bab ii tinjauan pustaka 2.1. stres 2.1.1. pengertian...

15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. STRES 2.1.1. Pengertian Stres Stres menurut Hans Selye (1950) adalah respon tubuh yang sifatnya non spesifik tehadap setiap tuntutan beban atasnya. Misalnya bagaimana respon tubuh seseorang jika mengalami beban pekerjaan yang berlebihan. Bila ia sanggup mengatasinya artinya tidak ada gangguan pada fungsi organ tubuh, maka ia dikatakan tidak mengalami stres. Tetapi sebaliknya bila ternyata ia mengalami gangguan pada satu atau lebih organ tubuh sehingga yang bersangkutan tidak lagi dapat menjalankan fungsi pekerjaannya dengan baik, maka ia disebut mengalami distres (Hawari, 2011). Menurut Mason secara jelas menggambarkan stres dengan mengutip beberapa cara berbeda istilah stres digunakan (Greenberg, 2004): 1. Stimulus. Didefinisikan segabai stresor. 2. Respon. Didefinisikan sebagai reaksi terhadap stres. 3. Seluruh spektrum faktor yang saling berinteraksi, definisi menurut Lazarus. 4. The stimulus-response interaction (interaksi stimulus-respon). Dalam perkembangan selanjutnya ternyata dampak stres ini tidak hanya mengenai gangguan fungsional hingga kelainan organ tubuh, tetapi juga berdampak pada bidang kejiwaan (psikologik/psikiatrik) misalnya kecemasan atau depresi. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak bisa lepas dari stres, namun permasalahannya adalah bagaimana harus hidup beradaptasi dengan stres tanpa harus mengalami distres. Tidak semua bentuk stres itu mempunyai konotasi negatif, cukup banyak yang bersifat positif, misalnya promosi jabatan. Jabatan yang lebih tinggi membutuhkan tanggung jawab yang lebih berat merupakan tantangan bagi yang bersangkutan. Dan, bila ia sanggup menjalankan tugas jabatan yang baru ini Universitas Sumatera Utara

Upload: dotruc

Post on 03-Feb-2018

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. STRES 2.1.1. Pengertian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/41350/4/Chapter II.pdf · sindrom adaptasi umum ... Sistem pernafasan ... obat-obatan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. STRES

2.1.1. Pengertian Stres

Stres menurut Hans Selye (1950) adalah respon tubuh yang sifatnya non

spesifik tehadap setiap tuntutan beban atasnya. Misalnya bagaimana respon tubuh

seseorang jika mengalami beban pekerjaan yang berlebihan. Bila ia sanggup

mengatasinya artinya tidak ada gangguan pada fungsi organ tubuh, maka ia

dikatakan tidak mengalami stres. Tetapi sebaliknya bila ternyata ia mengalami

gangguan pada satu atau lebih organ tubuh sehingga yang bersangkutan tidak lagi

dapat menjalankan fungsi pekerjaannya dengan baik, maka ia disebut mengalami

distres (Hawari, 2011).

Menurut Mason secara jelas menggambarkan stres dengan mengutip

beberapa cara berbeda istilah stres digunakan (Greenberg, 2004):

1. Stimulus. Didefinisikan segabai stresor.

2. Respon. Didefinisikan sebagai reaksi terhadap stres.

3. Seluruh spektrum faktor yang saling berinteraksi, definisi menurut

Lazarus.

4. The stimulus-response interaction (interaksi stimulus-respon).

Dalam perkembangan selanjutnya ternyata dampak stres ini tidak hanya

mengenai gangguan fungsional hingga kelainan organ tubuh, tetapi juga

berdampak pada bidang kejiwaan (psikologik/psikiatrik) misalnya kecemasan atau

depresi. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak bisa lepas dari stres, namun

permasalahannya adalah bagaimana harus hidup beradaptasi dengan stres tanpa

harus mengalami distres.

Tidak semua bentuk stres itu mempunyai konotasi negatif, cukup banyak

yang bersifat positif, misalnya promosi jabatan. Jabatan yang lebih tinggi

membutuhkan tanggung jawab yang lebih berat merupakan tantangan bagi yang

bersangkutan. Dan, bila ia sanggup menjalankan tugas jabatan yang baru ini

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. STRES 2.1.1. Pengertian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/41350/4/Chapter II.pdf · sindrom adaptasi umum ... Sistem pernafasan ... obat-obatan

dengan baik tanpa ada keluhan baik fisik maupun mental serta merasa senang,

maka ia dikatakan tidak mengalami stres, melainkan disebut eustres.

Berbagai macam permasalahan kehidupan pada sebagian orang dapat

merupakan beban atau tekanan mental yang disebut sebagai stresor psikososial.

Stresor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan

perubahan dalam kehidupan seseorang sehingga orang tersebut terpaksa

mengadakan adaptasi atau penyesuaian diri untuk menanggulanginya.

Dari sekian banyak jenis stresor psikososial yang terjadi dalam kehidupan

sehari-hari, para pakar memberikan beberapa contoh antara lain perkawinan;

problem orang tua, termasuk karena kondisi tatanan sosial, ekonomi, dan kualitas

dari anak yang diasuhnya; hubungan interpersonal (antar pribadi); pekerjaan;

lingkungan hidup; keuangan; hukum; perkembangan; penyakit fisik atau cedera;

faktor keluarga; dan trauma. Stresor psikososial sepeti yang dicontohkan di atas

ternyata erat hubungannya dengan 6 penyebab kematian utama di Amerika

Serikat, yaitu penyakit jantung koroner, kanker, paru-paru, kecelakaan, dan bunuh

diri (Hawari, 2011).

2.1.2. Tahapan Stres

Stres dimulai dengan adanya situasi kehidupan yang mengetuk seseorang

(baik secara lembut atau tiba-tiba) keluar dari keseimbangan. Kemudian orang

tersebut terdorong ke ketidakseimbangan dan butuh membetulkan dirinya sendiri.

Bagaimanapun, situasi yang sama dipresentasikan pada orang yang berbeda dapat

menunjukkan reaksi yang berbeda. Hal ini dikarenakan orang lain akan

menginterpretasikan situasi tersebut secara berbeda. Hal ini diistilahkan dengan

cognitive appraisal (penilaian kognitif), yang selanjutnya dapat dikontrol oleh

penerima stresor (Wade & Travis, 2007).

Hans Selye (1907 – 1928) dalam bukunya The Stress of Life (1956)

menggambarkan respons tubuh terhadap segala jenis stresor eksternal sebagai

sindrom adaptasi umum (general adaptation syndrome), yaitu serangkaian reaksi

fisiologis yang terjadi dalam 3 tahapan (Wade & Travis, 2007):

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. STRES 2.1.1. Pengertian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/41350/4/Chapter II.pdf · sindrom adaptasi umum ... Sistem pernafasan ... obat-obatan

1. Fase alaram (the alarm phase): fase saat tubuh menggerakkan sistem saraf

simpatetik untuk menghadapi ancaman langsung. Pelepasan hormon adrenal

yaitu epinephrine dan norepinephrin terjadi saat munculnya emosi kuat.

Hormon-hormon ini menghasilkan lonjakan energi, ketegangan otot-otot,

berkurangnya sensitivitas terhadap rasa sakit, berhentinya kerja sistem

pencernaan, dan meningkatnya tekanan darah. Oleh Walter Cannon (1929)

menggambarkan perubahan-perubahan ini sebagai respons “fight-or-flight”

(melawan atau melarikan diri).

2. Fase penolakan (the resistance phase): saat tubuh berusaha menolak atau

mengatasi stresor yang tidak dapat dihindari. Selama fase ini, respon

fisiologis yang terjadi pada fase alaram terus berlangsung, namun respon-

respon tersebut membuat tubuh lebih rentan terhadap stresor-stresor lain.

3. Fase kelelahan (the exhaustion phase): saat stres yang berkelanjutan

menguras energi tubuh, meningkatkan kerentanan terhadap masalah fisik

pada akhirnya akan memunculkan penyakit. Reaksi yang sama, yang

memampukan tubuh merespons tantangan secara efektif pada fase alaram,

akan merugikan apabila berlangsung secara terus menerus.

2.1.3. Efek Stres terhadap Psikologis dan Fisiologis

Menurut The American Institute of Stress (2012), efek stres dapat

mempengaruhi psikologis dan fisiologis tubuh seseorang.

a. Pengaruh pada psikologis:

1) Meningkatnya kecemasan, kekhawatiran, rasa bersalah, dan gugup

2) Meningkatnya kemarahan, frustasi, permusuhan

3) Depresi, suasana hati sering berubah

4) Meningkat atau menurunnya rasa lapar

5) Insomnia, mimpi buruk, mimpi yang mengganggu

6) Sulit berkonsentrasi, pikiran yang bercampur aduk

7) Kesulitan mengolah informasi baru

8) Pelupa, disorganisasi, kebingungan

9) Kesulitan mengambil keputusan

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. STRES 2.1.1. Pengertian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/41350/4/Chapter II.pdf · sindrom adaptasi umum ... Sistem pernafasan ... obat-obatan

10) Sering menangis atau pikiran bunuh diri

11) Merasa kesepian dan tidak berharga

12) Meningkatnya frustasi, mudah tersinggung, dan kegelisahan

13) Perilaku obsesif atau kompulsif

14) Menurunnya efikasi kerja atau produktivitas

15) Gangguan dalam berkomunikasi dan berbagi

16) Penarikan diri dari sosial dan isolasi

17) Kelelahan, lemas, capek yang menetap

18) Lebih sering menggunakan obat-obatan, dan lain-lain.

b. Pengaruh pada fisiologis tubuh:

1) Sistem saraf

Ketika stres, fisik dan psikologis akan mengubah sumber energi ke posisi

persiapan menghadapi ancaman, dikenal dengan respon “fight or flight”

(melawan atau lari). Saraf simpatis akan merangsang kelenjar adrenal

untuk melepaskan adrenalin dan kortisol. Hormon-hormon ini akan

menyebabkan jantung berdetak lebih kencang, meningkatkan tekanan

darah, mengubah proses pencernaan dan kadar glukosa dalam darah.

2) Sistem muskuloskeletal

Pada keadaan stres, tonus otot meningkat. Kontraksi otot dapat memicu

sakit kepala, migrain, dan berbagai kondisi muskuloskeletal lainnya.

3) Sistem pernafasan

Stres dapat menyebabkan bernafas lebih berat dan lebih cepat atau

hiperventilasi. Hal ini dapat memicu serangan panik lebih cepat pada

beberapa orang.

4) Sistem kardiovaskular

Stres akut menyebabkan peningkatan denyut jantung dan kontraksi lebih

kuat dari otot jantung. Pembuluh darah yang menuju otot besar dan

jantung dilatasi untuk meningkatkan suplai darah. Episode berulang dari

stres akut dapat menyebabkan inflamasi pada arteri koroner sehingga

menjadi serangan jantung.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. STRES 2.1.1. Pengertian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/41350/4/Chapter II.pdf · sindrom adaptasi umum ... Sistem pernafasan ... obat-obatan

5) Sistem endokrin

Kelenjar adrenal menghasilkan kortisol dan epinefrin yang sering disebut

“hormon stres”. Ketika kortisol dan epinefrin dilepaskan, hepar

menghasilkan lebih banyak glukosa untuk energi pada respon stres.

6) Sistem pencernaan

Lambung menjadi tidak nyaman yang dapat memicu mual dan muntah,

bahkan nyeri. Pada usus dapat terjadi gangguan penyerapan dan

peristaltik sehingga menimbulkan konstipasi atau diare.

7) Sistem reproduksi

Pada pria, stres dapat mengganggu produksi testosteron, produksi

sperma, dan impoten. Pada wanita, stres dapat menyebabkan siklus

menstruasi tidak teratur atau nyeri. Stres juga dapat menurunkan

keinginan seksual.

2.2. Parenting Stress

2.2.1. Definisi Parenting Stress

Menurut L. G. Anthony et al (2005), parenting stress atau stres pada orang

tua adalah stres yang timbul ketika orang tua mengalami kesulitan dalam

memenuhi tuntutan menjadi orang tua yang mempengaruhi perilaku,

kesejahteraan, dan penyesuaian diri terhadap anak. Menurut Deater Deckard

(2004), parenting stress adalah bentuk proses yang mengakibatkan reaksi

psikologis dan fisiologis yang tidak baik yang berasal dari keharusan untuk

memenuhi kewajiban sebagai orang tua. Menurut Abidin (1992), stressor pada

parenting stress adalah multidimensi berdasarkan sumber dan jenisnya. Terdapat

3 sumber utama, yaitu karakteristik orang tua, karakteristik anak, dan faktor

kontekstual.

Terdapat empat teori utama telah diajukan oleh McCleary (2002)

mengenai parenting stress dalam keluarga dengan anak berkebutuhan khusus

(Theule, 2010), yaitu:

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. STRES 2.1.1. Pengertian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/41350/4/Chapter II.pdf · sindrom adaptasi umum ... Sistem pernafasan ... obat-obatan

a. Parent-Child Interactive Stress Model (Model Stres Interaktif Orang tua-

Anak) oleh Mash dan Johnston (1990) menyatakan bahwa karakteristik

anak adalah kontributor utama dalam stres orang tua-anak, tapi faktor

lingkungan juga mempunyai pengaruh langsung terhadap stres. Pada

model ini, pengaruh stresor anak dan lingkungan dimediasi oleh

karakteristik orang tua yaitu pengetahuan, persepsi dan ikatan dengan

anak, kepribadian, perilaku, dan kesehatan.

b. Webster-Stratton (1990) menyatakan bahwa stresor di luar keluarga

(extrafamilial), stresor dalam pribadi orang tua (interpersonal), dan stresor

anak mempengaruhi pengasuhan (parenting). Stresor di luar keluarga

antara lain pengangguran dan status ekonomi rendah. Stresor interpersonal

antara lain tekanan dalam pernikahan dan perceraian. Stresor anak yang

paling berpengaruh adalah gangguan perilaku.

c. Lazarus dan Folkman (1984) mengajukan teori mengenai stres, penilaian,

dan cara mengatasi sebagai poin awal, sebagaimana faktor pengetahuan

sebagai pusat teori ini. Pengetahuan dan penilaian orang tua terhadap

kebutuhan atau perilaku anak didasari atas nilai-nilai, kepercayaan,

komitmen yang dianut oleh orang tua, juga oleh keuangan dan dukungan

sosial.

d. Abidin (1976, 1995) adalah pembuat alat pengukuran stres pada orang tua

yaitu Parenting Stress Index (PSI; 1983/1995). Teori ini adalah yang

terlama namun paling sering dianut dalam berbagai literatur. Abidin

mengajukan bahwa parenting stress berasal dari faktor orang tua, faktor

anak, dan faktor situasi. Faktor orang tua adalah rasa keterikatan,

kemampuan, dan depresi. Faktor anak adalah kemampuan adaptasi,

penerimaan, tuntunan, suasana hati atau mood, hiperaktivitas, dan menjadi

penguat orang tua. Dan faktor situasi sebagai pembatas (dampak terhadap

peran kehidupan lain orang tua), kesehatan, dukungan sosial/isolasi, dan

hubungan dengan pasangan. Dalam teori ini, stres pada orang tua

diusulkan pada pengaruh negatif dalam pengasuhan orang tua (perilaku)

yang selanjutnya mempengaruhi kualitas anak kedepannya.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. STRES 2.1.1. Pengertian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/41350/4/Chapter II.pdf · sindrom adaptasi umum ... Sistem pernafasan ... obat-obatan

2.2.2. Faktor-faktor Parenting Stress

Stres yang dialami orang tua atau parenting stress diartikan oleh Richard

Abidin (1995) sebagai kecemasan atau ketegangan berlebihan yang secara khusus

berkaitan dengan peran orang tua dan interaksi orang tua dengan anak. Dalam

modelnya, stresor yang dialami oleh orang tua berpengauh dengan perilaku orang

tua yang selanjutnya akan berdampak pada adaptasi psikososial dari anak. Stresor

yang dihadapi antara lain stigma masyarakat, biaya perawatan, dan harus

bernegosiasi dengan sistematis kerja yang bermacam-macam (Hung et al, 2010).

Faktor-faktor yang meningkatkan resiko stres pada orang tua banyak

dikemukakan. Gerstein et al (2009) mengemukakan terdapat tiga faktor yang

khususnya menonjol dan dapat disesuaikan yaitu: kesehatan psikolohgis orang

tua, pasangan yang suportif atau mesra, dan hubungan positif orang tua-anak.

Beberapa penelitian lain menunjukkan bahwa semakin parah gangguan

psikomotorik anak, maka semakin rendah kesehatan mental orang tua, antara lain

dalam Arnaud et al (2008), Hung et al (2010), Seltzer (2009), dan Mobarak

(2000). Faktor lain yang sangat berperan adalah status sosioekonomi rendah

dalam penelitian Hung et al (2010), Arnaud et al (2008), dan Eisenhower et al

(2009); tingkat edukasi orang tua (Eisenhower et al, 2009), agama (Hung et al,

2010), kehilangan kontrol diri, dukungan pasangan dan sosial, dan latar belakang

budaya (Eisenhower et al, 2009; Gupta & Singhal, 2005). Dari penemuan-

penemuan tersebut menunjukkan bahwa stres psikososial lebih berdampak

signifikan terhadap tingkat stres daripada gangguan fungsional pada anak itu

sendiri (Hung et al, 2010).

2.2.3. Efek Parenting Stress terhadap Orang Tua

Parenting stress dialami hampir oleh semua orang tua dengan anak cacat,

dan sebagian dengan anak normal. Tingkat stres yang tinggi dijumpai pada 70%

ibu dan 40% ayah dengan anak cacat parah (Gupta & Singhal, 2005). Padahal,

orang tua dari anak dengan keterbatasan memainkan peranan penting dalam

kesuksesan rehabilitasi anak mereka (Hung et al, 2010). Perhatian besar yang

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. STRES 2.1.1. Pengertian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/41350/4/Chapter II.pdf · sindrom adaptasi umum ... Sistem pernafasan ... obat-obatan

dibutuhkan oleh anak dengan keterbatasan dalam jangka waktu yang lama, akan

berdampak pada kesehatan psikologis dari orang tua (Seltzer et al, 2009). Masalah

psikologis yang dialami orang tua antara lain depresi, distres emosional (Hung et

al, 2010).

Efek psikologis yang sering muncul adalah perasaan sedih dan putus asa

yang berkepanjangan, berkurangnya nafsu makan dan kesenangan, lesu, dan juga

pikiran untuk bunuh diri. Tanda-tanda tersebut sering bersamaan dengan

kecemasan, bentuk psikopatologis lain, dan perilaku antisosial seperti penggunaan

obat-obatan dan alkohol. Distres emosional pada orang tua dapat berkontribusi

pada distres emosi dan psikiatri anak dan bisa berdampak pada kemampuan

keluarga mengatasi penyakit tersebut (Deckard, 2004).

Menurut Swartz (2005), terbentuknya tanda-tanda stres pada orang tua

akan menurunkan ketanggapan dan sensitivitas terhadap isyarat anak sehingga

akan memperburuk kondisi anak dan mengganggu hasil dari terapi pada anak.

Parenting stress tidak hanya berdampak pada hubungan orang tua-anak saja,

namun juga pada kesehatan orang tua itu sendiri. Stres berdampak pada fungsi

fisiologis tubuh orang tua, dari penuaan dan gangguan pada produksi hormon

kortisol (Seltzer et al, 2009) dan meningkatkan angka perselisihan antara orang

tua yang berujung perpisahan atau perceraian yang dilaporkan lebih sering terjadi

pada keluarga dengan keterbatasan yang parah (Risdal & Singer (2004) dalam

Gerstein, et al (2009)).

2.3. Tunagrahita

2.3.1. Definisi Tunagrahita

Tuna grahita merupakan kata lain dari retardasi mental (mental

retardation) atau Intellectual Disability. “Tuna” berarti merugi dan “grahita”

berarti pikiran. American Association on Intellectual and Developmental

Disabilities (2013) mendefinisikan retardasi mental sebagai kecacatan yang

ditandai dengan keterbatasan signifikan baik dalam fungsi intelektual dan perilaku

adaptif (kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar) yang dimulai

sebelum umur 18 tahun.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. STRES 2.1.1. Pengertian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/41350/4/Chapter II.pdf · sindrom adaptasi umum ... Sistem pernafasan ... obat-obatan

Fungsi intelektual didapatkan dengan test fungsi kecerdasan dan hasilnya

dinyatakan sebagai suatu taraf kecerdasan atau IQ (Intelegence Quotient)

(Soetjiningsih, 1995).

𝐼𝑄 = 𝑀𝑒𝑛𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑔𝑒𝐶ℎ𝑟𝑜𝑛𝑜𝑙𝑜𝑔𝑖𝑐𝑎𝑙 𝐴𝑔𝑒

× 100%

Mental Age : umur mental yang didapat dari test

Chronological Age : umur berdasarkan perhitungan tanggal lahir

Fungsi intelektual di bawah normal yaitu apabila IQ di bawah 70. Anak

tersebut tidak dapat mengikuti pendidikan sekolah biasa karena cara berpikir yang

terlalu sederhana, daya tangkap dan daya ingat lemah, dan pengertian bahasa dan

perhitungan sangat lemah (Martin & Volkmar, 2007).

Perilaku adaptif sosial adalah kemampuan seseorang untuk mandiri,

menyesuaikan diri, dan mempunyai tanggung jawab sosial yang sesuai dengan

kelompok umur dan budayanya. Penderita retardasi mental memiliki gangguan

perilaku adaptif paling sedikit 2 dari area berikut: komunikasi, self-care, home

living, kemampuan sosial/interpesonal, menggunakan sumber komunikasi, self-

direction, kemampuan fungsi akademik, pekerjaan, kesehatan, dan keselamatan

(Martin & Volkmar, 2007).

2.3.2. Klasifikasi Tunagrahita

The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, edisi

keempat (DSM-IV) klasifikasikan dalam empat derajat dari retardasi mental, yaitu

(Shapiro & Batshaw, 2007):

a. Mild mental retardation

Dimiliki sekitar 85% dari populasi retardasi mental di Amerika. Nilai

IQ berkisar antara 50-55 sampai ≈ 70.

b. Moderate mental retardation

Dimiliki sekitar 10% dari populasi retardasi mental di Amerika. Nilai

IQ berkisar antara 35-40 sampai 50-55.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. STRES 2.1.1. Pengertian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/41350/4/Chapter II.pdf · sindrom adaptasi umum ... Sistem pernafasan ... obat-obatan

c. Severe mental retardation

Dimiliki sekitar 3-4% dari populasi retardasi mental di Amerika.

Nilai IQ berkisar 20-25 sampai 35-40.

d. Profound mental retardation

Dimiliki hanya 1-2% dari populasi retardasi mental di Amerika. Nilai

IQ berkisar < 20-25.

e. Mental retardation, severity unspecified

Ditegakkan saat ada dugaan kuat retardasi mental namun kecerdasan

seseorang tersebut tidak dapat diukur menggunakan tes standar.

Menurut Budhiman (1991) dalam Soetjiningsih (1995), retardasi ditinjau

dari gejalanya dibagi menjadi:

1. Tipe klinik

Retardasi tipe klinik mudah dideteksi sejak dini karena kelainan fisik dan

mental cukup berat. Penyebab tersering kelainan organik. Anak tersebut

membutuhkan perawatan terus-menerus dan dapat terjadi pada kelas sosial

tinggi ataupun rendah. Orang tua dari anak retardasi mental tipe ini cepat

mencari pertolongan oleh karena mereka melihat sendiri kelainan pada

anaknya.

2. Tipe sosiobudaya

Tipe ini diketahui biasanya setelah anak masuk sekolah dan ternyata tidak

dapat mengikuti pelajaran. Penampilan seperti anak normal, sehingga disebut

juga retardasi mental 6 jam. Hal ini dikarenakan begitu mereka keluar

sekolah, mereka dapat bermain seperti anak-anak normal lainnya. Tipe ini

umumnya berasal dari golongan sosio ekonomi rendah. Para orang tua dari

anak tipe ini tidak melihat adanya kelainan pada anaknya dan mengetahuinya

setelah diberi tahu oleh guru atau psikolog karena beberapa kali tidak naik

kelas. Pada umumnya anak tipe ini mempunyai taraf IQ golongan borderline

dan retardasi mental ringan.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. STRES 2.1.1. Pengertian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/41350/4/Chapter II.pdf · sindrom adaptasi umum ... Sistem pernafasan ... obat-obatan

Gejala dari retardasi mental dalam Soetjiningsih (1995) dibagi menjadi:

1. Retardasi tipe ringan

Bagian terbesar dari retardasi mental, berkisar 80%, termasuk dalam tipe

sosial budaya. Golongan ini termasuk mampu didik dan mampu latih, artinya

dapat diajar baca tulis sampai kelas 4 – 6 SD dan bisa dilatih keterampilan

tertentu. Tetapi umumnya kurang mampu menghadapi stres sehingga tetap

membutuhkan bimbingan dari keluarganya.

2. Retardasi mental sedang

Kelompok ini berkisar 12% dari seluruh penderita retardai mental. Mereka

mampu latih tetapi tidak mampu didik. Taraf kemampuan intelektualnya

hanya dapat sampai kelas 2 SD, tetapi dapat dilatih menguasai suatu

keterampilan tertentu. Mereka juga perlu dilatih bagaimana cara mengurus

diri dan pengawasan jika mengalami stres.

3. Retardasi mental berat

Kelompok ini berkisar 7% dan tipe klinik. Diagnosis mudah ditegakkan

secara dini, karena adanya kelainan fisik juga keterlambatan motorik dan

bahasa yang sejak awal dapat diamati oleh orang tua. Mereka dapat dilatih

higiene dasar saja dan kemampuan berbicara yang sederhana, tidak dapat

dilatih keterampilan kerja, dan memerlukan pengawasan dan bimbingan

seumur hidup.

4. Retardasi mental sangat berat

Kelompok ini berkisar 1% dan termasuk dalam tipe klinik. Diagnosis mudah

dibuat karena gejala mental dan fisik sangat jelas. Kemampuan berbahasanya

sangat minimal. Mereka sangat tergantung pada orang di sekitarnya.

2.4. Tunadaksa

2.4.1. Definisi Tunadaksa

Istilah tunadaksa berasal dari kata “tuna” yang berarti rugi atau kurang,

dan “daksa” yang berarti tubuh. Menurut Depdikbud (1996), istilah tunadaksa

maksudnya sama dengan istilah yang berkembang seperti cacat tubuh, tuna tubuh,

tuna raga, cacat anggota badan, cacat orthopedic, crippled, dan orthopedically

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. STRES 2.1.1. Pengertian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/41350/4/Chapter II.pdf · sindrom adaptasi umum ... Sistem pernafasan ... obat-obatan

handicapped. Menurut The Individuals with Disabilities Education Act atau IDEA

(2008), orthopedic impairments adalah kelainan ortopedik, dapat disebabkan oleh

kelainan kongenital, penyakit, dan penyebab lain, yang mengganggu proses

pembelajaran anak. Orthopedic dalam Dorland’s Medical Dictionary (2007)

berhubungan dengan sistem muskuloskeletal yang terdiri atas tulang, otot, sendi,

ligamentum, dan jaringan ikat. Kesimpulannya adalah anak tunadaksa dapat

didefinisikan sebagai penyandang bentuk kelainan atau kecacatan pada sistem

otot, tulang, dan persendian yang dapat mengakibatkan gangguan koordinasi,

komunikasi, adaptasi, mobilisasi, dan gangguan perkembangan keutuhan pribadi.

2.4.2. Klasifikasi Tunadaksa

Klasifikasi anak tunadaksa didasari untuk kemudahan dalam pemberian

layanan. Salah satu sistem klasifikasi dilihat dari sistem kelainannya, antara lain

(Hallahan & Kauffman, 2006):

1. Kelainan pada sistem neurologis (neurological impairments)

a. Palsi serebral (Cerebral palsy)

Palsi serebral menurut Mutch L. (1992) adalah sekelompok

gangguan yang tidak progresif, tapi sering berubah, sindrom gangguan

motorik yang bersumber dari lesi atau anomali pada otak yang timbul

pada fase awal perkembangannya. Walaupun lesi inisial dan anomali

pada otak tetap, namun tampilan klinis dapat berubah seiring waktu

dikarenakan pertumbuhan dan perkembangan dan kematangan dari

sistem saraf pusat (Sankar & Mundkur, 2005). Palsi serebral adalah

masalah umum dengan insiden 2 sampai 2.5 setiap 1000 kelahiran hidup

(Rosen MG. & Dickinson JC., 1992).

Keterbatasan yang dimiliki oleh anak palsi serebral antara lain

retardasi mental (60%) yang sering terjadi pada palsi serebral dengan

spastic hemiplegia, gangguan visual dan pergerakan okular (28%),

gangguan pendengaran (12%), dan epilepsi (35% - 62%). Kemampuan

berbicara terpengaruh oleh karena disfungsi kortikobulbar bilateral dan

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. STRES 2.1.1. Pengertian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/41350/4/Chapter II.pdf · sindrom adaptasi umum ... Sistem pernafasan ... obat-obatan

oromotor. Gangguan artikulasi dan berbicara didapati pada 38% anak

palsi serebral.

Klasifikasi palsi serebral terbagi atas topografi dan kelainan

neuromuskular. Klasifikasi topografi dari palsi serebral adalah

monoplegi, mengenai 1 tungkai gerak badan; hemiplegi, mengenai 1

tungkai atas dan 1 tungkai bawah pada sisi yang sama; diplegi, mengenai

2 tungkai atas atau 2 tungkai bawah; dan quadriplegi, mengenai keempat

tungkai gerak tubuh. Namun monoplegi dan triplegi jarang ditemukan.

Menurut kelainan neuromuskular, cerebral palsy dibedakan atas:

(1) spastik, dengan ciri-ciri terdapat kekakuan pada sebagian atau seluruh

ototnya; (2) diskenesia, yang meliputi athetosis (penderita

memperlihatkan gerak yang tidak terkontrok), rigid (kekakuan pada

seluruh tubuh sehingga sulit untuk dibengkokkan, tremor (getaran kecil

yang terus menerus pada mata, tangan, atau kepala); (3) ataksia yaitu

adanya gangguan keseimbangan, jalannya gontai, koordinasi mata dan

tangan tidak berfungsi; serta (4) jenis campuran yaitu apabila seorang

anak memiliki kelainan dua atau lebih dari tipe-tipe di atas (Sankar &

Mundkur, 2005).

b. Penyakit Kejang (Epilepsi)

Seseorang terserang kejang saat terdapat letupan energi listrik

abnormal pada sel-sel otak tertentu. Letupan tersebut menyebar ke sel-sel

terdekat dan dapat menyebabkan kehilangan kesadaran, gerakan

involunter (di luar sadar), atau fenomena sensori abnormal. Efek akibat

kejang tergantung pada lokasi letupan berawal dan seberapa jauh letupan

menyebar (Hallahan & Kauffman, 2006).

c. Spina bifida

Spina bifida adalah kelainan kongenital pada tulang vertebra yang

membentuk kolumna spinalis akibat kegagalan menutup sempurna

selama proses perkembangan. Kelainan dapat terjadi dari kepala sampai

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. STRES 2.1.1. Pengertian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/41350/4/Chapter II.pdf · sindrom adaptasi umum ... Sistem pernafasan ... obat-obatan

ujung bawah tulang belakang. Karena kolumna spinalis tidak menutup,

spinal cord (serabut saraf di dalam kolumna spinalis) dapat keluar yang

mengakibatkan kerusakan saraf dan kelumpuhan dan/atau kehilangan

sensasi di bawah tempat kerusakan. Spina bifida sering bersamaan

dengan hidrosefalus, yaitu pembesaran kepala karena tekanan berlebihan

cairan serebrosinalis (dapat berakibat retardasi mental); meningitis,

infeksi pada selaput otak dan spinal cord; dan kelainan kongenital

lainnya (Hallahan & Kauffman, 2006).

d. Poliomielitis

Poliomielitis adalah suatu infeksi pada sumsum tulang belakang

yang disebabkan oleh virus polio yang mengakibatkan kelumpuhan dan

sifatnya menetap. Pada poliomielitis yang paralitik, berdasarkan sel-sel

mototrik yang rusak kelumpuhan anak polio dapat dibedakan menjadi

(Simoes, 2007):

i. Tipe spinal, yaitu kelumpuhan pada otot-otot leher, sekat dada,

tangan, dan kaki;

ii. Tipe bulbair, yaitu kelumpuhan fungsi motorik pada satu atau

lebih saraf tepi ditandai dengan adanya gangguan pernafasan;

iii. Polioennsefalitis (peradangan pada jaringan otak) yang biasanya

disertai dengan demam, kesadaran menurun, tremor, dan

terkadang kejang;

iv. Poliomielitis dengan ganguan ventilasi, akibat dari

ketidakmampuan beberapa komponen yang bekerja untuk

ventilasi (mekanisme bernafas) sehingga menyebabkan hipoksia

(kurangnya oksigen ke jaringan) dan hiperkapnia (jumlah karbon

dioksida yang terlalu banyak di darah).

Kelumpuhan pada polio sifatnya layu dan biasanya tidak

menyebabkan gangguan kecerdasan atau alat-alat indra. Akibat penyakit

poliomyelitis adalah atropi otot (pengecilan otot) karena kerusakan sel

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. STRES 2.1.1. Pengertian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/41350/4/Chapter II.pdf · sindrom adaptasi umum ... Sistem pernafasan ... obat-obatan

saraf, kekakuan sendi (kontraktur), pemendekkan anggota gerak,

pelengkungan susunan tulang belakang ke satu sisi seperti huruf S

(scholiosis), kelainan telapak kaki yang membengkok ke luar atau ke

dalam, dislokasi sendi (sendi yang keluar dari dudukannya), dan lutut

yang melenting ke belakang (genu recorvatum) (Simoes, 2007).

e. Multipel Sklerosis

Multipel sklerosis adalah penyakit kronis, progresif lambat di

sistem saraf pusat dengan pengerasan pada selaput myelin (selaput yang

melapisi saraf). Penyakit ini umumnya muncul pada usia remaja dan

dewasa. Gejala klinis antara lain gangguan sensoris (terutama

penglihatan), tremor, kelemahan otot, kaku, gangguan berbicara, pusing,

gangguan berjalan, dan gangguan emosi (Hallahan & Kauffman, 2006).

2. Kelainan pada muskuloskeletal (Musculoskeletal Conditions)

a. Distrofi otot (Muscular dystrophy)

Penyakit herediter dengan kelemahan otot yang progresif akibat

degenerasi serat-serat otot. Kelemahan otot bersifat simetris dan

berhubungan dengan genetik.

b. Artritis

Artritis adalah rasa nyeri pada sendi yang dapat disebabkan oleh

berbagai faktor penyakit atau kondisi tertentu. Penyakit yang umum

menyebabkan artritis adalah reumatoid artritis (penyakit autoimun yang

sistemik) dan osteortritis (kerusakan pada tulang rawan sendi dan

merapatnya jarak antara tulang).

Universitas Sumatera Utara