pengelolaan kulit kakao sebagai sumber pakan alternatif berkualitas by made sudarma

42
MAKALAH MANAJEMEN SUMBER DAYA PETERNAKAN ‘Pengelolaan Kulit Kakao Sebagai Sumber Pakan Alternatif Berkualitas’ NAMA : I MADE ADI SUDARMA NIM : 1211010006 SEMESTER : I (SATU) PRODI : ILMU PETERNAKAN PROGRAM PASCA SARJANA i

Upload: made-sudarma

Post on 21-Jan-2016

195 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengelolaan Kulit Kakao Sebagai Sumber Pakan Alternatif Berkualitas by Made Sudarma

MAKALAH

MANAJEMEN SUMBER DAYA PETERNAKAN

‘Pengelolaan Kulit Kakao Sebagai Sumber Pakan Alternatif

Berkualitas’

NAMA : I MADE ADI SUDARMA

NIM : 1211010006

SEMESTER : I (SATU)

PRODI : ILMU PETERNAKAN

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2013

i

Page 2: Pengelolaan Kulit Kakao Sebagai Sumber Pakan Alternatif Berkualitas by Made Sudarma

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan

Penyayang, karena atas berkat dan pertolongan-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan

makalah berjudul pengelolaan kulit buah kakao sebagai pakan alternative berkualitas hingga

pada tahap ini.

Makalah ini disusun guna memprediksi ketersediaan dari pakan ternak yang dapat

diperoleh terutama dalam bentuk limbah kakao yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak

berkualitas di Indonesia secara umum maupun Nusa Tenggara Timur khususnya.

Dengan segala kerendahan hati saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari

kesempurnaan, oleh karena itu segala saran dan kritik dari berbagai pihak sangat diharapkan

demi penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca

sekalian. Terima kasih.

Kupang, Januari 2013

Penulis

ii

Page 3: Pengelolaan Kulit Kakao Sebagai Sumber Pakan Alternatif Berkualitas by Made Sudarma

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

DAFTAR TABEL ................................................................................................. iii

PENDAHULUAN ............................................................................................... 1

Latar Belakang ...................................................................................... 1

Tujuan ................................................................................................... 1

Metode Pengambilan Data ……………………………………………. 1

PEMBAHASAN ................................................................................................. 2

Pakan Ternak ......................................................................................... 2

Budidaya Kakao .................................................................................... 3

Syarat Tumbuh ............................................................................ 3

Pohon Pelindung .......................................................................... 5

Pedoman Budidaya ...................................................................... 6

Panen ........................................................................................... 9

Hasil Penelitian dalam Meningkatkan Produksi Kakao ............ 10

Kakao dan Potensi yang Dimilikinya .................................................. 12

Inovasi Teknologi Pod Kakao Sebagai Pakan ternak ......................... 16

PENUTUP ........................................................................................................... 21

Simpulan ............................................................................................... 21

Saran ...................................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 22

iii

Page 4: Pengelolaan Kulit Kakao Sebagai Sumber Pakan Alternatif Berkualitas by Made Sudarma

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Jarak Tanam dan Jumlah Pohon per Hektar Kakao ......................................... 7

2. Luas Areal dan Produksi Tanaman Perkebunan Kakao di Indonesia............. 14

3. Luas Areal dan Produksi Tanaman Perkebunan Kakao di NTT ..................... 15

4. Kandungan Gizi Pod Kakao Segar dan Fermentasi ........................................ 20

iv

Page 5: Pengelolaan Kulit Kakao Sebagai Sumber Pakan Alternatif Berkualitas by Made Sudarma

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Untuk meningkatkan produksi daging ternak dalam upaya mencukupi kebutuhan protein

hewani secara nasional, disamping kualitas yang baik juga diperlukan kuantitas dan kontinuitas

ketersediaan pakan sepanjang tahun. Namun, pada saat ini ketersediaan pakan hijauan semakin

berkurang karena semakin berkurangnya lahan pertanian serta rendahnya mutu hijauan dan

rerumputan sehingga diperlukan usaha pengadaan pakan alternative yang ketersediaannya cukup

banyak, terkonsentrasi di wilayah tertentu dan belum dimanfatkan oleh para peternak.

Kulit buah kakao merupakan salah satu limbah tanaman perkebunan yang cukup potensial

untuk dimanfaatkan sebagai sumber pakan serat bagi ternak ruminansia. Hal ini dikarenakan

jumlah produksi kakao yang begitu besar di Indonesia dengan tingginya persentasi limbah dari

buah kakao tersebut yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia diseluruh

Indonesia. Berdasarkan penelitian Amirroenas (1990) dalam Hartati (2008), dilaporkan bahwa

pertumbuhan sapi yang mengkonsumsi ransum mengandung 30% kulit buah kakao lebih baik

dibandingkan dengan yang mengandung 30 % rumput gajah (0,980 vs 0,750 kg/hari)

Akan tetapi kulit buah kakao yang cukup potensial tersebut belum termanfaatkan secara

optimal, karena mengandung lignin tinggi dan serat kasar tinggi serta protein kasar yang rendah.

Oleh karena itu dibutuhkan suatu teknik atau cara dalam pemanfaatannya sebagai pakan ternak

dalam jumlah besar dengan teknologi pakan yang sudah berkembang saat ini.

B. Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi limbah kakao di

Indonesia secara umum dan NTT khususnya sebagai pakan ternak berkualitas tinggi.

C. Metode Pengambilan Data

Metode yang digunakan adalah pengumpulan referensi dari berbagai sumber terkait.

1

Page 6: Pengelolaan Kulit Kakao Sebagai Sumber Pakan Alternatif Berkualitas by Made Sudarma

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pakan Ternak

Dalam usaha pengembangan ternak pakan merupakan salah satu faktor yang harus

diperhatikan baik kualitas, kuantitas maupun kontinyuitas ketersediaanya. Kenyataan

memperlihatkan bahwa ketersediaan bahan pakan tidak hanya dipengaruhi oleh faktor iklim

tetapi juga oleh daya saing bahan makanan. Hal ini karena sebagian besar bahan penyusun

konsentrat sebagai pakan utama ternak non ruminansia dan sebagai pakan tambahan ternak

ruminansia seperti jagung masih bersaing dengan kebutuhan manusia. Kondisi demikian,

menyebabkan usaha peternakan di Indonesia pada saat ini masih dalam tahap pengembangan,

serta sering dibatasi oleh masalah pakan yang harganya relatif mahal.

Ketersediaan pakan hijauan sangat berfluktuasi, berlimpah pada musim hujan dan terjadi

kekurangan saat kemarau. Kondisi ini sangat dirasakan terutama pada daerah padat ternak.

Selain itu, ketersediaan pakan hijauan semakin berkurang seirama dengan menyusutnya luas

lahan pertanian dan padang penggembalaan karena sudah beralih fungsi menjadi kawasan

pemukiman, perkantoran dan industri. Untuk mengatasi kendala tersebut, perlu di cari pakan

alternatif yang ketersediaannya cukup banyak dan belum dimanfaatkan.

Pakan alternatif yang paling cocok dikembangakan adalah pakan yang berasal dari daerah

tersebut. Oleh karena itu, penggunaan bahan pakan lokal yang berpotensi sebagai pakan

alternatif untuk menjamin ketersediaannya secara kontinyu dan harganya relatif murah sangat

dibutuhkan. Salah satu pakan lokal alternatif yang sudah mulai dikembangkan saat ini adalah

pakan yang berasal dari limbah maupun hasil samping industri pertanian, perkebunan maupun

kehutanan. Pakan tersebut umumnya berupa pakan tinggi serat yang banyak digunakan sebagai

pakan utama dalam sistem pemeliharaan ternak ruminansia di Indonesia.

Limbah tanaman perkebunan mempunyai keunggulan praktis dibanding limbah lainnya

yaitu ketersediaannya pada satu tempat dalam jumlah banyak sehingga biaya untuk

mengumpulkannya lebih rendah. Salah satu pakan alternatif limbah perkebunan yang cukup

potensial adalah tanaman kakao ( Theobroma cacao ) antara lain kulit buah kakao atau dikenal

dengan nama pod kakao.

2

Page 7: Pengelolaan Kulit Kakao Sebagai Sumber Pakan Alternatif Berkualitas by Made Sudarma

B. Budidaya Cacao

Tanaman kakao merupakan tanaman perkebunaan berprospek menjanjikan. Tetapi jika

faktor tanah yang semakin keras dan miskin unsur hara terutama unsur hara mikro dan hormon

alami, faktor iklim dan cuaca, faktor hama dan penyakit tanaman, serta faktor pemeliharaan

lainnya tidak diperhatikan maka tingkat produksi dan kualitas akan rendah (Chairani, 2008).

Berikut beberapa hal mengenai teknik budidaya cacao yang diringkas dari hasil penelitian

Chairani (2008).

Syarat Tumbuh

Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan. Lingkungan alami

tanaman kakao adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan, suhu udara dan sinar

matahari menjadi bagian dari faktor iklim yang menentukan. Demikian juga dengan faktor fisik

dan kimia tanah yang erat kaitannya dengan daya tembus (penetrasi) dan kemampuan akar

menyerap hara. Ditinjau dari wilayah penanamannya kakao ditanam pada daerah-daerah yang

berada pada 10o LU sampai dengan 10o LS. Walaupun demikian penyebaran pertanaman kakao

secara umum berada diantara 7o LU sampai 18o LS. Hal ini erat kaitannya dengan distribusi

curah hujan dan jumlah penyinaran matahari sepanjang tahun. Kakao juga masih toleran pada

daerah 20o LU sampai 20o LS. Dengan demikian Indonesia yang berada pada 5o LU sampai

dengan 10o LS masih sesuai untuk pertanaman kakao.

Ketinggian Tempat

Ketinggian tempat di Indonesia yang ideal untuk penanaman kakao adalah tidak lebih

tinggi dari 800 m dari permukaan laut.

Curah Hujan

Curah hujan yang berhubungan dengan pertanaman dan produksi kakao ialah distribusinya

sepanjang tahun. Hal tersebut berkaitan dengan masa pembentukan tunas muda dan produksi.

Areal penanaman kakao yang ideal adalah daerah-daerah dengan curah hujan 1.100-3.000 mm

per tahun. Curah hujan yang melebihi 4.500 mm per tahun tampakya berkaitan erat dengan

serangan penyakit busuk buah (blask pods). Di tinjau dari tipe iklimnya, kakao sangat ideal

ditanam pada daerah-daerah yang tipenya iklim A (menurut Koppen) atau B (menurut Scmidt

dan Fergusson). Di daerah-daerah yang tipe iklimnya C menurut (Scmidt dan Fergusson) kurang

baik untuk penanaman kakao karena bulan keringnya yang panjang. Dengan membandingkan

curah hujan diatas dengan curah hujan tipe Asia, Ekuator dan Jawa maka secara umum areal

penanaman kakao di Indonesia masih potensial untuk dikembangkan. Adanya pola penyebab

curah hujan yang tetap akan mengakibatkan pola panen yang tetap pula.

3

Page 8: Pengelolaan Kulit Kakao Sebagai Sumber Pakan Alternatif Berkualitas by Made Sudarma

Temperatur

Pengaruh temperatur terhadap kakao erat kaitannya dengan ketersedian air, sinar matahari

dan kelembaban. Faktor-faktor tersebut dapat dikelola melalui pemangkasan, penataan tanaman

pelindung dan irigasi. Temperatur sangat berpengaruh terhadap pembentukan flush,

pembungaan, serta kerusakan daun. Menurut hasil penelitian, temperatur ideal bagi tanaman

kakao adalah 300 C - 320 C (maksimum) dan 180 C - 210 C (minimum). Berdasarkan keadaan

iklim di Indonesia temperatur 250 - 260 C merupakan temperatur rata-rata tahunan tanpa faktor

terbatas. Karena itu daerah-daerah tersebut sangat cocok jika ditanami kakao.

Sinar Matahari

Lingkungan hidup alami tanaman kakao ialah hutan hujan tropis yang didalam

pertumbuhanya membutuhkan naungan untuk mengurangi pencahayaan penuh. Cahaya matahari

yang terlalu banyak menyoroti tanaman kakao akan mengakibatkan lilit batang kecil, daun

sempit, dan batang relatif pendek. Pemanfaatan cahaya matahari semaksimal mungkin

dimaksudkan untuk mendapatkan intersepsi cahaya dan pencapain indeks luas daun optimum.

Air dan Hara

Air dan hara merupakan faktor penentu bila mana kakao akan ditanam dengan sistem tanpa

tanaman pelindung sehingga terus menerus mendapat sinar matahari secara penuh.

Naungan

Pembibitan kakao membutuhkan naungan, karena benih kakao akan lebih lambat

pertumbuhannya pada pencahayaan sinar matahari penuh. Penanaman kakao tanpa pelindung

saat ini giat diteliti dan diamati karena berhubungan dengan biaya penanaman maupun

pemeliharaan. Penanaman dilakukan dipagi hari pada musim hujan tenyata lebih baik hasilnya

kalau sore/malam harinya hujan turun dibandingkan dengan jika hujan yang turun 2 hari

kemudian. Dengan demikian, air dan hara memang merupakan faktor penentu bila mana cahaya

matahari dimanfaatkan semaksimal mungkin bagi pertanaman kakao.

Tanah

Kakao dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, asalkan persyaratan kimia dan fisik yang

berperan dalam pertumbuhan dan produksi tanaman kakao terpenuhi. Kemasaman tanah, kadar

zat organik, unsur hara, kapasitas adsorbsi, dan kejenuhan basa merupakan sifat kimia yang perlu

diperhatikan, sementara faktor fisiknya adalah kedalaman efektif, tinggi permukan air tanah,

drainse, struktur dan konsesntensi tanah. Selain itu kemiringan lahan juga merupakan sifat fisik

yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi kakao.

4

Page 9: Pengelolaan Kulit Kakao Sebagai Sumber Pakan Alternatif Berkualitas by Made Sudarma

Pohon Pelindung

Penanaman pohon pelindung sebelum penanaman kakao bertujuan mengurangi intesnsitas

sinar matahari langsung. Bukan berarti bahwa pohon pelindung tidak menimbulkan masalah

yang menyangkut biaya, sanitasi kebun, kemungkinan serangan hama dan penyakit, atau

kompetisi hara dan air. Karena itu, jumlah pemeliharaan untuk meniadakan pohon pelindung

pada areal penanaman kakao saat ini sedang dilakukan. Penanaman pohon kakao secara rapat

atau pengurangan pohon pelindung secara bertahap, misalnya, merupakan upaya meniadakan

pohon pelindung itu.

Manfaat Pohon Pelindung

Melindungi daun. Pohon pelindung sangat berpengaruh terhadap kadar gula pada batang dan

cabang kakao. Pengaruh itu mengisyaratkan perlunya pohon pelindung pada areal penanaman

yang sebagai faktor yang secara tidak langsung mempengaruhi proses fisiologis. Ditinjau

dari kemampuan menyerap sinar matahari sebagai sumber energi, kakao masuk kedalam

tanaman C3, yaitu tanaman yang mampu berfotosintesis pada suhu daun rendah. Tanaman yang

tergolong C3 membutuhkan temperatur optimum 10-25o C. Dengan demikian dengan adanya

pohon pelidung terutama akan mempengaruhi kemampuan daun kakao melakukan proses

fisiologis.

Menciptakan iklim mikro. Pohon pelindung terutama pada areal yang belum menghasilkan

memainkan peranan penting pula dalam menciptakan iklim mikro yang lembab.

Menghindari pencucian hara. Pohon pelidung juga berperan dalam memperbaiki unsur tanah,

mengembalikan hara tercuci, dan menahan terpaan angin terutama pada kakao yang belum

menghasilkan.

Memperbaiki struktur tanah. Peranannya sebagai memperbaiki struktur tanah dikarenakan

sistem perakaran pohon pelindung umunya dalam. Pengembalian hara yang tercuci bisa terjadi

karena adanya guguran daun tanaman pelindung yang akan melapuk membentuk senyawa

organik.

Kerugian Pohon Pelindung

Pohon pelindung juga dapat memberikan pengaruh yang merugikan. Kerugian itu berkaitan

dengan perbandingan biaya penanaman dan pemeliharaan dengan peranannya sebagai

peningkatan produksi, terutama bagi tanaman yang menghasilkan. Hasil dari beberapa penelitian

telah dibuktikan bahwa tanpa pohon pelindung kakao akan menghasilkan buah lebih banyak

dari pada kakao yang ada pohon pelindungnya. Kerugian lainya dari adanya pohon pelindung

5

Page 10: Pengelolaan Kulit Kakao Sebagai Sumber Pakan Alternatif Berkualitas by Made Sudarma

adalah timbulnya persaingan dalam mendapatkan air dan hara antara tanaman pelindung dengan

kakao tersebut. Kerugian bisa juga timbul mengingat pohon pelindung punya kemungkinan

menjadi inang hama Helopeltis sp, seperti tanaman pelindung Accasia decurens dan Albissia

chinensis.

Pedoman Budidaya

Pembersihan Areal

Pembersihan areal dilaksanakan mulai dari tahap survai/pengukuran sampai tahap

pengendalian ilalang. Pelaksanaan survai/ pengukuran biasanya berlangsung selama satu bulan.

Pada tahap ini, pelaksanaan pekerjaan meliputi pemetaan topografi, penyebaran jenis tanah,

serta penetapan batas areal yang akan ditanami. Tahap selanjutnya dari pembersihan areal

adalah tebas/babat. Pelaksanaan pekerjaan pada tahap ini adalah dengan membersihkan semak

belukar dan kayu-kayu kecil sedapat mungkin ditebas rata dengan permukaan tanah, lama

pekerjaan ini adalah 2-3 bulan baru kemudian dilanjutkan dengan tahap tebang . Tahap berikut

ini dilaksanakan selama 3-4 bulan, dan merupakan tahap yang paling lama dari semua tahap

pembersihan areal. Bila semua pohon telah tumbang tumbangan itu biarkan selama 1- 1,5

bulan agar daun kayu mengering. Areal yang telah bebas dari semak belukar, kayu-

kayu kecil, dan pohon besar, apalagi bila baru dibakar, biasanya cepat sekali

menumbuhkan ilalang. Seperti diketahui, ilalang merupakan gulma utama dari areal pertanian.

Karena itu, pengendaliannya harus dilaksanakan sesegera mungkin, sehingga sedapat mungkin

areal telah bebas dari ilalang saat penanaman pohon pelindung. Tahap pengendalian ilalang

ini dapat dilasanakan selama 2-3 bulan.

Persiapan areal

Pembersihan areal sering juga diakhiri dengan tahap pengolahan tanah. Pengolaan tanah

biasanya dilaksanakan secara mekenis. Pengolahan tanah selain dinilai

mahal, juga dapat mempercepat pengikisan lapisan tanah atas.

Penanaman tanaman penutup tanah

Untuk mempertahankan lapisan atas tanah dan menambah kesuburan tanah, pembersihan

areal terkadang diikuti dengan tahap penanaman tanaman penutup tanah. Tanaman penutup

tanah biasanya adalah jenis kacang-kacangan antara lain Centrosema pubescens, Colopogonium

mucunoides, Puerarai javanica atau Pologonium caeruleum. Biji dapat ditanam menurut cara

larikan atau tugal, bergantung pada ketersediaan biji dan tenaga kerja. Jarak tanam

kacang-kacangan biasanya disesuaikan dengan jarak tanam kakao yang hendak ditanam.

6

Page 11: Pengelolaan Kulit Kakao Sebagai Sumber Pakan Alternatif Berkualitas by Made Sudarma

Jarak tanam

Jarak tanam yang ideal bagi kakao adalah jarak yang sesuai dengan perkembangan

bagian tajuk tanaman serta cukup tersedianya ruang bagi perkembangan akar. Pemilihan

jarak tanam erat kaitannya dengan sifat pertumbuhan tanaman, sumber bahan tanam, dan

kesuburan tanah. Jarak tanam tergantung dari luasan tajuk yang akan dibentuk tanaman.

Tabel 1. Jarak tanam dan jumlah pohon per hektarJarak Tanam (mxm) Jumlah Pohon per Ha

2,4x2,4 16803x3 11004x4 6255x5 400

3,96x1,83 13802,5x3 13334x2 12503x2 1250

Pola Tanam

Kakao dapat ditanam dibarisan kelapa, kelapa sawit, atau juga karet sebagai tanaman

intercropping. Kakao juga dapat ditanam diantara barisan pisang atau singkong yang

berfungsi sebagi pohon pelindung sementara. Pola tanam yang diterapkan pada areal

demikian umumnya menyesuaikan pola tanam terdahulu. Untuk mendapatkan areal penanaman

kakao yang sebaik-baiknya dianjurkan untuk menetapkan pola tanam terlebih dahulu.

Pola tanam erat kaitannya dengan: keoptimuman jumlah pohon per ha; keoptimuman pohon

pelindung; dan meminimumkan kerugian yang timbul pada nilai kesuburan tanah.

Ada tiga pola yang dianjurkan adalah: Pola tanam kakao segi empat, pohon pelindung segi

empat; Pola tanam kakao berpagar ganda, pohon pelindung segi tiga; dan Pola tanam

kakao berpagar ganda, pohon pelindung segi empat.

Penanaman dan pemeliharaan

Bila jarak tanam dan pola tanam telah ditetapkan dan keadaan pohon pelindung

tetap telah memenuhi syarat sebagi penaung, dan bibit dalam polybag telah berumur 4-6 bulan

dan tidak dalam keadaab flush, maka penanaman sudah dapat dilaksanakan. Rencana

penanaman hendaknya diiringi pula dengan rencana pemeliharaan sehingga bibit yang

ditanam tumbuh dengan baik untuk jangka waktu yang cukup lama.

Penanaman

Dua minggu sebelum penanaman. Lebih dahulu disiapkan lubang tanah berukuran 40cm x

40cm x40cm atau 60cm x 60cm, bergantung pada ukuran polybag. Lubang kemudian

ditaburi 1 kg pupuk Agrophos dan ditutupi lagi dengan serasah. Pemberian pupuk tersebut

7

Page 12: Pengelolaan Kulit Kakao Sebagai Sumber Pakan Alternatif Berkualitas by Made Sudarma

dimaksudkan untuk menyediakan hara bagi bibit yang akan ditanam beberapa minggu

kemudian. Berikan pupuk kandang yang dicampur dengan tanah (1:1) ditambah pupuk

TSP 1-5 gram per lubang. Bibit yang hendak ditanam sebaiknya tidak terlalu sering

dipindahkan dari suatu tempat ketempat lain. Untuk itu diperlukan tempat pengumpulan

polybag, misalnya untuk setiap 50 lubang disediakan suatu tempat pengumpulan bibit.

Pemangkasan

Selama masa tanaman belum menghasilkan, pemeliharaan ditunjukkan kepada pembentukan

cabang yang seimbang dan pertumbuhan vegetatif yang baik. Disamping itu, pemangkasan

pohon pelindung tetap juga dilaksanakan agar percabangan dan dedaunnya tumbuh tinggi dan

baik. Sedangkan pohon pelindung sementara dipangkas dan akhirnya dimusnahkan sejalan

dengan pertumbuhan kakao. Pohon pelindung sementara yang dibiarkan akan membatasi

pertumbuhan kakao, karena menghalangi sinar matahari serta menimbulkan persaingan dengan

tanaman utama dalam mendapatkan air dan hara.

Pengendalian Hama & Penyakit

Hama

Ulat Kilan (Hyposidea infixaria; Famili : Geometridae ). Menyerang pada umur 2-4 bulan.

Serangan berat mengakibatkan daun muda tinggal urat daunnya saja. Pengendalian dengan

Pestona dosis 5-10cc/liter.

Ulat Jaran / Kuda ( Dasychira inclusa, Familia : Limanthriidae ). Ulat ini ada bulu-bulu gatal

pada bagian dorsalnya menyerupai bentuk bulu (rambut) pada leher kuda, terdapat pada

marke 4 dan 5 berwarna putih atau hitam, sedang ulatnya coklat atau coklat kehitam-hitaman.

Pengendalian: dengan musuh alami predator Apanteles mendosa dan Carcelia spp, atau

dengan bahan kimia.

Parasa lepida dan Ploneta diducta (Ulat Srengenge). Serangan dilakukan silih berganti

karena kedua species ini agak berbeda siklus hidup maupun cara meletakkan kokonnya,

sehingga masa berkembangnya akan saling bergantian. Serangan tertinggi pada daun muda,

kuncup yang merupakan pusat kehidupan dan bunga yang masih muda. Siklus hidup

Ploneta diducta 1 bulan, Parasa lepida lebih panjang dari pada Ploneta diducta.

Kutu - kutuan (Pseudococcus lilacinus). Kutu berwarna putih. Simbiosis dengan semut

hitam. Gejala serangan: infeksi pada pangkal buah di tempat yang terlindung, selanjutnya

perusakan ke bagian buah yang masih kecil, buah terhambat dan akhirnya mengering lalu

mati. Pengendalian: tanaman terserang dipangkas lalu dibakar, dengan musuh alami

predator; Scymus sp, Semut hitam, parasit Coccophagus pseudococci atau mempergunakan

bahan kimia.

8

Page 13: Pengelolaan Kulit Kakao Sebagai Sumber Pakan Alternatif Berkualitas by Made Sudarma

Helopeltis antonii. Hama ini menusukkan ovipositor untuk meletakkan telurnya ke dalam

buah yang masih muda, jika tidak ada buah muda hama menyerang tunas dan pucuk

daun muda. Serangga dewasa berwarna hitam, sedang dadanya merah, bagian menyerupai

tanduk tampak lurus. Ciri serangan: kulit buah ada bercak-bercak hitam dan kering,

pertumbuhan buah terhambat, buah kaku dan sangat keras serta jelek bentuknya dan buah

kecil kering lalu mati. Pengendalian: pengendalian dilakukan dengan bahan kimia dan

sanitasi lahan, dan pembuangan buah yang terserang.

Kakao Mot (Ngengat Buah), Acrocercops cranerella (Famili; Lithocolletidae). Buah

muda terserang hebat, warna kuning pucat, biji dalam buah tidak dapat mengembang

dan lengket. Pengendalian: Sanitasi lingkungan kebun, menyelubungi buah coklat dengan

kantong plastik yang bagian bawahnya tetap terbuka (kondomisasi), pelepasan musuh

alami semut hitam dan jamur antagonis Beauveria bassiana (BVR) dengan cara disemprotkan.

Penyakit

Penyakit Busuk Buah (Phytopthora palmivora). Gejala serangan: dari ujung buah atau

pangkal buah nampak kecoklatan pada buah yang telah besar dan buah kecil akan langsung

mati. Pengendalian: membuang buah terserang dan dibakar, pemangkasan teratur.

Jamur Upas (Upasia salmonicolor). Penyakit ini menyerang batang dan cabang.

Pengendaliannya: kerok dan olesi batang atau cabang terserang dengan pestisida nabati

atau kimia, pemangkasan teratur, serangan yang berkelanjutan dipotong lalu dibakar.

Catatan : Jika pengendalian hama penyakit dengan menggunakan pestisida alami belum

mengatasi dapat masalah dapat dipergunakan pestisida kimia yang dianjurkan. Agar

penyemprotan pestisida kimia lebih merata dan tidak mudah hilang oleh air hujan tambahkan

surfaktan.

Panen

Saat petik persiapkan rorak-rorak dan koordinasi pemetikan. Pemetikan dilakukan

terhadap buah yang masak tetapi jangan terlalu masak. Potong tangkai buah dengan

menyisakan 1/3 bagian tangkai buah. Pemetikan sampai pangkal buah akan merusak bantalan

bunga sehingga pembentukan bunga terganggu dan jika hal ini dilakukan terus menerus,

maka produksi buah akan menurun. Buah yang dipetik umur 5,5 - 6 bulan dari berbunga,

warna kuning atau merah. Buah yang telah dipetik dimasukkan dalam karung dan

dikumpulkan dekat rorak. Pemetikan dilakukan pada pagi hari dan pemecahan siang hari.

Pemecahan buah dengan memukulkan pada batu hingga pecah. Kemudian biji dikeluarkan dan

dimasukkan dalam karung, sedang kulit dimasukkan dalam rorak yang tersedia.

9

Page 14: Pengelolaan Kulit Kakao Sebagai Sumber Pakan Alternatif Berkualitas by Made Sudarma

Pengolahan Hasil

Fermentasi

Tahap awal pengolahan biji kakao. Bertujuan mempermudah menghilangkan pulp,

menghilangkan daya tumbuh biji, merubah warna biji dan mendapatkan aroma dan cita rasa

yang enak.

Pengeringan

Pengeringan biji kakao yang telah difermentasi dikeringkan agar tidak terserang

jamur dengan sinar matahari langsung (7-9 hari) atau dengan kompor pemanas suhu 60-

700C (60-100 jam). Kadar air yang baik kurang dari 6%.

Sortasi

Untuk mendapatkan ukuran tertentu dari biji kakao sesuai permintaan. Syarat mutu

biji kakao adalah tidak terfermentasi maksimal 3 %, kadar air maksimal 7%, serangan hama

penyakit maksimal 3 % dan bebas kotoran.

Hasil Penelitian dalam meningkatkan produksi Kakao

Penggunaan Fungisida dalam Pengawetan benih Kakao

Penggunaan fungisida (berbahan aktif mankozeb + karbendazim) dengan dosis 2 – 6 g/kg

benih dapat menekan perkembangan cendawan selama penyimpanan benih kakao hingga 9

minggu. Benih yang disimpan tanpa fungisida, pada periode simpan 1 minggu terserang

cendawan hingga 90,67% dan daya berkecambahnya 57,33%, setelah satu minggu serangan

cendawan 100 % dan benih kehilangan viabilitas dan vigornya. Viabilitas dan vigor benih kakao

dapat dipertahankan tetap tinggi hingga periode 9 minggu dengan perlakuan fungisida. Perlakuan

dosis fungisida 6 g/kg benih cenderung menurunkan viabilitas dan vigor benih, sedangkan pada

dosis 2 g/kg benih belum sepenuhnya dapat menekan serangan cendawan. Dosis fungisida

terbaik adalah 4,21 g/kg benih. Benih kakao dengan perlakuan fungisida masih mempunyai

viabilitas dan vigor yang tinggi hingga periode simpan 9 minggu, yaitu daya berkecambahnya

sekitar 90%, kecepatan tumbuh, tinggi bibit dan jumlah dauunya tidak berbeda dengan yang

disimpan 1 minggu (Budiarti, 1997)

Pupuk Organik Cair

Hasil penelitian Angkapradipta et al. (1988) menunjukkan bahwa pemberian pupuk Urea

dan TSP berpengaruh terhadap pertumbuhan kakao lindak tanaman belum menghasilkan

pada tanah latosol yang ditunjukkan oleh pertumbuhan panjang dan lilit batang kakao. Akan

tetapi menurut Abdoellah (1996) pemberian pupuk anorganik saja bukanlah jaminan

untuk memperoleh hasil maksimal tanpa diimbangi pupukorganik, karena pupuk organik

10

Page 15: Pengelolaan Kulit Kakao Sebagai Sumber Pakan Alternatif Berkualitas by Made Sudarma

mampu berperan terhadap perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah, yang pada akhirnya

terhadap produksi kakao. Pupuk organik dalam bentuk cair dapat meningkatkan suplai unsur

hara pada tanaman dibandingkan dengan pupuk anorganik (Lingga, 1999). Pemupukan melalui

daun dapat mengurangi kerusakan akibat pemberian pupuk melalui tanah. Beberapa jenis

pupuk organik cair (POC) termasuk POC Bioton selain memiliki unsur hara (makro dan mikro)

yang dibutuhkan oleh tanaman juga mengandung hormon yang sangat berperan dalam

pertumbuhan vegetatif tanaman. Pemberian kombinasi pupuk organik cair (POC) Bioton

dan pupuk anorganik hanya berpengaruh terhadap diameter batang dan panjang cabang

primer. Frekuensi pemberian POC 4 minggu sekali cukup efektif dalam mendukung

pertumbuhan kakao (Wachjar, 2007)

Teknik Sambung Samping

Biasanya tanaman kakao yang berumur 25 tahun produktivitasnya akan menurun 50% dari

potensi produksinya. Penggunaan entres lokal untuk mendukung program rehabilitasi melalui

sambung samping, selain dapat meningkatkan produktivitas juga dapat mencegah penyebaran

hama penyakit dari satu daerah ke daerah lain, mengurangi biaya transportasi entres,

memperkecil risiko kerusakan entres akibat pengangkutan jarak jauh, dan klon unggul lokal

tahan terhadap hama/penyakit tertentu. Menurut hasil penelitian Limbongan (2011),

menyatakan bahwa kesiapan teknologi sambung samping didukung oleh tersedianya berbagai

klon unggul introduksi maupun klon lokal di beberapa daerah pengembangan yang dapat

dijadikan sebagai sumber entres pada program rehabilitasi tanaman kakao. Pembangunan

kebun entres sebagai kebun koleksi dan sumber entres berbagai jenis klon unggul sebaiknya

dilakukan di setiap daerah pengembangan. Hal ini bertujuan untuk menjamin ketersediaan entres,

baik kuantitas maupun kualitasnya, dan mencegah penyebaran hama/penyakit tanaman dari satu

daerah ke daerah yang lain. Tingkat keberhasilan sambungan dipengaruhi oleh jenis entres

yang digunakan, umur entres, tersedianya entres dalam jumlah yang memadai dan dekat

lokasi pengembangan, kemampuan dan keterampilan petani melakukan penyambungan, serta

kondisi cuaca. Sambung samping merupakan teknologi yang murah, mudah diterapkan, dan

dapat meningkatkan pendapatan petani sehingga dapat menjadi salah satu pilihan dalam

program rehabilitasi tanaman kakao.

Pemberian Boron dan Seng dalam mengatasi Layu Pentil

Tanaman kakao dapat berbunga sepanjang tahun dengan jumlah bunga hingga 5000 –

10000 bunga/pohon/tahun, namun hanya sekitar 1 – 5% buah yang dapat mencapai matang.

Salah satu penyebabnya adalah adanya layu pentil pada puncak pertama sekitar 58 hari setelah

penyerbukan dan meningkat pada puncak kedua 70 hari setelah penyerbukan. Mekanisme layu

11

Page 16: Pengelolaan Kulit Kakao Sebagai Sumber Pakan Alternatif Berkualitas by Made Sudarma

pentil diawali dengan adanya pertumbuhan pentil yang terhenti dan selanjutnya terjadi perubahan

warna kulit menjadi kuning kemudian kehitaman dan mengerut. Penyebab terjadinya layu pentil

adalah kompetisi antara buah muda dan buah yang lebih tua dan pertumbuhan vegetative atau

pembentukan flush, dimana pembentukan flush dengan intensitas tinggi dan serempak

merupakan pemakai asimilat yang dominan dan berakibat pada ketersediaan asimilat bagi buah

yang menjadi berkurang. Hal ini mengakibatkan adanya persaingan yang tidak seimbang antara

pentil kakao dan flush dalam penggunaan asimilat sehingga terjadi kelayuan pentil. Kelayuan

pentil kakao dapat ditekan dengan pemberian multimikro (B, Cu, Mn, Mo, dan Zn) dan NAA,

sehingga pembentukan buah dapat meningkat. Menurut hasil penelitian Kurniawati (1998),

pemberian boron menurunkan secara nyata jumlah kumulatif pentil terbentuk, jumlah kumulatif

pentil kakao sehat, dan jumlah kakao dapat dipanen tetapi dapat menekan jumlah pentil layu.

Tanggap tanaman kakao terhadap boron dipengaruhi oleh Zn pada peubah jumlah kumulatif

pentil kakao terbentuk dan jumlah kumulatif pentil kakao layu. Pemberian boron 3 350 ppm dan

zn 2 500 ppm meningkatkan jumlah pentil kakao terbentuk lebih besar 18,3% dibanding kontrol.

Kombinasi Boron 3 350 ppm dan Zn 3 750 ppm dapat menekan pentil layu hingga 86%.

C. Kakao dan Potensi Yang Dimilikinya

Tanaman kakao yang mempunyai nama latin Theobroma Cacao L atau biasa kita sebut

dengan cokelat merupakan tanaman yang banyak ditemukan tumbuh di daerah tropis. Kakao

secara umum adalah tumbuhan menyerbuk silang dan memiliki sistem inkompatibilitas sendiri.

Buah tumbuh dari bunga yang diserbuki. Ukuran buah jauh lebih besar dari bunganya, dan

berbentuk bulat hingga memanjang. Buah terdiri dari 5 daun buah  dan memiliki ruang serta di

dalamnya terdapat biji. Warna buah berubah-ubah. Sewaktu muda berwarna hijau hingga ungu.

Apabila masak kulit luar buah biasanya berwarna kuning (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao.

2004)

Indonesia merupakan penghasil kakao terbesar ketiga setelah dua negara di benua Afrika

yaitu Pantai Gading dan Ghana. Di Indonesia tanaman kakao sendiri tersebar sebagian besar di

beberapa pulau di seluruh wilayah Indonesia yaitu diantaranya di pulau Jawa, Sumatera,

Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara dan Papua. Di Indonesia sendiri tanaman ini dapat

tumbuh pada ketinggian kurang dari 800 m dibawah permukaan laut dengan curah hujan rata-

rata 1100 – 3000 mm per tahun. Suhu ideal bagi tanaman kakao untuk tumbuh adalah 30–32

derajat Celcius (Maksimum) dan 18–21 derajat Celcius (Minimum). Tanaman kakao dapat

tumbuh dengan baik pada tanah yang memiliki bahan organik tanah yang tinggi masaman pH 6–

12

Page 17: Pengelolaan Kulit Kakao Sebagai Sumber Pakan Alternatif Berkualitas by Made Sudarma

7.5 tidak lebih tinggi dari 8 dan  tidak lebih rendah dari 6, kebutuhan air dan hara yang cukup

serta membutuhkan naungan dalam pertumbuhannnya (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. 2004)

Tanaman kakao rentan terhadap hama dan penyakit. Beberapa jenis hama dan  penyakit

yang menyerang tanaman kakao antara lain adalah Ulat Kilan ( Hyposidea infixaria; Famili :

Geometridae ), Ulat Jaran / Kuda ( Dasychira inclusa, Familia : Limanthriidae ), ulat srengenge

(Parasa lepida dan Ploneta diducta ), Kutu – kutuan ( Pseudococcus lilacinus ), Helopeltis

antonii, Cacao Mot ( Ngengat Buah ) Acrocercops cranerella (Famili : Lithocolletidae),

Penyakit Busuk Buah (Phytopthora palmivora), Jamur Upas (Upasia salmonicolor). Oleh karena

itu teknis budidaya dan penanganan yang tepat terhadap hama dan penyakit yang menyerang

tanaman kakao mutlak diperlukan untuk tanaman kakao agar tumbuh berkembang dengan baik

(Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. 2004)

Buah kakao yang telah siap panen yaitu buah yang dipetik pada umur 5,5 – 6 bulan dari

berbunga, warna kuning atau merah. Buah yang telah dipetik dikumpulkan kemudian

dimasukkan ke dalam karung.. Pemetikan dilakukan pada pagi hari dan pemecahan biji dan kulit

dilakukan pada siang hari. Pemecahan buah dilakukan dengan memukulkan buah kakao pada

batu hingga pecah. Kemudian biji dikeluarkan dan dimasukkan dalam wadah yang telah

disediakan, sedangkan kulit dari kakao dimasukkan dalam karung. (Pusat Penelitian Kopi dan

Kakao. 2004)

Menurut Puastuti (2008) kulit buah kakao belum banyak dimanfaatkan sebagai bahan

pakan kecuali sebagai pupuk. Namun demikian, penempatan kulit buah kakao di sekitar

kebun lebih banyak mengotori lingkungan perkebunan bahkan menimbulkan banyak masalah

terhadap tanaman perkebunan dibandingkan dengan manfaatnya sebagai pupuk. Menumpuknya

kulit buah kakao menimbulkan pembusukan karena kelembaban dan temperatur yang tinggi,

bahkan cendawan mikotoksin Phytopthora palmivora (Butler) dapat berkembang dengan baik.

Cendawan ini dilaporkan dapat menjadi hama dan penyakit busuk buah, hawar daun dan

kanker batang pada tanaman kakao (LOPEZ et al., 1984 dalam Puastuti, 2008). Oleh karena itu,

untuk memanfaatkan kulit buah kakao sebaiknya dikeluarkan dari lokasi perkebunan agar

tanaman kakao terhindar dari penyakit tersebut.

Menurut Priyanto (2004) kasus penanganan limbah pertanian dan perkebunan sampai saat

ini masih merupakan kendala dalam program penanganan limbah di tingkat petani. Masalah ini

di antaranya adalah keterbatasan waktu, tenaga kerja, maupun keterbatasan areal pembuangan.

Di samping itu limbah pertanian dan perkebunan belum banyak dimanfaatkan walaupun dalam

beberapa kondisi memiliki potensi sebagai bahan pakan ternak maupun bahan baku pembuatan

13

Page 18: Pengelolaan Kulit Kakao Sebagai Sumber Pakan Alternatif Berkualitas by Made Sudarma

kompos, sehingga perlu dilakukan pengamatan dalam mendukung program pemanfaatan limbah

potensial terutama limbah potensial yang dihasilkan oleh tanaman kakao yaitu limbah kulit

kakao.

Tanaman kakao banyak dikenal sebagai tanaman yang dapat menghasilkan cokelat. Akan

teapi selain bijinya yang dapat diproses menjadi cokelat ternyata  kulit dari buah kakao yang

selama ini menjadi limbah  dari industri cokelat juga mempunyai nilai jual yang tinggi. Kulit

buah kakao (shel fod husk) adalah merupakan limbah agroindustri yang dihasilkan tanaman

kakao. Berdasarkan penelitian, kulit kakao atau biasa kita sebut kulit cokelat mempunyai

kandungan gizi yaitu 22% protein, 3–9% lemak, bahan kering (BK) 88%, protein kasar (PK) 8%,

serat kasar (SK) 40,15, dan TDN 50,8%, metabolisme energi (K.kal) 2,1, dan pH 6,8 (Priyanto,

2004).

Tabel 2. Luas Areal dan Produksi Tanaman Perkebunan Cokelat/Kakao di Indonesia, 1995 - 2010

No Tahun Luas Areal (0000 Ha) Produksi (Ton) Laju Produksi (%)

1 1995 125.4 46,4

2 1996 129.6 46,8 0,86

3 1997 146.3 65,889 40,79

4 1998 151.3 60,925 -7,53

5 1999 154.6 58,914 -3,30

6 2000 157.8 57,725 -2,02

7 2001 158.6 57,86 0,23

8 2002 145.8 48,245 -16,62

9 2003 145.7 56,632 17,38

10 2004 87.7 54,921 -3,02

11 2005 85.9 55,127 0,38

12 2006 101.2 67,2 21,90

13 2007 106.5 68,6 2,08

14 2008 98.4 62,913 -8,29

15 2009 95.3 67,602 7,45

16 2010* 95.9 70,919 4,91

Ket: * angka sementara

Sumber : BPS Indonesia 2012

Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) merupakan tanaman perkebunan yang cukup

banyak dikembangkan di Indonesia. Indonesia memiliki areal perkebunan yang sangat luas. Luas

areal perkebunan di Indonesia sekitar hektar. Salah satunya adalah perkebunan kakao yang

mencapai 959.000 ha (BPS Indonesia, 2011). Selama lima belas tahun terakhir ini produksi 14

Page 19: Pengelolaan Kulit Kakao Sebagai Sumber Pakan Alternatif Berkualitas by Made Sudarma

kakao terus meningkat mencapai 70.919 ton pada tahun 2010 (BPS Indonesia, 2012). Jika

proporsi limbah mencapai 75 % dari produksi, maka limbah kulit buah kakao mencapai 53.190

ton per tahun. Hal ini merupakan suatu potensi yang sangat besar untuk dimanfaatkan sebagai

bahan pakan ternak (Tabel 2).

Tabel 3. Luas Areal dan Produksi Tanaman Perkebunan Cokelat/Kakao Menurut Kabupaten/Kota, 2011

Kabupaten/Kota

Jumlah Luas Areal

Jumlah Produksi

Produksi Limbah

Produksi Pod BK

(ha) (ton) (ton) (Kg)

Sumba Barat 641 39 29,25 25740Sumba Timur 491 6 4,5 3960Kupang 259 19 14,25 12540Timor Tengah Selatan

319 11 8,25 7260

Timor Tengah Utara

313 46 34,5 30360

Belu 548 32 24 21120Alor 1 051 14 10,5 9240Lembata 829 80 60 52800Flores Timur 4 312 698 523,5 460680Sikka 21 661 7 158 5368,5 4724280Ende 5 962 2 513 1884,75 1658580Ngada 931 189 141,75 124740Manggarai 1 836 123 92,25 81180Rote Ndao - - - -Manggarai Barat 3 432 323 242,25 213180Sumba Tengah 327 18 13,5 11880Sumba Barat Daya 1 378 156 117 102960Nagekeo 1 653 253 189,75 166980Manggarai Timur 2 478 251 188,25 165660Sabu Raijua - - - -Kota Kupang - - - -Jumlah 48 421 11 929 8946,75 78731402010 46 447 12 978 9733,5 85654802009 45 129 12 247 9185,25 8083020

Sumber : BPS NTT 2012

Pod kakao merupakan bagian terbesar limbah kakao yaitu mencapai 70-75.67% (Wong et

al., 1986 dan Darwis et al. 1988 dalam Hartati, 2012). Satu buah kakao yang dipanen diperoleh

biji sebanyak 29% dan 71% limbah tanaman terutama pod kakao yaitu kulit buah yang

bertekstur tebal dan keras (Siregar dkk., 1992). Produksi bahan kering di daerah padat sapi

potong yaitu Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur sebesar 351.713,96 ton/tahun. Jika

diasumsikan bahwa pod kakao dapat menggantikan 50% dari hijauan dengan ratio

hijauan:konsentrat 60:40, maka dapat menampung sebanyak 120.038,80 ST. (Angraeny dan 15

Page 20: Pengelolaan Kulit Kakao Sebagai Sumber Pakan Alternatif Berkualitas by Made Sudarma

Umiyasih, 2008 dalam Hartati, 2012). Akan tetapi pod kakao belum dimanfaatkan secara optimal

karena mengandung protein rendah (7,17-9,36%), serat kasar tinggi (30,16-47,87%) dan lignin

tinggi (27,95-38,78%) (Amiroenas, 1990 dan Laconi, 1998, Guntoro, et al. 2004, Anggraeny dan

Umiyasih, 2008 dalam Hartati, 2012) dan menurut Islamiyati (2010), pod kakao memiliki

kandungan gizi yang rendah yaitu protein 5-8%, serat kasar 19-40% dengan kecernaan bahan

kering 31,1%.

Di Nusa Tengggara Timur sendiri, luas areal perkebunan Kakao mencapai 48.421 ha

dengan jumlah produksi 11.929 ton/ tahun dengan produksi limbah kulit kakao sebanyak 75 %

yakni 8.950 ton atau sekitar 7.873 ton BK/tahun. Apabila diasumsikan bahwa kulit buah kakao

cukup menggantikan 50% jumlah kebutuhan hijauan ternak ruminansia yakni sebesar 3 % bahan

kering dari bobot badan ternak (300 kg / ST) maka kulit buah kakao dapat menampung sebanyak

4.793 Satuan Ternak atau 2.397 ST apabila diberikan 100% hijauan dari kulit buah kakao. Pada

ternak kambing dengan asumsi pemberian 40 % dari total hijauan yakni 3 % bahan kering dari

bobot badan ternak (70 kg/ST) maka kulit buah kakao dapat menampung sebanyak 13.121.900

ekor ternak kambing/domba atau sekitar 1.837.066 satuan ternak kambing /domba di NTT.

Selain itu, pod kakao juga dapat diberikan pada unggas dan babi dengan jumlah maksimal 40 %

mengganti kebutuhan jagung dan dedak dalam ransum yang ada. Pada ternak babi, dengan

asumsi kebutuhan ransum 2,5 kg/satuan ternak babi dewasa (bobot badan 75kg) dan kebutuhan

jagung / dedak 50 % maka dapat memberi makan 15.746.280 ekor ternak babi atau sekitar

6.298.512 satuan ternak babi di NTT. Untuk ternak unggas, dengan asumsi kebutuhan jagung

50% dalam berat total ransum sekitar 150 gram/ekor maka pod kakao dapat memberi makan

1.049.752 satuan ternak unggas di NTT.

D. Inovasi Teknologi Kulit Kakao (Pod) Sebagai Pakan Ternak

Usaha peningkatan produktivitas di bidang peternakan terus diupayakan seiring

dengan meningkatnya permintaan produk peternakan. Namun usaha untuk meningkatkan

produktivitas ternak, khususnya ternak ruminansia dihadapkan pada kendala makin

menyempitnya lahan sumber pakan oleh pengguna lahan untuk kebutuhan lain yang dinilai

lebih menguntungkan. Salah satu usaha untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan

melakukan eksplorasi sumber bahan makanan baru yang lebih murah dengan ketersediaan

lebih besar dan berkesinambungan, tetapi tidak bersaing dengan kebutuhan manusia.

Tampak bahwa limbah pertanian/perkebunan memenuhi kriteria tersebut.

16

Page 21: Pengelolaan Kulit Kakao Sebagai Sumber Pakan Alternatif Berkualitas by Made Sudarma

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, limbah perkebunan seperti kulit buah kakao

memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan. Namun, tingginya kandungan serat

kasar yang dimiliki kulit kakao mencapai 40% yang mempengaruhi daya cerna, kandungan

protein kasar yang rendah yakni 6%, adanya senyawa theobromin sebanyak 0,17-0,22% yang

dapat menghambat pertumbuhan mikroba rumen serta diare apabila dikonsumsi > 300 mg/BB.

Selain itu, kulit bauh kakao juga mengandung kafein sebanyak 1,8-2,1% dan tannin sebanyak

0,84% dimana kafein mempunyai efek diuretic sedangkan tannin dapat mengendapkan protein

dan karbohidrat sehingga mempengaruhi ketersediaan nutrient dalam kulit buah kakao. Dengan

daya cerna yang rendah yakni 29,27%, biomassa kulit buah kakao juga bersifat tidak tahan lama

bila disimpan dalam keadaan segar sehingga perlu penanganan tersendiri bila digunakan sebagai

pakan ternak karena apabila kulit buah kakao disimpan lebih dari 24 jam akan menjadi berjamur

di bawah kondisi lembab sehingga menjadi tidak palatable (Puastuti, 2008). Hal inilah yang

membuat kulit buah kakao ini masih belum dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin.

Untuk menjadikan kulit buah kakao sebagai alternatif pakan ternak yang memiliki nilai

nutrisi tinggi dapat dilakukan dengan cara a) teknologi fisik, yaitu dilakukan dengan cara

pencacahan, perendaman, pengeringan, penghalusan, dan pelleting; b) teknologi kimia, yaitu

dilakukan dengan cara amoniasi; dan c) teknologi biologi berupa fermentasi.

Upaya meningkatkan nilai nutrisi kulit buah kakao dan mengatasi berlimpahnya produksi

kulit buah kakao perlu dilakukan pengolahan seperti amoniasi. Amoniasi merupakan pengolahan

secara alkali dengan penambahan urea. Urea sering digunakan untuk meningkatkan kecernaan

pakan serat melalui proses amoniasi (Van Soest, 2006 dalam Puastuti, 2008). Proses amoniasi

dengan menggunakan urea lebih mudah, murah dan lebih aman dibandingkan proses alkali

lainnya dan dapat meningkatkan kadar N (nitrogen). Meningkatnya kadar N asal urea dapat

mensuplai kebutuhan N bagi mikroba rumen. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Laconi

(1998) dimana teknologi amoniasi dengan 1,5 % urea pada kulit buah kakao lebih efektif dan

efisien untuk diaplikasikan pada tingkat peternak maupun industri pakan ternak.

Agar ternak dapat memanfaatkan secara optimal bahan pakan yang memiliki kecernaan

rendah, maka penambahan sejumlah mineral perlu dilakukan. Penambahan mineral Zn-metionin

dalam pakan dapat meningkatkan kecernaan komponen serat kasar tinggi (Haryanto et al.,

2002, dalam Puastuti, 2008). Meningkatnya kecernaan mengindikasikan adanya peningkatan

aktivitas fermentasi mikroba rumen, dimana unsur seng berfungsi untuk menstimulasi

pertumbuhan mikroba rumen.

17

Page 22: Pengelolaan Kulit Kakao Sebagai Sumber Pakan Alternatif Berkualitas by Made Sudarma

Menurut hasil penelitian Puastuti (2008), menyatakan bahwa penggunaan biomasa kulit

buah kakao sebagai pengganti rumput menghasilkan kecernaan bahan kering in vitro ransum

yang lebih rendah. Melalui proses amoniasi pada kulit buah kakao dan suplementasi Zn organik

belum meningkatkan kecernaan BK ransum. Secara umum ransum berbasis rumput dan kulit

buah kakao baik yang diamoniasi maupun kulit buah kakao asli, baik yang disuplementasi Zn

organik maupun tidak menghasilkan aktivitas bioproses di dalam rumen yang tidak berbeda

sehingga diperoleh produk VFA yang serupa.

Perendaman dengan basa kuat terhadap bahan pakan yang mengandung lignoselulosik

sering digunakan dengan tujuan untuk melarutkan kristal silika dan memecah ikatan

lignoselulosa. Namun demikian hasilnya kurang memuaskan, antara lain bahan organik sebagian

terbuang (larut), kurang tersedia di pedesaan dan merupakan sumber pencemaran lingkungan.

Untuk itu para peneliti sudah berupaya mencari teknik pengolahan lain dengan menggunakan

bahan-bahan yang terdapat di pedesaan yang merupakan sumber basa murah, diantaranya abu

sekam padi, abu tempurung kelapa dan abu kulit buah kakao.

Menurut hasil penelitian Islamiyati (2010), bahwa semakin lama perendaman, terjadi

penurunan kecernaan bahan kering in vitro kulit buah kakao, sedangkan sumber larutan basa

yang memberikan kecernaan bahan kering in vitro terbaik adalah abu kulit buah kakao dan

memberikan hasil yang sama dengan yang direndam larutan NaOH 6%.

Salah satu cara pengawetan pakan agar tidak cepat rusak dan dapat disimpan relatif lama

adalah dengan proses ensilase biasanya dilakukan dalam silo (dalam lubang tanah), atau wadah

lain yang prinsipnya anaerob (hampa udara), agar mikroba anaerob dapat melakukan reaksi

fermentasi (Sapienza dan Bolsen, 1993 dalam Sianipar, 2009)

Keberhasilan lain dalam pembuatan silase selain mempertahankan kandungan nutrisi

adalah adanya perkembangan bakteri pembentuk asam laktat yang meningkat selama proses

fermentasi sehingga terjadi penurunan kandungan asam (pH) pada silase berkisar 4 – 6 (Khan et

al., 2004, dalam Sianipar, 2009. Namun demikian teknik ensilase ini sering menimbulkan

permasalahan lain yakni efek kurang disukai ternak karena silase rasanya asam akibat pH

relatif rendah. Untuk meningkatkan konsumsi dan menetralisir tingkat keasaman cairan rumen

sebagai akibat mengkonsumsi silase maka perlu dilakukan penambahan pakan tertentu (Farhan

dan Thomas, 1978 dalam Sianipar, 2009. Salah satunya adalah dengan mencampur silase dengan

pakan tambahan yang disukai ternak.

18

Page 23: Pengelolaan Kulit Kakao Sebagai Sumber Pakan Alternatif Berkualitas by Made Sudarma

Menurut hasil penelitian Sianipar (2009), menyatakan bahwa pemberian silase sampai 30%

dalam pakan menurunkan tingkat konsumsi dan kecernaan pakan. Pemberian silase kulit buah

kakao diatas 30% dalam pakan, mengakibatkan penurunan pertambahan bobot hidup harian

sebesar 1,43 gram tiap kenaikan 1% silase dalam pakan. Silase kulit buah kakao dapat

digunakan sebagai pakan penguat sumber protein dan penggunaannya direkomendasikan sampai

20% dalam pakan kambing potong.

Hasil ini juga didukung oleh penelitian Hartati (1998) yang menyatakan bahwa kualitas

kulit buah kakao dapat diperbaiki melalui proses ensiling dan penambahan urea dimana

kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik silase kulit buah kakao meningkat dengan

penambahan urea hingga 1 % masing-masing 40,17% dan 35,08%.

Selain teknik tersebut diatas, juga terdapat teknik pengolahan dengan pemanfaatan

teknologi fermentasi dengan bantuan jamur Trichoderma sp. Jamur ini merupakan salah satu

jamur penghasil enzim selulase yang sangat efisien untuk mendegradasi unsur selulosa jika

dibandingkan dengan jamur perombak serat lainnya (Irwani, 2000; ismujianto, 1996, dalam

syahrir, 2005)

Menurut hasil penelitian Syahrir (2005) menyatakan bahwa faktor dosis trichoderma sp.

dan lama fermentasi tidak menunjukkan adanya interaksi antara kedua perlakuan tersebut

terhadap kandungan zat-zat makanan kulit buah kakao fermentasi. Faktor dosis trichoderma sp.

memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kandungan bahan kering kulit buah kakao

fermentasi dan begitu juga dengan faktor lama fermentasi. Faktor lama fermentasi memberikan

pengaruh yang nyata terhadap kandungan abu, lemak kasar, protein kasar dan serat kasar. Waktu

fermentasi yang lebih singkat dapat meningkatkan kualitas kulit buah kakao fermentasi, terutama

peningkatan kandungan protein kasar dan penurunan serat kasar.

Respon pertumbuhan domba yang mendapat ransum berbasis KBK tanpa amoniasi dengan

suplementasi Zn organik menghasilkan PBHH yang setara dengan ransum berbasis

rumput. Pertumbuhan ini didukung oleh konsumsi dan kecernaan nutrien, retensi N dan

parameter fermentasi yang baik (Puastuti dkk, 2010).

Tape KBK dapat digunakan sebagai pakan ternak kambing yang sedang tumbuh sampai

level 40% dengan PBB minimal 77 gr/ekor/hari. Peningkatan level pemberian tape kbk pada

ternak kambing akan menurunkan konsumsi dan PBB ternak (Hesti, 2008)

Menurut Sari (2012), Kulit buah kakao dapat dijadikan sebagai bahan pakan ternak

ruminansia maupun ternak unggas dengan pemberian dalam bentuk segar maupun dalam bentuk

19

Page 24: Pengelolaan Kulit Kakao Sebagai Sumber Pakan Alternatif Berkualitas by Made Sudarma

kulit buah kakao fermentasi. Pemberian dalam bentuk segar sangat terbatas dikarenakan adanya

zat antinutrisi berupa theobromin yang dapat menyebabkan penurunan produktivitas pada ternak.

Kulit buah kakao yang difermentasi dengan Aspergillus niger mampu meningkatkan PK dari

10% menjadi 16,60 % dan menurunkan SK menjadi 10,15 %. Pemberian kulit buah kakao

fermentasi kepada ternak mampu meningkatkan produksi dan produktivitas ternak ruminansia

dan unggas. Kulit buah kakao berpotensi sebagai bahan pakan pengganti konsentrat karena harga

yang relatif murah dan jumlah yang banyak. Pemberian kulit buah kakao fermentasi 10 % dalam

ransum itik tidak menunjukkan pengaruh negatif terhadap konsumsi ransum. 22 % pemberian

dalam ransum ayam broiler mampu meningkatkan produktivitas broiler dan pemberian pada taraf

20-40 % dari total ransum mampu menurunkan kadar kolesterol daging broiler.

Penggunaan kulit buah kakao sebagai bahan pakan sebaiknya dilakukan secara

bersama-sama dengan penambahan hijauan/pakan tambahan lain seperti rumput atau

leguminosa. Pemberian 15% dari konsentrat Ternak domba, dapat menambah bobot badan

sebanyak 80,52 g/ekor/hari. Ternak sapi dan kambing dapat diberikan sebanyak 0,7-1,0 %

BB, bisa diberikan sebagai pengganti dedak. Pada ayam pemberian limbah kulit buah

kakao sebagai pengganti dedak hingga 36% dari total pakan dapat meningkatkan produksi

telur. Pada babi dapat diberikan sebagai pengganti dedak sekitar 35-40% dalam pakan.

Penggunaan 35% sebagai substitusi jagung dapat menghemat penggunaan jagung

sebanyak 20%. Penggunaan 40% kulit buah kakao sebagai substitusi bungkil kelapa dapat

menghemat penggunaan bungkil kelapa sebanyak 5% (Dirjen PKH, 2012)

Tabel 4. Kandungan gizi Pod Kakao segar dan fermentasi

Nutrisi, Energy, KBK, dan KBO Kulit Buah Kakao Segar Kulit Buah Kakao FermentasiBahan Kering % 14,5 18,4Abu % 15,4 12,7Protein Kasar % 9,15 12,9Lemak % 1,25 1,32Serat Kasar % 32,7 24,7BETN % 41,2 47,1TDN % 50,3 63,2ME, MJ/kg Bahan kering 7,60 9,20Kecernaan Bahan Kering (KBK) 76,3 38,3Kecernaan Bahan Organik (KBO) 25,4 42,4Ca 0,29 0,21P 0,19 0,13Sumber: Dirjen PKH, 2012

20

Page 25: Pengelolaan Kulit Kakao Sebagai Sumber Pakan Alternatif Berkualitas by Made Sudarma

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa tanaman kakao memiliki potensi

yang besar dari segi kuantitas produksi limbah di Indonesia pada umumnya dan NTT khususnya,

namun limbah kakao ini masih belum termanfaatkan oleh petani peternak sehingga dibutuhkan

sentuhan teknologi sederhana seperti silase maupun fermentasi untuk meningkatkan kualitas pod

kakao sebagai pakan ternak ruminansia, babi dan unggas.

B. Saran

Dibutuhkan sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat petani peternak maupun

pengusaha ternak dalam memanfaatkan potensi limbah kakao yang melimpah di daerahnya

masing – masing.

21

Page 26: Pengelolaan Kulit Kakao Sebagai Sumber Pakan Alternatif Berkualitas by Made Sudarma

DAFTAR PUSTAKA

Abdoellah, S. 1996. Bahan Organik, Peranannya Bagi Perkebunan Kopi Dan Kakao. Warta Pusat Penelitian Kopi Dan Kakao Indonesia, 12 (2) : 70 – 78.

Angkapradipta, P., T. Warsito, M.S. Nurdin. 1988. Tanggap Tanaman Kakao Lindak Upper Amazon Hybrid Terhadap Pemupukan N, P Dan K Pada Tanah Latosol . Menara Perkebunan, 56 (1) : 2 - 8.

BPS Indonesia 2012 (www.bps.go.id)

BPS NTT 2012 (www.ntt.bps.go.id)

Budiarti Tati Dan Yulmiarti. 1997. Pengaruh Dosis Fungisida Dan Periode Penyimpanan Terhadap Viabilitas Benih Kakao. Bul. Agron. 25 (3) : 7 – 14.

Chairani Hanum. 2008. Teknik Budidaya Tanaman. Buku Ajar. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta.

Dirjen PKH. 2012. Limbah Kakao Sebagai Alternative Pakan Ternak. Leaflet. Direktorat Pakan Ternak. Direktur Jenderal Peternakan Dan Kesehatan Hewan. Kementerian Pertanian.

Hartati Erna. 1998. Suplementasi Minyak Lemuru Dan Seng Ke Dalam Ransum Sapi Yang Mengandung Silase Pod Kakao Dan Urea Untuk Memacu Pertumbuhan Sapi Holstein Jantan. Disertasi. Program pasca sarjana. Ipb. Bogor.

Hesti Wahyuni Tri, Iskandar Sembiring, Dan Wina J. Sihombing. 2008. Tape Kulit Buah Kakao Sebagai Pakan Kambing Boerka. Jurnal Agribisnis Peternakan 4 (2) : 65 – 68.

Islamiyati R. 2010. Kecernaan Bahan Kering In Vitro Kulit Buah Kakao Yang Direndam Dengan Larutan Basa Yang Berbeda. JITP 1 (1) : 43-47

Kurniawati Ani, Ade Wachjar, Dan Anita Th. Sinaga. 1998. Pengaruh Pupuk Boron (B) Dan Seng (Zn) Terhadap Layu Pentil Dan Buah Kakao Yang Dapat Dipanen. Bul. Agron. 26 (3) : 8 – 12.

Laconi Erika Budiarti. 1998. Peningkatan Mutu Pod Kakao Malalui Amoniasi Dengan Urea Dan Biofermentasi Dengan Phanerochaete Sheysosporium Serta Penjabarannya Ke Dalam Formulasi Ransum Ruminansia. Disertasi. Program pasca sarjana. Ipb. bogor

Limbongan Jermia. 2011. Kesiapan Penerapan Teknologi Sambung Samping Untuk Mendukung Program Rehabilitasi Tanaman Kakao. Jurnal Litbang Pertanian, 30 (4) : 156 – 163.

Lingga, P. 1999.Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta.

Priyanto, D., A. Priyanti dan I. Inonu. 2004. Potensi Dan Peluang Pola Integrasi Ternak Kambing Dan Perkebunan Kakao Rakyat. Pemda Lampung.

22

Page 27: Pengelolaan Kulit Kakao Sebagai Sumber Pakan Alternatif Berkualitas by Made Sudarma

Puastuti Wisri; D. Yulistiani dan Supriyati. 2008. Ransum Berbasis Kulit Buah Kakao Diperkaya Mineral : Tinjauan Pada Kecernaan Dan Fermentasi Rumen In Vitro. Seminar Nasional teknologi Peternakan dan Veteriner. hal 442-448

Puastuti Wisri, Dwi Yulistiani, I Wayan Mathius, Fransiscus Giyai, Dan Elis Dihansih. 2010. Ransum Berbasis Kulit Buah Kakao Yang Disuplementasi Zn Organik: Respon Pertumbuhan Pada Domba. Jitv 15 (4) : 269-277

Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. 2004. Panduan Lengkap Budidaya Kakao. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Sari Ria Puspita. 2012. Pemanfaatan Kulit Buah Kakao Sebagai Pakan ternak. Skripsi. Univeritas Bengkulu. Bengkulu

Sianipar Junjungan dan K. Simanhuruk. 2009. Performans Kambing Sedang Tumbuh Yang Mendapat Pakan Tambahan Mengandung Silase Kulit Buah Kakao. Seminar nasional teknologi peternakan dan veteriner. hal 435-441

Syahrir dan Maleka Abdeli. 2005. Analisis Kandungan Zat-Zat Makanan Kulitbuah Kakao Yang Difermentasi Dengan Trichoderm Sp. Sebagai Pakan Ternak Ruminansia. Journal Agrisains 6 (3) : 157-165.

Wachjar Ade dan Luga Kadarisman. 2007. Pengaruh Kombinasi Pupuk Organik Cair dan Pupuk Anorganik serta Frekuensi Aplikasinya terhadap Pertumbuhan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) Belum Menghasilkan. Bul. Agron. Bul. Agron. 35 (3) : 212 – 216.

23

Page 28: Pengelolaan Kulit Kakao Sebagai Sumber Pakan Alternatif Berkualitas by Made Sudarma

Pengelolalan didalamnya ada pemanfaatan

Karakteristik, kontinutas, umur produksi awal,

Asumsi-asumsi

Luas tanam, jumlah produksi

Harus tabel,. Kuantitaskan data kualitas

Kultifasi

Data budidaya tuk peningkatan produksi – limbah melimpah – pakan ternak (mempercepat

produksi)

Ga perlu tabel banyak2,, cukup hasil penelitian n pake

24