bab ii tinjauan umum analisis kredit dalampembiayaan … · 2017. 4. 1. · 23 bab ii tinjauan umum...

23
23 BAB II TINJAUAN UMUM ANALISIS KREDIT DALAMPEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Pengertian Analisis Kredit dan Pengaturannya Dalam bahasa sehari-hari kata kredit sering diartikan memperoleh barang dengan membayar cicilan atau angsuran di kemudian hari atau memperoleh pinjaman uang, yang pembayarannya dilakukan di kemudian hari dengan cicilan atau angsuran sesuai dengan perjanjian. Artinya kredit dapat berbentuk barang atau berbentuk uang. Baik kredit berbentuk barang maupun kredit berbentuk uang dalam hal pembayarannya dengan menggunakan metode angsuran atau cicilan tertentu. 1 Dalam praktik perbankan dikenal adanya prinsip kehati-hatian yang digunakan dalam pemberian kredit kepada pihak kreditur. Prinsip kehati-hatian adalah suatu asas yang menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsinya dan kegiatan usahanya wajib bersikap hati-hati (prudent) dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan kepadanya. Prinsip ini diatur dalam Undang-undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998, diatur dalam beberapa pasal, selain itu pengaturan prinsip ini juga ada pada SK Dir BI Nomor 27/162/KEP/ DIR tanggal 31 Maret 1995. Berdasarkan SK Dir BI tersebut, Bank Umum wajib memiliki kebijakan perkreditan bank secara tertulis yang disetujui 1 Kasmir, 2005,Bank dan Lembaga Keuangan Lainny a, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.75

Upload: others

Post on 29-Jan-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 23

    BAB II

    TINJAUAN UMUM ANALISIS KREDIT DALAMPEMBIAYAAN

    KONSUMEN

    2.1 Pengertian Analisis Kredit dan Pengaturannya

    Dalam bahasa sehari-hari kata kredit sering diartikan memperoleh barang

    dengan membayar cicilan atau angsuran di kemudian hari atau memperoleh

    pinjaman uang, yang pembayarannya dilakukan di kemudian hari dengan cicilan

    atau angsuran sesuai dengan perjanjian. Artinya kredit dapat berbentuk barang

    atau berbentuk uang. Baik kredit berbentuk barang maupun kredit berbentuk uang

    dalam hal pembayarannya dengan menggunakan metode angsuran atau cicilan

    tertentu.1

    Dalam praktik perbankan dikenal adanya prinsip kehati-hatian yang

    digunakan dalam pemberian kredit kepada pihak kreditur. Prinsip kehati-hatian

    adalah suatu asas yang menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsinya

    dan kegiatan usahanya wajib bersikap hati-hati (prudent) dalam rangka

    melindungi dana masyarakat yang dipercayakan kepadanya. Prinsip ini diatur

    dalam Undang-undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998, diatur dalam beberapa

    pasal, selain itu pengaturan prinsip ini juga ada pada SK Dir BI Nomor

    27/162/KEP/ DIR tanggal 31 Maret 1995. Berdasarkan SK Dir BI tersebut, Bank

    Umum wajib memiliki kebijakan perkreditan bank secara tertulis yang disetujui

    1Kasmir, 2005,Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Raja Grafindo Persada, Jakarta,

    h.75

  • 24

    oleh dewan komisaris bank dengan sekurang-kurangnya memuat dan mengatur

    hal-hal pokok sebagai berikut : prinsip kehati-hatian dalam perkreditan, organisasi

    dan manajemen perkreditan, kebijakan persetujuan kredit, dokumentasi dan

    administrasi kredit, pengawasan kredit, dan penyelesaian kredit bermasalah.

    Dalam prakteknya, walaupun prinsip kehati-hatian (prudential) tidak

    diatur secara khusus dalam dunia pembiayaan, namun banyak pelaku usaha

    pembiayaan mengadaptasi prinsip ini. Pelaku usaha pembiayaan biasanya

    menggunakan instrument analisa kredit yang pada umumnya digunakan dunia

    perbankan untuk mengetahui atau menentukan bahwa seseorang dipercaya untuk

    memperoleh kredit yang terkenal dengan the fives of credit atau 5 C yaitu :

    1. Character (watak)

    Watak adalah sifat dasar yang ada di dalam hati seseorang. Watak dapat

    berupa baik dan jelek bahkan ada yang terletak diantara baik dan jelek.

    Watak merupakan bahan pertimbangan untuk mengetahui resiko. Tidak

    mudah untuk menentukan watak seorang konsumen yang pertama kali

    mengajukan permohonan kredit. Untuk mengetahui watak seseorang dapat

    mengetahui ciri-ciri orang tersebut misalnya peminum keras, suka berjudi,

    suka menipu, dan lain sebagainya. Untuk petugas analisis perlu melakukan

    penyelidikan atau mencari berbagai informasi mengenai watak seorang

    pemohon kredit karena watak dan tabiat menjadi dasar penilaian utama.

    Watak dapat diartikan sebagai kepribadian,moral dan kejujuran pemohon

    kredit. Konsumen yang mempunyai watak suka minum minuman keras,

    berjudi, dan tidak jujur kemungkinan besar akan melakukan penyimpangan

  • 25

    dalam menggunakan kredit. Oleh karena itu seorang analis perlu menyelidiki

    dan mencari informasi tentang asal-usul kepribadian pemohon kredit.

    2. Capital (modal)

    Seseorang atau badan usaha yang menjalankan usahanya atau bisnis sangat

    memerlukan modal untuk memperlancar kegiatan bisnisnya. Seorang yang

    akan mengajukan permohonan kredit baik untuk kepentingan produktif atau

    konsumtif maka orang itu harus memiliki modal. Misalnya orang yang akan

    mengajukan kredit pemilikan rumah (KPR) untuk membeli suatu rumah

    maka pemohon kredit harus memiliki modal untuk membayar uang muka.

    Uang muka itulah sebagai modal sendiri yang dimiliki pemohon kredit

    sedangkan kredit berfungsi sebagai tambahan. Pemohon kredit yang

    berbentuk badan usaha, besarnya modal yang dimiliki pemohon kredit dapat

    dicermati dari laporan keuangannya. Semakin besar jumlah modal yang

    dimiliki maka menunujukkan perusahaan tersebut memiliki kemampuan

    untuk memenuhi kewajiban membayar hutangnya.

    3. Capacity (kemampuan)

    Seorang konsumen yang mempunyai karakter watak baik selalu memikirkan

    mengenai pembayaran kembali hutangnya sesuai watu yang ditentukan.

    Untuk dapat memenuhi kewajiban pembayaran konsumen harus memiliki

    kemampuan yang memadai yang berasal dari pendapatan pribadi jika

    konsumen perorangan atau pendapatan perusahaan bila konsumen berbentuk

    badan usaha. Seorang analis harus mampu menganalisa kemampuan

    konsumen untuk membayar kembali hutangnya. Bagi konsumen perorangan

  • 26

    analisa harus mendapat informasi yang benar penghasilan atau pendapatan

    konsumen apa pekerjaan, usaha konsumen yang mengindikasikan konsumen

    memperoleh pendapatan sehingga memberikan keyakinan adanya

    kemampuan konsumen. Bagi konsumen badan usaha seorang analis harus

    meyakini pendapatan yang diperoleh dari usaha-usaha konsumen yang

    menunjukkan adanya kemampuan dari konsumen.

    4. Collateral (jaminan)

    Jaminan berarti harta kekayaan yang dapat diikat sebagai jaminan guna

    menjamin kepastian pelunasan hutang jika dikemudian hari konsumen tidak

    melunasi hutangnya dengan jalan menjual jaminan dan mengambil pelunasan

    dari penjualan harta kekayaan yang menjadi jaminan itu. Jaminan meliputi

    jaminan yang bersifat materiil berupa barang atau benda yang bergerak atau

    benda tidak bergerak misalnya tanah, bangunan, mobil, motor, saham dan

    jaminan yang bersifat inmaterial merupakan jaminan yang secara phisik tidak

    dapat dikuasai langsung oleh bank misalnya jaminan pribadi, garansi bank

    (bank lain). Fungsi jaminan guna memberikan hak dan kekuasaan kepada

    Bank untuk mendapatkan pelunasan dari barang-barang jaminan tersebut

    bilamana konsumen tidak dapat melunasi hutangnya pada waktu yang

    ditentukan dalam perjanjian.

    5. Condition of Economy (kondisi ekonomi)

    Selain factor-faktor diatas, yang perlu mendapat perhatian penuh dari analisis

    adalah kondisi ekonomi Negara. Kondisi ekonomi adalah situasi ekonomi

    pada waktu dan jangka waktu tertentu dimana kredit kredit itu diberikan oleh

  • 27

    bank kepada pemohon. Apakah kondisi ekonomi pada kurun waktu kredit

    dapat mempengaruhi usaha dan pendapatan pemohon kredit untuk melunasi

    hutangnya. Bermacam-macan kondisi diluar pengetahuan bank dan diluar

    pengetahuan pemohon kredit. Kondisi ekonomi yang dapat mempengaruhi

    kemampuan pemohon kredit mengembalikan hutangnya sering sulit untuk

    diprediksi. Kondisi ekonomi Negara yang buruk sudah pasti mempengaruhi

    usaha pemohon kredit dan pendapatan perorangan yang akibatnya berdampak

    pada kemampuan pemohon kredit untuk melunasi hutangnya.2

    2.2 Perjanjian Kredit Pembiayaan Konsumen

    Seperti yang dijelaskan dalam Pasal 1 Undang-Undang No 8 Tahun 1999

    Tentang Perlindungan Konsumen, yang dimaksud“ Konsumen adalah setiap orang

    pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik dalam

    kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahkluk hidup lain dan

    tidak untuk diperdagangkan.” Dalam penelitian ini istilah konsumen yang lazim

    dalam konteks perbankan dipakai dengan istilah konsumen, berdasarkan Pasal 1

    Undang-Undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen : Pengguna

    jasa dan/barang adalah konsumen, sedangkan debitur adalah pengguna jasa

    perbankan, dengan demikian debitur sesungguhnya adalah konsumen.

    2 Sutarno, 2003, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, CV. Alfabeta, Bandung,

    h.93

  • 28

    Subektimemberikan perjanjian sebagai suatu peristiwa dimana seseorang

    berjanji kepada seseorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk

    melaksanakan sesuatu hal.3

    Sardjonomengatakan bahwa yang dimaksud dengan perjanjian adalah

    suatu perbuatan dimana salah satu pihak mengikatkan diri pada pihak lain untuk

    melakukan suatu perbuatan.4Selanjutnya beliau mengungkapkan bahwa ketentuan

    pasal tersebut di atas mengandung banyak kelemahan karena difinisi itu tidak

    mencakup semua jenis perjanjian. Kelemahan-kelemahan yang ada adalah :

    1. Definisi tidak mengutarakan suatu syarat kata sepakat, padahal kata sepakat

    mutlak harus ada dalam suatu perjanjian.

    2. Istilah perbuatan juga terlalu luas karena tidak meliputi perjanjian saja,

    melainkan juga kegiatan yang lain.

    3. Definisi itu hanya menunjuk kepada perjanjian sepihak. Padahal perjanjian

    yang terbanyak adalah perjanjian dua pihak.5

    Dengan demikian, maka perjanjian itu merupakan sumber perikatan

    karena perjanjian itu menerbitkan perikatan. Jadi hubungan antara perjanjian

    dengan perikatan adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan.

    Pernyataan dalam perjanjian yang menyebutkan “terdapat sekurangnya

    dua orang” menunjukkan bahwa suatu perjanjian tidak mungkin dibuat sendiri,

    3 Subekti, 1978, Hukum Perjanjian, PT Intermasa, Jakarta, h.1.

    4 Sardjono, 1979, Materi Kuliah Tingkat Empat Fakultas Hukum Indonesia, Rajawali

    pers,Jakarta, h.19 5 Sardjono, op cit, h.35-36

  • 29

    dengan demikian setiap tindakan yang dilakukan oleh orang-perorangan untuk

    kepentingannya sendiri tidaklah termasuk dalam kategori perjanjian.6

    Menurut Pasal 1313 KUHPerdata “Suatu perjanjian adalah suatu

    perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain

    atau lebih”.

    Dilihat dari macamnya, maka perjajian dapat dibedakan ke dalam :

    1. Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik. Pada perjanjian yang pertama,

    hanya satu pihak saja yang mempunyai kewajiban untuk mewujudkan

    prestasi, sedangkan pihak lainnya hanya mempunyai hak. Sedangkan pada

    perjanjian kedua, kedua belah pihak sama-sama mempunyai hak dan

    kewajiban terhadap prestasi yang diperjanjikan.

    2. Perjanjian konsensuil dan perjanjian riil, dimana perjanjian konsensuil adalah

    perjanjian yang tercipta dengan dicapainya kata sepakat antara kedua belah

    pihak, sedangkan perjanjian riil adalah perjanjian yang tercipta dengan

    terpenuhinya kata sepakat dan pelaksanaan prestasi yang diperjanjikan.

    3. Perjanjian dengan beban dan perjanjian tanpa beban. Perjanjian yang pertama

    adalah perjanjian dimana kedua belah pihak harus melakukan sesuatu

    prestasi, sedangkan yang kedua adalah perjanjian dimana hanya satu pihak

    saja yang harus melakukan prestasi, dan lain-lain.7

    Karena tahun 1988 merupakan tahun yang bersejarah bagi kehidupan

    pembiayaan di Indonesia, maka pada tahun 1988 tersebut, telah

    6Kartini Muljadi dan Gunawam Widjaja, 2002, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, PT.

    Grafindo Persada, Jakarta, h.13. 7 Agus Prawoto, 1982, Beberapa Masalah Hukum Dalam Perjanjian Pinjaman antara

    Pemerintah Dengan Badan Usaha Negara, FHUI, Jakarta, h.37.

  • 30

    diterbitkanKeppres No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan. Sejak saat

    itu, kegiatan kegiatan usaha pembiayaan di Indonesia telah mempunyai landasan

    hukum yang kokoh, baik bagi kepastian hukum berusaha perusahaan pembiayaan

    maupun bagi perlindungan para konsumen.

    2.3 Dasar Hukum Kredit Pembiayaan Konsumen

    Pasal 1 Undang-Undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998 menyebutkan

    kredit adalah “penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,

    berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan

    pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi hutangnya setelah jangka

    waktu tertentu dengan pemberian bunga”.

    Sedangkan pengertian pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan

    yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan

    antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk

    mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan

    imbalan atau bagi hasil.

    menurut OP Simorangkir, kredit adalah pemberian prestasi (misalnya uang,

    barang) dengan balas prestasi (kontraprestasi) yang akan terjadi pada waktu yang

    akan datang.8

    Intisari dari kredit adalah unsur kepercayaan. Unsur lainnya adalah

    mempunyai pertimbangan tolong menolong. Selain itu dilihat dari pihak

    kreditur, unsur penting dalam kegiatan kredit sekarang ini adalah untuk

    mengambil keuntungan dari modal dengan mengambil kontraprestasi.

    Sedangkan dipandang dari sudut konsumen adalah adanya bantuan dari

    kreditur untuk menutupi kebutuhan yang berupa prestasi. Hanya saja antara

    prestasi dengan kontraprestasi tersebut ada suatu masa yang memisahkan

    8 H. Budi Untung, 2000, Kredit Perbankan di Indonesia, Andi Yogyakarta, Yogyakarta,

    h.1

  • 31

    yang berupa ketidaktentuan sehingga oleh karenanya diperlukan suatu

    jaminan dalam pemberian kredit tersebut.9

    Kredit perbankan berbeda dengan kredit lembaga pembiayaan konsumen. Ini

    dilihat dari berbedanya peraturan yang mengatur keduanya. Istilah lembaga

    pembiayaan mungkin belum sepupoler dengan istilah lembaga keuangan dan

    lembaga perbankan. Ini dikarenakan oleh eksistensinya lembaga pembiayaan

    relatif masih baru jika dibandingkan dengan lembaga keuangan konvensional,

    seperti bank.

    Meskipun lembaga pembiayaan merupakan lembaga keuangan bersama-

    sama dengan lembaga perbankan, namun dilihat dari padanan istilah dan

    penekanan kegiatan usahanya antara lembaga pembiayaan dan keuangan berbeda.

    Lembaga pembiayaan ini kegiatan usahanya lebih menekankan pada fungsi

    pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak

    menarik dana secara langsung dari masyarakat.

    Kehadiran lembaga pembiayaan konsumen ini sebenarnya secara informal

    sudah tumbuh sejak lama sebagai bagian dari aktivitas trading. Namun secara

    formal baru diakui sejak tahun 1988 melalui SK Menteri Keuangan Nomor

    1251/KMK.013/1988 yang secara formal mengangkat kegiatan usaha pembayaran

    ke permukaan, sebagai bagian resmi sektor jasa keuangan.10

    Lembaga pembiayaan konsumen adalah suatu lembaga yang dalam

    melakukan pembiayaan pengadaan barang, untuk kebutuhan konsumen dilakukan

    9 Mohamad Djumhana, 1996, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti,

    Bandung, h.221 10

    R. Burton Simantupang, 2002, Aspek Hukum Dalam Bisnis, PT.Rineka Cipta, Jakarta,

    h.116.

  • 32

    dengan sistem pembayaran secara angsuran.11

    Kehadiran lembaga pembiayaan

    konsumen ini sebenarnya secara informal sudah tumbuh sejak lama sebagai

    bagian dari aktifitas trading. Namun secara normal baru diakui sejak tahun 1988

    melalui SK Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 yang secara formal

    mengangkat kegiatan usaha pembayaran ke permukaan, sebagai bagian resmi

    sektor jasa keuangan.

    Lembaga pembiayaan ini berbeda dengan bank, walaupun kedua-duanya

    merupakan sumber dana yang diperlukan seseorang. Bila pembiayaan konsumen

    akan melihat barang-barang apa saja yang dibiayai, maka pada kredit bank, pihak

    bank cukup memandang siapa konsumen yang akan mendapat bantuan dana.

    Kedua lembaga ini mempunyai kesamaan seperti objeknya sama yaitu barang-

    barang konsumsi dan mengenakan bunga sebagai biaya.

    Pengertian konsumen menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah

    “pemakai (barang-barang hasil industri, bahan makanan, dsb)”.

    Lembaga pembiayaan dalam menjalankan kegiatannya dilaksanakan oleh

    perusahaan pembiayaan. Menurut pasal 1 angka (5) Keppres No.61 Tahun 1988

    yang dimaksud dengan perusahaan pembiayaan adalah badan usaha di luar bank

    dan lembaga keuangan bukan bank yang khusus didirikan untuk melakukan

    kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan.12

    Menurut Pasal 3 ayat (2) Keppres No.61 Tahun 1988 “perusahaan

    pembiayaan yang dimaksud berbentuk Perseroan Terbatas atau Koperasi”. Maka

    11

    Zaeni Asyahdie, 2005, Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia,

    Rajawali Pers, Jakarta, h.120 12

    Sunaryo, op cit, h.4.

  • 33

    dalam menjalankan usaha pembiayaan, perusahaan pembiayaan harus berbentuk

    Perseroan Terbatas (PT) atau Koperasi.

    Menurut Pasal 1 Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan

    Terbatas, menyebutkan bahwa Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang

    merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan

    kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan

    memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan

    pelaksanaanya.

    Adapun unsur dari PT (Perseroan Terbatas) adalah berbentuk badan

    hukum, yang merupakan persekutuan modal, didirikan atas dasar perjanjian,

    melakukan kegiatan usaha, modalnya terbagi saham-saham, memenuhi

    persyaratan yang ditetapkan dalamUUPT. 13

    Suatu badan hukum memiliki karakteristik yaitu : organisasi yang teratur,

    harta kekayaan sendiri, mempunyai tujuan sendiri, dan akta pendiriannya

    disahkan oleh pejabat yang berwenang. Perseroan Terbatas mendapatkan status

    badan hukum sejak akta pendiriannya disahkan oleh menteri Hukum dan Hak

    Asasi Manusia.14

    Kegiatan lembaga pembiayaan ini dilakukan dalam bentuk penyediaan

    dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari

    masyarakat dalam bentuk giro, deposito, tabungan, dan surat sanggup

    bayar.15

    Kredit yang diberikan kepada konsumen guna pembelian barang konsumsi

    dan jasa seperti yang dibedakan dari pinjaman yang digunakan untuk tujuan

    produktif atau dagang.

    13

    Prsetyo Utomo, 2012, “Perseroan terbatas”, http://Prasetyooetomo.wordpress.com,

    diakses tanggal 25 nopember 2015. 14

    Irna Nurhayati, 2010, “Ulasan Status Badan Hukum Perseroan

    Terbatas”,mhugm.wikidot.com, diakses tanggal 25 nopember 2015. 15

    Sunaryo, op cit, h. 2-3.

    http://prasetyooetomo.wordpress.com/

  • 34

    Unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian pembiayaan konsumen

    adalah sebagai berikut :

    1. Subyek adalah pihak-pihak yang terkait dalam hubungan hukum pembiayaan

    konsumen, yaitu perusahaan pembiayaan konsumen (kreditur), konsumen

    (konsumen), dan penyedia barang modal (pemasok, supllier).

    2. Objek adalah barang bergerak keperluan konsumen yang akan dipakai untuk

    keperluan hidupnya atau keperluan rumah tangga, misalnya televisi, kulkas,

    kendaraan, atau perabot rumah tangga.

    3. Perjanjian yaitu perbuatan persetujuan pembiayaaan yang diadakan antara

    perusahaan pembiayaan konsumen dan konsumen, serta jual beli antara

    pemasok dengan konsumen. Perjanjian ini didukung oleh dokumen-dokumen.

    4. Hubungan hak dan kewajiban, yaitu perusahaan pembiayaan konsumen wajib

    membiayai harga pembelian barang yang diperlukan konsumen dan

    membayarnya secara tunai kepada pemasok. Konsumen wajib membayar

    secara angsuran kepada perusahaan pembiayaan konsumen, dan pemasok

    wajib menyerahkan barang kepada konsumen.

    5. Jaminan utama berupa kepercayaan kepada konsumen, jaminan pokok secara

    fidusia berupa barang yang dibiayai oleh perusahaan pembiayaan konsumen

    dimana semua dokumen kepemilikan barang dikuasai oleh perusahaan

    pembiayaan sampai angsuran terakhir dilunasi, dan jaminan tambahan berupa

    pengakuan hutang dari konsumen.16

    16 Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniarti, 2000, Segi Hukum Lembaga Keuangan

    dan Pembiayaan Konsumen, Citra Aditya Bakti, Bandung, h.246

  • 35

    Pembiayaan konsumen memiliki karakteristik tersendiri, berbeda dengan

    kegiatan pembiayaan lainnya seperti leasing (sewa guna usaha) yaitu : sasaran

    pembiayaan jelas, objek pembiayaan berupa barang-barang untuk kebutuhan atau

    konsumsi konsumen, besarnya pembiayaan yang diberikan oleh perusahaan

    pembiayaan konsumen kepada konsumen relatif kecil sehingga resiko pembiayaan

    relatif aman, pembayaran kembali oleh konsumen kepada perusahaan pembiayaan

    konsumen dilakukan secara berkala.

    Pranata hukum pembiayaan konsumen di Indonesia dimulai pada tahun

    1988, yaitu dengan dikeluarkannya Keppres No.61 Tahun 1988 tentang Lembaga

    Pembiayaan, dan Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988 tentang

    Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Kedua keputusan

    tersebut merupakan titik awal sejarah perkembangan pengaturan pembiayaan

    konsumen sebagai lembaga bisnis pembiayaan di Indonesia.

    Transaksi pembiayaan konsumen dilakukan tidak hanya berdasarkan

    keinginan para pihak saja, yaitu antara perusahaan pembiayaan konsumen dengan

    nasabah yang dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis, tetapi juga diatur oleh

    beberapa peraturan perundang-undangan yang bersifat publik administratif.

    Pembiayaan adalah salah satu bentuk usaha di bidang lembaga keuangan bukan

    bank yang mempunyai peranan sangat penting dalam pembiayaan.17

    Perjanjian

    adalah sumber hukum utama pembiayaan konsumen dari segi perdata, sedangkan

    17

    Sunaryo, op cit, h.2.

  • 36

    perundang-undangan adalah sumber hukum utama pembiayaan konsumen dari

    segi hukum publik.18

    Dalam segi hukum perdata ada dua (2) sumber hukum kegiatan

    pembiayaan konsumen, yaitu asas kebebasan berkontrak dan perundang-undangan

    di bidang hukum perdata :

    Asas kebebasan berkontrak, hubungan hukum yang terjadi dalamkegiatan

    pembiayaan konsumen selalu dibuat secara tertulis sebagai dokumen hukum yang

    menjadi dasar kepastian hukum. Perjanjian pembiayaan konsumen ini dibuat

    berdasarkan atas asas kebebasan berkontrak para pihak yang memuat rumusan

    kehendak berupa hak dan kewajiban dari perusahaan pembiayaan konsumen

    sebagai pihak penyedia dana dan konsumen sebagai pengguna dana. Perjanjian

    pembiayaan konsumen (consumer finance agreement) merupakan dokumen

    hukum utama (main legal document) yang dibuat secara sah dengan memenuhi

    syarat-syarat sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Akibat

    hukum perjanjian yang dibuat secara sah, maka akan berlaku sebagai undang-

    undang bagi para pihak (Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata). Konsekuensi yuridis

    selanjutnya, perjanjian tersebut harus dilaksanakan dengan itikad baik (in good

    faith) dan tidak dapat dibatalkan secara sepihak (unilatelar unvoidable).

    Perjanjian pembiayaan konsumen berfungsi sebagai dokumen bukti yang sah bagi

    perusahaan pembiayaan konsumen dan konsumen.19

    18

    Suhariningsih, 2011, Analisis Yuridis Terhadap Perjanjian Kredit, Wisnuwardhana

    Press, Malang, h.11 19

    Ibid, h. 9.

  • 37

    Undang-undang di Bidang Hukum Perdata, perjanjian pembiayaan

    konsumen merupakan salah satu bentuk perjanjian khusus yang tunduk pada

    ketentuan Buku III KUH Perdata. Sumber hukum utama pembiayaan konsumen

    adalah ketentuan mengenai perjanjian pinjam pakai habis dan perjanjian jual beli

    bersyarat yang diatur dalam KUH Perdata. Perjanjian pinjam pakai merupakan

    perjanjian pembiayaan konsumen yang terjadi antara perusahaan pembiayaan

    konsumen dan konsumen. Perjanjian ini diatur dalam Pasal 1754-1773 KUH

    Perdata. Pasal 1754 KUH Perdata “menyatakan bahwa pinjam pakai habis adalah

    perjanjian, dengan mana pemberi pinjaman menyerahkan sejumlah barang pakai

    habis kepada peminjam dengan syarat bahwa peminjam akan mengembalikan

    barang tersebut kepada pemberi pinjaman dalam jumlah dan keadaan yang

    sama”.Pemberi pinjaman adalah perusahaan pembiayaan konsumen yang

    berkedudukan sebagai kreditur, sedangkan peminjam adalah konsumen yang

    berkedudukan sebagai konsumen.20

    Karena barang pakai habis yang dipinjam itu

    sejumlah uang, maka menurut ketentuan Pasal 1765 KUH Perdata “pihak-pihak

    boleh memperjanjikan pengembalian uang pokok ditambah dengan bunga”.

    Sedangkan perjanjian jual beli bersyarat adalah perjanjian yang terjadi antara

    konsumen dengan pembeli, dan produsen (supplier) sebagai penjual, dengan

    syarat bahwa yang melakukan pembayaran secara tunai kepada penjual adalah

    perusahaan pembiayaan konsumen.21

    Perjanjian jual beli ini merupakan accessoir

    dari perjanjian pembiayaan konsumen sebagai perjanjian pokok. Perjanjian jual

    20

    Sunaryo, op cit, h.99 21

    Rinaldi Santoso, 2011, “Pembiayaan Konsumen”,rinaldisantoso.blogspot.co.id, diakses

    tanggal 25 nopember 2015.

  • 38

    beli ini digolongkan ke dalam perjanjian julan beli yang diatur dalam Pasal 1457-

    1518 KUH Perdata, tetapi pelaksanaan pembayaran digantungkan pada syarat

    yang disepakati dalam perjanjian pokok.

    Pada segi hukum publik, pembiayaan konsumen banyak menyangkut kepentingan

    publik yang bersifat administratif. Maka perundang-undangan yang

    bersifat publik berlaku pada pembiayaan konsumen, yaitu :

    1. Keputusan Presiden No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan. Di

    dalamnya memuat tentang pengakuan bahwa pembiayaan konsumen

    sebagai salah satu bentuk usaha dari lembaga pembiayaan. Bentuk hukum

    perusahaan pembiayaan konsumen adalah Perseroan Terbatas atau

    Koperasi, dan dalam kegiatannya dilarang menarik dana secara langsung

    dari masyarakat.

    2. Keputusan Menteri Keuangan No.1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan

    dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, yang kemudian dirubah

    dan disempurnakan dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 468 Tahun

    1995.

    3. Keputusan Menteri Keuangan RI No. 448/KMK.017/2000 tentang

    Perusahaan Pembiayaan.

    2.4 Ciri Khusus Kredit Pembiayaan Konsumen

    Ciri khusus kredit pembiayaan konsumen adalah membiayai kebutuhan

    konsumen. Selain itu kredit pembiayaan konsumen dipinjam oleh banyak

  • 39

    konsumen dengan jumlah kredit per konsumen relatif kecil.22

    Ciri khusus ini

    menuntut cara pengelolaan tersendiri. Untuk memperolah volume bisnis yang

    memadai,sebuah perusahaan harus dapat memproses permintaan kredit sebanyak

    mungkin, sehingga dapat memperoleh konsumen dalam jumlah yang efisien untuk

    ditangani. Konsekuensi langsung yang dihadapi perusahaan karena mempunyai

    banyak konsumen adalah kenaikan biaya administrasi kredit secara substansial. Di

    samping itu, perusahaan tersebut juga membutuhkan lebih banyak staff untuk

    memonitor perkembangan kredit yang telah diberikan satu persatu. Untuk

    mengatasi hal tersebut di atas, dewasa ini banyak perusahaan yang menggunakan

    sistem komputer untuk memonitor perkembangan kredit yang telah diberikan.

    Apabila jumlah kredit yang dipinjam oleh setiap orang konsumen cukup besar,

    kenaikan jumlah staff yang menangani kredit maupun meningkatnya beban biaya

    administrasi kredit yang harus ditanggung, masih dapat dirasakan seimbang.

    Tetapi, karena jumlah kredit setiap konsumen kecil, maka biaya penanganan tiap

    satuan kredit menjadi cukup besar, sehingga ditinjau dari segi administratif

    perbankan, kredit pembiayaan konsumen tergolong kredit dengan biaya

    administrasi yang mahal. Oleh karena itu, setiap permintaan kredit yang

    diluluskan harus benar-benar teruji kelayakannya. Kalau tidak, resiko kerugian

    dalam perusahaan akan menjadi lebih besar lagi.

    Transaksi pembiayaan konsumen didasarkan pada adanya suatu perjanjian,

    yaitu perjanjian pembiayaan konsumen antara Perusahaan dengan konsumen,

    serta perjanjian jual beli antara pemasok (supplier) dan konsumen. Dengan

    22Herianty, 2014, “Pembiayaan Konsumen Dan Leasing”,anthyscrub.blogspot.co.id,

    diakses tanggal 25 nopember 2015.

  • 40

    demikian, dalam kegiatan pembiayaan konsumen terdapat tiga pihak yang terlibat.

    Berdasarkan perjanjian tersebut, maka terjadilah hubungan hukum antara para

    pihak yang berisikan tentang berbagai hak dan kewajiban yang harus

    dilaksanakan dengan itikad baik oleh masing-masing pihak.23

    PT. Clipan membiayai rata-rata 40 konsumen dalam hal kredit pembiayaan

    konsumen setiap bulannya. Pembayaran kembali dilakukan dengan cara mencicil.

    Biasanya dilakukan pada tanggal angsuran yang sudah disepakati antara PT.

    Clipan dengan konsumen. Penghasilan tetap konsumen berupa gaji, upah, atau

    honorarium merupakan sumber utama dana pembayaran cicilan.

    Oleh karena itu, dalam evaluasi kemampuan membayar kembali kredit

    pembiayaan konsumen kepada PT. Clipan, analis kredit di PT. Clipan harus

    meneliti apakah jumlah penghasilan tetap tersebut cukup besar untuk menutup

    pengeluaran tiap bulanan mereka serta pelunasan pinjaman.

    2.5 Syarat Sahnya Perjanjian Kredit Pembiayaan Konsumen

    Menurut Pasal 1320 KUHPerdata untuk sahnya suatu perjanjian

    diperlukan empat syarat yaitu ;

    1. Syarat sah yang subyektif berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata

    a. adanya kesepakatan antara kedua belah pihak

    b. adanya kecakapan para pihak untuk membuat perjanjian

    2. Syarat sah yang obyektif berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata

    a. Mengenai suatu hal tertentu

    23 Sunaryo, op cit, h.112

  • 41

    b. Sesuatu sebab / causa / isi yang halal / diperbolehkan

    Apabila salah satu dari empat syarat tidak terpenuhi maka suatu perjanjian

    tersebut tidak dianggap sah dan tidak dapat mengikat pihak-pihak yang terlibat di

    dalamnya sebagai undang-undang.

    - Adanya kesepakatan antara kedua belah pihak,

    Syarat yang pertama menghendaki agar para pihak / subjek yang

    mengadakan perjanjian telah setuju mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian.

    Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak lainnya

    dalam perjanjian. Adanya paksaan secara fisik (dipukul dan sebagainya), paksaan

    rohani (diancam dan sebagainya), penipuan, perbuatan yang menjerumuskan

    seseorang kedalam keadaan yang merugikan, dan khilaf baik mengenai objek

    yang diperjanjikan atau subjek dengan siapa perjanjian itu dibuat, merupakan

    cacat dari kata sepakat, sehingga mempengaruhi sahnya perjanjian.

    - Adanya kecakapan para pihak untuk membuat perjanjian

    Syarat adanya kecakapan untuk membuat perjanjian, mengharuskan bahwa

    subjek perjanjian itu mempunyai kewenangan bertindak dalam hukum.

    Mempunyai wewenang untuk bertindak dalam hukum, artinya adalah mempunyai

    wewenang untuk melakukan perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang

    dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum (hak dan kewajiban), dan

    berwenang untuk mengadakan suatu proses di muka pengadilan. Dalam

    KUHPerdata terdapat dua istilah tidak cakap (onbekwaam) adalah orang yang

    umumnya berdasar ketentuan undang-undang tidak mampu membuat sendiri

    perjanjian-perjanjian dengan akibat hukum yang lengkap, seperti orang belum

  • 42

    dewasa, orang dibawah kuratil (pengampunan), sakit jiwa dan sebagainya.

    Adapun yang kedua tidak berwenang (onvenvoegd) adalah orang itu cakap tetapi

    ia tidak dapat melakukan perbuatan hukum tertentu misalnya Pasal 1467-1470.

    - Mengenai suatu hal tertentu

    Selanjutnya, mengenai syarat ketiga berupa hal tertentu, mensyaratkan

    agar prestasi yang diperjanjikan oleh kedua belah pihak itu disebutkan secara

    terperinci, sehingga hak dan kewajiban para pihak diketahui secara tegas dan

    jelas. Dalam hal prestasi itu berupa barang, maka harus disebutkan jenis dan

    jumlahnya. Suatu kontrak haruslah berkenaan dengan hal yang yang tertentu, jelas

    dan dibenarkan oleh hukum.

    - Suatu sebab / causa / isi yang halal / diperbolehkan

    Sedangkan syarat keempat mensyaratkan agar isi perjanjian itu tidak

    bertentangan dengan undang-undang maupun kesusilaan umum. Syarat suatu

    sebab yang halal ini mempunyai dua fungsi yaitu perjanjian harus mempunyai

    sebab, tanpa syarat ini perjanjian batal, sebabnya harus halal, kalu tidak halal

    perjanjian batal.

    Bahwa tidak adanya sebab, misalnya pihak-pihak membuat perjanjian

    untuk melaksanakan perjanjian yang terdahulu, padahal perjanjian yang terdahulu

    sudah dibatalkan sehingga para pihak bermaksud melaksanakan perjanjian yang

    sebetulnya sudah tidak ada. Ini merupakan perjanjian tanpa sebab.24

    24 Purwahid Patrik, 1994, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung, h.64

  • 43

    2.6 Jenis Perjanjian Kredit Pembiayaan Konsumen

    Secara yuridis formal ada dua jenis perjanjian kredit pembiayaan

    konsumen yang digunakan perusahaan pembiayaan konsumen dalam melepas

    kreditnya, yaitu :

    a. Perjanjian kredit pembiayaan konsumen di bawah tangan.

    Adapun yang dimaksud dengan akta perjanjian kredit pembiayaan

    konsumen di bawah tangan adalah perjanjian pemberian kredit oleh perusahaan

    pembiayaan kepada nasabahnya yang hanya dibuat di antara mereka (kreditur dan

    konsumen) tanpa notaries. Bahkan, lazimnya dalam penandatanganan akta

    perjanjian kredit pembiayaan konsumen ini tanpa menghadirkan saksi yang turut

    serta dalam membubuhkan tanda tangan. Kelemahan dari akta perjanjian kredit

    pembiayaan konsumen di bawah tangan ini adalah bahwa apabila suatu saat nanti

    terjadi wanprestasi oleh konsumen, yang pada akhirnya akan diambil tindakan

    melalui jalur hukum akan tetapi apabila konsumen tidak mengakui tanda

    tangannya, akan mengakibatkan mentahnya kekuatan hukum perjanjian.

    Kelemahan yang kedua adalah dimana apabila perjanjian ini dibuat oleh

    para pihak, di mana formulirnya telah disediakan oleh perusahaan pembiayaan

    (form standar/baku), maka bukan tidak mungkin terdapat kekurangan data-data

    yang seharusnya dilengkapi untuk suatu kepentingan pengikatan kredit.

    b. Perjanjian kredit pembiayaan konsumen notaril (otentik).

  • 44

    Perjanjian kredit notaril (otentik) adalah perjanjian pemberian kredit oleh

    perusahaan pembiayaan kepada nasabahnya yang hanya dibuat oleh atau

    dihadapan notaris.25

    Adapun akta otentik adalah suatu akta undang-undang, dibuat oleh atau di

    hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat mana akta

    dibuat.26

    Dari ketentuan /definisi akta otentik yang akan diberikan oleh Pasal 1868

    KUHPerdata tersebut, dapat ditemukan beberapa hal.

    Pertama : yang berwenang membuat akta otentik adalah notaris, terkecuali

    wewenang tersebut diserahkan pejabat lain atau orang lain. Pejabat lain yang

    dapat membuat akta otentik adalah misalnya seseorang panitera dalam siding

    pengadilan, seorang juru sita dalam membuat exploitdan seorang jaksa atau polisi

    dalam membuat pemeriksaan pendahuluan.

    Kedua : akta otentik dibedakan dalam yang dibuat “oleh” dan yang di buat

    “dihadapan” pejabat umum. Dan jika dalam hal “ membuat proses verbal akta”

    adalah menulis apa yang dilihat dan yang dialami sendiri oleh seorang notaris

    tentang perbuatan (handeling) dan kejadian (daadzaken); membaca dan

    menandatangani hanya bersama para saksi akta tersebut di luar hadirnya atau

    karena penolakan para penghadap, maka dalam hal “membuat partji akta”, notaris

    membaca isi akta tersebut, disusul oleh penandatanganan akta tersebut oleh para

    penghadap dan para saksi, terakhir oleh notaris itu sendiri.

    25J. Satrio,1997, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Bandung, PT Citra Adutya

    Bakti, h.19. 26

    H. Budi Untung, op cit, h.31.

  • 45

    Ketiga : isi dari akta otentik adalah “perbuatan” yang oleh Undang-

    Undang diwajibkan dibuat dalam akta otentik dan semua “perjanjian” dan

    “penguasaan” yang dikehendaki oleh mereka yang berkepentingan. Suatu akta

    otentik dapat berisikan suatu “perbuatan hukum” yang diwajibkan oleh undang-

    undang, jadi bukan kehendak dari notaris.

    Keempat : akta otentik memberikan kepastian mengenai penanggalan. Jadi

    notaris wajib memberikan kepastian tentang penanggalan padaaktanya.