bab ii tinjauan pustaka - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/582/3/ratna maharani bab...

45
15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well Being 1. Pengertian Penelitian mengenai psychological well being dipelopori oleh Ryff, Diener dan Jahoda mengatakan bahwa, penelitian mengenai psychological well being mulai berkembang sejak para ahli menyadari bahwa selama ini ilmu psikologi lebih banyak memberikan perhatian kepada penderitaan atau ketidakbahagiaan seseorang daripada bagaimana seseorang dapat berfungsi secara positif.Psychological well being merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kesehatan psikologis individu berdasarkan pemenuhan kriteria fungsi psikologi positif (Ryff, 1989 dalam Astuti 2011). Psychological well being tidak hanya bagian dari kesehatan mental yang bersifat negatif, tetapi lebih mengarah kepada kemampuan individu untuk dapat mengembangkan potensi dan kemampuan yang dimilikinya secara optimal, sebagai individu yang utuh baik secara fisik, emosional maupun psikologisnya (Ryff, 1995). Well being merupakan suatu konsep yang terbentuk dari berbagai pengalaman dan fungsi-fungsi individu sebagai manusia yang utuh (Ryff& Singer, 2006). Konsep Ryff (dalam Azani, 2012) berawal dari adanya keyakinan bahwa kesehatan Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Upload: vuongliem

Post on 25-Jul-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/582/3/Ratna Maharani BAB II.pdf · keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas

15      

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Psychological Well Being

1. Pengertian

Penelitian mengenai psychological well being dipelopori oleh

Ryff, Diener dan Jahoda mengatakan bahwa, penelitian mengenai

psychological well being mulai berkembang sejak para ahli menyadari

bahwa selama ini ilmu psikologi lebih banyak memberikan perhatian

kepada penderitaan atau ketidakbahagiaan seseorang daripada bagaimana

seseorang dapat berfungsi secara positif.Psychological well being

merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kesehatan

psikologis individu berdasarkan pemenuhan kriteria fungsi psikologi

positif (Ryff, 1989 dalam Astuti 2011).

Psychological well being tidak hanya bagian dari kesehatan

mental yang bersifat negatif, tetapi lebih mengarah kepada kemampuan

individu untuk dapat mengembangkan potensi dan kemampuan yang

dimilikinya secara optimal, sebagai individu yang utuh baik secara fisik,

emosional maupun psikologisnya (Ryff, 1995). Well being merupakan

suatu konsep yang terbentuk dari berbagai pengalaman dan fungsi-fungsi

individu sebagai manusia yang utuh (Ryff& Singer, 2006). Konsep Ryff

(dalam Azani, 2012) berawal dari adanya keyakinan bahwa kesehatan

Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/582/3/Ratna Maharani BAB II.pdf · keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas

16      

 

yang positif tidak sekedar adanya penyakit fisik saja. Menurut Ryff

(Papalia dkk, 2008), orang yang sehat secara psikologis memiliki sikap

positif terhadap dirinya sendiri dan orang lain. Individu membuat

keputusannya sendiri dan mengatur perilakunya sendiri, dan memilih

atau membentuk lingkungan yang sesuai dengan kebutuhannya.Individu

memiliki tujuan yang membuat hidupnya lebih bermakna, dan berjuang

serta mengembangkan diri dengan semaksimal mungkin.

Ryff (dalam Astuti, 2011) menjelaskan bahwa psychological well

beingyang kemudian disingkat PWB merupakan pencapaian penuh dari

potensi psikologis seseorang, dimana individu tersebut dpat menerima

kekuatan dan kelemahan yang ada pada dirinya, menciptakan hubungan

positif dengan orang lain yang ada disekitarnya, memiliki kemampuan

untuk mengambil keputusan dan mandiri, mampu dan berkompetensi

untuk mengatur lingkungan, memiliki tujuan hidup dan merasa mampu

untuk melalui perkembangan dalam kehidupannya.

Menurut Synder dan Lopez (dalam Tenggara, dkk, 2008),

kesejahteraan psikologis bukan hanya merupakan ketiadaan penderitaan,

namun kesejahteraan psikologis meliputi keterikatan aktif dalam dunia,

memahami arti dan tujuan hidup dan hubungan seseorang pada objek

ataupun orang lain.

Individu yang memiliki psychologicall well-being yang positif

adalah individu yang memiliki respon positif terhadap dimensi-dimensi

psychological well-being yang berkesinambungan. Pada intinya

Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/582/3/Ratna Maharani BAB II.pdf · keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas

17      

 

psychological well-being merujuk pada perasaan seseorang mengenai

aktifitas hidup sehari-hari. Perasaan ini dapat berkisar dari kondisi mental

negatif misalnya, ketidakpuasan hidup, kecemasan, merasa tertekan, rasa

percayadiri yang rendah, dan sering berperilaku agresif, sampai pada

kondisi mental yang positif seperti, realisasi potensi dan aktualisasi diri

(Bradburndalam Liwarti, 2013).

Psychological well-being bukan hanya kepuasan hidup dan

keseimbangan antara afek positif dan afek negatif namun juga melibatkan

persepsi dari keterlibatan dengan tantangan-tantangan sepanjang hidup

(Keyes, Shmotkin & Ryff, dalam Liwarti, 2013). Individu dengan

Psychological well-being yang baik akan memiliki kemampuan untuk

memilih dan menciptakan lingkungan sesuai dengan kondisi fisik dirinya.

Dengan kata lain mempunyai kemampuan dalam menghadapi kejadian-

kejadian di luar dirinya. Selain itu individu juga dapat menerima

kekuatan dan kelemahan diri sendiri sebagaimana adanya, memiliki

hubungan positif dengan orang lain, mampu mengarahkan perilakunya

sendiri.

Ryff mendifinisikan PWB sebagai hasil evaluasi dan penilaian

seseorang terhadap dirinya yang merupakan evaluasi atas pengalaman-

pengalaman hidupnya. Evaluasi terhadap pengalaman akan dapat

menyebabkan seseorang menjadi pasrah terhadap keadaan yang membuat

kesejahteraan psikologisnya menjadi rendah atau berusaha untuk

memperbaiki keadaan hidupnya agar kesejahteraan psikologisnya

Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/582/3/Ratna Maharani BAB II.pdf · keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas

18      

 

meningkat. Robinson mendefinisikan PWB sebagai evaluasi terhadap

bidang-bidang kehidupan tertentu (misalnya evaluasi terhadap kehidupan

keluarganya, pekerjaan, masyarakat) atau dengan kata lain seberapa baik

seseorang dapat menjalankan peran-perannya dan dapat memberikan

peramalan yang baik terhadap well being (Ramdhani, 2009).

Dari pengertian yang telah disebutkan di atas dapat disimpulkan

bahwapsychological well being merupakan kondisi individu yang

memiliki kondisi mental positif, dimana individu tidak hanya

memikirkan dirinya sendiri dan berusaha melakukan yang terbaik untuk

dirinya tetapi juga orang lain,serta tidak adanya gejala-gejala depresi

yang dialami, sehingga tercapai kepuasaan hidup dan merasa lebih

bahagia.

2. Dimensi-dimensi

Carol Ryff dan beberapa koleganya (Keyes & Ryff, 1999; Ryff,

1995; ryff & Singer, 1998 dalam Papalia, dkk, 2008) menggunakan

berbagai teori dari mulai Erikson sampai Maslow untuk mengembangkan

model multidimensi yang mencakup enam dimensi kenyamanan dan

skala self-report untuk melakukan pengukuran. Keenam dimensi

tersebut, diantaranya:

a. Penerimaan diri

Nilai yang tinggi: memiliki sikap positif terhadap diri,

mengakui dan menerima multi aspek diri termasuk kualitas yang

Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/582/3/Ratna Maharani BAB II.pdf · keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas

19      

 

bagus dan yang buruk, merasa positif terhadap kehidupan yang sudah

lalu.

Nilai yang rendah: merasa tidak puas dengan diri, merasa

dikecewakan dengan apa yang telah terjadi dimasa lalu, merasa

bermasalah dengan beberapa kualitas personal, serta ingin menjadi

berbeda dari dirinya pada saat ini.

b. Relasi positif dengan orang lain

Nilai yang tinggi:memiliki kehangatan, kepuasan, hubungan

terpercaya dengan orang lain, merasa peduli dengan kesejahteraan

orang lain, memiliki kemampuan empati, afeksi dan intimasi yang

kuat, mengerti member dan menerima dalam hubungan antar manusia.

Nilai yang rendah: memiliki sedikit hubungan dengan orang

lain yang dekat dan dapat dipercaya, merasa sulit untuk bersikap

hangat, terbuka, dan peduli terhadap orang lain, merasa terisolasi dan

frustasi dalam hubungan interpersonal, tidak berniat membuat

kompromi untuk mempertahankan ikatan yang penting dengan orang

lain.

c. Otonomi

Nilai yang tinggi: bisa mengambil keputusan sendiri dan

independen, dapat menolak tekanan sosial untuk berpikir dan

bertindak dalam cara tertentu, mengatur perilaku dari dalam diri,

mengevaluasi diri dengan standar personal.

Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/582/3/Ratna Maharani BAB II.pdf · keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas

20      

 

Nilai yang rendah: peduli dengan perkiraan evaluasi orang

lain, bergantung kepada penilaian orang lain untuk membuat

keputusan yang penting, mengkonfirmasi tekanan sosial untuk

berpikir dan bertindak dengan cara tertentu.

d. Penguasaan lingkungan

Nilai yang tinggi: memiliki perasaan bisa menguasai dan

kompeten dalam menata lingkungan, mengontrol susunan kompleks

aktifitas eksternal, membuat penggunaan yang efektif terhadap

peluang yang ada, mampu membuat atau memilih konteks yang sesuai

dengan kebutuhan dan nilai personal.

Nilai yang rendah: memiliki kesulitan mengelola tugas sehari-

hari, hanya memiliki sedikit tujuan atau target, merasa tidak mampu

mengubah atau meningkatkan konteks yang mengelilinginya, tidak

dapat menyadari peluang yang ada disekelilingnya, kurang memiliki

control terhadap duia luar.

e. Tujuan dalam hidup

Nilai yang tinggi: memiliki tujuan dalam hidup dan perasaan

diarahkan, merasa adanya makna dalam kehidupan dimasa yang akan

datang dan di masa lalu, memegang keyakinan yang memberikan

tujuan dalam hidup, memiliki tujuan dan objektifitas untuk hidup.

Nilai yang rendah: kurang peka terhadap makna kehidupan,

memiliki sedikit tujuan atau target, kurang peka terhadap arah, tidak

Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/582/3/Ratna Maharani BAB II.pdf · keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas

21      

 

melihat adanya tujuan dalam kehidupan masa lalu, tidak memiliki

pandangan atau keyakinan yang memberikan makna kehidupan.

f. Pertumbuhan personal

Nilai yang tinggi: memiliki perasaan perkembangan yang

berkensinambungan, melihat diri tumbuh dan berkembang, terbuka

terhadap pengalaman baru, memiliki kepekaan untuk menyadari

potensinya, mencari peningkatan pada diri dan perilaku dari waktu ke

waktu, memiliki perubahan dalam cara merefleksikan pengetahuan

diri dan efektitas yang lebih banyak.

Nilai yang rendah: memiliki perasaan stagnan, kurang peka

terhadap peningkatan atau perluasan dari waktu ke waktu, merasa

bosan dan tidak tertarik kepada kehidupan, merasa tidak mampu

mengembangkan sikap atau perilaku baru.

Dimensi kesejahteraan psikologis yang dikemukakan Ryff

mengacu pada teori positif functioning (Maslow, Rogers, Jung dan

Alport), teori perkembangan (Erikson, Buhler, dan Neugarten), dan teori

kesehatan mental (Jahoda). Ryff menyebutkan terdapat enam dimensi

kesejahteraan psikologis, yaitu: penerimaan diri, hubungan positif dengan

orang lain, kemandirian, tujuan hidup, dan pengembangan pribadi

(Ramdhani, 2009).

Sedangkan dalam Aini dan Asiyah (2013) Ryff menjelaskan

beberapa dimensi dari Psychological well being, yaitu:

Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/582/3/Ratna Maharani BAB II.pdf · keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas

22      

 

a. Self acceptance (penerimaan diri)

Penerimaan diri yang dimaksud adalah kemampuan seseorang

menerima dirinya secara keseluruhan baik pada masa kini dan masa

lalunya. Individu yang menilai positif diri sendiri adalah individu yang

memahami dan menerima berbagai aspek diri termasuk di dalamnya

kualitas baik maupun buruk, dapat mengaktualisasikan diri, berfungsi

optimal dan bersikap positif terhadap kehidupan yang dijalaninya.

Sebaliknya, individu yang menilai negatif diri sendiri menunjukkan

adanya ketidakpuasan terhadap kondisi dirinya, merasa kecewa

dengan apa yang telah terjadi pada kehidupan masa lalu, bermasalah

dengan kualitas personalnya dan ingin menjadi orang yang berbeda

dari diri sendiri atau tidak menerima diri apa adanya.

b. Hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others)

Merupakan kemampuan individu menjalin hubungan yang

baik dengan orang lain di sekitarnya. Individu yang tinggi dalam

dimensi ini ditandai dengan mampu membina hubungan yang hangat

dan penuh kepercayaan dari orang lain. Selain itu, individu tersebut

juga memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain, dapat

menunjukkan empati, afeksi, serta memahami prinsip memberi dan

menerima dalam hubungan antarpribadi. Sebaliknya, individu yang

rendah dalam dimensi hubungan positif dengan orang lain, terisolasi

dan merasa frustasi dalam membina hubungan interpersonal, tidak

Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/582/3/Ratna Maharani BAB II.pdf · keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas

23      

 

berkeinginan untuk berkompromi dalam mempertahankan hubungan

dengan orang lain.

c. Otonomi (autonomy)

Otonomi digambarkan sebagai kemampuan individu untuk

bebas namun tetap mampu mengatur hidup dan tingkah lakunya.

Individu yang memiliki otonomi yang tinggi ditandai dengan bebas,

mampu untuk menentukan nasib sendiri (self-determination) dan

mengatur perilaku diri sendiri, kemampuan mandiri, tahan terhadap

tekanan sosial, mampu mengevaluasi diri sendiri, dan mampu

mengambil keputusan tanpa adanya campur tangan orang lain.

Sebaliknya, individu yang rendah dalam dimensi otonomi akan sangat

memperhatikan dan mempertimbangkan harapan dan evaluasi dari

orang lain, berpegangan pada penilaian orang lain untuk membuat

keputusan penting, serta mudah terpengaruh oleh tekanan sosial untuk

berpikir dan bertingkah laku dengan cara-cara tertentu. Kematangan

dalam berfikir dan bertindak mempengaruhi otonomi seseorang.

Kematangan dalam hal ini bukan dari usia tetapi dari

pengalaman. Untuk pemecahan sebuah masalah individu yang matang

akan dapat menentukan sendiri sebuah keputusan yang akan di ambil,

dan dapat menentukan sikapnya sendiri berdasarkan dengan

pengalaman sebelumnya. Sedangkan individu yang belum matang ia

Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/582/3/Ratna Maharani BAB II.pdf · keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas

24      

 

akan bergantung kepada orang lain atas keputusan yang akan

digunakan.

d. Penguasaan lingkungan (environmental mastery)

Merupakan kemampuan individu untuk mengatur

lingkungannya, memanfaatkan kesempatan yang ada di lingkungan,

menciptakan, dan mengontrol lingkungan sesuai dengan kebutuhan.

Individu yang tinggi dalam dimensi penguasaan lingkungan memiliki

keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat

mengendalikan aktivitas eksternal yang berada di lingkungannya

termasuk mengatur dan mengendalikan situasi kehidupan sehari-hari,

memanfaatkan kesempatan yang ada di lingkungan, serta mampu

memilih dan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan

pribadi. Sebaliknya individu yang memiliki penguasaan lingkungan

yang rendah akan mengalami kesulitan dalam mengatur situasi sehari-

hari, merasa tidak mampu untuk mengubah atau meningkatkan

kualitas lingkungan sekitarnya serta tidak mampu memanfaatkan

peluang dan kesempatan diri lingkungan sekitarnya.

e. Tujuan hidup (purpose of life)

Tujuan hidup memiliki pengertian individu memiliki

pemahaman yang jelas akan tujuan dan arah hidupnya, memegang

keyakinan bahwa individu mampu mencapai tujuan dalam hidupnya,

Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/582/3/Ratna Maharani BAB II.pdf · keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas

25      

 

dan merasa bahwa pengalaman hidup di masa lampau dan masa

sekarang memiliki makna. Individu yang tinggi dalam dimensi ini

adalah individu yang memiliki tujuan dan arah dalam hidup,

merasakan arti dalam hidup masa kini maupun yang telah dijalaninya,

memiliki keyakinan yang memberikan tujuan hidup serta memiliki

tujuan dan sasaran hidup.

Sebaliknya individu yang rendah dalam dimensi tujuan hidup

akan kehilangan makna hidup, arah dan cita-cita yang tidak jelas,

tidak melihat makna yang terkandung untuk hidupnya dari kejadian di

masa lalu, serta tidak mempunyai harapan atau kepercayaan yang

memberi arti pada kehidupan.

f. Pertumbuhan pribadi (personal growth)

Individu yang tinggi dalam dimensi pertumbuhan pribadi

ditandai dengan adanya perasaan mengenai pertumbuhan yang

berkesinambungan dalam dirinya, memandang diri sebagai individu

yang selalu tumbuh dan berkembang, terbuka terhadap pengalaman-

pengalaman baru, memiliki kemampuan dalam menyadari potensi diri

yang dimiliki, dapat merasakan peningkatan yang terjadi pada diri dan

tingkah lakunya setiap waktu serta dapat berubah menjadi pribadi

yang lebih efektif dan memiliki pengetahuan yang bertambah.

Sebaliknya, individu yang memiliki pertumbuhan pribadi

rendah akan merasakan dirinya mengalami stagnasi, tidak melihat

peningkatan dan pengembangan diri, merasa bosan dan kehilangan

Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/582/3/Ratna Maharani BAB II.pdf · keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas

26      

 

minat terhadap kehidupannya, serta merasa tidak mampu dalam

mengembangkan sikap dan tingkah laku yang baik.

Dari beberapa pernyataan di atas maka diambil kesimpulan, pada

umumnya seseorang yang memiliki psychological well being yang baik

adalah adanya penerimaan diri, adanya hubungan positif dengan orang

lain, mampu mandiri, memiliki penguasaan lingkungan yang baik,

memiliki tujuan hidup, dan dapat berkembang. Semua dimensi atau aspek

di atas tentunya tidak langsung diperoleh dalam diri individu, melainkan

diperoleh secara bertahap.Dimensi penerimaan diri diperoleh terlebih

dahulu, melalui adaptasi terhadap diri sendiri sampai individu mampu

menerima dengan baik setiap kondisi yang dialaminya.

Hubungan positif positif dengan orang lain diperoleh melalui

interaksi dengan individu lain maupun dengan kelompok agar menjadi

bagian dalam suatu kelompok. Otonomi merupakan hak yang dimiliki

seseorang untuk mengatur dirinya sendirinya tanpa adanya paksaan dari

luar.Mampu mengatur dan mengelola lingkungan sesuai dengan

keinginan individu tersebut juga merupakan bagian dari pencapaian

peningkatan psychological well being.Untuk memperoleh suatu kepuasan

hidup tentunya individu harus mampu menentukan tujuan hidupnya, agar

lebih memiliki arti dan mencapai kebahagiaan yang

diinginkan.Pertumbuhan pribadi menjadi salah satu hal penting dalam

pencapaian psychological well being, dimana individu mampu mampu

untuk terus tumbuh dan berkembang atas potensi yang dimilikinya.

Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/582/3/Ratna Maharani BAB II.pdf · keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas

27      

 

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi

Menurut Ryff dan Singer (dalam Astuti, 2011) menyebutkan

faktor-faktor yang mempengaruhi psychological well being, antara lain:

a. Usia

Berdasarkan data yang diperoleh dari beberapa penelitian yang

dilakukan Ryff (1989; Ryff & Keyes 1995; Ryff & Singer 1996),

penguasaan lingkungan dan kemandirian menunjukan peningkatan

seiring perbandingan usia (usia 25-39, usia 40-59, usia 60-74). Tujuan

hidup dan pertumbuhan pribadi secara jelas menunjukan penurunan

seiring bertambahnya usia. Skor dimensi penerimaan diri, hubungan

positif dengan orang lain secara signifikan bervariasi berdasarkan

usia.

b. Jenis Kelamin

Berdasarkan data yang diperoleh dari beberapa penelitian yang

dilakukan Ryff (1989; Ryff 1995; Ryff & Singer 1996), faktor jenis

kelamin menunjukan perbedaan yang signifikan pada dimensi

hubungan positif dengan orang lain dan dimensi pertumbuhan pribadi.

Dari keseluruhan perbandingan usia (usia 25-39, usia 40-59, usia 60-

74), wanita menunjukan angka yang lebih tinggi daripada pria.

Sementara dimensi yang lain tidak menunjukan perbedaan yang

signifikan.

c. Tingkat pendidikan dan pekerjaan

Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/582/3/Ratna Maharani BAB II.pdf · keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas

28      

 

Status pekerjaan yang tinggi atau tingginya pendidikan

seseorang menunjukan bahwa individu memiliki faktor pengaman

(uang, ilmu, keahlian) dalam hidupnya untuk menghadapi masalah,

tekanan dan tantangan (Ryff & Singer, 1996).Hal ini dapat terkait

dengan kesulitan ekonomi, dimna kesulitan ekonomi menyebabkan

sulitnya individu untuk memenuhi kebutuhan pokoknya sehingga

menyebabkan menurunnya kesejahteraan psikologis.

d. Latar belakang budaya

Menurut Sugianto (2000), perbedaan budaya Barat dan Timur

juga memberikan pengaruh yang berbeda. Dimensi yang lebih

berorientasi pada diri(seperti penerimaan diri dan kemandirian) lebih

menonjol dalam konteks budaya Barat, sedangkan dimensi yang

berorientasi pada orang lain (seperti hubungan positif dengan orang

lain) lebih menonjol pada budaya Timur.

Liwarti (2013) dari beberapa penelitian yang telah dilakukan

mengenai psychological well being, terdapat perbedaan serta faktor-

faktor yang mempengaruhi psychological well being.Faktor-faktor

tersebut diantaranya:

a. Usia

Ryff dan Keyes (1995), Ryff at all.(2002), Ryff (1989, 1991,

1998), beranggapanusia menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi

psychological well being pada aspek penerimaan diri, otonomi,

penguasaan lingkungan dan hubungan baik dengan orang lain.

Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/582/3/Ratna Maharani BAB II.pdf · keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas

29      

 

Terdapat peningkatan psychological well being pada usia yang

semakin dewasa. Sedangkan pada tujuan hidup dan pertumbuhan

pribadi menunjukan penurunan pada setiap periode kehidupan dewasa.

Helsondan Srivastava, menemukan keterkaitan usia dengan

pertumbuhan pribadi dan penguasaan lingkungan. Perbedaan usia ini

terbagi menjadi tiga fase kehidupan dewasa yakni, dewasa muda,

dewasa tengah dan dewasa akhir, dimana dewasa tengah memiliki

tingkat psychological well being yang lebih tinggi dibandingkan

dengan dewasa awal dan dewasa akhir (Papalia, dkk, 2008).

b. Tingkat Pendidikan

Ryff, Magee, Kling & Wling, menyatakan tingkat pendidikan

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi psychological well

being.Individu yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih baik

maka akan mempunyai kemampuan pengenalan lingkungan dan

psychological well being yang lebih baik pula. Sedangkan Keyes, Ryff

dan Shmootkin, menyatakan tingkat pendidikan meletakan individu

pada posisi tertentu disebuah struktur sosial.

c. Jenis Kelamin

Ryff; Ryff dan Singer, menyatakan perdebadaan jenis kelamin

memberikan pengaruh terhadap psychological well being seseorang.

Dimana wanita cenderung memiliki psychological well being lebih

tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Hal tersebut berkaitan dengan

Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/582/3/Ratna Maharani BAB II.pdf · keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas

30      

 

aktivitas sosial yang yang dilakukan.Wanita cenderung memiliki

hubungan interpersonal yang lebih baik daripada laki-laki.

d. Faktor Status Sosial Ekonomi

Ryff, menyatakan bahwa faktor status sosial ekonomi menjadi

sangat penting dalam peningkatan psychological well being, bahwa

tingkat keberhasilan pendidikan dan pekerjaan yang lebih baik,

menunjukan tingkat psychological well being yang juga lebih baik.

Ryan dan Deci menegaskan status sosial ekonomi berhubungan

dengan dimensi penerimaan diri, tujuan hidup, penguasaan

lingkungan, tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi. Status sosial

ekonomi mempengaruhi kesejahteraan psikologis seperti besarnya

income keluarga, tingkat pendidikan, keberhasilan pekerjaan,

kepemilikian materi dan status sosial di masyarakat (Pinquart &

Sorenson).

e. Dukungan Sosial

Lingkungan individu terutama keluarga sangat berpengaruh

pada psychological well being seseorang. Dukungan sosial dari

keluarga terdekat atau dari lingkungannya, menjadikan seseorang

lebih dapat menerima, hubungan baik lebih terjagadan hal tersebut

dapat berpengaruh pada peningkatan psychological well

beingseseorang (Listwan, Colvin, Hanley, & Flannery).

Andan Cooney, menyatakan bahwa bimbingan dan arahan dari

orang lain (generativity) memiliki peran yang penting dalam

Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/582/3/Ratna Maharani BAB II.pdf · keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas

31      

 

psychological well being. Dimana individu yang pada masa kecilnya

memiliki hubungan yang baik dengan orang tua dan mendapatkan

dukungan dan kepercayaan dari orang tua memiliki psychological well

being yang baik pada masa dewasa. Daalen, Sanders, dan Willemsen,

menyatakan bahwa wanita yang mendapat dukungan sosial yang baik

dari keluarga melaporkan memilikikepuasan hidup dan psychological

well beingyang lebih tinggi daripada laki-laki.

f. Kepribadian

Gutie`rrez, Jime`nez, Herna`ndez, dan Puente, menyatakan

kepribadian merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh

dalam kesejahteraan menemukan keterbukaan merupakan salah satu

faktor yang secara signifikan mempengaruhi kesejahteraan terutama

dimensi demografis.Schmutte dan Ryff (1997); Steel, Schmidt, dan

Schultz (2008), Ryff at all. (2002) dalam penelitiannya mengenai

hubungan lima tipe kepribadian (the big five traits) dengan dimensi-

dimensi psychological well being menemukan bahwa sifat, low

neurotikism, ekstrovert dan conscientiousness, berpengaruh pada

psychological well being khususnya pada penerimaan diri, penguasaan

lingkungan dan tujuan hidup.

Meskipun demikian aspek-aspek psychological well being

yang lain juga berkorelasi dengan kepribadian yang lainnya. Sifat

keterbukaan terhadap pengalaman baru dan ekstrovert berpengaruh

pada pertumbuhan diri, sedangkan agreeableness berpengaruh pada

Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/582/3/Ratna Maharani BAB II.pdf · keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas

32      

 

hubungan positif dengan orang lain dan dimensi otonomi berkorelasi

dengan beberapa kepribadian namun yang paling menonjol

dalamneurotik.

g. Spiritualitas

Spiritualitas juga berpengaruh pada psychological well being,

Wink dan Dillon, menyatakan bahwa spiritualitas berkaitan dengan

psychological well being terutama pada aspek pertumbuhan pribadi

dan hubungan positif dengan orang lain. Menurut Kirby, Coleman,

dan Daley, menyatakan spiritualitas merupakan sumberdaya dalam

mempertahankan psychological well being, dimana individu yang

merasa mendapatkan dukungan spiritual cenderung memiliki

psychological well being yang tinggi dan dapat mengurangi angka

kematian (McClain, Rosenfeld, & Breitbart).

Selain keenam dimensi yang telah disebutkan, terdapat faktor-

faktor lain yang mampu mempengaruhi kondisi psychological well being

seseorang diantaranya faktor usia, tingkat pendidikan, jenis kelamin,

faktor sosial ekonomi, dukungansosial, kepribadian dan spiritualitas.

Berdasarkan penelitian para ahli, terdapat korelasi antara keenam dimensi

dari psychological well beingdengan ketujuh faktor tersebut. Ketujuh

faktor tersebut juga menentukan tinggi rendahnya psychological well

being yang dapat diperolehseseorang.

Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/582/3/Ratna Maharani BAB II.pdf · keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas

33      

 

Sedangkan menurut Huppert (2009) bahwasanya tingkat

kesejahteraan psikologis dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu:

a. Personality (kepribadian)

Berkaitan dengan gaya emosional yang positif sedangkan neurotisme

dikaitkan dengan gaya emosional yang negatif.

b. Faktor Demografi

Pada jenis kelamin, tingkat kesejahteraan perempuan memiliki

kerentanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki.

c. Faktor SosialEkonomi

Pada umumnya, status sosial ekonomi dan tingkat pendapatan yang

tinggi mempengaruhi tingkat kesejahteraan individu.

d. Faktor Lainnya (perilaku, kognisi dan motivasi)

Individu yang memiliki perilaku, kognisi dan motivasi yang baik

untuk berjuang mencapai tujuannya mencerminkan nilai-nilai yang

dipegang teguh dari dalam dirinya, sebagai langkah untuk mencapai

kebahagiaan.

Dari beberapa pernyataan diatas dapat disimpulkan faktor-faktor

yang mempengaruhi psychological well being adalah usia, jenis kelamin,

tingkat pendidikan, ekonomi, dukungan social, kepribadian dan

spiritualitas.

B. Penerimaan Diri

1. Pengertian

Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/582/3/Ratna Maharani BAB II.pdf · keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas

34      

 

Penerimaan diri merupakan sikap yang pada dasarnya merasa

puas dengan diri sendiri, kualitas-kualitas dan bakat-bakat sendiri, dan

pengakuan akan keterbatasan-keterbatasan sendiri (Chaplin, 2011).

Santrock (2007) menjelaskan penerimaan diri merupakan suatu

kesadaran untuk menerima diri sendiri apa adanya. Menurut Johnson

(dalam Putri, 2012), penerimaan diridipandang sebagai suatu keadaan

dimanaseseorang memiliki penghargaan yang tinggipada dirinya sendiri.

Untuk mencapai suatukonsep diri maka seseorang harus

dapatmenjalankan penerimaan atas dirinya. Jikaseseorang memiliki

konsep diri yang positifmaka ia akan memiliki penerimaan diri

yangpositif, dan jika ia memiliki konsep diri yangnegatif maka ia tidak

akan memilikipenerimaan atas dirinya (Burns dalam Putri, 2012).

Dengan kata lain, seseorang yang memilikipenerimaan diri yang baik

adalah ketika individu sudah dapat memahami dan menerima segala

kelebihan serta kekurangan yang dimilikinya.

Seseorang yang dapat menerima dirinya adalah individu yang

sudah mampu belajar untuk dapat hidup dengan dirinya sendiri, dalam

arti individu dapat menerima kelebihan dan kekurangan yang ada dalam

dirinya. Ceyhan dan Ceyhan (dalam Ardila & Herdiana, 2013) individu

yang dapat menerima keadaan dirinya dapat menghormati dirinya sendiri,

dapat menyadari sisi negatif dalam dirinya, dan mengetahui bagaimana

untuk hidup bahagia dengan sisi negatif yang dimilikinya, selain itu

individu yang dapat menerima dirinya memiliki kepribadian yang

Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/582/3/Ratna Maharani BAB II.pdf · keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas

35      

 

sehatdan kuat, sedangkan orang yang tidak dapat menerima dirinya

mengalami kesulitan dalam penerimaan diri tidak menyukai karateristik

dirinya sendiri, merasa dirnya tidak berguna dan tidak percaya diri.

Sheerer (dalam Machdan dan Hartini, 2012) menjelaskan bahwa

penerimaan diri adalah sikap dalam menilai diri dan keadaanya secara

objektif, menerima kelebihan dan kelemahannya. Menerima diri berarti

telah menyadari, memahami dan menerima apa adanya dengan disertai

keinginan dan kemampuan untuk selalu mengembangkan diri sehingga

dapat menjalani hidup dengan baik dan penuh tanggung jawab.

Definisi penerimaan diri menurut Sheerer yang kemudian

dimodifikasi Berger adalah sebagai berikut yaitu yang pertama nilai-nilai

dan standar diri tidak dipengaruhi lingkungan luar, keyakinan dalam

menjalani hidup, bertanggungjawab terhadap apa yang dilakukan,

mampu menerima kritik dan saran seobjektif mungkin, tidak

menyalahkan diri atas perasaannya terhadap orang lain, menganggap

dirinya sama dengan orang lain, tidak ingin orang lain menolaknya dalam

kondisi apapun, tidak menganggap dirinya berbeda dari orang lain, dan

tidak mau atau rendah diri (Denmarkdalam Putri, dkk, 2013).

Individu yang dapat menerima keadaan dirinya dapat

menghormati diri individu sendiri, dapat menyadari sisi negatif dalam

dirinya, dan mengetahui Individu yang dapat menerimakeadaan dirinya

dapat menghormati diriindividu sendiri, dapat menyadari sisinegatif

dalam dirinya, dan mengetahui bagaimana untuk hidup bahagia dengan

Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/582/3/Ratna Maharani BAB II.pdf · keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas

36      

 

sisi negatif yang dimilikinya, selain itu individu yang dapat menerima

dirinya memiliki kepribadian yang sehat dan kuat, sebaliknya, orang

yang mengalami kesulitan dalam penerimaan diri tidak menyukai

karakteristik individu sendiri, merasa diri individutidak berguna dan tidak

percaya diri (Ceyhan & Ceyhan dalam Putri, dkk, 2013).

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat diambil

kesimpulan bahwa penerimaan diri adalah kondisi dimana individu

mampu menerima setiap kondisi baik fisik maupun non-fisik yang ada

dalam dirinya, baik masa lalu maupun masa sekarang, serta mengetahui

bagaimana membuat hidupnya bahagia melalui kekurangan dan

kelebihannya.

2. Ciri-ciri Penerimaan Diri

Menurut Johnson (dalam Putri & Hamidah, 2012) menyebutkan

ciri-ciri seseorang yang menerima dirinya adalah menerima diri sendiri

apa adanya, tidak menolak diri sendiri, apabila memiliki kelemahan dan

kekurangan memiliki keyakinan bahwa untuk mencintai diri sendiri,

maka seseorang tidak harus dicintai oleh orang lain dan dihargai oleh

oleh orang lain, seseorang merasa berharga, maka seseorang tidak perlu

merasa benar-benar sempurna, memiliki keyakinan bahwa dia mampu

untuk menghasilkan kerja yang berguna.

Ciri-ciri individu dengan penerimaan diri yang baik menurut

Jersild (dalam Sari & Nuryoto, 2002) adalah memiliki penghargaan yang

realistis terhadap kelebihan-kelebihan dirinya, memiliki keyakinan akan

Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/582/3/Ratna Maharani BAB II.pdf · keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas

37      

 

standar-standar dan prinsip-prinsip dirinya tanpa harus diperbudak oleh

opini individu-individu lain, memiliki kemampuan untuk memandang

dirinya secara realistis tanpa harus menjadi malu akan keadaannya,

mengenali kelebihan-kelebihan dirinya dan bebas memanfaatkannya,

mengenali kelemahan-kelemahan dirinya tanpa harus menyalahkan

dirinya, memiliki spontanitas dan rasa tanggung jawab dalam diri,

menerima potensi dirinya tanpa menyalahkan dirinya atas kondisi-

kondisi yang berada di luar kontrol individu, tidak melihat diri individu

sebagai individu yang harus dikuasai rasa marah atau takut atau menjadi

tidak berarti karena keinginan-keinginannya tapi dirinya bebas dari

ketakutan untuk berbuat kesalahan, merasa memiliki hak untuk memiliki

ide-ide dan keinginan-keinginan serta harapan-harapan tertentu, tidak

merasa iri akan kepuasan-kepuasan yang belum individu raih.

Sedangkan Sheerer (dalam Machdan dan Hartini, 2012)

menjelaskan bahwa ciri-ciri orang yang menerima dirinya adalah:

a. Individu mempunyai keyakinan akan kemampuannya untuk

menghadapi persoalan

b. Individu menganggap dirinya berharga sebagai seorang manusia dan

sederajat dengan orang lain

c. Individu tidak menganggap dirinya aneh atau abnormal dan tidak ada

harapan ditolak orang lain

d. Individu tidak malu atau hanya memperhatikan dirinya sendiri

e. Individu berani memikul tanggung jawab terhadap perilakunya

Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/582/3/Ratna Maharani BAB II.pdf · keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas

38      

 

f. Individu dapat menerima pujian atau celaan secara objektif

g. Individu tidak menyalahkan diri atau keterbatasan yang dimilikinya

ataupun mengingkari kelebihannya.

Untuk dapat melihat kemampuan seorang individu menerima

dirinya dengan baik atau tidak adalah berdasarkan delapan ciri-ciri di

atas.Memiliki kemampuan menghadapi persoalan, menganggap dirinya

berharga, menganggap dirinya sama dengan orang lain, tidak merasa

malu atau minder, mampu bertanggung jawab atas setiap perbuatan,

objektif, dan bersyukur atau tidak menyalahkan diri atas keterbatasan

yang dimiliki merupakan ciri-ciri atau karateristik dari individu yang

memiliki penerimaan diri yang baik atas dirinya.

3. Aspek-Aspek Penerimaan Diri

Menurut Supratiknya (1995) aspek-aspek penerimaan diri

berkaitan dengan:

a. Kerelaan

Kerelaan untuk membuka atau rnengungkapkan aneka pikiran,

perasaan, dan reaksi kita kepada orang lain. Membuka atau

mengungkapkan aneka pikiran, perasaan, dan reaksi kita kepada orang

lain, pertama-tama harus melihat bahwa diri kita tidak seperti apa

yang dibayangkan, dan pembukaan diri yang akan kita lakukan

tersebut diterima atau tidak oleh orang lain.

Kalau kita sendiri menolak diri (self-rejecting), maka

pembukaan diri akan sebatas dengan pemahaman yang kita punya

Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/582/3/Ratna Maharani BAB II.pdf · keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas

39      

 

saja. Dalam penerimaan diri individu, terciptanya suatu penerimaan

diri yang baik terhadap kekurangan dan kelebihan yang dimiliki, dapat

dilihat dari bagaimana ia mampu untuk menghargai dan menyayangi

dirinya sendiri, serta terbuka pada orang lain.

b. Kesehatan psikologis

Kesehatan psikologis berkaitan erat dengan kualitas perasaan

kita terhadap diri sendiri. Orang yang sehat secara psikologis

rnemandang dirinya disenangi, mampu, berharga, dan diterima oleh

orang lain. Orang yang menolak dirinya biasanya tidak bahagia dan

tidak mampu rnembangun serta melestarikan hubungan baik dengan

orang lain. Maka, agar kita tumbuh dan berkembang secara psikologis,

kita harus menerima diri kita. Untuk rnenolong orang lain tumbuh dan

berkernbang secara psikologis, kita harus menolongnya dengan cara

memberikan pemahaman terhadap kesehatan psikologis, agar rnenjadi

lebih bersikap menerima diri.

c. Penerimaan terhadap orang lain

Orang yang menerima diri biasanya lebih bisa menerima orang

lain. Bila kita berpikiran positif tentang diri kita, maka kita pun akan

berpikir positif tentang orang lain. Sebaliknya bila kita menolak diri

kita, maka kita pun akan menolak orang lain.

Aspek penerimaan diri menurut Sheerer (dalam Utami, 2013)

meliputi perasaan sederajat dengan individu lain, percaya dengan

Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/582/3/Ratna Maharani BAB II.pdf · keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas

40      

 

kemampuan diri, bertanggung jawab, berorientasi keluar diri,

berpendirian, menyadari keterbatasan, dan menerima sifat kemanusiaan.

KemudianSheerer (dalam Trimulyaningsih dan Rachmahana,

2008) menjelaskan aspek-aspek penerimaan diri yaitu:

a. Memiliki keyakinan penuh akan kemampuan diri dalam menjalankan

kehidupannya.

Penerimaan diri akan beriringan dengan rasa aman pribadi.

Rasa aman pribadi berkaitan dengan kemampuan untuk memandang

sesuatu permasalahan dengan hati-hati dan melihat berbagai sudut

pandang untuk mengukur resiko-resiko yang dihadapi serta untuk

mengantisipasi kesulitan yang terjadi.

b. Berfikir bahwa dirinya berharga dan sederajat dengan orang lain.

Individu dengan penerimaan diri akan menghargai dirinya

meskipun hanya memiliki potensi kecil yang tersembunyi dan akan

mampu menghargai kelebihan tersebut. Berbeda dengan individu yang

tidak mampu menerima dirinya, individu tidak pernah merasa puas

akan keberhasilannya, dan juga mengalami keputusaasaan walaupun

derajatnya sama dengan individu yang percaya bahwa dirinya telah

gagal.

c. Menyadari dan tidak merasa malu atas keadaan dirinya.

Individu yang menerima diri akan menyadari kekurangan-

kekurangannya dan tidak berusaha menutupi kekurangannya tersebut,

Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/582/3/Ratna Maharani BAB II.pdf · keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas

41      

 

individu juga tidak bersembunyi karena kekurangan yang dimilikinya,

serta tidak bersikap defensife dibalik topeng atau peranan sosial.

d. Menempatkan dirinya sebagaimana orang lain sebagaimana individu

yang lain menempatkan dirinya.

Penerimaan diri berkaitan dengan penyesuaian dalam

kehidupan. Tingkat individu menerima dirinya akan menentukan

tingkat penyesuaiannya.

e. Bertanggung jawab atas segala perbuatannya

Salah satu manfaat yang didapat dari penerimaan diri adalah

adanya perasaan percaya diri dan harga diri. Individu yang mampu

menerima diri dengan baik, akan mampu menerima kritik

dibandingkan dengan yang tidak mampu melakukan penerimaan diri.

f. Yakin dan memahami terhadap pilihan dirinya sendiri dan tidak

diperbudak oleh opini-opini orang lain.

Individu yang memiliki peneriman diri yang baik yakin dan

percaya atas pilihannya sendiri, dan berusaha melakukan yang terbaik

untuk dirinya sendiri dan untuk orang lain. Individu yang memiliki

penerimaan diri akan mempunyai keyakinan atas keputusan yang

diambil, serta tidakmenakhlukan pendapatnya diantara kelompoknya.

g. Menerima pujian dan celaan secara objektif.

Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/582/3/Ratna Maharani BAB II.pdf · keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas

42      

 

Individu dengan penerimaan diri tidak berfikir tentang

kesempurnaan dirinya, serta mampu memndang diri dengan apa

adanya. Individu juga dapat mengkompensasi keterbatasannya dengan

memperbaiki dan meningkatkan karakter-karakter dirinya tanpa harus

melarikan diri dari kenyataan yang ada.

h. Tidak mengingkari atau merasa bersalah atas dorongan-dorongan dan

emosi-emosi pada dirinya.

Individu yang memiliki penerimaan diri memiliki kemampuan

untuk mengekspresikan kehangatan dan perasaan secara spontan

terhadap orang lain, begitu juga dengan pemberian kasih sayang,

individu tidak pasif dan emosional.

C. Narapidana Remaja

1. Pengertian Narapidana

Menurut UU No. 12 tahun 1995, narapidana adalah terpidana

yang hilang kebebasan dipenjara, sedangkan Wilson (dalam Azani, 2012)

menjelaskan bahwa narapidana adalah manusia yang bermasalah yang

harus dipisahkan dari masyarakat untuk belajar bermasyarakat dengan

baik, dan menurut Harsono (dalam Azani, 2012) narapidana adalah

manusia yang sedang berada dipersimpangan jalan karena harus memilih

akan meninggalkan atau tetap pada perilakunya yang dahulu dan tengah

mengalami krisis disosialisasi (merasa takut diasingkan di

Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/582/3/Ratna Maharani BAB II.pdf · keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas

43      

 

dalammasyarakat dan keluarga, tidak mampu bersosialisasi dengan baik

akibat rasa minder dan putus harapan.

Menurut KUHP pasal 10 (dalam KUHAP dan KUHP, 2002)

narapidana adalah predikat lazim diberikan kepada orang yang

terhadapnya dikenakan pidana hilang kemerdekaan, yakni hukuman

penjara (kurungan).Harsono (Siahaan, 2008) mengatakan bahwa

narapidana adalah seseorang yang telah dijatuhkan vonis bersalah oleh

hukum dan harus menjalani hukuman atau sanksi, yang kemudian akan

ditempatkan di dalam sebuah bangunan yang disebut rutan, penjara atau

lembaga pemasyarakatan.

Menurut Petrus dan Pandapotan (dalam Fransiska, 2010)

menyatakan bahwa “narapidana adalah orang yang tersesat yang

mempunyai waktu dan kesempatan untuk bertaubat yang keberadaannya

perlu mendapat pembinaan”.

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa

narapidana merupakan individu yang mengalami hilang kebebasan dan

harus menjalani masa hukuman untuk mempertanggungjawabkan

perbuatannya, agar setelah selesai masa hukuman dapat memperbaiki

perilakunya dan dapat kembali hidup bermasyarakat dengan baik.

2. Pengertian Remaja

Masa remaja sering disebut sebagai adolesensi atau adolescence

dalam bahasa Inggris, dan berasal dari kata latin adolescere yang berarti

tumbuh ke arah kematangan (Sarwono, 2011). Menurut Sarwono (2004)

Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/582/3/Ratna Maharani BAB II.pdf · keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas

44      

 

kematangan yang dimaksud meliputi kematangan fisik, psikis dan sosial.

Remaja adalah suatu masa dimana individu mengalami perkembangan

psikologis dan pola identifikasi dari anak-anak ke dewasa (Sarwono,

2004).

Sarwono (2011) mengatakan bahwa masa remaja adalah masa

peralihan dari anak-anak ke dewasa, bukan hanya dalam artian psikologis

tetapi juga fisik. Bahkan perubahan-perubahan fisik yang terjadi itulah

yang merupakan gejala primer dalam pertumbuhan remaja, sedangkan

perubahan-perubahan psikologis muncul antara lain sebagai akibat dari

perubahan-perubahan fisik itu.

Menurut Hurlock (1981) remaja adalah individu yang berada

pada usia 12-18 tahun. Stanley Hall (dalam Santrock, 2003) usia remaja

pada rentang usia 12-23 tahun.

Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa

remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa

dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis dalam rentang umur 12 –

23 tahun.

3. Tahap Perkembangan Remaja

Desmita (2013) menyatakan bahwa batasan usia remaja yang

umum digunakan ole para ahli adalah antara 12 tahun hinggga 21 tahun,

rentang waktu ini biasanya dibedakan atas tiga yaitu: 12 – 15 tahun yakni

masa remaja awal, 15 – 18 tahun adalah masa remaja pertengahan,

sedangkan 18 – 21 tahun merupakan masa remaja akhir.

Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/582/3/Ratna Maharani BAB II.pdf · keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas

45      

 

Semua aspek perkembangan dalam masa remaja secara global

berlangsung antara umur 12-21 tahun, dengan pembagian usia 12-15

tahun adalah remaja awal, 15-18 tahun adalah masa remaja pertengahan,

18-21 tahun adalah masa remaja akhir (Sarwono, 2004).

Sarwono juga menjelaskan tahap perkembangan remaja, masa

remaja di bagi menjadi tiga tahap perkembangan, yaitu:

a. Masa remaja awal (12-15 tahun) dengan ciri khas antara lain :

1) Lebih dekat dengan teman sebaya

2) Ingin bebas

3) Lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir

abstrak

b. Masa remaja tengah (15-18 tahun) dengan ciri khas antara lain :

1) Mencari identitas diri

2) Timbulnya keinginan untuk kencan

3) Mempunyai rasa cinta yang mendalam

4) Mengembangkan kemampuan berpikir abstrak

5) Berkhayal tentang aktivitas seks

c. Masa remaja akhir (18-21 tahun) dengan ciri khas antara lain :

1) Pengungkapan identitas diri

2) Lebih selektif dalam mencari teman sebaya

3) Mempunyai citra jasmani dirinya

4) Dapat mewujudkan rasa cinta

5) Mampu berfikir abstrak

Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/582/3/Ratna Maharani BAB II.pdf · keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas

46      

 

Sarwono (2011) mengatakan bahwa konsekwensi dari adanya

ketiga perkembangan yang dialami dimasa remaja menyebabkan perilaku

remaja sering dianggap kurang dewasa.

a. Perkembangan fisik

Perubahan-perubahan fisik yang terbesar pengaruhnya pada

perkembangan jiwa remaja adalah pertumbuhan tubuh (yaitu badan

menjadi panjang dan tinggi), mulai berfungsinya alat-alat reproduksi

(ditandai dengan haid pada wanita dan mimpi basah pada laki-laki)

dan adanya tanda-tanda seksual sekunder.

Adanya perubahan fisik menyebabkan kecanggungan bagi

remaja. Hal tersebut dikarenakan remaja harus menyesuaikan diri

dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Pertumbuhan badan yang

mencolok misalnya, atau pembesaran payudara yang cepat, membuat

remaja merasa tersisih dari teman-temannya. Demikian pula dalam

menghadapi haid dan ejakulasi pertama, remaja perlu mengadakan

penyesuaian-penyesuaian tingkah laku yang tidak selalu bisa

dilakukan dengan mulus, dan terutama apabila tidak mendapat

dukungan dari orang tua (Sarwono, 2011).

b. Perkembangan Psikologis

Perkembangan psikologis meliputi perkembangan kepribadian

dan emosi, perkembangan kognitif dan perkembangan penalaran

moral serta religi. Pada perkembangan kematangan kepribadian dan

Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/582/3/Ratna Maharani BAB II.pdf · keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas

47      

 

emosi, remaja memerlukan status, kemandirian, prestasi dan falsafah

hidup yang memuaskan.

Emosi atau perasaan meliputi rasa senang-tak senang, rasa

benci-sayang, suka-tak suka dan sebagainya, dan semua itu relatif

cepat berubah di dalam masa ini. Bentuk-bentuk emosi yang cepat

berubah di dalam masa ini. Bentuk-bentuk emosi yang sering nampak

pada masa remaja adalah marah, takut, cemas, malu, irihati, cemburu,

sedih, gembira, kasih sayang, dan ingin tahu

c. Perkembangan Sosial

Pada perkembangan sosial remaja terjadi dua macam gerak

pada remaja. Gerak tersebut berupa gerak memisahkan diri dari orang

tua dan gerak menuju teman sebaya individu mencari teman sebaya.

Individu mencari teman sebaya, karena individu berada pada nasib

yang sama, yaitu berada dalam keadaan sementara. Sebagian besar

kehidupan sosial remaja dengan orang tua ditinggalkan dan bergabung

dengan sebaya atau anggota kelompok lain dalam usaha untuk

mencari nilai-mlai baru. Remaja mulai meragukan kewajiban dan

kebijaksanaan orang tua, maupun norma-norma yang ada.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat diambil

kesimpulan bahwa masa remaja merupakan peralihan dari masa

kanak-kanak, bukan hanya mengalami perubahan fisik tapi juga

psikis.Remaja terbagi menjadi 3 berdasarkan umurnya remaja awal

Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/582/3/Ratna Maharani BAB II.pdf · keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas

48      

 

usia 12-15 tahun, remaja tengah 15-18 tahun dan remaja akhir 18-21

tahun.

D. Kecanduan

1. Pengertian

Menurut Chaplin (2011) kecanduan merupakan keadaan

bergantung secara fisik pada suatu obat bius.Pada umumnya, kecanduan

tersebut menambah dosis (toleransi) terhadap suatu obat bius,

ketergantungan fisik dan psikologis, dan menambah pula gejala-gejala

pengasingan diri dari masyarakat, apabila pemberian obat bius tersebut

dihentikan.

Beberapa derajat toleransi dapat melalui penggunaan secara

berulang suatu obat bius.Toleransi tersebut menunjukan adanya bukti,

bahwa reaksi individual terhadap obat bius tersebut cenderung semakin

menurun atau berkurang dengan pengulangan dosisnya. Secara

konsekuen, untuk memperoleh pengaruh yang sama kuat, maka individu

yang memakai obat-obatan tersebut secara berangsur-angsur harus

menambahkan dosisnya (Chaplin, 2011).

Banyak obat bius, terutama obat penenang dan narkotik (bahan

pembius), menyebabkan ketergantungan fisik, yaitu suatu kondisi yang

ditandai dengan gejala-gejala mengasingkan diri apabila penggunaan

obat tersebut diakhiri.Tremor, sering melamun, kejang, dan halusinasi

merupakan kondisi-kondisi putus zat yang banyak ditemukan.

Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/582/3/Ratna Maharani BAB II.pdf · keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas

49      

 

Menurut Baker et al (dalam Pinel, 2009) pecandu kadang-kadang

memakai obat untuk mencegah atau mengurangi gejala-gejala putus zat

(withdrawa)l, tetapi ini bukan faktor pendorong utama dalam adiksinya.

Akan tetapi, kebanyakan pecandu memperbaharui pemakaian obatnya

bahkan setelah berbulan-bulan.

Sedangkan menurut DSM-IV pengertian kecanduan adalah

sebagai kumpulan gejala yang mengindikasikan bahwa seseorang

memiliki kesulitan untuk mengontrol penggunaan suatu zat dan

meneruskan penggunaanya tanpa memperdulikan akibatnya. Sedangkan

pecandu NAPZA adalah seorang penyalahguna NAPZAyang telah

mengalami ketergantungan terhadap satu atau lebih narkotik,

psikotropika, dan zat adiktif lain, baik secara fisik maupun psikis.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat diambil

kesimpulan bahwa kecanduan adalah kondisi ketergantungan inidividu

terhadap sesuatu atau tehadap suatu zat tertentu, dimana jika tidak

terpenuhi maka akan menimbulkan kondisi putus zat.

E. NAPZA

1. Pengertian

NAPZA merupakan akronim dari Narkoba, Psikotropika, dan Zat

Adiktif lainnya yang merupakan jenis obat-obatan yang dapat

mempengaruhi gangguan kesehatan dan kejiwaan (Martono & Joewana,

2008).NAPZA secara umum adalah zat-zat kimiawi yang apabila

Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/582/3/Ratna Maharani BAB II.pdf · keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas

50      

 

dimasukan kedalam tubuh baik secara oral (diminum, dihisap, dishirup

dan disedot) maupun disuntik, dapat mempengaruhi pikiran, suasana hati,

perasaan dan perilaku seseorang. Hal ini dapat menimbulkan gangguan

keadaan sosial yang ditandai dengan indikasi negatif, waktu pemakaian

yang panjang dan pemakaian yang berlebihan (Lumbantobing, 2007)

Napza pada dasarnya merupakan jenis obat atau zat yang berguna

bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan kesehatan seperti terapi,

contohnya adalah morfin, opium, sabu-sabu (amfetamina), PCP

(halusinogen) dan lain-lain (Rozak & Sayitu, 2006).Menurut Budiarta

(2000) Napza merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman, baik

sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau

perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi bahkan

menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Menurut UU RI No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika

menyebutkan bahwa:

a. Narkotika adalah suatu zat atau obat yang berasal dari tanaman

maupun bukan tanaman baik sitesis maupun semi sintesis yang

menyebabkan penurunan dan perubahan kesadaran, mengurangi dan

menghilangkan rasa nyeri serta dapat menimbulkan ketergantungan

secara fisik maupun psikologis.

b. Psikotropika adalah setiap bahan baik alami maupun buatan bukan

narkotika, yng berkhasiat psikoaktof mempunyai pengaruh selektif

Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/582/3/Ratna Maharani BAB II.pdf · keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas

51      

 

pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada

aktifitas mental dan perilaku.

c. Zat adiktif yaitu bahan lain yang buka narkotika atau psikotropika

yang merupakan inhalsi yang penggunannya apat menimbulkan

ketergantungan, misalnya lem, aceton, eter, premix, thiner dan lain-

lain.

Dari beberapa pengertian di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa

NAPZA merupakan akronim dari Narkotika, Psikotropika dan Zat

Adiktif lainnya yang dapat menggangku kesehatan dan kejiwaan

seseorang.Obat-obatan tersebut dapat bermanfaat untuk bidang

kesehatan, tetapi jika disalahgunakan dengan dosis yang tidak tepat

menyebabkan perubahan perilaku dan perasaan seseorang.

2. Jenis-jenis NAPZA

Jenis NAPZA sangat beragam antara lain Narkotika, merupakan

zat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sinteisis maupun

semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan

kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri

dan dapat menimbulkan ketergantungan. Contoh narkotika yang terkenal

adalah ganja, heroin, kokain, morfin, amfetamin, dan lain-

lain.Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintesis

bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif

pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada

aktifitas mental dan perilaku.Sedangkan zat adiktif lainnya adalah zat,

Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/582/3/Ratna Maharani BAB II.pdf · keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas

52      

 

bahan kimia, dan biologi dalam bentuk tunggal maupun campuran yang

dapat membahayakan kesehatan lingkungan hidup secara langsung,

maupun secara tidak langsung yang mempunyai sifat karsinogenik,

teratogenik, korosif, dan iritasi.Bahan-bahan tersebut merupakan zat

adiktif yang bukan termasuk dalam narkotika dan psikotropika, tetapi

mempunyai pengaruh dan efek merusak fisik seseorang jika

disalahgunakan (Martono & Joewana, 2008).

Sedangkan dalam UU No. 22 Tahun 1997 dan UU No. 5 Tahun

1997 tentang narkotika dan psikotropika dijelaskan pembagian obat-

obatan jenis NAPZA sebagai berikut:

a. Narkotika

Menurut UU No. 22 Tahun 1997 tentang narkotika, narkotika

digolongkan kedalam tiga golongan, yaitu:

1) Narkotika golongan I adalah narkotika yang dapat digunakan untuk

tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan

dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi

mengakibatkan ketergantungan. Contoh:heroin, kokain, dan ganja.

2) Narkotika golongan II adalah narkotika yang berkhasiat untuk

pengobatan, digunakan dalam terapi atau tujuan dalam

pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi

mengakibatkan ketergantungan. Contoh: morfin, petidin, turunan

garam dalam golongan tertentu.

Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/582/3/Ratna Maharani BAB II.pdf · keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas

53      

 

3) Narkotika golongan III adalah narkotika yang berkhasiat dalam

pengobatan yang banyak digunakan dalam terapi atau tujuan

pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan

menyebabkan ketergatungan. Contoh: kodein, garam-garam

narkotika dalam golongan tertentu.

b. Psikotropika

Menurut UU No. 5 Tahun 1997 tentang psikotropika yang

dapat digolongkan menjadi empat golongan:

1) Golongan I adalah psikotropika yang hanya digunakan untuk tujuan

ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta

mempunyai potensi yang sangat kuat mengakibatkan sindroma

ketergantungan. Yang termasuk dalam golongan ini yaitu: MDMA,

ekstasi, LSD, ST

2) Golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan

dan dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu

pengetahuan serta mempunyai potensi kuat menimbulkan

ketergantungan. Contoh: amfetamin, fensiklidin, sekobarbital,

metakualon, metilfenidat (Ritalin)

3) Golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan

banyak digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu

pengetahuan serta mempunyai potensi sedang menyebabkan

ketergantungan. Contoh: fenobarbital dan flunitrasepam.

Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/582/3/Ratna Maharani BAB II.pdf · keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas

54      

 

4) Golongan IV adalah psikotropika yang mempunyai khasiat

pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan untuk

tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan

mengakibatkan ketergantungan. Contoh: diazepam, klobazam,

bromazepam, klonazepam, khlordiazepoxiase, nitrazepam (BK,

DUM, MG).

c. Zat Adiktif

Zat adiktif merupakan penghantar untuk memasuki dunia

penyalahgunaan narkoba.Pada mulanya seseorang sekedar mencoba

zat-zat adiktif ini sebelum menjadi pecandu aktif. Zat-zat adiktif yang

banyak digunakan adalah nikotin dalam rokok dan etanol dalam

minuman beralkohol dan pelarut lain yang mudah menguap seperti

aseton, tiner dan lain-lain (Riadi, 2013).

Minuman alcohol dibagi menjadi tiga golongan sesuai dengan

kadar alkoholnya, yaitu:

1) Golongan A adalah minuman beralkohol dengan kadar etanol 1%-

5%. Contoh: bir, greend sand

2) Golongan B adalah minuman beralkohol dengan kadar etanol 5%-

20%. Contoh: anggur kolesom.

3) Golongan C adalah minuman beralkohol dengan kadar etanol 20%-

55%. Contoh: arak, wisky, vodka.

Dari beberapa penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan

pembagian NAPZA yaitu, Narkotika: Narkotika jenis I, Narkotika jenis II,

Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/582/3/Ratna Maharani BAB II.pdf · keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas

55      

 

dan Narkotika jenis II, Psikotropika: Psikotropika jenis I, Psikotropika

jenis II, Psikotropika jenis III, dan Psikotropika jenis IV serta Zat Adiktif

lainnya: Golongan A, Golongan B, dan Golongan C.

F. Lembaga Pemasyarakatan

1. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan

Pengertian Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut

LAPAS menurut Pasal 1 ke- 3 UU No. 12 Tahun 1995 (Lembaran

Negara Nomor 77 tahun 1995) tentang Pemasyarakatan, adalah tempat

untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik

Pemasyarakatan (Riyadi, 2012).Menurut Budiyono (2009) Lembaga

Pemasyarakatan adalah temapt untuk melaksanakan pembinaan

narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Dalam ketentuan Pasal 1

ayat (3) Undang-undang Nomer: 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan

disebutkan bahwa: Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut

LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan

anak didik pemasyarakatan.

G. Pengaruh Penerimaan Diri terhadapPsychological Well BeingPada

Narapidana Remaja

Menurut Soedjono (dalam Rukiman, 2005) penyalahgunaan narkotika

tersebar secara merata dari kalangan atas hingga anak jalanan terutama di

kalangan remaja, pelajar dan mahasiswa.Penyalahgunaan narkotika tersebar

Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/582/3/Ratna Maharani BAB II.pdf · keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas

56      

 

secara merata dari kalangan atas hingga anak jalanan terutama di kalangan

remaja, pelajar dan mahasiswa.Penyalahgunaan narkoba di Indonesia sudah

sampai ke tingkat yang sangat mengkhawatirkan, fakta di lapangan

menunjukkan bahwa 50% penghuni LAPAS (Lembaga Pemasyarakatan)

disebabkan oleh kasus narkoba (Eleanora, 2011).

Menurut Hutapea (2011) pada awal menjalani kehidupan di dalam

Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS), seorang narapidana memasuki suatu

dunia yang amat berbeda dengan kehidupan sebelumnya diluar Lembaga

Permasyarakatan. Cohen dan Tylor (dalam Hutapea, 2011) bahkan

menyebutnya sebagai keruntuhan hidup menyeluruh (“massive life

disruption”).Remaja yang telah masuk dalam Lembaga Permasyarakatan

akan mendapatkan stereotip buruk dari masyarakat, selain itu kondisi yang

penuh tekanan juga akan mempengaruhi kondisi mental para remaja (Holmes

& Rahe, dalam Liwarti, 2013).

Menurut Bartol (Azani, 2012) dampak psikologis hukuman penjara

antara lain: kehilangan identitas diri, kehilangan rasa aman, kehilangan

kemerdekaan individual, kehilangan kebebasan untuk berkomunikasi,

kehilangan pelayanan, kehilangan kasih sayang keluarga, kehilangan harga

diri, kehilangan rasa percaya diri dan kehilangan kehilangan kreatifitas

bahkan impian serta cita-cita narapidana. Kehilangan hak-hak tersebut

menyebabkan terjadinya perubahan dalam kehidupan para narapidana, yang

menyebabkan para narapidana sulit untuk menerima dirinya sendiri.

Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Page 43: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/582/3/Ratna Maharani BAB II.pdf · keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas

57      

 

Penerimaan diri merupakan sikap yang pada dasarnya merasa puas

dengan diri sendiri, kualitas-kualitas dan bakat-bakat sendiri, dan pengakuan

akan keterbatasam-keterbatasan sendiri (Chaplin, 2011). Santrock (2007)

menjelaskan penerimaan diri merupakan suatu kesadaran untuk menerima diri

sendiri apa adanya. Menurut Johnson (dalam Putri, 2012), penerimaan

diridipandang sebagai suatu keadaan dimanaseseorang memiliki penghargaan

yang tinggipada dirinya sendiri. Untuk mencapai suatukonsep diri maka

seseorang harus dapatmenjalankan penerimaan atas dirinya. Ceyhan dan

Ceyhan (dalam Ardila & Herdiana, 2013) individu yang dapat menerima

keadaan dirinya dapat menghormati dirinya sendiri, dapat menyadari sisi

negatif dalam dirinya, dan mengetahui bagaimana untuk hidup bahagia

dengan sisi negatif yang dimilikinya, selain itu individu yang dapat

menerima dirinya memiliki kepribadian yang sehatdan kuat, sedangkan orang

yang tidak dapat menerima dirinya mengalami kesulitan dalam penerimaan

diri tidak menyukai karateristik dirinya sendiri, merasa dirnya tidak berguna

dan tidak percaya diri.

Agar mencapai psychological well being dimensi penerimaan diri

diperoleh terlebih dahulu, melalui adaptasi terhadap diri sendiri sampai

individu mampu menerima dengan baik setiap kondisi yang dialaminya (Aini

& Asiyah, 2013). Remaja yang belum memiliki penerimaan diri yang baik

atas kondisinya saat ini akan berpengarug pada kondisi psychological well

beingnya.

Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Page 44: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/582/3/Ratna Maharani BAB II.pdf · keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas

58      

 

Ryff (dalam Astuti, 2011) menjelaskan bahwa psychological well

being yang kemudian disingkat PWB merupakan pencapaian penuh dari

potensi psikologis seseorang, dimana individu tersebut dpat menerima

kekuatan dan kelemahan yang ada pada dirinya, menciptakan hubungan

positif dengan orang lain yang ada disekitarnya, memiliki kemampuan untuk

mengambil keputusan dan mandiri, mampu dan berkompetensi untuk

mengatur lingkungan, memiliki tujuan hidup dan merasa mampu untuk

melalui perkembangan dalam kehidupannya.

Robinson mendefinisikan PWB sebagai evaluasi terhadap bidang-

bidang kehidupan tertentu (misalnya evaluasi terhadap kehidupan

keluarganya, pekerjaan, masyarakat) atau dengan kata lain seberapa baik

seseorang dapat menjalankan peran-perannya dan dapat memberikan

peramalan yang baik terhadap well being (Ramdhani, 2009).

H. Kerangka Pemikiran

Bagan I. Kerangka Berfikir Penelitian Pengaruh Penerimaan Diri Terhadap

Psychological Well Being Pada Narapidana Remaja

Remaja Penyalahgunaan Obat-obatan

Lembaga Pemasyarakatan

Psychological Well Being

Penerimaan Diri

Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015

Page 45: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/582/3/Ratna Maharani BAB II.pdf · keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas

59      

 

I. Hipotesis

Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan adalah ada

pengaruhpenerimaan diriterhadappsychological well being pada narapidana

remaja pecandu NAPZA.

Tinggi Rendah Tinggi Rendah

Pengaruh Penerimaan Diri..., Ratna Maharani, Fakultas Psikologi UMP, 2015