ii. tinjauan pustakaeprints.mercubuana-yogya.ac.id/1392/2/bab ii.pdf · tinjauan pustaka a. limbah...
TRANSCRIPT
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Limbah
Limbah adalah segala sesuatu yang merupakan sisa hasil buangan dari suatu
kegiatan/produksi yang sudah tidak terpakai lagi. Limbah menurut jenisnya dapat
digolongkan menjadi 3 macam yaitu limbah padat, cair dan gas. Komposisi limbah
pada umumnya terdiri dari dua komponen utama yaitu anorganik dan organik.
Komposisi limbah organik, dapat berupa limbah padat yang terdiri dari daun-daun
kering, limbah rumah tangga, biasanya dihasilkan oleh daerah pemukiman.
Sedangkan limbah anorganik seperti gelas, plastik dan lain-lain untuk daerah
pemukiman lebih sedikit dijumpai (Saputra, 2006).
Berdasarkan istilah tehknik limbah padat organik dapat dibedakan
menjadi dua kategori, yaitu garbage dan rubbish. Garbage (limbah mudah lapuk)
adalah limbah dari tumbuhan yang berasal dari pemeliharaan dan budidaya, dapur
rumah tangga, pusat perbelanjaan, pasar, restoran atau tempat dimana makanan
disajikan, disiapkan atau dijual. Limbah tersebut mengandung lebih banyak bahan
organik yang mudah membusuk dan lembab karena mempunyai rantai kimia yang
relatif pendek dan mengandung sedikit cairan. Garbage terdekomposisi dengan
cepat, terutama sekali dalam cuaca hangat, dan mengeluarkan bau busuk. Nilai
komersial dari garbage adalah sebagai bahan dasar pakan ternak dengan tetap
mempertimbangkan keamanan dan kriteria kesehatan (Davis dan Cornwell, 1989).
Berdasarkan komposisi kimianya, limbah dibagi menjadi limbah organik
dan limbah anorganik. Penelitian mengenai limbah padat di Indonesia,
4
menunjukkan bahwa 80% merupakan limbah organik, dan diperkirakan 78% dari
limbah tersebut dapat digunakan kembali (Outerbridge, 1991).
Limbah makanan adalah produk atau limbah produk dari proses produksi,
pengolahan, distribusi, dan konsumsi makanan (Westendorf, 2000). Menurut
Okazaki (2008), sisa makanan adalah makanan yang tidak dikonsumsi oleh manusia
dan dapat dihasilkan di tingkat manapun dalam rantai makanan (pertanian, pabrik
pengolahan, produsen, perusahaan komersial, dan rumah tangga).
Tabel 1. Karakteristik limbah makanan menurut literatur
Parameters Zhang dkk.
(2007)
Li dkk.
(2010)
Zhang dkk.
(2011)
Zhang dkk.
(2013)
TS (%, w.b.) 30,90 24 18,1 23,1
VS (%, w.b.) 26,35 232 17,1 21,0
VS/TS (%) 85,30 94,1 0,94 90,9
pH - - 6,5 4,2
Karbohidrat (%, d.b.) - 55,2 61,9 -
Protein (%, d.b.) – 15 - -
Lemak (%, d.b.) - 23,9 23,3 -
Minyak (%, d.b.) – - - 4,6
C (%, d.b.) 46,78 54 46,67 56,3
N (%, d.b.) 3,16 2,4 3,54 2,3
C/N 14,8 22,5 13,2 24,5
Menurut Zhang (2014), limbah makanan adalah substrat organik mudah
terurai, bahan organik yang terkandung dalam limbah bahan makanan cocok untuk
Sumber : Zhang dkk (2007),Li dkk (2010), Zhang dkk (2011), dan Zhang dkk
(2013)
5
pertumbuhan mikroba anaerobik. Komposisi limbah makanan akan bervariasi
dengan nasi, sayuran, daging telur dan komponen lainnya menurut kebiasaan
makan di setiap wilayah.
Karakterisasi limbah menurut Zhang dkk (2011), Zhang dkk (2013), Zhang
dkk (2007) dan Li dkk (2010) dengan parameter total solid, volatile solid,
keasaman, protein, lemak, minyak, dan unsur karbon tersaji dalam Tabel 1.
B. Komposisi Limbah Kantin dan Kandungan Biokimia
Limbah kantin dapat berasal dari nasi, sayuran, buah-buahan, ikan,
daging, telur, dan aneka sisa lainnya. Bahan organik yang terkandung dalam limbah
kantin tersebut terdiri dari karbohidrat, protein, lemak dan selulosa yang dapat
didegradasi secara biologi (Purnomo, 2010).
Menurut Ariany (2012) rata-rata komposisi limbah kantin berasal dari piring
kotor, meliputi nasi dan berbagai potongan lauk pauk. Potongan sayuran mentah
yang dibuang meliputi potongan kangkung, bayam, kulit wortel, kol, sawi, jagung,
sosin, daun singkong, daun melinjo, kacang panjang, daun bawang, seledri, kulit
kentang, dan daun kelapa bungkus ketupat. Potongan buah yang meliputi seluruh
bagian buah yang tidak termakan meliputi kulit sirsak, kulit pisang, kulit semangka,
kulit dan biji alpukat, buah naga dan kulit jeruk.
Tanin merupakan senyawa metabolit sekunder yang banyak ditemukan
dalam tumbuhan polong, tanin ini dalam dosis tertentu dapat menghambat produksi
metana (Deublin, 2008). Sebagian besar tanaman kaya akan berbagai metabolit
sekunder seperti tanin, terpenoid, alkaloid, dan flavonoid yang dari berbagai
6
penelitian secara invitro diketahui, senyawa-senyawa tersebut memiliki sifat anti
mikrobia (Rohyani, 2015).
Tanin berperan sebagai pendenaturasi protein serta mencegah proses
pencernaan bakteri, sedangkan flavonoid yaitu senyawa yang mudah larut dalam
air untuk kerja antimikroba dan antivirus (Naiborhu, 2002). Mekanisme kerjanya
dalam menghambat bakteri dilakukan dengan cara mendenaturasi protein dan
merusak membran sel bakteri dengan cara melarutkan lemak yang terdapat pada
dinding sel. Senyawa ini mampu melakukan migrasi dari fase cair ke fase lemak.
Terjadinya kerusakan pada membran sel mengakibatkan terhambatnya aktivitas dan
biosintesa enzim-enzim spesifik yang diperlukan dalam reaksi metabolisme dan
kondisi ini yang pada akhirnya menyebabkan kematian pada bakteri (Naiborhu
2002, dalam Rohyani, 2015 ).
Menurut Wikandari (2013), senyawa flavor buah yang telah diuji yaitu
heksanal, a- Pinene, Car-3-ene, Nonanal, E-2-heksenal, myrcene, dan oktanol
ditemukan sebagai inhibitor untuk produksi metana. Senyawa flavor tersebut dapat
mengurangi produksi metana sebesar 0-63%, 29-83%, dan 75-100% pada
konsentrasi 0,005, 0,05, dan 0,5%.
Menurut Shan (2007) dalam Javier (2011), alpukat mengandung asam
fenolik dan senyawa-senyawa flavonoid yang mempunyai aktivitas antimikrobia.
Menurut Javier (2011), bagian daging buah alpukat walaupun memiliki total
senyawa fenolik yang lebih rendah bila dibandingkan dengan bagian kulit dan
bagian biji, bagian daging tersebut memiliki aktivitas antimikrobia paling tinggi.
Pada bagian kulit mangga ditemukan berbagai senyawa antibakteri yaitu asam
7
fenolik, mangiferin, flavonol glikosida, dan gallotanin serta xanthose glycosida,
tanin terhidrolisis dan alkylresorcinols (Tokusoglu, 2011).
Sayuran berdaun hijau merupakan bagian utama dari diet seimbang yang
secara signifikan mengandung sejumlah mineral, vitamin dan antioksidan
(Gunathilake, 2016). Dalam penelitiannya bayam mengandung total fenol sebanyak
3, 81 ± 0,02 mg/g db, carotenoid 1,96 ± 0,02 mg/g db dan total antioksidan
sebanyak 7,24 ± 0,06. Kangkung mengandung total fenol sebanyak 2,46 ± 0,08
mg/g db, carotenoid 2,11 ± 0,02 mg/g db dan total antioksidan sebanyak 9,464 ±
029 mg/g db. Daun bawang mengandung total fenol sebanyak 3, 99 ± 0,16 mg/g
db, karotenoid 0,53 ± 0,01 mg/g db dan total antioksidan sebanyak 14,52 ± 0,11
mg/g db.
Menurut Ifesan (2013), total phenol, tanin dan alkaloid adalah zat
antimikrobia paling penting yang merupakan zat bioakif pada tumbuhan.
Dilaporkan bahwa total penol dari ekstrak menggunakan hexan dan ethanol pada
daun kelapa adalah (0,59 sampai 2,22 mgTAE/g), aktivitas antioksidan (45,28%),
dan daya hambat mikrobia daun kelapa mencapai 6 sampai 8 mikroorganisme.
C. Biogas
1. Definisi Biogas
Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau fermentasi
dari bahan-bahan organik termasuk diantaranya; kotoran manusia dan hewan,
limbah domestik (rumah tangga), limbah biodegradable atau setiap limbah organik
yang biodegradable dalam kondisi anaerobik. Kandungan utama dalam biogas
adalah metana (CH4), karbondioksida (CO2), gas Hidrogen (H2), gas Nitrogen (N2)
8
dan asam sulfida (H2S). Biogas dapat digunakan sebagai bahan bakar kendaraan
maupun untuk menghasilkan listrik. Biogas yang dihasilkan oleh aktifitas anaerobik
sangat populer digunakan untuk mengolah limbah biodegradable karena bahan
bakar dapat dihasilkan sambil menghancurkan bakteri patogen dan sekaligus
mengurangi volume limbah buangan. Oleh sebab itu jika produksi biogas
menggunakan bahan baku berupa limbah / limbah yang bersifat biodegradable
(terurai oleh mikroorganisme) dapat diaplikasikan secara meluas di masyarakat
maka secara strategis dapat mendukung dan mensukseskan program pemerintah
tentang Clean Development Mechanism dan Environmental Sustainable
Development (Sutarno, 2007).
Biogas adalah campuran beberapa gas, tergolong bahan bakar gas yang
merupakan hasil fermentasi dari bahan organik dalam kondisi anaerob, dan gas
yang dominan adalah gas metana (CH4) dan gas karbondioksida (CO2)
(Simamora,1989). Biogas memiliki nilai kalor yang cukup tinggi, yaitu kisaran
4800-6700 kkal/m3, untuk gas metana murni (100 %) mempunyai nilai kalor 8900
kkal/m3. Menurut Maramba (1978), produksi biogas sebanyak 1275-4318 kkal
dapat digunakan untuk memasak, penerangan, menyeterika dan menjalankan lemari
es untuk keluarga yang berjumlah lima orang per hari.
Metana (CH4) dalam biogas, bila terbakar akan relatif lebih bersih daripada
batu bara, dan menghasilkan energi yang lebih besar dengan emisi karbondioksida
yang lebih sedikit. Pemanfaatan biogas memegang peranan penting dalam
manajemen limbah karena metana merupakan gas rumah kaca yang lebih berbahaya
dalam pemanasan global bila dibandingkan dengan karbondioksida. Karbon dalam
9
biogas merupakan karbon yang diambil dari atmosfer oleh fotosintesis tanaman,
sehingga bila dilepaskan lagi ke atmosfer tidak akan menambah jumlah karbon di
atmosfer bila dibandingkan dengan pembakaran bahan bakar fosil. Saat ini, banyak
negara maju meningkatkan penggunaan biogas yang dihasilkan baik dari limbah
cair maupun limbah padat atau yang dihasilkan dari sistem pengolahan biologi
mekanis pada tempat pengolahan limbah (Sutarno, 2007).
2. Proses Pembentukan Biogas
Proses pembuatan biogas dilakukan secara fermentasi yaitu proses
terbentuknya gas metana dalam kondisi anaerob dengan bantuan bakteri anaerob
di dalam suatu digester sehingga akan dihasilkan gas metana (CH4) dan gas
karbondioksida (CO2) yang volumenya lebih besar dari gas Hidrogen (H2), gas
Nitrogen (N2) dan asam sulfida (H2S). Proses fermentasi memerlukan waktu 7
sampai 10 hari untuk menghasilkan biogas dengan suhu optimum ± 5ºC dan pH
optimum pada range 6,4 -7,9. Proses tersebut dibantu dengan bakteri pembentuk
biogas yakni bakteri anaerob seperti Methanobacterium, Methanobacillus,
Methanococcus dan Methanosarchina (Price dan Cheremisinoff, 1981). Ada tiga
kelompok bakteri yang berperan dalam proses pembentukan biogas, diantaranya
adalah kelompok bakteri fermentatif, yaitu: Steptococci, Bacteriodes, dan
beberapa jenis Enterobactericeae, kelompok bakteri asetogenik, yaitu
Desulfovibrio, dan kelompok bakteri metana, yaitu Methanobacterium,
Methanobacillus, Methanosacaria, dan Methanococcus (Price dan Cheremisinoff,
1981). Kelompok bakteri tersebut berperan dalam tahapan acidogenenesis,
10
b
asetogenesis, dan metanaogenensis.
Penguraian bahan–bahan organik untuk menghailkan biogas bergantung
pada interaksi kompleks beberapa kelompok bakteri yang berbeda tersebut. Bahan-
bahan organik yang dapat terdegradasi dengan bantuan enzim maupun bakteri
dapat dilihat pada Gambar 1.
Polisakarida a Glukosa a asam asetat f CH4+CO2+H2
Gliserol c asam asetat f CH4+CO2+H2
Lemak a Asam lemak d asam asetat f CH4+CO2+H2
Protein a Asam amino e asam asetat f CH4+CO2+H2
Gambar 1. Perubahan polisakarida, lemak dan protein menjadi gas CH4,CO2 danH2
Keterangan :a: hidrolisisb: glikolisisc: fosforilasid: β-oksidasie: deaminasif: bakteri metana
(Price dan Paul, 1981)
Secara umum, reaksi pembentukan CH4 yaitu:
CxHyOz+(x-1/4y-1/2z)H2O (1/2x-1/8y+1/4z)CO2+(1/2x-1/8y+1/4z)CH4 (1)
Sebagai contoh, pada pembuatan biogas dengan menggunakan bahan baku
kotoran sapi atau kerbau yang banyak mengandung selulosa. Bahan baku dalam
bentuk selulosa akan lebih mudah dicerna oleh bakteri anaerob. Reaksi
pembentukan CH4 menurut Price dan Cheremisinoff ( 1981), adalah :
(C6H10O5)n + n H2O 3n CO2 + 3n CH4 (2)
11
Menurut Marchaim (1992) proses penguraian bahan organik pada pembuatan
biogas melewati beberapa tahap yang rumit dan secara garis besar dapat
dikelompokan menjadi:
a. Reaksi Hidrolisis dan Fermentasi
Hidrolisis merupakan teori tahap pertama dari proses anaerobic digestion,
dimana polimer- polimer bahan organik yang kompleks terdekomposisi menjadi
unit yang lebih kecil (oligomer dan monomer). Selama proses hidrolisis senyawa
seperti karbohidrat, lipid, asam nukleat, dan protein diubah menjadi glukosa,
gliserol, purin dan piridin. (gula- gula sederhana, asam amino, dan asam- asam
lemak rantai panjang). Hidrolisis karbohidrat memerlukan waktu beberapa jam,
hidrolisis protein dan lemak memerlukan waktu beberapa hari, namun lignoselulosa
dan lignin terdegradasi lambat dan tidak lengkap. Hidrolisis terjadi oleh aktivitas
enzim intraseluler hidrolitik (lipase, selulase, hemiselulase, protease, dan amylase).
Populasi bakteri ini ada yang obligat anaerob dan ada yang fakultatif anaerob
(Deublein, 2008).
b. Tahap Asidogenesis
Tahap asidogenesis merupakan tahapan kedua pada proses anaerobic
digestion, prosesnya adalah monomer hasil hidrolisis pada tahapan pertama
didegradasi menjadi molekul dengan atom C1-C5, alkohol, hidrogen, dan
karbondioksida. Degradasi ini dibantu oleh bakteri fakultatif dan obligat.
Karbohidrat, asam lemak, asam amino didegradasi melalui pathway masing-
masing. Untuk karbohidrat, dihasilkan asam propionate dari succinate pathway dan
acrylic pathway oleh propionic bacterium. Pembentukan asam butirat melalui jalur
12
asam butirat dengan bantuan clostridium. Asam lemak didegradasi melalui β
oksidasi, melalui ikatan Co-A dan dioksidasi setiap ikatannya, lalu dihasilkan asam
asetat. Sedangkan asam amino didegrasi melalui Stickldan reaction oleh bakteri
Clostridium botulinum (Deublein, 2008).
c. Tahap Asetogenesis
Tahapan dimana substrat dari tahapan asidogenesis yaitu asam- asam
organic dan alkohol didegradasi menjadi asam- asam asetat. Mikrooganisme
homoacetogenic secara langsung mengubah hidrogen dan karbondioksida menjadi
asam asetat. Ketika tekanan hidrogen parsial rendah, asam asetat, karbondioksida,
dan hidrogen yang dihasilkan tinggi. Namun, apabila tekanan hidrogen parsial
tinggi, akan dihasilkan butirat, propionat, dan etanol yang dominan (Deublein,
2008).
d. Tahap Metanogenesis
Tahap metanogenesis merupakan tahapan pembentukkan gas metana oleh
bakteri metanogenik, dimana substrat hasil asetogenesis yang berupa asam asetat,
hidrogen, dan karbondioksida diubah menjadi metana. Sebagian kecil substrat juga
berasal dari formats, metilamin, dan beberapa alkohol. Asetat akan mengalami
dekarboksilasi dan reduksi CO2, kemudian bersama-sama dengan H2 dan CO2
menghasilkan produk akhir, yaitu metana (CH4) dan karbondioksida (CO2). Proses
pembentukan gas metana menggunakan bantuan bakteri pembentuk metana seperti
Mathanobacterium, Mathanobacillus, Methanosacaria, dan Methanococcus
(Deublein, 2008).
13
3. Parameter Proses Fermentasi Biogas
Keberhasilan proses pembentukan biogas tidak terlepas dari parameter atau
faktor pendukung dari setiap prosesnya. Parameter atau faktor- faktor yang
mempengaruhi produksi gas metana antara lain :
a. pH
Rentang pH optimal dibagi menjadi dua grup, yaitu untuk asetogenesis pH
yang optimal antara 5,5- 6,5 dan untuk metanaogenesis pH yang optimal berada
pada rentang 7,8- 8,2. Sangat penting untuk mengetahui kondisi pH pada kondisi
yang sesuai, karena proses anaerobik sangat dipengaruhi oleh pH. Menurut
Deublein (2008), pH yang ideal untuk proses anaerobik adalah 6,8- 7,4. Pada pH
lingkungan yang rendah, aktifitas metanogenesis akan berkurang, berdampak pada
akumulasi asam asetat dan hidrogen. Semakin tinggi tekanan parsial hidrogen,
degradasi asam propionat oleh bakteri akan terhambat yang menyebabkan
akumulasi Volatile Fatty Acid , ketika produksi asam asetat turun akan menurunkan
pH yang akan menggagalkan proses fermentasi biogas..
b. Tipe Substrat
Selama proses anaerobik, substrat berperan penting dalam menentukan
tingkat dari degradasi anaerobik metabolisme oleh mikroorganisme akan berhenti
apabila komponen penting dari subtrat telah hilang. Sehingga, komponen penting
tersebut sebisa mungkin harus selalu tersedia, diantaranya karbohidrat, lemak,
protein, dan substansi mineral substrat (Deublein, 2008). Intermediet produk dari
dekomposisi substrat juga bisa menghambat degradasi. Sebagai contoh, degradasi
14
lemak akan menaikkan asam lemak yang akan menghambat degradasi lebih jauh
(Deublein, 2008).
c. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi proses
anaerobik terutama ketika memproduksi metana. Suhu yang bervariasi memiliki
pengaruh lebih untuk pertumbuhan bakteri metana. Lebih jauh lagi, ini berefek
tidak hanya pada bakteri pembentuk metana namun juga bakteri pembentuk volatile
acid (Gerardi, 2003). Mengatur suhu optimal digester atau inkubasi merupakan hal
yang sangat penting pada proses anaerobik (Deublein, 2008).
d. Nutrien (C/N ratio)
C/N rasio substrat harus berada dalam kisaran 16:1 - 25:1. Karena kenyataan
bahwa tidak banyak biomassa dikembangkan dengan proses anaerob, kebutuhan
nutrisi sangat rendah. Sama seperti terlalu rendah C/N rasio menyebabkan
peningkatan produksi amonia dan penghambatan produksi metana; rasio C/N
terlalu tinggi menyebabkan pengaruh negatif dalam pembentukan protein dan
penurunan energi dan metabolisme struktural dari mikroorganisme. Hal ini
diperlukan untuk menjaga komposisi yang seimbang dari rasio C/N (Deublein,
2008).
e. Inhibitor
Konsentrasi inhibitor, komposisi substrat, dan adaptasi bakteri untuk
inhibitor adalah semua hal yang mempengaruhi proses penghambatan. Umumnya
inhibitor diantaranya termasuk oksigen, senyawa sulfur, asam organik, nitrat,
amonium dan amonia, serta logam berat (Deublein, 2008).
15
f. Tekanan Hidrogen Parsial
Sebuah proses tidak akan terganggu antara hidrogen produksi bakteri acetogenic
dan hidrogen untuk methanogenik cukup dekat. Konsentrasi hidrogen yang
seimbang diperlukan selama proses tersebut, karena methanogenik perlu hidrogen
yang cukup untuk produksi metana sedangkan tekanan parsial hidrogen harus
cukup rendah untuk mencegah bakteri asetogenik dari sekitar terlalu banyak
hidrogen dan akibatnya menghentikan produksi hidrogen. Tekanan parsial hidrogen
yang optimal tergantung pada jenis bakteri dan substrat (Deublein, 2008).
4. Komposisi Biogas
Komposisi Biogas menurut Deublin (2008), tersaji dalam Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi biogas
No Komponen Volume (%)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Gas Metana (CH4)
Karbondioksida (CO2)
Uap air (H2O)
Nitrogen (N2)
Hidrogen (H2)
Oksigen (O2)
Hidrogen sulfida (H2S)
Ammonia
50-75
25-45
2
<2
<1
<2
<1
<1
Komposisi biogas yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh bahan baku yang
digunakan (Wellinger dan Lindenberg, 2000). Namun demikian, komposisi biogas
yang utama adalah gas metana (CH4) dan gas karbondioksida (CO2) dengan sedikit
16
Hidrogen Sulfida (H2S). Komponen lainya yang ditemukan dalam kisaran
konsentrasi yang sangat kecil (trace element) antara lain senyawa Sulfur organik,
senyawa hidrokarbon terhalogenasi, gas 17 Hidrogen (H2), gas Nitrogen (N2), gas
Karbon Monoksida (CO) dan gas Oksigen (O2) yang tersaji dalam Tabel 2.
D. Pati
Menurut Whistler (1967), pati adalah karbohidrat yang merupakan polimer
glukosa, terdiri atas amilosa dan amilopektin. Pati dapat diperoleh dari biji-bijian,
umbi-umbian, sayuran, dan buah-buahan. Sumber alami pati antara lain adalah
jagung, labu, kentang,ubi jalar, pisang, barley, gandul, beras,sagu, ubi kayu,
ganyong, dan sorgum. Struktur kimia amilosa dan amilopektin tersaji dalam
Gambar 2 dan 3.
Gambar 2. Struktur kimia amylosa
Gambar 3. Struktur kimia amylopektin
17
Secara umum, pati dapat dikelompokkan menjadi pati yang dapat dicerna
dengan cepat atau Rapid Digestible Starch (RDS), dan pati yang memiliki daya
cerna lambat atau Slowly Digestible Starch (SDS). Contoh RDS yaitu beras dan
kentang yang telah dimasak serta beberapa sereal instan siap saji, dan contoh SDS
adalah pati sereal, produk pasta, dan RS (resistant starch), yaitu pati yang sulit
dicerna di dalam usus halus (Englyst, 1992).
E. Hipotesis
Pemisahan jenis limbah diduga dapat mempengaruhi jumlah biogas yang
dihasilkan.