bab ii uud -...

21
13 BAB II SEJARAH LAHIRNYA MU'TAZILAH DAN AJARANNYA A. Sejarah lahirnya Mu'tazilah Peristiwa terbunuhnya Utsman bin Affan, khalifah ketiga, pada 666 M, di Madinah dalam pertentangan yang terjadi dengan tentara yang datang dari Mesir, selain membawa masalah politik, juga menimbulkan masalah theologi dalam Islam. Dalam bidang politik, peristiwa itu memecah umat Islam menjadi 2 golongan : Sunni dan Syiah. Perkembangan sejarah Islam, bukan dalam politik saja tetapi juga dalam bidang agama dan pemikiran, banyak dipengaruhi dan ditentukan arahnya oleh pertentangan antara kedua golongan besar ini. Dalam bidang theologi, peristiwa Utsman bin Affan itu menimbulkan masalah iman dan kufur. Peperangan yang terjadi antara Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah ke 4 dan Muawiyah bin Abi sufyan, Gubernur Damsyik yang menganggap Ali bertanggung jawab atas pembunuhan Utsman, dicoba diselesaikan dengan jalan damai yaitu jalan tahkim (arbitrase) yang biasa dipakai pada zaman jahiliyah. Jalan damai ini oleh segolongan tentara Ali tidak disetujui karena kelihatannya mereka telah dekat memperoleh kemenangan dalam peperangan. Ini berarti mereka akan mendapat harta rampasan yang akan dibagi-bagikan kepada semua yang turut berperang dipihaknya. Tidak puas dengan keadaan ini, mereka tinggalkan barisan Ali dan membentuk kekuatan sendiri yang kemudian dikenal dengan nama kaum Khawarij. Nama Khawarij berasal dari kata kharaja, yaitu keluar, yang dalam kasus ini berarti keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib, khalifah ke 4. 1 Masalah politik ini segera mereka tingkatkan dan kaitkan dengan iman dan kufur, masalah Islam atau tidak Islamnya seseorang. Dalam theologi, ayat 44 dari surat al-Ma’idah mengatakan: siapa yang tidak menentukan hukum dengan apa yang telah ditentukan Allah, adalah kafir. Ali bin Abi Thalib dan 1 Harun Nasution, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran, Cet. 6, Mizan (Anggota IKAPI) Bandung, 2000, hlm.126.

Upload: phungtruc

Post on 05-Feb-2018

253 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II uud - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · 13 BAB II SEJARAH LAHIRNYA MU'TAZILAH DAN AJARANNYA A. Sejarah lahirnya Mu'tazilah

13

BAB II

SEJARAH LAHIRNYA MU'TAZILAH DAN AJARANNYA

A. Sejarah lahirnya Mu'tazilah

Peristiwa terbunuhnya Utsman bin Affan, khalifah ketiga, pada 666 M,

di Madinah dalam pertentangan yang terjadi dengan tentara yang datang dari

Mesir, selain membawa masalah politik, juga menimbulkan masalah theologi

dalam Islam. Dalam bidang politik, peristiwa itu memecah umat Islam

menjadi 2 golongan : Sunni dan Syiah. Perkembangan sejarah Islam, bukan

dalam politik saja tetapi juga dalam bidang agama dan pemikiran, banyak

dipengaruhi dan ditentukan arahnya oleh pertentangan antara kedua golongan

besar ini. Dalam bidang theologi, peristiwa Utsman bin Affan itu

menimbulkan masalah iman dan kufur. Peperangan yang terjadi antara Ali bin

Abi Thalib sebagai khalifah ke 4 dan Muawiyah bin Abi sufyan, Gubernur

Damsyik yang menganggap Ali bertanggung jawab atas pembunuhan Utsman,

dicoba diselesaikan dengan jalan damai yaitu jalan tahkim (arbitrase) yang

biasa dipakai pada zaman jahiliyah. Jalan damai ini oleh segolongan tentara

Ali tidak disetujui karena kelihatannya mereka telah dekat memperoleh

kemenangan dalam peperangan. Ini berarti mereka akan mendapat harta

rampasan yang akan dibagi-bagikan kepada semua yang turut berperang

dipihaknya. Tidak puas dengan keadaan ini, mereka tinggalkan barisan Ali

dan membentuk kekuatan sendiri yang kemudian dikenal dengan nama kaum

Khawarij. Nama Khawarij berasal dari kata kharaja, yaitu keluar, yang dalam

kasus ini berarti keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib, khalifah ke 4.1

Masalah politik ini segera mereka tingkatkan dan kaitkan dengan iman

dan kufur, masalah Islam atau tidak Islamnya seseorang. Dalam theologi, ayat

44 dari surat al-Ma’idah mengatakan: siapa yang tidak menentukan hukum

dengan apa yang telah ditentukan Allah, adalah kafir. Ali bin Abi Thalib dan

1 Harun Nasution, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran, Cet. 6, Mizan (Anggota

IKAPI) Bandung, 2000, hlm.126.

Page 2: BAB II uud - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · 13 BAB II SEJARAH LAHIRNYA MU'TAZILAH DAN AJARANNYA A. Sejarah lahirnya Mu'tazilah

14

Muawiyah menyelesaikan persengketaan mereka tidak dengan pergi kepada

theologi, tetapi dengan mengikuti kembali tradisi hakam zaman jahiliah.

Dengan demikian Ali dan Muawiyah dalam pandangan Khawarij, telah

menjadi kafir dan bukan mu’min, jadi bukan orang Islam lagi. Demikian juga

Amr bin Al-Ash dan Abu Musa al-Asy’ari, masing-masing pengantara dari

pihak Muawiyah dan Ali.2

Tidak menentukan hukum sesuai dengan apa yang telah diturunkan

Allah dalam Al-Qur’an menurut Khawarij, adalah dosa besar. Dari sini

mereka menarik kesimpulan bahwa pembuat dosa besar adalah kafir, dalam

arti telah keluar dari Islam, yaitu murtad dan orang murtad harus dibunuh.

Yang dipandang dosa besar antara lain adalah berbuat zina dan membunuh

manusia tanpa sebab yang sah. Maka dalam pandangan Khawarij, orang yang

berzina dan membunuh sudah keluar dari Islam, dan harus dibunuh. Dalam

perkembangan selanjutnya yang mereka akui orang Islam hanyalah orang

yang menganut ajaran-ajaran Khawarij. Orang-orang Islam lainnya adalah

kafir dan murtad serta harus diperangi. Maka selain memerangi Ali dan

Muawiyah sebagai lawan-lawan politik mereka, kaum Khawarij juga

menentang umat Islam yang tidak sepaham dengan theologi mereka.

. Bagi golongan Murjiah, perbuatan tidak mempunyai pengaruh apa-

apa atas iman. Sehubungan dengan itu masalah dosa besar dan pembuat dosa

besar pada abad pertama hijriah banyak dan hangat diperbincangkan. Kepada

alim ulama banyak diajukan pertanyaan mengenai masalah itu. Demikian

Hasan Al-Bashri (642-728 M) seorang ulama besar di Irak, pada suatu hari

mendapat pertanyaan dari salah seorang yang turut mendengar kuliahnya.

Sebelum sempat menjawab, seorang peserta lain yang bernama Washil bin

Atha’ (699-748 M) menegaskan : membuat dosa besar tidak mu’min dan tidak

kafir.

Kemudian ia meninggalkan majlis gurunya dan membentuk majelis

sendiri untuk mengembangkan pendapatnya. Kata mu’min, dalam paham

Washil, mengandung pujian, sedangkan pembuat dosa besar bukanlah orang

2 Ibid.

Page 3: BAB II uud - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · 13 BAB II SEJARAH LAHIRNYA MU'TAZILAH DAN AJARANNYA A. Sejarah lahirnya Mu'tazilah

15

yang terpuji tetapi sebaliknya pembuat dosa besar bukanlah kafir, karena ia

masih mengakui kedua syahadat. Karena pembuat dosa besar tidak mu’min

dan tidak kafir, ia mempunyai posisi di antara keduanya dan boleh diberi

predikat muslim.

Adapun dosa besar yang dilakukannya itu tidak bisa diputuskan oleh

umat Islam lain di bumi ini, tetapi diserahkan kepada pembuat dosa besar itu

sendiri. Kalau ia bertaubat, dalam arti taubat yang sebenarnya, dosa besar itu

akan diampuni Tuhan dan ia masuk surga. Tetapi kalau ia tidak mau bertaubat,

dan mati sebelum sempat taubat dengan sebenar-benarnya taubat, dosa

besarnya tidak terhapus dan ia masuk neraka untuk selama-lamanya. Hanya

hukuman yang diterimanya lebih ringan dari hukuman yang diberikan Tuhan

kepada orang kafir. Ajaran ini kemudian dikenal dengan nama “al-manzilah

bayn al-manzilatain”, posisi di antara dua posisi mu’min dan kafir, baik di

dunia maupun di akherat kelak.

Peristiwa inilah yang menimbulkan lahirnya Mu'tazilah yang pada

mulanya lahir sebagai reaksi terhadap paham-paham theologi yang

dikemukakan oleh golongan Khawarij dan golongan Murjiah. Nama

Mu'tazilah yang diberikan kepada mereka berasal dari kata I’tazala, yang

berarti mengasingkan diri, menurut suatu teori, nama itu diberikan atas dasar

ucapan Hasan Al-Basri, setelah melihat Washil memisahkan diri. Hasan Al-

Basri diriwayatkan memberi komentar sebagai berikut : I’tazala anna (ia

mengasingkan diri dari kami). Orang-orang yang mengasingkan diri disebut

Mu'tazilah. Mengasingkan diri bisa berarti mengasingkan diri dari majlis

kuliah Hasan Al-Basri, atau mengasingkan diri dari pendapat Murjiah dan

pendapat Khawarij. Menurut teori lain nama Mu'tazilah bukan berasal dari

ucapan Hasan Al-Basri, tetapi dari kata I’tazala yang dipakai terhadap orang-

orang yang mengasingkan diri dari pertikaian politik yang terjadi pada zaman

Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Kata I’tazala dan Mu'tazilah

menurut penulis sejarah al-Thabari dan Abu al-Fuda3 Memang sudah dipakai

pada zaman itu. Golongan yang tidak mau turut campur dengan pertikaian

3 Ahmad Amin, Fajr Al-Islam , Dar Alkitab Alhadits, Kairo, 1964. hlm. 290.

Page 4: BAB II uud - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · 13 BAB II SEJARAH LAHIRNYA MU'TAZILAH DAN AJARANNYA A. Sejarah lahirnya Mu'tazilah

16

politik, mengasingkan diri dan memusatkan perhatian pada ibadah dan ilmu

pengetahuan. Di antara orang-orang demikian terdapat cucu Nabi Muhammad,

Abu Husein, Abdullah dan al-Hasan bin Muhammad bin al-Hanafi.

Ada anggapan bahwa kata Mu'tazilah mengandung arti tergelincir, dan

karena tergelincirnya aliran Mu'tazilah dari jalan yang benar, maka ia diberi

nama Mu'tazilah, yaitu golongan yang tergelincir. Sebenarnya kata I’tazala

berasal dari kata akar a’zala yang berarti”memisahkan” dan tidak

mengandung arti tergelincir. Kata yang dipakai dalam bahasa Arab untuk

tergelincir memang dekat bunyinya dengan a’zala yaitu zalla. Tetapi

bagaimanapun, nama Mu'tazilah tidak bisa berasal dari kata zalla.

Orang-orang Mu'tazilah sendiri meskipun mereka menyebut diri Ahl

al-Tauhid wa ahl al-Adl, tidak menolak nama Mu'tazilah itu. Bahkan dari

ucapan-ucapan pemuka Mu'tazilah dapat ditarik kesimpulan bahwa mereka

sendirilah yang menimbulkan nama itu. Menurut al-Qadhi Abdul Jabbar,

seorang pemuka Mu'tazilah yang buku-bukunya banyak ditemui kembali pada

abad kedua puluh Masehi ini, di dalam teologi terdapat kata I’tazala yang

mengandung arti mengasingkan diri dari yang salah dan tidak benar. Dengan

demikian kata Mu'tazilah mengandung arti pujian.4 Menurut keterangan

seorang Mu'tazilah lain, Ibn Al-Murtadha, nama Mu'tazilah itu bukan

diberikan oleh orang lain, tetapi orang-orang Mu'tazilah sendirilah yang

menciptakan nama itu.5

Dari uraian di atas jelaslah bahwa situasi ummat Islam pada masa itu

telah terpecah-pecah menjadi beberapa aliran golongan. Golongan Khawarij,

Syiah dan Murjiah, saling berbantah satu dengan yang lain. Masing-masing

mempertahankan pendiriannya sendiri, yang tak dapat dibayangkan untuk

dapat dipertemukan satu dengan yang lain. Masalah dosa besar merupakan

pangkal persengketaan, misalnya Khawarij berpendapat bahwa Ustman, Ali,

Muawiyah dan orang-orang yang menerima tahkim adalah berdosa besar.

4 Al-Qur’an-Nasysyar, Nasy’ah al-Fikr al-Qur’an-Falsafi fi al-Islam , Kairo, 1966, hlm.

430-1. 5 Ahmad Mahmud Subhi, Fi’Ilm Al-Kalam, Kairo, 1969, hlm. 75 – 6.

Page 5: BAB II uud - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · 13 BAB II SEJARAH LAHIRNYA MU'TAZILAH DAN AJARANNYA A. Sejarah lahirnya Mu'tazilah

17

Golongan Murjiah berpendapat bahwa semua yang terlibat dalam

persengketaan kaum muslimin tetap mu’min dan tidak keluar dari Islam .

Iman adalah pekerjaan hati semata-mata, amal perbuatan sama sekali tidak

mempengaruhi iman seseorang. Golongan Syiah juga berpendapat bahwa

khalifah-khalifah sebelum Ali adalah perampas hak, sebab Ali yang telah

diberi wasiat nabi untuk menerima jabatan khalifah. Mereka berpendapat

bahwa para perampas itu juga kafir dan kekal dalam neraka.

Pada abad kedua Hijriah, kota Bagdad (Irak) menjadi pusat ilmu

pengetahuan dan peradaban Islam. Filsafat Yunani telah masuk ke dunia

Islam dan pikiran-pikiran filsafatnya banyak mempengaruhi kaum muslimin.6

Demikian pula agama Yahudi, Kristen, Zoroaster dan kepercayaan-

kepercayaan setempat telah banyak dibawa masuk oleh orang-orang yang baru

saja memeluk agama Islam, di mana sisa kepercayaan mereka tidak bisa

dibuang sama sekali.Terasa sekali kegiatan dari pada agama lain dan orang-

orang yang sengaja memasuki Islam untuk menghancurkan Islam dari dalam,

demikian pula ajaran-ajaran filsafat menyerang Islam dengan caranya sendiri.

Demikianlah pada masa itu Islam menghadapi berbagai serangan baik dari

luar maupun dari dalam. Dalam situasi menghadapi perpecahan dan perbedaan

pendapat serta serangan-serangan baik dari luar maupun dari dalam, lahirlah

Mu’tazillah.7

Untuk mengatasi dan menghindari berlarut-larutnya perpecahan dan

perbedaan pendapat, Mu’tazillah mengemukakan konsepsi jalan tengah dalam

usaha mengkompromomikan pendapat-pendapat yang berbeda. Pendapatnya

tidak terlalu keras sebagaimana pendapat Khawarij dan juga tidak terlalu

lemah sebagaimana pendapat Murjiah, tetapi bainal manzilataini, di antara

dua pendapat yang berbeda.

Terhadap serangan-serangan, baik dari luar maupun dari dalam,

Mu'tazilah muncul dengan pikiran-pikiran baru guna menyelamatkan Islam.

6 Nurcholis Majid, Khasanah Intelektual Islam, hlm. 21. 7 Ibid, hlm. 22

Page 6: BAB II uud - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · 13 BAB II SEJARAH LAHIRNYA MU'TAZILAH DAN AJARANNYA A. Sejarah lahirnya Mu'tazilah

18

Usaha itu melahirkan ilmu baru dalam Islam yang dikenalkan Mu'tazilah,

yaitu “Ilmu Kalam”. Ilmu ini berisi perpaduan antara Filsafat dan Logika

dengan ajaran-ajaran agama Islam, sehingga merupakan gagasan-gagasan

baru, konsepsi-konsepsi filsafat mengenai theologi Islam .

Dengan demikian, lahirnya Mu'tazilah adalah karena masalah agama

dan bukannya bermotif politis, meskipun dalam perkembangan selanjutnya

menggunakan unsur politik untuk memgembangkan dan memaksakan ajaran

dan pahamnya. Maka lahirlah satu golongan baru Mu'tazilah sehingga

menambah jumlah golongan yang telah ada.

B. Ajaran-Ajaran Pokok Mu'tazilah

Mu'tazilah sebagai pelanjut Qodariyah, golongan yang tertua di dalam

Islam yang mementingkan akal pikiran (rasionalist). Mereka sangat kritis,

bukan saja terhadap hadits nabi dan cara-cara penafsiran al-Quran , tetapi juga

kritis terhadap pengaruh ajaran filsafat Yunani seperti Aristoteles, Plato, Neo

Platonis dan sebagainya. Inilah yang memberi inspirasi sehingga

menimbulkan ilmu baru yang disebut Ilmu Kalam, yang mengkompromikan

antara pendapat filsafat dan agama.8

Ilmu, menurut Mu'tazilah hanya dapat diperoleh dengan akal dan tak

bisa dengan jalan lain. Pengetahuan tentang adanya Tuhan dapat dicapai

dengan akal dan kecuali Tuhan segala sesuatu dapat berubah dan binasa.

Bahwa pengetahuan tentang baik dan buruk adalah juga soal akal, tidak dapat

diketahui sesuatu itu salah atau benar, sebelum akal mencurahkan pikiran kita

mengenal perbedaannya. Bahwa perasaan syukur terhadap rahmat Tuhan

diwajibkan oleh akal, bahkan sebelum diturunkannya wahyu tentang itu.

Bahwa Tuhan mengutus para Rasul serta menurunkan wahyu adalah untuk

menjelaskan kepada manusia tentang perintah-perintah-Nya.

Akal dan keadilan adalah prinsip yang memimpin manusia dalam

tindak tanduknya, kegunaan atau manfaat dari usaha membahagiakan manusia

pada umumnya ukuran benar dan salah. Oleh sebab itu Mu'tazilah disebut pula

8 Fazlur Rahman, Islam,hlm.119.

Page 7: BAB II uud - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · 13 BAB II SEJARAH LAHIRNYA MU'TAZILAH DAN AJARANNYA A. Sejarah lahirnya Mu'tazilah

19

Rationalist dan Utilitarist, di mana mereka mendasarkan hukum moral atas

persesuaian wahyu dengan akal.

Ada lima prinsip ajaran Mu'tazilah (al Ushul al Khomsah) :

1. At Tauhid (Keesaan Allah)

2. Al Adl (Keadilan)

3. Al Wa’du wal Wa’ied (Janji dan Ancaman)

4. Al Manzilatu bainal Manzilataini (Tempat di antara dua tempat)

5. Al amru bil Ma’rufi wan Nahyu ‘anil Munkari (mengajak kepada kebaikan

dan melarang kejahatan).9

Kelima prinsip ajaran ini adalah dasar utama yang harus dipegangi

oleh setiap orang yang mengaku dirinya Mu'tazilah, hal ini telah menjadi

kesepakatan bersama. Meskipun sering kali mereka berbeda dalam soal-soal

kecil dalam memahami kelima ajaran tersebut, karena menganalisanya atas

dasar pikiran yang tidak lepas dari latar belakang kebudayaan setempat.

1. At-Tauhid (Keesaan Tuhan ).

At Tauhid adalah dasar aqidah Islam yang pokok dan utama.

Sebenarnya Tauhid bukanlah ciptaan Mu'tazilah, tetapi karena mereka

menafsirkan dan mempertahankannya sedemikian rupa, maka mereka

dipertalikan dengan prinsip at-Tauhid (Keesaan ) dan terkenal dengan

sebutan Ahlu Tauhid.

Imam Al Asy’ari dalam kitabnya: Maqolat al Islamiyyin,

menyebutkan pengertian Tauhid menurut Mu'tazilah sebagai berikut :

Allah itu Esa, tidak ada yang menyamai-Nya, bukan jisim (benda)

bukan pribadi (syahs), bukan jauhar (substansi), bukan aradl (non

essential property), tidak berlaku padanya masa. Tiada tempat baginya,

tiada bisa disifati dengan sifat-sifat yang ada pada makhluk yang

menunjukkan ketidak azaliannya, tiada batas bagi-Nya, tiada melahirkan

dan tiada dilahirkan, tidak dapat dilihat dengan mata kepala dan tidak bisa

digambarkan dengan akal pikiran. Ia Maha mengetahui, Yang Berkuasa

9 Ahmad Amin, Dhuhal Islam III, lihat pula Harun Nasution, Theologi Islam , hlm. 49.

Page 8: BAB II uud - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · 13 BAB II SEJARAH LAHIRNYA MU'TAZILAH DAN AJARANNYA A. Sejarah lahirnya Mu'tazilah

20

dan Yang Hidup. Hanya Ia sendiri Yang Qodim, tiada yang Qodim selain-

Nya, tiada pembantu bagi-Nya dalam menciptakan.

Apabila kita perhatikan uraian di atas, maka akan tampak jelas

bahwa pikiran-pikiran Mu'tazilah mengambil istilah-istilah filsafat seperti

syahs, jauhar, aradl, teladan (contah/idea) dan sebagainya. Prinsip Tauhid

ini dipertahankan dan diberi argumentasi sedemikian rupa, sehingga betul-

betul murni. Oleh karena itu sebagai kelanjutan daripada prinsip ini maka

mereka berpendapat pula :

a. Tidak mengakui sifat-sifat Tuhan sebagai suatu yang qodim, yang lain

dari zat-Nya. Menurut mereka apa yang disebut sifat Tuhan tidak dapat

dipisahkan dari Tuhan sendiri. Allah itu tahu sama dengan Allah itu

berkuasa, sama saja Allah itu hidup, sama saja Allah itu mendengar

dan melihat dan akhirnya sama saja dengan Allah itu ada.

Mereka berpendapat bahwa keabadian adalah sifat yang membedakan

zat Ilahi, bahwa Tuhan adalah Abadi /Qodim, karena keabadian adalah

sifat-Nya yang khas. Tuhan tidak mempunyai sifat, yang ada hanyalah

zat, tapi bukan berarti menafikan sifat Tuhan, tetapi sifat itu bukan

sifat zat, sebab kalau demikian akan terjadi “muta’addidul qudama”

berbilangnya yang qodim. Oleh sebab itu Mu'tazilah diberi gelar

golongan mu’attilah, 10 yang mengosongkan, meniadakan sifat-sifat

Tuhan. Namun pengikut-pengikut Washil bin Atha’ menetapkan dua

sifat pokok bagi Tuhan yaitu : ilmu dan qudrat, itupun bukan sifat

tetapi keadaan (haal).

b. Mengingkari pendapat yang mengatakan adanya arah bagi Tuhan, dan

menakwilkan ayat-ayat yang mempunyai kesan adanya persamaan

Tuhan dengan makhluk-Nya (antromorphisme/musyabbihah).11

Mereka melarang memberikan sifat bagi Tuhan dengan sifat keadaan,

baik dengan jalan jurusan, tempat, rupa atau badan maupun dengan

jalan perubahan, berhenti, bergerak atau melarut. Dalam tafsiran

10 Fazlur Rahman, Islam , hlm. 123. 11 Ibid.

Page 9: BAB II uud - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · 13 BAB II SEJARAH LAHIRNYA MU'TAZILAH DAN AJARANNYA A. Sejarah lahirnya Mu'tazilah

21

mereka mengenai ayat-ayat Al-Qur’an yang mempergunakan sifat,

mereka pahami dalam arti kiasan dan bukannya dalam arti harfiah.

c. Mengingkari bahwa Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala. Karena

orang yang bertanya di mana adanya Tuhan, menyamakannya dengan

sesuatu. Tuhan adalah Pencipta, bukan karena Ia sendiri dicipta, Tuhan

ada bukan karena sebelumnya Ia tiada, Ia ada bersama tiap benda,

bukan karena serupa atau dekat. Ia di luar segala, bukan karena

terpisah. Ia adalah sebab utama, bukan dalam arti bergerak bertindak.

Ia adalah melihat tetapi orang tidak dapat melihat-Nya. Ia tidak

berhubungan dengan tempat, waktu dan tidak mempunyai dimensi.

d. Dengan Keesaan yang mutlak, mereka menolak konsepsi-konsepsi

dualisme maupun trinitas tentang Tuhan,

Meskipun prinsip Tauhid diakui oleh seluruh umat Islam, namun

ajaran ini oleh Mu'tazilah mendapat penekanan khusus. Ayat yang

dipegangi antara lain Al-Qur’an surat As-Suraa ayat 11:

صريالب ميعالس وهء ويكمثله ش س11:لشورى( لي(

Artinya : “Tidak ada seseuatupun yang serupa dengan Dia dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (As-Syuraa:11)

Ayat yang menunjukkan Tuhan berjisim dita’wilkan seperti dalam

surat Al-Fath :10 :

... ديهمأي قالله فو د10: الفتح. . . ( ي(

Artinya :”Tangan Allah di atas tangan mereka”.

Ayat yang menunjukkan Tuhan bertempat, seperti dalam surat Al-

A’raf : 54 :

) 54: األعراف . ..(ثم استوى على العرش ...

Artinya :”Dia bersemayam di atas Arsy”.

Page 10: BAB II uud - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · 13 BAB II SEJARAH LAHIRNYA MU'TAZILAH DAN AJARANNYA A. Sejarah lahirnya Mu'tazilah

22

Ayat yang menunjukkan Tuhan punya tangan, tangan di sini

diartikan kekuasaan dan dalam ayat yang menunjukkan Tuhan bertempat

dalam Arsy’ diartikan bahwa Tuhan menguasai dan sebagainya. Alasan

Mu'tazilah menta’wilkan ayat-ayat tersebut, karena apabila diartikan

secara harfiah tidak masuk akal dan bertentangan dengan ayat yang lain

serta akan mengurangi kesucian Tuhan sendiri. oleh sebab itu di dalam

menjabarkan Tuhan Yang Maha Esa ini mensifatinya dengan sifat-sifat

salbiyah (negatif) seperti tidak berjisim, tidak berarah, tidak berupa, tidak

dan sebagainya yang pada prinsipnya tidak sama dengan sifat makhluk.

Berikut ini dikemukakan contoh jalan pikiran Mu'tazilah di dalam

usaha memurnikan Tuhan atau mensucikan-Nya seperti masalah melihat

Tuhan. Dikatakan bahwa Tuhan tidak berjisim, maka juga tidak berarah.

Jika Tuhan tidak berarah, maka manusia tidak dapat melihat-Nya karena

setiap sesuatu yang dapat dilihat itu pasti berada pada suatu tempat atau

arah, disamping dibutuhkan beberapa syarat seperti adanya cahaya, warna

dan sebagainya, dan yang demikian itu mustahil bagi Allah.

Argumen di atas diperkuat dengan dalil ayat Al-Qur’an surat al-

An’am ayat 103 yang menyatakan bahwa Tuhan tidak dapat dilihat dengan

mata kepala.

بريالخ اللطيف وهو ارصاألب ركدي وهو ارصاألب ركهد103: األنعام (ال ت(

Artinya : Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui.

Pendapat tersebut banyak mendapat tantangan dengan menunjuk

dalil naqli juga, yaitu dengan menggunakan ayat yang menceritakan nabi

Musa mohon kepada Tuhan agar dapat melihat-Nya. Seandainya hal itu

tidak mungkin, maka mengapa Nabi Musa memintanya? Mu'tazilah

Page 11: BAB II uud - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · 13 BAB II SEJARAH LAHIRNYA MU'TAZILAH DAN AJARANNYA A. Sejarah lahirnya Mu'tazilah

23

menjawab bahwa permohonan itu atas desakan dari kaumnya yang tidak

dapat ditawar lagi, bukan permohonan Nabi Musa.

Semua ayat Al-Qur’an yang beertentangan dengan prinsip tanzil,

penyucian dan permulaan di mana Tuhan mustahil bersifat sebagaimana

sifat makhluk-Nya, harus ditolak dan pengertiannya harus dita’wilkan.

Hadits sebagai penjelas Al-Qur’an diterima hanya yang mutawatir saja

yang menghasilkan ilmu yakin, mengingat ini masalah keyakinan

keimanan, sedang hadits yang menerangkan Tuhan dapat dilihat harus

ditolak karena itu hadits ahad.

Di samping pensifatan Tuhan dengan sifat salbiyah (negatif),

Mu'tazilah juga menetapkan sifat ma’ani (positif) bagi Tuhan seperti sifat

Ilmu, Hayyun, Qudrat, Iradrat, Sama’, Bashar, dan Kalam yang

kesemuanya sifat tersebut tidak terpisah dengan zat-Nya. Sebab kalau

terpisah atau berdiri sendiri berarti ada dua kekekalan, “ta’addudul

qudama”, berarti Tuhan berbilang, hal ini merupakan suatu yang mustahil

bagi Tuhan.

Tentang sifat Ilmu, Qudrat, dan Iradat Tuhan, tidak akan berubah

karena adanya perubahan. Ilmu adalah terbukanya sesuatu sesuai dengan

keadaannya. Pengertian ini mengandung konsekuensi daripada perubahan

itu. Bahwa perubahan itu menurut pandangan manusia, di mana di dalam

mengetahui sesuatu dengan alat pancaindera dan sangat bergantung

dengan beberapa kondisi. Akan tetapi bagi Tuhan tidak ada bedanya,

sebab adanya atau tidak adanya sesuatu tidak akan berpengaruh bagi

Tuhan. Tuhan mengetahui dengan zat-Nya terhadap sesuatu yang telah dan

akan ada dengan ilmu yang satu, sedang perubahan itu tergantung kepada

tempat dan waktu.

Dari pendirian di atas timbul persoalan baru, seperti mengenai

kekuasaan-Nya. Sehubungan dengan kekuasaan Tuhan yang mutlak, maka

apakah Dia kuasa untuk menyiksa, merusak surga atau neraka bersama

penghuninya atau mematikan mereka setelah ditentukan keadilan-Nya atau

berkuasakah untuk meninggalkan sesuatu yang diketahui kebaikannya.

Page 12: BAB II uud - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · 13 BAB II SEJARAH LAHIRNYA MU'TAZILAH DAN AJARANNYA A. Sejarah lahirnya Mu'tazilah

24

Problema di atas dijawab oleh An-Nadzam, seorang tokoh

Mu'tazilah bahwa Tuhan tidak berkuasa untuk berbuat aniaya (dhalim)

sebab perbuatan dhalim hanya akan dilakukan oleh yang membutuhkan

obyek untuk pelampiasan nafsu atau tidak mengerti akibat buruk daripada

perbuatan dhalimnya itu. Tuhan berkuasa untuk merusak syurga atau

neraka serta penghuninya setelah dipastikan keadilannya karena mereka

tidak mungkin hidup abadi tanpa batas. Bahwa penganiayaan atau

perbuatan dhalim hanya akan terjadi bagi yang bersifat dengki, hasud,

tanpa belas kasih. Maha Suci Tuhan daripada sifat dhalim serupa itu.

2. Al-Adl (keadilan)

Ajaran keadilan bagi Mu'tazilah erat hubungannya dengan ajaran

At-Tauhid. Kalau At-Tauhid adalah mensucikan Tuhan daripada adanya

persamaan dengan makhluk, maka Al-Adl adalah mensucikan Tuhan dari

perbuatan dhalim. Menurut Mu'tazilah, Tuhan tidak menghendaki

keburukan, tidak menciptakan perbuatan manusia. Manusia bisa

mengerjakan perintah-perintah-Nya dan meninggalkan larangan-larangan-

Nya, dengan kudrat (kekuasaan) yang dijadikan Tuhan pada diri manusia.

Ia hanya memerintahkan apa yang dikehendaki-Nya dan melarang apa

yang tidak dikehendaki-Nya. Tuhan hanya menguasai kebaikan-kebaikan

yang diperintahkan dan tidak campur tangan dalam keburukan yang

dilarang-Nya.

Manusia telah diberi daya oleh Tuhan untuk memikul beban yang

dipikulkan kepadanya. Manusia diberi kuasa untuk memilih perbuatannya

yang akan dilakukan. Tuhan telah menyerahkan kudrat dan Iradat-Nya

kepada manusia, oleh sebab itu Mu'tazilah juga disebut “Ahlu Tafwidl”.

Manusia mempunyai kesanggupan untuk mewujudkan perbuatannya

dengan daya pemberian Tuhan yang ada padanya. Dengan demikian dapat

dipahami tentang perintah-perintah Tuhan, janji dan ancaman, pengutusan

rasul dan sebagainya. Oleh sebab itu manusia mempunyai kebebasan

untuk berbuat apapun juga, manusia adalah “khalikul af’al dirinya sendiri.

Page 13: BAB II uud - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · 13 BAB II SEJARAH LAHIRNYA MU'TAZILAH DAN AJARANNYA A. Sejarah lahirnya Mu'tazilah

25

kalau manusia tidak merdeka di dalam perbuatan-perbuatannya, maka

adalah tidak adil kalau Tuhan meminta pertanggungjawaban mereka.12

Demikian pula Tuhan memberi siksa, maka siksaan itu adalah

untuk kepentingan dan maslahat manusia. Karena kalau Tuhan

menurunkan siksa bukan untuk maksud itu, maka berarti Tuhan

melalaikan salah satu kewajiban-Nya. Tuhan wajib selalu berbuat baik,

bahkan yang terbaik yang mendatangkan kebaikan bagi manusia (as-salah

wal aslah).13 Tuhan tidak berbuat buruk, bahkan tidak bisa berbuat buruk.

Karena perbuatan buruk-Nya akan mengurangi sifat kesempurnaan-Nya.

Adapun manusia yang berbuat baik, tetapi di dunia hidupnya

sengsara, juga pasti mendapat anugerah Tuhan di akherat nanti. Keadilan

Tuhan berlaku bagi seluruh makhluk, manusia, hewan, dan seisi alam

semesta ini.

3. Al-Wa’du wal-Wa’ied (janji dan ancaman)

Janji dan ancaman merupakan kelanjutan dari prinsip keadilan.

Mereka yakin bahwa janji Tuhan akan memberikan pahala berupa syurga

dan ancaman akan menjatuhkan siksa yaitu neraka sebagai yang

disebutkan di dalam Al-Qur’an, pasti dilaksanakan karena Tuhan sendiri

sudah menjanjikan hal yang demikian itu.

Siapa yang berbuat baik akan dibalas kebaikan dan siapa yang akan

berbuat jahat akan dibalas pula dengan kejahatan. Siapa yang keluar dari

dunia penuh dengan ketaatan dan taubat, ia berhak akan pahala dan

mendapatkan tempat di syurga..Sebaliknya siapa yang keluar dari dunia

sebelum taubat dari dosa besar yang pernah dibuatnya, maka ia akan

diabadikan di dalam neraka. Namun demikian menurut Mu'tazilah, siksa

yang diterimanya akan lebih ringan jika dibandingkan dengan yang kafir

sama sekali.

Pengampunan dosa besar hanya ada dengan melalui taubat,

sebagaimana halnya orang berbuat baik pasti mendapat pahala. Oleh sebab

12 Fazlur Rahman, Islam , hlm.122. 13 Ibid.

Page 14: BAB II uud - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · 13 BAB II SEJARAH LAHIRNYA MU'TAZILAH DAN AJARANNYA A. Sejarah lahirnya Mu'tazilah

26

itu Mu'tazilah sama sekali mengingkari adanya “syafaat” (pengampunan)

pada hari kiamat. Ayat-ayat Al-Qur’an yang menunjukkan adanya syafaat

(lihat Al-Qur’an surat Saba’ : 23, Surat Thoha : 109 dan sebagainya),

mereka kesampingkan dan mereka memegangi dengan teguh ayat-ayat

yang menunjukkan tidak adanya syafaat itu seperti tercantum dalam surat

Al-Qur’an-Baqarah :254:

ا الذينها أيال يفيه و عيال ب موي أتيل أن ين قباكم مقنزا روا أنفقوا ممنآم

)254: البقرة(خلة وال شفاعة والكافرون هم الظالمون

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah sebagian rizki yang telah kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang tidak ada lagi jual beli dan tidak ada persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafaat. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang dhalim”. (QS. Baqarah :254)

Syafaat merupakan dispensasi, ini bertentangan dengan prinsip

keadilan dan janji serta ancaman (al-wa’du wal-walied) Tuhan . Maka

tidak mungkin Tuhan berbuat tidak adil dan menyalahi janji-Nya sendiri.

4. Al-Manzilatu bainal manzilataini (tempat diantara dua tempat)

Prinsip inilah yang mula-mula menimbulkan lahirnya Mu'tazilah,

di mana Washil bin Atha’ memisahkan dirinya dari Hasan Al-Basri.

Menurut Washil seseorang yang berbuat dosa besar, selain musyrik tidak

lagi termasuk mu’min dan juga tidak termasuk kafir, tetapi pada posisi

antara mu’min dan kafir yang disebutnya “fasik”.14 Pendapat Washil ini

berdasarkan alasan :

a) Ayat Al-Qur’an dan Al-Hadits yang menganjurkan manusia

mengambil jalan tengah dalam segala hal seperti dalam surat Al-Isra’ :

29, Al-Baqarah :143 dan sebagainya.

14 As-Sihristani, al-Milal wan Nihal I, hlm. 48.

Page 15: BAB II uud - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · 13 BAB II SEJARAH LAHIRNYA MU'TAZILAH DAN AJARANNYA A. Sejarah lahirnya Mu'tazilah

27

وال تجعل يدك مغلولة إلى عنقك وال تبسطها كل البسط فتقعد ملوما ) 29: اإلسراء (محسورا

Artinya : “Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan kamu terlalu mengulurkannya, karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal”. (Al-Isra’ : 29)

وكذلك جعلناكم أمة وسطا لتكونوا شهداء على الناس ويكون الرسول

)143:البقرة (عليكم شهيدا

Artinya : “Dan demikian Kami telah menjadikan kamu umat yang adil dan pilihan, agar kamu menjadi saksi atas perbuatan manusia dan agar Rasul menjadi saksi atas perbuatanmu”. (Al-Baqarah : 143).

b) Pikiran-pikiran filosof, antara lain Aristoteles yang berpendapat bahwa

keutamaan adalah jalan tengah antara dua jalan yang berlebih-lebihan.

c) Ajaran Plato yang mengatakan bahwa ada suatu tempat di antara baik

dan buruk.

d) Kata-kata hikmah dari cendekiawan, seperti Ali r.a. berkata : “ kun fid

dunya wasathon” (jadilah kamu dalam dunia ini tengah-tengah).

Mu'tazilah memperdalam pengertian jalan tengah tersebut sehingga

menjadi satu prinsip rationalist – ethis – philosophis, yaitu

pengambilan jalan tengah antara dua ujungnya yang berlebih-lebihan.

Perbuatan dosa atau maksiyat menurut Mu'tazilah ada dua macam,

yaitu maksiat yang kecil dan yang besar. Maksiat yang besar mereka

bagi dua :

1) yang merusak dasar agama, yaitu syirik dan yang melakukannya

menjadi kafir.

2) Yang tidak sampai merusak dasar agama dan orang yang

melakukannya tidak lagi disebut mu’min, sebab ia sudah

melanggar ajaran agama. Tetapi bukan juga kafir, sebab masih juga

mengucapkan syahadat.

Page 16: BAB II uud - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · 13 BAB II SEJARAH LAHIRNYA MU'TAZILAH DAN AJARANNYA A. Sejarah lahirnya Mu'tazilah

28

Mu'tazilah menamakan orang semacam ini adalah “fasik”. Jadi orang

fasik ialah yang berada di antara tidak kafir dan bukan mu’min, ia akan

dimasukkan di dalam neraka tetapi tidak sederajat dengan orang kafir,

siksanya lebih ringan daripada orang kafir. Yang demikian ini sesuai

dengan prinsip keadilan

5. Al-Amru bil Ma’rufi wan Nahyu ‘anil Munkar.

Prinsip ini erat hubungannya dengan masalah amaliyah, sebagai

manifestasi daripada iman yang ada di dalam hati. Di dalam Al-Qur’an

banyak disebutkan tentang perintah ini, antara lain : surat ali Imran ayat

104, surat Lukman ayat 17 dan sebagainya.

ولتكن منكم أمة يدعون إلى الخير ويأمرون بالمعروف وينهون عن

)104: آل عمران (ئك هم المفلحونالمنكر وأولـ

Artinya : “Dan hendaklah di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung” (Ali Imran :104).

م الصلاة وأمر بالمعروف وانه عن المنكر واصبر على ما يا بني أق

)17: لقمان(أصابك إن ذلك من عزم الأمور

Artinya :”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah manusia mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan “ (Luqman : 17 )

Dari prinsip ini menunjukkan bahwa Mu'tazilah memandang sama

pentingnya antara aqidah dan amaliyah, antara iman dan amal. Oleh sebab

itu perlu orang diseru untuk mengerjakan kebaikan dan manjauhkan

perbuatan jahat. Pelaksanaan prinsip ini bila perlu dengan kekerasan,

Page 17: BAB II uud - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · 13 BAB II SEJARAH LAHIRNYA MU'TAZILAH DAN AJARANNYA A. Sejarah lahirnya Mu'tazilah

29

sebab Mu'tazilah berkeyakinan bahwa orang-orang yang tidak sepaham

dipandang sesat dan perlu diluruskan.

Sejarah mencatat, Mu'tazilah pernah memakai kekerasan dalam

menyiarkan ajarannya yang menyangkut seorang ulama besar, yakni

Ahmad ibn Hambal terpaksa masuk penjara karena berbeda pendapatnya

mengenai status Al-Qur’an, dalam peristiwa “Mihnah”, semacam ujian

monoloyalitas bagi pejabat-pejabat negara.

Pendirian Mu'tazilah yang membawa konsekuensi buruk adalah

yang menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk. Hal ini karena faham

mereka yang menafikan sifat bagi Tuhan, sedang Al-Qur’an disebut

sebagai Kalamullah. Apakah Tuhan berkata sebagai halnya manusia ?

Mu'tazilah melihat Al-Qur’an sebagai suatu perkataan yang terdiri dari

susunan huruf dan bunyi, dengan demikian adalah baharu bukan qodim.

Kalam adalah bukan sifat zat, tetapi sifat perbuatan (sifat aktifa), oleh

karena itu Al-Qur’an adalah makhluk, dengan makhluk ini Tuhan

menerangkan kehendak-Nya, sebagaimana juga makhluk yang lain adalah

tidak abadi, yang abadi adalah Tuhan semata. Mereka berdasarkan alasan :

a) ayat-ayat Al-Qur’an sendiri yang menunjukkan ketidak-qodimnya,

seperti antara lain :

) 3:الزخرف (إنا جعلناه قرآنا عربيا لعلكم تعقلون

Artinya : “Sesungguhnya Kami menjadikan Al-Qur’an dalam bahasa Arab supaya kamu memahaminya”. (Az-Zuhruf :3).

Selanjutnya dalam ayat lain Tuhan berfirman :

) 2:يوسف (إنا أنزلناه قرآنا عربيا لعلكم تعقلون

Artinya : “Sesungguhnya Kami menurunkan berupa Al-Qur’an dengan bahasa Arab, agar kamu memahaminya. (Yusuf :2)

Page 18: BAB II uud - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · 13 BAB II SEJARAH LAHIRNYA MU'TAZILAH DAN AJARANNYA A. Sejarah lahirnya Mu'tazilah

30

b) Akal pikiran tidak bisa menerima apabila perintah-perintah dalam Al-

Qur’an itu qodim. Apalah artinya karena manusia yang diperintah

lahirnya kemudian. Maka perintah itu akan sia-sia, Maha suci Tuhan

daripada hal yang semacam itu.15

Mu'tazilah berpendapat bahwa kemukjizatan Al-Qur’an terletak pada

isinya, bukan dalam bahasanya. Sebab mungkin sekali seseorang bisa

menyusun bahasa yang lebih baik dari Al-Qur’an, tetapi mengenai

kandungan isinya tak mungkin seseorang dapat mencapainya. Dengan

isinya, Al-Qur’an membuktikan kebenaran yang dibawa Nabi

Muhammad Saw.

Pendirian Mu'tazilah yang menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah

makhluk, sebagai analogi logis bahwa zat dan sifat Tuhan yang tidak dapat

dibagi, tidak dapat berubah, yang ada hanya Keesaan mutlak sebagaimana

dijelaskan di atas. Bagaimana memahami ayat Al-Qur’an surat An-Nisa

ayat 136 :

يا أيها الذين آمنوا آمنوا بالله ورسوله والكتاب الذي نزل على رسوله

والكتاب الذي أنزل من قبل ومن يكفر بالله ومالئكته وكتبه ورسله واليوم

)136: النساء(يدااآلخر فقد ضل ضالال بع

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada Kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah dan Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya dan Hari Kemudian. Maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya “ .(An-Nisa :136)

15 Imam Muhammad Abu Zahrah, Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam, Alih Bahasa

Abd Rahman Dahlan dan Ahmad Karib, Logos Publissing House Jakarta 1996, 185.

Page 19: BAB II uud - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · 13 BAB II SEJARAH LAHIRNYA MU'TAZILAH DAN AJARANNYA A. Sejarah lahirnya Mu'tazilah

31

هنأمم هلغأب الله ثم كالم عمسى يتح هفأجر كارجتاس ركنيشالم نم دإن أحو

) 6: بةالتو (ذلك بأنهم قوم ال يعلمون

Artinya : “Dan jika di antara orang-orang musryrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui” (At-Taubah : 6)

Untuk memperkuat pendiriannya, bahwa Al-Qur’an adalah

makhluk sebagaimana dapat dipahami dari kedua ayat tersebut di atas,

maka dikemukakan argumentasi sebagai berikut :

1. Bahwa Al-Qur’an di dalamnya terdapat perintah dan larangan, janji

dan ancaman, berita dan lain sebagainya. Maka andaikata Al-Qur’an

itu kalam yang azali, dipandang tiada guna perintah dan larangan itu,

sebab pada saat itu belum ada yang diperintah dan firman itu ditujukan

kepada siapa.

2. Firman Tuhan kepada Nabi Musa adalah bukan yang kepada

Muhammad, karena pada hakekatnya pembicaraan kepada rasul-rasul

itu berbeda, seperti kisah mengenal dua umat adalah berbeda karena

perbedaan umat itu sendiri. maka apabila berbeda, sudah barang tentu

adalah mustahil kalam itu sebagai sifat-Nya yang Esa dalam sifat dan

zatnya yang tidak terjadi perbedaan di dalamnya.

3. Umat Islam telah sepakat bahwa Al-Qur’an adalah kalam Tuhan yang

terdiri dari surat, ayat dan huruf yang dapat diindera, adalah mustahil

kalam itu sebagai sifat-Nya adalah terlepas dari semua itu.

Sebagai dasar naqli dari pendapatnya, dikemukakan pula dalil

antara lain :

a) Ayat 30 surat Al-Baqarah adalah mengandung pengertian masa,

sedang yang di dalam masa adalah baru.

b) Surat Hud ayat 1 menunjukkan adanya susunan, sedangkan yang

tersusun adalah baru.

Page 20: BAB II uud - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · 13 BAB II SEJARAH LAHIRNYA MU'TAZILAH DAN AJARANNYA A. Sejarah lahirnya Mu'tazilah

32

c) Surat At-Taubah ayat 6 menunjukkan bahwa firman itu dapat

didengar, sedang yang didengar harus terdiri dari huruf dan suara.

d) Surat Ad-Dukhan ayat 3, menunjukkan Al-Qur’an diturunkan berarti

baru.

e) Al-Baqoroh ayat 156 tentang nasih dan mansuh, menunjukkan

adanya penghapusan.

Dengan demikian maka Al-Qur’an adalah makhluk yang terdiri

dari huruf dan suara sebagaimana firman-Nya yang lain yang disampaikan

kepada para nabi. Pengertian daripada Allah yang bersifat kalam

(Mutakallimun) adalah Dia menciptakan dan melakukan pembicaraan yang

dapat menunjukkan terhadap obyek, terhadap apa yang dikehendakinya,

sedang yang diciptakan adalah makhluk.

Secara panjang lebar, Ahmad Amin mengurai tentang Mihnah,

sebagai berikut : pendapat tentang kemakhlukan Al-Qur’an nampak pada

akhir pemerintahan Umayah dari Al-Ja’du bin Dirham, guru Marwan bin

Muhammad di akhir khalifah Bani Umayah, yang berkata bahwa orang

yang pertama mengatakan tentang kemakhlukan Al-Qur’an dari Damsyik,

kemudian melarikan diri yang akhirnya berdiam di Kufah. Di sana Jaham

bin Sofwan belajar kepadanya. Al-Ja’du telah dibunuh oleh Kholid bin

Abdullah pada hari qurban di Kufah, hal ini karena Al-Ja’du mengatakan

bahwa Allah telah berbicara dengan Musa dan tidaklah Allah mengambil

pada Ibrahim sebagai khalifah.

Demikian pula Jaham bin Sofwan dibunuh oleh Salim bin Ahwaz

tahun 128 H, karena Jaham meniadakan sifat. Dan karenanya meniadakan

kalam serta pendapat kemakhlukan Al-Qur’an. Kemudian Bisry Al-

Maryisi yang asalnya seorang Yahudi juga berpendapat tentang

kemakhlukan Al-Qur’an pada masa Ar-Rasyid yang menda’wahkan

pendapatnya sekitar 40 tahun serta disusun dalam sebuah kitab.

Mu'tazilah telah mewarisi pendapat tersebut dari Al-Ja’du dan

Jaham, sehingga mereka (kaum Mu'tazilah) berpendapat seperti itu,

menambah pembahasan masalah itu dengan mendetail dan meluaskan

Page 21: BAB II uud - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · 13 BAB II SEJARAH LAHIRNYA MU'TAZILAH DAN AJARANNYA A. Sejarah lahirnya Mu'tazilah

33

argumen. Dapat kita saksikan seperti Al-Murdar seorang tokoh Mu'tazilah

yang meluaskan pendapat tersebut dan mengkafirkan orang yang

menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah qodim.