bab iv analisis kecerdasan spiritual menurut...

23
BAB IV ANALISIS KECERDASAN SPIRITUAL MENURUT DANAH ZOHAR DAN IAN MARSHALL DAN RELEVANSINYA DENGAN TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM A. Kecerdasan Spiritual dalam Pendidikan Islam Manusia diciptakan Allah dengan fitrah dan menjadi hambanya yang senantiasa mengabdi dan beribadah kepada-Nya. Di dunia ini pula, manusia berperan sebagai khalifah Allah, yang menyebarkan rahmat bagi alam semesta. Untuk melaksanakan amanah tersebut, manusia diberi bekal utama oleh Allah berupa kecerdasan dan sikap independen (bebas). Kecerdasan merupakan karunia tertinggi yang diberikan Tuhan kepada manusia, dan ia akan mencapai puncak aktualisasinya jika diperuntukkan sebagaimana visi dan misi penciptaan dan keberadaan manusia di dunia. Secara lebih rinci Dr. Arief Rahman menjelaskan, bahwa kecerdasan adalah kemampuan mengolah sehingga dapat mengerti perbedaan, membuat daftar prioritas, menyelesaikan masalah, membentuk jaringan, mengasosiasikan dan bisa mempunyai kemampuan untuk percaya, berpegang teguh pada prinsip dan banyak lagi kemampuan yang lain. 1 Pola-pola kecerdasan ini terus berkembang dari waktu ke waktu, dari model kuantitatif (IQ) menuju kualitatif (EQ). Dan kini kita sedang melakukan eksplorasi kecerdasan yang lebih mendalam lagi, yakni kecerdasan spiritual (SQ). Kecerdasan ini adalah pusat lahirnya gagasan, penemuan, inovasi dan kreatifitas yang lebih fantastik. SQ merupakan kecerdasan tertinggi manusia, dia yang kita gunakan untuk bisa mengoptimalkan IQ dan EQ, karena SQ-lah yang memungkinkan seseorang berfikir secara kreatif, berwawasan jauh kedepan dan mampu membuat aturan-aturan. Pendek kata, jika menginginkan IQ dan EQ anak berkembang optimal, maka kita mulai dengan mengasah kecerdasan spiritualnya. 1 Dewi Septiawati, et. Al., Kecerdasan Spiritual, Ummi Edisi Spesial 4 Tahun, (Jakarta : PT Kimus Bina Tadzkia, 2002) Hlm. 6

Upload: duongkhanh

Post on 07-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB IV

ANALISIS KECERDASAN SPIRITUAL MENURUT DANAH

ZOHAR DAN IAN MARSHALL DAN RELEVANSINYA DENGAN

TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM

A. Kecerdasan Spiritual dalam Pendidikan Islam

Manusia diciptakan Allah dengan fitrah dan menjadi hambanya yang

senantiasa mengabdi dan beribadah kepada-Nya. Di dunia ini pula, manusia

berperan sebagai khalifah Allah, yang menyebarkan rahmat bagi alam

semesta. Untuk melaksanakan amanah tersebut, manusia diberi bekal utama

oleh Allah berupa kecerdasan dan sikap independen (bebas). Kecerdasan

merupakan karunia tertinggi yang diberikan Tuhan kepada manusia, dan ia

akan mencapai puncak aktualisasinya jika diperuntukkan sebagaimana visi

dan misi penciptaan dan keberadaan manusia di dunia. Secara lebih rinci Dr.

Arief Rahman menjelaskan, bahwa kecerdasan adalah kemampuan mengolah

sehingga dapat mengerti perbedaan, membuat daftar prioritas, menyelesaikan

masalah, membentuk jaringan, mengasosiasikan dan bisa mempunyai

kemampuan untuk percaya, berpegang teguh pada prinsip dan banyak lagi

kemampuan yang lain.1

Pola-pola kecerdasan ini terus berkembang dari waktu ke waktu, dari

model kuantitatif (IQ) menuju kualitatif (EQ). Dan kini kita sedang melakukan

eksplorasi kecerdasan yang lebih mendalam lagi, yakni kecerdasan spiritual

(SQ). Kecerdasan ini adalah pusat lahirnya gagasan, penemuan, inovasi dan

kreatifitas yang lebih fantastik. SQ merupakan kecerdasan tertinggi manusia,

dia yang kita gunakan untuk bisa mengoptimalkan IQ dan EQ, karena SQ-lah

yang memungkinkan seseorang berfikir secara kreatif, berwawasan jauh

kedepan dan mampu membuat aturan-aturan. Pendek kata, jika menginginkan

IQ dan EQ anak berkembang optimal, maka kita mulai dengan mengasah

kecerdasan spiritualnya.

1 Dewi Septiawati, et. Al., Kecerdasan Spiritual, Ummi Edisi Spesial 4 Tahun, (Jakarta : PT Kimus Bina Tadzkia, 2002) Hlm. 6

57

Semua bentuk kecerdasan yang dimiliki oleh manusia berakar pada

potensi atau fitrah yang dianugerahkan oleh Allah. Demikian pula kecerdasan

spiritual, dia bersumber dari fitrah manusia itu sendiri. Kecerdasan ini tidak

dibentuk melalui diskursus-diskursus atau memori-memori fenomenal, tetapi

merupakan aktualisasi fitrah itu sendiri. Ia memancar dari kedalaman diri

manusia, karena dorongan-dorongan keingintahuan yang dilandasi kesucian,

ketulusan dan tanpa pretensi egoisme.2 Lebih jelasnya, kecerdasan spiritual

merupakan kemampuan manusia untuk mengenali potensi fitrah dalam

dirinya. Dia adalah kemampuan seseorang untuk mengenali Tuhan yang telah

menciptakannya dari segumpal darah. Dengan mengenali Tuhannya, seorang

manusia akan sukses dalam hidupnya, bukan hanya di dunia tapi juga di

akhirat. Sebab ia akan mengawali segala sesuatunya dengan nama Allah,

menjalaninya sesuai dengan perintah Allah dan mengembalikan apapun

hasilnya kepada Allah. Menurut Ary Ginanjar, kecerdasan spiritual adalah

kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan

kegiatan, melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju

manusia seutuhnya (hanif) dan memiliki pola pemikiran tauhidi (integralistik),

serta berprinsip “hanya karena Allah”.3

Fitrah adalah akar Ilahiyah (original road) yang diberikan Allah Swt.

semenjak ditiupkannya ruh ke dalam rahim ibu. Dia bersifat dinamis,

responsive terhadap pengaruh lingkungan sekitar, sehingga dalam

perkembangannya akan terjadi interaksi (saling mempengaruhi) antara fitrah

dan lingkungan sekitar sampai akhir hayatnya. Menurut Abdurrahman

Mas’ud, pada dasarnya potensi manusia ada yang bersifat abstrak dan konkrit.

Yang abstrak meliputi common sense “akal sehat”, spiritualisme dan hati

nurani. Common sense untuk membedakan yang hak dan yang batil, sedang

2. Suharsono. Mencerdaskan Anak. (Jakarta : Inisiasi Press, 2002) Hlm. 51 3 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual,

(Yogyakarta : Gema Media, 200), hlm 136

58

hati nurani untuk mengekspresikan perasaan sedih, duka, bahagia dan seni

estetika (keindahan).4

Potensi-potensi yang dimiliki manusia pada bentuk asalnya baru

berupa dorongan-dorongan dasar yang bekerja secara alami. Yang sebenarnya

apabila dijaga, dipelihara, dibimbing dan dikembangkan secara terarah,

bertahap dan berkesinambungan. Untuk mengembangkan potensi individu

yang unik dan kaya tersebut harus melalui proses pendidikan secara simultan

dan proporsional, sehingga akan menghasilkan sosok manusia yang seimbang

jasmani dan rohaninya, menjadi hamba Allah yang patuh kepada agama, juga

bisa sangat kreatif sebagai khalifah di dunia. Posisi sebagai hamba dan

khalifah ini akan selalu bereaksi, artinya se-kreatif-kreatif manusia, di tidak

akan keluar dari koridor kehambaan dia sebagai hamba Allah. Sehingga orang

yang cerdas adalah orang yang meningkatkan potensi atau fitrah dalam

dirinya, tanpa keluar dari aturan main yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.

Islam sebagai agama sekaligus sebagai sistem peradaban

mengisyaratkan pentingnya pendidikan. Isyarat ini jelas terlihat dari berbagai

muatan dalam konsep ajarannya. Menurut pandangan Jalalluddin ada tiga

faktor utama yang mendasari konsep pendidikan Islam yaitu:

a. Hakikat penciptaan manusia, yaitu agar manusia menjadi pengabdi Allah

yang taat dan setia.

b. Peran dan tanggung jawab manusia sejalan dengan statusnya selaku abd

Allah, Al-Basyr, Al-Insan, Al-Nas, bani Adam maupun khalifah Allah.

c. Tugas ulama rasul yaitu membentuk akhlak yang mulia serta memberi

rahmat bagi seluruh alam. (Rahmatan li al-alamin).5

Berdasarkan pandangan di atas, maka pendidikan Islam harus

merupakan upaya yang harus ditujukan ke arah pengembangan potensi yang

dimiliki manusia baik jasmani maupun rohani secara maksimal sehingga dapat

diwujudkan dalam bentuk konkrit yaitu mampu menciptakan sesuatu yang

4 Abdurrahman Mas’ud, Menggagas Format Pendidikan Non Dikotomik (Yogyakarta : Gama Media, 2002) Hlm. 136

5 H. Jalaludin, Theologi pendidikan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001) Hlm. 72

59

bermanfaat bagi diri, masyarakat dan lingkungan sebagai realisasi fungsi dan

tujuan penciptaannya baik sebagai abid maupun khalifah Allah.

Di era globalisasi ini pendidikan mengalami masalah yang semakin

kompleks, karena modernisme dengan segala perangkatnya yang selalu

mengandalkan rasionalitas telah berhasil menciptakan krisis global yang

puncaknya adalah kegersangan jiwa dan kekeringan spiritual. Proses

pendidikan yang selama ini lebih mengedepankan perkembangan IQ ternyata

telah menciptakan manusia-manusia yang materialistis. Lahirnya EQ pun

ternyata belum mampu menjawab semua persoalan kehidupan. Manusia

membutuhkan bentuk kecerdasan lain untuk sampai pada hakikat makna

hidup, yang kita sebut kecerdasan spiritual.

Kita harus menyadari bahwa dekadensi moral yang sedang melanda

saat ini karena kurang terinternalisasikannya nilai pada peserta didik. Sudah

saatnya kita menerapkan konsep pendidikan yang benar-benar

mempertimbangkan keberadaan manusia sebagai makhluk yang universal-

komprehensif. Kita harus memperhatikan dimensi spiritual yang selama ini

terabaikan. Pengembangan kecerdasan spiritual menjadi syarat mutlak agar

kita bisa mengoptimalkan kecerdasan intelektual dan emosional.

Zohar dan Marshal sebagai pencetus pertama konsep kecerdasan

spiritual sebetulnya ingin mengungkapkan realitas sebenarnya dari manusia,

bahwa manusia adalah ,makhluk spiritual, makhluk yang senantiasa

terdorong oleh kebutuhan untuk mengajukan pertanyaan mendasar dan

pokok. Manusia akan selalu merasakan kerinduan untuk melihat kehidupan

dalam konteks yang lebih lapang dan bermakna. Zohar dan marshal

mengartikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan yang digunakan untuk

menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai.6

Kecerdasan intelektual dan emosional tidak dapat menjawab

pertanyaan mengapa misalnya, kita meyakini bahwa berempati kepada orang

lain adalah suatu kebaikan yang harus kita lakukan? Mengapa ada orang

6 Danah Zohar dan Ian Marshal, SQ Memanfaatkan Kecerdasan Spirituil dalam Berfikir Integralistik dan Holistik Untuk Memaknai Kehidupan, (Bandung : PT Mizan Pustaka, 2002) hlm. 4

60

yang tahan menderita dan rela berkorban untuk orang lain? Mengapa banyak

orang yang memiliki IQ tinggi, keluarga baik, hubungan sosial yang baik

dengan orang lain, yaitu kecerdasan spiritual. Sebab IQ dan EQ baru sebatas

hubungan dengan sesama manusia yang berdimensi duniawi, sedangkan

kecerdasan spiritual berdimensi ukhrawi, bersifat transendental dan

merupakan kecerdasan yang bersumber dari nilai-nilai ilahiyah dan

kemampuan untuk memaknai setiap kejadian.

Kecerdasan spiritual merupakan cara kita menggunakan makna, nilai,

tujuan terdalam dan motivasi tertinggi kehidupan dalam proses berfikir,

dalam keputusan-keputusan yang kita buat dan dalam segala sesuatu yang

kita pikir patut kita lakukan. Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang

kita gunakan untuk membuat kebaikan, kebenaran, keindahan dan kasih

sayang dalam hidup kita. Dia adalah kecerdasan jiwa, jika kita mengartikan

jiwa sebagai kapasitas dalam diri manusia yang menyalurkan segala sesuatu

dari dimensi-dimensi imajinasi dan kejiwaan yang lebih dalam dan lebih

kaya ke dalam kehidupan sehari-hari, keluarga, organisasi dan institusi.7

Jadi kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan jiwa, kecerdasan

terdalam dan tertinggi dalam diri manusia. Dia adalah kemampuan yang

dibutuhkan untuk menumbuhkan kesadaran akan makna dan nilai-nilai serta

kesadaran akan tujuan fundamental.

Kecerdasan spiritual adalah kapasitas bawaan dari otak manusia, SQ

berdasarkan struktur-struktur dalam otak yang memberi manusia

kemampuan dasar untuk membentuk makna, nilai dan keyakinan. SQ

bersifat prakultural dan lebih primer dibanding agama. Karena memiliki

kecerdasan spiritual lah, umat manusia kemudian mengembangkan sistem

keagamaan sebagai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang bersifat

fundamental. Adanya bukti-bukti ilmiah yang dikemukakan Zohar dan

Marshall yang berupa osilasi 40 Hz, the binding problem, tentang bahasa

manusia, dan adanya God Spot dalam otak manusia yang merupakan pusat

7 Danah Zohar dan Ian Marshal, Spiritual Capital, (Bandung : PT Mizan Pustaka, 2005) Hlm. 140

61

spiritual (Spiritual Center), semakin memberikan keyakinan pada kita bahwa

potensi kecerdasan spiritual memang sudah terpatri dalam diri manusia sejak

manusia itu lahir. Dia adalah potensi bawaan yang diberikan oleh Tuhan

pada manusia supaya manusia dapat mengenali penciptanya.

Dalam Al-Qur’an sebetulnya sudah diterangkan mengenai potensi

otak ini, Taufiq Pasiak seorang dokter sekaligus lulusan pasca sarjana IAIN

Alaudin Makasar menjelaskan bahwa, sedikitnya ada empat sinyal yang

menerangkan potensi dan aktualisasi fungsi otak manusia dalam Al-Qur’an

yaitu:

Pertama, kata Nashiyah dalam QS : Al-‘Alaq : 15-16, untuk bagian

kepala yang berperilaku pendusta atau pendurhaka, yang dialamatkan pada

penantang Nabi Muhammad, yang akan dihukum dengan tarikan kuat pada

nashiyah (ubun-ubun) mereka layaknya kuda yang ditarik jambulnya.

Tarikan pada daerah jidat itu cukup beralasan dari segi organisasi otak

manusia. Lobus frontal dan daerah prefrontal terletak dibelakang Nashiyah,

bagian otak ini bisa menjawab untuk kegiatan intelektual tingkat tinggi,

kesadaran moral manusia, dan perasaan-perasaan mistik di tempat-tempat itu

juga terdapat pengaturan-pengaturan gerakan (motorik) dengan daerah lidah

(untuk berbicara) menempati bagian terbesar dan daerah broca untuk

berbahasa. Di situ juga terdapat daerah prefrontal yang dapat rusak dapat

membuat seseorang makin cerdas, tetapi dengan kepribadian yang

terganggu.

Kedua, penggunaan kata aql dan qalb, kata aql disebut sebanyak 48

kali, yang semuanya berbentuk kata kerja (fi’il). Jalur yang dipilih Al-Qur’an

untuk itu memiliki dua ujung, ia menyebut akal sebagai alat bagi manusia

untuk memahami alam semesta dan sekaligus akal sebagai alat rohani

manusia untuk menuju Tuhan. Jika akal berfungsi baik, maka manusia akan

menjadi makhluk berkesadaran tinggi. Penyebutan bentuk kata kerja dipakai

untuk menunjukkan sebuah perbuatan aktif atau melakukan pekerjaan. Jadi,

kata itu dipakai untuk memberi penekanan pada fungsi otak, bukan pada otak

secara struktural. Kata lain, tetapi semakna yakni al-qalb, jika porsi kata akal

62

diperbanyak pada usaha sains, maka kata qalb dibanyakkan pada usaha-

usaha rohani. Kata al-qalb juga membawa makan kesatuan antar kegiatan

sains dan kegiatan rohani, yang artinya juga tidak keterpisahan antara ilmu

dan agama. Dan akhirnya, menjembatani ketegangan antara kebenaran

(ilmiah) dan keyakinan transendensial (akan kehadiran Tuhan). Dengan

penjelasan di atas, baik al-aql maupun al-qalb menunjuk pada otak manusia.

Otak mengemban fungsi rasional, fungsi intuitif, dan fungsi spiritual,

sebagaimana fungsi itu ditunjukkan oleh dua kata itu.

Ketiga, melalui pernyataan lugas “kitaban yalqahu mansyura”

(sebuah kitab yang dibentangkan) dalam QS : Al-Isra’ (17 : 13), untuk

melukiskan wahana pertanggungjawaban manusia di akhirat nanti. Dengan

mengutip tafsiran Abdullah Yusuf Ali, kalimat gulungan yang terbentang,

mirip dengan keberadaan kulit otak yang bergulung-gulung dalam batok

kepala manusia. Satu saat bibir kita akan dikunci, tangan kita yang berbicara

langsung tentang apa yang telah kita kerjakan, dan kaki kita yang

menerangkan kemana ia telah dilangkahkan (QS : Yaasin 36 :65). Jika kita

diasosiasikan mencatat, maka kulit otak yang menggulung-gulung itu

mengingat melalui rekaman pada sel-sel sarafnya.

Keempat, adanya sinyalemen tentang pentingnya alat-alat indera,

seperti telinga, mata, lidah, tangan dan kulit. Alat-alat itu disebut secara

berulang untuk melukiskan aktifitas manusia di dunia. Kata mendengar

menunjukkan tingkat kepentingan dari kedua alat tersebut, karena

mendengar terjadi terlebih dulu ketika janin dalam kandungan seorang ibu.

Dengan sinyalemen itu, Al-Qur’an hendak mengingatkan kita akan

keberadaan jejak yang ditinggalkan Tuhan terhadap setiap ciptaan-Nya. Otak

bagaikan Central Processor Unit (CPU) dalam sebuah komputer, dapat

dilihat satu bukti yang amat penting. Dengan memperhatikan fungsi-fungsi

otak bagi kehidupan manusia, keberadaan Tuhan sebenarnya tidak perlu

63

diragukan lagi. Tuhan di mana-mana dapat dirasakan kapan dan oleh

siapapun.8

Dari berbagai uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan

spiritual merupakan faktor penting dalam upaya mewujudkan tujuan dari

pendidikan Islam, yaitu mewujudkan insan kamil. Karena itu pendidikan

dalam prosesnya harus senantiasa berusaha untuk mengembangkan dimensi

spiritual agar dimensi intelektual maupun emosional dapat berkembang

secara optimal, sehingga melahirkan pribadi-pribadi yang bertanggungjawab

atas amanah yang diberikan oleh Allah.

B. Relevansi Konsep Kecerdasan Spiritual Menurut Danah Zakar dan Ian

Marshall Dengan Tujuan Pendidikan Islam

Kecerdasan spiritual menurut Danah Zohar dan Ian Marshall adalah

kecerdasan tertinggi (the ultimate inteligence) yang dimiliki manusia.

Berdasarkan data-data ilmiah yang telah mereka kemukakan, semakin

memberikan keyakinan pada kita bahwa potensi kecerdasan spiritual naluri

ber-Tuhan memang sudah terpatri dalam diri manusia sejak lahir. Anak-anak

dilahirkan dengan kecerdasan spiritual yang tinggi. Namun perlakuan yang

tidak tepat dari orang tua, sekolah dan lingkungan seringkali merusak apa

yang mereka miliki, padahal potensi SQ yang terpelihara akan

mengoptimalkan IQ dan EQ. disinilah letak urgensi dari pendidikan.

Pendidikan dalam prosesnya dituntut mampu untuk mengembangkan dan

memelihara potensi yang dimiliki oleh peserta didik.

Kunci dari kecerdasan spiritual adalah mengetahui nilai dan tujuan

terdalam diri kita.9 Menurut Zohar dan Marshall, secara total ada dua belas ciri

khas seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi. Ciri-ciri atau

indikator tersebut akan penulis uraikan di bawah tetapi penulis merangkum

8 Taufiq Pasiak, Revolusi IQ/EQ/SQ: Antar Neurosains dan al-qur’an, (Bandung: PT.

Mizan Puataka, 2003), hlm. 28-30 9 Danah Zahar dan Ian Marshall, Spiritual Capital, (Bandung : PT Mizan Pustaka, 2005)

Hlm. 140

64

ciri-ciri yang identik dan memiliki persamaan menjadi satu, tetapi hal ini tidak

mengurangi makna sesungguhnya, dari ciri-ciri tersebut akan kita lihat

relevansinya dengan tujuan pendidikan Islam.

1. Kesadaran diri

Menurut Zohar dan Marshall kesadaran diri adalah mengetahui apa

yang kita yakini dan mengetahui nilai dan hal apa yang sungguh-sungguh

memotifasi kita. Kesadaran akan tujuan hidup kita yang paling dalam.10

Tanpa kesadaran diri yang dalam manusia akan menjadi sosok yang

superfisial dan terbatasi ego, dikendalikan oleh perilaku, emosi liar dan

motivasi terendahnya. Tanpa kesadaran diri kita akan buta dan tidak

sensitif terhadap kehidupan batin kita dan mudah terganggu oleh aktivitas-

aktivitas dan tujuan kehidupan sehari-hari sehingga kita akan melakukan

kesalahan besar dalam kehidupan kita sendiri dan kehidupan yang lain.

Tanpa adanya kesadaran diri kita akan berusaha untuk meninggalkan

konsekuensi-konsekuensi hidup yang tidak kita inginkan.11

Dalam konteks pendidikan Islam, kesadaran diri menjadi hal

penting yang ingin dicapai dalam proses pendidikan. Kesadaran diri

terhadap hakekat penciptaan, terhadap status sebagai hamba dan khalifah

Allah akan mengantarkan manusia untuk memiliki rasa tanggung jawab

yang besar. Selain itu juga akan berpengaruh dalam membentuk sikap dan

perilaku. Selaku hamba Allah, seseorang merasa dituntut untuk

meningkatkan pengabdiannya kepada Allah. Oleh karena itu segala yang

dilakukan diarahkan pada pengabdiannya kepada pencipta. Selanjutnya

sebagai khalifah ia merasa diberi tanggung jawab untuk memakmurkan

kehidupan di muka bumi, mewujudkan kedamaian dan keadilan. Jadi

kesadaran diri yang tinggi pada diri seseorang adalah faktor yang sangat

10 Ibid., hlm. 135 11 Ibid., hlm. 140

65

penting untuk mewujudkan keseimbangan hubungan horisontal dan

vertikal atau hablumminallah dan hablumminannas.12

Kesadaran diri akan membawa kita bersentuhan dengan pusat

terdalam kita, pusat diri, sehingga memungkinkan kita menciptakan atau

mencipta ulang diri kita secara terus menerus dalam konteks Islam pusat

diri lebih dekat artinya dengan hati (Qalb) yang merupakan bagian dari

jiwa (Nafs). Nafs adalah substansi yang menyebabkan manusia berbeda

kualitasnya dengan makhluk lain yaitu menyebabkan manusia mampu

menggagas, berfikir dan merenung. Nafs sebagai penggerak tingkah laku,

jika kualitas nafs baik, maka cenderung berbuat baik. Sebaliknya jika

kualitasnya rendah, maka cenderung menggerakkan perbuatan buruk.

Tetapi dalam prosesnya bekerjanya nafs tidak bekerja secara langsung,

karena nafs bukanlah alat, nafs bekerja melalui jaringan sistem yang

bersifat rohani. Dalam sistem nafs terdapat subsistem yang bekerja sebagai

alat yang memungkinkan manusia dapat memahami, berfikir dan merasa

yaitu qalb, bashirah, ruh dan aql.13

Qalb memiliki kedudukan yang sangat menentukan dalam sistem

nafsani manusia. Qalb yang memutuskan dan menolak sesuatu dan qalb

juga yang memikul tanggung jawab atas apa yang diputuskan.

مسعت رسول اهللا صلى اهللا : مسعته يقول: عن السعىب عن النعمان بن بشري قالذا صلحت صلح اجلسد إ, أال وإن يف اجلسد مضغة:.........عليه وسلم يقول

14) رواه مسلم (.أال وهي القلب. ذا فسدت فسد اجلسد كلهإكله و

“Dari sa’biy dari nu’man bin basyir berkata: saya mendengar sa’biy berkata: saya mendengar Rasulullah Saw. bersabda: ………………Ketahuilah bahwa dalam setiap tubuh manusia ada sepotong daging yang jika ia sehat maka seluruh tubuhnya juga

12 Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam Paradigma Humanisme Teosentris, Op. Cit.,

hlm.204 13 Achmad Mubarok, Jiwa dalam al-Qur’an, (Paramida: Jakarta, 2000), hlm. 53 14 Imam Abi Husain Muslim bin Hajaj, Shahih Muslim, (Baerut: Dar al-Ahya Ittiratil, tth),

hlm. 1219

66

sehat, tetapi jika ia rusak maka seluruh tubuhnya akan rusak. Ketahuilah bahwa sepotong daging itu adalah ‘Qalb’” (H.R. Muslim)

Dalam Islam, hatilah (qalb) yang menjadi pusat kecerdasan

spiritual. Menurut Zohar dan Marshall kecerdasan spiritual berpusat pada

titik Tuhan (God Spot) yang terdapat di otak manusia yang lebih tepatnya

di daerah lobus temporal. Tetapi tingginya aktifitas “titik Tuhan” tidak

dengan sendirinya menjamin SQ tinggi. Untuk mencapai SQ tinggi,

seluruh bagian otak, seluruh aspek diri, dan seluruh segi kehidupan harus

diintregrasikan.

Menurut Zohar dan Marshall untuk memelihara kesadaran diri agar

tetap tumbuh dan berkembang dalam diri manusia adalah dengan

melakukan praktek meditasi atau refleksi setiap hari. Kita harus

menyisihkan ruang dan waktu setip hari untuk mendengarkan diri kita,

menyepi dalam ruang pribadi yang meditatif dan tenang.15

Dalam konsep Islam kesadaran diri dimiliki oleh orang-orang yang

beriman dan bertaqwa. Untuk menumbuhkan iman dan taqwa kita harus

taat menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-

Nya. Shalat adalah amalan yang wajib kita lakukan setiap hari agar kita

terhindar dari perbuatan keji dan munkar. Shalat adalah hubungan hamba

dengan Tuhan, dengan hati, pikiran, tubuh dan jiwa yang menyeru,

menginginkan serta mencari keintiman kepada yang kita cintai. Di

samping menyeru, Tuhan juga menemukan harapan dan ketakutan kita

dengan memunculkan diri yang paling dalam menuju diri kita sendiri.

Shalat yang khusuk dan benar akan menuntun seseorang untuk menyadari

bahwa dia sebenarnya adalah hamba Allah.

Dalam ciri kecerdasan spiritual yang pertama ini, yaitu kesadaran

diri, penulis memasukkan ciri yang lain yaitu spontanitas dan holisme ke

15 Danah Zohar dan Ian Marshall, Spiritual Capital, Op. Cit., hlm. 141

67

dalamnya. Karena menurut penulis kedua ciri tersebut lebih mengarah dan

sangat berkaitan dengan kesadaran diri.

2. Terbimbing oleh visi dan nilai

Bertindak berdasarkan prinsip dan keyakinan yang dalam dan

hidup sesuai dengannya. Terbimbing oleh visi dan nilai berarti bersikap

idealistic, tidak egois dan berdedikasi. Berikut akan disajikan susunan

nilai-nilai transpersonal menurut Zohar dan Marshall.16

• Kesempurnaan

• Rendah hati

• Pelayanan

• Bersyukur

• Kebenaran

• Keindahan

• Keseimbangan

• Kepentingan

Publik

• Menghargai

Orang yang

lebih Tua

• Menyelamatkan

muka

• Kejujuran

• Teratur

• Kebebasan

• Harmoni

• Kesetaraan

• Pengelolaan

• Sederhana

• Kebahagiaan

• Komitmen

• Keadilan

• Belas Kasih

• Iba

• Penghargaan

• Hidup

• Kesetiaan

• Toleransi

• Memaafkan

• Cinta

• Perlindungan

terhadap

Anak-anak

• Memelihara

Keluarga

• Persahabatan

• Disiplin

• Kesadaran

• Peduli pada

generasi masa

depan

• Altruisme

• Kesopanan

• Privasi

• Ketaatan

• Pendidikan

• Kearifan

• Kesehatan

• Mengharai

Hak Milik

• Loyalitas

• Menghargai

Pendahulu

Manusia bukanlah makhluk yang bebas nilai. Berdasarkan

hakikat penciptaannya. Maka secara moral manusia kelak diikat oleh suatu

perjanjian dengan penciptanya. Ikatan moral dalam bentuk pernyataan

bertauhid kepada Allah (QS. 7:172) sebagai bentuk perjanjian manusia

16 Ibid, hlm 146

68

dengan penciptanya.17 Karena itu manusia dalam setiap aktivitas yang

dilakukannya harus senantiasa didasarkan pada kesadaran dan keterikatan

dengan nilai ilahiyat.

Nilai tauhid inilah yang membedakan dengan konsep danah

Zohar dan Ian Marshall. Nilai-nilai yang dikemukakan oleh Zohar dan

Marshall belum menyentuh nilai-nilai ketuhanan, tetapi lebih menyentuh

nilai-nilai kemanusiaan, hubungan antara manusia sangat ditonjolkan

dalam konsep ini. Nilai-nilai fundamental menurut mereka dikategorikan

menjadi nilai-nilai personal (berkaitan dengan kehidupan kita sendiri,

teman-teman kita, keluarga kita, kepentingan kita), nilai-nilai

interpersonal (hal-hal yang menentukan kelompok kita dan hubungan

diantara anggota kelompok itu, seperti loyalitas dan kepercayaan), dan

nilai-nilai transpersonal (nilai-nilai yang melampaui diri kita sendiri dan

kelompok kita, nilai-nilai yang kita pandang merupakan nilai-nilai

universal, misalkan kesucian hidup, melindungi dunia demi generasi

mendatang, atau keadilan).

Walaupun belum menyentuh nilai-nilai ketuhanan, namun konsep

yang dikemukakan Zohar dan Marshall pada dasarnya memiliki cita-cita

yang sama dengan ajaran Islam yaitu ingin menciptakan masyarakat dunia

yang damai dan berbudaya serta masyarakat yang cerdas secara spiritual.

3. Kepedulian dan keterpanggilan

Kepedulian merupakan sifat ikut merasakan dan empati yang

dalam. Sifat ini merupakan kerja dasar bagi simpati universal. Sedang

keterpanggilan merupakan keinginan kita untuk memberikan pelayanan

pada orang lain. Kedua sifat ini penulis masukkan dalam kepedulian

sosial. Dimana sifat inilah yang ingin dibangun pada diri peserta didik

setelah proses pendidikan berakhir. Kepedulian pada sesama, kasih sayang

pada sesama adalah perwujudan dari sifat rahman dan rahim-Nya Allah.

17 H. Jalaluddin, Teologi Pendidikan, op.cit, hlm 49

69

Manusia adalah makhluk sosial dan sesuai nalurinya, manusia

tidak bisa hidup sendiri, dia akan selalu membutuhkan dan akan selalu

berinteraksi dengan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Sikap

peduli pada sesama makhluk Tuhan, pada lingkungan, saling tolong

menolong harus terus dipupuk pada diri setiap orang agar tercipta tatanan

masyarakat yang damai dan tenang; dan ini adalah tugas dari pendidikan

bagaimana pendidikan bisa menciptakan pribadi-pribadi yang memiliki

kepedulian sosial.

Firman Allah Swt. :

والتقوى وال تعاونوا على اإلثم والعدوانوتعاونوا على الرب......“Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.(Q.S al-Maidah : 2)18

4. Merayakan keragaman

Merayakan keragaman disini adalah menghargai perbedaan orang

lain, situasi-situasi asing dan tidak mencercanya. Perbedaan dan

keragaman adalah hal yang sangat wajar dalam hidup dan ini yang

menjadikan hidup lebih dinamis. Menurut Ali Syari’ati sebagaimana

dikutip oleh H. Achmadi, manusia adalah makhluk yang memiliki

kehendak bebas yang merupakan kekuatan paling besar dan luar biasa.

Kemerdekaan dan kebebasan memilih adalah dua sifat illahiyah yang

merupakan ciri menonjol dalam diri manusia.19

Merayakan keragaman atau dalam bahasa penulis toleransi, telah

dicontohkan Nabi SAW. saat orang-orang kafir membujuknya untuk

berpindah agama. Firman Allah:

18 R.H.A. Sunarjo, Al-Quran dan Terjemahnya, Departemen Agama RI, (Semarang : CV.

Alwah, 1989), hlm 157 19 H. Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, op.cit, hlm 21

70

لكم دينكم ولي دين

“Untukmu agamamu, dan untukku agamaku” (QS.Al-Kafiruun : 6)20

5. Independensi terhadap lingkungan (Field Independence)

Kesanggupan untuk berbeda dan mempertahankan keyakinan

tidak mudah terpengaruh oleh orang lain atau lingkungan adalah sikap-

sikap independen orang yang memiliki independensi terhadap lingkungan

akan menjadi orang yang mandiri, dia tidak bergantung pada keadaan

yang ada.

Sikap independen adalah dasar dari sikap optimis dan percaya

diri. Manusia yang memiliki sikap optimis dan percaya diri dalam hidup

akan bisa menjalani hidup dengan lebih baik dan terarah, sikap

independensi terhadap lingkungan memiliki kesesuaian dengan tujuan

pendidikan Islam yang ingin menumbuhkan sikap optimis dan percaya diri

dalam diri peserta didik.

6. Mengambil manfaat dari kemalangan dan membingkai ulang

Sikap ini adalah kemampuan untuk menghadapi dan belajar dari

kesalahan-kesalahan dan melihat problem-problem sebagai kesempatan.

Kita bisa memelihara sikap ini dengan menumbuhkan kesadaran akan diri

yang mendalam, sebuah kesadaran mendalam akan nilai-nilai yang

fundamental dan kesadaran akan adanya satu titik fokus atau kompas

dalam batin.

Dalam ajaran Islam kita mengenal konsep berdo’a, berusaha dan

tawakkal. Konsep ini menjadi dasar bagi kita bahwa kita dilarang putus

asa dalam hidup karena segala sesuatu yang ada di dunia ini sudah ada

yang mengatur yaitu Allah, dan Allah tidak akan menyia-nyiakan

hambanya yang bertakwa menjauhkan peserta didik dari sikap putus asa

adalah tugas dari pendidikan Islam, supaya peserta didik bisa menjalani

20 R.H.A. Sunarjo,dkk, op.cit, hlm 1112

71

hidupnya dengan penuh percaya diri dan menganggap bahwa rintangan

dalam hidup adalah cobaan agar manusia lebih berusaha lagi.

7. Kerendahan hati

Mencoba merenungkan berapa banyak kita berutang kepada

orang lain atau pada lingkungan, siapa atau apa yang telah membantu

membuat kita menjadi seperti sekarang ini akan menjadikan seseorang

memiliki sikap rendah hati. Memiliki sikap rendah hati akan

mengantarkan manusia untuk tidak bersikap sombong dan akan

menghargai orang lain. Islam mengajarkan manusia agar tidak sombong

dan takabur sebab sikap-sikap tersebut akan melemahkan keimanan

seseorang. Sehingga orang akan mudah tergoda oleh hal-hal keduniaan.

Firman Allah :

وال يجدون لهم مايلأ وأما الذين استنكفوا واستكبروا فيعذبهم عذابا ...... من دون الله وليا وال نصريا

“Adapun orang-orang yang enggan dan menyombongkan diri, maka Allah akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih, dan mereka tidak akan memperoleh bagi diri mereka, pelindung dan penolong selain dari pada Allah”.(Q.S. an-Nisa' : 173)21

8. Kecenderungan untuk mengajukan pertanyaan fundamental, mengapa?

Ini adalah kebutuhan untuk memahami segala sesuatu dan

mengetahui intinya. Untuk memelihara sikap ini adalah dengan

memancing keluarnya pertanyaan-pertanyaan, baik dari diri kita maupun

orang lain, terbuka terhadap tantangan dan senantiasa mencari sesuatu

dibalik sesuatu, mencoba mengerti makna dibalik aturan, kebiasaan dan

peristiwa yang terjadi.

Dari uraian yang telah penulis kemukakan diatas dapat diambil

kesimpulan bahwa perbedaan mendasar dari konsep kecerdasan spiritual

yang dikemukakan Zohar dan Marshall dengan tujuan pendidikan Islam

adalah nilai-nilai aqidah. Konsep Zohar dan Marshall belum menyentuh

21 R.H.A. Sunarjo, dkk, op.cit, hlm 152

72

nilai-nilai ke-Tuhanan, konsepnya lebih bersifat humanis, hubungan

antara manusia. Sedangkan pada pendidikan Islam bertujuan menanamkan

nilai-nilai tauhid, aqidah pada peserta didik selain membentuk akhlak

yang mulia. Tetapi terdapat relevansi antara konsep Zohar dan Marshall

dengan tujuan pendidikan Islam yaitu sama-sama ingin menanam nilai-

nilai kebajikan pada diri manusia, atau dalam konteks Islam ingin

membentuk akhlakul karimah pada diri manusia. Zohar dan Marshall

ingin menciptakan tatanan masyarakat yang cerdas secara spiritual, dalam

konteks Islam, apa yang ingin dicapai Zohar dan Marshall tersebut

merupakan parsialisasi dari misi Rasulullah SAW. yang membawa agama

Islam sebagai rahmatan li al ‘alamin. Zohar dan Marshall telah memberi

kontribusi yang cukup besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan,

karena mereka telah memberikan dasar-dasar ilmiah tentang adanya

potensi kecerdasan spiritual (SQ) dalam diri manusia. Hal ini lebih

memberi keyakinan pada kita bahwa naluri ber-Tuhan pada manusia tidak

hanya bersifat konseptual normatif (dalil naqli) tetapi juga teknis konkret

(dalil aqli).

C. Aplikasi konsep kecerdasan spiritual menurut Danah Zohar dan Ian

Marshall dalam pendidikan Islam.

Untuk bisa mencapai Insan Kamil, awal yang harus kita lakukan

adalah mengembangkan kecerdasan spiritual yang kita punya. Banyak

pendekatan yang dapat kita lakukan dalam proses ini, salah satu

alternatifnya adalah cara yang ditawarkan oleh Zohar dan marshal dapat

kita aplikasikan dalam proses pendidikan, 22 yaitu:

1. Melalui jalan tugas, penerapan jalan ini dalam keluarga adalah anak

dilatih untuk melakukan tugas-tugas hariannya dengan dorongan

motivasi dari dalam. Artinya, anak melakukan setiap aktifitasnya

dengan perasaan senang, bukan karena terpaksa atau karena adanya

22 Monty P. Satiadarma dan Fedelis E. Waruwu, Mendidik Kecerdasan, (Jakarta : Media

Grafika, 2003), hlm 49-51

73

tekanan dari orang tua. Biasanya anak akan melakukan tugas-tugasnya

dengan penuh semangat apabila dia tahu manfaat baginya. Untuk itu

orang tua perlu memberi motivasi, membuka wawasan sehingga setiap

tindakan anak tersebut secara bertahap dimotivasi dari dalam. Anak

perlu diberi waktu menggunakan kebebasan kepribadiannya,

melakukan aktivitas-aktivitas favoritnya, misalnya membaca, menari,

bermain musik, memancing. Permainan ini membuat anak-anak

produktif dan mengembangkan kekayaan kecerdasan dalam diri

mereka. Kebebasan berfikir yang efektif dan positif akan berkembang

pada diri anak yang merencanakan, melalui dan menentukan sendiri

arah permainannya. Berhubungan dengan hal itu, sifat-sifat orang tua

yang sangat mengekang atau mengendalikan anak secara posesif akan

menghambat perkembangan SQ anak.

Pelaksanaan jalan ini di sekolah adalah dengan memberikan

ruang kepada siswa untuk melakukan kegiatannya sendiri dan latih

mereka memecahkan masalahnya sendiri. Untuk itu guru tidak perlu

terlalu khawatir bahwa muridnya akan melakukan kesalahan. Dalam

setiap kegiatan belajar mengajar, beritahu manfaat mengapa anak

perlu mempelajari hal tersebut sehingga dia sendiri memiliki motivasi

untuk memperdalam materi tersebut yang muncul dari dalam dirinya.

Mengenai jalan tugas ini sesuai dengan yang diterangkan dalam al-

Quran yaitu surat Maryam ayat 55.

ه مرضيا والزكاة وكان عند ربة بالصالان يأمر أهلهوك“Dan ia menyuruh ahlinya untuk bersembahyang dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diradhai di sisi Tuhannya”.23

2. Melalui jalan pengasuhan, yaitu orang tua yang penuh kasih sayang,

saling pengertian, cinta dan penghargaan. Anak tidak perlu

dimanjakan karena akan melahirkan sifat mementingkan diri sendiri

dan mengabaikan kebutuhan orang lain. Orang tua perlu menciptakan

23 R.H.A. Sunarjo, dkk, op.cit, hlm 468

74

keluarga yang penuh kasih sayang dan saling memaafkan, belajar bisa

mendengar dan menerima dengan baik diri kita lebih-lebih orang lain.

Orang tua perlu membuka diri, mengambil resiko mengungkapkan

dirinya pada putra-putrinya. Dengan cara demikian orang tua memberi

model dan pengalaman hidup bagi anak-anak untuk mengembangkan

kecerdasan spiritual (SQ)-Nya.

Dalam al-Quran yaitu surat al-Baqoroh ayat 233 diterangkan

bagaimana orang tua harus mengasuh anak-anaknya.

تمأن ي ادأر نن لمن كامليليوح نهالدأو نضعري اتالدالوة واعضالر وعلى المولود له رزقهن وكسوتهن بالمعروف

“Para Ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para Ibu dengan cara yang ma’ruf”.24

Pelaksanaan jalan ini di sekolah adalah pendidik perlu

menciptakan suasana kelas penuh kegembiraan dimana setiap peserta

didik saling menghargai, saling memaafkan apabila terjadi konflik

satu dengan yang lain. Dalam sebuah kelas, dimana terdapat beragam

karakter, kemungkinan muncul konflik atau pertengkaran sangat

tinggi. Justru itulah kesempatan bagi pengembangan kecerdasan

spiritual (SQ) bagi peserta didik. Disini guru perlu menjadi pengasuh

yang dengan empati mengarahkan peserta didiknya memahami akar

yang menimbulkan permasalahan, perasaan masing-masing dan

melalui dialog mencari pemecahan yang terbaik atas masalah yang

dihadapi tersebut. Setiap konflik atau masalah muncul, guru perlu

menjadikannya momentum bagi seluruh peserta didik untuk

menumbuhkan kecerdasan spiritual (SQ).

3. Melalui jalan pengetahuan, penerapan dalam keluarga yaitu dengan

mengembangkan sikap investigatif, pemahaman, pengetahuan dan

24 R.H.A. Sunarjo, dkk, op.cit, hlm 57

75

sikap eksploitatif. Di rumah perlu diberi ruang bagi anak untuk

mengembangkan wawasan ilmu pengetahuannya. Dialog dengan

orang tua yang sudah memiliki pengetahuannya yang lebih luas dapat

memperluas pengetahuan anak sehingga membantu usaha eksploitatif

dan pencariannya terhadap kekayaan ilmu pengetahuan itu sendiri.

Di sekolah pendidik perlu mengembangkan pelajaran dan

kurikulum sekolah yang mampu mengembangkan realisasi diri peserta

didik. Misalnya kurikulum yang bisa melatih kepekaan peserta

terhadap berbagai masalah aktual, dimana peserta didik diajak

berefleksi tentang makna, bagaimana dia dapat ikut serta memecahkan

masalah-masalah aktual tersebut. Peristiwa-peristiwa bencana alam,

banjir dan tanah longsor dimana begitu banyak orang yang mengalami

perubahan hidup secara tiba-tiba dan menjadi menderita. Disini

kepekaan terhadap nilai dan makna kemanusiaan dapat ditumbuhkan

apabila peserta didik diajak untuk berefleksi, menyadari dan ikut

merasakan bagaimana berada seperti orang lain.

Mencari ilmu dalam Islam sangat dianjurkan hal ini sesuai

dengan yang diterangkan dalam al-Quran yaitu surat al-Alaq ayat 1-5.

.ألكرم قرأ وربك اإ .نسان من علق إلخلق ا.ك الذي خلق قرأ باسم ربإ إلنسان ما لم يعلم علم ا.الذي علم بالقلم

“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang paling pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”25

4. Melalui jalan perubahan pribadi (kreativitas). Untuk mengembangkan

kreativitas anak dalam keluaraga dengan memberikan waktu pada

mereka untuk dapat berimajinasi dan kemudian menciptakan sesuatu

sesuai hasil imajinasinya. Banyak larangan akan menghambat ruang

kreativitas anak. Itu berarti orang tua tidak lagi melarang dan

25 R.H.A. Sunarjo, dkk, op.cit, hlm 1079

76

mengarahkan kegiatan anak melainkan perlu berdialog dengan anak,

sehingga mereka dapat menggunakan kebebasan kreativitasnya

dengan tetap memperhatikan komitmen pada tugas-tugas yang

dilakukan.

Pelaksanaan jalan perubahan pribadi (kreativitas) di sekolah

adalah, dalam setiap kegiatan belajar mengajar seharusnya guru

merangsang kreativitas peserta didiknya. Misalnya, mereka dapat

menciptakan peraturan kelas dan peraturan sekolahnya sendiri dengan

sangat baik dan ideal. Guru tinggal menciptakan kondisi dimana daya

kreativitas yang sudah ada dalam diri mereka itu dapat diekspresikan

dengan penuh makna.

Mengenai kekreativitasan diterangkan dalam al-Quran yaitu

surat al-Jum’ah ayat 10

اهللا واذكروا اهللا وابتغوا من فضل ألرضتشروا في اة فانفإذا قضيت الصال كثريا لعلكم تفلحون

“Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu dimuka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”26

5. Melalui jalan persaudaraan, hal inilah yang paling dapat dilatih dalam

keluarga, melalui sikap saling terbuka semua anggota enggan

berdialog satu sama lain. Setiap kesulitan atau konflik yang timbul

dalam keluarga dipecahkan bersama dengan saling menghargai satu

sama lain. Sarana untuk itu adalah dialog. Untuk dapat berdialog

diandalkan kemampuan untuk saling mendengarkan dan saling

menerima pendapat yang berbeda. Pengalaman seperti itu hanya dapat

dialami oleh anak di dalam keluarganya.

Pelaksanaan jalan persaudaraan di sekolah adalah guru harus

menghindari hukuman fisik, perkelahian dan saling mengejek antar

murid, karena dapat menghambat kecerdasan spiritual (SQ).

26 R.H.A. Sunarjo, dkk, op.cit, hlm 933

77

sebaliknya guru perlu mendorong setiap peserta didik untuk saling

menghargai dan saling memahami pendapat dan perasaan masing-

masing. Setiap konflik merupakan kesempatan untuk mengembangkan

kecerdasan spiritual. Lingkungan seperti itu membantu peserta didik

mengembangkan kemampuan mengelola konfliknya sendiri dan inilah

kecerdasan spiritual (SQ).

Manusia diciptakan bersaudara karena itu kita harus hidup

rukun dan menghindari permusuhan dengan sesama dalam al-Quran

yaitu surat Ali-Imron ayat 103 diterangkan mengenai hal ini.

ليكم إذ عاهللا جميعا وال تفرقوا واذكروا نعمت اهللاواعتصموا بحبل دأع متهءآكنتمم بنعتحبفأص قلوبكم نيب لى فألفع مكنتانا ووفا إخش لكم آيته لعلكم تهتدوناهللا ن نها كذلك يبين النار فأنقذكم محفرة م

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali agama Allah, dan janganlah kamu bercerai berai dan igatlah akan nikmat Allah kepadaMu ketika kamu dahulu masa jahiliyyah bermusuh-musuhan, maka allah menjinakkan antara hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara, dan kamu telah berada ditepi juran neraka, lalu allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”.27

6. Melalui jalan kepemimpinan yang penuh pengabdian. Dalam keluarga

orang tua adalah model seorang pemimpin oleh anak-anak di dalam

keluarga. Pemimpin yang efektif adalah seorang yang bersikap ramah,

mampu memahami perasaan orang yang dipimpin dan mampu

berhubungan dengan semua anggota keluarga. Di sini orang tua dapat

menjadi model bagi anak-anak untuk melayani, rela berkorban dan

mengutamakan kepentingan bersama dari pada kepentingan sendiri.

Karena yang memadu setiap perilaku adalah apa yang bernilai dan

bermakna bagi semua.

27 R.H.A. Sunarjo, dkk, op.cit, hlm 93

78

Di sekolah gurulah yang menjadi model seorang pemimpin

yang diamati oleh peserta didiknya. Pengalaman peserta didik

bagaimana dilayani dan dipahami sungguh-sungguh oleh gurunya

adalah pengalaman secara tidak langsung mengajarkan kepada peserta

didik bagaimana layaknya perilaku seorang pemimpin, bahwa

pemimpin yang efektif itu adalah yang mengerti dan memahami

bahwa hanya, melayani kepentingan bawahannya dan bukan hanya

mengurus kepentingan dirinya.

Dalam Islam diterangkan bahwa manusia adalah pemimpin

dan dia bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya.

كلكم أال: عليه وسلم قالعن عبد اهللا ابن عمر أن رسول اهللا صلى اهللا 28)رواه اىب دود (راع وكلكم مسؤول عن رعيته

“Dari Abdullah Bin Umar, sesungguhnya Rasulullah Saw. bersabda: Ketahuilah setiap kamu sekalian adalah pemimpin, dan setiap kalian semua akan dimintai pertanggung jawaban tentang kepemimpinannya”. (HR. Abu Daud)

Uraian diatas adalah cara yang dapat kita tempuh untuk dapat

menciptakan pribadi-pribadi yang memiliki kualitas kecerdasan spiritual

tinggi. Dengan kecerdasan spiritual yang tinggi akan terwujud manusia yang

sempurna (Insan Kamil) yang merupakan tujuan dari pendidikan Islam.

28 Imam Hafidz Abu Daud Sulaiman, Sunan Abu Daud, (Beirut Libanon : Dar al-Kutb,

1996), hlm 339