-
23
BAB II
TINJAUAN UMUM ANALISIS KREDIT DALAMPEMBIAYAAN
KONSUMEN
2.1 Pengertian Analisis Kredit dan Pengaturannya
Dalam bahasa sehari-hari kata kredit sering diartikan memperoleh barang
dengan membayar cicilan atau angsuran di kemudian hari atau memperoleh
pinjaman uang, yang pembayarannya dilakukan di kemudian hari dengan cicilan
atau angsuran sesuai dengan perjanjian. Artinya kredit dapat berbentuk barang
atau berbentuk uang. Baik kredit berbentuk barang maupun kredit berbentuk uang
dalam hal pembayarannya dengan menggunakan metode angsuran atau cicilan
tertentu.1
Dalam praktik perbankan dikenal adanya prinsip kehati-hatian yang
digunakan dalam pemberian kredit kepada pihak kreditur. Prinsip kehati-hatian
adalah suatu asas yang menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsinya
dan kegiatan usahanya wajib bersikap hati-hati (prudent) dalam rangka
melindungi dana masyarakat yang dipercayakan kepadanya. Prinsip ini diatur
dalam Undang-undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998, diatur dalam beberapa
pasal, selain itu pengaturan prinsip ini juga ada pada SK Dir BI Nomor
27/162/KEP/ DIR tanggal 31 Maret 1995. Berdasarkan SK Dir BI tersebut, Bank
Umum wajib memiliki kebijakan perkreditan bank secara tertulis yang disetujui
1Kasmir, 2005,Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
h.75
-
24
oleh dewan komisaris bank dengan sekurang-kurangnya memuat dan mengatur
hal-hal pokok sebagai berikut : prinsip kehati-hatian dalam perkreditan, organisasi
dan manajemen perkreditan, kebijakan persetujuan kredit, dokumentasi dan
administrasi kredit, pengawasan kredit, dan penyelesaian kredit bermasalah.
Dalam prakteknya, walaupun prinsip kehati-hatian (prudential) tidak
diatur secara khusus dalam dunia pembiayaan, namun banyak pelaku usaha
pembiayaan mengadaptasi prinsip ini. Pelaku usaha pembiayaan biasanya
menggunakan instrument analisa kredit yang pada umumnya digunakan dunia
perbankan untuk mengetahui atau menentukan bahwa seseorang dipercaya untuk
memperoleh kredit yang terkenal dengan the fives of credit atau 5 C yaitu :
1. Character (watak)
Watak adalah sifat dasar yang ada di dalam hati seseorang. Watak dapat
berupa baik dan jelek bahkan ada yang terletak diantara baik dan jelek.
Watak merupakan bahan pertimbangan untuk mengetahui resiko. Tidak
mudah untuk menentukan watak seorang konsumen yang pertama kali
mengajukan permohonan kredit. Untuk mengetahui watak seseorang dapat
mengetahui ciri-ciri orang tersebut misalnya peminum keras, suka berjudi,
suka menipu, dan lain sebagainya. Untuk petugas analisis perlu melakukan
penyelidikan atau mencari berbagai informasi mengenai watak seorang
pemohon kredit karena watak dan tabiat menjadi dasar penilaian utama.
Watak dapat diartikan sebagai kepribadian,moral dan kejujuran pemohon
kredit. Konsumen yang mempunyai watak suka minum minuman keras,
berjudi, dan tidak jujur kemungkinan besar akan melakukan penyimpangan
-
25
dalam menggunakan kredit. Oleh karena itu seorang analis perlu menyelidiki
dan mencari informasi tentang asal-usul kepribadian pemohon kredit.
2. Capital (modal)
Seseorang atau badan usaha yang menjalankan usahanya atau bisnis sangat
memerlukan modal untuk memperlancar kegiatan bisnisnya. Seorang yang
akan mengajukan permohonan kredit baik untuk kepentingan produktif atau
konsumtif maka orang itu harus memiliki modal. Misalnya orang yang akan
mengajukan kredit pemilikan rumah (KPR) untuk membeli suatu rumah
maka pemohon kredit harus memiliki modal untuk membayar uang muka.
Uang muka itulah sebagai modal sendiri yang dimiliki pemohon kredit
sedangkan kredit berfungsi sebagai tambahan. Pemohon kredit yang
berbentuk badan usaha, besarnya modal yang dimiliki pemohon kredit dapat
dicermati dari laporan keuangannya. Semakin besar jumlah modal yang
dimiliki maka menunujukkan perusahaan tersebut memiliki kemampuan
untuk memenuhi kewajiban membayar hutangnya.
3. Capacity (kemampuan)
Seorang konsumen yang mempunyai karakter watak baik selalu memikirkan
mengenai pembayaran kembali hutangnya sesuai watu yang ditentukan.
Untuk dapat memenuhi kewajiban pembayaran konsumen harus memiliki
kemampuan yang memadai yang berasal dari pendapatan pribadi jika
konsumen perorangan atau pendapatan perusahaan bila konsumen berbentuk
badan usaha. Seorang analis harus mampu menganalisa kemampuan
konsumen untuk membayar kembali hutangnya. Bagi konsumen perorangan
-
26
analisa harus mendapat informasi yang benar penghasilan atau pendapatan
konsumen apa pekerjaan, usaha konsumen yang mengindikasikan konsumen
memperoleh pendapatan sehingga memberikan keyakinan adanya
kemampuan konsumen. Bagi konsumen badan usaha seorang analis harus
meyakini pendapatan yang diperoleh dari usaha-usaha konsumen yang
menunjukkan adanya kemampuan dari konsumen.
4. Collateral (jaminan)
Jaminan berarti harta kekayaan yang dapat diikat sebagai jaminan guna
menjamin kepastian pelunasan hutang jika dikemudian hari konsumen tidak
melunasi hutangnya dengan jalan menjual jaminan dan mengambil pelunasan
dari penjualan harta kekayaan yang menjadi jaminan itu. Jaminan meliputi
jaminan yang bersifat materiil berupa barang atau benda yang bergerak atau
benda tidak bergerak misalnya tanah, bangunan, mobil, motor, saham dan
jaminan yang bersifat inmaterial merupakan jaminan yang secara phisik tidak
dapat dikuasai langsung oleh bank misalnya jaminan pribadi, garansi bank
(bank lain). Fungsi jaminan guna memberikan hak dan kekuasaan kepada
Bank untuk mendapatkan pelunasan dari barang-barang jaminan tersebut
bilamana konsumen tidak dapat melunasi hutangnya pada waktu yang
ditentukan dalam perjanjian.
5. Condition of Economy (kondisi ekonomi)
Selain factor-faktor diatas, yang perlu mendapat perhatian penuh dari analisis
adalah kondisi ekonomi Negara. Kondisi ekonomi adalah situasi ekonomi
pada waktu dan jangka waktu tertentu dimana kredit kredit itu diberikan oleh
-
27
bank kepada pemohon. Apakah kondisi ekonomi pada kurun waktu kredit
dapat mempengaruhi usaha dan pendapatan pemohon kredit untuk melunasi
hutangnya. Bermacam-macan kondisi diluar pengetahuan bank dan diluar
pengetahuan pemohon kredit. Kondisi ekonomi yang dapat mempengaruhi
kemampuan pemohon kredit mengembalikan hutangnya sering sulit untuk
diprediksi. Kondisi ekonomi Negara yang buruk sudah pasti mempengaruhi
usaha pemohon kredit dan pendapatan perorangan yang akibatnya berdampak
pada kemampuan pemohon kredit untuk melunasi hutangnya.2
2.2 Perjanjian Kredit Pembiayaan Konsumen
Seperti yang dijelaskan dalam Pasal 1 Undang-Undang No 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen, yang dimaksud“ Konsumen adalah setiap orang
pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik dalam
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahkluk hidup lain dan
tidak untuk diperdagangkan.” Dalam penelitian ini istilah konsumen yang lazim
dalam konteks perbankan dipakai dengan istilah konsumen, berdasarkan Pasal 1
Undang-Undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen : Pengguna
jasa dan/barang adalah konsumen, sedangkan debitur adalah pengguna jasa
perbankan, dengan demikian debitur sesungguhnya adalah konsumen.
2 Sutarno, 2003, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, CV. Alfabeta, Bandung,
h.93
-
28
Subektimemberikan perjanjian sebagai suatu peristiwa dimana seseorang
berjanji kepada seseorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan sesuatu hal.3
Sardjonomengatakan bahwa yang dimaksud dengan perjanjian adalah
suatu perbuatan dimana salah satu pihak mengikatkan diri pada pihak lain untuk
melakukan suatu perbuatan.4Selanjutnya beliau mengungkapkan bahwa ketentuan
pasal tersebut di atas mengandung banyak kelemahan karena difinisi itu tidak
mencakup semua jenis perjanjian. Kelemahan-kelemahan yang ada adalah :
1. Definisi tidak mengutarakan suatu syarat kata sepakat, padahal kata sepakat
mutlak harus ada dalam suatu perjanjian.
2. Istilah perbuatan juga terlalu luas karena tidak meliputi perjanjian saja,
melainkan juga kegiatan yang lain.
3. Definisi itu hanya menunjuk kepada perjanjian sepihak. Padahal perjanjian
yang terbanyak adalah perjanjian dua pihak.5
Dengan demikian, maka perjanjian itu merupakan sumber perikatan
karena perjanjian itu menerbitkan perikatan. Jadi hubungan antara perjanjian
dengan perikatan adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan.
Pernyataan dalam perjanjian yang menyebutkan “terdapat sekurangnya
dua orang” menunjukkan bahwa suatu perjanjian tidak mungkin dibuat sendiri,
3 Subekti, 1978, Hukum Perjanjian, PT Intermasa, Jakarta, h.1.
4 Sardjono, 1979, Materi Kuliah Tingkat Empat Fakultas Hukum Indonesia, Rajawali
pers,Jakarta, h.19 5 Sardjono, op cit, h.35-36
-
29
dengan demikian setiap tindakan yang dilakukan oleh orang-perorangan untuk
kepentingannya sendiri tidaklah termasuk dalam kategori perjanjian.6
Menurut Pasal 1313 KUHPerdata “Suatu perjanjian adalah suatu
perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain
atau lebih”.
Dilihat dari macamnya, maka perjajian dapat dibedakan ke dalam :
1. Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik. Pada perjanjian yang pertama,
hanya satu pihak saja yang mempunyai kewajiban untuk mewujudkan
prestasi, sedangkan pihak lainnya hanya mempunyai hak. Sedangkan pada
perjanjian kedua, kedua belah pihak sama-sama mempunyai hak dan
kewajiban terhadap prestasi yang diperjanjikan.
2. Perjanjian konsensuil dan perjanjian riil, dimana perjanjian konsensuil adalah
perjanjian yang tercipta dengan dicapainya kata sepakat antara kedua belah
pihak, sedangkan perjanjian riil adalah perjanjian yang tercipta dengan
terpenuhinya kata sepakat dan pelaksanaan prestasi yang diperjanjikan.
3. Perjanjian dengan beban dan perjanjian tanpa beban. Perjanjian yang pertama
adalah perjanjian dimana kedua belah pihak harus melakukan sesuatu
prestasi, sedangkan yang kedua adalah perjanjian dimana hanya satu pihak
saja yang harus melakukan prestasi, dan lain-lain.7
Karena tahun 1988 merupakan tahun yang bersejarah bagi kehidupan
pembiayaan di Indonesia, maka pada tahun 1988 tersebut, telah
6Kartini Muljadi dan Gunawam Widjaja, 2002, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, PT.
Grafindo Persada, Jakarta, h.13. 7 Agus Prawoto, 1982, Beberapa Masalah Hukum Dalam Perjanjian Pinjaman antara
Pemerintah Dengan Badan Usaha Negara, FHUI, Jakarta, h.37.
-
30
diterbitkanKeppres No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan. Sejak saat
itu, kegiatan kegiatan usaha pembiayaan di Indonesia telah mempunyai landasan
hukum yang kokoh, baik bagi kepastian hukum berusaha perusahaan pembiayaan
maupun bagi perlindungan para konsumen.
2.3 Dasar Hukum Kredit Pembiayaan Konsumen
Pasal 1 Undang-Undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998 menyebutkan
kredit adalah “penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi hutangnya setelah jangka
waktu tertentu dengan pemberian bunga”.
Sedangkan pengertian pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan
yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan
imbalan atau bagi hasil.
menurut OP Simorangkir, kredit adalah pemberian prestasi (misalnya uang,
barang) dengan balas prestasi (kontraprestasi) yang akan terjadi pada waktu yang
akan datang.8
Intisari dari kredit adalah unsur kepercayaan. Unsur lainnya adalah
mempunyai pertimbangan tolong menolong. Selain itu dilihat dari pihak
kreditur, unsur penting dalam kegiatan kredit sekarang ini adalah untuk
mengambil keuntungan dari modal dengan mengambil kontraprestasi.
Sedangkan dipandang dari sudut konsumen adalah adanya bantuan dari
kreditur untuk menutupi kebutuhan yang berupa prestasi. Hanya saja antara
prestasi dengan kontraprestasi tersebut ada suatu masa yang memisahkan
8 H. Budi Untung, 2000, Kredit Perbankan di Indonesia, Andi Yogyakarta, Yogyakarta,
h.1
-
31
yang berupa ketidaktentuan sehingga oleh karenanya diperlukan suatu
jaminan dalam pemberian kredit tersebut.9
Kredit perbankan berbeda dengan kredit lembaga pembiayaan konsumen. Ini
dilihat dari berbedanya peraturan yang mengatur keduanya. Istilah lembaga
pembiayaan mungkin belum sepupoler dengan istilah lembaga keuangan dan
lembaga perbankan. Ini dikarenakan oleh eksistensinya lembaga pembiayaan
relatif masih baru jika dibandingkan dengan lembaga keuangan konvensional,
seperti bank.
Meskipun lembaga pembiayaan merupakan lembaga keuangan bersama-
sama dengan lembaga perbankan, namun dilihat dari padanan istilah dan
penekanan kegiatan usahanya antara lembaga pembiayaan dan keuangan berbeda.
Lembaga pembiayaan ini kegiatan usahanya lebih menekankan pada fungsi
pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak
menarik dana secara langsung dari masyarakat.
Kehadiran lembaga pembiayaan konsumen ini sebenarnya secara informal
sudah tumbuh sejak lama sebagai bagian dari aktivitas trading. Namun secara
formal baru diakui sejak tahun 1988 melalui SK Menteri Keuangan Nomor
1251/KMK.013/1988 yang secara formal mengangkat kegiatan usaha pembayaran
ke permukaan, sebagai bagian resmi sektor jasa keuangan.10
Lembaga pembiayaan konsumen adalah suatu lembaga yang dalam
melakukan pembiayaan pengadaan barang, untuk kebutuhan konsumen dilakukan
9 Mohamad Djumhana, 1996, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti,
Bandung, h.221 10
R. Burton Simantupang, 2002, Aspek Hukum Dalam Bisnis, PT.Rineka Cipta, Jakarta,
h.116.
-
32
dengan sistem pembayaran secara angsuran.11
Kehadiran lembaga pembiayaan
konsumen ini sebenarnya secara informal sudah tumbuh sejak lama sebagai
bagian dari aktifitas trading. Namun secara normal baru diakui sejak tahun 1988
melalui SK Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 yang secara formal
mengangkat kegiatan usaha pembayaran ke permukaan, sebagai bagian resmi
sektor jasa keuangan.
Lembaga pembiayaan ini berbeda dengan bank, walaupun kedua-duanya
merupakan sumber dana yang diperlukan seseorang. Bila pembiayaan konsumen
akan melihat barang-barang apa saja yang dibiayai, maka pada kredit bank, pihak
bank cukup memandang siapa konsumen yang akan mendapat bantuan dana.
Kedua lembaga ini mempunyai kesamaan seperti objeknya sama yaitu barang-
barang konsumsi dan mengenakan bunga sebagai biaya.
Pengertian konsumen menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
“pemakai (barang-barang hasil industri, bahan makanan, dsb)”.
Lembaga pembiayaan dalam menjalankan kegiatannya dilaksanakan oleh
perusahaan pembiayaan. Menurut pasal 1 angka (5) Keppres No.61 Tahun 1988
yang dimaksud dengan perusahaan pembiayaan adalah badan usaha di luar bank
dan lembaga keuangan bukan bank yang khusus didirikan untuk melakukan
kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan.12
Menurut Pasal 3 ayat (2) Keppres No.61 Tahun 1988 “perusahaan
pembiayaan yang dimaksud berbentuk Perseroan Terbatas atau Koperasi”. Maka
11
Zaeni Asyahdie, 2005, Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia,
Rajawali Pers, Jakarta, h.120 12
Sunaryo, op cit, h.4.
-
33
dalam menjalankan usaha pembiayaan, perusahaan pembiayaan harus berbentuk
Perseroan Terbatas (PT) atau Koperasi.
Menurut Pasal 1 Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, menyebutkan bahwa Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang
merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan
kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan
pelaksanaanya.
Adapun unsur dari PT (Perseroan Terbatas) adalah berbentuk badan
hukum, yang merupakan persekutuan modal, didirikan atas dasar perjanjian,
melakukan kegiatan usaha, modalnya terbagi saham-saham, memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dalamUUPT. 13
Suatu badan hukum memiliki karakteristik yaitu : organisasi yang teratur,
harta kekayaan sendiri, mempunyai tujuan sendiri, dan akta pendiriannya
disahkan oleh pejabat yang berwenang. Perseroan Terbatas mendapatkan status
badan hukum sejak akta pendiriannya disahkan oleh menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia.14
Kegiatan lembaga pembiayaan ini dilakukan dalam bentuk penyediaan
dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari
masyarakat dalam bentuk giro, deposito, tabungan, dan surat sanggup
bayar.15
Kredit yang diberikan kepada konsumen guna pembelian barang konsumsi
dan jasa seperti yang dibedakan dari pinjaman yang digunakan untuk tujuan
produktif atau dagang.
13
Prsetyo Utomo, 2012, “Perseroan terbatas”, http://Prasetyooetomo.wordpress.com,
diakses tanggal 25 nopember 2015. 14
Irna Nurhayati, 2010, “Ulasan Status Badan Hukum Perseroan
Terbatas”,mhugm.wikidot.com, diakses tanggal 25 nopember 2015. 15
Sunaryo, op cit, h. 2-3.
http://prasetyooetomo.wordpress.com/
-
34
Unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian pembiayaan konsumen
adalah sebagai berikut :
1. Subyek adalah pihak-pihak yang terkait dalam hubungan hukum pembiayaan
konsumen, yaitu perusahaan pembiayaan konsumen (kreditur), konsumen
(konsumen), dan penyedia barang modal (pemasok, supllier).
2. Objek adalah barang bergerak keperluan konsumen yang akan dipakai untuk
keperluan hidupnya atau keperluan rumah tangga, misalnya televisi, kulkas,
kendaraan, atau perabot rumah tangga.
3. Perjanjian yaitu perbuatan persetujuan pembiayaaan yang diadakan antara
perusahaan pembiayaan konsumen dan konsumen, serta jual beli antara
pemasok dengan konsumen. Perjanjian ini didukung oleh dokumen-dokumen.
4. Hubungan hak dan kewajiban, yaitu perusahaan pembiayaan konsumen wajib
membiayai harga pembelian barang yang diperlukan konsumen dan
membayarnya secara tunai kepada pemasok. Konsumen wajib membayar
secara angsuran kepada perusahaan pembiayaan konsumen, dan pemasok
wajib menyerahkan barang kepada konsumen.
5. Jaminan utama berupa kepercayaan kepada konsumen, jaminan pokok secara
fidusia berupa barang yang dibiayai oleh perusahaan pembiayaan konsumen
dimana semua dokumen kepemilikan barang dikuasai oleh perusahaan
pembiayaan sampai angsuran terakhir dilunasi, dan jaminan tambahan berupa
pengakuan hutang dari konsumen.16
16 Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniarti, 2000, Segi Hukum Lembaga Keuangan
dan Pembiayaan Konsumen, Citra Aditya Bakti, Bandung, h.246
-
35
Pembiayaan konsumen memiliki karakteristik tersendiri, berbeda dengan
kegiatan pembiayaan lainnya seperti leasing (sewa guna usaha) yaitu : sasaran
pembiayaan jelas, objek pembiayaan berupa barang-barang untuk kebutuhan atau
konsumsi konsumen, besarnya pembiayaan yang diberikan oleh perusahaan
pembiayaan konsumen kepada konsumen relatif kecil sehingga resiko pembiayaan
relatif aman, pembayaran kembali oleh konsumen kepada perusahaan pembiayaan
konsumen dilakukan secara berkala.
Pranata hukum pembiayaan konsumen di Indonesia dimulai pada tahun
1988, yaitu dengan dikeluarkannya Keppres No.61 Tahun 1988 tentang Lembaga
Pembiayaan, dan Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Kedua keputusan
tersebut merupakan titik awal sejarah perkembangan pengaturan pembiayaan
konsumen sebagai lembaga bisnis pembiayaan di Indonesia.
Transaksi pembiayaan konsumen dilakukan tidak hanya berdasarkan
keinginan para pihak saja, yaitu antara perusahaan pembiayaan konsumen dengan
nasabah yang dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis, tetapi juga diatur oleh
beberapa peraturan perundang-undangan yang bersifat publik administratif.
Pembiayaan adalah salah satu bentuk usaha di bidang lembaga keuangan bukan
bank yang mempunyai peranan sangat penting dalam pembiayaan.17
Perjanjian
adalah sumber hukum utama pembiayaan konsumen dari segi perdata, sedangkan
17
Sunaryo, op cit, h.2.
-
36
perundang-undangan adalah sumber hukum utama pembiayaan konsumen dari
segi hukum publik.18
Dalam segi hukum perdata ada dua (2) sumber hukum kegiatan
pembiayaan konsumen, yaitu asas kebebasan berkontrak dan perundang-undangan
di bidang hukum perdata :
Asas kebebasan berkontrak, hubungan hukum yang terjadi dalamkegiatan
pembiayaan konsumen selalu dibuat secara tertulis sebagai dokumen hukum yang
menjadi dasar kepastian hukum. Perjanjian pembiayaan konsumen ini dibuat
berdasarkan atas asas kebebasan berkontrak para pihak yang memuat rumusan
kehendak berupa hak dan kewajiban dari perusahaan pembiayaan konsumen
sebagai pihak penyedia dana dan konsumen sebagai pengguna dana. Perjanjian
pembiayaan konsumen (consumer finance agreement) merupakan dokumen
hukum utama (main legal document) yang dibuat secara sah dengan memenuhi
syarat-syarat sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Akibat
hukum perjanjian yang dibuat secara sah, maka akan berlaku sebagai undang-
undang bagi para pihak (Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata). Konsekuensi yuridis
selanjutnya, perjanjian tersebut harus dilaksanakan dengan itikad baik (in good
faith) dan tidak dapat dibatalkan secara sepihak (unilatelar unvoidable).
Perjanjian pembiayaan konsumen berfungsi sebagai dokumen bukti yang sah bagi
perusahaan pembiayaan konsumen dan konsumen.19
18
Suhariningsih, 2011, Analisis Yuridis Terhadap Perjanjian Kredit, Wisnuwardhana
Press, Malang, h.11 19
Ibid, h. 9.
-
37
Undang-undang di Bidang Hukum Perdata, perjanjian pembiayaan
konsumen merupakan salah satu bentuk perjanjian khusus yang tunduk pada
ketentuan Buku III KUH Perdata. Sumber hukum utama pembiayaan konsumen
adalah ketentuan mengenai perjanjian pinjam pakai habis dan perjanjian jual beli
bersyarat yang diatur dalam KUH Perdata. Perjanjian pinjam pakai merupakan
perjanjian pembiayaan konsumen yang terjadi antara perusahaan pembiayaan
konsumen dan konsumen. Perjanjian ini diatur dalam Pasal 1754-1773 KUH
Perdata. Pasal 1754 KUH Perdata “menyatakan bahwa pinjam pakai habis adalah
perjanjian, dengan mana pemberi pinjaman menyerahkan sejumlah barang pakai
habis kepada peminjam dengan syarat bahwa peminjam akan mengembalikan
barang tersebut kepada pemberi pinjaman dalam jumlah dan keadaan yang
sama”.Pemberi pinjaman adalah perusahaan pembiayaan konsumen yang
berkedudukan sebagai kreditur, sedangkan peminjam adalah konsumen yang
berkedudukan sebagai konsumen.20
Karena barang pakai habis yang dipinjam itu
sejumlah uang, maka menurut ketentuan Pasal 1765 KUH Perdata “pihak-pihak
boleh memperjanjikan pengembalian uang pokok ditambah dengan bunga”.
Sedangkan perjanjian jual beli bersyarat adalah perjanjian yang terjadi antara
konsumen dengan pembeli, dan produsen (supplier) sebagai penjual, dengan
syarat bahwa yang melakukan pembayaran secara tunai kepada penjual adalah
perusahaan pembiayaan konsumen.21
Perjanjian jual beli ini merupakan accessoir
dari perjanjian pembiayaan konsumen sebagai perjanjian pokok. Perjanjian jual
20
Sunaryo, op cit, h.99 21
Rinaldi Santoso, 2011, “Pembiayaan Konsumen”,rinaldisantoso.blogspot.co.id, diakses
tanggal 25 nopember 2015.
-
38
beli ini digolongkan ke dalam perjanjian julan beli yang diatur dalam Pasal 1457-
1518 KUH Perdata, tetapi pelaksanaan pembayaran digantungkan pada syarat
yang disepakati dalam perjanjian pokok.
Pada segi hukum publik, pembiayaan konsumen banyak menyangkut kepentingan
publik yang bersifat administratif. Maka perundang-undangan yang
bersifat publik berlaku pada pembiayaan konsumen, yaitu :
1. Keputusan Presiden No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan. Di
dalamnya memuat tentang pengakuan bahwa pembiayaan konsumen
sebagai salah satu bentuk usaha dari lembaga pembiayaan. Bentuk hukum
perusahaan pembiayaan konsumen adalah Perseroan Terbatas atau
Koperasi, dan dalam kegiatannya dilarang menarik dana secara langsung
dari masyarakat.
2. Keputusan Menteri Keuangan No.1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan
dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, yang kemudian dirubah
dan disempurnakan dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 468 Tahun
1995.
3. Keputusan Menteri Keuangan RI No. 448/KMK.017/2000 tentang
Perusahaan Pembiayaan.
2.4 Ciri Khusus Kredit Pembiayaan Konsumen
Ciri khusus kredit pembiayaan konsumen adalah membiayai kebutuhan
konsumen. Selain itu kredit pembiayaan konsumen dipinjam oleh banyak
-
39
konsumen dengan jumlah kredit per konsumen relatif kecil.22
Ciri khusus ini
menuntut cara pengelolaan tersendiri. Untuk memperolah volume bisnis yang
memadai,sebuah perusahaan harus dapat memproses permintaan kredit sebanyak
mungkin, sehingga dapat memperoleh konsumen dalam jumlah yang efisien untuk
ditangani. Konsekuensi langsung yang dihadapi perusahaan karena mempunyai
banyak konsumen adalah kenaikan biaya administrasi kredit secara substansial. Di
samping itu, perusahaan tersebut juga membutuhkan lebih banyak staff untuk
memonitor perkembangan kredit yang telah diberikan satu persatu. Untuk
mengatasi hal tersebut di atas, dewasa ini banyak perusahaan yang menggunakan
sistem komputer untuk memonitor perkembangan kredit yang telah diberikan.
Apabila jumlah kredit yang dipinjam oleh setiap orang konsumen cukup besar,
kenaikan jumlah staff yang menangani kredit maupun meningkatnya beban biaya
administrasi kredit yang harus ditanggung, masih dapat dirasakan seimbang.
Tetapi, karena jumlah kredit setiap konsumen kecil, maka biaya penanganan tiap
satuan kredit menjadi cukup besar, sehingga ditinjau dari segi administratif
perbankan, kredit pembiayaan konsumen tergolong kredit dengan biaya
administrasi yang mahal. Oleh karena itu, setiap permintaan kredit yang
diluluskan harus benar-benar teruji kelayakannya. Kalau tidak, resiko kerugian
dalam perusahaan akan menjadi lebih besar lagi.
Transaksi pembiayaan konsumen didasarkan pada adanya suatu perjanjian,
yaitu perjanjian pembiayaan konsumen antara Perusahaan dengan konsumen,
serta perjanjian jual beli antara pemasok (supplier) dan konsumen. Dengan
22Herianty, 2014, “Pembiayaan Konsumen Dan Leasing”,anthyscrub.blogspot.co.id,
diakses tanggal 25 nopember 2015.
-
40
demikian, dalam kegiatan pembiayaan konsumen terdapat tiga pihak yang terlibat.
Berdasarkan perjanjian tersebut, maka terjadilah hubungan hukum antara para
pihak yang berisikan tentang berbagai hak dan kewajiban yang harus
dilaksanakan dengan itikad baik oleh masing-masing pihak.23
PT. Clipan membiayai rata-rata 40 konsumen dalam hal kredit pembiayaan
konsumen setiap bulannya. Pembayaran kembali dilakukan dengan cara mencicil.
Biasanya dilakukan pada tanggal angsuran yang sudah disepakati antara PT.
Clipan dengan konsumen. Penghasilan tetap konsumen berupa gaji, upah, atau
honorarium merupakan sumber utama dana pembayaran cicilan.
Oleh karena itu, dalam evaluasi kemampuan membayar kembali kredit
pembiayaan konsumen kepada PT. Clipan, analis kredit di PT. Clipan harus
meneliti apakah jumlah penghasilan tetap tersebut cukup besar untuk menutup
pengeluaran tiap bulanan mereka serta pelunasan pinjaman.
2.5 Syarat Sahnya Perjanjian Kredit Pembiayaan Konsumen
Menurut Pasal 1320 KUHPerdata untuk sahnya suatu perjanjian
diperlukan empat syarat yaitu ;
1. Syarat sah yang subyektif berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata
a. adanya kesepakatan antara kedua belah pihak
b. adanya kecakapan para pihak untuk membuat perjanjian
2. Syarat sah yang obyektif berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata
a. Mengenai suatu hal tertentu
23 Sunaryo, op cit, h.112
-
41
b. Sesuatu sebab / causa / isi yang halal / diperbolehkan
Apabila salah satu dari empat syarat tidak terpenuhi maka suatu perjanjian
tersebut tidak dianggap sah dan tidak dapat mengikat pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya sebagai undang-undang.
- Adanya kesepakatan antara kedua belah pihak,
Syarat yang pertama menghendaki agar para pihak / subjek yang
mengadakan perjanjian telah setuju mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian.
Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak lainnya
dalam perjanjian. Adanya paksaan secara fisik (dipukul dan sebagainya), paksaan
rohani (diancam dan sebagainya), penipuan, perbuatan yang menjerumuskan
seseorang kedalam keadaan yang merugikan, dan khilaf baik mengenai objek
yang diperjanjikan atau subjek dengan siapa perjanjian itu dibuat, merupakan
cacat dari kata sepakat, sehingga mempengaruhi sahnya perjanjian.
- Adanya kecakapan para pihak untuk membuat perjanjian
Syarat adanya kecakapan untuk membuat perjanjian, mengharuskan bahwa
subjek perjanjian itu mempunyai kewenangan bertindak dalam hukum.
Mempunyai wewenang untuk bertindak dalam hukum, artinya adalah mempunyai
wewenang untuk melakukan perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang
dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum (hak dan kewajiban), dan
berwenang untuk mengadakan suatu proses di muka pengadilan. Dalam
KUHPerdata terdapat dua istilah tidak cakap (onbekwaam) adalah orang yang
umumnya berdasar ketentuan undang-undang tidak mampu membuat sendiri
perjanjian-perjanjian dengan akibat hukum yang lengkap, seperti orang belum
-
42
dewasa, orang dibawah kuratil (pengampunan), sakit jiwa dan sebagainya.
Adapun yang kedua tidak berwenang (onvenvoegd) adalah orang itu cakap tetapi
ia tidak dapat melakukan perbuatan hukum tertentu misalnya Pasal 1467-1470.
- Mengenai suatu hal tertentu
Selanjutnya, mengenai syarat ketiga berupa hal tertentu, mensyaratkan
agar prestasi yang diperjanjikan oleh kedua belah pihak itu disebutkan secara
terperinci, sehingga hak dan kewajiban para pihak diketahui secara tegas dan
jelas. Dalam hal prestasi itu berupa barang, maka harus disebutkan jenis dan
jumlahnya. Suatu kontrak haruslah berkenaan dengan hal yang yang tertentu, jelas
dan dibenarkan oleh hukum.
- Suatu sebab / causa / isi yang halal / diperbolehkan
Sedangkan syarat keempat mensyaratkan agar isi perjanjian itu tidak
bertentangan dengan undang-undang maupun kesusilaan umum. Syarat suatu
sebab yang halal ini mempunyai dua fungsi yaitu perjanjian harus mempunyai
sebab, tanpa syarat ini perjanjian batal, sebabnya harus halal, kalu tidak halal
perjanjian batal.
Bahwa tidak adanya sebab, misalnya pihak-pihak membuat perjanjian
untuk melaksanakan perjanjian yang terdahulu, padahal perjanjian yang terdahulu
sudah dibatalkan sehingga para pihak bermaksud melaksanakan perjanjian yang
sebetulnya sudah tidak ada. Ini merupakan perjanjian tanpa sebab.24
24 Purwahid Patrik, 1994, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung, h.64
-
43
2.6 Jenis Perjanjian Kredit Pembiayaan Konsumen
Secara yuridis formal ada dua jenis perjanjian kredit pembiayaan
konsumen yang digunakan perusahaan pembiayaan konsumen dalam melepas
kreditnya, yaitu :
a. Perjanjian kredit pembiayaan konsumen di bawah tangan.
Adapun yang dimaksud dengan akta perjanjian kredit pembiayaan
konsumen di bawah tangan adalah perjanjian pemberian kredit oleh perusahaan
pembiayaan kepada nasabahnya yang hanya dibuat di antara mereka (kreditur dan
konsumen) tanpa notaries. Bahkan, lazimnya dalam penandatanganan akta
perjanjian kredit pembiayaan konsumen ini tanpa menghadirkan saksi yang turut
serta dalam membubuhkan tanda tangan. Kelemahan dari akta perjanjian kredit
pembiayaan konsumen di bawah tangan ini adalah bahwa apabila suatu saat nanti
terjadi wanprestasi oleh konsumen, yang pada akhirnya akan diambil tindakan
melalui jalur hukum akan tetapi apabila konsumen tidak mengakui tanda
tangannya, akan mengakibatkan mentahnya kekuatan hukum perjanjian.
Kelemahan yang kedua adalah dimana apabila perjanjian ini dibuat oleh
para pihak, di mana formulirnya telah disediakan oleh perusahaan pembiayaan
(form standar/baku), maka bukan tidak mungkin terdapat kekurangan data-data
yang seharusnya dilengkapi untuk suatu kepentingan pengikatan kredit.
b. Perjanjian kredit pembiayaan konsumen notaril (otentik).
-
44
Perjanjian kredit notaril (otentik) adalah perjanjian pemberian kredit oleh
perusahaan pembiayaan kepada nasabahnya yang hanya dibuat oleh atau
dihadapan notaris.25
Adapun akta otentik adalah suatu akta undang-undang, dibuat oleh atau di
hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat mana akta
dibuat.26
Dari ketentuan /definisi akta otentik yang akan diberikan oleh Pasal 1868
KUHPerdata tersebut, dapat ditemukan beberapa hal.
Pertama : yang berwenang membuat akta otentik adalah notaris, terkecuali
wewenang tersebut diserahkan pejabat lain atau orang lain. Pejabat lain yang
dapat membuat akta otentik adalah misalnya seseorang panitera dalam siding
pengadilan, seorang juru sita dalam membuat exploitdan seorang jaksa atau polisi
dalam membuat pemeriksaan pendahuluan.
Kedua : akta otentik dibedakan dalam yang dibuat “oleh” dan yang di buat
“dihadapan” pejabat umum. Dan jika dalam hal “ membuat proses verbal akta”
adalah menulis apa yang dilihat dan yang dialami sendiri oleh seorang notaris
tentang perbuatan (handeling) dan kejadian (daadzaken); membaca dan
menandatangani hanya bersama para saksi akta tersebut di luar hadirnya atau
karena penolakan para penghadap, maka dalam hal “membuat partji akta”, notaris
membaca isi akta tersebut, disusul oleh penandatanganan akta tersebut oleh para
penghadap dan para saksi, terakhir oleh notaris itu sendiri.
25J. Satrio,1997, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Bandung, PT Citra Adutya
Bakti, h.19. 26
H. Budi Untung, op cit, h.31.
-
45
Ketiga : isi dari akta otentik adalah “perbuatan” yang oleh Undang-
Undang diwajibkan dibuat dalam akta otentik dan semua “perjanjian” dan
“penguasaan” yang dikehendaki oleh mereka yang berkepentingan. Suatu akta
otentik dapat berisikan suatu “perbuatan hukum” yang diwajibkan oleh undang-
undang, jadi bukan kehendak dari notaris.
Keempat : akta otentik memberikan kepastian mengenai penanggalan. Jadi
notaris wajib memberikan kepastian tentang penanggalan padaaktanya.