bab ii tinjauan pustaka a. disabilitas intelektual 1...

38
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disabilitas Intelektual 1. Definisi Disabilitas Intelektual Disabilitas Intelektual terdiri dari kata Intelektual dan Disabilitas. Intelektual atau inteligensi merupakan padanan kata dari kecerdasan kognitif seseorang, yaitu kemampuan verbal dan nonverbal yang mencakup ingatan, abstraksi, logika, persepsi, wawasan, perbendaharaan kata, pengolahan informasi, pemecahan masalah, dan keterampilan motorik visual (Puar, 1998). Disabilitas merupakan kondisi yang menggambarkan adanya disfungsi atau berkurangnya suatu fungsi yang secara objektif dapat diukur atau dilihat, karena adanya kehilangan atau kelainan dari bagian tubuh atau organ seseorang (Mangunsong, 2009). Menurut Hallahan & Kauffman (1944), Intellectual Disability merupakan istilah lain dari tunagrahita yang merupakan keterbatasan yang signifikan dalam berfungsi, baik secara intelektual maupun perilaku adaptif yang terwujud melalui kemampuan adaptif konseptual, sosial dan praktikal. Keadaan ini muncul sebelum usia 18 tahun. Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa disabilitas intelektual adalah suatu disfungsi atau keterbatasan baik secara intelektual maupun perilaku adaptif yang dapat diukur atau dilihat yang menimbulkan berkurangnya kapasitas untuk beraksi dalam cara tertentu. Menurut Mangunsong (2009), adapun prinsip-prinsip yang harus diperhatikan sebagai upaya pendampingan pada anak berkebutuhan khusus antara lain :

Upload: vohuong

Post on 06-Feb-2018

219 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disabilitas Intelektual 1 ...erepo.unud.ac.id/9788/3/9cde38a5e6861cd5342519f5d75b1a63.pdf · Anak tunagrahita sering memusatkan perhatian pada benda yang

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Disabilitas Intelektual

1. Definisi Disabilitas Intelektual

Disabilitas Intelektual terdiri dari kata Intelektual dan Disabilitas. Intelektual atau

inteligensi merupakan padanan kata dari kecerdasan kognitif seseorang, yaitu kemampuan

verbal dan nonverbal yang mencakup ingatan, abstraksi, logika, persepsi, wawasan,

perbendaharaan kata, pengolahan informasi, pemecahan masalah, dan keterampilan

motorik visual (Puar, 1998). Disabilitas merupakan kondisi yang menggambarkan adanya

disfungsi atau berkurangnya suatu fungsi yang secara objektif dapat diukur atau dilihat,

karena adanya kehilangan atau kelainan dari bagian tubuh atau organ seseorang

(Mangunsong, 2009). Menurut Hallahan & Kauffman (1944), Intellectual Disability

merupakan istilah lain dari tunagrahita yang merupakan keterbatasan yang signifikan

dalam berfungsi, baik secara intelektual maupun perilaku adaptif yang terwujud melalui

kemampuan adaptif konseptual, sosial dan praktikal. Keadaan ini muncul sebelum usia 18

tahun.

Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa disabilitas intelektual adalah suatu

disfungsi atau keterbatasan baik secara intelektual maupun perilaku adaptif yang dapat

diukur atau dilihat yang menimbulkan berkurangnya kapasitas untuk beraksi dalam cara

tertentu.

Menurut Mangunsong (2009), adapun prinsip-prinsip yang harus diperhatikan sebagai

upaya pendampingan pada anak berkebutuhan khusus antara lain :

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disabilitas Intelektual 1 ...erepo.unud.ac.id/9788/3/9cde38a5e6861cd5342519f5d75b1a63.pdf · Anak tunagrahita sering memusatkan perhatian pada benda yang

2

a. Tipe Kecacatan dan Tingkat Keparahan Anak

Kadar atau tingkat keparahan suatu kecacatan sama pentingnya dengan jenis

kebutuhan khusus untuk dipertimbangkan dalam perencanaan strategi pendampingan

dan pengajaran pada anak berkebutuhan khusus. Semakin parah atau semakin serius

cacatnya, semakin pasti si anak akan dididik dengan setting pendidikan khusus.

b. Tingkat Usia Anak

Sudah seharusnya dalam pemilihan strategi pendampingan diperhatikan tingkat

perkembangan anak baik fisik maupun psikis termasuk dalam hal ini tingkatan usia

anak. Hal ini perlu diperhatikan agar metode, alat, bahan dan strategi benar-benar

sesuai dengan kondisi anak.

Jadi prinsip pendampingan pada anak berkebutuhan khusus sebaiknya memperhatikan

dua hal. Pertama adalah tipe kecacatan dan tingkat keparahan, semakin serius cacat yang

dialami anak maka semakin pasti anak akan dididik dengan setting pendidikan khusus. Kedua

adalah tingkat usia anak, suatu metode, alat, bahan dan strategi benar-benar disesuaikan

dengan kondisi anak.

2. Klasifikasi Disabilitas Intelektual

Menurut Mangunsong (2009), kaum profesional juga mengklasifikasikan anak disabilitas

intelektual berdasarkan tingkat keparahan masalahnya. The American Psychological

Association (APA), membuat klasifikasi anak disabilitas intelektual atau tunagrahita

berdasarkan tingkat kecerdasan atau skor IQ, yaitu :

Tabel 1. Klasifikasi skor IQ menurut APA

Klasifikasi Rentangan IQ

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disabilitas Intelektual 1 ...erepo.unud.ac.id/9788/3/9cde38a5e6861cd5342519f5d75b1a63.pdf · Anak tunagrahita sering memusatkan perhatian pada benda yang

3

Mild 55-70

Moderate 40-55

Severe 25-40

Profound Di bawah 25

Berdasarkan tabel di atas, terdapat beberapa klasifikasi berdasarkan skor IQ menurut APA.

Kategori mild berada pada rentang skor IQ 55-70, kategori moderate berada pada rentang

skor IQ 40-55, kategori severe berada pada rentang skor IQ 25-40 dan kategori profound

berada pada rentang skor IQ di bawah 25.

Terdapat pula klasifikasi IQ menurut Weschler (dalam norma WPPSI), yang tertera pada

tabel.

Tabel 2. Klasifikasi skor IQ menurut Weschler

IQ Klasifikasi

>128 Very Superior

120-127 Superior

111-119 Bright Normal

(High Average)

91-110 Average

80-90

66-79

<65

Dull Normal

(Low Average)

Borderline

Defective

Mentally

Defective

Berdasarkan tabel di atas, terdapat beberapa klasifikasi berdasarkan skor IQ menurut

Weschler. Kategori very superior berada pada rentang skor IQ >128, kategori superior berada

pada rentang skor IQ 120-127, kategori bright normal atau high average berada pada rentang

skor IQ 111-119, kategori average berada pada rentang skor IQ 91-110, kategori dull normal

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disabilitas Intelektual 1 ...erepo.unud.ac.id/9788/3/9cde38a5e6861cd5342519f5d75b1a63.pdf · Anak tunagrahita sering memusatkan perhatian pada benda yang

4

atau low average berada pada rentang skor IQ 80-90, kategori borderline defective berada

pada rentang skor IQ 66-79, dan kategori mentally defective berada pada rentang skor IQ <65.

Jadi klasifikasi skor IQ dipaparkan menurut APA dan Weschler. Menurut APA, rentang

IQ diklasifikasikan menjadi empat yaitu mild, moderate, severe dan profound. Sedangkan

menurut Weschler, rentang IQ diklasifikasikan menjadi tujuh yaitu very superior, superior,

bright normal, average, dull normal, borderline defective dan mentally defective.

3. Karakteristik Berdasarkan Skor IQ

Adapun karakteristik anak disabilitas intelektual berdasarkan skor IQ, meliputi:

a. Anak dengan skor IQ 55-70 tergolong ringan atau mild, bila dilihat dari segi

pendidikan termasuk anak yang mampu didik. Anak-anak dengan disabilitas

intelektual masih bisa dididik di sekolah umum, meskipun sedikit lebih rendah

daripada anak-anak normal pada umumnya. Anak dengan disabilitas intelektual tidak

memperlihatkan kelainan fisik yang mencolok, walaupun perkembangan fisiknya

sedikit agak lambat daripada anak rata-rata dan kurang dalam hal kekuatan, kecepatan,

dan koordinasi, serta sering memiliki masalah kesehatan. Rentang perhatian juga

pendek sehingga sulit berkonsentrasi dalam jangka waktu lama. Anak dengan

disabilitas intelektual terkadang mengalami frustrasi ketika diminta berfungsi secara

sosial atau akademis sesuai usia anak seperti menolak untuk melakukan tugas kelas.

Terkadang memperlihatkan rasa malu atau pendiam, namun hal ini dapat berubah bila

anak dengan disabilitas intelektual banyak diikutkan untuk berinteraksi dengan anak

lain (Henson & Aller dalam Mangunsong, 2009). Di luar pendidikan, beberapa

keterampilan dapat dilakukan tanpa selalu mendapat pengawasan seperti keterampilan

mengurus diri sendiri. Menurut Harris (2006), anak dengan kategori mild termasuk

mampu didik namun masalah dalam penggunaan bahasa dan bicara dapat membatasi

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disabilitas Intelektual 1 ...erepo.unud.ac.id/9788/3/9cde38a5e6861cd5342519f5d75b1a63.pdf · Anak tunagrahita sering memusatkan perhatian pada benda yang

5

kemampuan anak saat dewasa. Anak kemungkinan memperoleh keterampilan

akademik sampai kelas enam pada akhir tahun masa remaja. Selama masa dewasa,

anak dengan kategori mild hanya sedikit dapat mengembangkan kemampuan sosial

dan hidup mandiri. Kesulitan belajar anak jelas terlihat pada kemampuan akademis.

b. Anak dengan skor IQ 40-55 termasuk sedang atau moderate, digolongkan sebagai

anak yang mampu latih untuk beberapa keterampilan tertentu. Jika diberikan

kesempatan pendidikan yang sesuai, anak dapat dididik untuk melakukan pekerjaan

yang membutuhkan kemampuan tertentu. Anak dapat dilatih untuk mengurus dirinya

serta dilatih beberapa kemampuan membaca dan menulis sederhana. Apabila

dipekerjakan, membutuhkan tempat kerja yang terlindungi dan perlu pengawasan.

Anak memiliki kekurangan dalam kemampuan mengingat, menggeneralisasi, bahasa,

konseptual, perseptual, dan kreativitas sehingga perlu diberikan tugas yang sederhana,

singkat, relevan dan berurutan (Hanson & Aller dalam Mangunsong, 2009). Seringkali

anak memiliki koordinasi fisik yang buruk, mengalami masalah di banyak situasi

sosial dan menampakkan adanya gangguan pada fungsi bicaranya. Menurut Harris

(2006), anak disabilitas intelektual sedang atau moderate mengalami hambatan pada

koordinasi motorik. Ada juga keterbatasan dalam prestasi akademik, perawatan diri

dan keterampilan sosial. Anak dengan kategori moderate umumnya membutuhkan

pengawasan yang konsisten dari orang lain.

c. Anak dengan skor IQ 25-40 tergolong berat atau severe, memperlihatkan banyak

masalah dan kesulitan meskipun di sekolah khusus. Anak membutuhkan pelayanan

yang terus menerus dan pengawasan yang teliti. Dengan kata lain, tidak mampu

mengurus diri sendiri tanpa bantuan orang lain meskipun pada tugas-tugas sederhana.

Jarang sekali dipekerjakan dan sedikit sekali berinteraksi sosial (Lyen dalam

Mangusong, 2009). Anak mengalami gangguan bicara dan kelainan fisik lainnya

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disabilitas Intelektual 1 ...erepo.unud.ac.id/9788/3/9cde38a5e6861cd5342519f5d75b1a63.pdf · Anak tunagrahita sering memusatkan perhatian pada benda yang

6

seperti lidah seringkali menjulur keluar bersamaan dengan keluarnya air liur. Kepala

sedikit lebih besar dari umumnya. Kondisi fisik lemah dan hanya bisa dilatih

keterampilan khusus selama kondisi fisik memungkinkan. Menurut Harris (2006),

sebagian besar anak dengan disabilitas intelektual berat mengalami penurunan pada

beberapa fungsi tertentu. Selama tahun-tahun prasekolah, perkembangan motorik yang

buruk dan kurang mampu berkomunikasi dapat segera diketahui. Selama tahun-tahun

usia sekolah, bahasa verbal mungkin muncul dan keterampilan perawatan diri dapat

diajarkan. Pada saat dewasa, perlunya pengawasan untuk membantu anak dalam

menyelesaikan tugas.

d. Anak dengan skor IQ di bawah 25 tergolong sangat parah atau profound, memiliki

masalah yang sangat serius baik menyangkut kondisi fisik, inteligensi serta program

pendidikan yang tepat bagi anak. Umumnya memperlihatkan kerusakan pada otak

serta kelainan fisik yang nyata. Anak dapat berjalan dan makan sendiri namun

kemampuan berbicara dan berbahasa sangat rendah serta interaksi sosial sangatlah

terbatas (Lyen dalam Mangunsong, 2009). Kelainan fisik lainnya dilihat pada kepala

yang lebih besar dan sering bergoyang-goyang. Penyesuaian diri sangat kurang dan

nampaknya membutuhkan pelayanan medis yang baik dan intensif. Menurut Harris

(2006), anak dengan disabilitas intelektual yang sangat parah memiliki pemahaman

terkait bahasa yang sangat terbatas untuk memahami perintah sederhana dan membuat

permintaan sederhana. Perawatan diri, komunikasi, dan kemampuan motorik

memerlukan pelatihan dalam pengaturan yang terstruktur. Kelainan otak, cacat

neurologis dan fisik dapat memengaruhi keadaan anak secara umum seperti adanya

gangguan kejang dan gangguan penglihatan serta pendengaran.

Jadi terdapat beberapa karakteristik berdasarkan skor IQ, meliputi skor IQ 55-70 atau

mild yang memiliki karakteristik anak mampu dididik di sekolah umum, namun sedikit

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disabilitas Intelektual 1 ...erepo.unud.ac.id/9788/3/9cde38a5e6861cd5342519f5d75b1a63.pdf · Anak tunagrahita sering memusatkan perhatian pada benda yang

7

lebih rendah daripada anak-anak normal pada umumnya. Skor IQ 40-55 atau moderate

dengan karakteristik anak mampu latih untuk mengurus diri sendiri serta dilatih beberapa

kemampuan membaca dan menulis sederhana. Skor IQ 25-40 atau severe dengan

karakteristik mengalami kondisi fisik yang lemah dan hanya bisa dilatih keterampilan

khusus selama kondisi fisik memungkinkan. Skor IQ di bawah 25 atau profound dengan

karakteristik anak yang memiliki masalah sangat serius menyangkut kondisi fisik,

inteligensi, serta program pendidikan yang tepat bagi anak. Seringkali membutuhkan

pelayanan medis yang baik dan intensif.

4. Karakteristik pada Anak dengan Disabilitas Intelektual

Menurut Hallahan & Kauffman (dalam Mangunsong, 2009) defisit yang dialami anak

tunagrahita atau disabilitas intelektual mencakup beberapa area utama, yaitu :

a. Atensi atau perhatian.

Anak tunagrahita sering memusatkan perhatian pada benda yang salah serta sulit

mengalokasikan perhatian dengan tepat. Penelitian yang dilakukan oleh Mulyadiprana

dan Simanjuntak (2014), mengemukakan bahwa intervensi atau perlakukan dengan

media permainan kolase memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap

kemampuan konsentrasi siswa tunagrahita, hal ini menunjukkan bahwa media

permainan kolase efektif digunakan untuk meningkatkan kemampuan konsentrasi

dalam proses pembelajaran, sehingga siswa memperoleh hasil belajar yang baik.

b. Daya ingat.

Pada umumnya anak dengan disabilitas intelektual mengalami kesulitan dalam

mengingat suatu informasi. Seringkali masalah ingatan yang dialami adalah yang

berkaitan dengan working memory, yaitu kemampuan menyimpan informasi tertentu

dalam pikiran sementara melakukan tugas kognitif lain. Menurut Abbeduto (2003),

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disabilitas Intelektual 1 ...erepo.unud.ac.id/9788/3/9cde38a5e6861cd5342519f5d75b1a63.pdf · Anak tunagrahita sering memusatkan perhatian pada benda yang

8

working memory merupakan sistem kognitif yang bertanggung jawab untuk

penyimpanan sementara dan manipulasi informasi secara simultan. Anak dengan

disabilitas intelektual umumnya dicirikan oleh kapasitas working memory yang berada

di bawah rata-rata dan dapat membatasi kemampuan anak. Hal ini menunjukkan

bahwa anak dengan disabilitas intelektual memiliki hubungan antara mekanisme

memori dan pemahaman.

c. Perkembangan bahasa.

Secara umum anak tunagrahita mengikuti tahap-tahap perkembangan bahasa

yang sama dengan anak normal, tetapi perkembangan bahasa pada umumnya

terlambat muncul, lambat mengalami kemajuan dan berakhir pada tingkat

perkembangan yang lebih rendah. Anak mengalami masalah dalam memahami dan

menghasilkan bahasa. Penelitian yang dilakukan oleh Febrisma (2013), menyatakan

bahwa metode bermain peran dapat meningkatkan kemampuan kosakata pada anak

tunagrahita ringan kelas DV di SLB Kartini Batam. Penggunaan metode bermain

memiliki peran penting dalam menstimulasi perkembangan bahasa anak serta dapat

menarik perhatian anak pada pelajaran.

d. Regulasi Diri.

Anak-anak dengan disabilitas intelektual mengalami kesulitan dalam regulasi diri,

yaitu kemampuan seseorang untuk mengatur tingkah lakunya sendiri. Selain itu

mengalami kesulitan dalam menentukan strategi regulasi diri, seperti mengulang suatu

materi serta mengalami kesulitan dalam metakognisi yang berhubungan erat dengan

kemampuan regulasi diri. Metakognisi berarti kesadaran seseorang akan strategi apa

yang dibutuhkan untuk melakukan sebuah tugas, kemampuan merencanakan

bagaimana menggunakan strategi tersebut, serta mengevaluasi seberapa baik strategi

tersebut bekerja. Penelitian yang dilakukan oleh Ramawati, Allenidekania dan Besral

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disabilitas Intelektual 1 ...erepo.unud.ac.id/9788/3/9cde38a5e6861cd5342519f5d75b1a63.pdf · Anak tunagrahita sering memusatkan perhatian pada benda yang

9

(2012), menyatakan bahwa kemampuan perawatan diri pada anak disabilitas

intelektual tergolong rendah dan masih membutuhkan bantuan di sebagian besar area.

Kemampuan perawatan diri dan regulasi diri membutuhkan adanya bimbingan dan

pelatihan yang berkesinambungan baik dari orangtua, guru atau tenaga kesehatan.

Faktor-faktor yang dapat memengaruhi kemampuan regulasi diri adalah faktor

pendidikan orangtua, semakin tinggi latar belakang pendidikan orangtua maka

semakin baik keterampilan regulasi diri anak. Faktor usia, dalam hal ini usia dapat

membantu memprediksi waktu yang tepat untuk mengajarkan dan melatih anak terkait

keterampilan regulasi diri. Faktor kelemahan motorik juga berpengaruh dalam

keterampilan regulasi diri pada anak dengan disabilitas intelektual karena berkaitan

dengan koordinasi gerakan, kontrol gerakan serta kesesuaian gerak.

e. Perkembangan sosial.

Anak tunagrahita cenderung sulit mendapat teman dan mempertahankan

pertemanan karena dua hal. Pertama, mulai usia pra sekolah anak tersebut tidak tahu

bagaimana memulai interaksi sosial dengan orang lain. Kedua, bahkan ketika anak

tidak sedang berusaha untuk berinteraksi dengan orang lain, anak menampilkan

tingkah laku yang membuat teman-temannya menjauh seperti perhatian yang tidak

fokus dan mengganggu. Penelitian yang dilakukan oleh Sofinar (2012), menyatakan

bahwa anak disabilitas intelektual menunjukkan perilaku kurang baik dalam

pergaulan terutama dengan teman sekelas. Perilaku yang ditampilkan anak lebih

banyak dipengaruhi dari dalam diri anak akibat keterbatasan yang berkaitan dengan

tingkat inteligensi di bawah rata-rata.

f. Motivasi.

Anak seringkali memunculkan perasaan bahwa seberapapun besar usaha yang

dilakukan, pasti akan menunjukkan kegagalan. Akhirnya, anak akan cenderung

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disabilitas Intelektual 1 ...erepo.unud.ac.id/9788/3/9cde38a5e6861cd5342519f5d75b1a63.pdf · Anak tunagrahita sering memusatkan perhatian pada benda yang

10

mudah putus asa ketika dihadapkan pada tugas yang menantang. Penelitian yang

dikemukakan oleh Santoso (2008), menyatakan bahwa buku bergambar dapat

meningkatkan minat baca pada anak usia dini. Buku bergambar lebih memotivasi

anak untuk belajar. Buku-buku bergambar dimaksudkan untuk mendorong ke arah

apresiasi dan kecintaan terhadap buku, dapat melalui cerita secara verbal yang

menarik.

g. Prestasi akademis.

Karena ada hubungan yang erat antara inteligensi dengan prestasi seseorang,

maka akan menghambat semua prestasi akademis dibandingkan dengan anak-anak

normal. Performa anak-anak dengan disabilitas intelektual pada semua area

kemampuan akademis berada di bawah rata-rata yang seusia dengannya. Anak juga

cenderung menjadi underachiever atau pencapaian rendah yang berkaitan dengan

harapan-harapan yang didasarkan pada tingkat kecerdasan. Terdapat penelitian yang

dilakukan oleh Selvarajan & Vasanthagumar (2012), tentang pengaruh remedial

teaching untuk meningkatkan kompetensi anak yang mengalami pencapaian rendah di

sekolah. Program remedial tepat digunakan untuk mengatasi kelemahan anak yang

menunjukkan pencapaian rendah di sekolah.

Menurut Brown, Wolery dan Haring (1991), anak dengan disabilitas intelektual memilliki

beberapa karakteristik, antara lain :

a. Suka meniru perilaku orang lain dalam upaya mengatasi kesalahan yang anak

lakukan.

b. Mempunyai perilaku yang tidak dapat mengatur diri sendiri.

c. Mempunyai masalah yang berkaitan dengan perilaku sosial serta kurang mampu

untuk berkomunikasi.

d. Mempunyai masalah berkaitan dengan karakteristik belajar.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disabilitas Intelektual 1 ...erepo.unud.ac.id/9788/3/9cde38a5e6861cd5342519f5d75b1a63.pdf · Anak tunagrahita sering memusatkan perhatian pada benda yang

11

e. Mempunyai masalah dalam bahasa dan pengucapan.

f. Mempunyai masalah pada kesehatan fisik serta adanya kelainan pada sensori dan

gerak.

Jadi terdapat beberapa karakteristik pada anak dengan disabilitas intelektual meliputi

perhatian, yaitu anak sulit mengalokasikan perhatian dengan tepat. Daya ingat anak yang

masih kurang, perkembangan bahasa yang lebih rendah dibandingkan anak normal yang

sebaya. Regulasi diri yang kurang, sulit untuk mengatur tingkah laku anak sendiri.

Perkembangan sosial yang kurang, anak sulit mendapat teman dan mempertahankan

pertemanan. Motivasi cenderung menurun karena anak mudah putus asa saat dihadapkan

pada tugas yang menantang serta prestasi akademis yang berada di bawah rata-rata dengan

anak seusianya.

5. Faktor-Faktor Penyebab Disabilitas Intelektual

Menurut Hallahan & Kauffman (dalam Mangunsong, 2009) faktor-faktor penyebab

disabilitas intelektual dapat diklasifikasikan atas :

a. Faktor eksternal

Adapun faktor penyebab dari luar, meliputi :

1. Kekurangan gizi pada ibu yang tidak menjaga pola makan yang sehat.

2. Keracunan atau efek substansi waktu ibu hamil yang bisa menimbulkan

kerusakan pada plasma inti.

3. Radiasi, misalnya nuklir.

4. Kerusakan pada otak waktu kelahiran, misalnya lahir karena alat bantu atau

pertolongan, lahir prematur.

5. Panas yang terlalu tinggi misalnya pernah sakit keras, thypus, cacar.

6. Infeksi pada ibu seperti rubella.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disabilitas Intelektual 1 ...erepo.unud.ac.id/9788/3/9cde38a5e6861cd5342519f5d75b1a63.pdf · Anak tunagrahita sering memusatkan perhatian pada benda yang

12

7. Gangguan pada otak, misalnya tumor otak, kekurangan oksigen dalam otak atau

anoxia, infeksi pada otak.

8. Gangguan fisiologis seperti down syndrome adalah gangguan genetik

menyebabkan perbedaan belajar dan ciri-ciri tertentu, cretinism adalah kelainan

hormonal karena kekurangan hormon tiroid.

9. Pengaruh lingkungan dan kebudayaan pada anak-anak yang dibesarkan di

lingkungan yang buruk seperti adanya penolakan, kurang stimulasi yang ekstrem.

b. Faktor internal

Faktor penyebab dari dalam bersumber dari faktor keturunan yang dapat berupa

gangguan pada plasma inti atau chromosome abnormality.

Menurut Harris (2006), faktor-faktor penyebab disabilitas intelektual antara lain :

1. Faktor prenatal atau sebelum lahir, meliputi :

a. Gangguan pada kromosom

b. Gangguan pada sindrom

c. Gangguan metabolisme

d. Gangguan perkembangan pada formasi otak

e. Pengaruh lingkungan meliputi malnutrisi saat kehamilan, konsumsi obat-obat

terlarang atau bahan yang mengandung racun, penyakit saat kehamilan seperti

diabetes.

2. Faktor perinatal atau saat lahir, meliputi :

a. Berat badan lahir rendah atau prematur

b. Infeksi seperti meningitis dan gangguan pernafasan

3. Faktor postnatal atau pasca kelahiran, meliputi :

a. Cedera kepala

b. Infeksi virus seperti rubella

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disabilitas Intelektual 1 ...erepo.unud.ac.id/9788/3/9cde38a5e6861cd5342519f5d75b1a63.pdf · Anak tunagrahita sering memusatkan perhatian pada benda yang

13

c. Gangguan degeneratif seperti rett sindrom, penyakit parkinson.

Faktor penyebab disabilitas intelektual ada dua yaitu faktor eksternal dan faktor

internal. Faktor eksternal disebabkan karena faktor sebelum kelahiran seperti malnutrisi

saat hamil, keracunan atau konsumsi obat-obat yang berbahaya untuk kandungan,

terkena radiasi, mengidap penyakit tertentu, infeksi pada ibu, gangguan fisiologis seperti

gangguan genetik dan kelainan hormonal pada anak dalam kandungan. Faktor saat

kelahiran seperti gangguan pada otak yaitu kekurangan oksigen dalam otak, berat badan

lahir rendah, prematur. Faktor pasca kelahiran seperti pengaruh lingkungan dan

kebudayan yang buruk bagi anak. Kedua adalah faktor internal yang bersumber dari

faktor keturunan.

B. Kemampuan Membaca

1. Definisi Kemampuan Membaca

Kemampuan membaca sangat penting dikembangkan sedini mungkin pada anak

karena akan berguna dikemudian hari. Berdasarkan Kamus Umum Bahasa Indonesia,

kemampuan merupakan kesanggupan atau kecakapan. Sedangkan menurut Broto (dalam

Abdurrahman, 2012), membaca merupakan suatu komunikasi tulis, bukan hanya

mengucapkan bahasa tulisan atau lambang bunyi bahasa melainkan juga menanggapi dan

memahami isi bahasa tulisan. Menurut Soedarso (dalam Abdurrahman, 2012)

mengemukakan bahwa membaca merupakan aktivitas kompleks yang memerlukan sejumlah

besar tindakan terpisah-pisah, mencakup penggunaan pengertian, khayalan, pengamatan, dan

ingatan.

Menurut Bond (dalam Abdurrahman, 2012) mengemukakan bahwa membaca

merupakan pengenalan simbol-simbol bahasa tulis yang merupakan stimulus yang membantu

proses mengingat tentang apa yang dibaca, untuk membangun suatu pengertian melalui

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disabilitas Intelektual 1 ...erepo.unud.ac.id/9788/3/9cde38a5e6861cd5342519f5d75b1a63.pdf · Anak tunagrahita sering memusatkan perhatian pada benda yang

14

pengalaman yang telah dimiliki. Menurut Dalman (2013), membaca merupakan proses

perubahan bentuk lambang atau tanda atau tulisan menjadi wujud bunyi yang bermakna.

Menurut Sadra, Japa dan Suarjana (2012), membaca merupakan proses memperoleh makna

dari barang cetak.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan

membaca merupakan kecakapan individu yang melibatkan aktivitas kompleks mencakup

fisik dan mental dalam merubah bentuk lambang atau tanda atau tulisan menjadi bunyi yang

bermakna. Aktivitas fisik terkait dengan membaca adalah gerak mata dan ketajaman

penglihatan, sedangkan aktivitas mental mencakup ingatan dan pemahaman.

Menurut Sadra, Japa dan Suarjana (2012), kemampuan membaca terdiri dari tiga

indikator meliputi mampu menyuarakan kata yang dibaca dengan intonasi yang jelas, mampu

mengidentifikasi huruf dengan bunyinya, mampu mengidentifikasi struktur kata dengan

struktur bunyi yang bermakna.

2. Tahapan Perkembangan Membaca

Menurut Harris (dalam Abdurrahman, 2012), terdapat lima tahap perkembangan

membaca yaitu :

a. Kesiapan membaca

Tahap perkembangan kesiapan membaca mencakup rentang waktu dari sejak

dilahirkan hingga pelajaran membaca diberikan, umumnya pada saat masuk kelas satu

SD. Kesiapan menunjuk pada taraf perkembangan yang diperlukan untuk belajar secara

efisien. Terdapat delapan faktor yang memberikan sumbangan untuk belajar membaca

yaitu kematangan mental, kemampuan visual, kemampuan mendengarkan,

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disabilitas Intelektual 1 ...erepo.unud.ac.id/9788/3/9cde38a5e6861cd5342519f5d75b1a63.pdf · Anak tunagrahita sering memusatkan perhatian pada benda yang

15

perkembangan wicara dan bahasa, keterampilan berpikir dan memperhatikan,

perkembangan motorik, kematangan sosial dan emosional, serta motivasi dan minat.

b. Membaca permulaan

Tahap membaca permulaan umumnya dimulai sejak anak masuk kelas satu SD, yaitu

pada saat berusia sekitar enam tahun. Meskipun demikian, ada anak yang sudah belajar

membaca lebih awal dan ada pula yang baru belajar membaca pada usia tujuh atau

delapan tahun.

c. Keterampilan membaca cepat

Pada umumnya membaca cepat atau membaca lancar terjadi pada saat anak-anak

duduk di kelas dua atau kelas tiga. Untuk menguasai keterampilan membaca cepat

diperlukan pemahaman tentang hubungan simbol-bunyi.

d. Membaca luas

Pada tahap ini, umumnya terjadi pada saat anak-anak telah duduk di kelas empat atau

lima SD. Pada tahap ini anak-anak gemar dan menikmati sekali membaca. Anak-anak

umumnya membaca buku-buku cerita atau majalah dengan penuh minat sehingga

pelajaran membaca dirasakan mudah. Anak-anak yang mengalami kesulitan dalam

membaca jarang yang mampu mencapai tahapan ini meskipun usia anak lebih tinggi

daripada teman-teman yang lain.

e. Membaca yang sesungguhnya

Tahap ini terjadi ketika anak-anak sudah duduk di SLTP dan berlanjut hingga dewasa.

Anak-anak tidak lagi belajar membaca tetapi membaca untuk belajar. Anak belajar untuk

memahami, memberikan kritik, atau untuk mempelajari bidang studi tertentu.

Terdapat pula tahap perkembangan membaca menurut Cochorane (dalam Musfiroh,

2009), yang terdiri dari sembilan tahap meliputi :

1. Tahap Magic

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disabilitas Intelektual 1 ...erepo.unud.ac.id/9788/3/9cde38a5e6861cd5342519f5d75b1a63.pdf · Anak tunagrahita sering memusatkan perhatian pada benda yang

16

Pada tahap ini, anak mulai berpikir bahwa buku adalah sesuatu yang penting.

Anak melihat-lihat buku kemudian sering membawa buku serta memiliki buku-buku

yang disukai.

2. Tahap Pengulangan Linier

Tahap ini anak menulis dengan bentuk linier dan mempunyai kesan bahwa suatu

kata ada yang berbentuk panjang dan ada pula yang pendek. Pada tahap ini anak

membutuhkan dukungan untuk membentuk garis-garis menjadi huruf-huruf. Tahap ini

terjadi pada anak usia dua hingga tiga tahun.

3. Tahap Huruf Acak

Pada tahap ini anak mulai menuliskan huruf-huruf walaupun bukan kata-kata

yang konvensional. Dua huruf yang ditulis bisa saja memiliki makna yang berbeda

dengan bentuknya. Pada tahap ini, guru dan orangtua perlu memberi respon positif

tetapi tidak memberikan kritik. Tahap ini muncul pada anak usia tiga sampai empat

tahun.

4. Tahap Menulis Fonetik

Pada tahap ini, anak mulai menghubungkan bentuk tulisan dengan bunyi.

Tahap ini disebut menulis nama huruf karena anak menuliskan huruf yang memiliki

nama dan bunyi yang sama. Tahap ini terjadi pada anak usia empat tahun ke atas.

5. Tahap Eja Transisi

Pada tahap ini, anak mulai belajar tentang sistem tulisan, yaitu bahasa tulisan

yang konvensional. Anak mulai melafalkan huruf-huruf dalam rangkaian kata secara

konvesional. Anak mulai beralih dari pelafalan fonetik ke pelafalan yang lebih standar

sehingga disebut transisi.

6. Tahap Konsep Diri

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disabilitas Intelektual 1 ...erepo.unud.ac.id/9788/3/9cde38a5e6861cd5342519f5d75b1a63.pdf · Anak tunagrahita sering memusatkan perhatian pada benda yang

17

Tahap ini, anak melihat diri sendiri sebagai pembaca yang terlihat dalam kegiatan

pura-pura membaca, mengambil makna dari gambar serta membahasakan buku

walaupun berbeda dengan teks yang ada di dalam buku.

7. Tahap Pembaca Antara

Anak-anak memiliki kesadaran terhadap bahan cetak. Anak memilih kata yang

sudah dikenal, mencatat kata-kata yang berkaitan dengan diri anak serta membaca

suatu cerita dan puisi. Pada tahap ini, anak mulai mengenali alfabet.

8. Tahap Lepas Landas

Pada tahap ini, anak-anak mulai bergairah untuk membaca, mulai mengenali

huruf dari konteks, memperhatikan huruf cetak dan membaca apapun di sekitar anak,

seperti tulisan pada kemasan dan tanda-tanda.

9. Tahap Independen

Anak dapat membaca buku yang belum dikenal secara mandiri, menghubungkan

makna dari huruf dan pengalaman sebelumnya. Anak-anak dapat membuat perkiraan

tentang materi bacaan. Materi berhubungan langsung dengan pengalaman yang mudah

untuk dibaca.

Jadi tahapan perkembangan membaca secara umum antara lain kesiapan membaca

yang mencakup faktor-faktor terkait taraf perkembangan yang diperlukan untuk belajar

secara efisien. Membaca permulaan yang dimulai sejak anak masuk kelas satu SD saat

berusia enam tahun. Keterampilan membaca cepat atau membaca lancar terjadi pada saat

anak-anak duduk di kelas dua yang memiliki pemahaman tentang hubungan simbol-

bunyi. Membaca luas terjadi saat anak-anak duduk di kelas empat atau lima SD, namun

anak yang mengalami kesulitan dalam membaca jarang mencapai tahap membaca luas.

Membaca sesungguhnya terjadi pada anak-anak yang duduk di SLTP hingga dewasa,

anak ditekankan membaca untuk belajar.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disabilitas Intelektual 1 ...erepo.unud.ac.id/9788/3/9cde38a5e6861cd5342519f5d75b1a63.pdf · Anak tunagrahita sering memusatkan perhatian pada benda yang

18

3. Cara Yang Digunakan Dalam Belajar Membaca

Pengajaran membaca yang dilaksanakan di tingkat sekolah dasar terbagi menjadi dua,

yaitu :

a. Membaca permulaan

Cara membaca permulaan dilaksanakan di kelas satu sampai dengan kelas tiga SD.

Dimulai dari penanaman mengidentifikasikan huruf (lambang bunyi dengan

bunyinya), menuju ke penanaman mengidentifikasi struktur kata dengan struktur

bunyinya (Sadra, Japa & Suarjana, 2012). Menurut Dalman (2013), membaca

permulaan mencakup : pengenalan bentuk huruf, pengenalan unsur-unsur linguistik,

pengenalan hubungan atau korespondensi pola ejaan dan bunyi atau kemampuan

menyuarakan bahan tertulis dan kecepatan membaca bertaraf lambat.

b. Membaca lanjut atau pemahaman

Cara membaca lanjut diberikan mulai dari kelas empat SD dan seterusnya.

Dilakukan dengan menghubungkan ciri penanda visual dari tulisan dengan maknanya

(Sadra, Japa & Suarjana, 2012). Menurut Dalman (2013), pada dasarnya membaca

pemahaman merupakan kelanjutan dari membaca permulaan. Dalam hal ini seseorang

tidak lagi dituntut bagaimana melafalkan huruf dengan benar dan merangkaikan setiap

bunyi bahasa menjadi bentuk kata, frasa, dan kalimat tetapi dituntut untuk memahami

isi bacaan yang telah dibaca.

Terdapat beberapa metode dalam membaca, salah satu metode yang dianggap sesuai

untuk anak-anak yang memiliki kelemahan intelektual dan mengalami kesulitan dalam

belajar membaca adalah metode Gillingham. Menurut Sadra, Japa dan Suarjana (2012),

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disabilitas Intelektual 1 ...erepo.unud.ac.id/9788/3/9cde38a5e6861cd5342519f5d75b1a63.pdf · Anak tunagrahita sering memusatkan perhatian pada benda yang

19

aktivitas pertama diarahkan pada belajar berbagai bunyi huruf dan perpaduan huruf-huruf

tersebut. Bunyi-bunyi tunggal huruf selanjutnya dikombinasikan ke dalam kelompok-

kelompok yang lebih besar. Dengan kata lain pengenalan kata melalui proses mendengarkan

bunyi huruf kemudian mensintesiskan huruf-huruf tersebut menjadi suku kata dan kata.

Untuk memperkenalkan bunyi berbagai huruf biasanya mengaitkan huruf-huruf tersebut

dengan huruf depan berbagai nama benda yang sudah dikenal anak seperti huruf a dengan

gambar ayam, huruf b dengan gambar buku, dan sebagainya.

Menurut Dalman (2013), pada dasarnya ada tiga hal yang diperhatikan terkait bacaan

yang hendak dibaca yaitu :

1. Kemudahan

Kemudahan disini berkaitan dengan bentuk tulisan, seperti besar huruf dan lebar

spasi. Kemudahan membaca dapat diukur melalui tingkat kesalahan membaca yang

berhubungan dengan keterampilan membaca dan kejelasan tulisan.

2. Kemenarikan

Kemenarikan disini berhubungan dengan minat pembaca dan penilaian keindahan

gaya tulisan.

3. Keterpahaman

Keterpahaman berhubungan dengan karakteristik kata dan kalimat, seperti

panjang pendeknya, frekuensi penggunaan dan susunan kalimat.

Jadi cara yang digunakan dalam belajar membaca ada dua, yaitu membaca permulaan

yang mencakup pengenalan bentu huruf, pengenalan unsur-unsur linguistik, pengenalan

hubungan pola ejaan dan bunyi serta kecepatan membaca taraf lambat. Cara kedua adalah

membaca pemahaman atau lanjut yang menekankan untuk memahami isi bacaan yang dibaca

oleh anak. Metode yang digunakan dalam membaca adalah metode Gillingham (2012), yang

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disabilitas Intelektual 1 ...erepo.unud.ac.id/9788/3/9cde38a5e6861cd5342519f5d75b1a63.pdf · Anak tunagrahita sering memusatkan perhatian pada benda yang

20

menekankan pengenalan kata melalui proses mendengarkan bunyi huruf kemudian

mensintesiskan huruf-huruf menjadi suku kata dan kata. Terdapat tiga hal yang diperhatikan

pada suatu bacaan yaitu kemudahan terkait dengan bentuk tulisan, kemenarikan terkait

dengan keindahan gaya tulisan, dan keterpahaman terkait dengan karakteristik kata dan

kalimat.

C. Menyimak Cerita

1. Definisi Menyimak Cerita

Pada Kamus Umum Bahasa Indonesia, menyimak diartikan sebagai mendengarkan

atau memperhatikan baik-baik apa yang diucapkan atau dibaca orang, dan cerita adalah

tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya sesuatu hal seperti peristiwa atau

kejadian. Menurut Kusmayadi, Hidayati dan Tresnawati (2007), menyimak merupakan

keterampilan berbahasa yang dilakukan seseorang untuk memahami informasi secara

umum maupun lebih rinci. Sedangkan menurut Sadra, Japa dan Suarjana (2012),

menyimak merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan mendengarkan,

mengidentifikasi bunyi bahasa, menginterpretasi, menilai dan mereaksi atas makna yang

terkandung di dalamnya, yang memiliki tujuan untuk memahami apa yang dikatakan

pembicara.

Berdasarkan pengertian yang telah dipaparkan, disimpulkan bahwa menyimak cerita

adalah suatu proses mendengarkan dengan seksama apa yang diucapkan oleh orang lain

terkait sesuatu dalam hal ini adalah cerita, kemudian menginterpretasi dan menceritakan

kembali untuk memahami apa yg dikatakan pembicara.

Menurut Sadra, Japa dan Suarjana (2012), menyimak cerita terdiri dari lima indikator

meliputi mampu mendengarkan cerita dengan seksama, mampu mencermati bunyi

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disabilitas Intelektual 1 ...erepo.unud.ac.id/9788/3/9cde38a5e6861cd5342519f5d75b1a63.pdf · Anak tunagrahita sering memusatkan perhatian pada benda yang

21

bahasa, mampu menginterpretasi sebuah cerita, mampu menilai hal yang terkandung

dalam cerita, mampu memahami makna yang terkandung dalam cerita.

Menurut Sadra, Japa & Suarjana (2012) terdapat beberapa peran dan fungsi

menyimak, yaitu :

a. Landasan dalam belajar berbahasa

Menyimak sebagai landasan dalam belajar berbahasa karena dapat menambah

kekayaan pembentukan kalimat, menambah kosa kata serta menambah

pengetahuan berkaitan dengan intonasi, pelafalan dan jeda.

b. Penunjang keterampilan berbicara, membaca, dan menulis

Menyimak dapat menambah wawasan terkait dengan topik yang disimak

sehingga memicu seseorang untuk membaca melalui hal-hal yang didengarnya dan

dituangkan melalui tulisan. Melalui menyimak juga dapat menambah pengetahuan

tentang sistematika berbicara yang baik.

c. Memperlancar komunikasi lisan

Komunikasi secara lisan dapat berkaitan dengan adanya relasi yang lebih

efektif dalam hubungan antar pribadi pada kehidupan sehari-hari. Seseorang juga

dapat memberikan respon yang tepat terhadap sesuatu yang didengar saat

berkomunikasi.

d. Penambah atau pemerkaya informasi

Melalui menyimak maka seseorang memperoleh informasi yang terdapat

dalam kehidupan sehari-hari. Informasi dari suatu data dapat dikumpulkan untuk

membuat keputusan-keputusan penting dalam kehidupan seseorang.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disabilitas Intelektual 1 ...erepo.unud.ac.id/9788/3/9cde38a5e6861cd5342519f5d75b1a63.pdf · Anak tunagrahita sering memusatkan perhatian pada benda yang

22

Menurut Kusmayadi, Hidayati dan Tresnawati (2007), terdapat lima tahap dalam

menyimak antara lain :

1. Tahap Mendengar

Pada tahap ini, seseorang mendengar segala sesuatu yang disampaikan oleh orang

lain dalam bentuk ujaran atau pembicaraan.

2. Tahap Memahami

Pada tahap ini, setelah mendengarkan akan muncul keinginan untuk memahami

dengan baik isi pembicaraan yang disampaikan.

3. Tahap Menginterpretasi

Seorang pendengar yang baik tidak hanya mendengar dan memahami, tetapi juga

berusaha menafsirkan atau menginterpretasi isi suatu pembicaraan.

4. Tahap Mengevaluasi

Pada tahap ini, setelah seseorang mampu menginterpretasikan isi pembicaraan

kemudian mulai melakukan penilaian atau evaluasi terhadap pendapat serta gagasan

dari orang lain.

5. Tahap Menanggapi

Tahap ini merupakan tahap akhir dalam kegiatan mendengarkan atau menyimak.

Setelah menerima, memahami, menafsirkan, dan mengevaluasi maka dapat

mengemukakan tanggapan sesuai dengan pendapat sendiri.

Jadi terdapat lima tahap dalam menyimak, meliputi seseorang mendengar segala

sesuatu seperti bentuk ujaran dan pembicaraan, memahami isi dari pembicaraan, menafsirkan

isi dari pembicaraan, kemudian menilai gagasan orang lain serta menanggapi melalui

mengemukakan tanggapan sesuai dengan pendapat sendiri.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disabilitas Intelektual 1 ...erepo.unud.ac.id/9788/3/9cde38a5e6861cd5342519f5d75b1a63.pdf · Anak tunagrahita sering memusatkan perhatian pada benda yang

23

2. Media Dalam Menyimak Cerita

Media yang digunakan dalam menyimak cerita adalah buku cerita dan video. Media

tersebut memiliki kegunaan masing-masing, yaitu :

a. Buku cerita

Prinsip yang digunakan dalam buku cerita sama halnya dengan pelabelan. Dalam

hal ini imajinasi anak akan digugah dengan cerita-cerita yang disukainya.

Mempelajari buku cerita juga dapat merangsang minat skolastik anak (Puar, 1998).

Menurut Lie (2008), manfaat penggunaan media berupa buku pada anak antara lain:

1. Mampu mengembangkan sikap positif terhadap buku sebagai sumber kesenangan

dan informasi.

2. Meningkatkan perbendaharaan kata dan keterampilan berbahasa.

3. Meningkatkan rentang konsentrasi dan kemampuan menyimak anak.

4. Mempertajam daya pengamatan dan merangsang imajinasi anak.

5. Melatih sikap empati kepada banyak teman seperti yang ditunjukkan oleh tokoh

cerita.

Penelitian yang dilakukan oleh Farihatin (2013) menyatakan bahwa kegiatan

membaca buku cerita yang dilakukan orangtua bersama anak dapat mengembangkan

kemampuan literasi dasar. Proses yang dilakukan meliputi anak diajak untuk membaca

buku cerita, ketika anak belum dapat membaca maka anak akan membolak-balik buku

cerita dan hanya melihat-lihat gambar sampai anak dapat membaca kata yang ada dalam

buku cerita. Jenis buku yang disukai oleh anak adalah buku cerita yang berisi tentang

cerita yang ringan, sesuai usia anak dan imajinatif. Manfaat dari kegiatan membaca buku

cerita untuk kemampuan literasi dasar anak sebagai sarana belajar bahasa asing selain

bahasa ibu, anak lebih sering bertanya ketika ada kosa kata yang tidak diketahui dan

membuat anak lebih senang membaca serta pengetahuan anak bertambah.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disabilitas Intelektual 1 ...erepo.unud.ac.id/9788/3/9cde38a5e6861cd5342519f5d75b1a63.pdf · Anak tunagrahita sering memusatkan perhatian pada benda yang

24

b. Video cerita

Cerita-cerita yang disampaikan melalui video akan diingat lebih lama daripada bila

disampaikan melalui media lainnya, karena anak lebih mampu mengingat informasi

yang dilihat dan didengarnya sekaligus daripada yang hanya dilihat saja

(Tedjasaputra, 2007). Terdapat penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti (2011), yang

menyatakan bahwa media VCD Dongeng Anak berpengaruh terhadap peningkatan

kemampuan menyimak cerita Anak Berkesulitan Belajar kelas 4 di SDN Petoran

Surakarta Tahun 2010/2011. Media VCD juga dapat membantu mengurangi

kebosanan anak karena dalam VCD dongeng disajikan gambar animasi yang sangat

disukai anak sehingga minat anak dalam mengikuti pelajaran meningkat.

D. Terapi Remedial

1. Definisi Terapi Remedial

Menurut Subandi (2002), terapi diartikan sebagai penyembuhan atau usada. Menurut

Mangunsong (2009), remedial merupakan penyembuhan atau perbaikan, peningkatan

kecakapan-kecakapan seseorang menjadi normal atau mendekati normal. Menurut

Babungo (2012), remedial teaching adalah seorang guru mengajar suatu pelajaran pada

anak dengan lemah belajar untuk menghadapi kelemahan anak dalam belajar. Proses

pada remedial teaching yaitu guru menggunakan waktu ekstra di luar jam sekolah seperti

akhir minggu atau liburan. Menggunakan berbagai sumber dan metode pengajaran yang

bervariasi. Membantu anak untuk mempertahankan atau mengingat apa yang telah

dipelajari. Penelitian lain terkait remedial seperti penelitian yang dilakukan oleh

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disabilitas Intelektual 1 ...erepo.unud.ac.id/9788/3/9cde38a5e6861cd5342519f5d75b1a63.pdf · Anak tunagrahita sering memusatkan perhatian pada benda yang

25

Selvarajan & Vasanthagumar (2012), mengenai terdapat dampak remedial teaching

untuk meningkatkan kompetensi anak yang mengalami pencapaian rendah di sekolah.

Sehingga dari pengertian tersebut, disimpulkan bahwa terapi remedial merupakan upaya

perbaikan dan peningkatan kecakapan seseorang untuk menjadi normal atau mendekati

normal sesuai tahap perkembangannya.

Pada dasarnya prosedur remedial teaching yang dipaparkan oleh Babungo (2012)

terbagi menjadi tiga antara lain yang pertama corrective teaching meliputi konten dibagi

menjadi unit-unit kecil, adanya supervisi dalam mengajar, tutoring secara individual dan

adanya pengulangan kembali. Kedua adalah evaluasi secara formatif berupa kuis-kuis.

Ketiga adalah evaluasi sumatif. Berdasarkan pemaparan dari remedial teaching, terapi

remedial yang dirancang sebagai program modifikasi yang memiliki desain seperti :

a. Ice Breaking atau opening

Ice breaking yang meliputi senam anak dan bernyanyi dirancang sebagai aktivitas

awal agar suasana beku yang ada dalam diri anak dapat cair, selain menstimulasi anak

untuk bergerak secara motorik dan melatih verbal, anak juga dapat menikmati

kegiatan terapi remedial (Tedjasaputra, 2007). Pada anak yang normal atau tidak

mengalami disabilitas intelektual umumnya mampu mengikuti gerakan senam yang

lebih kompleks, dengan tingkat gerakan yang lebih rumit serta nyanyian yang lebih

beragam. Sedangkan khususnya pada anak disabilitas intelektual, ice breaking ini

dirancang dengan memperhatikan derajat kesulitan yang bisa dijangkau oleh anak.

Semakin tinggi derajat kesulitan gerakan atau jenis nyanyian semakin membutuhkan

kemampuan berpikir yang tinggi dan lebih sesuai dilakukan oleh anak dengan

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disabilitas Intelektual 1 ...erepo.unud.ac.id/9788/3/9cde38a5e6861cd5342519f5d75b1a63.pdf · Anak tunagrahita sering memusatkan perhatian pada benda yang

26

kemampuan berpikir yang memadai pula. Jadi pada anak disabilitas intelektual,

gerakan dan nyanyian dipilih lebih mudah dan tidak kompleks.

b. Senam otak atau Brain Gym

Brain gym atau senam otak merupakan gerakan sederhana untuk belajar dengan

keseluruhan otak. Gerakan ini memiliki beberapa manfaat, seperti : meregangkan otot,

meningkatkan energi, kecakapan membaca, kecakapan menulis, kecakapan kesadaran

diri, ekologi pribadi dan lain-lain. Sesuai dengan penelitian ini, senam otak memiliki

manfaat khususnya pada kecakapan membaca yaitu kemampuan untuk tetap membaca

di baris horizontal tanpa membatasi otak penerima, membaca dengan konsentrasi,

antisipasi, dan pendalaman bahasa atau membaca pemahaman, serta kemampuan

untuk mengaktifkan ingatan visual dan mengartikulasikannya atau mengeja. Adapun

gerakan yang memengaruhi kecakapan membaca antara lain 8 tidur, lambaian kaki

dan pasang telinga (Dennison, 2002). Pelaksanaan senam otak disertai dengan musik

untuk memicu semangat anak.

c. Materi Ajar

Penelitian ini menyajikan tiga materi, yang pertama adalah materi untuk

membaca yang disertai gambar-gambar di dalamnya. Buku membaca diperuntukkan

untuk anak yang memasuki tahap membaca permulaan yaitu dengan penanaman

mengidentifikasikan huruf menuju ke penanaman mengidentifikasi struktur kata

dengan struktur bunyinya (Sadra, Japa, Suarjana, 2012). Kedua adalah pemberian

cerita melalui buku atau pun video. Prinsip yang digunakan dalam buku negeri

dongeng sama dengan pelabelan. Selain penting untuk kegiatan menyimak, imajinasi

anak digugah dengan sebuah cerita yang disukainya. Tokoh-tokoh dalam cerita dapat

digambar dan diwarnai, sehingga hal ini juga dapat merangsang lebih banyak minat

skolastik anak (Puar, 1998). Selain buku juga diberikan video yaitu memberikan

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disabilitas Intelektual 1 ...erepo.unud.ac.id/9788/3/9cde38a5e6861cd5342519f5d75b1a63.pdf · Anak tunagrahita sering memusatkan perhatian pada benda yang

27

stimulasi auditori dan visual pada anak sehingga akan diingat lebih lama

dibandingkan hanya dilihat saja. Ketiga adalah buku pemahaman yang diberikan

kepada anak disabilitas intelektual untuk membangun daya pikir anak sekaligus

mengasah kreativitas. Anak-anak diajak untuk mengenal lingkungan, mencintai

pelajaran, dengan tetap dalam ruang lingkup permainan. Hal yang paling penting,

buku ini digunakan untuk anak yang memasuki tahap membaca lanjut atau

pemahaman (Rini, 2014).

Pemberian materi pada anak normal umumnya disesuaikan dengan kurikulum

dan peraturan yang terdapat di sekolah tempat anak mengenyam pendidikan.

Sedangkan pemberian materi pada anak disabilitas intelektual disesuaikan dengan

rentang perhatian anak. Menghindari bahan atau materi yang terlalu banyak karena

akan menggangu konsentrasi anak terkait IQ anak yang tergolong rendah. Waktu

belajar juga perlu diperhatikan, mengingat waktu yang terlalu lama dapat

menimbulkan kebosanan pada anak.

d. Permainan

Permainan yang digunakan adalah APE dan games memori. Menurut

Tedjasaputra (2007) Alat Permainan Edukatif atau APE adalah permainan yang

dirancang khusus untuk pendidikan dan mempunyai beberapa ciri yaitu :

1. Dapat dimainkan dengan bermacam-macam tujuan, manfaat dan menjadi

bermacam-macam bentuk.

2. Berfungsi untuk mengembangkan berbagai aspek perkembangan kecerdasan serta

motorik anak seperti puzzle, mewarnai.

3. Segi keamanan sangat diperhatikan baik dari bentuk maupun penggunaan cat

seperti menara gelang.

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disabilitas Intelektual 1 ...erepo.unud.ac.id/9788/3/9cde38a5e6861cd5342519f5d75b1a63.pdf · Anak tunagrahita sering memusatkan perhatian pada benda yang

28

4. Membuat anak terlibat secara aktif.

5. Sifatnya konstruktif seperti balok.

Games memori juga memiliki manfaat bagi anak untuk melatih daya ingat anak.

Permainan ini berupa aplikasi dari alat elektronik yang bisa ditampilkan di layar monitor

dan menggunakan perantara gambar yang mendukung inteligensi. Anak akan

memasangkan gambar yang sama sesuai ingatan ketika gambar tersebut disembunyikan

setelah diperlihatkan hanya sekali. Semakin lama gambar yang dipasangkan akan

semakin banyak dan kompleks, sehingga permainan ini baik untuk melatih daya ingat

anak (Ridwan, 2006).

Pada anak normal umumnya mampu menggunakan berbagai alat permainan dan

mampu membedakan mana alat permainan yang berbahaya atau tidak boleh digunakan.

Pada anak disabilitas intelektual sebaiknya perlu dipertimbangkan beberapa hal, seperti :

a. Alat permainan yang dimainkan anak seyogyanya diperhatikan segi keamanan

misalnya dengan sudut-sudut yang runcing atau sambungan yang tidak rata berisiko

tinggi terhadap terjadinya kecelakaan pada anak.

b. Alat permainan yang kegunaannya banyak seperti alat permainan edukatif akan lebih

membangkitkan minat anak untuk bermain daripada alat permainan yang hanya

dimainkan dengan satu cara saja.

c. Alat permainan yang rancangannya bagus akan lebih menarik minat anak daripada

yang tidak didesain dengan baik. Umumnya anak lebih senang dengan alat permainan

yang bentuknya tidak rumit disertai warna terang.

d. Sedapat mungkin membuat suasana agar anak yang mengarahkan alur permainan.

Pendamping hanya mengikuti saja dan sesekali memberikan bantuan bila sangat

diperlukan. Bila anak merasa tidak mampu, dorong anak untuk mencari jawaban

sendiri, karena justru dapat menimbulkan perasaan berprestasi dan mampu

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disabilitas Intelektual 1 ...erepo.unud.ac.id/9788/3/9cde38a5e6861cd5342519f5d75b1a63.pdf · Anak tunagrahita sering memusatkan perhatian pada benda yang

29

menyelesaikan masalah sendiri melalui stimulasi yang diberikan. Bila anak berhasil

melakukan sesuatu, jangan segan untuk memuji.

Pada terapi remedial terdapat pula pemberian reinforcement atau penguatan. Menurut

Hergenhahn & Olson (2010), penguatan adalah sesuatu yang ditambahkan ke dalam

situasi oleh respon tertentu akan meningkatkan probabilitas terulangnya respon tersebut.

Penguatan yang diberikan adalah penguatan positif. Terdapat dua macam penguatan

positif yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu :

1. Primary Reinforcement : Stimulus yang dapat meningkatkan atau memelihara

kekuatan suatu respon yang terjadi secara alami, seperti senyuman, pelukan, sentuhan

dan lain-lain.

2. Secondary Reinforcement : Stimulus yang dapat meningkatkan atau memelihara

kekuatan suatu respon dan adanya proses belajar, seperti uang, hadiah dan lain-lain.

2. Bagian-Bagian Terapi Remedial

Adapun bagian terapi remedial pada penelitian ini antara lain :

a. Opening atau Ice Breaking

` 1. Chicken Dance atau senam anak ceria

2. Menyanyi

b. Senam Otak atau Brain Gym

1. Gerakan jari meliputi : sepasang jari yang sama memutar bergantian, jari telunjuk

menunjuk telapak tangan bergantian, gerak telapak tangan bergiliran, gerak ibu

jari kelingking pada tangan yang berbeda.

2. Lingkar kepala dan perut dengan gerakan tangan memutar.

3. Gerakan sinergis tangan kanan menutup hidung dan tangan kiri menutup telinga

secara bersamaan.

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disabilitas Intelektual 1 ...erepo.unud.ac.id/9788/3/9cde38a5e6861cd5342519f5d75b1a63.pdf · Anak tunagrahita sering memusatkan perhatian pada benda yang

30

4. Gerak tangan menyerupai baling-baling.

5. Gerakan 8 Tidur : membayangkan untuk membuat angka 8 tidur dengan kedua

tangan.

6. Lambaian Kaki : mencengkeram tempat-tempat yang terasa sakit seperti di

pergelangan kaki dan belakang lutut satu per satu, sambil pelan-pelan kaki

digerakkan ke atas dan ke bawah.

7. Pasang Telinga : pelan-pelan pijit daun telinga 3x dari atas ke bawah.

8. Gerakan silang : tangan kanan menyentuh kaki kiri dan tangan kiri menyentuh

kaki kanan secara bergantian.

c. Materi atau bahan ajar

1. Buku untuk membaca

2. Buku dan video cerita

3. Buku pemahaman

d. Permainan

1. Alat Permainan Edukatif atau APE seperti : puzzle, menara gelang, mewarnai,

dan balok kayu dan plastik.

2. Games memori melalui media elektronik.

3. Langkah-Langkah dalam Pemilihan Strategi Terapi Remedial

Menurut Mangunsong (2009), adapun langkah-langkah yang hendak dilakukan untuk

memilih strategi yang digunakan pada terapi remedial yakni :

a. Identifikasi Atribut

Ada beberapa hal yang perlu diingat jika mengidentifikasi atribut, yaitu :

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disabilitas Intelektual 1 ...erepo.unud.ac.id/9788/3/9cde38a5e6861cd5342519f5d75b1a63.pdf · Anak tunagrahita sering memusatkan perhatian pada benda yang

31

1. Semakin banyak informasi yang diketahui tentang anak yang hendak didampingi,

semakin besar kemungkinan bagi perilaku relevan anak yang akan bisa

diidentifikasi.

2. Beberapa atribut relevan bisa saja tidak jelas berkaitan dengan situasi belajar.

Misalnya : masalah emosional bisa memengaruhi kemampuan membaca anak.

3. Pelacakan dimulai dengan mencari karakteristik yang relevan yang tampaknya

paling berkaitan dengan situasi tersebut.

b. Menentukan Tujuan Pengajaran

Menentukan tujuan-tujuan pengajaran secara sederhana yang berarti memaparkan apa

yang harus bisa dicapai anak setelah selesai mendapatkan suatu pengalaman belajar.

Tujuan-tujuan harus dipilih dengan teliti agar memenuhi ketentuan sebagai berikut :

1. Tujuan-tujuan harus dinyatakan dengan ketentuan-ketentuan yang bisa diamati.

2. Tujuan harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak.

3. Tujuan harus dijabarkan dalam langkah-langkah kecil dan sederhana.

4. Tujuan harus didasarkan pada tujuan lebih luas.

c. Pemilihan Strategi

Langkah pemilihan strategi dilakukan setelah penetapan tujuan. Strategi-strategi ini

adalah aktivitas-aktivitas yang dipilih untuk menuntun anak mencapai tujuan yang

ditetapkan. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih suatu strategi adalah:

1. Strategi harus dimulai pada tingkat kecakapan anak sekarang ini.

2. Strategi harus menjamin tercapainya tujuan.

3. Strategi harus bisa merangsang anak.

4. Strategi harus dilaksanakan dalam langkah-langkah kecil.

5. Strategi harus disesuaikan dengan atribut-atribut anak yang relevan dengan tujuan-

tujuan yang ditetapkan.

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disabilitas Intelektual 1 ...erepo.unud.ac.id/9788/3/9cde38a5e6861cd5342519f5d75b1a63.pdf · Anak tunagrahita sering memusatkan perhatian pada benda yang

32

Terapi remedial pada penelitian ini menggunakan beberapa pertimbangan yang

dijadikan sebagai pedoman untuk menyusun strategi, yaitu :

a. Pendamping peka terhadap kebutuhan anak dan mampu mengetahui kapasitas belajar

yang dimiliki anak.

b. Mampu menyesuaikan instruksi yang disampaikan kepada anak dan instruksi bersifat

individual.

c. Mampu memprediksi dan memberikan tindakan atau penanganan ketika masalah anak

meningkat.

d. Materi dikemas lebih menarik dan tidak membosankan bagi anak.

e. Mengajar secara individual dan dilaksanakan secara intensif.

d. Pemilihan Materi atau Bahan

Pada langkah selanjutnya dilakukan pemilihan materi atau bahan-bahan yang sesuai

untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Materi atau bahan pengajaran dapat diperoleh

dari berbagai sumber seperti : buku-buku, film, objek-objek manipulatif, surat kabar dan

pendidik juga bisa mengembangkan bahan-bahan sendiri. Adapun prinsip-prinsip yang

perlu diperhatikan dalam pelaksanaan terapi remedial yakni :

1. Ice breaking dirancang dengan memperhatikan derajat kesulitan yang bisa dijangkau

oleh anak. Jadi pada anak disabilitas intelektual, gerakan dan nyanyian dipilih lebih

mudah dan tidak kompleks.

2. Pelaksanaan senam otak disertai dengan musik untuk memicu semangat anak serta

pemilihan gerakan disesuaikan dengan fungsi senam otak yang dikaitkan dengan

tujuan yang ingin dicapai melalui terapi remedial seperti kemampuan membaca dan

menyimak.

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disabilitas Intelektual 1 ...erepo.unud.ac.id/9788/3/9cde38a5e6861cd5342519f5d75b1a63.pdf · Anak tunagrahita sering memusatkan perhatian pada benda yang

33

3. Pemberian materi pada anak disabilitas intelektual disesuaikan dengan rentang

perhatian anak. Tidak menggunakan bahan atau materi yang terlalu banyak karena

akan menggangu konsentrasi anak terkait IQ anak yang tergolong rendah.

4. Waktu belajar juga perlu diperhatikan, mengingat waktu yang terlalu lama dapat

menimbulkan kebosanan pada anak.

5. Alat permainan yang dimainkan anak seyogyanya diperhatikan segi keamanan

misalnya dengan sudut-sudut yang runcing atau sambungan yang tidak rata berisiko

tinggi terhadap terjadinya kecelakaan pada anak.

6. Alat permainan yang kegunaannya banyak seperti alat permainan edukatif akan lebih

membangkitkan minat anak untuk bermain daripada alat permainan yang hanya

dimainkan dengan satu cara saja.

7. Alat permainan yang rancangannya bagus akan lebih menarik minat anak daripada

yang tidak didesain dengan baik. Pada umumnya anak lebih senang dengan alat

permainan yang bentuknya tidak rumit disertai warna terang.

8. Sedapat mungkin membuat suasana dimana anak yang mengarahkan alur permainan.

Pendamping hanya mengikuti saja dan sesekali memberikan bantuan bila sangat

diperlukan. Bila anak merasa tidak mampu, dorong anak untuk mencari jawabannya

sendiri, karena ini justru dapat menimbulkan perasaan berprestasi dan mampu

menyelesaikan masalahnya sendiri. Bila anak berhasil melakukan sesuatu, jangan

segan untuk memuji.

e. Uji Strategi dan Materi

Pada langkah uji strategi dan materi dimaksudkan program pengajaran siap

diujikan pada anak. Jika atribut yang relevan telah diidentifikasi, tujuan dan strategi

serta bahan telah dipilih, kemudian semua program telah diselesaikan oleh anak. Uji

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disabilitas Intelektual 1 ...erepo.unud.ac.id/9788/3/9cde38a5e6861cd5342519f5d75b1a63.pdf · Anak tunagrahita sering memusatkan perhatian pada benda yang

34

coba program pengajaran adalah mencobanya pada anak untuk melihat apakah

program berhasil atau tidak.

f. Evaluasi Performansi

Pada langkah terakhir, pendidik dapat melakukan pengamatan terhadap

penampilan-penampilan dari anak apakah sudah sesuai dengan penampilan yang

dijabarkan dalam tujuan, dimana tujuan yang ditetapkan adalah didasarkan perilaku

yang dapat diamati. Jika anak sudah dapat mencapai tujuan yang ditetapkan,

kemudian pendidik menetapkan tujuan berikutnya dan mengulangi sekuen itu lagi.

Pendidik harus menganalisis setiap langkah program.

E. Dinamika Antar Variabel

Anak-anak dengan disabilitas intelektual memiliki karakteristik yaitu keterbatasan

yang signifikan dalam berfungsi, baik secara intelektual maupun perilaku adaptif yang

terwujud melalui kemampuan adaptif konseptual, sosial dan praktikal. Keadaan ini muncul

sebelum usia 18 tahun (Mangunsong, 2009). Kendala pada anak dengan disabilitas intelektual

adalah masih rendahnya penguasaan dalam mengenal bentuk huruf serta memahami hal yang

telah dibaca. Begitu pun dalam kegiatan menyimak cerita, bagi anak dengan disabilitas

intelektual sangatlah sulit dalam menyimak cerita terutama memahami isi cerita yang telah

dibaca atau didengarnya (Abdurrahman, 2012).

Kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang studi. Jika

anak pada usia sekolah permulaan tidak segera memiliki kemampuan membaca, maka anak

akan mengalami banyak kesulitan dalam mempelajari berbagai bidang studi pada kelas-kelas

berikutnya (Abdurrahman, 2012). Pengajaran membaca yang dilaksanakan di tingkat Sekolah

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disabilitas Intelektual 1 ...erepo.unud.ac.id/9788/3/9cde38a5e6861cd5342519f5d75b1a63.pdf · Anak tunagrahita sering memusatkan perhatian pada benda yang

35

Dasar terbagi menjadi dua, yaitu pengajaran membaca permulaan dan membaca lanjut

(pemahaman). Pengajaran membaca permulaan dilaksanakan di kelas I dan II sedangkan

untuk membaca pemahaman diberikan mulai dari kelas III dan seterusnya (Sadra, Japa &

Suarjana, 2012). Melalui membaca, anak akan memperoleh informasi, memperoleh ilmu dan

pengetahuan, pengalaman baru, serta mampu mempertinggi daya pikir, daya pandang, dan

wawasannya. Masalah muncul ketika bahan bacaan yang dibaca sulit diingat dan juga

dipahami, pada kondisi ini anak akan mengalami kesulitan mengakses informasi dari sumber

bacaan (Ridwan, 2006).

Kemajuan ilmu dan teknologi khususnya di bidang komunikasi, menyebabkan arus

informasi melalui radio, televisi, telepon, dan film semakin deras sehingga kemampuan

menyimak mutlak diperlukan. Menyimak termasuk dalam kegiatan mendengarkan,

mencermati bunyi bahasa, menginterpretasi, menilai dan mereaksi atas makna yang

terkandung di dalamnya. Tujuan utama menyimak adalah untuk memahami apa yang

dikatakan pembicara. Kombinasi antara kemampuan membaca dan menyimak akan lebih

baik untuk meningkatkan kemampuan mengingat (Sadra, Japa & Suarjana, 2012).

Menurut beberapa peneliti, aspek inteligensi berperan besar dalam pemahaman anak

sehingga memengaruhi kemampuan belajar anak (Osman, 2002). Keterbatasan yang dimiliki

anak dengan disabilitas intelektual menyebabkan kesulitan dalam proses belajar mengajar,

antara lain dalam kemampuan membaca, menyimak dan lain-lain. Apabila hanya mengikuti

kegiatan belajar mengajar di sekolah umum dengan situasi yang kurang menunjang akan

mengurangi minat dan membuat anak semakin jenuh sehingga lebih memilih diam atau

mengalihkan perhatian pada kegiatan lain. Kemampuan akademik seperti membaca dan

menyimak dapat dikembangkan dengan cara-cara yang tidak memaksa, bahkan dapat menjadi

kegiatan yang menyenangkan bagi anak. Kemampuan membaca dan menyimak penting

dimiliki oleh anak dengan disabilitas intelektual karena sebagai dasar untuk mempelajari

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disabilitas Intelektual 1 ...erepo.unud.ac.id/9788/3/9cde38a5e6861cd5342519f5d75b1a63.pdf · Anak tunagrahita sering memusatkan perhatian pada benda yang

36

bidang studi lainnya. Pada penelitian yang dikemukakan Puar (1998), anak usia kematangan

sekolah 6-11 tahun memasuki fase kedua. Pada fase ini, anak dapat melihat hubungan

langsung antara suatu usaha dan perolehan hasil. Fase ini mengandung arti ketika anak-anak

mengikuti suatu kegiatan maka anak memiliki keinginan untuk mau berusaha agar mencapai

keberhasilan dari tujuan yang ingin dicapai. Salah satu contoh usaha untuk membantu anak-

anak dengan disabilitas intelektual adalah terapi remedial.

Terapi remedial adalah upaya perbaikan dan peningkatan kecakapan seseorang untuk

menjadi normal atau mendekati normal (Mangunsong, 2009). Terapi remedial merupakan

program modifikasi dalam pelaksanaannya disertai dengan senam otak. Modifikasi yang

dilakukan terdapat pada materi ajar, yaitu anak yang memasuki tahap membaca permulaan

akan diberikan buku membaca disertai gambar sedangkan anak yang memasuki tahap

membaca lanjut akan diberikan buku untuk pemahaman yang terdiri dari beberapa instruksi

yang akan anak kerjakan.

Terdapat empat bagian dalam terapi remedial ini, yaitu terdiri dari opening atau ice

breaking, senam otak, materi ajar, dan permainan. Opening terdiri dari senam anak dan

bernyanyi. Senam otak terdiri dari beberapa gerakan sederhana dengan menggunakan

keseluruhan otak. Materi ajar dibagi menjadi tiga yaitu buku membaca untuk anak yang

memasuki tahap membaca permulaan, buku pemahaman untuk anak yang memasuki tahap

membaca lanjut serta buku dan video cerita. Permainan yang digunakan adalah Alat

Permainan Edukatif atau APE dan game memory dari alat elektronik. Semua kegiatan terapi

remedial dilakukan sambil bermain dengan menggunakan alat permainan tertentu sesuai

dengan kebutuhan masing-masing anak. Yang sangat penting adalah pelaksanaannya,

sebaiknya menyenangkan dan menarik untuk anak sehingga anak akan melakukan dengan

minat yang besar dan perasaan senang serta tidak merasa terpaksa.

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disabilitas Intelektual 1 ...erepo.unud.ac.id/9788/3/9cde38a5e6861cd5342519f5d75b1a63.pdf · Anak tunagrahita sering memusatkan perhatian pada benda yang

37

Pada terapi remedial yang telah dimodifikasi, pencapaian anak dalam kemampuan

membaca mencakup membaca permulaan serta membaca lanjut. Sedangkan pada menyimak

cerita, hal yang bisa dicapai anak melalui terapi remedial ini meliputi kemampuan

mendengarkan, mengidentifikasi bunyi bahasa, menginterpretasi dan menilai suatu makna

dalam cerita.

Pada penelitian ini, dapat dikatakan bahwa adanya keterkaitan antara variabel bebas

dan variabel terikat tersebut sehingga terdapat pengaruh terapi remedial untuk meningkatkan

kemampuan membaca dan menyimak cerita pada anak dengan disabilitas intelektual.

Keterkaitan antar variabel dapat dilihat pada diagram berikut :

Gambar 1. Pengaruh Terapi Remedial Terhadap Kemampuan Membaca dan Menyimak Cerita

Pada Anak Dengan Disabilitas Intelektual

TERAPI REMEDIAL

Opening

atau Ice

Breaking

Brain Gym Materi Ajar Games

Anak normal

Anak Disabilitas Intelektual

Cara belajar

biasa

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disabilitas Intelektual 1 ...erepo.unud.ac.id/9788/3/9cde38a5e6861cd5342519f5d75b1a63.pdf · Anak tunagrahita sering memusatkan perhatian pada benda yang

38

Keterangan bagan :

: Variabel penelitian

: Faktor yang tidak diteliti

: Garis pengaruh yang akan diteliti

: Garis pengaruh yang tidak diteliti

Cara belajar biasa atau konvensional dan terapi remedial sama-sama merupakan

program pendidikan, namun cara belajar biasa diperuntukkan kepada anak normal dan terapi

remedial sebagai variabel bebas yang terbagi menjadi empat bagian diperuntukkan kepada

anak disabilitas intelektual. Terapi remedial digunakan untuk meningkatkan kemampuan

membaca sebagai variabel tergantung 1 dan menyimak cerita sebagai variabel tergantung 2

pada anak dengan disabilitas intelektual.

F. Hipotesis Penelitian

Ha : Terdapat pengaruh terapi remedial untuk meningkatkan kemampuan membaca dan

menyimak cerita pada anak dengan disabilitas intelektual.

Ho : Tidak terdapat pengaruh terapi remedial untuk meningkatkan kemampuan membaca

dan menyimak cerita pada anak dengan disabilitas intelektual.