bab ii tinjauan pustaka a. tinjauan teoritis 1. pengertian...
TRANSCRIPT
xxii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis
1. Pengertian Rasio Keuangan
Rasio keuangan merupakan alat analisis keuangan yang paling sering
digunakan. Rasio keuangan menghubungkan berbagai perkiraan yang terdapat
pada laporan keuangan sehingga kondisi keuangan dan hasil operasi suatu
perusahaan dapat diinterpretasikan. Menurut Simamora (2000 : 822) “rasio
merupakan pedoman yang berfaedah dalam mengevaluasi posisi dan operasi
keuangan perusahaan dan mengadakan perbandingan dengan hasil-hasil dari
tahun-tahun sebelumnya atau perusahaaan-perusahaan lain”.
Rasio keuangan dapat digunakan untuk mengetahui apakah telah terjadi
penyimpangan dalam melaksanakan aktivitas operasional perusahaan. Menurut
Wild, Subramanyam, dan Halsey (2005 : 36) “Rasio merupakan alat untuk
meyediakan pandangan terhadap kondisi yang mendasari. Rasio merupakan salah
satu titik awal, bukan titik akhir. Rasio yang diinterpretasikan dengan tepat
mengindikasikan area yang memerlukan investigasi lebih lanjut”. Dari definisi ini
rasio dapat digunakan untuk mengetahui apakah terdapat penyimpangan-
penyimpangan dengan cara membandingkan rasio keuangan dengan tahun-tahun
sebelumnya.
Rasio keuangan menunjukkan hubungan sistematis dalam bentuk
perbandingan antara perkiraan-perkiraan laporan keuangan. Agar hasil
Universitas Sumatera Utara
xxiii
perhitungan rasio keuangan dapat diinterpretasikan, perkiraan-perkiraan yang
dibandingkan harus mengarah pada hubungan ekonomis yang penting. Contoh
perbandingan yang tidak dapat diinterpretasikan adalah perbandingan antara
beban perlengkapan dengan harga saham karena beban perlengkapan tidak ada
kaitannya dengan faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham perusahaan
tersebut.
Untuk dapat menginterpretasikan hasil perhitungan rasio keuangan, maka
diperlukan adanya pembanding. Ada dua metode pembandingan rasio keuangan
perusahaan menurut Syamsuddin (2000 : 39) yaitu:
− Cross-sectional approach Cross-sectional approach adalah suatu cara mengevaluasi dengan jalan
membandingkan rasio-rasio antara perusahaan yang satu dengan perusahaan lainnya yang sejenis pada saat yang bersamaan.
− Time series analysis Time series analysis dilakukan dengan jalan membandingkan rasio-rasio
finansial perusahaan dari satu periode ke periode lainnya.
Rasio keuangan merupakan alat utama untuk melakukan analisis keuangan
dan memiliki beberapa kegunaan. Menurut Keomn, Scott, Martin, dan Petty (2005
: 108)
Rasio keuangan dapat digunakan untuk menjawab setidaknya 4 pertanyaan: bagaimana tingkat likuiditas perusahaan, apakah manajemen efektif dalam menghasilkan laba operasi atas aktiva yang dimiliki perusahaan, bagaimana perusahaan didanai, apakah pemegang saham biasa mendapat tingkat pengembalian yang cukup.
Terdapat dua hal penting yang harus diperhatikan ketika melakukan
perhitungan rasio keuangan agar diperoleh hasil perhitungan rasio lebih tepat.
Sebagaimana dikemukakan oleh Simamora (2000 : 523)
Universitas Sumatera Utara
xxiv
Pertama, untuk beberapa pengecualian, tidak ada ketentuan-ketentuan baku dan cepat untuk komputasi rasio. Kedua, dalam penghitungan banyak rasio, angka-angka laporan laba rugi dibandingkan dengan angka-angka neraca. Karena laporan laba rugi mengacu pada suatu periode waktu dan neraca mengacu pada suatu titik waktu, maka dalam penghitungan rasio-rasio adalah baik untuk menghitung rata-rata untuk angka-angka neraca.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan rasio
keuangan sebagai alat analisis. Hal-hal tersebut akan membantu analis dalam
menginterpretasikan hasil perhitungan rasio keuangan sehingga dihasilkan
kesimpulan yang lebih tepat. Syamsuddin (2000 : 40) mengemukakan beberapa
hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan rasio keuangan sebagai alat
analisis.
− Sebuah rasio saja tidak dapat digunakan untuk menilai keseluruhan operasi yang telah dilaksanakan. Untuk menilai keadaan perusahaan secara keseluruhan sejumlah rasio haruslah dinilai secara bersama-sama. Kalau sekiranya hanya satu aspek saja yang ingin dinilai, maka satu atau dua rasio saja sudah cukup digunakan.
− Pembandingan yang dilakukan haruslah dari perusahaan yang sejenis dan pada saat yang sama. Tidaklah tepat kita membandingkan rasio finansial perusahaan A pada tahun 19X0 dengan rasio finansial perusahaan B pada tahun 19X1.
− Sebaiknya perhitungan rasio finansial didasarkan pada data laporan keuangan yang telah diaudit (diperiksa). Laporan keuangan yang belum diaudit masih diragukan kebenarannya, sehingga rasio-rasio yang dihitung juga kurang akurat.
− Adalah sangat penting untuk diperhatikan bahwa pelaporan atau akuntansi yang digunakan haruslah sama.
2. Jenis-jenis Rasio Keuangan
Ada banyak jenis-jenis rasio keuangan yang biasa digunakan dalam
melakukan analisis keuangan. Sebagaimana yang dikemukanan oleh Van Horne
dan Wachowicz (2005 : 204)
Universitas Sumatera Utara
xxv
Rasio-rasio keuangan yang umumnya digunakan pada dasarnya terdiri atas dua jenis. Jenis pertama meringkas beberapa aspek dari “kondisi keuangan” perusahaan untuk suatu periode-periode dengan neraca yang telah dibuat. Rasio-rasio ini disebut rasio rasio neraca (balance sheet ratio), karena baik pembilang maupun penyebut dalam setiap rasio berasal langsung dari neraca. Jenis kedua dari rasio meringkas beberapa aspek kinerja perusahaan selama periode waktu tertentu, biasanya dalam setahun. Rasio-rasio ini disebut sebagai rasio laporan laba rugi (income statement ratio) atau rasio laba rugi/neraca (income statement/balance sheet ratio).
Secara umum rasio-rasio keuangan dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis
kelompok rasio keuangan antara lain:
a. Rasio Likuditas
Rasio likuiditas biasa digunakan dalam melakukan analisis kredit karena
likuiditas berkaitan dengan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban
jangka pendeknya. Pihak-pihak yang berkepentingan dalam menilai tingkat
likuiditas perusahaan adalah kreditor-kreditor jangka pendek seperti pemasok dan
bankir. Rasio likuiditas menurut Van Horne dan Wachowicz (2005 : 206) adalah
“rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka
pendeknya”.
Untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya perusahaan memerlukan
sejumlah kas yang cukup sebagaimana yang dikemukakan oleh Wild,
Subramanyam dan Halsey (2005 : 9) “Likuiditas (liquiditty) merupakan
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan kas dalam jangka pendek untuk
memenuhi kewajibannya. Likuiditas bergantung pada arus kas perusahaan dan
komponen aktiva lancar dan kewajiban lancarnya”. Menurut Syamsuddin (2000 :
41) “likuiditas tidak hanya berkenaan dengan keadaan keseluruhan keuangan
perusahaan, tetapi juga berkenaan dengan kemampuannya untuk mengubah aktiva
Universitas Sumatera Utara
xxvi
lancar tertentu menjadi uang kas”. Perusahaan harus mengubah aktiva lancar
tertentu menjadi kas untuk membayar kewajiban lancarnya, misalnya perusahaan
perlu menagih piutang atau menjual persediaannya sehingga perusahaan
memperoleh kas.
Rasio likuiditas dapat dibagi lagi menjadi beberapa jenis. Masing-masing rasio
likuiditas mencerminkan perspektif yang berbeda dalam mengukur kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Rasio likuiditas
tersebut menurut Tampubolon (2005 : 36) “antara lain current ratio, quick ratio,
absolute liquidity ratio”. Menurut Darsono dan Ashari (2005 : 52-53) “rasio
likuiditas meliputi rasio lancar, quick test ratio, net working capital, defensive
interval ratio”.
Menurut Van Horne dan Wachowicz “acid test ratio memberikan ukuran yang
mendalam tentang likuiditas daripada rasio lancar”. Current ratio menunjukkan
hubungan antara aktiva lancar dengan kewajiban lancar suatu perusahaan.
Meskipun quick test ratio atau acid test ratio memberikan gambaran yang lebih
baik dalam mengukur tingkat likuiditas dibandingkan current ratio karena hanya
terdiri dari kas, surat-surat berharga, dan piutang usaha, tetapi acid test ratio
memiliki kelemahan dalam mengukur tingkat likuiditas. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Syamsuddin (2000 : 46)
Acid test ratio ini akan memberikan gambaran likuiditas yang lebih tepat hanya apabila inventory sulit untuk dijual dengan segera tanpa menurunkan nilainya. Dengan perkataan lain, apabila inventory dapat dijual dengan segera tanpa menurunkan nilainya, maka penggunaan current ratio lebih disukai sebagai pengukuran tingkat likuiditas perusahaan secara menyeluruh (overall liquidity of the firm).
Universitas Sumatera Utara
xxvii
Rasio likuiditas yang menjadi fokus penelitian ini adalah rasio lancar. Rasio
lancar menurut Simamora (2000 : 524) “menunjukkan kemampuan perusahaan
untuk melunasi kewajiban jangka pendeknya dari aktiva lancarnya”. Pihak yang
paling berkepentingan terhadap rasio lancar adalah kreditor jangka pendek seperti
pemasok. Jumlah kas dan jumlah persediaan dan piutang yang akan dikonversi
menjadi kas merupakan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan untuk
membayar kewajiban kepada kreditor jangka pendek. Rumus untuk menghitung
rasio lancar menurut Wild, Subramanyam, dan Halsey (2005 : 4)
Rasio lancar = LancarKewajiban
Lancar Aktiva
Rumus tersebut menunjukkan hubungan antara aktiva lancar dengan
kewajiban lancar. Semakin besar aktiva lancar, maka rasio semakin tinggi rasio
lancarnya. Apabila dinyatakan bahwa rasio lancar suatu perusahaan adalah
sebsesar 2, artinya setiap satu rupiah kewajiban lancar akan dijamin oleh dua
rupiah aktiva lancar.
Menurut Syamsuddin (2000 : 44) “tidak ada suatu ketentuan mutlak tentang
berapa tingkat current ratio yang dianggap baik atau yang harus dipertahankan
oleh suatu perusahaan karena biasanya tingkat current ratio ini juga sangat
tergantung pada jenis usaha dari masing-masing perusahaan perusahaan”. Untuk
mengetahui apakah rasio lancar perusahaan baik, hasil perhitungan rasio lancar
harus dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya atau dengan industri sejenis.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menganalisis rasio lancar
menurut Simamora (2005 : 525) antara lain “(1) praktik yang berlaku dalam
Universitas Sumatera Utara
xxviii
industri, (2) lamanya siklus operasi dalam perusahaan, dan (3) bauran aktiva
lancar perusahaan”.
Rasio lancar yang tinggi belum tentu menunjukkan bahwa kemampuan
perusahaan untuk membayar kewajiban lancarnya juga tinggi. Dalam
menganalisis rasio lancar perlu diperhatikan apakah yang menyebabkan rasio
lancar tersebut tinggi. Jika yang menyebabkan rasio lancar tersebut tinggi adalah
piutang atau persediaan, maka untuk memenuhi kewajiban lancarnya perusahaan
harus terlebih dahulu melakukan penagihan atas piutang atau menjual persediaan
agar diperoleh kas untuk membayar kewajiban lancar tersebut. Kreditor harus
menanggung risiko bahwa kemungkinan perusahaan tidak dapat membayar
kewajiban lancarnya karena perusahaan tidak mampu menagih piutangnya atau
tidak dapat menjual persediaannya.
Bagi kreditor jangka pendek semakin tinggi rasio lancar, maka semakin besar
kemungkinan bahwa perusahaan mampu untuk membayar kewajiban jangka
pendeknya. Bagi kreditor jangka panjang rasio lancar yang rendah dapat
menyebabkan perusahaan dipaksa pailit. Oleh karena perusahaan perlu menjaga
tingkat likuiditas agar tidak terlalu tinggi ataupun terlalu rendah.
b. Rasio Leverage
Perusahaan memperoleh sumber pendanaan dari dua sumber yaitu kreditor dan
pemegang saham. Rasio leverage menunjukkan berapa besar perusahaan didanai
oleh kreditor dan pemegang saham. Rasio leverage (rasio utang) menurut Van
Horne dan Wachowicz (2005 : 209) adalah “rasio yang menunjukkan sejauh mana
Universitas Sumatera Utara
xxix
perusahaan dibiayai oleh utang”. Rasio leverage disebut juga rasio solvabilitas.
Menurut Darsono dan Ashari (2005 : 54) rasio leverage atau rasio solvabilitas
adalah “rasio untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam membayar
kewajiban jika perusahaan tersebut dilikuidasi”.
Pihak yang paling berkepentingan terhadap rasio leverage perusahaan adalah
kreditur dan pemegang saham. Semakin besar jumlah pendanaan yang berasal dari
kreditor, semakin tinggi risiko perusahaan tidak dapat membayar seluruh
kewajiban dan bunganya. Bagi pemegang saham, semakin tinggi rasio leverage,
semakin rendah tingkat pengembalian yang akan diterima pemegang saham
karena perusahaan harus melakukan pembayaran bunga sebelum laba dapat
dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen.
Rasio leverage menurut Brigham dan Houston (2006 : 101) memiliki tiga
implikasi penting sebagai berikut:
1) dengan memperoleh dana melalui utang, para pemegang saham dapat mempertahankan kendali mereka atas perusahaan tersebut dengan sekaligus membatasi investasi yang mereka berikan,
2) kreditor akan melihat pada ekuitas, atau dana yang diperoleh sendiri, sebagai suatu batasan keamanan sehingga semakin tinggi proporsi dari jumlah modal yang diberikan oleh pemegang saham, maka semakin kecil risiko yang harus dihadapi kreditor,
3) jika perusahaan mendapatkan hasil dari investasi yang didanai dengan dana hasil pinjaman lebih besar daripada bunga yang dibayarkan, maka pengembalian dari modal pemilik akan diperbesar, atau “diungkit” (leveraged).
Menurut Tampubolon (2005 : 37) “pada dasarnya rasio leverage yang lazim digunakan adalah debt to net worth, coverage interest charges, total assets to net worth, fixed assets to net worth, current assets to net worth, inventory to net worth, receivable to net worth, liquid assets to net worth”. Ada dua rasio leverage
Universitas Sumatera Utara
xxx
menurut Van Horne dan Wachowicz (2005 : 209) yaitu “rasio utang terhadap
ekuitas (debt to equity) dan rasio utang terhadap total aktiva (debt to total assets
ratio)”.
Rasio leverage yang menjadi fokus penelitian ini adalah debt ratio (DR) atau
debt to total assets ratio. Menurut Syamsuddin (2000 : 71) debt ratio merupakan
“pengukuran jumlah aktiva perusahaan yang dibiayai oleh utang atau modal yang
berasal dari kreditur”.
Menurut Darsono dan Ashari (2005 : 54) “Rasio ini menekankan pada
pentingnya pendanaan hutang dengan jalan menunjukkan persentase aktiva
perusahaan yang didukung oleh hutang. Rasio ini juga menyediakan informasi
tentang kemampuan perusahaan dalam mengadaptasi kondisi pengurangan aktiva
akibat kerugian tanpa mengurangi pembayaran bunga kepada kreditor”. Rumus
untuk menghitung debt ratio menurut Brigham dan Houston (2006 : 103)
Rasio Hutang = Aktiva Total
UtangTotal
Rumus tersebut menunjukkan hubungan antara total utang dengan total aktiva.
Semakin tinggi total utang, maka akan semakin tinggi pula debt ratio, sebaliknya
semakin tinggi total aktiva, maka akan semakin rendah debt ratio. Apabila debt
ratio perusahaan sebesar 0,4 atau 40 persen berarti sebesar 40 persen aktiva
perusahaan tersebut didanai oleh utang dan sisanya sebesar 60 persen aktiva
perusahaan didanai oleh pemegang saham. Apabila perusahaan akan dilikuidasi,
perusahaan dapat menjual aktivanya dan kreditor akan menerima pembayaran
minimal sebesar 40 persen sebelum kreditor mengalami kerugian.
Universitas Sumatera Utara
xxxi
Hasil perhitungan rasio leverage harus dibandingkan dengan tahun-tahun
sebelumnya atau rata-rata industri sejenis untuk mengetahui bagaimana
perusahaan memanajemen pendanaannya. Menurut Darsono dan Ashari (2005 :
54) “Untuk menilai rasio ini faktor lain yang perlu dipertimbangkan adalah
stabilitas laba perusahaan. Pada perusahaan yang memiliki catatan laba yang
stabil, peningkatan dalam hutang lebih bisa ditoleransi daripada perusahaan yang
memiliki catatan laba yang tidak stabil”.
c. Rasio Aktivitas
Rasio aktivitas sering juga disebut sebagai rasio efisiensi atau rasio
pemanfaatan aktiva. Rasio aktivitas menurut Van Horne dan Wachowicz (2005 :
212) adalah “rasio yang mengukur seberapa efektif perusahaan menggunakan
berbagai aktivanya”. Rasio aktivitas atau rasio pemanfaatan aktiva menurut Wild,
Subramanyam, dan Halsey (2005 : 40) “yang mengaitkan penjualan dengan
berbagai kategori aktiva, merupakan penentu penting ROI”. Rasio aktivitas dapat
diklasifikasikan menjadi rasio perputaran kas, rasio perputaran piutang usaha,
perputaran persediaan, perputaran modal kerja, perputaran aktiva tetap, dan
perputaran total aktiva.
Rasio aktivitas yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah total assets
turnover (TATO). Total assets turnover menurut Syamsuddin (2000 : 73)
“mengukur berapa kali total aktiva perusahaan menghasilkan penjualan”,
sedangkan menurut Darsono dan Ashari (2005 : 60) “kemampuan perusahaan
dalam menggunakan aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan penjualan
Universitas Sumatera Utara
xxxii
digambarkan dalam rasio ini”. Rumus untuk menghitung total asstes turnover
menurut Van Horne dan Wachowicz (2005 : 221)
Total Assets Turnover = Aktiva Total
BersihPenjualan
Rumus tersebut menunjukkan hubungan antara penjualan bersih dengan total
aktiva. Jika total assets turnover suatu perusahaan sebesar 2,5 berarti total aktiva
perusahaan berputar 2,5 kali untuk menghasilkan penjualan bagi perusahaan.
Untuk mengetahui apakah perusahaan cukup efektif dalam menggunakan
aktivanya, hasil perhitungan harus dibandingkan dengan rata-rata industri atau
hasil perhitungan tahun-tahun sebelumnya.
d. Rasio Profitabilitas
Rasio profitabilitas disebut juga rasio kinerja operasi. Rasio profitabilitas atau
kinerja operasi digunakan untuk mengevaluasi margin laba dari aktivitas operasi
yang dilakukan perusahaan. Menurut Brigham dan Houston (2006 : 107) “rasio
profitabilitas akan menunjukkan efek dari likuiditas, manajemen aktiva, dan utang
pada hasil operasi”.
Rasio profitabilitas menurut Van Horne dan Wachowicz (2005 : 222) adalah
“rasio yang menghubungkan laba dari penjualan dan investasi”. Dari rasio
profitabilitas dapat diketahui bagaimana tingkat profitabilitas perusahaan. Setiap
perusahaan menginginkan tingkat profitabilitas yang tinggi. Untuk dapat
melangsungkan hidupnya, perusahaan harus berada dalam keadaan yang
menguntungkan (profitable). Apabila perusahaan berada dalam kondisi yang tidak
Universitas Sumatera Utara
xxxiii
menguntungkan, maka akan sulit bagi perusahaan untuk memperoleh pinjaman
dari kreditor maupun investasi dari pihak luar.
Dalam hubungannya dengan penjualan dan investasi, rasio profitabilitas dapat
diklasifikasikan menjadi margin laba kotor (gross profit margin), margin laba
operasi (operating profit margin), margin laba sebelum pajak (pretax profit
margin), margin laba bersih (net profit margin), return on assets atau return on
investment, dan return on equity.
Rasio profitabilitas yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah return on
assets (ROA), return on equity (ROE), dan gross profit margin (GPM).
1) Return on Assets (ROA)
Return on assets menurut Syamsuddin (2000 : 63) merupakan “pengukuran
kemampuan perusahaan secara keseluruhan di dalam menghasilkan keuantungan
dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia di dalam perusahaan”. Dengan
mengetahui ROA, kita dapat menilai apakah perusahaan telah efisien dalam
menggunakan aktivanya dalam kegiatan operasi untuk menghasilkan
keuantungan. Rumus untuk menghitung return on assets menurut Van Horne dan
Wachowicz (2005 : 224)
ROA = Aktiva Total
PajakSetelah Bersih Laba
Rumus lain yang dapat digunakan untuk menghitung ROA adalah dengan
persamaan Du Pont. Dengan menggunakan persamaan Du Pont dapat dilihat lebih
jelas bagaimana hubungan antara laba bersih dengan dengan total aktiva. Adapun
persamaan Du Pont menurut Brigham dan Houston (2006 : 114)
ROA = Margin Laba x Perputaran Total Aktiva
Universitas Sumatera Utara
xxxiv
= Aktiva Total
PenjualanPenjualan
Bersih Laba x
Setiap perusahaan menginginkan tingkat pengembalian yang tinggi atas
aktivanya. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan tingkat pengembalian yang
rendah menurut Brigham dan Houston (2006 : 109) “merupakan akibat dari
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba yang rendah ditambah dan
biaya bunga yang tinggi yang dikarenakan oleh penggunaan utangnya yang di atas
rata-rata di mana keduanya telah menyebabkan laba bersih relatif rendah”.
Jika hasil perhitungan ROA suatu perusahaan sebesar 0,15 atau 15 persen
berarti setiap seratus rupiah aktiva yang dimiliki perusahaan, perusahaan tersebut
akan memperoleh keuntungan sebesar 15 rupiah. Untuk mengetahui apakah
perusahaan memperoleh tingkat pengembalian yang tinggi atas aktivanya, maka
hasil perhitungan ROA harus dibandingkan dengan rata-rata tingkat pengembalian
industri atau rata-rata suku bunga pinjaman saat itu. Apabila hasil perhitungan
menunjukkan bahwa ROA perusahaan tersebut lebih tinggi dari ROA rata-rata
industri atau rata-rata suku bunga pinjaman berarti perusahaan memperoleh
tingkat pengembalian yang tinggi atas aktivanya.
2) Return on Equity (ROE)
Para pemegang saham melakukan investasi untuk mendapatkan pengembalian
atas investasi mereka. Rasio yang menunjukkan berapa besar kemampuan
perusahaan dalam memberikan pengembalian atas investasi para pemegang saham
adalah return on equity (ROE). Return on equity menurut Van Horne dan
Wachowicz (2005 : 226) “menunjukkan daya untuk menghasilkan laba atas
Universitas Sumatera Utara
xxxv
investasi berdasarkan nilai buku pemegang saham, dan sering kali digunakan
dalam membandingkan dua atau lebih perusahaan sebuah industri yang sama”.
Rasio ini juga menunjukkan kesuksesan manajemen perusahaan dalam dalam
mengelola investasi untuk memberikan pengembalian kepada pemegang saham.
Semakin tinggi ROE berarti semakin baik posisi manajemen dihadapan para
pemegang saham. Menurut Simamora (2000 : 529) baik ROE maupun ROA
memiliki kelemahan yaitu “rasio ini tidak mempertimbangkan nilai kini (current
value) modal yang diinvestasikan karena laporan keuangan biasanya didasarkan
pada biaya perolehan historis”. Rumus untuk menghitung return on equity (ROE)
menurut Van Horne dan Wachowicz (2005 : 225)
ROE = Saham Pemegang Ekuitas
PajakSetelah Bersih Laba
ROE juga dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Du Pont. Dengan
menggunakan rumus persamaan Du Pont dapat dilihat hubungan yang lebih jelas
mengapa perusahaan dapat memberikan tingkat pengembalian yang lebih rendah
atau lebih tinggi kepada pemegang saham. Adapun rumus untuk menghitung ROE
dengan persamaan Du Pont menurut Brigham dan Houston (2006 : 116)
ROE = Margin Laba x Perputaran Total Aktiva x Pengganda Ekuitas
ROE = Biasa Saham Ekuitas
Aktiva TotalAktiva Total
PenjualanPenjualan
Bersih Laba xx
Dari persamaan Du Pont terlihat jelas bagaimana hubungan antara margin
laba, perputaran total aktiva, dan pengganda ekuitas dalam menentukan besarnya
pengembalian atas investasi pemegang saham.
Universitas Sumatera Utara
xxxvi
Jika hasil perhitungan ROE suatu perusahaan sebesar 0,15 atau 15 persen
berarti untuk setiap seratus rupiah investasi pemegang saham, perusahaan akan
memberikan pengembalian atas investasi tersebut sebesar 15 rupiah. Untuk
mengetahui apakah perusahaan memberikan tingkat pengembalian yang tinggi,
hasil perhitungan harus dibandingkan dengan rata-rata tingkat suku bunga
pinjaman saat itu. Bagi pemegang saham, untuk mengetahui apakah investasi
mereka pada suatu perusahaan memuaskan, pemegang saham juga akan
membandingkan rasio ini dengan investasi potensial lainnya yang tersedia bagi
mereka.
3) Gross Profit Margin
Gross profit margin (GPM) dapat digunakan untuk mengetahui keuntungan
kotor dari setiap barang yang dijual perusahaan. Gross profit margin menurut Van
Horne dan Wachowicz (2005 : 222) “memberitahu kita laba dari perusahaan yang
berhubungan dengan penjualan, setelah kita mengurangi biaya untuk
memproduksi barang yang dijual”.
Penggunaan rasio ini dalam menentukan bagaimana tingkat profitabilitas
perusahaan memiliki kelemahan karena rasio ini hanya memberi tahu besarnya
keuntungan kotor dari penjualan yang dilakukan perusahaan tanpa memasukkan
struktur biaya yang ada pada perusahaan. Rumus untuk menghitung gross profit
margin menurut Wild, Subramanyam, dan Halsey (2005 : 42)
Gross Profit Margin = Penjualan
PenjualanPokok Harga-Penjualan
Universitas Sumatera Utara
xxxvii
Semakin besar gross profit margin semakin baik keadaan operasional
perusahaan. Jika perhitungan gross profit margin suatu perusahaan sebesar 0,25
atau 25 persen berarti setiap seratus rupiah penjualan, perusahaan akan
mendapatkan laba kotor sebesar 25 rupiah. Hasil perhitungan rasio ini harus
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya untuk melihat apakah terdapat
peningkatan atau penurunan gross profit margin. Menurut Darsono dan Ashari
(2005 : 56) “Penentuan margin keuntungan kotor oleh perusahan akan
mempertimbangkan aspek struktur pasar, jenis barang, dan struktur persaingan.
Pada pasar dengan persaingan yang amat ketat, margin keuntungan kotor akan
semakin rendah dibandingkan dengan pasar yang bersifat monopolistis”.
3. Analisis Rasio Keuangan
a. Pengertian Analisis Rasio Keuangan
Analisis rasio keuangan merupakan bagian dari analisis keuangan. Analisis rasio keuangan adalah analisis yang dilakukan dengan menghubungkan berbagai perkiraan yang terdapat pada laporan keuangan dalam bentuk rasio keuangan. Menurut Wild, Subramanyam, dan Halsey (2005 : 36) “analisis rasio (ratio analysis) dapat mengungkapkan hubungan penting dan menjadi dasar perbandingan dalam menemukan kondisi dan tren yang sulit untuk dideteksi dengan mempelajari masing-masing komponen yang membentuk rasio”.
Universitas Sumatera Utara
xxxviii
b. Kegunaan Analisis Rasio Keuangan
Rasio keuangan dapat digunakan untuk mengevaluasi kondisi keuangan
perusahaan dan kinerjanya. Dengan membandingkan rasio keuangan perusahaan
dari tahun ke tahun dapat dipelajari komposisi perubahan dan dapat ditentukan
apakah terdapat kenaikan atau penurunan kondisi dan kinerja perusahaan selama
waktu tersebut. Selain itu, dengan membandingkan rasio keuangan terhadap
perusahaan lainnya yang sejenis atau terhadap rata-rata industri dapat membantu
mengidentifikasi adanya penyimpangan.
Analisis rasio keuangan pada umumnya digunakan oleh tiga kelompok utama
pemakai laporan keuangan yaitu manajer perusahaan, analis kredit, dan analis
saham. Kegunaan rasio keuangan bagi ketiga kelompok utama tersebut menurut
Brigham dan Houston (2006 : 119) adalah sebagai berikut:
1) manajer, yang menerapkan rasio untuk membantu menganalisis, mengendalikan, dan kemudian meningkatkan operasi perusahaan,
2) analis kredit, termasuk petugas pinjaman bank dan analis peringkat obligasi, yang menganalisis rasio-rasio untuk membantu memutuskan kemampuan perusahaan untuk membayar utang-utangnya, dan
3) analis saham, yang tertarik pada efisiensi, risiko, dan prospek pertumbuhan perusahaan.
c. Keunggulan dan Keterbatasan Analisis Rasio Keuangan
Analisis rasio keuangan merupakan analisis yang paling sering dilakukan
untuk menilai kondisi keuangan dan kinerja perusahaan dibandingkan alat analisis
keuangan lainnya. Analisis rasio keuangan memiliki beberapa keunggulan sebagai
alat analisis sebagaimana yang dikemukakan oleh Harahap (2006 : 298).
− Rasio merupakan angka-angka atau ikhtisar statistik yang lebih mudah dibaca dan ditafsirkan.
Universitas Sumatera Utara
xxxix
− Rasio merupakan pengganti yang sederhana dari informasi yang disajikan laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit.
− Rasio mengetahui posisi perusahaan di tengah industri lain. − Rasio sangat bermanfaat untuk bahan dalam mengisi model-model
pengambilan keputusan dan model prediksi (z-score). − Rasio menstandarisir size perusahaan. − Dengan rasio lebih mudah memperbandingkan perusahaan dengan
perusahaan lain atau melihat perkembangan perusahaan secara periodik atau time series.
− Dengan rasio lebih mudah melihat tren perusahaan serta melakukan prediksi di masa yang akan datang.
Sebagai alat analisis keuangan, analisis rasio keuangan juga memiliki
keterbatasan atau kelemahan. Menurut Syahyunan (2004 : 82-83) ada beberapa
keterbatasan atau kelemahan analisis rasio keuangan.
− Kesulitan dalam mengidentifikasi kategori industri dari perusahaan yang dianalisis apabila perusahaan tersebut bergerak di beberapa bidang usaha.
− Perbedaan metode akuntansi akan menghasilkan perhitungan yang berbeda, misalnya perbedaan metode penyusutan atau metode penilaian persediaan.
− Rasio keuangan disusun dari data akuntansi dan data tersebut dipengaruhi oleh cara penafsiran yang berbeda bahkan bisa merupakan hasil manipulasi.
− Informasi rata-rata industri adalah data umum dan hanya merupakan hasil manipulasi.
Keterbatasan utama dalam analisis rasio keuangan adalah sulit
membandingkan hasil perhitungan rasio keuangan suatu perusahaan dengan rata-
rata industri. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Kieso, Weygandt, dan
Warfield (2002 : 495)
Kritik terbesar atas analisis rasio adalah sulitnya mencapai komparabilitas (comparability) yang tinggi di antara perusahaan-perusahaan dalam industri tertentu. Untuk mencapai komparabilitas di antara perusahaan-perusahaan mengharuskan analis untuk (1) mengidentifikasi perbedaan mendasar yang terdapat dalam prinsip dan prosedur akuntansi yang digunakan dan (2) menyesuaikan saldo untuk mencapai komparabilitas.
Universitas Sumatera Utara
xl
4. Pengertian Laba
Tujuan utama perusahaan adalah memaksimalkan laba. Wild, Subramanyam,
dan Halsey (2005 : 25) mendefenisikan laba sebagai berikut:
Laba (earnings) atau laba bersih (net income) mengindikasikan profitabilitas perusahaan. Laba mencerminkan pengembalian kepada pemegang ekuitas untuk periode bersangkutan, sementara pos-pos dalam laporan merinci bagaimana laba didapat. Laba merupakan perkiraan atas kenaikan (atau penurunan) ekuitas sebelum distribusi kepada dan kontribusi dari pemegang ekuitas.
Laba terdiri dari empat elemen utama yaitu pendapatan, beban, keuntungan,
dan kerugian. Defenisi dari elemen-elemen laba tersebut telah dikemukakan oleh
Financial Accounting Standard Board dalam Stice, Stice, dan Skousen (2004 :
230).
a. Pendapatan (revenue) adalah arus masuk atau peningkatan lain dari aktiva suatu entitas atau pelunasan kewajibannya (atau kombinasi dari keduanya) dari penyerahan atau produksi suatu barang, pemberian jasa, atau aktivitas lain yang merupakan usaha terbesar atau usaha utama yang sedang dilakukan entitas tersebut.
b. Beban (expense) adalah arus keluar atau penggunaan lain dari aktiva atau timbulnya kewajiban (atau kombinasi keduanya) dari penyerahan atau produksi suatu barang, pemberian jasa, atau pelaksanaan aktivitas lain yang merupakan usaha terbesar atau usaha utama yang sedang dilakukan entitas tersebut.
c. Keuntungan (gain) adalah peningkatan dalam ekuitas (aktiva bersih) dari transaksi sampingan atau transaksi yang terjadi sesekali dari suatu entitas dan dari semua transaksi, kejadian, dan kondisi lainnya yang mempengaruhi entitas tersebut, kecuali yang berasal dari pendapatan atau investasi pemilik.
d. Kerugian (loss) adalah penurunan dalam ekuitas (aktiva bersih) dari transaksi sampingan atau transaksi yang terjadi sesekali dari suatu entitas dan dari semua transaksi, kejadian, dan kondisi lainnya yang mempengaruhi entitas tersebut, kecuali yang berasal dari pendapatan atau investasi pemilik.
Universitas Sumatera Utara
xli
Informasi tentang komponen-komponen laba merupakan hal yang penting karena
kita dapat mengetahui dari mana perusahaan memperoleh labanya. Informasi
tentang komponen-komponen laba akan membantu pemakai laporan keuangan
untuk memprediksi laba dan arus kas di masa depan.
5. Pengertian Perubahan Laba
Setiap perusahaan berusaha untuk memperoleh laba yang maksimal. Laba
yang diperoleh perusahaan akan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup
perusahaan tersebut. Perusahaan pasti menginginkan adanya peningkatan laba
yang diperoleh dalam setiap tahunnya. Peningkatan dan penurunan laba dapat
dilihat dari perubahan laba. Perubahan laba adalah peningkatan dan penurunan
laba yang diperoleh perusahaan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Adapun
perubahan laba yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perubahan laba bersih.
Perubahan laba yang digunakan dalam penelitian ini adalah perubahan laba
relatif. Menurut Machfoedz dalam Tondowidjojo dan Purwaningsih (2006)
“perubahan laba relatif lebih representatif dibandingkan dengan perubahan laba
absolut karena perubahan laba relatif akan mengurangi pengaruh ukuran
perusahaan”. Perubahan laba biasanya dinyatakan dalam bentuk persentase.
Perubahan Laba = %100Tahun Bersih Laba
Tahun Bersih Laba -Tahun Bersih Laba1-t
1-tt x
Perubahan laba dapat digunakan untuk menilai bagaimana kinerja suatu
perusahaan. Menurut Stice, Stice, dan Skousen (2004 : 225-226) “Riset
mendukung pernyataan FASB bahwa indikator terbaik atas kinerja adalah laba.
Jadi, memahami laba, apa yang diukur oleh laba dan komponen-komponennya
Universitas Sumatera Utara
xlii
adalah penting untuk dapat memahami dan menginterpretasikan keadaan
keuangan suatu perusahaan”. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2007)
“penghasilan bersih (laba) seringkali digunakan sebagai ukuran kinerja atau
sebagai dasar bagi ukuran yang lain seperti imbalan investasi (return on
investment) atau penghasilan per saham (earnings per share)”.
Pada umumnya kinerja manajer perusahaan diukur dan dievaluasi berdasarkan
laba yang diperoleh. Oleh karena itu, banyak manajer yang melakukan
manajemen laba agar kinerja mereka terlihat baik. Tindakan manajemen tersebut
dapat merugikan pemegang saham. Pemegang saham mengharapkan kinerja
perusahaan mengalami peningkatan yang ditandai dengan peningkatan laba
karena peningkatan laba akan meningkatkan pengembalian kepada pemegang
saham.
Dengan demikian, mengetahui perubahan laba yang diperoleh perusahaan
sangat penting bagi pemakai laporan keuangan karena dengan mengetahui
perubahan laba, mereka dapat menentukan apakah terdapat peningkatan atau
penurunan kinerja keuangan suatu perusahaan.
Perubahan laba dipengaruhi oleh perubahan komponen-komponen dalam laporan keuangan. Perubahan laba yang disebabkan oleh perubahan komponen laporan keuangan misalnya perubahan penjualan, perubahan harga pokok penjualan, perubahan beban operasi, perubahan beban bunga, perubahan pajak penghasilan, adanya perubahan dalam pos-pos luar biasa, dan lain-lain. Perubahan laba dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor luar seperti adanya peningkatan harga akibat inflasi dan adanya kebebasan manajerial (manajerial discreation)
Universitas Sumatera Utara
xliii
yang memungkinkan manajer memilih metode akuntansi dan membuat
estimasi yang dapat meningkatkan laba.
6. Laporan Laba Rugi
Laba yang diperoleh perusahaan selam periode waktu tertentu dinyatakan
dalam laporan laba rugi. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2007) “laporan laba
rugi merupakan laporan utama untuk melaporkan kinerja dari suatu perusahaan
selama suatu periode tertentu”. Defenisi laporan laba rugi menurut Kieso,
Weygandt, dan Warfield (2002 : 150)
Laporan laba rugi (income statement) yang juga sering disebut statement of income atau statement of earnings, adalah laporan yang mengukur keberhasilan operasi perusahaan selama periode waktu tertentu. Komunitas bisnis dan investasi menggunakan laporan ini untuk menentukan profitabilitas, nilai investasi, dan kelayakan kredit atau kemampuan perusahaan melunasi kredit.
Ada berbagai pos yang harus disajikan dalam laporan laba rugi. Menurut
Ikatan Akuntan Indonesia (2007) laporan laba rugi minimal mencakup pos-pos
“pendapatan, laba rugi usaha, beban pinjaman, bagian dari laba atau rugi
perusahaan afiliasi dan asosiasi yang diperlukan menggunakan metode ekuitas,
beban pajak, laba atau rugi dari aktivitas normal perusahaan, pos luar biasa, hak
minoritas, dan laba atau rugi bersih untuk periode berjalan”.
Laporan laba rugi memberikan informasi mengenai kinerja perusahaan kepada
para pemakai laporan keuangan. Adapun kegunaan laporan keuangan bagi
investor dan kreditor menurut Kieso, Weygandt, dan Warfield (2002 : 152) adalah
“mengevaluasi kinerja masa lalu perusahaan, memberikan dasar untuk
Universitas Sumatera Utara
xliv
memprediksi kinerja masa depan, dan membantu menilai risiko atau
ketidakpastian mencapai arus kas masa depan”.
7. Jenis-jenis Laba
a. Laba kotor
Menurut Wild, Subramanyam, dan Halsey (2005 : 120) laba kotor
merupakan “pendapatan dikurangi harga pokok penjualan”. Apabila hasil
penjualan barang daan jasa tidak dapat menutupi beban yang langsung
terkait dengan barang dan jasa tersebut atau harga pokok penjualan, maka
akan sulit bagi perusahaan tersebut untuk bertahan.
b. Laba operasi
Menurut Stice, Stice, dan Skousen (2004 : 243) “laba operasi mengukur
kinerja operasi bisnis fundamental yang dilakukan oleh sebuah perusahaan
dan didapat dari laba kotor dikurangi beban operasi”. Laba operasi
menunjukkan seberapa efisien dan efektif perusahaan melakukan aktivitas
operasinya.
c. Laba sebelum pajak
Laba sebelum pajak menurut Wild, Subramanyam, dan Halsey (2005 : 25)
merupakan “laba dari operasi berjalan sebelum cadangan untuk pajak
penghasilan”.
Universitas Sumatera Utara
xlv
d. Laba dari operasi berjalan
Laba dari operasi berjalan menurut Wild, Subramanyam, dan Halsey (2005
: 25) merupakan “laba dari bisnis perusahaan yang sedang berjalan setelah
bunga dan pajak”.
e. Laba bersih
Laba atau rugi bersih menurut Stice, Stice, dan Skousen (2004 : 258)
adalah “laba atau rugi operasi berkelanjutan dikombinasikan dengan hasil
operasi yang dihentikan, pos luar biasa, dan pengaruh kumulatif dari
perubahan prinsip akuntansi, memberi pemakai laporan ikhtisar
pengukuran kinerja perusahaan untuk periode berjalan”.
B. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Tondowidjojo dan Purwaningsih (2007) melakukan penelitian untuk menguji
manfaat perubahan rasio keuangan dalam memprediksi perubahan laba pada
perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Variabel independen
dalam penelitian ini adalah perubahan relatif rasio keuangan. Rasio keuangan
yang digunakan meliputi: (1) rasio capital terdiri dari: rasio modal sendiri
terhadap total aktiva, rasio modal sendiri dikurangi aktiva tetap terhadap total
pinjaman ditambah surat berharga, rasio modal sendiri terhadap total deposit,
rasio modal sendiri terhadap total aktiva setelah dikurangi kas dan surat berharga,
dan rasio modal sendiri terhadap total pinajaman ditambah surat berharga; (2)
rasio assets terdiri dari: rasio pinjaman terhadap total aktiva, rasio aktiva produktif
terhadap total aktiva, dan rasio kas ditambah bank dan surat berharga serta
Universitas Sumatera Utara
xlvi
penempatan pada bank lain terhadap total aktiva; (3) rasio earnings terdiri dari:
rasio biaya operasi terhadap pendapatan operasi, rasio laba operasi terhadap
pendapatan operasi, rasio pendapatan operasi terhadap total aktiva, dan rasio
pendapatan bunga terhadap total aktiva; (d) rasio liquidity terdiri dari: rasio kas
terhadap total deposit, rasio kas terhadap tabungan, dan rasio pinjaman terhadap
total deposit. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah perubahan laba relatif
dan laba yang digunakan adalah laba usaha. Penelitian tersebut dilakukan terhadap
14 perusahaan perbankan yang terdaftar di BEJ dengan menggunakan analisis
stepwise regression. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan rasio
keuangan mempunyai pengaruh terhadap perubahan laba satu tahun ke depan,
perubahan rasio keuangan mempunyai pengaruh terhadap perubahan laba dua
tahun ke depan, perubahan rasio keuangan mempunyai pengaruh terhadap
perubahan laba tiga tahun ke depan, dan perubahan rasio keuangan mempunyai
pengaruh terhadap perubahan laba empat tahun ke depan.
Efendi (2006) melakukan penelitian untuk menganalisis pengaruh rasio
keuangan terhadap perubahan laba pada perusahaan otomotif dan industri terkait
yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Variabel independen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah rasio keuangan yang terdiri dari current ratio(CR), debt ratio
(DR), total assets turnover (TATO), return on assets (ROA), return on equity
(ROE), dan gross profit margin (GPM). Variabel dependen dalam penelitian ini
adalah perubahan laba dan laba yang digunakan adalah laba bersih. Penelitian
tersebut dilakukan terhadap 18 perusahaan yang terdaftar di BEJ dengan
menggunakan model analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian
Universitas Sumatera Utara
xlvii
menunjukkan secara simultan rasio keuangan berpengaruh terhadap perubahan
laba, sedangkan secara parsial, hanya ROA, ROE, dan GPM yang berpengaruh
terhadap perubahan laba, sedangkan variabel lainnya yaitu CR, DR, TATO tidak
berpengaruh signifikan terhadap perubahan laba.
Widiasih (2006) melakukan penelitian untuk menganalisis pengaruh rasio
keuangan dalam memprediksi perubahan laba pada perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah
rasio keuangan meliputi: (1) rasio ukuran kinerja terdiri dari: laba per saham
(EPS), dan price earnings ratio (PER); (2) rasio ukuran efisiensi operasi terdiri
dari HPP terhadap penjualan, penjualan terhadap aktiva tetap, dan margin laba
kotor; (3) ukuran kebijakan keuangan terdiri dari rasio leverage. Variabel
dependen dalam penelitian ini adalah perubahan laba relatif dan laba yang
digunakan adalah laba sebelum pajak. Penelitian dilakukan terhadap 76
perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ dengan menggunakan model
analisis regeresi linear berganda. Hasil penelitian secara simultan, perubahan laba
mempunyai hubungan dengan kelompok rasio ukuran kinerja (EPS dan PER),
kelompok rasio ukuran efisiensi operasi (HPP/Persediaan, Penjualan/AT, dan
GPM), dan kelompok rasio ukuran kebijakan keuangan (leverage), sedangkan secara
parsial, hanya dua variabel independen yang berpengaruh secara parsial terhadap
variabel dependen yaitu variabel GPM dan leverage. Variabel independen lainnya
yaitu EPS, PER, perputaran persediaan, dan perputaran aktiva tetap tidak
berpengaruh secara parsial terhadap perubahan laba.
Universitas Sumatera Utara
xlviii
Meythi (2005) melakukan penelitian untuk menentukan rasio keuangan yang
paling baik untuk memprediksi pertumbuhan laba pada perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Variabel independen dalam penelitian ini
adalah rasio keuangan yang terdiri dari current ratio (CR), quick ratio (QR), debt
ratio (DR), equity to total assets (ETA), equity to total liabilities (ETL), equity to
fixed asset (EFA), profit margin (PM), return on assets (ROA), return on equity
(ROE), inventory turnover (ITO), average collection period (ACP), fixed assets
turnover (FAT), dan total assets turnover (TAT). Variabel dependen dalam
penelitian ini adalah pertumbuhan laba (PL) dan laba yang digunakan adalah laba
sebelum pajak. Penelitian dilakukan terhadap perusahaan manufaktur sektor basic
and chemical dengan menggunakan alat uji Confirmatory Factor Analysis (CFA)
atas rasio-rasio keuangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk semua rasio
keuangan yaitu, profit growth (PG), menunjukkan bahwa return on assets (ROA)
yang paling baik memprediksi pertumbuhan laba perusahaan manufaktur sektor
basic and chemical.
Purnawati (2005) melakukan penelitian untuk menguji kemampuan rasio keuangan dalam memprediksi perubahan laba. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah current ratio (CR), gross profit margin (GPM), operating profit margin (OPM), net income to sales (NIS), return on equity (ROE), inventory turnover (ITO), total assets turnover (TATO), dan sales to current liabilities (SCL). Variabel dependen penelitian ini adalah perubahan laba relatif dan laba yang digunakan adalah laba bersih setelah pajak, tidak termasuk extraordinary dan discontinued operation. Penelitian dilakukan terhadap 53 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ dengan menggunakan analisis
regresi linear berganda. Hasil penelitian secara simultan, rasio keuangan yang
digunakan dalam penelitian mampu memprediksi laba satu tahun yang akan
Universitas Sumatera Utara
xlix
datang, sedangkan secara parsial, rasio ITO, TATO, NIS, dan SCL dapat
digunakan untuk memprediksi perubahan laba satu tahun yang akan datang.
Situmeang (2004) melakukan penelitian untuk menguji pengaruh rasio
keuangan dan tingkat inflasi terhadap perubahan laba pada perusahaan manufaktur
di Bursa Efek Jakarta dengan menggunakan model regresi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa perubahan 5 rasio keuangan terbukti berpengaruh signifikan
terhadap perubahan laba yaitu: sales to total assets, quick assets to inventory, net
profit margin, return on assets, dan return on equity, sedangkan perubahan tingkat
inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan laba. Secara simultan,
perubahan rasio keuangan dan tingkat inflasi berpengaruh signifikan terhadap
perubahan laba.
Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Nama Judul Variabel yang Digunakan
Metode Analisis Hasil Penelitian
Tondowidjojo dan Purwaningsih (2007)
Manfaat Perubahan Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Perubahan Laba: Studi Empiris pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta
Rasio capital, rasio assets, rasio earnings, dan rasio liquidity
Analisis Stepwise Regression
Rasio keuangan berpengaruh terhadap perubahan laba satu tahun, dua tahun, tiga tahun, dan empat tahun ke depan
Efendi (2006) Analisis Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Perubahan Laba Pada Perusahaan Otomotif dan Industri Terkait
Current Ratio (CR), Debt Ratio (DR), Total Assets Turnover (TATO), Return On Assets (ROA) Return On Equity (ROE), dan Gross Profit
Analisis Regresi Linear Berganda
Secara simultan rasio keuangan berpengaruh terhadap perubahan laba, sedangkan secara parsial hanya ROA, ROE, dan GPM yang
Universitas Sumatera Utara
l
Nama Judul Variabel yang Digunakan
Metode Analisis Hasil Penelitian
Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta
Margin (GPM) berpengaruh signifikan terhadap perubahan laba
Widiasih (2006)
Analisis Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Perubahan Laba Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta
Laba per saham (EPS), Price Earnings Ratio (PER), HPP/ Penjualan, Penjualan/Aktiva Tetap, Margin Laba Kotor (GPM), rasio leverage
Analisis Regresi Linear Berganda
Secara simultan rasio keuangan berpengaruh terhadap perubahan laba, sedangkan secara parsial hanya GPM dan rasio leverage yang berpengaruh terhadap perubahan laba
Meythi (2005)
Rasio Keuangan Yang Paling Baik Untuk Memprediksi Pertumbuhan Laba: Suatu Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta
Current Ratio (CR), Quick Ratio (QR), Debt Ratio (DR), Equity to Total Assets (ETA), Equity to Ttotal Liabilities (ETL), Equity to Fixed Asset (EFA), Profit Margin (PM), Return On Assets (ROA), Return On Equity (ROE), Inventory Turnover (ITO), Average Collection Period (ACP), Fixed Assets Turnover (FAT), dan Total Assets Turnover (TAT).
Confirmatory Factor Analysis (CFA)
Semua rasio keuangan yaitu, profit growth (PG), menunjukkan bahwa return on assets (ROA) yang paling baik memprediksi pertumbuhan laba
Purnawati (2005)
Kemampuan Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Perubahan Laba
Current Ratio (CR), Gross Profit Margin (GPM), Operating Profit Margin (OPM), Net Income to Sales (NIS), Return On Equity (ROE), Inventory Turnover (ITO), Total Assets
Regresi Linear Berganda
Secara simultan, rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian mampu memprediksi laba satu tahun yang akan datang, sedangkan secara parsial, rasio ITO,
Universitas Sumatera Utara
li
Nama Judul Variabel yang Digunakan
Metode Analisis Hasil Penelitian
Turnover (TATO), dan Sales to Current Liabilities (SCL)
TATO), NIS, dan SCL dapat digunakan untuk memprediksi perubahan laba satu tahun yang akan datang
Situmeang (2004)
Pengaruh Perubahan Rasio Keuangan dan Tingkat Inflasi Terhadap Perubahan Laba Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Jakarta
Sales to Total Assets, Quick Assets to Inventory, Net Profit Margin, Return On Assets, dan Return On Equity
Analisis Regresi Linear Berganda
Sales to Total Assets, Quick Assets to Inventory, Net Profit Margin, Return On Assets, dan Return On Equity berpengaruh signifikan terhadap perubahan laba, sedangkan tingkat inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan laba
Sumber: Data diolah penulis, 2010
Universitas Sumatera Utara