bab ii tinjauan pustakaeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5037/3/bab ii.pdf · 2019. 2. 26. · bab ii...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini akan dijelaskan tentang penelitian terdahulu dan teori-teori yang
akan digunakan untuk menyusun kerangka pemikiran teoritis. Teori yang digunakan
adalah menyangkut Komunikasi Massa, New Media, Personal Branding dan Analisis
Resepsi.
2.1 PENELITIAN TERDAHULU
1. Analisis Resepsi Terhadap Peronal Branding Raditya Dika Dalam RVLOG
Di Youtube Channel Raditya Dika
Penelitian ini dibuat oleh Rettrika Oktasari, Mahasiswi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik UGM pada tahun 2017 dengan metode penelitian
kualitatif menggunakan metoe analisis resepsi dengan pendekatan
interpretif dimana audience memiliki interprestasi dan pemaknaan berbeda-
beda terhadap suatu hal yang diamatinya. Teknik pengumpulan data berupa
wawancara mendalam untuk memperoleh data audience dan kemudian
dianalisis.
Kriteria untuk subjek penelitian sebagai informain sebagai yaitu,
1. Viewers dan Subscribe Rvlog melalui YouTube channel Raditya Dika,
terkhusus pada bulan Maret-April 2016.
2. Informan berdasarkan subscribers dan viewers aktif berkomentar pada
Rvlog dibulan Maret-April 2016, setidaknya 10 kali berkomentar dan like
setidaknya 15 kali
3. Informan bisa laki-laki dan perempuan
4. Informan yang aktif menggunakan media baru, terutama YouTube.
5. Informan berusia diantara 17-26 tahun
6. Informan penelitian berada di Jakarta, Yogyakarta dan Malang.
Hasil penelitian menunjukan bahwa penerimaan audience terhadap
personal branding Raditya Dika melalui RVLOG di YouTube Channel
Raditya Dika, hanya terdapat dua posisi decoding, yaitu posisi dominan dan
posisi negosiasi. Akan tetapi tidak ada informan yang konsisten berada
dalam posisi dominan atau posisi negosiasi dari awal hingga akhir.
Awalnya informan berada diposisi negosiasi, seketika bisa berubah menjadi
berada di posisi dominan. Begitu sebaliknya, awal informan berada diposisi
dominan bisa saja berubah menjadi berada di posisi negosiasi. Hal ini
menunjuka dalam analisis resepsi audience tidak ada suatu kemutlakan
pemaknaan yang di interpretasikan dan direfleksikan informan. Walaupun
obyek yang dilihat dan diamati sama, namun pemikiran dan cara pandang
informan akan berbeda tergantung dari pengetahuan dan semesta teks.
Penelitian yang penulis buat mereplikasi dari penelitian ini dengan
objek berbeda yaitu, Gita Savitri dalam video beropini di Youtube channel
Gita Savitri. Sehingga persamaan dalam penelitian ini adalah sama sama
meneliti tentang analisis resepsi terhadap personal branding di YouTube.
Serta hasil akhir dari penelitian ini berupa personal branding Raditya Dika
sedangkan yang penulis buat berupa pemaknaan audience terhadap
personal branding Gita Savitri.
2. Analisis Resepsi Anggota Klub Motor Pada Sinetron Anak Jalanan (
Studi Analisis Resepsi Anggota Klub Motor Jogja King Club Pada Sinetron
Anak Jalanan di RCTI Tahun 2016-2017)
Penelitian ini dibuat oleh Ririn Apriliyanti Putri Mahasiswi Ilmu
Komunikasi dan Multimedia Universitas Mercu Buana Yogyakarta pada
tahun 2018. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang
bertujuan untuk mengungkap gejala secara holistik-konseptual (secara
menyeluruh dan sesuai dengan konteks) melalui pengumpulan data dari
latar alami. Subjek penelitian ini adalah Anggota Jogja King Club (JKC).
Kesimpulan dalam penelitian ini Informan sebagai khalayak
menggunakan perspektif atau sudut pandang tersendiri ketika menerima
message media. Perspektif yang digunakan oleh tiap informan untuk
memaknai gambaran klub motor dalam sinetron anak jalanan juga tidak
selalu sama, meskipun para informan sama-sma berasal dari klub motor
Jogja King Club. Posisi pemaknaan para informan terhadap gambaran klub
motor dalam sinetron anak jalanan menunjukan keberagaman, terdapat
persamaan dan perbedaan posisi pemaknaan. Keberagaman posisi
pemaknaan tersebut merupakan impliasi dari adanya keberagaman para
responden.
Persamaan penelitian yang penulis buat dengan penelitian ini yaitu
sama sama menganalisis resepsi, namun berbeda pada subjek dimana
penelitian ini menggunakan anggota klub motor jogja king sebagai
informan dan objek dalam penelitian ini yaitu sinetron anak jalanan. Namun
penulis menggunakan penelitian ini sebagai acuan sebab pada hasil akhir
penelitian ini yaitu proses pemaknaan oleh informan terhadap objek
penelitian.
2.2 KOMUNIKASI MASSA
2.2.1 Definisi Komunikasi Massa
Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa
(cetak ataupun elektronik). Massa dalam hal ini lebih mendekati arti secara
sosiologis. Sehingga massa yang dimaksud dalam hal ini adalah kumpulan
individu yang berada di suatu lokasi tertentu serta hasil produk teknologi
modern sebagai saluran dalam komunikasi massa. Arti massa dalam
komunikasi massa lebih menunjuk kepada penerima pesan yang berkaitan
dengan media massa. Oleh karena itu, massa di sini menunjuk kepada khalayak,
audiens, penonton, pemirsa atau pembaca.1
1 Nurudin, “Pengantar Komunikasi Massa”. PT Raja Grafindo. Jakarta. 2007. Hal. 4
Menurut Gerbner “Mass communication is the tehnologically and
institutionally based production and distribution of the most broadly shared
continuous flow of message in industrial societies”. (Komunikasi massa
adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga
dari arus pesan yang kontiyu serta paling luas dimiliki orang dalam
masyarakat industri).2
Kemudian Rakhmat merangkum definisi-definisi komunikasi
massa tersebut menjadi: “Komunikasi massa diartikan sebagai jenis
komunikasi yang ditunjukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar,
heterogen, dan anonym melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan
yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat.3
2.2.2 Efek Komunikasi Massa
Menurut Steven M. Chaffee efek media massa dapat dilihat dari tiga
pendekatan. Pendekatan pertama adalah efek dari media massa yang
berkaitan dengan pesan ataupu media itu sendiri. Pendekatan kedua adalah
dengan melihat jenis perubahan yang terjadi pada diri audience komunikasi
massa yang berupa perubahan sikap, perasaan dan perilaku atau dengan
istilah lain dikenal sebagai perubahan kognitif, afektif dan behavioral.
2 Ibid 3 Ibid, hal.7
Pendekatan ketiga yaitu observasi terhadap audience (individu, kelompok,
organisasi, masyarakat atau bangsa) yang dikenai efek komunikasi massa.4
Namun dalam penelitian ini penulis akan menulis pendekatan yang
berkaitan dengan pesan. Efek pesan media massa meliputi efek kognitif, efek
afektif, dan efek behavioral.
a. Efek Kognitif
Dalam hal ini media massa dapat membantu audience dalam
mempelajari informasi yang bermanfaat dan mengembangkan
keterampilan kognitifnya.
b. Efek Afektif
Komunikasi massa memiliku tujuan bukan hanya sekedar memberitahu
audience tentang sesuatu, tetapi lebih dari itu. audience diharapkan
dapat ikut serta merasakan iba, terharu, sedih, gembira, marah, dan
sebagainya.
c. Efek behavioral
Efek behavioral merupakan akibat yang timbuk pada diri audience
dalam bentuk perilaku, tindakan, atau kegiatan.5
2.2.3 Media Massa pada Internet
4 Elvinaro Ardianto dan Lukiati Komala, “Komunikasi Massa Suatu Pengantar”. Simbiosa Rekatama
Media. Bandung. 2004. Hal. 49 5 Ardianto dan Erdinaya, “Komunikasi Suatu Pengantar”. Simbiosa Rekatama Media. Bandung. 2004.
Hal. 52
Internet merupakan bentuk media massa baru pada saat ini, adapun
beberapa ciri media massa modern yaitu6 :
a. Audience Segmentation, audience yang telah di segmentasikan
b. Konvergensi, dengan format informasi yang sama semua piranti
teknologi disatukan.
c. Audience dapat mengontrol informasi yang hendak diketahui.
d. Multiple platforms, seola-olah gabungan dari berbagai media atau bisa
disebut multi media.
e. User generated content, kesempatan bagi pengguna untuk mengisi dan
memuat informasi
f. Mobile media, media yang dinamis.
Internet merupakan revolusi komunikasi yang sangat luas dan mendalam.
Dunia digital telah mengubah komunikasi di dalam organisasi dan diantara
organisasi dengan beberapa publik yang berbeda beda. Internet adalah jalur
informasi bebas hambatan. Menurut John Pavlik dan Shawn McIntosh dalam
Cutlip dkk mengatakan tentang “konvergensi media” sebagai berikut7;
Menyatunya telekomunikasi, komputer, dan media dalam lingkungan digital.
Konvergensi dan perubahan yang dihasilkannya telah mengubah banyak aspek
dasar dari media massa dan komunikasi.
6 Joseph R. Dominick, “The Dynamics Of Mass Comunication” Media In Digital Age. Mc. Graw Hill.
USA. 2009. Hal. 24 7 M Cutlip & Alen H Center & Glenn M Broom, “Effective Public Relations”. Prenada Media Group.
Jakarta.2009. Hal.287
2.3 MEDIA BARU (NEW MEDIA)
2.3.1 Media Sosial
Dalam bukunya Rulli Nasrullah yang berjudul Media Sosial, ia
menjelaskan media sosial adalah medium internet yang memungkinkan
pengguna merepresentasikan dirinya maupun berinteraksi, bekerja sama,
berbagi, berkomunikasi dengan pengguna lain, dan membentuk ikatan
sosial secara virtual.8
Situs berbagi media (media sharing) merupakan jenis media sosial yang
memfasilitasi penggunannya untuk berbagi media, mulai dari dokumen
(file), video, audio, gambar, dan sebagainya. Beberapa contoh media
berbagi ini adalah Flickr, Photo-bucket, Snapfish dan YouTube.9
YouTube adalah jenis media sharing yang memberikan fasilitas
terhadap penggunannya untuk mencari video, menonton video, membuat
video, berbagi video kepada pengguna lain, dengan disediakannya kolom
komentar dan like pada masing-masing video. semua pengguna YouTube
bisa mengunggah video tidak ada batasan spesifik untuk menjadi seorang
YouTuber.
2.3.2 Khalayak Media Sosial
8Rulli Nasrullah, “Media Sosial Perspektif Komunikasi, Budaya, Dan Sosioteknologi”. Simbiosa
Rekatama Media. Bandung. 2017. Hal.11
9 Ibid hal.44
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Khalayak daiartikan
sebagai kelompok tertentu di masyarakat yang menjadi sasaran
komunikasi. Dalam Kajian media, khalayak seingkali digunakan untuk
menandakan masyarakat, baik dalam grup maupun secara individu.
Pemakaiannya juga merujuk pada khalayak atau massa yang mengakses
berita di televisi atau pembaca koran. Individu-Individu dalam massa
ini pada dasarnya tidak memiliki ikatan satu sama lain selain dari tujuan
mereka dalam mengakses media.
Meski khalayak adalah grup atau kelompok, tidak semua
kelompok bisa dikatakan khalayak. Hanya mereka yang memiliki
tujuan untuk mencari informasilah yang bisa dikatakan sebagai
khalayak.
Semakin berkembangnya teknologi keberadaan khalayak sudah
bergeser yang sebelumnya pasif sekarang aktif dalam bermedia. Wilbur
Schramm dipercaya sebagai pencetus konsep khalayak aktif dimana
seringkali khalayak dalam menentukan media apa yang akan diaksesnya
tergantung pada harapan atas imbalan apa yang didapat ketika media itu
diakses10.
Elihu Katz, Jay Blumer, dan Michael Gurevitch memberikan
asumsi-asumsi dasar ketika melihat khalayak. Pertama, khalayak adalah
10 Rulli Nasrullah, “Media Sosial Perspektif Komunikasi, Budaya, Dan Sosioteknologi”. Simbiosa
Rekatama Media. Bandung. 2017. Hal.89
pihak yang aktif dan pengguna media tergantung dari tujuan yang ingin
dicapai. Kedua, khalayak memiliki keleluasaan untuk menentukan
hubungan antara kebutuhan akan kepuasan dan pilihan akan media.
Ketiga, media dan khalayak tidak berada dalam ruang hampa. Media
berkompetisi dengan sumber kebutuhan kepuasan lain yang juga
menjadi kebutuhan khalayak. Keempat, setiap khalayak memiliki
kesadaran sepenuhnya dalam memilih media. Kesadaran yang dimiliki
ini mendasari pilihan-pilihan terhadap media dan khalayak tidak secara
serta-merta langsung memilih tanpa ada dasarnya, seperti minat ataupun
motif. Kelima, bagaimana hubungan khalayak terhadap media atau isi
media memiliki dampak yang berbeda secara nilai diantara khalayak itu
sendiri.11
Karakter media sosial yang interaktif, terbuka dalam
mengkreasikan konten, sampai pada jaringan yang luas memberikan
semacam peneguhan bahwa hubungan tersebut memiliki dua sisi, satu
sisi menyediakan perangkat dan aplikasi dan satu sisi lain menyediakan
konten sesuai kebutuhan sendiri.
2.4 PERSONAL BRANDING
11Rulli Nasrullah, “Media Sosial Perspektif Komunikasi, Budaya, Dan Sosioteknologi”. Simbiosa
Rekatama Media. Bandung. 2017. Hal.91
Dalam dunia usaha konsep brand didefinisikan sebagai persepsi dan emosi
yang dimiliki oleh pembeli atau prospektif pembeli dan dipaparkan melalui
pengalam pembeli dalam mengonsumsi atau berelasi dengan produk dan jasa
tersebut. Jika Konsep terseput diaplikasikan dalam konteks personal, personal
brand adalah persepsi dan emosi yang dimiliki oleh orang lain terhadap diri
personal seseorang yang mendefinisikan secara menyeluruh pengalaman dalam
relasi antarpersonal tersebut.12
Sukses personal branding memerlukan persepsi secara efektif dalam
mengelola, mengendalikan dan mempengaruhi bagaimana orang lain dalam
memandang kita. Memiliki personal branding yang kuat tampaknya menjadi aset
yang sangat penting saat ini baik secara online. Ini penting karena menjadi kunci
suskes setiap individu.
2.4.1 Model Authentic Personal Branding
Dalam bukunya sukses membangun authentic personal branding
Rampersad memaparkan beberapa kriteria penting yang didasarkan pada Peter
Montoya dan Rampersad pada personal branding yang berkelanjutan, otentik,
konsisten, dan mudah diingat yaitu13 :
12 Elda Franzia, “PeNgaruh Foto Profil Dan Cover Pada Jejaring Sosial Facebook Dalam Membentuk
Personal Branding: Studi Kasus Mahasiswa Dan Alumni Fsrd Universitas Trisakti”, Humaniora,
Vol. 6, No. 3, Juli 2015. Hal. 385
13 Hubert Rampershad, “Sukses Membangun Authentic personal branding”. PPM. Jakarta. 2008.
Hal.19
a. Keontetikan; jadilah merek anda sendiri, merek pribadi haruslah
diselaraskan dengan ambisi pribadi. ketika autentisitas menghidupkan
dirimu sendiri, sebagaimana apa yang mau kamu lakukan, dan tidak
melakukan hal tersebut dengan cara yang tidak kamu inginkan.
Kesatuan adalah tentang membawa dirimu pada kehidupan privat yang
berkaitan dengan personal public mu.
b. Integritas; harus berpegang pada pedoman moral dan perilaku yang
ditetapkan oleh ambiri pribadi.
c. Konsistensi; berperilakulah secara konsisten.
d. Spesialisasi; fokus pada bidang spesialisasi, personal branding harus
fokus pada satu bidang spesialisasi. Konsentrasi pada satu titik tepat
melalui bakat atau prestasi.
e. Otoritas; Jadilah sebagai seorang ahli yang dikenal dalam bidang
tertentu, bakat yang luar biasa, sangat berpengalaman, dan dipandang
sebagai orang yang efektif. Kemampuan leadership mampu mengontrol
personal branding, mereka sebagai sumber menyampaikan otoritas
pada orang lain untuk beberapa alasan namun berdasarkan keunggulan,
posisi atau pengakuan populer yang mereka terima.
f. Keberbedaan; bedakan diri berdasarkan brand. Merek pribadi harus
didefinisikan dengan jelas sehingga audience cepat menangkap pesan.
personal branding hendaknya memiliki kesan yang berbeda dan unik
dari kompetitor lain.
g. Relevan; pesan merek diri harus terkait dengan sesuatu yang
dianggap penting oleh audiens.
h. Visibilitas; lakukan pengulangan pesan secara konsisten sampai
tertanam dibenak audiens. Personal brand harus terlihat konsisten dan
berulang, hingga personal brand-mu dikenal sebab penampilanmu itu
lebih penting dari kemampuanmu. Untuk terlihat dimata orang kamu
harus mempromoskikan dirimu dan meningkatkan segala macam
peluang serta memiliki sedikit keberuntungan
i. Persistensi; diperlukan waktu untuk tumbuh. Tidak ada jalan pintas
untuk meraih personal brand, apa yang muncul sepanjang malam
adalah hasil dari ketekunan selama bertahun tahun, dengan melalui
waktu tersebut penting mengenali trend masa lalu dn akan datang.
Persiapkan diri untuk menolak salah satu dari dua ini yang mampu
melunturkan personal brand-mu.
j. Personality : sebuah personal branding harus dibangun atas
personality nya yang baik. Hukum ini menjelaskan bahwa orang harus
menjadi baik tapi tidak harus menjadi sempurna. Menurut Motonya ada
empat karakteristik menjadi manusia yakni menjalin hubungan, menjadi
positif, authentic, dan memiliki kemungkinan untuk berbuat salah.
k. Goodwill; buatlah pandangan positif terhadap audience terhadap
merek pribadi diri. personal brand mungkin memberi kesuksesan
terhadap diri mereka. Personal brand yang jujur memberikan
keuntungan yang besar kepada domain mereka. Orang-orang akan
memaafkan kesalahan, memberikan toleransi kepada pemilik personal
brand tersebut. Umumnya saat membandingkan dua individu, yang
paling menang adalah orang yang memiliki personality yang kuat bukan
yang memiliki keahlian yang kuat.
Jelas terlihat ada banyak keuntungan pada diri kita jika memiliki personal branding
yang kuat sebab hal tersebut mampu mempengaruhi persepsi orang dalam melihat dan
menilai kualitas yang dimiliki diri sendiri, serta mampu menciptakan identitas diri yang
mudah diingat oleh orang lain, membuat prospek diri kita yang menjadi satu-satunya
jalan keluar bagi masalah mereka, dan yang paling penting personal branding mampu
memposisikan diri berada diatas dalam persaingan sehingga membuat diri kita unik
dan lebih baik ketimbang pesaing lain.
2.5 TEORI RESEPSI
Dalam meresepsi sebuah tayangan pada jenis media sharing seperti YouTube
akan menimbulkan makna ganda bagi audiensnya. Reaksi yang di timbulkan oleh
audience terhadap tayangan di YouTube dapat ditanggapi dengan positif atau
sebaliknya. Tanggapan ini pada dasarnya akan menyasar pada pemaknaan sebuah
tayangan. Dalam hal ini, resepsi merupakan penerimaan khalayak yang diberikan
oleh Gita Savitri dalam vlog nya yang bertemakan opini. Dari reaksi penonton yang
memungkinkan penonton akan memberi penilaian yang berbeda-beda dengan
memanfaatkan kode-kode tertentu menurut pemahamannya.
Pada prakteknya teori resepsi memiliki kelemahan dan kekuatan hal ini
dijelaskan oleh Baran dalam buku Mass Communication Theory, Foundation,
Ferment and Future yaitu sebagai berikut14 :
Kekuatan
1. Memfokuskan perhatian pada individu dalam proses komunikasi massa
2. Menghormati kecerdasan dan kemampuan konsumen media
3. Mengakui berbagai makna dalam teks media.
4. Mencari pemahaman mendalam tentang bagaimana orang menafsirkan
isi media
5. Dapat memberikan analisis mendalam tentang cara media digunakan
dalam konteks sosial sehari-hari.
Kelemahan
1. Biasanya disadarkan pada interpretasi subjektif laporan penonton.
2. Tidak dapat menetapkan ada atau tidakya efek.
3. Metode penelitian kualitatif menghalangi penjelasan kausal.
4. Telah terlalu berorientasi tingkat mikro (tetapi berusaha untuk menjadi
lebih makroskopik).
Secara metodologi, reception analysis termasuk dalam paradigma interpretive
konstruktivis, dimana menurut Neuman pendekatan interpretive
14 Stanley J Baran & Dennis K Davis, “ Mass Communication Theory, Foundation, Ferment and
Future”.Cengage Learning. USA. 2015. Hal. 219
“is the systematic analysis of socially meaningful action through the
direct detailed observation of people in natural settings in order to arrive
at understandings and interpretations of how people create and maintain
their worlds”.15
Artinya paradigma interpretive dalam konteks penelitian sosial digunakan
untuk melakukan interpretasi dan memahami alasan-alasan dari para pelaku terhadap
tindakan sosial yang mereka lakukan, yaitu cara-cara dari para pelaku untuk
mengkonstruksikan kehidupan mereka dan makna yang mereka berikan kepada
kehidupan tersebut.16
1. Teori Encoding & Decoding
Teori ini diperkenalkan oleh Stuart Hall, hal menjelaskan bahwa suatu
program terjalin dari dua sisi; sisi pembuat program dan sisi audiens.
Pertama, technical infrastructure atau seperangkat alat dan relasi pembuat
dan institusi yang menaungi. Pada tataran selanjutnya yaitu relation of
production yaitu hubungan bagaimana si pembuat mengambil sebagian
wacana dari beberapa jenis wacana yang beredar di masyarakat. Taraf
selanjutnya yang juga mendasari pembuatan suatu program adalah
framework knowledge, yaitu bingkai pengetahuan yang diambil dari suatu
wacana yang kemudian akan di-encoding menjadi produk teks. Lapisan-
lapisan tersebut ada pada ranah si pembuat program (teks).17
15 Ido Prijana Hadi, “Penelitian Khalayak dalam Perspektif Reception Analysis.”Jurnal Ilmiah
Sciptura. Vol. 3, No. 1, Januari 2009. Hal,2 16 Ibid 17 Rulli Nasrullah, “Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya dan Sosioteknologi”. Simbiosa
Rekatama Media. Bandung. 2017. Hal. 92
Program sebagai meaningful discourse, adalah sesuatu yang
menjembatani antara si pembuat program dan audiens. Program as
meaningful discourse adalah serangkaian tanda yang disusun untuk
mengangkut makna tertentu pada konteks tertentu dan dimaksudkan kepada
audience tertentu. Dalam kajian buadaya popular, program as meaningful
discourse dapat dipahami sebagai tesk-teks budaya. Jika mengacu pada era
digital, maka vlog Youtube, postingan Instagram, status Facebook dan lain-
lain dapat dikategorikan sebagai program as meaningful discourse juga.
Akan tetapi program as meaningful discourse ini tidak serta-merta
makna nya dapat dipahami begitu saja. audience perlu melakukan−apa yang
disebut oleh Stuart Hall sebagai−decoding. Decoding adalah proses
penerjemahan dan pengungkapan makna program yang dibuat oleh si
pembuat program.
2. Posisi Pemaknaan Khalayak Terhadap Pesan Media
Proses pembacaan kode, pesan dan makna dari sebuah teks oleh
konsumen adalah sebuah produksi juga. Para konsumen teks ini dalam
berhadapan dengan sebuah teks akan memproduksi makna mereka sendiri,
berdasarkan latar belakang kode, konvensi, budaya, pengetahuan,
keyakinan, dan ideologi mereka sendiri, yang boleh jadi berbeda sama
sekali dengan kode, konvensi, budaya, pengetahuan, keyakian dan ideologi
yang ditawarkan oleh produser18. Dalam melakukan decoding, seorang
audience harus mengidentifikasi makna yang terkandung di program
tersebut.
Dari hasil decoding tersebut, audience biasanya akan menempatkan
dirinya pada tiga posisi. Hall mengidentifikasi tiga posisi tersebut:19
a. Dominant hegemonic position
Secara umum, posisi ini menggambarkan penerimaan audience
terhadap wacana yang ditawarkan oleh si pembuat program.
b. Negotiated code position
Yaitu pesan dan wacana yang ditawarkan oleh si pembuat program
tidak serta merta diterima oleh audiens, tetapi audien terlebih dahulu
melakukan evaluasi terhadap makna dan wacana yang ditawarkan.
c. Optional code
Adalah ketika audien tidak sejalan dengan makna dan wacana yang
ditawarkan oleh si pembuat program. Menurut Hall, audience
cenderung akan membuat alternatif sendiri dalam menginterpretasikan
pesan yang berbeda ketika berada pada posisi optional code.
18 Yasraf Amir Piliang, “Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies atas Matinya Makna”. Jalasutra.
Yogyakarta. 2013. Hal. 248
19 Stuart Hall, “ Budaya Media Bahasa: Teks Utama Pencanangan Cultural Studies”. Jalasutra.
Yogyakarta. 2011. Hal. 215-227
Dari ketiga posisi diatas akan dijadikan dasar dari analisis respon
dalam penelitian ini. Perlu diketahui juga bahwa aplikasi teori ini hanya
sebatas tataran makna saja.
Pada hubungan encoding dan decoding bisa terjadi sebuah
hubungan yang simetris atau asimetris antara produsen dengan
konsumen. Namun, hal ini tergantung dari tingkat pengertian bersama
atau tidak mengertian bersama terhadap suatu pesan.