bab ii tinjauan pustaka a. tinjauan teori 1. malaria

22
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Malaria Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit Plasmodium, yaitu makhluk hidup bersel satu yang termasuk ke dalam kelompok protozoa. Malaria ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang mengandung Plasmodium di dalamnya. Plasmodium yang terbawa melalui gigitan nyamuk akan hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia (Info Datin Malaria, 2016). Penyakit ini dapat menyerang segala ras, usia, dan jenis kelamin. Malaria masih merupakan penyakit endemis di beberapa daerah (Irianto, 2009). Penyakit ini paling penting diantara penyakit parasit pada manusia yang menjangkit 103 negara yang endemis dengan jumlah populasi lebih dari 2,5 milyar orang dan menyebabkan 1 hingga 3 juta kematian setiap tahunnya (Isselbacher, 2000). Sebagian besar nyamuk Anopheles akan menggigit pada waktu senja atau malam hari, pada beberapa jenis nyamuk puncak gigitannya adalah tengah malam sampai fajar (Widoyono, 2011). Penyakit malaria pada manusia disebabkan oleh genus Plasmodium yang terdiri atas empat spesies, yaitu (1) Plasmodium vivax, menimbulkan malaria tertiana benigna atau malaria vivax. (2) Plasmodium falciparum, menimbulkan malaria tertiana maligna atau malaria falciparum. (3) Plasmodium malariae, menimbulkan malaria kuartana atau malaria malariae. (4) Plasmodium ovale, menimbulkan malaria tertiana benigna ovale atau malaria ovale (Natadisastra, 2014). Plasmodium vivax menyebabkan malaria vivax atau malaria tertian benigna yang ditemukan oleh Grassi dan Feletti pada tahun 1890. Terdapat di daerah tropik dan iklim dingin. Plasmodium falciparum menyebabkan malaria falciparum atau malaria maligna yang ditemukan oleh Welch pada tahun 1897. Terdapat di daerah tropik (Natadisastra, 2014). Plasmodium malariae menyebabkan malaria malariae atau malaria quartana yang ditemukan oleh Leveran pada tahun 1881. Terdapat di daerah tropik dan

Upload: others

Post on 03-Nov-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Malaria

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Malaria

Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit

Plasmodium, yaitu makhluk hidup bersel satu yang termasuk ke dalam

kelompok protozoa. Malaria ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles

betina yang mengandung Plasmodium di dalamnya. Plasmodium yang

terbawa melalui gigitan nyamuk akan hidup dan berkembang biak dalam sel

darah merah manusia (Info Datin Malaria, 2016). Penyakit ini dapat

menyerang segala ras, usia, dan jenis kelamin. Malaria masih merupakan

penyakit endemis di beberapa daerah (Irianto, 2009).

Penyakit ini paling penting diantara penyakit parasit pada manusia yang

menjangkit 103 negara yang endemis dengan jumlah populasi lebih dari 2,5

milyar orang dan menyebabkan 1 hingga 3 juta kematian setiap tahunnya

(Isselbacher, 2000). Sebagian besar nyamuk Anopheles akan menggigit pada

waktu senja atau malam hari, pada beberapa jenis nyamuk puncak gigitannya

adalah tengah malam sampai fajar (Widoyono, 2011).

Penyakit malaria pada manusia disebabkan oleh genus Plasmodium

yang terdiri atas empat spesies, yaitu (1) Plasmodium vivax, menimbulkan

malaria tertiana benigna atau malaria vivax. (2) Plasmodium falciparum,

menimbulkan malaria tertiana maligna atau malaria falciparum. (3)

Plasmodium malariae, menimbulkan malaria kuartana atau malaria malariae.

(4) Plasmodium ovale, menimbulkan malaria tertiana benigna ovale atau

malaria ovale (Natadisastra, 2014).

Plasmodium vivax menyebabkan malaria vivax atau malaria tertian benigna

yang ditemukan oleh Grassi dan Feletti pada tahun 1890. Terdapat di daerah

tropik dan iklim dingin. Plasmodium falciparum menyebabkan malaria

falciparum atau malaria maligna yang ditemukan oleh Welch pada tahun

1897. Terdapat di daerah tropik (Natadisastra, 2014).

Plasmodium malariae menyebabkan malaria malariae atau malaria quartana

yang ditemukan oleh Leveran pada tahun 1881. Terdapat di daerah tropik dan

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Malaria

7

iklim dingin tetapi dalam frekuensi rendah. Plasmodium ovale menyebabkan

malaria ovale atau malaria tertiana benigna ovale yang ditemukan oleh

Stephen pada tahun 1922. Terdapat di daerah terutama Afrika (Natadisastra,

2014).

a. Epidemiologi (penyebaran)

Malaria ditemukan pada 60o Lintang Utara sampai 32

o Lintang

Selatan, dari daerah ketinggian 2.666 m (Bolivia 2.591 m) sampai daerah 433

m dibawah permukaan laut (Dead Sea). Daerah yang sejak semula bebas

malaria ialah Pasifik Tengah dan Selatan (Hawaii, Selandia Baru). Di daerah

tersebut siklus hidup parasit tidak dapat berlangsung karena tidak ada

vektornya (Natadisastra, 2014).

Pada negara yang beriklim dingin sudah tidak ditemukan lagi daerah

endemik malaria. Namun demikian, malaria masih merupakan persoalan

kesehatan yang besar di daerah tropis dan subtropis di seperti di Brazil, asia

tenggara, dan seluruh sub-sahara afrika (Widoyono, 2011).

Di Indonesia, malaria ditemukan hampir di semua wilayah. Pada tahun

1996 ditemukan kasus malaria di Jawa-Bali dengan jumlah penderita

sebanyak 2.341.401 orang, Slide Positive Rate (SPR): 9215, Annua lParacitic

Incidence (API): 0,08. CFR di rumah sakit sebesar 10-50%. Menurut laporan

di provinsi Jawa Tengah tahun 1999: API sebanyak 0,35% sebagian besar

disebabkan Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax. Angka prevalensi

malaria di Jawa Tengah terus menurun menjadi 0,15 dan berkurang lagi

menjadi 0,07 pada tahun 2005. Plasmodium malariae banyak ditemukan di

Indonesia Timur, sedangkan Plasmodium ovale di Papua dan NTT

(Widoyono, 2011).

Malaria secara epidemiologi merupakan penyakit menular yang lokal

spesifik, pada sebagian daerah provinsi Lampung merupakan daerah endemis

yang berpotensi untuk berkembangnya penyakit malaria seperti pedesaan yang

mempunyai rawa-rawa, genangan air payau di tepi laut dan tambak-tambak

ikan yang tidak terurus. Desa endemis malaria di Lampung berjumlah 223

desa atau 10% dari seluruh jumlah desa, angka kesakitan malaria per tahun 0,4

per 1.000 penduduk. Angka kesakitan malaria atau Annual Parasite Incidence

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Malaria

8

(API) di Kabupaten/Kota Bandar Lampung pada tahun 2015 tertinggi ada di

Kabupatan Pesawaran, Kota Bandar Lampung, dan Pesisir Barat. Berdasarkan

Profil Dinas Kesehatan Provinsi Lampung Tahun 2015, Annual Paracite

Incidence (API) di Kota Bandar Lampung mencapai 0,58% (Dinkes Lampung,

2015).

b. Morfologi

Bentuk Plasmodium yang ditemukan dalam sel parenkim hati adalah

skizon (Widoyono, 2011). Sel darah merah yang diinfeksi tidak membesar.

Adanya bentuk cincin halus yang khas, dengan titik kromatin rangkap. Dua

titik kromatin (nukleus) sering dijumpai pada bentuk cincin Plasmodium

falciparum. Skizonnya bulat atau lonjong, jarang sekali diteumukan dalam sel

darah. Skizon tidak mengisi seluruh eritrosit. Skizon matang biasanya

mengandung 16-24 merozoit kecil. Gametosit yang muda mempunyai bentuk

lonjong hingga menyebabkan dinding sel memanjang. Setelah mencapai

perkembangan akhir, sel mempunyai bentuk pisang yang khas yang disebut

“sabit” (crescent) (Irianto, 2009).

Warna eritrosit yang dihinggapi oleh Plasmodium vivax menjadi pucat

karena kekurangan hemoglobin dan membesar. Trofozoit muda tampak

sebagai cakram dengan inti pada satu sisi, sehingga merupakan cincin stempel.

Bila trofozoit tumbuh, bentuknya menjadi tidak teratur, berpigmen halus, dan

menunjukkan gerakan ameboid yang jelas. Setelah 36 jam ia mengisi lebih

dari setengah sel darah yang membesar. Intinya membelah dan menjadi

skizon. Sel darah merah membengkak, mengandung pigmen yang tertimbun

dalam sitoplasma. Setelah hampir 48 jam, skizon mencapai ukuran maksimum

sekitar 8-10 mikron dan mengalami segmentasi. Pigmen berkumpul di pinggir,

inti yang membelah membentuk 16-18 sel yang berbentuk bulat atau lonjong

yang disebut merozoit (Irianto, 2009).

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Malaria

9

Sumber: Harijanto, 2000

Gambar 2.1 Morfologi Plasmodium ovale

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Malaria

10

Sumber: Harijanto, 2000

Gambar 2.2 Morfologi Plasmodium malariae

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Malaria

11

Sumber: Harijanto, 2000

Gambar 2.3 Morfologi Plasmodium vivax

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Malaria

12

Sumber: Harijanto, 2000

Gambar 2.4 Morfologi Plasmodium falciparum

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Malaria

13

c. Siklus Hidup

Pada tahun 1880, Charles Laveran dan Grassi berhasil mengungkapkan

daur hidup Plasmodium yang menyebabkan penyakit malaria. Dalam daur

hidupnya, Plasmodium mempunyai dua hospes, yaitu vertebrata (manusia)

dan nyamuk. Di dalam hospesvertebrata (manusia) melangsungkan daur

aseksual dikenal sebagai skizogoni dan daur seksual membentuk sporozoit di

dalam nyamuk sebagai sporogoni (Irianto, 2009).

Sumber: Harijanto, 2000

Gambar 2.5 Siklus Hidup Plasmodium

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Malaria

14

1) Siklus hidup aseksual (Skizogoni)

Sporozoit yang infektif dari kelenjar ludah nyamuk Anopheles,

ditusukkan ke dalam aliran darah hospesvertebrata (manusia). Sporozoit

dalam waktu 30 menit memasuki sel parenkim hati untuk memulai stadium

ekso-eritrosit karena belum masuk ke dalam sel darah merah (Irianto, 2009).

Di hati, sporozoit matang menjadi skizon yang akan pecah dan melepaskan

merozoit jaringan. Merozoit akan memasuki aliran darah dan menginfeksi

eritrosit untuk memulai siklus eritrositer (Widoyono, 2011).

Dalam sel darah merah mulai tampak adanya kromatin kecil yang

dikelilingi oleh sitoplasma tipis Plasmodium yang membentuk cincin. Bentuk

cincin ini kemudian berkembang menjadi bentuk ameboid. Bentuk cincin dan

ameboid adalah bentuk tropozoit dalam sel darah merah tumbuh menjadi

skizonmerozoit. Sel darah merah yang penuh dengan merozoit akan pecah.

Parasit yang menghindari fagositosis memasuki sel darah merah kembali

untuk mengulangi daur skizogoni. Merozoit yang masuk sel darah merah baru

kemudian membentuk gametosit untuk memasuki stadium seksual (Irianto,

2009). Diantaramerozoit-merezoit tersebut akan ada yang berkembang

membentuk gametosit untuk memulai siklus seksual menjadi mikrogamet

(jantan) dan makrogamet (betina) (Widoyono, 2011).

2) Siklus hidup seksual (Sporogoni)

Sporogoni merupakan stadium seksual yang terjadi dalam tubuh

nyamuk. Pada saat nyamuk mengisap darah gametosit ditelan bersama.

Berbeda dengan skizon, gametosit tidak dicerna bersama sel-sel darah (Irianto,

2009). Siklus seksual dimulai dengan bersatunya gamet jantan dan gamet

betina untuk membentuk ookinet dalam perut nyamuk (Widoyono, 2011).

Fertilisasi terjadi karena masuknya mikrogamet ke dalam makrogamet untuk

membentuk zigot. Dalam 12-24 jam setelah nyamuk menghisap darah, zigot

berubah bentuk menjadi seperti cacing yang disebut ookinet yang dapat

menembus dinding lambung nyamuk yang selanjutnya tumbuh menjadi

ookista yang berbentuk bulat. (Irianto, 2009).

Di dalam ookista, terbentuk ribuan sporozoit sehingga menyebabkan

ookista pecah. pecahnya ookista menyebabkan sporozoit dilepaskan ke dalam

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Malaria

15

rongga badan dan selanjutnya bergerak ke seluruh jaringan nyamuk. Beberapa

sporozoit mencapai kelenjar ludah nyamuk. Jika nyamuk menusuk kulit

manusia, maka sporozoit masuk ke dalam darah dan jaringan bersama air

ludah, kemudian mulailah daur pra-eritrositik. Daur sporogoni di dalam

nyamuk berlangsung selama 8-12 hari (Irianto, 2009).

d. Gejala Klinis

Gejala klinis utama yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang

menginfeksi manusia adalah demam yang khas yang diikuti dengan

splenomegali dan anemia yang dikenal sebagai trias malaria (Natadisastra,

2009). Keluhan prodormal dapat terjadi sebelum terjadinya demam berupa:

kelesuan, sakit kepala, nyeri pada tulang (arthralgia) atau otot, anorexia

(hilang nafsu makan), perut tidak enak, diare ringan, dan kadang merasa

dingin di punggung.

1) Demam

Serangan demam yang khas terdiri dari bebrapa stadium:

a) Stadium menggigil, dimulai dengan perasaan dingin sekali sehingga

menyebabkan menggigil. Nadi cepat tapi lemah, bibir dan jari-jari tangan

menjadi biru, kulit kering dan pucat, kadang disertai muntah, pada anak sering

disertai kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam.

b) Stadium puncak semam dimulai saat perasaan dingim sekali berubah

menjadi panas sekali. Muka menjadi merah, kulit kering dan terasa seperti

terbakar, sakit kepala semakin hebta, biasanya disertai mual dan muntah, nadi

berdenyut kencang. Stadium ini berlangsung selama 2 sampai 6 jam.

c) Stadium berkeringat dimulai dengan penderita berkeringat banyak. Suhu

turun dengan vepat, kadang-kadang sampai dibawah normal. Penderita

biasanya dapat tidur nyenyak dan waktu bangun merasa lemah tetapi sehat.

Stadium ini berlangsung 2 sampai 4 jam. Stadium menggigil, stadium puncak,

dan stadium berkeringat biasanya dimulai antara jam 08.00-12.00 (Soedarto,

2009).

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Malaria

16

2) Splenomegali

Pembesaran limfa merupakan gejala khas terutama pada malaria

menahun. Perubahan pada limfa biasanya disebabkan oleh kongesti, tetapi

kemudian limfa berubah berwarna hitam karena pigmen yang ditimbun dalam

ertirosit mengandung parasit dalam kapiler dan sinusoid. Pada malaria

menahun jaringan ikat makin bertambah sehingga konsistensi limfa menjadi

keras (Gandahusada, 2006).

3) Anemia

Derajat anemia tergantung pada spesies parasit yang menyebabkan.

Anemia disebabkan oleh:

a) Sel darah merah lisis akibat siklus hidup parasit

b) Penghancuran sel darah merah yang terinfeksi maupun tidak terinfeksi di

dalam limfa

c) Penghancuran sel darah merah oleh auto imun

d) Berkurangnya pembentukan heme

e) Meningkatnya fragilitas sel darah merah

f) Berkurangnya produksi sel darah merah dari sumsum tulang belakang

(Soedarto, 2009).

e. Faktor yang mempengaruhi

Malaria di suatu daerah dapat berbeda dengan daerah lain, tergantung

pada adanya manusia penderita penyakit malaria (Host), adanya nyamuk

(vektor), adanya parasit (Agent), serta dapat dipengaruhi oleh keadaan

lingkungan (Natadisastra, 2014).

1) Manusia (Host)

Manusia sebagai pengandung gametosit (gametocytecarrier). Manusia

dapat meneruskan siklus hidup parasit dalam nyamuk (Natadisastra, 2014).

2) Nyamuk (Vektor)

Dari sekitar 3.450 spesies nyamuk, genus Anopheles meliputi 400

spesies, tetapi hanya sekitar 70 spesies yang menjadi vektor malaria. Di

Indonesia, terdaftar 24 spesies yang menjadi vektor penting malaria. Nyamuk

Anopheles yang menjadi vektor berbeda-beda menurut daerah (Natadisastra,

2014).

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Malaria

17

3) Parasit (Agent)

Di beberapa daerah, parasit telah resistes terhadap obat anti malaria

(terutama strain Plasmodium falciparum yang resisten terhadap klorokuin)

(Natadisastra, 2014).

4) Pengaruh Lingkungan

Di daerah yang tidak baik untuk biologis vektor, kemungkinan adanya

malaria lebih kecil. Perubahan lingkungan dapat memengaruhi biologi

nyamuk, dapat pula memengaruhi keadaan penyakit malaria. Kemampuan

suatu spesies nyamuk Anopheles untuk berperan sebagai vektor malaria

dipengaruhi beberapa faktor, yaitu:

(a) Kecocokan fisiologis antara nyamuk sebagai hospes dan parasit malaria

yang menumpanginya.

(b) Umur nyamuk, semain panjang umur nyamuk semakin panjang

kesempatan parasit malaria untuk menyelesaikan masa ekstrinsik, dari

gametosit hingga sporozoit di kelenjar liur.

(c) Nyamuk lebih suka mengisap darah manusia, sehingga menyebabkan

nyamuk menularkan parasit malaria antar manusia.

(d) Kepadatan nyamuk yang cukup tinggi, menyebabkan frekuensi kontak

antara nyamuk dengan manusia menjadi lebih tinggi sehingga

memperbesar resiko penularan malaria.

(Natadisastra, 2014).

f. Patogenesis Malaria Berat

Malaria berat adalah penyakit malaria yang diakibatkan oleh

Plasmodium falciparum. Invasi merozoit ke dalam eritrosit menyebabkan

eritrosit mengandung parasit (Eritrosit Parasit/EP) (Harijanto, 2009). Setelah

invasi, parasit yang sedang tumbuh akan mengkonsumsi serta menguraikan

protein intraseluler secara progresif, terutama hemoglobin, dan mengubah

membran sel darah merah melalui perubahan sifat pengangkutannya

(Harrisons, 2000).

1) Sitoadherens

Sitoadherens adalah ikatan antara ertrosit yang terinfeksi parasit (EP)

dengan endotel vaskuler terutama pada kapiler post-venula (Harijanto, 2012).

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Malaria

18

2) Roseting

Roseting adalah ikatan antara eritrosit yang terinfeksi parasit dengan

beberapa eritrosit yang tidak terinfeksi, membentuk suatu gumpalan yang

disebut dengan roset (Harijanto, 2012).

3) Autoaglutinasi

Autoaglutinasiatau clumping adalah ikatan antara eritrosit yang yang

terinfeksi parasit membentuk agregat yang tidak melibatkan eritrosit yang

tidak terinfeksi. Beberapa agregat roset dapat saling berikatan dengan eritrosit

terinfeksi membentuk giantroseting(Harijanto, 2012).

g. Diagnosa Laboratorium Malaria

Pemeriksaan laboratorium Malaria dilakukan untuk menegakkan

diagnosa laboratorium dengan menemukan Plasmodium sp. di dalam eritrosit.

Sediaan darah sebaiknya dibuat setelah puncak demam, terutama pada infeksi

oleh Plasmodium falciparum sebab untuk Plasmodium lainnya dapat dibuat

setiap saat. Untuk menemukan parasit dalam sediaan darah, tergantung pada

derajat parasitemia (parasitecount) dan ambang mikroskopik (Natadisastra,

2014).

Pemeriksaan darah dilakukan pada setiap kasus yang diduga

malaria pada saat pertama kali berobat. Jika hasilnya negatif, diulang setiap 6

jam dan baru dinyatakan negatif jika setelah 3-4 hari dilakukan pemeriksaan

tidak ditemukan parasitnya. Pemeriksaan darah sebaiknya dilakukan dengan 2

cara, yaitu apus darah (sediaan darah tipis) dan tetes darah tebal (sediaan

darah tebal) (Natadisastra, 2009).

Pemeriksaan sediaan darah tipis dilakukan selama 30 menit

sedangkan tetes darah tebal selama 15 menit setelah dilakukan pengecatan.

Sediaan darah tipis berhasil baik pada kasus malaria berat dan sedang karena

pada kasus ringan parasit dalam eritrosit jumlahnya masih sedikit, sedangkan

sediaan darah tebal dapat dilakukan pada malaria ringan (Natadisastra, 2009).

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Malaria

19

2. Darah

Darah merupakan jaringan ikat khusus yang terdiri atas elemen

berbentuk sel-sel darah dan trombosit yaitu suatu substansi interseluler cair

plasma darah. Volume darah pada manusia dewasa yang sehat lebih dari 5

liter, sekitar 8% dari berat badan (Syaifuddin, 2009).

Darah didistribusikan melalui pembuluh darah dari jantung

keseluruh tubuh dan akan kembali lagi menuju jantung. Sistem ini berfungsi

untuk memenuhi kebutuhan sel atau jaringan akan nutrisi dan oksigen, serta

membawa sisa metabolisme sel atau jaringan keluar dari tubuh (Nugraha,

2015).

Salah satu fungsi darah di dalam tubuh yaitu sebagai sistem

pertahanan tubuh terhadap infeksi yang dilakukan oleh salah satu jenis sel

yaitu sel leukosit. (Nugraha, 2015).

Pertahanan dilakukan dengan cara menghancurkan antigen (kuman,

virus, dan toksin) dan dikerahkan ke tempat-tempat infeksi ddngan jumlah

berlipat ganda (Syaifuddin, 2009).

a. Leukosit

Leukosit atau sel darah putih memiliki inti, bentuknya lebih besar

daripada eritrosit, dapat berubah-ubah, dan bergerak menggunakan perantara

kaki palsu (pseudopodia). Nilai normal 6.000-9.000/mm3 dalam tubuh.

Fungsi utama leukosit adalah sebagai pertahanan tubuh dengan cara

menghancurkan antigen (kuman, virus, dan toksin) (Syaifuddin, 2009).

Leukosit bersama sistem makrofag jaringan atau sel retikuloendotel

dari hepar, limfa, sumsum tulang, alveoli paru, mikroglia otak, dan kelenjar

getah bening melakukan fagositosis terhadap kuman dan virus yang masuk

(Syaifuddin, 2009).

Leukosit berfungi untuk membantu tubuh melawan berbagai

penyakit infeksi sebagai bagian dari sisem kekebalan tubuh. Leukosit lebih

banyak melakukan fungsinya di jaringan. Apabila terjadi peradangan pada

jaringan tubuh, leukosit akan bermigrasi menuju jaringan yang mengalami

radang dengan cara menembus dinding pembuluh darah (Kiswari, 2014).

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Malaria

20

Ada dua golongan leukosit, yaitu leukosit granular dan leukosit

agranular. Leukosit agranular mempunyai situplasma yang tampak homogen

intinya dan berbentuk bulat. Leukosit agranular terbagi menjadi limfosit dan

monosit. Leukosit granular terbagi menjadi neutrofil, eosinofil, dan basofil

(Syaifuddin, 2009).

b. Jenis-jenis Leukosit

1) Basofil

Basofil adalah jenis leukosit yang paling sedikit jumlahnya, yaitu

kira-kira <2% dari jumlah keseluruhan leukosit. Basofil merupakan sel

leukosit yang mengandung granula kasar berwarna ungu atau biru tua dan

sering menutupi inti sel. Inti sel basofil bersegmen. Granula pada basofil

mengandung heparin, histamin, dan substansi anafilaksis. Basofil berperan

dalam reaksi hipersensitivitas yang berhubungan dengan imunoglobulin E

(IgE) (Kiswari, 2014).

Sumber: Freund, 2013

Gambar 2.6 Sel Basofil.

2) Eosinofil

Eosinofil mengandung granula kasar yang berwarna merah-oranye yang

tampak pada apusan darah tepi. Intinya bersegmen (umumnya dua lobus).

Fungsi eosinofil sebagai fagositosis dan menghasilkan antibodi terutama

terhadap antigen yang dikeluarkan oleh parasit. Jumlah eosinofil normal

adalah 2-4% dan akan meningkat jika terjadi reaksi alergi atau infeksi parasit

(Kiswari, 2014).

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Malaria

21

Sumber: Freund, 2013

Gambar 2.7 Sel Eosinofil.

3) Neutrofil

Neutrofil adalah jenis leukosit yang paling banyak diantara jenis-

jenis leukosit. Ada dua jenis neutrofil yaitu neutrofilstab (batang) dan

neutrofil segmen (polimorfonuklear). Neutrofil segmen mempunyai beberapa

segmen pada intinya dan dihubungkan dengan benang kromatin. Jumlah

neutrofil segmen kira-kira 50-70% dari keseluruhan leukosit. Neutrofil stab

merupakan bentuk muda dari neutrofil segmen. Seiring dengan proses

pematangan, bentuk intinya akan bersegmen dan menjadi neutrofil segmen.

Neutrofil merupakan bentuk pertahanan tubuh yang utama untuk melawan

bakteri (Kiswari, 2014).

Sumber: Freund, 2013

Gambar 2.8 Sel Neutrofil Stab

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Malaria

22

Sumber: Freund, 2013

Gambar 2.9 Sel Neutrofil Segmen

4) Limfosit

Limfosit merupakan sel berbentuk bulat kecil dan intinya relatif

besar. Dikelilingi sedikit sitoplasma dengan kromatin yang sangat padat

(Syaifuddin, 2009). Limfosit memiliki jumah kedua terbanyak setelah

neutrofil (20-40%) dari total leukosit. Jumlah limfosit pada anak-anak relatif

lebih banyak dibandingkan dengan orang dewasa. Limfosit meningkat bila

terjadi infeksi virus (Kiswari, 2014).

Berdasarkan fungsinya, limfosit dibagi atas sel B dan sel T. Sel B

terutama berefek pada sistem imun humoral yang berkembang dalam sumsum

tulang. Setelah terjadi rangsangan dari antigen, sel B akan berkembang

menjadi sel plasma yang dapat memproduksi antibodi (Kiswari, 2014).

Sumber: Freund, 2013

Gambar 2.10 Sel Limfosit.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Malaria

23

5) Monosit

Monosit adalah jenis leukosit yang paling besar. Inti sel

mempunyai bergranula kromatin halus yang menekuk berbentuk menyerupai

ginjal/biji kacang. Monosit mempunyai 2 fungsi yaitu sebagai fagosit

mikroorganisme (khususnya bakteri dan jamur) dan benda asing lainnya, serta

berperan dalam reaksi imun (Kiswari, 2014).

Sumber: Freund, 2013

Sumber: Freund, 2013

Gambar 2.11 Sel Monosit.

3. Hitung Jenis Leukosit

Hitung jenis leukosit (leukocyte different count) bertujuan untuk

menghitung persentase jenis-jenis leukosit di dalam darah tepi. Leukosit yang

dihitung dari apusan darah tepi sebanyak 100-200 sel. Lima jenis leukosit

yang dihitung yaitu neutrofil (stab dan segmen), limfosit, monosit, eosinofil,

dan basofil. Pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat menggambarkan

kejadian dan proses penyakit dalam tubuh, terutama penyakit yang

disebabkan parasit (Kiswari, 2014).

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Malaria

24

Tabel 2.1 Persentase Jenis-jenis Leukosit

Jenis Sel %

Basofil

Eosinofil

Neutrofil Stab

Neutrofil Segmen

Limfosit

Monosit

1

2-4

2-6

50-70

20-40

2-9

Sumber: Kiswari, 2014

4. Hubungan Malaria dengan Leukosit

Leukosit adalah sel darah yang memiliki fungsi utama sebagai

pertahanan tubuh dengan cara menghancurkan antigen (kuman, virus, dan

toksin) dan dikerahkan ke tempat-tempat infeksi dengan jumlah yang berlipat

ganda (Syaifuddin, 2009).

Leukosit melindungi tubuh dari mikroorganisme dengan

memfagosit (menyerang) semua jenis bakteri atau antigen yang masuk dan

merupakan sistem imun non spesifik. Sistem imun non spesifik dalam tubuh

berfungsi unutk pertahanan tubuh terhadap serangan berbagai

mikroorganisme dengan memberikan respon langsung (Rohan, 2014).

Leukositosis adalah peningkatan jumlah sel darah putih yang

merupakan suatu respon terhadap adanya infeksi atau peradangan. Jumlah

leukosit yang tinggi pada infeksi malaria menandakan adanya proses infeksi

aktif dan infeksi sekunder di dalam tubuh (Anggriani, 2018).

Penderita yang terinfeksi Plasmodium, akan mengalami

limfositosis yang diperankan oleh sel T helper 1 yang spesifik terhadap

antigen Plasmodium yang berproliferasi berlebihan (Mau, 2017).

Peningkatan limfosit terjadi sebagai tanda semakin ganasnya

parasit dalam tubuh penderita. Respon imun terhadap infeksi malaria tampak

jelas karena respon imun tiap stadium sangat khas (Bratawidjaja, 2010).

Monosit adalah jenis sel leukosit yang menyerang dan

menghancurkan bakteri, virus penyerangan, dan agen penimbul cedera

lainnya (Guyton, 1990).

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Malaria

25

Peningkatan jumlah monosit terjadi pada infeksi malaria karena

monosit merupakan sel fagosit yang memproduksi interferon yang merupakan

imunostimulan tubuh (Anggriani, 2018).

Peningkatan jumlah eosinophil akan terjadi apabila penderita

mengalami reaksi alergi. Peningkatan basophil dapat dijumpai pada fase

penyembuhan radang dan radang kronis. Peningkatan neutrophil disebabkan

oleh infeksi bakteri akut dan trauma (Anggriani, 2018).

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Malaria

26

B. Kerangka Teori

: yang diteliti Sumber: Syaifuddin, 2009; Kiswari, 2014.

Malaria

Infeksi Plasmodium

Plasmodium

falciparum

Plasmodium vivax

Respon Imun

Pembentukan Leukosit

Granulosit Agranulosit

Basofil Eosinofil Neutrofil Limfosit Monosit

Limfosit T Limfosit B

Imunitas

terhadap

Parasit,

Virus, Jamur,

Keganasan

Imunitas

terhadap

Mikroba

Imunitas

terhadap

Infeksi

Imunitas reaksi

hipersensitifitas

Imunitas

terhadap parasit

Imunitas

terhadap bakteri

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Malaria

27

C. Kerangka Konsep

D. Hipotesis

Ha: ada perbedaan hitung jenis leukosit pada penderita malaria falciparum

dengan malaria vivax

Preparat Penderita

Malaria falciparum

dengan Preparat

Penderita

Malaria vivax

Hitung Jenis Leukosit:

Basofil

Eosinofil

Neutrofil Batang

Neutrofil Segmen

Limfosit

Monosit