bab iv analisis kecerdasan spiritual menurut...
TRANSCRIPT
BAB IV
ANALISIS KECERDASAN SPIRITUAL MENURUT DANAH
ZOHAR DAN IAN MARSHALL DAN RELEVANSINYA DENGAN
TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM
A. Kecerdasan Spiritual dalam Pendidikan Islam
Manusia diciptakan Allah dengan fitrah dan menjadi hambanya yang
senantiasa mengabdi dan beribadah kepada-Nya. Di dunia ini pula, manusia
berperan sebagai khalifah Allah, yang menyebarkan rahmat bagi alam
semesta. Untuk melaksanakan amanah tersebut, manusia diberi bekal utama
oleh Allah berupa kecerdasan dan sikap independen (bebas). Kecerdasan
merupakan karunia tertinggi yang diberikan Tuhan kepada manusia, dan ia
akan mencapai puncak aktualisasinya jika diperuntukkan sebagaimana visi
dan misi penciptaan dan keberadaan manusia di dunia. Secara lebih rinci Dr.
Arief Rahman menjelaskan, bahwa kecerdasan adalah kemampuan mengolah
sehingga dapat mengerti perbedaan, membuat daftar prioritas, menyelesaikan
masalah, membentuk jaringan, mengasosiasikan dan bisa mempunyai
kemampuan untuk percaya, berpegang teguh pada prinsip dan banyak lagi
kemampuan yang lain.1
Pola-pola kecerdasan ini terus berkembang dari waktu ke waktu, dari
model kuantitatif (IQ) menuju kualitatif (EQ). Dan kini kita sedang melakukan
eksplorasi kecerdasan yang lebih mendalam lagi, yakni kecerdasan spiritual
(SQ). Kecerdasan ini adalah pusat lahirnya gagasan, penemuan, inovasi dan
kreatifitas yang lebih fantastik. SQ merupakan kecerdasan tertinggi manusia,
dia yang kita gunakan untuk bisa mengoptimalkan IQ dan EQ, karena SQ-lah
yang memungkinkan seseorang berfikir secara kreatif, berwawasan jauh
kedepan dan mampu membuat aturan-aturan. Pendek kata, jika menginginkan
IQ dan EQ anak berkembang optimal, maka kita mulai dengan mengasah
kecerdasan spiritualnya.
1 Dewi Septiawati, et. Al., Kecerdasan Spiritual, Ummi Edisi Spesial 4 Tahun, (Jakarta : PT Kimus Bina Tadzkia, 2002) Hlm. 6
57
Semua bentuk kecerdasan yang dimiliki oleh manusia berakar pada
potensi atau fitrah yang dianugerahkan oleh Allah. Demikian pula kecerdasan
spiritual, dia bersumber dari fitrah manusia itu sendiri. Kecerdasan ini tidak
dibentuk melalui diskursus-diskursus atau memori-memori fenomenal, tetapi
merupakan aktualisasi fitrah itu sendiri. Ia memancar dari kedalaman diri
manusia, karena dorongan-dorongan keingintahuan yang dilandasi kesucian,
ketulusan dan tanpa pretensi egoisme.2 Lebih jelasnya, kecerdasan spiritual
merupakan kemampuan manusia untuk mengenali potensi fitrah dalam
dirinya. Dia adalah kemampuan seseorang untuk mengenali Tuhan yang telah
menciptakannya dari segumpal darah. Dengan mengenali Tuhannya, seorang
manusia akan sukses dalam hidupnya, bukan hanya di dunia tapi juga di
akhirat. Sebab ia akan mengawali segala sesuatunya dengan nama Allah,
menjalaninya sesuai dengan perintah Allah dan mengembalikan apapun
hasilnya kepada Allah. Menurut Ary Ginanjar, kecerdasan spiritual adalah
kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan
kegiatan, melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju
manusia seutuhnya (hanif) dan memiliki pola pemikiran tauhidi (integralistik),
serta berprinsip “hanya karena Allah”.3
Fitrah adalah akar Ilahiyah (original road) yang diberikan Allah Swt.
semenjak ditiupkannya ruh ke dalam rahim ibu. Dia bersifat dinamis,
responsive terhadap pengaruh lingkungan sekitar, sehingga dalam
perkembangannya akan terjadi interaksi (saling mempengaruhi) antara fitrah
dan lingkungan sekitar sampai akhir hayatnya. Menurut Abdurrahman
Mas’ud, pada dasarnya potensi manusia ada yang bersifat abstrak dan konkrit.
Yang abstrak meliputi common sense “akal sehat”, spiritualisme dan hati
nurani. Common sense untuk membedakan yang hak dan yang batil, sedang
2. Suharsono. Mencerdaskan Anak. (Jakarta : Inisiasi Press, 2002) Hlm. 51 3 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual,
(Yogyakarta : Gema Media, 200), hlm 136
58
hati nurani untuk mengekspresikan perasaan sedih, duka, bahagia dan seni
estetika (keindahan).4
Potensi-potensi yang dimiliki manusia pada bentuk asalnya baru
berupa dorongan-dorongan dasar yang bekerja secara alami. Yang sebenarnya
apabila dijaga, dipelihara, dibimbing dan dikembangkan secara terarah,
bertahap dan berkesinambungan. Untuk mengembangkan potensi individu
yang unik dan kaya tersebut harus melalui proses pendidikan secara simultan
dan proporsional, sehingga akan menghasilkan sosok manusia yang seimbang
jasmani dan rohaninya, menjadi hamba Allah yang patuh kepada agama, juga
bisa sangat kreatif sebagai khalifah di dunia. Posisi sebagai hamba dan
khalifah ini akan selalu bereaksi, artinya se-kreatif-kreatif manusia, di tidak
akan keluar dari koridor kehambaan dia sebagai hamba Allah. Sehingga orang
yang cerdas adalah orang yang meningkatkan potensi atau fitrah dalam
dirinya, tanpa keluar dari aturan main yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.
Islam sebagai agama sekaligus sebagai sistem peradaban
mengisyaratkan pentingnya pendidikan. Isyarat ini jelas terlihat dari berbagai
muatan dalam konsep ajarannya. Menurut pandangan Jalalluddin ada tiga
faktor utama yang mendasari konsep pendidikan Islam yaitu:
a. Hakikat penciptaan manusia, yaitu agar manusia menjadi pengabdi Allah
yang taat dan setia.
b. Peran dan tanggung jawab manusia sejalan dengan statusnya selaku abd
Allah, Al-Basyr, Al-Insan, Al-Nas, bani Adam maupun khalifah Allah.
c. Tugas ulama rasul yaitu membentuk akhlak yang mulia serta memberi
rahmat bagi seluruh alam. (Rahmatan li al-alamin).5
Berdasarkan pandangan di atas, maka pendidikan Islam harus
merupakan upaya yang harus ditujukan ke arah pengembangan potensi yang
dimiliki manusia baik jasmani maupun rohani secara maksimal sehingga dapat
diwujudkan dalam bentuk konkrit yaitu mampu menciptakan sesuatu yang
4 Abdurrahman Mas’ud, Menggagas Format Pendidikan Non Dikotomik (Yogyakarta : Gama Media, 2002) Hlm. 136
5 H. Jalaludin, Theologi pendidikan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001) Hlm. 72
59
bermanfaat bagi diri, masyarakat dan lingkungan sebagai realisasi fungsi dan
tujuan penciptaannya baik sebagai abid maupun khalifah Allah.
Di era globalisasi ini pendidikan mengalami masalah yang semakin
kompleks, karena modernisme dengan segala perangkatnya yang selalu
mengandalkan rasionalitas telah berhasil menciptakan krisis global yang
puncaknya adalah kegersangan jiwa dan kekeringan spiritual. Proses
pendidikan yang selama ini lebih mengedepankan perkembangan IQ ternyata
telah menciptakan manusia-manusia yang materialistis. Lahirnya EQ pun
ternyata belum mampu menjawab semua persoalan kehidupan. Manusia
membutuhkan bentuk kecerdasan lain untuk sampai pada hakikat makna
hidup, yang kita sebut kecerdasan spiritual.
Kita harus menyadari bahwa dekadensi moral yang sedang melanda
saat ini karena kurang terinternalisasikannya nilai pada peserta didik. Sudah
saatnya kita menerapkan konsep pendidikan yang benar-benar
mempertimbangkan keberadaan manusia sebagai makhluk yang universal-
komprehensif. Kita harus memperhatikan dimensi spiritual yang selama ini
terabaikan. Pengembangan kecerdasan spiritual menjadi syarat mutlak agar
kita bisa mengoptimalkan kecerdasan intelektual dan emosional.
Zohar dan Marshal sebagai pencetus pertama konsep kecerdasan
spiritual sebetulnya ingin mengungkapkan realitas sebenarnya dari manusia,
bahwa manusia adalah ,makhluk spiritual, makhluk yang senantiasa
terdorong oleh kebutuhan untuk mengajukan pertanyaan mendasar dan
pokok. Manusia akan selalu merasakan kerinduan untuk melihat kehidupan
dalam konteks yang lebih lapang dan bermakna. Zohar dan marshal
mengartikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan yang digunakan untuk
menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai.6
Kecerdasan intelektual dan emosional tidak dapat menjawab
pertanyaan mengapa misalnya, kita meyakini bahwa berempati kepada orang
lain adalah suatu kebaikan yang harus kita lakukan? Mengapa ada orang
6 Danah Zohar dan Ian Marshal, SQ Memanfaatkan Kecerdasan Spirituil dalam Berfikir Integralistik dan Holistik Untuk Memaknai Kehidupan, (Bandung : PT Mizan Pustaka, 2002) hlm. 4
60
yang tahan menderita dan rela berkorban untuk orang lain? Mengapa banyak
orang yang memiliki IQ tinggi, keluarga baik, hubungan sosial yang baik
dengan orang lain, yaitu kecerdasan spiritual. Sebab IQ dan EQ baru sebatas
hubungan dengan sesama manusia yang berdimensi duniawi, sedangkan
kecerdasan spiritual berdimensi ukhrawi, bersifat transendental dan
merupakan kecerdasan yang bersumber dari nilai-nilai ilahiyah dan
kemampuan untuk memaknai setiap kejadian.
Kecerdasan spiritual merupakan cara kita menggunakan makna, nilai,
tujuan terdalam dan motivasi tertinggi kehidupan dalam proses berfikir,
dalam keputusan-keputusan yang kita buat dan dalam segala sesuatu yang
kita pikir patut kita lakukan. Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang
kita gunakan untuk membuat kebaikan, kebenaran, keindahan dan kasih
sayang dalam hidup kita. Dia adalah kecerdasan jiwa, jika kita mengartikan
jiwa sebagai kapasitas dalam diri manusia yang menyalurkan segala sesuatu
dari dimensi-dimensi imajinasi dan kejiwaan yang lebih dalam dan lebih
kaya ke dalam kehidupan sehari-hari, keluarga, organisasi dan institusi.7
Jadi kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan jiwa, kecerdasan
terdalam dan tertinggi dalam diri manusia. Dia adalah kemampuan yang
dibutuhkan untuk menumbuhkan kesadaran akan makna dan nilai-nilai serta
kesadaran akan tujuan fundamental.
Kecerdasan spiritual adalah kapasitas bawaan dari otak manusia, SQ
berdasarkan struktur-struktur dalam otak yang memberi manusia
kemampuan dasar untuk membentuk makna, nilai dan keyakinan. SQ
bersifat prakultural dan lebih primer dibanding agama. Karena memiliki
kecerdasan spiritual lah, umat manusia kemudian mengembangkan sistem
keagamaan sebagai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang bersifat
fundamental. Adanya bukti-bukti ilmiah yang dikemukakan Zohar dan
Marshall yang berupa osilasi 40 Hz, the binding problem, tentang bahasa
manusia, dan adanya God Spot dalam otak manusia yang merupakan pusat
7 Danah Zohar dan Ian Marshal, Spiritual Capital, (Bandung : PT Mizan Pustaka, 2005) Hlm. 140
61
spiritual (Spiritual Center), semakin memberikan keyakinan pada kita bahwa
potensi kecerdasan spiritual memang sudah terpatri dalam diri manusia sejak
manusia itu lahir. Dia adalah potensi bawaan yang diberikan oleh Tuhan
pada manusia supaya manusia dapat mengenali penciptanya.
Dalam Al-Qur’an sebetulnya sudah diterangkan mengenai potensi
otak ini, Taufiq Pasiak seorang dokter sekaligus lulusan pasca sarjana IAIN
Alaudin Makasar menjelaskan bahwa, sedikitnya ada empat sinyal yang
menerangkan potensi dan aktualisasi fungsi otak manusia dalam Al-Qur’an
yaitu:
Pertama, kata Nashiyah dalam QS : Al-‘Alaq : 15-16, untuk bagian
kepala yang berperilaku pendusta atau pendurhaka, yang dialamatkan pada
penantang Nabi Muhammad, yang akan dihukum dengan tarikan kuat pada
nashiyah (ubun-ubun) mereka layaknya kuda yang ditarik jambulnya.
Tarikan pada daerah jidat itu cukup beralasan dari segi organisasi otak
manusia. Lobus frontal dan daerah prefrontal terletak dibelakang Nashiyah,
bagian otak ini bisa menjawab untuk kegiatan intelektual tingkat tinggi,
kesadaran moral manusia, dan perasaan-perasaan mistik di tempat-tempat itu
juga terdapat pengaturan-pengaturan gerakan (motorik) dengan daerah lidah
(untuk berbicara) menempati bagian terbesar dan daerah broca untuk
berbahasa. Di situ juga terdapat daerah prefrontal yang dapat rusak dapat
membuat seseorang makin cerdas, tetapi dengan kepribadian yang
terganggu.
Kedua, penggunaan kata aql dan qalb, kata aql disebut sebanyak 48
kali, yang semuanya berbentuk kata kerja (fi’il). Jalur yang dipilih Al-Qur’an
untuk itu memiliki dua ujung, ia menyebut akal sebagai alat bagi manusia
untuk memahami alam semesta dan sekaligus akal sebagai alat rohani
manusia untuk menuju Tuhan. Jika akal berfungsi baik, maka manusia akan
menjadi makhluk berkesadaran tinggi. Penyebutan bentuk kata kerja dipakai
untuk menunjukkan sebuah perbuatan aktif atau melakukan pekerjaan. Jadi,
kata itu dipakai untuk memberi penekanan pada fungsi otak, bukan pada otak
secara struktural. Kata lain, tetapi semakna yakni al-qalb, jika porsi kata akal
62
diperbanyak pada usaha sains, maka kata qalb dibanyakkan pada usaha-
usaha rohani. Kata al-qalb juga membawa makan kesatuan antar kegiatan
sains dan kegiatan rohani, yang artinya juga tidak keterpisahan antara ilmu
dan agama. Dan akhirnya, menjembatani ketegangan antara kebenaran
(ilmiah) dan keyakinan transendensial (akan kehadiran Tuhan). Dengan
penjelasan di atas, baik al-aql maupun al-qalb menunjuk pada otak manusia.
Otak mengemban fungsi rasional, fungsi intuitif, dan fungsi spiritual,
sebagaimana fungsi itu ditunjukkan oleh dua kata itu.
Ketiga, melalui pernyataan lugas “kitaban yalqahu mansyura”
(sebuah kitab yang dibentangkan) dalam QS : Al-Isra’ (17 : 13), untuk
melukiskan wahana pertanggungjawaban manusia di akhirat nanti. Dengan
mengutip tafsiran Abdullah Yusuf Ali, kalimat gulungan yang terbentang,
mirip dengan keberadaan kulit otak yang bergulung-gulung dalam batok
kepala manusia. Satu saat bibir kita akan dikunci, tangan kita yang berbicara
langsung tentang apa yang telah kita kerjakan, dan kaki kita yang
menerangkan kemana ia telah dilangkahkan (QS : Yaasin 36 :65). Jika kita
diasosiasikan mencatat, maka kulit otak yang menggulung-gulung itu
mengingat melalui rekaman pada sel-sel sarafnya.
Keempat, adanya sinyalemen tentang pentingnya alat-alat indera,
seperti telinga, mata, lidah, tangan dan kulit. Alat-alat itu disebut secara
berulang untuk melukiskan aktifitas manusia di dunia. Kata mendengar
menunjukkan tingkat kepentingan dari kedua alat tersebut, karena
mendengar terjadi terlebih dulu ketika janin dalam kandungan seorang ibu.
Dengan sinyalemen itu, Al-Qur’an hendak mengingatkan kita akan
keberadaan jejak yang ditinggalkan Tuhan terhadap setiap ciptaan-Nya. Otak
bagaikan Central Processor Unit (CPU) dalam sebuah komputer, dapat
dilihat satu bukti yang amat penting. Dengan memperhatikan fungsi-fungsi
otak bagi kehidupan manusia, keberadaan Tuhan sebenarnya tidak perlu
63
diragukan lagi. Tuhan di mana-mana dapat dirasakan kapan dan oleh
siapapun.8
Dari berbagai uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan
spiritual merupakan faktor penting dalam upaya mewujudkan tujuan dari
pendidikan Islam, yaitu mewujudkan insan kamil. Karena itu pendidikan
dalam prosesnya harus senantiasa berusaha untuk mengembangkan dimensi
spiritual agar dimensi intelektual maupun emosional dapat berkembang
secara optimal, sehingga melahirkan pribadi-pribadi yang bertanggungjawab
atas amanah yang diberikan oleh Allah.
B. Relevansi Konsep Kecerdasan Spiritual Menurut Danah Zakar dan Ian
Marshall Dengan Tujuan Pendidikan Islam
Kecerdasan spiritual menurut Danah Zohar dan Ian Marshall adalah
kecerdasan tertinggi (the ultimate inteligence) yang dimiliki manusia.
Berdasarkan data-data ilmiah yang telah mereka kemukakan, semakin
memberikan keyakinan pada kita bahwa potensi kecerdasan spiritual naluri
ber-Tuhan memang sudah terpatri dalam diri manusia sejak lahir. Anak-anak
dilahirkan dengan kecerdasan spiritual yang tinggi. Namun perlakuan yang
tidak tepat dari orang tua, sekolah dan lingkungan seringkali merusak apa
yang mereka miliki, padahal potensi SQ yang terpelihara akan
mengoptimalkan IQ dan EQ. disinilah letak urgensi dari pendidikan.
Pendidikan dalam prosesnya dituntut mampu untuk mengembangkan dan
memelihara potensi yang dimiliki oleh peserta didik.
Kunci dari kecerdasan spiritual adalah mengetahui nilai dan tujuan
terdalam diri kita.9 Menurut Zohar dan Marshall, secara total ada dua belas ciri
khas seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi. Ciri-ciri atau
indikator tersebut akan penulis uraikan di bawah tetapi penulis merangkum
8 Taufiq Pasiak, Revolusi IQ/EQ/SQ: Antar Neurosains dan al-qur’an, (Bandung: PT.
Mizan Puataka, 2003), hlm. 28-30 9 Danah Zahar dan Ian Marshall, Spiritual Capital, (Bandung : PT Mizan Pustaka, 2005)
Hlm. 140
64
ciri-ciri yang identik dan memiliki persamaan menjadi satu, tetapi hal ini tidak
mengurangi makna sesungguhnya, dari ciri-ciri tersebut akan kita lihat
relevansinya dengan tujuan pendidikan Islam.
1. Kesadaran diri
Menurut Zohar dan Marshall kesadaran diri adalah mengetahui apa
yang kita yakini dan mengetahui nilai dan hal apa yang sungguh-sungguh
memotifasi kita. Kesadaran akan tujuan hidup kita yang paling dalam.10
Tanpa kesadaran diri yang dalam manusia akan menjadi sosok yang
superfisial dan terbatasi ego, dikendalikan oleh perilaku, emosi liar dan
motivasi terendahnya. Tanpa kesadaran diri kita akan buta dan tidak
sensitif terhadap kehidupan batin kita dan mudah terganggu oleh aktivitas-
aktivitas dan tujuan kehidupan sehari-hari sehingga kita akan melakukan
kesalahan besar dalam kehidupan kita sendiri dan kehidupan yang lain.
Tanpa adanya kesadaran diri kita akan berusaha untuk meninggalkan
konsekuensi-konsekuensi hidup yang tidak kita inginkan.11
Dalam konteks pendidikan Islam, kesadaran diri menjadi hal
penting yang ingin dicapai dalam proses pendidikan. Kesadaran diri
terhadap hakekat penciptaan, terhadap status sebagai hamba dan khalifah
Allah akan mengantarkan manusia untuk memiliki rasa tanggung jawab
yang besar. Selain itu juga akan berpengaruh dalam membentuk sikap dan
perilaku. Selaku hamba Allah, seseorang merasa dituntut untuk
meningkatkan pengabdiannya kepada Allah. Oleh karena itu segala yang
dilakukan diarahkan pada pengabdiannya kepada pencipta. Selanjutnya
sebagai khalifah ia merasa diberi tanggung jawab untuk memakmurkan
kehidupan di muka bumi, mewujudkan kedamaian dan keadilan. Jadi
kesadaran diri yang tinggi pada diri seseorang adalah faktor yang sangat
10 Ibid., hlm. 135 11 Ibid., hlm. 140
65
penting untuk mewujudkan keseimbangan hubungan horisontal dan
vertikal atau hablumminallah dan hablumminannas.12
Kesadaran diri akan membawa kita bersentuhan dengan pusat
terdalam kita, pusat diri, sehingga memungkinkan kita menciptakan atau
mencipta ulang diri kita secara terus menerus dalam konteks Islam pusat
diri lebih dekat artinya dengan hati (Qalb) yang merupakan bagian dari
jiwa (Nafs). Nafs adalah substansi yang menyebabkan manusia berbeda
kualitasnya dengan makhluk lain yaitu menyebabkan manusia mampu
menggagas, berfikir dan merenung. Nafs sebagai penggerak tingkah laku,
jika kualitas nafs baik, maka cenderung berbuat baik. Sebaliknya jika
kualitasnya rendah, maka cenderung menggerakkan perbuatan buruk.
Tetapi dalam prosesnya bekerjanya nafs tidak bekerja secara langsung,
karena nafs bukanlah alat, nafs bekerja melalui jaringan sistem yang
bersifat rohani. Dalam sistem nafs terdapat subsistem yang bekerja sebagai
alat yang memungkinkan manusia dapat memahami, berfikir dan merasa
yaitu qalb, bashirah, ruh dan aql.13
Qalb memiliki kedudukan yang sangat menentukan dalam sistem
nafsani manusia. Qalb yang memutuskan dan menolak sesuatu dan qalb
juga yang memikul tanggung jawab atas apa yang diputuskan.
مسعت رسول اهللا صلى اهللا : مسعته يقول: عن السعىب عن النعمان بن بشري قالذا صلحت صلح اجلسد إ, أال وإن يف اجلسد مضغة:.........عليه وسلم يقول
14) رواه مسلم (.أال وهي القلب. ذا فسدت فسد اجلسد كلهإكله و
“Dari sa’biy dari nu’man bin basyir berkata: saya mendengar sa’biy berkata: saya mendengar Rasulullah Saw. bersabda: ………………Ketahuilah bahwa dalam setiap tubuh manusia ada sepotong daging yang jika ia sehat maka seluruh tubuhnya juga
12 Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam Paradigma Humanisme Teosentris, Op. Cit.,
hlm.204 13 Achmad Mubarok, Jiwa dalam al-Qur’an, (Paramida: Jakarta, 2000), hlm. 53 14 Imam Abi Husain Muslim bin Hajaj, Shahih Muslim, (Baerut: Dar al-Ahya Ittiratil, tth),
hlm. 1219
66
sehat, tetapi jika ia rusak maka seluruh tubuhnya akan rusak. Ketahuilah bahwa sepotong daging itu adalah ‘Qalb’” (H.R. Muslim)
Dalam Islam, hatilah (qalb) yang menjadi pusat kecerdasan
spiritual. Menurut Zohar dan Marshall kecerdasan spiritual berpusat pada
titik Tuhan (God Spot) yang terdapat di otak manusia yang lebih tepatnya
di daerah lobus temporal. Tetapi tingginya aktifitas “titik Tuhan” tidak
dengan sendirinya menjamin SQ tinggi. Untuk mencapai SQ tinggi,
seluruh bagian otak, seluruh aspek diri, dan seluruh segi kehidupan harus
diintregrasikan.
Menurut Zohar dan Marshall untuk memelihara kesadaran diri agar
tetap tumbuh dan berkembang dalam diri manusia adalah dengan
melakukan praktek meditasi atau refleksi setiap hari. Kita harus
menyisihkan ruang dan waktu setip hari untuk mendengarkan diri kita,
menyepi dalam ruang pribadi yang meditatif dan tenang.15
Dalam konsep Islam kesadaran diri dimiliki oleh orang-orang yang
beriman dan bertaqwa. Untuk menumbuhkan iman dan taqwa kita harus
taat menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-
Nya. Shalat adalah amalan yang wajib kita lakukan setiap hari agar kita
terhindar dari perbuatan keji dan munkar. Shalat adalah hubungan hamba
dengan Tuhan, dengan hati, pikiran, tubuh dan jiwa yang menyeru,
menginginkan serta mencari keintiman kepada yang kita cintai. Di
samping menyeru, Tuhan juga menemukan harapan dan ketakutan kita
dengan memunculkan diri yang paling dalam menuju diri kita sendiri.
Shalat yang khusuk dan benar akan menuntun seseorang untuk menyadari
bahwa dia sebenarnya adalah hamba Allah.
Dalam ciri kecerdasan spiritual yang pertama ini, yaitu kesadaran
diri, penulis memasukkan ciri yang lain yaitu spontanitas dan holisme ke
15 Danah Zohar dan Ian Marshall, Spiritual Capital, Op. Cit., hlm. 141
67
dalamnya. Karena menurut penulis kedua ciri tersebut lebih mengarah dan
sangat berkaitan dengan kesadaran diri.
2. Terbimbing oleh visi dan nilai
Bertindak berdasarkan prinsip dan keyakinan yang dalam dan
hidup sesuai dengannya. Terbimbing oleh visi dan nilai berarti bersikap
idealistic, tidak egois dan berdedikasi. Berikut akan disajikan susunan
nilai-nilai transpersonal menurut Zohar dan Marshall.16
• Kesempurnaan
• Rendah hati
• Pelayanan
• Bersyukur
• Kebenaran
• Keindahan
• Keseimbangan
• Kepentingan
Publik
• Menghargai
Orang yang
lebih Tua
• Menyelamatkan
muka
• Kejujuran
• Teratur
• Kebebasan
• Harmoni
• Kesetaraan
• Pengelolaan
• Sederhana
• Kebahagiaan
• Komitmen
• Keadilan
• Belas Kasih
• Iba
• Penghargaan
• Hidup
• Kesetiaan
• Toleransi
• Memaafkan
• Cinta
• Perlindungan
terhadap
Anak-anak
• Memelihara
Keluarga
• Persahabatan
• Disiplin
• Kesadaran
• Peduli pada
generasi masa
depan
• Altruisme
• Kesopanan
• Privasi
• Ketaatan
• Pendidikan
• Kearifan
• Kesehatan
• Mengharai
Hak Milik
• Loyalitas
• Menghargai
Pendahulu
Manusia bukanlah makhluk yang bebas nilai. Berdasarkan
hakikat penciptaannya. Maka secara moral manusia kelak diikat oleh suatu
perjanjian dengan penciptanya. Ikatan moral dalam bentuk pernyataan
bertauhid kepada Allah (QS. 7:172) sebagai bentuk perjanjian manusia
16 Ibid, hlm 146
68
dengan penciptanya.17 Karena itu manusia dalam setiap aktivitas yang
dilakukannya harus senantiasa didasarkan pada kesadaran dan keterikatan
dengan nilai ilahiyat.
Nilai tauhid inilah yang membedakan dengan konsep danah
Zohar dan Ian Marshall. Nilai-nilai yang dikemukakan oleh Zohar dan
Marshall belum menyentuh nilai-nilai ketuhanan, tetapi lebih menyentuh
nilai-nilai kemanusiaan, hubungan antara manusia sangat ditonjolkan
dalam konsep ini. Nilai-nilai fundamental menurut mereka dikategorikan
menjadi nilai-nilai personal (berkaitan dengan kehidupan kita sendiri,
teman-teman kita, keluarga kita, kepentingan kita), nilai-nilai
interpersonal (hal-hal yang menentukan kelompok kita dan hubungan
diantara anggota kelompok itu, seperti loyalitas dan kepercayaan), dan
nilai-nilai transpersonal (nilai-nilai yang melampaui diri kita sendiri dan
kelompok kita, nilai-nilai yang kita pandang merupakan nilai-nilai
universal, misalkan kesucian hidup, melindungi dunia demi generasi
mendatang, atau keadilan).
Walaupun belum menyentuh nilai-nilai ketuhanan, namun konsep
yang dikemukakan Zohar dan Marshall pada dasarnya memiliki cita-cita
yang sama dengan ajaran Islam yaitu ingin menciptakan masyarakat dunia
yang damai dan berbudaya serta masyarakat yang cerdas secara spiritual.
3. Kepedulian dan keterpanggilan
Kepedulian merupakan sifat ikut merasakan dan empati yang
dalam. Sifat ini merupakan kerja dasar bagi simpati universal. Sedang
keterpanggilan merupakan keinginan kita untuk memberikan pelayanan
pada orang lain. Kedua sifat ini penulis masukkan dalam kepedulian
sosial. Dimana sifat inilah yang ingin dibangun pada diri peserta didik
setelah proses pendidikan berakhir. Kepedulian pada sesama, kasih sayang
pada sesama adalah perwujudan dari sifat rahman dan rahim-Nya Allah.
17 H. Jalaluddin, Teologi Pendidikan, op.cit, hlm 49
69
Manusia adalah makhluk sosial dan sesuai nalurinya, manusia
tidak bisa hidup sendiri, dia akan selalu membutuhkan dan akan selalu
berinteraksi dengan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Sikap
peduli pada sesama makhluk Tuhan, pada lingkungan, saling tolong
menolong harus terus dipupuk pada diri setiap orang agar tercipta tatanan
masyarakat yang damai dan tenang; dan ini adalah tugas dari pendidikan
bagaimana pendidikan bisa menciptakan pribadi-pribadi yang memiliki
kepedulian sosial.
Firman Allah Swt. :
والتقوى وال تعاونوا على اإلثم والعدوانوتعاونوا على الرب......“Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.(Q.S al-Maidah : 2)18
4. Merayakan keragaman
Merayakan keragaman disini adalah menghargai perbedaan orang
lain, situasi-situasi asing dan tidak mencercanya. Perbedaan dan
keragaman adalah hal yang sangat wajar dalam hidup dan ini yang
menjadikan hidup lebih dinamis. Menurut Ali Syari’ati sebagaimana
dikutip oleh H. Achmadi, manusia adalah makhluk yang memiliki
kehendak bebas yang merupakan kekuatan paling besar dan luar biasa.
Kemerdekaan dan kebebasan memilih adalah dua sifat illahiyah yang
merupakan ciri menonjol dalam diri manusia.19
Merayakan keragaman atau dalam bahasa penulis toleransi, telah
dicontohkan Nabi SAW. saat orang-orang kafir membujuknya untuk
berpindah agama. Firman Allah:
18 R.H.A. Sunarjo, Al-Quran dan Terjemahnya, Departemen Agama RI, (Semarang : CV.
Alwah, 1989), hlm 157 19 H. Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, op.cit, hlm 21
70
لكم دينكم ولي دين
“Untukmu agamamu, dan untukku agamaku” (QS.Al-Kafiruun : 6)20
5. Independensi terhadap lingkungan (Field Independence)
Kesanggupan untuk berbeda dan mempertahankan keyakinan
tidak mudah terpengaruh oleh orang lain atau lingkungan adalah sikap-
sikap independen orang yang memiliki independensi terhadap lingkungan
akan menjadi orang yang mandiri, dia tidak bergantung pada keadaan
yang ada.
Sikap independen adalah dasar dari sikap optimis dan percaya
diri. Manusia yang memiliki sikap optimis dan percaya diri dalam hidup
akan bisa menjalani hidup dengan lebih baik dan terarah, sikap
independensi terhadap lingkungan memiliki kesesuaian dengan tujuan
pendidikan Islam yang ingin menumbuhkan sikap optimis dan percaya diri
dalam diri peserta didik.
6. Mengambil manfaat dari kemalangan dan membingkai ulang
Sikap ini adalah kemampuan untuk menghadapi dan belajar dari
kesalahan-kesalahan dan melihat problem-problem sebagai kesempatan.
Kita bisa memelihara sikap ini dengan menumbuhkan kesadaran akan diri
yang mendalam, sebuah kesadaran mendalam akan nilai-nilai yang
fundamental dan kesadaran akan adanya satu titik fokus atau kompas
dalam batin.
Dalam ajaran Islam kita mengenal konsep berdo’a, berusaha dan
tawakkal. Konsep ini menjadi dasar bagi kita bahwa kita dilarang putus
asa dalam hidup karena segala sesuatu yang ada di dunia ini sudah ada
yang mengatur yaitu Allah, dan Allah tidak akan menyia-nyiakan
hambanya yang bertakwa menjauhkan peserta didik dari sikap putus asa
adalah tugas dari pendidikan Islam, supaya peserta didik bisa menjalani
20 R.H.A. Sunarjo,dkk, op.cit, hlm 1112
71
hidupnya dengan penuh percaya diri dan menganggap bahwa rintangan
dalam hidup adalah cobaan agar manusia lebih berusaha lagi.
7. Kerendahan hati
Mencoba merenungkan berapa banyak kita berutang kepada
orang lain atau pada lingkungan, siapa atau apa yang telah membantu
membuat kita menjadi seperti sekarang ini akan menjadikan seseorang
memiliki sikap rendah hati. Memiliki sikap rendah hati akan
mengantarkan manusia untuk tidak bersikap sombong dan akan
menghargai orang lain. Islam mengajarkan manusia agar tidak sombong
dan takabur sebab sikap-sikap tersebut akan melemahkan keimanan
seseorang. Sehingga orang akan mudah tergoda oleh hal-hal keduniaan.
Firman Allah :
وال يجدون لهم مايلأ وأما الذين استنكفوا واستكبروا فيعذبهم عذابا ...... من دون الله وليا وال نصريا
“Adapun orang-orang yang enggan dan menyombongkan diri, maka Allah akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih, dan mereka tidak akan memperoleh bagi diri mereka, pelindung dan penolong selain dari pada Allah”.(Q.S. an-Nisa' : 173)21
8. Kecenderungan untuk mengajukan pertanyaan fundamental, mengapa?
Ini adalah kebutuhan untuk memahami segala sesuatu dan
mengetahui intinya. Untuk memelihara sikap ini adalah dengan
memancing keluarnya pertanyaan-pertanyaan, baik dari diri kita maupun
orang lain, terbuka terhadap tantangan dan senantiasa mencari sesuatu
dibalik sesuatu, mencoba mengerti makna dibalik aturan, kebiasaan dan
peristiwa yang terjadi.
Dari uraian yang telah penulis kemukakan diatas dapat diambil
kesimpulan bahwa perbedaan mendasar dari konsep kecerdasan spiritual
yang dikemukakan Zohar dan Marshall dengan tujuan pendidikan Islam
adalah nilai-nilai aqidah. Konsep Zohar dan Marshall belum menyentuh
21 R.H.A. Sunarjo, dkk, op.cit, hlm 152
72
nilai-nilai ke-Tuhanan, konsepnya lebih bersifat humanis, hubungan
antara manusia. Sedangkan pada pendidikan Islam bertujuan menanamkan
nilai-nilai tauhid, aqidah pada peserta didik selain membentuk akhlak
yang mulia. Tetapi terdapat relevansi antara konsep Zohar dan Marshall
dengan tujuan pendidikan Islam yaitu sama-sama ingin menanam nilai-
nilai kebajikan pada diri manusia, atau dalam konteks Islam ingin
membentuk akhlakul karimah pada diri manusia. Zohar dan Marshall
ingin menciptakan tatanan masyarakat yang cerdas secara spiritual, dalam
konteks Islam, apa yang ingin dicapai Zohar dan Marshall tersebut
merupakan parsialisasi dari misi Rasulullah SAW. yang membawa agama
Islam sebagai rahmatan li al ‘alamin. Zohar dan Marshall telah memberi
kontribusi yang cukup besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan,
karena mereka telah memberikan dasar-dasar ilmiah tentang adanya
potensi kecerdasan spiritual (SQ) dalam diri manusia. Hal ini lebih
memberi keyakinan pada kita bahwa naluri ber-Tuhan pada manusia tidak
hanya bersifat konseptual normatif (dalil naqli) tetapi juga teknis konkret
(dalil aqli).
C. Aplikasi konsep kecerdasan spiritual menurut Danah Zohar dan Ian
Marshall dalam pendidikan Islam.
Untuk bisa mencapai Insan Kamil, awal yang harus kita lakukan
adalah mengembangkan kecerdasan spiritual yang kita punya. Banyak
pendekatan yang dapat kita lakukan dalam proses ini, salah satu
alternatifnya adalah cara yang ditawarkan oleh Zohar dan marshal dapat
kita aplikasikan dalam proses pendidikan, 22 yaitu:
1. Melalui jalan tugas, penerapan jalan ini dalam keluarga adalah anak
dilatih untuk melakukan tugas-tugas hariannya dengan dorongan
motivasi dari dalam. Artinya, anak melakukan setiap aktifitasnya
dengan perasaan senang, bukan karena terpaksa atau karena adanya
22 Monty P. Satiadarma dan Fedelis E. Waruwu, Mendidik Kecerdasan, (Jakarta : Media
Grafika, 2003), hlm 49-51
73
tekanan dari orang tua. Biasanya anak akan melakukan tugas-tugasnya
dengan penuh semangat apabila dia tahu manfaat baginya. Untuk itu
orang tua perlu memberi motivasi, membuka wawasan sehingga setiap
tindakan anak tersebut secara bertahap dimotivasi dari dalam. Anak
perlu diberi waktu menggunakan kebebasan kepribadiannya,
melakukan aktivitas-aktivitas favoritnya, misalnya membaca, menari,
bermain musik, memancing. Permainan ini membuat anak-anak
produktif dan mengembangkan kekayaan kecerdasan dalam diri
mereka. Kebebasan berfikir yang efektif dan positif akan berkembang
pada diri anak yang merencanakan, melalui dan menentukan sendiri
arah permainannya. Berhubungan dengan hal itu, sifat-sifat orang tua
yang sangat mengekang atau mengendalikan anak secara posesif akan
menghambat perkembangan SQ anak.
Pelaksanaan jalan ini di sekolah adalah dengan memberikan
ruang kepada siswa untuk melakukan kegiatannya sendiri dan latih
mereka memecahkan masalahnya sendiri. Untuk itu guru tidak perlu
terlalu khawatir bahwa muridnya akan melakukan kesalahan. Dalam
setiap kegiatan belajar mengajar, beritahu manfaat mengapa anak
perlu mempelajari hal tersebut sehingga dia sendiri memiliki motivasi
untuk memperdalam materi tersebut yang muncul dari dalam dirinya.
Mengenai jalan tugas ini sesuai dengan yang diterangkan dalam al-
Quran yaitu surat Maryam ayat 55.
ه مرضيا والزكاة وكان عند ربة بالصالان يأمر أهلهوك“Dan ia menyuruh ahlinya untuk bersembahyang dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diradhai di sisi Tuhannya”.23
2. Melalui jalan pengasuhan, yaitu orang tua yang penuh kasih sayang,
saling pengertian, cinta dan penghargaan. Anak tidak perlu
dimanjakan karena akan melahirkan sifat mementingkan diri sendiri
dan mengabaikan kebutuhan orang lain. Orang tua perlu menciptakan
23 R.H.A. Sunarjo, dkk, op.cit, hlm 468
74
keluarga yang penuh kasih sayang dan saling memaafkan, belajar bisa
mendengar dan menerima dengan baik diri kita lebih-lebih orang lain.
Orang tua perlu membuka diri, mengambil resiko mengungkapkan
dirinya pada putra-putrinya. Dengan cara demikian orang tua memberi
model dan pengalaman hidup bagi anak-anak untuk mengembangkan
kecerdasan spiritual (SQ)-Nya.
Dalam al-Quran yaitu surat al-Baqoroh ayat 233 diterangkan
bagaimana orang tua harus mengasuh anak-anaknya.
تمأن ي ادأر نن لمن كامليليوح نهالدأو نضعري اتالدالوة واعضالر وعلى المولود له رزقهن وكسوتهن بالمعروف
“Para Ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para Ibu dengan cara yang ma’ruf”.24
Pelaksanaan jalan ini di sekolah adalah pendidik perlu
menciptakan suasana kelas penuh kegembiraan dimana setiap peserta
didik saling menghargai, saling memaafkan apabila terjadi konflik
satu dengan yang lain. Dalam sebuah kelas, dimana terdapat beragam
karakter, kemungkinan muncul konflik atau pertengkaran sangat
tinggi. Justru itulah kesempatan bagi pengembangan kecerdasan
spiritual (SQ) bagi peserta didik. Disini guru perlu menjadi pengasuh
yang dengan empati mengarahkan peserta didiknya memahami akar
yang menimbulkan permasalahan, perasaan masing-masing dan
melalui dialog mencari pemecahan yang terbaik atas masalah yang
dihadapi tersebut. Setiap konflik atau masalah muncul, guru perlu
menjadikannya momentum bagi seluruh peserta didik untuk
menumbuhkan kecerdasan spiritual (SQ).
3. Melalui jalan pengetahuan, penerapan dalam keluarga yaitu dengan
mengembangkan sikap investigatif, pemahaman, pengetahuan dan
24 R.H.A. Sunarjo, dkk, op.cit, hlm 57
75
sikap eksploitatif. Di rumah perlu diberi ruang bagi anak untuk
mengembangkan wawasan ilmu pengetahuannya. Dialog dengan
orang tua yang sudah memiliki pengetahuannya yang lebih luas dapat
memperluas pengetahuan anak sehingga membantu usaha eksploitatif
dan pencariannya terhadap kekayaan ilmu pengetahuan itu sendiri.
Di sekolah pendidik perlu mengembangkan pelajaran dan
kurikulum sekolah yang mampu mengembangkan realisasi diri peserta
didik. Misalnya kurikulum yang bisa melatih kepekaan peserta
terhadap berbagai masalah aktual, dimana peserta didik diajak
berefleksi tentang makna, bagaimana dia dapat ikut serta memecahkan
masalah-masalah aktual tersebut. Peristiwa-peristiwa bencana alam,
banjir dan tanah longsor dimana begitu banyak orang yang mengalami
perubahan hidup secara tiba-tiba dan menjadi menderita. Disini
kepekaan terhadap nilai dan makna kemanusiaan dapat ditumbuhkan
apabila peserta didik diajak untuk berefleksi, menyadari dan ikut
merasakan bagaimana berada seperti orang lain.
Mencari ilmu dalam Islam sangat dianjurkan hal ini sesuai
dengan yang diterangkan dalam al-Quran yaitu surat al-Alaq ayat 1-5.
.ألكرم قرأ وربك اإ .نسان من علق إلخلق ا.ك الذي خلق قرأ باسم ربإ إلنسان ما لم يعلم علم ا.الذي علم بالقلم
“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang paling pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”25
4. Melalui jalan perubahan pribadi (kreativitas). Untuk mengembangkan
kreativitas anak dalam keluaraga dengan memberikan waktu pada
mereka untuk dapat berimajinasi dan kemudian menciptakan sesuatu
sesuai hasil imajinasinya. Banyak larangan akan menghambat ruang
kreativitas anak. Itu berarti orang tua tidak lagi melarang dan
25 R.H.A. Sunarjo, dkk, op.cit, hlm 1079
76
mengarahkan kegiatan anak melainkan perlu berdialog dengan anak,
sehingga mereka dapat menggunakan kebebasan kreativitasnya
dengan tetap memperhatikan komitmen pada tugas-tugas yang
dilakukan.
Pelaksanaan jalan perubahan pribadi (kreativitas) di sekolah
adalah, dalam setiap kegiatan belajar mengajar seharusnya guru
merangsang kreativitas peserta didiknya. Misalnya, mereka dapat
menciptakan peraturan kelas dan peraturan sekolahnya sendiri dengan
sangat baik dan ideal. Guru tinggal menciptakan kondisi dimana daya
kreativitas yang sudah ada dalam diri mereka itu dapat diekspresikan
dengan penuh makna.
Mengenai kekreativitasan diterangkan dalam al-Quran yaitu
surat al-Jum’ah ayat 10
اهللا واذكروا اهللا وابتغوا من فضل ألرضتشروا في اة فانفإذا قضيت الصال كثريا لعلكم تفلحون
“Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu dimuka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”26
5. Melalui jalan persaudaraan, hal inilah yang paling dapat dilatih dalam
keluarga, melalui sikap saling terbuka semua anggota enggan
berdialog satu sama lain. Setiap kesulitan atau konflik yang timbul
dalam keluarga dipecahkan bersama dengan saling menghargai satu
sama lain. Sarana untuk itu adalah dialog. Untuk dapat berdialog
diandalkan kemampuan untuk saling mendengarkan dan saling
menerima pendapat yang berbeda. Pengalaman seperti itu hanya dapat
dialami oleh anak di dalam keluarganya.
Pelaksanaan jalan persaudaraan di sekolah adalah guru harus
menghindari hukuman fisik, perkelahian dan saling mengejek antar
murid, karena dapat menghambat kecerdasan spiritual (SQ).
26 R.H.A. Sunarjo, dkk, op.cit, hlm 933
77
sebaliknya guru perlu mendorong setiap peserta didik untuk saling
menghargai dan saling memahami pendapat dan perasaan masing-
masing. Setiap konflik merupakan kesempatan untuk mengembangkan
kecerdasan spiritual. Lingkungan seperti itu membantu peserta didik
mengembangkan kemampuan mengelola konfliknya sendiri dan inilah
kecerdasan spiritual (SQ).
Manusia diciptakan bersaudara karena itu kita harus hidup
rukun dan menghindari permusuhan dengan sesama dalam al-Quran
yaitu surat Ali-Imron ayat 103 diterangkan mengenai hal ini.
ليكم إذ عاهللا جميعا وال تفرقوا واذكروا نعمت اهللاواعتصموا بحبل دأع متهءآكنتمم بنعتحبفأص قلوبكم نيب لى فألفع مكنتانا ووفا إخش لكم آيته لعلكم تهتدوناهللا ن نها كذلك يبين النار فأنقذكم محفرة م
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali agama Allah, dan janganlah kamu bercerai berai dan igatlah akan nikmat Allah kepadaMu ketika kamu dahulu masa jahiliyyah bermusuh-musuhan, maka allah menjinakkan antara hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara, dan kamu telah berada ditepi juran neraka, lalu allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”.27
6. Melalui jalan kepemimpinan yang penuh pengabdian. Dalam keluarga
orang tua adalah model seorang pemimpin oleh anak-anak di dalam
keluarga. Pemimpin yang efektif adalah seorang yang bersikap ramah,
mampu memahami perasaan orang yang dipimpin dan mampu
berhubungan dengan semua anggota keluarga. Di sini orang tua dapat
menjadi model bagi anak-anak untuk melayani, rela berkorban dan
mengutamakan kepentingan bersama dari pada kepentingan sendiri.
Karena yang memadu setiap perilaku adalah apa yang bernilai dan
bermakna bagi semua.
27 R.H.A. Sunarjo, dkk, op.cit, hlm 93
78
Di sekolah gurulah yang menjadi model seorang pemimpin
yang diamati oleh peserta didiknya. Pengalaman peserta didik
bagaimana dilayani dan dipahami sungguh-sungguh oleh gurunya
adalah pengalaman secara tidak langsung mengajarkan kepada peserta
didik bagaimana layaknya perilaku seorang pemimpin, bahwa
pemimpin yang efektif itu adalah yang mengerti dan memahami
bahwa hanya, melayani kepentingan bawahannya dan bukan hanya
mengurus kepentingan dirinya.
Dalam Islam diterangkan bahwa manusia adalah pemimpin
dan dia bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya.
كلكم أال: عليه وسلم قالعن عبد اهللا ابن عمر أن رسول اهللا صلى اهللا 28)رواه اىب دود (راع وكلكم مسؤول عن رعيته
“Dari Abdullah Bin Umar, sesungguhnya Rasulullah Saw. bersabda: Ketahuilah setiap kamu sekalian adalah pemimpin, dan setiap kalian semua akan dimintai pertanggung jawaban tentang kepemimpinannya”. (HR. Abu Daud)
Uraian diatas adalah cara yang dapat kita tempuh untuk dapat
menciptakan pribadi-pribadi yang memiliki kualitas kecerdasan spiritual
tinggi. Dengan kecerdasan spiritual yang tinggi akan terwujud manusia yang
sempurna (Insan Kamil) yang merupakan tujuan dari pendidikan Islam.
28 Imam Hafidz Abu Daud Sulaiman, Sunan Abu Daud, (Beirut Libanon : Dar al-Kutb,
1996), hlm 339