bab iii metode penelitian a. metode...
TRANSCRIPT
33 Dera Karina Chaerunisa, 2013 Korelasi Prestasi Belajar Kemampuan Befikir Kreatif Dan Sikap Terhadap Sains Siswa Smp Setelah Diterapkan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dan Lingkungan Dalam Pembelajaran IPA-Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat kuantitatif karena pada dasarnya penelitian ini bertujuan
untuk menjawab permasalahan yang muncul. Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode penelitian pra-eksperimen(Pre-Experiment).
Menurut Sugiono (2012 : 109) metode penelitian ini belum merupakan
eksperimen sungguh-sungguh karena masih terdapat variabel luar yang ikut
berpengaruh terhadap terbentuknya variabel terikat (dependen). Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan, karena dalam melihat penggunaan pendekatan
Sains Teknologi Masyarakat dan Lingkungan (STML) terhadap sikap terhadap
sains, kemampuan berfikir kreatif dan prestasi belajar terdapat juga pengaruh dari
faktor-faktor luar lainnya.
B. Desain Penelitian
Ketercapaian prestasi belajar siswa dapat diukur dengan membandingkan hasil
nilai tes kelompok eksperimen sebelum diberi perlakuan (pre-test) dan setelah
diberi perlakuan (post-test). Adapun desain penelitian yang digunakan dalam
dalam penelitian ini adalah one group pretest-posttest design. Pola one group
pretest-posttest design ditunjukkan pada tabel dibawah ini.
Tabel 3.1 Desain Penelitian one group pretest-posttest
Pretest Treatment Postest
O1 X O2
Sugiono (2013 : 111)
Keterangan :
O1 = diadakan pretest sebelum diberi treatment
34 Dera Karina Chaerunisa, 2013 Korelasi Prestasi Belajar Kemampuan Befikir Kreatif Dan Sikap Terhadap Sains Siswa Smp Setelah Diterapkan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dan Lingkungan Dalam Pembelajaran IPA-Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
X = Perlakuan (treatment), yaitu penerapan pendekatanSains
Teknologi Masyarakat dan Lingkungan (STML)
O2 = diukur dengan post test setelah diberi treatment
Pengaruh treatment adalah O2 – O1
Sedangkan untuk mengukur sikap terhadap sains dan kemampuan berfikir
kreatif siswa, data diambil hanya setelah siswa diberi perlakuan. Hal ini
dikarenakan peneliti hanya ingin melihat sikap terhadap sains dan kemampuan
berfikir kreatif siswa setelah diberikan perlakuan serta data yang dikorelasikan
antara prestasi belajar, sikap terhadap sains dan kemampuan berfikir kreatif adalah
data setelah diberika perlakuan.
C. Subjek Penelitian
Pada penelitian ini, yang menjadi subjek penelitian adalah salah satu kelas
VIII di SMP Negeri di kota Bandung. Berdasarkan Hasil seleksi ujian masuk
Sekolah Menengah Pertama (SMP) Kota Bandung tahun 2012, sekolah tersebut
berada pada cluster pertama di kota Bandung. Selain itu, sekolah ini dijadikan
penelitian karena lokasi sekolah yang berada di jalur yang selalu dilalui baik oleh
kendaraan darat dan udara sehingga dipandang cocok dengan materi yang akan
diberikan, yaitu mengenai kebisingan.
D. Definisi Operasional
Definisi operasional variabel penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dan lingkungan (STML) adalah
suatu pola ajar sains dan teknologi dalam konteks pengalaman manusia.
Dalam penelitian ini, pembelajaran dimulai dengan mengajak siswa
melihat secara langsung kondisi lingkungan sekitar. Kondisi lingkungan
tersebut kemudian akan dikaitkan dengan pengetahuan yang dimiliki oleh
35 Dera Karina Chaerunisa, 2013 Korelasi Prestasi Belajar Kemampuan Befikir Kreatif Dan Sikap Terhadap Sains Siswa Smp Setelah Diterapkan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dan Lingkungan Dalam Pembelajaran IPA-Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
siswa sehingga masalah akan muncul sendiri dari siswa. Kemudian siswa
melakukan eksperimen untuk membangun konsep, peran guru hanya
sebagai fasilitator. Setelah itu, siswa menyelesaikan masalah dan
menganalisis masalah atau isu yang telah dikemukakan di awal
pembelajaran berdasarkan konsep yang telah dipahami sebelumnya.Dan
pada akhirnya guru meluruskan konsep yang sebelumnya telah dipahami
oleh siswa supaya tidak terjadi kesalahan konsep. Dalam penelitian ini
keterlaksanaan pendekatan STML diukur menggunakan lembar observasi.
2. Sikap merupakan kondisi mental dan neural yang diperoleh dari
pengalaman serta memberikan respon yang konsisten terhadap objek
sosial. Sikap dapat didefinisikan sebagai kecenderungan siswa untuk suka
atau tidak suka terhadap komponen-komponen belajar sepeti guru, materi,
tugas dan lain sebagainya. Sikap terdiri dari dua kategori, yaitu “sikap
terhadap sains”dan “sikap sains”. Sikap terhadap sains lebih menekankan
kepada “minat terhadap sains”, “sikap terhadap ilmuwan”, atau “sikap
terhadap pertanggungjawaban sosial dalam sains”, sedangkan sikap sains
lebih menekankan kepada “open-minded”, “kejujuran”, atau “tidak mudah
percaya”. Dalam penelitian ini ketercapaian domain sikap diukur dengan
menggunakan angket yang diadopsi langsung dari buku The Iowa
Assessment Handbookyang ditulis oleh Enger dan Yager (1998).
3. Kemampuan berfikir kreatif adalah sesuatu yang digunakan agar siswa
dapat dengan mudah merubah cara berfikirnya untuk memecahkan
masalah yang akan terjadi kedepannya. Aspek-aspek kemampuan berfikir
kreatif ini terdiri dari fluency, flexibility, originality dan elaborasi.
Fluency adalah kesigapan, kelancaran, kemampuan untuk menghasilkan
banyak gagasan secara cepat. Flexibility, yaitu kemampuan untuk
menggunakan bermacam-macam cara dalam mengatasi masalah,
kemampuan untuk memproduksi sejumlah ide, jawaban-jawaban atau
pertanyaan-pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari
sudut pandang yang berbeda-beda, mencari alternatif atau arah yang
36 Dera Karina Chaerunisa, 2013 Korelasi Prestasi Belajar Kemampuan Befikir Kreatif Dan Sikap Terhadap Sains Siswa Smp Setelah Diterapkan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dan Lingkungan Dalam Pembelajaran IPA-Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
berbeda-beda, serta mampu menggunakan bermacam-macam pendekatan
atau cara pemikiran. Originality, yaitu kemampuan untuk mencetuskan
gagasan unik atau asli.Elaborasi, adalah kemampuan untuk melakukan hal
yang detail. Untuk melihat gagasan atau detail yang nampak pada objek
(respon) disamping gagasan pokok yang muncul, kemampuan dalam
mengembangkan gagasan dan menambahkan atau memperinci detail-detail
dari suatu objek, gagasan atau situasi sehingga menjadi lebih menarik.
Dalam penelitian ini untuk mengukur kemampuan berfikir kreatif siswa,
menggunakan tes tertulis yang diadopsi dari Wallach dan Kogan Test
(1965).
4. Prestasi belajar terdiri dari dua kata yaitu prestasi dan belajar. Prestasi
merupakan suatu hasil yang dicapai dari suatu kegiatan yang telah
dikerjakan baik secara individu maupun kelompok sedangkan belajar
merupakan suatu proses usaha seseorang untuk memperoleh perubahan
perilaku yang diakibatkan dari pengalaman. Jadi prestasi belajar
merupakan hasil yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu
menjadi lebih baik sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar. Dalam
penelitian ini prestasi belajar yang diukur adalah prestasi belajar kognitif.
Belajar kognitif yaitu suatu proses perubahan tingkah laku yang terjadi
dalam kepala kita, bila kita melihat dan memahami peristiwa-peristiwa
disekitar kita, dan dengan insait, belajar menyelami pengertian. Prestasi
belajar kognitif ini akan diukur dengan menggunakan tes tertulis yang
berbentuk pilihan berganda.
E. Instrumen Penelitian
Untuk mengukur ketercapaiandari tujuan penelitian ini, maka diperlukan
suatu alat evaluasi atau sering disebut dengan instrumen penelitian. Menurut
Arikunto (2010) terdapat dua jenis teknik evaluasi yaitu teknik nontes dan teknik
tes. Tes merupakan suatu alat pengumpul informasi yang lebih resmi dibandingkat
alat evaluasi lainnya, karena tes penuh dengan batasan-batasan (Arikunto, 2010 :
37 Dera Karina Chaerunisa, 2013 Korelasi Prestasi Belajar Kemampuan Befikir Kreatif Dan Sikap Terhadap Sains Siswa Smp Setelah Diterapkan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dan Lingkungan Dalam Pembelajaran IPA-Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
33). Dalam penelitian ini, teknik tes digunakan untuk mengukur prestasi belajar
siswa dan kemampuan berfikir kreatif siswa. Sedangkan teknik non tes digunakan
untuk mengukur sikap siswa terhadap sains. Berikut penjelasan mengenai
instrumen penelitian yang digunakan :
1. Prestasi belajar
Instrumen tes digunakan untuk mengukur prestasi belajar siswa. Instrumen
tes ini terdiri dari 22 soal berbentuk pilihan ganda. Adapun instrumen tes ini
dilakukan dua kali, yaitu sebelum dilakukan treatment (pre-test) dan setelah
dilakukan treatmen (post-test). Hal ini dilakukan untuk mengetahui peningkatan
prestasi belajar siswa setelah dilakukan treatment.
Untuk mengetahui kelayakkan instrumen tes untuk mengukur prestasi belajar
siswa ini maka dilakukan pengujian instrumen sebagai berikut :
a) Validitas Butir Soal
Instrumen yang layak digunkan adalah instrumen yang valid. Lebih
lanjut Sugiono (2013 : 173) mengatakan valid berarti instrumen
tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.
Nilai validitas dapat ditentukan dengan menentukan koefisien produk
momen. Validitas soal dapat dihitung dengan menggunakan
perumusan :
2222 YYNXXN
YXXYNrxy
Keterangan :
rxy = koefisien korelasi antara variabel X dan Y, dua variabel yang
dikorelasikan.
X = skor tiap butir soal.
38 Dera Karina Chaerunisa, 2013 Korelasi Prestasi Belajar Kemampuan Befikir Kreatif Dan Sikap Terhadap Sains Siswa Smp Setelah Diterapkan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dan Lingkungan Dalam Pembelajaran IPA-Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Y = skor total tiap butir soal.
N = jumlah siswa.
Berikut merupakan tabel interpretasi koefisien korelasi produk momen
untuk melihat validitas butir soal yang diujikan.
Tabel 3.2 Interpretasi Koefisien Korelasi Produk Moment
Nilai r Interpretasi
0,81 – 1,00 Sangattinggi
0,61 – 0,80 Tinggi
0,41 – 0,60 Cukup
0,21 – 0,40 Rendah
0,00 – 0,20 SangatRendah
Arikunto (2010:75)
Berdasarkan pengolahan data hasil ujicoba, maka validitas untuk
setiap butir soal instrumen yang digunakan, disajikan dalam tabel
berikut :
Tabel 3.3 Hasil Ujicoba Validitas Butir Soal Instrumen Prestasi Belajar
Kriteria Validitas Jumlah Nomor Butir Soal
Tidak valid 1 9
Sangat rendah 4 1, 4, 6, 7
Rendah 9 2, 3, 10, 12, 13, 14, 16, 18, 20
Cukup 5 5, 11, 17, 19, 22
Tinggi 3 8, 15, 21
39 Dera Karina Chaerunisa, 2013 Korelasi Prestasi Belajar Kemampuan Befikir Kreatif Dan Sikap Terhadap Sains Siswa Smp Setelah Diterapkan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dan Lingkungan Dalam Pembelajaran IPA-Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
b) Reliabilitas
Reliabilitas ini berhubungan dengan masalah kepercayaan. Suatu tes
dapat mmpunyai tingkat kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut
dapat memberikan hasil yang tetap. Jadi, reliabilitas ini berhubungan
dengan konsistensi dkor yang diperoleh oleh seseorang ketika diujikan
ulang dengan tes yang sama dan kondisi yang berbeda.Nilai reliabilitas
dapat ditentukan dengan menentukan koefisien reliabilitas. Teknik
yang digunakan untuk menentukan reliabilitas tes adalah dengan
menggunakan metoda belah dua (split half). Reliabilitas tes dapat
dihitung dengan menggunakan perumusan :
r11 = )1(
2
21
21
21
21
r
r
Keterangan :
r11 = reliabilitas instrumen
r2
12
1 = korelasi antara skor-skor setiap belahan tes
Berikut diberikan tabel interpretasi nilai reliabilitas yang selanjutnya
digunakan untuk melihat reliabilitas soal yang diujikan.
Tabel 3.4 Interpretasi Nilai Reliabilitas
KoefisienKorelasi KriteriaReliabilitas
0,81 < r ≤ 1,00 Sangattinggi
0,61 < r ≤ 0,80 Tinggi
0,41 < r ≤ 0,60 Cukup
0,21 < r ≤ 0,40 Rendah
40 Dera Karina Chaerunisa, 2013 Korelasi Prestasi Belajar Kemampuan Befikir Kreatif Dan Sikap Terhadap Sains Siswa Smp Setelah Diterapkan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dan Lingkungan Dalam Pembelajaran IPA-Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
0,00 < r ≤ 0,20 SangatRendah
Arikunto (2010)
Dari pengolahan data hasil ujicoba instrumen mengenai reliabilitas
soal didapatkan rhitung = 0,67. Jika dibandingkan dengan data
interpretasi nilai relibilitas maka kriteria reliabilitas untuk soal prestasi
belajar termasuk kedalam kriteria tinggi.
c) Tingkat Kesukaran Soal
Dalam bukunya Arikunto (2010) arikunto menjelaskan bahwa soal
yang baik merupakan soal yang tidak terlalu mudah dan tidak pula
terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk
mempertinggi usaha memecahkannya, sedangkan soal yang terlalu
sukar akan menyebabkan siswa putus asa dan tidak mempunyai
semangat untuk mencoba lagi karena diluar jangkauan. Untuk
menghitung tingkat kesukaran tiap butir soal digunakan perumusan:
Keterangan:
P = indeks kesukaran
B = banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar, dan
Jx = jumlah seluruh siswa peserta tes.
xJ
BP
41 Dera Karina Chaerunisa, 2013 Korelasi Prestasi Belajar Kemampuan Befikir Kreatif Dan Sikap Terhadap Sains Siswa Smp Setelah Diterapkan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dan Lingkungan Dalam Pembelajaran IPA-Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Berikut merupakan tabel interpretasi tingkat kesukaran butir soal yang
selanjutnya digunakan untuk melihat tingkat kesukaran butir soal yang
diujikan.
Tabel 3.5 Interpretasi Tingkat Kesukaran Butir Soal
P-P Klasifikasi
0,00 – 0,29
0,30 – 0, 69
0,70 – 1,00
Soal sukar
Soal sedang
Soal mudah
Arikunto (2010:210)
Berdasarkan pengolahan data hasil ujicoba instrumen untuk tingkat
kesukaran butir soal disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 3.6 Hasil Ujicoba Tingkat Kesukaran Butir Soal Instrumen Prestasi Belajar
Klasifikasi tingkat
kesukaran butir soal Jumlah Nomor butir soal
Mudah 14 1, 3, 4, 5, 6, 7, 9, 10, 12, 13,
15, 17, 19, 22
Sedang 7 2, 8, 11, 14, 16, 20, 21
Sukar 1 18
d) Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk
membedakan anatara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa
yang berkemampuan rendah (Arikunto, 2010 : 211). Untuk mengukur
daya pembeda soal maka digunakan persamaan berikut :
42 Dera Karina Chaerunisa, 2013 Korelasi Prestasi Belajar Kemampuan Befikir Kreatif Dan Sikap Terhadap Sains Siswa Smp Setelah Diterapkan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dan Lingkungan Dalam Pembelajaran IPA-Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Keterangan :
D = Daya pembeda soal
JA = Banyaknya peserta kelompok atas
JB = Banyaknya peserta kelompok bawah
BA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar
BB = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab salah
PA = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
PB = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab salah
Berikut merupakan tabel klasifikasi daya pembeda butir soal yang
selanjutnya digunakan untuk melihat daya pembeda butir soal yang
diujikan.
Tabel 3.7 Klasifikasi Daya Pembeda Butir Soal
Daya Pembeda Klasifikasi
< 0,00 Buruk
0,00 – 0,19 Jelek
0,20 – 0,39 Cukup
0,40 – 0,69 Baik
0,70 – 1,00 Baik Sekali
Berdasarkan pengolahan data hasil ujicoba instrumen untuk tingkat
kesukaran butir soal disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 3.8 Hasil Ujicoba Tingkat Kesukaran Butir Soal Instrumen Prestasi Belajar
Klasifikasi Daya
Pembeda Jumlah Nomor Butir Soal
Buruk 1 9
43 Dera Karina Chaerunisa, 2013 Korelasi Prestasi Belajar Kemampuan Befikir Kreatif Dan Sikap Terhadap Sains Siswa Smp Setelah Diterapkan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dan Lingkungan Dalam Pembelajaran IPA-Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Jelek 8 1, 4, 6, 7, 12, 13, 18, 19
Cukup 5 3, 10, 16, 20, 22
Baik 7 2, 5, 8, 11, 14, 15, 17
Baik Sekali 1 21
Adapun rekapitulasi analisis data hasil uji coba instrument prestasi
belajar yang telah dilaksanakan terlampir dalam lampiran A. 4. f.
Berdasarkan pengolahan dan analisis data hasil ujicoba instrument yang
terdiri dari validitas butir soal, reliabilitas, tingkat kesukaran butir soal
serta daya pembeda, maka instrument tes untuk prestasi belajar yang
digunakan dalam penelitian ini berjumlah 20 soal dari 22 soal yang
diujikan. Berikut kriteria 20 soal yang diujikan diantaranya :
a. Berdasarkan tingkat kesukaran, terdapat 13 soal memiliki klasifikasi
tingkat kesukaran mudah, 6 soal memiliki klasifikasi sedang serta 1
soal memiliki tingkat kesukaran yang sukar.
b. Berdasarkan ranah afektifnya, soal yang digunakan terdiri dari 18 soal
dalam ranah memahami (C2), 2 soal dalam ranah menerapkan (C3).
2. Kemampuan Berfikir Kreatif
Instrumen tes yang digunakan selanjutnya adalah untuk mengukur
kemampuan berfikir kreatif siswa. Dalam penelitian ini, instrumen tes yang
digunakan untuk mengukur kemampuan berfikir kreatif siswa diambil dari
pengembangan Walace dan Kogan tes (1965).
Dalam penilaian Walace dan Kogan (1965) siswa diminta menyebutkan item
yang banyak serta item tersebut memiliki komponen tertentu. Lebih lanjut
dijelaskan bahwa pada penilaian kemampuan berfikir kreatif Walace dan Kogan
ini diberikan secara individual serta tidak ada batasan waktu yang dikenakan (Gay
Lemons 2011 : 746). Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan yang dikemukakan
dalam situs resmi Indiana Universityyang mengatakan bahwa
44 Dera Karina Chaerunisa, 2013 Korelasi Prestasi Belajar Kemampuan Befikir Kreatif Dan Sikap Terhadap Sains Siswa Smp Setelah Diterapkan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dan Lingkungan Dalam Pembelajaran IPA-Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Typically the test is administered in a classroom setting. However, the test
can also been an unlimited time "take home": since time is an issue. The
majority of responses given by the examinees in the first few minutes tend to
be their least creative.
Walace dan Kogan tes ini mengukur kemampuan berfikir kreatif siswa dalam
aspekfluency, originality, flexibility dan elaboration. Adapun kisi-kisi soal
kreatibvitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Tabel 3.9Kisi-kisi Soal Kemampuan Berfikir Kreatif
Aspek Indikator Soal
Fluency Siswa mampu
mengungkapkan banyak
gagasan mengenai penyebab
dari suatu masalah secara
lancar.
Tuliskan sebanyak mungkin
penyebab dari masalah
kebisingan di lingkungan
sekitarmu !
Originality Siswa mampu
mengungkapkan gagasan
yang baru dan unik serta
berbeda dari yang lain.
Flexibility Siswa mampu
mengungkapkan gagasan
dari sudut pandang yang
berbeda dalam menghadapi
suatu masalah.
Elaboration Siswa mampu
mengungkapkan gagasan
dalam mengatasi suatu
masalah lebih rinci.
45 Dera Karina Chaerunisa, 2013 Korelasi Prestasi Belajar Kemampuan Befikir Kreatif Dan Sikap Terhadap Sains Siswa Smp Setelah Diterapkan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dan Lingkungan Dalam Pembelajaran IPA-Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Indikator yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada indikator
berfikir kreatifyang dikemukakan oleh Munandar dalam Mulyana(2005 : 18) yang
kemudian disesuaikan dengan karakteristik materi penelitian. Indikator tersebut
adalah :
a) Berfikir Lancar (Fluency)
Indikator : Siswa mampu mengungkapkan banyak gagasan mengenai
penyebab dari suatu masalah secara lancar.
b) Berfikir Original (Originality)
Indikator : Siswa mampu mengungkapkan gagasan yang baru dan unik
serta berbeda dari yang lain.
c) Berfikir Luwes (Flexibility)
Indikator : Siswa mampu mengungkapkan gagasan dari sudut pandang
yang berbeda dalam menghadapi suatu masalah.
d) Berfikir Elaborasi (Elaboration)
Indikator : Siswa mampu mengungkapkan gagasan dalam mengatasi
suatu masalah lebih rinci.
3. Sikap Terhadap Sains
Instrumen yang digunakan untuk mengukur sikap siswa terhadap sains adalah
dengan menggunkan instrumen non tes. Lebih lanjut penelitian terhadap sikap
terhadap sains ini menggunakan skala bertingkat (rating scale). Menurut Arikunto
(2010 : 27) skala menggambarkan suatu nilai yang berbentuk angka terhadap
sesuatu hasil pertimbangan. Lebih lanjut Arikunto juga menjelaskan bahwa
biasanya angka-angka yang digunakan secara bertingkat dari mulai yang terendah
ke yang tinggi. Oleh karena itu, skala ini dikatakan skala bertingkat.
Instrumen penilaian sikap terhadap sains ini diambil dan dikembangkan dari
jurnal yang berjudul The Impact of a Science/Technology/Society Teaching
Approachon Student Learning in Five Domains yang ditulis oleh Robert Yager
dan Hakan Akcay. Dalam penelitian ini digunakan lima tingkatan skala bertingkat
46 Dera Karina Chaerunisa, 2013 Korelasi Prestasi Belajar Kemampuan Befikir Kreatif Dan Sikap Terhadap Sains Siswa Smp Setelah Diterapkan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dan Lingkungan Dalam Pembelajaran IPA-Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
untuk mengukur sikap siswa terhadap sains ini yaitu Selalu (S), Sering (SE),
Kadang-kadang (K), Jarang (J) dan Tidak Pernah (TP).
Instrumen skala sikap terhadap sains ini terdiri dari tiga komponen
diantaranya minat terhadap sains (interest in science), sikap terhadap ilmuwan
(attitude toward scientists), dan sikap terhadap tanggungjawab sosial dalam sains
(attitude toward social responsibility in science).Untuk lebih jelasnya, berikut
penjelasan mengenai kisi-kisi penilaian sikap siswa terhadap sains :
Tabel 3.10 Kisi-kisi Skala Sikap Siswa Terhadap Sains
No.
Komponen Sikap
Siswa Tentang
Sains
Pernyataan Nomor
1. Minat terhadap
sains
(interest in science)
Bagi saya, pembelajaran sains
menyenangkan. 1 (+)
Setiap pembelajaran sains, saya
berusaha untuk mencatat dengan
lengkap.
12 (+)
Pembelajaran sains meningkatkan
rasa keingintahuan saya tentang
fenomena alam.
7 (+)
Pembelajaran sains itu rumit
sehingga membuat saya bosan. 5 (-)
Saya jarang mencatat ketika
pembelajaran sains. 16 (-)
Bagi saya, fenomena sains itu
hanyalah sebuah takdir Tuhan yang
terjadi dengan sendirinya.
10 (-)
2. Sikap terhadap
ilmuwan
(attitude toward
scientists)
Bagi saya menjadi ilmuwan
merupakan profesi yang
menyenangkan
17 (+)
Karya yang dihasilkan oleh
ilmuwan dapat bermanfaat bagi
kehidupan masyarakat.
2 (+)
Menjadi seorang ilmuwan dapat
membuat seseorang memperoleh
kedudukan penting
13 (+)
47 Dera Karina Chaerunisa, 2013 Korelasi Prestasi Belajar Kemampuan Befikir Kreatif Dan Sikap Terhadap Sains Siswa Smp Setelah Diterapkan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dan Lingkungan Dalam Pembelajaran IPA-Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Menjadi seorang ilmuwan akan
membuat kita merasa kesepian. 15 (-)
Ilmuwan menemukan informasi
yang hanya dapat digunakan untuk
mengerjakan soal-soal ujian di
sekolah.
8 (-)
Menjadi seorang ilmuwan dapat
membuat seseorang menjadi kaya
raya.
4 (-)
3. Sikap terhadap
tanggungjawab
sosial dalam sains
(attitude toward
social
responsibility in
science)
Sains membekali saya keterampilan
yang dapat digunakan dalam
kehidupan bermasyarakat.
14 (+)
Memodifikasi knalpot yang
menimbulkan kebisingan
merupakan tindakan yang kurang
baik terkait dengan lingkungan.
9 (+)
Sesuatu yang saya pelajari dalam
sains dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari.
6 (+)
Bagi saya, pengetahuan tentang
sains hanya dapat digunakan di
sekolah.
3 (-)
Sesuatu yang saya pelajari dalam
sains hanya digunakan untuk
mengerjakan soal-soal ujian
11 (-)
4. Observasi
Pengamatan atau observasi (observation) adalah suatu teknik yang dilakukan
dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara
sistematis (Arikunto, 2010 : 30). Dalam penelitian ini, penilaian non tes ini
dilakukan untuk mengamati aktivitas guru dan siswa dalam melaksanaan
pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dan Lingkungan (STML). Jenis
observasi yang digunakan adalah observasi sistematik, yaitu observasi dimana
faktor-faktor yang diamati sudah didaftar secara sistematis dan sudah diatur
menurut kategorinya (Arikunto, 2010 : 31).
48 Dera Karina Chaerunisa, 2013 Korelasi Prestasi Belajar Kemampuan Befikir Kreatif Dan Sikap Terhadap Sains Siswa Smp Setelah Diterapkan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dan Lingkungan Dalam Pembelajaran IPA-Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara-cara yang dilakukan untuk
memperoleh data-data yang mendukung pencapaian tujuan penelitian. Dalam
penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan ialah tes, observasi dan
angket.
1. Prestasi belajar
Untuk mengukur prestasi belajar siswa digunakan tes tertulis yang berupa
soal pilihan ganda yang sebelumnya telah dianalisis validitas, reliabilitas, tingkat
kesukaran dan daya pembedanya. Digunakan tes tertulis karena ingin menilai
prestasi belajarsiswa secara individu dalam ranah C2 (memahami) dan C3
(menerapkan).
2. Kemampuan Berfikir Kreatif
Untuk mengukur kemampuan berfikir kreatif siswa digunakan tes tertulis.
Soal untuk mengukur kemampuan berfikir kreatif ini diadopsi dan dikembangkan
dari Wallace dan kogan tes. Soal ini terdiri dari satu soal disesuaikan dengan
materi yang diajarkan kepada siswa. Digunakan tes tertulis untuk mengukur
kemampuan berfikir kreatif ini karena ingin menilai aspek kemampuan berfikir
kreatif seperti fluency, originality, flexibility dan elaborationsiswa secara individu
serta mengacu terhadap pengembangan isntrumen yang digunakan.
3. Sikap Terhadap Sains
Untuk mengukur sikap siswa terhadap sains digunakan angket. Pernyataan
dari angket ini diadopsi dan dikembangkan dari buku The Iowa Assessment
Handbook. Angket ini terdiri dari 9 pernyataan positif dan 8 pernyataan negatif.
Pemilihan teknik angket ini dikarenakan ingin mengukur sikap siswa terhadap
sains secara lebih pati. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sugiono (2013 : 199)
yang menyatakan bahwa teknik pengumpulan data dengan menggunakan angket
ini merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila penelitu tahu dengan
pasti variabel yang akan diukur.
49 Dera Karina Chaerunisa, 2013 Korelasi Prestasi Belajar Kemampuan Befikir Kreatif Dan Sikap Terhadap Sains Siswa Smp Setelah Diterapkan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dan Lingkungan Dalam Pembelajaran IPA-Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
4. Observasi
Observasi ini dilakukan terhadap guru berupa tanggapan akan keterlaksanaan
pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dan Lingkungan (STML). Teknik
pengumpulan observasi ini termasuk kedalam observasi terstruktur, yaitu
observasi yang telah dirancang secara sistematis, tentang apa yang akan diamati,
kapan dan di mana tempatnya (Sugiono, 2013 :205). Observasi ini dibuat dalam
bentuk cheklist. Jadi dalam pengisiannya, observer memberikan tanda cheklist
pada kolom yang telah disediakan.
5. Wawancara
Wawancara ini dilakukan terhadap siswa beserta guru mata pelajaran di
sekolah yang dijadikan penelitian. Wawancara ini bersifat wawancara tidak
terstruktur. Hal ini dilakukan agar peneliti mendapatkan informasi secara lebih
mendalam. Dalam wawancara tidak terstruktur peneliti belum mengetahui secara
pasti data apa saja yang akan diperoleh, setiap jawaban yang diceritakan oleh
responden dianalisis dan peneliti dapat mengajukan berbagai pertanyaan
berikutnya (Sugiono, 2013 : 198).
G. Prosedur Penelitian
Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini dibagi menjadi
tiga tahapan, yaitu :
1. Tahap Persiapan
a) Studi literatur, dilakukan untuk memperoleh teori yang akurat
mengenai permasalahan yang akan dikaji.
b) Melaksanakan studi pendahuluan, dilakukan untuk mengetahui
permasalahan yang terjadi di lokasi penelitian.
c) Telaah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dilakukan
untuk mengetahui kompetensi dasar yang hendak dicapai.
50 Dera Karina Chaerunisa, 2013 Korelasi Prestasi Belajar Kemampuan Befikir Kreatif Dan Sikap Terhadap Sains Siswa Smp Setelah Diterapkan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dan Lingkungan Dalam Pembelajaran IPA-Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
d) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan Skenario
Pembelajaran sesuai dengan pendekatan Sains Teknologi
Masyarakat dan Lingkungan.
e) Membuat dan menyusun instrumen
f) Menguji coba instrumen penelitian.
g) Menganalisis hasil uji coba instrumen penelitian dan kemudian
melakukan revisi terhadap instrumen penelitian yang kurang
sesuai.
2. Tahap Pelaksanaan
a) Memberikan tes awal (pretest) untuk mengukur kemampuan
kognitif siswa sebelum diberi perlakuan (treatment)
b) Memberikan perlakuan yaitu dengan cara menerapkan pendekatan
Sains Teknologi Masyarakat dan Lingkungan (STML)dalam
jangka waktu dua kali pertemuan (4 x 40 menit). Selama
pemberian perlakuan ini, keterlaksaan pendekatan yang digunakan
diukur dengan menggunakan lembar observasi.
c) Memberikan tes akhir (posttest) untuk mengukur peningkatan
kemampuan kognitif siswa serta mengukur kemampuan berfikir
kreatif dan sikap siswa terhadap sains setelah diberi perlakuan.
d) Mengolah data hasil pretestdan posttest.
e) Membandingkan hasil analisis data instrumen tes antara sebelum
diberi perlakuan dan setelah diberi perlakuan untuk melihat dan
menentukan apakah terdapat peningkatan prestasi belajar siswa
setelah diterapkan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dan
51 Dera Karina Chaerunisa, 2013 Korelasi Prestasi Belajar Kemampuan Befikir Kreatif Dan Sikap Terhadap Sains Siswa Smp Setelah Diterapkan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dan Lingkungan Dalam Pembelajaran IPA-Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Lingkungan (STML) serta melihat kemampuan berfikir kreatif
serta sikap siswa terhadap sains setelah diberikan treatment.
3. Tahap Akhir
a) Memberikan kesimpulan berdasarkan hasil yang dipeoleh dari
pengolahan data.
b) Memberikan saran-saran terhadap aspek-aspek penelitian yang
kurang sesuai.
Adapun diagram alur pelaksanaan penelitian ini di gambarkan pada gambar
berikut :
52 Dera Karina Chaerunisa, 2013 Korelasi Prestasi Belajar Kemampuan Befikir Kreatif Dan Sikap Terhadap Sains Siswa Smp Setelah Diterapkan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dan Lingkungan Dalam Pembelajaran IPA-Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Gambar 3.1 Bagan Prosedur Penelitian
Post-Test
Studi Literatur
Studi Pendahuluan
Menyusun Perangkat
Pembelajaran
Menyusun Instrumen
Penelitian
Uji Coba
Instrumen
Pre-Test
Perlakuan Penerapan Pendekatan
Sains Teknologi Masyarakat dan
Lingkungan (STML)
Observasi Keterlaksanaan
Pendekatan Sains
Teknologi Masyarakat dan
Lingkungan (STML)
Uji Sikap
terhadap Sains
Uji Kemampuan
Berfikir Kreatif
Kesimpulan
Analisis Data
Pengolahan Data
53 Dera Karina Chaerunisa, 2013 Korelasi Prestasi Belajar Kemampuan Befikir Kreatif Dan Sikap Terhadap Sains Siswa Smp Setelah Diterapkan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dan Lingkungan Dalam Pembelajaran IPA-Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
H. Hipotesis Statistik
Terkait dengan permasalahan pada rumusan masalah nomor 4 (empat), 5
(lima), dan 6 (enam) dilakukan uji hipotesis sebagai berikut :
1. Hipotesis statistik untuk menguji korelasi antara prestasi belajar dengan sikap
terhadap sains.
H0 : r ≤ 0
HA : r > 0
2. Hipotesis statistik untuk menguji korelasi antara prestasi belajar kemampuan
berfikir kreatif.
H0 : r ≤ 0
HA : r > 0
3. Hipotesis statistik untuk menguji korelasi antara kemampuan berfikir kreatif
dengan sikap terhadap sains.
H0 : r ≤ 0
HA : r > 0
I. Teknik Pengolahan Data
Apabila instrument yang akan diberikan kepada kelas eksperimen sudah valid
dan reliabel maka setelah itu instrument diberikan kepada kelas eksperimen.teknik
pengolahan data dan analisis data yang digunakan disesuaikan dengan jenis data
yang diperoleh. Berikut teknik pengolahan data yang digunakand alam penelitian
ini :
1. Observasi
Untuk mengukur keterlaksanaan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dan
Lingkungan (STML) dapat diukur dengan menggunakan persamaan berikut :
∑
∑
54 Dera Karina Chaerunisa, 2013 Korelasi Prestasi Belajar Kemampuan Befikir Kreatif Dan Sikap Terhadap Sains Siswa Smp Setelah Diterapkan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dan Lingkungan Dalam Pembelajaran IPA-Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Persentase keterlaksanaan kemudian dijadikan sebagai masukkan kekurangan
dan kelebihan proses kegiatan belajar mengajar di kelas. Hal ini dimaksudkan
agar guru dapat melakukan pembelajaran yang lebih baik pada pertemuan
selanjutnya. Adapun intepretasi terhadap keterlaksanaan pendekatan yang
digunakan adalah
Tabel 3.11 Interpretasi Persentase Keterlaksanaan Pendekatan Sains Teknologi
Masyarakat dan Lingkungan (STML)
Persentase Keterlaksanaan
Pendekatan Intepretasi
0% Tidak ada satupun kegiatan terlaksana
1% - 25 % Sebagian kecil kegiatan terlaksana
26% - 49% Hampir setengah kegiatan terlaksana
50% Setengah kegiatan terlaksana
51% - 75% Sebagian besar kegiatan terlaksana
76% - 99% Hampir seluruh kegiatan terlaksana
100 % Seluruh kegitan terlaksana
(Koswara dalam Asep, 2012)
2. Prestasi Belajar
Tes prestasi belajar dilakukan sebelum diberikan treatment (pre-test) dan
sesudah diberikan treatment (post-test). Tes prestasi belajar ini terdiri ddari 20
soal berbentuk pilihan ganda dengan penskoran 1 (satu) untuk jawaban benar dan
0 (nol) untuk jawaban salah. Dalam menentukan nilai prestasi belajar yang diraih
oleh siswa hanya ditentukan berdasarkan skor post-testnya saja.
Untuk mengetahui tingkat pencapaian prestasi belajar yang diraih oleh siswa
maka nilai dari prestasi belajar siswa kemudian diinterpretasikan kedalam tabel
intrepretasi berikut ini
Tabel 3.12 Interpretasi Prestasi Belajar
Nilai Prestasi Belajar Interpretasi
0-30 Sangat rendah
31-54 Rendah
55 Dera Karina Chaerunisa, 2013 Korelasi Prestasi Belajar Kemampuan Befikir Kreatif Dan Sikap Terhadap Sains Siswa Smp Setelah Diterapkan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dan Lingkungan Dalam Pembelajaran IPA-Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
55-74 Sedang
75-89 Tinggi
90-100 Sangat tinggi
(Pangabean, 1989) dalam Asep (2012)
Selanjutnya untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar digunakan gain
ternormalisasi. Menurut Hake (1998), persamaan yang digunakan untuk
mengukur gain ternormalisasi adalah sebagai berikut :
Setelah menghitung gain, maka nilai gain yang didapatkan kemudian
diineterpretasikan kedalam tabel berikut :
Tabel 3.13 Interpretasi Peningkatan Gain Prestasi BelajarSiswa
Nilai <g> Klasifikasi
≥ 0,7 Tinggi
0,69 – 0,3 Sedang
< 0,3 Rendah
(Hake, 1998)
3. Kemampuan Berfikir Kreatif
Dalam mengukur kemampuan berfikir kreatif siswa dilakukan sesudah
diberikan treatment (post-test). Adapun instrument yang digunakan untuk
mengukur kemampuan berfikir kreatif diadopsi dan dikembangkan dari Wallace
dan Kogan Test.
Berikut merupakan langkah-langkah untuk mengolah data kemampuan
berfikir kreatif siswa menurut Wallace dan Kogan :
56 Dera Karina Chaerunisa, 2013 Korelasi Prestasi Belajar Kemampuan Befikir Kreatif Dan Sikap Terhadap Sains Siswa Smp Setelah Diterapkan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dan Lingkungan Dalam Pembelajaran IPA-Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
a) Menghitung skor tiap aspek kemampuan berfikir kreatif berdasarkan
rubrik yang digunakan. Dalam pemberian skor pengukuran kemampuan
berfikir kreatif ini dijelaskan dalam lampiran C. 2.
b) Menghitung total skor kemampuan berfikir kreatif siswa, baik skor tiap
aspek kemampuan berfikir kreatif maupun skor total seluruh aspek
kemampuan berfikir kreatif.
c) Menghitung skor rata-rata yang diperoleh siswa.
d) Menentukan nilai dan kriteria kemampuan berfikir kreatif yang
diperoleh siswa :
1) Nilai 1 (satu) diberikan kepada siswa apabila siswa memiliki skor
diatas skor rata-rata kelas. Siswa yang mendapatkan skor diatas rata-
rata kelas memiliki kemampuan berfikir kreatif yang tinggi.
2) Nilai 0 (nol) diberikan kepada siswa apabila siswa memiliki skor
dibawah skor rata-rata kelas. Siswa yang mendapatkan skor dibawah
skor rata-rata memliki kemamuan berfikir kreatif yang rendah.
Adapun format yang digunakan untuk menghitung skor rata-rata tiap aspek
kemampuan berfikir kreatif siswa adalah sebagai berikut:
Tabel 3.14 Contoh Pengolahan Data Kemampuan Berfikir Kreatif
No. Nama
Siswa
Fluency Originality Flexibility Elaboration Total
Skor
Nilai
Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai
1.
2.
3.
57 Dera Karina Chaerunisa, 2013 Korelasi Prestasi Belajar Kemampuan Befikir Kreatif Dan Sikap Terhadap Sains Siswa Smp Setelah Diterapkan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dan Lingkungan Dalam Pembelajaran IPA-Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
...
Rata-rata
4. Sikap Terhadap Sains
Dalam mengukur sikap siswa terhadap sains digunakan angket. Teknik
pengolahan data yang digunakan adalah dengan menggunakan skala bertingkat
atau rating scale. Adapun menurut Pangabean (1996 : 76) untuk mengolah data
dengan menggunakan skala bertingkat dapat dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut :
a) Menentukan skor untuk setiap skala sikap terhadap sains. Adapun kriteria
skor untuk setiap skala terhadap sains sikap diantaranya sebagai berikut:
Tabel 3.15 Skor SikapTerhadap Sains
Skala Sikap Pernyataan
Positif
Pernyataan
Negatif
Selalu 5 1
Sering 4 2
Kadang-kadang 3 3
Jarang 2 4
Tidak pernah 1 5
b) Menghitung total skor yang diperoleh siswa.
c) Menentukan nilai dan kriteria sikap siswa terhadap sains yang didapatkan
58 Dera Karina Chaerunisa, 2013 Korelasi Prestasi Belajar Kemampuan Befikir Kreatif Dan Sikap Terhadap Sains Siswa Smp Setelah Diterapkan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dan Lingkungan Dalam Pembelajaran IPA-Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
1) Nilai satu (1), apabila skor siswa lebih besar dari skor rata-rata. Siswa
yang memiliki nilai satu (1) dianggap memiliki sikap positif terhadap
sains.
2) Nilai nol (0), apabila skor siswa lebih kecil dari skor rata-rata. Siswa
yang memiliki nilai nol (0) dianggap memiliki sikap yang negatif
terhadap sains.
Adapun format penilaian sikap siswa terhadap sains sebagai berikut :
Tabel 3.16 Contoh Pengolahan Data Sikap Terhadap Sains
No. Nama Siswa Pernyataan ke -
Total Skor Nilai Kriteria 1 2 3 ..
Rata-rata
Untuk menentukan sikap siswa terhadap sains berdasarkan komponennya
maka digunakan cara seperti pada tabel dibawah ini :
Tabel 3.17 Contoh Pengolahan Data Sikap Terhadap Sains Untuk Setiap
Komponen
No. Komponen Sikap
terhadap Sains
Skor
Aktual
Skor
Ideal
Persentase Kriteria
1. Minat terhadap
sains
(interest in science)
59 Dera Karina Chaerunisa, 2013 Korelasi Prestasi Belajar Kemampuan Befikir Kreatif Dan Sikap Terhadap Sains Siswa Smp Setelah Diterapkan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dan Lingkungan Dalam Pembelajaran IPA-Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
2. Sikap terhadap
ilmuwan
(attitude toward
scientists)
3. Sikap terhadap
tanggungjawab
sosial dalam sains
(attitude toward
social
responsibility in
science)
Presentase =
Setelah dimasukkan kedalam formulasi tersebut, selanjutnya
menginterpretasikan nilai yang didapatkan kedalam tabel berikut ini :
Tabel 3.18 Interpretasi Kriteria Komponen Sikap Terhadap Sains
Persentase Kriteria
80% - 100% Baik Sekali
66% - 79% Baik
56% - 65% Cukup
40% - 55% Kurang Baik
30% - 39% Tidak Baik
(Hermawan, 2006 : 66)
5. Korelasi antara Prestasi Belajar dengan Sikap Terhadap Sains
60 Dera Karina Chaerunisa, 2013 Korelasi Prestasi Belajar Kemampuan Befikir Kreatif Dan Sikap Terhadap Sains Siswa Smp Setelah Diterapkan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dan Lingkungan Dalam Pembelajaran IPA-Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Untuk mengetahui hubungan antara prestasi belajar dengan sikap terhadap
sains siswa maka digunakan koefisien korelasi. Berikut ini merupakan langkah-
langkah untuk mengukur korelasi antara prestasi belajar dan sikap terhadap sains:
a) Uji Normalitas Liliefors
Menguji normalitas data prestasi belajar setelah dilakukan treatment
(post-test) dan data sikap terhadap sains. Uji normalitas data ini
menggunakan uji Liliefors. Uji ini digunakan dikarenakan data yang
didapatkan terlalu rapat sehingga sulit untuk membuat tabel distribusi
frekuensinya. Uji Liliefors merupakan uji normalitas data yang
digunakan secara nonparametrik (Sudjana, 2005 : 466). Adapun langkah-
langkah untuk mengolah data menggunakan uji Liliefors ini menurut
Sudjana (2005 : 466) adalah sebagai berikut:
1) Data x1, x2, x3, . . , xn dijadikan bilangan baku terlebih dahulu
menjadi z1, z2, z3, . . . , zn dengan menggunakan rumus
dengan dan s masing masing adalah rata-rata dan simpangan
baku sample.
2) Untuk tiap bilangan baku ini dibandingkan dengan menggunakan
tabel distribusi frekuensi kemudian dihitung peluang F(zi) = P(z≤zi).
3) Menghitung proporsi z1, z2, z3, . . . , zn yang lebih kecil atau sama
dengan zn. Jika proporsi ini dinyatakan dalan S(zi) maka
4) Menghitung selisih F(zi) - S(zi), setelah itu menentukkan harga
mutlaknya.
b) Koefisien Korelasi Pearson
Setelah data diuji normalitasnya, langkah selanjutnya adalah menghitung
korelasinya. Jika data yang akan diukur korelasinya merupakan data
berdistribusi normal maka utuk mengukur korelasinya menggunakan
61 Dera Karina Chaerunisa, 2013 Korelasi Prestasi Belajar Kemampuan Befikir Kreatif Dan Sikap Terhadap Sains Siswa Smp Setelah Diterapkan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dan Lingkungan Dalam Pembelajaran IPA-Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
korelasiPearson. Koefisien korelasi ini digunakan untuk mengukur
keratan hubungan antara dua variabel yang datanya berbentuk data
interval atau rasio. Disimbolkan dengan r dan dirumuskan :
√
Nilai dari koefisien korelasi (r) terletak antara -1 dan +1 (-1 ≤ r ≤ +1).
Menurut Hasan (2001) :
1) Jika r = +1, terjadi korelasi positif sempurna antara variabel X
dan variabel Y.
2) Jika r = -1, terjadi korelasi negatif sempurna antara variabel X
dan variabel Y.
3) Jika r = 0, tidak terdapat korelasi antara variabel X dan variabel
Y.
4) Jika 0 < r < +1, terjadi korelasi positif antara variabel X dan
variabel Y.
5) Jika -1 <r < 0, terjadi korelasi negatif antara variabel X dan
variabel Y.
Apabila koefisien korelasi dikuadratkan, akan menjadi koefisien
koefisien penentu (KP) atau koefisien determinasi, yang artinya
penyebab perubahan pada variabel Y yang dating dari variabel X, sebesar
kuadrat koefisien korelasinya. Koefisien penentu ini menjelaskan
besarnya pengaruh nilai suatu variabel (variabel X atau sikap dan
kemampuan berfikir kreatif) terhadap naik/turunnya (variasi) nilai
variabel lainnya (Variabel Y atau prestasi belajar). Dirumuskan :
KP= R = (r)2 x 100%
Ket : r = Koefisien Korelasi Pearson
KP = Koefisien Penentu
62 Dera Karina Chaerunisa, 2013 Korelasi Prestasi Belajar Kemampuan Befikir Kreatif Dan Sikap Terhadap Sains Siswa Smp Setelah Diterapkan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dan Lingkungan Dalam Pembelajaran IPA-Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Nilai Koefisien penentu ini terletak antara 0 dan +1 (0 ≤ KP ≤ +1).
c) Koefisien Phi (Phi Coeficient)
Jika data yang akan diukur korelasinya tidak berdistribusi normal maka
untukmengukur korelasinya menggunakan korelasi Phi (Φ). Korelasi phi
yang menghasilkan koefisien phi (Phi Coeficient) ini digunakan untuk
mencari hubungan dua variabel diskrit dan diutamakan diskrit murni.
Jika data yang didapatkan bukan merupakan data diskrit maka data
tersebut diubah terlebih dahulu menjadi data diskrit. Untuk mengubah
skor total menjadi diskrit dapat menggunakan teknik dikotomi mean
(rata-rata). Siswa yang memiliki skor total diatas rata-rata mendapatkan
nilai 1 (satu) sedangkan siswa yang mendapatkan skor dibawah rata-rata
mendapatkan nilai 0 (nol) (Arikunto, 2010 : 329). Selanjutnya data yang
telah di dikotomikan data dimasukkan kedalam tabel kontingensi berikut
ini :
Tabel 3.19 Tabel Kontingensi Antara Prestasi Belajar dengan Sikap
Terhadap Sains
Prestasi
Belajar
Sikap terhadap
Sains Total
Positif Negatif
Positif A B A+B
Negatif C D C+D
Total A+C B+D A+B+C+D
(Arikunto, 2010 : 330)
Keterangan :
63 Dera Karina Chaerunisa, 2013 Korelasi Prestasi Belajar Kemampuan Befikir Kreatif Dan Sikap Terhadap Sains Siswa Smp Setelah Diterapkan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dan Lingkungan Dalam Pembelajaran IPA-Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
A = Banyaknya siswa yang memiliki prestasi belajar dan sikap terhadap
sains yang positif, memiliki nilai 1(satu).
B= Banyaknya siswa yang memiliki prestasi belajar positif atau memiliki
nilai 1 (satu) dan memiliki sikap terhadap sains yang negatif atau
memiliki nilai 0 (nol).
C = Banyaknya siswa yang memiliki sikap terhadap sains positif atau
memiliki nilai 1 (satu) dan memiliki prestasi belajar yang negatif atau
memiliki nilai 0 (nol).
D = Banyaknya siswa yang memiliki prestasi belajar dan sikap terhadap
sains yang negatif, memiliki nilai 0 (nol).
Setelah dimasukkan kedalam tabel kontingensi maka langkah selanjutnya
adalah memasukkan kedalam rumus phi sebagai berikut :
√
(Arikunto, 2010 : 331)
Setelah menghitung rΦ langkah selanjutnya menganalisis nilai rhitung yang
didapatkan. Jika rhitung bernilai positif maka terdapat korelasi antara sikap
terhadap sains dengan prestasi belajar dengan arah korelasi positif atau
ada kesejajaran searah. Tetapi jika rhitung bernilai negatif maka tedapat
korelasi anatara sikap terhadap sains dengan prestasi belajar dengan arah
korelasi negatif atau ada kesejajaran berlawanan arah. Langkah
selanjutnya membandingkan rhitung dengan rtabel. Jika rhitung lebih besar
daripada rtabel maka dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi yang
signifikan anatara sikap terhadap sains dengan prestasi belajar, tetapi jika
rhitung lebih kecil dibandingkan rtabel maka dapat disimpulkan terdapat
korelasi yang tidak signifikan.
64 Dera Karina Chaerunisa, 2013 Korelasi Prestasi Belajar Kemampuan Befikir Kreatif Dan Sikap Terhadap Sains Siswa Smp Setelah Diterapkan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dan Lingkungan Dalam Pembelajaran IPA-Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Untuk menentukan kriteria dari korelasi tersebut, maka dapat
diinterpretasikan kedalam tabel berikut :
Tabel 3.20 Interpretasi Korelasi Prestasi Belajar dengan Sikap terhadap Sains
Nilai r Kriteria
Antara 0,800 sampai dengan 1,00 Sangat Tinggi
Antara 0,600 sampai dengan 0,800 Tinggi
Antara 0,400 sampai dengan 0,600 Cukup
Antara 0,200 sampai dengan 0,400 Rendah
Antara 0,00 sampai dengan 0,200 Sangat Rendah
(Arikunto, 2010 : 319)
d) Koefisien Determinasi
Mengukur seberapa besar konstribusi sikap terhadap sains siswa terhadap
prestasi belajar yang diraihnya. Untuk mengukur seberapa besar
konstribusi yang diberikan oleh sikap terhadap sains siswa terhadap
prestasi belajar dapat menggunakan koefisien korelasi determinasi.
Menurut Pangabean (1996) dalam Asep (2012 : 63) koefisien determinasi
adalah kuadrat dari koefisien korelasi. Lebih lanjut Pangabean dalam
Asep (2012 :63) menjelaskan bahwa besarnya konstribusi dapat dicari
melalui persamaan r2 x 100%, persentase inilah yang menunjukkan
besarnya kontribusi yang diberikan.
6. Korelasi antara Prestasi Belajar dengan Kemampuan Berfikir Kreatif
Untuk mengetahui hubungan antara prestasi belajar dengan kemampuan
berfikir kreatif siswa maka digunakan korelasi Phi Coeficient. Korelasi Phi
Coeficient ini digunakan karena untuk kemampuan berfikir kreatif data yang
didapatkan tidak dapat diuji normalitasnya. Hal ini dikarenakan tidak ada skor
maksimal untuk tes kemampuan berfikir kreatif.
65 Dera Karina Chaerunisa, 2013 Korelasi Prestasi Belajar Kemampuan Befikir Kreatif Dan Sikap Terhadap Sains Siswa Smp Setelah Diterapkan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dan Lingkungan Dalam Pembelajaran IPA-Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Korelasi phi yang menghasilkan koefisien phi (Phi Coefficient) ini digunakan
untuk mencari hubungan dua variabel diskrit dan diutamakan diskrit murni. Jika
data yang didapatkan bukan merupakan data diskrit maka data tersebut diubah
terlebih dahulu menjadi data diskrit. Untuk mengubah skor total menjadi diskrit
dapat menggunakan teknik dikotomi mean (rata-rata). Siswa yang memiliki skor
total diatas rata-rata mendapatkan nilai 1 (satu) sedangkan siswa yang
mendapatkan skor dibawah rata-rata mendapatkan nilai 0 (nol) (Arikunto, 2010 :
329). Selanjutnya data yang telah di dikotomikan data dimasukkan kedalam tabel
kontingensi berikut ini:
Tabel 3.21 Tabel Kontingensi Antara Prestasi Belajar dengan Kemampuan
Berfikir Kreatif
Prestasi Belajar
Kemampuan
Berfkir Kreatif Total
Positif Negatif
Positif A B A+B
Negatif C D C+D
Total A+C B+D A+B+C+D
(Arikunto, 2010 : 330)
Keterangan :
A = Banyaknya siswa yang memiliki prestasi belajar dan kemampuan berfikir
kreatif yang positif, memiliki nilai 1(satu).
B= Banyaknya siswa yang memiliki prestasi belajar positif atau memiliki
nilai 1 (satu) dan memiliki kemampuan berfikir kreatif yang negatif atau
memiliki nilai 0 (nol).
66 Dera Karina Chaerunisa, 2013 Korelasi Prestasi Belajar Kemampuan Befikir Kreatif Dan Sikap Terhadap Sains Siswa Smp Setelah Diterapkan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dan Lingkungan Dalam Pembelajaran IPA-Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
C = Banyaknya siswa yang memiliki prestasi belajar positif atau memiliki
nilai 1 (satu) dan memiliki sikap terhadap sains yang negatif atau memiliki
nilai 0 (nol).
D = Banyaknya siswa yang memiliki prestasi belajar dan kemampuan berfikir
kreatif yang negatif, memiliki nilai 0 (nol).
Setelah dimasukkan kedalam tabel kontingensi maka langkah selanjutnya
adalah memasukkan kedalam rumus phi sebagai berikut :
√
(Arikunto, 2010 : 331)
Setelah menghitung rΦ langkah selanjutnya menganalisis nilai rhitung yang
didapatkan. Jika rhitung bernilai positif maka terdapat korelasi antara kemampuan
berfikir kreatif dengan prestasi belajar dengan arah korelasi positif atau ada
kesejajaran searah. Tetapi jika rhitung bernilai negatif maka terdapat korelasi antara
kemampuan berfikir kreatif dengan prestasi belajar dengan arah korelasi negatif
atau ada kesejajaran berlawanan arah. Langkah selanjutnya membandingkan rhitung
dengan rtabel. Jika rhitung lebih besar daripada rtabel maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat korelasi yang signifikan antara kemampan berfikir kreatif dengan prestasi
belajar, tetapi jika rhitung lebih kecil dibandingkan rtabel maka dapat disimpulkan
terdapat korelasi yang tidak signifikan.
Untuk menentukan kriteria dari korelasi tersebut, maka dapat
diinterpretasikan kedalam tabel berikut :
Tabel 3.22 Interpretasi Korelasi Prestasi Belajar dengan Kemampuan Berfikir
Kreatif
Nilai r Kriteria
67 Dera Karina Chaerunisa, 2013 Korelasi Prestasi Belajar Kemampuan Befikir Kreatif Dan Sikap Terhadap Sains Siswa Smp Setelah Diterapkan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dan Lingkungan Dalam Pembelajaran IPA-Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Antara 0,800 sampai dengan 1,00 Sangat Tinggi
Antara 0,600 sampai dengan 0,800 Tinggi
Antara 0,400 sampai dengan 0,600 Cukup
Antara 0,200 sampai dengan 0,400 Rendah
Antara 0,00 sampai dengan 0,200 Sangat Rendah
(Arikunto, 2010 : 319)
7. Korelasi antara Sikap terhadap Sains dengan Kemampuan Berfikir
Kreatif
Untuk mengetahui hubungan antara sikap terhadap sains dengan kemampuan
berfikir kreatif siswa maka digunakan korelasi Phi Coeficient. Korelasi Phi
Coeficient ini digunakan karena untuk kemampuan berfikir kreatif data yang
didapatkan tidak dapat diuji normalitasnya. Hal ini dikarenakan tidak ada skor
maksimal untuk tes kemampuan berfikir kreatif.
Korelasi phi yang menghasilkan koefisien phi (Phi Coefficient) ini digunakan
untuk mencari hubungan dua variabel diskrit dan diutamakan diskrit murni. Jika
data yang didapatkan bukan merupakan data diskrit maka data tersebut diubah
terlebih dahulu menjadi data diskrit. Untuk mengubah skor total menjadi diskrit
dapat menggunakan teknik dikotomi mean (rata-rata). Siswa yang memiliki skor
total diatas rata-rata mendapatkan nilai 1 (satu) sedangkan siswa yang
mendapatkan skor dibawah rata-rata mendapatkan nilai 0 (nol) (Arikunto, 2010 :
329). Selanjutnya data yang telah di dikotomikan data dimasukkan kedalam tabel
kontingensi berikut ini:
Tabel 3.23 Tabel Kontingensi Antara Sikap Terhadap Sains dan Kemampuan
Berfikir Kreatif
Sikap terhadap
Sains
Kemampuan
Berfkir Kreatif Total
68 Dera Karina Chaerunisa, 2013 Korelasi Prestasi Belajar Kemampuan Befikir Kreatif Dan Sikap Terhadap Sains Siswa Smp Setelah Diterapkan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dan Lingkungan Dalam Pembelajaran IPA-Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Positif Negatif
Positif A B A+B
Negatif C D C+D
Total A+C B+D A+B+C+D
(Arikunto, 2010 : 330)
Keterangan :
A = Banyaknya siswa yang memiliki sikap terhadap sains dan kemampuan
berfikir kreatif yang positif, memiliki nilai 1(satu).
B= Banyaknya siswa yang memiliki sikap terhadap sains positif atau
memiliki nilai 1 (satu) dan memiliki kemampuan berfikir kreatif yang negatif
atau memiliki nilai 0 (nol).
C = Banyaknya siswa yang memiliki sikap terhadap sains positif atau
memiliki nilai 1 (satu) dan memiliki sikap terhadap sains yang negatif atau
memiliki nilai 0 (nol).
D = Banyaknya siswa yang memiliki sikap terhadap sains dan kemampuan
berfikir kreatif yang negatif, memiliki nilai 0 (nol).
Setelah dimasukkan kedalam tabel kontingensi maka langkah selanjutnya
adalah memasukkan kedalam rumus phi sebagai berikut :
√
(Arikunto, 2010 : 331)
Setelah menghitung rΦ langkah selanjutnya menganalisis nilai rhitung yang
didapatkan. Jika rhitung bernilai positif maka terdapat korelasi antara kemampuan
berfikir kreatif dengan sikap terhadap sains dengan arah korelasi positif atau ada
69 Dera Karina Chaerunisa, 2013 Korelasi Prestasi Belajar Kemampuan Befikir Kreatif Dan Sikap Terhadap Sains Siswa Smp Setelah Diterapkan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dan Lingkungan Dalam Pembelajaran IPA-Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
kesejajaran searah. Tetapi jika rhitung bernilai negatif maka terdapat korelasi antara
kemampuan berfikir kreatif dengan sikap terhadap sains dengan arah korelasi
negatif atau ada kesejajaran berlawanan arah. Langkah selanjutnya
membandingkan rhitung dengan rtabel. Jika rhitung lebih besar daripada rtabel maka
dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara kemampuan
berfikir kreatif dengan sikap terhadap sains, tetapi jika rhitung lebih kecil
dibandingkan rtabel maka dapat disimpulkan terdapat korelasi yang tidak
signifikan.
Untuk menentukan kriteria dari korelasi tersebut, maka dapat
diinterpretasikan kedalam tabel berikut :
Tabel 3.24 Interpretasi Korelasi Prestasi Belajar dengan Kemampuan Berfikir
Kreatif
Nilai r Kriteria
Antara 0,800 sampai dengan 1,00 Sangat Tinggi
Antara 0,600 sampai dengan 0,800 Tinggi
Antara 0,400 sampai dengan 0,600 Cukup
Antara 0,200 sampai dengan 0,400 Rendah
Antara 0,00 sampai dengan 0,200 Sangat Rendah
(Arikunto, 2010 : 319)