bab i,ii,iii
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki bentang lahan bervariasi, tiap bentang
lahan memiliki karakteristik lahan yang khas dengan potensi lahan yang berbeda.
Karakteristik lahan mengarah kepada pengelolaan dan pemanfaat lahan tersebut sesuai
dengan kemampuan dan kesesuaian lahan yang dimiliki lahan tersebut. Meningkatnya
kebutuhan dan persaingan dalam penggunaan lahan baik untuk keperluan produksi
pertanian maupun lainnya memerlukan pemikiran yang seksama dalam mengambil
keputusan pemanfaatan yang paling menguntungkan dari sumberdaya yang terbatas
dan sementara itu juga melakukan tindakan konservasinya untuk penggunaan masa
mendatang. Permasalahan dalam penggunaan lahan sifatnya umum diseluruh dunia,
baik dinegara maju maupun negara berkembang, terutama akan menjadi menonjol
bersama dengan terjadinya peningkatan jumlah penduduk dan proses industrialisasi.
Oleh karena peningkatan jumlah penduduk dan proses industrialisasi maka terjadinya
konversi lahan yang merupakan konsekuensi logis dari hal tersebut, Konservasi lahan
pada dasarnya merupakan hal yang wajar terjadi , namun kenyataannya konversi lahan
menyebabkan masalah baru timbul yaitu munculnya lahan kritis yang berdampak
buruk bagi lahan tersebut (Soedarjanto dan Syaiful, dalam Wirosoedarmo R, 2007).
Kota Padang ialah salah satu kota di Indonesia yang sedang berkembang,
sehingganya konversi lahan yang terjadi pada daerah yang lagi berkembang itu
relative tinggi, sehingga Kota Padang sangat berpotensi memiliki lahan kritis yang
tinggi dikarenan hal tersebut. Lahan kritis merupakan suatu lahan yang kondisi
tanahnya telah mengalami atau dalam proses kerusakan fisik, kimia, atau biologi yang
akhirnya menbahayakan fungsi hidrologis, orologi, produksi petanian, pemukiman dan
kehidupan sosial ekonomi disekitar daerah pengaruhnya. Seperti yang dikutip pada
harian haluan bahwasannya 5 dari 6 Daerah Aliran Sungai di Kota Padang berada
dalam kondisi “sakit” bukan hanya itu sekitar 30 % kawasan hutan di Padang sudah
menjadi kawasan pemukiman, kemudian sekitar 15 persen kawasan hutan ini
merupakan kawasan rawan banjir dan Sekitar 6000 hektar kawasan hutan lindung
menjadi lahan kritis atau hampir separuh dari luas kawasan hutan lindung di kota
Padang yakni 12.850 hektar ini menandakan ada yang salah dalam pengelolaan lahan
di Kota Padang. Apabila ini tidak ditanggapi serius maka akan berdampak terhadap
kehidupan manusia baik secara langsung maupun tak langsung, maka diperlukanya
informasi spasial keruangan dimana saja daerah lahan kritis itu berada sehingga
memudahkan pihak-pihak terkait untuk melakukan tindakan-tindakan untuk
mengurangi lahan kritis tersebut, salah satu cara mengetahui informasi spasial lahan
kritis tersebut ialah dengan melakukan pemetaan lahan kritis, sehingga diperoleh
gambaran secara menyeluruh tentang persebaran lahan kritis di Kota Padang dengan
menggunakan peta tematik yang dihasilkan. Prahasta (2004: 61) menyatakan
“Pembuatan peta tematik merupakan salah satu cara yang paling efektif dan efisien
untuk menganalisis dan memvisualisasikan data dan informasi milik pengguna”.
Sehingga dari hal tersebut upaya memetakan lahan kritis dirasa mampu menghasilkan
data dan informasi spasial mengenai persebaran, luasan, dan tingkatan lahan kritis di
Kota Padang. Sehingga dari hal tersebut dirasa sangat bermanfaat jika dilaksanakan
penelitian dengan judul “Pemetaan Lahan Kritis di Kota Padang dengan
Menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG)”
B. Permasalahan
Perkembangan Kota Padang, memberikan dampak positif kepada para praktisi di
dalam perkotaan, tetapi disamping hal positif tersebut perkembangan kota memiliki
dampak negative yaitu konversi lahan yang dapat menyebabkan lahan menjadi kritis.
Berdasarkan data yang ada hampir 30% kawasan hutan Kota Padang berubah
menjadi pemukiman, seperti diketahui konversi lahan hutan menjadi pemukiman jika
tidak sesuai kaidahnya akan menyebabkan degradasi lahan yang berujung kepada
lahan kritis. Bukan hanya berdampak kepada lahan, lahan kritis juga berdampak
terhadap manusia baik ekonomi, social dan lingkungan yang baik secara langsung
maupun tidak langsung. Alangkah baiknya dilakukannya pemetaan lahan kritis agar
dapat memberikan informasi spasial lahan kritis kepada pihak terkait penanggulangan
lahan kritis tersebut, sehingga bisa kembali seimbang antara manusia dan lingkungan.
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana persebaran lahan kritis di Kota Padang?
2. Berapakah Luas lahan kritis di Kota Padang saat ini?
D. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui persebaran lahan kritis di Kota Padang
2. Mengetahui luas lahan kritis saat ini di Kota Padang
E. Manfaat
Manfaat dari penelitian ini ialah :
Dari hasil penelitian ini diharapkan bisa dipakai oleh pemerintah sebagai acuan
data spasial dalam mengurangi lahan kritis yang ada di Kota Padang, dan juga
sebagai panduan bagi penelitian lain dengan tema yang sama.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
Dalam geografi terpadu (integrated geography) untuk mendekati atau
menghampiri masalah dalam geografi digunakan bermacam-macam pendekatan atau
hampiran (approach) yaitu pendekatan analisa keruangan (spatial analysis), analisa
ekologi (ecological analysis), dan analisa kompleks wilayah (regional complex
analysis) (Bintarto dan Surastopo H,1979). Menurut Bintarto, (1977) ada tiga hal
dalam mempelajari obyek formal geografi, yaitu : (1) pola dan sebaran gejala tertentu
di muka bumi, (2) keterkaitan atau hubungan antar gejala dan (3) perubahan atau
perkembangan dari gejala yang ada.
Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air
dan vegetasi serta benda yang ada diatasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap
penggunaan lahan (Arsyad, 2006). Termasuk didalamnya juga hasil kegiatan manusia
dimasa lalu dan sekarang seperti hasil reklamasi laut, pembersihan vegetasi, dan hasil
yang merugikan seperti salinisasi. Dengan demikian maka istilah lahan (land)
ekuivalen atau sama dengan makna tanah yaitu ruang atau tempat manusia melakukan
segala aktivitasnya.
Lahan kritis menurut Soedarjanto dan Syaiful (2003), adalah lahan/tanah yang saat
ini tidak produktif karena pengelolaan dan penggunaan tanah yang tidak/kurang
memperhatikan syarat-syarat konservasi tanah dan air sehingga menimbulkan
erosi,kerusakan- kerusakan kimia, fisik, tata air dan lingkungannya. Selanjutnya
menurut Rukmana (1995) Lahan kritis adalah lahan yang keadaan fisik, kimia, dan
biologi tanahnya tidak atau kurang produktif, akibat telah kehilangan lapisan tanah
bagian atas (topsoil) yang subur karena pengaruh erosi, dan dalam Laporan Status
Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Buleleng Tahun 2010 dijelaskan: Lahan kritis
adalah lahan yang sudah tidak berfungsi lagi sebagai media pengatur tata air, unsur
produksi pertanian, maupun unsur pelindungan alam dan lingkungannya. Dapat
dinyatakan pula, lahan kritis merupakan suatu lahan yang kondisi tanahnya telah
mengalami atau dalam proses kerusakan fisik, kimia atau biologi yang akhirnya
membahayakan fungsi hidrologis, orologi, produksi pertanian, pemukiman, dan
kehidupan sosial ekonomi di sekitar daerah pengaruhnya. Maka kesimpulannya Lahan
kritis ialah lahan/tanah yang saat ini tidak produktif lagi baik secara fisik, kimia
maupun biologi dikarenakan pengelolaan dan penggunaan yang tidak menggunakan
kaidah konservasi tanah ataupun air. Lahan kritis jika dibiarkan dalam jangka waktu
yang lama, lahan tersebut akan menjadi padang pasir dan bukit-bukit batu atau cadas.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan lahan kritis antara lain :
1. Kekeringan, biasanya terjadi di daerah-daerah bayangan hujan
2. Genangan air yang terus-menerus seperti didaerah pantai yang selalu tertutup
rawa-rawa menyebabkan tanahnya bersifat asam
3. Erosi tanah dan mass wasting biasanya terjadi di daerah dataran tinggi,
pegunungan dan daerah yang miring
4. Pengelolaan tanah yang kurang memperhatikan aspek kelestarian lingkungan
5. Masuknya material yang dapat bertahan lama ke lahan pertanian karena tidak
dapat diuraikan oleh bakteri, misalnya sampah plastik
6. Pembekuan air, biasanya terjadi didaerah kutub atau pegunungan yang sangat
tinggi.
7. Pencemaran zat beracun seperti pestisida dan limbah pabrik
Adapun upaya untuk menanggulangi lahan kritis, antara lain :
1. Melakukan Konservasi tanah/air pada daerah lahan kritis
2. Penghijauan kembali (Reboisasi)
3. Pemanfaatan lahan seoptimal mungkin
4. Reklamasi bekas pertambangan, dsb
Data spasial lahan kritis diperoleh dari hasil analisis terhadap beberapa data spasial
yang merupakan parameter penentu kekritisan lahan. Parameter penyebab kekritisan
lahan berdasarkan Peraturan Permenhut Nomor P.32/Menhut-II/2009, meliputi :
1. Penutup Lahan
Vegetasi mempunyai pengaruh yang bersifat melawan terhadap pengaruh
factor-faktor lain yang erosi seperti hujan, topografi dan karakteristik tanah
(Suripin, 2002: 56). Morgan (1986, dalam Suripin, 2002: 102) mengemukakan
bahwa efektifitas tanaman penutup dalam mengurangi erosi dan aliran
permukaan dipengaruhi oleh tinggi tanaman dan kontinuitas dedaunan sebagai
kanopi, kerapatan tanaman, dan kerapatan sistem perakaran.
2. Kemiringan Lereng
Kemiringan dan panjang lereng adalah dua faktor yang menentukan
karakteristik dan topografi suatu daerah aliran sungai. Kedua faktor tersebut
penting untuk terjadinya erosi karena faktor-faktor tersebut menentukan
besarnya kecepatan dan volume air larian (Asdak, 2007: 352).
3. Tingkat Bahaya Erosi
Erosi tanah adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan
tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin. Proses erosi ini
dapat menyebabkan berkurangnya produktivitas tanah, daya dukung tanah
untuk produksi pertanian dan kualitas lingkungan hidup (Suripin, 2002:11).
4. Produktivitas
Produktivitas lahan adalah rasio terhadap produksi komoditi umum optimal
pada pengelolaann tradisional. Adapun jenis-jenis komoditi umum adalah
seperti Alpukat, Jagung, Jahe, Jeruk, Kacang tanah, Padi, Pisang, Rambutan,
Durian, Ubi kayu, Mangga, dan beberapa jenis lainnya.
5. Manajemen
Kegiatan tata guna lahan yang bersifat mengubah bentang lahan dalam suatu
DAS seringkali mempengaruhi hasil air/watershield. Terjadinya perubahan
tataguna lahan dan jenis vegetasi, dalam skala besar dan bersifat permanen
dapat mempengaruhi besar kecilnya hasil air (Asdak, 2007: 429). Sehingga
pengelolaan yang ditinjau adalah dari segi pengelolaan vegetasi dan aliran air.
Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sistem informasi yang digunakan untuk
memasukkan, menyimpan, memanggil kembali, mengolah, menganalisa dan
menghasilkan data bereferensi geografis/data geospatial untuk mendukung
pengambilan keputusan dalam perencanaan dan pengolahan penggunaan lahan, SDA,
lingkungan, transportasi, fasilitas kota, dan pelayanan umum lainnya. (murai S, dalam
Prayitno, 2000). Selanjutnya Sistim Informasi Geografis (SIG) merupakan sistim
informasi berbasis keruangan dan merupakan alat yang menghubungkan atribut
basisdata dengan peta digital (Mennecke, 2000). Berdasarkan beberapa pengertian
diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Sistem Informasi Geografis (SIG) ialah suatu
sistem komputer yang memiliki kemampuan basis data dan analisis spasial yang
digunakan dalam pengambilan keputusan.
B. Kerangka Berfikir
Lahan ialah lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air dan vegetasi
serta benda yang ada diatasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan
lahan. Jika seandainya pengelolaan dan penggunaan lahan tidak sesuai dengan
kemampuan ataupun kesesuaian suatu lahan maka akan terjadinya degradasi lahan,
yang mana jika degradasi lahan berlebihan maka akan menyebabkan suatu lahan
menjadi kritis.
Lahan kritis ialah lahan/tanah yang saat ini tidak produktif lagi baik secara fisik,
kimia maupun biologi dikarenakan pengelolaan dan penggunaan yang tidak
menggunakan kaidah konservasi tanah atau pun air. Suatu lahan kritis mampu
merugikan bagi daerah yang memilikinya bahkan dapat membahayakan kehidupan
manusia baik secara langsung maupun tak langsung. Untuk dapat melakukan tindakan
penanggulangan lahan kritis diperlukan informasi spasial tentang lahan kritis yang
berasal dari peta tematik lahan kritis.
Data spasial lahan kritis diperoleh dari hasil analisis terhadap beberapa data spasial
yang merupakan parameter penentu kekritisan lahan. Parameter penentu kekritisan
lahan berdasakan Permenhut Nomor P.32/Menhut-II/2009, meliputi :
1. Penutupan lahan
2. Kemiringan lereng
3. Tingkat bahaya erosi
4. Produktivitas
5. Manajemen
Penyusunan data spasial lahan kritis dapat dilakukan apabila parameter tersebut di
atas sudah disusun terlebih dahulu. Data spasial untuk masing-masing parameter
harus dibuat dengan standar tertentu guna mempermudah proses analisis spasial
untuk menentukan lahan kritis. Standar data spasial untuk masing-masing parameter
meliputi kesamaan dalam sistem proyeksi dan sistem koordinat yang digunakan serta
kesamaan data atributnya. Sistem proyeksi dan sistem koordinat data spasial yang
digunakan adalah Geografi (lintang/latitude dan bujur/longitude). Hasil
penyusunan data spasial harus mempunyai atribut tertentu yang berisikan informasi
mengenai data grafisnya (spasial). Atribut dari suatu data spasial adalah data tabular
yang terdiri dari sejumlah baris dan kolom, jumlah baris pada data tabular adalah
sesuai dengan jumlah unit pemetaannya (poligon data grafisnya) sedangkan
jumlah kolom ditentukan oleh pengguna data sesuai dengan kebutuhan. Dalam
kaitannya dengan standarisasi data atribut untuk mempermudah proses analisis
spasial, hal terpenting adalah menentukan informasi apa saja yang akan disertakan
pada data spasialnya sehingga dapat diputuskan kolom apa saja yang perlu
ditambahkan dalam data atribut. Data spasial lahan kritis didapatkan dari hasil
overlay dari parameter penentu lahan kritis.
Kerangka berfikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
LAHAN
Pengelolaan yang tidak berdasarkan pada
konservasi tanah dan air
LAHAN KRITIS
Tindakan
Penanggulangan
Lahan Kritis
DATA SPASIAL
LAHAN KRITIS
SUSTAINABLE
DEVELOPMENT
Kerangka Konsep dari Penelitian ini Digambarkan Sebagai Berikut :
Peta Topografi /RBI
Peta Lereng
Citra Landsat 2013
Tutupan Lahan
Klasifikasi
Survei Lapangan
Peta Manajemen
Data CH
Peta CH
Peta Jenis Tanah
Tingkat Bahaya
Erosi
Overlay
Overlay
Lahan Kritis
Kesimpulan
BAB III
METODOLOGI
Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah berdasarkan petunjuk
penyusunan data spasial lahan kritis, yang ditetapkan dalam Peraturan Dirjen RLPS
No. SK.167/V-SET/2004 tanggal 22 September 2004. Pada dasarnya teknik yang
digunakan dalam analisa ini adalah dengan metoda overlay /tumpang susun dan
pengecekan/survey langsung di lapangan. Yang mana metode overlay yang
digunakan ialah menggunakan bantuan SIG (Sistem Informasi Geografi). Adapun
tahapan dalam metode analisa lahan kritis meliputi, tahapan persiapan, pengumpulan
data di lapangan, analisa data, input data spasial, analisa spasial, dan penyajian data
spasial.
1. Persiapan
Hal-hal yang perlu disiapkan dalam pelaksanaan penyusunan data spasial lahan
kritis tersebut mencakup hardware, software dan bahan-bahan. Hardware dan
software yang perlu disiapkan untuk penyusunan data spasial lahan kritis tersebut
adalah:
a. Software SIG
b. Personal Computer
c. GPS
Sedangkan bahan-bahan yang diperlukan diantaranya adalah :
a. Citra Landsat 8 tahun 2013
b. Peta RBI/Topografi skala 1 : 50.000
c. Peta land system dari RePPProT skala 1 : 250.000
d. Peta Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Sumatera Barat Skala 1:250.000
2. Pengambilan Data di Lapangan
Pengambilan data dilapangan dilakukan untuk tujuan mendapatkan data fisik,
sosial dan ekonomi wilayah sasaran sekaligus untuk mengkoreksi data sekunder
dari peta maupun dari citra satelit.
a. Pengumpulan Data Bio-fisik.
Jenis data yang dikumpulkan meliputi:
Tutupan lahan pada masing-masing fungsi hutan (Jenis, Kerapatan
tajuk)
Singkapan batuan ( outcrop )
Erosi (tempat, kwantinta terjadinya erosi)
Tanah
Iklim
b. Pengumpulan Data Sosial, Ekonomi dan Budaya.
Data sosial, ekonomi dan budaya meliputi:
Penduduk (jumlah, kepadatan, jenis kelamin, kelompok umur, tingkat
pendidikan, mata pencaharian)
Prasarana ekonomi
Prasarana kesehatan
Prasarana pendidikan
Prasarana peribadatan
Produktivitas pertanian.
Manajemen pengelolaan lahan di dalam kawasan hutan dan di
areal budidaya pertanian
3. Analisa Data
Analisa data adalah suatu proses saling menghadapkan dua jenis data atau lebih
untuk mendapatkan hubungan informasi antara data yang satu dengan lainnya.
Hubungan informasi tersebut diperlukan untuk mengidentifikasikan permasalahan
dan alternative pemecahannya. Hasil analisa yang diharapkan dapat
teridentifikasinya lahan kritis di Kota Padang. Proses analisa data dilakukan
dengan menggunakan perangkat lunak Sistem Informasi Geografis yaitu ArcGis
10.1. Proses analisa ini terlebih dahulu melakukan input data berdasarkan
parameter yang telah ditentukan.
a. Input Data Spasial (Parameter Lahan Kritis)
Analisa data lahan kritis didapatkan dengan mengoverlaykan/tumpang susun
parameter-parameter penentu lahan kritis. Adapun parameter penyebab kekritisan
lahan berdasarkan Peraturan Permenhut Nomor P.32/Menhut-II/2009, meliputi :
Penutupan lahan
Kemiringan lereng
Tingkat bahaya erosi
Produktivitas
Manajemen
Penyusunan data spasial lahan kritis dapat dilakukan apabila parameter tersebut
di atas sudah disusun terlebih dahulu. Data spasial untuk masing-masing parameter
harus dibuat dengan standar tertentu guna mempermudah proses analisis spasial
untuk menentukan lahan kritis. Standar data spasial untuk masing-masing
parameter meliputi kesamaan dalam sistem proyeksi dan sistem koordinat yang
digunakan serta kesamaan data atributnya.
Data Spasial Tutupan Lahan
Informasi tentang tutupan lahan diperoleh dari hasil interpretasi citra
penginderaan jauh Citra satelit Landsat 8 tahun 2013, kemudian hasil
interpretasi citra dinilai berdasarkan persentase penutupan tajuk pohon
terhadap luas setiap land system (menurut RePPProT) dan diklasifikasikan
menjadi lima kelas. Masing - masing kelas penutupan lahan selanjutnya diberi
skor untuk keperluan penentuan lahan kritis. Dalam penentuan lahan kritis,
parameter penutupan lahan mempunyai bobot 50%, sehingga nilai skor untuk
parameter ini merupakan perkalian antara skor dengan bobotnya (skor x 50).
Klasifikasi penutupan lahan dan skor untuk masing-masing kelas ditunjukkan
pada tabel 1 berikut :
Tabel 1. Klasifikasi dan Skoring Penutupan Lahan untuk Penentuan Lahan
Kritis
Sumber : Kementrian Kehutanan
Data spasial penutupan lahan yang disusun harus mempunyai data
atribut yang menjelaskan tentang kondisi penutupan lahan pada setiap unit
pemetaannya (poligon penutupan lahan).
Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng adalah perbandingan antara beda tinggi (jarak vertikal)
suatu lahan dengan jarak mendatarnya. Besar kemiringan lereng dapat
dinyatakan dengan beberapa satuan, diantaranya adalah dengan % (persen) dan
o (derajat). Data spasial kemiringan lereng dapat disusun dari hasil pengolahan
data ketinggian (garis kontur) dengan bersumber pada peta topografi atau peta
rupa bumi. Pengolahan data kontur untuk menghasilkan informasi kemiringan
lereng dapat dilakukan secara manual maupun dengan bantuan komputer.
Tabel 2. Klasifikasi Lereng dan Skoringnya untuk Penentuan Lahan Kritis
Data spasial kemiringan lereng yang disusun harus mempunyai data
atribut yang berisikan informasi kemiringan lereng dan klasifikasinya pada
setiap unit pemetaannya (poligon kemiringan lereng).
Tingkat Bahaya Erosi
Data spasial tingkat erosi diperoleh dari pengolahan data spasial sistem lahan
(land system ). Namun karena tidak didapati informasi tentang bahaya erosi
pada data spasial sistem lahan ( land system ) Provinsi Sumatera Barat maka
dilakukan overlay data spasial kelas lereng, curah hujan (pada peta land
system ), jenis tanah, dan tutupan lahan. Klasifikasi Tingkat Erosi dan skor
untuk masing-masing kelas tingkat erosi ditunjukkan pada tabel 3.
Untuk menyesuaikan data pengkelasan tingkat erosi dengan yang sebelumnya
maka kelas tingkat erosi dibagi menjadi 5 (lima) kelas yaitu mulai dari kelas
Sangat Ringan (SR), Ringan (R), Sedang (S), Berat (B) dan Sangat Berat (SB)
Tabel 3. Klasifikasi Tingkat Erosi dan Skoringnya Untuk Penentuan Lahan
Kritis
Produktivitas
Data produktivitas merupakan salah satu kriteria yang dipergunakan untuk
menilai kekritisan lahan di kawasan budidaya pertanian, yang dinilai
berdasarkan ratio terhadap produksi komoditi umum optimal pada
pengelolaan tradisional. Sesuai dengan karakternya, data tersebut merupakan
data atribut. Di dalam analisa spasial, data atribut tersebut harus dispasialkan
dengan satuan pemetaan land system. Alasan utama digunakannya land system
sebagai satuan pemetaan produktivitas adalah setiap land system mempunyai
karakter geomorfologi yang spesifik, sehingga mempunyai pola usaha tani dan
kondisi lahan yang spesifik pula. Produktivitas lahan dalam penentuan lahan
kritis dibagi menjad 5 kelas seperti terlihat pada Tabel berikut ini :
Tabel 4. Klasifikasi Produktivitas dan Skoringnya untuk penentuan lahan kritis
Manajemen
Manajemen merupakan salah satu kriteria yang dipergunakan untuk menilai
lahan kritis di kawasan hutan lindung, yang dinilai berdasarkan kelengkapan
aspek pengelolaan yang meliputi keberadaan tata batas kawasan,
pengamanan dan pengawasan serta dilaksanakan atau tidaknya penyuluhan.
Sesuai dengan karakternya, data tersebut merupakan data atribut. Seperti
halnya dengan kriteria produktivitas, manajemen pada prinsipnya merupakan
data atribut yang berisi informasi mengenai aspek manajemen. Berkaitan
dengan penyusunan data spasial lahan kritis, kriteria tersebut perlu
dispasialisasikan dengan menggunakan atau berdasar pada unit pemetaan
tertentu. Unit pemetaan yang digunakan, mengacu pada unit pemetaan untuk
kriteria produktivitas, adalah unit pemetaan landsystem. Kriteria manajemen
dalam penentuan lahan kritis dibagi menjad 3 kelas seperti tercantum pada
tabel 5 berikut ini :
Tabel 5. Klasifikasi Manajemen dan Skorsingnya untuk penentuan lahan kritis
*) : - Tata batas kawasan ada
- Pengamanan pengawasan ada
- Penyuluhan dilaksanakan
b. Analisis Spasial
Setelah parameter penyusun data spasial lahan kritis dilakukan, langkah
berikutnya ialah melakukan analisis spasial dari parameter tersebut dengan
mengoverlay parameter tersebut. Adapun overlay dilakukan dengan menggunakan
tools SIG yaitu ArcGis 10.1. Adapun dalam analisis spasial tidak hanya
mengoverlay pada data grafisnya melainkan data tabular juga dilakukan overlay.
Metode yang digunakan dalam analisis tabular adalah metode skoring. Setiap
parameter penentu kekritisan lahan diberi skor tertentu. Pada unit analisis hasil
tumpangsusun ( overlay ) data spasial, skor tersebut kemudian dijumlahkan. Hasil
penjumlahan skor selanjutnya diklasifikasikan untuk menentukan tingkat
kekritisan lahan. Klasifikasi tingkat kekritisan lahan berdasarkan jumlah skor
parameter kekritisan lahan seperti ditunjukkan pada tabel 6.
Tabel 6, Klasifikasi tingkat lahan kritis berdasarkan total skor.
Secara garis besar tahapan dalam analisis spasial untuk penyusunan data spasial lahan
kritis menggunakan ArcGis 10.1 terdiri dari 4 tahap yaitu :
A. Tumpangsusun Data Spasial
Dengan Menggunakan bantuan perangkat lunak Sistem Informasi Geografis
(SIG) ArcGis10.1 dapat dilakukannya overlay dengan mudah dan cepat
sehingga tidak menghabiskan waktu dan tenaga yang lama.
Overlay dilakukan dengan parameter dengan diberi bobot pada tiap kriteria
parameter, adapun kriteria lahan kritis pada setiap kawasan berbeda seperti
pada tabel 7,8, dan 9.
Tabel 9, Kriteria lahan kritis di kawasan lindung di luar kawasan hutan
B. Editing Data Tabular
Editing data atribut pada intinya adalah menambah kolom ( field ) baru pada
atribut hasil overlay, menjumlahkan seluruh skor kriteria lahan kritis dan
mengisikannya pada kolom baru yang telah dibuat. Field baru yang akan
dibuat diberi nama Skor_Tot dan Klas_Kritis. Field Skor_Tot adalah field
yang akan diisi dengan jumlah seluruh skor kriteria lahan kritis pada suatu unit
analisis (poligon hasil overlay), sedangkan Klas_Kritis adalah field yang akan
diisi dengan klasifikasi lahan kritis hasil analisis tabular.
C. Analisis Tabular
Hasil editing data atribut khususnya hasil penjumlahan skor parameter
kekritisan lahan, selanjutnya dianalisis untuk mengklasifikasikan tingkat
kekritisan lahan pada setiap unit analisis (poligon hasil overlay beberapa
parameter kekritisan lahan). Klasifikasi kekritisan lahan berdasarkan total skor
dilakukan mengacu pada Tabel 6. Analisis tabular ini pada prinsipnya adalah
analisis terhadap atribut dari hasil overlay tahap akhir (atribut dari
Vegetasi_Lereng_Erosi_Manajemen.shp).
Langkah yang dilakukan untuk menentukan lahan yang yang termasuk
kategori Sangat Kritis, kritis, agak kritis, potensial kritis dan tidak kritis adalah
dengan melakukan query dengan formula query ([Skor_Tot] <=180) untuk
kelas kekritisan sangat kritis dan formula query ([Skor_Tot] <=270) dan
([Skor_Tot] >=181 untuk kelas kekritisan kritis, dan seterus untuk kelas-
kelas kekritisan yang dengan memperhatikan tabel Tingkat Kekritisan Lahan
serta Total Skornya.
D. Penyajian Data Spasial
Penyajian data dapat dilakukan dengan beberapa cara, baik penyajian data
secara deskriptif, secara tabular(tabel), secara grafik dan diagram dan yang
terakhir penyajian data dengan menggunakan peta.
DAFTAR PUSTAKA
Sitorus, Santun R.P. 1996. Evaluasi Sumber Daya Lahan. Penerbit Tarsito. Bandung
Rahayu, Sri dan aidy Huzaini.2013. Tingkat Kekritisan Lahan Di Kecamatan Gunung
Pati Kota Semarang. Jurnal Teknik PWK Volume 2 No. 2 2013
Peraturan Dirjen BPDASPS No : P. 4/V-SET/2013
Peraturan Dirjen RLPS No. SK.167/V-SET/2004