bab ii tinjauan pustaka a. - unimus
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Phlebitis
1. Pengertian Phlebitis
Phlebitis adalah inflamasi pembuluh darah vena yang
disebabkan karena iritasi kimia dan mekanik, ditandai dengan adanya
daerah yang memerah dan bengkak pada lokasi infus. Lamanya
pemasangan infus berisiko terjadinya phlebitis. Phlebitis dipengaruhi
oleh cairan atau obat, ukuran dan bahan kateter yang digunakan12.
Phlebitis merupakan peradangan pada tunika intima pembuluh
darah vena, peradangan dikarenakan adanya iritasi pada endhotelium
vena tunika intima yang disebabkan lamanya pemasangan infus dalam
pemberian terapi cairan13.
2. Klasifikasi Phlebitis
Phlebitis dibedakan berdasarkan penyebabnya ada 4 kategori
yaitu kimia, mekanik, agen infeksi, dan post infus13.
a. Chemical Phlebitis (Phlebitis kimia)
Peradangan pada tunika intima yang disebabkan oleh jenis cairan
dan bahan kateter yang digunakan. Jenis larutan yang
konsentrasinya atau kepekatannya tinggi seperti glucose, asam
amino, dan lipid bersifat flebitogenik. Jenis larutan dikategorikan
larutan isotonik, hipotonik dan hipertonik. Larutan isotonik
merupakan larutan yang osmolaritasnya antara 280 – 310 mOsm/L,
dikatakan hipotonik apabila larutan yang osmolaritasnya kurang
dari 280 – 310 mOsm/L sedangkan hipertonik apabila larutan
tersebut osmolaritasnya lebih dari 280 – 310 mOsm/L.
b. Mechanical Phlebitis (Phlebitis mekanik)
Terjadinya perdangan pada pembuluh darah vena yang disebabkan
oleh tempat atau lokasi penusukan yang salah dan penggunaan
ukuran kateter yang bersar pada pembuluh darah vena yang kecil
menimbulkan iritasi pada vena.
c. Backterial Phlebitis (Phlebitis Bakteri)
Peradangan ini disebabkan karena adanya perkembang biakan
bakteri kateter.
Tabel 2.1 Kuman pathogen yang sering ditemukan di aliran darah Pathogen
Periode
Phatogen
1986 – 1986
1992 - 1999
Coagulase-negatif Staphylococus
27 37
S Aureus 16 13
Enterococcus 8 13
E coli 6 2 Enterobacter 5 5 P aeruginosa 4 4 K pneumoniae 4 3 Candida species 8 8 Gram-negatif rods 19 14
Adanya bakterial phlebitis bisa menjadi masalah yang serius
sebagai predisposisi komplikasi sistemik yaitu septicemia. Faktor –
faktor yang berperan dalam kejadian phlebitis bakteri antara lain :
1) Teknik cuci tangan yang tidak baik.
2) Teknik aseptik yang kurang pada saat penusukan.
3) Tehnik pemasangan katheter yang buruk.
4) Pemasangan yang terlalu lama.
Tindakan pencegahan kontaminasi dari petugas kesehatan dalam
pemasangan infus dengan cara mencuci tangan sebelum dan
sesudah melaksankan tindakan. Selain penggunaan APD (sarung
tangan) dan teknik aseptic sangat diperlukan, hal ini dikarenakan
kemungkinan sarung tangan robek. Teknik aseptic untuk
meminimalkan terjadinya kontaminasi bakteri.
d. Post Infus Phlebitis
Terjadinya peradangan pembuluh darah vena yang disebabkan
karena adanya pemasangan infus. peradangan ini muncul 48 – 96
jam setelah pemasangan infus.
Faktor yang berperan dengan kejadian phlebitis post infus antara
lain:
1) Tehnik pemasangan kateter yang tidak baik.
2) Pada pasien dengan retardasi mental.
3) Kondisi vena yang baik.
4) Pemberian cairan yang hipertonik atau terlalu asam.
3. Pencegahan Phlebitis
Phlebitis sering terjadi pada pemberian terapi cairan dan
pemberian obat melalui intravena. Pengetahuan merupakan faktor
penting untuk mencegah dan mengatasi kejadian phlebitis. Ada banyak
hal yang harus diperhatikan untuk mencegah terjadinya phlebitis antar
lain:14
a. Mencegah Phlebitis bakterial
Tindakan pencegahan pada phlebitis ini adalah dengan mencuci
tangan, teknik aseptic, perawatan pada daerah yang terpasang infus
serta anti sepsis kulit. Antisepsis bisa menggunakan chlorhexedine
2%, yodium dan alkohol 70 %.
b. Waspada dan tindakan aseptik.
Prinsip aseptik dalam setiap melaksanakan tindakan pemasangan
infus merupakan cara untuk mencegah terjadinya phlebitis. Pada
tempat pengambilan sampel darah dan stopcock (persambungan
kateter dengan selang infus) tempat masuknya bakteri.
c. Rotasi kateter.
Mengganti tempat rotasi kateter merupakan salah satu cara
mengurangi terjadinya phlebitis. Apabila tidak ada kontra indikasi
penggantian kanula kateter lebih dari 72 jam bila lebih dari 72 – 96
jam maka berisiko terjadi infeksi salah satunya adalah phlebitis.
d. Aseptic dressing
Teknik ini merupakan bagian dari penggunaan balutan yang
transparan sehingga mudah untuk di observasi bila terjadi
pembengkakan dan kemerahan pada daerah lokasi pemasangan
infus.
e. Kecepatan pemberian cairan
Tingkat risiko phlebitis ini kecil apabila lambatnya cairan infus
hipertonik yang masuk mengaliri pembuluh darah vena dan
penggunaan ukuran kateter yang sesuai dengan ukuran vena.
Semakin tingkat osmolaritasnya tinggi dan laju kecepatan cairan
yang masuk risiko terjadinya iritasi pada pembuluh darah vena
semakin besar maka dianjurkan dalam memberikan terapi cairan
benar benar memperhitungkan hitungan tetesan cairan yang sesuai
dengan kebutuhan.
f. Titrable acidity
Titrable acidity adalah mengukur jumlah alkali untuk menetralkan
pH pada larutan infus. Seperti larutan glucose 10 % mengandung
pH 4,0 yang tidak menyebabkan perubahan titrable aciditynya
rendah 0,16 mEq/L maka makin rendah titrable acidity larutan
infus maskin rendah risiko terjadinya phlebitis.
g. Heparin dan hidrokortison
Heparin merupakan cairan yang dapat menambah lama waktu
pemasangan kateter. Pemberian larutan seperti kalium clorida,
lidocain dan anti microbial dapat dikurangi dengan pemberian
melalui intra vena. Penggunaan heparin pada larutan yang
mengandung lipid dapat membentuk endapan kalsium sehingga
terjadi penyumbatan pada kateter, penyumbatan pada kateter dalam
jangka waktu yang lama menimbulkan risiko terjadinya phlebitis.
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Phlebitis
a. Faktor Internal
1) Usia
Pertahanan terhadap infeksi dapat berubah sesuai usia,
adanya hubungan usia dengan kejadian phlebitis semakin tua
usia pasien maka semakin tinggi kejadian phlebitis disebabkan
kemampuan pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme
semakin rendah7.
Pada usia lanjut ( >60 tahun) vena menjadi rapuh, tidak
elastis dan mudah hilang ( kolaps) sedangkan pasien dengan
usia antara 49 – 59 tidak terjadi phlebitis dikarenakan pada usia
ini pasien lebih kooperatif. pada pasien anak – anak dengan
vena kecil dan banyak bergerak dapat mengakibatkan kateter
bergeser hal ini yang bisa menyebabkan phlebitis8.
2) Status Gizi
Status gizi pasien mempunyai peranan penting, pasien yang
memiliki kerentanan terhadap gizi buruk daya tahan tubuhnya
rendah menimbulkan vena tipis dan mudah rapuh sehingga
terjadi perlukaan akan mudah terkena infeksi.15
Untuk menilai keadaan gizi pasien dapat menggunakan rumus
Index Massa Tubuh adalah : Berat Badan (dalam kg) / Tinggi
Badan (dalam m2 )
Kriteria penilaian :
1. Obesitas tipe 1(25 s/d <30)
2. Obesitas tipe 2(>=30)
3. Normal (18,5 s/d <23)
4. Underweight ( <18,5 )
5. Overweight (23 s/d <25)
3) Stres
Respon tubuh terhadap stress dapat mempengaruhi adapatasi
imunitas Tubuh. Kecemasan dan ketakutan akan nyeri terhadap
pengobatan yang mendalam cenderung akan menghindar dari
perawatan medis. Dengan menurunnya imun tubuh saat
dipasang infus berisiko terjadi phlebitis.11
4) Keadaan vena
Vena yang sering terpasang infus dan lama pemasangan
berisiko terjadi phlebitis, terutama pada vena metacarpal karena
pada vena ini tipis dan kecil apabila dimasukan kateter yang
tidak sesuai dengan ukuran vena maka berisiko terjadi
pecahnya pembuluh darah (phlebitis)3.
5) Faktor penyakit
Penyakit yang diderita pasien dapat mempengaruhi terjadinya
phlebitis, misalnya pada pasien Diabetes Militus (DM) yang
mengalami aterosklerosis akan mengakibatkan aliran darah ke
perifer berkurang sehingga jika terdapat luka mudah mengalami
infeksi3.
6) Jenis Kelamin
Adanya hubungan jenis kelamin dengan kejadian phlebitis,
sebagian besar pasien yang mengalami phlebitis adalah laki laki
di bandingkan perempuan. Hormon androgen pada laki laki
akan merangsang kelenjar minyak yang berlebihan sehingga
dapat merangsang pertumbuhan bakteri, bakteri akan tumbuh
disekitar tempat pemasangan infus dan akan menyebabkan
pasien terinfeksi sehingga terjadi phlebitis14.
7) Kepatuhan Pasien
Ketaatan dan kooperatifnya pasien dalam melaksanakan
pengobatan merupakan modal utama untuk proses
penyembuhan misalnya kepatuhan dalam pemasangan infus
apabila pasien dalam penusukan jarum kateter ke pembuluh
darah vena tidak tegang akan menurunkan terjadinya pecahnya
pembuluh darah vena8.
b. Faktor Eksternal
1) Jenis cairan (faktor kimiawi)
Tingkat keasaman (pH) dan osmolaritas cairan infus yang pekat
sering terjadi phlebitis dari 19 pasien yang mendapat terap
intravena cairan isotonik yang mengalami phlebitis kategori
ringan sebanyak 10 orang dan pasien yang mendapat cairan
hipertonik yang mengalami phlebitis kategori sedang sebanyak
5 orang7. Hal ini menunjukan bahwa cairan isotonic
osmolaritasnya hampir sama dengan serum darah sehingga
risiko phlebitisnya kecil13.
2) Lokasi pemasangan (faktor mekanis)
Lokasi pemasangan infus yang berisiko terjadi phlebitis adalah
di vena metacarpal karena tempat pemasangan infus yang
sering digunakan adalah di vena superficial yang terletak di
dalam subkutan3. 19 pasien yang di pasang infus di vena
metacarpal 16 pasien mengalami phlebitis hal ini menunjukan
bahwa pemilihan lokasi vena merupakan hal penting dalam
melakukan pemasangan infus7.
3) Aseptik dressing (faktor bakterial)
Teknik aseptik dressing merupakan salah satu cara untuuk
terhindar dari phlebitis bacterial. Tempat penusukan
pemasangan infus merupakan jalan masuknya kuman sehingga
kuman berpotensi masuk kedalam tubuh dengan melakukan
perawatan infus tiap 24 jam dapat memutus perkembangbiakan
kuman12.
B. Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemasangan Infus
1. Pengertian SOP Pemasangan Infus
SOP adalah pedoman tertulis yang digunakan mendorong unit
kerja untuk mencapai suatu tujuan atau tata cara yang telah dibakukan
untuk menyelesaikan suatu proses kerja3. SOP infus adalah suatu cara atau
pedoman untuk memasukan terapi cairan melalui intravena16.
2. Tujuan SOP Pemasangan Infus
Tujuan SOP pemasangan infus antar lain:16
a. Petugas/ pegawai menjaga konsistensi dan tingkat kinerja petugas/
pegawai atau tim dalam organisasi atau unit kerja.
b. Mengetahui dengan jelas peran dan fungsi tiap-tiap posisi dalam
organisasi.
c. Memperjelas alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari
petugas/pegawai terkait.
d. Melindungi organisasi/unit kerja dan petugas dari malpraktek atau
kesalahan administrasi lainnya.
e. Untuk menghindari kesalahan, duplikasi dan inefisiensi
3. Fungsi SOP Pemasangan Infus
Fungsi SOP antara lain:16
a. Memperlancar tugas petugas atau unit kerja.
b. Sebagai dasar hukum bila terjadi penyimpangan.
c. Mengetahui dengan jelas hambatan-hambatannya dan mudah
dilacak.
d. Mengarahkan petugas untuk disiplin dalam bekerja.
4. Kapan SOP diperlukan
a. SOP harus sudah ada sebelum suatu pekerjaan dilakukan
b. SOP digunakan untuk menilai apakah pekerjaan tersebut sudah
dilakukan dengan baik atau tidak
c. Uji SOP sebelum dijalankan, lakukan revisi jika ada perubahan
langkah kerja yang dapat mempengaruhi lingkungan kerja.
5. Keuntungan adanya SOP
a. SOP yang baik akan menjadi pedoman bagi pelaksana, menjadi
alat komunikasi dan pengawasan serta menjadikan pekerjaan
diselesaikan secara konsisten
b. Para pegawai akan lebih memiliki percaya diri dalam bekerja dan
tahu apa yang harus dicapai dalam setiap pekerjaan
c. SOP juga bisa dipergunakan sebagai salah satu alat trainning dan
bisa digunakan untuk mengukur kinerja pegawai.
C. Pemasangan Infus
1. Pengertian Pemasangan Infus
Pemasangan infus adalah salah satu cara atau bagian dari
pengobatan untuk memasukkan obat atau vitamin ke dalam tubuh
pasien14.
Terapi intravena merupakan bagian pengobatan dengan cara
memasukan jarum atau kateter kedalam vena dengan tujuan
memasukan cairan, vitamin atau obat masuk kedalam vena dalam
jangka waktu tertentu. Pada pasien dengan kondisi gangguan
keseimbangan cairan, elektrolit, dehidrasi dan shock pemberian terapi
intravena sangat diperlukan untuk mengatasi gangguan tersebut3.
2. Tujuan
Mempertahankan atau mengganti cairan tubuh seperti air, elektrolit,
vitamin, protein, lemak dan kalori merupakan tujuan pemberian
therapy intravena. Pemberian terapi ini diberikan pada pasien yang
tidak bisa Mempertahankan cairan dan elektrolit dalam tubuh melalui
oral15.
3. Keuntungan dan Kerugian
Keuntungan dan kerugian terapi intravena adalah 3:
a. Keuntungan
Keuntungan terapi intravena antara lain : Efek terapeutik segera
dapat tercapai karena penghantaran obat ke tempat target
berlangsung cepat, absorbsi memungkinkan dosis obat lebih tepat,
kecepatan pemberian dapat dikontrol sehingga efek terapeutik
dapat dipertahankan.
b. Kerugian
Kerugian terapi intravena adalah : tidak bisa dilakukan “drug
recall” dan mengubah aksi obat tersebut sehingga resiko toksisitas
dan sensitivitas tinggi, pemberian yang tidak baik bisa
menyebabkan “speed shock” dan komplikasi tambahan seperti
kontaminasi mikroba melalui titik akses ke sirkulasi dalam periode
tertentu, iritasi vascular (phlebitis kimia, dan inkompabilitas obat
dan interaksi dari berbagai obat tambahan).
4. Lokasi Pemasangan Infus
Tempat atau lokasi vena perifer yang sering digunakan pada
pemasangan infus adalah vena supervisial atau perifer kutan yang terletak
di dalam fasia subcutan, merupakan akses paling mudah untuk terapi
intravena. Daerah tempat infus yang memungkinkan adalah permukaan
dorsal tangan (vena supervisial dorsalis, vena basalika, vena sefalika),
lengan bagian dalam (vena basalika, vena sefalika, vena kubital median,
vena median lengan bawah, dan vena radialis), permukaan dorsal (vena
safena magna, ramus dorsalis).3
Gambar 2.1 Lokasi Pemasangan Infus
Pemilihan lokasi pemasangan infus atau terapi intravana
mempertimbangkan beberapa faktor yaitu:9
a. Umur pasien:
pada anak kecil pemilihan vena sangat penting dan mempengaruhi
berapa lama intravena digunakan.
b. Prosedur yang diantisipasi
Bila pasien harus menerima jenis terapi tertentu atau mengalami
beberapa prosedur seperti pembedahan.
c. Aktivitas pasien
kondisi pasien gelisah, bergerak, tak bergerak, perubahan tingkat
kesadaran
d. Jenis intravena
jenis larutan dan obat-obatan yang akan diberikan
e. Durasi terapi intravena
terapi jangka panjang memerlukan pengukuran untuk memelihara
vena; pilih vena yang akurat dan baik, rotasi sisi dengan hati-hati,
rotasi sisi pungsi dari distal ke proksimal.
f. Ketersediaan vena perifer bila sangat sedikit vena yang ada,
pemilihan vena dan rotasi yang berhati-hati menjadi sangat
penting.
g. Terapi intravena sebelumnya
Phlebitis sebelumnya membuat vena menjadi tidak baik untuk di
gunakan, kemoterapi sering membuat vena menjadi rapuh
(misalnya mudah pecah atau sklerosis)
h. Pembedahan sebelumnya
Jangan gunakan ekstremitas yang pada pasien terkena kelenjar
limfe yang telah di angkat (misalnya pasien mastektomi) tanpa izin
dari dokter
i. Sakit sebelumnya
Jangan gunakan ekstremitas yang sakit pada pasien dengan stroke
j. Kesukaan pasien
Menawarkan kepasien jika memungkinkan, pertimbangkan
kesukaan yang dialami pasien untuk sebelah kiri atau kanan.
5. Jenis cairan intravena
Berdasarkan osmolalitasnya cairan intravena (infus) dibagi menjadi 3
yaitu:9
a. Cairan bersifat isotonis
Osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum darah,
Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan
cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki
risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada
penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Seperti cairan
Ringer-Laktat (RL dan NaCl 0,9%).
b. Cairan bersifat hipotonis
Osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan darah (konsentrasi ion
Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam
serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Cairan ditarik dari
dalam pembuluh darah keluar jaringan sekitarnya (prinsip cairan
berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai
akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel
mengalami dehidrasi, seperti pada pasien cuci darah (hemodialisa)
dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula
darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang
membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam
pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan
peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa
orang. seperti NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
c. Cairan bersifat hipertonis
Osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga
menarik cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam
pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah,
meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak).
Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. seperti
Dextrose 5%, NaCl 45% dan Ringer-Lactate.
f. SOP Pemasangan Infus
Standar Operasional Prosedur (SOP) pemasangan infus
adalah16
1) Cuci tangan
Dalam melakukan tindakan perawat diharuskan mecuci tangan
baik sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
2) Dekatkan alat
Peralatan yang dibutuhkan didekatkan agar mudah dijangkau
dalam saat melakukan pemasangan infus.
3) Jelaskan kepada pasien dan keluarga tentang prosedur
pemasangan infus dan efek samping setelah dipasang infus.
Didalam melaksankan tindakan sebelum memasang infus
perawat memberikan informasi pada pasien dan keluarga
tentang maksud dan tujuan dipasang infus.
4) Atur posisi pasien
Memberikan kenyamanan posisi pada pasien dan memudahkan
perawat dalam menentukan vena sebelum dilakukan
pemasangan infus.
5) Siapkan cairan, menyambung botol cairan dengan selang infus
dan gantungkan pada standar infus
Menyiapkan cairan sesuai dengan terapi dan menghilangkan
udara yang ada didalam selang infus.
6) Menentukan area vena yang akan ditusuk
Perawat sebelum menusukkan kateter kedalam vena harus
mempertimbangkan ukuran vena dengan ukuran kateter yang
digunakan.
7) Pasang alas
Pengalas yang diletakan dibawah tangan pasien dengan tujuan
memberikan kenyamanan pasien dan menghindari kotoran
(darah, cairan) yang tumpah tidak mengenai sprai atau pakaian
pasien.
8) Pasang tourniket pembendung ± 15 cm diatas vena yang akan
ditusuk
Tindakan ini dilakukan dengan tujuan mempermudah vena
kelihatan membesar dan tidak bergeser sebelum tusuk dengan
kateter.
9) Pakai sarung tangan
Bagian dari alat pelindung diri perawat dan mengurangi proses
penularan infeksi.
10) Desinfeksi area yang akan ditusuk dengan diameter 5-10 cm
Membersihkan area yang akan ditusuk dengan cairan
disinfektan dengan tujuan mengurangi terjadinya infeksi.
11) Tusukan IV catheter ke vena dengan jarum menghadap ke
jantung
Mengarahkan jarum kateter keatas agar jarum keteter tajam
masuk kedalam vena.
12) Pastikan jarum IV masuk ke vena
Memastikan jarum keteter masuk kedalam vena dengan cara
menarik mandrain atau jarum keluar disertai darah yang keluar
lewat kateter hal ini menunjukan bahwa kateter intravena sudah
masuk.
13) Sambungkan jarum IV dengan selang infus
Menyambungkan selang infus yang telah disiapkan dengan
kateter yang telah masuk kedalam vena.
14) Lakukan fiksasi ujung jarum IV ditempat insersi
Mengikat kateter dengan hepafix atau plaster bertujuan untuk
tidak lepas ataupun bergeser dari vena.
15) Tutup area insersi dengan kasa kering kemudian plester
Menutup kateter dengan kassa steril untuk mengurangi bakteri
masuk kedalam tempat penusukan.
16) Atur tetesan infus sesuai program medis
Mengatur tetesan infus sesuai dengan kebutuhan.
17) Lepas sarung tangan
Melepas sarung tangan yang infekius kedalam tempat infeksius
yang telah disediakan.
18) Pasang label pelaksanaan tindakan yang berisi: nama pelaksana,
tanggal dan jam pelaksanaan.
Memberikan informasi tanggal berikutnya penggantian infus
kepada team sejawat (perawat).
19) Bereskan alat.
Membersihakan peralatan yang telah digunakan dan dilakukan
strerilisasi.
20) Cuci tangan.
Mencuci tangan setelah melakuakan tindakan untuk
mengurangi penularan infeksi.
21) Observasi dan evaluasi respon pasien, catat pada dokumentasi
keperawatan.
Mengawasi dan mengkaji keluhan pasien setelah dipasang infus
dan melihat tanda tanda phlebitis.
6. Komplikasi Pemasangan Infus
Terapi intravena diberikan secara terus-menerus dan dalam jangka waktu
yang lama akan meningkatkan terjadinya komplikasi17.
a. Phlebitis
Inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun
mekanik. Kondisi ini ditandai dengan adanya daerah yang
memerah dan hangat di sekitar daerah insersi/penusukan atau
sepanjang vena, terjadi nyeri atau rasa lunak pada area insersi dan
pembengkakan17.
b. Infiltrasi
Infiltrasi terjadi ketika cairan intravena masuk kedalam subkutan
ditandai dengan adanya pembengkakan (akibat peningkatan cairan
di jaringan) yang menimbulkan ketidaknyamanan dan penurunan
kecepatan aliran17. Infiltrasi adalah Masuknya cairan infus ke
dalam jaringan sekitar (bukan pembuluh darah), terjadi akibat
ujung jarum infus melewati pembuluh darah18.
c. Iritasi vena
Kondisi yang ditandai dengan adanya nyeri selama diinfus,
kemerahan pada kulit di atas area insersi. Iritasi vena bisa terjadi
karena cairan dengan pH tinggi, pH rendah atau osmolaritas yang
tinggi (misal: phenytoin, vancomycin, eritromycin, dan nafcillin)17.
d. Hematoma
Hematoma terjadi akibat kebocoran darah ke jaringan di sekitar
area insersi17. Darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibat
pecahnya pembuluh darah arteri, vena, atau kapiler, terjadi akibat
penekanan yang kurang tepat saat memasukkan jarum pada
pembuluh darah18.
e. Tromboflebitis
Tromboflebitis menggambarkan adanya bekuan darah dan
peradangan dalam vena. Tromboflebitis ditandai adanya nyeri yang
terlokalisasi, kemerahan, rasa hangat, dan pembengkakan di sekitar
area insersi atau sepanjang vena, imobilisasi ekstremitas karena
adanya rasa tidak nyaman dan pembengkakan, kecepatan aliran
yang tersendat, demam, malaise, dan leukositosis.17 Tromboflebitis
atau bengkak (inflamasi) pada pembuluh vena, terjadi akibat infus
yang dipasang tidak dipantau secara ketat dan benar18.
f. Trombosis
Trombosis ditandai dengan adanya nyeri, kemerahan, bengkak
pada vena, dan aliran infus berhenti. Trombosis disebabkan oleh
injuri sel endotel dinding vena17.
g. Occlusion
Occlusion ditandai dengan tidak adanya penambahan aliran ketika
botol dinaikkan, aliran balik darah di selang infus, dan tidak
nyaman pada area pemasangan/ insersi. Occlusion disebabkan oleh
gangguan aliran IV, aliran balik darah ketika pasien berjalan, dan
selang diklem terlalu lama17.
h. Spasme vena
Kondisi ini ditandai dengan nyeri sepanjang vena, kulit pucat di
sekitar vena, aliran berhenti meskipun klem sudah dibuka
maksimal. Spasme vena bisa disebabkan oleh pemberian darah
atau cairan yang dingin, iritasi vena oleh obat atau cairan yang
mudah mengiritasi vena dan aliran yang terlalu cepat12.
i. Reaksi vasovagal
Digambarkan dengan klien tiba-tiba terjadi kollaps pada vena,
dingin, berkeringat, pingsan, pusing, mual dan penurunan tekanan
darah. Reaksi vasovagal bisa disebabkan oleh nyeri atau
kecemasan13.
j. Kerusakan syaraf, tendon dan ligament
Kondisi ini ditandai oleh nyeri ekstrem, kebas/mati rasa, dan
kontraksi otot. Efek lambat yang bisa muncul adalah paralysis
(mati rasa) dan deformitas. Kondisi ini disebabkan oleh tehnik
pemasangan yang tidak tepat sehingga menimbulkan injuri di
sekitar syaraf, tendon dan ligament12.
k. Emboli udara
Masuknya udara ke dalam sirkulasi darah, terjadi akibat masuknya
udara yang ada dalam cairan infus ke dalam pembuluh darah18.
7. Pencegahan komplikasi pemasangan terapi intravena.
Selama proses pemasangan infus perlu memperhatikan hal-hal untuk
mencegah komplikasi yaitu14
a. Ganti lokasi tusukan setiap 48-72 jam dan gunakan set infus baru
b. Ganti kasa steril penutup luka setiap 24-48 jam dan evaluasi tanda
infeksi
c. Observasi tanda / reaksi alergi terhadap infus atau komplikasi lain
d. Jika infus tidak diperlukan lagi, buka fiksasi pada lokasi penusukan
e. Kencangkan klem infus sehingga tidak mengalir
f. Tekan lokasi penusukan menggunakan kasa steril, lalu cabut jarum
infus perlahan, periksa ujung kateter terhadap adanya embolus
g. Bersihkan lokasi penusukan dengan anti septik. Bekas-bekas
plester dibersihkan memakai kapas alkohol atau bensin (jika perlu)
h. Gunakan alat-alat yang steril saat pemasangan, dan gunakan tehnik
sterilisasi dalam pemasangan infus
i. Hindarkan memasang infus pada daerah-daerah yang infeksi, vena
yang telah rusak, vena pada daerah fleksi dan vena yang tidak
stabil
j. Mengatur ketepatan aliran dan regulasi infus dengan tepat.
Penghitungan cairan yang sering digunakan adalah penghitungan
millimeter perjam (ml/h) dan penghitungan tetes permenit.
D. Kepatuhan
1. Pengertian Kepatuhan
Kepatuhan adalah ketaatan seseorang dalam melaksanakan suatu
perintah perawatan, pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh
perawat, dokter atau tenaga kesehatan lainnya19.
Perilaku kepatuhan bersifat sementara karena perilaku akan
bertahan apabila ada pengawasan.bila kurang ada pengawasan maka akan
timbul perilaku ketidakpatuhan. Perilaku kepatuhan ini dapat dicapai jika
pengawas merupakan orang yang dapat dipercaya dan dapat memberikan
motivasi20.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku yaitu:20
a. Faktor internal
1) Pengetahuan
a) Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan terjadi
seseorang telah melakukan penginderaan terhadap suatu
objek. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia
yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba10.
Pengetahuan merupakan suatu bentuk untuk
mengenali, menuturkan dan menentukan tentang suatu hasil
yang diketahui. Oleh karena itu pengetahuan menuntut
adanya kesadaran obyek yang diketahui21. Perilaku yang
didasari pengetahuan umumnya bersifat dalam waktu yang
lama, sebelum orang mengadopsi perilaku baru tersebut
terjadi proses yang berurutan yakni22
(1) Awareness (kesadaran): menyadari stimulus (objek)
terdahulu.
(2) Interest : seseorang mulai tertarik kepada stimulus.
(3) Evaluation: menimbang-nimbang baik dan
buruknya stimulus pada dirinya. Hal ini sikap
responden sudah lebih baik.
(4) Trial : orang telah mulai mencoba perilaku baru.
(5) Adoption : subjek telah berperilaku baru sesuai
dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya
terhadap stimulus.
b) Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6
tingkatan yaitu22
(1) Tahu (know): Memahami sesuatu yang telah dipahami
tentang materi yang telah dipelajari sebelumnya.
(2) Memahami (comprehension): kemampuan menjelaskan
obyek yang diketahui secara benar.
(3) Aplikasi (application): kemampuan menggunakan
materi yang dipelajari pada kondisi yang nyata.
(4) Analisis (analysis): suatu cara memahami materi yang
dipelajari untuk menentukan suatu kesimpulan.
(5) Sintesis (synthetis): kemampuan menghubungksn
bagian bagian untuk menyusun formula baru..
(6) Evaluasi (evaluation): Teknik penilaian terhadap obyek
yang telah ditentukan.
c) Terjadinya Pengetahuan
Terjadinya pengetahuan adalah sebagai berikut:21
(1) Pengalaman indra (sense experience)
Pengetahuan terdahulu yang didapat melalui proses
penginderaan yang terjadi diluar diri manusia.
(2) Nalar (reason)
Nalar adalah cara pandang seseorang menggabungkan
pemikiran untuk mencapai tujuan baru.
(3) Otoritas (authority)
Suatu kekuasaan untuk mendapatkan pengakuan dari
kelompoknya.
(4) Intuisi (intuition)
Intuisi adalah kemampuan dari dalam diri manusia yang
mampu melahirkan gagasan gagasan baru berupa
pengetahuan.
(5) Wahyu (revelation)
Wahyu adalah suatu kepercayaan yang diyakini
manusia berupa berita yang disampaikan oleh Tuhan
untuk kepentingan umatnya.
(6) Keyakinan (faith)
Keyakinan adalah suatu bentuk kepercayaan yang
dimiliki manusia yang bersumber dari tuhan.
d) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
yaitu:22
(1) Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan yaitu kemampuan proses belajar
yang dimiliki manusia berupa akal dan fikiran sehingga
tingkat pendidikan dan jenis pendidikan memberikan
suatu perubahan.
(2) Budaya
Budaya merupakan suatu bentuk keyakinan manusia
yang bersumber pada agama yang dianut dan
merupakan hubungan lingkungan di sekelilingnya..
(3) Pengalaman
Suatu bentuk kejadian dimasa lalu yang berorientasi
pada usia yang semakin bertambah.
e) Alat Ukur Pengetahuan
Penilaian pengetahuan diukur dengan wawancara
atau mengisi angket yang menanyakan tentang isi materi
yang ingin diukur dari obyek penelitian. Data yang bersifat
kualitatif digambarkan dengan kata-kata dan data yang
bersifat kuantitatif berwujud angka-angka, hasil penilaian
dapat diproses dengan cara dijumlahkan, dibandingkan
dengan jumlah yang diinginkan dan diperoleh persentase10.
(1) Pengetahuan baik (76% - 100%)
(2) Pengetahuan cukup (56% - 75%)
(3) Pengetahuan kurang (< 56%)
2) Sikap
a) Pengertian
Sikap adalah bentuk suatu perasaan yang
mendukung ( favourable ) dan perasaan yang tidak
mendukung ( unfavourable ) pada obyek. Sikap berupa
kesiapan untuk bereaki pada obyek tertentu11.
Sikap adalah suatu respon seseorang terhadap
stimulus. Stimulus merupakan reaksi yang bersifat
emosional terhadap stimulus sosial22.
b) Tingkatan Sikap
Tingkatan sikap dibagi menjadi 4 yaitu adalah23
(1) Menerima (receiving): menerima subyek dan
memperhatikan stimulus dari obyek.
(2) Merespon (responding): memberi respon mengerjakan
dan menyelesaikan terhadap stimulus yang diberikan
merupakan bagian dari sikap.
(3) Menghargai (valuing): mengajak orang lain untuk
mendiskusikan suatu pemecahan masalah.
(4) Bertanggung jawab (responsible): menerima segala
bentuk risiko sesuatu yang dipilihnya.
c) Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap
adalah11
(1) Pengalaman pribadi
Segala sesuatu yang telah terjadi dan mempengaruhi
stimulus sosial.
(2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Bentuk pengaruh obyek diluar dari diri manusia yang
mempengaruhi sikap.
(3) Pengaruh kebudayaan.
Kebudayaan ini memiliki peranan penting dalam
pembentukan sikap manusia untuk hubungan social atau
pergaulan.
(4) Media Massa
Sarana media komunikasi dalam pembentukan opini
dan kepercayaan seseorang ( TV, Surat Kabar, Radio,
Majalah dll ).
(5) Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga pendidikan dan lembaga agama memiliki
peranan besar dalam pembentukan sikap manusia untuk
membentuk moral.
(6) Pengaruh Faktor Emosional
Sikap ditentukan oleh lingkungan dan pengalaman
pribadi yang didasari oleh emosi sebagai penyaluran
frustasi atau pertahanan ego.
d) Pengukuran Sikap
Salah satu aspek yang sangat penting untuk
memahami sikap dan perilaku manusia adalah masalah
pengungkapan (assessment) atau pengukuran
(measurement) sikap. Sesungguhnya sikap dapat dipahami
lebih daripada sekedar favorabel atau seberapa tidak
favorabel-nya perasaan seseorang, Sikap dapat diungkap
dan dipahami dari dimensinya. Beberapa karakteristik
(dimensi) sikap yaitu 11 :
(1) Arah
Sikap mempunyai arah artinya sikap terpilah pada dua
arah kesetujuan yaitu apakah setuju atau tidak setuju,
apakah mendukung atau tidak mendukung, apakah
memihak atau tidak memihak terhadap sesuatu objek.
(2) Intensitas
Sikap memiliki intensitas artinya kekuatan sikap
terhadap sesuatu yang belum tentu sama walaupun
arahnya mungkin tidak berbeda.
(3) Keluasan
Sikap juga memiliki keluasan maksudnya kesetujuan
atau ketidaksetujuan terhadap suatu objek baik yang
spesifik maupun non spesifik.
(4) Konsistensi
Sikap juga konsistensi maksudnya adalah kesesuaian
antara pernyataan sikap yang dikemukakan dengan
responsnya terhadap objek, kesesuaian antara
pernyataan sikap dan perilaku yang mudah berubah
ubah dari waktu kewaktu tidak dapat diinterpretasikan.
(5) Spontanitas
Kesiapan individu untuk mengungkapkan sikapnya
secara terbuka tanpa ada desakan dari orang lain,
pembentukan sikap pada umumnya tidak terlihat.
Bentuk skala sikap dapat dijawab dengan setuju atau
tidak setuju.
e) Pembagian Sikap
Pembagian sikap antara lain dengan menggunakan skala
likert :11
(a) Sangat tidak baik : apabila nilainya 0 – 25%
(b) Tidak baik : apabila nilainya 26 – 50%
(c) Baik : apabila nilainya 51 – 75%
(d) Sangat baik : apabila nilainya 76 – 100%
b. Faktor eksternal
a) Karakteristik Organisasi
Keadaan dari organisasi dan struktur organisasi
ditentukan oleh filosofi dari manajer organisasi. Keadaan
organisasi dan struktur organisasi akan memotivasi atau gagal
memotivasi perawat profesional untuk berpartisipasi pada
tingkatan yang konsisten sesuai dengan tujuan. Bahwa
karakteristik organisasi meliputi komitmen organisasi dan
hubungan antara teman sekerja dan supervisor yang akan
berpengaruh terhadap kepuasan kerja dan perilaku individu24.
b) Karakteristik Kelompok
kelompok adalah unit komunitas yang terdiri dari dua
orang atau lebih yang memiliki suatu kesatuan tujuan dan
pemikiran serta integritas antar anggota yang kuat.
Karakteristik kelompok adalah25
(1) adanya interaksi
(2) adanya struktur
(3) kebersamaan
(4) adanya tujuan
(5) ada suasana kelompok
(6) adanya dinamika interdependensi.
Anggota kelompok melaksanakan peran tugas, peran
pembentukan, pemeliharaan kelompok, dan peran individu.
Tekanan dari kelompok sangat mempengaruhi hubungan
interpersonal dan tingkat kepatuhan individu karena individu
terpaksa mengalah dan mengikuti perilaku mayoritas kelompok
meskipun sebenarnya individu tersebut tidak menyetujuinya.
c) Karakteristik Pekerjaan
Karakteristik pekerjaan akan memberikan motivasi bagi
karyawan untuk lebih bekerja dengan giat dan untuk
menumbuhkan semangat kerja yang lebih produktif.
karakteristik pekerjaan adalah proses membuat pekerjaan akan
lebih berarti, menarik dan menantang sehingga dapat mencegah
seseorang dari kebosanan dan aktivitas pekerjaan yang
monoton sehingga pekerjaan terlihat lebih bervariasi25.
d) Karakteristik Lingkungan
Perawat harus bekerja dalam lingkungan yang terbatas dan
berinteraksi secara konstan dengan staf lain, pengunjung, dan
tenaga kesehatan lain. Kondisi seperti ini yang dapat
menurunkan motivasi perawat terhadap pekerjaannya, dapat
menyebabkan stress, dan menimbulkan kepenatan25.
B. Kerangka Teori
Bagan 2.1 Kerangka Teori 11, 3, 22
FAKTOR INTERNAL
usia pasien : usia lanjut (>60 Th)
Vena rapuh, tidak elastic, kolaps
Status gizi : Gizi Buruk
Daya Tahan Berkurang
Mudah Terinfeksi
Stress : Rasa Takut & Nyeri
Berontak
Keadaan Vena : Sering Terpasang
Rapuh, tidak elastis
Penyakit Penyerta : DM yang mengalami arteriosklerosis
Aliran darah ke perifer berkurang
Luka
Jenis kelamin
Laki laki memiliki hormon androgen
Kepatuhan pasien : ketaatan pasien melaksanakan pengobatan Kejadian Phlebitis
FAKTOR EKTERNAL
a. Jenis Cairan : Isotonik, Hipotonik, hipertonik
b. Lokasi Pemasangan : Kateter yang dipasang pada daerah lekukan sering berakibat phlebitis
c. Aseptic Dressing : Teknik cuci Tangan, Mengenakan sarung Tangan, Mengganti larutan IV < 24 jam
Sikap
Tingkat pendidikan
Budaya
Pengalaman
Pengalaman pribadi
Pengaruh orang lain
Pengaruh budaya
Media massa
Lembaga pendidikan
Pengaruh emosional
Kepatuhan dalam melaksanakan SOP pemasangan infus
Produksi kelenjar minyak > sehingga merangsang pertumbuhan bakteri
C. Kerangka Konsep
Variabel independen Variabel dependen
Bagan 2.2 Kerangka Konsep
D. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel Independen (Variabel Bebas)
Variabel independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan dan
sikap
2. Variabel Dependen (Variabel Terikat)
Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel dependen
dalam penelitian ini adalah Kepatuhan perawat dalam melaksanakan
SOP pemasangan infus.
E. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah :
1. Ada hubungan pengetahuan perawat tentang SOP pemasangan infus
dengan kepatuhan perawat dalam melaksanakan SOP pemasangan
infus untuk mencegah kejadian phlebitis di bangsal rawat inap Rumah
Sakit Umum Daerah Kota Semarang.
2. Ada hubungan sikap perawat tentang sop pemasangan infus dengan
kepatuhan perawat dalam melaksanakan sop pemasangan infus untuk
mencegah kejadian phlebitis di bangsal rawat inap Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Semarang.
Pengetahuan
Sikap
Kepatuhan perawat dalam melaksanakan SOP pemasangan infus