bab iii ilmu ladunni dalam tasawuf - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/13991/52/bab 3.pdf ·...

21
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 30 BAB III ILMU LADUNNI DALAM TASAWUF A. Pengetahuan, Ilmu dan Sain Pengetahuan, ilmu dan sain adalah tiga hal yang berbeda. Umumnya terjadi banyak kesalah-pahaman dalam pemaknaan antara pengetahuan dan ilmu. Kesalah-pahaman pemaknaan terjadi karena manyamakan antara pengetahuan dan ilmu. hal ini dapat dimaklumi karena pengetahuan dalam bahasa Arab berarti al-‘ilmu, sehingga terjadilah penyamaan makna antara al- ‘ilmu dalam bahasa Arab dan ilmu dalam bahasa Indonesia. 1 Padahal dalam kenyataannya al-‘ilmu dalam bahasa Arab dan ilmu dalam bahasa Indonesia sangatlah jauh berbeda. Lebih lanjut Ahmad Tafsir lebih sepakat istilah ilmu dalam bahasa Indosia dirubah menjadi sain, 2 supaya tidak terjadi kebingungan untuk membedakan antara ilmu dan pengetahuan. Pengetahuan ialah semua yang diketahui. 3 Menurut al-Qur’an, ketika manusia ada dalam perut ibunya ia tidak mengetahui apa-apa. Namun ketika lahir, ia pun langsung menangis. Alasan bayi menangis saat dilahirkan mungkin karena ia merasa silau atau mungkin juga karena ia merasa dingin. Karena ketika di dalam rahim ia tidak merasakan itu semua. Walaupun bayi tersebut belum memahami itu semua, ini adalah pengetahuan. Pengetahuan yang langsung ia rasakan. Semakin bertambah usia, berfungsilah pendengaran hingga mampu mendengar suara-suara, kemudian berfungsi pula penglihannya 1 Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu, (Bandung, Rosdakarya: 2004), 3. 2 Ibid, 3. 3 Ibid, 4.

Upload: truongxuyen

Post on 20-Jun-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III ILMU LADUNNI DALAM TASAWUF - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/13991/52/Bab 3.pdf · ILMU LADUNNI DALAM TASAWUF A. Pengetahuan, Ilmu dan Sain Pengetahuan, ilmu dan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

30

BAB III

ILMU LADUNNI DALAM TASAWUF

A. Pengetahuan, Ilmu dan Sain

Pengetahuan, ilmu dan sain adalah tiga hal yang berbeda. Umumnya

terjadi banyak kesalah-pahaman dalam pemaknaan antara pengetahuan dan

ilmu. Kesalah-pahaman pemaknaan terjadi karena manyamakan antara

pengetahuan dan ilmu. hal ini dapat dimaklumi karena pengetahuan dalam

bahasa Arab berarti al-‘ilmu, sehingga terjadilah penyamaan makna antara al-

‘ilmu dalam bahasa Arab dan ilmu dalam bahasa Indonesia.1 Padahal dalam

kenyataannya al-‘ilmu dalam bahasa Arab dan ilmu dalam bahasa Indonesia

sangatlah jauh berbeda. Lebih lanjut Ahmad Tafsir lebih sepakat istilah ilmu

dalam bahasa Indosia dirubah menjadi sain,2 supaya tidak terjadi kebingungan

untuk membedakan antara ilmu dan pengetahuan.

Pengetahuan ialah semua yang diketahui.3 Menurut al-Qur’an, ketika

manusia ada dalam perut ibunya ia tidak mengetahui apa-apa. Namun ketika

lahir, ia pun langsung menangis. Alasan bayi menangis saat dilahirkan

mungkin karena ia merasa silau atau mungkin juga karena ia merasa dingin.

Karena ketika di dalam rahim ia tidak merasakan itu semua. Walaupun bayi

tersebut belum memahami itu semua, ini adalah pengetahuan. Pengetahuan

yang langsung ia rasakan. Semakin bertambah usia, berfungsilah pendengaran

hingga mampu mendengar suara-suara, kemudian berfungsi pula penglihannya

1 Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu, (Bandung, Rosdakarya: 2004), 3. 2 Ibid, 3. 3 Ibid, 4.

Page 2: BAB III ILMU LADUNNI DALAM TASAWUF - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/13991/52/Bab 3.pdf · ILMU LADUNNI DALAM TASAWUF A. Pengetahuan, Ilmu dan Sain Pengetahuan, ilmu dan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

31

sehingga dapat melihat benda-benda. Ini semua adalah pengetahuan inderawi.

Seiring bertambahnya usia, manusia mengenal ayah dan ibunya, juga saudara-

saudaranya. Dalam interaksi mereka sehari-hari ada kalanya ia bahagia pada

saat-saat tertentu dan ada kalanya pula ia merasa sedih. Contohnya, ia akan

bahagia saat ia mendapatkan hadiah dari orang tuanya atau ketika

keinginannya dipenuhi oleh orang tua atau saudara-saudaranya. Sebaliknya, ia

akan sedih ketika orang tuanya meninggal atau ia gagal mencapai keinginan.

Ini juga merupakan pengetahuan rasa. Pengetahuan adalah sesuatu yang sudah

built-in (menyatu) dalam penciptaan manusia.4 Dengan ungkapan lain bahwa

pengatahuan adalah takdir manusia, walaupun dia tidak ingin tahu, pasti ia

akan tahu.

Ungkapan Ahmad Tafsir yang menyamakan ilmu dengan sain tidak serta

merta dapat diterima. Sain memiliki beberapa ketentuan yang tidak dapat

dipenuhi oleh ilmu. sain dalam istilah Inggris memiliki definisi systematic

knowledge of the physical or material world (pengetahuan sistematis

mengenai dunia fisis atau material).5 Dalam istilah lain sain dipakai juga untuk

menunjuk gugusan ilmu-ilmu kealaman atau natural sciences (physics).

Sedangkan ilmu sendiri memiliki definisi pengetahuan tentang suatu bidang

yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu. Yang dapat

digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan)

itu.6 Pemahaman sementara adalah sain berbeda dengan ilmu.

4 Ibid, 5. 5 C.L. Barnhart, The American College Dictionary, (Editor-in-chief, 1958), 1086. 6 Sampurna, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya, Cipta Karya:2003), 187.

Page 3: BAB III ILMU LADUNNI DALAM TASAWUF - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/13991/52/Bab 3.pdf · ILMU LADUNNI DALAM TASAWUF A. Pengetahuan, Ilmu dan Sain Pengetahuan, ilmu dan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

32

Menurut Liang Gie pengertian ilmu menunjuk sekurang-kurangnya tiga

hal, yaitu pengetahuan, aktivitas dan metode.7 Definisi ilmu yang menunjuk

pada pengetahuan adalah ungkapan Henry W. Johnstone, ilmu adalah sesuatu

kumpulan yang sitematis dari pengetahuan (any systematic body of

knowledge).8 Pengertian ilmu sebagai pengetahuan sesuai dengan asal-usul

istilah bahasa Inggris science yang berasal dari perkataan Latin scientia yang

diturunkan dari kata scire. Perkataan terakhir memiliki arti mengetahui (to

know). Tetapi pengetahuan sesungguhnya hanyalah hasil dari suatu kegiatan

yang dilakukan oleh manusia. Perkataan Latin scire juga memiliki arti belajar

(to learn). Dengan demikian, dapatlah dipahami bahwa makna tambahan dari

ilmu adalah aktivitas, sebagaimana yang dirumuskan oleh Charles, Singer

science is the process which makes knowledge (ilmu adalah aktivitas yang

membuat pengetahuan).9 Tentunya aktivitas untuk memperoleh pengetahuan

membutuhkan cara, maka cara itulah yang selanjutnya diistilahkan dengan

metode. Sehingga ilmu didefinisikan pula suatu cara yang teratur untuk

memperoleh pengetahuan (an organized way of obtaining knowledge).10

Pernyataan senada dengan Liang Gie dalam penggabungan pengetahuan,

aktivitas dan metode disampaikan oleh Jean Ladriere, science may be

regarded as the sum of our present knowledge, or as reseach activity, or as a

methode of acquiring knowledge (ilmu dapat dipandang sebagai keseluruhan

pengetahuan kita saat ini, atau sebagai suatu aktivitas penelitian, atau sebagai

7 The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu, (Yogyskarta, Liberty: 2010), 86. 8 Henry W. Johnstone, Jr., ed., What is Philosophy?, 1968, 8n. 9 Max Black, Critical Thinking, 1954, 402. 10 John Biesanz & Mavis Biesanz, Modern Society: an Introdection to Sosial Science, 1959, 3.

Page 4: BAB III ILMU LADUNNI DALAM TASAWUF - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/13991/52/Bab 3.pdf · ILMU LADUNNI DALAM TASAWUF A. Pengetahuan, Ilmu dan Sain Pengetahuan, ilmu dan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

33

suatu metode untuk memperoleh pengetahuan).11 Kemudian dipertegas dengan

pernyataan dari Marx dan Hillix, The safest procedure is to accept them all

and consider science as the total enterprise: men thinking with a certain

attitude, using scientific methods to produce facts and theories that are

ordered descripsions and explanations of the world (prosedur yang teraman

adalah menerima kesemuanya dan menganggap ilmu sebagai usaha

keseluruhan yang bulat: orang-orang berpikir dengan suatu sikap tertentu,

memakai metode-metode ilmiah untuk menghasilkan fakta-fakta dan teori-

teori yang merupakan penerimaan yang teratur dan penjelasan tentang dunia

ini).12 Liang Gie sendiri merumuskan definisi ilmu sebagai berikut: Ilmu

adalah rangkaian aktivitas manusia yang rasional dan kognitif dengan berbagai

metode berupa aneka prosedur dan tata langkah sehingga menghasilkan

kumpulan pengetahuan yang sistematis mengenai gejala-gejala kealaman,

kemasyarakatan, atau keorangan untuk tujuan mencapai kebenaran,

memperoleh pemahaman, memberikan penjelasan, ataupun melakukan

penerapan.13 Dari beberapa definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa

ilmu memiliki lingkup objek pembahasan yang lebih luas dibanding sain yang

terbatas pada kealaman. Dengan ketentuan ilmu memiliki tiga tahapan, yaitu

pengetahuan, metode dan aktivitas.

11 Jean Ledriere, The Challenge Presented to Cultures by Science and Technology, 1975, 19. 12 Melvin H. Marx & William A. Hillix, The Nature of Science, dalam Oscar H. Fidell, ed., Ideas in Science, 1966, 8. 13 The Liang Gie, Opcit, 93.

Page 5: BAB III ILMU LADUNNI DALAM TASAWUF - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/13991/52/Bab 3.pdf · ILMU LADUNNI DALAM TASAWUF A. Pengetahuan, Ilmu dan Sain Pengetahuan, ilmu dan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

34

B. Tasawuf

Istilah lain dari tasawuf adalah mistis. Istilah tasawuf adalah istilah khusus

yang disematkan bagi praktisi mistis dalam agama Islam, sedangkan istilah

praktisi mistis pada agama lain dikenal dengan istilah mistisisme. Pada

dasarnya tasawuf adalah ekspresi seseorang dalam aktifitas keberagamaan.

Ketika "ajaran" fiqh, kalam dan filsafat dirasa tak lagi mampu membawa

manusia ke dalam tujuan hakiki beragama, maka tidak pelak lagi, tasawuf

dengan jalan "pencarian" yang mengedepankan dimensi batin dan spiritual,

mulai banyak dilirik.14

Sebagai asumsi dasar, tasawuf mengajarkan bahwa realitas Tuhan tidak

dapat diketahui oleh metode-metode logis atau rasionalis yang cenderung

eksoteris. Realitas Tuhan harus didekati melalui cinta, karena cinta

membawa pada penghayatan keagungan dan rahmat Ilahi, dimana perasaan

intimasi yang esoteris bersama-Nya bisa tercapai. Dari perspektif kaum

sufi, sepanjang "engkau" masih "dirimu sendiri", engkau tidak akan pernah

mengenal Tuhan, karena selubung terbesar yang menghalangi engkau

dengan realitas Tuhan adalah "dirimu". Hanya api cinta ilahi yang dapat

membakar egosentrisitas. Lebih-lebih, cinta ilahi muncul secara spontan, ia

tidak dapat dipelajari melalui kajian.

14 Arifin, Samsul, dkk. 1996. Spiritualitas Islam dan Peradaban Masa Depan. (Yogyakarta: Sippress: 1996), 36.

Page 6: BAB III ILMU LADUNNI DALAM TASAWUF - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/13991/52/Bab 3.pdf · ILMU LADUNNI DALAM TASAWUF A. Pengetahuan, Ilmu dan Sain Pengetahuan, ilmu dan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

35

1. Definisi Tasawuf

Dilihat dari asal katanya yaitu “s}hu>f” yang berarti bulu domba atau

wol,15 sedangkan definisi tasawuf secara terminologis sebagaimana

tercantum dalam kamus A Learner’s Dictionary of Current English

susunan A.S. Hornby dan kawan-kawan. Definisi misticism adalah the

teaching or belief that knowledge of real truth and od god may be

obtained through meditation or spiritual insight, independently of the mind

and senses (ajaran atau kepercayaan bahwa pengetahuan tentang hakikat

atau Tuhan bisa didapatkan melalui meditasi atau tanggapan kejiwaan

yang bebas dari tanggapan akal pikiran dan panca indera).16

2. Tasawuf Sebagai Ilmu

Ditinjau dari definisi yang diungkakan di atas, dapat dipahami

bahwa objek kajian tasawuf adalah abstrak yang tentunya menjadi

kendala untuk diakui menjadi salah satu disiplin keilmuan. Namun,

dalam kenyataannya tidak demikian, tasawuf mendapat legitimasi

sebagai sebuah ilmu pada masa tabi’ien, yaitu pada abad ke-2 hijroh.17

Masa kemunculannya bersamaan dengan Ilmu Fiqih, Ilmu Kalam, Ilmu

Akhlak, Siroh Nabawiyah, dan lain-lain, yang kemudian dikenal dengan

istilah Ilmu-ilmu Agama.

15 Solihin, Ilmu Tasawuf, (Bandung, Pustaka Setia: 2008), 15. 16 Simuh, Tasawuf dan Perkembangannya dalam Islam, (Jakarta, Rajawali Press:2002), 11. 17 Muhammad idris Jauhari, Anak Muda Menjadi Sufi, Kenapa Tidak?, (Prenduan, Al-Amien Press:2003), 11.

Page 7: BAB III ILMU LADUNNI DALAM TASAWUF - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/13991/52/Bab 3.pdf · ILMU LADUNNI DALAM TASAWUF A. Pengetahuan, Ilmu dan Sain Pengetahuan, ilmu dan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

36

3. Tasawuf dan Psikologi

Tasawuf dan Psikologi memiliki hubungan yang sangat dekat.

Perbedaan dari keduanya yaitu dalam hal potivistik dan intuitifnya saja.

Psikologi menitik beratkan pada sisi penelitian dan uji coba yang berakhir

pada ranah pengembangan ilmu pengetahuan, sedangkan tasawuf lebih

cenderung pada pengalaman pribadi untuk mencapai pada kebahagiaan

jiwa. Sebagaimana disinggung dalam buku Psikologi Tasawuf karya

Tamami Hag, objek bahasan Ilmu Psikologi adalah kesehatan mental,

mental yang sehat adalah mental yang mampu menghantarkan jiwa pada

kebahagiaan.18

Sadar akan pentingnya mental yang sehat, para ahli merumuskan

pengertian ilmu kesehatan yang mencakup kajian lebih luas. Menurut

Goble, mengutip dari Assagioli, kesehatan mental hendaknya

representasi dari perwujudan integritas kepribadian, keselarasan dengan

jati diri, pertumbuhan ke arah realisasi diri, dan ke arah hubungan yang

sehat dengan orang lain. Sepintas, pengertian demikian telah memiliki

kesempurnaan berkaitan dengan kesehatan mental, namun ketika diteliti

lebih lanjut, definisi tersebut masih mengandung kekurang-sempurnaan,

terlebih jika dilihat dari wawasan yang berorientasi Islam.

Apabila dicermati, definisi demikian mengacu pada psikologi

murni, yang sangat mengandalkan data-data empiris dan metodologi

rasional. Sebaliknya, data meta-empiris sama sekali tidak tersentuh oleh

18 Tamami Hag, Psikologi Tasawuf, (Bandung, Pustaka Setia: 2011), 38-39.

Page 8: BAB III ILMU LADUNNI DALAM TASAWUF - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/13991/52/Bab 3.pdf · ILMU LADUNNI DALAM TASAWUF A. Pengetahuan, Ilmu dan Sain Pengetahuan, ilmu dan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

37

kajian ilmu psikologi ini. Upaya penyempurnaanpun dilakukan menuju

arah “ketercakupan seluruh potensi manusia yang multi dimensi”.

Sebagaimana yang dilakukan oleh Zakiah Daradjat, dengan

ungkapannya bahwa kesehatan meental adalah personifikasi iman dan

takwa seseorang.19

Jika demikian yang terjadi, maka sesungguhnya ahli Tasawuf telah

lebih dulu merumuskan dan merealisasikan dalam kehidupannya sehari-

hari dan juga telah mereka ajarkan dalam tulisan-tulisan karyanya.

Pengaruh ajaran agama terhadap kehidupan keagamaan banyak

ditemukan dalam karya-karya para sufi, diantaranya adalah al-Ghazali.

Dalam Ihya>’ ‘Ulu>m ad-Di>n dan Munqi>dz min al-Dhala>l,

menguraikan pengaruh dan penghayatan al-Ghazali terhadap adanya

pengaruh ajaran Agama Islam. Satu hal paling masyhur dalam kedua

buku tersebut adalah “Konversi al-Ghazali”. Konversi al-Ghazali tidak

dipahami sebagai proses perpindahan dari satu Agama ke Agama lain,

tetapi merupakan proses kematangan keberagamaan.20

4. Dasar-dasar Tasawuf

Tasawuf yang telah kita kenal selama ini, apabila kita amati dari

sumber perkembangannya, maka akan kita jumpai adanya dua golongan

yang saling berselisih pendapat. Di antara dua golongan tersebut ada yang

pro dan ada pula yang kontra. Mereka yang kontra kebanyakan diwakili

19 Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, Peranannya dalam Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta, IAIN:1978), 4. 20 William James, The Varietes of Religious Experiences, (New York, Collier Books:1974), 309-311.

Page 9: BAB III ILMU LADUNNI DALAM TASAWUF - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/13991/52/Bab 3.pdf · ILMU LADUNNI DALAM TASAWUF A. Pengetahuan, Ilmu dan Sain Pengetahuan, ilmu dan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

38

oleh para orientalis dan orang-orang yang banyak terpengaruh oleh

kalangan orientalis. Mereka (para orientalis) mengatakan bahwa tasawuf

dalam Islam (misticisme, sufisme) tumbuh karena terpengaruh oleh ajaran

luar Islam, antara lain pengaruh dari ajaran agama Hindu, agama Persia,

ajaran agama masehi, pemikiran filsafat Yunani dan ajaran Neo

Platonisme.21 Sedangkan bagi golongan yang pro, mereka mengatakan

dengan tegas bahwa tasawuf bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah. Hal

tersebut dapat dijumpai dari beberapa ayat al-Quran yang bersinggungan

dengan unsur-unsur yang ada di dalam tasawuf.

5. Sejarah Perkembangan Tasawuf

Dalam sejarah perkembangannya, para ahli membagi tasawuf

menjadi dua arah perkembangan. Ada tasawuf yang mengarah pada teori-

teori perilaku; ada pula tasawuf yang mengarah pada teori-teori yang

begitu rumit dan memerlukan pemahaman yang lebih mendalam. Pada

perkembangannya, tasawuf yang berorientasi ke arah pertama sering

disebut sebagai tasawuf salafi>, tasawuf akhlaqi>, atau tasawuf sunni>.

Sedangkan tasawuf yang berorientasi ke arah yang kedua disebut tasawuf

falsafi.22 Beberapa tokoh tasawuf Ahklaqi> antara lain: Hasan Al-Bashri

(21-110 H.) dengan ajaran raja>’, khawf dan dzikrulla>h. Al-Muhasibi

(165-243 H.) dengan ajaran Makrifat, khawf dan Raja>’. Al-Qusyairi

(376-465 H.) memiliki tiga poin dalam ajaran tasawufnya. Pertama,

mengembalikan tasawuf ke landasan Ahlussunah. Kedua, menekankan

21 Solihin, Ilmu Tasawuf, (Bandung, Pustaka Setia: 2008), 39. 22 Solihin, Ilmu Tasawuf, (Bandung, Pustaka Setia: 2008), 61.

Page 10: BAB III ILMU LADUNNI DALAM TASAWUF - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/13991/52/Bab 3.pdf · ILMU LADUNNI DALAM TASAWUF A. Pengetahuan, Ilmu dan Sain Pengetahuan, ilmu dan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

39

pada kesehatan batin. Ketiga, meluruskan penyimpangan para sufi. Al-

Ghazali (450-505 H.) ada dua yaitu makrifat dan Al-Sa’a>da>h.

Beberapa tokoh sufi yang memiliki keterkaitan dengan tasawuf

Irfa>ni> antara lain: Rabi’ah Al-Adawiyah (95-185 H.) dengan ajaran

Mah{abbah (cinta). Dzu Al-Nun Al-Mishri (180-246 H.) dengan ajaran

maqa>ma>t dan Ahwa>l. Abu Manshur Al-Hallaj (244-311 H./855-922

M) dengan ajaran Hulu>l dan Wah}dat Al-Syuhu>d. Abu Yazid Al-

Busthami (263-336 H./874-947 M.) dengan ajaran Fana>’, Baqa>’ dan

Ittiha>d.

Beberapa tokoh tasawuf Falsafi> antara lain: Ibn ‘Arabi (560-638

H.) dengan ajaran Wihdat Al-Wuju>d, Haqi>qah Muhammadiyah dan

Wihadat Al-Adya>n. Ibn Sab’in (614-669 H.) ajaran tasawufnya ada dua,

yaitu: kesatuan mutlak dan penolakan terhadap logika Aristotelian. Al-Jili

(754-806 H./1365-1417 M.) dengan ajaran Insa>n Al-Ka>mil dan

Maqa>ma>t (Al-Martabah).

C. Ilmu Ladunni

Telah menjadi pemahaman banyak orang, bahwa ada sebagian ‘kecil’

hamba Tuhan yang telah dikaruniai rahmat langsung dari-Nya. ‘Orang-orang

suci’ tersebut dipercaya memiliki berbagai kelebihan yang orang lain tidak

memilikinya. Mulai dari nabi-nabi yang memiliki mukjizat yang berbagai

macam, wali-wali Allah yang mempunyai karomah luar biasa, sampai orang-

orang biasa yang memiliki keanehan dalam hidupnya. Semua ini tidak dapat

lepas dari kuasa Tuhan dan sulit dinalar.

Page 11: BAB III ILMU LADUNNI DALAM TASAWUF - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/13991/52/Bab 3.pdf · ILMU LADUNNI DALAM TASAWUF A. Pengetahuan, Ilmu dan Sain Pengetahuan, ilmu dan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

40

Salah satu kelebihan (keanehan) yang terdapat dalam orang-orang terpilih

tersebut adalah kecerdasan akal serta pengetahuan yang didapat secara tiba-

tiba, atau kebanyakan orang menyebutnya sebagai “ilmu ladunni”. Dalam

sejarah yang dicatat oleh Alqur’an disebut nabi Khidir, yang memiliki

pengetahuan luas dan mengetahui hal-hal yang akan terjadi di masa

mendatang. Ataupun keyakinan kebanyakan orang tentang Ilmu Ladunni yang

dimiliki oleh Kanjeng Sunan Kalijaga. Kelebihan (ilmu) yang dimiliki mereka

tentu merupakan sebuah anugerah karena mereka adalah hamba-hamba yang

benar-benar mengabdi pada Tuhan dan mengerti tentang Tuhan. Nah, disinilah

terdapat pemahaman yang berbeda mengenai ilmu ladunni.

1. Definisi Ladunni

Secara etimologis ladunni berasal dari bahasa Arab “ladun” yang

memiliki padanan kalimat dengan “’inda” yang memiliki padanan dalam

bahasa Indonesia “milik”. Namun jika diamati lebih lanjut terdapat

perbedaan antara ladun dan ‘inda, ladun memiliki kekhususan dan

memiliki kedekatan yang lebih dibandingkan ‘inda. Selain itu ada syarat

yang hanya dimiliki ladun yaitu harus benar-benar ada (present) sesuatu

yang dimiliki.

Secara terminologis ladunni memiliki arti:

٢٣علم رباني يصل لصاحيه عن طريق اإللهام

(Ilmu Ketuhanan yang dianugerahkan kepada hamba pilihan

dengan perantaraan ilham).

23 Mujamma’ al-Lughat al-‘Arabiyyah, Al-Mu’jam al-Wasi>t}, cet ke-4, (Kairo: Maktabat as-Syuru>q al-Dauliyah, 2004), 822.

Page 12: BAB III ILMU LADUNNI DALAM TASAWUF - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/13991/52/Bab 3.pdf · ILMU LADUNNI DALAM TASAWUF A. Pengetahuan, Ilmu dan Sain Pengetahuan, ilmu dan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

41

Dari definisi yang terkandung dalam istilah di atas, dapat

disimpulkan bahwa ladunni lebih kepada kehadiran ilmu yang dirasakan,

sehingga kehadirannya tanpa melalui representasi seperti halnya ilmu-ilmu

pada umumnya. Kehadiran identik dengan penyaksian (al-Musya>hadah),

istilah al-Musya>hadah dikenal juga dengan istlah al-Muka>syafah

(tersingkap / terbuka). Walaupun memiliki perbedaan istilah tetapi esensi

dari keduanya sama, yaitu mengetahui kehadiran.

2. Al-Muka>syafah

Al-Muka>syafah atau penyaksian bagi para sufi adalah inti dari

riyadhah yang mereka lakukan. Teori penyaksian ini menurut Suhrawardi

adalah cara terbaik dan tervalid untuk mengetahui sesuatu. Dalam teori

penyaksian terjadi penggabungan dua pendekatan secara integral, yaitu

pendekatan mental dan visi langsung terhadap objek yang diketahui.

Dengan cara demikian, suatu objek benar-benar dapat dirasakan, sehingga

tidak membutuhkan definisi dan representasi.24 Lebih lanjut Suhrawardi

menyatakan bahwa yang demikian itu adalah pengetahuan murni tanpa

membutuhkan predikatif, atau dapat dilambangkan “X adalah” (ini adalah

pengetahuan murni), sedangkan pengetahuan yang menggunakan

predikatif dilambangkan “X adalah Y”.25

Labih lanjut yang dimaksud dengan penyaksian (al-Muka>syafah)

bukanlah penyaksian objek oleh mata yang berasal dari pancaran cahaya

24 Luqman Junaidi, Ilmu Hudhuri: Konsep Ilmu Pengetahuan dalam Filsafat Iluminasi Suhrawardi, (Depok, Tesis:2009), 82. 25 Hossein Ziai, Suhrawardi dan Filsafat Iluminasi, terj. Afif Muhammad, cet. Ke-I (Bandung, Zaman Wacana Ilmu:1998), 131.

Page 13: BAB III ILMU LADUNNI DALAM TASAWUF - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/13991/52/Bab 3.pdf · ILMU LADUNNI DALAM TASAWUF A. Pengetahuan, Ilmu dan Sain Pengetahuan, ilmu dan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

42

kepada objek, tetapi karena mata yang sehat menangkap cahaya yang

dipancarkan oleh objek itu sendiri. Sehingga hasil dari penangkapan objek

tersebut menghilangkan berbagai tirai antara subjek dan objek.

إن اإلنصار ليس بانطباع صورة المرئي في العين، وليس بخروج شيء من البصر،

ر. وحاصل المقابلة يرجع إلى عدم الحجاب جالمستنير للعين السليمة ال فليس إال بمقابلة

بين الباصر والمبصر.

Pandangan bukan karena terciptanya ilustrasi objek pada mata, juga bukan karena keluarnya sesuatu dari mata, akan tetapi karena penerimaan mata yang sehat terhadap objek yang bercahaya, tidak lebih. Penerimaan ini menghasilkan tidak adanya penghalang antara yang melihat dengan yang terlihat.26

Sekilas, pandangan Suhrawardi ini sama dengan hukum fisika

modern yang menyatakan bahwa, kita bisa melihat benda karena benda itu

memancarkan cahaya kepada mata, bukan mata kita yang memancarkan

cahaya kepada benda itu. Dalam teori ini, subjek yang melihat seolah

pasif, sementara objek yang terlihat terkesan aktif. Mata sebagai instrumen

yang dimiliki subjek untuk mengetahui berada pada posisi menerima data,

sedangkan benda yang terindera berfungsi sebagai pemberi data.

Pada titik inilah, kita menemukan perbedaan antara teori

penyaksian Suhrawardi dan Mukasyafah kaum sufi dengan hukum fisika

modern. Dalam konsep mukasyafah dan penyaksian, kedua belah pihak,

baik subjek harus sama-sama aktif dan tidak ada yang bersifat pasif.

Suhrawardi memperjelas dengan mensyaratkan keharusan adanya dua

cahaya yang bertemu dalam proses penyaksian, yaitu cahaya dari subjek

26 Suhrawardi, Majmu>’at al-Mus}annafah Syaykh al-Isyra>q I, cet. Ke-I, (Teheran, Institut d’Etudes et des Recherehes Culture, 1993), 134.

Page 14: BAB III ILMU LADUNNI DALAM TASAWUF - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/13991/52/Bab 3.pdf · ILMU LADUNNI DALAM TASAWUF A. Pengetahuan, Ilmu dan Sain Pengetahuan, ilmu dan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

43

dan cahaya dari objek. Dari pertemuan dua cahaya inilah yang

menghasilkan penangkapan esensial yang bermuara pada pengetahuan

sejati tentang objek yang terlihat tersebut.

Apabila salah satu pihak bersikap pasif, yang memungkinkan

berbuat pasif adalah subjek. Misalnya subjek memejamkan mata lalu

berinisiatif menghayal, tentunya hal tersebut tidak akan menghasilkan

pengetahuan karena proses penyaksiannya tidak berlangsung sempurna.

Mata yang terpejam bukan hanya tidak menerima cahaya yang

dipancarkan objek, tetapi hakikatnya subjek tidak memancarkan cahaya

untuk memindai objek tersebut. Jadi, pada tataran ini, epistemologi

kehadiran (present) dapat berlangsung sempurna saat subjek dalam

keadaan benar-benar sadar. Pada saat yang sama, menggugurkan anggapan

yang menyatakan bahwa penyaksian terjadi karena imajinasi dan hayalan.

3. An-Nu>r

Bagi orang yang sudah akrab dengan mistisme Islam, penggunaan

terminologi cahaya dalam ranah ilmu pengetahuan sebenarnya bukanlah

sesuatu yang asing. Terminologi ini telah disinggung oleh Syaikh Waqi’

(guru Imam Syafi’i). Dalam kisah yang sangat popular, diceritakan bahwa

Imam Syafi’i mengadukan kesulitannya dalam menghafal kapada gurunya.

Kemudian gurunya memberikan petunjuk bahwa ilmu adalah cahaya, dan

hanya akan diberikan kepada hamba yang hatinya bersih.

فأرشدني إلى ترك المعاصى # يع سوء حفظيشكوت إلى وك

ونور هللا ال يهدى للعاصي # وأخبرني بأن العلم نور

Page 15: BAB III ILMU LADUNNI DALAM TASAWUF - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/13991/52/Bab 3.pdf · ILMU LADUNNI DALAM TASAWUF A. Pengetahuan, Ilmu dan Sain Pengetahuan, ilmu dan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

44

Kuadukan kepada waqi’ tentang kesulitanku dalam menghafal, Ia menasihatiku untuk meninggalkan maksiat, ia mengatakan bahwa ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada orang durjana.27

Mungkin sekilas yang terbayang dalam benak kita, cahaya adalah

apa yang sering kita temui dalam realitas empiris. Ternyata, kenyataannya

tidak demikian. Suhrawardi dengan konsep cahayanya memberikan

penegasan bahwa cahaya adalah sesuatu yang sudah jelas dan terang

dengan dirinya sendiri sehingga tidak memerlukan definisi lagi.28 Ia

menyatakan bahwa cahaya bukan hanya realitas yang paling terang, tetapi

juga bisa menerangi yang selainnya. Atas dasar itulah tidak ada pengertian

apapun yang bisa melukiskan cahaya, sebab tujuan pengertian adalah

membuat sesuatu yang awalnya kabur menjadi benar-benar dipahami.

Karena tidak ada yang lebih bisa dipahami dari cahaya, maka secara ipso

facto tak ada definisi yang dibutuhkan untuk menerangkan tentang cahaya.

Kesimpulannya adalah, istilah cahaya yang dielaborasi Suhrawardi

bukanlah mengacu kepada cahaya yang kita temui secara empiris, tetapi

dalam konteks yang lebih luas, istilah cahaya mengacu kepada segala

sesuatu yang begitu jelas dan cemerlang sehingga tidak diperlukan

penyelidikan praktis apapun untuk menjelaskannya.

Setelah menguraikan hakikat tentang cahaya, Suhrawardi

meneruskan uraiannya dengan mempertentangkan antara cahaya dan

kegelapan. Masing-masing dari keduanya terbagi menjadi dua. Cahaya

27 Abu Bakar ad-Dimyathi, ‘Ina>yat at-Tha>libi>n, cet. Ke-1 (Beirut, Dar al-Fikr: tt), 167. 28 Suhrawardi, Majmu>’at al-Mus}annafah Syaykh al-Isyra>q I, cet. Ke-I, (Teheran, Institut d’Etudes et des Recherehes Culture, 1993), 106.

Page 16: BAB III ILMU LADUNNI DALAM TASAWUF - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/13991/52/Bab 3.pdf · ILMU LADUNNI DALAM TASAWUF A. Pengetahuan, Ilmu dan Sain Pengetahuan, ilmu dan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

45

terbagi dua, yaitu cahaya murni (an-Nu>r al-Mahd}i) dan cahaya temaram

(an-Nu>r al-Arid}). Cahaya murni bersifat mandiri dalam zatnya dan tidak

bercampur dengan sesuatu yang lain. Berbeda dengan cahaya temaram, ia

tidak mandiri dan terkandung dalam sesuatu yang lain.29

Sebagaimana cahaya yang terbagi dua, kegelapan pun terbagi

menjadi dua, yaitu substansi kabur (al-Jawhar al-Jisma>n al-Gha>siq)

dan substansi gelap (al-Hai’at al-Dzulma>niyyah). Substansi kabur

memiliki sifat mandiri, sedangkan substansi gelap bersifat tidak mandiri.30

Selain cahaya dan gelap ada sesuatu yang tidak diantara keduanya, dalam

istilah Suhrawardi disebut dengan Barzakh.31

Lebih lanjut Suhrawardi menyebut setiap orang yang mengetahui

dirinya sendiri sebagai cahaya murni (an-Nu>r al-Mahd}i).

كل من كان له ذات ال يغفل عنها فهو غير غاسق لظهور ذاته عنده، وليس هيئة ظلمانية

في الغير. إذ الهيئة النورية أيضا ليست نورا لذاته فضال عن الظلمانية، فهو نور محض

مجرد.

Setiap diri yang tidak lalai akan esensinya bukanlah substansi kabur karena penampakan esensinya pada dirinya. Ia juga bentuk kegelapan bagi esensi lain, bahkan bentuk cahaya itu sendiri bukanlah cahaya bagi dirinya. Ia adalah cahaya murni.32

Pada dasarnya Suhrawardi ingin menegaskan bahwa setiap orang

memiliki potensi untuk menjadi cahaya murni yang bukan hanya mampu

menerangi dirinya sendiri, tapi juga mampu menerangi alam sekitarnya.

Jika ditarik dalam lapangan praktis, setiap individu adalah entitas unik

29 Ibid, 108. 30 Ibid,109. 31 Ibid,108. 32 Ibid, 110-111.

Page 17: BAB III ILMU LADUNNI DALAM TASAWUF - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/13991/52/Bab 3.pdf · ILMU LADUNNI DALAM TASAWUF A. Pengetahuan, Ilmu dan Sain Pengetahuan, ilmu dan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

46

yang memiliki “bekal” sama dan setara untuk memiliki ilmu pengetahuan

yang berguna bagi dirinya sendiri dan orang lain. Sayangnya, tidak semua

individu menginsafi potensi yang sudah tertanam dalam dirinya sehingga

dapat dieksplorasi sedemikian rupa. Akibatnya, potensi tersebut statis dan

tidak mewujud menjadi aktus yang bisa dimanfaatkan, walaupun tidak

hilang sama sekali.

4. Al-Ta’li>m

Al-Ta’li>m atau pengajaran mensyaratkan adanya murid dan

adanya guru. Ketiadaan salah satu dari keduanya maka membatalkan

terjadinya pengajaran. Ilmu ladunni mensyaratkan adanya pengajaran,

secara otomatis mengharuskan keberadaan murid dan guru. Allah SWT

berfirman:

“Kami akan membacakan (Al-Qur'an) kepadamu (Muhammad)

maka kamu tidak akan lupa.” (QS. al-A’la; 6)

Ayat tersebut dengan jelas menerangkan tentang pengajaran. Nabi

Muhammad SAW sebagai murid yang menginginkan pengetahuan sejati,

kemudian Allah SWT mengajarkan kepada beliau dengan perantaraan

Jibril atau tanpa perantaraan Jibril.

Secara eksplisit kisah tentang ilmu ladunni dapat direkam di dalam

Al-Qur’an surat Al-Kahfi, dari ayat 60 sampai ayat 82. Muhammad Luthfi

Ghozali dalam bukunya Sejarah Ilmu Ladunni menjelaskan bahwa

perolehan ilmu ladunni (ilmu di luar nalar) tanpa adanya guru hakikatnya

adalah ilmu yang berasal dari jin atau setan yang berfungsi sebagai

Page 18: BAB III ILMU LADUNNI DALAM TASAWUF - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/13991/52/Bab 3.pdf · ILMU LADUNNI DALAM TASAWUF A. Pengetahuan, Ilmu dan Sain Pengetahuan, ilmu dan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

47

istidro>j (kemanjaan sementara), dan ketika masa tangguhnya habis

istidro>j itu berangsur-angsur hilang dan berganti dengan kehancuran.33

Fungi guru dalam pencarian ilmu ladunni, seumpama sebuah

pengalaman. Guru adalah sosok yang telah mencapai pengalaman tersebut.

Maka seorang murid yang ingin mencapai pengalaman tersebut hendaknya

menjalankan tahapan-tahapan sesuai arahan guru yang telah pernah samapi

pada pengalaman tersebut. Ketiadaan guru dapat dipastikan pengalaman

yang diraihpun berbeda, bahkan kemungkinan tersesatpun sangat besar

karena banyak tipuan di dalamnya.34

5. Sejarah Ilmu Ladunni

Sejarah tentang ilmu ladunni dapat direkam dari ayat-ayat surat al-

Kahfi sebanyak 22 ayat. Dimulai dari ayat 60 sampai ayat 82. Peristiwa

sejarah itu diperankan dua tokoh sentral. Nabi Musa dan nabi Khidhir

sebagai gambaran sosok yang telah menjiwai ilmunya masing-masing.35

Untuk menghasilkan ilmu laduni, dua karakter tokoh sentral

tersebut dipertemukan dengan pelaksanaan amal ibadah. Diharapkan

dengan amal tersebut dapat membuahkan suatu jenis “pemahaman hati”.

Pemahaman hati itulah yang dinamakan ilmu laduni.

Menurut suatu riwayat, suatu saat Nabi Musa as. ketika baru saja

menerima Kitab dan berkata-kata dengan Allah, bertanya kepada

Tuhannya: "Siapakah kira-kira yang lebih utama dan lebih berilmu tinggi

33 Muhammad Luthfi Ghozali, Sejarah ilmu ladunni, (Semarang, Abshor:2008), 8 34 Ibid, 9-10. 35 Ibid, 14.

Page 19: BAB III ILMU LADUNNI DALAM TASAWUF - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/13991/52/Bab 3.pdf · ILMU LADUNNI DALAM TASAWUF A. Pengetahuan, Ilmu dan Sain Pengetahuan, ilmu dan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

48

selain aku?” Maka dijawab: “Ada, yaitu hamba Allah yang berdiam di

pinggir laut, bernama Khidhir as”.

Di dalam hadits riwayat imam Bukhori dan Muslim, dari Abi bin

Ka’ab ra. telah mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Ketika suatu saat

Nabi Musa berdiri berkhothbah di hadapan kaumnya, Bani Isra’il, salah

seorang bertanya: “Siapa orang yang paling tinggi ilmunya”, Nabi Musa

as. menjawab: “Saya”. Kemudian Allah menegur Musa dan berfirman

kepadanya, supaya Musa tidak mengulangi statemannya itu; “Aku

mempunyai seorang hamba yang tinggal di pertemuan antara dua

samudera, adalah seorang yang lebih tinggi ilmunya daripada kamu”. Nabi

Musa as berkata: “Ya Tuhanku, bagaimana aku bisa menemuinya”.

Tuhannya berfirman: “Bawalah ikan sebagai bekal perjalanan, apabila di

suatu tempat ikan itu hidup lagi, maka di situlah tempatnya.

Di dalam riwayat yang lain disebutkan, disaat Nabi Musa as.

munajat kepada Tuhannya, beliau berkata: “Ya Tuhanku, sekiranya ada

diantara hambaMu yang ilmunya lebih tinggi dari ilmuku maka tunjukilah

aku”. Tuhannya berkata: “Yang lebih tinggi ilmunya dari kamu adalah

Khidhir”, Nabi Musa as. bertanya lagi: “Kemana saya harus mencarinya?”,

Tuhannya menjawab: “Di pantai dekat batu besar”, Musa as. bertanya lagi:

“Ya Tuhanku, aku harus berbuat apa sehingga aku dapat menemuinya?”,

maka dijawab: “Bawalah ikan untuk perbekalan di dalam keranjang,

apabila di suatu tempat ikan itu hidup lagi, berarti Khidir itu berada

Page 20: BAB III ILMU LADUNNI DALAM TASAWUF - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/13991/52/Bab 3.pdf · ILMU LADUNNI DALAM TASAWUF A. Pengetahuan, Ilmu dan Sain Pengetahuan, ilmu dan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

49

disana”. Kemudian Musa as. berkata kepada muridnya: “Apabila ikan itu

hidup lagi, kamu segera beritahukan kepadaku”.36

Berangkatlah mereka berdua dengan berjalan kaki. Ketika sampai

di suatu tempat, di sebelah batu besar, nabi Musa istirahat dan tertidur,

ikan tersebut bergerak hidup dan meloncat ke laut. Tapi sang murid lupa

melaksanakan pesan gurunya. Kemudian mereka meneruskan perjalanan,

setelah sampai waktunya makan sore, nabi Musa mencari perbekalannya,

muridnya baru ingat pesan tersebut dan menceritakan kejadian ikan yang

hidup lagi dan meloncat masuk ke laut dengan cara yang menakjubkan.

Itulah tempat yang mereka tuju, maka kembalilah mereka berdua, dengan

mengikuti tapak tilas perjalanan, mencari dimana ikan tersebut masuk ke

laut.

Setelah sampai di tempat yang dituju, keduanya bertemu dengan

seorang laki-laki. Musa menyampaikan salam dan laki-laki itu menjawab.

Musa kemudian mengenalkan diri dan menceritakan tujuan perjalanannya.

Kemudian nabi Khidhir as. menjawab:

يا موسى إنى على علم من علم هللا علمنيه ال تعلمه أنت وأنت على علم من علم هللا علمكه هللا ال أعلمه.

“Wahai Musa, aku dengan ilmu dari ilmu Allah yang Allah

mengajarkannya kepadaku tapi tidak diajarkan kepadamu, sedangkan

engkau dengan ilmu dari ilmu Allah yang Allah mengajarinya kepadamu

akan tetapi tidak diajarkan kepadaku.”

36 Muhammad Luthfi Ghozali, Sejarah ilmu ladunni, (Semarang, Abshor:2008), 17.

Page 21: BAB III ILMU LADUNNI DALAM TASAWUF - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/13991/52/Bab 3.pdf · ILMU LADUNNI DALAM TASAWUF A. Pengetahuan, Ilmu dan Sain Pengetahuan, ilmu dan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

50

Kemudian mereka, Musa dan Khidhir berangkat mengadakan

perjalanan bersama. Ketika naik perahu, mereka melihat seekor burung

mencari makanan di laut, burung itu memasukkan paruhnya di air

kemudian terbang lagi. Khidhir sa. berkata: Hai Musa, ilmumu dan ilmuku

jika dikumpulkan dengan seluruh ilmu makhluk yang ada di alam semesta

ini, dibandingkan dengan ilmu Allah tidaklah lebih besar daripada air yang

ada di paruh burung itu dibanding dengan air yang ada di seluruh

samudera ini. Air yang ada di paruh burung itu ibarat ilmu yang telah

dikuasai seluruh makhluk di alam ini sedangkan air di seluruh samudera

adalah ibarat ilmu Allah dan Allah Maha Mengetahui terhadap segala

hakikat perkara.

Kesimpulan dari sejarah ilmu ladunni adalah ilmu yang

digambarkan dari pertemuan dua nabi mulia, yaitu Nabi Musa dan Nabi

Khidir. Nabi Musa secara karakter digambarkan menguasai ilmu dhahir.

Sedangkan Nabi Khidir secara karakteri menguasai ilmu bathin. Allah

tidak memerintahkan Nabi Musa untuk belajar kepada Nabi Khidir, tetapi

Allah juga tidak melarang untuk belajar kepadanya. Tetapi karena rasa

ingin belajar yang tinggi yang dimiliki nabi Musa sehingga ia tetap

berguru kepada seorang Nabi yang Allah nyatakan lebih pintar dari Nabi

Musa. Baik ilmu yang dikuasai oleh nabi Musa dan nabi Khidir ketika

digabungkan sangatlah sedikit dibandingkan ilmu yang diberikan Allah

kepada seluruh hambanya dengan perumpamaan tetesan air dari paruh

burung.