bab iv
DESCRIPTION
keperawatanTRANSCRIPT
BAB IV
PEMBAHASAN
Proses asuhan keperawatan komunitas pada agregat remaja di desa Bung
Pague, Kec, Blang Bintang, Kabupaten Aceh Besar dilakukan dari tanggal 31
oktober hingga 07 Desember 2014, dengan menggunakan assessment
keperawatan, pendekatan dengan Community As Partner dan program Self
Esteem Support berdasarkan evidence based. Hasil implementasi keperawatan
yang telah dilakukan dapat dilihat sebagai berikut : “Resiko Harga Diri Rendah
pada remaja putri di desa Bung Pague kecamatan Blang Bintang kabupaten
Aceh Besar”.
Berdasarkan hasil evaluasi proses diketahui bahwa seluruh remaja
berpartisipasi dalam mengikuti kegiatan, meski pada awalnya tingkat partisipasi
80%, namun pada akhir kegiatan, partisipasi mencapai 100%, hal ini
menunjukkan adanya kemamuan remaja dalam memperoleh informasi yang dapat
meningkatkan self esteemnya, yang selama ini masih sangat lemah dan rendah.
Didalam Community As Partner (Anderson, 2004) menekankan,
implementasi komunitas akan berhasil, apabila suatu komunitas tersebut
berpartisipasi dalam menentukan masalahnya dan memilih tindakan apa yang
akan dilakukan. Apabila anggota komunitas merupakan bagian dari pengkajian,
analisis, perencanaan, dan implementasi, merekapun harus menjadi mitra dalam
evaluasi.
Dan komunitas berhak untuk mengidentifikasi kebutuhan kesehatannya dan
melakukan negosiasi dengan perawat kesehatan komunitas dalam intervensi dan
75
2
program khusus. Setelah tujuan dan objektif disetujui dan didokumentasi pada
fase perencanaan, semua hal yang tercakup dalam implementasi akan secara
actual menjalankan aktivitas yang diarahkan untuk mencapai tujuan tersebut.
Selanjutnya evaluasi dampak terhadap program yang dijalankan terdapat 80%
remaja putri dapat mengeksplor kemampuan positive yang dimiliki, 80% remaja
putri mencapai pengetahuan dari self concept education, dan 100% remaja putri
berpartisipasi dalam mengikuti program exercise. Tujuan kita adalah promosi
kesehatan dan peningkatan kepercayaan diri komunitas, Selain pendekatan
multidisiplin, metode evaluasi digunakan dengan beberapa fase dalam program.
Tidak ada satu pendekatan yang lebih unggul, tetapi metode yang dipilih sejalan
dengan tujuan program untuk meningkatkan Self Esteem remaja putri.
Salah satu program dalam meningkatkan self Esteem remaja yaitu dilakukan
oleh National Association of School Psychologists (NASP) (2009) program
meningkatkan self Esteem remaja dengan mengoptimalkan lingkungan yang ada,
dan kekuatan yang dimiliki oleh remaja tersebut dengan membentuk class room
intervensi dan setelah beberapa kali intervensi didapatkan siswa menunjukkan
peningkatan nilai terhadap pengakuan kemampuan yang dimilikinya dan harga
diri yang positif.
Evaluasi ini memperlihatkan bagaimana individu menilai dirinya sendiri dan
diakui tidaknya kemampuan dan keberhasilan yang diperolehnya. Penilaian
tersebut dilihat dari penghargaan mereka terhadap keberadaan dan keberartian
dirinya. Harga diri atau self esteem sebagai evaluasi positif yang menyeluruh
tentang dirinya. Harga diri atau self esteem remaja putrid ini dipengaruhi oleh
3
hasil interaksinya dengan orang-orang yang penting dilingkungannya serta dari
sikap,penerimaan, penghargaan, dan perlakuan orang lain terhadap dirinya.
Dalam penelitian Robins, (2004) menyatakan bahwa peran seseorang dalam
keanggotaan suatu kelompok memberikan pengaruh terhadap perkembangan self
esteem orang tersebut. Hal itu karena perilaku berkelompok yang terkait dengan
sikap yang diambil individu dalam kelompok akan menentukan apa yang
dilakukannya selama interaksi sosial berlangsung.
Begitu juga yang dikemukakan oleh Pamela (2011) tentang self esteem pada
siswa Aborigin, dimana terdapat peningkatan kemampuan dalam menyampaikan
kemampuan positive dan minat pada siswa aborigin setelah seorang tutor
memberikan intervensi diskusi, memberikan penghargaan pada setiap siswa yang
menyampaikan kemampuannya, menciptakan suasana yang terbuka, interaktif dan
dengan penuh rasa empati.
Kemudian pada sesi exercise/olahraga seluruh remaja putri terlibat aktif, hal
ini dapat menunjukkan dampak yang sangat baik, karena Olahraga bukan sekedar
kegiatan yang berorientasi kepada faktor fisik belaka, olahraga juga dapat melatih
sikap dan mental kita. Olahraga dalam kehidupan memiliki eksistensi yang
signifikan. Olahraga dapat dikatakan sebagai miniaturnya kehidupan, Menembus
tingkatan atau tatanan masyarakat. Olahraga disebut sebagai minaturnya
kehidupan, karena seluruh komponen manusia yang meliputi komponen kognitif,
afektif, dan psikomotorik bekerja saat melakukan olahraga.
4
United Nations (2003) juga menyatakan bahwa olahraga merupakan
instrumen yang efektif untuk mendidik kaum muda terutama dalam nilai-nilai.
Menurut United Nations sejumlah nilai yang ada dan dapat dipelajari melalui
aktivitas olahraga meliputi: cooperation (kerjasama), communication
(komunikasi), respect for the rules (menghargai peraturan), problem-solving
(memecahkan masalah), understanding (pengertian), connection with others
(menjalin hubungan dengan orang lain), leadership (kepemimpinan), respect for
others (menghargai orang lain), value of effort (kerja keras), how to win (strategi
untuk menang) , how to lose (strategi jika kalah), how to manage competition
(cara mengatur pertandingan), fairplay (bermain jujur), sharing (berbagi), self-
esteem (penghargaan diri), trust (kepercayaan), honesty (kejujuran), self-respect
(menghargai diri sendiri), tolerance (toleransi), resilience (kegembiraan dan
keuletan), team-work (kerjasama sekelompok), discipline (disiplin) dan confident
(percaya diri).
Beberapa hasil penelitian juga menunjukkan adanya pengaruh aktivitasa
olahraga terhadap dimensi pribadi, seperti konsep diri, stress, penyimpangan
perilaku dan integrasi sosial. Hasil studi beberapa ahli menunjukkan bahwa: 1.
Remaja yang aktif dalam olahraga, penyimpangan perilakunya lebih kecil
dibandingkan remaja yang tidak berpartisipasi dalam olahraga. 2. Remaja yang
terlibat dalam aktivitas fisik lebih memiliki ketahanan dan mampu mengatasi
stressor dari lingkungannya. 3. Remaja pada umumnya membutuhkan dukungan
sosial, tidak saja dari kelompoknya melainkan juga dari kelompok dan institusi
lainnya. 4. Remaja yang terlibat aktif dalam kegiatan olahraga menunjukkan
5
tingkat kepercayaan dirinya (self confidence) lebih tinggi daripada remaja yang
tidak aktif terlibat dalam kegiatan olahraga.
Penelitian Lincall, 2004, menunjukkan setelah dilakukan exercise dan
diskusi terpimpin selama 6(enam) bulan pada remaja Swedia didapatkan tingkat
kecemasan social berkurang pada grup intervensi terhadap self perception,
dimana ditunjukkan dengan menerima dan menjaga berat badan ideal, tinggi
badan, bentuk tubuh, dan keadaan fisik tubuh yang dianggap tidak sesuai dengan
yang diinginkan dibandingkan dengan grup kontrol.