bab ii tinjauan pustaka a. landasan teori 1. asfiksia a ...repository.unism.ac.id/225/4/bab ii...
TRANSCRIPT
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Asfiksia
a. Pengertian
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat
bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan
ini biasanya disertai dengan keadaan hipoksia, hiperkarbia dan
asidosis. Asfiksia ini dapat terjadi karena kurangnya kemampuan
organ pernapasan bayi dalam menjalankan fungsinya, seperti
mengembangkan paru (Indrayani, 2013).
Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) menurut Ikatatan Dokter
Anak Indonesia (IDAI) adalah kegagalan nafas secara spontan dan
teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir (Prambudi,
2013).
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan
dan teratur segera setelah lahir. Seringkali bayi yang sebelumnya
mengalami gawat janin akan mengalami asfiksia sesudah
persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan dengan keadaan ibu, tali
pusat, atau masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan
(Depkes RI, 2012).
8
b. Klasifikasi
Tabel 2.1 APGAR score
Tanda 0 1 2
Appearance (Warna) Biru
sekali/sianosis
berat
Biru sedang/ Sianosis
sedang
Tidak
biru/sianosis
Pulse (Frekuensi
jantung)
kurang dari 40
x/m
Kurang dari 100 x/m lebih dari 100 x/m
Grimace (Refleks) Tidak ada Tidak ada Ada
Aktiity (aktivitas Tonus
otot)
Tidak ada Kurang baik Baik
Respiration (Usaha
nafas)
Lemah Lemah Baik
Sumber : (Nugroho, 2014)
Klasifikasi asfiksia bayi baru lahir dalam dibagi dalam :
1) Asfiksia berat (nilai Apgar 0-3)
Memerlukan resusitasi segera secara aktif, dan pemberian
oksigen terkendali. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi
jantung kurang dari 40 kali permenit, tonus otot tidak ada,
sianosis berat, usaha nafas lemah, dan refleks tidak ada.
2) Asfiksia sedang (nilai Apgar 4-6)
Memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen sampai bayi
dapat bernapas kembali. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
frekuensi jantung kurang dari 100 kali permenit, tonus otot
kurang baik , sianosis, usaha nafas lemas, dan refleks tidak
ada.
9
3) Bayi normal atau sedikit asfiksia (nilai Apgar 7-10)
Bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa
dengan frekuensi jantung lebih dari 100 permenit, tidak sianosis
, usaha nafas baik, tonus otot baik dan refleks ada.
(Nugroho, 2014)
c. Etiologi
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan gawat janin (asfiksia)
menurut Nugroho (2014), antara lain :
1) Faktor ibu
a) Preeklampsia dan eklampsia
b) Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio
plasenta)
c) Partus lama atau partus macet
d) Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis,
TBC, HIV)
e) Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2) Faktor Tali Pusat
a) Lilitan tali pusat
b) Tali pusat pendek
c) Simpul tali pusat
d) Prolapsus tali pusat
3) Faktor bayi
a) Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
b) Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar,
distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
c) Kelainan bawaan (kongenital)
d) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
10
d. Patofisiologi
Menurut Indrayani (2013) Oksigen merupakan hal yang
sangat penting bagi kehidupan janin sebelum maupun sesudah
persalinan. Cara bayi memperoleh oksigen sebelum dan setelah
lahir :
1) Sebelum lahir
Seluruh oksigen yang dibutuhkan janin diberikan melalui
mekanisme difusi melalui plasenta yang berasal dari ibu ke
darah janin. Saat dalam uterus, hanya sebagian kecil darah
janin dialirkan ke paru-paru janin. Paru janin tidak berfungsi
sebagai sumber oksigen atau jalan untuk mengeluarkan
karbondioksida. Oleh karena itu, aliran darah paru tidak penting
untuk mempertahankan oksigenasi janin yang normal dan
keseimbangan asam basa. Paru janin berkembang dalam
uterus, akan tetapi alveoli di paru janin masih terisi oleh cairan,
bukan udara. Pembuluh arteriol yang ada di paru janin dalam
keadaan kontriksi pembuluh darah janin, sehingga darah
dialirkan melalui pembuluh yang bertekanan lebih rendah yaitu
duktus arteriosus kemudian masuk ke aorta.
2) Setelah lahir
Bayi tidak lagi berhubungan dengan plasenta dan akan
segera bergantung pada paru sebagai sumber utama oksigen,
karena itu dalam beberapa saat cairan paru harus diserap dari
alveoli, setelah itu paru harus terisi udara yang mengandung
oksigen dan pembuluh darah di paru harus beraksi untuk
meningkatkan aliran ke alveoli. Pengisian alveoli oleh udara
akan memungkinkan oksigen mengalir kedalam pembuluh
11
darah disekitar alveoli Oksigen diserap untuk diedarkan ke
seluruh tubuh arteridan vena umbilikalis akan menutup
sehingga menurunkan tahanan pada sirkulasi plasenta dan
meningkatkan tekanan darah sistemik. Akibat dari tekanan
udara dan peningkatan kadar oksigen di alveoli, pembuluh
darah paru akan mengalami relaksasi sehingga tahanan
terhadap aliran darah berkurang. Keadaan relaksasi tersebut
dan peningkatan tekanan darah sistemik, menyebabkan
tekanan pada arteri pulmonalis lebih rendah dibandingkan
dengan tekanam sistemik sehingga aliran darah paru
meningkat sedangkan aliran pada duktus arteriosus menurun.
Oksigen yang diabsorbsi di alveoli oleh pembuluh darah di vena
pulmonalis dan darah yang banyak mengandung oksigen
kembali ke bagian jantung kiri, kemudian dipompakan ke
seluruh tubuh bayi baru lahir. Pada kebanyakan keadaan,
udara menyediakan oksigen (21%) untuk menginisiasi relaksasi
pembuluh darah paru. Pada saat kadar oksigen meningkat dan
pembuluh paru mengalami relaksasi, duktus arteriosus mulai
menyempit. Darah yang sebelumnya melalui duktusarteriosus
sekarang melalui paru-paru, akan mengambil banyak oksigen
untuk dialirkan ke seluruh jaringan tubuh.
Pada akhir masa transisi normal, bayi menghirup udara
dan menggunakan paru-parunya untuk mendapatkan oksigen.
Tangisan pertama dan tarikan napas yang dalam akan
mendorong cairan dari jalan napasnya. Oksigen dan
pengembangan paru merupakan rangsang utama relaksasi
pembuluh darah paru. Pada saat oksigen masuk adekuat
12
dalam pembuluh darah. Warna kulit bayi akan berubah dari
abu-abu/ biru menjadi kemerahan. Reaksi bayi terhadap
kesulitan selama masa transisi normal. Bayi baru lahir akan
melakukan usaha untuk menghirup udara kedalam paru-
parunya. Masuknya oksigen ke dalam paru-paru bayi akan
mengakibatkan cairan paru keluar dari alveoli ke jaringan
interstitiadi paru sehingga oksigen dapat dihantarkan ke
arteriolpulmonaldan menyebabkan arteriolpulmonalberelaksasi.
Jika keadaan ini terganggu maka arteriolpulmonalakan
tetap berkontriksi, alveoli tetap terisi cairan dan pembuluh darah
arteri sistemik tidak mendapat oksigen. Pada saat pasokan
oksigen berkurang, akan terjadi kontriksi arteriolpada organ
seperti usus, ginjal, otot dan kulit, namun demikian aliran darah
ke jantung dan otak tetap stabil atau meningkat untuk
mempertahankan pasokan oksigen. Penyesuaian distribusi
aliran darah akan membantu kelangsungan fungsi organ-organ
vital. Akan tetapi apabila kekurangan oksigen berlangsung
terus maka dapat terjadi kegagalan fungsi moikardiumdan
kegagalan peningkatan curah jantung, penurunan tekanan
darah, yang berdampak pada penurunan aliran darah keseluruh
organ tubuh. Dampak yang dapat ditimbulkan dari kekurangan
perfusi oksigen dan oksigenasi jaringan adalah kerusakan
jaringan otak yang irreversible, kerusakan organ tubuh lain atau
kematian.
Masalah yang dapat terjadi pada bayi dengan asfiksia
karena bayi susah untuk bernafas sehingga bayi dapat
mengalami apnue dan menunjukan upaya pernafasan yang
13
tidak cukup untuk kebutuhan fentilasi paru-paru. Kondisi ini
menyebabkan kurangnya pengambilan oksigen dan
pengeluaran CO2.masalah pada bayi baru lahir dengan asfiksia
adalah bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat
mengakibatkan kerusakan otak/kematian. Dan bayi baru lahir
dengan Asfiksia juga mempengaruhi organ vital lainnya seperti
pernafasan yang cepat dalam periode yang singkat. Apabila
asfiksia berlanjut gerakan pernafasan akan berhenti, denyut
jantung juga mulai menurun, sedangkan tonus neuromuskular
berkurang sacara berangsur-angsur dan bayi memasuki
periode apnue yang dikenal dengan nama apnue primer. Perlu
diketahui bahwa pernafasan yang megap-megap dan tonus otot
yang juga turun terjadi akibat obat-obat yang diberikan pada
ibunya (Manuaba, 2010).
Biasanya pemberian rangsangan dan oksigen selama
periode apnue primer dapat merangsang terjadinya pernafasan
spontan.Apabila asfiksia berlanjut bayi akan menunjukan
megap-megap yang dalam, denyut jantung terus menurun, dan
bayi akan terlihat lemas (flaccid). Pernafasan makin lama makin
lemah sampai bayi memasuki periode apnue yang disebut
apnue sekunder, selama apnue sekunder ini denyut jantung,
tekanan darah, dan kadar oksigen dalam darah (PaO2) terus
menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan
dan tidak akan menunjukan upaya pernafasan secara spontan.
Kematian akan terjadi kecuali apabila resusitasi dengan
pernafasan buatan dan pemberian oksigen dimulai dengan
segera (Nugroho, 2014).
14
e. Tanda Gejala
1) Asfiksia berat ( nilai APGAR 0-3 )
a) frekuensi jantung kurang dari 40 x/m
b) tonus otot tidak ada
c) sianosis berat
d) usaha nafas lemah
e) refleks tidak ada.
2) Asfiksia sedang ( nilai APGAR 4-6 )
a) frekuensi jantung kurang dari 100 x/m
b) tonus otot kurang baik
c) warna kulit sianosis
d) usaha nafas lemas
e) refleks tidak ada.
f) Asfiksia ringan ( nilai APGAR 7-10 )
a) frekuensi jantung lebih dari 100 x/m
b) warna kulit tidak sianosis
c) usaha nafas baik
d) tonus otot baik
e) refleks ada.
(Nugroho, 2014).
f. Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus menurut
Prawirohardjo (2012) antara lain :
1) Hipoksia dan iskemia otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang
telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran
15
darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan
menyebabkan hipoksia dan iskemik otak.
2) Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita
asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada
saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada
keadaan ini curah jantung akan terganggu sehingga darah yang
seharusnya dialirkan keginjal menurun. Hal inilah yang
menyebabkan terjadinya pengeluaran urine sedikit.
3) Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan
menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya
hipoksemia dan perdarahan pada otak
g. Pemeriksaan Diagnosis
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan
kelanjutan dari hipoksia janin. Diagnosis hipoksia janin dapat dibuat
dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin.
Penegakkan diagnosa menurut Maryunani dan Nurhayati meliputi
bebagai pengkajian sebagai berikut:
1) Anamnesa
Dalam wawancara dengan penderita (ibu), bidan atau perawat
bayi menanyakan atau mengkaji:
a) Adanya riwayat usia kehamilan kurang bulan.
b) Adanya riwayat air ketuban bercampur mekonium.
c) Adanya riwayat lahirtidak bernafas atau menangis.
16
d) Adanya riwayat gangguan atau kesulitan waktu lahir (lilitan
tali pusat, sungsang, ekstraksi vakum, ekstraksi forcep).
2) Pemeriksaan fisik
Pada saat memeriksa fisik bayi, ditemukan:
a) Bayi tidak bernafas atau menangis.
b) Denyut jantung kurang dari 100 x/menit.
c) Tonus ototmenurun.
Bisa didapatkan cairan ketuban bercampur mekonium atau
sisa mekonium pada tubuh bayi
h. Penatalaksanaan
Merupakan tindakan dengan mempertahankan jalan napas
agar tetap baik, sehingga proses oksigenasi cukup agar sirkulasi
darah tetap baik. Cara mengatasi asfiksia menurut Manuaba (2012)
adalah sebagai berikut.
1) Asfiksia Ringan APGAR skor (7 – 10)
Cara mengatasinya:
a) Bayi dibungkus dengan kain hangat
b) Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada
hidung kemudian mulut.
c) Bersihkan badan dan tali pusat
d) Lakukan observasi tanda vital, pantau APGAR skor, dan
masukan kedalam incubator.
2) Asfiksia Sedang APGAR skor (4 – 6)
Cara mengatasinya:
a) Bersikan jalan napas.
b) Berikan oksigen 2 liter per menit
17
c) Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki.
Apabila belum ada reaksi, bantu pernapasan dengan
masker (ambubag)
d) Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis,
berikan natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6 cc. Dektrosa
40% sebanyak 4 cc disuntikan melalui vena umbilikus
secara berlahan-lahan untuk mencegah tekanan
intrakranial meningkat.
3) Asfiksia Berat APGAR skor (0 – 3)
Cara mengatasinya:
a) Bersikan jalan napas sambil pompa melalui ambubag.
b) Berikan oksigen 4-5 liter per menit.
c) Bila tidak berhasil, lakukan pemasangan ETT
(endotracheal tube).
d) Bersikan jalan napas dengan ETT.Apabila bayi sudah
mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan natrium
bikarbonat 7,5% sebanyak 6 cc. Selanjutnya berikan
dekstrosa 40% sebanyak 4 cc.
2. KetubanPecahDini (KPD)
a. Pengertian
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum
waktunya melahirkan/sebelum inpartu, pada pembukaan <4 cm
(fase laten).hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh
sebelum waktunyamelahirkan.KPD preterm adalah KPD sebelum
usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang
18
terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan(Nugroho,
2012).
Ketubanpecahdiniadalahpecahnyaketubansebelumterdapatta
ndapersalinanmulaidanditunggusatu jam belumterjadiinpartu
(Manuaba, 2010).
Ketuban pecah dini atau Premature Rupture of Membrane
(PROM) adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu yaitu bila
pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan multipara kurang dari
5 cm (Mochtar, 2011).
Menurut penelitian Natasya (2015) hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa kejadian ketuban pecah dini paling banyak
pada paritas <1 dan >3. Hal ini sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa paritas <1 dan >3 mempunyai angka kejadian
ketubanpecah dini lebih tinggi. Sedangkan paritas 2 sampai 3
merupakan paritas yangaman di tinjau dari kejadian ketuban pecah
dini.Penyebab ketuban pecah dini belum diketahui pasti, namun
menurutPrawirohardjo (2008) kemungkinan yang menjadi faktor
predisposisi adalahmultigraviditas/paritas. Paritas 2-3 merupakan
paritas yang dianggap amanditinjau dari sudut insidensi kejadian
ketuban pecah dini. Paritas satu danparitas tinggi (lebih dari tiga)
mempunyai resiko terjadinya ketuban pecah dinilebih tinggi. Pada
paritas yang rendah (satu), alat-alat dasar panggul masihkaku
(kurang elastis) dari pada multiparitas. Hal tersebut memberikan arti
bahwa wanita yang baru sekali mengalami persalinan akan lebih
berisiko mengalami ketuban pecah dini daripada wanita yang
berstatus paritas multipara dikarenakan kandungan yang masih
19
terkesan baru sekali digunakan untuk mengandung janin, sehingga
penyesuaian dibutuhkan pada kandungan wanita
b. Etiologi
Penyebab KPD menurut Cunningham (2010) diantaranya :
1) Infeksi: infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput
ketuban maupun asenderen dari vagina atau infeksi pada
cairan ketuban bisa menyebabkan terjadi nya KPD.
2) Servik yang inkompetensia, kanalisservikalis yang
selaluterbukaolehkarenakelainanpadaservik uteri
(akibatpersalinan, curettage).
3) Kelainan letak,misalnya sungsang sehingga tidak ada bagian
terendah yangmenutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat
menghalangi tekanan terhadap membrane bagian bawah.
4) Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara
berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma,hidramnion,
gameli.
5) Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual,
pemeriksaan
dalam,maupunamniosintesismenyebabkanterjadinya KPD
karena biasanya disertai infeksi.
6) Faktor predisposisi diantaranya riwayat KPD sebelumnya,
polihidramnion (cairanketubanberlebihan), kehamilankembar,
peningkatanparitas
Sedangkan faktor lain penyebab ketuban pecah dini menurut
Nugroho (2012) yaitu :
20
1) Faktor golongan darah,akibat golongan darah ibu dan anak
yang tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaan
termasuk kelemahan jaringan kulit ketuban.
2) Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu .
3) Faktor multi graviditas,merokok dan perdarahan antepartum .
4) Defisiensi gizi dari tembaga atau asam karbonat (vitamin c).
c. TandadanGejala
Tanda dan gejala ketuban pecah dini menurut Nugroho (2012)
yaitu:
1) Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes
melalui vagina.
2) Aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau
amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau
menetes,dengan ciri pucat dan bergaris warna darah.
3) Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus
diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila anda duduk atau
berdiri, kepala janin yang sudah terletak dibawah biasanya
“mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran untuk sementara.
4) Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut
jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi
yang terjadi.
d. Patofisiologi
Patofisiologi ketuban pecah dini menurut Prawirohardjo (2010)
yaitu:
Ketuban pecah dini dalam persalinan secara umum
disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan berulang.selaput
21
ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan
biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh,bukan
karena seluruh selaput ketuban rapuh. Terdapat keseimbangan
antara sintesis dan degradasi ekstraselular matriks.Perubahan
struktur,jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktifitas
kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.Faktor
risiko untuk terjadinya ketuban pecah dini adalah:
1) Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen.
2) Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang
berakibatpertumbuhan struktur abnormal karena antara lain
merokok.
Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metalloproteinase
(MMP) yang dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor
protease. Mendekati waktu persalinan ,keseimbangan antara MMP
dan TIMP-1 mengarah pada degradasi proteolitik dari matriks
ekstraselular dan membrane janin.aktivitas degradasi proteolitik ini
meningkat menjelang persalinan.pada penyakit periodontitis dimana
terdapat peningkatan MMP ,cenderung terjadi ketuban pecah dini.
Ketuban pecah dini pada kehamilan prematur disebabkan
oleh adanya faktor-faktor eksternal, misalnya infeksi yang menjalar
dari vagina.Ketuban pecah dini prematur sering terjadi pada
polihidramion, inkompeten serviks, solusio plasenta.
e. Diagnosa
Menurut Manuaba (2010) KPD didiagnosis dengan :
1) Adanya keterangan terjadi pengeluaran cairan mendadak
disertai bau yang khas.
22
2) Uji Ferningyaitu dengan mengambil cairan yang keluar dan di
cek melalui mikroskopdan uji Nitazinyaitu dengan
menggunakan kertas lakmus untuk menetapkan bahwa cairan
yang keluar adalah cairan ketuban.
3) Pemeriksaan spekulum
Untuk mengambil sampel cairan ketuban di forniks posterior
dan mengambil sampel cairan untuk kultur dan pemeriksaan
bakteriologis.
4) Melakukan pemeriksaan dalam dengan hati-hati sehingga tidak
banyak manipulasi daerah pelvis untuk mengurangi
kemungkinan infeksi asenden dan persalinan prematuritas
Menurut Prawirohardjo (2010) diagnosis KPD dapat ditegakkan
dengan :
1) Menentukan pecahnya selaput ketuban, dengan adanya cairan
ketuban divagina.
2) Jika tidak ada, coba dengan menggerakkan sedikit bagian
terbawah janin, atau meminta pasien batuk atau mengedan.
3) Pemeriksaan tes lakmus (Nitazin test) merah menjadi biru.
4) Tentukan usia kehamilan.
5) Pemeriksaan USG.
6) Tentukan ada tidaknya infeksi.
a) Suhu badan > 38oC.
b) Air ketuban keruh dan berbau.
c) Leukosit darah > 15.000/mm3.
d) Janin yang mengalami takikardi
7) Tentukan tanda-tanda persalinan
23
8) Skoring pelvik.
9) Tentukan adanya kontraksi yang teratur
10) Pemeriksaan dalam jika terminasi kehamilan.
Sedangkan menurut Varney (2008) Data berikut ini dapat digunakan
untuk menegakkan diagnosis :
1) Riwayat
a) Jumlah cairan yang hilang.
b) Ketidakmampuan mengendalikan kebocoran dengan
latihan kegel.
c) Waktu terjadi ketuban pecah.
d) Warna cairan.
e) Bau cairan : cairan amnion memiliki bau apek yang khas,
yang membedakannya dari urine.
f) Hubungan seksual terakhir : semen yang keluar dari vagina
dapat disalahartikan sebagai cairan amnion.
2) Pemeriksaan fisik
Lakukan palpasi abdomen untuk menentukan volume cairan
amnion. Apabila pecah ketuban telah pasti, terdapat
kemungkinan mendeteksi berkurangnya cairan karena terdapat
peningkatan molase uterus dan dinding abdomen disekitar janin
dan penurunan kemampuan balotemen dibandingkan temuan
pada pemeriksaan.
3) Pemeriksaan spekulum steril
a) Inspeksi keberadaan tanda-tanda cairan di genetalia
eksterna.
b) Lihat serviks untuk mengetahui aliran cairan dari orifisium.
c) Lihat adanya genangan cairan amnion di forniks vagina.
24
d) Jika anda tidak melihat ada cairan, minta wanita mengejan
(perasat valsava). Secara bergantian beri tekanan pada
fundus perlahan-lahan.
e) Observasi cairan yang keluar untuk melihat lanugo atau
verniks kaseosa jika usia kehamilan >32 minggu.
f) Visualisasi serviks untuk menentukan dilatasi jika
pemeriksaan dalam tidak akan dilakukan dan untuk
mendeteksi prolaps tali pusat atau ekstremitas janin.
4) Uji laboratorium
a) Uji pakis positif
Pemakisan (ferning) juga disebut percabangan halus
(arborization), pada kaca objek (slide) mikroskop yang
disebabkan keberadaan natrium klorida dan protein dalam
cairan amnion.
b) Uji kertas nitrazin positif
Kertas ini akan berubah warna menjadi biru gelap jika
kontak dengan bahan bersifat basa. Nilai Ph vagina normal
adalah <4,5. Uji paakis dapat lebih dipercaya daripada uji
kertas nitrazin. Ini karena sejumlah bahan selain cairan
amnion memiliki Ph yang lebih alkali, termasuk lendir
seviks vagina akibat vaginosis bakterial atau infeksi
trikomonas.
c) USG (ultrasonografi)
Untuk pemeriksaan oligohidramnion sangat membantu jika
pemeriksaan sebelumnya tidak memberikan gambaran
jelas pecah ketuban.
25
5) Spesimen untuk kultur treptokokus group B.
Jika wanita ditapis untuk GBS antara minggu ke 35 dan ke 37
gestasi dan hasil kultur negatif dalam 5 minggu sebelumnya
didokumentasikan, set spesimen lainnya untuk kultur tidak
diperlukan dan antibiotik profilaksis tidak dianjurkan.
f. PemeriksaanPenunjang
MenurutNugroho
(2012)pemeriksaanpenunjangketubanpecahdinidapatdilakukandeng
ancara, diantaranya :
1) Pemeriksaan Laboratorium
a) Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa: warna,
konsentrasi, bau dan pH nya.
b) jCairan yang keluar dari vagina ini ada air ketuban,
urine atau sekret vagina.
c) Sekret vagina ibu hamil pH: 4-5,dengan tes nitrazin tidak
berubah warna, tetap kuning.
d) Tes lakmus (tes nitrazin),jika tes lakmus merah berubah
menjadi biru menjukan adanya air ketuban (alkalis). pH
air ketuban 7-7,5, darah dan infeksi vagina dapat
menghasilkan tes yang positif palsu.
e) Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban
pada gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan
mikroskopis menunjukan gambaran daun pakis.
2) Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan
ketuban dalam kavum uteri.Pada kasus KPD terlihat jumlah
26
cairan ketuban yang sedikit.Namun sering terjadi kesalahan
pada penderita oligohidramnion.
g. Komplikasi
Menurut Marmi (2011) komplikasi KPD pada ibu dan janin
adalah :
1) Bagi Ibu
a) Infeksi dalam persalinan
b) Infeksi masa nifas
c) Partus lama
d) Meningkatnya tindakan operatif
e) Morbiditas dan mortalitas maternal
2) Bagi Janin
a) Prematuritas
b) Prolaps tali pusat
c) Hipoksia dan asfiksia
d) Sindrom deformitas janin
e) Morbiditas dan mortalitas perinatal
Sedangkan menurutNugroho (2012)
komplikasiketubanpecahdinidiantaranya:
1) Sebelumusiakehamilan 37 mingguadalah syndrome distress
pernapasan (RDS= Respiratory Distress Syndrome), yang
terjadipada 10-40% bayibarulahir.
2) Resikoinfeksimeningkatpadakejadian KPD.
3) Semuaibuhamildengan KPD
prematursebaiknyadievaluasiuntukkemungkinanterjadinyakori
oamnionitis (radangpadakoriondan amnion).
27
4) Selainitukejadianprolapsataukeluarnyatalipusardapatterjadipa
da KPD.
5) Hipoplasiaparumerupakankomplikasi fatal yang terjadipada
KPD preterm.
h. Penatalaksanaan
MenurutPrawirohardjo
(2010)penatalaksanaanpadaketubanpecahdiniyaitu:
1) Konservatif:
a) Pengelolaan konservatif dilakukan bila tidak ada penyulit
(baik pada ibu maupun pada janin) dan harus di rawat
dirumah sakit.
b) Berikan antibiotika (ampicilin 4 x 500 mg atau eritromicin
bila tidak tahan ampisilin) dan metronidazol 2 x 500 mg
selama 7 hari.
c) Jika umur kehamilan <32-34 minggu, dirawat selama air
ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban tidak
keluar lagi.
d) Jika usia kehamilan 32-27 minggu, belum in partu, tidak
ada infeksi, tes buss negativ beri deksametason,
observasi tanda-tanda infeksi, dan kesejahteraan janin,
terminasi pada kehamilan 37 minggu.
e) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak
ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason,
dan induksi sesudah 24 jam.
f) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri
antibiotik dan lakukan induksi.
28
g) Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda
infeksi intra uterin).
h) Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk
memicu kematangan parujanin, dan kalau memungkinkan
periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis
betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari,
deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
2) Aktif
Kehamilan >37 minggu, diberikan misoprostol 50 mg
intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
a) Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan servik,
kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan
dengan seksio sesarea.
b) Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus
pervaginam, namun bila induksi dengan oksitosin gagal,
bila gagal seksio sesarea.
29
Tabel 2.2 Skor Bishop
FaktorNilai
Ket0 1 2 3
Pembukaan
serviks
0 1-2 3-4 ≥ 5 Pembukaan adalah
ukuran diameter
leher rahim yang
teregang. Ini
melengkapi
pendataran, dan
biasanya
merupakan
indikator yang
paling penting dari
kemajuan melalui
tahap pertama
kerja.
Pendataran
serviks (%)
0-30 40-50 60-70 ≥ 80 Pendataran adalah
ukuran regangan
sudah ada di leher
rahim. Hal ini
dianalogkan
dengan
meregangkan karet
gelang; sebagai
karet ditarik lebih
jauh, hal itu
30
menjadi lebih
kurus. Hal ini
dipengaruhi oleh
variasi individu dan
operasi
sebelumnya seperti
loop eksisi untuk
displasia
serviksatau
kanker.
Penurunan
kepala
diukur dari
bidang HIII
(cm)
-3 -2 -1, 0 +1, +2 Penurunan Kepala
menggambarkan
posisi janin “kepala
dalam
hubungannya
dengan jarak dari
isciadika punggung,
yang dapat teraba
jauh di dalam
vagina posterior
(sekitar 8-10cm)
sebagai tonjolan
tulang. Angka
negatif
menunjukkan
bahwa kepala lebih
dalam, di atas
punggung
31
iskiadika.
Konsistensi
serviks
Keras Sedang Lunak – Dalam primigravida
leher rahim
perempuan
biasanya lebih
keras dan tahan
terhadap
peregangan,
seperti sebuah
balon yang belum
sebelumnya
meningkat. Lebih
jauh lagi, pada
wanita muda
serviks lebih
tangguh daripada
wanita yang lebih
tua. Dengan
pengiriman
berikutnya leher
rahim vagina
menjadi kurang
kaku dan
memungkinkan
untuk pelebaran
pada jangka lebih
mudah.
32
Posisi
serviks
Kebelakan
g
Searah
sumbu
jalan
lahir
Kedepan – Posisi leher rahim
perempuan
bervariasi antara
individu. Sebagai
lokasi anatomi
vagina sebenarnya
menghadap ke
bawah, anterior dan
posterior lokasi
relatif
menggambarkan
batas atas dan
bawah dari vagina..
Posisi anterior lebih
baik sejajar dengan
rahim, dan karena
itu ada
kemungkinan
peningkatan
kelahiran spontan.
Sumber : Cunningham (2010)
33
B. Hubungan Ketuban Pecah Dini Dengan Kejadian Asfiksia Pada Bayi
BaruLahir
Pada ibu hamil, air ketuban berguna untukmempertahankan atau
memberikan perlindunganterhadap bayi dari benturan yang diakibatkan
olehlingkungannya diluar rahim. Selain itu aair ketubanbisa membuat janin
bergerak dengan bebas kesegalaarah. Ada dua macam kemungkinan
ketuban pecah diniyaitu premature rupture of membrane dan pretermrupture
of membrane. Keduanya memeiliki gejala yangsama, yaitu keluarnya cairan
dan tidak ada keluhansakit. Tanda-tanda khasnya adalah adanya
keluarancairan mendadak disertai bau yang khas, namunberbeda dengan air
seni. Alirannya tidak terlalu deraskeluar serta tidak disertai rasa mulas atau
sakit perut.Namun adakalanya hanya terjadi kebocoran kantungketuban.
Tanpa disadari oleh ibu cairan merembessedikit demi sedikit hingga cairan
ini makin berkurang.Akan terdeteksi jika ibu baru merasakan perih dan
sakitjika janin bergerak-gerak (Manuaba, 2010).
Pecahnya selaput ketuban menyebabkanterbukanya hubungan intra
uterin dengan ekstra uterin,dengan demikian mikroorganisme dengan
mudahmasuk dan menimbulkan infeksi intrapartum apabilaibu sering
diperiksa dalam, infeksi puerpuralis,peritonitis dan sepsis. Ketuban pecah
dini pada kondisikepala janin belum masuk pintu atas panggulmengikuti
aliran air ketuban, akan terjepit antarakepala janin dan dinding panggul,
keadaan sangatberbahaya bagi janin. Dalam waktu singkat janin
akanmengalami hipoksia hingga kematian janin dalamkandungan (IUFD),
pada kondisi ini biasanyakehamilan segera diterminasi. Bayi yang
dilahirkanjauh sebelum aterm merupakan calon untuk terjadinyarespiratory
distress sindroma (RDS). Hipoksia dan asidosis berat yang terjadi sebagi
34
akibat pertukaranoksigen dan karbondioksida alveoli kapiler tidakdekuat,
terbukti berdampak sangat fatal pada bayi(Mochtar, 2012).
Kondisi patofisiologis yang menyebabkan asfiksiameliputi kuranagnya
oksigenasi sel, retensi karbondioksida berlebihan, dan asidosis metaboli.
Kombinasiketiga peristiwa itu menyebabkan kerusakan sel danlingkungan
biokimia yang tidak cocok dengankehidupan. Selama apnea, penurunan
oksigen yangtersedia menyebabkan pembuluh darah di paru-paru
mengalami kontriksi. Vasokontriksiini menyebabkanparu-paru resistan
terhadap ekspansi sehinggamempersulit kerja resusitasi. Salah satu efek
hipoksiapada sirkulasi dalam jantung adalah sirkulasi janinyang persisten
(Varney, 2009).
Asfiksia yang mungkin timbul dalam masakehamilan dapat dicegah
dengan melakukanpengawasan antenatal yang adekuat dan
melakukankoreksi sedini mungkin terhadap setiap kelainan yangterjadi.
Gangguan yang timbul pada akhir kehamilanatau persalinan hampir selalu
disertai anoreksia /hipoksia janin dan berakhir dengan asfiksia neonatorum
dan perlu mendapat perhatian utama agarpersiapan dapat dilakukan
sehingga bayi perwatanyang adekuat dan maksimal pada saat lahir
(FKUI,2012).
Kegawatan janin selama persalinan dapat dideteksi dengan
pemantauan frekuensi denyut jantung janin secara terus menerus berguna
untuk mencegah terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir (Nelson, 2009).
Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak
dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi
bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-
gejala lanjut yang mungkin timbul (Prawirohardjo, 2010)
35
Pada sebagian besar kasus, penyebabnya belum ditemukan. Faktor
yang disebutkan memiliki kaitan dengan KPD yaitu riwayat kelahiran
premature, merokok, dan perdarahan selama kehamilan. Resiko kelahiran
bayi prematur adalah resiko terbesar kedua setelah infeksi akibat ketuban
pecah dini. Pemeriksaan mengenai kematangan dari paru janin sebaiknya
dilakukan terutama pada usia kehamilan 32-34 minggu. Hasil akhir dari
kemampuan janin untuk hidup sangat menentukan langkah yang akan
diambil. Komplikasi yang sering terjadi pada KPD sebelum usia kehamilan
37 minggu adalah sindrom distress pernafasan yang terjadi pada bayi baru
lahir. Hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena
gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin saehingga
terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2.
Terjadinya asfiksia seringkali diawali infeksi yang terjadi pada bayi baik pada
bayi aterm terlebih pada bayi prematur, antara KPD dan asfiksia keduanya
saling mempengaruhi. Pada induksi persalinan kontraksi otot rahim yang
berlebihan dapat menimbulkan asfiksia janin (Manuaba, 2010)
C. Manajemen Kebidanan
Manajemen kebidanan merupakan suatu proses pendekatan
pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk
mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah,
penemuan-penemuan, keterampilan dalam rangkaian tahap logis untuk
pengambilan keputusan yang berfokus pada klien . Manajemen dengan tujuh
langkah Varney diantaranya
1. Langkah I : Pengkajian
36
Yaitu data yang didapat dari klien, suami, keluarga, atau yang
mengantar bila saat itu pasien adalah rujukan dari bidan, dukun atau
yang lainnya (Rukiyah, 2012).
a. Data Subjektif
1) Biodata menurut Nursalam (2009), meliputi :
a) Nama bayi : Untuk mengetahui identitas bayi
b) Umur bayi : Untuk mengetahui umur bayi yang
nantinya disesuaikan dengan
tindakan yang akan dilakukan
c) Tanggal Lahir/Pukul : Untuk mengetahui tanggal bayi lahir
agar dapat dimasukkan dalam
pembuatan akta
d) Nama ayah/ibu : Untuk mengetahui identitas orang tua
bayi.
e) Umur : Untuk mengetahui faktor - faktor
resiko dan tingkat kesuburan
f) Suku/bangsa : Untuk mengetahui fator bawaan ras.
g) Agama : Untuk mengetahui informasi tentang
agamanya.
h) Pendidikan : Untuk mengetahui keadaan sosial
ekonomi keluarganya.
i) Alamat : Untuk mengetahui dimana pasien
tinggal.
2) Keluhan utama
37
Keluhan utama adalah keluhan yang harus dinyatakan dengan
singkat dan menggunakan bahasa yang dipakai oleh pemberi
keterangan (Varney, 2007).
3) Riwayat prenatal
4) Riwayat kehamilan sekarang ketika melahirkan bayi adalah
kehamilan yang ke berapa
(1) Tempat melakukan kunjungan ANC
(2) Obat-obatan yang pernah diminum selama hamil
5) Riwayat persalinan sekarang
Berisi tentang jenis persalinan, penolong, lama persalinan dari
kala I sampai kala IV, adakah komplikasi dalam persalinan dan
keadaan anak mulai dari keadaan saat lahir, panjang badan
dan berat badan (Nursalam, 2009).
6) Riwayat kesehatan bayi
Berisi tentang keterangan penyakit yang pernah diderita oleh
bayi sebelumnya (Nursalam, 2013)
7) Kebutuhan biologis
Berisi pernyataan keseharian anak dalam hal makn minum dan
istirahat, adakah masalah atau keluhan yang dialami
(Nursalam, 2008)
b. Data Objektif
Data yang didapat melalui pemeriksaan fisik, pemeriksaan
ojbstetrik, hasil laboratorium dan hasil penunjang lainnya (Husin,
2014).
1) Pemeriksaan khusus
38
Dilakukan dengan penilaian air ketuban, tangisan dan tonus
otot kemudian dilakukan penilaian APGAR score pada menit
pertama, kelima dan kesepuluh.
2) Pemeriksaan umum
a) Keadaan umum
Dikaji untuk mengetahui keadaan umum pasien mencakup
keadaan umum baik, sedang, lemah (Maryanti, 2011).
b) Kesadaran
Penilaian kesadaran dinyatakan sebagai composmentis,
apatis, somnolen, sopor, delirium, semi coma dan coma
(Maryanti, 2011).
c) Tanda-tanda vital
(1) Pernafasan
Pernafasan belum teratur dan sering mengalami apnea
(Maryanti, 2011). Bayi normal memiliki frekuensi
pernapasan normal yaitu 40-60x/menit namun bayi
dengan asfiksia memiliki frekuensi pernapasan <40
x/menit (Proverawati, 2010).
(2) Suhu
Bayi asfiksia mudah mengalami hipotermia, oleh sebab
itu suhu tubuhnya harus dipertahankan, umumnya
yang digunakan adalah suhu aksila dan diukur tiap 1-4
jam (Maryanti, 2011).
(3) Denyut jantung
39
Bayi normal memiliki nadi normal yaitu 120-160
x/menit dan bayi dengan asfiksia frekuensi jantung
menurun menjadi 60-80x/menit. (Proverawati, 2010).
d) Pemeriksaan fisik sistematis
(1)Reflek Moro : Refleks terkejut bayi
(2)Reflek Rooting : Refleks mencari
(3)Reflek Mengenggam : Refleks jari-jari
bayiakanmenggenggam
(4)Reflek Sucking: Resleks mengisap
(5)Reflek Babinsky : Refleks jari-jari telapak kaki
akan membuka bila disentuh.
e) Pemeriksaan fisik meliputi :
(1) Kepala : Simetris dan teraba benolan
atau tidak (Maryanti, 2011)
(2) Muka : Biasanya pucat dan ada
paralisis atau tidak (Maryanti,
2011).
(3) Mata : Ada/tidak kelainan (Rukiyah,
2012).
(4) Hidung : Perhatikan adanya sekret
yang mengganggu pernapasan,
mengorok dan pernafasan
cuping hidung (Maryanti, 2011).
(5) Telinga : Kesimetrisan dan ada atau
tidaknya pengeluaran cairan
(Maryanti, 2011).
40
(6) Mulut : Tampak sianosis atau tidak
(Rukiyah, 2012).
(7) Leher : Tidak teraba pembesaran
(Maryanti, 2011).
(8) Dada : Perhatikan pergerakan dada, ada
atau tidak retraksi dinding dada
(Proverawati, 2010).
(9) Abdomen : Ada atau tidak benjolan dan
kembung atau tidak(Rukiyah,
2012).
(10) Kulit : Umumnya turgor kulit lemah
(Proverawati, 2010).
(11) Genetalia : Ada atau tidaknya kelainan
(Proverawati, 2010).
(12) Ekstremitas : Umumnya simetris dan ada atau
tidak kelainan (Proverawati,
2010).
f) Data Penunjang
Data yang diperoleh dari pemeriksaan laboratorium. Pada
asfiksia dilakukan pemeriksaan penunjang antara lain HB,
leukosit dan trombosit (Proverawati, 2010).
2. Langkah 2 : Interprestasi data
Langkah interprestasi data ini dilakukan identifikasi diagnosa atau
masalah secara spesifik berdasarkan data dasar yang telah
dikumpulkan (Varney, 2007).
a. Diagnosis kebidanan
41
Yaitu diagnosis yang ditegakkan oleh bidan dalam lingkup praktek
kebidanan (Varney, 2007).
Diagnosis : Bayi. X umur …dengan Asfiksia
Dasar diagnosis :
Data subjektif ibu mengatakan kehamilannya kurang bulan/cukup
bulan dan anaknya mengalami berat badan lahir rendah
Data objektif : dilakukan pemeriksaan fisik
b. Masalah
Hal-hal yang berhubungan dengan pengalaman yang dialami
pasien dan ditemukan dari hasil pengkajian atau yang menyertai
diagnosis (Varney, 2007). Masalah yang sering dialami padabayi
dengan asfiksia biasanya adalah gangguan pernafasan dan sering
mengalami hipotermi (Proverawati, 2010).
c. Kebutuhan
Hal-hal yang diperlukan pasien dan belum teridentifikasi dalm
diagnosa dan masalah (Varney, 2007). Anak dengan asiksia
diperlukan pencegahan infeksi dan penimbangan anak yang ketat,
mempertahankan kehangatan, memberi nutrisi yang sesuai dengan
kebutuhan bayi (Prawirohardjo, 2010).
3. Langkah 3 : Diagnosis potensial
Merupakan identifikasi secara hati-hati yang berkaitan dengan
pengalaman klien yang ditemukan dari hasil pengkajian yang menyertai
diagnosis (Varney, 2007). Diagnosis potensial yang mungkin terjadi
pada kasus asfiksia seperti gangguan pernapasan, hipotermi dan
kematian (Rukiyah, 2012)
42
4. Langkah 4 : Tindakan Segera
Merupakan tindakan yang harus sesuai dengan prioritas masalah,
setelah bidan merumuskan tindakan yang dilakukan untuk
mengantisipasi diagnosis masalah potensial sebelumnya (Varney,
2007). Antisipasi yang dapat dilakukan yaitu dengan menjaga suhu
dengan memasukkan bayi baru lahir ke dalam inkubator.
5. Langkah 5 : Perencanaan
Suatu tindakan yang tepat untuk mengatasi masalah atau kebutuhan
pasien yang berfungsi untuk menuntun perawatan apa saja yang
diberikan kepada pasien sehingga tercapai tujuan dan hasil yang
optimal atau diharapkan (Varney, 2007).
Menurut Wiknjosastro (2010), rencana asuhan yang dapat diberikan
pada bayi dengan asfiksia adalah :
a. Lakukan pemantauan kondisi bayi
b. Lakukan pemantauan pada TTV (tanda-tanda vital), seperti suhu,
respirasi dan detak jantung
c. Berkolaborasi dengan dokter spesialis anak
d. Memberikan hasil kolaborasi
e. Memberikan nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan anak
f. Lakukan perwatan pada tali pusat
g. Melakukan penimbangan secara ketat
Memberikan informasi kepada ibu /keluarga tentang kondisi anaknya
6. Langkah 6 : Pelaksanaan Langsung Asuhan Kebidanan
Melaksanakan rencana tindakan secara efisien dan menjamin rasa
aman klien. Implementasi dapat dikerjakan seluruhnya oleh bidan
43
ataupun bekerjasama dengan tim kesehatan lain. Jika seorang bidan
tidak melakukan tindakan sendiri, maka ia menerima tanggung jawab
mengurus pelaksanaannya. Dalam situasi dimana bidan melakukan
tindakan kolaborasi dengan seorang dokter, dan masih tetap terlibat
didalam penatalaksanaan perawatan secara menyeluruh bagi klien
(Varney, 2007)
7. Langkah 7 : Mengevaluasi
Pada langkah ketujuh ini dilakukan evaluasi kefektifan dari asuhan
yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan
apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai kebutuhan sebagaimana
telah diidentifikasi dalam diagnosa dan masalah (Varney, 2007).
D. Metode Pendokumentasian SOAP
Menurut Sudiarti (2010) Uraian dari metode SOAP :
S : Adalah data subjektif.
O : Adalah data objektif.
A : Adalah analisa data.
P : Adalah penatalaksanaan.
Uraian di atas merupakan catatan yang bersifat sederhana, jelas, logis
dan singkat. Prinsip dari metode SOAP ini merupakan proses pemikiran
penatalaksanaan manajemen kebidanan.
S = Data Subjektif
Merupakan manajemen kebidanan menurut Helen Varney langkah
pertama adalah pengkajian data, terutama data yang diperoleh melalui
anamnesis. Data subjektif ini berhubungan dengan masalah dari sudut
pandang pasien Ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan keluhannya
44
yang dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang akan
berhubungan langsung dengan diagnosis.
Pada pasien yang bisu, di bagian data dibelakang huruf “S”, diberi tanda
huruf “O” atau “X”. tanda ini akan menjelaskan bahwa pasien adalah
penderita tuna wicara.
O = Data Objektif
Merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen
Varney pertama adalah pengkajian data, terutama data yang diperoleh dari
hasil observasi yang jujur dari pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan
laboratorium atau pemeriksaan diagnostik lain. Data ini akan memberikan
bukti gejala klinis pasien dan fakta yang berhubungan dengan diagnosis.
A = Analisa Data
Merupakan pendokumentasian hasil analisi an interpretasi (kesimpulan)
dari data subjektif dan objektif. Dalam pendokumentasian manajemen
kebidanan. Karena keadaan pasien yang setiap saat bias mengalami
perubahan, dan akan ditemukan informasi baru dalam data subjektif maupun
data objektif, maka proses pengkajian data akan menjadi sangat dinamis.
Hal ini juga menuntut bidan untuk sering melakukan analisa data yang
dinamis tersebut dalam rangka mengikuti perkembangan pasien. Analisa
yang tepat dan akurat akan menjamin cepat diketahuinya perubahan pada
pasien, sehingga dapat diambil keputusan atau tindakan yang cepat.
Analisis merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut
Helen varney mencakup langkah kedua, ketiga dan keempat sehingga hal-
hal berikut ini diagnosis atau masalah kebidanan, diagnosis atau masalah
potensial seta perlunya mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera harus
45
diidentifikasi menurut kewenangan bidan, meliputi tindakan mandiri, tindakan
kolaborasi dan tindakan merujuk klien.
P = Penatalaksanaan
Penatalaksanaan adalah membuat rencana asuhan saat ini dan yang
akan datang. Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil analisis dan
interpretasi data. Rencana asuhan ini bertujuan untuk mengusahakan
tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan mempertahankan
kesejahteraannya. Rencana asuhan ini harus mencapai kriteria tujuan yang
ingin dicapai dalam batas waktu tertentu.tindakan yang dilakukan harus
mampu membantu pasien mencapai kemajuan dan harus sesuai dengan
hasil kolaborasi tenaga kesehatan lain, antara lain dokter.
Meskipun secara istilah P adalah penatalaksanaan saja, namun P dalam
metode SOAP ini juga merupakan gambaran pendokumentasian
implementasian dan evaluasi. Dengan kata lain, P dalam metode SOAP
meliputi pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen Varney
langkah kelima, keenam dan ketujuh.
Pendokumentasian P dan SOAP ini, adalah pelaksanaan asuhan sesuai
rencana yang telah disusun sesuai dengan keadaan dan dalam rangka
mengatasi masalah pasien.
Pelaksanaan tindakan harus disetujui oleh keluarga pasien, kecuali bila
tindakan dilaksanakan akan membahayakan keselamatan pasien. Sebanyak
mungkin pasien harus dilibatkan dalam proses implementasiini. Bila kondisi
pasien berubah, analisis juga berubah, maka rencana asuhan maupun
implementasinyapun kemungkinan besar akan ikut berubah atau harus
disesuaikan.
46
Dalam penatalaksanaan ini juga harus mencantumkan evaluasi, yaitu
tafsiran dari efek tindakan yang telah diambil untuk menilai efektifitas asuhan
atau hasil pelaksanaan tindakan. Evaluasi berisi analisis hasil yang telah
dicapai dan merupakan focus ketepatan nilai tindakan atau asuhan.
Jika kriteria tujuan tidak tercapai, proses evaluasi ini dapat menjadi dasar
untuk mengembakan tindakan alternative sehingga tercapai tujuan yang
diharapkan. Untuk mendokumentasikan proses evaluasi ini, diperlukan
sebuah catatan perkembangan, dengan tetap mengacu pada metode SOAP.