status ujian elda maharani (0907101050036)

64
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR BPK RSUZA BANDA ACEH STATUS PASIEN RUANGAN Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Seniorpada Bagian / SMFKardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Unsyiah BPK RSUD dr. Zainoel Abidin – BandaAceh Disusun oleh Elda Maharani 0907101050036 Penguji dr. Muhammad Ridwan, Mapp Sc, Sp.JP, FIHA BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA 1

Upload: aulia-urrachman

Post on 24-Dec-2015

11 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

ujian

TRANSCRIPT

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

STATUS PASIEN RUANGANDiajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Seniorpada

Bagian / SMFKardiologi dan Kedokteran Vaskular

Fakultas Kedokteran Unsyiah BPK RSUD dr. Zainoel Abidin – BandaAceh

Disusun oleh

Elda Maharani

0907101050036

Penguji

dr. Muhammad Ridwan, Mapp Sc, Sp.JP, FIHA

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULARFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA

BPK RSUD Dr. ZAINOEL ABIDINBANDA ACEH

2014

1

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena berka

trahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas tinjauan kepustakaan

ini. Shalawat beriring salam penulis sampaikan kepada nabi besar Muhammad

SAW, atas semangat perjuangan dan panutan bagi ummatnya.

Adapun tugas ini berjudul “Congestive Heart Failure” yang diajukan

Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada

Bagian / SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Unsyiah

BPK RSUD dr. Zainoel Abidin – BandaAceh.

Penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi

tingginya kepada dr. M. Ridwan, Sp. JP, FIHA yang telah meluangkan waktunya

untuk memberi arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan tugas ini.

Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh

dari kesempurnaan. Saran dan kritik dari pembimbing dan teman-teman akan

penulis terima dengan tangan terbuka, semoga dapat menjadi bahan pembelajaran

dan bekal di masa mendatang.

Banda Aceh, Juli 2014

Penulis

2

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

DAFTAR ISI

HalamanJUDUL........................................................................................................................iKATA PENGANTAR .............................................................................................iiDAFTAR ISI ...........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................32.1 Definisi.............................................................................................32.2 Klasifikasi........................................................................................32.3 Etiologi.............................................................................................72.4 Patofisiologi...................................................................................102.5 Diagnosis........................................................................................142.6 Penanganan....................................................................................17

BAB III STATUS PASIEN .............................................................................23

BAB IV ANALISA KASUS ............................................................................34

BAB V PENUTUP ..........................................................................................38

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................39

3

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

BAB I

PENDAHULUAN

Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan

merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung.

Gagal Jantung menjadi perhatian dunia kesehatan, mulai dari insidensi dan angka

perawatan di rumah sakit serta biaya perawatannya yang terus meningkat.1

Diperkirakan 1-2% dari seluruh jumlah populasi dewasa di negara maju

memiliki gagal jantung dengan prevalensi yang meningkat sebanyak 10% pada

usia di atas 70 tahun.1 Penelitian lain menyebutkan bahwa diperkirakan 670.000

kasus gagal jantung baru di USA setiap tahunnya mengenai usia di atas 45 tahun.

Insidensi gagal jantung meningkat pada usia yang lebih tua, untuk usia 65-74

tahun dengan angka 9.200 kasus/tahun untuk laki-laki dan 4.700 kasus/tahun

untuk wanita. Pada usia 75-84 tahun, angka insidensi 22.300 kasus/tahun untuk

laki-laki dan 14.800 kasus/tahun untuk perempuan. Sedangkan usia 75-84 tahun,

angka insidensinya adalah 41.900 kasus/tahun untuk laki-laki dan 32.700

kasus/tahun untuk perempuan. Secara umum, terjadi peningkatan sebanyak 20%

untuk menjadi kasus gagal jantung pada usia di atas 40 tahun.1

Angka perawatan gagal jantung di rumah sakit juga meningkat 3 kali lipat

pada penelitian prospektif yang telah dilakukan pada tahun 1979 hingga 2004, hal

ini sesuai peningkatan usia harapan hidup dan kemajuan pengobatan kardiologi,

sehingga kasus yang ditemui juga lebih banyak.1

Prevalensi gagal jantung di negara berkembang cukup tinggi dan makin

meningkat. Setengah dari pasien yang terdiagnosis gagal jantung masih punya

harapan hidup 5 tahun. Penelitian Framingham menunjukkan mortalitas 5 tahun

sebesar 62% pada pria dan 42% wanita.1

Gagal jantung juga menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama

pada beberapa negara industri maju dan negara berkembang seperti Indonesia.

Sindroma gagal jantung ini merupakan masalah yang penting pada usia lanjut,

dikarenakan prevalensi yang tinggi dengan prognosis yang buruk. Prevalensi

gagal jantung kongetif akan meningkat seiring dengan meningkatnya populasi

usia lanjut, karena populasi usia lanjut dunia bertambah dengan cepat dibanding

4

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

penduduk dunia seluruhnya, relatif bertambah besar pada negara berkembang

termasuk Indonesia.1

Gagal jantung susah dikenali secara klinis, karena beragamnya

keadaan klinis serta tidak spesifik serta hanya sedikit tanda-tanda klinis pada

tahap awal penyakit. Perkembangan terkini memungkinkan untuk mengenali

gagal jantung secara dini serta perkembangan pengobatan yang memperbaiki

gejala klinis, kualitas hidup, penurunan angka perawatan, memperlambat

progresifitas penyakit dan meningkatkan kelangsungan hidup.2

5

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Gagal jantung didefinisikan sebagai kondisi dimana jantung tidak lagi

dapat memompakan cukup darah ke jaringan tubuh. Keadaan ini dapat

timbul dengan atau tanpa penyakit jantung. Gangguan fungsi jantung dapat

berupa gangguan fungsi diastolik atau sistolik, gangguan irama jantung, atau

ketidaksesuaian preload dan afterload. Keadaan ini dapat menyebabkan

kematian pada pasien.3

2.2 KLASIFIKASI

Gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal jantung kiri dan gagal

jantung kanan. Gagal jantung juga dapat dibagi menjadi gagal jantung akut, gagal

jantung kronis dekompensasi, serta gagal jantung kronis.3

Gagal Jantung Kiri3

Peningkatan tekanan atrium kiri meningkatkan tekanan vena pulmonalis

dan menyebabkan kongesti paru dan akhirnya edema alveolar, mengakibatkan

sesak nafas, batuk, dan terkadang hemoptisis.

Manifestasi klinis gagal jantung kiri yaitu : Penurunan kapasitas aktivitas,

dispnu awalnya timbul pada aktivitas namun bila gagal ventrikel kiri berlanjut

dapat terjadi saat istirahat, menyebabkan dispnue nocturnal paroksismal

(paroxysmal nocturnal dyspnoea/PND), batuk (hemoptisis), letargi dan kelelahan,

penurunan nafsu makan dan berat badan,kulit lembab, tekanan darah (tinggi,

rendah, atau normal), denyut nadi (volume normal atau rendah) atau irregular

karena ektopik atau AF. Pulsus alternans dapat ditemukan pergeseran apeks ke

lateral (dilatasi LV), pada auskultasi didapat bunyi jantung ketiga (S3), gallop dan

murmur total dari regurgitasi mitral sekunder, krepitasi paru karena edema

alveolar.

6

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

Secara klasik, kongesti dan edema pulmoner yang disebabkan oleh

gangguan aliran keluar darahdari paru-paru.Berkurangnya perfusi darah renal

(karena berkurangnya curah jantung) yang menyebabkan retensi garam (dan air

yang menyertai) untuk meningkatkan volume darah. Nekrosis tubuler akut karena

iskemia.Gangguan ekskresi zat sisa sehingga terjadi azotemia renal.Berkurangnya

perfusi darah pada sistem saraf pusat, yang sering menyebabkan ensefalopati

hipoksia, dengan gejala yang berkisar dari iritabilitas hingga koma.

Gagal Jantung Kanan3

Gagal jantung kanan paling sering disebabkan oleh gagal jantung

kiri .Gagal jantung kanan yang sejati dapat terjadi karena penyakit katup trikuspid

atau pulmonalis atau karena penyakit vaskular pulmoner atau penyakit intrinstik

pulmoner yang menghalangi aliran keluar darah dari ventrikel kanan.

Manifestasi gagal jantung kanan adalah :Pembengkakan pergelangan kaki,

dispnu (namun bukan ortopnu atau PND), penurunan kapasitas aktivitas, nyeri

dada. Memiliki tanda-tanda berupa denyut nadi (aritmia takikardi), peningkatan

JVP, edema, hepatomegali dan asites, gerakan bergelombang parasternal, S3 atau

S4 RV, efusi pleura.

Kongesti portal, sistemik, dan edema dependen perifer, misalnya kaki,

pergelangan kaki, sakrum engan disertai efusi.Hepatomegali dengan kongesti

sentrilobuler dan atrofi hepatosit sentral. (kongesti pasif yang kronik).

Splenomegali kongestif dengan dilatasi sinusoid, perdarahan fokal, endapan

hemosiderin dan fibrosis.

Gagal jantung akut

Gagal jantung akut didefinisikan sebagai serangan cepat (rapid onset) dari

gejala-gejala atau tanda-tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi

dengan atau tanpa adanya sakit jantung sebelumnya. Disfungsi jantung bisa

berupa disfungsi sistolik atau disfungsi diastolik, keadaan irama jantung yang

abnormal atau ketidakseimbangan dari preload atau afterload. Gagal jantung akut

dapat berupa acute de novo (serangan baru dari gagal jantung akut, tanpa ada

kelainan jantung sebelumnya) atau dekompensasi akut dari gagal jantung kronik.19

7

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

Klasifikasi gagal jantung akut berdasarkan manifestasi klinis:20

a. Gagal jantung dekompensasi (Acute decompensated congestive heart failure)

Biasanya ada riwayat perburukan progresif pada pasien yang telah diketahui

gagal jantung yang sedang dalam pengobatan dan bukti adanya bendungan paru

dan sistemik.

b. Gagal jantung akut hipertensif (Acute heart failure with hypertension/crisi

hypertension)

Tanda dan gejala gagal jantung disertai peningkatan tekanan darah dan

biasanya fungsi ventrikel kiri masih baik. Terdapat bukti peningkatan tonus

simpatis dengan takikardi dan vasokonstriksi. Responsnya cepat terhadap terapi

yang tepat dan mortaliti rumah sakitnya rendah.

c. Gagal jantung akut dengan edema paru (Acute heart failure with pulmonary

edema)

Pasien yang datang dengan distress pernafasan berat, takipnoe, dan

ortopnoe, dengan ronki basah halus seluruh lapangan paru. Saturasi O2 arteri

biasanya < 90° pada udara ruangan sebelum diterapi oksigen.

d. Syok kardiogenik (Cardiogenic shock/ low output syndrome)

Adanya bukti hipoperfusi jaringan akibat gagal jantung setelah dilakukan

koreksi preload dan aritmia mayor. Bukti hipoperfusi organ dan bendungan paru

terjadi dengan cepat.

e. High output failure

Ditandai tingginya curah jantung, umumnya disertai laju jantung yang

sangat cepat (penyebabnya antara lain: aritmia, tirotoksikosis, anemia, penyakit

paget, iatrogenik), dengan perifer hangat, kongesti paru, dan kadang tekanan

darah yang rendah seperti pada syok septik.

8

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

g. Sindrom koroner akut dan gagal jantung

Banyak pasien gagal jantung datang dengan gambaran klinis dan bukti

laboratoris sindrom koroner akut. Sekitar 15% pasien dengan sindrom koroner

akut memiliki tanda dan gejala gagal jantung akut.

Ada beberapa klasifikasi lain gagal jantung akut yang biasa dipakai di

perawatan intensif, yaitu klasifikasi Killip yang berdasarkan tanda-tanda klinis

dan foto thoraks, serta klasifikasi Forrester berdasarkan gambaran klinis dan dan

status hemodinamik pada infark miokard akut.

Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan pada penderita infark miokard

akut, dengan pembagian3:

- Derajat I : Tanpa gagal jantung

- Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal paru, S3

galop dan peningkatan tekanan vena pulmonalis

- Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru seluruh lapangan paru.

- Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik 90

mmHg) dan vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan

diaforesis).

Klasifikasi Stevenson menggunakan tampilan klinis dengan melihat

tanda kongesti dan kecukupan perfusi. Kongesti didasarkan adanya ortopnea,

distensi vena juguler, ronki basah, refluks hepato jugular, edema perifer, suara

jantung pulmonal yang berdeviasi ke kiri, atau square wave blood pressure pada

manuver valsava.

Klasifikasi yang lain telah divalidasi pada perawatan kardiomiopati, yang

berdasarkan sirkulasi perifer (perfusion) dan auskultasi paru (congestion),

diklasifikasikan menjadi:

· Kelas I (A) : kering dan hangat (warm and dry)

· Kelas II (B) : basah dan hangat (wet and warm)

· Kelas III (L) : kering dan dingin (dry and cold)

· Kelas IV (L) : basah dan dingin (wet and cold)

9

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

Gagal jantung kronik

Suatu definisi objektif yang sederhana untuk menentukan batasan gagal

jantung kronik hampir tidak mungkin dibuat karena tidak terdapat nilai batas yang

tegas pada disfungsi ventrikel. Guna kepentingan praktis, gagal jantung kronik

didefinisikan sebagai sindrom klinik yang kompleks yang disertai keluhan gagal

jantung berupa sesak, fatik, baik dalam keadaan istirahat atau aktivitas, edema dan

tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan isrirahat.19

2.3 ETIOLOGI

Penyakit arteri koroner dan hipertensi di negara maju merupakan

penyebab terbanyak sedangkan di negara berkembang yang menjadi penyebab

terbanyak adalah penyakit jantung katup dan penyakit jantung akibat

malnutrisi.4

Penyakit jantung koroner pada Framingham Study dikatakan sebagai

penyebab gagal jantung pada 46% laki-laki dan 27% pada wanita. Faktor

risiko koroner seperti diabetes dan merokok, berat badan, tingginya rasio

kolesterol total dengan HDL, hipertensi juga merupakan faktor yang dapat

berpengaruh pada perkembangan dari gagal jantung, termasuk Hipertensi

ventrikel kiri yang dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik

dan meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk

terjadinya aritmia baik itu aritmiaatrial maupun ventrikel. Ekokardiografi yang

menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan kuat dengan perkembangan

gagal jantung.4

Kardiomiopati didefinisikan sebagai penyakit pada otot jantung yang

bukan disebabkan oleh penyakit koroner, hipertensi, maupun penyakit jantung

kongenital, katup ataupun penyakit pada perikardial. Kardiomiopati dibedakan

menjadi empat kategori fungsional : dilatasi (kongestif), hipertrofik, restriktif

dan obliterasi.4

Kardiomiopati dilatasi merupakan penyakit otot jantung dimana terjadi

dilatasi abnormal pada ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan.

Penyebabnya antara lain miokarditis virus, penyakit pada jaringan ikat seperti

SLE, sindrom Churg-Strauss dan poliarteritis nodosa.4

10

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

Kardiomiopati hipertrofik dapat merupakan penyakit keturunan

(autosomal dominan) meski secara sporadik masih memungkinkan. Ditandai

dengan adanya kelainan pada serabut miokard dengan gambaran khas

hipertrofi septum yang asimetris yang berhubungan dengan obstruksi outflow

aorta (kardiomiopati hipertrofik obstruktif).4

Kardiomiopati restriktif ditandai dengan kekakuan serta compliance

ventrikel yang buruk, tidak membesar dan dihubungkan dengan kelainan

fungsi diastolik (relaksasi) yang menghambat pengisian ventrikel.4,5

Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik,

walaupun saat ini sudah mulai berkurang kejadiannya di negara maju.

Penyebab utama terjadinya gagal jantung adalah regurgitasi mitral dan

stenosis aorta. Regurgitasi mitral (dan regurgitasi aorta) menyebabkan

kelebihan beban volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta

menimbulkan beban tekanan (peningkatan afterload).4

Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan

dihubungkan dengan kelainan struktural termasuk hipertofi ventrikel kiri pada

penderita hipertensi. Atrial fibrilasi dan gagal jantung seringkali timbul

bersamaan. 4

Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal

jantung akut maupun gagal jantung akibat aritmia (tersering atrial fibrilasi).

Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan kardiomiopati dilatasi

(penyakit otot jantung alkoholik). Alkohol menyebabkan gagal jantung 2-3%

dari kasus. Alkohol juga dapat menyebabkan gangguan nutrisi dan defisiensi

tiamin.4

Obat-obatan juga dapat menyebabkan gagal jantung. Obat kemoterapi

seperti doxorubicin dan obat anti virus seperti zidofudin juga dapat

menyebabkan gagal jantung akibat efek toksik langsung terhadap otot jantung.4

Meskipun gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat dari sebagian besar

bentuk penyakit jantung, di Amerika Serikat dan Eropa Barat, penyakit jantung

iskemik bertanggung jawab sebanyak tiga perempat dari semua kasus.

Kardiomiopati menempati urutan kedua, sementara kasus bawaan, penyakit katup

jantung, dan penyakit jantung hipertensi adalah penyebab lain yang posisinya

11

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

terletak di bawah dua penyebab di atas. Hal ini penting untuk mengidentifikasi

potensi pengobatan penyebab gagal jantung, seperti ketiga kelompok di atas.5

Beberapa sistem klasifikasi telah dibuat untuk mempermudah dalam

pengenalan dan penanganan gagal jantung. Sistem klasifikasi tersebut antara lain

pembagian berdasarkan Killip yang digunakan pada infark miokard akut,

klasifikasi berdasarkan tampilan klinis yaitu klasifikasi NYHA dan American

College of Cardiology/American College Heart Association.

Berdasarkan klasifikasi fungsional NYHA (New York Heart Association)

yaitu :6

I. Tidak terdapat batasan dalam melakukan aktivitas fsik. Aktivitas fisik

sehari-hari tidak menimbulkan kelelahan, palpitasi, atau sesak.

II. Terdapat batas aktivitas ringan. Tidak terdapat keluhan saat istirahat,

namun aktivitas fisik sehari-hari menimbulkan kelelahan, palpitasi, atau

sesak nafas.

III. Terdapat batasan aktivitas bermakna. Tidak terdapat keluhan saat istirahat,

tetapi aktifitas fisik ringan menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak.

IV. Tidak terdapat batasan aktivitas fisik tanpa keluhan, terdapat gejala saat

istirahat. Keluhan meningkat saat melakukan aktivitas.

Klasifikasi Gagal jantung menurut American College of Cardiology/

American College Heart Association yaitu :6

Stadium A : Memiliki resiko tinggi untuk berkembang menjadi gagal jantung.

tidak terdapat gangguan fungsional jantung, tidak terdapat tanda

atau gejala.

Stadium B : Telah terbentuk penyakit struktur jantung yang berhubungan

dengan perkembangan gagal jantung, tidak terdapat tanda atau

gejala.

Stadium C : Gagal jantung yang simtomatis berhubungan dengan penyakit

Struktural jantung yang mendasari.

Stadium D : Penyakit struktural jantung yang lanjut serta gagal jantung yang

sangat bermakna saat istirahat walaupun sudah mendapat terapi

medis maksimal.

12

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

2.4 PATOFISIOLOGI

Gagal jantung merupakan kelainan multisitem dimana terjadi

gangguan pada jantung, otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf

simpatis serta perubahan neurohormonal yang kompleks.4

Gagal jantung kongestif terjadi sewaktu kontraktilitas jantung berkurang

dan ventrikel tidak mampu memompa keluar darah sebanyak yang masuk selama

diastol.Hal ini menyebabkan volume diastolik akhir ventrikel secara progresif

bertambah.Peningkatan progresif volume diastolik akhir, sel-sel otot ventrikel

mengalami peregangan melebihi panjang optimumnya sehingga serat-serat otot

tertinggal dalam kurva panjang-tegangan.Tegangan yang dihasilkan menjadi

berkurang karena ventrikel teregang oleh darah.Semakin terisi berlebihan

ventrikel, semakin sedikit darah yang dapat dipompa keluar sehingga akumulasi

darah dan peregangan serat otot bertambah. Akibatnya volume sekuncup curah

jantung dan tekanan darah turun.5

Penurunan tekanan darah dirasakan oleh baroreseptor. Hal ini terjadi

karena respon-respon reflek tersebut menyebabkan peningkatan pengisian

ventrikel (preload) atau semakin menurunkan volume sekuncup dengan

meningkatkan afterload yang harus dilawan oleh kerja pompa ventrikel.

Peningkatan preload dan afterload menyebabkan peningkatan beban kerja

dan kebutuhan oksigen jantung. Kebutuhan oksigen yang meningkat tidak dapat

terpenuhi hingga serat-serat otot menjadi hipoksik sehingga kontraktilitas

berkurang. Siklus perburukan gagal jantung terus berulang. Refleks terus

menyebabkan peningkatan pengisian dan peregangan jantung dan/atau afterload.

Maka tekanan darah terus berada di bawah normal, sehingga refleks-refleks

tersebut tetap dipertahankan dan ditingkatkan. Gagal jantung akan berlanjut,

kecuali siklus pengisian berlebihan darah dapat ditangani.5

Bila curah jantung oleh suatu keadaan menjadi tidak cukup untuk

memenuhi kebutuhan metabolism tubuh, maka jantung akan memakai mekanisme

kompensasi. Mekanisme kompensasi ini dipakai untuk mengatasi beban kerja,

diupayakan memelihara tekanan darah yang masih memadai untuk perfusi alat-

alat vital. Mekanisme ini mencakup : 7

1. Mekanisme Frank-Starling

13

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

2. Pertumbuhan hipertrofi ventrikel

3. Aktivitas neurohormonal

4. Sistem saraf adrenergik

5. Sistem Renin Angiotensin

6. Hormon antidiuretic

Mekanisme Frank Starling7

Mekanisme Frank-Starling berarti makin besar otot jantung diregangkan

selama pengisian, makin besar kekuatan kontraksi dan makin besar pula jumlah

darah yang dipompa ke dalam aorta atau arteri pulmonalis.

Penurunan isi sekuncup mengakibatkan pengosongan ruang yang tidak

sempurna sewaktu jantung berkontraksi sehingga volume darah yang menumpuk

dalam ventrikel semasa diastole lebih tinggi dibandingkan normal. Hal ini bekerja

sebagai mekanisme kompensasi karena kenaikan beban awal (atau volume akhir

diastolik) merangsang isi sekuncup yang lebih besar pada kontraksi berikutnya,

yang membantu mengosongkan ventrikel kiri yang membesar.

Hipertrofi Ventrikel7

Stres pada dinding ventrikel meningkat akibat dilatasi (peningkatan radius

ruang)atau beban akhir yang tinggi (misalnya pada stenosis aortik atau hipertensi

yang tidak terkendali.

Peningkatan volume akhir diastol juga akan meningkatkan tekanan di

dinding ventrikel yang jika terjadi terus-menerus, maka akan merangsang

pertumbuhan hipertrofi ventrikel. Terjadinya hipertrofi ventrikel berfungsi untuk

mengurangi tekanan dinding dan meningkatkan massa serabut otot sehingga

memelihara kekuatan kontraksi ventrikel. Dinding ventrikel yang mengalami

hipertrofi akan meningkat kekakuannya (elastisitas berkurang) sehingga

mekanisme kompensasi ini selalu diikuti dengan penigkatan tekanan diastolik

ventrikel yang selanjutnya juga menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri.

Aktivasi Neurohormonal7

14

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

Perangsangan neurohormonal merupakan mekanisme kompensasi yang

mencakup sistem saraf adrenergic, sistem rennin angiotensin, peningkatan

produksi hormone antidiuretik, semua sebagai jawaban terhadap penurunan curah

jantung.Semua mekanisme meningkatkan tahanan pembuluh sistemik, sehingga

mengurangi setiap penurunan tekanan darah.Selanjutnya menyebabkan retensi

garam dan air yang pada awalnya bermanfaat meningkatkan volume intravaskuler

dan beban awal ventrikel kiri, memaksimalkan isi sekuncup melalui mekanisme

Frank starling.

Sistem Syaraf Adrenergik7

Penurunan curah jantung oleh reseptor-reseptor di sinus karotis dan arkus

aorta sebaga penurunan perfusi. Reseptor ini mengurangi laju pelepasan rangsang

sebanding dengan penurunan tekanan darah. Arus simpatis ke jantung dan

sirkulasi perifer meningkat dan tonus parasimpatis berkurang. Ada tiga hal yang

segera terjadi, yaitu :

1. Peningkatan laju debar jantung

2. Peningkatan kontraktilitas ventrikel

3. Vasokonstriksi akibat stimulasi reseptor-reseptor alfa pada vena-vena dan

arteri sistemik.

Konstriksi arteriolar pada gagal jantung meningkatkan tahanan pembuluh

perifer sehingga membantu memelihara tekanan darah.

Sistem Renin Angiotensin7

15

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

Penurunan perfusi ginjal menyebabkan stimulasi sistem rennin angiotensin

aldosteron (RAA) yang menyebabkan peningkatan kadar renin, angiotensin II

plasma, dan aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor kuat pada

arteriol eferen (dan sistemik) ginjal, yang menstimulasi pelepasan norepinefrin

(noradrenalin) dari ujung saraf simpatik, menghambat tonus vagal, dan membantu

pelepasan aldosteron dari adrenal, menyebabkan retensi natrium dan air serta

ekskresi kalium di ginjal. Gangguan fungsi hati pada gagal jantung dapat

menurunkan metabolisme aldosteron, sehingga meningkatkan kadar aldosteron

lebih lanjut.

Gambar 1. Mekanisme Sistem Renin Angiotensin

Hormon Antidiuretik7

Pada gagal jantung, sekresi hormone anti diuretik oleh kelenjar hipofisis

posterior meningkat, karena rangsang terhadap baroreseptor di arteri dan atrium

kiri serta oleh kadar Angitensin II meningkat dalam sirkulasi.

Hormon antidiuretik berperan meningkatkan volume intravaskuler karena

ia meningkatkan retensi cairan melalui nefron distal. Kenaikan cairan

16

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

intravaskuler inilah yang meningkatkan beban awal ventrikel kiri dan curah

jantung.

Endotelin disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan merupakan

peptide vasokonstriktor yang poten menyebabkan efek vasokonstriksi pada

pembuluh darah ginjal, yang bertanggung jawab atas retensi natrium. Konsentrasi

endoteli-1 plasma akan semakin meningkat sesuai dengan derajatgagal jantung.

Selain itu juga berhubungan dengan tekanan pulmonary artery capillary wedge

pressure, perlu perawatan dan kematian. Telah dikembangkan endotelin-1

antagonis sebagai obat kardioprotektor yang bekerja menghambat terjadinya

remodeling vascular dan miokardial akibat endotelin.5

2.5 DIAGNOSIS

Secara klinis pada penderita gagal jantung dapat ditemukan gejala

dan tanda seperti sesak nafas saat aktivitas, edema paru, peningkatan JVP,

hepatomegali, edema tungkai.8,9,10

Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk mendiagnosis

adanya gagal jantung antara lain foto thorax, EKG 12 lead, ekokardiografi,

pemeriksaan darah, pemeriksaan radionuklide, angiografi dan tes fungsi paru.2,11,12

Pada pemeriksaan foto dada dapat ditemukan adanya pembesaran

siluet jantung (cardio thoraxic ratio> 50%), gambaran kongesti vena

pulmonalis terutama di zona atas pada tahap awal, bila tekanan vena

pulmonal lebih dari 20 mmHg dapat timbul gambaran cairan pada fisura

horizontal dan garis Kerley B pada sudut kostofrenikus. Bila tekanan lebih

dari 25 mmHg didapatkan gambaran batwing pada lapangan paru yang

menunjukkan adanya udema paru bermakna. Dapat pula tampak gambaran

efusi pleura bilateral, tetapi bila unilateral, yang lebih banyak terkena adalah

bagian kanan.8,10

Pada elektrokardiografi 12 lead didapatkan gambaran abnormal pada

hampir seluruh penderita dengan gagal jantung, meskipun gambaran normal

dapat dijumpai pada 10% kasus. Gambaran yang sering didapatkan antara

lain gelombang Q, abnormalitas ST-T, hipertrofi ventrikel kiri, bundle branch

block dan fibrilasi atrium. Bila gambaran EKG dan foto dada keduanya

17

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

menunjukkan gambaran yang normal, kemungkinan gagal jantung sebagai

penyebab dispneu pada pasien sangat kecil kemungkinannya.8

Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang sangat berguna

pada gagal jantung. Ekokardiografi dapat menunjukkan gambaran obyektif

mengenai struktur dan fungsi jantung. Penderita yang perlu dilakukan

ekokardiografi adalah : semua pasien dengan tanda gagal jantung, susah bernafas

yang berhubungan dengan murmur, sesak yang berhubungan dengan fibrilasi

atrium, serta penderita dengan risiko disfungsi ventrikel kiri (infark miokard

anterior, hipertensi tak terkontrol, atau aritmia). Ekokardiografi dapat

mengidentifikasi gangguan fungsi sistolik, fungsi diastolik, mengetahui adanya

gangguan katup, serta mengetahui risiko emboli.8

Pemeriksaan darah perlu dikerjakan untuk menyingkirkan anemia

sebagai penyebab susah bernafas, dan untuk mengetahui adanya penyakit

dasar serta komplikasi. Pada gagal jantung yang berat akibat berkurangnya

kemampuan mengeluarkan air sehingga dapat timbul hiponatremia dilusional,

karena itu adanya hiponatremia menunjukkan adanya gagal jantung yang

berat.

Pemeriksaan serum kreatinin perlu dikerjakan selain untuk mengetahui

adanya gangguan ginjal, juga mengetahui adanya stenosis arteri renalis

apabila terjadi peningkatan serum kreatinin setelah pemberian angiotensin

converting enzyme inhibitor dan diuretik dosis tinggi.

Pada gagal jantung berat dapat terjadi proteinuria. Hipokalemia dapat

terjadi pada pemberian diuretik tanpa suplementasi kalium dan obat

potassium sparring. Hiperkalemia timbul pada gagal jantung berat dengan

penurunan fungsi ginjal, penggunaan ACE-inhibitor serta obat potassium

sparring.8

Pada gagal jantung kongestif tes fungsi hati (bilirubin, AST dan

LDH) gambarannya abnormal karena kongesti hati. Pemeriksaan profil lipid,

albumin serum fungsi tiroid dianjurkan sesuai kebutuhan. Pemeriksaaan

penanda BNP sebagai penanda biologis gagal jantung dengan kadar BNP

plasma 100pg/ml dan plasma NT-proBNP adalah 300 pg/ml.3,8,12,13,14

18

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

Pemeriksaan radionuclide atau multigated ventrikulografi dapat

mengetahui ejection fraction, laju pengisisan sistolik, laju pengosongan diastolik

dan abnormalitas dari pergerakan dinding.Angiografi dikerjakan pada nyeri dada

berulang akibat gagal jantung. Angiografi ventrikel kiri dapat mengetahui

gangguan fungsi yang global maupun segmental serta mengetahui tekanan

diastolik, sedangkan kateterisasi jantung kanan (atrium kanan, ventrikel kanan dan

arteri pulmonalis) serta pulmonary artery capillary wedge pressure.8,15

Gambar 2.Alur Diagnostik pada Gagal Jantung

Selain itu kriteria Firmingham dapat digunakan untuk diagnosis gagal

jantung kongestif. Menurut Framingham kriterianya gagal jantung kongestif ada 2

kriteria yaitu kriteria mayor dan kriteria minor. Adapun kriterianya adalah sebagai

berikut:12

a. Kriteria mayor terdiri dari:

1) Dispnea nokturnal paroksismal atau ortopnea

2) Peningkatan tekanan vena jugularis

19

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

3) Ronkhi basah tidak nyaring

4) Kardiomegali

5) Edema paru akut

6) Gallop di S3

7) Refluks hepatojugular

b. Kriteria minor terdiri dari:

1) Edema pergelangan kaki

2) Batuk malam hari

3) Dyspnea d’ effort

4) Hepatomegali

5) Efusi pleura

6) Kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal

7) Takikardi

Diagnosis ditegakkan dari dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dan

dua kriteria minor harus ada di saat bersamaan.

2.6 PENANGANAN

Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan

secara non farmakologis dan secara farmakologis, keduanya dibutuhkan

karena akan saling melengkapi untuk penatalaksaan penderita gagal jantung.

Penatalaksanaan gagal jantung baik itu akut dan kronik ditujukan untuk

memperbaiki gejala dan prognosis, meskipun penatalaksanaan secara

individual tergantung dari etiologi serta beratnya kondisi sehingga semakin

cepat kita mengetahui penyebab gagal jantung akan semakin baik

prognosisnya.3,13

Penatalaksanaan non farmakologis yang dapat dikerjakan antara lain

adalah dengan menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya, pengobatan

serta pertolongan yang dapat dilakukan sendiri. Perubahan gaya hidup seperti

pengaturan nutrisi dan penurunan berat badan pada penderita dengan

kegemukan. Pembatasan asupan garam, konsumsi alkohol, serta pembatasan

asupan cairan perlu dianjurkan pada penderita terutama pada kasus gagal

jantung kongestif berat. Penderita juga dianjurkan untuk berolahraga karena

mempunyai efek yang positif terhadap otot skeletal, fungsi otonom, endotel

20

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

serta neurohormonal dan juga terhadap sensitifitas terhadap insulin meskipun

efek terhadap kelangsungan hidup belum dapat dibuktikan.

Gagal jantung kronis mempermudah dan dapat dicetuskan oleh infeksi

paru sehingga vaksinasi terhadap influenza dan pneumococal perlu

dipertimbangkan. Profilaksis antibiotik pada operasi danprosedurgigi diperlukan

terutama pada penderita dengan penyakit katup primer maupun pengguna

katup prostesis.13

Penatalaksanaan gagal jantung kronis meliputi penatalaksaan non

farmakologis dan farmakologis. Gagal jantung kronis bisa terkompensasi

ataupun dekompensasi. Gagal jantung terkompensasi biasanya stabil, dengan

tanda retensi air dan edema paru tidak dijumpai. Dekompensasi berarti

terdapat gangguan yang mungkin timbul adalah episode udema paru akut

maupun malaise, penurunan toleransi latihan dan sesak nafas saat aktifitas.

Penatalaksaan ditujukan untuk menghilangkan gejala dan memperbaiki

kualitas hidup. Tujuan lainnya adalah untuk memperbaiki prognosis serta

penurunan angka rawat.14

Obat-obat yang biasa digunakan untuk gagal jantung kronis antara lain:

diuretik (loop dan thiazide), angiotensin converting enzyme inhibitors, blocker

(carvedilol, bisoprolol, metoprolol), digoxin, spironolakton, vasodilator

(hydralazine /nitrat), antikoagulan, antiaritmia, serta obat positif inotropik.14-15

Pada penderita yang memerlukan perawatan, restriksi cairan (1,5-2

l/hari) dan pembatasan asupan garam dianjurkan pada pasien. Tirah baring jangka

pendek dapat membantu perbaikan gejala karena mengurangi metabolisme

serta meningkatkan perfusi ginjal. Pemberian heparin subkutan perlu

diberikan pada penderita dengan imobilitas.14

Pemberian antikoagulan diberikan pada pemderita dengan fibrilasi

atrium, gangguan fungsi sistolik berat dengan dilatasi ventrikel.13 Penderita gagal

jantung akut datang dengan gambaran klinis dispneu, takikardia serta cemas,

pada kasus yang lebih berat penderita tampak pucat dan hipotensi. Adanya trias

hipotensi (tekanan darah sistolik < 90 mmHg), oliguria serta cardiac output

yang rendah menunjukkan bahwa penderita dalam kondisi syok kardiogenik.

21

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

Gagal jantung akut yang berat serta syok kardiogenik biasanya timbul

pada infark miokard luas, aritmia yang menetap (fibrilasi atrium maupun

ventrikel) atau adanya problem mekanis seperti ruptur otot papilari akut

maupun defek septum ventrikel pasca infark.3,15 Gagal jantung akut yang berat

merupakan kondisi emergensi dimana memerlukan penatalaksanaan yang tepat

termasuk mengetahui penyebab, perbaikan hemodinamik, menghilangan

kongesti paru, dan perbaikan oksigenasi jaringan.3

Menempatkan penderita dengan posisi duduk dengan pemberian

oksigen konsentrasi tinggi dengan masker sebagai tindakan pertama yang

dapat dilakukan. Monitoring gejala serta produksi kencing yang akurat

dengan kateterisasi urin serta oksigenasi jaringan dilakukan di ruangan

khusus. Base excess menunjukkan perfusi jaringan, semakin rendah menunjukkan

adanya asidosis laktat akibat metabolisme anerob dan merupakan prognosa yang

buruk. Koreksi hipoperfusi memperbaiki asidosis, pemberian bikarbonat hanya

diberikan pada kasus yang refrakter.13

Pemberian loop diuretik intravena seperti furosemid akan menyebabkan

venodilatasi yang akan memperbaiki gejala walaupun belum ada diuresis. Loop

diuretik juga meningkatkan produksi prostaglandin vasdilator renal. Efek ini

dihambat oleh prostaglandin inhibitor seperti obat antiflamasi nonsteroid,

sehingga harus dihindari bila memungkinkan.3,16

Opioid parenteral seperti morfin atau diamorfin penting dalam

penatalaksanaan gagal jantung akut berat karena dapat menurunkan

kecemasan, nyeri dan stress, serta menurunkan kebutuhan oksigen. Opiat juga

menurunkan preload dan tekanan pengisian ventrikel serta udem paru. Dosis

pemberian 2-3 mg intravena dan dapat diulang sesuai kebutuhan.3

Pemberian nitrat (sublingual, buccal dan intravenus) mengurangi

preload serta tekanan pengisian ventrikel dan berguna untuk pasien dengan

angina serta gagal jantung. Pada dosis rendah bertindak sebagai vasodilator

vena dan pada dosis yang lebih tinggi menyebabkan vasodilatasi arteri

termasuk arteri koroner. Sehingga dosis pemberian harus adekuat sehingga

terjadi keseimbangan antara dilatasi vena dan arteri tanpa mengganggu perfusi

22

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

jaringan. Kekurangannya adalah teleransi terutama pada pemberian intravena

dosis tinggi, sehingga pemberiannya hanya 16 – 24 jam.3,17

Sodium nitropusside dapat digunakan sebagai vasodilator yang diberikan

pada gagal jantung refrakter, diberikan pada pasien gagal jantung yang disertai

krisis hipertensi. Pemberian nitropusside dihindari pada gagal ginjal berat

dan gangguan fungsi hati. Dosis 0,3 – 0,5 µg/kg/menit. 3,17

Nesiritide adalah peptide natriuretik yang merupakan vasodilator.

Nesiritide adalah BNP rekombinan yang identik dengan yang dihasilkan

ventrikel. Pemberiannya akan memperbaiki hemodinamik dan neurohormonal,

dapat menurunkan aktivitas susunan saraf simpatis dan menurunkan kadar

epinefrin, aldosteron dan endotelin di plasma. Pemberian intravena

menurunkan tekanan pengisian ventrikel tanpa meningkatkan laju jantung,

meningkatkan stroke volume karena berkurangnya afterload. Dosis

pemberiannya adalah bolus 2 µg/kg dalam 1 menit dilanjutkan dengan infus 0,01

µg/kg/menit.3

Pemberian inotropik dan inodilator ditujukan pada gagal jantung akut

yang disertai hipotensi dan hipoperfusi perifer. Obat inotropik dan/atau

vasodilator digunakan pada penderita gagal jantung akut dengan tekanan darah

85-100 mmHg. Jika tekanan sistolik < 85 mmHg maka inotropik dan/atau

vasopressor merupakan pilihan. Peningkatan tekanan darah yang berlebihan

akan dapat meningkatkan afterload. Tekanan darah dianggap cukup memenuhi

perfusi jaringan bila tekanan arteri rata - rata > 65 mmHg.1,3,13

Pemberian dopamin 2 µg/kg/mnt menyebabkan vasodilatasi pembuluh

darahsplanknik dan ginjal. Pada dosis 2-5 µg/kg/mnt akan merangsang reseptor

adrenergik beta sehingga terjadi peningkatan laju dan curah jantung. Pada

pemberian 5-15 µg/kg/mnt akan merangsang reseptor adrenergik alfa dan beta

yang akan meningkatkan laju jantung serta vasokonstriksi. Pemberian dopamin

akan merangsang reseptor adrenergik 1 dan 2, menyebabkan berkurangnya

tahanan vaskular sistemik (vasodilatasi) dan meningkatnya kontraktilitas.

Dosis umumnya 2-3 µg/kg/mnt, untuk meningkatkan curah jantung diperlukan

dosis 2,5-15 µg/kg/mnt. Pada pasien yang telah mendapat terapi penyekat

beta,dosisyang dibutuhkanlebih tinggi yaitu 15-20µg/kg/mnt.3

23

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

Phospodiesterase inhibitor menghambat penguraian cyclic-AMP menjadi

AMP sehingga terjadi efek vasodilatasi perifer dan inotropik jantung. Yang

sering digunakan dalam klinik adalah milrinone dan enoximone. Biasanya

digunakan untuk terapi penderia gagal jantung akut dengan hipotensi yang telah

mendapat terapi penyekat beta yang memerlukan inotropik positif. Dosis

milrinone intravena 25 µg/kg bolus 10-20 menit kemudian infus 0,375-0,75

µg/kg/mnt. Dosis enoximone 0,25-0,75 µg/kg bolus kemudian 1,25-7,5

µg/kg/mnt.3

Pemberian vasopressor ditujukan pada penderita gagal jantung akut

yang disertai syok kardiogenik dengan tekanan darah <70mmHg. Penderita

dengan syok kardiogenik biasanya dengan tekanan darah < 90 mmHg atau

terjadi penurunan tekanan darah sistolik 30 mmHg selama 30 menit. Obat yang

biasa digunakan adalah epinefrin dan norepinefrin. Epinefrin diberikan infus

kontiniu dengan dosis 0,05-0,5 µg/kg/mnt. Norepinefrin diberikan dengan dosis

0,2-1 µg/kg/mnt.3

Penanganan yang lain adalah terapi penyakit penyerta yang menyebabkan

terjadinya gagal jantung akut de novo atau dekompensasi. Yang tersering

adalah penyakit jantung koroner dan sindrom koroner akut. Bila penderita

datang dengan hipertensi emergensi pengobatan bertujuan untuk menurunkan

preload dan afterload. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat

seperti loop diuretik intravena, nitrat atau nitroprusside intravena maupun

natagonis kalsium intravena (nicardipine).3

Penanganan invasif yang dapat dikerjakan adalah pompa balon intra

aorta, pemasangan pacu jantung, implantable cardioverter defibrilator,

ventricular assist device. Pompa balon intra aorta ditujukan pada penderita

gagal jantung berat atau syok kardiogenik yang tidak memberikan respon

terhadap pengobatan, disertai regurgitasi mitral atau ruptur septum interventrikel.

Pemasangan pacu jantung bertujuan untuk mempertahankan laju jantung dan

mempertahankan sinkronisasi atrium dan ventrikel, diindikasikan pada penderita

dengan bradikardia yang simtomatik dan blok atrio-ventrikular derajat tinggi.

Implantable cardioverter device bertujuan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel dan

takikardia ventrikel. Vascular Assist Device merupakan pompa mekanis yang

24

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

mengantikan sebgaian fungsi ventrikel, indikasi pada penderita dengan syok

kardiogenik yang tidak respon terhadap terapi terutama inotropik.1,3

25

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

BAB III

PRESENTASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. MA

Umur : 64 Tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Suku : Aceh

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Blang Kuta, Pidie Jaya

CM : 0-86-81-81

Tanggal Masuk : 30 Juni 2014

Tanggal Pemeriksaan : 04 Juli 2014

II. ANAMNESIS

a. Keluhan Utama : sesak nafas

b. Keluhan Tambahan : cepat lelah

c. Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang dengan keluhan sesak napas yang dirasakan sejak ± 1 tahun

yang lalu dan memberat selama 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien

merasa dadanya seperti terhimpit sehingga merasa sulit untuk bernapas. Keluhan

ini juga sering dirasakan pada di malam hari, saat pasien tidur. Pasien sering

terbangun di malam hari karena sesak. Pasien lebih nyaman tidur menggunakan 2

sampai 3 buah bantal, dan jika merasakan sesak napas, pasien merasa lebih

nyaman dengan posisi setengah duduk.

Pasien juga mengeluhkan rasa cepat lelah yang dirasakan sejak ± 1 tahun

yang lalu dan semakin memberat beberapa bulan terakhir. Keluhan sesak napas

juga timbul dengan aktivitas. Pasien masih sanggup berjalan ke kamar mandi,

meski pasien merasa kelelahan dan sesak napas. Batuk malam hari terkadang juga

26

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

dikeluhkan pasien. Sebelumnya pasien pernah dirawat dengan keluhan yang sama

di RSUD Sigli selama 1 minggu. Pasien memiliki riwayat stroke 2 kali pada tahun

2004 dan 2006. Pasien juga sudah berhenti berkerja sejak 7 tahun yang lalu.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat Hipertensi (+) sejak ± 10 tahun yang lalu

- Riwayat DM disangkal

e. Riwayat Penyakit Keluarga

Adik kandung pasien memiliki keluhan yang sama

f. Riwayat Kebiasaan Sosial

- Pasien sering mengkonsumsi makanan berlemak.

g. Riwayat Penggunaan Obat

Amlodipin, Captopril

h. Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Dimodifikasi

- Usia > 40 tahun

i. Faktor Resiko Yang Dapat Dimodifikasi

- Makan makanan berlemak

- Hipertensi (+)

III. PEMERIKSAAN FISIK

a. Status Present

Keadaan Umum : Lemah

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Nadi : 89 x/menit, reguler

Frekuensi Nafas : 25 x/menit

Temperatur : 36.6 0C (aksila)

27

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

b. Status General

Kulit

Warna : Sawo matang

Turgor : cepat kembali

Ikterus : (-)

Anemia : (-)

Sianosis : (-)

Kepala

Bentuk : Kesan Normocephali

Rambut : Tersebar rata, Sukar dicabut, Berwarna putih.

Mata : Cekung (-), Refleks cahaya (+/+), Sklera ikterik (-/-),

Conj.palpebra inf pucat (-/-)

Telinga : Sekret (-/-), Perdarahan (-/-)

Hidung : Sekret (-/-), Perdarahan (-/-), NCH (-/-)

Mulut

Bibir : Pucat (-), Sianosis (-)

Gigi Geligi : Karies (-)

Lidah : Beslag (-), Tremor (-)

Mukosa : Basah (+)

Tenggorokan : Tonsil dalam batas normal

Faring : Hiperemis (-)

Leher

Bentuk : Kesan simetris

Kel. Getah Bening : Kesan simetris, Pembesaran (-)

Peningkatan TVJ : (-), R - 2 cmH2O

Axilla

Pembesaran KGB (-)

Thorax

28

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

Thorax depan

1. Inspeksi

Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakan simetris

Tipe Pernafasan : Abdomina Thoracal

Retraksi : (-)

2. Palpasi

Stem Fremitus Paru kanan Paru kiri

Lap. Paru atas Normal Normal

Lap. Paru tengah Normal Normal

Lap. Paru bawah Normal Normal

3. Perkusi

Paru kanan Paru kiri

Lap. Paru atas Sonor Sonor

Lap. Paru tengah Sonor Sonor

Lap. Paru bawah Sonor Sonor

4. Auskultasi

Suara Pokok Paru kanan Paru kiri

Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler

Lap. Paru tengah Vesikuler Vesikuler

Lap. Paru bawah Vesikuler ↓ Vesikuler ↓

Suara Tambahan Paru kanan Paru kiri

Lap. Paru atas Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)

Lap. Paru tengah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)

Lap. Paru bawah Rh (+), Wh (-) Rh (+), Wh (-)

Thoraks Belakang

1. Inspeksi

Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakan simetris

Tipe pernafasan : Thorako-abdominal

Retraksi : (-)

29

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

2. Palpasi

Paru kanan Paru kiri

Lap. Paru atas Normal Normal

Lap. Paru tengah Normal Normal

Lap. Paru bawah Normal Normal

3. Perkusi

Paru kanan Paru kiri

Lap. Paru atas Sonor Sonor

Lap. Paru tengah Sonor Sonor

Lap. Paru bawah Sonor Sonor

4. Auskultasi

Suara pokok Paru kanan Paru kiri

Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler

Lap. Paru tengah Vesikuler Vesikuler

Lap. Paru bawah Vesikuler ↓ Vesikuler ↓

Suara tambahan Paru kanan Paru kiri

Lap. Paru atas Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)

Lap. Paru tengah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)

Lap. Paru bawah Rh (+), Wh (-) Rh (+), Wh (-)

Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS V Linea Axilaris Anterior Sinistra

Perkusi : Batas jantung atas: di ICS III

Batas jantung kanan: di 1 jari lateral LPSD

Batas jantung kiri: di ICS V Linea Axilaris Anterior Sinistra

Auskultasi : BJ I > BJ II, reguler, bising (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Kesan simetris, Distensi (-)

30

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

Palpasi : Soepel (+), Nyeri tekan (-)

Hepar/ Lien/ Renal tidak teraba

Perkusi : Tympani (+), Asites (-)

Auskultasi : Peristaltik usus (N)

Genetalia : tidak dilakukan pemeriksaan

Anus : tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas

Ekstremitas Superior Inferior

Kanan Kiri Kanan Kiri

Sianotik - - - -

Edema - - - -

Ikterik - - - -

Gerakan Aktif Aktif Aktif Aktif

Tonus ototNormotonu

sNormotonus Normotonus Normotonus

Sensibilitas N N N N

Atrofi otot - - - -

Akral Dingin - - - -

31

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Laboratorium (1 Juli 2014)

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan

Hemoglobin 15.4 12-14 gr/dlLeukosit 10.8 4.1-10.5 x 103/ulTrombosit 317 150-400 x 103/ulHematokrit 44 37.0-48.0 %Hitung Jenis Leukosit

Eosinofil 7 1-3 %Basofil 0 0-1 %Neutrofil Batang 1 2-6 %Neutrofil Segmen 68 50-70 %Limfosit 17 20 -40 %Monosit 7 2-8 %

Creatinin darah 1.9 0.6-1.1 mg/dlUreum darah 67 20-45 mg/dlTotal Kolesterol 225 <200 mg/dlHDL Kolesterol 39 >45 mg/dlLDL Kolesterol 159 <150 mg/dlTrigliserida 151 30-200 mg/dlNatrium 148 135-145 meq/lKalium 6.0 3.5-5.5 meq/lChlorida 104 94-105 meq/l

B. Laboratorium (3 Juli 2014)

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan

Natrium 136 135-145 meq/lKalium 3.6 3.5-5.5 meq/lChlorida 95 94-105 q/lCreatinin darah 1.73 0.6-1.1 mg/dlUreum darah 75 20-45 mg/dl

32

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

C. Foto Thoraks PA (1 Juli 2014)

CTR = (3.5+10.5) / 24 x 100% = 58.3%

Bacaan:

Cor : Jantung tampak besar, CTR 58.3%

Pulmo : Hilus paru kasar

Infiltrat perihiller

Sinus cardiophrenicus tumpul

Kesimpulan : Kardiomegali, LVH

33

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

D. Elektrokardiografi (4 Juli 2014)

Bacaan EKG tanggal 04-07-2014

1. Irama : Sinus ritme

2. Qrs rate : 94 x/i

3. Regularitas : regular

4. Interval PR : 0.12 s

5. Axis : normoaxis

6. Morfologi

- Gel P : 0.08 s

- Kompleks QRS : QRS durasi 0.08 s

- Segmen ST :

ST elevasi : V1,V2,V3

34

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

ST depresi : -

- Gelombang T : -

- Q patologis : -

- Hipertrofi : (+) R di V5, V6 + S V1 >35 kotak kecil

7. Kesan : Sinus ritme, HR: 94x/menit, kesan LVH,

Anterior infarct

V. RESUME

Pasien datang dengan keluhan sesak napas yang dirasakan sejak ± 1 tahun

yang lalu dan memberat selama 2 Minggu SMRS. Sesak napas saat malam hari

(+), rasa cepat lelah (+), batuk malam hari (+). Riwayat Hipertensi tidak 10 tahun

yang lalu. Riwayat stroke 2 kali pada tahun 2004 dan 2006.

Dari hasil pemeriksaan tanda vital, dijumpai tekanan darah 110/70 mmHg,

nadi 89 x/menit, regular, frekuensi pernapasan 25 x/menit, suhu 36.6°C. Dari

pemeriksaan fisik, dijumpai suara ronkhi basah di 1/3 bawah kedua lapangan

paru. Pada pemeriksaan fisik jantung, ictus cordis teraba di ICS V Linea Axilaris

Anterior Sinistra, dan batas jantung kiri di ICS V Linea Axilaris Anterior Sinista.

VI. DIAGNOSIS SEMENTARA

1. Congestive Heart Failure (CHF) NYHA IV e.c

Hipertension Heart Disease, Ischemic Heart Disease

VII. PENATALAKSANAAN UMUM

Bed rest semi fowler

Oksigen 2 – 4 L/menit

Diet jantung 1900 kkal/hari

Balance Cairan

Kurangi asupan garam

Meningkatkan konsumsi buah dan sayur, dan kurangi konsumsi lemak

35

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

KHUSUS

Furosemide 1 amp/24 jam

Aspilet 1 x 80 mg

Clopidogrel 1 x 75 mg

Spironolakton 1 x 12.5 mg

Simvastatin 1 x 20 mg

Alprazolam 1 x 0,25 mg

Laxadine syr 3 x CI

VIII. PLANNING DIAGNOSTIK

EKG serial setiap hari

Balance cairan

Echocardiografi

IX. PROGNOSIS

Quo ad Vitam : Dubia ad bonam

Quo ad Functionam : Dubia ad malam

Quo ad Sanactionam : Dubia ad bonam

ANJURAN KETIKA PULANG

- Perbanyak istirahat di rumah

- Olahraga teratur

- Hindari makanan berlemak dan mengandung garam yang berlebih

- Minum obat yang teratur

- Kontrol ke poliklinik jantung

BAB IV

36

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

ANALISA KASUS

Gagal jantung adalah suatu sindroma klinis yang kompleks yang

disebabkan oleh kelainan struktur dan fungsional jantung sehingga terjadi

gangguan pada ejeksi dan pengisian.3 Pada keadaan ini jantung tidak lagi mampu

memompa darah secara cukup ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan

metabolisme tubuh.

Dari hasil anamnesa terhadap pasien didapatkan:

• Sesak napas sejak 1 tahun yll, memberat 2 minggu SMRS

• Aktivitas memperberat sesak nafas

• Sesak nafas kadang-kadang juga dialami ketika beristirahat

• Terbangun tengah malam secara tiba-tiba dan mengalami sesak nafas

• Rasa cepat lelah, memberat dengan aktivitas

Manifestasi klinis pasien adalah sesak nafas, terutama ketika pasien

beraktivitas berat. Hal ini harus dipertimbangkan terhadap derajat latihan fisik

yang menyebabkan timbulnya gejala. Pada awalnya, secara khas gejala hanya

akan muncul saat beraktivitas fisik, tetapi dengan bertambah beratnya gagal

jantung, toleransi terhadap latihan semakin menurun dan gejala-gejala muncul

lebih awal dengan aktivitas yang lebih ringan. Dispnea, atau perasaan sulit

bernapas ditemukan pada pasien. Manifestasi ini merupakan keluhan gagal

jantung yang paling umum. Dispnea disebabkan oleh peningkatan kerja

pernapasan akibat kongesti vaskuler paru yang mengurangi kelenturan paru dan

pada akhirnya menurunkan perfusi jaringan perifer. Meningkatnya tahanan aliran

udara juga menimbulkan dispnea. Kongesti paru yang berasal dari peningkatan

tekanan hidrostatik mengakibatkan terjadinya edema interstisial. Dengan

terjadinya edema interstitial, maka pergerakan alveoli akan terganggu sehingga

proses pertukaran udara juga akan terganggu. Penderita akan merasa sesak nafas

desertai dengan nadi yang cepat. Bila ekstravasasi cairan sudah memasuki rongga

alveoli, maka akan terjadi edema paru dengan gejala sesak nafas yang hebat,

takikardi, tekanan darah menurun dan jika tidak dapat diatasi maka akan terjadi

syok kardiogenik.

37

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

Dispnea de effort menunjukkan gejala awal dari gagal jantung kiri. Hal ini

dikarenakan jantung tidak bereaksi dengan normal ketika ada beban tambahan

seperti aktivitias dimana pada kondisi gagal jantung yang berat cardiac output

yang dikeluarkan oleh jantung tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen

saat aktifitas. Hal ini terjadi dikarenakan mekanisme kompensasi yang ada sudah

dipakai untuk mempertahankan curah jantung selama istirahat. Bila cardiac

output tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh, maka jantung

akan memakai mekanisme kompensasi. Mekanisme kompensasi ini sebenarnya

sudah dan selalu dipakai untuk mengatasi beban kerja ataupun selama sakit. Bila

mekanisme ini sudah dipakai secara maksimal maka akan timbul gejala akibat dari

sistem kompensasi yang tidak berjalan, yaitu dyspnea de effort.

Orthopnea (atau dispnea saat berbaring) hal ini disebabkan pada saat

berdiri terjadi penimbunan cairan di kaki dan perut.Pada waktu berbaring maka

cairan ini kembali ke pembuluh darah balik dan pada akhirnya menyebabkan

peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri sehingga terjadi sesak nafas.Derajat

orthopneu dapat dinilai dengan banyaknya bantal yang digunakan oleh penderita.

Dispnea nokturnal paroksismal (paroxysmal nocturnal dyspnea, PND)

atau mendadak terbangun karena dyspnea, alasan terjadinya PND sama dengan

kejadian orthopneu.

Timbulnya ronkhi yang disebabkan oleh transudasi cairan paru adalah ciri

khas dari gagal jantung.

Pada pasien ini ditemukan sesak nafas pada malam hari atau pada saat

istirahat. Hal ini sesuai dengan pengklasifikasian fungsional gagal jantung

kongestif menurut NYHA (New York Heart Association) yang menunjukkan

gejala klinis pada pasien ke dalam NYHA IV.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan:

Ictus Cordis teraba : ICS V Linea Axilaris Anterior Sinistra

Batas jantung kiri: di ICS V Linea Axilaris Anterior Sinistra

Batas jantung kanan : 2 jari lateral LPSD

38

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

Auskultasi : Ronkhi basah pada daerah 1/3 lapangan paru bawah

bilateral

Pada perkusi ditemukan batas jantung melebar, hal ini bisa diartikan

bahwasanya pada pasien ini telah terjadi kardiomegali akibat dari kompensasi

jantung untuk meningkatkan cardiac output. Mekanisme kompensasi mencakup

mekanisme Frank-Starling, hipertrofi ventrikel dan aktifasi neurohormonal. Pada

awalnya hipertrofi ventrikel ini memungkinkan jantung untuk berkontraksi lebih

kuat, tetapi efek dari hipertrofi jantung harus diikuti oleh peninggian tekanan

diastolic ventrikel yang lebih tinggi dari normal, dengan demikian tekanan atrium

juga meningkat, akibat dari kekakuan dinding yang mengalami hipertrofi, yang

pada akhirnya menurunkan cardiac output.

Pada auskultasi paru didapatkan ronchi basal sebagai akibat ekstravasasi

cairan dari kapiler paru ke alveoli akibat peningkatan tekanan ventrikel kiri.

Hasil anamnesis pada pasien ini, pasien telah menderita hipertensi sejak 10

tahun yang lalu namun tidak terkontrol dengan baik. Hal ini menjadi salah satu

faktor predisposisi gagal jantung pada pasien ini. Berdasarkan sebuah studi dari

Framingham, hipertensi menyumbang sekitar seperempat dari kasus gagal

jantung.17 Pada populasi usia lanjut, sebanyak 68% kasus gagal jantung dikaitkan

dengan hipertensi.18 Studi berbasis masyarakat telah menunjukkan bahwa

hipertensi dapat berkontribusi bagi perkembangan gagal jantung sebanyak 50-

60% dari pasien.

Hipertensi terkait dengan peningkatan resiko berkembang menjadi gagal

jantung. Pada hipertensi, jantung terbiasa bekerja dibawah tekanan yang

meningkat, sehingga dibutuhkan usaha maksimal untuk memenuhi kebutuhan

darah ke seluruh tubuh. Akibat kompensasi ini adalah pembesaran jantung dan

kelemahan pada kontraktilitasnya sendiri.

Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan penunjang yang dapat menegakkan

diagnosis gagal jantung. Pada foto thoraks didapatkan CTR 58.3% yang

menunjukkan terdapat kardiomegali pada pasien ini. Dari pemeriksaan EKG 12

lead ditemukan abnormalitas EKG yaitu Left ventrikel Hypertrophy dan anterior

infarct.

39

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

Obat-obat yang biasa digunakan untuk gagal jantung kronis antara lain:

diuretik (loop dan thiazide), angiotensin converting enzyme inhibitors, blocker

(carvedilol, bisoprolol, metoprolol), digoxin, spironolakton, vasodilator

(hydralazine /nitrat), antikoagulan, antiaritmia, serta obat positif inotropik.14-15

Pengobatan non farmakologik seperti memperbaiki oksigenisasi jaringan,

membatasi kegiatan fisik, dan diet rendah garam, cukup kalori dan protein

memegang peranan penting dalam CHF.

Berdasarkan pathogenesis dan patofisiologis yang telah diuraikan pada

pasien ini, konsep terapi farmakologis yang diberikan adalah:

1. Meunrunkan preload melaui pemberian diuretik, dimana pada pasien

ini dipilih golongan furosemide (loop diureik) dibandingkan thiazide,

hal ini dikarenakan efek kerja dari furosemide lebih cepat (30 menit

setelah pemberian, masakerja 4-6 jam) dan efeknya kuat dibandingkan

thiazide. Thiazid kurang efektif diberikan pada pasien yang mengalami

penurunan fungsi ginjal.

2. Mencegah myocardial remodeling dan menghambat progresifitas gagal

jantung dengan memberikan ACE Inhibitors.

3. Meningkatkan ejection fraction dengan penggunaan Beta Blocker.

40

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

BAB V

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Gagal jantung didefinisikan sebagai kondisi dimana jantung tidak lagi

dapat memompakan cukup darah ke jaringan tubuh.Keadaan ini dapat timbul

dengan atau tanpa penyakit jantung. Gangguan fungsi jantung dapat berupa

gangguan fungsi diastolik atau sistolik, gangguan irama jantung, atau

ketidaksesuaian preload dan afterload. Untuk mempertahankan fungsi sirkulasi

yang adekuat, maka di dalam tubuh terjadi refleks hemostasis atau mekanisme

kompensasi melalui mekanisme Frank Starling, pertumbuhan hipertrofi ventrikel,

aktifasi neurohormonal, sistem saraf adrenergik, sistem Renin Angiotensin, dan

hormone antidiuretik.

Gagal jantung dapat disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati, penyakit

katup jantung, kongenital (ASD/VSD), aritmia, alkohol, obat-obatan, penyakit

arteri koroner. Faktor risiko koroner antara lain adalah diabetes, merokok, berat

badan, tingginya rasio kolesterol total dengan HDL dan hipertensi.

Secara klinis pada penderita gagal jantung dapat ditemukan gejala

dan tanda seperti sesak nafas saat aktivitas, edema paru, peningkatan JVP,

hepatomegali, edema tungkai. Selain itu kriteria Firmingham dapat digunakan

untuk diagnosis gagal jantung kongestif.Menurut Framingham kriterianya gagal

jantung kongestif ada 2 kriteria yaitu kriteria mayor dan kriteria minor.

Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan

secara non farmakologis dan farmakologis, dimana penatalaksanaan gagal

jantung baik itu akut dan kronik ditujukan untuk memperbaiki gejala dan

prognosisnya.

41

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

DAFTAR PUSTAKA

1. Maggioni AP. Review of the new ESC guidelines for the harmacological management of chronic heart failure. European Heart Journal Supplements 2005;7 (Supplement J):J15-J20.

2. Davis RC, Hobbs FDR, Lip GYH. ABC of heart failure: History and epidemiology. BMJ 2000;320:39-42.

3. Santoso A, Erwinanto, Munawar M, Suryawan R, Rifqi S, Soerianata S. Diagnosis dan tatalaksana praktis gagal jantung akut. 2007.

4. Lip GYH, Gibbs CR, Beevers DG. ABC of heart failure: aetiology. BMJ 2000;320:104-7.

5. Rodeheffer R. Cardiomyopathies in the adult (dilated, hypertrophic, and restrictive). In: Dec GW, editor. Heart failure a comprehensive guide to diagnosis and treatment. New York: Marcel Dekker; 2005.p.137-56.

6. Jackson G, Gibbs CR, Davies MK, Lip GYH. ABC of heart failure: pathophysiology. BMJ 2000;320:167-70.

7. McNamara DM. Neurohormonal and cytokine activation in heart failure. In: Dec GW, editors. Heart failure a comprehensive guide to diagnosis and treatment. New York: Marcel Dekker; 2005.p.117-36.

8. Davies MK, Gibbs CR, Lip GYH. ABC of heart failure: investigation. BMJ 2000;320:297-300

9. Hobbs FDR, Davis RC, Lip GYH. ABC of heart failure: heart failure in general practice. BMJ 2000;320:626-9.

10. Nieminen MS. Guideline on the diagnosis and treatment of acute heart failure – full text the task force on acute heart failure of the european society of cardiology. Eur Heart J 2005.

11. Senni M, Tribouilloy CM, Rodeheffer RJ, Jacobsen SJ, Evans JM, Bailey KR, Redfield NM. Congestive heart failure in the community trends in incidence and survival in 10-year period. Arch Intern Med 1999;159:29-34.

12. Watson RDS, Gibbs CR, Lip GY H. ABC of heart failure: clinical features and complications. BMJ 2000;320:236-9.

42

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR

BPK RSUZA BANDA ACEH

13. Gibbs CR, Jackson G, Lip GYH. ABC of heart failure: non-drug management. BMJ 2000;320:366-9

14.Lee TH. Practice guidelines for heart failure management. In: Dec GW, editors. Heart failure a comprehensive guide to diagnosis and treatment. New York: Marcel Dekker; 2005.p.449-65.

15.Millane T, Jackson G, Gibbs CR, Lip GYH. ABC of heart failure: acute and chronic management strategies. BMJ 2000;320:559-62.

16. Davies MK, Gibbs CR, Lip GYH. ABC of heart failure: management: diuretics, ACE inhibitors, and nitrates. BMJ 2000;320:428-31.

17. Kannel WB, Cobb J. Left ventricular hypertrophy and mortality--results from the Framingham Study. Cardiology. 1992;81(4-5):291-8.

18. Yamasaki N, Kitaoka H, Matsumura Y, et al. Heart failure in the elderly. Intern Med. May 2003;42(5):383-8.

19. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2008. European Heart Journal (2008) 29. 2388-2442.

20. Teerlink JR. Diagnosis and management of acute heart failure. In : Braunwald’s heart disease. A textbook of cardiovascular medicine. 8th. Ed.Saunders company, 2007 : 583-606.

43