bab ii tinjauan teori 2.1. gangguan psikososial

29
7 BAB II TINJAUAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai konsep gangguan psikososial, konsep kecemasan, pengukuran kecemasan dan konsep tentang penyakit Diabetes Mellitus. 2.1. Gangguan Psikososial 2.1.1. Pengertian Psikososial Psikososial adalah setiap perubahan dalam kehidupan individu, baik yang bersifat psikologik maupun sosial yang mempunyai pengaruh timbal balik. masalah kejiwaan dan kemasyarakatan yang mempunyai pengaruh timbal balik, sebagai akibat terjadinya perubahan sosial atau gejolak sosial dalam masyarakat yang dapat menimbulkan gangguan jiwa (Depkes, 2011). Psikososial adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia. Disini pengarang lebih menitik beratkan pada tingkah laku individu, bukan tingkah laku social. Tingkah laku itulah yang pokok yang menjadi sasaran utama dalam mempelajari psikososial (Robert S. Feldman, 2012). Gangguan psikososial adalah setiap perubahan dalam kehidupan individu baik yang bersifat psikologis ataupun sosial yang mempunyai pengaruh timbal balik dan dianggap berpotensi cukup besar, bisa menyebabkan gangguan perasaan seperti depresi dan cemas, gangguan fungsi tubuh, atau gangguan penampilan sebagai faktor penyebab terjadinya gangguan jiwa atau gangguan kesehatan secara nyata,

Upload: others

Post on 01-Oct-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Gangguan Psikososial

7

BAB II

TINJAUAN TEORI

Pada bab ini akan dibahas mengenai konsep gangguan psikososial, konsep kecemasan,

pengukuran kecemasan dan konsep tentang penyakit Diabetes Mellitus.

2.1. Gangguan Psikososial

2.1.1. Pengertian Psikososial

Psikososial adalah setiap perubahan dalam kehidupan individu, baik yang bersifat

psikologik maupun sosial yang mempunyai pengaruh timbal balik. masalah

kejiwaan dan kemasyarakatan yang mempunyai pengaruh timbal balik, sebagai

akibat terjadinya perubahan sosial atau gejolak sosial dalam masyarakat yang dapat

menimbulkan gangguan jiwa (Depkes, 2011).

Psikososial adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia.

Disini pengarang lebih menitik beratkan pada tingkah laku individu, bukan tingkah

laku social. Tingkah laku itulah yang pokok yang menjadi sasaran utama dalam

mempelajari psikososial (Robert S. Feldman, 2012).

Gangguan psikososial adalah setiap perubahan dalam kehidupan individu baik yang

bersifat psikologis ataupun sosial yang mempunyai pengaruh timbal balik dan

dianggap berpotensi cukup besar, bisa menyebabkan gangguan perasaan seperti

depresi dan cemas, gangguan fungsi tubuh, atau gangguan penampilan sebagai

faktor penyebab terjadinya gangguan jiwa atau gangguan kesehatan secara nyata,

Page 2: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Gangguan Psikososial

8

atau sebaliknya masalah kesehatan jiwa yang berdampak pada lingkungan sosial

(Keliat, 2011).

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa gangguan psikososial dapat

menyebabkan gangguan perasaan seperti depresi dan cemas.

2.1.2. Masalah-Masalah Gangguan Psikososial

Masalah-masalah psikososial menurut (Nanda, 2012) yaitu:

a. Berduka

b. Keputusasaan

c. Ansietas

d. Ketidakberdayaan

e. Gangguan citra tubuh

f. Koping tidak efektif

g. Koping keluarga tidak efektif

h. HDR situasional

2.1.3. Ciri-Ciri Gangguan Psikososial

Menurut Keliat (2011), ciri-ciri gangguan psikososial adalah sebagai berikut:

a. Cemas, khawatir berlebihan, takut

b. Mudah tersinggung

c. Sulit konsentrasi

d. Bersifat ragu-ragu

e. Merasa kecewa

f. Pemarah dan agresif

g. Reaksi fisik seperti jantung berdebar, otot tegang, sakit kepala.

Page 3: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Gangguan Psikososial

9

2.2. Kecemasan

2.2.1. Pengertian Kecemasan

Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya “anxiety” berasal dari Bahasa Latin

“angustus” yang berarti kaku, dan “ango, anci” yang berarti mencekik (Trismiati,

2004). Ansietas adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut yang

penyebabnya tidak diketahui. Sedangkan rasa takut mempunyai penyebab yang

jelas dan dapat dipahami (Stuart, 2007).

Ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi.

Ketika merasa cemas, individu merasa cemas, individu merasa tidak nyaman atau

takut atau mungkin memiliki firasat akan ditimpa malapetaka padahal ia tidak

mengerti mengapa emosi yang mengancam tersebut terjadi. Tidak ada objek yang

dapat diidentifikasi sebagai stimulus ansietas. Ansietas merupakan alat peringatan

internal yang memberikan tanda bahaya kepada individu (Videbeck, 2008).

Kecemasan adalah perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang sama disertai

respon autonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh

individu), perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini

merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya

bahaya dan memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman (Nurarif

& Kusuma, 2013).

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kecemasan perasaan tidak nyaman

dan perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya.

Page 4: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Gangguan Psikososial

10

2.2.2. Tanda-Tanda Kecemasan

Tanda-tanda kecemasan melalui beberapa teori yaitu:

a. Tanda perilaku

Menurut Stuart & Sundeen (1998) tanda-tanda perilaku dari kecemasan yaitu:

kegelisahan, ketegangan fisik, tremor, terkejut, bicara cepat, kurang koordinasi,

menarik dan menahan diri, menghindar, dan tampak waspada.

b. Tanda afektif

Menurut Nurarif & Kusuma (2013) tanda-tanda afektif dari kecemasan yaitu:

distres, kesedihan yang mendalam, ketakutan, perasaan tidak adekuat, berfokus

pada diri sendiri, peningkatan kewaspadaan, iritabilitas, gugup senang

berlebihan, rasa nyeri yang meningkatkan ketidakberdayaan, peningkatan rasa

ketidakberdayaan yang persisten, bingung, menyesal, ragu/tidak percaya diri

dan khawatir.

c. Tanda fisiologis

Menurut Sundeen (1998) tanda-tanda fisiologis dari kecemasan yaitu:

1) Pada sistem kardiovaskuler terjadi: jantung berdebar, tekanan darah

meningkat, rasa mau pingsan, denyut nadi dan tekanan darah turun

2) Pada sistem saluran pernafasan terjadi: nafas cepat, pernafasan dangkal, rasa

tertekan pada dada, pembengkakan pada tenggorokan, rasa tercekik dan

terengah-engah

3) Pada sistem neuromeskuler terjadi: insomnia, ketakutan, gelisah, wajah

tegang dan kelemahan secara umum

4) Pada sistem gastrointestinal terjadi: kehilangan nafsu makan, menolak

maka, dan diare.

Page 5: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Gangguan Psikososial

11

d. Tanda kognitif

Hasil penelitian dari Siti (2015) menemukan bahwa tanda-tanda kognitif dari

kecemasan yaitu: perhatian terganggu, kesulitan berkonsentrasi, pelupa,

kesalahan dalam penilaian, hambatan berpikir, rendahnya kreatifitas, bingung,

takut saat kehilangan control, ketakutan akan cedera atau kematian,

produktivitas berkurang (Stuart, 1998)

2.2.3. Teori-Teori yang Berkaitan dengan Kecemasan

Teori-teori yang mempengaruhi kecemasan menurut beberapa teori yaitu:

a. Faktor predisposisi kecemasan

Penyebab kecemasan dapat dipahami melalui beberapa teori yaitu:

1) Teori psikoanalitik

Pandangan psikoanalitik, ansietas adalah konflik emosional yang terjadi

antara dua elemen kepribadian: id dan superego. Id mewakili dorongan

insting dan impuls primitif, sedangkan superego mencerminkan hati nurani

dan dikendalikan oleh norma budaya (Stuart, 2006).

2) Teori interpersonal

Menurut Stuart & Sundeen (1998) teori ini dihubungkan dengan trauma

pada masa pertumbuhan seperti kehilangan, perpisahan yang menyebabkan

seseorang menjadi tidak berdaya. Individu yang mempunyai harga diri

rendah biasanya sangat mudah untuk mengalami kecemasan yang sangat

berat.

Page 6: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Gangguan Psikososial

12

3) Teori keluarga

Menurut Stuart (2007) pada teori keluarga pada kecemasan menunjukkan

bahwa gangguan kecemasan merupakan hal yang biasa ditemui dalam suatu

keluarga dan juga terkait dengan tugas perkembangan individu dalam

keluarga.

4) Teori biologis

Menurut Stuart dan Sundeen (1998) kajian biologi menunjukkan bahwa

otak mengandung reseptor khusus untuk Benzodiazepines. Reseptor ini

mungkin membantu magatur kecemasan. Pemghambat asam aminobutirik-

gamma neroregulator (GABA) dan endorfin juga memainkan peran utama

dalam mekanisme biologis berhubungan dengan kecemasan.

b. Faktor presipitasi kecemasan

Faktor pencetus mungkin berasal dari sumber internal atau eksternal. Ada dua

kategori faktor pencetus kecemasan, yaitu ancaman terhadap integritas fisik dan

terhadap sistem diri (Stuart, 2007):

1) Ancaman terhadap integritas fisik

Ancaman pada kategori ini meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan

datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktifitas hidup sehari-

hari. Sumber internal dapat berupa kegagalan mekanisme fisiologis seperti

jantung, sistem imun dan regulasi temperature. Sumber eksternal dapat

berupa infeksi virus atau bakteri, zat polutan, luka truma.

Page 7: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Gangguan Psikososial

13

2) Ancaman terhadap sistem tubuh

Ancaman pada kategori ini dapat membahayakan identitas, harga diri dan

fungsi sosial seseorang. Sumber internal dapat berupa kesulitan melakukan

hubungan interpersonal dirumah dan dimasyarakat. Sumber eksternal dapat

berupa kehilangan pasangan, orangtua, teman, perubahan status pekerjaan,

dilema etik yang timbul dari aspek religius seseorang, tekanan dari

kelompok sosial atau budaya. Ancaman terhadap sistem diri terjadi saat

tindakan operasi akan dilakukan sehingga akan menghasilkan suatu

kecemasan.

c. Penilaian Stressor

Pemahaman tentang ansietas perlu integrasi banyak faktor, termasuk

pengetahuan dari perspektif psikoanalitis, interpersonal, perilaku, genetik dan

biologis. Penilaian mendorong pengkajian perilaku dan persepsi pasien dalam

mengembangkan intervensi keperawatan yang tepat. Penilaian juga

menunjukkan berbagai faktor penyebab dan menekankan hubungan timbal balik

antara faktor-faktor tersebut dalam menjelaskan perilaku yang terjadi. Dengan

demikian, pemahaman yang benar tentang ansietas bersifat holistic.

d. Sumber Koping

Individu dapat mengatasi stress dan ansietas dengan menggerakkan sumber

koping di lingkungan. Sumber koping tersebut yang berupa model ekonomi,

kemampuan penyelesaian masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya

dapat membantu individu mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan

stress dan mengadopsi strategi koping yang berhasil.

Page 8: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Gangguan Psikososial

14

e. Mekanisme Koping

Menurut (Stuart, 2007) ketika mengalami ansietas, individu menggunakan

berbagai mekanisme koping untuk mencoba mengatasinya; ketidakmampuan

mengatasi ansietas secara konstruktif merupakan penyebab utama terjadinya

perilaku patologis. Pola yang biasa digunakan individu untuk mengatasi

ansietas ringan cenderung tetap domain ketika ansietas menjadi lebih intens.

Ansietas sedang dan berat menimbulkan dua jenis mekanisme koping:

1) Reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari dan

berorientasi pada tindakan untuk memenuhi tuntutan situasi stress secara

realistis.

Perilaku menyerang digunakan untuk menghilangkan atau mengatasi

hambatan pemenuhan kebutuhan

Perilaku menarik diri digunakan untuk menjauhkan diri dari sumber

ancaman, baik secara fisik maupun psikologis

Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara yang biasa

dilakukan individu, mengganti tujuan atau mengorbankan aspek

kebutuhan personal

2) Mekanisme pertahanan ego membantu mengatasi ansietas ringan dan

sedang. Tetapi karena mekanisme tersebut berlangsung secara relatif pada

tingkat sadar dan mencakup penipuan diri dan distorsi realitas, mekanisme

ini dapat menjadi respons maladaptif terhadap stress.

Page 9: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Gangguan Psikososial

15

Hasil penelitian dari Wahdaniyah (2010) Mekanisme koping mempengaruhi

kemampuan seseorang untuk menghadapi dan menerima kehilangan. Fase

berduka terhadap kehilangan (Kubbler Ross, 1969) yaitu:

Tahap: Denial (Mengikari kenyataan), Reaksi respon: menolak

mempercayai bahwa kehilangan terjadi secara nyata dan mengisolasi

diri. Reaksi fisik: letih, lemah, diare, gelisah, sesak nafas dan nadi cepat.

Contoh: "tidak mungkin, berita kematian itu tidak benar. Saya tidak

percaya suami saya pasti nanti kembali".

Tahap: Anger (Marah), Reaksi respon: timbul kesadaran akan

kenyataan kehilangan. kemarahan meningkat kadang diproyeksi ke

orang lain, tim kesehatan atau lingkungan. Reaksi fisik: nadi cepat,

tangan mengepal, susah tidur, muka merah, bicara kasar, dan agresif.

Contoh: "Saya benci dengan dia karena......, "Ini terjadi karena dokter

tidak sungguh-sungguh dalam pengobatannnya".

Tahap: Bergaining (Tawar menawar, Penundaan realita kehilangan),

Reaksi respon: klien berunding dengan cara halus untuk mencegah

kehilangan dan perasaan bersalah. Memohon pada Tuhan. Klien juga

mempunyai keinginan untuk melakukan apa saja untuk mengubah apa

yang sudah terjadi. Contoh: "Kalau saja saya sakit, bukan anak saya....",

"Kenapa saya ijinkan pergi. Kalau saja dia dirumah ia tidak akan kena

musibah ini"., "Seandainya saya hati-hati, pasti hal ini tidak akan

terjadi".

Tahap: Depresi, Reaksi respon: sikap menarik diri, perasaan kesepian,

tidak mau bicara dan putus asa. Individu bisa melakukan percobaan

bunuh diri atau penggunaan obat berlebihan. Reaksi fisik: susah tidur,

Page 10: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Gangguan Psikososial

16

letih, menolak makan, dorongan libido menurun. Contoh: "Biarkan saya

sendiri"., "Tidak usah bawa ke rumah sakit, sudah nasib saya".

Tahap: Acceptance (Menerima), Reaksi respon: reorganisasi perasaan

kehilangan, mulai menerima kehilangan. Pikiran tentang kehilangan

mulai menurun. Mulai tidak tergantung dengan orang lain. Mulai

membuat perencanaan. Contoh: "Ya sudah, saya iklaskan dia pergi.",

"Apa yang harus saya lakukan supaya saya cepat sembuh". "Ya pasti

dibalik bencana ini ada hikmah yang tersembunyi".

2.2.4. Tingkat Kecemasan

Rentang respons ansietas menurut Stuart (2007) sebagai berikut:

Gambar 2.1. Rentang respon ansietas

Stuart (2007) membagi tingkat kecemasan menjadi empat tingkat antara lain:

a. Kecemasan Ringan

Kecemasan ini berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari,

kecemasan ini menyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan

lapang persepsinya. Kecemasan ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan

pertumbuhan serta kreativitas. Respon fisiologis ditandai dengan sesekali nafas

pendek, nadi dan tekanan darah naik, gejala ringan pada lambung, muka

berkerut, bibir bergetar. Respon kognitif merupakan lapang persepsi luas,

Respon adaptif Respon maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

Page 11: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Gangguan Psikososial

17

mampu menerima rangsangan yang kompleks, konsentrasi pada masalah,

menyelesaikan masalah secara efektif. Respon perilaku dan emosi seperti tidak

dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan, suara kadang-kadang meningkat.

b. Kecemasan Sedang

Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang

penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami

perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang terarah. Respon

fisiologis: sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, mulut

kering, diare dan gelisah. Respon kognitif; lapang persepsi menyempit,

rangsangan luar tidak mampu diterima, berfokus pada apa yang menjadi

perhatiannya. Respon perilaku dan emosi; meremas tangan, bicara banyak dan

lebih cepat, susah tidur dan perasaan tidak enak.

c. Kecemasan Berat

Sangat mengurangi lapang persepsi seseorang terhadap sesuatu yang terinci dan

spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal yang lain. Semua perilaku ditujukan

untuk menghentikan ketegangan individu dengan kecemasan berat memerlukan

banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pikiran pada suatu area lain.

Respon fisiologi: nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, berkeringat,

ketegangan dan sakit kepala. Respon kognitif: lapang persepsi amat sempit,

tidak mampu menyelesaikan masalah. Respon perilaku dan emosi: perasaan

ancaman meningkat.

Page 12: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Gangguan Psikososial

18

d. Panik

Individu kehilangan kendali diri dan detail perhatian hilang. Hilangnya kontrol,

menyebabkan individu tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan

perintah. Respon fisologis: nafas pendek, rasa tercekik, sakit dada, pucat,

hipotensi, koordinasi motorik rendah. Respon kognitif: lapang persepsi sangat

sempit, tidak dapat berpikir logis. Respon perilaku dan emosi: mengamuk dan

marah, ketakutan, kehilangan kendali.

2.2.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kecemasan

Menurut (Stuart, 2007), tingkat kecemasan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang

meliputi hal berikut:

a. Potensi Stressor

Stresor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan

perubahan dalam kehidupan seseorang, sehingga orang itu terpaksa

mengadakan adaptasi atau penyesuaian diri untuk menanggulanginya.

b. Tingkat Pendidikan

Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan

sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi. Tingkat

pendidikan yang rendah pada seseorang akan menyebabkan orang tersebut

mudah mengalami kecemasan dibanding dengan mereka yang tingkat

pendidikannya tinggi. Tingkat pendidikan seseorang atau individu akan

berpengaruh terhadap kemampuan berfikir, semakin tinggi tingkat pendidikan

akan semakin mudah berfikir rasional dan menangkap informasi baru termasuk

dalam menguraikan masalah yang baru (Sarwono, 2000). Menurut

Kemendikbud (2013), dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Page 13: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Gangguan Psikososial

19

Nasional, pendidikan di Indonesia dibagi menjadi 2 tingkat yaitu tingkat

pendidikan dasar 9 tahun (SD, SMP) dan tingkat pendidikan tinggi (SMA, PT).

c. Status Ekonomi

Status ekonomi yang rendah pada seseorang akan menyebabkan orang tersebut

mudah mengalami kecemasan dibanding dengan mereka yang status

ekonominya tinggi.

d. Usia

Waktu hidup seseorang selama masa hidup di dunia dihitung dari manusia itu

lahir, Ada yang berpendapat bahwa faktor usia muda lebih mudah mengalami

kecemasan dari pada usia tua, tetapi ada yang berpendapat sebaliknya.

e. Jenis Kelamin

Jenis kelamin adalah perbedaan bentuk, sifat, dan fungsi biologi laki-laki dan

perempuan yang menentukan perbedaan peran mereka dalam

menyelenggarakan upaya meneruskan garis keturunan (Cahya, 2012). Menurut

Sadock (2010), perempuan lebih cenderung mengalami gangguan kecemasan

dari pada laki-laki.

f. Riwayat Penyakit

Faktor genetika atau riwayat keluarga juga menjadi salah satu penyebab

gangguan kecemasan (anxiety disorder) ini. Orang dengan riwayat keluarga

menderita gangguan kecemasan (anxiety disorder) memiliki kerentanan untuk

meneruskan gangguan ini ke keturunannya (www.binauralbeats.co.id diakses

pada tanggal 07 Desember 2017, pukul 10.00 WIB)

Page 14: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Gangguan Psikososial

20

g. Lamanya Menderita Penyakit

Hasil penelitian dari Raudatussalamah (2012) lamanya durasi penyakit

menunjukkan berapa lama pasien tersebut menderita penyakit sejak ditegakkan

diagnosis penyakit tersebut. Kualitas hidup pasien dapat dipengaruhi oleh

berbagai macam faktor yaitu faktor demografi yang terdiri dari usia dan status

pernikahan, kemudian faktor medis yang meliputi dari lama menderita dan

komplikasi yang dialami dan faktor psikologis yang terdiri dari kecemasan dan

depresi.

2.2.6. Penatalaksanaan Kecemasan

a. Penatalaksanaan Farmakologi

Menurut Hawari (2008) beberapa jenis obat-obatan biasanya dapat digunakan

untuk mengatasi dan mengurangi ansietas, dan masing-masing obat memiliki

keuntungan dan kekurangan masing-masing. Penggunaan suatu zat dalam

jangka waktu yang lama pun tidak akan membuahkan hasil yang baik untuk

kesehatan fisik sang pasien sendiri. Obat-obatan yang paling sering digunakan

dalam mengatasi ansietas adalah benzodiazepine. Adapun beberapa jenis obat

yang biasa digunakan adalah:

Diazepam:

- 2mg 3x/hari/tab

- Diazepam injeksi atau ampul: 2-5 mg (cemas sedang) atau 5-10 mg

(cemas berat) 1 kali dosis. Dapat diulang dalam 3-4 jam, jika

dibutuhkan.

Page 15: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Gangguan Psikososial

21

Lorazepam

- 1 mg 3x/hari/tab

- Lorazepam injeksi atau ampul: 2 mg (cemas ringan).

Alprazolam

- 0,25-0,5 mg 3x/hari/tab.

Propanolol

- Propranolol adalah obat beta-blocker dengan fungsi untuk menangani

tekanan darah tinggi, detak jantung tak teratur, gemetar (tremor), dan

kondisi lainnya.

- 40 mg diminum langsung 2x/hari

Amitriptilin

- 25-100 mg per hari dalam 3-4 dosis terbagi

b. Penatalaksanaan Non Farmakologi

1) Berpikir Positif

Hasil penelitian dari Sonya (2012), pelatihan berpikir positif yang akan

diberikan berdasarkan teori dari Seligman (1991) menjelaskan bahwa orang

yang berpikir positif cenderung menafsirkan permasalahan mereka sebagai

hal yang sementara, terkendali, dan hanya khusus untuk satu situasi, orang

yang berpikir negatif sebaliknya yakin bahwa permasalahan mereka

berlangsung selamanya, menghancurkan segala yang mereka lakukan dan

tidak terkendali. Pelatihan berpikir positif cukup efektif untuk mengelola

beberapa hal yang berkenaan dengan permasalahan psikologis seperti

depresi (Susilawati, 2008). Fordyce (dalam Dwitantyanov 2010) juga

menemukan bahwa kondisi psikologis yang positif pada diri individu dapat

meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan beragam masalah dan

Page 16: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Gangguan Psikososial

22

tugas. Rahayu (2004) juga menyebutkan bahwa terjadi penurunan

kecemasan berbicara di depan umum setelah diberikan pelatihan berpikir

positif.

2) Relaksasi

Lin (2004) dalam Siahaan (2013), menjelaskan untuk mengatasi kecemasan

dapat digunakan teknik relaksasi yaitu relaksasi dengan melakukan

pijat/pijatan pada bagian tubuh tertentu dalam beberapa kali akan membuat

peraaan lebih tenang, mendengarkan musik yang menenangkan, dan

menulis catatan harian. Selain itu, terapi relaksasi lain yang dilakukan dapat

berupa meditasi, relaksasi imajinasi dan visualisasi serta relaksasi progresif

(Isaacs, 2005).

3) Distraksi

Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan kecemasan dengan cara

mengalihkan perhatian pada hal-hal lain sehingga pasien akan lupa terhadap

cemas yang dialami. Stimulus sensori yang menyenangkan menyebabkan

pelepasan endorfin yang bisa menghambat stimulus cemas yang

mengakibatkan lebih sedikit stimuli cemas yang ditransmisikan ke otak

(Potter & Perry, 2005).

Salah satu distraksi yang efektif adalah dengan memberikan dukungan

spiritual (membacakan doa sesuai agama dan keyakinannya), sehingga

dapat menurunkan hormon-hormon stressor, mengaktifkan hormon

endorfin alami, meningkatkan perasaan rileks, dan mengalihkan perhatian

dari rasa takut, cemas dan tegang, memperbaiki sistem kimia tubuh sehingga

menurunkan tekanan darah serta memperlambat pernafasan, detak jantung,

Page 17: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Gangguan Psikososial

23

denyut nadi, dan aktivitas gelombang otak. Laju pernafasan yang lebih

dalam atau lebih lambat tersebut sangat baik menimbulkan ketenangan,

kendali emosi, pemikiran yang lebih dalam dan metabolisme yang lebih

baik.

2.2.7. Pengukuran Kecemasan

Untuk menilai tingkat kecemasan yaitu dengan menggunakan DASS (Depression

Anxiety Stress Scale 42). Skala depresi, anxiety dan stress masing-masing terbagi

atas 14 pernyataan. Depression Anxiety Stress Scale mempunyai empat parameter

penilaian tingkat kecemasan, yaitu tak ada atau tidak pernah, sesuai yang dialami

sampai tingkat tertentu/kadang-kadang, sering dan sangat sesuai dengan yang

dialami atau hampir setiap saat. Adapun rentang penilaian tingkat kecemasannya

adalah:

a. Penilaian:

0: tidak ada atau tidak pernah

1: sesuai yang dialami sampai tingkat tertentu/kadang-kadang

2: sering

3: sangat sesuai dengan yang dialami/hamper setiap saat

b. Penilaian derajat kecemasan:

Skor 0-7: tidak ada kecemasan (normal)

Skor 8-9: kecemasan ringan

Skor 10-14: kecemasan sedang

Skor 15-19: kecemasan berat

Skor >19: sangat berat

(Lovibond, 1995). Contoh kuesioner terlampir

Page 18: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Gangguan Psikososial

24

2.3. Diabetes Mellitus

2.3.1. Pengertian Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja

insulin atau kedua-duanya dan menurut kriteria diagnostic (American Diabetes

Association, 2005). Seseorang dikatakan menderita DM jika memiliki kadar GDP

≥ 126 mg/dl atau GDS ≥ 200 mg/dl (Perkeni, 2011).

Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik disertai berbagai kelainan

metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi

kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran

basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskopik electron (Mansjoer, 2001).

Diabaetes Mellitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh

kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Brunner dan Suddarth,

2000).

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Diabetes Mellitus adalah penyakit

kronik ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah

2.3.2. Klasifikasi Diabetes Mellitus

Dalam buku ajar Keperawatan Medikal-Bedah oleh Brunner & Sunddarth dalam

corwin (2009), dijelaskan bahwa klasifikasi Diabetes Mellitus adalah sebagai

berikut:

Page 19: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Gangguan Psikososial

25

a. Diabetes Mellitus tipe I atau Diabetes Mellitus tergantung insulin (IDDM)

Diabetes tipe ini disebabkan karena destruksi sel beta pankreas yang bertugas

menghasilkan insulin. Tipe ini menjurus ke defisiensi insulin absolut. Proses

destruksi ini dapat terjadi karena proses imunologik maupun idiopatik.

b. Diabetes melitus tipe II atau Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin

(NIDDM)

Tipe ini bervariasi mulai dari yang predominan resistensi insulin disertai

defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin

bersama resistensi insulin.

2.3.3. Etiologi Diabetes Mellitus

Menurut Brunner & Sunddarth dalam corwin (2009), dijelaskan bahwa etiologi

Diabetes Mellitus adalah sebagai berikut:

a. Insulin Dependen Diabetes Mellitus (IDDM)

Kombinasi faktor genetik, imunologi, dan mungkin pula lingkungan, diabetes

ini biasanya terjadi pada usia 30 tahun.

1) Faktor Genetika

Dalam buku patofisiologi Sylvia A. Price, dijelaskan bahwa bukti untuk

determinan genetik diabetes tipe I adalah adanya kaitan dengan tipe-tipe

histokompatibilitas (Human Leukocyte Antigen) spesifik. Tipe gen ini

berkaitan dengan DM tipe I yakni memberi kode kepada protein-protein

yang berperan penting dalam interaksi monosit-limposit. Protein-protein ini

mengatur respon sel T yang merupakan bagian normal dari respon imun.

Jika terjadi kelainan, fungsi limposit T yang terganggu akan berperan

penting dalam patogenesis perusakan sel-sel pulau langerhans. Selain itu

Page 20: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Gangguan Psikososial

26

juga terdapat bukti adanya peningkatan antibodi terhadap sel-sel pulau

langerhans yang ditujukan terhadap komponen antigenik tertentu dari sel

beta.

2) Faktor Imunologi

Pada Diabetes type I terdapat bukti adanya suatu proses autoimun. Respon

ini merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan

normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang

dianggapnya saolah-olah sebagai jaringan asing. autoantibodi terhadap sel-

sel pulau langerhans dan insulin endogen (interna) terdeteksi pada saat

diagnosis dibuat dan bahkan beberapa tahun sebelum timbulnya tanda-tanda

klinis diabetes type I.

3) Faktor Lingkungan

Infeksi virus misalnya Coxsackie B4, gondongan (mumps), rubella,

sitomegalovirus dan toksin tertentu misalnya golongan nitrosamin yang

terdapat pada daging yang diawetkan dapat memicu proses autoimun yang

menimbulkan destruksi sel beta pankreas.

b. Non Insulim Dependen Diabetes Mellitus (NIDDM)

Virus dan HLA tidak nampak berperan dalam proses terjadinya NIDDM. Akan

tetapi faktor herediter memainkan peran yang sangat besar. Selain itu terdapat

pula faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya DM

Type II yaitu usia, obesitas, riwayat keluarga, dan kelomok etnik tertentu.

Page 21: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Gangguan Psikososial

27

1) Usia

Resistensi insulin cenderung terjadi pada usia diatas 65 tahun.

Meningkatnya usia merupakan faktor resiko yang menyebabkan fungsi

pankreas menjadi menurun sehingga produksi insulin oleh sel beta pankreas

juga ikut terganggu.

2) Obesitas

Riset melaporkan bahwa obesitas merupakan salah satu faktor determinan

yang menyebabkan terjadinya NIDDM, sekitar 80% klien NIDDM adalah

individu dengan masalah kegemukan atau obesitas (20% diatas BB ideal)

karena obesitas berkaitan dengan resistensi insulin sehingga akan timbul

kegagalan toleransi glukosa.

Overweight membutuhkan banyak insulin untuk metabolisme tubuh.

Terjadinya hiperglikemia disaat pankreas tidak cukup menghasilkan insulin

sesuai kebutuhan tubuh atau saat jumlah reseptor insulin menurun atau

mengalami kelainan dalam pengikatan dengan insulin. Kondisi seperti ini

apabia berlangsung dalam waktu yang lama maka akan menye-babkan

terjadinya resistensi insulin.

3) Riwayat Keluarga

Pasien dengan riwayat keluarga menderita DM akan berisiko lebih besar.

Faktor keturunan atau genetik punya kontribusi yang tidak bisa diremehkan

untuk seseorang terserang penyakit diabetes. Menghilangkan faktor genetik

sangatlah sulit. Yang bisa dilakukan untuk seseorang bisa terhindar dari

penyakit diabetes melitus karena sebab genetik adalah dengan memperbaiki

Page 22: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Gangguan Psikososial

28

pola hidup dan pola makan. Dengan memperbaiki pola makan dan pola

hidup insya Allah Anda akan terhindar dari penyakit yang mengerikan ini.

2.3.4. Kelompok Resiko Diabetes Mellitus

a. Kelompok usia dewasa tua (≥ 45th)

b. Punya riwayat keluarga penderita diabetes mellitus

c. Obesitas dan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg

d. Riwayat melahirkan bayi ≥ 4000 gr

e. Dislipidemia (kadar HDL < 35 mg/dl dan atau trigliserid > 250 mg/dl)

(Suyono, 2006)

2.3.5. Manifestasi Klinis Diabetes Mellitus

Menurut Waspadji (2003) dari sudut pasien diabetes melitus sendiri, hal yang paling

sering menyebabkan pasien datang berobat ke pelayanan kesehatan dan kemudian

di diagnosis sebagai diabetes melitus ialah keluhan:

a. Kelainan kulit: gatal, bisul-bisul

b. Kelainan ginekologi: keputihan

c. Kesemutan, rasa baal

d. Kelemahan tubuh

e. Luka atau bisul yang tidak sembuh-sembuh

f. Infeksi saluran kemih

Pada pasien dengan diabetes melitus, sering terdapat keluhan yang berbeda-beda.

Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi pada daerah genital, ataupun daerah

lipatan kulit lain seperti diketiak dan di bawah payudara, biasanya akibat

tumbuhnya jamur. Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul-bisul atau luka yang

Page 23: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Gangguan Psikososial

29

lama tidak mau sembuh. Luka ini dapat timbul akibat hal yang sepele seperti luka

lecet karena sepatu, tertusuk peniti dan sebagainya. Pada perempuan, keputihan

merupakan salah satu keluhan yang sering menyebabkan pasien datang ke

pelayanan kesehatan dan sesudah diperiksa lebih lanjut ternyata diabetes melitus

yang menjadi latar belakang keluhan tersebut. Rasa baal dan kesemutan akibat

sudah terjadinya neuropati, juga merupakan keluhan pasien, disamping keluhan

lemah dan mudah merasa lelah. Pada pasien laki-laki terkadang keluhan impotensi

menjadi alasan untuk datang berobat. Keluhan lain yang mungkin menyebabkan

pasien datang berobat ialah keluhan mata kabur yang disebabkan katarak, ataupun

gangguan refraksi akibat perubahan-perubahan pada lensa yang disebabkan

hiperglikemia. Keluhan kabur tersebut mungkin pula disebabkan kelainan pada

corpus vitreum. Diplopia binokuler akibat kelumpuhan sementara bola mata dapat

pula merupakan salah satu sebab pasien berobat ke pelayanan kesehatan (Waspadji,

2003). Sedangkan menurut Mansjoer (2001), manifestasi Diabetes Mellitus adanya

gejala yaitu:

a. Poliuri (sering kencing dalam jumlah banyak)

b. Polidipsi (banyak minum)

c. Polifagi (rasa lapar yang semakin besar)

d. Lemas

e. Berat Badan Menurun

f. Kesemutan

g. Mata kabur

h. Impotensi pada pria

i. Gatal (Pruritus) pada vulva

j. Mengantuk yang terjadi beberapa hari atau beberapa minggu.

Page 24: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Gangguan Psikososial

30

2.3.6. Komplikasi Diabetes Mellitus

Komplikasi DM terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronik

menurut Smeltzer (2002) yaitu:

a. Komplikasi Akut

Komplikasi akut adalah komplikasi pada DM yang penting dan berhubungan

dengan keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka pendek, ketiga

komplikasi tersebut adalah:

1) Diabetik KetoAsidosis (DKA)

Ketoasidosis diabetik merupakan defesiensi insulin berat dan akut dari suatu

perjalanan penyakit DM. Diabetik ketoasidosis disebabkan oleh tidak

adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata.

2) Koma Hipersomolar Nonketotik (KHN)

Koma Hipermosolar Nonketonik merupakan keadaan yang didominasi oleh

hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat

kesadaran. Salah satu perubahan utamanya dengan DKA adalah tidak

tepatnya ketosis dan asidosis pada KHN.

3) Hipoglikemia

Hipoglikemia terjadi kalau kadar gula dalam darah turun dibawah 50-60

mg/dl keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian preparat insulin atau

preparat oral berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit.

Page 25: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Gangguan Psikososial

31

b. Komplikasi Kronik

Efek samping Diabetes Mellitus pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh

darah diseluruh bagian tubuh (Angiopati Diabetik) dibagi menjadi 2:

1) Komplikasi Mikrovaskular

Penyakit ginjal

Salah satu akibat utama dari perubahan–perubahan mikrovaskuler

adalah perubahan pada structural dan fungsi ginjal. Bila kadar glukosa

dalam darah meningkat, maka sirkulasi darah keginjal menjadi menurun

sehingga pada akhirnya bisa terjadi nefropati.

Penyakit Mata

Penderita DM akan mengalami gejala penglihatan sampai kebutaan

keluhan penglihatan kabur tidak selalu disebabkan retinopati. Katarak

juga dapat disebabkan karena hiperglikemia yang berkepanjangan

menyebabkan pembengkakan lensa dan kerusakan lensa.

Neuropati

Diabetes dapat mempengaruhi saraf- saraf perifer, sistem saraf otonom

medulla spinalis atau system saraf pusat. Akumulasi sorbitol dan

perubahan-perubahan metabolic lain dalam sintesa fungsi myelin yang

dikaitkan dengan hiperglikemia dapat menimbulkan perubahan kondisi

saraf.

2) Komplikasi Makrovaskular

Penyakit jantung coroner

Akibat diabetes maka aliran darah akan melambat sehingga terjadi

penurunan kerja jantung untuk memompakan darahnya ke seluruh tubuh

Page 26: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Gangguan Psikososial

32

sehingga tekanan darah akan naik. Lemak yang menumpuk dalam

pembuluh darah menyebabkan mengerasnya arteri (arteriosclerosis)

dengan resiko penderita penyakit jantung koroner atau stroke.

Pembuluh darah kaki

Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf- saraf sensorik keadaan

ini berperan dalam terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya

infeksi yang menyebabkan ganggren. Infeksi di mulai dari celah-celah

kulit yang mengalami hipertropi, pada sel-sel kuku kaki yang menebal

dan kalus demikianjuga pada daerah –daerah yang terkena trauma.

2.3.7. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus

Penatalaksanaan Diabetes mellitus secara teori menurut Sarwono (1998) adalah:

a. Pengobatan

1) Obat Hipoglikemik Oral

Golongan sulfonylurea

Obat ini paling banyak digunakan dan dapat dikombinasikan dengan

obat golongan lain, yaitu biguanid inhibitor alfa.

Golongan binguanad

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi glukosa hati,

memperbaiki pengambilan glukosa dari jaringan (glukosa perifer)

dianjurkan sebagai obat tinggal pada pasien kelebihan berat badan.

Golongan inhibitor alfa glikosidase

Mempunyai efek utama menghambat penyerapan gula di saluran

pencernaan sehingga dapat menurunkan kadar gula sesudah makan.

Page 27: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Gangguan Psikososial

33

Bermanfaat untuk pasien dengan kadar gula puasa yang masih

normal.

2) Pemberian Insulin

Jenis insulin

Pengidap diabetes tipe I memerlukan terapi insulin. Tersedia

berbagai jenis insulin dengan asal dan kemurnian yang berbeda-

beda. Insulin juga berbeda-beda dalam aspek saat kerja, waktu

puncak kerja, dan lama kerja. Hormon insulin yang digunakan untuk

terapi yaitu:

- Insulin kerja cepat (2-4 jam): jenisnya adalah reguler insulin

cristalin zink, dan semilente

- Insulin kerja sedang (6-12 jam): Jenisnya adalah NPH (Netral

Protamine Hagerdon)

- Insulin kerja lambat (18-24 jam): Jenisnya adalah PZI

(Protamine Zinc Insulin) dan Monotard Ultralente.

Pengobatan dengan hormon insulin biasa diberikan kepada pasien

muda yang gagal disembuhkan dengan terapi oral, atau pada wanita

hamil dan pada penderita dengan infeksi akut atau komplikasi ginjal.

Preparat insulin yang sudah banyak beredar pada saat ini, sudah

dibuat Human Mono Companent, sehingga memiliki toleransi yang

lebih tinggi dengan kemungkinan alergi yang lebih kecil.

Page 28: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Gangguan Psikososial

34

b. Diet

Salah satu pilar utama pengelolaan DM adalah perencanaan makanan

walaupun telah mendapat penyuluhan perencanaan makanan, lebih dari 50%

pasien tidak melaksanakannya. Penderita DM sebaiknya mempertahankan

menu yang seimbang dengan komposisi Idealnya sekitar 68% karbohidrat,

20% lemak dan 12% protein. Karena itu diet yang tepat untuk mengendalikan

dan mencegah agar berat badan ideal dengan cara: kurangi kalori, kurangi

lemak, kurangi karbohidrat komplek, hindari makanan manis, perbanyak

konsumsi serat.

Pasien yang memerlukan insulin untuk membantu mengendalikan kadar gula

darah, dapat mempertahankan konsistensi jumlah kalori dan karbohidrat

yang dikonsumsi pada jam-jam makan yang berbeda. Di samping itu

konsistensi interval waktu diantara jam makan dengan mengkonsumsi

cemilan juga dapat dilakukan, ini akan membantu mencegah reaksi

hipoglikemia dan pengendalian keseluruhan kadar glukosa darah.

Terapi diet merupakan komponen penting pada pengobatan diabetes baik itu

tipe I maupun tipe II. Rencana diet diabetes dihitung secara individual

bergantung pada kebutuhan pertumbuhan, rencana penurunan berat badan,

dan tingkat aktivitas. Sebagian pasien diabetes tipe II mengalami pemulihan

kadar glukosa darah mendekati normal hanya dengan intervensi diet.

Page 29: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Gangguan Psikososial

35

c. Olahraga

Olahraga selain dapat mengontrol kadar gula darah karena membuat insulin

bekerja lebih efektif. Olahraga juga membantu menurunkan berat badan,

memperkuat jantung dan mengurangi stress. Bagi pasien Diabetes Mellitus

melakukan olahraga dengan teratur akan lebih baik tetapi jangan melakukan

olah raga terlalu berat.

Pengidap diabetes tipe I harus berhati-hati sewaktu berolahraga karena dapat

terjadi penurunan glukosa darah yang mencetuskan hipoglikemia. Hal ini

terjadi apabila pemberian insulin tidak disesuaikan dengan program olah

raga.

d. Penyuluhan kesehatan DM

Penyuluhan kesehatan harus sering diberikan oleh dokter atau perawat

kepada para penderita Diabetes Mellitus. Penyuluhan tersebut meliputi

beberapa hal, antara lain pengetahuan mengenai perlunya diet secara ketat,

latihan fisik, minum obat, dan juga pengetahuan tentang komplikasi,

pencegahan, maupun perawatannya. Penyuluhan dapat diberikan langsung

baik secara perorangan maupun kelompok, atau melalui poster/selebaran.

Penyuluhan ini juga dapat dilakukan antara penderita diabetes dengan cara

berbagi pengalaman mengenai segala hal yang berkaitan dengan penyakit

yang mereka derita tersebut.