bab ii tinjauan pustaka a. - unimus

29
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Phlebitis 1. Pengertian Phlebitis Phlebitis adalah inflamasi pembuluh darah vena yang disebabkan karena iritasi kimia dan mekanik, ditandai dengan adanya daerah yang memerah dan bengkak pada lokasi infus. Lamanya pemasangan infus berisiko terjadinya phlebitis. Phlebitis dipengaruhi oleh cairan atau obat, ukuran dan bahan kateter yang digunakan 12 . Phlebitis merupakan peradangan pada tunika intima pembuluh darah vena, peradangan dikarenakan adanya iritasi pada endhotelium vena tunika intima yang disebabkan lamanya pemasangan infus dalam pemberian terapi cairan 13 . 2. Klasifikasi Phlebitis Phlebitis dibedakan berdasarkan penyebabnya ada 4 kategori yaitu kimia, mekanik, agen infeksi, dan post infus 13 . a. Chemical Phlebitis (Phlebitis kimia) Peradangan pada tunika intima yang disebabkan oleh jenis cairan dan bahan kateter yang digunakan. Jenis larutan yang konsentrasinya atau kepekatannya tinggi seperti glucose, asam amino, dan lipid bersifat flebitogenik. Jenis larutan dikategorikan larutan isotonik, hipotonik dan hipertonik. Larutan isotonik merupakan larutan yang osmolaritasnya antara 280 – 310 mOsm/L, dikatakan hipotonik apabila larutan yang osmolaritasnya kurang dari 280 – 310 mOsm/L sedangkan hipertonik apabila larutan tersebut osmolaritasnya lebih dari 280 – 310 mOsm/L. b. Mechanical Phlebitis (Phlebitis mekanik) Terjadinya perdangan pada pembuluh darah vena yang disebabkan oleh tempat atau lokasi penusukan yang salah dan penggunaan

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. - Unimus

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Phlebitis

1. Pengertian Phlebitis

Phlebitis adalah inflamasi pembuluh darah vena yang

disebabkan karena iritasi kimia dan mekanik, ditandai dengan adanya

daerah yang memerah dan bengkak pada lokasi infus. Lamanya

pemasangan infus berisiko terjadinya phlebitis. Phlebitis dipengaruhi

oleh cairan atau obat, ukuran dan bahan kateter yang digunakan12.

Phlebitis merupakan peradangan pada tunika intima pembuluh

darah vena, peradangan dikarenakan adanya iritasi pada endhotelium

vena tunika intima yang disebabkan lamanya pemasangan infus dalam

pemberian terapi cairan13.

2. Klasifikasi Phlebitis

Phlebitis dibedakan berdasarkan penyebabnya ada 4 kategori

yaitu kimia, mekanik, agen infeksi, dan post infus13.

a. Chemical Phlebitis (Phlebitis kimia)

Peradangan pada tunika intima yang disebabkan oleh jenis cairan

dan bahan kateter yang digunakan. Jenis larutan yang

konsentrasinya atau kepekatannya tinggi seperti glucose, asam

amino, dan lipid bersifat flebitogenik. Jenis larutan dikategorikan

larutan isotonik, hipotonik dan hipertonik. Larutan isotonik

merupakan larutan yang osmolaritasnya antara 280 – 310 mOsm/L,

dikatakan hipotonik apabila larutan yang osmolaritasnya kurang

dari 280 – 310 mOsm/L sedangkan hipertonik apabila larutan

tersebut osmolaritasnya lebih dari 280 – 310 mOsm/L.

b. Mechanical Phlebitis (Phlebitis mekanik)

Terjadinya perdangan pada pembuluh darah vena yang disebabkan

oleh tempat atau lokasi penusukan yang salah dan penggunaan

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. - Unimus

ukuran kateter yang bersar pada pembuluh darah vena yang kecil

menimbulkan iritasi pada vena.

c. Backterial Phlebitis (Phlebitis Bakteri)

Peradangan ini disebabkan karena adanya perkembang biakan

bakteri kateter.

Tabel 2.1 Kuman pathogen yang sering ditemukan di aliran darah Pathogen

Periode

Phatogen

1986 – 1986

1992 - 1999

Coagulase-negatif Staphylococus

27 37

S Aureus 16 13

Enterococcus 8 13

E coli 6 2 Enterobacter 5 5 P aeruginosa 4 4 K pneumoniae 4 3 Candida species 8 8 Gram-negatif rods 19 14

Adanya bakterial phlebitis bisa menjadi masalah yang serius

sebagai predisposisi komplikasi sistemik yaitu septicemia. Faktor –

faktor yang berperan dalam kejadian phlebitis bakteri antara lain :

1) Teknik cuci tangan yang tidak baik.

2) Teknik aseptik yang kurang pada saat penusukan.

3) Tehnik pemasangan katheter yang buruk.

4) Pemasangan yang terlalu lama.

Tindakan pencegahan kontaminasi dari petugas kesehatan dalam

pemasangan infus dengan cara mencuci tangan sebelum dan

sesudah melaksankan tindakan. Selain penggunaan APD (sarung

tangan) dan teknik aseptic sangat diperlukan, hal ini dikarenakan

kemungkinan sarung tangan robek. Teknik aseptic untuk

meminimalkan terjadinya kontaminasi bakteri.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. - Unimus

d. Post Infus Phlebitis

Terjadinya peradangan pembuluh darah vena yang disebabkan

karena adanya pemasangan infus. peradangan ini muncul 48 – 96

jam setelah pemasangan infus.

Faktor yang berperan dengan kejadian phlebitis post infus antara

lain:

1) Tehnik pemasangan kateter yang tidak baik.

2) Pada pasien dengan retardasi mental.

3) Kondisi vena yang baik.

4) Pemberian cairan yang hipertonik atau terlalu asam.

3. Pencegahan Phlebitis

Phlebitis sering terjadi pada pemberian terapi cairan dan

pemberian obat melalui intravena. Pengetahuan merupakan faktor

penting untuk mencegah dan mengatasi kejadian phlebitis. Ada banyak

hal yang harus diperhatikan untuk mencegah terjadinya phlebitis antar

lain:14

a. Mencegah Phlebitis bakterial

Tindakan pencegahan pada phlebitis ini adalah dengan mencuci

tangan, teknik aseptic, perawatan pada daerah yang terpasang infus

serta anti sepsis kulit. Antisepsis bisa menggunakan chlorhexedine

2%, yodium dan alkohol 70 %.

b. Waspada dan tindakan aseptik.

Prinsip aseptik dalam setiap melaksanakan tindakan pemasangan

infus merupakan cara untuk mencegah terjadinya phlebitis. Pada

tempat pengambilan sampel darah dan stopcock (persambungan

kateter dengan selang infus) tempat masuknya bakteri.

c. Rotasi kateter.

Mengganti tempat rotasi kateter merupakan salah satu cara

mengurangi terjadinya phlebitis. Apabila tidak ada kontra indikasi

penggantian kanula kateter lebih dari 72 jam bila lebih dari 72 – 96

jam maka berisiko terjadi infeksi salah satunya adalah phlebitis.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. - Unimus

d. Aseptic dressing

Teknik ini merupakan bagian dari penggunaan balutan yang

transparan sehingga mudah untuk di observasi bila terjadi

pembengkakan dan kemerahan pada daerah lokasi pemasangan

infus.

e. Kecepatan pemberian cairan

Tingkat risiko phlebitis ini kecil apabila lambatnya cairan infus

hipertonik yang masuk mengaliri pembuluh darah vena dan

penggunaan ukuran kateter yang sesuai dengan ukuran vena.

Semakin tingkat osmolaritasnya tinggi dan laju kecepatan cairan

yang masuk risiko terjadinya iritasi pada pembuluh darah vena

semakin besar maka dianjurkan dalam memberikan terapi cairan

benar benar memperhitungkan hitungan tetesan cairan yang sesuai

dengan kebutuhan.

f. Titrable acidity

Titrable acidity adalah mengukur jumlah alkali untuk menetralkan

pH pada larutan infus. Seperti larutan glucose 10 % mengandung

pH 4,0 yang tidak menyebabkan perubahan titrable aciditynya

rendah 0,16 mEq/L maka makin rendah titrable acidity larutan

infus maskin rendah risiko terjadinya phlebitis.

g. Heparin dan hidrokortison

Heparin merupakan cairan yang dapat menambah lama waktu

pemasangan kateter. Pemberian larutan seperti kalium clorida,

lidocain dan anti microbial dapat dikurangi dengan pemberian

melalui intra vena. Penggunaan heparin pada larutan yang

mengandung lipid dapat membentuk endapan kalsium sehingga

terjadi penyumbatan pada kateter, penyumbatan pada kateter dalam

jangka waktu yang lama menimbulkan risiko terjadinya phlebitis.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Phlebitis

a. Faktor Internal

1) Usia

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. - Unimus

Pertahanan terhadap infeksi dapat berubah sesuai usia,

adanya hubungan usia dengan kejadian phlebitis semakin tua

usia pasien maka semakin tinggi kejadian phlebitis disebabkan

kemampuan pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme

semakin rendah7.

Pada usia lanjut ( >60 tahun) vena menjadi rapuh, tidak

elastis dan mudah hilang ( kolaps) sedangkan pasien dengan

usia antara 49 – 59 tidak terjadi phlebitis dikarenakan pada usia

ini pasien lebih kooperatif. pada pasien anak – anak dengan

vena kecil dan banyak bergerak dapat mengakibatkan kateter

bergeser hal ini yang bisa menyebabkan phlebitis8.

2) Status Gizi

Status gizi pasien mempunyai peranan penting, pasien yang

memiliki kerentanan terhadap gizi buruk daya tahan tubuhnya

rendah menimbulkan vena tipis dan mudah rapuh sehingga

terjadi perlukaan akan mudah terkena infeksi.15

Untuk menilai keadaan gizi pasien dapat menggunakan rumus

Index Massa Tubuh adalah : Berat Badan (dalam kg) / Tinggi

Badan (dalam m2 )

Kriteria penilaian :

1. Obesitas tipe 1(25 s/d <30)

2. Obesitas tipe 2(>=30)

3. Normal (18,5 s/d <23)

4. Underweight ( <18,5 )

5. Overweight (23 s/d <25)

3) Stres

Respon tubuh terhadap stress dapat mempengaruhi adapatasi

imunitas Tubuh. Kecemasan dan ketakutan akan nyeri terhadap

pengobatan yang mendalam cenderung akan menghindar dari

perawatan medis. Dengan menurunnya imun tubuh saat

dipasang infus berisiko terjadi phlebitis.11

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. - Unimus

4) Keadaan vena

Vena yang sering terpasang infus dan lama pemasangan

berisiko terjadi phlebitis, terutama pada vena metacarpal karena

pada vena ini tipis dan kecil apabila dimasukan kateter yang

tidak sesuai dengan ukuran vena maka berisiko terjadi

pecahnya pembuluh darah (phlebitis)3.

5) Faktor penyakit

Penyakit yang diderita pasien dapat mempengaruhi terjadinya

phlebitis, misalnya pada pasien Diabetes Militus (DM) yang

mengalami aterosklerosis akan mengakibatkan aliran darah ke

perifer berkurang sehingga jika terdapat luka mudah mengalami

infeksi3.

6) Jenis Kelamin

Adanya hubungan jenis kelamin dengan kejadian phlebitis,

sebagian besar pasien yang mengalami phlebitis adalah laki laki

di bandingkan perempuan. Hormon androgen pada laki laki

akan merangsang kelenjar minyak yang berlebihan sehingga

dapat merangsang pertumbuhan bakteri, bakteri akan tumbuh

disekitar tempat pemasangan infus dan akan menyebabkan

pasien terinfeksi sehingga terjadi phlebitis14.

7) Kepatuhan Pasien

Ketaatan dan kooperatifnya pasien dalam melaksanakan

pengobatan merupakan modal utama untuk proses

penyembuhan misalnya kepatuhan dalam pemasangan infus

apabila pasien dalam penusukan jarum kateter ke pembuluh

darah vena tidak tegang akan menurunkan terjadinya pecahnya

pembuluh darah vena8.

b. Faktor Eksternal

1) Jenis cairan (faktor kimiawi)

Tingkat keasaman (pH) dan osmolaritas cairan infus yang pekat

sering terjadi phlebitis dari 19 pasien yang mendapat terap

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. - Unimus

intravena cairan isotonik yang mengalami phlebitis kategori

ringan sebanyak 10 orang dan pasien yang mendapat cairan

hipertonik yang mengalami phlebitis kategori sedang sebanyak

5 orang7. Hal ini menunjukan bahwa cairan isotonic

osmolaritasnya hampir sama dengan serum darah sehingga

risiko phlebitisnya kecil13.

2) Lokasi pemasangan (faktor mekanis)

Lokasi pemasangan infus yang berisiko terjadi phlebitis adalah

di vena metacarpal karena tempat pemasangan infus yang

sering digunakan adalah di vena superficial yang terletak di

dalam subkutan3. 19 pasien yang di pasang infus di vena

metacarpal 16 pasien mengalami phlebitis hal ini menunjukan

bahwa pemilihan lokasi vena merupakan hal penting dalam

melakukan pemasangan infus7.

3) Aseptik dressing (faktor bakterial)

Teknik aseptik dressing merupakan salah satu cara untuuk

terhindar dari phlebitis bacterial. Tempat penusukan

pemasangan infus merupakan jalan masuknya kuman sehingga

kuman berpotensi masuk kedalam tubuh dengan melakukan

perawatan infus tiap 24 jam dapat memutus perkembangbiakan

kuman12.

B. Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemasangan Infus

1. Pengertian SOP Pemasangan Infus

SOP adalah pedoman tertulis yang digunakan mendorong unit

kerja untuk mencapai suatu tujuan atau tata cara yang telah dibakukan

untuk menyelesaikan suatu proses kerja3. SOP infus adalah suatu cara atau

pedoman untuk memasukan terapi cairan melalui intravena16.

2. Tujuan SOP Pemasangan Infus

Tujuan SOP pemasangan infus antar lain:16

a. Petugas/ pegawai menjaga konsistensi dan tingkat kinerja petugas/

pegawai atau tim dalam organisasi atau unit kerja.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. - Unimus

b. Mengetahui dengan jelas peran dan fungsi tiap-tiap posisi dalam

organisasi.

c. Memperjelas alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari

petugas/pegawai terkait.

d. Melindungi organisasi/unit kerja dan petugas dari malpraktek atau

kesalahan administrasi lainnya.

e. Untuk menghindari kesalahan, duplikasi dan inefisiensi

3. Fungsi SOP Pemasangan Infus

Fungsi SOP antara lain:16

a. Memperlancar tugas petugas atau unit kerja.

b. Sebagai dasar hukum bila terjadi penyimpangan.

c. Mengetahui dengan jelas hambatan-hambatannya dan mudah

dilacak.

d. Mengarahkan petugas untuk disiplin dalam bekerja.

4. Kapan SOP diperlukan

a. SOP harus sudah ada sebelum suatu pekerjaan dilakukan

b. SOP digunakan untuk menilai apakah pekerjaan tersebut sudah

dilakukan dengan baik atau tidak

c. Uji SOP sebelum dijalankan, lakukan revisi jika ada perubahan

langkah kerja yang dapat mempengaruhi lingkungan kerja.

5. Keuntungan adanya SOP

a. SOP yang baik akan menjadi pedoman bagi pelaksana, menjadi

alat komunikasi dan pengawasan serta menjadikan pekerjaan

diselesaikan secara konsisten

b. Para pegawai akan lebih memiliki percaya diri dalam bekerja dan

tahu apa yang harus dicapai dalam setiap pekerjaan

c. SOP juga bisa dipergunakan sebagai salah satu alat trainning dan

bisa digunakan untuk mengukur kinerja pegawai.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. - Unimus

C. Pemasangan Infus

1. Pengertian Pemasangan Infus

Pemasangan infus adalah salah satu cara atau bagian dari

pengobatan untuk memasukkan obat atau vitamin ke dalam tubuh

pasien14.

Terapi intravena merupakan bagian pengobatan dengan cara

memasukan jarum atau kateter kedalam vena dengan tujuan

memasukan cairan, vitamin atau obat masuk kedalam vena dalam

jangka waktu tertentu. Pada pasien dengan kondisi gangguan

keseimbangan cairan, elektrolit, dehidrasi dan shock pemberian terapi

intravena sangat diperlukan untuk mengatasi gangguan tersebut3.

2. Tujuan

Mempertahankan atau mengganti cairan tubuh seperti air, elektrolit,

vitamin, protein, lemak dan kalori merupakan tujuan pemberian

therapy intravena. Pemberian terapi ini diberikan pada pasien yang

tidak bisa Mempertahankan cairan dan elektrolit dalam tubuh melalui

oral15.

3. Keuntungan dan Kerugian

Keuntungan dan kerugian terapi intravena adalah 3:

a. Keuntungan

Keuntungan terapi intravena antara lain : Efek terapeutik segera

dapat tercapai karena penghantaran obat ke tempat target

berlangsung cepat, absorbsi memungkinkan dosis obat lebih tepat,

kecepatan pemberian dapat dikontrol sehingga efek terapeutik

dapat dipertahankan.

b. Kerugian

Kerugian terapi intravena adalah : tidak bisa dilakukan “drug

recall” dan mengubah aksi obat tersebut sehingga resiko toksisitas

dan sensitivitas tinggi, pemberian yang tidak baik bisa

menyebabkan “speed shock” dan komplikasi tambahan seperti

kontaminasi mikroba melalui titik akses ke sirkulasi dalam periode

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. - Unimus

tertentu, iritasi vascular (phlebitis kimia, dan inkompabilitas obat

dan interaksi dari berbagai obat tambahan).

4. Lokasi Pemasangan Infus

Tempat atau lokasi vena perifer yang sering digunakan pada

pemasangan infus adalah vena supervisial atau perifer kutan yang terletak

di dalam fasia subcutan, merupakan akses paling mudah untuk terapi

intravena. Daerah tempat infus yang memungkinkan adalah permukaan

dorsal tangan (vena supervisial dorsalis, vena basalika, vena sefalika),

lengan bagian dalam (vena basalika, vena sefalika, vena kubital median,

vena median lengan bawah, dan vena radialis), permukaan dorsal (vena

safena magna, ramus dorsalis).3

Gambar 2.1 Lokasi Pemasangan Infus

Pemilihan lokasi pemasangan infus atau terapi intravana

mempertimbangkan beberapa faktor yaitu:9

a. Umur pasien:

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. - Unimus

pada anak kecil pemilihan vena sangat penting dan mempengaruhi

berapa lama intravena digunakan.

b. Prosedur yang diantisipasi

Bila pasien harus menerima jenis terapi tertentu atau mengalami

beberapa prosedur seperti pembedahan.

c. Aktivitas pasien

kondisi pasien gelisah, bergerak, tak bergerak, perubahan tingkat

kesadaran

d. Jenis intravena

jenis larutan dan obat-obatan yang akan diberikan

e. Durasi terapi intravena

terapi jangka panjang memerlukan pengukuran untuk memelihara

vena; pilih vena yang akurat dan baik, rotasi sisi dengan hati-hati,

rotasi sisi pungsi dari distal ke proksimal.

f. Ketersediaan vena perifer bila sangat sedikit vena yang ada,

pemilihan vena dan rotasi yang berhati-hati menjadi sangat

penting.

g. Terapi intravena sebelumnya

Phlebitis sebelumnya membuat vena menjadi tidak baik untuk di

gunakan, kemoterapi sering membuat vena menjadi rapuh

(misalnya mudah pecah atau sklerosis)

h. Pembedahan sebelumnya

Jangan gunakan ekstremitas yang pada pasien terkena kelenjar

limfe yang telah di angkat (misalnya pasien mastektomi) tanpa izin

dari dokter

i. Sakit sebelumnya

Jangan gunakan ekstremitas yang sakit pada pasien dengan stroke

j. Kesukaan pasien

Menawarkan kepasien jika memungkinkan, pertimbangkan

kesukaan yang dialami pasien untuk sebelah kiri atau kanan.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. - Unimus

5. Jenis cairan intravena

Berdasarkan osmolalitasnya cairan intravena (infus) dibagi menjadi 3

yaitu:9

a. Cairan bersifat isotonis

Osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum darah,

Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan

cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki

risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada

penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Seperti cairan

Ringer-Laktat (RL dan NaCl 0,9%).

b. Cairan bersifat hipotonis

Osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan darah (konsentrasi ion

Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam

serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Cairan ditarik dari

dalam pembuluh darah keluar jaringan sekitarnya (prinsip cairan

berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai

akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel

mengalami dehidrasi, seperti pada pasien cuci darah (hemodialisa)

dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula

darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang

membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam

pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan

peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa

orang. seperti NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.

c. Cairan bersifat hipertonis

Osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga

menarik cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam

pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah,

meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak).

Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. seperti

Dextrose 5%, NaCl 45% dan Ringer-Lactate.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. - Unimus

f. SOP Pemasangan Infus

Standar Operasional Prosedur (SOP) pemasangan infus

adalah16

1) Cuci tangan

Dalam melakukan tindakan perawat diharuskan mecuci tangan

baik sebelum dan sesudah melakukan tindakan.

2) Dekatkan alat

Peralatan yang dibutuhkan didekatkan agar mudah dijangkau

dalam saat melakukan pemasangan infus.

3) Jelaskan kepada pasien dan keluarga tentang prosedur

pemasangan infus dan efek samping setelah dipasang infus.

Didalam melaksankan tindakan sebelum memasang infus

perawat memberikan informasi pada pasien dan keluarga

tentang maksud dan tujuan dipasang infus.

4) Atur posisi pasien

Memberikan kenyamanan posisi pada pasien dan memudahkan

perawat dalam menentukan vena sebelum dilakukan

pemasangan infus.

5) Siapkan cairan, menyambung botol cairan dengan selang infus

dan gantungkan pada standar infus

Menyiapkan cairan sesuai dengan terapi dan menghilangkan

udara yang ada didalam selang infus.

6) Menentukan area vena yang akan ditusuk

Perawat sebelum menusukkan kateter kedalam vena harus

mempertimbangkan ukuran vena dengan ukuran kateter yang

digunakan.

7) Pasang alas

Pengalas yang diletakan dibawah tangan pasien dengan tujuan

memberikan kenyamanan pasien dan menghindari kotoran

(darah, cairan) yang tumpah tidak mengenai sprai atau pakaian

pasien.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. - Unimus

8) Pasang tourniket pembendung ± 15 cm diatas vena yang akan

ditusuk

Tindakan ini dilakukan dengan tujuan mempermudah vena

kelihatan membesar dan tidak bergeser sebelum tusuk dengan

kateter.

9) Pakai sarung tangan

Bagian dari alat pelindung diri perawat dan mengurangi proses

penularan infeksi.

10) Desinfeksi area yang akan ditusuk dengan diameter 5-10 cm

Membersihkan area yang akan ditusuk dengan cairan

disinfektan dengan tujuan mengurangi terjadinya infeksi.

11) Tusukan IV catheter ke vena dengan jarum menghadap ke

jantung

Mengarahkan jarum kateter keatas agar jarum keteter tajam

masuk kedalam vena.

12) Pastikan jarum IV masuk ke vena

Memastikan jarum keteter masuk kedalam vena dengan cara

menarik mandrain atau jarum keluar disertai darah yang keluar

lewat kateter hal ini menunjukan bahwa kateter intravena sudah

masuk.

13) Sambungkan jarum IV dengan selang infus

Menyambungkan selang infus yang telah disiapkan dengan

kateter yang telah masuk kedalam vena.

14) Lakukan fiksasi ujung jarum IV ditempat insersi

Mengikat kateter dengan hepafix atau plaster bertujuan untuk

tidak lepas ataupun bergeser dari vena.

15) Tutup area insersi dengan kasa kering kemudian plester

Menutup kateter dengan kassa steril untuk mengurangi bakteri

masuk kedalam tempat penusukan.

16) Atur tetesan infus sesuai program medis

Mengatur tetesan infus sesuai dengan kebutuhan.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. - Unimus

17) Lepas sarung tangan

Melepas sarung tangan yang infekius kedalam tempat infeksius

yang telah disediakan.

18) Pasang label pelaksanaan tindakan yang berisi: nama pelaksana,

tanggal dan jam pelaksanaan.

Memberikan informasi tanggal berikutnya penggantian infus

kepada team sejawat (perawat).

19) Bereskan alat.

Membersihakan peralatan yang telah digunakan dan dilakukan

strerilisasi.

20) Cuci tangan.

Mencuci tangan setelah melakuakan tindakan untuk

mengurangi penularan infeksi.

21) Observasi dan evaluasi respon pasien, catat pada dokumentasi

keperawatan.

Mengawasi dan mengkaji keluhan pasien setelah dipasang infus

dan melihat tanda tanda phlebitis.

6. Komplikasi Pemasangan Infus

Terapi intravena diberikan secara terus-menerus dan dalam jangka waktu

yang lama akan meningkatkan terjadinya komplikasi17.

a. Phlebitis

Inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun

mekanik. Kondisi ini ditandai dengan adanya daerah yang

memerah dan hangat di sekitar daerah insersi/penusukan atau

sepanjang vena, terjadi nyeri atau rasa lunak pada area insersi dan

pembengkakan17.

b. Infiltrasi

Infiltrasi terjadi ketika cairan intravena masuk kedalam subkutan

ditandai dengan adanya pembengkakan (akibat peningkatan cairan

di jaringan) yang menimbulkan ketidaknyamanan dan penurunan

kecepatan aliran17. Infiltrasi adalah Masuknya cairan infus ke

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. - Unimus

dalam jaringan sekitar (bukan pembuluh darah), terjadi akibat

ujung jarum infus melewati pembuluh darah18.

c. Iritasi vena

Kondisi yang ditandai dengan adanya nyeri selama diinfus,

kemerahan pada kulit di atas area insersi. Iritasi vena bisa terjadi

karena cairan dengan pH tinggi, pH rendah atau osmolaritas yang

tinggi (misal: phenytoin, vancomycin, eritromycin, dan nafcillin)17.

d. Hematoma

Hematoma terjadi akibat kebocoran darah ke jaringan di sekitar

area insersi17. Darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibat

pecahnya pembuluh darah arteri, vena, atau kapiler, terjadi akibat

penekanan yang kurang tepat saat memasukkan jarum pada

pembuluh darah18.

e. Tromboflebitis

Tromboflebitis menggambarkan adanya bekuan darah dan

peradangan dalam vena. Tromboflebitis ditandai adanya nyeri yang

terlokalisasi, kemerahan, rasa hangat, dan pembengkakan di sekitar

area insersi atau sepanjang vena, imobilisasi ekstremitas karena

adanya rasa tidak nyaman dan pembengkakan, kecepatan aliran

yang tersendat, demam, malaise, dan leukositosis.17 Tromboflebitis

atau bengkak (inflamasi) pada pembuluh vena, terjadi akibat infus

yang dipasang tidak dipantau secara ketat dan benar18.

f. Trombosis

Trombosis ditandai dengan adanya nyeri, kemerahan, bengkak

pada vena, dan aliran infus berhenti. Trombosis disebabkan oleh

injuri sel endotel dinding vena17.

g. Occlusion

Occlusion ditandai dengan tidak adanya penambahan aliran ketika

botol dinaikkan, aliran balik darah di selang infus, dan tidak

nyaman pada area pemasangan/ insersi. Occlusion disebabkan oleh

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. - Unimus

gangguan aliran IV, aliran balik darah ketika pasien berjalan, dan

selang diklem terlalu lama17.

h. Spasme vena

Kondisi ini ditandai dengan nyeri sepanjang vena, kulit pucat di

sekitar vena, aliran berhenti meskipun klem sudah dibuka

maksimal. Spasme vena bisa disebabkan oleh pemberian darah

atau cairan yang dingin, iritasi vena oleh obat atau cairan yang

mudah mengiritasi vena dan aliran yang terlalu cepat12.

i. Reaksi vasovagal

Digambarkan dengan klien tiba-tiba terjadi kollaps pada vena,

dingin, berkeringat, pingsan, pusing, mual dan penurunan tekanan

darah. Reaksi vasovagal bisa disebabkan oleh nyeri atau

kecemasan13.

j. Kerusakan syaraf, tendon dan ligament

Kondisi ini ditandai oleh nyeri ekstrem, kebas/mati rasa, dan

kontraksi otot. Efek lambat yang bisa muncul adalah paralysis

(mati rasa) dan deformitas. Kondisi ini disebabkan oleh tehnik

pemasangan yang tidak tepat sehingga menimbulkan injuri di

sekitar syaraf, tendon dan ligament12.

k. Emboli udara

Masuknya udara ke dalam sirkulasi darah, terjadi akibat masuknya

udara yang ada dalam cairan infus ke dalam pembuluh darah18.

7. Pencegahan komplikasi pemasangan terapi intravena.

Selama proses pemasangan infus perlu memperhatikan hal-hal untuk

mencegah komplikasi yaitu14

a. Ganti lokasi tusukan setiap 48-72 jam dan gunakan set infus baru

b. Ganti kasa steril penutup luka setiap 24-48 jam dan evaluasi tanda

infeksi

c. Observasi tanda / reaksi alergi terhadap infus atau komplikasi lain

d. Jika infus tidak diperlukan lagi, buka fiksasi pada lokasi penusukan

e. Kencangkan klem infus sehingga tidak mengalir

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. - Unimus

f. Tekan lokasi penusukan menggunakan kasa steril, lalu cabut jarum

infus perlahan, periksa ujung kateter terhadap adanya embolus

g. Bersihkan lokasi penusukan dengan anti septik. Bekas-bekas

plester dibersihkan memakai kapas alkohol atau bensin (jika perlu)

h. Gunakan alat-alat yang steril saat pemasangan, dan gunakan tehnik

sterilisasi dalam pemasangan infus

i. Hindarkan memasang infus pada daerah-daerah yang infeksi, vena

yang telah rusak, vena pada daerah fleksi dan vena yang tidak

stabil

j. Mengatur ketepatan aliran dan regulasi infus dengan tepat.

Penghitungan cairan yang sering digunakan adalah penghitungan

millimeter perjam (ml/h) dan penghitungan tetes permenit.

D. Kepatuhan

1. Pengertian Kepatuhan

Kepatuhan adalah ketaatan seseorang dalam melaksanakan suatu

perintah perawatan, pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh

perawat, dokter atau tenaga kesehatan lainnya19.

Perilaku kepatuhan bersifat sementara karena perilaku akan

bertahan apabila ada pengawasan.bila kurang ada pengawasan maka akan

timbul perilaku ketidakpatuhan. Perilaku kepatuhan ini dapat dicapai jika

pengawas merupakan orang yang dapat dipercaya dan dapat memberikan

motivasi20.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku yaitu:20

a. Faktor internal

1) Pengetahuan

a) Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan terjadi

seseorang telah melakukan penginderaan terhadap suatu

objek. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. - Unimus

yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan

raba10.

Pengetahuan merupakan suatu bentuk untuk

mengenali, menuturkan dan menentukan tentang suatu hasil

yang diketahui. Oleh karena itu pengetahuan menuntut

adanya kesadaran obyek yang diketahui21. Perilaku yang

didasari pengetahuan umumnya bersifat dalam waktu yang

lama, sebelum orang mengadopsi perilaku baru tersebut

terjadi proses yang berurutan yakni22

(1) Awareness (kesadaran): menyadari stimulus (objek)

terdahulu.

(2) Interest : seseorang mulai tertarik kepada stimulus.

(3) Evaluation: menimbang-nimbang baik dan

buruknya stimulus pada dirinya. Hal ini sikap

responden sudah lebih baik.

(4) Trial : orang telah mulai mencoba perilaku baru.

(5) Adoption : subjek telah berperilaku baru sesuai

dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya

terhadap stimulus.

b) Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6

tingkatan yaitu22

(1) Tahu (know): Memahami sesuatu yang telah dipahami

tentang materi yang telah dipelajari sebelumnya.

(2) Memahami (comprehension): kemampuan menjelaskan

obyek yang diketahui secara benar.

(3) Aplikasi (application): kemampuan menggunakan

materi yang dipelajari pada kondisi yang nyata.

(4) Analisis (analysis): suatu cara memahami materi yang

dipelajari untuk menentukan suatu kesimpulan.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. - Unimus

(5) Sintesis (synthetis): kemampuan menghubungksn

bagian bagian untuk menyusun formula baru..

(6) Evaluasi (evaluation): Teknik penilaian terhadap obyek

yang telah ditentukan.

c) Terjadinya Pengetahuan

Terjadinya pengetahuan adalah sebagai berikut:21

(1) Pengalaman indra (sense experience)

Pengetahuan terdahulu yang didapat melalui proses

penginderaan yang terjadi diluar diri manusia.

(2) Nalar (reason)

Nalar adalah cara pandang seseorang menggabungkan

pemikiran untuk mencapai tujuan baru.

(3) Otoritas (authority)

Suatu kekuasaan untuk mendapatkan pengakuan dari

kelompoknya.

(4) Intuisi (intuition)

Intuisi adalah kemampuan dari dalam diri manusia yang

mampu melahirkan gagasan gagasan baru berupa

pengetahuan.

(5) Wahyu (revelation)

Wahyu adalah suatu kepercayaan yang diyakini

manusia berupa berita yang disampaikan oleh Tuhan

untuk kepentingan umatnya.

(6) Keyakinan (faith)

Keyakinan adalah suatu bentuk kepercayaan yang

dimiliki manusia yang bersumber dari tuhan.

d) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

yaitu:22

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. - Unimus

(1) Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan yaitu kemampuan proses belajar

yang dimiliki manusia berupa akal dan fikiran sehingga

tingkat pendidikan dan jenis pendidikan memberikan

suatu perubahan.

(2) Budaya

Budaya merupakan suatu bentuk keyakinan manusia

yang bersumber pada agama yang dianut dan

merupakan hubungan lingkungan di sekelilingnya..

(3) Pengalaman

Suatu bentuk kejadian dimasa lalu yang berorientasi

pada usia yang semakin bertambah.

e) Alat Ukur Pengetahuan

Penilaian pengetahuan diukur dengan wawancara

atau mengisi angket yang menanyakan tentang isi materi

yang ingin diukur dari obyek penelitian. Data yang bersifat

kualitatif digambarkan dengan kata-kata dan data yang

bersifat kuantitatif berwujud angka-angka, hasil penilaian

dapat diproses dengan cara dijumlahkan, dibandingkan

dengan jumlah yang diinginkan dan diperoleh persentase10.

(1) Pengetahuan baik (76% - 100%)

(2) Pengetahuan cukup (56% - 75%)

(3) Pengetahuan kurang (< 56%)

2) Sikap

a) Pengertian

Sikap adalah bentuk suatu perasaan yang

mendukung ( favourable ) dan perasaan yang tidak

mendukung ( unfavourable ) pada obyek. Sikap berupa

kesiapan untuk bereaki pada obyek tertentu11.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. - Unimus

Sikap adalah suatu respon seseorang terhadap

stimulus. Stimulus merupakan reaksi yang bersifat

emosional terhadap stimulus sosial22.

b) Tingkatan Sikap

Tingkatan sikap dibagi menjadi 4 yaitu adalah23

(1) Menerima (receiving): menerima subyek dan

memperhatikan stimulus dari obyek.

(2) Merespon (responding): memberi respon mengerjakan

dan menyelesaikan terhadap stimulus yang diberikan

merupakan bagian dari sikap.

(3) Menghargai (valuing): mengajak orang lain untuk

mendiskusikan suatu pemecahan masalah.

(4) Bertanggung jawab (responsible): menerima segala

bentuk risiko sesuatu yang dipilihnya.

c) Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap

adalah11

(1) Pengalaman pribadi

Segala sesuatu yang telah terjadi dan mempengaruhi

stimulus sosial.

(2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Bentuk pengaruh obyek diluar dari diri manusia yang

mempengaruhi sikap.

(3) Pengaruh kebudayaan.

Kebudayaan ini memiliki peranan penting dalam

pembentukan sikap manusia untuk hubungan social atau

pergaulan.

(4) Media Massa

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. - Unimus

Sarana media komunikasi dalam pembentukan opini

dan kepercayaan seseorang ( TV, Surat Kabar, Radio,

Majalah dll ).

(5) Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Lembaga pendidikan dan lembaga agama memiliki

peranan besar dalam pembentukan sikap manusia untuk

membentuk moral.

(6) Pengaruh Faktor Emosional

Sikap ditentukan oleh lingkungan dan pengalaman

pribadi yang didasari oleh emosi sebagai penyaluran

frustasi atau pertahanan ego.

d) Pengukuran Sikap

Salah satu aspek yang sangat penting untuk

memahami sikap dan perilaku manusia adalah masalah

pengungkapan (assessment) atau pengukuran

(measurement) sikap. Sesungguhnya sikap dapat dipahami

lebih daripada sekedar favorabel atau seberapa tidak

favorabel-nya perasaan seseorang, Sikap dapat diungkap

dan dipahami dari dimensinya. Beberapa karakteristik

(dimensi) sikap yaitu 11 :

(1) Arah

Sikap mempunyai arah artinya sikap terpilah pada dua

arah kesetujuan yaitu apakah setuju atau tidak setuju,

apakah mendukung atau tidak mendukung, apakah

memihak atau tidak memihak terhadap sesuatu objek.

(2) Intensitas

Sikap memiliki intensitas artinya kekuatan sikap

terhadap sesuatu yang belum tentu sama walaupun

arahnya mungkin tidak berbeda.

(3) Keluasan

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. - Unimus

Sikap juga memiliki keluasan maksudnya kesetujuan

atau ketidaksetujuan terhadap suatu objek baik yang

spesifik maupun non spesifik.

(4) Konsistensi

Sikap juga konsistensi maksudnya adalah kesesuaian

antara pernyataan sikap yang dikemukakan dengan

responsnya terhadap objek, kesesuaian antara

pernyataan sikap dan perilaku yang mudah berubah

ubah dari waktu kewaktu tidak dapat diinterpretasikan.

(5) Spontanitas

Kesiapan individu untuk mengungkapkan sikapnya

secara terbuka tanpa ada desakan dari orang lain,

pembentukan sikap pada umumnya tidak terlihat.

Bentuk skala sikap dapat dijawab dengan setuju atau

tidak setuju.

e) Pembagian Sikap

Pembagian sikap antara lain dengan menggunakan skala

likert :11

(a) Sangat tidak baik : apabila nilainya 0 – 25%

(b) Tidak baik : apabila nilainya 26 – 50%

(c) Baik : apabila nilainya 51 – 75%

(d) Sangat baik : apabila nilainya 76 – 100%

b. Faktor eksternal

a) Karakteristik Organisasi

Keadaan dari organisasi dan struktur organisasi

ditentukan oleh filosofi dari manajer organisasi. Keadaan

organisasi dan struktur organisasi akan memotivasi atau gagal

memotivasi perawat profesional untuk berpartisipasi pada

tingkatan yang konsisten sesuai dengan tujuan. Bahwa

karakteristik organisasi meliputi komitmen organisasi dan

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. - Unimus

hubungan antara teman sekerja dan supervisor yang akan

berpengaruh terhadap kepuasan kerja dan perilaku individu24.

b) Karakteristik Kelompok

kelompok adalah unit komunitas yang terdiri dari dua

orang atau lebih yang memiliki suatu kesatuan tujuan dan

pemikiran serta integritas antar anggota yang kuat.

Karakteristik kelompok adalah25

(1) adanya interaksi

(2) adanya struktur

(3) kebersamaan

(4) adanya tujuan

(5) ada suasana kelompok

(6) adanya dinamika interdependensi.

Anggota kelompok melaksanakan peran tugas, peran

pembentukan, pemeliharaan kelompok, dan peran individu.

Tekanan dari kelompok sangat mempengaruhi hubungan

interpersonal dan tingkat kepatuhan individu karena individu

terpaksa mengalah dan mengikuti perilaku mayoritas kelompok

meskipun sebenarnya individu tersebut tidak menyetujuinya.

c) Karakteristik Pekerjaan

Karakteristik pekerjaan akan memberikan motivasi bagi

karyawan untuk lebih bekerja dengan giat dan untuk

menumbuhkan semangat kerja yang lebih produktif.

karakteristik pekerjaan adalah proses membuat pekerjaan akan

lebih berarti, menarik dan menantang sehingga dapat mencegah

seseorang dari kebosanan dan aktivitas pekerjaan yang

monoton sehingga pekerjaan terlihat lebih bervariasi25.

d) Karakteristik Lingkungan

Perawat harus bekerja dalam lingkungan yang terbatas dan

berinteraksi secara konstan dengan staf lain, pengunjung, dan

tenaga kesehatan lain. Kondisi seperti ini yang dapat

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. - Unimus

menurunkan motivasi perawat terhadap pekerjaannya, dapat

menyebabkan stress, dan menimbulkan kepenatan25.

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. - Unimus

B. Kerangka Teori

Bagan 2.1 Kerangka Teori 11, 3, 22

FAKTOR INTERNAL

usia pasien : usia lanjut (>60 Th)

Vena rapuh, tidak elastic, kolaps

Status gizi : Gizi Buruk

Daya Tahan Berkurang

Mudah Terinfeksi

Stress : Rasa Takut & Nyeri

Berontak

Keadaan Vena : Sering Terpasang

Rapuh, tidak elastis

Penyakit Penyerta : DM yang mengalami arteriosklerosis

Aliran darah ke perifer berkurang

Luka

Jenis kelamin

Laki laki memiliki hormon androgen

Kepatuhan pasien : ketaatan pasien melaksanakan pengobatan Kejadian Phlebitis

FAKTOR EKTERNAL

a. Jenis Cairan : Isotonik, Hipotonik, hipertonik

b. Lokasi Pemasangan : Kateter yang dipasang pada daerah lekukan sering berakibat phlebitis

c. Aseptic Dressing : Teknik cuci Tangan, Mengenakan sarung Tangan, Mengganti larutan IV < 24 jam

Sikap

Tingkat pendidikan

Budaya

Pengalaman

Pengalaman pribadi

Pengaruh orang lain

Pengaruh budaya

Media massa

Lembaga pendidikan

Pengaruh emosional

Kepatuhan dalam melaksanakan SOP pemasangan infus

Produksi kelenjar minyak > sehingga merangsang pertumbuhan bakteri

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. - Unimus

C. Kerangka Konsep

Variabel independen Variabel dependen

Bagan 2.2 Kerangka Konsep

D. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel Independen (Variabel Bebas)

Variabel independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan dan

sikap

2. Variabel Dependen (Variabel Terikat)

Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang

menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel dependen

dalam penelitian ini adalah Kepatuhan perawat dalam melaksanakan

SOP pemasangan infus.

E. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah :

1. Ada hubungan pengetahuan perawat tentang SOP pemasangan infus

dengan kepatuhan perawat dalam melaksanakan SOP pemasangan

infus untuk mencegah kejadian phlebitis di bangsal rawat inap Rumah

Sakit Umum Daerah Kota Semarang.

2. Ada hubungan sikap perawat tentang sop pemasangan infus dengan

kepatuhan perawat dalam melaksanakan sop pemasangan infus untuk

mencegah kejadian phlebitis di bangsal rawat inap Rumah Sakit

Umum Daerah Kota Semarang.

Pengetahuan

Sikap

Kepatuhan perawat dalam melaksanakan SOP pemasangan infus

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. - Unimus