bab ii tinjauan pustaka 2.1. konstitusi 2.1.1. istilah ...digilib.unila.ac.id/16394/15/bab...

23
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konstitusi 2.1.1. Istilah Konstitusi Istilah konstitusi berawal dari kata kerja constitute yang berarti membentuk. yang dibentuk itu adalah suatu negara. Oleh karena itu, konstitusi mengandung permulaan dari segala peraturan mengenai suatu negara. Sehubungan dengan istilah konstitusi ini para sarjana dan ilmuwan hukum tata negara terdapat perbedaan pendapat. Ada yang berpendapata konstitusi sama dengan undang- undang dasar dan ada pula yang yang berpendapat konstitusi tidak sama dengan undang-undang dasar, untuk lebih jelasnya pendapat perhatikan di bawah ini: 10 A. Kelompok pertama yang memepersamakan konstitusi dengan undang-undang dasar, di antaranya: 11 1. G.J.Wolhaff, berpendapat bahwa kebanyakan Negara-negara modern berdasarkan atas suatu UUD (konstitusi). 2. Sri soemantri, penulis menggunakan istilah konstitusi sama dengan undang- undang dasar (grondwet). 3. J. C. T. Simorangkir Mengangap konstitusi sama dengan UUD. 10 Dasril Radjab, 2005, Hukum tata Negara Indonesia, Rineka Cipta, hlm 44. 11 Ibid… hlm 45

Upload: vantuyen

Post on 27-Jul-2018

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konstitusi 2.1.1. Istilah ...digilib.unila.ac.id/16394/15/BAB II.pdf · ... partai-partai politik, pressure group, buruh ... sistem pemerintahan, dan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konstitusi

2.1.1. Istilah Konstitusi

Istilah konstitusi berawal dari kata kerja constitute yang berarti membentuk. yang

dibentuk itu adalah suatu negara. Oleh karena itu, konstitusi mengandung

permulaan dari segala peraturan mengenai suatu negara. Sehubungan dengan

istilah konstitusi ini para sarjana dan ilmuwan hukum tata negara terdapat

perbedaan pendapat. Ada yang berpendapata konstitusi sama dengan undang-

undang dasar dan ada pula yang yang berpendapat konstitusi tidak sama dengan

undang-undang dasar, untuk lebih jelasnya pendapat perhatikan di bawah ini:10

A. Kelompok pertama yang memepersamakan konstitusi dengan undang-undang

dasar, di antaranya:11

1. G.J.Wolhaff, berpendapat bahwa kebanyakan Negara-negara modern

berdasarkan atas suatu UUD (konstitusi).

2. Sri soemantri, penulis menggunakan istilah konstitusi sama dengan undang-

undang dasar (grondwet).

3. J. C. T. Simorangkir Mengangap konstitusi sama dengan UUD.

10

Dasril Radjab, 2005, Hukum tata Negara Indonesia, Rineka Cipta, hlm 44. 11

Ibid… hlm 45

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konstitusi 2.1.1. Istilah ...digilib.unila.ac.id/16394/15/BAB II.pdf · ... partai-partai politik, pressure group, buruh ... sistem pemerintahan, dan

10

B. Kelompok kedua yang membedakan konstitusi dengan undang-undang dasar.

di antaranya

1. Van Apeldorn berpendapat bahwa Undang-Undang Dasar adalah bagian

tertulis dari konstitusi, konstitusi memuat baik peraturan tertulis maupun tidk

tertulis.

2. M. Solly Lubis melukiskan pembagian konstitusi dalam suatu skema, sebagai

berikut :

Konstitusi tertulis (UUD)

Konstitusi

Konstitusi tidak tertulis (Konvensi)

3. Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim mengatakan bahwa setiap peraturan

hukum karena pentingnya harus ditulis dan konstitusi yang tertulis itu adalah

UUD. (Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1983 : 66).

Pendapat kedua kelompok tersebut tidak terdapat perbedaan yang prinsipil karena

kelompok pertama mempersamakan istilah konstitusi dengan undang-undang

dasar, sedangkan kelompok kedua meninjau dari segi materi yang ada dalam

konstitusi atau undang-undang dasar. Kelompok pertama yang mempersamakan

undang-undang dasar dengan konstitusi mungkin disebabkan oleh konstitusi

tersebut dalam kamus hukum di Indonesia diterjemahkan dengan undang-undang

dasar, sebagaimana yang terlihat dalam kamus karangan J. C. T. Simorangkir,

dkk. “Konstitusi” = Undang-Undang Dasar.

Sedangkan penganut paham modern yang mempersamakan konstitusi dengan

undang-undang Dasar adalah Lasalle dalam karanganya “Uber

varfassungswesen”. Ia mengemukakan bahwa konstitusi sesungguhnya

menggambarkan hubungan antara kekuasaan yang terdapat di dalam masyarakat,

seperti golongan yang mempunyai kedudukan nyata dalam masyarakat, misalnya

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konstitusi 2.1.1. Istilah ...digilib.unila.ac.id/16394/15/BAB II.pdf · ... partai-partai politik, pressure group, buruh ... sistem pemerintahan, dan

11

kepala negara, angakatan perang, partai-partai politik, pressure group, buruh, tani,

pegawai dan sebagainya. Dari pendapat tersebut kemudian Lasalle menghendaki

agar seluruh hal penting itu tertulis dalam konstitusi.12

Kelompok kedua yang membedakan konstitusi dengan undang-undang dasar,

mengingat tidak semua hal penting harus dimuat dalam konstitusi , melainkan hal

yang bersifat pokok saja. Perlu diketahui juga bahwa pengertian penting dan

Pokok tidaklah sama. Seperti dikemukakan oleh Moh. Kusnardi dan Harmaily

Ibrahim bahwa isinya merupakan peraturan yang bersifat fundamental, artinya

tidak semua hal penting harus dimuat dalam konstitusi, melainkan hal yang

bersifat pokok, dasar, dan asas-asas. Dengan kata lain dapat kita artikan bahwa

semua aturan tersebut itu penting untuk di muat dalam konstitusi, tidak semua hal

penting itu merupakan hal yang pokok atau hal yang mendasar. Oleh karena itu,

pengertian pokok dapat dikatakan hal terpenting dari yang penting. Tidak

dimuatnya semua hal-hal penting tersebut ke dalam undang-undang dasar

disebabkan adanya perkembangan atau perubahan dalam poitik hukum dan

masyarakat. Apabila masyarakat berubah dengan sendirinya maka undang-undang

dasar harus pula menyesuaikan diri dengan masyarakatnya. Untuk

menghindarkan seringnya perubahan suatu undang-undang dasar, maka hal-hal

yang penting tidak semuanya dimuat dalam undang-undang dasar, tetapi cukup

hal-hal yang mendasar (aturan dasar) yang pokok dan lebih penting saja. Alasanya

adalah untuk menjaga wibawa undang-undang dasar karena bila perubahan suatu

undang-undang dasar terlalu sering, akan mengaikbatkan hilangnya wibawa dari

undang-undang dasar tersebut.

12

Ibid, hlm 46

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konstitusi 2.1.1. Istilah ...digilib.unila.ac.id/16394/15/BAB II.pdf · ... partai-partai politik, pressure group, buruh ... sistem pemerintahan, dan

12

Melihat pernyataan di atas, untuk menentukan mana yang penting dan mana yang

pokok, antara negara yang satu dengan negara yang lain terdapat perbedaan,

Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu motif lahirnya konstitusi

atau undang-undang dasar, bentuk negara, sistem pemerintahan, dan lain-lain. Ada

yang memuat aturan dasar itu sedetail mungin karena dianggap penting dan harus

dimuat dalam konstitusinya, yang mengakibatkan jumlah pasal-pasal menjadi

lebih banyak, sebagai contoh India terdiri dari 394 pasal, Uruguy 332 pasal,

Belanda 210 pasal, Ethiopia 55 pasal. Sebaliknya, ada pula yang dianggap penting

tetapi tidak pokok sehingga konstitusinya hanya terdiri dari beberapa pasal saja

seperti Laos 44 pasal, Spanyol 36 pasal, Dan Republik Indonesia 37 Pasal.13

Dilihat dari alasan (motif) timbulnya konstitusi atau undang-undang dasar

menurut Lord Bryce ada empat motif timbulnya konstitusi atau undang-undang

dasar sebagai berikut:14

1) Adanya keinginan para anggota warga negara untuk menjamin hak-hak

mereka sendiri pada waktu hak-hak itu terancam dan selanjutnya membatasi

tidakan-tindakan penguasa di kemudian hari.

2) Adanya keinginan entah dari pihak yang diperintah atau pihak yang

memerintah atau pihak penguasa sendiri, dengan harapan untuk menjamin

rakyatnya melalui jalan menentukan bentuk-bentuk suatu sistem

ketatanegaraan tertentu yang semula tidak jelas dalam suatu bentuk tertentu

menurut aturan-aturan positif, maksudnya agar dikemudian hari tidak

dimungkinkan adanya tindakan –tindakan yang sewenang-wenang dari

penguasa.

3) Adanya keinginan dari pembentuk negara baru untuk menjamin adanya cara

penyelenggaraan ketatanegaraan yang pasti dan dapat membahayakan kepada

rakyatnya.

4) Adanya keinginan untuk menjamin kerja sama yang efektif dari beberapa

negara yang pada mulanya berdiri sendiri (nantinya menjadi negara bagian

dari negara federal yang merupakan bentuk kerjasamanya).

13

Ibid, hlm 47 14

Ibid, hlm 47

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konstitusi 2.1.1. Istilah ...digilib.unila.ac.id/16394/15/BAB II.pdf · ... partai-partai politik, pressure group, buruh ... sistem pemerintahan, dan

13

2.1.2. Beberapa Pengertian Konstitusi

UUD 1945 merupakan suatu bentuk konstruksi dasar pembentukan segala bentuk

peraturan di Negara Republik Indonesia yang artinya UUD 1945 adalah bentuk

konstitusi dari Negara Indonesia, setiap negara pada dasarnya memiliki sebuah

konstitusi atau undang-undang dalam bentuk tertulis, namun demikian ada

beberapa negara yang sampai saat ini dikenal tidak memiliki undang-undang dasar

tidak tertulis yaitu Inggris, Israel, dan Saudi Arabia. undang-undang dasar diketiga

negara ini tidak pernah di buat tersendiri, tetapi tumbuh menjadi konstitusi dari

aturan dan pengalaman praktik ketatanegaraan. Negara pertama yang menyusun

konstitusinya dalam satu naskah undang-undang adalah Amerika Serikat (United

States Of America) pada tahun 1787.15

Menurut Hermann Heller, undang-undang dasar yang tertulis dalam satu naskah

yang bersifat politis, sosiologis dan bahkan yuridis hanyalah merupakan salah satu

bentuk atau sebagian saja dari pengertian konstitusi yang lebih luas yaitu

konstitusi yang hidup ditengah-tengah masyarakat, artinya disamping konstitusi

yang tertulis, segala bentuk nilai-nilai normatif yang hidup dalam kesadaran

masyarakat luas juga termasuk ke dalam pengertian konstitusi yang luas itu. Oleh

karena itu dalam bukunya “Verfassungslehre”, Herman Heller membagi

konstitusi dalam 3 (tiga) tingkatan, yaitu:16

1. Konstitusi dalam pengertian social politik

Dalam pengertian ini konstitusi tumbuh dalam pengertian sosial politik. Ide-ide

konstitusional dikembangkan karena memang mencermikan keadaan sosial politik 15

Bagir manan, 1995. Pertumbuhan dan perkembangan Konstitusi suatu Negara. CV. Mandar maju, Bandung, hlm 2 16

Jimly Asshidiqie, 2006, pengantar Hukum Tata Negara jilid I. Sekretariat Jenderal dan kepaniteraan Mahkamah konstitusi RI. Jakarta. Hlm 123-124

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konstitusi 2.1.1. Istilah ...digilib.unila.ac.id/16394/15/BAB II.pdf · ... partai-partai politik, pressure group, buruh ... sistem pemerintahan, dan

14

dalam masyarakat yang bersangkutan pada saat itu, konstitusi dalam tahap ini

dapat digambarkan sebagai kesepakatan-kesepakatan politik yang belum

dituangkan dalam bentuk tertentu, melainkan tercermin dalam perilaku nyata

dalam kehidupan kolektif warga masyarakat;

2. Konstitusi dalam pengertian hukum.

Dalam pengertian ini konstitusi sudah diberi hukum tertentu, sehingga perumusan

normatifnya menuntut pemberlakuan yang dapat dipaksakan . Konstitusi dalam

social politik yang dilihat sebagai kenyataan tersebut diatas dianggap harus

berklaku dalam kenyataan . Oleh karena itu setiap, setiap pelanggaran

terhadapnya haruslah dapat dikenai sanksi yang pasti;

3. Konstitusi dalam pengertian peraturan tertulis.

Dalam tingkatan ke tiga ini merupakan tahapan yang terahir dan merupakan

tingkatan yang paling tinggi dalam perkembangan pengertian rechtsvervassung

yang muncul sebagai pengaruh aliran kodifikasi yang menghendaki agar berbagai

norma hukum dapat dituliskan dalam naskah yang bersifat resmi. Tujuanya adalah

untuk mencapai kesatuan hukum atau unifkasi hukum (rechtseneheid),

kesederhanaan hukum (rechtsvereenvoudinging), dan kepastian hukum

(rechtszekerheid).

Menurut Herman Heller, konstitusi tidak dapat dipersempit maknanya hanya

sebagai undang undang dasar atau konstitusi dalam arti yang tertulis sebagaimana

yang lazim dipahami karena pengaruh aliran kodifikasi. Di samping undang-

undang dasar yang tertulis ada pula konstitusi yang hidup dalam kesadaran hukum

masyarakat. Disamping itu undang-undang dasar yang tertulis, ada pula konstitusi

yang tidak tertulis yang hidup dalam kesadaran hukum masyarakat.

K. C. Whare “Modern Constitution” mengklaisifikasikan konstitusi sebagai

berikut:17

1. Konstitusi tertulis dan konstitusi tidak tertulis (Written Constitution And

Unwritten Constitution);

2. Konstitusi Flexible Dan Konstitusi Rigid (Flexible & Rigid Constitution);

Konstitusi flexiblelitas merupakan konstitusi yang memiliki cirri-ciri pokok:

17

Muhammad Hardani, 2003, Konstitusi-Konstitusi modern. Pustaka Eureka. Surabaya. Hlm 110

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konstitusi 2.1.1. Istilah ...digilib.unila.ac.id/16394/15/BAB II.pdf · ... partai-partai politik, pressure group, buruh ... sistem pemerintahan, dan

15

a. Sifat elastis , artinya dapat disesuaikan dengan mudah;

b. Dinyatakan dan di lakukan perubahan adalah mudah seperti mengubah

undang-undang.

3. Konstitusi derajat tinggi dan konstitusi derajat tidak tinggi (Supreme And Not

Supreme Constitution);

Konstitusi derajat tinggi mempunyai arti kedudukan tertinggi dalam negara (

tingkatan peraturan perundang-undangan). Konstitusi tidak berderajat tinggi

adalah konstitusi yang tidak mempunyai kedudukan seperti yang pertama;

4. Konstitusi negara serikat dan negara kesatuan (Federal And Unitary

Constitution.

Bentuk negara akan sangat menentukan konstitusi Negara yang bersangkutan.

Dalam suatu negara serikat terdapat terdapat pembagian kekuasaan antara

pemerintah federal (pusat) dengan negara-negara bagian. Hal itu diatur di

dalam konstitusinya. Pembagian kekuasaan seperti itu tidak diatur dalam

konstitusi negara kesatuan. Karena pada dasarnya semua kekuasaan berada di

pemerintah pusat;

5. Konstitusi pemerintahan presidensial dan pemerintahan parlementer

(President Executive and Parliamentary Executive constitution);

Dalam system pemerintahan presidensial (strong) terdapat ciri-ciri antara lain:

a. Presiden memiliki kekusaan nominal sebagi kepala negara, tetapi juga

memiliki kedudukan sebagai kepala pemerintahan;

b. Presiden dipilih langsung oleh rakyat atau dewan pemilih;

c. Presiden tidak termasuk pemegang kekuasaan legislatif dan tidak dapat

memerintahkan pemilihan umum.

Carl Schmitt, membagi konstitusi dalam 4 (empat) pengertian sebagai berikut:18

1. Konstitusi dalam arti absolute (Absoluter Verfassungs Begriff), yang di

perinci menjadi empat bagian sebagai berikut:

a. Konstitusi dianggap sebagai satuan organisasi yang nyata, mencakup semua

bangunan hukum dari semua organisasi yang ada dalam negara.

b. Konstitsi sebagai bentuk negara. Yang dimaksud dengan bentuk negara

adalah negara dalam arti keseluruhanya (Ganzh Heit). Bentuk negara itu

busa demokrasi atau monarki (sebenarnya yang dimaksud adalah

bentuk/system pemerintahan). Sendi demokrasi adalah identitas, sedangkan

sendi monarki adalah representasi. Demokrasi baik langsung maupun

memerintah dirinya sendiri dengan sendirinya sehingga antara yang

memerintah dan yang diperintah identik dengan rakyat. Sedangkan

representasi karena baik raja maupun kepala negara dalam negara yang

demokratis merupakan wakil atau mandataris dari rakyat dan pada dasarnya

kekuasaan itu ada pada rakyat;

c. Konstitusi sebagai faktor integrasi. faktor ini bisa abstrak dan fungsional.

Abstrak misalnya hubungan antara bangsa dan negara dengan lagu

18

Dasril Radjab, 2005, Hukum tata Negara Indonesia, Rineka Cipta, hlm 48

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konstitusi 2.1.1. Istilah ...digilib.unila.ac.id/16394/15/BAB II.pdf · ... partai-partai politik, pressure group, buruh ... sistem pemerintahan, dan

16

kebangsaanya, bahasa persatuanya, bendera sebagai lambang persatuanya,

dan lain-lain. Dikatakan fungsional karena tugas konstitusi mempersatukan

bangsa melalui pemilu, referendum, pembentukan kabinet, suatu diskusi

atau debat dalam politik pada negar-negar liberal, mosi yang diajukan oleh

dewan perwakilan rakyat baik yang sifatnya menuduh atau tidak percaya,

dan sebagainya;

d. Konstitusi sebagai sistem tertutup dari norma-norma hukum yang tertinggi

di dalam negara, jadi konstitusi itu merupakan norma dasar sebagai sumber

bagi norma-norma lain yang berlaku di dalam negara.

2. Konstitusi dalam arti Relative (Relative Vervassungs Begriff)

Konstitusi dalam arti relative dimaksudkan sebagai konstitusi yang di

hubungkan denagn kepentingan suatu golongan tertentu di dalam masyarakat.

Golongan utama adalah golongan borjuis liberal yang menghendaki adanya

jaminan dari pengusa agar hak-haknya tidak dilanggar. Jaminan di letakan

dalam UUD yang tertulis sehingga tidak mudah dilupakan. Jadi dalam hal ini

konstitusi dibagi menjadi 2 (dua) pengertian, yaitu:

a. Konstitusi sebagai tuntutan dari golongan borjuis liberal agar hak-

haknya di jamin tidak dilanggar oleh penguasa;

b. Konstitusi sebagi konstitusi dalam arti formal atau dalam arti tertulis.

3. Konstitusi dalam arti positif (der positive vervassungs begriff).

Pengertian konstitusi dihubungkan dengan ajaran dezisionisme, sebagai

contoh yaitu ajaran tentang keputusan. Konstitusi dalam arti positif itu

mengandung pengertian sebagai keputusan politik yang tertinggi berhubungan

dengan pembuatan Undang-Undang Dasar Weimar Tahun 1919 yang

menentukan nasib seluruh jerman. Karena undang-undang dasar itu telah

merubah struktur pemerintah yang lama dari system monarki, dimana

kekuasaan raja masih kuat menjadi suatu pemerintah dengan system

parlementer.

Namun ajaran Carl Schmitt ini tidak dapat diterapkan dengan peristiwa di

Indonesia, yakni dalam pembentukan UUD 1945 karena pembukaan UUD 1945

hanya merupakan salah satu diantara keputusan politik tertinggi yang dilakukan

bangsa Indonesia adalah Proklamasi 17 Agustus 1945, yang merupakan satu-

satunya keputusan politik tertinggi yang dilakukan bangsa Indonesia untuk

mengubah nasibnya dari bangsa yang di jajah menjadi bangsa yang merdeka.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konstitusi 2.1.1. Istilah ...digilib.unila.ac.id/16394/15/BAB II.pdf · ... partai-partai politik, pressure group, buruh ... sistem pemerintahan, dan

17

UUD 1945 disahkan setelah proklamasi kemerdekaan merupakan tindak lanjut

dari proklamasi kemerdekaan.

4. Konstitusi dalam arti Ideal (Ideal Vervassungs Begriff)

Disebut konstitusi ideal karena konstitusi itu idaman dari kaum borjuis sebagai

jaminan agar hak-hak asasinya dilindungi.

Berlakunya suatu konstitusi sebagai hukum dasar yang mengikat didasarkan atas

kekuasaan tertinggi atau prinsip kedaulatan yang dianut dalam suatu negara. Jika

negara itu menganut paham kedaulatan rakyat, maka sumber legitimasi konstitusi

itu adalah rakyat. jika yang berlaku adalah paham kedaulatan raja, maka raja yang

menentukan berlaku tidaknya suatu konstitusi. Hal inilah yang disebut oleh para

ahli sebagai “Constituent power” yang merupakan kewenangan yang berada di

luar dan sakaligus diatas sistem yang di aturnya. Oleh karena itulah di negara

demokrasi rakyat yang dianggapmenentukan berlakunya suatu konstitusi.19

Konstitusi Negara Indonesia dalam hal ini adalah Undang-Undang Dasar

menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti undang-undang yang

menjadi dasar semua undang dan peraturan lain di suatu negara yang

mengatur, bentuk, sistem pemerintahan, pembagian kekuasaan, wewenang

badan pemerintahan.20

Dalam bahasa Belanda istilah perundang-undangan

dan peraturan perundang-undangan berasal dari istilah “Wetteijke Regels”

atau “Wettelijke Regeling”. Istilah Wet (Undang-undang) dalam literatur

hukum Belanda (di ambil dari pendapat Buys) mempunyai dua macam

19

Jimly Asshidiqie, Pengantar ilmu Hukum Tata Negara Jilid I. Op. Cit. hlm.117 20

Armen Yasir dkk, Hukum Tata Negara (Bandar Lampung : Justice Publisher, 2014) hlm. 19

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konstitusi 2.1.1. Istilah ...digilib.unila.ac.id/16394/15/BAB II.pdf · ... partai-partai politik, pressure group, buruh ... sistem pemerintahan, dan

18

pengertian yaitu keputusan pemerintah yang merupakan undang-undang yang

di dasarkan kepada bentuk dan cara terbentuknya dan Wet In Materiele Zin

(undang-undang dalam arti materiil), yaitu keputusan pemerintah/penguasa

yang dilihat berdasarkan kepada isi atau substansinya mengikat langsung

terus penduduk atau suatu daerah tertentu.21

Dalam ilmu hukum terdapat

istilah undang-undang dalam arti formil dan undang-undang dalam arti

materiil. Undang-undang adalah peraturan perundang-undangan yang

dibentuk oleh DPR dengan persetujuan presiden.22

Undang-undang dalam arti

formil adalah keputusan tertulis sebagai hasil kerjasama antara pemegang

kekuasaan eksekutif (Presiden) dan legislative (DPR) yang berisi aturan

tingkah laku yang bersifat dan mengikat secara umum. Sedangkan yang

dimaksud dengan undang-undang dalam arti materiil adalah setiap keputusan

tertulis yang dikeluarkan pejabat yang berwenang yang berisi aturan tingkah

laku dan mengikat sesara umum .

Indonesia adalah negara hukum23

yang mana segala sesuatunya adalah

berdasarkan hukum bukan berdasarkan kekuasaan. Negara hukum merupakan

esensi yang menitik beratkan pada tunduknya pemegang kekuasaan negara

pada aturan hukum.24

Hal ini berarti alat-alat negara mempergunakan

kekuasaannya hanya sejauh berdasarkan hukum yang berlaku dan dengan

cara yang ditentukan dalam hukum itu. Melihat kembali pada sejarah,

gagasan negara hukum ini berawal di Negara Inggris dan merupakan latar

21

Armen Yasir, hukum perundang-undangan, (Bandar Lmpung: Justice Publisher,2014) hlm. 33 22

Rumusan pasal 1 ayat (3) UU no 10 tahun 2004. 23

Pasal 1 ayat 3 undang-undang dasar 1945 24

Bahder Johan Nasution, Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia, ( Bandung: Mandar Maju, 2013), hlm. 1

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konstitusi 2.1.1. Istilah ...digilib.unila.ac.id/16394/15/BAB II.pdf · ... partai-partai politik, pressure group, buruh ... sistem pemerintahan, dan

19

belakang dari Glorious Revolution 1688 M. Gagasan itu timbul sebagai reaksi

terhadap kerajaan yang absolut, dan dirumuskan dalam piagam yang terkenal

sebagai Bill Of Right 1689, hal ini menunjukan kemenangan parlemen atas

raja, serta rentetan kemenangan rakyat dalam pergolakan-pergolakan yang

menyertai perjuangan Bill of Rights.25

Konsep negara hukum ini merupakan perlawanan terhadap pemerintah negara

yang melakukan penindasan terhadap rakyat karena tidak ada batasan bagi

diktator untuk melakukan kekuasaan.

Konsep ini sejalan dengan pengertian negara hukum menurut Bothling

adalah26

:

“de staat, waarin de wilsvriheid van gezagsdragers is beperket door grezen

van recht.” (negara, dimana kebebasan kehendak pemegang kekuasan

dibatasi oleh ketentuan hukum).

Pembatasan kekuasaan sebagaimana konsep negara hukum juga ada pada

UUD 1945 sebelum amandemen yang dinyatakan dalam Pasal 4 ayat (1):

“Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut

Undang-Undang Dasar”

Sehingga segala produk hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah harus

berdasar dan bersumber pada Undang-Undang Dasar 1945.

25

Assihiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II, (Jakarta: Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan MK RI, 2006), hlm. 87 26

Nurul Qamar, Hak Asasi Manusia dalam Negara Hukum Demokrasi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hlm. 27.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konstitusi 2.1.1. Istilah ...digilib.unila.ac.id/16394/15/BAB II.pdf · ... partai-partai politik, pressure group, buruh ... sistem pemerintahan, dan

20

2.2. Perubahan Hierarki Tata Urutan Perundang-Undangan.

2.2.1. Ketetapan MPRS nomor XX/MPRS/1966

Peraturan peraturan perundang-undangan dimulai dan dilatar belakangi oleh

ketetapan MPRS nomor XX/MPRS/1966 tentang memorandum DPR-GR

mengenai sumber tertib hukum Republik Indonesia dan tata urutan peraturan

perundang-undangan Republik Idonesia, sebagai berikut :27

1. Undang-Undang Dasar 1945;

2. Ketetapan MPR;

3. Undang-Undang/Perppu;

4. Peraturan Pemerintah;

5. Keputusan Presiden;

Peraturan Pelaksana lainya yang meliputi:

a. Peraturan Menteri;

b. Instruksi Menteri;

c. dan lain-lain.

Ketetapan MPRS ini merupakan hasil dari pada sidang MPR tahun 1973 dan

MPR tahun 1978 dengan ketetapan MPR No V/MPR/1973 dan ketetapan

MPR No IX/MPR/1978 akan disempurnakan, namun sampai runtuhnya

pemerintahan orde baru ketetapan MPR tersebut tidak mengalami

perubuhan.28

2.2.2. Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000

Pasca reformasi, hierarki peraturan perundang-undangan Indonesia dirubah

melalui ketetapan MPR No III/MPR/2000, dalam peraturan ini terdapat

pergeseran kedudukan yakni kedudukan undang-undang adalah lebih tinggi

27

Ketetapan mprs no XX/MPRS/1966 tentang memorandum DPR-GR mengenai tertib hukum republik Indonesia dan tata urutan perundang-undangan republik idonesia jo ketetapan MPR nomor V/MPR/1973 tentang peninjauan produk-produk yang berupa ketetapan majelis. 28

Op.cit Armen Yasir ………hlm 48

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konstitusi 2.1.1. Istilah ...digilib.unila.ac.id/16394/15/BAB II.pdf · ... partai-partai politik, pressure group, buruh ... sistem pemerintahan, dan

21

daripada Perppu (Perppu), dan terjadi perubahan yakni di hapusnya

“Peraturan Pelaksana lainya” di gantikan dengan Peraturan Daerah (Perda).

Adapun tata urutan peraturan perundang-undangan jenis peraturan

perundang-undangan menurut Ketetapan MPR No III/2000 adalah sebagai

berikut:

1. Undang-undang dasar 1945;

2. Ketetapan MPR;

3. Undang-Undang;

4. Perppu (Perppu);

5. Peraturan Pemerintah;

6. Keputusan Presiden;

7. Peraturan Daerah.

Selain tata urutan peraturan perundang-undangan di atas, masih terdapat

peraturan perundangan lain sebagimana ditentukan pasal 4 ayat (2) Tap MPR

No. III/MPR/2000, yaitu peraturan atau keputusan Mahkamah Agung, badan

Pemeriksa Keuangan, Menteri, Bank Indonesia, Badan Lembaga, Atau

komisi yang setingkat yang di bentuk oleh pemerintah.

2.2.3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan.

Suatu peraturan perundang-undangan selalu berlaku, bersumber dan berdasar

pada peraturan yang lebih tinggi dan norma yang lebih tinggi berlaku,

bersumber dan berdasar pada peraturan perundang-undangan yang lebih

tinggi lagi, dan seterusnya sampai pada peraturan perundang-undangan yang

paling tinggi tingkatnya. Kosekuensi logis dari pernyataan diatas adalah

peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi. Berdasarkan ketetapan MPR RI No.

I/MPR/2003 tentang peninjauan terhadap materi dan status hukum ketetapan

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konstitusi 2.1.1. Istilah ...digilib.unila.ac.id/16394/15/BAB II.pdf · ... partai-partai politik, pressure group, buruh ... sistem pemerintahan, dan

22

MPR sementara dan ketetapan MPR RI Tahun 1960 sampai dengan tahun

2002, dalam pasal 4 ketetapan MPR tersebut dinyatakan bahwa ketetapan

MPR No III/MPR/2000 masih tetap berlaku sampai dengan terbentuknya

undang-undang. Ketentuan pasal ini disesuaikan dengan ketentuan pasal 22A

UUD 1945 yang mengamanatkan tentang tata cara pemebentukan undang-

undang diatur dengan undang-undang.29

Selanjutnya pembentukan peraturan

perundang-undangan Republik Indonesia diperbarui lagi dengan Undang-

undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

Undangan.30

dalam undang-undang tersebut memuat tiga bagian besar yaitu

tata urutan perundang-undangan dan materi muatan perundangan,

pembentukan peraturan perundang-undangan dan teknis perundang-undangn.

Undang-undang Nomor 10 tahun 2004 menyatakan hierarki peraturan

perundang-undangan dalam pasal 7, sebagai berikut:

1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945;

2. Undang-undang/ Perppu;

3. Peraturan Pemerintah;

4. Peraturan Presiden;

5. Peraturan Daerah.

Peraturan daerah termaksud dalam poin 5 diperjelas dalam ayat 2 :

1. Peraturan daerah provinsi dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah

provinsi bersama dengan gubernur

2. Peraturan derah kabupaten/kota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat

daerah kabupaten/kota bersama dengan Bupati/Walikota.

3. Peraturan Desa/peraturan yang setingkat dibuat oleh badan perwakilan

desa atau nama lainya bersama dengan kepala desa atau nama lainya.

29

Ibid Armen yasir …hlm 49. 30

Lembaran Negara republik Indonesia (LNRI) tahun 2004 No 53, Tambahan Lembaran negara Republik Indonesia (TLNRI) Nomor 4389.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konstitusi 2.1.1. Istilah ...digilib.unila.ac.id/16394/15/BAB II.pdf · ... partai-partai politik, pressure group, buruh ... sistem pemerintahan, dan

23

2.2.4. Undang-Undang nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan.

Pembaruan mengenai hierarki peraturan perundang-undangan Republik

Indonesia terjadi lagi pada 12 Agustus 2011 lahirlah undang-undang baru

yang menggantikan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 yaitu Undang-

undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

Undangan.31

Dalam hierarki ini kedudukan Perppu dikembalikan lagi seperti yang

tercantum dalam Tap MPR No XX/MPR/1966 yakni sederajat dengan

Undang-Undang, serta sedikit perubahan yakni adanya pemisahan Peraturan

Daerah (Perda) menjadi Perturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah

Kabupaten.

Jimly Asyidiqie Berdasarkan teori tentang norma sumber legitimasi, yaitu apa

bentuk norma hukum yang menjadi sumber atau yang memberikan

kewenanangan kepada sumber atau pemberi kewenanangan terhadap lembaga

negara yang bersangkutan, mengkalisfikanya lembaga ditingkat dalam empat

tingkatan, yaitu:32

1. Lembaga negara tingkat konstitusional misalnya presiden, wakil presiden,

DPR, DPD, MPR, MK, MA, dan Badan Pemeriksa Keuangan. Lembaga

ini kewenanganya diatur dalam UUD dan diatur lebih rinci dalam

Undang-undang.

2. Lembaga tingkat ke dua adalah lembaga yang dibentuk berdasarkan

undang-undang yang berarti sumber kewenangannya bersumber dari

31

LNRI tahun 2001 nomor 82, TNLRI nomor 5234 32

Ibid Armen Yasir … hlm 55-56

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konstitusi 2.1.1. Istilah ...digilib.unila.ac.id/16394/15/BAB II.pdf · ... partai-partai politik, pressure group, buruh ... sistem pemerintahan, dan

24

pembentuk undang-undang, lembaga tingkat ini misalkan: Kejaksaan

Agung, Bank Indonesia, Komisi Pemelihan Umum, Komisi

Pemberantasan Korupsi, Komisi Penyiaran Indonesia, Komisi Nasional

Hak Asasi Manusia, dll.

3. Lembaga tingkat ketiga adalah lembaga yang sumber kewenanganya

bersumber dari presiden sebagai kepala pemerintahan, sedangkan yang

lebih rendah adalah tingkatan lembaga yang di bentuk berdasarkan

peraturan menteri, atas inisiatif menteri sebagai pejabat public

berdasarkan kebutuhan yang berkaitan dengan tugas-tugas pemerintah

dan pembangunan di bidang tanggung jawabnya dapat saja dibetuk badan,

dewan lembaga atau panitia yang sifatnya tidak permanen dan bersifat

spesifik.

4. Tingkat daerah, lembaga-lembaga semacam ini tidak disebut lembaga

negara. Lembaga ini disebut sebagai lembaga daerah.

Adapun susunan peraturan perundang-undangan berdasarkan pasal 7 ayat (1)

Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 adalah:

1. Udang-undang dasar Negara repubik Indonesia tahun 1945;

2. Ketetapan majelis permusyawaratan Rakyat;

3. Undang-undang/Perppu;

4. Peraturan Daerah;

5. Peraturan Presiden;

6. Peraturan Daerah Provisi Dan;

7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Dari beberapa perubahan diatas jelaslah bahwa kedudukan Undang-undang

dan Perppu masih sama kedudukanya, dalam Undang-undang ini tap MPR

kembali ditempatkan dalam Hierarki Perundang-undangan yakni berada di

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konstitusi 2.1.1. Istilah ...digilib.unila.ac.id/16394/15/BAB II.pdf · ... partai-partai politik, pressure group, buruh ... sistem pemerintahan, dan

25

bawah Undang-Undang Dasar 1945. Maksud dari penempatan Tap MPR ini

adalah untuk mengakomodir Tap MPR yang masih berlaku.

Penjelasan pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-undang No 12 Tahun 2011

menyatakan bahwa ketetapan MPR adalah ketetapan MPRS dan ketetapan

MPR yang masih berlaku sebagaimana yang dimaksud dalam pasal (2) dan

pasal (4) ketetapan MPR No 1/MPR/2003 tentang peninjauan terhadap materi

dan status hukum Ketetapan MPR dan Ketetapan MPRS tahu 1960 sampai

dengan 2002.

Prinsip yang dianut oleh Undang-undang No 12 Tahun 2011 adalah hierarki,

yaitu penjenjangan setiap jenis peraturan perundang-undangan yang

didasarkan pada asas bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih

rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang

lebih tinggi.

2.3. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu)

Dalam pasal 22 ayat satu (1) UUD 1945 dinyatakan bahwa :

“Dalam hal ihwal kegentingan memaksa, presiden berhak menetapkan Perppu.”

Ketentuan pasal 22 ayat (1) UUD 1945 dalam penjelasan pasal tersebut

dirumuskan sebagai berikut:33

“Pasal ini mengenai “Noodverordeningsrecht” presiden. Aturan sebagai ini

memang perlu di adakan agar keselamatan negara dapat dijamin oleh pemerintah

dalam keadaan yang genting, yang memaksa pemerintah untuk bertindak lekas

dan tepat. Meskipun demikian, pemerintah tidak akan terlepas dari pengawasan

DPR. Oleh karena itu, Perppu harus disahkan pula oleh DPR”.

33

Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-Undangan jenis, fungsi dan materi muatan. (Yogyakarta:Kanisius,2007) hlm 91

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konstitusi 2.1.1. Istilah ...digilib.unila.ac.id/16394/15/BAB II.pdf · ... partai-partai politik, pressure group, buruh ... sistem pemerintahan, dan

26

Penjelasan Pasal 22 UUD 1945tersebut jelaslah bahwa Perppu adalah suatu

peraturan yang mempunyai kedudukan setingkat dengan Undang-undang tetapi di

bentuk oleh presiden tanpa persetujuan DPR, disebabkan terjadinya “hal Ihwal

kegentingan yang memaksa”.

Permasalahan tentang penempatan Perppu di bawah undang-undang adalah

sebagai berikut:

a. Penempatan Perppu (Perppu) di bawah Undang-undang adalah tidak tepat,

bahkan tidak sesuai dengan pasal 5 ayat (2) UUD 1945, serta pasal 3 ayat (5)

ketetapan MPR No III/MPR/2000 tersebut. Apabila dilihat dari tata susunan

(hierarki) peraturan perundang-undangan, hal ini akan mempunyai suatu

konsekuensi, karena peraturan yang berada dibawah harus bersumber dan

berdasar pada peraturanyang lebih tinggi atau dengan kata lain. Peraturan

yang lebih rendah merupakan peraturan pelaksanaan dari peraturan yang

lebih tinggi.

b. Dalam pasal 5 ayat (2) UUD 1945, maka dirumuskan bahwa presiden

membentuk peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang

sebagaimana mestinya dengan demikian ketentuan dalam pasal 3 ayat (5)

ketetapan MPR No III/MPR/2000 dirumuskan bahwa, peraturan pemerintah

dibuat oleh pemerintah untuk melaksanakan perintah undang-undang.

Berdasarkan rumusan kedua pasal tersebut maka secara hierarkis letak

peraturan pemerintah seharusnya di bawah undang-undang dan tidak dibawah

Perppu (Perppu), walaupun pada kenyataanya peraturan pemerintah dapat juga

mengatur lebih lanjut Perppu.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konstitusi 2.1.1. Istilah ...digilib.unila.ac.id/16394/15/BAB II.pdf · ... partai-partai politik, pressure group, buruh ... sistem pemerintahan, dan

27

c. Suatu Perppu mempunyai kedudukan yang setingkat dengan undang-undang

walaupun peraturan tersebut tidak mendapatkan persetujuan DPR. Didalam

kenyataan ada dasarnya, suatu Perppu dapat berisi ketentuan-ketentuan yang

menunda, mengubah, bahkan mengesampingkan suatu undang-undang. Kita

dapat mengingat adanya Perppu No 1 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Dan

Angkutan Jalan, Perpu No 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Kepailitan, atau Perpu No 2 tahun 1998 Tentang Kemerdekaan

Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Penempatan Perppu di bawah

undang-undang mempunyai akibat yang sangat besar, oleh karena dengan

demikian pembentukan Perppu harus sesuai dengan undang-undang, suatu

perpu harus bersumber dan berdasar pada undang-undang, atau dengan kata

lain perppu merupakan peraturan pelaksana bagi undang-undang.34

d. Oleh karena pada saat ditetapkanya ketetapan MPR No III/MPR/2000 tentang

sumber hukum dan tata urutan peraturan perundang-undangan (bahkan sampai

perubahan keempat UUD 1945) ketentuan dalam pasal 22 UUD 1945 tersebut

tidak pernah dirubah, maka menetapkan hierarki Perppu (Perppu) di bawah

undang-undang adalah bertentangan dengan UUD 1945.

2.3.1. Perppu Dan Kedudukannya

Perppu mempunyai hierarki setingkat dengan undang-undang, akan tetapi,

menurut Maria Faridha, Perppu ini dikatakan tidak sama dengan undang-

34

Maria farida Indrati S, Masalah Hierarki peraturan perundang-undangan menurut TAP MPR Nomor III/MPR/2000 dalam 79 th Prof. Dr. Harun A. Razid,- Integritas, konsistensi seorang sarjan hukum, JAKarta : fakultas HUkum Universitas Indonesia, 2000, hlm 93-94.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konstitusi 2.1.1. Istilah ...digilib.unila.ac.id/16394/15/BAB II.pdf · ... partai-partai politik, pressure group, buruh ... sistem pemerintahan, dan

28

undang karena belum disetujui oleh DPR.35

Namun selama ini undang-

undang selalu dibentuk oleh presiden dengan persetujuan DPR, dan dalam

keadaan normal, atau menurut perubahan UUD 1945 dibentuk oleh DPR dan

disetujui bersama oleh DPR dan presiden, serta disahkan oleh presiden,

sedangkan perppu dibentuk oleh presiden tanpa persetujuan DPR karena

adanya “suatu hal ihwal kegentingan yang memaksa.”36

Undang-undang dan Perppu dalam hierarki peraturan perundang-undangan

memang memiliki kedudukan yang sama, hanya saja keduanya dibentuk dalam

keadaan yang berbeda. Undang-undang dibentuk oleh presiden dalam keadaan

normal dengan persetujuan DPR, sedangkan perppu dibentuk oleh presiden dalam

keadaan genting yang memaksa tanpa persetujuan DPR. Kondisi inilah yang

kemudian membuat kedudukan perppu yang dibentuk tanpa persetujuan DPR

kadang-kadang dianggap memiliki kedudukan di bawah undang-undang. Maria

juga menjelaskan bahwa perppu ini jangka waktunya terbatas (sementara) sebab

secepat mungkin harus dimintakan persetujuan pada DPR, yaitu pada persidangan

berikutnya. Apabila perppu itu disetujui oleh DPR, akan dijadikan undang-

undang. Sedangkan, Apabila perppu itu tidak disetujui oleh DPR, akan dicabut,

oleh karena itu, hierarkinya adalah setingkat/sama dengan undang-undang

sehingga fungsi maupun materi muatan perppu adalah sama dengan fungsi

maupun materi muatan undang-undang,37

sehingga saat suatu perppu telah

disetujui oleh DPR dan dijadikan undang-undang, saat itulah Perppu dipandang

35

Maria Farida Indrati Soeprapto.. Ilmu Perundang-Undangan Dasar-Dasar dan Pembentukannya(Yogyakarta:kanisius:1998) hlm.96 36

Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-Undangan Proses dan Teknik Pembentukannya. (Yogyakarta:Kanisius,2007) hlm 80. 37

opcit hal.94

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konstitusi 2.1.1. Istilah ...digilib.unila.ac.id/16394/15/BAB II.pdf · ... partai-partai politik, pressure group, buruh ... sistem pemerintahan, dan

29

memiliki kedudukan sejajar/setingkat dengan undang-undang. Hal ini disebabkan

karena perppu itu telah disetujui oleh DPR, walaupun sebenarnya secara hierarki

perundang-undangan, fungsi, maupun materi, keduanya memiliki kedudukan yang

sama meskipun perppu belum disetujui oleh DPR.

3.2.3. Syarat-Syarat Dikeluarkannya Perppu

Presiden di dalam proses pengusulan perpu tidak halnya sesuai kehendaknya,

namun harus sesuai dengan prosedur yang sesuai dengan undang-undang, karena

perppu pada hakikatnya hanya dibentuk oleh DPR yang seyogyanya

memperhatikan prasyarat yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan,

sehingga perppu yang dikeluarkan ini nantinya akan sah secara konstistusional.

Perppu (Perppu) disebutkan dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945

(UUD 1945):

“Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan

Perppu.”

Penetapan perppu yang dilakukan oleh Presiden ini juga tertulis dalam Pasal 1

angka 4 Undang-undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan yang berbunyi:38

“Perppu adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden

dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.”

Presiden dalam mengeluarkan perppu harus dalam hal ihwal kegentingan yang

memaksa adalah berdasarkan penilaian subjektifitas presiden. Yang artinya

subyektifitas presiden dalam menafsirkan “hal ihwal kegentingan yang memaksa”

yang menjadi dasar diterbitkannya perppu, akan dinilai DPR apakah kegentingan

38

Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konstitusi 2.1.1. Istilah ...digilib.unila.ac.id/16394/15/BAB II.pdf · ... partai-partai politik, pressure group, buruh ... sistem pemerintahan, dan

30

yang memaksa itu benar terjadi atau akan terjadi. Persetujuan DPR ini hendaknya

dimaknai memberikan atau tidak memberikan persetujuan (menolak).

Kedudukan perppu sebagai norma subjektif juga dinyatakan Jimly Asshiddiqie:39

“Pasal 22 memberikan kewenangan kepada presiden untuk secara subjektif

menilai keadaan negara atau hal ihwal yang terkait dengan negara yang

menyebabkan suatu undang-undang tidak dapat dibentuk segera, sedangkan

kebutuhan akan pengaturan materiil mengenai hal yang perlu diatur sudah sangat

mendesak sehingga Pasal 22 UUD 1945 memberikan kewenangan kepada

presiden untuk menetapkan Perppu.

Rumuskan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang tentang subjektifitas presiden

dalam mengeluarkan perppu tertuang dalam Putusan MK Nomor 138/PUU-

VII/2009. Berdasarkan Putusan MK tersebut, ada tiga syarat sebagai parameter

adanya “kegentingan yang memaksa” bagi presiden untuk menetapkan PERPU,

yaitu:

a. Adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah

hukum secara cepat berdasarkan undang-undang;

b. Undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga

terjadi kekosongan hukum, atau ada undang-undang tetapi tidak memadai;

c. Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat undang-

undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup

lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk

diselesaikan.

39

Ibnu Sina C, Pengujian Perppu Terkait Sengketa Kewenangan Konstitusional Antar-Lembaga Negara: Kajian Atas Putusan MK No. 138/PUU-VII/2009, Jurnal Yudisial, Vol. 5 No. 1, 2012.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konstitusi 2.1.1. Istilah ...digilib.unila.ac.id/16394/15/BAB II.pdf · ... partai-partai politik, pressure group, buruh ... sistem pemerintahan, dan

31

Hal-ikhwal kegentingan yang memaksa, presiden harus sigap dan bertindak cepat

untuk mengatasi keadaan, karena apabila dilakukan pembahasan Rancangan

Undang-Undang (RUU) dengan DPR untuk mengatasi keadaan yang memaksa

akan membutuhkan waktu yang cukup lama. Kegentingan yang memaksa

merupakan keadaan darurat yang tidak hanya terbatas pada ancaman bahaya atas

keamanan, keutuhan negara, atau ketertiban umum. Tapi juga hal-hal yang dapat

mengganggu stabilitas negara misalnya krisis ekonomi, bencana alam.