gangguan pernafasan anjing

Upload: wahyuni-eka-sept

Post on 09-Jul-2015

1.183 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

TUGAS TERSTRUKTUR

RESUME PENYAKIT PERNAFASAN PADA PET ANIMALDosen Pengampu : drh analis wisnu wardhana

Oleh : Devi widiyana Galuh pawestri Susanti anggraini Vepti ulan Galus puspitasari Ghariza Arweniuma ikawikanti Awang yoga m. hartanto fitri sandra nealvin irvan Wahyuni Eka S 0811313022

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2011

Jenis - jenis penyakit Pernafasan padaAnjing

1. Feline Viral Rhinotracheitis (Flu pada kucing)

Etiologi Penyakit flu pada kucing disebabkan oleh Feline Herpes Virus-1 (FHV-1). Masa inkubasi 2-4 hari namun biasanya 10-14hari. Penularan Feline viral rhinotracheitis (flu pada kucing) ditularkan dari kucing yang sakit kepada kucing yang sehat, penularan juga dapat melalui kontak dengan alat-lat, tempat pakan dan minum. Gejala umum Gejala yang sering ditimbulkan adalah batuk, demam hingga 41 OC, nafsu makan hilang dan berat badan berkurang, pilek, bersin-bersin, mata merah, bengkak dan berair disertai kerakkerak pada kelopak mata. Radang kornea juga sering timbul dan menyebabkan kucing lebih senang pada tempat gelap sambil menggosok gosokan mata dengan kakinya. Pada induk kucing hamil terinfeksi akan menyebabkan abortus, tetapi apabila tidak abortus anak kucing menderita radang paru-paru Perawatan dan pengobatan Kucing yang terinfeksi oleh Feline Herpes Virus sebaiknya dipisahkan dari kucing yang lain, kurangi stres dan ruangan mempunyai sirkulasi udara yang cukup. Berikan minum dan makanan yang cukup dan Bersihkan kotoran pada hidung dan mata kucing. Obat-obatan yang dapat diberikan adalah: Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi sekunder akibat bakteri. Obat tetes atau salep mata diberikan untuk mengurangi penyakit pada mata Dekongestan diberikan untuk mengurangi lendir berlebihan pada saluran pernafasan Pemberian Lysin dapat mengganggu perkembangbiakan (replikasi virus) dan dapat meningkatkan nafsu makan serta mempercepat kesembuhan. Pencegahan Pencegahan Feline viral rhinotracheitis dapat dilakukan dengan memberikan vaksin FHV-1. Pada anak kucing Kitten sebaiknya divaksinasi pada umur 6-12 minggu, kemudian diulang pada umur 12minggu, setelah itu baru diulang setiap tahun. 2. LEPTOSPIROSIS PADA ANJING

Nama lain: Tifus anjing, Penyakit Stuttgart, Ikterus Menular Etiologi Infeksi biasanya disebabkan oleh virus leptospira dari galur (serovar) canicola atau copenhageni yang merupakan kelompok sera ikterohemoragi. Disamping itu galur Pomona, grippotyphosa dan ballum telah diisolasi dari anjing-anjing di Amerika Serikat. Infeksi karena canicola atau copenhageni diketahui menyerang banyak populasi anjing. Galur copenhageni sering menyababkan leptospirosis tipe hemoragi dan ikterus. Tikus coklat merupakan reservoir utama copenhageni di Amerika, sedangkan anjing menjadi reservoir untuk galur canicola. Gejala Klinis Masa inkubasi 5-15 hari dan anjing terserang bisa dari berbagai tingkatan umur. Pada penyakit yang mendadak gejala yang terlihat adalah kelesuan, anoreksia, muntah, demam 39,5-40,5 C dan disertai konjungtivitis ringan. Dalam beberapa hari berikutnya suhu turun dengan tajam, hewan menjadi depresi, sulit bernafas dan kehausan. Pada kebanyakan anjing, ikterus (kekuningan) dengan berbagai tingkatan menjadi tanda awal dari penyakit. Anjing yang menderita lebih parah akan memperlihatkan depresi yang dalam dan tremor otot disertai suhu tubuh menurun perlahan sampai mencapai suhu 36 C, muntah dan berak berdarah (gastroenteritis hemoragi), nefritis akut, mata cekok dan pembuluh darah konjungtiva penuh terisi darah. Kematian biasanya disebabkan oleh kegagalan ginjal dan umumnya terjadi 5-10 hari setelah kemunculan penyakit. Mortalitas mencapai 10 %. Kasus kronis mengkibatkan nefritis interstitial dengan tingkatan yang berbeda-beda.

Diagnosa Diagnosa penyakit didasarkan pada gejala klinis dan temuan-temuan nekropsi, histologist dan pemeriksaan serologis. Pencegahan dan Pengobatan Untuk mengurangi kemungkinan tertular leptospira pemilik hewan disarankan melakukan pengendalian terhadap rodensia dan selalu mengikat anjingnya, dikandangkan dan melakukan vaksinasi setiap 6-8 bulan untuk memberikan titer protektif kepada anjing-anjing yang beresiko tinggi seperti anjing berburu, anjing pemacek dan anjing untuk pertunjukan. Anjing yang sring kontak dengan satwa liar divaksinasi dengan bakterin yang mengandung antigen grippotyphosa dan Pomona. Pengobatan dengan antibiotik untuk infeksi akut seperti tetrasiklin, doxycyclin dan streptomisin. Doxycyclin lebih baik digunakan dibandingkan dengan tetrasiklin pada pasien yang menderita nefritis akut. Dehidrasi dan asidosis diterapi engan memberikan larutan laktat 0,17 M diberikan sendiri-sendiri atau bersama dengan larutan dextrose dan vitamin B dosis tinggi. 3. CANINE PARVOVIRUS PADA ANJING

Canine parvovirus merupakan penyakit yang penting pada anjing karena menyebabkan kematian yang tinggi pada populasi dan menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup tinggi terutama pada penangkaran dan peternakan anjing komersial.

Etiologi Penyakit ini disebabkan oleh Canine Parvovirus (CPV), termasuk dalam keluarga Parvoviridae. CPV merupakan virus menular tanpa amplop, memiliki asam nukleat berantai tunggal, polarisasi positif dan berdiameter 20-28 nm. Patogenesa Penularan penyakit biasanya melalui dua jalur utama yaitu mulut-anus dan sawar plasenta. Setelah mengalami replikasi di beberapa organ limfoid primer seperti thymus dan tompok Payer, virus selanjutnya menyebar ke berbagai organ tubuh melalui peredaran darah, misalnya tonsil dan usus halus dengan derajat keparahan yang hebat pada organ-organ limfoid. Pada percobaan laboratorium, viremia dapat dideteksi pada hari ke-1 dan ke-2 pascainfeksi diikuti oleh viremia hari ke-3 sampai ke-5 pascainfeksi. Ekskresi virus umumnya dimulai pada hari ke-3 pascainfeksi disertai dengan kemunculan antibodi pada hari ke-4 dan mencapai konsentrasi maksimum pada hari ke-7 pascainfeksi. Peningkatan antibodi serum memiliki dampak yang sangat besar terhadap pengurangan ekskresi virus dan pemulihan kesehatan individu. Epidemiologi Distribusi Geografis Infeksi CFV pada anjing ditemukan di banyak Negara di dunia, sejak kejadian wabah di Australia dan Amerika Serikat pada pertengahan tahun 1978. Cara Penularan Penularan melalui jalur mulut-anus adalah yang paling umum, yang mungkin merupakan hasil dari kontak dengan bahan tercemar seperti kandang, pakaian, tinja dan tanah. Secara percobaan infeksi juga dapat dihasilkan melalui mulut, intubasi, lubang hidung, pembuluh darah dan intra-uterine. Morbiditas dan Mortalitas Morbiditas CPV enteritis umumnya tinggi namun mortalitasnya rendah. Pada anjing-anjing muda mortalitasnya 10-12 % atau dapat mencapai 50 %. Pada anjing dewasa 1-2 %. Pada CPV miokarditis yang pada awal kemunculannya mencapai 50 %, penurunan angka mortalitas dan morbiditas dari CPV miokarditis disebabkan oleh tingginya titer antibodi pada hewan bunting yang mungkin mencegah mereka dari infeksi. Semakin banyak induk yang

memiliki titer antibodi tinggi maka semakin sedikit kasus infeksi yang muncul pada anjinganjing muda. Gejala Klinis Gejala klinis yang dapat timbul dari penyakit ini dikenal 2 jenis yaitu enteritis berdarah dan miokarditis nonsupuratif. Kematian mendadak pada anjing berumur di bawah 8 minggu merupakan gejala klinis yang paling sering ditemukan pada kasus miokarditis non supuratif akut. Kegagalan jantung sub akut disertai gangguan pernafasan dan seringkali disertai kematian dalam waktu 24-48 jam dapat terjadi pada anjing berumur diatas 8 minggu. Pada anjing remaja dan dewasa dapat terjadi kegagalan jantung kongestif disertai kerusakan otot jantung. Berdasarkan derajat keparahannya, CPV enteritis dibedakan atas 3 jenis yaitu sedang, akut dan perakut. Mencret dan muntah disertai bau khas dan perdarahan merupakan gejala yang paling sering ditemukan pada anjing penderita. Gejala lainnya berupa lesu, penurunan nafsu makan, leucopenia, demam dan dehidrasi. Pada penderita per akut dapat terjadi kematian segera, sementara pada kasus sedang mungkin terjadi kesembuhan dalam beberapa minggu. Infeksi menyeluruh yang gejalanya serupa dengan sindroma ataksik pada kucing namunkejadiannya sangat jarang. Diagnosa Penyakit ini didiagnosa berdasarkan gejala klinis, patologis, identifikasi virus dan penentuan antibody spesifik. Secara laboratorium, identifikasi virus dilaksanakan melalui pemanfaatan berbagai metode yang ada seperti histopatologi, isolasi virus pada biakan sel, uji hemaglutinasi, pewarna imun, elektronmikroskopi, uji ELISA dan biakan molekuler. Sementara metode serologi yang digunakan untuk mendiagnosa CPV meliputi uji hambatan hemaglutinasi, hemolisis radial, netralisasi, flouresensi, radio imun, fiksasi komplemen dan presipitasi imun serta ELISA. Pencegahan dan Pemberantasan Diare dan muntah secara berlebihan berpengaruh sangat buruk bagi hewan penderita CPV enteritis. Anjing seringkali mati karena dehidrasi. Pemberian larutan garam dan gula faali akan sangat membantu penderita untuk melewati masa kritis yang biasanya berlangsung 2-5 hari. Pemberian vitamin dan gizi yang baik, penempatan pasien pada ruangan yang hangat

dan nyaman serta pemberian antibiotic untuk mengatasi infeksi sekunder sangat dianjurkan. Pencegahan dilakukan melalui desinfeksi alat dan bahan tercemar, perbaikan status gizi dan kesehatan hewan serta pelaksanaan program imunisasi secara teratur. Penggunaan formalin, fenol dan Na-hipoklorit untuk fumigasi atau penyemprotan dapat menekan kasus infeksi baru. 4. CANINE DISTEMPER

Distemper anjing atau canine distemper merupakan penyakit yang sangat menular pada anjing, ditandai dengan kenaikan suhu bifase, leukopenia, radang saluran pencernaan dan pernafasan dan sering diikuti oleh komplikasi berupa gangguan saraf pusat. Etiologi Distemper anjing disebabkan oleh virus RNA Paramyxovirus yang berukuran 150-300m dengan nukleokapsid simetris dan berbungkus lipoprotein. Virus distemper terdiri atas 6 struktur protein yaitu nukleoprotein(N) dan 2 enzim (P dan L) pada nukleokapsidnya,juga membran protein (M) disebelah dalam dan 2 protein lagi (H dan F) pada bungkus lipoprotein sebelah luar. Pembungkus lipoprotein mudah dihancurkan oleh pelarut lemak yang menjadikan virus tidak menular lagi. Semua bangsa dan umur anjing secara universal dapat menderita distemper. Anjing yang menderita distemper akut akan mengeluarkan virus dari ekskresi yang. Sekresi yang keluar dari alat pernafasan merupakan penyebar virus lewat udara yang paling sering terjadi. Virus distemper diluar induk semang tidak stabil dan akan segera mati. Patogenesis

Penularan virus lewat udara (per inhalasi) menyebabkan infeksi ke dalam sel makrofag alat pernafasan. Virus mula-mula akan berkembang di dalam kelenjar getah bening terdekat. Dalam waktu 1 minggu virus menjalani replikasi dan menyebabkan viremia, yang selanjutnya virus tersebar ke berbagai organ limfoid,sumsum tulang dan lamina propria dari epitel. Apabila respon jaringan retikuloendotelial bagus,segera terbentuk antibodi yang cukup dan virus akan dinetralisasi hingga tubuh bebas dari virus. Sebaliknya kalau antibodi tidak terbentuk, virus menyebar cepat. Suhu tubuh saat itu akan naik , anoreksi, depresi dan sel-sel kelenjar di saluran pernafasan dan mata menghasilkan sekretnya secara berlebihan. Batuk, dispnoea, disertai suara cairan dari paru-paru segera terjadi. Rusaknya epitel saluran pencernaan menyrbabkan diare, muntah dan nafsu makan tertekan. Gejala klinis Gejala klinis distemper sangat bervariasi baik dalam durasinya maupum keseriusannya. Kenaikan suhu terjdi pada hari 1-3, diikuti penurunan selama beberapa hari kemudian naik lagi selama 1 minggu atau lebih. Saat awal kejadian segera akan diikuti dengan leukopenia dan limfopenia. Selanjutnya terjadi netrofilia selama beberapa minggu. Gangguan pada saluran pernafasan berupa keluarnya leleran hidung kental, mukopurulen dan leleran mata yang menigkat (epifora) yang lama-lama juga bersifat mukopurulen . Anjing akan tampak lesu, depresi, batuk-batuk, anoreksi dan mungkin diikuti diare dengan tinja yang berbau busuk. Telapak kaki akan mengeras krena kekurangan cairan (hardpad disease). Anjing yang terserang menunjukkan bau yang khas. Gejala dehidrasi sangat menonjol dan mungkin penderita mengalamimkematian dan gagal ginjal akibat dehidrasi yang sangat. Penyakit ini lama kelamaan daoat menyerang bagian saraf dan gejalanya berlangsung selama beberapa minggu atau bulan. Anjing tidak mampu mengontrol mikturisi (pengeluaran kemih). Pada stadium terminal, moribund, terlihat adanya kejang dengan bola mata mengalami nystagmus. Diagnosa

Diagnosa didasarkan pada anamnesa,gejala klinis yang ditemukan dan pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan darah, PCR, immunofluororesensi, isolasi virus, analisa ciran serebrospinal, serologi dan tes ELISA untuk antibodi spesifik distemper. Diagnosa banding - infeksi Adenovirus 2 - infeksi Bordetella broncoseptica - mikoplasma - toxoplasmosis - koksidiosis - cacingan - hepatitis virus Prognosa Pada infeksi ringan, terutama pada anjing yang telah divaksin, prognosanya baik,sedang lainnya meragukan sampai infausta. Terapi dan Pencegahan 1. Antibiotik Pemberian antibiotik dimaksudkan untuk mengatasi teerjadinya infeksi sekunder. Antibiotik yang digunakan adalah antibiotik dengan broad spectrum. 2. Terapi cairan dan elektrolit Untuk mengganti cairan yang hilang dan mengatasi dehidrasi akibat diare atau muntah. 3. Obat-obat sedativa dan anti konvulsi

Sedativa dan anti konvulsi di berikan bila anjing meninjukkan gejala sarafi. 4. Selain itu pemberian vitamin C dan dietil ether bermanfaat dalam pengobatan distemper. Pemberian Dexamethasone dilaporkan memberikan sejumlah manfaat dalam mengobati anjing pasca distemper yang disertai gejala-gejala syaraf pemberian vaksin distemper MLV (modified live virus) secara intravena memberikan hasil yang baik. 5. Vaksinasi. Vaksin dengan vaksin hidup dapat memberikan imunitas yang cukup dan berdurasi lama asalkan prosedur penggunaan tersebut dipatuhi,misalnya berapa kali harus diulang sebelum vaksinasi booster tahunan. Untuk pencegahan dilakukan vaksinasi dengan vaksin MLV. Dosis tunggal vaksin distemper MLV memberikan kekebalan anjing-anjing yang tidak memiliki zat kebal terhadap distemper dan peka terhadap penyakit ini. Dengan vaksinasi sekitar 50 % anak anjing bisa dikebalkan terhadap distemper saat berumur 6 minggu, sekitar 75 % saat berumur 9 minggu dan lebih dari 95 % di atas usia 13 minggu. Vaksinasi diberikan pada anjing saat berumur 5-7 minggu diikuti pemberian vaksin dengan selang pemberian 3-4 minggu hingga berumur 14 minggu dan vaksin ulangan setiap tahun. Jadwal seperti demikian akan memberikan kekebalan anjing terhadap distemper dan titer kebal akan bertahan lama setelah terjadinya tanggapan terhadap vaksinasi ulangan (booster). 6. Memberikan gizi yang baik dan penar agar nutrisi yang diperlukan anjing dapat terpenuhi. Dengan terpenuhinya nutrisi maka kondisi tubuh dapat terjaga dan tidak mudah terserang penyakit. 5. Ascariasis (Penyakit Cacing Ascaris) Ascariasis atau penyakit cacing bulat banyak menyerang anak anjing terutama yang berumur 1 sampai 5 bulan. Hamper semua anak anjing terserang cacing Ascaris. Akibat serangan cacing ini tergantung besar kecilnya jumlah cacing yang menyerang dan menimbulkan gejala nyata. Pada anjing dewasa agak lebih tahan terhadap penyakit cacingan. Pada anak anjing yang menderita batuk-batuk, telah diobati tetapi tidak sembuh-sembuh maka perlu dicurigai terserang cacingan karena terdapat larva pada paruparunya. Hamper 80% pemeriksaan kotoran anak anjing mengandung telur cacing Ascaris.

Etiologi Penyakit ini disebabkan oleh cacing yang termasuk dalam golongan Toxocara. Cara Penularan Penularan biasanya melalui telur cacing yang tanpa sengaja tertelan karena telur cacing mencemari tempat makanan dan minuman, kandang dan lain-lain. Penularan juga dapat melalui induk semasa dalam masa kebuntingan, dan pada waktu anak lahir sudah tertular cacingan. Proses penularan pertama kali melalui telur tertelan, kemudian telur menetas dalam perut. Cacing ini berusaha menembus dinding usus lalu masuk ke dalam saluran darah dan mengikuti aliran darah sampai di hati. Di hati cacing ini berusaha menembus hati dan berusaha mencapai paru-paru, melalui aliran darah paru-paru memecah pembuluh darah kapiler kemudian masuk sampai ke kantung udara paru-paru. Cacing ini terus melanjutkan perjalanannya ke saluran pernafasan atas mencapai kerongkongan dan akhirnya tertelan kembali masuk ke perut dan menjadi dewasa di dalam usus. Dalam usus cacing ini berkembang biak dan juga menimbulkan gangguan pada usus. Parah tidaknya gangguan penyakit tersebut tergantung dari banyak tidaknya cacing yang terdapat dalam usus tersebut. Makin banyak cacing dalam perut makin parah gangguannya. Gejala Klinis Pada anak anjing mula-mula terlihat gejala perut membesar meskipun tidak banyak makan, anjing terlihat kurang enak pada bagian perutnya, merengek-rengek, dan pada waktu berdiri posisi kaki belakang agak melebar untuk menahan rasa sakit pada bagian perutnya. Anjing tampak anemia, lemah, gelisah, anak anjing tidak mau menyusui induknya, bulu kusam, mata berair, nafas terengah-engah, sesak nafas, kadang-kadang diikuti dengan mencret dan muntah-muntah. Kematian anak anjing biasanya dipercepat dengan adanya infeksi sekunder sehingga terjadi radang paru-paru (pneumonia). Pada anjing dewasa hanya terjadi gejala ringan yaitu pertumbuhan terhambat, bulu kusam dan berdiri, mata berair, lesu, nafsu makan turun, bila makan hanya memilih dagingnya saja, bahkan pada yang berat makanan hanya dijilat kemudian ditinggal pergi. Apabila anak-anak anjing yang masih menyusu satu per satu mati tanpa menunjukkan gejala klinis, kecuali perut agak besar dan lemas harus curiga kematiannya disebabkan oleh cacing Ascaris ini.

Pencegahan Sanitasi kandang harus ketat terutama pada anak anjing. Kotoran anak anjing harus segera dibuang, jangan dibiarkan tertinggal di dalam kandang. Kandang sebaiknya di desinfeksi seminggu sekali. Hal ini dapat menolong mengurangi cacingan pada anak anjing. Pada anak anjing sebaiknya alas kandang dilapisi dengan Koran sehingga bila anak anjing buang kotoran, kotoran tersebut dapat segera dibuang dan digantikan dengan Koran yang baru. Hal yang penting diperhatikan adalah pemberian obat cacing terutama pada anak anjing lepas sapih. Anjing dewasa yang akan dikawinkan sebaiknya diberi obat cacing dan sesudah beranak dapat diberikan ulangan obat cacing. Untuk pencegahan perlu diberikan vitamin dan makanan yang bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh agar tidak mudah terserang cacingan. Pengobatan Pada anak anjing dapat diberikan obat cacing mulai umur 1 bulan, kemudian diulang sebulan sekali. Anjing dewasa sebaiknya diberikan obat cacing tiap 2 bulan sekali. Pada anak anjing ataupun anjing dewasa yang terinfeksi, perlu diperhatikan infeksi ikutan dari cacingan. Terapi didasarkan pada gejala klinis yang muncul, apabila diare diusahakan memberikan antidiare disertai terapi suportif untuk meningkatkan daya tahan dan mengembalikan kondisi tubuh, misalnya dengan pemberian vitamin atau pemberian terapi cairan (infus). 6. Epistasis Mimisan disebut juga epistaksis, merupakan keluarnya darah dari rongga hidung. Epistaksis merupakan gejala dari penyakit, dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya: Tumor Kerusakan mukosa hidung Luka pada mukosa hidung Tertusuk benda asing (pagar, kawat atau paku) Parasit :lintah (Lymnea serrata), parasit darah (Erlichia canis) Racun tikus Kelainan pembekuan darah Anjing-anjing bradiocephali (pug, peking, bulldog) mudah mengalami epistaksis apabila terlalu lama berjemur atau exercise. Gejala yang tampak

Perdarahan dari rongga hidung baik salah satu atau keduanya. Darah yang keluar berupa darah segar DIAGNOSA Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan lainnya yang dilakukan untuk memperkuat diagnosis epistaksis: - Pemeriksaan darah tepi lengkap - Fungsi hemostatis - Tes fungsi hati dan ginjal - Pemeriksaan foto hidung, sinus paranasal dan nasofaring 7. PNEUMONIA

Pneumonia merupakan suatu keradangan dari parenkimal paru-paru yang biasanya diikuti dengan keradangan bronkhiolus dan pleura (Nelson & Couto, 1998). Secara patologis radang paru-paru banyak ditemukan bersamaan dengan kasus radang bronchus, hingga terjadi bronchopneumonia. Apabila bronchitisnya tidak berat dalam pemeriksaan klinis gejala-gejala radang bronchus tersebut terselubung oleh gejala-gejala radang paru-paru (Subronto, 1995). Kennel Cough atau Canine Infectious Tracheobronchitis adalah salah satu penyakit saluran pernafasan atas pada anjing yang biasa terjadi pada anjing muda. Gejala batuk ini terdengar seperti anjing berusaha mengeluarkan sesuatu yang tersangkut di tenggorokannya. Anjing yang terserang penyakit ini akan batuk setiap beberapa menit selama sehari penuh. Pada beberapa kejadian kadang tidak diikuti dengan perubahan status kesehatan anjing, suhu tubuh tidak meningkat dan kadang nafsu makan tetap bagus. Agen penyebab Infectious Tracheobronchitis ada beberapa macam, yang paling sering disebabkan oleh Virus Parainfluenza, Bordetella Bronchiseptica, dan Mycoplasma. Canine Adenovirus tipe II, reovirus, dan canine herpes virus juga pernah disebutkan sebagai agen penyebab penyakit ini. Virus penyebab Infectious Tracheobronchitis yang paling sering

menginfeksi adalah parainfluenza virus. Virus ini akan menyebabkan gejala ringan hingga 6 hari sampai adanya infeksi sekunder oleh bakteri. Untuk menghindari infeksi virus ini bisa dilakukan dengan vaksinasi. Bakteri penyebab yang paling sering diisolasi dari anjing yang terserang penyakit ini adalah Bordetella bronchiseptica. Gejala klinis dari infeksi ini terjadi 214 hari setelah masuknya bakteri dalam tubuh. Jika tidak ada infeksi dari agen lain, gejala klinis akan hilang pada hari ke-10. Namun setelah infeksi teratasi, anjing penderita akan berusaha mengeluarkan bakteri yang keluar melalui dahaknya dalam waktu 6-14 minggu dan di masa inilah biasanya akan memudahkan anjing lain tertular. Parainfluenza dan Bordetella sering menginfeksi bersamaan pada kasus infectious tracheobronchitis, yang akan menimbulkan batuk yang akan sembuh dengan sendirinya dalam 14-20 hari ETIOLOGI Radang paru-paru dapat disebabkan oleh berbagai agen etiologi. Faktor lingkungan dan cara pemeliharan hewan seperti tempat yang lembab, ventilasi udara yang jelek dan anak-anak yang tidak mendapatkan cukup kolostrum merupakan faktor yang mendukung terjadinya radang paru-paru (Subronto, 1995). Pneumonia secara umum dibagi berdasarkan penyebabnya: a. Pneumonia karena fungal, biasanya jamur Coccidioidomycosis immitis, Cryptococcus neoformans atau fungi lain yang sebagian sulit untuk diobati. b. Pneumonia karena virus (biasanya merupakan akibat dari virus distemper pada anjing atau komplikasi infeksi saluran pernafasan bagian atas pada kucing). c. Pneumonia karena parasit, secara langsung oleh cacing paru-paru atau dari migrasi cacing ke paru-paru. d. Pneumonia karena bakterial. Banyak bakteri yang menginfeksi paru-paru. Bakteri yang umum dapat diisolasi dari kasus infeksi bakteri anjing dan kucing adalah: Pasteurella spp, Klebsiella spp, Sterptococcus spp, Bordetella bronchiseptica, dll. e. Pneumonia karena alergi, akibat dari masuknya benda asing oleh sel radang pada kejadian infeksi (Brooks, 2006). f. Organisme anaerobic dapat pula berperan dalam infeksi campuran, khususnya pada hewan yang menderita pneumonia aspirasi dengan pengerasan lobus paru-paru.

Micoplasma dapat pula diisolasi dari anjing dan kucing yang menderita pneumonia tapi patogeneisnya belum diketahui (Nelson & Couto, 1998). PATOGENESIS Pada umumnya radang paru-paru yang disebabkan oleh agen fisis maupun kimiawi terjadi secara inhalasi, sedang derajat radang yang ditimbulkan tergantung pada luas bagian organ yang terkena, sifat fisis dan kimiawi penyebabnya, maupun jumlah agen yang terserap (Subronto, 1995). Pada kasus pneumonia yang disebabkan bakteri, bakteri akan berkolonisasi pada jalan nafas, alveolus atau jaringan interstitial. Infeksi yang terbatas pada saluran nafas dan jaringan peribronchial disebut infeksi bakterial bronchitis, namun ketika ketiga jaringan tersebut yang terinfeksi maka penyakit tersebut yang disebut infeksi bakterial bronchopneumonia. Bakteri yang masuk melalui jalan nafas yang akan menyebabkan bronchopneumonia, umumnya menginfeksi pada daerah lobus kranial dibanding daerah lobus ventral. Sedangkan bakteri yang masuk melalui rute hematogenus, umumnya menyebabkan pneumonia pada daerah kaudal lobus yang merupakan pola yang difus dan terkait jaringan interstitial (Nelson and Couto, 1998). GEJALA KLINIS Pada awalnya radang paru-paru akan didahului dengan gejala hiperemia pulmonum, yang selanjutnya akan diikuti dengan gejala dispnoe, respirasi yang bersifat frekuen serta bersifat abdominal. Gejala respirasi yang terlihat antara lain batuk yang mula-mula bersifat kering dan lama kelamaan akan berubah menjadi basah dan pendek-pendek. Adanya leleran hidung yang baru dapat diamati setelah proses berlangsung beberapa hari. Suhu tubuh pada keadaan akut akan meningkat, namun tidak semua radang paru-paru akan diikuti dengan kenaikan suhu tubuh. Dapat terjadi dehidrasi yang tercermin dari penurunan turgor kulit dan juga keringnya cermin hidung.. Tanda gejala sistemik meliputi lethargi, anoreksia, dan kekurusan. Pada pemeriksaan auskultasi daerah paru-paru akan terdengar berbagai suara abnormal, suara ronchi dan respirasi yang terengah-engah dapat ditemukan (Nelson and Couto, 1998; Subronto, 1995). DIAGNOSA Pneumonia didiagnosa berdasarkan gejala klinis, Complete Blood Count (CBC), pemeriksaan radiologi thorak. Penentuan diagnosa didasarkan atas gejala-gejala, dilengkapi dengan pemeriksaan secara auskultasi, perkusi dan rontgen. Pneumonia yang disebabkan

karena bakteri menunjukkan leukositosis neutrofilia disertasi left shift, analisis dari cairan trakhea dan isolasi mikrobiologi (Subronto, 1995). TERAPI Pengobatan ditujukan untuk meniadakan penyebab radang karena infeksi kuman perlu diberikan antibiotik, antimikrobial, sulfonamid yang diberikan sedikitnya selama tiga hari berturut-turut. bronchodilatator digunakan untuk hewan yang mengalami kesulitan bernafas. Obat-obat yang sifatnya mendukung misalnya ekspektotansia dan kardio-analeptika (Subronto, 1995). AMOXYCILLIN Amoksisillin merupakan antibiotik spektrum luas. Antibiotik ini bersifat bakteriosidal dengan mekanisme kerja menghambat sintesis dinding sel bakteri yaitu menghambat transpeptidasi rangkaian reaksi sel bakteri kemudian terjadi lisis dinding sel akibat tekanan osmotik dalam sel bakteri lebih tinggi. Efektif melawan Hemophilus, E. Coli, Proteus, Shigella, Salmonella, Streptococcus faecalis, S. Pyogenes, S. Viridans, dan Clostridium perferingens (Rossof, 1994). Absorpsi amoksisillin di saluran cerna lebih baik daripada ampisillin. Penyerapan ampisillin terhambat oleh adanya makanan dalam lambung, sedangkan amoksisillin tidak. Absorpsi amoksisillin secara peroral sekitar 65-78% sedangkan pada ampicillin hanya 49%. Kadar puncak dalam plasma 6,75 g/ml dengan waktu paruh eliminasi sekitar 1-1 jam. Sekitar 20% obat ini terikat pada protein plasma (Ganiswarna, 2001). DELLADRYL Setiap 1 ml Delladryl mengandung Diphenhidramin HCL 10 mg. Diphenhidramin HCL merupakan antihistamin (AH1). Diphenhidramin HCL bekerja secara kompetitif dengan menghambat interaksi histamin dengan reseptor histamin H1. Selain sebagai antihistamin juga mempunyai efek sedativa, antikolinergik, antitusif dan antiemetika (Plumb, 1999). Penggunaan Delladryl akan menghambat efek histamin pada pembuluh darah, macam-macam otot polos, permeabilitas kapiler, reaksi anafilaksis dan alergi serta kelenjar eksokrin. Lama kerja AH1 setelah pemberian dosis tunggal kira-kira 4-6 jam (Ganiswarna, 2001). Metabolismenya terjadi di hepar dan kemudian akan diekskresikan lewat urin. Efek samping penggunaannya meliputi depresi SPP berupa letargi/somnolen, mulut kering, retensi urin, performa kerja terganggu, diare, vomitus, dan anoreksia (Plumb, 1999).

Diphenhidramine HCL lebih poten daripada antazoline, onset kerja cepat, dan durasi aksinya lebih lama. Dosis pada hewan kecil adalah 1 mg/kg (Brander et al, 1991). KALVIDOG Kalvidog merupakan tablet multivitamin dan mineral untuk menjaga kesehatan tubuh anjing.Yang terkandung dalam vitamin ini ialah vitamin A, vitamin D, vitamin E,: tiamin (vitamin B1), riboflavin (vitamin B2), asam nikotinat (niasin), piridoksin (vitamin B6), asam pantotenat, asam folat dan sianokobalamin (vitamin B12), kalsiun, fosfor, magnesium, zat besi, zat tembaga, D-sorbitol dan omega-6. Vitamin A penting untuk pertumbuhan epitel (fungsi pertumbuhan), melindungi mukosa dari keratinisasi (fungsi pelidung epitel), menigkatkan daya tahan mukosa terhadap infeksi dengan menutup epitel (Fungsi anti infeksi), merupakan komponen rodopsin untuk proses melihat. Vitamin D membantu absorbsi ion kalsium dari usus, meningkatkan reabsorpsi ion kalsium dalam ginjal dan dengan demikian meninggikan kadar kalsium dalam darah. Vitamin E bekerja pada metabolisme antara pada proses oksidasi-reduksi dan sebagai penangkap radikal, menghambat pembentukan peroksida oleh asam lemak tak jenuh tinggi pada lipid membran serta menghambat oksidasi zat tubuh lainnya. Thiamin HCl mempunyai peranan penting dalam metabolisme saraf, sangat efektif terhadap defisiensi yang berhubungan dengan gangguan sistem susunan saraf, disamping pada defisiensi, tiamin juga dipergunakan pada neuralgia. Pyridoksin HCl adalah ko-enzim yang terlibat dalam proses metabolisme protein dan asam-asam amino, antara lain pada pengubahan triptofan menjadi serotonin. Juga mempunyai peranan agak ringan pada metabolisme karbohidrat dan lemak, sangat efektif untuk pengobatan hyperemis pada waktu kehamilan, gagguan pada susunan saraf pusat serta gangguan pada kulit.Cyanokobalamine memegang peranan penting pada pembentukan asam inti (nukleat) DNA dan RNA serta pembelahan sel. Maka kekurangan vitamin ini pertamatama nyata pada sistem pembentukan sel-sel darah (hemapoesis), yaitu sebagai anemi megaloblaster dengan kelainan-kelainan di saluran pencernaan, mempunyai khasiat anabolik dan merupakan faktor intrinsik yang aktif dalam pembentukan haemoglobin. Niasin memegang peranan penting dalam mencegah penyakit pelagra atau penyakit lidah hitam pada hewan. Dalam tubuh asam pantotenat membentuk ko-enzim A yang sangat penting dalam metabolisme (Brander, 1991; Plumb, 1998).

TRIVEXAN Trivexan tablet 250 mg mengandung 2 jenis antelmentik dalam satu kemasan yaitu Mebendazole 150 mg dan Pyrantel pamoate 100 mg. Obat ini efektif untuk pengobatan Oxyuriasis, Ascariasis, Ancylostomiasis, Trichuriasis, Strongyloidiasis dan Taeniasis. Mebendazole merupakan anthelmentik yang paling luas spektrumnya. Mebendazole berbentuk bubuk putih kekuningan, tidak larut air. Efek Mebendazole akan menyebabkan kerusakan struktur subseluler dan menghambat sekresi asetilkolinesterase cacing. Obat ini menghambat uptake glukosa secara irreversible sehingga terjadi pengosongan glikogen pada cacing dan mati perlahan-lahan. Mebendazole tidak menyebabkan efek toksik sistemik karena absorbsi di usus yang buruk,sehingga aman diberikan pada penderita anemia dan dehidrasi (Ganiswara, 1995). Dosis yang digunakan 22 mg/kg BB (Bradley,1982). 8. Rhinotracheitis

Rhinotracheitis dikenal juga sebagai penyakit bersin atau Feline Viral Rhinotracheitis (FVR) adalah penyakit akut pada bagian muka jalan respirasi kucing. Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia di mana ada kucing dipelihara. Etiologi Penyakit bersin kucing ini disebabkan oleh Herpesvirus golongan A. Virus ini termasuk virus DNA beruntai ganda, bersimetri ikosahedral dan mempunyai selubung protein. Cara Penularan Feline Viral Rhinotracheitis (FVR) baru dikenal sebagai penyakit sendiri sewaktu banyak kucing dipelihara bersama. Infeksi diduga terjadi per inhalasi. Virus bereplikasi dalam epitel jalan hawa muka, konjunktivita dan mengakibatkan nekrosa lokal. Pengeluaran virus terjadi

antara lain melalui sekret hidung, konjunktivita dan urin. Penularan dapat berjangkit dalam satu koloni kucing secara laten. Hewan yang sembuh masih dapat peka lagi terhadap infeksi virus ini. Perubahan lingkungan diduga dapat mengaktifkan infeksi. Kucing dapat ditulari lewat berbagai jalan antara lain intranasal dan per vaginam. Gejala Klinis Masa inkubasi berlangsung antara 2-5 hari. Semua umur kucing peka terhadap infeksi virus ini dan kucing berumur muda biasanya berjalan lebih parah. Pada sebagian kasus penyakit khususnya kucing yang lebih tua lebih ringan. Gejala klinis pertama ialah bersin dan hipersalivasi, kemudian terlihat produksi air mata berlebihan. Terjadi laryngitis, faryngitis dan tracheitis yang menyebabkan kucing batuk-batuk. Selaput lender hidung dan kerongkongan kelihatan terlalu merah diikuti membengkaknya tonsil. Sekali-kali terlihat oedema menyolok pada membrana niktitans. Demam dapat mencapai suhu di atas 40 C, kucing memperlihatkan depresi dan tidak mau makan dan minum. Pada kucing muda yang sesudah lahir langsung diinfeksi (secara intrauterine) maka infeksi dapat bergeneralisasi dan kucing mati dalam beberapa hari. adanya infeksi sekunder seperti Pasteurellosis dapat mempercepat kematian. Diagnosa Diagnosa didasarkan atas pemeriksaan klinis, pemeriksaan histopatologi dan pemeriksaan laboratorium. FVR tidak dapat dibedakan dari keadaan menular pada jalan pernafasan yang disebabkan oleh calicivirus. Keduanya berlangsung dengan bersin, batuk-batuk, dan pengeluaran eksudat. Diagnosa Banding Infeksi Calicivirus dan Panlekopenia merupakan dua penyakit yang dapat dijadikan diagnosa banding. Pada Panlekopenia gejala yang terlihat adalah gejala-gejala dari traktus digestivus, muntah-muntah dan diare. Pada Panlekopenia ditemukan lekopeni yang parah sedangkan pada FVR sekali-kali ditemukan lekositosis. Pada infeksi Calicivirus maka rhinitis biasanya bersifat mucus dan jarang berubah menjadi purulen. Diferensiasi secara virologist dapat dilakukan. Pencegahan

Untuk mencegah penyakit ini dapat dilakukan vaksinasi terhadap kucing. Vaksinasi dilakukan secara intranasal atau intramuskuler pada umur 9-12 minggu. Vaksin FVR dapat dikombinasikan dengan pemberian vaksin untuk melawan infeksi Calicivirus. 9. Peritonitis Menular Peritonitis menular atau Feline Infectious Peritonitis (FIP) dalam bentuk klasik adalah penyakit yang berjalan progresif dan umumnya fatal pada kucing. Umumnya pada kucing ditandai dengan peritonitis yang bersifat sero-fibrinosa atau dalam rongga perut tertimbun cairan yang banyaknya bervariasi dan mengandung banyak fibrin. Penyakit ini baru dikenal dalam tahun 1960-an dan pertama kali di temukan di Amerika Serikat. Dalam tahun-tahun berikutnya penyakit ini ditemukan di banyak negara Eropa. Etiologi Penyakit ini disebabkan oleh virus yang tergolong dalam family Coronaviridae. Virus ini berbentuk pleomorfik dan berdiameter 100 nm. Virus FIP erat hubungannya dengan coronavirus anjing dan coronavirus 229E pada manusia. Cara penularan Infeksi virus FIP hanya ditemukan pada kucing dan umumnya ditemukan secara sporadik. Mengenai cara infeksi terjadi sesungguhnya belum jelas. Virus ditemukan dalam darah dan eksudat kucing sakit. Sebagian besar infeksi berlangsung secara subklinis. Pada kucing yang terinfeksi ditemukan antibodi spesifik dengan titer tinggi, disamping itu kucing memperlihatkan hipergammaglobulinemia. Pada penyakit ini mungkin kompleks antigen-antibodi dan komplemen memegang peranan. Gejala Klinis Mungkin sekali waktu inkubasi pada infeksi alami berlangsung beberapa bulan. Sesudah infeksi secara eksperimental waktu inkubasi biasanya lebih pendek. Penyakit mulai dengan gejala-gejala tidak khas, kehilangan nafsu makan, lesu, suhu tinggi dan kemudian terjadi asites. Palpasi abdomen tidak menimbulkan gejala nyeri walaupun peritonitis telah berkembang. Sekali-kali terjadi pleuritis dengan pembentukan cairan dalam toraks sehingga kucing sesak

nafas. Gejala saraf biasanya terlihat seperti paresis, ataksis, gangguan koordinasi, hiperestesi dan kekejangan. Biasanya kucing mati dalam 1-8 minggu sesudah terlihat gejala-gejala jelas. Diagnosa Diagnosa ditetapkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan histopatologis dan pemeriksaan laboratorium. Pada kasus-kasus klasik, diagnosa tidak sulit. Bila kucing di punksi maka dari ruang abdomen keluar cairan berlendir dan sebagian akan membeku bila kena udara luar. Secara histopatologi ditemukan lesi berbentuk granuloma dan biasanya nekrosa ditemukan pada serosa dan alat-alat tubuh. Pemeriksaan laboratorium dengan tes imunoflouresensi indirek dilakukan untuk

membuktikan adanya antibodi. Pada kucing yang secara klinis kelihatan sehat dapat ditemukan badan-badan penangkis. Titer yang sangat tinggi hanya terlihat pada kucing yang klinis menderita FIP. Diagnos Banding Penggumpalan cairan dalam rongga perut dan dada menimbulkan dugaan mengenai adanya gangguan jantung, tumor, piometra, sobek kandung kencing dan peritonitis oleh infeksi bakteri dan jamur. Kelainan-kelainan pada mata selain pada FIP juga ditemukan pada toksoplasmosis dan leksosis. Gejala saraf ditemukan pada toksoplasmosis, infeksi mikotis, dan ensefalopati bacterial. Pencegahan dan Pengobatan Bila diagnosa FIP sudah ditentukan maka prognosanya sulit. Untuk pencegahan, vaksinasi belum ada. Kucing yang terinfeksi sebaiknya disingkirkan/musnahkan. 9. Infectious Laryngotracheitis (ILT)

Infectious Laryngotracheitis (ILT) merupakan penyakit kontagius pada saluran pernafasan yang dicirikan dengan kesulitan bernafas, menjulurkan leher karena kesulitan bernafas, konjungtivitis, adanya inflamasi yang mengelilingi membran mata. Etiologi Disebabkan oleh Herpes virus, yang mampu hidup 8-10 hari pada leleran, lebih dari 70 hari didalam karkas, kemudian dapat hidup lebih dari 80 hari pada eksudat (trachea atau saluran pernafasan) dalam kondisi alami. Penyakit ini berlangsung selama 2-6 minggu dalam flok, dan lebih lama dibandingkan penyakit respirasi viral yang lainnya. Penyakit ini sangat penting karena: a. Angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi p ada satu flok. b. Menyebabkan kerugian ekonomi. c. Tidak dapat diobati d. Penyakit ini dapat dicegah, tetrapi dapat menimbulkan ayam carier bagi yang sudah pernah terinfeksi. e. Penyakit ini tidak menular pada manusia dan kejadian paling sering terjadi pada ayam. namun dapat pula menginfeksi kalkun, burung unta dan unggas lainnya. Burung liar dapat berperan sebagai carier. Penularan

Virus Infectious Laryngotracheitis (ILT) ditularkan melalui saluran pernafasan dan dapat menular melalui udara secara kontak langsung antar burung misalnya dalam satu kandang. Virus masuk dan menginfeksi burung melalui mata, hidung atau mulut. Mukus dan darah yang mengandung virus dapat keluar melalui batuk dan menyebarkan penyakit. Masa inkubasinya 6-12 hari. Kejadian outbreak dapat dikarenakan lalu lintas unggas, pekerja dan alat-alat kandang, dan kondisi lingkungan yang memungkinkan terjadinya penyebaran. Gejala Klinis a. Dyspnoe b. rinitis c. penurunan produksi telur dan daging d. kadang kadang mengalami pneumonia atau bronkhopneumonia e. mortalitas mencapai 50% Diagnosa Pada penyakit yang akut dicirikan dari gejala klinis dan penemuan darah, mukus, dan eksudat kaseosa pada trachea. Secara mikroskopik ditandai dengan desquamative dan nekrotic tracheitis. Diagnosa mungkin dapat diperkuat dengan ditemukannya inclusion body intramuclear pada epitel trachea, isolasi dan identifikasi virus secara spesifik dengan chicken embryo dan kultur jaringan atau dengan inokulasi pada sinus intraorbital untuk mengetahui imunitasnya. Spesimen dapat pula diinokulasi pada membran chorioallantois pada telur ayam berembrio Pemeriksaan mikroskopiknya pada lesi membran chorioallantois terdapat inclusion body intranuclear. Dapat dibedakan dengan Fowlpox pada lesi trachea dan inclusion bodynya berupa inclusion body intracytoplasmic. Diagnosa dapat pula dilakukan dengan PCR. Diferensial diagnosa a. Infectious Bronchitis b. Newcastle Disease c. Mycoplasmosis d. Avian coryza

Pencegahan a. Meminimalisir kotoran dan debu b. Penggunaan mild expectorants c. Vaksinasi baik secara eye drop, spray maupun lewat air minum.