fermentasi kulit buah kakao sebagai pakan ternak

21
TUGAS BIONOMIKA TERNAK PEMANFAATAN BAHAN PAKAN INKONVENSIONAL NAMA : HILDEGARDIS NAI ULU NIM : 1311010004 SEMESTER : I PRODI : ILMU PETERNAKAN PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG

Upload: hildegardis-nai-ulu

Post on 24-Jun-2015

791 views

Category:

Science


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: fermentasi kulit buah kakao sebagai pakan ternak

TUGASBIONOMIKA TERNAK

PEMANFAATAN BAHAN PAKAN INKONVENSIONAL

NAMA : HILDEGARDIS NAI ULU

NIM : 1311010004

SEMESTER : I

PRODI : ILMU PETERNAKAN

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2014

Page 2: fermentasi kulit buah kakao sebagai pakan ternak

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Konsumsi daging sapi di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Ditjen Peternakan Kementrian Pertanian mencatat konsumsi daging secara nasional pada

tahun 2010 mencapai 1,7 kg/kapita/tahun dan pada tahun 2011 konsumsi tersebut telah

melonjak mencapai 1,87 kg/kapita/tahun. Hal senada juga terjadi di daerah Nusa

Tenggara Timur (NTT) dimana konsumsi daging mengalami peningkatan setiap tahun

yaitu rata-rata 5.580 kg/tahun pada tahun 2007 meningkat menjadi 12.165 kg/tahun di

tahun 2010 (BPS 2008; 2009; 2010; dan 2011). Hal ini mendorong peningkatan

permintaan daging baik lokal maupun skala nasional.

Anas., dkk (2011) menyatakan bahwa daging sapi yang merupakan sumber

protein hewani memiliki kontribusi ±23% dalam memenuhi kebutuhan konsumen

nasional.Upaya pemenuhan kebutuhan daging sapi nasional ini adalah dengan

meningkatkan produksi daging. Produksi daging yang optimum dari ternak sangat

dipengaruhi oleh pakan yang memegang peranan penting dan merupakan bagian terbesar

dari total biaya produksi. Upaya untuk meminimalkan biaya pakan dapat digunakan

alternatif bahan pakan lokal yang bersifat nonkonvensional dan tidak bersaing dengan

kebutuhan manusia, harga murah, tetapi mempunyai kandungan nutrisi yang cukup untuk

ternak.

Kulit buah coklat atau biasa disebutpod kakao berasal daritanaman kakao

(Theobroma cacao L.) atau biasa disebut dengan cokelat. Tanaman ini banyak ditemukan

tumbuh di daerah tropis. Anas., dkk (2011) melaporkan bahwa kandungan nutrisi kulit

buah kakao segar memiliki kandungan protein sebesar 9,07%, selulosa 38,65%, dan

lignin 20,15%, sedangkan apabila telah difermentasi maka nilai kandungan nutrisi kulit

buah kakao berturut-turut adalah 17,68%, 46,34%, dan 12,26%.Teknologi fermentasi

menggunakan kapang merupakan sebuah alternatif dalam melonggarkan ikatan atom

hidrogen selulosa dan ikatan lignosellulosa dengan bantuan enzim sellulotik yang

dihasilkan kapang (Yunilas 2009). Sedangkan menurut Hidayat dkk., (2006) fermentasi

didefinisikan sebagai perubahan gradual oleh enzim dari beberapa bakteri, khamir dan

jamur.

Page 3: fermentasi kulit buah kakao sebagai pakan ternak

Penggunaan Aspergillus niger sebagai fermentor bahan pakan ternak sering

dilakukan karena adanya sifat dari kapang yang mampu menghasilkan enzim-enzim yang

berguna untuk menurunkan serat kasar dan meningkatkan protein kasar bahan pakan.

Enari (1983) menyatakan bahwaA. niger telah diketahui dapat menghasilkan enzim

pendegradasi serat. Kemampuan dari kapang inilah yang dapat dijadikan bahan bagi

proses fermentasi kulit buah kakao yang memiliki kandungan serat kasar yang cukup

tinggi. Dengan begitu, maka dapat memudahkan ternak dalam mencerna nutrisi dalam

bahan pakan tersebut.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk mengetahui dan memahami

pemanfaatan bahan pakan inkonvensional yaitu kulit buah kakao fermentasi bagi ternak.

Page 4: fermentasi kulit buah kakao sebagai pakan ternak

BAB II

PEMANFAATAN KULIT BUAH KAKAO SEBAGAI PAKAN TERNAK

2. 1 Kulit Buah Kakao Sebagai Pakan Ternak

Masalah karena terbatasnya ketersediaan pakan konvensional seiring perkembangan

ternak ruminansia menjadikanperlunya menekankan pemanfaatan hasil ikutan

tanamanpertanian untuk pakan, di antaranya yang berasal dariperkebunan kakao.

2.1.1 Kandungan Nutrisi Kulit Buah Kakao

Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) termasuk genus Theobroma,family

Sterculiaceae dan ordo Malvalae (Figuerra et al., 1993). Kakao memiliki jumlah

kulit sekitar 70 % dan kurang dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak,

sedangkan bila diberikan pada ternak kulit kakao dapat diberikan 30-40% dari

kebutuhan pakan (Anas, dkk., 2011). Limbah kulit buah kakao merupakan bagian

kulit yang tebal dankeras, mencakup kulit terluar hingga daging buah sebelum

kumpulan biji (Wonget al., 1987).

Taksonomi kakao menurut Tjitrosoepomo (1988) adalah sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiosperma

Kelas : Dicotyledoneae

Sub Kelas : Dialypetalae

Bangsa : Malvales

Suku : Sterculiaceae

Marga : Theobroma

Jenis : Theobroma cacao L.

Nuraini (2007) melaporkan bahwa kandungan zat-zat makanankulit buah

kakao mengandung protein kasar11,71%, serat kasar 20,79%, lemak 11,80% dan

BETN 34,90% sehingga dapat dijadikan sebagai pakan ternak. Sedangkan menurut

Wong et al. (1987) kulit buah kakao mengandung protein kasar 8.5%dan serat

kasar sebesar 27%, sehingga lebih digunakan sebagai pakan ternakruminansia

dibandingkan dengan ternak monogastrik. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kulit buah

kakao tidak dapat diberikan pada ternak monogastrik karena kandungan lignin

Page 5: fermentasi kulit buah kakao sebagai pakan ternak

yang cukup tinggi yaitu mencapai 38,70% serta adanya theobromin dan terdapat

antinutrisi tanin yang menjadi pembatas penggunaan kulit buah kakao ini (Wong et

al., 1987; Duke, 1993). Keberadaan tannin dapat mengurangi manfaatnya sebagai

pakan karena kemampuannya dalam mengendapkan protein dan juga lignin yang

berikatan dengan selulosa menyebabkan sellosatidak bisa dimanfaatkan oleh ternak

(Cheeke and Shull, 1985). Figuera et al., (1993) melaporkan bahwa jenis tanin

yang terdapat dalam kulit buah kakao merupakan tannin kondensasi yaitu

anthocyanidin, catekin, danleukoanthocyanidin.

2.1.2 Zat Anti Nutrisi Tanin dan Theobromindalam Kulit Buah Kakao

Tanin merupakan senyawa polyphenol dengan bobot molekul tinggi

yangmengandung gugus hidroksil dan gugus lainnya untuk membentuk kompleks

yangkuat dengan protein dan molekul lain, seperti karbohidrat (Cannas,

2001).Tannin terdapat pada bagian kulit kayu, batang, daun danbuah –

buahan.Tanin mengandung sejumlah gugusfungsional yang dapat membentuk

kompleks yang kuat dengan molekul proteindan menghasilkan efek negatif dan

positif bagi ternak. Kumar dan Singh (1984) menyatakan bahwa rasa pahit yang

timbul dalam mulut diakibatkan oleh komplek tanin dan proteinsaliva yang pada

akhirnya mempengaruhi palatabilitas dan konsumsi pakan.

Tandi, E. (2010) melaporkan bahwa tannin berpengaruh sangat nyata

terhadap aktivitas enzim protease (tripsin). Ini berarti semakin tinggi kadar tanin

dalam substrat akan menyebabkan aktivitas enzim protease semakin rendah dalam

memecah protein menjadi asam amino. Melihat penurunan aktivitas enzim tripsin

yang sangat signifikan maka pada kadar tanin yang lebih tinggi dari 8%

kemungkinan besar aktivitas enzim tripsin akan berhenti. Ternak yang

mengkonsumsi tanin tinggi akan menimbulkan berbagai problem akibat dari

gangguan metabolisme protein, energi dan vitamin B komplek.

Cheeke and Shull (1985) melaporkan bahwa terdapat dua kelompok dari

tanin yang berpengaruh terhadap nutrisiternak yaitu tannin kondensasi yang paling

banyak terdistribusi pada tanaman dan tidak mudah terhidrolisis dan terdapat

dalam struktur yang kompleks dan yang kedua tanin hidrolisis yang merupakan

ester dari glukosa dengan asam laktat dan kelompok ini dapat dihidrolisis

menggunakan asam mineral panas menjadi glukosa dan asam-asamyang menjadi

Page 6: fermentasi kulit buah kakao sebagai pakan ternak

unsur pokoknya. Kedua kelompok ini biasa disebut Proanthocyanidin (Cannas,

2001).

Berdasarkan aspek gizi, apabila digunakan langsung sebagaipakan ternak,

kelemahan kulit buah kakao adalah kandunganserat kasar yang tinggi, protein

rendah, mengandung alkaloidtheobromin dan kafein (1,8-2,1%), dan kandungan

asam filtratyang tinggi.Theobromin asam filtrat dapat menyebabkan diare

padaternak . Kandungan asam filtrat yang tinggi juga dapatmenurunkan

kemampuan usus ruminansia menyerap zat-zatmakanan. Oleh karena itu,

diperlukan suatu teknologi untukmendegradasi unsur-unsur yang membahayakan

kesehatanternak.

Theobromin merupakan alkaloid golongan methylatedxanthine seperti

kafein dalam kopi yang beracun sehinggapenggunaan pakan sumber teobromin

perlu dibatasi. Namuntingkat bahayanya terhadap gangguan sistem saraf pusat

tidaksekuat methyl xanthine yang lain. Jenis alkaloid ini mudahdiserap dan

didistribusikan ke seluruh tubuh dan cepatdimetabolis, sedangkan sisanya dibuang

lewat urin. Belumadanya laporan tentang kandungan teobromin dalam daging, susu

dan telur tidak mencemaskan konsumen poduk hewanidibanding yang

mcngkonsumsi produk-produk cokelat secaralangsung.

Teobromin terkandung di semua bagian tanaman kakao dengan kadar yang

berbeda-beda. Pada cangkang kakao Hansen (2003) melaporkan kandungan

teobrominnya 0,3-1,2%, pada kulit biji 1-4%. Sedangkan menurut EFSA (2008)

teobromin dalam cangkang, kulit biji dan tepung coklat berturut-turut adalah 0,15-

0,40%, 0,80-1,69%, dan 2,00-3,30%. Sedangkan menurut Odunsi et al., (1999)

kulit biji kakao mengandung teobromin sebanyak 2,24%.

2. 2 Fermentasi Pakan

Winarmo et al (1981) menyatakan bahwa kualitas bahan pakan bergantung pada

komposisi kandungan nutrisi dan keberadaan zat anti nutrisi dalam pakan tersebut. Dari

pembahasan sebelumnya diketahui bahwa kulit buah kakao memiliki kandungan

protein 8-11% dan memiliki potensi untuk diberikan pada ternak, namun ada faktor

pembatas yang ada dalam kulit buah kakao yaitu tingginya kandungan serat kasar (20-

27%) serta keberadaan zat anti nutrisi tannin yang membuat limbah ini kurang palatable

untuk ternak. Untuk itu, perlu dilakukan sebuah upaya untuk memanfaatkan limbah

Page 7: fermentasi kulit buah kakao sebagai pakan ternak

tersebut dengan meningkatkan kualitas pakan dengan melalukan teknik fermentasi

dengan menggunakan mikroogranisme.

Secara teknik fermentasi didefinisikan sebagai suatu proses oksidasi anaerobik

atau partial anaerobik karbohidrat yang menghasilkan alkohol serta beberapa asam,

namun banyak proses fermentasi yang menggunakan substrat protein dan lemak

(Muchtadi dan Ayustaningwarno 2010).Fermentasi dapat melonggarkan ikatan atom

hidrogen selulosa dan melonggarkan ikatan lignosellulosa dengan bantuan enzim

sellulotik yang dihasilkan kapang sehingga pakan berserat juga mampu menghilangkan

senyawa beracun dalam bahan (Yunilas 2009).Sedangkan menurut Winarno, et al

(1981) fermentasi adalah suatu reaksi oksidasi-reduksi dalam system biologi yang

menghasilkan energy dimana sebagai donor proton dan aseptor electron digunakan

substrat organic.Senyawa yang dapat dipecah dalam proses fermentasiadalah

karbohidrat, sedangkan asam amino dapat difermentasi oleh beberapa jenis bakteri

tertentu (Fardiaz, 1992).

Selama proses fermentasi terjadi pemecahan substrat oleh enzim-enzim tertentu

terhadap bahan yang tidak dapat dicerna, misalnya seluosa dan hemiselulsa menjadi

gula sederhana. Selama proses fermentasi terjadi pertumbuhan kapang, selain

dihasilkan enzim juga dihasilkan protein ekstraseluler dan protein hasil metabolisme

kapang sehingga terjadi peningkatan kadar protein (Winarno, 1983). Dilihat dari jenis

mediumnya Chahal (1985) membagi proses fermentasi menjadi 2, yaitu medium cair

yang mana fermentasi dengan substrat terlarut atau tersuspensi sebagai partikel-partikel

dalam fase cair dan yang kedua medium padat dengan menggunakan substrat tidak larut

atau tanpa adanya air bebas.Selanjutnya untuk media fermentasi dibutuhkan media

yang mengandung nutrient yang seimbang dan diperlukan untuk menunjang kehidupan

kapang dalam memproduksi enzim.

2. 3 Aspergillus niger Sebagai Bioaktif Fermentasi Pakan

Aspergillus niger termasuk genus Aspergillus, famili Monilliceae, ordo

Monoliales, kelas Ascomycetes. A. niger memiliki kepala konidia yang besar, padat,

bulat dan berwarna hitam coklat atau ungu coklat. Kapang ini bersifat aerobic,

sehingga dalam pertumbuhannya memerlukan oksigen yang cukup. A. niger merupakan

mikroba mesofilik dengan pertumbuhan maksimum pada suhu 35-37˚C, dan derajat

keasaman 2,0-8,5. Pertumbuhan kapang A. niger akan lebih optimal pada kondisi

keasaman (pH) yang rendah (Fardiaz, 1989).

Page 8: fermentasi kulit buah kakao sebagai pakan ternak

A. nigermampu menhasilkan beberapa enzim diantaranya adalah karbohidrase,

selulase, lipase, glukosa oksidase, katalase, pectinase dan tanase (tannin asil

hydrolase), amylase, dan amiloglukosidae(Winarno, 1983). Lebih lanjut dijelaskan

bahwa enzim tanase yang dihasilkan A. niger dapat melarutkan senyawa tannin yang

tidak larut menjadi asam galat dan glukosa yang mudah larut. Enzim selulase yang

dihasilkan dapat beraktivitas optimum apabila berada pada kisaran pH 4,5 – 5,5 dengan

suhu 35OC.

Menurut Enari (1983) A. niger telah diketahui dapat menghasilkan enzim

pendegradasi serat. Hal ini terjadi karena selama fermentasi, kapang A. niger

menggunakan zat gizi (terutama karbohidrat) untuk pertumbuhannya dan kandungan

protein meningkat.A. niger termasuk kapang yang tumbuh cepat dan tidak

membahayakan karena tidak menghasilkan mikotoksin (Rapper dan Fennel, 1977).

Menurut Gandjar dan Wellyzar (2006) pertumbuhan kapang mempunyai beberapa

fase, antara lain :

1. Fase lag, yaitu fase penyesuaian sel-sel dengan lingkungan pembentukan enzim-

enzim untuk mengurai substrat.

2. Fase akselerasi, yaitu fase mulainya sel-sel membelah dan fase lag menjadi fase

aktif.

3. Fase eksponensial, merupakan fase perbanyakan jumlah sel yang sangat banyak,

aktivitas sel sangat meningkat. Pada awal fase-fase ini kita dapat memanen enzim-

enzim dan akhir pada fase ini.

4. Fase deselerasi, yaitu waktu sel-sel mulai kurang aktif membelah, kita dapat

memanen biomassa sel atau senyawa-senyawa yang tidak lagi diperlukan oleh sel.

5. Fase stasioner, yaitu fase jumlah sel yang bertambah dan jumlah sel yang mati relatif

seimbang. Banyak senyawa metabolit sekunder yang dapat dipanen pada fase ini.

6. Fase kematian dipercepat, jumlah sel-sel yang mati lebih banyak daripada sel-sel

yang masih hidup.

Soeprijanto et al. (2009) menyatakan bahwa kapang A. niger melewati fase

adaptasi dari jam ke 8, dilanjutkan dengan fase eksponensial pada jam ke 16-24. Fase

stasioner merupakan jumlah kapang yang tumbuh sama dengan kapang yang mati, fase

stasioner terjadi pada jam ke 40-100. Setelah diatas jam ke 100 terjadi penurunan

biomassa kapang yang dinamakan fase kematian, dimana biomassa kapang yang mati

lebih banyak dari yang tumbuh.

Page 9: fermentasi kulit buah kakao sebagai pakan ternak

Pertumbuhan kapang yang maksimal perlu ditunjang dengan kandungan nutrien

dasar yang merupakan sumber karbon, nitrogen, energi, mineral dan vitamin. Hardjo

dkk., (1989) menambahkan A. niger menambahkan unsur utama seperti karbon,

nitrogen, dan sulfur dalam pertumbuhannya serta Fe, Zn, Mn, Co, Li, Na, K dan Rb.

Proses fermentasimenggunakan kapang, selain membentuk miselium selalu di

ikuti oleh pembentukan spora yang berguna untuk pembuatan inokulum pada proses

fermentasi. Inokulum yang berupa spora, merupakan stater yang baik dalam fermentasi

(Purwadaria, dkk., 1995). Peningkatan kandungan protein yang sejalan dengan

pertumbuhan kapang (jamur) dikarenakan tubuh jamur terdiri dari elemen yang

mengandung nitrogen. Selain itu enzim yang dihasilkan oleh jamur juga merupakan

protein (Noferdiman,dkk., 2008). Hal ini didukung oleh Garraway dan Evans (1984)

yang menyatakan dinding sel jamur mengandung 6,3% protein, sedangkan membran sel

pada jamur yang berhifa mengandung protein 25-45% dan karbohidrat 25-30%. Dalam

pertumbuhannya jamur menggunakan karbon dan nitrogen untuk komponen sel tubuh

jamur (Musnandar, 2003). Hal ini terjadi karena selama fermentasi, kapang A. niger

menggunakan zat gizi (terutama karbohidrat) untuk pertumbuhannya dan kandungan

protein meningkat. Menurut penelitian Munieret al. (2012) lama fermentasi Aspergillus

niger yang terbaik adalah selama enam hari.

2. 4 Fermentasi Kulit Buah Kakao

Kulit buah kakao merupakan bagian terbesar dari limbah kakao (70-75%) yang

dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak, namun kualitasnya rendah yang ditandai

dengan kandungan protein kasar, serat kasar dan lignin yang cukup tinggi sehingga sulit

dicerna.Dalam penelitiannya, Nuranthy (2004) telah mencoba menggunakanbeberapa

isolate kapang untuk memecah ikatan tanin pada kulit buah kakao. Darihasil

penelitiannya bahwa dari sembilan jenis isolat, hanya ada empat jenis isolatyang dapat

digunakan secara aman yaitu: Aspergillus niger, Rhizopus oligosporus,Mucor

circinelloides, dan Pestalotiopsis guepinii. Namun dari keempat jeniskapang tersebut,

hanya A. niger dan P. guepinii yang mampu tumbuh pada semuajenis substrat yang

mengandung tanin dan memiliki kemampuan dalammendegradasi tanin.

Purnama (2004) dalam penelitiannya telah mencoba memfermentasi kulitbuah

kakao dengan menggunakan kapang Pestalotiopsis guiepinii untukmeningkatkat

kualitas kulit buah kakao. Namun dari hasil penelitian tersebutbahwa fermentasi dengan

kapang Pestalotiopsis guepinii belum mampumemperbaiki kecernaan dari kulit buah

kakao (kecernaan bahan kering 19,696% dan kecernaan bahan organik 10,501%).

Page 10: fermentasi kulit buah kakao sebagai pakan ternak

Berikut adalah skema proses pengolahan kulit buah kakao (Guntoro, 2008)

Kulit Buah Kakao (KBK)

Cacahan KBK

Pencacahan

Penyiraman Larutan Inokulan A. niger

Penutupan KBK dengan karung goni/plastik

Fermentasi KBK (5-6 hari)

KBK Terfementasi

Penjemuran(2-3 hari)

Limbah Kering

Penggilingan

Tepung Limbah

Page 11: fermentasi kulit buah kakao sebagai pakan ternak

2. 5 Pengaruh Pemberian Limbah Kakako Fermentasi Pada Ternak

Anas, dkk (2011) melaporkan bahwa pemberian fermentasi kulit buah kakao sebagai

pakan pada sapi bali memberikan pengaruh terhadap pertambahan berat badan sapi Bali

dengan penambahan berat badan1,21 kg/hari. Selanjutnya, pada penelitian Muzaki (2011)

dilaporkan bahwa pemberian limbah kakao fermentasi yang diberikan pada itik raja

memberikan pengaruh yang baik pada konversi ransum dengan pertambahan berat

badannya yaitu 183,82 gr/ekor/minggu. Dalam bukunya (Guntoro, 2008) melaporkan

beberapa pengaruh dari pemberian pakan dari limbah kakao fermentasi diantaranya:

a. Peningkatan pertambahan berat badan harian anak kambing yang diberi pakan hijauan

dan limbah kakao terfermentasi yaitu 140 gr/ekor/hari dibandingkan dengan pemberian

limbah kakao tanpa fermentasi yaitu hanya mencapai 119 gr/ekor/hari (Guntoro, dkk.,

2002). Selanjutnya dijelaskan pada ternak induk kambing peranakan Etawa (PE) yang

mendapat perlakuan limbah kakao terfermentasi dapat mencapai produksi susu hingga

1.100 ml/hari (Guntoro, 2006).

b. Pemanfaatan limbah kakao juga diberikan pada ternak sapi dengan dosis pemberiannya

0,8% dari berat hidup sapi. Pemberian limbah kakao ini memberikan pengaruh yang

sangat besar pada pertambahan berat badan sapi yaitu mencapai 528 gr/ekor/hari

dibandingkan tanpa pemberian pakan limbah kakao sebagai pakan penguat

pertambahan berat badan sapi hanya mencapai 265 gr/ekor/hari (Guntoro, et al., 2006).

c. Pada ternak babi, limbah kakao fermentasi digunakan peternak sebagai pengganti

dedak padi memberikan pengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan babi fase grower

(umur 5-8 bulan). Dengan begitu, maka peternak dapat menekan biaya ransum dengan

pemberian limbah kakao ini (Parwati, dkk., 2007).

Page 12: fermentasi kulit buah kakao sebagai pakan ternak

BAB III

KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas, maka dapat ditarik disimpulkan bahwa limbah kulit buah kakao

dapat dijadikan sebagai pakan ternak (ternak monogastrik, ruminansia besar dan kecil)

dimana kandungan nutrisi yang dimilikinya cukup baik ketika difermentasi yaitu protein

kasar (17,68%), selulosa (46,34%), dan lignin (12,26%). Selain untuk meningkatkan kualitas

pakan, teknik fermentasi ini juga membantu untuk mengurangi tingkat anti nutrisi yang

dimiliki dalam kulit buah kakao ini yaitu tannin dan theobromin.Setelah difermentasi, maka

kulit buah kakao ini dapat dimanfaatkan sebagai pakan tambahan bagi ternak.

Page 13: fermentasi kulit buah kakao sebagai pakan ternak

DAFTAR PUSTAKA

Anas S., A. Zubair., dan D. Rohmadi.2011. Kajian Pemberian Pakan Kulit Kakao Fermentasi Terhadap Pertumbuhan Sapi Bali.Jurnal Agrisistem Vol. 7 No. 2. Gorontalo.

Badan Pusat Statistik NTT. 2008. Statistik Provinsi NTT. Kupang.

Badan Pusat Statistik NTT. 2009. Statistik Provinsi NTT. Kupang.

Badan Pusat Statistik NTT. 2010. Statistik Provinsi NTT. Kupang.

Badan Pusat Statistik NTT. 2011. Statistik Provinsi NTT. Kupang.

Cannas, A. 2001. Tannins. Animal Science at Cornell University.

Cheeke, P. R. and L. R. Shull, 1985.Natural Toxicants in Feeds and Poisonous Plants. Avi Publishing Company, INC. Davis, California.

[EFSA] European Food Safety Authority. 2008. EFSA Assesses Possible Risks Related to Melamine in Composite Foods from China, Press Release 25 September 2008

Enari TM. 1983. Microbial Cellulase. Dalam Microbial Enzyme and Biotecnology. Edited W.M. Fogarty. New York : Applied Science Publ.

Fardiaz D. 1989.Kromatografi Gas dalam Analisis Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor

Garraway, M.O. and R.C. Evans. 1984. Fungal Nutrition and Physiology. John willey and sons, New York.

Guntoro, S. 2006. Petunjuk Teknis Pengolahan Limbah Perkebunan Untuk Pakan, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali, Denpasar.

Guntoro S. 2008. Membuat Pakan Ternak Dari Limbah Perkebunan. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Guntoro, S., M. Londra, I.A. P. Parawati, dan N. Suyasa.2006. Pengaruh Pemberian Limbah Mete Olahan Terhadap Pertumbuhan Kambing Kacang.Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner Puslitbang Peternakan, Badan LITBANG Pertanian, Bogor.

Guntoro, S., Rai Yasa, I.M. Sumawa, I.N. Sumartini M., dan Rubiyo.2002. Laporan Akhir Pengkajian System Usaha Tani Integrasi Ternak Kambing Dengan Industry. Denpasar: Proyek pengkajian teknologi pertanian partisipasif –BPTP.

Hansen, Don R. and Marynne M. Mowen. (2003), Management Accounting, 6th ed, Thomson South Western, United Stated of America.

Hardjo, SS., N. S. Indrasti, B. Tajuddin. 1989. Biokonveksi : Pemanfaatan Limbah Industri Pertanian. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB

Hidayat N, Masdiana CP dan Suhartini S. 2006. Mikrobiologi Industri. Andi: Yogyakarta.

Page 14: fermentasi kulit buah kakao sebagai pakan ternak

Muchtadi TR, Ayustaningwarno F. 2010. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Bandung: Alfabeta.

Munier, F. F., H. Hartadi., and E. Winarti. 2012. Cocoa Pod Husk Fermentation Using Aspergillus niger Toward Intake Of Ettawa Grade Buck. International Conference on Livestock Production and Veterinary Technology.

Muzakki, A. Subtitusi Dedak Padi dengan Kulit Buah Kakao Difermentasi Aspergillus nigerTerhadap Performans Itik Raja Umur 1 – 7 Minggu. 2011. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Sumatera Utara.

Noferdiman, Y. Rizal, Mirzah, Y. Heryandi, & Y. Marlida. 2008. Penggunaan Urea Sebagai Sumber Nitrogen Pada Proses Biodegradasi Substrat Lumpur Sawit Oleh JamurPhanerochaete chrysosporium. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan XI (4):175-181.

Nuranthy, P. 2004. Kajian Potensi Jsolat Kapang Pemecah Ikatan Tanin pada Kulit Buah Kakao (Theobromti cacao L.).Skripsi.Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak, Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Odunsi, A.A., A.A. Onifade and O. G. Longe. 1999. Effect of Alkali or Hot Water Treatment of Cocoa Bean Cake Fed To Broiler Finisher as Artificial Replacement for Dietary Groundnut Cake. Arc. Zootec 48:337-342.

Parwati I. A., Guntoro S., dan Suyasa N. Peningkatan Produktivitas Ternak Babi Dengan Introduksi Limbah Kakao Terfermentasi di Desa Pesagi Tabanan. Prosiding Seminar Nasional “Percepatan Alih Teknologi Pertanian Mendukung Ketahanan Pangan, Kerjasama Balai Besar Pengkajian Teknnologi Pertanian Bogor Dengan Balai Besar Pengkajian Teknologi Pertanian Bali, Denpasar.

Purwadaria, T., T. Haryati, A.P. Sinurat, J. Darma, and T. Pasaribu. 1995. In vitro Nutrient Value of Coconut Meal Fermented WithAspergillus niger NRRL 337 at Different Enzimatic Incubation Temperatures. Proceeds.2nd Conf. on Agriculture Biotechnology, Jakarta - Indonesia.

Tandi, E. J. 2010. Pengaruh Tanin Terhadap Aktivitas Enzim Protease.Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.Makasar.

Tjitrosoepomo, G. 1988. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Gajah Mada University Press. Yogyakarta

Wong, H. K., A. H. Osman and M. S. Idris. 1987. Utilization of cocoa by-product as ruminant feed. In: Dixon, R.M (Ed). Ruminant Feeding System Utilizing Fibrous Agricultural Residues. 1986. School of Agriculture and Forestry. University of Melbourne.Parkville. Victoria.

Yunilas. 2009. Bioteknologi Jerami Padi Melalui Fermentasi Sebagai Bahan Pakan Ternak Ruminansia. Departemen Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Sumatera Utara. Medan.