bab ii tinjauan pustaka 2.1. pakan ternak sumber

26
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ternak Sumber Lignoselulosa Pakan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mendukung perkembangan usaha peternakan di Indonesia. Pemanfaatan pakan menjadi salah satu solusi terbaik guna mengurangi biaya produksi. Disamping itu, pemanfaatan non konvensional maupun konvensional sebagai pakan akan dapat mengurangi dampak negatif dari produk utama itu sendiri. Pakan non konvensional memiliki kandungan nutrient yang cukup tinggi sebagai pakan alternatif, namun pemanfaatan pakan non konvensional sebagai pakan alternatif mempunyai berbagai keterbatasan salah satunya adalah tingkat kecernaan yang rendah akibat tingginya kandungan lignoselulosa yang mengakibatkan kandungan nutrien tidak dapat dimanfaatkan secara optimal (Krause et al., 2003). Lignoselulosa merupakan komponen utama dinding sel tanaman yang sulit untuk didegradasi (Howard et al., 2003). Lignoselulosa pada tanaman terdiri dari senyawa lignin, selulosa dan hemiselulosa yang saling berikatan (Howard et al., 2003; Perez et al., 2002). Eceng gondok dan daun apu merupakan sumber bahan pakan non konvensional yang tumbuh di rawa-rawa, danau, waduk, sungai bahkan di lahan pertanian dengan laju pertumbuhan yang sangat pesat. Mengingat laju pertumbuhannya yang sangat pesat, eceng gondok dan daun apu mempunyai potensi yang cukup tinggi sebagai sumber bahan pakan. Hasil penelitian Rianan dan Bidura (2002) melaporkan bahwa pemanfaatan eceng gondok yang terlalu tinggi akan menurunkan pertambahan bobot badan (PBB) ternak. Adanya

Upload: buikhuong

Post on 21-Jan-2017

242 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ternak Sumber

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pakan Ternak Sumber Lignoselulosa

Pakan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mendukung

perkembangan usaha peternakan di Indonesia. Pemanfaatan pakan menjadi salah

satu solusi terbaik guna mengurangi biaya produksi. Disamping itu, pemanfaatan

non konvensional maupun konvensional sebagai pakan akan dapat mengurangi

dampak negatif dari produk utama itu sendiri. Pakan non konvensional memiliki

kandungan nutrient yang cukup tinggi sebagai pakan alternatif, namun

pemanfaatan pakan non konvensional sebagai pakan alternatif mempunyai

berbagai keterbatasan salah satunya adalah tingkat kecernaan yang rendah akibat

tingginya kandungan lignoselulosa yang mengakibatkan kandungan nutrien tidak

dapat dimanfaatkan secara optimal (Krause et al., 2003). Lignoselulosa

merupakan komponen utama dinding sel tanaman yang sulit untuk didegradasi

(Howard et al., 2003). Lignoselulosa pada tanaman terdiri dari senyawa lignin,

selulosa dan hemiselulosa yang saling berikatan (Howard et al., 2003; Perez et al.,

2002).

Eceng gondok dan daun apu merupakan sumber bahan pakan non

konvensional yang tumbuh di rawa-rawa, danau, waduk, sungai bahkan di lahan

pertanian dengan laju pertumbuhan yang sangat pesat. Mengingat laju

pertumbuhannya yang sangat pesat, eceng gondok dan daun apu mempunyai

potensi yang cukup tinggi sebagai sumber bahan pakan. Hasil penelitian Rianan

dan Bidura (2002) melaporkan bahwa pemanfaatan eceng gondok yang terlalu

tinggi akan menurunkan pertambahan bobot badan (PBB) ternak. Adanya

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ternak Sumber

kandungan serat kasar yang tinggi akan mengakibatkan tingkat kecernaan pakan

menurun serta nutrien yang terkandung tidak dapat dimanfaatkan secara optimal

oleh ternak. Hal ini disinyalir diakibatkan oleh kandungan serat kasar dari enceng

gondok yang tinggi. Ahmed et al. (2012) melaporkan bahwa eceng gondok

memiliki serat kasar yang tinggi dengan komposisi yakni 60% selulosa, 8%

hemiselulosa dan 17% lignin. Hasil penelitian Radjiman et al. (1999) melaporkan

bahwa kandungan nutrien eceng gondok yaitu protein kasar sebesar 13%, lemak

kasar 1%, serat kasar 21,30% dan energi termetabolis 2.096,92 kkal/kg. Hasil

penelitian Sumaryono (2003) melaporkan bahwa daun apu yang bersumber dari

sawah mengandung protein kasar sebesar 14,00%; serat kasar 19,71%; lemak

kasar 1,54%; abu 19,70% dan kandungan energi termetabolisnya 1444,47 kkal/kg.

Meskipun demikian berbagai penelitian telah menunjukkan pemanfaatan serat

oleh ternak menjadi lebih optimal dan mampu meningkatkan kualitas karkas

melalui penurunan kadar kolesterol darah, telur maupun daging melalui aplikasi

teknologi biofermentasi.

Bahan pakan non konvensional yang sering digunakan sebagai pakan

ternak berasal dari limbah pertanian diantaranya adalah jerami padi, jerami

jagung, jerami kacang tanah, jerami kedelai, dan pucuk ubi kayu. Penggunaan

hasil sampingan industri pertanian sebagai bahan pakan lokal yang murah dan

mudah didapat merupakan strategi yang baik untuk menekan biaya pakan, namun

bahan pakan yang berasal dari limbah pertanian atau industri tidak dapat

digunakan sebagai bahan pakan tunggal dalam ransum baik untuk ternak

ruminansia atau non-ruminansia. Disamping itu, terdapat kendala dalam

pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan yaitu kualitas yang rendah dengan

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ternak Sumber

kandungan serat kasar yang tinggi serta kandungan protein dan tingkat kecernaan

yang rendah. Kendala pemanfaatan bahan pakan asal limbah atau hasil sisa

tanaman dsebabkan oleh adanya kandungan berbagai senyawa kimiawi yang

bersifat penghambat (inhibitor).

Disamping itu, bahan pakan non konvensional asal limbah juga dapat

dimanfaatkan sebagai sumber karbon/energi bagi mikroorganisme yang akan

meningkatkan viabilitas dan efektivitas mikroba. Hal ini diakibatkan bahan-bahan

tersebut dapat menyediakan kebutuhan nutrien bagi mikroba pendegradasi serat

maupun probiotik dalam produk suplemen.

2.2. Lignoselulosa Sebagai Faktor Pembatas Pemanfaatan Pakan

Lignoselulosa merupakan komponen utama tanaman yang

menggambarkan jumlah sumber bahan organik yang dapat diperbaharui yang

terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin dan beberapa bahan ekstraktif lain

(Howard et al., 2003). Semua komponen lignoselulosa terdapat pada dinding sel

tanaman. Peres et al. (2002) mengungkapkan bahwa lignin secara kimia berikatan

dengan komponen karbohidrat struktural (selulosa dan/atau hemiselulosa) dan

secara fisik bertindak sebagai penghalang proses perombakan dinding sel bahan

pakan oleh mikroba (Gambar 2.2). Semakin tinggi kandungan lignin dari suatu

bahan pakan semakin sulit bahan pakan tersebut terdegradasi/tercerna (Peres et

al., 2002). Tabel 2.3 menunjukkan kandungan komponen lignoselulosa beberapa

bahan pakan asal limbah pertanian. Pada tabel tersebut tampak bahwa bahan

pakan asal limbah pertanian mengandung lignin yang jauh lebih tinggi daripada

rerumputan/dedaunan, sehingga tingkat kecernaannya juga lebih rendah (Howard

et al., 2003; Toharmat, 2006).

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ternak Sumber

Gambar 2.1. Hubungan antara Lignin, Selulosa dan Hemiselulosa pada Senyawa

Lignoselulosa (Sumber: Boudet et al., 2003)

Gambar 2.2. Jenis Ikatan Antara Lignin dan Polisakarida.

A= Bensil ester, B=Bensil ether, C=Fenil Glikosida (Sumber: Perez et al., 2002)

Lignoselulosa merupakan komponen pembangun dinding sel tanaman

yang terbentuk seiring dengan perkembangan dan umur tanaman (Howard et al.,

2003). Dinding sel tanaman muda terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan pektin.

Perkembangan dan peningkatan umur tanaman akan diikuti dengan terjadi

kristalisasi selulosa dan pengerasan fibril selulosa oleh lignin membentuk suatu

senyawa lignoselulosa yang keras (Howard et al., 2003; Perez et al., 2002).

Susunan dinding sel tanaman terdiri dari lamela tengah (M), dinding

primer (P) serta dinding sekunder (S) yang terbentuk selama pertumbuhan dan

pendewasaan sel yang terdiri dari lamela transisi (S1), dinding sekunder utama

(S2) dan dinding sekunder bagian dalam (S3) (Gambar 2.3). Dinding primer

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ternak Sumber

mempunyai ketebalan 0,1-0,2µm dan mengandung jaringan mikrofibril selulosa

yang mengelilingi dinding sekunder yang relatif lebih tebal (Chahal dan Chahal

1998).

Tabel 2.1. Kandungan senyawa lignoselulosa beberapa bahan pakan

No Bahan Pakan1

Komposisi Lignoselulosa (%)

Selulosa Hemiselulosa Lignin

1 Jerami Padi1;2

32-35 24-25 12-18

2 Sekam Padi3 36 15 19

3 Jerami gandum 30 50 15

4 Tongkol jagung 45 35 15

5 Batang Jagung2;3

15-35 15-35 8-19

6 Jerami Sorgum2 33 18 15

7 Serbuk Gergaji Kayu2 55 14 21

8 Kulit Kacang Tanah 25-30 25-30 30-40

9 Biji Kapas 80-95 5-20 0

10 Bagas Tebu1:2

33,4 30 18,9

11 Bagas Molases2;3

33-40 24-30 25-29

12 Rumput-Rumputan 25-40 25-50 10-15

13 Dedaunan 15-20 80-85 0

14 Eceng Gondok4

60 8 17 Sumber: 1)

Howard et al,(2003),2)Saha (2003), 3)

Chandel et al.(2007), 4)Ahmed (2012)

Selulosa pada setiap lapisan dinding sekunder terbentuk sebagai lembaran

tipis yang tersusun oleh rantai panjang residu ß-D-glukopiranosa yang berikatan

melalui ikatan ß-1,4 glukosida yang disebut serat dasar (elementary fiber).

Sejumlah serat dasar jika terjalin secara lateral akan membentuk mikrofibril.

Mikrofibril mempunyai struktur dan orientasi yang berbeda pada setiap lapisan

dinding sel (Perez et al., 2002). Lapisan dinding sekunder terluar (S1) mempunyai

struktur serat menyilang, lapisan S2 mempunyai mikrofibril yang paralel terhadap

poros lumen dan lapisan S3 mempunyai mikrofibril yang berbentuk heliks.

Mikrofibril dikelilingi oleh hemiselulosa dan lignin. Bagian antara dua dinding sel

disebut lamela tengah (M) dan diisi dengan hemiselulosa dan lignin yang

membentuk ikatan kovalen. Selulosa secara alami terproteksi dari degradasi

dengan adanya hemiselulosa dan lignin (Gambar 2.3).

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ternak Sumber

Gambar 2.3. Konfigurasi Dinding Sel Tanaman (Sumber: Perez et al., 2002)

2.2.1. Komponen Selulosa

Selulosa adalah komponen utama penyusun dinding sel tanaman yang

merupakan polimer linier D-glukosa yang terikat pada ikatan β-1,4 glikosida

(Gambar 2.4). Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel

tanaman dan hampir tidak pernah ditemui dalam keadaan murni di alam,

melainkan berikatan dengan bahan lain, yaitu lignin dan hemiselulosa membentuk

suatu lignoselulosa (Lynd et al., 2002). Carboxy Methyl Cellulose (CMC)

merupakan selulosa murni yang berbentuk amorphous, sehingga aktivitas enzim

selulase pada substrat CMC merupakan aktivitas enzim endo-1,4-β-glukanase

(Meryandini et al., 2009). Kandungan selulosa pada dinding sel tanaman tingkat

tinggi sekitar 35 – 50% dari berat kering tanaman (Perez et al., 2002 ; Lynd et al.,

2002). Selulosa merupakan polimer glukosa dengan ikatan β-1,4 glukosida dalam

rantai lurus. Bangun dasar selulosa berupa suatu selobiosa yaitu dimer dari

glukosa. Rantai panjang selulosa terhubung secara bersama melalui ikatan

hidrogen dan gaya van der waals (Perez et al. 2002). Selulosa mengandung

sekitar 50-90% bagian berkristal dan sisanya bagian amorf (Perez et al., 2002;

Aziz et al., 2002).

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ternak Sumber

Ikatan β-1,4 glukosida pada serat selulosa dapat dipecah menjadi monomer

glukosa dengan hidrolisis asam atau enzimatis. Kesempurnaan pemecahan

selulosa pada saluran pencernaan ternak tergantung pada ketersediaan kompleks

enzim selulase. Saluran pencernaan manusia dan ternak non ruminansia tidak

mempunyai enzim yang mampu memecah ikatan ß-1,4 glukosida sehingga tidak

dapat memanfaatkan selulosa (Perez et al., 2002).

Gambar 2.4. Bangun Dasar Selulosa (Sumber: Perez et al., 2002)

Ternak ruminansia dengan bantuan enzim yang dihasilkan mikroba rumen

dapat memanfaatkan selulosa sebagai sumber energi. Pencernaan selulosa dalam

sel merupakan proses yang kompleks yang meliputi penempelan sel mikroba pada

selulosa, hidrolisis selulosa dan fermentasi yang menghasilkan asam lemak

terbang/Vollatile Fatty Acids/VFA (Arora, 1995).

Efisiensi pemanfaatan selulosa sebagai sumber energi bagi ruminansia

sangat tergantung pada kemampuan ternak untuk memutus ikatan yang

memproteksi selulosa dari serangan enzim selulase. Selulosa dan hemiselulosa

pada lignoselulosa tidak dapat dihidrolisis secara sempurna oleh enzim selulase

dan hemiselulase kecuali lignin yang ada pada bahan pakan limbah tersebut

dilarutkan, dihilangkan atau dilonggarkan terlebih dahulu (Murni et al., 2008;

Perez et al., 2002).

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ternak Sumber

2.2.2. Komponen Hemiselulosa

Hemiselulosa merupakan kelompok polisakarida heterogen dengan berat

molekul rendah yang merupakan polimer dari pentosa (xylosa, arabinosa),

heksosa (mannose, glukosa, galaktosa) dan asam-asam gula (Perez al., 2002;

Saha, 2003). Jumlah hemiselulosa biasanya antara 15-30% dari berat kering bahan

lignoselulosa (Taherzadeh, 1999). Hemiselulosa mengikat lembaran serat selulosa

membentuk mikrofibril yang meningkatkan stabilitas dinding sel. Hemiselulosa

juga berikatan silang dengan lignin membentuk jaringan kompleks lignoselulosa

(lignohemiselulosa) dan memberikan struktur yang kuat (Howard et al., 2003).

Hemiselulosa relatif lebih mudah dihidrolisis dengan asam menjadi

monomer yang mengandung glukosa, mannosa, galaktosa, xilosa, arabinosa dan

4-0 methyl-glukoronik, D-galacturonic dan D-glukoronik (Gambar 2.5). Gula–

gula tersebut terikat oleh ikatan β-1,4 dan β-1,3 glukosida (Perez et al., 2002).

Gambar 2.5. Bangun Molekul Hemiselulosa (Sumber: Perez et al., 2002)

Berbeda dengan selulosa, hemiselulosa bukan polimer homogenous.

Komponen hemiselulosa dari bahan berkayu yang keras sebagian besar terdiri dari

xylan. Sedangkan bahan berkayu yang lunak, komponen hemiselulosanya lebih

banyak mengandung glukomannan (Saha, 2003).

Pada sebagian besar tanaman, xylan merupakan heteropolisakarida dengan

rantai utama homopolimer adalah unit-unit ikatan 1,4-β-D-xylopyranosa.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ternak Sumber

Disamping xylosa, xylan juga mengandung arabinosa, asam glucoronik atau 4-0-

methyl ether, asetat, ferulik dan asam p-coumarin. Sedangkan xylan dari sumber

yang lain, seperti rumput-rumputan, biji-bijian, kayu lunak maupun kayu keras

mempunyai komposisi yang berbeda (Saha, 2003). Xylan dari dedak mengandung

46% xylosa, 44,9% arabinosa, 1,4% glukosa, dan 8,3% asam anhidrouronik

(Shibuya dan Iwasaki, 1985). Arabinoxylan dari gandum mengandung 65.8%

xylosa, 33.5% arabinose, 0,1 % mannose, 0,1 % galaktose, dan 0,3% glucose

(Gruppen et al., 1992). Xylan serat jagung mengandung 48-54%xylosa, 33-35%

arabinosa, 5-11 % galaktosa, dan 3-6% asam glucuronic (Doner dan Hicks, 1997).

2.2.3 Komponen Lignin

Lignin merupakan polimer dengan struktur aromatik yang terbentuk

melalui unit-unit penilpropan (Sjorberg, 2003) yang berhubungan secara bersama

oleh beberapa jenis ikatan yang berbeda (Perez et al., 2002). Lignin sulit

didegradasi karena strukturnya yang kompleks dan heterogen yang berikatan

dengan selulosa dan hemiselulosa dalam jaringan tanaman. Lebih dari 30%

tanaman tersusun atas lignin yang memberikan bentuk yang kokoh dan

memberikan proteksi terhadap serangga dan patogen (Orth et al., 1993). Howard

et al., (2003) maupun Perez et al., (2002) mengungkapkan bahwa lignin

merupakan faktor pembatas utama degradasi lignoselulosa suatu bahan organik.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa lignin juga membentuk ikatan yang kuat dengan

polisakarida yang melindungi polisakarida dari degradasi mikroba dan

membentuk struktur lignoselulosa.

Lignin terutama terkonsentrasi pada lamela tengah dan lapisan S2 dinding

sel yang terbentuk selama proses lignifikasi jaringan tanaman (Chahal dan Chahal

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ternak Sumber

1998; Steffen 2003). Lignin tidak hanya mengeraskan mikrofibril selulosa, tetapi

juga berikatan secara fisik dan kimia dengan hemiselulosa. Lignin terbentuk

melalui polimerasi tiga dimensi derivat dari sinamil alkohol terutama ρ-kumaril,

coniferil dan sinafil alkohol dengan bobot molekul mencapai 11.000 (Gambar 2.6)

(Perez et al. 2002; Rahikainen et al., 2013). Lignin bersifat tahan terhadap

hidrolisis karena adanya ikatan arilalkil dan ikatan eter (Gambar 2.7) (Rahikainen

et al., 2013).

Para Kumaril Alkohol Koniferil Alkohol Sinapil Alkohol Model Kerangka C

Gambar 2.6. Senyawa Penyusun Lignin (Sumber: Perez et al., 2002)

Gambar 2.7. Bangun Struktur Lignin (Sumber: Perez et al., 2002)

Pembentukan lignin terjadi secara intensif setelah proses penebalan

dinding sel terhenti. Pembentukan dimulai dari dinding primer dan dilanjutkan ke

dinding sekunder. Pembatasan fermeabilitas dinding sel tanaman terjadi akibat

adanya efek kimia dan fisik yang dihasilkan oleh lignin. Efek kimia, yaitu adanya

hubungan lignin-karbohidrat serta asetilisasi hemiselulosa. Efek fisik terjadi

akibat Lignin membungkus mikrofibril dalam suatu matriks hidrofobik dan terikat

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ternak Sumber

secara kovalen dengan hemiselulosa. Hubungan antara lignin-karbohidrat tersebut

berperan dalam mencegah hidrolisis polimer selulosa (Rahikainen et al., 2013).

2.3. Bakteri Perombak Senyawa Lignoselulosa

2.3.1. Karakteristik bakteri

a. Morfologis Bakteri

Ada beberapa bentuk dasar bakteri, yaitu bulat (tunggal: coccus; jamak:

cocci), batang atau silinder (tunggal: bacillus, jamak: bacilli),dan spiral yaitu

berbentuk batang melengkung atau melingkar-lingkar (Pratiwi, 2008). Satuan

ukuran bakteri adalah mikrometer (μm), yang setara dengan 1/1000 mm atau 10-3

mm. bakteri yang paling umum berukuran kira-kira 0,5-1,0 x 2,0-5,0 μm (pelczar,

1986). Pratiwi (2008) menyatakan bahwa struktur sel bakteri terdiri dari dua

bagian yaitu struktur eksternal dan struktur internal sel bakteri.

Tabel 2.2. ciri-ciri bakteri Gram positif dan Gram negatif (Pelczar, 1986)

Ciri Perbedaan Relatif

Gram positif Gram negatif

Struktur dinding sel Tebal (15-80 mm)

berlapis tunggal (mono)

Tipis (10-15 mm)

berlapis tiga (multi)

Komposisi dinding sel Kandungan lipid rendah

(1-4%)

Peptidoglikan ada

sebagai pelapis tunggal;

komponen utama

merupakan lebih dari

50% berat kering pada

beberapa sel bakteri

Asam teikoat

Kandungan lipid tinggi

(11-22%)

Peptidoglikan ada di

dalam lapisan kaku

sebelah dalam;

jumlahnya sedikit,

merupakan sekitar 10%

berat kering

Tidak ada asam teikoat

Kerentanan terhadap

penisilin

Lebih rentan Kurang rentan

Pertumbuhan dihambat

oleh zat-zat warna

dasar, misalnya kristal

violet

Pertumbuhan dihambat

dengan nyata

Pertumbuhan tidak

begitu dihambat

Persyaratan nutrisi Relatif rumit pada

banyak spesies

Relatif sederhana

Resistensi terhadap

gangguan fisik

Lebih resisten Kurang resisten

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ternak Sumber

a. Struktur eksternal sel bakteri

Glikokaliks (selubung gula)/kapsul

Slime (lapisan lendir)

Flagela

Fibria (jamak: fibriae)

Pili (tunggal: pilus)

Dinding sel

b. Struktur internal sel bakteri

Sitoplasma: substansi yang menempati ruangan sel bagian dalam. Di

dalam sitoplasma terdapat berbagai enzim, air (80%), protein,

karbohidrat, asam nukleat, dan lipid yang membentuk sistem koloid

yang secara optik bersifat homogen.

Membran plasma.(inner membrane): struktur tipis yang terdapat di

sebelah dalam dinding sel dan menutup sitoplasma sel berfungsi untuk

memecah nutrien dan memproduksi energi.

Daerah inti (daerah nukleoid): mengandung kromosom bakteri.

Ribosom: berperan pada sintesis protein.

Badan inklusi: organel penyimpan nutrisi.

Endospora: struktur dengan dinding tebaldan lapissan tambahan pada

sel bakteri yang berbentuk disebelah dalam membran sel. Endospora

berfungsi sebagai pertahanan sel bakteri terhadap panas ekstrem,

kondisi kurang air, dan paparan bahan kimia serta radiasi.

b. Enzim ekstraseluler pendegradasi senyawa lignoselulosa

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ternak Sumber

Enzim yang memecah makromolekul pada umumnya bersifat ekstraseluler

yaitu setelah di produksi di dalam sel kemudian dikeluarkan dari sel ke substrat di

sekelilingnya. Mikroba yang memproduksi enzim ekstraseluler jika ditumbuhkan

pada medium pada yang mengandung substrat yang dapat dihidrolisa akan

mengeluarkan enzim tersebut di sekeliling koloninya dan akan menghidrolisa

substrat di sekeliling koloni. Perubahan di sekeliling koloni tersebut dapat dilihat

misalnya dengan areal yang bening pada hidrolisa protein oleh enzim proteolitik,

atau dapat dilihat dengan penambahan indikator yodium pada hidrolisa pati oleh

enzim amilolitik (Fardiaz, 1988).

Enzim enzim ekstraseluler pada umumnya bersifat terinduksi, dimana

produksinya akan meningkat jika ada substrat yang sesuai di sekelilingnya. Tanpa

induksi, enzim tetap diproduksi tetapi dalam jumlah kecil. Enzim ekstraseluler

akan menghidrolisa makromolekul di luar sel menjadi komponen yang lebih larut,

sehingga dapat diserap ke dalam sel dengan sistem transport tertentu. Komponen

komponen makromolekul tersebut pada umumnya digunakan sebagai sumber

karbon dan enersi (Fardiaz, 1988).

Enzim ekstraseluler disintesa di dalam ribosom. Sintesa enzim ini dapat

mengalami represi katabolit, yaitu produksinya dihambat jika substrat

mengandung komponen komponen sumber energii dan karbon yang lebih larut

dan lebih mudah dimetabolisme. Contoh enzim enzim ekstraseluler yaitu amilase,

pektinase, selulase, lisozim, chitinase, proteinase, nuklease dan esterase (Fardiaz,

1988).

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ternak Sumber

2.3.2. Peranan bakteri dalam perombakan lignoselulosa

a. Perombakan lignin

Lignin merupakan senyawa/polimer yang sulit didegradasi dan hanya

sedikit mikroorganisme yang mampu mendegradasi lignin secara efektif.

Degradasi lignin membutuhkan enzim ekstraseluler yang tidak spesifik karena

lignin mempunyai struktur acak dengan berat molekul tinggi (Howard et al.,

2003).

Beberapa kelompok bakteri mempunyai kemampuan mendegradasi lignin.

Bakteri dari genus Aeromonas, Bacillus, Flavobacterium, Pseudomonas maupun

Streptomyces memiliki kemampuan enzimatis dalam menggunakan senyawa

cincin aromatik (aromatic ring) dan rantai samping yang ada pada lignin

(Hernandes et al., 1994). Disamping itu bakteri berperanan dalam perombakan

lebih lanjut senyawa intermediet hasil degradasi jamur (Ruttiman et al., 1991).

Degradasi lignin dari komplek lignoselulosa secara sempurna merupakan respon

dari aktivitas tiga kelompok utama enzim ekstraseluler yaitu lignin-

peroksidase/Li-P, mangan-peroksidase/Mn-P, dan lakase/Lac (Perez et al., 2002).

Lignin Peroksidase (EC 1.11.1.14, Li-P, Ligninase) merupakan enzim

lignolitik yang bertugas mengkatalisis oksidasi sebuah elektron dari cincin

aromatik lignin (fenolik dan non-fenolik) yang akan membentuk radikal kation

dan fenoksi (Akhtar et al., 1997). Senyawa radikal ini secara spontan atau

bertahap melepaskan ikatan antar molekul dan beberapa diantaranya melepaskan

inti pada cincin aromatik. Oksidasi substruktur lignin yang dikatalisis oleh Li-P

dimulai dengan pemisahan satu elektron cincin aromatik substrat donor dan

menghasilkan radikal kation aril yang kemudian mengalami berbagai reaksi

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ternak Sumber

postenzymatic. Li-P memotong ikatan Cα-Cβ molekul lignin (Gambar 2.8).

Pemotongan ikatan pada Cα-Cβ merupakan jalur utama perombakan lignin

(Gambar 2.9) (Hammel, 1997). Disamping itu, Li-P juga merupakan oksidan yang

kuat yang mempunyai kemampuan mengoksidasi senyawa fenolik, amina, eter

aromatik, dan senyawa aromatik polisiklik. Li-P adalah enzim peroksidase

ekstraseluler yang mengandung heme yang aktivitasnya bergantung pada H2O2,

yang mempunyai potensial redoks yang sangat besar dan pH optimum yang

rendah (Gold dan Alic, 1993).

Gambar 2.8. Skema Sistem Degradasi Lignin (Sumber: Hammel, 1997)

Gambar 2.9. Pemotongan ikatan Cα-Cβ molekul lignin dan pembentukan senyawa

intermediet (Sumber: Hammel, 1997)

Enzim Mangan-Peroksidase/Mn-P (EC. 1.11.1.13, Mn-P) merupakan

hemeperoksidase ekstraseluler yang membutuhkan Mn2+

sebagai substrat

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ternak Sumber

pereduksinya (Steffen, 2003). Mn-P mengoksidasi Mn2+

menjadi Mn3+

dan H2O2

sebagai katalis untuk menghasilkan gugus peroksida. Mn3+

yang dihasilkan dapat

berdifusi ke dalam substrat dan mengaktifkan proses oksidasi yang mengubah

struktur fenolik menjadi radikal fenoksil. Mn3+

yang terbentuk sangat reaktif dan

membentuk kompleks dengan chelating asam organik seperti asam oksalat atau

malat (Kishi et al., 1994). Ion Mn3+

distabilkan dan dapat menembus kedalam

jaringan substrat dengan bantuan chelator (Steffen, 2003). Hal ini didukung pula

oleh aktivitas kation radikal dari veratril alkohol dan enzim penghasil H2O2.

Proses ini diakhiri dengan bergabungnya O2 ke dalam struktur lignin (De Jong et

al., 1994). Radikal fenoksil yang dihasilkan lebih lanjut bereaksi yang akhirnya

melepaskan CO2.

Siklus katalitik dari Li-P dan Mn-P hampir sama. Produk utama reaksi Li-

P dengan H2O2 adalah senyawa I 2-elektron (Li-P I) teroksidasi (Gambar 2.10).

Li-P I direduksi kembali menjadi enzim asal melalui langkah 2 elektron tunggal

dengan senyawa II (Li-P II). Perbedaan utama Li-P dan Mn-P adalah asal substrat

pereduksi. Li-P mengkatalis oksidasi senyawa lignin non-fenolik serupa dengan

perubahan veratril alkohol menjadi veratril aldehide (Perez et al., 2002).

Gambar 2.10. Siklus katalitik pada Li-P (Sumber: Evan dan Hedger, 2001)

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ternak Sumber

Gambar 2.11. Siklus katalitik Mn-P (Sumber: Perez et al., 2002)

Oksidasi lignin dan senyawa fenolik lain oleh Enzim Mn-P tergantung

pada ion Mn bebas. Substrat pereduksi utama dalam siklus katalitik Mn-P adalah

Mn2+

yang secara efesien mereduksi senyawa I (Mn-P compound I) menjadi

senyawa II (Mn-P compound II), menghasilkan Mn3+

yang selanjutnya

mengoksidasi substrat organik. Mn2+

berikatan dengan chelator asam organik

untuk menstabilkan Mn3+

. Siklus katalitik Mn-P dimulai dengan pengikatan H2O2

atau peroksida organik dengan enzim Ferric alami dan pembentukan kompleks

besi peroksida (Gambar 2.11)(Perez et al., 2002).

Pemecahan ikatan oksigen peroksida membutuhkan Fe4+

-oxo-porphyrin-

radicalcomplex dalam pembentukan Mn-P compound I. Kemudian ikatan dioksida

dipecah dan dikeluarkan satu molekul airnya. Reaksi berlangsung sampai

terbentuknya Mn-P compound II. Ion Mn2+

bekerja sebagai donor 1-elektron

untuk senyawa antara forfirin dan dioksidasi menjadi Mn3+

. Mn3+

merupakan

oksidan kuat yang dapat mengoksidasi senyawa fenolik tetapi tidak dapat

menyerang unit non-fenolik lignin (Perez et al., 2002).

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ternak Sumber

Gambar 2.12. Skema pembentukan CO2 dari struktur aromatik lignin oleh Mn-

P(Perez et al., 2002).

Reaksi awal Mn3+

dengan cincin fenolik adalah suatu oksidasi 1 elektron

menjadi radikal fenoksil yang terdapat dalam mesomer yang berbeda (Gambar

2.12). Secara simultan chelat asam organik dioksidasi menjadi feroksil dan radikal

lain yang mungkin menghasilkan superoksida yang cendrung bereaksi dengan

radikal berpusat karbon menjadi bentuk eter peroksida yang mengalami

pembelahan cincin yang dihasilkan dalam pembentukan struktur alifatik.

Selanjutnya sistem enzim Mn-P membelah gugus ini menjadi CO2 dan radikal

alifatik yang selanjutnya mengalami reaksi dengan dioksida menghasilkan CO2

lebih banyak dan bahan organik dengan berat molekul rendah seperti asam

format(Perez et al., 2002).

Enzim Laccase/Lac (EC 1.10.3.2, benzenediol:oxygen oxidoreductase)

merupakan fenol oksidasi mengandung tembaga yang tidak membutuhkan H2O2

tetapi menggunakan molekul oksigen (Thurston, 1994). Laccase berperan

mengoksidasi gugus fenol menjadi kuinon. Ishihara (1980) menyatakan Laccase

adalah enzim pengoksidasi melalui proses demitilasi yang mengubah gugus

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ternak Sumber

metoksi menjadi methanol. Disamping itu terdapat kelompok enzim fenol

oksidase (laccase dan tirosinase) yang mengoksidasi gugus δ dan p-fenol serta

gugus amina menjadi kuinon dan memberi perubahan warna terhadap substansi

fenolik 1-naftol dan p-kresol. Kersten et al. (1990) menyatakan laccase mereduksi

O2 menjadi H2O dalam substrat fenolik melalui reaksi satu elektron membentuk

radikal bebas. Dengan adanya elektron seperti ABTS (2.2-azinobis/3-

ethylbenzthiozoline-6-sulphonate) atau HBT (Hydroxybenzotriazole), Laccase

mampu mengoksidasi senyawa nonfenolik tertentu dan veratryl alcohol.

b. Pendegradasi selulosa

Degradasi selulosa merupakan proses pemecahan polimer anhidroglukosa

menjadi molekul yang lebih sederhana. Proses ini menghasilkan oligo, tri atau

disakarida seperti selobiosa, selotriosa, monomer glukosa, CO2 dan H2O.

Degradasi selulosa dapat dilakukan secara biologis (aktivitas enzim mikroba),

fisik maupun kemis. Sejumlah mikroba mampu menghidrolisis selulosa sampai

taraf tertentu. Maranatha (2008) menyebutkan mikroba selulolitik dari kelompok

bakteri mempunyai tingkat pertumbuhan cepat dan aktivitas selulolitik tinggi.

Mikroba selulolitik khususnya bakteri banyak ditemukan pada tanah tanah

pertanian, hutan, jaringan hewan, saluran pencernaan herbivora baik rumen,

sekum maupun kolon, rayap (air liur, sel tubuh, saluran pencernaan maupun

sarangnya) serta pada tumbuhan yang membusuk/mati. Bakteri di alam yang

bersifat selulolitik antara lain; Clostridium (C. acetobutylicum, C. thermocellum),

Bacillus sp., Acidothermus, Pseudomonas (P. cellulosa), Rhodothermus

(Anindyawati, 2010), Erwinia, Acetovibrio, Mikrobispora, Cellulomonas,

Cellovibrio, Streptomyces, Sclerotium rolfisii (Duff and Murray, 1996; Indrawati

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ternak Sumber

Gandjar, 2006), Fibrobacter succinogenes, Ruminococcus albus, Ruminococcus

flavefaciens, Butytrivibrio fibrisolvens (Lynd et al., 2002)

Aktivitas selulolitik bakteri dilakukan secara ekstraseluler melalui dua

sistem, yaitu: 1) Sistem hidrolitik, melalui produksi enzim hidrolase yang

merombak selulosa dan hemiselulosa, dan 2) Sistem oksidatif dan sekresi lignase

ekstraseluler melalui depolimerisasi lignin (Perez et al., 2002). Lebih lanjut

diungkapkan perombakan selulosa secara enzimatis berlangsung karena adanya

kompleks enzim selulase yang bersifat spesifik untuk menghidrolisis ikatan β -

1,4-glikosidik, rantai selulosa dan derivatnya. Sumardi et al. (2010) menyatakan

bahwa faktor genetik mempengaruhi besarnya produksi enzim. Lebih lanjut

dijelaskan bahwa gen setiap mikroorganisme berbeda-beda sehingga masing-

masing mikroorganisme memiliki sifat yang berbeda dan dari tiap gen memiliki

sifat yang spesifik untuk mengkode enzim-enzim tertentu. Frost dan Moss, (1987

dalam Azizah, 2013), mengungkapkan selulase sebagai enzim ekstraseluler pada

bakteri umumnya berfungsi memproduksi nutrisi dari polimer-polimer yang

terdapat pada substrat yang mengandung selulosa. Jenis bakteri tertentu akan

menghasilkan partikel yang disebut selulosom. Partikel inilah akan terdisintegrasi

menjadi enzim-enzim, yang secara sinergis mendegradasi selulosa. Lebih lanjut

dijelaskan bahwa umumnya isolat bakteri tidak mampu mensintesis ketiga jenis

kompleks enzim selulase (CMC-ase, eksoglukanase, dan glukosidase) yang

digunakan dalam pemutusan ikatan-ikatan penyusun senyawa selulosa. Hal ini

akan mempengaruhi kemampuan tiap isolat bakteri uji dalam mendegradasi

selulosa khususnya mikrofibril penyusun serat selulosa (Belitz et al., 2008).

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ternak Sumber

Lynd et al. (2002) mengungkapkan bahwa perombakan selulosa oleh

kelompok bakteriselulolitik berlangsung melalui beberapa tahapan. Tahap

pertama adalah menguraikan polimer selulosa secara random/acak oleh enzim

carboxymethilcelulase/CMC-ase atau endo β-1,4 glukanase dengan cara

memecah ikatan hidrogen yang ada di dalam struktur kristalin/amorf selulosa

(ikatan internal α-1,4-glukosida) sehingga terbentuk rantai-rantai individu selulosa

(oligodekstrin). Adanya sekresi enzim endo-β-1,4-glukanase (CMC-ase) yang

dihasilkan oleh bakteri selulotik dapat memutuskan ikatan β-1,4 glikosida

(Teather dan Wood, 1982 dalam Lema, 2008). Tahap kedua adalah penguraian

selulosa dari ujung pereduksi dan non pereduksi oleh eksoglukanase

(selodektrinase dan selobiohydrolase) melalui pemotongan ujung-ujung rantai

individu selulosa (ujung pereduksi dan non-pereduksi) sehingga menghasilkan

disakarida dan tetrasakarida (misal selobiosa). Hidrolisis bagian berkristal selulosa

hanya dapat dilakukan secara efisien oleh enzim eksoglukanase. Tahap ketiga

(terakhir) adalah tahap penguraian selobiosa menjadi glukosa oleh enzim β-

glukosidase/glukohydrolase (Gambar 2.13).

Gambar 2.13. Proses Degradasi Selulosa menjadi Glukosa (Lynd et al., 2002)

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ternak Sumber

Kemampuan degradasi selulosa berbagai bakteri bervariasi yang

dipengaruhi oleh jenis/spesies, substrat maupun lingkungan. Chen dan Weimer

(2001) mengungkapkan bakteri selulolitik akan dominan dalam rumen ruminansia

apabila ternak diberikan pakan hijauan atau pakan kaya serat. Lebih lanjut

diungkapkan bahwa dalam kondisi jumlah substrat cukup tersedia, populasi

Ruminococcus flavifaciens, Fibrobacter succinogenes dan Ruminococcus albus

terdapat dalam jumlah hampir seimbang tetapi bila jumlah substrat terbatas

populasi Ruminococcus flavifaciens akan lebih tinggi dibandingkan Fibrobacter

succinogenes dan Ruminococcus albus. Namun hasil penelitian Berra-Maillet et

al. (2004) menunjukkan bahwa populasi Fibrobacter succinogenes adalah paling

besar di dalam rumen sapi dan domba.

c. Pendegradasi hemiselulosa

Degradasi hemiselulosa merupakan proses pemecahan polimer hetero

polisakarida menjadi molekul yang lebih sederhana. Proses ini menghasilkan

monomer yang mengandung glukosa, mannosa, galaktosa, xilosa, arabinosa dan

4-0 methyl-glukoronik, D-galacturonic dan D-glukoronik (Perez et al., 2002).

Degradasi hemiselulosa dapat dilakukan secara biologis (aktivitas enzim

mikroba), fisik maupun kemis. Berbagai mikroba di alam mampu menghasilkan

enzim pendegradasi hemiselulosa (hemiselulase), antara lain Trichoderma,

Aspergillus, Bacillus sp, Aeromonascaviae, Neurospora sitophila, Cryptococcus,

Chaetomium, Humicola, Talaromyces, Clostridium sp, dll (Chandel et al., 2007;

Ohara et al., 1998). Perez et al. (2002) mengungkapkan silanase bakteri umumnya

lebih stabil dari pengaruh temperatur daripada jamur.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ternak Sumber

Degradasi hemiselulosa oleh bakteri hemiselulolitik merupakan hasil dari

aktivitas komplek enzim hemiselulaseyang terdiri atasendo-β-1,4-xylanase, ekso-

β-1,4-xylosidase, endo-arabinase, α-L-arabinofuranosidase, endo- β-1,4-

mananase, dan ekso- β-1,4-mannosidase (Gambar 2.14). Mengingat komponen

utama dari hemiselulosa adalah xilan dan mannan, maka enzim yang berperanan

utama mendegradasi hemiselulosa adalah kompleks enzim xylanase dan kompleks

enzim mananase (Howard et al., 2003; Perez et al., 2002).

a

b

Gambar 2.14. Biodegradasi Hemiselulosa (Sumber: Howard et al.,2003; Perez et al.,

2002) (a:Degradasi Xilan, b: Degradasi Mannan)

Degradasi sempurna dari xilan membutuhkan enzim-enzim yang bekerja

secara sinergis, seperti endo-1,4-β-xilanase, 1,4-β-xilosidase, α-glukuronidase, α-

L-arabinofuranosidase, asetil, furoloil, p-kumaril-esterase dan asetil-esterase

(Coughlan and Hazlewood, 1993; Olempska-Beer, 2004) (Gambar 2.14a). Enzim

endo-1,4-β-xylanase bertugas menghidrolisis ikatan β-1,4 dalam rantai silan

menghasilkan silooligomer pendek yang selanjutnya akan dihidrolisis menjadi

unit silosa tunggal oleh β-silosidase. Enzim α-D-glukorosidase menghidrolisis

ikatan α-1,2-glikosidik dari asam 4-O-metil-D-glukoronik rantai samping silan.

Asetil esterase menghidrolisis substitusi asetil pada silosa dan feruloil esterase

yang menghidrolisis ikatan ester antara substitusi arabinosa dan asam ferulik.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ternak Sumber

Feruloil esterase dapat melepaskan hemiselulosa dari lignin dan sehingga lebih

mudah didegradasi oleh hemiselulase lain.

Degradasi sempurna dari senyawa mannanosa membutuhkan adanya

kompleks enzim mananase yang terdiri dari; endo-β-D-mananase, ekso-β-D-

mananase, α-D-manosidase, dan D-glukosidase (Gambar 2.14b). Enzim β-D-

mananase menghidrolisis bagian tengah rantai manan,galaktomanan dan

glukomanan, sedangkan β-D-glukosidase menghidrolisisi rantai sampingnya.

Aktivitas hidrolisis dari kompleks enzim tergantung pada tife enzim dan struktur

mannan sebagai substrat.

2.4. Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) Sebagai Sumber Isolat Bakteri

Lignoselulolitik

Cacing tanah (Lumbricus rubellus) merupakan hewan tidak bertulang

belakang (Invertebrata) yang digolongkan ke dalam filum Annelida, ordo

Oligochaeta, dan kelas Chaetopoda yang hidup dalam tanah. Penggolongan ini

didasarkan pada bentuk morfologinya karena tubuhnya tersusun atas segmen-

segmen yang berbentuk cincin (annulus), setiap segmen memiliki beberapa

pasang seta, yaitu struktur berbentuk rambut yang berguna untuk memegang

substrat dan bergerak (Khairuman dan Khairul, 2009).

Cacing tanah mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses

dekomposisi bahan organik (Bohlen, 2001). Kemampuan ini dikarenakan di dalam

saluran pencernaannya terkandung berbagai mikroba sinergis seperti protozoa,

bakteri dan mikro fungi serta terkandung berbagai enzim seperti lipase, protease,

chitinase, selulase, urease dan amilase (Pathma dan Sakthivel, 2012). Saluran

pencernaan cacing tanah (Lumbricus rubellus) juga terdapat mukus yang

mengandung berbagai nutrien (karbohidrat, protein, bahan mineral dan bahan

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ternak Sumber

organik, serta berbagai asam amino) dan hormon. Lebih lanjut dikemukakan

bahwa cacing tanah (Lumbricus rubellus) juga mampu mendegradasi senyawa

antinutrisi dan lignoselulosa, memproduksi antibiotika, chitinase dan glucanase,

pigmen fluorescent siderophores, serta berbagai growth promotor melalui

pelarutan mineral dan menekan mikroba patogen, serta memproduksi hormon 1-

aminocyclopropane-1carboxylate (ACC) deaminase, dan menekan mikroba

patogen.

Owa et al., (2013) menunjukkan dari saluran pencernaan cacing tanah

Libyodrilus violaceus berhasil diisolasi bakteri Acinobacter sp, Kiebsiella sp,

Bacillus sp., B. brevis, B. cereus, B. lalerosporus, B. lichenoform, P. vulgaris,

Pseudomonas s, Alcaligans faecalis, Corynebacterium sp., E. cloacae, Erwinia

salicie, Flavobacterium sp., F. aquartile, Micrococcus inteus, M. kristinae, M.

Varians dan Proteus rennvi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Susanti (2007)

juga menyatakan bahwa dalam saluran pencernaan cacing tanah terdapat bakteri

selulolitik.

Beberapa jenis cacing tanah telah dilaporkan mengandung zat aktif yang

bersifat anti bakteri patogen seperti Eisinia foetida (Lange et al., 1999 disitasi

Julendra et al., 2007), Theromyzon tessulatum (Tasiemski et al., 2004 disitasi

Julendra et al., 2007), Lumbricus rubellus (Cho et al., 1998 disitasi Julendra et al.,

2007) dan dapat menstimulasi sistem kekebalan (Liu et al., 2004; Engelmann et

al., 2005 disitasi Julendra et al., 2007). Cacing tanah jenis Allolobophora rosea

juga telah dilaporkan mengandung senyawa anti bakteri yang dapat menghambat

pertumbuhan bakteri gram negatif (Sumardi, 1998 disitasi Julendra et al., 2007).

Selain memiliki daya hambat terhadap bakteri patogen, tepung cacing tanah juga

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ternak Sumber

memiliki kadar protein kasar yang tinggi sekitar 48,5% - 61,9% (Resnawati,

2002), kaya akan asam amino prolin sekitar 15% dari 62 asam amino (Cho et al.,

1998 disitasi Julendra et al., 2007).