bab ii typoid
DESCRIPTION
bhvfghjkTRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar
1. Pengertian Typoid
Typus Abdominalis adalah infeksi sistemik yang disebabkan
kuman salmonella enterika, khususnya varian varian turunannya yaitu
salmonella thypi, parathypi A,B,C. Kuman-kuman tersebut menyerang
saluran pencernaan terutama diperut dan usus. Typus abdominalis
merupakan penyakit infeksi akut yang selalu ditemukan dimasyarakt
Indonesia. Penderitaannya juga beragam mulai dari usia balita, anak-anak
dan dewasa (Suratum dan Lusianah, 2010)
2. Etiologi
Tyfus abdominalis disebabkan oleh salmonella typhosa, basil gram
negatif, bergerak dengan bulu getar, tidak berspora. Mempunyai
sekurang-kurngnya 3 macam antigen yaitu antigen O (somatic terdiri dari
zat komplek lipopolisakarida), antigen H (flagella) dan antigen Vi.
Dalam serum penderita terdapat zat anti (glutanin) terhadap ketiga
macam antigen tersebut. Kuman tumbuh pada suasana aerob dan
fakultatif anaerob pada suhu 150C– 410C (optimum 370C) dan PH
pertumbuhan 6-8 (Arif Mansjoer, 2000).
Kuman Salmonella typhosa, Salmonella typhi, A, B, dan C. Kuman
ini banyak terdapat di kotoran, tinja manusia, dan makanan atau
minuman yang terkena kuman yang di bawa oleh lalat. Sebenarnya
sumber utama dari penyakit ini adalah lingkungan yang kotor dan tidak
sehat. Tidak seperti virus yang dapat beterbangan di udara, bakteri ini
hidup di sanitasi yang buruk seperti lingkungan kumuh, makanan, dan
minuman yang tidak higienis (Ngastiyah, 2005).
3. Tanda dan Gejala
Soedarto (2007) mengemukakan bahwa manifestasi klinis klasik yang
umum ditemui pada penderita demam typhoid biasanya disebut febris
remitter atau demam yang bertahap naiknya dan berubah-ubah sesuai
dengan keadaan lingkungan dengan perincian :
a. Minggu pertama, demam lebih dari 40°C, nadi yang lemah bersifat
dikrotik, dengan denyut nadi 80-100 per menit.
b. Minggu kedua, suhu tetap tinggi, penderita mengalami delirium,
lidah tampak kering mengkilat, denyut nadi cepat. Tekanan darah
menurun dan limpa dapat diraba.
c. Minggu ketiga,
Jika keadaan membaik : suhu tubuh turun, gejala dan keluhan
berkurang.
Jika keadaan memburuk : penderita mengalami delirium, stupor,
otot-otot bergerak terus, terjadi inkontinensia alvi dan urine. Selain
itu terjadi meteorisme dan timpani, dan tekanan perut meningkat,
disertai nyeri perut. Penderita kemudian kolaps, dan akhirnya
meninggal dunia akibat terjadinya degenerasi mikardial toksik.
d. Minggu keempat, bila keadaan membaik, penderita akan mengalami
penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai
adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis.
4. Patofisiologi
Kuman masuk kedalam mulut melalui makanan atau minuman yang
tercemar oleh Salmonella (biasanya lebih dari 10000 basil kuman)
Sebagian kuman dapat dimusnahkan oleh asam HCL lambung, dan
sebagian lagi masuk ke usus halus menuju saluran limfe dan masuk
kedalam pembuluh darah dalam waktu 24-72 jam. Jika respon imunitas
humoral mukosa (IgA) usus kurang baik, maka basil Salmonella akan
menembus sel-sel epitel ( Sel M) dan selanjutnya menuju lamina propia
dan berkembang biak dijaringan limfoid plak penyeri di ileum distal dan
kelenjar getah bening mesenterika.
Jaringan limfoid dan kelenjar getah bening mesenterika mengalami
hiperplasia. Basil tersebut masuk kealiran darah (Bacterimia) melalui
ductus thoracicus dan menyebar keseluruh organ Reticuloendotalial
tubuh, terutama hati, sumsum tulang, dan limfa melalui sirkulasi portar
dari usus.
Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltrasi limfosit, zat plasma,
dan sel mononuclear. Terdapat juga nekrosis fokal dan pembesaran limfa
(splenomegali). Di organ ini kuman S.Thypi berkembangbiak dan masuk
sirkulasi darah lagi. Sehingga mengakibatkan bakterimia kedua disertai
tanda dan gejala infeksi sistemik (demam, malaise, mialgia, sakit kepala,
sakit perut, instabilitas vaskuler, dan gangguan mental koagulasi.)
Proses patologis ini dapat berlangsung hingga ke lapisan otot,serosa
usus,dan mengakibatkan perforasi usus. Endotoksin basil menempel di
reseptor sel endotel kapiler dan dapat mengakibatkan komplikasi, seperti
gangguan neuropsikiatrik kardiovaskuler, pernafasan dan gangguan
organ lainnya.
Pada minggu pertama timbulnya penyakit, terjadi hiperplasia
(pembesaran sel-sel) plak penyeri. Disusul kemudian, terjadi nekrosis
pada minggu kedua dan ulserasi plak penyeri pada minggu ketiga.
Selanjutnya dalam minggu keempat akan terjadi proses penyembuhan
dengan meninggalkan sikatrik (jaringan parut).
5. Pathways
Salmonella typhi
Mulut
Musnah Lambung
Usus halus
Jaringan limfoid peradangan/ nekrosis
Jaringan limfe mesentrial tukak mukosa sekresi enzimUsus halus cerna meningkat
Sirkulasi porta aliran darah dari usus melalui duktus thoraxilus imobilisasi malabsorbsi perforasi Peristaltik
usus halus
limfa/ hati bakterimia perdarahan diare
difagosit endotoksin
hidup mati sintesa dan pelepasan zat pirogen
pembuluh darah Hypotalamus
septikemia hypertermi
syok septik evaporasi meningkat
penurunan kesadaran reabsorbsi air keringat banyak
dalam kolon meningkat
cairan ekstraseluler berkurang
Gangguan rasa nyaman
gangguan keseimbangan cairan
konstipasiresti cedera
6. Komplikasi
a. Usus halus
Umumnya jarang terjadi, akan tetapi sering fatal yaitu:
1) Perdarahan usus bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan
pemeriksaan tinja dengan benzidin. Bila perdarahan banyak terjadi
melena dan bila berat dapat disertai perasaan nyari perut dengan
tanda-tanda rejatan.
2) Perforasi usus
3) Peritonitis ditemukan gejala abdomen akut yaitu: nyeri perut yang
hebat, diding abdomen dan nyeri pada tekanan
b. Diluar anus
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakterimia) yaitu
meningitis, kolesistitis, ensefelopati. Terjadi karena infeksi sekunder
yaitu bronkopneumonia
7. Pemeriksaan Penunjang
Untuk memastikan diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium
antara lain sebagai berikut:
a. Pemeriksaan darah tepi
Didapatkan adanya anemia oleh karena intake makanan yang
terbatas, terjadi gangguan absorbsi, hambatan pembentukan darah
dalam sumsum dan penghancuran sel darah merah dalam peredaran
darah. Leukopenia dengan jumlah lekosit antara 3000 – 4000 / mm3
ditemukan pada fase demam. Hal ini diakibatkan oleh penghancuran
lekosit oleh endotoksin. Aneosinofilia yaitu hilangnya eosinofil dari
darah tepi. Trombositopenia terjadi pada stadium panas yaitu pada
minggu pertama. Limfositosis umumnya jumlah limfosit meningkat
akibat rangsangan endotoksin. Laju endap darah meningkat.
b. Pemeriksaan urine
Didapatkan proteinuria ringan ( < 2 gr/liter ) juga didapatkan
peningkatan lekosit dalam urine.
c. Pemeriksaan tinja
Didapatkan adanya lendir dan darah, dicurigai akan bahaya
perdarahan usus dan perforasi.
d. Pemeriksaan bakteriologis
Diagnosa pasti ditegakkan apabila ditemukan kuman salmonella
dan biakan darah tinja, urine, cairan empedu atau sumsum tulang.
e. Pemeriksaan serologis
Pemeriksaan IGM Salmonela yang menunjukkan positip jika > 6.
f. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada kelainan atau
komplikasi akbat demam thypoid
8. Penatalaksanaan
Pengobatan/penatalaksaan pada penderita typus abdominalis adalah
sebagai berikut:
a. Tirah baring total selama demam sampai dengan 2 minggu normal
kembali. Seminggu kemudian boleh duduk dan selanjutnya berdiri
dan berjalan.
b. Makanan harus mengandung cukup cairan , kalori dan tinggi protein,
tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang maupun
menimbulkan banyak gas.
c. Obat terpilih adalah kloramfenikol 100 mg/KGB/hari dibagi dalam
4 dosis selama 10 hari. Dosis maksimal klorampenikol 2 g/hari.
Kloramphenikol tidak boleh diberikan bila jumlah leukosit ≤
2000/ul. Bila pasien alergi dapat diberikan golongan penisilin atau
kotrimoksazo.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku bangsa,
agama, tanggal MRS, nomor register dan diagnosa medik.
b. Keluhan utama
Keluhan utama demam tifoid adalah panas / demam yang tidak turun
temurun, nyeri perut, kepala pusing, mual, muntah, anoreksia, diare
serta penurunan kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman Salmonella typhi
ke dalam tubuh.
d. Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam thypoid.
e. Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, DM.
f. Riwayat psikososial dan spiritual
Biasanya anak rewel, bagaimana koping yang digunakan.
g. Pola fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi dan metabolisme
Anak akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan
muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak
makan sama sekali.
b. Pola eliminasi
Eliminasi alvi. Anak dapat mengalami konstipasi oleh karena
tirah baring lama. Sedangkan elimnasi urine tidak mengalami
gangguan, hanya warna urine menjadi kuning kecoklatan. Klien
dengan demam thypoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang
berakibat keringat banyak keluar dan merasa haus, sehingga
dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.
c. Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total,
agar tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien
dibantu.
d. Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan dengan
peningkatan suhu tubuh.
h. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Didapatkan anak tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38 – 41 0
C, muka kemerahan.
2) Tingkat kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak berapa
dalam, yaitu apatis sampai somnolent. Jarang terjadi sopor,
koma atau gelisah ( kecuali bila penyakitnya berat dan terlambat
mendapat pengobatan ).
3) Sistem respirasi
Pernafasan rata – rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam
dengan gambaran seperti bronchitis.
4) Sistem integumen
Kulit kering, turgor kulit menurun, muka tampak pucat, rambut
agak kusam.
5) Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah – pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor
( khas ), mual, munyah, anoreksia dan konstipasi, nyeri perut,
perut terasa tidak enak, peristaltik usus meningkat.
6) Sistem muskuloskeletal
Klien lemah.
7) Sistem abdomen
Dapat ditemukan keadaan perut kembung ( meteorismus ),
peristaltik usus meningkat.
8) Diagnosa keperawatan
a. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat.
b. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan peningkatan suhu
tubuh.
c. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
output berlebih.
d. Gangguan eliminasi bowel: konstipasi berhubungan dengan
penurunan peristaltik usus.
e. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring
yang lama
9) Intervensi
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Gangguan rasa
nyaman berhubungan
dengan peningkatan
suhu tubuh.
Gangguan nutrisi
kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan
Rasa nyaman kembali terpenuhi
setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam
dengan kriteria hasil:
- Suhu tubuh pasien dalam
batas nomal. (36-370C).
- Pasien mengatakan dirinya
sudah merasa nyaman
Terpenuhinya kebutuhan nutrisi
dalam tubuh setelah dilakukan
tindakan selama 2 x 24 jam
Lakukan kompres
hangat.
Lakukan monitor
TTV sebelum dan
setelah kompres.
Anjurkan keluarga
pasien untuk tidak
menggunakan
selimut tebal.
Anjurkan keluarga
pasien untuk
memberikan pakaian
yang tipis.
Kolaborasi dengan
tim medis pemberian
antipiretik
(paracetamol ).
Beri PenKes tentang
pentingnya nutrisi
o Membuka
pori-pori
memperlancar
sekresi kreringat
o Mengetahui
perubahan suhu.
o Agar
sirkulasi lancar.
o Memberikan
respirasi pada
kulit.
o Menurunkan
panas.
o Agar orang
tua dapat mengerti
intake yang tidak
adekuat.
Gangguan
keseimbangan cairan
dan elektrolit
berhubungan dengan
output berlebih.
Gangguan eliminasi
bowel: konstipasi
berhubungan dengan
dengan kriteria hasil:
- orang tua mengerti jenis
makanan bagi anak typoid.
- Nafsu makan meningkat.
- Pasien menghabiskan 1
porsi makan rumah sakit.
- Mempertahankan berat
badan dalam kondisi
normal.
Terpenuhinya kebutuhan cairan
elektrolit dalam tubuh setelah
dilakukan tindakan 2 x 24 jam
dengan kriteria hasil:
- Input dan output cairan
elektroli`t seimbang.
- Menunjukkan membran
mukosa lembab dan turgor
jaringan normal.
Ganguan eliminasi dapat teratasi
setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 X 24 jam
bagi anak typhoid.
Pertahankan oral
hygien sebelum dan
setelah makan.
Berikan porsi kecil
tapi sering.
Sajikan makanan
secara menarik.
Kolaborasi dengan
tim gizi untuk
pemberian diiet
lunak ( BBS) TKTP.
Anjurkan pasien
untuk banyak
minum.
Catat output dan
input cairan.
Ajarkan orangtua
membuat larutan
elektrolit pengganti,
larutan gula garam.
Kolaborasi dengan
tim medis untuk
pemberian cairan
intravena kristaloid
Lakukan enema/
levemen.
pentingnya nutrisi.
o Membatu
medorong nafsu
makan.
o Menambah
asupan nutrisi.
o Meningkatka
n motivasi untuk
makan.
o Memenuhi
kebutuhan nutrisi.
o Membantu
memenuhi cairan
tubuh.
o Untuk
mengetahui
derajat
kekurangan
cairan.
o Menggant
elektrolit yang
terbuang.
o Untuk
penurunan peristaltik
usus.
Resiko kerusakan
integritas kulit
berhubungan dengan
tirah baring yang lama
dengan kriteria hasil:
- Pola eliminasi dapat
kembali normal.
- Feses tidak padat.
Integritas kulit dapat terjaga
setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 X 24 jam
dengan kriteria hasil:
- Tidak mengalami
kerusakan kulit.
Hindarkan makanan
yang banyak asam
lemak.
Anjurkan pasien
untuk minum banyak
sebelum makan.
Anjurkan pasien
untuk segera
menanggapi respon
bowel.
Jaga kebersihan
kulit.
Jaga kelembaban
kulit.
Atur posisi secara
berkala.
Hindarkan
penekanan berlebih
pada otot-otot yang
menonjol.
Observasiadanya
kerusakan kulit.
melunakan dan
memudahkan
keluarnya feses
yang keras.
o Asam lemak
memperlambat
rangsang
peristaltik.
o Membantu
mendorong
peristaltik.
o Untuk
mencegah
pengerasan feses.
Mencegah kerusakan
kulit.