihat

pada gambar 15.

Gambar 15. Grafik Kelangsungan Hidup benih Ikan Mas

0

71.11

93.33

55.56

73.33

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

A (0 ppm) B (75 ppm) C (150 ppm) D (225 ppm) E (300 ppm)

Kelangsungan Hidup (%)

KelangsunganHidup (%)

Page 9: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110090011_4_8948.pdf33 Gejala klinis lain yang dominan terlihat pada semua perlakuan adalah pembengkakan

39

Perbandingan perlakuan B (75 ppm), D (225 ppm) dan E (300 ppm)

terhadap perlakuan C (150 ppm) memberikan pengaruh yang berbeda nyata.

Tingkat kelangsungan hidup perlakuan C (150 ppm) yaitu sebesar 93,33 % lebih

besar dibandingkan dengan perlakuan B (75 ppm) yang hanya memberikan

tingkat kelangsungan hidup sebesar 71,33 % (Gambar 15), hal ini diduga karena

konsentrasi ekstrak yang digunakan kecil sehingga kandungan senyawa-senyawa

antibakteri dalam ekstrak daun teh tua masih sedikit. Hal ini menyebabkan

aktivitas senyawa antibakteri kurang bekerja secara optimal sehingga kurang

dapat menghambat pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila.

Pada perlakuan D (225 ppm) dan E (300 ppm) tingkat kelangsungan hidup

benih ikan mas lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan C (150 ppm) yaitu

secara berturut-turut sebesar 55,56 % dan 73,33 % (Gambar 15). Konsentrasi

ekstrak daun teh tua yang diberikan pada perlakuan D (225 ppm) dan E (300 ppm)

lebih besar dibandingkan dengan perlakuan C (150 ppm). Namun, peningkatan

konsentrasi tidak selalu menghasilkan kelangsungan hidup yang tinggi karena

ekstrak daun teh tua mengandung saponin yang bersifat racun bagi ikan pada

konsentrasi tinggi. Saponin merupakan senyawa triterpenoid yang dapat

digunakan sebagai zat anti bakteri, namun pada konsentrasi tinggi saponin dapat

bersifat toksik ikan dan saponin dapat menghemolisis sel darah merah (Musalam

2001 dalam Afizia 2010). Kandungan saponin yang tinggi ditandai dengan

terbentuknya busa pada permukaan air di media pemeliharaan (Gambar 16).

Gambar 16. Konsentrasi Tinggi Ekstrak Daun Teh Tua Menimbulkan

Busa pada Media Pemeliharaan

Busa

Page 10: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110090011_4_8948.pdf33 Gejala klinis lain yang dominan terlihat pada semua perlakuan adalah pembengkakan

40

Mortalitas benih ikan mas pada perlakuan D (225 ppm) dan E (300 ppm)

terjadi karena benih ikan mas mengalami keracunan akibat perendaman dengan

konsentrasi tinggi ekstrak daun teh tua. Larutan ekstrak daun teh tua yang

dibiarkan dalam waktu yang lama, akan menyebabkan penumpukan dan

akumulasi senyawa metabolit sekunder dari daun teh tua seperti katekin dan

saponin yang akan merubah warna dan rasa larutan ekstrak daun teh tua. Hal ini

ditandai dengan perbedaan warna media pemeliharaan pada saat awal diberi

ekstrak dan akhir (48 jam) perlakuan perendaman. Warna media pemeliharaan

terlihat semakin keruh dan pekat yang diindikasi memiliki rasa yang semakin

pahit dan sepat (Gambar 17). Hal ini sejalan dengan yang terjadi di dalam tubuh

ikan, kandungan senyawa dalam ekstrak daun teh tua terutama katekin dan

saponin akan terakumulasi dalam tubuh ikan sehingga terjadi banyak kematian

setelah pengamatan hari ke-10 (Gambar 18). Semakin lama perendaman maka

semakin banyak jumlah katekin dan saponin yang terakumulasi dalam tubuh ikan.

(a) Awal Perendaman (b) Akhir Perendaman

Gambar 17a-b. Kondisi Media Pemeliharan pada Awal dan Akhir Perendaman

Pada perlakuan D (225 ppm) jumlah akumulasi endapan katekin dan

saponin dalam tubuh ikan mencapai puncak pada hari ke-10, 11 dan 12 dengan

total kematian sebanyak 6-7 ekor (Lampiran 15). Sedangkan pada perlakuan E

(300 ppm) mengalami puncak jumlah akumulasi endapan katekin dan saponin

yang menyebabkan kematian pada hari ke-12, 13 dan 14 dengan total kematian

sebanyak 3-6 ekor (Gambar 18).

Page 11: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110090011_4_8948.pdf33 Gejala klinis lain yang dominan terlihat pada semua perlakuan adalah pembengkakan

41

Gambar 18. Grafik Mortalitas Harian Ikan Uji Tiap Perlakuan

Perlakuan C (150 ppm) merupakan perlakuan yang terbaik dengan

menghasilkan tingkat kelangsungan hidup tertinggi sebesar 93,33 %, hal ini

terjadi karena kandungan alkaloid, flavonoid, katekin, tanin dan saponin pada

konsentrasi tersebut mampu memberikan efek antibakteri secara optimum dalam

menghambat pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila.

Katekin merupakan kandungan utama polifenol dalam daun teh. Katekin

teh hijau bersifat antimikroba yang disebabkan oleh adanya gugus pyrogallol dan

gugus galloil. Senyawa katekin dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan

cara merusak membran sitoplasma bakteri. Pecahnya membran sitoplasma

menyebabkan keluarnya semua organel-organel sel yang menyebabkan

terhentinya proses metabolisme sel bakteri sehingga menyebabkan kematian sel

bakteri (Volk and Wheller, 1993 dalam Rustanty 2009).

Penelitian ini membuktikan bahwa ekstrak daun teh tua dapat menghambat

pertumbuhan bakteri dari genus Aeromonas hydrophila. Hal ini sejalan dengan

pernyataan Alamsyah (2006) bahwa teh hijau dapat menghambat mikroba

pembentuk racun dalam makanan seperti Aeromonas sobria, S. aureus,

Clostridium perfringens, dan Clostridium botulinum. Oleh karena itu, dapat

diduga bahwa ekstrak daun teh tua dapat menghambat pertumbuhan bakteri dari

genus Aeromonas.

0

20

40

60

80

100

120

*24Jam

*48Jam

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Mo

rtal

itas

Har

ian

(%

)

Waktu Pengamatan

A (0 ppm)

B (75 ppm)

C (150 ppm)

D (225 ppm)

E (300 ppm)

Page 12: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110090011_4_8948.pdf33 Gejala klinis lain yang dominan terlihat pada semua perlakuan adalah pembengkakan

42

Berdasarkan analisis regresi menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara

perendaman ekstrak daun teh tua terhadap kelangsungan hidup benih ikan mas

yang terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Hubungan korelasi antara kedua

variabel tersebut dinyatakan dalam bentuk persamaan kuartik dengan persamaan :

y = 2E-07x4 - 8E-05x

3 + 0.007x

2 + 0.802x - 5E-11. Persamaan garis tersebut

memiliki hubungan determinasi (R2) sebesar 0,93 artinya konsentrasi perendaman

ekstrak daun teh tua terhadap kelangsungan hidup memberikan pengaruh sebesar

93%. Perhitungan analisis regresi dapat dilihat pada Lampiran 16.

Pada grafik persamaan regresi (Gambar 19) dapat dilihat bahwa perlakuan

perendaman ekstrak daun teh tua terhadap kelangsungan hidup benih ikan mas

yang terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila mencapai titik optimum dengan

pemberian konsentrasi sebesar 133,58 ppm yang menghasilkan kelangsungan

hidup sebesar 95,18 % dan mencapai titik minimum serta titik belok pada

konsentrasi 258,51 ppm dengan kelangsungan hidup sebesar 45,10 %. Oleh

karena itu, batas toleransi pemberian ekstrak daun teh tua pada benih ikan mas

yaitu pada konsentrasi 258,51 ppm.

Gambar 19. Grafik Hasil Analisis Regresi Kuartik

y = 2E-07x4 - 8E-05x3 + 0.007x2 + 0.802x + 2E-10 R² = 0.9305

0

20

40

60

80

100

120

0 50 100 150 200 250 300 350

Ke

lan

gsu

nga

n H

idu

p (

%)

Konsentrasi Ekstrak Daun Teh Tua (ppm)

Page 13: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110090011_4_8948.pdf33 Gejala klinis lain yang dominan terlihat pada semua perlakuan adalah pembengkakan

43

4.3 Histopatologi Organ Limpa

Limpa merupakan salah satu organ target yang diserang bakteri

Aeromonas hydrophila yang dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan limpa.

Kerusakan tersebut disebabkan toksin bakteri yang mengakibatkan organ-organ

tersebut hilang integritas strukturalnya. Bakteri ada di dalam sarung retikuler dari

elipsoid limpa yang merupakan pusat dari aktivitas pagositik makropag, bakteri

merusak sel endothelial dan retikuler dari elipsoid. Perubahan patologis terjadi

pada limpa dari ikan yang diinjeksi dengan Aeromonas hydrophila. Hemoragi

(perdarahan) juga terjadi pada organ internal, ginjal dan limpa (Herwig 1979).

Limpa merupakan salah satu organ yang berperan dalam sistem kekebalan

tubuh. Limpa yang normal berwana merah-ungu karena kandungan darahnya.

Jaringan limpa terdiri atas pulpa putih dan pulpa merah (Gambar 20). Fungsi

limpa yaitu mengakumulasi limfosit dan makrofag, degradasi eritrosit, tempat

cadangan darah dan sebagai organ pertahanan terhadap infeksi partikel asing yang

masuk ke dalam darah dengan menghasilkan antibodi humoral terhadap antigen

yang diangkut melaui darah (Khairinal 2012).

Histopatologi organ yang diamati pada penelitian ini adalah organ limpa

pada enam sample benih ikan mas yang berbeda yaitu benih ikan mas sebelum

diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila (ikan sehat), benih ikan mas setelah

diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila (ikan sakit), dan benih ikan mas setelah

pengobatan atau pemberian perlakuan. Hasil analisis histopatologi ini bertujuan

untuk mengetahui tingkat kesembuhan dengan melihat kerusakan jaringan pada

organ limpa setelah pengobatan yang dibandingkan dengan histolopatologi limpa

ikan sehat dan ikan sakit.

Benih ikan mas yang dijadikan sampel histolopatologi ikan sehat adalah

benih ikan mas yang belum diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Berdasarkan

hasil analisis histopatologi jaringan limpa menunjukkan bahwa benih ikan mas

tidak mengalami kerusakan yang terlihat dari struktur jaringan limpa terlihat

normal dengan warna merah-ungu yang terdiri dari pulpa putih dan pulpa merah

(Gambar 20).

Page 14: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110090011_4_8948.pdf33 Gejala klinis lain yang dominan terlihat pada semua perlakuan adalah pembengkakan

44

pulpa merah

pulpa putih

Gambar 20. Histopatologi Jaringan Limpa Ikan Sebelum di Infeksi

Bakteri Aeromonas hydrophila (Pembesaran 400x)

(Sumber : Laporan Hasil Uji BUSKI, 2013)

Perubahan histopatologi jaringan limpa yang terinfeksi bakteri Aeromonas

hydrophila dicirikan dengan munculnya peradangan (splenitis) yang ditandai

dengan adanya folikel limfoid yang mengalami Melano Macrophage Centre

(MMC) dalam jumlah banyak (Gambar 21). Jaringan limpa berwarna pucat

diduga terjadi karena dalam aliran darah terdapat antigen bakteri Aeromonas

hydrophila. Toksik yang dikeluarkan bakteri Aeromonas hydrophila mengalir

dalam aliran darah kemudian masuk ke dalam sel endotel pembuluh darah yang

akan menyebabkan kerusakan pada endotel sehingga akan merangsang

pembentukan cytokine sebagai mediator inflamasi. Mekanisme ini yang akan

merangsang pembentukan MMC (Maryadi 2009). Menurut Bellati (1985) dalam

Maryadi (2009) fungsi makrofag dalam respon imun adalah menghilangkan

benda-benda asing dan bahan yang bersifat merusak (Maryadi 2009). Makrofag

merupakan salah satu sel yang berperan penting dalam respon imun dengan

fagositosis dan sebagai antigen presenting cells (APC) (Afifudin 2009).

MMC

MMC

MMC

MMC

MMC MMC

Gambar 21. Histopatologi Jaringan Limpa Ikan yang Terinfeksi

Bakteri Aeromonas hydrophila (Pembesaran 100x)

(Sumber : Laporan Hasil Uji BUSKI, 2013)

Page 15: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110090011_4_8948.pdf33 Gejala klinis lain yang dominan terlihat pada semua perlakuan adalah pembengkakan

45

Perbedaan histopatologi jaringan limpa pada perlakuan B (75 ppm), C

(150 ppm), D (225 ppm) dan E (300 ppm) terletak pada jumlah Melano

Macrophag Centre (MMC) yang ditemukan. Jumlah Melano Macrophag Centre

(MMC) pada perlakuan B (75 ppm) (Gambar 22a) relatif lebih banyak

dibandingkan dengan perlakuan C (150 ppm), D (225 ppm) dan E (300 ppm)

(Gambar 22 b-d). Hal ini menandakan bahwa perlakuan C (150 ppm), D (225

ppm) dan E (300 ppm) mengalami tingkat kesembuhan yang lebih baik

dibandingkan dengan pada perlakuan B (75 ppm). Pemberian perlakuan ekstrak

daun teh tua pada benih ikan mas yang terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila

mengalami penyembuhan yang cukup baik dengan memperlihatkan kondisi

histopatologi jaringan limpa yang telah mendekati histopatologi jaringan limpa

seperti ikan sehat (Gambar 20) serta jumlah MMC yang ditemukan sedikit.

MMC MMC

MMC

MMC

MMC

(a) Perlakuan B (75 ppm) (b) Perlakuan C (150 ppm)

MMC

MMC

(c)Perlakuan D (225 ppm) (d) Perlakuan E (300 ppm)

Gambar 22a-d. Histopatologi Jaringan Limpa Ikan (Pembesaran 100x)

(Sumber : Laporan Hasil Uji BUSKI, 2013)

Page 16: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110090011_4_8948.pdf33 Gejala klinis lain yang dominan terlihat pada semua perlakuan adalah pembengkakan

46

4.4 Kualitas Air

Kualitas air adalah kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan

dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya dinyatakan dalam kisaran nilai

tertentu (Boyd, 1990). Pengamatan kondisi kualitas air digunakan sebagai

parameter pendukung untuk memberikan informasi bahwa media pemeliharaan

benih ikan mas tetap dalam kondisi terkontrol. Pengamatan dilakukan sebanyak

tiga kali yaitu pada awal penelitian, pertengahan penelitian dan akhir penelitian.

Beberapa parameter kualitas air yang diukur selama penelitian meliputi suhu, pH,

DO dan ammonia. Data hasil pengukuran kualitas air selama penelitian

berlangsung dapat dilihat pada Tabel 5 dan Lampiran 17.

Tabel 5. Data Hasil Pengamatan Kualitas Air

Parameter yang

Diamati

Perlakuan Optimum

A B C D E Ikan Bakteri

Awal Penelitian

Suhu (oC) 25,5 25,5-26,0 25,5-26,0 25,5 25,5-26,0 20-28

a 15-30

b

pH 7,38 7,38 7,38 7,38 7,38 6,5-9,0c 4,7-11

b

DO (mg/L) 5,3-5,7 5,1-5,4 5,6-6,6 5,2-6,3 5,4-6,8 >3d

Amonia (mg/L) 0 0 0 0 0 0,6d

Pertengahan

Penelitian

Suhu (oC) 26,0 26,0 26,0-27,0 26,0-26,5 26,0

pH 8,39-8,63 8,36-8,61 8,49-8,53 8,29-8,62 8,36-8,58

DO (mg/L) 3,4-4,9 3,0-5,9 4,4-5,9 5,0-8,5 3,2-4,8

Amonia (mg/L) 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5

Akhir

Penelitian

Suhu (oC) - 26 26 26 26

pH - 7,61-7,80 7,56-7,75 7,67-7,94 7,53-7,61

DO (mg/L) - 3,2-5,9 3,5-5,4 3,9-5,4 3,2-6,4

Amonia (mg/L) - 0,0-0,.5 0,0-0,.5 0,5 0,0-0,.5

Keterangan : a Huet 1971 dalam Sulistiawati 2011

b Kabata 1985

c Boyd 1982 dalam Sitawati 2002

d Boyd 1990

Suhu yang terukur berkisar antara 25,5-27,0oC. Nilai tersebut masih

berada pada kisaran optimum untuk pemeliharaan benih ikan mas yaitu antara 20-

28oC (Huet 1971). Pengukuran nilai pH selama penelitian berkisar antara 7,38-

8,63 dengan kisaran nilai optimum antara 6,5-9,0 (Boyd 1982 dalam Sitawati

2002). pH merupakan parameter aktivitas ion hidrogen (H+) dalam suatu larutan

yang dinyatakan dengan asam atau basa.

Page 17: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110090011_4_8948.pdf33 Gejala klinis lain yang dominan terlihat pada semua perlakuan adalah pembengkakan

47

Oksigen terlarut (DO) adalah jumlah mg/l gas oksigen yang terlarut dalam

air. Kandungan oksigen terlarut (DO) yang terukur berkisar antara 3,0-8,5 mg/l

masih berada dalam batas optimum yaitu lebih besar dari 3 mg/l (Boyd 1990).

Hasil pengukuran selama penelitian nilai amonia berkisar antara 0-0,5 mg/l. Nilai

tersebut masih berada dalam batas nilai optimum yaitu lebih kecil dari 0,6 mg/l.

Ikan tidak dapat bertoleransi terhadap kadar amonia yang terlalu tinggi karena

dapat mengganggu proses pengikatan oksigen oleh darah (Boyd 1990).

Berdasarkan hasil pengukuran parameter kualitas air selama penelitian,

dapat dinyatakan bahwa kondisi kualitas air selama penelitian memenuhi standar

optimum untuk pemeliharaan benih ikan mas sehingga kematian benih ikan mas

selama penelitian bukan disebabkan oleh kondisi perairan melainkan karena

serangan bakteri Aeromonas hydrophila.

Page 18: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110090011_4_8948.pdf33 Gejala klinis lain yang dominan terlihat pada semua perlakuan adalah pembengkakan

48