bab ii tinjauan pustakaeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2825/3/bab ii_13.pdf · tujuan tersebut dapat...

22
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Makna Kerja Secara sederhana bekerja dapat diartikan sebagai usaha yang dilakukan manusia untuk mendapatkan penghasilan demi memenuhi tujuan tertentu. Tujuan tersebut dapat berupa pemenuhan kebutuhan makan, tempat tinggal, atau kebutuhan hidup lainnya. Seperti yang diungkapkan oleh Dr. Franz Von Magnis (dalam Anogara, 1998) yang mengatakan bahwa kerja merupakan sesuatu yang dikeluarkan oleh seseorang sebagai profesi, sengaja dilakukan untuk mendapatkan penghasilan serta pengeluaran energi untuk kegiatan yang dibutuhkan oleh seseorang untuk mencapai tujuan tertentu. Selain tujuan pokok bekerja tersebut, dalam dunia kerja (work-life), bekerja memiliki tujuan tersendiri dalam mewujudkan rasa kemanusiannya. Tujuan tersebut adalah makna kerja. Makna kerja adalah sekumpulan nilai- nilai, keyakinan-keyakinan, sikap dan harapan yang orang-orang miliki dalam hubungan dengan kerja (Siti, 2013). Mengenai pengertian makna kerja para ahli telah mengemukakan beberapa pendapat, diantaranya: Menurut Singh (dalam Herudiati, 2013) mendefinisikan makna kerja merupakan penghayatan individu dalam memenuhi kebutuhan ekonomi dengan melakukan bekerja dalam sebuah lingkungan kerja. Sementara itu, Chalofsky (dalam Herudiati, 2013) mengartikan makna kerja sebagai suatu kontribusi yang signikifikan untuk menemukan tujuan hidup seseorang. Kondisi ini mendukung untuk melaksanakan pekerjaan dengan semangat kerja dan

Upload: letram

Post on 03-May-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Makna Kerja

Secara sederhana bekerja dapat diartikan sebagai usaha yang dilakukan

manusia untuk mendapatkan penghasilan demi memenuhi tujuan tertentu.

Tujuan tersebut dapat berupa pemenuhan kebutuhan makan, tempat tinggal,

atau kebutuhan hidup lainnya. Seperti yang diungkapkan oleh Dr. Franz Von

Magnis (dalam Anogara, 1998) yang mengatakan bahwa kerja merupakan

sesuatu yang dikeluarkan oleh seseorang sebagai profesi, sengaja dilakukan

untuk mendapatkan penghasilan serta pengeluaran energi untuk kegiatan yang

dibutuhkan oleh seseorang untuk mencapai tujuan tertentu.

Selain tujuan pokok bekerja tersebut, dalam dunia kerja (work-life),

bekerja memiliki tujuan tersendiri dalam mewujudkan rasa kemanusiannya.

Tujuan tersebut adalah makna kerja. Makna kerja adalah sekumpulan nilai-

nilai, keyakinan-keyakinan, sikap dan harapan yang orang-orang miliki dalam

hubungan dengan kerja (Siti, 2013). Mengenai pengertian makna kerja para ahli

telah mengemukakan beberapa pendapat, diantaranya:

Menurut Singh (dalam Herudiati, 2013) mendefinisikan makna kerja

merupakan penghayatan individu dalam memenuhi kebutuhan ekonomi dengan

melakukan bekerja dalam sebuah lingkungan kerja. Sementara itu, Chalofsky

(dalam Herudiati, 2013) mengartikan makna kerja sebagai suatu kontribusi

yang signikifikan untuk menemukan tujuan hidup seseorang. Kondisi ini

mendukung untuk melaksanakan pekerjaan dengan semangat kerja dan

8

pandangan yang menjadi dasar spiritual seorang dalam bekerja. Hal ini

kesesuaian tugas dengan motivasi diri dalam bekerja yang bertujuan untuk

mendapatkan penghargaan atas hasil kerja.

Seturut dengan Singh dan Chalofsky, Wrzesniewski (2003) mendefinisikan

makna kerja sebagai pemahaman pekerja terhadap konten atau isi di tempat

kerja dan nilai-nilai dari bekerja sebagai hasil kelanjutan dari perbuatan senang

(sense making). Dari beberapa pengertian makna kerja di atas, bisa dikatakan

bahwa makna kerja adalah penghayatan dan pemahaman individu dalam sebuah

pekerjaan dalam bentuk nilai-nilai yang bertujuan memenuhi kebutuhan dan

kebahagiaan hidup.

B. Aspek-Aspek Makna Kerja

Untuk dapat memahami makna kerja seorang pekerja, ada beberapa teori

yang bisa digunakan, di antaranya: dimensi makna kerja, aspek makna kerja

dan sumber makna kerja. Berikut akan dijelaskan ketiga teori tersebut:

1. Dimensi Makna Kerja

Makna kerja terdiri dari beberapa dimensi. Harpaz (2002)

menggambarkan makna kerja dalam beberapa dimensi, yaitu:

a. Sentralisasi Kerja, adalah dimensi yang paling mendasar, dominan,

dan paling penting dalam kehidupan manusia. Kegiatan bekerja

memiliki porsi yang lebih banyak dalam kehidupan seseorang

dibanding yang lainnya. Individu dengan sentralisasi kerja yang

tinggi juga memiliki komitmen kerja yang tin ggi pula. Hal ini

9

dilakukan demi mencapai tujuan dan kepuasan dari pekerjaan

mereka.

b. Hak dan Kewajiban, norma hak adalah Individu memiliki hak dasar

dan tanggungjawab pribadi dan sosial terhadap komitmen kerja

sesuai dengan jenis pekerjaan. Sebaliknya, norma kewajiban

merupakan tugas individu untuk ikut ambil bagaian dalam

memberikan kontribusi pada organisasi dan masyarakat. Tampaknya

bahwa jika masyarakat umumnya memegang norma dan sikap

terhadap kerja yang positif, maka pekerjaan akan cenderung menjadi

pusat dan sangat dihargai.

c. Orientasi Instrumental, konsep ini mengasumsikan bahwa orang

bekerja terutama termotivasi untuk memperoleh kepentingan dari

segi ekonomi dari konteks pekerjaan mereka. Ini adalah peran paling

penting dari pekerjaan di mana orang mengidentifikasi bahwa

memberikanpenghasilan untuk menopang kehidupan dan pemenuhan

kebutuhan. Dengan demikian, tampaknya bahwa orang-orang dengan

kecenderungan tinggi terhadap nilai-nilai ekonomi yang menganggap

pekerjaan sebagai alat utama untuk memberikan pendapatan.

Dengan adanya penghargaan, ini bisa menjadi sebuah alat untuk

meningkatkan motivasi kerja individu.

d. Orientasi Intrisik, konsep ini menekankan kebutuhan individu,

termasuk evaluasi kompetensi individu dan ketertarikan terhadap

pekerjaan yang memiliki tingkat kesulitan tinggi dimotivasi oleh

perasaan ingin mengaktualisasikan diri.

10

e. Relasi Interpersonal, manusia adalah mahkluk sosial dan adanya

interaksi antar manusia bisa menjadi penting untuk peningkatan

kesehatan mental mereka dan meningkatkan makna hidup dalam diri

mereka.

Dari dimensi makna kerja yang sudah tercantum diatas, dapat

disimpulkan bahwa dimensi yang mendasari individu dalam memaknai

pekerjaannya yaitu bagaimana individu menganggap pentingnya sebuah

pekerjaan dilihat dari orientasi dan tujuan serta penghayatan dalam

melakukan pekerjaannya. Selain itu pekerjaan bisa dilihat dari dimensi kerja,

bahwa bekerja sebagai alat untuk membangun relasi sosial, pekerjaan

memiliki porsi yang besar dalam diri seseorang, sebagai alat pemenuhan

pada segi ekonomi, dan sebagai alat untuk aktualisasi diri, peningkatkan

makna hidup seseorang, dan kerja dipandang sebagai pemenuhan hak dan

kewajiban sebagai manusia.

2. Aspek Makna Kerja

Menurut Wrzesniewski (1999) dalam penelitian menyebutkan bahwa

persepsi para pegawai terhadap pekerjaan mereka memiliki dampak yang dalam

pada aspek atau orientasi penting pekerjaan mereka. Aspek penting tersebut

yaitu:

a. Pekerjaan sebagai sebuah pekerjaan (job). Pekerjaan dianggap

sebagai pendapatan pokok dan sebagai sebuah sarana untuk

mencapai tujuan dan ketika tidak memeliki pendapatan akan

berhenti. Dalam aspek ini, orientasi yang diutamakan adalah

keuntungan ekonomi.

11

b. Pekerjaan sebagai sebuah karir (career). Pekerjaan dipandang

sebagai motivasi untuk berprestasi, stimulus kebutuhan untuk

bersaing atau meningkatkan prestis dan kepuasan. Orientasi dalam

aspek ini adalah jabatan atau karir. Individu melihat pekerjaan

sebagai tajap bertingkat atau pencapaian dilihat dari gaji yang tinggi,

status atau kedudukan di tempat kerja dan tanggung jawab yang lebih

besar. Kepuasan kerja dilihat dari adanya peningkatan gaji atau

jabatan yang berkesinambungan. Individu yang melihat pekerjaan

sebagai sebuah karir akan senantiasa mendedikasikan waktu,

kemampuan dan usahanya untuk bekerja sepanjang waktu demi

mencapai karir dengan berfokus pada prestise dan kekuasan yang

lebih tinggi dan diasosiasikan dengan kenaikan gaji.

c. Pekerjaan sebagai sebuah panggilan (call). Pekerjaan adalah sumber

kebermaknaan diri. Individu yang memandang pekerjaan sebagai

sebuah panggilan akan mengenali dan percaya bahwa pekerjaan yang

mereka lakukukan mampu memberikan kontribusi kepada

lingkungan sosial atau pekerjaan sebagai sarana untuk melayani diri

sendiri dan orang lain. Dalam aspek ini, orientasi kerjanya adalah

pekerjaan itu sendiri. Individu merasakan motivasi untuk bekerja

berasal dari dalam diri dan individu dengan orientasi kerja ini merasa

bahagia dengan pekerjaan yang ia lakukan. Kepentingan utama

dalam bekerja individu tersebut adalah karena panggilan hidup.

12

3. Sumber Makna Kerja

Menurut Rosso, dkk (2010) sumber-sumber makna kerja mempunyai

variasi dan faktor yang mempengaruhi persepsi makna dan pemaknaan, mulai

dari sikap individu terhadap nilai organisasi hingga hubungan spiritual. Salah

satu cara berpikir tentang faktor-faktor yang berbeda-beda adalah bahwa

mereka semua sumber potensi makna dan kebermaknaan dalam pekerjaan. Di

bawah ini adalah macam-macam sumber makna kerja:

a. Diri Sendiri

1) Nilai (values)

Untuk dapat menjadikan pekerjaan itu bermakna, maka dibutuhkan

nilai dalam pekerjaan tersebut. Nilai itu adalah tahapan terahkir

seseorang dalam menginginkan dan merasakan dirinya seharusnya

mampu menyadari saat-saat individu bekerja. Pengalaman kerja yang

berkesinambungan makna kerja akan membentuk nilai kerja. Oleh

karena itu, menurut Rosso, individu cenderung memilih pekerjaan

yang sesuai dengan nilai-nilai personalnya.

2) Motivasi (motivation)

Selain nilai (values), motivasi dari dalam diri juga menyebabkan

terbentuknya makna kerja. Motivasi seseorang dalam bekerja

mempengaruhi pemaknaan kerja seseorang ketika melakukan bekerja.

Oleh karenanya, ketika seseorang merasa bekerja adalah suatu yang

bermakna, maka motivasi dalama dirinya akan tumbuh. Sehingga

dengan adanya motivasi tersebut, maka muncullah makna kerja pada

dirinya.

13

3) Kepercayaan (beliefs)

Seorang pekerja perlu kepercayaan pada dirinya bahwa pekerjaan

mereka adalah pusat kehidupan mereka atau pekerjaan mereka

merupakan bagian dari kehidupan mereka. Oleh karenanya,

kepercayaan merupakan salah satu sumber makna kerja. Semakin

terlibat seseorang dengan pekerjaannya, maka akan semakin sulit

baginya untuk memisahkan diri sendiri atau harga diri seseorang dari

pekerjaan itu, dan pada akhirnya pekerjaan yang ia lakukan akan

memunculkan makna kerja yang lebih berarti.

b. Orang lain

1) Pegawai selevel (coworkers)

Tempat kerja adalah arena di mana beragam hubungan

interpersonal terbentuk. Para ahli teori telah menyatakan bahwa

hubungan interpersonal yang erat dengan rekan kerja mungkin

memiliki dampak positif pada persepsi kebermaknaan jika mereka

memberikan peluang bagi karyawan untuk mengekspresikan dan

memperkuat identitas yang dihargai dalam pekerjaan.

2) Pemimpin

Pemimpin juga memainkan peran penting dalam membentuk atau

mempengaruhi makna kerja. Pertama, pemimpin membingkai misi,

tujuan, tujuan, dan identitas organisasi untuk karyawan dengan cara

yang mempengaruhi persepsi mereka tentang makna pekerjaan

mereka.

14

3) Komunitas/grup

Penelitian tentang teori identitas sosial menunjukkan bahwa

individu mengkategorikan diri mereka sesuai dengan kelompok sosial

yang mereka anggap sebagai anggota.

4) Keluarga

Para ahli telah meneliti arti pekerjaan dalam kaitannya dengan

keluarga untuk populasi tertentu, khususnya imigran. Pertanyaan

tentang arti pekerjaan bisa lebih menonjol bagi imigran daripada orang

lain, karena imigran sering menemukan diri mereka dalam status

pekerjaan yang lebih rendah di negara baru mereka daripada yang

mereka pegang di negara asal mereka. Keluarga juga dapat

meningkatkan makna positif dari pekerjaan dengan menawarkan

lingkungan yang mendukung dan santai di mana seseorang dapat pulih

dari tuntutan pekerjaan. Mengungkapkan kekaguman, rasa hormat, dan

cinta dari keluarga terhadap seseorang dapat mempengaruhi munculnya

kebermaknaannya dalam bekerja.

Selain keempat sumber makna kerja di atas, Rosso dkk juga

memberikan beberapa arahan masa depan terkait sumber makna kerja

yang berasal dari orang lain, yaitu: Pertama, meskipun ada cukup

banyak penelitian tentang peran berbagai orang lain tentang makna

kerja, literatur ini sangat terbelakang dibandingkan dengan penelitian

yang masih ada pada sumber-sumber lain dari makna kerja. Kedua,

Rosso dkk mendorong para peneliti yang tertarik pada orang lain

sebagai sumber makna kerja untuk memperluas kerangka kerja dari

15

mana mereka menyelidiki pertanyaan-pertanyaan ini. Ketiga, Rosso

dkk mendorong para peneliti untuk lebih memperhatikan pengaruh

hubungan internasional dyadic pada arti pekerjaan.

c. Konteks Pekerjaan (The work context)

1) Desain Pekerjaan (Design of job task)

Pekerjaan terbaru lainnya dalam domain ini memperluas asumsi

penelitian desain pekerjaan tradisional untuk menunjukkan bahwa

karyawan tidak hanya mengartikan makna dari karakteristik pekerjaan

mereka, tetapi sebaliknya secara proaktif mendesain (atau mendesain

ulang) tugas dan batas-batas relasional pekerjaan mereka untuk

membentuk arti pekerjaan mereka.

2) Misi Organisasi (organizational mission)

Misi organisasi adalah representasi dari tujuan dasar, nilai, dan

tujuan yang didedikasikan organisasi. Makna kerja peneliti telah

mengusulkan bahwa misi organisasi berfungsi sebagai sumber makna

sejauh karyawan merasakan keselarasan antara nilai-nilai inti dan

ideologi mereka dan orang-orang dari organisasi mereka.

3) Kondisi Keuangan (financial circumstance)

Aliran penelitian lain mempertimbangkan konteks kerja dengan

memeriksa peran keadaan keuangan individu dalam cara mereka

menentukan makna pekerjaan mereka. Peran imbalan uang adalah area

yang saat ini menikmati kebangkitan minat penelitian dalam perilaku

organisasi.

16

4) Domain non-pekerjaan (non-work domains)

Individu berusaha untuk membuat lingkungan kerjanya menjadi

mirip seperti hobi dan kegiatan-kegiatan sosial yang individu sukai.

5) Budaya Pekerjaan (National culture)

Beberapa tulisan yang paling awal tentang makna kerja berakar

pada perspektif bahwa kekuatan sosial dan budaya yang luas memiliki

pengaruh yang kuat pada makna yang dibuat orang dari pekerjaan.

Dengan demikian, kesimpulan penting dari penelitian ini adalah bahwa

setidaknya untuk negara-negara industri yang diteliti, ada

kemungkinan lebih banyak perbedaan dalam makna kerja dalam

budaya daripada antar budaya. Hasil serupa ditemukan dalam

penelitian penelitian lintas-budaya besar lainnya yang berfokus pada

nilai-nilai dan makna kerja di antara para pekerja di sebelas negara.

d. Kehidupan Spiritual

1) Spiritualitas (Spirituallity)

Spiritualitas adalah aspirasi menuju koneksi ke sakral, termasuk

kekuatan yang lebih tinggi, kekuatan membimbing atau energi, atau

sistem kepercayaan. Bagi banyak teoretisi, spiritualitas tidak dapat

dipahami tanpa pertanyaan pertanyaan. Dengan sifat alami mereka,

pencarian spiritual tampaknya memunculkan transendensi-diri,

menghubungkan ego dengan sesuatu yang lebih besar dari diri sendiri

atau menggantikan ego sepenuhnya.

17

2) Panggilan Sakral (Sacred calling)

Sebagian besar penelitian teoretis dan empiris tentang peran

kehidupan spiritual dalam arti pekerjaan berfokus pada konstruksi

panggilan dan panggilan sakral. Dalam tinjauan kami tentang diri

sebagai sumber makna, kami mendeskripsikan penelitian yang meneliti

pemanggilan dari perspektif sekuler, di mana panggilan itu muncul dari

isyarat internal ke jenis pekerjaan tertentu. Namun demikian, panggilan

suci didefinisikan sangat berbeda: sebagai undangan dari Tuhan untuk

panggilan, di mana kehendak Tuhan dilakukan.

Dari ketiga teori di atas, dalam penelitian ini hanya akan berfokus pada

teori dimensi makna kerja yang dikemukakan oleh Harpaz. Sedangkan teori aspek

makna kerja dan sumber makna kerja digunkan untuk mendukung dan membantu

analisis data.

C. Guru Khidmah di Pondok Pesantren Al-Luqmaniyyah

1. Pengertian Guru Khidmah

Suparlan dalam bukunya yang berjudul Menjadi Guru Efektif

mendefinisikan guru sebagai orang yang tugasnya terkait dengan upaya

mencerdaskan kehidupan bangsa dalam semua aspeknya, baik spiritual dan

emosional, intelektual, fisikal, maupun aspek lainnya. Namun, Suparlan (2001)

juga menambahkan bahwa secara legal formal, guru adalah seseorang yang

memperoleh surat keputusan (SK), baik dari pemerintah maupun pihak swasta

untuk mengajar. Selain pengertian tersebut, terdapat pula pengertian yang lebih

sempit yaitu guru adalah orang yang pekerjaannya mengajar atau memberikan

18

pelajaran di sekolah atau di dalam kelas. Akan tetapi tidak semua guru

menganggap guru adalah sebuah pekerjaan. Seperti misalnya di pondok

pesantren.

Di pondok pesantren tradisional (salaf) masih terdapat budaya-budaya

pengabdian guru untuk mengajar dan mendidik para santri di pesantren. Di

pondok pesantren benar-benar menanamkan nilai pengabdian dan keikhlasan.

Pengabdian dalam kamus agama disebut khidmah di pondok pesantren. Istilah

tersebut bagi kaum santri tidaklah merupakan sesuatu yang hina, karenanya arti

dalam kamus umum istilah pengabdian sering diartikan dengan hal-hal yang

menurunkan derajat diri seseorang dan merupakan sesuatu yang hina, karena

dia harus menjadi hambah seseorang yang lebih tinggi derajatnya. Namun bagi

kaum santri pengabdian merupakan salah satu usaha positif yang justru dengan

pengabdian akan mengangkat derajat dirinya sebagai manusia yang hina

menjadi manusia yang kamil dan dengan melakukan pengabdian itu akan

mendatangkan barakah dalam kehidupan (Sa’diyah, 2015).

Khidmah sendiri dalam bahasa pesantren umumnya dan pesantren

Luqmaniyah khususnya lebih sering diterjemahkan dengan kata “pengabdian”.

Khidmah dalam epistomologi sendiri bermakna melayani. Khidmah yang

dimaksud oleh para ulama dan kitab-kitab klasik itu ditujukan kepada ahlul

ilmi, yaitu kepada seorang Mu’allim atau orang yang mentransfer ilmu kepada

kita, dengan kata lain para guru kita. Pengabdian adalah loyalitas secara total

kepada seorang guru, yang dalam hal ini adaah kyai dan para guru. Pemberian

segala upaya, loyalitas tanpa batas kita berikan kepada mereka (Sa’diyah:

2015).

19

Pengabdian santri dalam pondok pesantren Al-Luqmaniyah bisa dilihat

dalam beberapa tradisi-tradisi yang masih ada hingga sekarang, seperti

misalnya tradisi mujahadah. Tradisi Mujahadah merupakain rangkaian kegiatan

santri yang berhubungan dengan spiritual keagamaan di dalam setiap individu.

Kegiatan ini rutin dilakukan setiap Senin Legi malam di pondok. Tradisi ini

berisi rangkaian kegiatan spiritual untuk memperkuat iman dan cinta kepada

Nabi Muhammad, seperti shalawat, dzikir, mauidlatul hasanah, mahalulqiyam,

dan doa. Dalam rangkaian kegiatan-kegiatan tersebut, santri-santri maupun

alumni ikut membantu kelancaran acara tersebut dengan sukarela (khidmah).

Ada yang bagian mengurusi masyarakat, mengurusi makan (nyinom), mengisi

acara (Kasiono, 2010).

Tradisi lain selain tradisi mujahadah adalah tradisi sorogan. Tradisi lain

yang mencerminkan bentuk pengabdian dalam Pesantren Al-Luqmaniyyah

adalah diskusi kegiatan diskusi sorogan setiap hari Senin dan Selasa malam.

Kegiatan belajar sorogan adalah kegiatan belajar dalam bentuk diskusi, saling

menanggapi dan saling berinteraksi secara langsung terkait suatu tema. Dalam

kegiatan tersebut peran seorang guru menjadi seorang pengarah adalah penting

agar tidak terjadi debat kusir antar santri. Guru yang bertugas dalam kegiatan

sorogan tersebut selalu merupakan seorang guru yang mengabdi atau guru

khidmah (Rozak, 2017).

Dengan adanya tradisi-tradisi tersebut, maka bisa dikatakan bahwa jenis-

jenis khidmah yang ada di lingkungan pesantren Al-Luqmaniyyah ada tiga

macam. Pertama, khidmah layanan masyarakat (eksternal pondok) yang

mengabdi pada masyarakat lingkungan sekitar pondok dan terjun langsung

20

untuk membantu masyarakat. Kedua, khidmah Kiai (abdi dalem/internal

pondok) yang mengabdi di wilayah internal pondok pesantren. Ketiga, khidmah

guru yang mengabdi di wilayah pengajaran, pendidikan dan kegiatan belajar

mengajar santri. Khidmah-khidmah yang dilakukan santri tersebut tidak ada

unsur paksaan dan berasal dari keinginan santri itu sendiri (Sa’diyah, 2015)

Pengabdian jauh dari kesan materialistis dalam mengerjakan sesuatu

karena besarnya arti keikhlasan dalam pengabdian yang telah tertanam pada

jiwa santri, seorang santri dibina dan ditempa menjadi pribadi yang tangguh

namun penuh kelembutan hati dan keikhlasan serta dihiasi dengan akhlakul

karimah dalam menjalankan tugas sebagai pemimpin ummat di masa yang akan

mendatang. Budaya pengabdian akan menumbuhkan pola pikir yang peduli

terhadap sesama. Dalam hal ini menjalankan tugas sebagai kader agama dan

masyarakat akan mampu menciptakan rasa peduli terhadap sesama. Karenanya

seorang santri telah terpupuk dan mengakar ajaran yang didapat di pesantren

serta mengaktualisasikannya dalam bingkai ta’awanu ‘alal birri wat taqwa

(saling tolong-menolong dalam kebaikan dan taqwa) (Sa’diyah, 2015).

Dari uraian di atas guru khidmah adalah orang yang berupaya

mencerdaskan kehidupan bangsa dalam semua aspeknya, baik spiritual dan

emosional, intelektual, fisikal, maupun aspek lainnya dengan tujuan untuk

melayani dengan ikhlas sebagai bentuk loyalitas secara total kepada

Kiai/pondok pesantren. Tugas utama sebagai guru khidmah di pesantren adalah

bertanggung jawab dalam bidang pengajaran dan kegiatan belajar mengajar

seperti sorogan, wetonan dan diniyah.

21

2. Tugas dan Tujuan Guru Khidmah

Pengabdian atau khidmah dalam bidang pendidikan sebagai guru tidak

hanya bertugas untuk dan mengajar saja. Guru khidmah harus memiliki

kedalaman ilmu pengetahuan. Guru khidmah juga mesti seorang yang bertakwa

dan berakhlak atau berkelakuan baik. Hal tersebut dikarenakan secara langsung

atau tidak langsung, perilaku atau sikap dari guru khidmah mempunyai

pengaruh terhadap motivasi belajar siswa/santri, baik yang positif maupun yang

negatif. Jika kepribadian yang kepribadian yang ditampilkan guru khidmah

sesuai dengan segala tutur sapa, sikap, dan perilaku, maka santri akan

termotivasi untuk belajar dengan baik (Khalid, 2017).

Menjadi guru khidmah yang baik saat mengajar adalah sama seperti

menjadi guru pada umumnya yaitu bukan soal sifat guru profesional tersebut,

melainkan soal kemampuan mengatur irama pembelajaran. Guru Khidmah

lebih mementingkan tanggung jawab atas segala keputusannya baik intelektual

maupun sikap. Guru khidmah diharapkan memiliki rasa kesejawatan

menjunjung tinggi etika profesi dalam suatu pondok pesantren. Hal itu

tercermin dari kegiatan belajar sorogan atau wetonan (Rozak, 2017)

Yang menjadi ciri khas konsep kerja guru khidmah adalah tujuan guru

khidmah lebih mengutamakan pengabdiannya kepada agama. Guru khidmah

juga memiliki peran penting dalam berdakwa, mengajarkan dan menyebarkan

syari’at agama Islam bagi para santri. Guru khidmah juga memiliki tanggungan

dunia akhirat, yaitu selain menjadikan santri lebih pintar dan mempunyai masa

depan yang cerah, guru khidmah juga harus mampu menjadikan santri menjadi

manusia yang ber-akhlaqul karimah serta meningkatkan iman dan taqwa

22

kepada Allah SWT. Sehingga tujuan guru khidmah dalam melakukan

pekerjaannya sebagai guru khidmah adalah memebentuk kepribadian seorang

santri menjadi insan kamil yaitu manusia yang utuh secara rohani dan jasmani

serta menjadi manusia yang dapat berkembang secara wajar dan normal

(Darajat, 2002).

3. Karakteristik Guru Khidmah

Seorang guru bisa dikatan sebagai guru apabila seseorang tersebut

mempunyai kompetensi dalam mengajar, mau menggali dan menyalurkan ilmu

kepada peserta didik dengan cara penyampaian yang tepat. Begitu pula dengan

guru khidmah. Akan tetapi, terdapat beberapa karakteristik yang terdapat dari

guru khidmah yang tidak terdapat pada guru pada umumnya. Karakteristik

tersebut diantaranya adalah:

a. Mengajar sebagai Bentuk Ibadah

Guru khidmah adalah salah satu bentuk ibadah. semua yang disukai

dan diridhai oleh Allah SWT baik berupa perkataan maupun perbuatan

yang tersembunyi dan yang terangterangan, seperti Shalat, Zakat, Puasa,

dan Haji, juga berbicara benar, menunaikan amanah, berbakti kepada

kedua orang tua dan menyambung silaturrahim. Sebagai bentuk ibadah,

seorang guru khidmah harus ahli di bidang teori dan praktik Agama Islam.

Guru khidmah tidak hanya guru yang menguasai ilmu pengetahuan agama

Islam tapi juga harus mampu mempraktekkannya. Hal tersebut karena guru

khidmah sebagai pendidik, hidup bersama dengan santri sebagai peserta

didik serta mengajar adalah salah satu bentuk ibadah yang disukai dan

23

diridhai Allah swt. Jadi, sikap, prilaku, dan tingkah laku (akhlaq) guru

khidmah dalam kehidupan sehari-hari juga merupakan salah satu bentuk

pendidikan dengan cara langsung mempraktekkannya. Seperti yang

diucapkan Khalid (2017) bahwa niat utama menjadi guru khidmah adalah

ibadah dan mengharap barakah agar supaya selamat dunia akhirat.

b. Mengajar Sebagai bentuk pengabdian

Guru Khidmah sebagai bentuk pengabdian. Guru khidmah sebagai

bentuk pengabdian tentunya mereka lebih memiliki rasa kepedulian

terhadap pesantren. Pada awalnya, sebelum menjadi guru khidmah dalam

pesantren ia adalah santri dari pesantren tersebut. Ia hidup dalam pesantren

selama beberapa tahun, belajar, tidur dan makan di pondok. Oleh karena

itu, guru khidmah harus mempunyai rasa peduli dan rasa memiliki terhadap

pesantren, seperti semboyan umumnya bagi para santri dari pondok untuk

pondok. Seperti yang dikatakan oleh Khalid (2017), bahwa ciri utama dari

guru khidmah adalah dia tulus mengabdi kepada pesantren dan untuk

melihat ketulusan tersebut adalah dengan adanya rasa memiliki dan perduli

terhadap pesantren.

c. Tidak memperdulikan gaji.

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, guru khidmah lebih

mementingkan tanggung jawab dan amanah dari Kiai untuk menjadi

pendidik di lingkungan pesantren. Hal ini juga berlaku kepada jenis

khidmah-khidmah yang lain, seperti khidmah abdi dalem dan Lamasta.

Jika mereka mendapatkan gaji mereka bersyukur, jika tidak mereka tidak

meminta. Hal tersebut seperti yang dikatakan oleh Khalid (2017), bahwa

24

gaji guru khidmah tidak pernah pasti. Kalau ada gaji, diterima.Kalau tidak

ada gaji, tidak masalah.

D. Makna Kerja Guru Khidmah

Dimensi makna kerja yang mendasari individu dalam memaknai

pekerjaannya terlihat dari bagaimana individu menganggap pentingnya sebuah

pekerjaan. Selain itu pekerjaan bisa dilihat dari dimensi kerja, bahwa bekerja

sebagai alat untuk membangun relasi sosial, pekerjaan memiliki porsi yang

besar dalam diri seseorang, sebagai alat pemenuhan pada segi ekonomi, dan

sebagai alat untuk aktualisasi diri, peningkatkan makna hidup seseorang, dan

kerja dipandang sebagai pemenuhan hak dan kewajiban sebagai manusia. Hal

ini juga berlaku bagi guru khidmah di Pesantren Al-Luqmaniyyah.

Aspek yang mendasari makna kerja guru khidmah adalah pekerjaan

sebagai sebuah panggilan (call). Menjadi guru khidmah adalah sumber

kebermaknaan diri. Guru khidmah percaya bahwa pekerjaan yang mereka

lakukukan mampu memberikan kontribusi kepada lingkungan sosial sebagai

sarana untuk melayani diri sendiri dan orang lain. Guru khidmah merasakan

motivasi untuk bekerja berasal dari dalam diri dan merasa bahagia dengan

pekerjaan yang ia lakukan. Kepentingan utama dalam bekerja individu adalah

karena panggilan hidup.

Sedangkan dimensi yang mendasari guru khidmah dalam memaknai

pekerjaannya ada lima. Pertama, dimensi sentralisasi kerja. Selain sebagai

pengajar dan pendidik, pada umumnya guru juga mempunyai tugas sebagai

membentuk karakter dan kepribadian masyarakat. Menurut DEPDIKBUD tugas

25

utama guru selain mengajar tugas guru juga terdapat tugas manusiawi dan tugas

kemasyarakat. Tugas manusiawi yaitu membina peserta didik dalam rangka

meningkatkan dan mengembangkan martabat diri sendiri, kemampuan manusia

yang optimal serta pribadi yang mandiri. Sedangkan tugas kemasyarakatan,

yaitu dalam rangka mengembangkan terbentuknya masyarakat Indonesia yang

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (Darmadi, 2009).

Dengan demikian tugas menjadi seorang guru bukanlah merupakan tugas yang

mudah yang bisa dilakukan oleh sembarang orang. Setidaknya seorang guru

harus mempunyai pengalaman dan keinginan kuat untuk mengajar.

Berkaitan dengan tugas guru sebagai seorang pendidik dan pengajar, guru

khidmah juga mempunyai tugas dan kewajiban yang sama. Akan tetapi, jika

melihat kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh guru khidmah di pesantren Al-

Luqmaniyyah (Kasiono, 2017) maka guru khidmah tidak harus mempunyai

pengalaman kerja menjadi guru atau keinginan dan motivasi menjadi guru.

Guru khidmah cenderung tidak mempunyai niatan atau motivasi untuk menjadi

pengajar.

Kedua, dimensi hak dan kwajiban. Secara umum guru mempunyai hak

untuk memperoleh upah dan penghargaan serta pengembangan diri dalam

rangka meningkatkan kualitas kinerjanya. Secara umum, guru berkewajiban

melaksanakan seluruh tugas dengan baik sesuai dengan aturan dan bersedia

menerima sanksi atas kesalahan atau penyimpangan yang dilakukan. Guru

wajib memperjuangkan kemajuan lembaganya di mana guru tersebut bekerja

dan berjuang untuk merencanakan dan melaksanakan pembelajaran secara

berkualitas sehingga lulusannya menjadi warga masyarakat yang handal dalam

26

melaksanakan tugas di masyarakat. Namun, hal tersebut berbeda dengan guru

khidmah (Sa’diyah, 2015).

Guru khidmah tidak begitu memikirkan haknya, terutama hak terkait upah.

Hal itu tak lain karena guru khidmah di Pesantren al-Luqmaniyya mempunyai

status seperti santri biasa dan berstatus sebagai pengabdi. Guru khidmah di

pesantren al-Luqmaniyyah lebih mementingkan kewajiban mereka untuk

menemani santri dalam proses belajar. Hal ini seperti yang diucapkan salah satu

guru Khidmah di Pesantren al-Luqmaniyyah, bahwa kebanyakan guru khidmah

lebih mementingkan kewajiban mereka dibanding haknya. Karena menjadi

guru khidmah bukan tugas yang mudah. Itu adalah amanat dari Kiai (Khalid,

2017).

Ketiga, dimensi Orientasi Instrumental. Orang bekerja terutama

termotivasi untuk memperoleh kepentingan dari segi ekonomi dari konteks

pekerjaan mereka. Ini adalah peran paling penting dari pekerjaan di mana orang

mengidentifikasi bahwa memberikanpenghasilan untuk menopang kehidupan

dan pemenuhan kebutuhan. Dengan demikian, tampaknya bahwa orang-orang

dengan kecenderungan tinggi terhadap nilai-nilai ekonomi yang menganggap

pekerjaan sebagai alat utama untuk memberikan pendapatan. Dengan adanya

penghargaan, ini bisa menjadi sebuah alat untuk meningkatkan motivasi kerja

individu (Harpaz, 2002).

Orientasi instrumental guru khidmah mempunyai kecenderungan yang

berbeda dari orientasi instrumental kerja pada umumnya. Orientasi instrumental

guru khidmah tidak mengedepankan nilai-nilai ekonomi, melainkan lebih pada

nilai-nilai religius. Hal tersebut terlihat dari kegiatan-kegiatan belajar mengajar

27

yang dilakukan guru khidmah pada saat mujahadah, wetonan atau sorogan

dimana guru khidmah mempunyai motivasi tinggi mengajar santri (Rozak,

2017).

Keempat, dimensi Orientasi Intrinsik. Dimensi orientasi intrinsik

menekankan kebutuhan individu, termasuk evaluasi kompetensi individu dan

ketertarikan terhadap pekerjaan yang memiliki tingkat kesulitan tinggi

dimotivasi oleh perasaan ingin mengaktualisasikan diri. Sebagian besar guru

khidmah pada awalnya tidak mampu dan tidak mempunyai ketertarikan

terhadap bidang pekerjaan yang diminatinya. Namun karena adanya permintaan

dari sang Kiai untuk melakukan pekerjaan sebagai guru, maka guru khidmah

tersebut mau tak mau harus belajar dan melakukan evaluasi pembelajaran. Hal

ini terlihat dari bagaimana sistem pembelajaran wetonan dan sorogan di

pesantren yang lebih mengutamakan metode diskusi/sharing. Dari metode

tersebut, guru dan murid bisa saling belajar dan saling mengajar bersama

(Rozak, 2017).

Kelima, dimensi Relasi Interpersonal. Pekerjaan guru khidmah

dilingkungan pesantren merupakan suatu posisi yang terhormat. Saifuddin

Zuhri (2001) mengatakan bahwa guru dalam lingkungan pesantren adalah

perpanjangan tangan dari Kiai. Jika santri ingin mendapat berkah dari Kiai,

maka santri tersebut harus menghormati guru. Dengan demikian, guru khidmah

mempunyai kelekatan relasi dengan santri-santri, pengurus pondok, sesama

khidmah dan Kiai.

28

E. Pertanyaan Penelitian

Jika mengacu pada Wrzesniewski dkk (2003) dan Rosso, et all (2010)

bahwa pekerjaan dianggap sebagai pendapatan pokok dan sebuah sarana

mencapai tujuan ekonomi. Seseorang yang mempunyai kebutuhan ekonomi

yang besar akan lebih fokus pada nilai ekonomi daripada pekerjaan. Dari teori-

teori di atas menggambarkan bahwa hal yang utama dalam bekerja adalah

mencari dan memenuhi kebutuhan ekonomi sehari-hari untuk menafkahi

keluarga atau diri sendiri. Akan tetapi, pekerjaan sebagai guru khidmah di

pesantren Al-Luqmaniyyah Yogyakarta tidak menitikberatkan segi orientasi

instrumental.

Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengangkat tema makna kerja bagi

guru khidmah di Pondok Pesantren Al-Luqmaniyyah Yogyakarta karena

kegiatan bekerja yang mereka lakukan memiliki dimensi yang tidak hanya

menjadikan suatu pekerjaan sebagai alat untuk bertahan hidup semata akan

tetapi juga untuk mendapatkan nilai-nilai lain yang dianggap dapat memberikan

ketentraman hidup bagi para Guru khidmah di Pondok Pesantren dan

masyarakat di sekitarnya. Dengan demikian maka pertanyaan dalam penelitian

ini adalah bagaimana dimensi makna kerja guru khidmah di Pondok Pesantren

Al-Luqmaniyyah Yogyakarta?