peningkatan kualitas pembelajaran keterampilan...
TRANSCRIPT
0
PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN
KETERAMPILAN BERBICARA BAHASA INDONESIA
MELALUI TEKNIK BERCERITA (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas VIII SMPN 13 Tangerang Selatan
Tahun Pelajaran 2009/2010)
Oleh
FAHRU ROJI BAIDAWI NIM: 106013000295
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011
i
KATA MUTIARA
“Sukses tidak diukur dari posisi yang dicapai seseorang dalam hidup,
tapi dari kesulitan-kesulitan yang berhasil diatasi
ketika berusaha meraih sukses.”
(Bookert Washington)
“Jenius adalah 1 % inspirasi dan 99 % keringat.
Tidak ada yang dapat menggantikan kerja keras
keberuntungan adalah sesuatu yang terjadi
ketika kesempatan bertemu dengan kesiapan.”
(Thomas A. Edison)
“Periksalah buku kenanganmu semalam
dan engkau akan tahu bahwa engkau masih berhutang
kepada manusia dan kehidupan.”
(Khalil Gibran)
“Kita tidak bisa menjadi bijaksana dengan kebijaksanaan orang lain,
tapi kita bisa berpengetahuan dengan pengetahuan orang lain.”
(Michael De’Mintagne)
Ketahuilah, apa pun yang menjadikanmu bergetar,
itulah yang terbaik untukmu dan karena itulah,
qolbu seorang penciptanya
lebih besar dari pada singgasananya.
(Jalaludin Rumi)
i
ii
Abstrak
Kemampuan berbicara merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang perlu dimiliki oleh seseorang . yaitu seorang yang hidup di lingkungan masyarakat dan lingkungan sekolah maupun dimana saja. Berbicara adalah hal yang biasa bagi kita, namun kegagalan pembelajaran keterampilan berbicara masih banyak terdengar di kalangan sekolah.
Banyak pertanyaan yang timbul berdasarkan kegagalan anak dalam keterampilan berbicara yaitu kurangnya kemampuan anak dalam mengembangkan kosa kata, merasa malu dan tidak percaya diri. Hal ini yang membuat siswa tidak terbiasa dalam menuangkan kata-kata dengan baik dan benar khususnya dalam keterampilan berbicara.
Penelitian ini menggunakn metode penelitian tindakan kelas yang berlangsung selama tiga bulan, melakukan berbagai kegiatan. Hasil yang dimiliki dalam pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Indonesia melalui teknik bercerita dapat meningkat, hal ini dapat dilihat dari hasil pre tes nlai rata-rata anak 40,5 sedangkan pada hasil pos tes anak 77,15, dan siklus 1 anak-anak mendapat nilai rata-rata 63,3 dan siklus II rata-rata 73,58.
Peningkatan diatas dapat dilihat bahwa pembelajaran keterampilan berbicra bahas Indonesia melalui teknik bercerita di SMP Negeri 13 Tangerang Selatan dapat meningkat, hal ini menunjukan bahwa teknik bercerita layak dan dapat digunakan untuk diterapkan di sekolah karena memberikan hasil yang baik kususnya dalam keterampilan berbicra.
ii
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Allah Swt yang telah memberikan kemudahan
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul "Peningkatan
Kualitas Pembelajaran Keterampilan Berbicara Bahasa Indonesia melalui Teknik
Bercerita Siswa Kelas VIII SMP Negeri 13 Tangerang Selatan".
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam mencapai gelar
Sajana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dengan
selesainya skripsi ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Allah Swt atas rahmat, perlindungan, dan hidayah-Nya
2. Rosulullah Muhammad Saw, bulan purnama yang telah memberikan cahaya
untuk menerangi bumi ini
3. Kedua orang tuaku tercinta, orang tua terbaik di dunia, Hj. Aini dan K.H.
Misbahudin atas kasih sayang yang tak pernah berhenti mengalir
4. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan.
5. Ibunda Dra. Mahmudah Fitriyah ZA., M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia, yang selalu menginginkan kemajuan atas jurusan
yang dipimpinnya.
6. Bapak Drs. E. Kusnadi, selaku Pembimbing I, yang begitu peduli terhadap
mahasiswa-mahasiswanya,
7. Ibunda Hindun, M.Pd., selaku Pembimbing II, yang telah menyisakan waktu
berharganya di antara kesibukan-kesibukan yang padat.
8. Seluruh dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, atas ilmu
yang telah diajarkan, dengan jasa-jasamu itu sesungguhnya bintang
kehormatan sangat pantas disematkan di dadamu.
9. Kakak-kakakku tersayang, Bahruddin, S.Ag, Amsorullah, S.Pd, Badrussalam,
S.Ag, Nyai Suryani, Ida Jahidah, lyah Khairiyah atas doa dan dukungannya.
iii
iv
10. Sri Nurul Hidayati, yang selalu memberi masukan dan sctnangat yang sangat
berharga.
11. .Fauzi, Rusfi, Pisol, Mu'min, Firman, Syarif, Yusuf, dan semua saudara-
saudaraku di kelas atas semangatnya. Kalian adalah bagian dari catatan hidup
yang tak terlupakan.
Tentu saja skripsi ini masih jauh dari sempurna, masih terdapat banyak
kekurangan dan kesalahan oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
membangun yang dapat memperbaiki skripsi ini.
Jakarta, 18 Februari 2011
Fahru Roji Baidawi
iv
v
DAFTAR ISI
SAMPUL ........................................................................................................ LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. LEMBAR PERNYATAAN KARYA ILMIAH .................................................. KATA MUTIARA ........................................................................................... i
ABSTRAK ...................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 3
B. Identifikasi Masalah ...................................................................... 5
C. Perumusan Masalah .......................................................................... 5
D. Tujuan Penelitian .............................................................................. 5
E. Manfaat Penelitian ............................................................................ 5
BAB II KAJIAN TEORI ............................................................................. 7
A. Belajar .............................................................................................. 7
1. Pengertian Belajar ......................................................................... 7
2. Ciri-ciri Belajar ............................................................................. 9
3. Jenis-jenis Belajar ......................................................................... 9
4. Prinsip-prinsip Belajar................................................................... 10
5. Faktor-faktor Belajar ..................................................................... 11
B. Berbicara........... ................................................................................. 13
1. Pengertian Berbicara ..................................................................... 13
2. Tujuan Ketermapilan Berbicara ..................................................... 13
3. Prinsip Umum dalam Keterampilan Berbicara ............................... 16
4. Jenis-jenis Berbicara ..................................................................... 16
v
vi
5. Peralatan Berbicara ...................................................................... 25
6. Rambu-rambu dalam Berbicara ..................................................... 27
7. Faktor-faktor Penunjang Keefektifan Keteramapilan Berbicara ..... 29
C. Bercerita ............................................................................................ 40
1. Pengertian Bercerita ...................................................................... 40
2. Tenik Bercerita ............................................................................. 43
3. Kelebihan Teknik Bercerita ........................................................... 43
4. Kelemahan Berbicara .................................................................... 44
BAB III METODOLOGI PENELITIAN..................................................... 47
A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... 47
B. Metode Penelitian ............................................................................. 47
C. Intrumen Penelitian .......................................................................... 48
D. Desain Penelitian .............................................................................. 49
E. Data dan Sumber Data ...................................................................... 50
1. Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 50
2. Analisis Data ............................................................................... 51
BAB IV DESKRIPSI, ANALISA DATA, INTERPRETASI HASIL
ANALISIS, DAN PEMBAHASAN .................................................. 52
A. Paparan Data .................................................................................... 52
B. Hasil Data Observasi ........................................................................ 58
C. Tahap Analisis .................................................................................. 74
D. Tahap Refleksi.................................................................................. 74
BAB V PENUTUP ....................................................................................... 77
A. Kesimpulan ...................................................................................... 77
B. Saran ................................................................................................ 77
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 79
LAMPIRAN-LAMPIRAN
vi
vii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Distribusi Frekuensi nilai pree tes………………………………… 53
2. Lembar observasi siklus I………………………………………… 58
3. Distribusi frekuensi nilai tes akhir siklus I………………………... 63
4. Lembar observasi siklus I…………………………………………. 67
5. Distribusi frekuensi nilai akhir siklus II…………………………... 72
6. Distribusi frekuensi nilai pos tes………………………………….. 73
7. Rekapitulasi hasil belajar nilai keterampilan berbicara…………… 74
vii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa negara adalah bahasa Indonesia, demikian tertera dalam Undang-
Undang Dasar 1945. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia menjadi lambang
kebanggaan bangsa, lambang identitas nasional, alat pemersatu, dan alat
komunikasi antardaerah dan antarkebudayaan. Bahasa Indonesia pun merupakan
alat yang dapat mencerminkan nilai-nilai sosial budaya.
Sebagai lambang identitas nasional, Bahasa Indonesia harus dijunjung
tinggi. Bahasa Indonesia pun harus dikembangkan. Sebagai alat pemersatu
berbagai suku bangsa dengan latar belakang kebudayaan dan bahasa yang
berbeda-beda. Bahasa Indonesia telah memungkinkan berbagai suku bangsa
mencapai keserasian hidup dalam satu bangsa karena bahasa memiliki banyak
fungsi dalam mempersatukan suku bangsa. Abdul Chaer menulis dalam bukunya
bahwa bahasa itu sistem, lambang, bunyi, bermakna, arbitrer, konvensional,
produktif, unik, universal, dinamis, bervariasi dan manusiawi.1 Sesuai fungsinya,
Bahasa Indonesia juga berperan sebagai alat pengungkapan perasaan bahkan
hingga nuansa perasaan yang halus.
Dengan bahasa memungkinkan manusia menuangkan pikiran yang rumit
dan abstrak menjadi konkret. Manusia dapat berpikir mengenai objek tertentu.
Dalam hal ini objek-objek faktual ditransformasikan menjadi simbol-simbol
bahasa yang menjadi abstrak. Walaupun objek itu secara faktual tidak kelihatan.
Hal ini memungkinkan manusia berpikir secara berlanjut dalam penggunaan
bahasanya yaitu dalam keterampilan berbicara.
Kemampuan berbicara merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang
perlu dimiliki oleh seseorang, terutama siswa atau seseorang yang hidup di
1Abdul Chaer, Linguistik umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hlm. 33-56.
.
1
2
lingkungan masyarakat. Kemampuan ini bukanlah kemampuan yang diwariskan
secara turun-temurun, walaupun pada dasarnya secara ilmiah manusia dapat
berbicara. Untuk menghasilkan kemampuan berbicara secara formal memerlukan
pelatihan dan pengarahan atau bimbingan yang intensif dalam mempelajarinya.
Pengajaran bahasa Indonesia yang baik akan berakibat langsung pada
pelajaran yang lainnya, karena bahasa itu alat untuk berpikir, alat untuk
menyampaikan ilmu pengetahuan, alat mengajarkan keterampilan, dan untuk
menanamkan suatu sikap yang terarah. Tetapi, kita tidak dapat menutup mata
untuk menghadapi kenyataan bahwa pengajaran Bahasa Indonesia perlu
ditingkatkan sesuai dengan tuntunan dunia modern yang meliputi dunia
pendidikan dengan segala aspeknya.
Keterampilan berbahasa terdiri dari empat komponen, yaitu keterampilan
menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan
menulis. “Setiap keterampilan itu berhubungan erat dengan keterampilan lainnya.
Keterampilan berbahasa diperoleh dengan urutan yang teratur, mula-mula pada
masa kecil manusia belajar menyimak bahasa, kemudian berbicara, sesudah itu
mereka belajar membaca, dan menulis. Menyimak dan berbicara dipelajari
sebelum memasuki sekolah sedangkan membaca dan menulis umumnya dipelajari
di sekolah. Keempat keterampilan tersebut pada dasarnya merupakan satu
kesatuan, merupakan catur tunggal”.2
Berdasarkan keempat penjelasan di atas penulis memfokuskan pada
keterampilan yang ke dua yaitu keterampilan berbicara dengan menggunakan
teknik bercerita. Berbicara merupakan salah satu keterampilan yang banyak
gunanya bagi siswa, terutama terampil berbicara di lingkungan sekolah.
Bayangkan jika seluruh siswa di sekolah tidak bisa berbicara dengan bahasa yang
baik maka perkembangan bangsa ini pun sebatas penggunaan bahasa yang hanya
kesehariannya menggunakan kata-kata gaul, tren, dan tidak jelas kaidah tata
bahasanya.
2 Henry Guntur Tarigan, Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa (Bandung:
Angkasa, 2005), hlm.1.
3
Kaidah tata bahasa dalam komunikasi seseorang merupakan gambaran
teratur tidaknya pola pikir yang dihasilkan melalui keterampilan berbicaranya.
Kemampuan berbicara seseorang tersebut turut menentukan kesuksesan kariernya.
Banyak orang sukses karena menguasai keterampilan berbicara. Contohnya,
wartawan, presenter, penyiar, dan komentator.
Demikianlah berbicara dapat membuahkan kutub konstruktif maupun kutub
destruktif. Dengan perkataan lain, berbicara dapat mendatangkan kedamaian,
menumbuhkan cinta, dan dapat pula menimbulkan perang, menumbuhkan benci,
tergantung pada situasi dan kondisi.
Ada banyak hal yang menyebabkan siswa terhambat atau mengalami
gangguan-ganguan dalam berbicara seperti: tidak percaya diri, merasa cemas.
Seperti dikatakan dalam buku The handbook of public speaking bahwa
”Kecemasan merupakan suatu energi syaraf, kekuatan misterius yang
dibangkitkan oleh perasaan, yang mempengaruhi sistem syaraf Anda, yang bisa
menghancurkannya atau sebaliknya, menguatkannya sampai kita merasa
bersemangat dan menyala-nyala dan mampu mencapai puncak orasi”.3
Kecemasan itu menimbulkan rasa takut dalam berbicara. Apabila rasa takut itu
menguasai diri seseorang maka menyebabkan timbulnya gugup, malas, gagap,
sehingga berbicara menjadi tak terarah dan dalam pengucapannya khususnya
dalam teknik bercerita menjadi tidak tersampaikannya pesan.
Salah satu bagian pengajaran keterampilan berbicara adalah dengan
menggunakan teknik bercerita, karena pengajaran teknik bercerita merupakan
suatu teknik yang sistematis dalam mengembangkan keterampilan berbicara
bahasa Indonesia khususnya pada siswa. Hasil keterampilan berbicara bahasa
Indonesia dengan menggunakan teknik bercerita ini diharapkan siswa mampu
berbicara bahasa Indonesia dengan artikulasi atau lafal yang jelas, penjedaan yang
tepat, dan intonasi yang baik dalam keterampilan berbicaranya.
Pada umumnya, keterampilan berbicara merupakan bagian-bagian yang
mendukung dalam teknik bercerita. Bercerita merupakan salah satu cara untuk
3 A. G. Mears, The Handbook of Public Speaking (Milestone: Publishing House, 2009),
hlm. 125.
4
mengekspresikan jiwa melalui bahasa lisan, sama halnya dengan paragraf dan
karangan. Dalam mengarang ada suatu kegiatan yang melahirkan gagasan,
perasaan pengalaman pada diri sesorang tersebut yang dituangkan dalam bentuk
tulisan menjadi sebuah paragraf. Begitu juga dengan keterampilan berbicara,
dengan teknik bercerita siswa bisa menuangkan perasaan dan pengalamannya
yang dituangkan dalam bentuk perkataan, yaitu dalam bentuk lisan.
Mengingat pentingnya pengajaran keterampilan berbicara di sekolah dan di
luar lingkungan sekolah maka hendaknya guru dan orang di sekitarnya bisa
mendukung dan memotivasi, yaitu dengan memberikan masukan-masukan positif
guna menumbuhkan siswa lebih terampil dan berani menunjukkan keterampilan
berbicara khususnya dalam teknik bercerita.
Kegiatan bercerita merupakan suatu kegiatan mengekspresikan jiwa melalui
bahasa lisan. Bercerita merupakan salah satu teknik menyampaikan informasi
kepada orang lain (pendengar). Bahkan guru-guru di sekolah sering menggunakan
teknik bercerita dalam menyampaikan pelajaran kepada anak didiknya. Beberapa
alasan mengapa seseorang memilih menggunakan teknik bercerita dibanding
teknik lainnya seperti drama, diskusi, atau menggunakan peralatan audio visual
adalah karena teknik bercerita mempunyai kelebihan, yaitu lebih fleksibel dan
mudah, hal ini memungkinkan siswa lebih semangat dan terbantu dalam
pembelajaran keterampilan berbicara khususnya dalam keterampilan secara
umum.
Keterangan di atas menunjukan betapa pentingnya memahami pembelajaran
keterampilan berbicara, karena siswa yang mampu menguasai keterampilan
berbicara dengan baik tentu akan baik dalam berceritanya. Hal inilah yang
mendorong penulis untuk mencoba meneliti dan membahas mengenai
”Peningkatan Kualitas Pembelajaran Keterampilan Berbicara Bahasa
Indonesia Melalui Teknik Bercerita pada Siswa SMP Negeri 13 Tangerang
Selatan”.
5
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan
beberapa masalah sebagai berikut:
1. Kesulitan siswa dalam pembelajaran keterampilan berbicara.
2. Macam-macam teknik bercerita dalam pembelajaran keterampilan berbicara
bahasa Indonesia.
3. Kesulitan siswa dalam pembelajaran teknik bercerita.
C. Rumusan Masalah
Dilihat dari latar belakang yang telah diidentifikasikan di atas, maka
masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimana
peningkatan kualitas pembelajaran keterampilan berbicara Bahasa Indonesia
melalui teknik bercerita pada siswa SMP Negeri 13 kelas VIII Tahun Ajaran
2010-2011 di Kota Tangerang Selatan?
D. Tujuan Penelitian
Dari hasil penelitian ini, penulis mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Untuk meningkatkan kualitas kemampuan siswa kelas VIII SMPN 13
Kota Tangerang Selatan dalam pembelajaran keterampilan berbicara
Bahasa Indonesia.
2. Untuk meningkatkan kualitas kemampuan siswa kelas VIII SMPN 13
Kota Tangerang Selatan dalam menggunakan teknik bercerita.
3. Untuk mengetahui tingkat kesulitan siswa kelas VIII SMPN 13 Kota
Tangerang Selatan dalam berbicara Bahasa Indonesia melaui teknik
bercerita.
E. Manfaat Penelitian
Secara umum hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapakan dapat
dijadikan bahan masukan bagi jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Dan dapat memberikan manfaat
kepada berbagai pihak, khususnya di lingkungan pendidikan sekolah.
6
1. Manfaat bagi Guru
a. Guru bahasa Indonesia dapat menjadikan hal ini sebagai informasi dan
rujukan dalam pengajaran keterampilan berbicara bahasa Indonesia
melalui teknik bercerita.
b. Menjadi pertimbangan guru dalam mengajar dengan menggunakan
teknik bercerita dalam keterampilan berbicara baik dari strategi
persiapan mengajar maupun kendala-kendala yang dihadapi.
2. Manfaat bagi Siswa
Siswa dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam keterampilan
berbicara bahasa Indonesia dengan ekspresi, intonasi, lafal dan
penggunaan bahasa yang baik dalam berbicara melalui teknik bercerita.
3. Manfaat bagi Sekolah
Sekolah mendapat gambaran dan data tentang peningkatan kualitas
kemampuan siswanya dalam keterampilan berbicara melalui teknik
bercerita, khususnya siswa kelas VIII SMPN 13 Kota Tangerang Selatan.
7
BAB II
ACUAN TEORETIS
A. Belajar
1. Pengertian Belajar
Belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri
seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat
pengalaman dan latihan.4 Dimyati mengatakan bahwa belajar adalah melatih
daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri dari daya mengamat,
menangkap, mengingat, menghayal, merasakan, berpikir, dan sebagainya.5
Menurut pengertian secara psikologis, “belajar merupakan suatu proses
perubahaan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya
dalam memenuhi lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.”6
Belajar juga berarti berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu,7
ungkap Slameto. Sementara Alisuf Sabri dalam bukunya Psikologi Pendidikan
menambahkan bahwa belajar adalah “Merupakan faktor penentu proses
perkembangan, manusia memperoleh hasil perkembangan berupa pengetahuan,
sikap, keterampilan, nilai reaksi, keyakinan dan lain-lain tingkah laku yang
dimiliki manusia adalah diperoleh melalui belajar”.8
Menurut Slameto, belajar juga dapat dipandang sebagai suatu proses
usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya. Perubahan tingkah laku tersebut memiliki
ciri-ciri sebagai berikut.
4 Abdul Rahman Shaleh, Psikologi suatu Pengantar dalam Perspektif Islam, (Jakarta:
Kencana, 2008), hlm. 207. 5 Dimyati, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta:Rineka Cipta, 2006), hlm. 46. 6Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi, (Jakarta: Rineka cipta, 2010),
hlm. 2. 7 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989. 8 Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2007), hlm. 54.
7
8
a. Perubahan terjadi karena sadar.
Bahwa seorang yang belajar akan menyadari terjadinya perubahaan itu
atau sekurang-kurangnya ia merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan
pada dirinya. Misalnya ia menyadari bahwa pengetahuannya bertambah,
kecakapannya bertambah, kebiasaannya bertambah.
b. Perubahaan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional.
Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri seseorang
berlangsung secara berkesinambungan, tidak statis. Satu perubahaan yang
terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi
kehidupan ataupun proses belajar berikutnya. Misalnya jika seorang anak
belajar menulis, maka ia akan mengalami perubahan dari tidak dapat menulis
menjadi dapat menulis.
c. Perubahan belajar bersifat positif dan aktif.
Dalam perubahan belajar, perubahan-perubahan itu senantiasa
bertambah dan tertuju untuk meperoleh sesuatu yang lebih baik dari
sebelumnya. Dengan demikian makin banyak belajar itu dilakukan, makin
banyak pula perubahan yang diperoleh. Perubahan yang bersifat aktif artinya
bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan karena ada
usahanya dari individu sendiri.
d. Perubahan dalam dalam belajar bukan sikap sementara.
Perubahan yang bersifat sementara atau temporer terjadi hanya untuk
beberapa saat saja, seperti berkeringat, keluar air mata, bersin, menangis dan
sebagainya, tidak dapat digolongkan sebagai perubahhan dalam arti belajar.
e. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah.
Perubahan tingkah laku ini terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai.
Perbuatan belajar terarah kepada perubahan tingkah laku yang benar-benar
disadari. Misalnya sesorang yang belajar mengetik, sebelumnya sudah
ditetapkan apa yang hendak dicapai dalam mengetik. Ini berarti perubah tingah
laku yang terarah.9
9 Slameto, Belajar dan Faktor-faktor…, hlm. 2-4.
9
2. Ciri-ciri belajar
Muhibbin Syah dalam bukunya Psikologi Pendidikan dengan
Pendekatan Baru, menyebutkan ciri-ciri belajar, yaitu:
a. Perubahan yang intensional, dalam arti perubahan yang terjadi karena
intensitas pengalaman, praktik, atau latihan.
b. Perubahan menuju ke arah yang positif, dalam arti sesuai dengan yang
diharapkan baik oleh guru, siswa maupun lingkungan sosial.
c. Perubahan yang efektif, dalam arti membawa pengaruh dan makna
tertentu bagi siswa. Setidaknya sampai batas waktu tertentu. Baik
demi alasan penyesuaian diri maupun demi mempertahankan
kelangsungan hidupnya.10
Sebagai suatu proses pengetahuan, kegiatan belajar juga tidak
terlepas dari mengajar. ”Belajar mengajar memiliki tujuan, yakni untuk
membentuk anak didik dalam suatu perkembangan tertentu, ada suatu
prosedur (jalan interaksi) yang direncanakan, Ditandai dengan materi satu
pengarahan materi yang khusus dan ditandai dengan aktivitas anak
didik.”11
3. Jenis-jenis belajar
a. Slameto membagi jenis-jenis belajar yaitu: belajar bagian, belajar
dengan wawasan, belajar diskriminatif, belajar global atau secara
keseluruhan, belajar insidental, belajar instrumental, belajar
instrumental, belajar intensional, belajar laten, belajar mental, belajar
produktif, belajar verbal.12
b. Muhibin Syah berpendapat mengenai jenis-jenis belajar
1) Belajar abstrak
10Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2004), hlm. 116. 11 Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Rineka cipta, 2006),
hlm. 39-40. 12Slameto, Belajar dan Faktor-faktor …, hlm. 8.
10
Belajar yang menggunakan cara-cara berpikir abstrak.
Tujuannya adalah bentuk memeroleh pemahaman dan pemecahan
masalah-masalah yang tidak nyata.
2) Belajar keterampilan
Belajar dengan menggunakan gerakan-gerakan motorik yakni
berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot. Tujuannya
adalah menguasai jasmani tertentu.
3) Belajar sosial
Belajar memahami masalah-masalah dan teknik-teknik untuk
memecahkan masalah tersebut.
4) Belajar pemecahan masalah
Belajar menggunakan metode-metode ilmiah atau berpikir
secara sistematis, logis, dan teratur.
5) Belajar rasional
Belajar dengan menggunakan kemampuan berpikir secara logis
dan rasional (sesuai dengan akal sehat).
6) Belajar kebiasaan
Belajar pembentukan kebiasaan-kebiasaan baru atau perbaikan
kebiasaan yang telah ada.
7) Belajar apresiasi
Belajar mempertimbangkan arti penting atau nilai suatu objek.
8) Belajar pengetahuan
Belajar melakukan penyelidikan mendalam terhadap objek
pengetahuan.13
4. Prisip-prinsip belajar.
Dalam belajar diusahakan partisipasi aktif, meningkatkan minat dan
membimbing untuk mencapai tujuan intruksional.
a. Belajar harus dapat menimbulkan reinforcement dan motivasi yang
kuat pada siswa untuk mencapai tujuan intruksional.
13Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan,...hlm. 123 – 124.
11
b. Belajar perlu lingkungan yang menantang dimana anak dapat
mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan belajar dengan
efektif.
c. Belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkunganya.14
Untuk memperoleh peningkatan seperti diatas dalam belajar kita
harus mengetahui prinsip-prinsip dalam belajar. Yaitu belajar untuk
memperoleh perubahan tingkah laku, hasil belajar ditandai dengan
perubahan aspek tingkah laku, belajar merupakan suatu proses, belajar
dorongan dan tujuan yang akan dicapai dan belajar merupakan bentuk
pengalaman.15
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pembelajaran
a. Faktor Intern
1) Faktor jasmaniah (faktor fisiologis)
Faktor utama yang mempengaruhi belajar didukung dalam
diri sendiri atau fisik siswa tersebut. Kondisi umum jasmani dan
tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-
organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi intensitas
siswa dalam mengikuti pelajaran. Misalnya organ tubuh ynag
lemah, kondisi badan seperti ini menurunkan ranah cipta (kognitif)
sehingga materi yang dipelajarinya pun kurang atau tidak
berbekas.16
2) Faktor psikologis
Faktor psikologis dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas dan
perolehan pembelajaran siswa.
a) Inteligensi
Inteligensi adalah kemampuan mental individu yang dapat
digunakan untuk menyesuaikan diri di dalam lingkungan yang
14 Slameto, Belajar dan Faktor-faktor…, hlm. 28. 15Akyas Azhari, Psikologi Umum dan Perkembangan, Jakarta: PT. Mizan Publika,
2004). Hlm. 123-125. 16 Muhibin Syah, Psikologi pendidikan,...hlm. 132.
12
baru, serta dapat memecahkan memecahkan masalah yang
dihadapi dengan cepat dan tepat17
Pakar psikologi Claparede dan Stern memberikan definisi
penyesuaian diri secara mental terhadap situasi dan kondisi
baru.18
b) Minat
Minat( interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang
tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.
c) Bakat
Secara umum, bakat adalah kemampuan potensial yang
dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa
yang akan datang.
d) Motivasi
Motivasi ialah keadaan internal organisme baik manusia
maupun hewan yang mendorongnya untuk membuat sesuatu.19
b. Faktor-faktor ekstern
1) Faktor keluarga adalah salah satu faktor di luar yang
mempengaruhi siswa belajar yaitu relasi antara anggota keluarga,
suasana rumah, keadaan ekonomi keluaraga, pengertian orang
tua, dan latar belakang kebudayaan.
2) Faktor sekolah faktor yang mempengaruhi di luar yang
menduking siswa yaitu: metode mengajar guru, kurikulum
sekolah, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa,
disiplin sekolah, sarana sekolah, waktu sekolah, metode belajar
dan tugas rumah.
3) Faktor masyarakat juga mempengaruhi belajar siswa dari
luar yaitu: kegiatan siswa pada masyarakat, media masa, teman
bergaul dan bentuk kehidupan dalam masyarakat tersebut.
17Akyas Azhari, psikologi umum,... hlm. 142. 18 Zeki Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan, ( Jakarta: Kizi
Brother, 2006), hlm. 86. 19. Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan,...hlm. 235 – 136.
13
B. Berbicara
1. Pengetian Berbicara
Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi
atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan
pikiran, gagasan dan perasaan. Sebagai memperluasan dari bahasan ini. Dapat
kita katakan bahwa berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat
didengar (audible) dan yang kelihatan (visible) yang memanfaatkan sejumlah
otot dan jaringan otot tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan-gagasan
atau ide-ide keinginan kepada orang lain yang dikombinasikan.
Pada hakikatnya keterampilan berbicara merupakan keterampilan
memproduksi arus sistem bunyi artikulasi untuk menyampaikan kehendak,
kebutuhan perasaan, dan keinginan kepada orang lain.20 Lebih jauh lagi,
berbicara merupakan suatu bentuk prilaku manusia yang memanfaatkan faktor-
faktor fisik, psikologis, neurologis, semantik, dan linguistik sedemikian
ekstensif, secara luas sehingga dapat dianggap sebagai alat manusia yang
paling penting bagi kontrol sosial.21 Berbicara adalah beromong, bercakap,
berbahasa, mengutarakan isi pikiran, melisankan sesuatu yang dimaksudkan.22
2. Tujuan keterampilan berbicara
Tujuan utama dalam keterampilan berbicara adalah untuk
berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, maka
seyogyanyalah sang pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin
disampaikan. Dia harus mampu mengevalausi efek komunikasinya terhadap
(para) pendengarnya, dan seorang pembicara harus mengetahui prisip-prinsip
yang mendasari segala situasi pembicaraan, baik secara umum maupun
perorangan.23
20 Iskandar Wassid, Strategi Pembelajaran Bahasa, (Bandung: Remaja, 2008), hlm. 241. 21 Henry Guntur Tarigan, Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, (Bandung:
Angkasa, 1993), hlm. 15. 22 Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hlm. 165. 23 Henry Guntur Tarigan, Berbicara Sebagai…, hlm. 15.
14
Disamping itu, keterampilan berbicara juga memiliki tujuan dalam
pengembangan yang akan dimiliki bagi seorang yang berbicara. Di antaranya:
a. Kemudahan berbicara
Peserta didik harus mendapat kesempatan yang besar untuk berlatih
berbicara sampai mereka memgembangkan keterampilan ini secara wajar,
lancar, dan menyenangkan, baik di hadapan pendengar umum yang lebih
besar jumlahnya.
b. Kejelasan
Dalam hal ini peserta didik berbicara dengan jelas, baik artikulasi
maupun diksi kalimatnya. Gagasan yang diucapkan harus tersusun dengan
baik.
c. Bertanggung jawab
Latihan berbicara yang bagus menekankan pembicaraan untuk
bertanggung jawab agar berbicara secara tepat, dan dipikirkan dengan
sungguh-sungguh mengenai apa yang menjadi pokok pembicaraan , tujuan
pembicaraan, siapa yang diajak berbicara, dan bagaimana situasi
pembicaraan serta momentumnya.
d. Membentuk pendengaran yang kritis,
Latihan berbicara yang baik sekaligus mengembangkan
keterampilan menyimak secara tepat dan kritis juga menjadi tujuan utama,
yaitu peserta didik perlu belajar untuk mengevaluasi kata-kata, niat, dan
tujuan pembicaranya.
e. Membentuk kebiasaan.
Kebiasaan berbicara tidak dapat dicapai tanpa kebiasaan
berinteraksi dalam bahasa yang dipelajari bahkan dalam bahasa ibu.
Tujuan keterampilan berbicara seperti yang dikemukakan di atas
akan dapat dicapai jika program pengajaran dilandasi prinsip-prinsip
yang relevan, dan pola KBM yang membuat para peserta didik secara
aktif mengalami kegiatan berbicara.24
1) Tingkat pemula
24 Iskandar Wassid, Strategi Pembelajaran Bahasa, (Bandung: Remaja, 2008), hlm. 243.
15
Untuk tingkat pemula, tujuan pembelajaran keterampilan
berbicara dapat dirumuskan peserta didik dapat melafalkan bunyi
bahasa, menyampaikan informasi, menyampaikan setuju atau tidak
setuju, menjelaskan identitas diri, menceritakan hasil bacaan atau
simakan, menyatakan ungkapan rasa hormat dan mampu bermain
peran.
2) Tingkat menengah
Untuk tingkat menengah, tujuan pembelajaran keterampilan
berbicara bahwa peserta didik dapat menyampaikan informasi,
berpartisipasi dalam percakapan, menjelaskan identitas diri,
menceritakan hasil simakan atau bacaan, melakukan wawancara,
bermain peran, dan menyampaikan gagasan dalam diskusi dan pidato.
3) Tingkat paling tinggi
Untuk tingkat yang paling tinggi, tujuan pembelajaran
keterampilan berbicara dirumuskan bahwa peserta didik dapat
menyampaikan informasi, berpartisipasi dalam percakapan,
menjelaskan identitas diri, menceritakan kembali hasil simakan atau
bacaan dan berpartisipasi dalam wawancara.25
Dari tujuan kegiatan keterampilan berbicra di atas dapat dikatakan
bahwa keterampilan berbicara memiliki manfaat atau tujuan dicapai yaitu
dari tingkat pemula sampai tingkat yang paling tinggi. Berdasarkan
keterangan di atas tujuan yang hendak dicapai seorang pengajar harus
memenuhi beberapa konsep.
Empat konsep dasar yang harus dipahami oleh pengajar sebelum
mengajarkan bahasa kedua dengan model pembelajaran keterampilan
berbicara, yaitu berbicara dan menyimak adalah kegiatan resiprokal,
berbicara adalah proses berkomunikasi individu, berbicara adalah ekspresi
kreatif, berbicara adalah ekspresi kreatif, berbicara adalah tingkah laku,
25 Iskandar Wassid, Strategi Pembelajaran Bahasa, (Bandung: Remaja, 2008), hlm. 287.
16
berbicara dipengaruhi kekayaan pengalaman dan berbicara adalah
pancaran pribadi.26
3. Prinsip Umum yang Mendasari Kegiatan Berbicara
a. Membutuhkan paling sedikit dua orang, tentu saja pembicaraan dapat
dilakukan oleh satu orang dan hal ini sering terjadi misalnya oleh
orang yang sedang mempelajari banyak bunyi-bunyi bahasa serta
maknanya atau oleh seseorang yang meninjau kembali.
b. Menggunakan sandi linguistik yang dipahami bersama, bahkan
andai kata pun dipergunakan dua bahasa namun setting pengertian,
pemahaman bersama itu tidak kurang pentingnya.
4) Merupakan suatu pertukaran antara partisipan, kedua pihak partisipan
yang memberi dan menerima dalam pembicaraan sating bertukar
sebagai pembicara dan penyimak.
5) Menghubungkan setiap pembicara dengan yang lainnya dan
lingkungan dengan segera. Perilaku lisan sang pembicara selalu
berhubungan dengan responsi yang nyata atau yang diharapkan, dan
sang penyimak sebaliknya. Jadi hubungan itu bersifat timbal balik
antara dua arah.
6) hanya melibatkan aparat atau perlengkapan yang berhubungan dengan
suara atau bunyi bahasa dan pendengaran (vocal and auditory
apparatus).
7) secara tidak pandang bulu menghadap apa yang nyata dan apa yang
diterima sebagai dalil.27
4. Jenis-jenis Berbicara
Bila diperhatikan mengenai bahasa pengajaran akan kita dapatkan
berbagai jenis berbicara. Antara lain: diskusi, pidato (menjelaskan,
26 Iskandar Wassid, Strategi Pembelajaran…, hlm. 286. 27 Henry Guntur Tarigan, Berbicara Sebagai…, hlm. 16.
17
menghibur), ceramah, dan sebagainya. Jenis-jenis keterampilan berbicara
tersebut adalah:
a. Diskusi
Diskusi, berasal dari kata Latin “discutere”, yang berarti bertukar
pikiran. Akan tetapi belum tentu setiap kegiatan bertukar pikiran dapat
dikatakan berdiskusi. Diskusi pada dasarnya adalah suatu bentuk tukar
pikiran yang teratur dan terarah, baik kelompok kecil atau besar, dengan
tujuan untuk mendapatkan suatu pengertian, kesepakatan, dan keputusan
bersama mengenai suatu masalah.28 Diskusi juga diartikan suatu metode
untuk memecahkan masalah-masalah dengan proses berpikir kelompok.29
Panel adalah suatu bentuk diskusi yang dihadapkan sejumlah
partisipan atau pendengar.30Suatu kelompok yang terdiri dari tiga sampai
enam orang ahli yang ditunjuk untuk mengemukakan pandangannya dari
berbagai segi mengenai suatu masalah.31 Diskusi ini melibatkan
sekelompok kecil peserta yang melakukan pembicaraan secara informal
tentang sesuatu topik tertentu yang sebelumnya telah diselidiki dengan
teliti oleh para peserta diskusi.32
b. Simposium
Sinposium terdiri dari serangkaian presentasi yang disampaikan
secara singkat tetapi formal berkaitan tentang suatu tema dan topik.
Sesudah presentasi formal, para anggota sinposium diperkenankan
menjawab pertanyaan yang diajukan para peserta yang mengadakan suatu
panel diskusi di antara mereka sendiri. 33Masalah yang dibahas dalam
simposium mempunyai ruang lingkup yang luas, sehingga dapat ditinjau
28 Midar G. Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Erlangga, 1988), hlm . 37. 29 Henry Guntur Tarigan, Berbicara Sebagai …, hlm. 36. 30Piet. A. Sahertian, Prinsip dan Teknik Supervisi Pendidikan, ( Surabaya: Usaha
Nasional, 1981), hlm. 112. 31 Henry Guntur Tarigan, Berbicara Sebagai…, hlm. 40. 32 Siti Sahara, dkk., Keteramilan Berbahasa Indonesia, (Jakarta: FITK UIN, 2009),
hlm. 22 33 Siti Sahara, dkk,, Keterampilan Berbahasa …, hlm. 23.
18
dari berbagi sudut aspek ilmu untuk mendapatkan perbandingan. Pada
sinposium diadakan sanggahan untuk umum terhadap suatu prasaran dan
sanggahan itu disusun secara tertulis.34
c. Seminar
Seminar terdiri dari sekelompok ahli yang bertugas menjawab
pertanyaan-pertanyaan hadirin atau mungkin pers. Para ahli tersebut
sebelumnya tidak diberi tahukan menenai pertanyaan-pertanyaan yang
akan diajukan tetapi, biasanya mereka menguasai topik-topik yang
dibicarakan.35 Dalam seminar membahas secara ilmiah, walaupun yang
menjadi topik pembicaraan hal-hal dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan
untamanya adalah untuk memecahkan suatu masalah.36. Dalam seminar
juga banyak hal yang harus dipersiapkan diantaranya:
1) Menentukan topik dan tujuan
Sebelum seminar dilaksanakan perlu ditentukan terlebih dahulu
topik atau masalah yang akan diseminarkan.
2) Penentuan waktu dan tempat
Waktu seminar sebaiknya dikaitkan dengan peristiwa-peristiwa
sejarah atau nasional, umpamanya: Bulan bahasa, Hari Ibu, hari
Pendidikan Nasional. Jika seminar itu berskala kecil penentuan waktu
perlu diperhatikan, sehingga dapat dihadiri oleh beberapa peserta.
3) Persiapan fasilitas
Segala kebutuhan dan kelancaran seminar sebaiknya dipersiapkan
sebaik-baiknya. Seperti:
4) Tempat duduk yang memadai
Cahaya yang cukup terang dan sirkulasi udara yang menyegarkan
dalam ruangan. Alat-alat peraga publikasi.37
34 Midar G. Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara ..., hlm. 38. 35 Siti Sahara, dkk,, Keterampilan Berbahasa …, hlm. 23. 36 Midar G. Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara…, hlm. 38. 37 Siti Sahara, dkk,, Keterampilan Berbahasa …, hlm. 27.
19
d. Pidato
Pidato adalah penyajian penjelasan lisan. Pidato merupakan
keterampilan berbaha sasecara epektif, baik lisan maupun tulisan karang
mengarang.
Pidato juga diartikan kegiatan berbicara dihadapan orang banyak,
Pidato juga diartikan berbicara dimuka umum dengan tujuan memberikan
tambahan ilmu pengetahuan atau untuk mengajak para pendengar berpikir
dan bertindak seperti diberi nasihat kepada orang banyak.38
1) Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam berpidato
a). Mempunyai tekad dan kemampuan bahwa seoarang pembicara
mampu meyakinkan orang lain.
b). Memiliki pengetahuan yang luas, sehungga si pembicara dapat
mengusai materi dengan baik.
c). Memiliki pembendahaaan kata yang cukup, sehingga si pembicara
mampu mengungkapkan pidato dengan lancar dan meyakinkan.39
2) Sistematika berpidato
Pembukaan, yaitu mengucap salam atau menyapa para hadirin
a) Menyampaikan pendahuluan, yang biasanya dilahirkan dalam
bentuk ucapan terima kasih, atau ungkapan kegembiraan, atau rasa
syukur.
b) Penyampaian isi pidato, yang diucapkan secara jelas dan dengtan
menggunakan bahasa Indonesia yang benar dan dengan gaya
bahasa yang menarik.
c) Menyampaikan kesimpulan dari isi pidato, supaya mudah diingat
oleh pendengar.
d) Menyampaikan harapan yang berisi anjuran atau ajakan kepada
pendengar untuk melaksanakan isi pidato.
e) Menyampaikan salam penutup.40
38 Siti Sahara, dkk,, Keterampilan Berbahasa …, hlm. 61 – 62. 39 Midar G. Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara …, hlm. 54. 40 Midar G. Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara …, hlm. 55.
20
3) Metode penyampaian dan penilaian dalam berpidato
Ada empat macam metode penyampaian lisan seperti pidato yang
perlu diketahui, yaitu:
Maksud dan tujuan pembicaraan, kesempatan, atau pendengar atau
pemirsa, ataupun waktu untuk persiapan dapat menentukan metode
penyajian, atau sang pembicara sendiri dapat menentukan yang terbaik dari
empat metode yang mungkin dipilih yaitu:
a). Penyampaian secara mendadak ( impromptu delivery)
Metode impromptu adalah metode penyampaian berdasarkan kebutuhan
tahuaan dan kemahirannya. sesaat. Tidak ada persiapan sama sekali,
pembicara secara serta merta berbicara berdasarkan pengetahuan dan
kemahirannya. Kesanggupan dan kemampuannya menyampaikan lisan
seperti pidato menurut metode ini sangat berguna dalam keadaan terdesak
atau terpaksa.41 Kesanggupan dan kemampuan penyampaian lisan seperti
pidato menurut metode ini sangat berguna dalam keadaan terdesak atau
terpaksa, namun kegunaannya terbatas pada waktu yang tidak terduga itu
saja. Pembicara menyampaikan pengetahuannya yang ada, dikaitkan dengan
situasi dan kepentingan saat itu.42
b). Penyampaian tanpa persiapan (extemporaneous delivery)
Metode ekstemporan adalah metode berpidato dengan cara pembicara
menuliskan pokok-pokok pikiran yang akan disampaikan.43 Uraian yang
akan dibawakan dengan metode ini direncanakan dengan cermat dan dibuat
catatan-catatan yang penting, yang sekaligus menjadi urutan bagi uraian itu.
Kadang-kadang dipersiapkan konsep berupa naskah, namun tidak dihafal
kata demi kata. Dalam penyampaian lisan seperti pidato, pembicara dengan
bebas berbicara dan bebas pula memilih kata-katanya sendiri. Catatan dan
konsep naskah yang dipersiapkannya hanya digunakan untuk mengingat
urut-urutan topik pembicaraannya. Dengan metode ini pembicara dapat
41 Siti Sahara, dkk,, Keterampilan Berbahasa …, hlm. 67. 42 Midar G Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara…, hlm. 65. 43 Siti Sahara, dkk,, Keterampilan Berbahasa…, hlm. 67.
21
mengubah nada pembicaraannya sesuai dengan reaksi yang timbul pada
para pendengar sementara pembicaraan berlangsung.44
c). Penyampaian dari naskah (delivery from manuscript)
Metode naskah adalah metode naskah yang benar-benar
dipersiapkan dengan cermat. Pembicara menyusun naskah terlebih dahulu
sebelum pidato.45 Pidato ini biasanya digunakan untuk acara-acara resmi.
pidato televisi dan radio. Metode ini sifatnya agak kaku, sebab bila tidak atau
kurang melakukan latihan yang cukup, terjadi seolah-olah tidak ada hubungan
antara pembicara dengan pendengar. Mata dan perhatian pembicara selalu
ditujukan ke naskah, sehingga ia tidak bebas menatap pendengarnya.
Pembicara harus dapat memberi tekanan dan variasi suara untuk
menghidupkan pembicaraannya. Untuk itu pembicara perlu melakukan
latihan yang intensif.46
d). Penyampaian dari ingatan (delivery from memory)
Metode ini merupakan kebalikan dari metode inpromtu. Pidato ini
disampaikan dengan metode ini dipersiapkan dan ditulis secara lengkap
lebih dahulu.47 Metode ini memerlukan konsentrasi yang kuat dalam
penyampaiannya dari seorang pembicara kemudian dihafal kata demi kata.
Ada pembicara yang berhasil dengan metode ini, namun ada juga yang
tidak. Pembicara dengan menggunakan metode ini sering menjemukan dan
tidak menarik, ada kecenderungan untuk berbicara cepat-cepat dan
mengeluarkan kata-kata tanpa menghayati maknanya. Selain itu metode ini
juga sering menyulitkan pembicara untuk menyesuaikan diri dengan situasi
dan reaksi-reaksi pendengar keti ka menyampaikan uraiannya.48
Cara manapun yang dipilih dalam berbicara dalam penyampaiannya,
yang terpenting adalah bahwa usaha kita berhasil: komunikasi berjalan
lancar. Oleh karena itu ada baiknya bila kita mengetahui pula bagaimana
caranya mengevaluasi keterampilan berbicara diantaranya:
44 Midar G arsad mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara…, hlm. 66. 45 Siti Sahara, dkk,, Keterampilan Berbahasa …, hlm. 68. 46 Midar G Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara…, hlm. 65. 47. Siti Sahara, dkk,, Keterampilan Berbahasa …, hlm. 67-68. 48 Midar G Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara…, hlm. 65.
22
(1). Apakah bunyi-bunyi tersendiri (vokal, konsonan) diucapkan dengan
tepat?
(2). Apakah pola pola intonasi, naik dan turunnya suara dan tekanan suku
kata, memuaskan?
(3). Apakah ketetapan dan ketepatan ucapan mencerminkan bahwa sang
pembicara tanpa referensi intrernal memahami makna yang
dipergunakannnya?
(4). Apakah kata kata yang diucapkan itu dalam bentuk dan urutan yang
tepat?
(5). Sejauh manakah” kewajaran yang tercermin bila seseorang berbicara?
(Brook, 1964:252).49
Mengevaluasi keterampilan berbicara juga dapat dilakukan secara
berbeda-beda pada setiap jenjangnya. Misalnya pada sekolah dasar,
kemampuan menceritakan, berpidato, dan lain-lain dapat dijadikan dalam
bentuk evaluasi. Seseorang dianggap memiliki kemampuan berbicara
selama ia mampu berkomunikasi dengan lawan bicaranya.50
Dalam pengajaraan berbahasa Indonesia yaitu dalam keterampilan
berbicara memiliki berbagai hal dalam menilai, baik dari pelafalan anak itu
sendiri secara individual maupun secara berkemampuan yang telah
diklasifikasikan dan telah ditentukan dalam pembelajarannya.
4). Strategi pengajaran keterampilan berbicara
Dalam strategi pengajaran Keterampilan berbicara memilki teknik
atau pariasi dalam pembelajarannya yang bermacam-macam di antaranya
dalam keterampilan:
a). Berbicara terpimpin, yaitu: frase dan kalimat, satuan paragraf, dan
dialog.
b). Berbicara semi-terpimpin, yaitu: reproduksi cerita, cerita berantai(
pengalaman diri, pengalaman hidup, pengalaman membaca, menyusun
kalimat dalam pembicaraan, dan menyampaikan isi bacaan secara lisan.
49 Henry Guntur Tarigan, Berbicara Sebagai…, hlm. 24 – 26. 50 Iskandar Wassid, Strategi Pembelajaran Bahasa, (Bandung: Remaja, 2008), hlm. 240.
23
c). Berbicara bebas, yaitu: diskusi, drama, wawancara, berpidato, bermain
peran(dalam drama)51
Selain strategi dalam berbicara juga memilki teknik, yang
dimaksudkan di sini adalah cara-cara yang digunakan di dalam berbicara,
meliputi:
1) Kemampuan menggunakan bahasa lisan dengan baik. Dalam hal ini
seorang pembicara hendaknya memiliki kemampuan tata bahasa yang
baik, Artikulasi yang jelas dan tidak cadel, intonasi yang menarik (tidak
monoton), aksen yang tepat, dan tidak terlalu banyak menggunakan
istilah yang tidak perlu.
2) Ekspresi (air muka) yang menarik, misalnya: tidak cemberut, tidak
pucat, tidak merah, dan sebagainya. Ekspresi dalam berbicara sangat
penting untuk memikat minat dengar atau rasa ingin tahu dari
pendengar.
3) Stressing (redance), yaitu kemampuan seorang pembicara untuk
memberikan penekanan pada masalah-masalah inti atau penting
didalam pembicaraannya, misalnya dengan pengulangan-pengulangan
yang seperlunya, atau dengan penekanan-penekanan tertentu dalam
nada pembicaraan.
4) Kemampuan memberikan refreshing (penyegaran) dengan menyelipkan
intermezo, yaitu dengan menyelingi pembicaraan dengan hal-hal lain
yang berhubungan yang mengandung kelucuan, baik itu pengalaman
sendiri atau sebuah anekdot, dengan tidak mengurangi nilai
pembicaraan. Hal ini dimaksudkan agar pendengar tidak terlalu stress
yang bisa menimbulkan kejenuhan atau kebosanan dalam mengikuti
pembicaraan kita.
5) Kepribadian (personality). Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah
disamping daya pesona atau kharismatik seseorang, juga meliputi nilai-
nilai pribadi seorang pembicara, diantaranya: jujur, cerdik, berani,
51 Iskandar Wassid, Strategi Pembelajaran …, hlm. 244.
24
bijaksana, berpandangan baik, percaya diri, tegas, tahu diri, tenang dan
tenggang rasa.52
e. Ceramah
Ceramah adalah suatu cara keterangan atau informasi atau uraian
tentang suatu pokok persoalan atau masalah secara lisan. Seperti halnya
dalam pidato, dalam ceramah pun keterampilan alat utama dalam
keterampilan berbicara.53.
Ceramah juga dapat diartikan bahwa pidato dihadapan para
pendengar, mengenai suatu hal, pengetahuan, dan sebagainya. Piadat dan
ceramah merupakan suatu sarana komunikasi yang berpungsi menyampaikan
suatu informasi secara langsung, tetapi antar pidato dan ceramah memiliki
beberapa perbedaan, yaitu pidato disampaikan untuk suatu tujuan yang
penting sedangkan pada ceramah disampaikan sebagai pengajaran.54. Dalam
ceramah memiliki beberapa ciri khas, yaitu:
1). Ada sesuatu yang dijelaskan atau diinformasikan untuk memperluas
pengetahuan para pendengar, biasanya disampaikan kepada orang yang
memiliki keahlian atau dianggap ahli dalam bidang atau disiplin ilmu
tertentu.
2). Terdapat komunikasi dua arah antara pembicara dan pendengar, yaitu
berupa dialog, tanya jawab, diskusi, dan sebaginya.
3). Dapat digunakan alat bantu untuk memperjelas uraian, seperti over head
projector (OHP), Lembar peragaan, gambar, dan sebagainya.55
Ada respon dari pendengar mengenai materi yang disampaikan dalam
ceramah. Selain memiliki ciri khas dalam ceramah, ceramah atau metode ceramah
juga memiliki keunggulan.
52 Jumardas, “Kepribadian”, dari http://jurnardas.blogspot.com/2004/04/kepribadian.html,
diakses pukul 15.32, 22 November 2010. 53 Midar G. Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara…, hlm. 67. 54 Siti Sahara, dkk,, Keterampilan Berbahasa …, hlm. 63. 55 Midar G. Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara…, hlm. 67.
25
1) Kelebihan metode ceramah
Materi yang disampaikan tidak terlalu banyak, hanya poin-poin
khusus saja. Dapat memberi semangat para pendengar untuk belajar karena
hanya menyeduakan alat pendengaran dan pemahaman saja.
2) Kelemahan metode ceramah
Karena jumlah pendengar relatif banyak, penceramah cenderung
mengalami kesulitan untuk nmengetahui sampai sejauh mana si pendengar
dapat memahami materi yang disampaikan.
Dalam metode ceramah ini siswa cenderung hanya menjelaskan penjelasan
penceramah, tanpa ada timbal balik.
3) Perbedaan antar pidato dan ceramah
Pada ceramah terdapat komunikasi dua arah antara pembicara dengan
pendengar, sedagkan pidato hanya bersifat satu arah.
Pidato bertujuan untuk mempengaruhi pendengar, meyakinkan para
pendengar, sedangkan ceramah bertujuan untuk menjelaskan atau
memperluas pengetahuan para pendengar.56
Pidato disampaikan secara resmi sedangkan ceramah dismpaikan tidak resmi .
Pidato bertujuan untuk menyampaikan gagasan atau informasi, sedangkan
ceramah bertujuan untuk menambah wawasan atau pengetahuan.
5. Peralatan dan alat peraga dalam berbicara
Hal kecil yang sering dilupakan pembicara adalah penggunaaan dan
peralatan dalam berbicara. Berikut ini diuraikan cara-cara menggunakan
peralatan pidato.
a. Mikrofon
Ada dua jenis mikrofon, yaitu berkabel dan yang tidak berkabel.
Penggunaan jenis mikrofon ini sama saja. Pengaturan jarak yang paling
baik adalah satu jengkal tangan. Mulut yang terlalu dekat dengan mikrofon
56 Siti Sahara, dkk,, Keterampilan Berbahasa …, hlm. 63-65.
26
akan menimbulkan kesan seolah-olah alat itu akan dimakan. Bila diatas
podium telah disediakan tiang penyangga mikrofon, lebih baik mikrofon
itu tidak dipegang. Hal ini akan memberikan kesempatan tangan untuk
bergerak leluasa.57
b. Flip chart
Werupakan alat peraga yang paling efektif untuk pendengar yang
jumlahnya mencapai 25 orang dan merupakan alat yang paling cocok
untuk mncapaikan kalimat-kalimat sederhana.58
c. Pengeras suara.
Pengeras suara adalah peralatan pendukung yang sangat penting dalam
berpidato. Sebelum pidato dimulai, sebaiknya pengeras suara diuji terlebih
dahulu. Usaha ini dapat mencegah macetnya aliran suara pada saat pidato
dimulai. Buatlah para audiens senyaman mungkin karena pengeras suara
yang rusak dapat mengacaukan suasana.
d. Echo
Agar suara seorang pembicara terdengar menarik, pada speaker dapat
digunakan echo, aturlah echo sesuai dengan suara anda, dan jangan terlalu
tinggi. Pengujian echo lebih baik dilakukan minimal lima belas menit
sebelum pidato dimulai.59
e. Film, monitor video dan televise proyeksi
Film dan video bekerja baik untuk jenis-jenis penyajian tertentu. Film dan
televisi proyeksi dapat diperlihatkan kepada jumlah pendengar mana
saja.60
57 Muhammad Muflih, Menjadi Orator Ulung, (Jakarta: Grasindo, 2004), hlm. 20. 58 John W. Osborne, Kiat Berbicara di Depan Umum untuk Eksekutif, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2000), hlm. 36. 59 Muhammad Muflih, Menjadi Orator…, hlm. 32. 60 W. Osborne, Kiat Berbicara…, hlm. 40.
27
6. Rambu-Rambu dalam Berbicara
Suksesnya sebuah pembicaraan sangat tergantung kepada pembicara dan
pendengar. Untuk itu dituntut beberapa persyaratan kepada seorang pembicara
dan pendengar. Di bawah ini adalah hal-hal yang harus diperhatikan oleh
seorang pembicara.
a. Menguasai masalah yang dibicarakan.
Penguasaan masalah ini akan menumbuhkan keyakinan kepada
diri pembicara, sehingga akan tumbuh keberanian. Keberanian ini
merupakan modal pokok bagi pembicara. Hal ini dapat dicapai dengan
giat mengumpulkan bahan dengan mempelajari bermacam sumber seperti
sudah dijelaskan sebelumnya.
b. Mulai berbicara kalau situasi sudah mengizinkan.
Sebelum memulai pembicaraan, hendaknya pembicara
memperhatikan situasi seluruhnya, terutama pendengar. Kalau pendengar
sudah siap, barulah mulai berbicara. Hal ini sebetulnya juga dipengaruhi
oleh sikap atau penampilan pembicara. Sikap pembicara yang tenang,
tidak gugup, wajar, serta penampilan yang rapi, akan banyak membantu.
c. Pengarahan yang tepat akan dapat memancing perhatian pendengar.
Sesudah memberikan kata salam dalam membuka pembicaraan,
seorang pembicara yang baik akan menginformasikan tujuan ia berbicara
dan menjelaskan pentingnya pokok pembicaraan itu bagi pendengar.
Dalam hal ini walaupun topik pembicaraan kurang menarik, tetapi karena
pendengar mengetahui manfaatnya bagi mereka, kata pendengar pun
akan bersedia mendengarkan.
d. Berbicara harus jelas dan tidak terlalu cepat.
e. Bunyi-bunyi bahasa harus diucapkan secara tepat dan jelas.
Kalimat harus efektif dan pilihan kata pun harus tepat. Janganlah
berbicara terlalu cepat dan hal-hal yang penting diberi tekanan sehingga
pendengar dengan mudah dapat menangkapnya.
Pandangan mata dan gerak-gerik yang membantu. Hendaknya
terjadi kontak batin antara pembicara dengan pendengar. Pendengar
28
merasa diajak berbicara dan merasa diperhatikan. Pandangan mata dalam
hal ini sangat membantu. Pandangan mata yang menyeluruh akan
menyebabkan pendengar merasa diperhatikan. Demikian juga dengan
gerak-gerik atau mimik yang sesuai merupakan daya pikat sendiri.61 mata
memiliki kekuatan tersendiri dalam mempengaruhi orang lain. Seorang
yang karismatik biasanya memiliki sorot mata yang mengagumkan.
Banyak wanita yang tergila gila pada seorang pria yang tatapan matanya
yang mampu menggetarkan hati mereka tersebut.62
f. Pembicara sopan, hormat, dan melihatkan rasa persaudaraan.
Pembicara yang congkak dan memandang rendah pendengar
dengan sikap dan kata-kata kasar, akan menghilangkan rasa simpati
pendengar. Siapa pun pendengarnya dan bagaimana pun tingkat
pendidikannya, pembicara harus menghargainya. Jauhkan sifat
emosional. Pembicara tidak boleh mudah terangsang emosinya sehingga
mudah terpancing amarahnya.
g. Dalam komunikasi dua arah, mulailah berbicara kalau sudah
dipersilakan.
Seandainya kita ingin mengemukakan tanggapan, berbicaralah
kalau sudah diberi kesempatan. Jangan memotong pembicaraan orang
lain dan jangan berebut berbicara. Jangan pula berbicara berbelit-belit,
tetapi langsung pada sasaran kenyaringan suara.63
Suara hendaknya dapat didengar oleh semua pendengar dalam
ruangan itu. Volume suara jangan terlalu lemah dan jangan pula terlalu
keras, apalagi berteriak. Suara adalah salah satu bagian terpenting dalam
berbicara karena massa akan mendengarkan suara yang di keluarkan dari
mulut seorang pembicara.
Suara yang baik akan menciptakan suasana menjadi hidup.kita
patut bersyukur karena Tuhan menciptakan suara manusia berbeda beda
sehingga massa dapat membedakan seorang orator hanya dari suaranya
61 Midar G Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara…, hlm. 32. 62 Muhammad Muflih, Menjadi Orator…, hlm. 8. 63 Midar G Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara…, hlm. 32.
29
saja.Misalnya,suara K.H. Zainudin M.Z. berbeda dengan suara manusia
berbeda dengan suara bung karno meskipun mereka sama tenarnya.
Dengan melatih suara secara teratur, akan didapatkan hasil suara
berkualitas dan berciri khas.64
Pendengar akan lebih terkesan kalau ia dapat menyaksikan pembicara se-
penuhnya. Usahakanlah berdiri atau duduk pada posisi yang dapat dilihat
oleh seluruh pendengar. Begitu pula sebaliknya.
Dala berbicara seorang pembicara harus memiliki kemampuan ketika
berbicara yaitu seorang pembicara yang baik ketika berbicara
memandang sesuatu suatu hal dari sudut pandang yang baru, mempunyai
cakrawaa luas, antusias dalam berbicara, menunjukan empati mempunyai
gaya bicra humor dan punya gaya bicara sendiri.65
7. Faktor-Faktor Penunjang Keefektifan Keterampilan Berbicara
Kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi
artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan,
me- nyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Pendengar menerima
informasi melalui rangkaian nada, tekanan, dan penempatan persendian
(juncture). Jika komunikasi berlangsung secara tatap muka, ditambah lagi
dengan gerak tangan, dan air muka (mimik) pembicara.
Tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat
menyampaikan informasi dengan efektif, sebaiknya pembicara betul-betul
memahamі isi pembicaraannya, di samping juga harus dapat mengevaluasi efek
komunikasinya terhadap pendengar. Jadi, bukan hanya ара уang akan
dibicarakan, tetapi bagaimana mengemukakannya.66
Hal ini menyangkut masalah bahasa dan pengucapan bunyi-bunyi
bahasa tersebut. Yang dimaksud ucapan adalah seluruh kegiatan yang kita
lakukan dalam memproduksi bunyi bahasa, yang meliputi artikulasi, yaitu
64 Muhammad Muflih, Menjadi Orator…, hlm. 5. 65 Larry King, Seni Berbicara ( Jakrta: Gramedia, 2009), hlm. 63. 66 Maidar G Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara…, hlm. 17.
30
bagaimana posisi alat bicara, seperti lidah, gigi, bibir, dan langit-langit pada
waktu kita membentuk bunyi, baik vokal maupun konsonan.
Untuk dapat menjadi pembicara yang baik, seorang pembicara selain
harus memberikan kesan bahwa ia menguasai masalah yang dibicarakan, si
pembicara juga harus memperlihatkan keberanian dan kegairahan. Selain itu
pembicara harus berbicara dengan jelas dan tepat. Dalam hal ini ada beberapa
faktor yang harus diperhatikan oleh si pembicara untuk keefektifan berbicara,
yaitu faktor kebahasaan dan faktor nonkebahasaan.
a. Faktor-Faktor Kebahasаan
1). Ketepatan Ucapan
Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-
bunyi bahasa secara tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat,
dapat mengalihkan perhatian pendengar. 67 Orang yang salah mengucapkan
kata-kata biasanya dianggap kurang berkependidikan atau tidak terlalu
pintar, karena banyak persoalan salah pengucapan disebabkan oleh
kebiasaan salah artikulasi yang buruk.68
Pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang tidak tepat atau cacat akan
menimbulkan kebosanan, kurang menyenangkan, atau kurang menarik. Atau
sedikitnya dapat mengalihkan perhatian pendengar. Pengucapan bunyi-
bunyi bahasa dianggap cacat kalau menyimpang terlalu jauh dari ragam
lisan biasa, sehingga terlalu menarik perhatian, mengganggu komunikasi,
atau pemakaiannya (pembicara) dianggap aneh.
2). Penempatan Tekanan, Nada, Sendi, dan Durasi yang Sesuai
Kesesuaian tekanan, nada, sendi, dan durasi akan merupakah daya
tarik tersendiri dalam berbicara. Bahkan kadang-kadang merupakan faktor
penentu. Walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik, dengan
penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai, akan
67 Maidar G Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara…, hlm. 18. 68 John W. Osborne, Kiat Berbicara…, hlm. 71.
31
menyebabkan masalahnya menjadi menarik. 69 Suara yang monoton dan
membosankan merupakan pembunuh nomor satu dalam suatu penyajian.
Sebagian besar dari arti yang ingin dikatakan akan hilang apabila dalam
bicaranya tidak memiliki suara yang menyenagkan70
3). Pilihan Kata (Diksi)
Pilihan kata hendaknya tepat, jelas, dan bervariasi. jelas maksudnya
mudah dimengerti oleh pendengar yang menjadi sasaran. Pendengar akan
lebih terangsang dan akan lebih paham, kalau kata-kata yang digunakan
kata-kata yang sudah dikenal oleh pendengar. Misalnya, kata-kata populer
tentu akan lebih efektif dari pada kata-kata yang muluk-muluk, dan kata-
kata yang berasal dari bahasa asing.
4). Ketepatan Sasaran Pembicaraan
Hal ini menyangkut pemakaian kalimat. Pembicara yang menggunakan
kalimat efektif akan memudahkan pendengar menangkap pembicaraannya.
Susunan penuturan kalimat ini sangat besar pengaruhnya terhadap
keefektifan penyampaian. Seorang pembicara harus mampu menyusun
kalimat efektif, kalimat yang mengenai sasaran, Sehingga mampu
menimbulkan pengaruh, meninggalkan kesan, atau menimbulkan akibat.71
b. Faktor-Faktor Nonkebahasaan
Keefektifan berbicara tidak hanya didukung oleh faktor kebahasaan seperti
yang sudah diuraikan di atas, tetapi juga ditentukan oleh faktor
nonkebahasaan. Bahkan dalam pembicaraan formal, faktor nonkebebasan ini
sangat mempengaruhi keefektivan berbicara. Dalam proses belajar-mengajar
berbicara, sebaiknya faktor nonkebahasaan ini ditanamkan terlebih dahulu,
sehingga kalau faktor nonkebahasaan sudah dikuasai akan memudahkan
penerapan faktor kebahasaan. Diantara faktor nonkebahasaan ialah:
1) Faktor penampilan.
69 Maidar G Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara…, hlm. 18. 70 John W. Osborne, Kiat Berbicara…, hlm. 47. 71 Maidar G Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara…, hlm. 18.
32
Jangan sekali-kali meremehkan faktor penampilan. Dalam berbicara yang
tampil didepan umum atau diatas podium menjadi sorotan yang dilihat oleh
masa. Kadang sedetik pun tidak ada yang mata yang berhenti menatapinya.
Kunci sukses seorang pembicara adalah kebriliananya dalam memadukan
konsep berpikir, bergaya, berintonasi, dan berpenampilan.72
a) Pandangan mata terhadap audiens
Supaya pendengar dan pembicara betul-betul terlibat dalam kegiatan
berbicara, pandangan pembicara sangat membantu. Hal ini sering
diabaikan oleh pembicara. Pandangan yang hanya tertuju pada satu
arah, akan menyebabkan pendengar merasa kurang diperhatikan.73
b) Kesehatan
Menjaga kesehatan sangat penting karena kesehatan akan
mempengaruhi produktivitas seorang. Begitu pula halnya dalam
berpidato, seorang pembicara mampu tampil prima karena ditunjang
faktor kesehatan.
c) Pakaian
Idealnya, seorang pembicara berpakaian rapih. Kategori rapih ialah
yang sesuai dengan pakaian formal. Misalnya, baju dimasukan,
brsepatu, berkaus kaki, dan baju disetrika. Usahakan setiap hadir
dalam acara apapun selalu berkemeja dan bersepatu. Namun, jangan
lupa memakai kaus kaki karena hal ini selalu diperhatikan orang.
d) Kulit
Tingkatan selebritis seperti aktor, aktris, dan penyanyi selalu
memperhatikan kesehatan kulit mereka karena mereka sadar betul
dunia mereka yang selalu menjadi sorotan publik. Begitu juga bagi
seorang pembicara. Memelihara kulit bukan berarti modis. Setidaknya
kulit tidak menggangu.74
72 Muhammad Muflih, Menjadi Orator…, hlm. 35. 73 Maidar G Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara…, hlm. 21. 74 Muhammad Muflih, Menjadi Orator…, hlm. 36-37.
33
2) Faktor Pribadi
Sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku. Pembicara yang tidak
tenang, lesu, dan kaku tentulah akan memberikan kesan pertama yang
kurang menarik. Padahal kesan pertama ini sangat penting untuk menjamin
adanya kesinambungan perhatian pihak pendengar.75 Berikut ini adalah
cara atau yang harus dimilki diri dalam penampilan di atas podium .
a) Kesediaan menghargai pendapat orang lain. Dalam menyampaikan isi
pembicaraan, seorang pembicara hendaknya memiliki sikap terbuka
dalam arti dapat menerima pendapat pihak lain, bersedia menerima kritik,
bersedia mengubah pendapatnya kalau ternyata memang keliru. Namun,
tidak berarti si pembicara begitu saja mengikuti pendapat orang lain dan
mengubah pendapatnya, tetapi ia juga harus mampu mempertahankan
pendapatnya dan meyakinkan orang lain. Tentu saja kalau pendapatnya
itu mengandung argumentasi yang kuat, yang betul-betul diyakini
kebenarannya.
b) Gerak-gerik dan mimik yang tepat. Gerak-gerik dan mimik yang tepat
dapat pula menunjang keefektivan berbicara. Hal-hal yang penting selain
mendapat tekanan, biasanya juga dibantu dengan gerak tangan atau
mimik. Hal ini dapat menghidupkan komunikasi, artinya tidak kaku.76
Melatih mimik tidak jauh bebeda dengan melatih mata dan mulut.
Hanya saja bagian yang digunakan dalam mimik ini lebih banyak. Apa
yang digerakan wajah, itulah mimik yang diekspresiakan pada waktu itu.
Sesuaikanlah gerakan mimik wajah itu dengan pembicaraan yang
sedang diungkapkan. Kunci keberhasilan ini adalah sabar dan rileks. 77
c) Kenyaringan suara juga sangat menentukan. Tingkat kenyaringan ini ten-
tu disesuaikan dengan situasi, tempat, jumlah pendengar, dan akustik.
Tetapi perlu diperhatikan jangan berteriak. Kita aturlah kenyaringan
suara kita supaya dapat didengar oleh semua pendengar dengan jelas,
dengan juga mengingat kemungkinan gangguan dari luar.
75 Maidar G Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara…, hlm. 20. 76 Maidar G Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara…, hlm. 21. 77 Muhammad Muflih, Menjadi Orator…, hlm. 11.
34
d) Kelancaran. Seorang pembicara yang lancar berbicara akan memudahkan
pendengar menangkap isi pembicaraannya, Seringkali kita dengar
pembicara berbicara terputus-putus, bahkan antara bagian-bagian yang
terputus itu dise- lipkan bunyi-bunyi tertentu yang sangat mengganggu
penangkapan pendengar, misalnya menyelipkan bunyi ее, oo, aa, dan
sebagainya. Sebaliknya pembicara yang terlalu cepat berbicara juga akan
menyulitkan pendengar menangkap pokok pembicaraannya.
e) Relevansi/Penalaran. Gagasan demi gagasan haruslah berhubungan de-
ngan logis. Proses berpikir untuk sampai pada suatu kesimpulan haruslah
logis. Hal ini berarti hubungan bagian-bagian dalam kalimat, hubungan
kalimat dengan kalimat harus logis dan berhubungan dengan pokok
pembicaraan.
f) Penguasaan Торік. Pembicaraan formal selalu menuntut persiapan.
Tujuannya tidak lain supaya topik yang dipilih betul-betul dikuasai.
Penguasaan topik yang baik akan menumbuhkan keberanian dan
kelancaran. Jadi, penguasaan topik ini sangat penting, bahkan merupakan
faktor utama dalam berbicara.78
c. Faktor Kepribadian sebagai Penunjang Keterampilan Berbicara
Kemampuan berbahasa lisan dengan baik untuk dapat efisien dalam
berbicara kempuan berbahasa lisan menjadi faktor utama ini dikarenakan
kemampuan berbicara dengan baik tidak cadel, artikulasi yang jelas, tidak
gagap dan intonasi yang bagus akan membuat pembicaraan lebih mudah
dimengerti dan pembicaraan menjadi lebih efisien.79 Seperti dikatakan dalam
buku orator bahawa menjadi seorang pembicara harus melakukan latihan
yang serius dan banyak faktor pendukung yang menunjang seperti.
1) Melatih Suara
78Maidar G Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara…, hlm. 20 – 21. 79Boediono, “Faktor Penunjang Efisiensi Berbicara”, dari
http://boediono.blogspot.com/2010/11/faktor-penunjang-efisiensi-berbicara.html. diakses tanggal 21/11/2010. pukul; 13.05.
35
Suara adalah salah satu bagian terpenting dalam berpidato karena massa
akan mendengarkan suara pidato yang di keluarkan dari mulut seorang orator.
Suara yang baik akan menciptakan suasana menjadi hidup. Kita patut
bersyukur karna Tuhan menciptakan suara manusia berbeda beda sehingga
massa dapat membedakan seorang orator hanya dari suaranya saja. Misalnya
suara K.H. Zainudin M.Z. berbeda dengan suara manusia berbeda dengan
suara bung Karno meskipun mereka sama tenarnya. Dengan melatih suara
secara teratur, akan didapatkan hasil suara berkualitas dan berciri khas.
Secara lahiriah, ada orang bersuara kecil dan ada juga yang bersuara keras.
Suara yang sangat kecil sangat menyulitkan orang tersebut untuk tampil,
sedangkan suara yang keras belum tentu menjamin seseorang dapat
menyampaikan pidato dengan baik.Oleh sebab itu,kedua tipe suara perlu
dilatih.
Untuk menguji kualitas suara, ajaklah salah seorang teman Anda untuk
berdiri lima meter dari hadapan Anda di tempat terbuka. Pada tempat seperti
ini suara tidak memantul dan menggema sehingga anda tidak perlu berteriak
keras, tetapi bersuaralah dengan normal. Bila teman anda tidak mendengar
dengan jelas, anda perlu memaksimalkan latihan suara itu lagi.
2) Melatih wajah
Melatih wajah dan tubuh sangat penting untuk menyesuaikan suara dan
gerakan tubuh. Orator yang semngat akan menggunakan mimik wajah yang
bersemanagat pula. Ketika bernada pelan, ia akan menggerakan bibirnya agak
agak sedang. Pada saat mengacungkan telunjuknya, ia akan melantangkan
suaranya. Gerakan wajah dan tubuh ysng berpariasi itu dapat menambah daya
tarik audiens.
Ekspresi wajah menggambarkan perasaan seseorang, anda tidak perlu
bingung membaca keadaan hati seseorang karena bahasa tubuh telah
mengajarkan berbagai hal tentang ini. Kita hanya perlu mencocokan
hubungan ekspresi wajah dengan ucapan orang tersebut. Bila ada kontradiksi
antara ucapan dan ekspresi, biasanya terbaca sesuatu yang dibuat-buat. Hati
36
yang menolak akan serasi dengan ekspresi penolakan juga, begitu pula
sebaliknya.
Namun ada juga sebagian orang yang mampu melakukan kontradiksi
antara ekspresi dan ucapan seperti tadi karena kemampuan mereka didapat
dari latihan-latihan khusus. Dalam hubugaan dengan pidato, ekspresi wajah
harus disesuaikan dengan perasaan,intonasi dan uraian isi yang dibicarakan.
Bagian wajah yang perlu dilatih antara lain mata, mulut, dan mimik.
3) Melatih mata
Pernahkah perasaan Anda berbunga bunga ketika dilirik seorang
wanita? Kontak mata yang genit seperti itu mudah sekali meluluhkan
perasaan seorang pria. Sebenarnya, mata memiliki kekuatan tersendiri dalam
mempengaruhi orang lain. Seorang yang karismatik biasanya memiliki sorot
mata yang mengagumkan. Banyak wanita yang tergila-gila pada seorang pria
yang tatapan matanya yang mampu menggetarkan hati mereka tersebut.
Pada langkah awal, cobalah buat gambar mata sesuai dengan ukuran
mata Anda. Tempelkan gambar itu di dinding, tepat dihadapan mata anda.
Kemudian, tataplah mata itu tanpa berkedip selama lima menit. Tambah lagi
sebanyak sepuluh menit. Bila mampu mencapai sepuluh menit, tambah lagi
sampai lima belas menit. Begitu pula untuk seterusnya. Kemudian, letakan
gambar itu keatas dan tataplah sesuai dengan aturan yang dijelaskan tadi.
lakuan latihan tiga kali sehari. Dan lakukan pelatihan terhadap binatang
seperti melihat mata kucing, elang, anjing. Usahakan mata Anda lebih tahan
berkedip dari pada mata binatang tersebut.
Saat latihan berbicara didepan orang, tataplah mata Anda dari kiri dan
kanan. Sorotah pandangan anda kesetiap sudut ruangan. Anggaplah bangku
bangku yang kosong itu sebagai audiens yang hidup. Tataplah semuanya satu
persatu. Latihan seperti ini perlu dilakukan dengan santai karena mata yang
tegang akan mengurangi mata audiens. Mata yang sayu juga akan membuat
dugaan bahwa sang pembicara itu sedang loyo. Oleh sebab itu, dengan
tatapan yang rileks, seorang pembicara akan mendapat perhatian audiens
yang luar biasa.
37
Dengan demikian, mata akan terlatih ketika tampil pada medan
sesungguhnya, ingatlah, sorotan mata yang baik dapat menghidupkan suasana
ddisekitar podium.
4) Melatih mulut
Berkomunikasi dengan mulut adalah kelebihan yang dimiliki manusia.
Setiap perkataan yang diungkapkan seseorang dapat terbaca pada gerakan
mulut orang tersebut. Dalam berpidato, peran mulut sangat vital sekali, pada
tahap latihan ini, kita mencoba menampilkan gaya mulut yang baik.
Mulut terdiri dari bibir, lidah, gusi, dan lain lain. Semua organ ini
menyatu untuk mengoloa suara. Bagian terpenting yang yang mesti dilatih
adalah adalah bibir dan lidah. Biasanya berbicara dengan suara yang jelas
supaya orang dapat memahami pembicaraan kita. Agar pembicaraan menjadi
jelas, lidah harus diposisikan dengan baik sesuai dengan ketukan kata yang
dikeluarkan.
Untuk mempraktikannya, ajaklah teman berbicara. Usahakan agar dia
mampu memahami perkataan dia tanpa harus diulang ulang.
Bagian lain yang masih berkaitan dengan mulut adalah bibir. Orang
yang sedang marah, bibirnya cemberut. Orang yang senang, bibirnya selalu
tersenyum. Gerakan bibir yang beragam ini memiliki pesona yang luar biasa.
Variasi gerakan bibir ketika berpidato dapat melahirkan daya tarik audiens.
Namun, jangan terlalu berlebihan dalam mengerakan bibir.karena risiko yang
dihadapi sangat besar. Bisa saja sebagian audiens berteriak karena pembicara
dinilai kurang beretika. Dewasa ini, masyarakat pandai sekali dalam menilai
penampilan publik.
Latihan bibir dengan gaya yang rileks. Sesuaikan intonasi pidato
Anda, Kapan bibir digerakkan untuk santai, semangat, dan sedih. Alangkah
lebih baik bila latihan ini berlatih di depan cermin. Perhatikan gerakan bibir
Anda tersebut pada saat mengharmonisasikan dengan materi yang diucapkan.
Anda juga dapat melengkapinya dengan intonasi dan gerakan tubuh lainnya.
Latihan bibir ini memerlukan kesabaran yang tinggi karena biasa
orang merasa tidak puas dengan hasil yang ada. Emosi dalam diri dapat
38
mengurangi konsentrasi pergerakan bibir sehingga menjadi tegan. Oleh sebab
itu, cobalah latihan ini dengan rutin supaya anda benar-benar menguasai
tahap ini!
5) Mimik
Melatih mimik tidak jauh bebeda dengan melatih mata dan mulut.
Hanya saja bagian yang digunakan dalam mimik ini lebih banyak. Apa yang
digerakan wajah, itulah mimik yang diekspresiakan pada waktu itu.
Sesuaikanlah gerakan mimk wajah itu dengan pembicaraan yang sedang
diungkapkan. Kunci keberhasilan ini adalah sabar dan rilek. Latihlah mimik
anda ditempat yang sunyi. Kemudian, cobalah pada tempat yang ramai. Lalu,
bandingkan daya tahan rilek Anda itu pada tempat yang berbeda. Usahakan
agar Anda yang mengatur gerakan mimik, bukan suasana ditempat latihan.
Cermin sangat membantu dalam latihan ini. Sebaiknya gunakan
cermin yag besar sehigga seluruh tubuh dapat memadukan kekuatan mimik
Anda.
6) Melatih tubuh
Tidak semua organ tubuh digerakan pada saat berpidato. Hanya
sebagian organ saja yang sebagian aktif bergerak pada saat tampil di podium
di ntaranya kepala, leher, tangan, dan badan, sedangkan kaki hanya digerakan
sekali saja. Kaki digerakkan untuk membantu badan bergeser sedikit jangan
terlalu panjang mengambil langkah kaki untuk bergeser. Ingat, berpidato
tidak seperti bermain drama.
Gerakan tubuh harus disesuaikan dengan jenis podium yang
disediakan. Pada podium yang tidak menggunakan mimbar, sebaiknya tangan
diletakkan di depan badan. Sekali-kali angkatlah tangan untuk mendukung
ekspresi mimik Anda. Kedua tangan itu tidak selalu diletaakan di belakang
badan karena akan terkesan berbaris, sedangkan pada podium yang
bermimbar, tangan diletakan di atas mimbar tersebut. Angkatlah tangan
secara bergantian supaya tidak terkesan monoton. Biasakan rutin untuk
menggerakan rutin agar selalu seirama dengan mimik dan suara.
39
Ada beberapa macam gerakan tubuh yang kurang disukai audiens,
seperti menggaruk, mengernyitkan hidung, mengeluarkan lidah, merapikan
rambut, dan melototkan mata. Sebaiknya gerakan gerakan tersebut tidak
dilakukan. Anggaplah bahwa audiens itu bukan hanya sebagai pendengar
setia, melainkan juga sebagi juri yang menilai setiap sikap sikap Anda.80
d. faktor lingkungan
Faktor lingkungan memberikan pengaruh besar keefisienan sebuah
pembicaraan di antaranya adalah pendengar atau audiens, suasana, tempat,
dan forum pembicaraan menjadi faktor efisiensi berbicara.
1) Pendengar
Pembukaan Pembukaan menjadi faktor penunjang efisiensi
berbicara karena bila seorang pembicara dapat memberikan pembukaan
yang baik maka 50% pembicaraan telah dikuasai dan pembicaraan
selanjutnya akan lebih terarah, sehingga pendengar merasa lebih nyaman.
Penguasaan Materi Setelah sukses dipembukaan pada saat
menyampaikan materi adalah inti dari sebuah pembicaraan, jadi
penguasaan materi menjadi faktor penting efisiensi berbicara dan yang
terpenting lagi bagaimana pembicara dapat membawa jalannya pembicaraan
agar pembicaraan tidak menjadi membosankan dan terkesan monoton.
2) Suasana dan alokasi waktu
Alokasi Waktu Pembagian waktu menjadi faktor penunjang efisiensi
pembicaraan karena inti dari sebuah efisiensi yaitu bagaimana dengan waktu
yang singkat dapat memberikan pemahaman yang luas. Pada materi yang
disampaikan maka perlu pembagian pembicaraan maksimal 1 (sayu) jam
per sesi dan pembahasan yang lebih luas dapat dilanjutkan dalam forum
tanya jawab.81
80 Muhamad Muflih, Menjadi Orator…, hlm. 5 – 6. 81Boediono, “Faktor Penunjang Efisiensi Berbicara”, dari
http://boediono.blogspot.com/2010/11/faktor-penunjang-efisiensi-berbicara.html. diakses tanggal 21/11/2010. pukul; 13.05.
40
8. Faktor Penghambat Efisiensi Berbicara
a. Kecakapan yang kurang dalam berkomunikasi. Kurang cakap dalam
berbicara (terutama di depan umum), berbicara tersendat-sendat,
menyebabkan pendengar menjadi jengkel dan tidak sabar.
b. Sikap yang kurang tepat. Seorang dosen yang sedang memberi kuliah
sambil duduk di atas meja sehingga akan memberi kesan yang kurang baik
bagi mahasiswa.
c. Kurang pengetahuan. Seseorang yang kurang pengetahuannya, jarang
membaca atau mendengar radio atau televisi, akan mengalami kesulitan
dalam mengikuti pembicaraan orang lain.
d. Rasa takut yang mendalam sehingga tibul grogi dan tidak percaya diri.
e. Kurang memahami sistem sosial.
f. Prasangka yang tidak beralasan.
g. Jarak fisik komunikasi menjadi kurang lancar bila jarak komunikan dan
komunikator berjauhan ataupun terlalu berdekatan.
h. Tidak ada persamaan persepsi.
i. Indera yang rusak.
Berbicara yang berlebihan. Berbicara berlebihan seringkali akan
mengakibatkan penyimpangan dari pokok pembicaraan.
j. Mendominir pembicaraan.82
C. Bercerita
1. Pengertian Bercerita
Bercerita adalah cara untuk menunturkan atau menyampaikan cerita secara
lisan kepada anak didik yang dengan cerita tersebut dapat disampaikan pesan-
pesan yang baik, dari cerita yang disampaikan juga dapat diambil suatu pelajaran.
Menurut pakar pendidikan cerita dapat membantu membentuk kepribadian
anak. Karenanya, menasehati anak salah satunya dapat dilakukan dengan cerita
atau dongeng.83
82Muhamad Muflih, Menjadi Orator…, hlm. 25.
41
Cerita merupakan salah satu bentuk sastra yang memiliki keindahan dan
kenikmatan tersendiri. Akan menyenangkan bagi anak-anak maupun orang
dewasa, jika pengarang, pendongeng, dan penyimaknya sama-sama baik.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, cerita diartikan sebagai berikut;
a. Sebuah tutur yang melukiskan suatu proses terjadinya suatu peristiwa
secara panjang lebar.
b. Karangan yang menyajikan jalannya kejadian-kejadian atau peristiwa.
c. Suatu lakon yang diwujudkan dalam pertunjukan seperti drama,
sandiwara, film dan sebagainya.
Berdasarkan pengertian yang tercatat pada Kamus Besar Bahasa Indonesia
di atas, maka dapat dimengerti bahwa cerita itu merupakan tutur atau tuturan,
yaitu uraian atau gambaran atau deskripsi dari suatu peristiwa atau kejadian.
Seperti dongeng tentang Roro Mendut yang menggambarkan proses terjadinya
Candi Mendut.84
Cerita juga dipandang sebagai suatu karangan, hal ini menunjukkan bahwa
cerita itu disusun atau dibuat oleh seseorang. Karangan tersebut bisa jadi disajikan
secara tertulis maupun secara lisan. Karangan dalam cerita berisi tentang kejadian
atau peristiwa, baik peristiwa alam maupun kejadian yang dialami manusia.
Peristiwa atau kejadian yang disusun tersebut, bisa jadi disajikan dalam
bentuk pertunjukan yang bisa ditonton. Sehingga cerita tidak hanya bisa dinikmati
dalam bentuk tuturan yang disimak dalam bentuk tulisan maupun lisan, tetapi juga
dapat dinikmati dalam bentuk sajian permainan peran seperti sandiwara, drama,
sinetron, wayang dan sebagainya.
Sementara menurut Abdul Aziz Abdul Majid (2001:8) cerita merupakan
salah satu bentuk dari seni sastra yang bisa dibaca atau didengar. Sebagai salah
satu bentuk kesenian, maka cerita memiliki keindahan dan dapat dinikmati. Pada
umumnya cerita bisa menimbulkan kesenangan baik untuk anak-anak maupun
orang dewasa.
83 Sumbi Sumbang Sari, Kumpulan Cerita Rakyat, (Ciganjur, PT. Wahyu Media, 2009),
hlm. 1. 84KBBI, hlm. 165.
42
Berdasarkan pendapat Abdul Majid di atas, maka dapat dikatakan bahwa
cerita merupakan karangan yang termasuk dalam kategori seni sastra. Karangan
tersebut dapat disampaikan secara tertulis yang dapat dibaca maupun secara lisan
yang dapat didengar oleh penyimak. Sedangkan menurut Heri Hidayat (2003)
cerita merupakan tuturan, yaitu upaya mendeskripsikan atau menggambarkan
terjadinya suatu peristiwa.
Di samping itu cerita juga dipandang sebagai karangan, yaitu upaya
menuturkan perbuatan, kejadian, pengalaman dan lain-lain baik berupa kisah
nyata (peristiwa yang benar-benar terjadi) maupun rekaan (bukan kisah nyata).
Maka dapat dikatakan bahwa cerita itu bisa jadi peristiwa yang benar-benar terjadi
ataupun peristiwa yang dikarang, bukan peristiwa yang sebenarnya. Cerita yang
bukan peristiwa yang sebenarnya biasa disebut dengan dongeng.
Jika cerita disebut sebagai suatu karangan, bercerita dapat dikatakan
sebagai menyampaikan karangan. Menurut Heri Hidayat (2003) bercerita
dikatakan sebagai aktivitas menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang
perbuatan, pengalaman atau suatu kejadian yang sungguh-sungguh terjadi maupun
hasil rekaan. Bercerita dikatakan sebagai menuturkan, yaitu menyampaikan
gambaran atau deskripsi suatu kejadian.
Menurut Abdul Majid (2001:9) bercerita berarti menyampaikan cerita kepada pendengar atau membacakan cerita bagi mereka. Dari batasan yang dikemukakan oleh Abdul Majid ini menunjukkan paling tidak ada 3 komponen dalam bercerita, yaitu: (1) pencerita, orang yang menuturkan atau menyampaikan cerita, cerita dapat disampaikan secara lisan maupun tertulis; (2) cerita atau karangan yang disampaikan, cerita ini bisa dikarang sendiri oleh pencerita atau cerita yang telah dikarang atau ditulis oleh pengarang lain kemudian disampaikan oleh pencerita; (3) penyimak, yaitu individu atau sejumlah individu yang menyimak cerita yang disampaikan baik dengan cara mendengarkan maupun membaca sendiri cerita yang disampaikan secara tertulis.85
85 Boediono, “Pengertian Bercerita”, dari http://boediono.blogspot.com/2010/11/faktor-
penunjang-efisiensi-berbicara.html. diakses tanggal 21/11/2010. pukul; 14.05.
43
2. Teknik Bercerita
Teknik adalah cara sistematis mengerjakan sesuatu (KBBI, 1995). Teknik
merupakan suatu kiat, siasat, atau penemuan yang digunakan untuk
menyelesaikan serta menyempurnakan suatu tujuan langsung. Teknik harus
konsisten dengan metode, oleh karena itu, teknik harus selaras dan serasi dengan
pendekatan.
Bercerita merupakan salah satu teknik menyampaikan informasi kepada
orang lain (pendengar). Bahkan guru-guru di sekolah sering menggunakan teknik
bercerita dalam menyampaikan pelajaran kepada anak didiknya. Beberapa alasan
mengapa seseorang memilih menggunakan teknik bercerita dibanding teknik
lainnya seperti drama, diskusi, atau menggunakan peralatan audio visual. Karena
teknik bercerita mempunyai kelebihan seperti berikut;
3. Kelebihan teknik bercerita
a. Lebih Praktis dan Fleksibel
Praktis karena dapat dilakukan seorang diri tanpa koordinasi dengan
orang lain (seperti drama, misalnya). Fleksibel karena cerita dapat
disampaikan hampir di segala tempat maupun situasi, baik di dalam atau di
luar kelas, kepada orang dalam jumlah banyak atau sedikit.
b. Lebih Murah (Tanpa atau dengan Alat Peraga)
Bercerita merupakan alat pengajaran yang sangat murah, karena
dapat digunakan dengan atau tanpa alat peraga. Guru sekolah dapat bebas
memilih dan mengembangkan sendiri alat peraga yang bervariasi, baik
membawa gambar, peraga, boneka sebagai partner, membuat sketsa selama
bercerita, menciptakan gerak-gerik tertentu dan melibatkan anak dalam
cerita, dan variasi-variasi yang lain.
c. Pada Umumnya Anak Lebih Menyukai Cerita
Untuk anak yang lebih kecil, bahkan cerita yang sudah dikenal pun
akan tetap memiliki daya tarik bila guru dapat mengemasnya dengan variasi
cerita yang menarik, yang disertai adegan-adegan pengulangan pada bagian
tertentu. Sedangkan bagi anak yang lebih besar, keahlian guru
44
membangkitkan rasa ingin tahu anak terhadap kelanjutan cerita akan
memikat perhatian mereka selama proses bercerita disampaikan.
Namun sayangnya, teknik bercerita sisi kelemahan. Hal itu dapat
dilihat pada kegiatan belajar mengajar di sekolah, seperti pemaparan
berikut.
4. Kelemahan teknik bercerita
a. Seringkali dianggap sebagai teknik yang paling "mudah", sehingga
sebagian guru merasa tidak perlu melakukan persiapan karena mereka
tinggal "menceritakan ulang".
b. Isi bahan persiapan mengajar yang telah dibaca atau didapatnya dari
kelompok persiapan guru. Padahal, dalam menyampaikan cerita, seseorang
harus benar-benar memiliki persiapan yang cukup matang untuk
mengemas ulang bahan pengajarannya. Hal ini penting untuk dilakukan
supaya pada saat cerita disampaikan, tujuan yang ingin dicapai benar-
benar sampai pada sasaran.
Cara menangani kelemahan bercerita, antara lain;
a. Ketahui terlebih dahulu isi cerita dari buku-buku cerita yang ada dan
sesuaikan isi cerita dengan usia anak-anak.
b. Gunakan ekspresi wajah, gesture (bahasa tubuh), dan suara.
c. Perlihatkan emosi dari tokoh yang diceritakan dengan ekspresi wajah dan
naik turun nada suara (intonasi).
d. Berceritalah dengan santai, jangan terburu-buru (perhatikan spasi).
e. Gunakan improvisasi cerita apabila cerita terlalu panjang.
f. Sound effect dapat mendukung cerita sehingga semakin menarik perhatian
anak-anak.
g. Kontak mata dengan anak-anak perlu dilakukan, jangan asyik sendiri
dengan buku ceritanya.
h. Berinteraktiflah dengan anak-anak. Tanyakan apakah mereka paham isi
cerita? atau tanyakan pendapat mereka tentang gambar atau sikap tokoh
45
yang ada di cerita, serta dapat pula tanyakan pendapat mereka tentang
ending cerita versi mereka ditengah-tengah cerita.
i. Hindari cerita kekerasan.
5. Hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam menggunakan Teknik
Bercerita
a. Pendengar Harus Terlibat
Seorang guru sekolah biasanya menyampaikan cerita lengkap dengan
berbagai intisari pengajarannya tanpa melibatkan anak-anak yang diajarnya.
Padahal, keterlibatan anak secara aktif akan semakin mendorong pemahaman
anak akan arti cerita.
b. Cerita Dapat Dimengerti dan Memiliki Makna Bagi Pendengarnya
Dalam menyampaikan cerita, guru juga harus jeli melihat kebutuhan
rohani anak yang dihadapinya, keadaan dan situasi dimana anak tersebut
tinggal, serta pengetahuan anak tentang dunianya.
c. Guru Benar-Benar Memahami Cerita yang Akan Disampaikan
Seorang pembawa cerita yang baik dapat membawa anak-anak serasa
masuk ke dalam tempat dan suasana cerita yang sesungguhnya dan dapat
membuat karakter dalam cerita menjadi lebih hidup. Hal ini bisa terjadi
apabila guru benar-benar memahami cerita yang akan disampaikan. Hal-hal
yang perlu dipahami dengan benar antara lain:
1) Tempat Kejadian
Dalam menggambarkan tempat kejadian, gunakanlah alat peraga
dan kalimat yang jelas untuk memudahkan anak-anak menggambarkan dan
memahami tempat terjadinya peristiwa tersebut.
2) Kejadian/peristiwa
Dalam bercerita pada anak-anak kecil, sebaiknya anda
menyampaikan alur kejadian secara urut, dari awal, pertengahan hingga
akhir. Cerita yang menggunakan alur flashback (kilas balik) tidak akan
banyak membantu anak-anak dalam memahami dan mengerti cerita yang
disampaikan. Jika suatu cerita merupakan kelanjutan dari cerita
46
sebelumnya, maka, sebelum bercerita, berilah pertanyaan pada anak-anak
untuk mengingatkan cerita sebelumnya. Usahakan anda menceritakan
terjadinya peristiwa secara kronologis.
3) Karakter
Dalam bercerita, jelaskan karakternya, tokoh atau pelaku yang
terdapat dalam cerita tersebut, siapa namanya, bagaimana kepribadiannya,
bagaimana bentuk wajahnya, penakut, pemalu atau pemberani. Bagaimana
bentuk badannya, tinggi, kurus, pendek, gemuk. Apa status sosialnya, raja,
penduduk, pendatang, pedagang, atau pemungut cukai. Apa motivasi yang
dimiliki tokoh tersebut. Apa keistimewaannya. Dan kembangkanlah
karakternya dengan jelas.
47
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negri 13 Pondok Ranji Tangerang
Selatan. Peneliti melakukan tindakan berupa pengamatan, merencanakan
tindakan, mengumpulkan dan menganalisis data, serta melaporkan hasil
penelitian. Dalam penelitian ini peneliti dibantu guru Bahasa Indonesia yang
menjadi observer yang ikut langsung mengamati proses belajar mengajar di kelas.
2. Waktu
Penelitian ini dilakukan pada semester ganjil tahun ajaran 2010/2011
selama tiga bulan, yaitu mulai bulan September dan dilanjutkan pada bulan
Oktober-November 2010 di SMP Negeri 13 Tangerang Selatan. Penelitian
tindakan kelas ini dilakukan dengan jumlah siswa 38 orang.
B. Metode Penelitian
Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian tindakan kelas
yang terdiri atas empat rangkaian kegiatan siklus berulang. Pada penelitian ini
peneliti menggunakan 2 siklus. Siklus ini dapat berhenti jika telah tercapai tujuan
pembelajaran dengan nilai KKM 65 yang berlaku pada sekolah SMP Negeri 13
Tangerang Selatan. Empat kegiatan utama yang ada pada tiap siklus, yaitu:
1. Perencanaan (Planning)
Peneliti merencanakan tindakan yang akan dilakukan selama proses
belajar mengajar berlangsung. Peneliti menyiapkan rencana pelaksanaan
pembelajaran, lembar observasi, lembar pengamatan, dan lembar penilaian tes
siswa.
2. Tindakan (Acting)
Pada tahap tindakan ini peneliti melaksanakan apa yang telah
direncanakan pada tahap perencanaan.
477
48
3. Pengamatan (Observation)
Peneliti melakukuan pengamatan pada siswa selama proses belajar
mengajar berlangsung dengan lembar observasi.
4. Refleksi (Reflection)
Pada tahap ini peneliti beserta guru menganalisis data yang diperoleh dari
kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang
direncanakan. Hasil ini kemudian dianalisis dan akan digunakan untuk
merencanakan tindakan selanjutnya.
C. Instrumen Penelitian
Secara fungsional instrumen penelitian adalah untuk memperoleh data
yang diperlukan setelah peneliti menginjak pada langkah pengumpulan
informasi di lapangan.86 Instrumen yang akan digunakan dalam pengumpulan
data dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis yaitu tes dan non tes. Tes ini atau
praktik ini digunakan yaitu tes formatif yang dilaksanakan pada tiap siklus dan
pada tiap akhir pemblajaran. Tes ini dilakukan untuk mengetahui tingkat hasil
belajar siswa. Sedangkan non tes instrumen yang digunakan adalah lembar
observasi, dan catatan lapangan.
86 Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan, ( Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009), hlm. 75.
49
D. Desain Intervensi Tindakan
Berikut adalah desain intervensi tindakan :
Gambar 1
Desain Penelitian
(Suharsimi Arikunto, dkk. 2007:74)
Dalam kegiatan penelitian yang menjadi sasaran peneliti adalah siswa SMP
Negri 13 Tangerang Selatan kelas VIII yamg berjumlah 38 orang, yang terdiri dari
20 laki laki dan 18 orang perempuan.
Pada penelitian tindakan kelas peneliti mempunyai peran tersendiri, yaitu
sebagai perancang kegiatan, melaksanakan kegiatan, melakukan pengamatan,
mengumpulkan data serta melaporkan hasil penelitian, pada jalannya proses
pembelajaran dikelas. Peneliti dalam penelitian dibantu oleh guru kelas VIII yang
bertindak sebagai observer.
Permasalahan Perencanaan Tindakan I
Perencanaan Tindakan I
Pengamatan/ Pengumpulan data I
Refleksi I
Siklus I
Permasalahan baru Hasil rafleksi
Perencanaan Tindakan II
Perencanaan Tindakan II
Pengamatan/ Pengumpulan data I
Refleksi I
Siklus I
Apabila permasalahan Belum terseleaikan
Dilanjutkan ke Siklus selanjutnya
50
Pencapaian tindakan yang diharapkan oleh peneliti yaitu perubahan pada
metode pengajaran dengan penerapan teknik bercerita serta keterlibatan langsung
siswa dalam kelas selama proses belajar berlangsung, penggunaan yang sesuai
dengan materi yang diberikan oleh guru sehingga mencapai hasil belajar yang
optimal.
E. Data dan Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII, guru, dan
peneliti. Adapun elemen dari sumber data yang berbentuk berupa yaitu berupa
hasil tes kemampuan anaka dalam keterampilan berbicara Bahasa Indonesia
dengan teknik bercerita, hasil observasi dan catatan lapangan.
1. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan pengumpulan semua data
yang berkaitan dengan siswa dan proses belajar mengajar di kelas penelitian.
Beberapa data yang akan dikumpulkan di antaranya: 1) Data tentang situasi
pembelajaran pada saat dilaksanakan tindakan observasi, diperoleh dengan
menggunakan catatan lapangan pada setiap siklus. 2) Dan hasil belajar siswa
diambil dengan memberikan tes pada setiap akhir siklus selama dilaksanakan
tindakan, dan 3) Data tentang pendapat guru dan siswa terhadap proses
pembelajaran di kelas sebelum dan setelah dilakukan tindakan diperoleh dari
proses pembelajaran yang diambil dari setiap siklus.
a. Teknik pemeriksaan keterpercayaan
Validitas data dilakukan untuk menyakinkan diri bahwa data yag
diperoleh selama penelitian adalah benar dan valid menggunakan
teknik triangulasi dan audit. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Teknik
triangulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui
sumber yang lainnya, pemeriksaan yang memanfaatkan sumber
metode, penyidik, dan teori. Peneliti menerangkan serta menyimpulkan
data dari tiga pihak yang memilki perbedaan pandangan, tersebut
adalah guru, siswa, dan peneliti itu sendiri.
51
b. Pengembangan perencanaan tindakan.
Selama proses penelitian berlangsung, peneliti dapat melihat
bagaimana perkembangan siswa selama penerapan teknik bercerita
diterapkan melalui siklus-siklus yang telah direncanakan. Apabila
sudah diketahui letak keberhasilan dan hambatan dari tindakan yang
baru selesai yang dilaksanakan pada satu siklus, peneliti (bersama guru
pengamat) menentukan rancangan untuk siklus kedua. Apakah peneliti
akan mengulangi kesuksesan untuk meyakinkaan atau menguatkan
hasil, atau akan memperbaiki langkah terhadap hambatan atau
kesulitan selama proses belajar berlangsung. Untuk itu masih perlu
penelitian lebih lanjut.
2. Analisis data
Proses analisis data dilakukan dengan mengumpulkan seluruh data
yang diperoleh. Menurut Moleong Lexy proses analisis data dimulai
dengan menelaah seluruh data seluruh data yang tersedia dari sebagai
sumber, yaitu dari Observasi, pengamatan, catatan lapangan.
Langkah terakhir dalam menganalisis data, yaitu mengadakan
pemeriksaan keabsahan data. Data yang telah dikumpulkan perlu
dianalisis, sehingga data tersebut mempunyai makna untuk menjawab
masalah dan dapat menguji pertanyaan penelitian.
52
BAB IV
DESKRIPSI, ANALISA DATA, INTERPRETASI HASIL
ANALISIS, DAN PEMBAHASAN
A. Paparan data
1. Penelitian pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilaksanakan selama tiga kali pertemuan,
yaitu pada tanggal 7, 13, dan 18 0ktober 2010. Yang di lakukan untuk
mengetahui aktivitas siswa selama mengikuti pelajaran. Penelitian ini
dilakukan tiga kali tatap muka, penelitian pendahuluan ini tidak
melibatkan observer. Berikut hasil penelitian pendahuluan:
a. Masih banyaknya siswa yang tidak siap untuk belajar, karena
masih banyaknya siswayang berkeliaran di luar kelas ketika bel
masuk berbunyi.
b. Guru berada di kelas ketika semua siswa sudah berada di kelas.
Pada saat pelajaran dimulai masih banyak siswa yang belum
bersiap siap untuk belajar, yaitu masih banyak siswa yang
mengobrol dan belum siap mendengarkan guru, tetapi ada juga
sebagian siswa yang sudah siap untuk belajar. Akhirnya gurupun
menginstruksikan kepada siswa untuk bersiap-siap dan
berkonsentrasi untuk belajar dan menyiapkan segala peralatan
untuk belajar.
c. Guru memberikan kepada siswa untuk betanya tentang materi yang
telah dibahas. Ada beberapa siswa yang belum paham dengan
materi tersebut dan siswa kembali menjelaskannya.
d. Ketika guru memulai dengan pelajaran baru, masih terdapat siswa
yang tidak memperhatikan guru, masih ada yang mengobrol dan
ada yang diam saja.
e. Proses pembelajaran tidak berlangsung aktif, ini disebabkan siswa
tidak berperan aktif selam proses pembelajaran berlangsung.
52
53
Ketika guru memberikan soal kepada siswa, banyak siswa yang
keliru tentang jawaban, ada yang tidak mengerti apa yang
diperintahkan guru, ada yang tau jawabannya tetapi malu untuk
menjawabnya namun ada juga yang menjawab dari pertanyan yang
diberikan guru hal ini yang menyebabkan kurag interaktifnya guru
dan siswa dalam menjadikan kelas yang aktif.
f. Hasil belajar siswa yang masih rendah. Hal ini terlihat dari nilai
yang dilihat dari materi keterampilan berbicara siswa yang belum
mencapai KKM 65 yang telah ditetapkan dari sekolah.
g. Hasil belajar siswa rendah karena banyak siswa yang belum
mampu mengatur kata-kata, dalam berbicara dan banyak siswa
juga yang tidak berani, gugupsehingga banyak siswa yang
mencapai nilai 65 pada pelajaran bahasa Indonesia tentang
keterampilan berbicara siswa.
h. Masih banyak siswa juga yang belum mengerti tentang materi
tersebut karena siswa malu dan tidak percaya diri yang
mengakibatkan siswa tidak semangat untuk belajar dan
mencobanya.
Berikut hasil nilai keterampilan berbicara dalam pembelajaran
sehari-hari.
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Pretest
N0 Kelas interval Frekuensi Relatif
1 32-37 8 21,05
2 38-43 13 34,21
3 44-49 8 21,05
4 50-55 4 10,52
4 56-61 3 7,90
6 62-67 2 5,27
54
Dari hasil penelitian di atas, didapat bahwa hasil belajar bahasa Indonesia
dengan materi keterampilan berbicara masih rendah dengan rata rata 44,45,
median 37,5, modus 40, nilai minimum 32, dan nilai maksil\mum 67. Dari data
tersebut maka belum mencapai nilai KKM sekolah. Rendahnya siswa ini
disebabkan karena malu bertanya dan malu untuk mencoba dan kurangnya teknik
mengajar yang disampaikan guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia
khususnya materi keterampilan berbicara.
Beradasarkan penelitian tersebut, peneliti melakukan suatu tindakan untuk
untuk meningkatkan hasil belajar dengan kemampuan keterampilan berbicara
bahasa Indonesia melalui teknik bercerita. Penerapan teknik berceita ini akan
dilakukan pada penelitian siklus 1, yaitu pada tanggal 7-18 oktober 2010.
Diharapkan dengan penerapan teknik bercerita dapat meningkat hasil belajar
bahasa Indonesia dengan materi keterampilan berbicara bahasa Indonesia dan
mencapai nilai KKM yang diharapkan sekolah.
2. Siklus 1
a. Tahap perencanaan
Materi yang dibahas dalam siklus satu ini mengenai bagaimana cara
berbicara yang baik dan benar dan komponen apa saja yang mempengaruhi dalam
keterampilan berbicara bahasa Indonesia. Pembelajaran dilaksanakan pada siklus
1 yaitu dengan materi macam-macam keterampilan berbicara dan bagaimana cara
berbicara yang baik dan benar dengan pertemuan 3 kali pertemuan. Petemuan 1
dan 2 untuk materi dan tes kemampuan. Setelah siswa melakukan tes kemampuan
berbicara peneliti menerapkan teknik bercerita untuk mempermudah siswa agar
lebih terampil lagi dalam pembelajarannya. Pertemuan ke 3 untuk pembahasan
hasil tes kemudian peneliti menerangkan kembali materi yang sudah diberikan
kepada siswa, dan pertemuan ke 4, yaitu tes kemampuan akhir siklus 1 dengan
materi yang sudah diajarkan.
b. Tahap pelaksanaan.
Pada siklus 1 pelaksanaan dilakukan 3 kali pertemuan dengan materi tentang
macam- macam keterampilan berbicara dan bagaimana berbicara baik dan benar
55
Serta mempraktikan bagimana cara berbicara yang baik di depan audiens atau
teman-teman tersebut.
Adapun uraian proses pembelajaran keterampilan berbicara pada siklus 1
sebagai berikut.
1) Pertemuan pertama 19 Oktober 2010.
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajari dilakukan pada tanggal 19
Oktober 2010 dengan materi macam- macam keterampilan brbicara dan
bagaimana cara berbicara dengan baik dan benar. Kegiatan pembelajaran ini
dimulai jam pertama pada pukul 06.45 s.d. 08.05 WIB. Pada pertemuan ini siswa
hadir semua.
Pembelajaran ini dilakukan dengan pembelajaran yang menjelaskan dari
yang paling bawah bagimana cara menjadi pebicaran yang baik dan berbicara baik
dalam penyampaiannya dan cara pengaturan nafas dan peneliti terlibat lansung
untuk memperagakan bagimana cara berbicara dalam teknik bercerita sehingga
memudahkan siswa untuk lebih bersemangat dan meniru untuk mempraktikannya.
Peneliti dibantu oleh guru kelas selama proses pembelajaran berlangsung untuk
menilai peneliti selama mengajar di kelas dan membantu mengamati aktifias
siswa selama proses belajar berlangsung, yang tujuannya unntuk memberikan
perbaikan selama mengajar.
Materi awal, yaitu materi tentang keterampilan berbicara yang diajarkan
kepada siswa. Dalam pembelajarannya peneliti berperan langsung
mempraktikannya sehingga mempermudah siswa dalam mempelajarinya dan
memberikan motivasi bahwa berbicara itu seperti yang dicontohkan oleh peneliti
dan membuat siswa mempunyai keinginan dan punya gambaran dalam
keterampilan berbicara. Di sini siswa berperan aktif untuk menyebutkan hal apa
saja yang harus dipersiapkan dalam keterampilan berbicara kemudian peneliti
menjelaskan di depan kelas tentang materi bebicara. Setelah dijelaskan peneliti
meminta siswa mempraktikan keterampilan bebicara dengan teknik bercerita
berdasarkan pengalaman pribadi. Di sini siswa berperan aktif dalam mempelajari
materi keterampilan berbicara.
56
Penerapaan teknik bercerita dilakukan pada saat peneliti memberikan
latihan tes kemampuan untuk maju ke depan kelas setiap siswa, dan peneliti
memberikan waktu 10 menit untuk setiap siswa yang maju untuk melakukan tes
berbicara dengan teknik bercerita berdasarkan cerita atau pengalaman yang paling
bekesan dalam kehidupan sehari-hari. Setelah waktu selesai barulah peneliti
menyampaikan pesan- pesan dan memotivasi kepada siswa buntuk lebih giat lagi
dalam belajar dan penerapan teknik bercerita ini memudahkan siswa dalam
berbicara didepan kelas kepada temannya.
Peneliti mengamati selama penerapan teknik bercerita diterapkan kepada siswa.
2) Pertemuan ke 2, 21 Oktober
Kegiatan belajar mengajar pada pertemuan ke 2 ini dilaksanakan pada tanggal 21
Oktober 2010. Dimulai pada jam pertama jam 06.45-08.05 WIB. Yang dihadiri 38
siswa yang lainnya tidak hadir dikarenakan sakit. Pertemuan yang kedua ini
membahas tentang bagaimana berbicara dengan bahasa dan benar dan tahapan
tahapannya.
Pertemuan ini diawali dengan peneliti bertanya kembali kepada siswa
tentang materi yang belum dipahami dalam keterampilan berbicara yang telah
dibahas.
Pada pembelajaran ini peneliti mengunakan alat peraga dalam berbicara
yaitu alat rekaman hal ini menpermudah siswa dalam mengoreksi kemampuannya
sehingga menjadi acuan untuk lebih bagus lagi dalam keterampilan berbicara.
Sama halnya dalam pertemuan pertama seorang penelti meragakan kemudian
siswa mempraktikan kemampuannya lewat contoh yang telah diberikan dan
berperan aktif dalam pembelajaran keterampilan berbicara tersebut.
Peneliti kembali dibantu oleh guru (observer) untuk menilai peneliti
selama mengajar dan mengamati aktifitas siswa selama proses pembelajaran
berlangsug. Setelah siswa dapat memperagakan dan memahami materi tentang
berbicara maka peneliti kembali melanjutkan dan menjelaskan tentang
keterampilan berbicara dengan teknik bercerita itu.
Para siswa kembali memperhatikan peneliti menjelaskan materi tentang
keterampilan berbicara dengan teknik berceita, sebagian siswa ada yang sudah
57
paham dan ada juga yang belum mengerti dan berani untuk maju
mempraktikannya akan tetapi penelti terus mencoba memotivasi dan menjelaskan
sampai siswanya benar-benar paham dan berani.
Materi telah selesai dibahas maka peneliti kembali untuk memberikan
latihan tes kemampuan lagi kepada siswa untuk memperagakan kembali tentang
materi yang sudah dipelajari yaitu tentang keterampilan berbicara dengan teknik
berceita. Peneliti kembali memberikan waktu kepada siswa 10 menit untuk maju
tes kemampuan.
Teknik pembelajaran ini disukai oleh siswa karena mereka lebih terbantu
dalam berbicaranya, yaitu teknik bercerita yang diambil dari pengalaman yang
mereka lakukan sehari hari. Setelah selesai siswa memperaktikan atau melakukan
tesnya selesai, peneliti kembali memberikan motivasi dan memberikan arahan
kepada siswa untuk percaya pada kemampuan diri bahwa setiap orang past bisa
asal mau bersungguh-sungguh dan berani memperaktikannya.
3) Pertemuan ke 3, 25 Oktober
Pada tanggal 25 Oktober pertemuan terakhir siklus I, pada tahap akhir ini peneliti
berbicara kepada siswa untuk melakukan tes terakhir dan diharapkan kepada
seluruh siswa mampu dan memahami segala materi yang telah diajarkan sehingga
setiap siswa mampu berbicara dengan teknik bercerita dengan baik dan benar
mencapai nilai yang ditentukan sekolah.
Pada tes ini selain peneliti menugaskan kepada siswa untuk maju kedepan,
peneliti juga mengamati aktifitas siswa yang dibantu oleh guru (observer) dalam
menjalani tes siswa.
Berikut hasil observasi aktifitas siswa selama proses pembelajaran selama
siklus I.
58
B. HASIL DATA OBSERVASI
Hasil Observasi Aktivitas Siswa Selam Siklus 1
Tabel 2
No Aktivitas
Siswa
Banyaknya siswa yang
melakukan aktivitas
pertemuan pada siklus I
Total Rata-rata
persentase
1 2 3
1 Siswa berada
di kelas tepat
waktu
78% 82,9% 87,8% 248,7% 82,9%
2 Siswa bersiap
dan
berkonsentrasi
untuk belajar
73,2% 70,7% 90,2% 234,1% 78%
3 Guru
memberikan
kepada siswa
kesempatan
bertanya
tentang
pelajaran
yang telah
dibahasa
63,4% 70,7% 85,4% 219,5% 73,7%
59
4 Guru
memulai
pelajaran
baru
dan siswa
memperhati
kan guru
menerangkan
82,9% 80,4% 92,7% 256% 85,3%
5 Siswa
diberi
kesempatan
oleh guru
untuk
mencatat
materi
75,6% 78% 90% 243,6% 81,2%
6 Siswa
bertanya
kepada guru
21,9% 100% 36,6% 158,5% 52,8%
7 Siswa
memperagakan
pelajaran
tentang
keterampilan
berbicara
dengan tekik
bercerita
80,5% 87% 90% 258,4% 86,1%
60
8 Siswa aktif
dalam
peragaan
75,6% 78% 90% 243,8% 81,3%
9 Siswa
menyukai
teknik
bercerita
70,7% 80,5% 85,4% 236,6% 78,9%
10 Teknik
bercerita
membantu
siswa
dalam
materi
78% 87,8% 92,7% 258,5% 86,7%
11 Review
dibahas
bersama
75,6% 78% 87,9% 241,5% 80,5%
12 Siswa
diberikan
tugas
78% 68,10% 70,7% 216,8% 72,3%
13 Membahas
PR
82,9% 87,8% 90% 260,7% 86,9%
Jumlah 936,3% 1049,9% 1089,4% 3076,75% 1026,6%
Rata-rata 72,031% 80,76% 83,8% 236,66% 78,969%
61
Dari hasil pengamatan siswa, didapat 78%-82,9% siswa sudah berada
dalam kelas tepat waktu dan sudah siap untuk menerima pelajaraan. Untuk materi
yang diberikan guru, sebagian siswa mempehatikan guru, dan yang lainnya masih
asik dengan kesibukannya masing-masing. Penerapan teknik bercerita dilakukan
pada saat tes atau uji kemampuan yag diberikan oleh guru atau peneliti. Siswa pun
senang dengan penerapan teknik bercerita ini, karena siswa lebih terbantu dan
leluasa dalam pengucapannya, yaitu tentang keterampilan berbicara. Keterampilan
berbicara dengan menggunakan teknik bercerita ini siswa diharuskan
menggunakan bahasa yang baik, intonasi yang tepat, pelafalan dan ekspresinya.
Hal ini terlihat dari perolehan observasi siswa sebanyak 86,84%,
keterampilan bercerita ini sangat membantu siswa dalam keterampilan berbicara
selama belajar, keterampilan berbicara dengan mengunakan teknik bercerita siswa
lebih terbantu dan lancar dalam pengucapaanya khususnya dalam keterampilan
berbicara.
c. Tahap analisis
Tahap analisis diawali pada pertemuan pertama rabu 19 Oktober 2010.
Pada proses pembelajaran kali ini siswa hadir semua, maka materi langsung
diberikan kepada siswa dengan materi awal, yaitu mengenal macam-macam
keterampilan berbicara dan bagaimana berbicara dengan baik dan benar dalam
teknik bercerita. proses pembelajaran peneliti dibantu oleh observer, yaitu guru
kelas untuk menilai dan mengamati peneliti selama mengajar.
Setelah materi diberikan, peneliti memberitahukan kepada seluruh siswa
untuk mempelajari dan mengingat materi yang telah diberikan karena akan
diadakan tes atau uji kemampuan siswa. Setiap siswa memperaktikan kedepan
kelas satu persatu dengan materi yang telah diberikan, yaitu kemampuan
keterampilan berbicara dengan menggunakan teknik bercerita.
Penerapan teknik becerita ini dilakukan dengan siswa dalam keterampilan
berbicara, setiap siswa berbicara harus menggunakan teknik bercerita dengan baik
dalam bahasanaya, intonasi, pelafalan dan ekspresinya.
62
Selama tes uji kemampuan berlangsung setiap siswa yang lainnya
memperhatikan temannya masing-masing dan menunggu gilirannya untuk maju
ke depan kelas.
Pada pertemuan ke dua tanggal 21 Oktober 2010, pada kali ini siswa yang
tidak hadir ada 2 orang. Dikarenakan sakit. Sebelum memulai pelajaran baru,
peneliti kembali bertanya kepada siswa tentang materi yang sudah diberikan dan
dipelajari serta menanyakan kepada siswa hal apa yang belum dimengerti dan
dipahami dalam materi yang sudah diberikan kemudian peneliti kembali
membahas materi tersebut.
Selama pelaksanaan ada beberapa siswa yang masih bingung apa yang
harus dilakukan, oleh karena itu peneliti turut membantu siswa tersebut dengan
memberikan masukan-masukan dan arahan agar siswa tersebut termotivasi dan
berani untuk materi keterampilan berbicara ini.
Pembelajaran ini berakhir dengan pembahasan-pembahasan materi yang
telah diberikan kepada siswa kemudian peneliti kembali menanyakan materi yang
diberikan dan dipelajari. Pada pembelajaran terakhir ini juga peneliti kembali
memerintahkan kepada siswa untuk berlatih dan mengingat kembali materi yang
telah diberikan karena akan diadakan tes akhir siklus I.
Pada tanggal 25 oktober merupakan pertemuan terakhir pada siklus I.
peneliti dibantu observer melakukan tes akhir siklus I dengan melakukan tes
kemampuan siswa secara individu setiap siswa untuk maju kedepan kelas
memperaktikan atau meragakan bagaimana berbicara dengan mengunakan teknik
bercerita yang baik dan benar. Tes dilakukan pada jam pertama pukul 06.45-
08.05 WIB. Uji kemampuan yang diberikan siswa adalah tentang keterampilan
bericara sesuai dengan materi yang telah diberikan dan dibahas setiap pertemuan
pada siklus I.
63
Tabel 3
Distribusi frekuensi siklus I
No. Kelas interval Frekuensi relatif
1 50-53 7 18,4%
2 54-57 3 7,90%
3 58-61 7 18,4%
4 62-65 7 18,4%
5 66-69 5 13,2%
6 70-73 7 18,4%
7 74-77 2 5,3%
Jumlah 38 100
Berdasarakan hasil tes akhir silklus I, didapat hasil belajar siswa rata-rata
63,3, median 62, modus 50 dan 75 nilai minimum 50, nilai maksimum 70,
simpangan baku 271,35, varians 65 dan kemiringan –0,80. Dari tes akhir siklus I
siswa sudah mencapai nilai 6. dengan freuensi relative 47% pada interval 74-77,
dengan hasil ini yang didapat pada tablel ini, maka siklus I selesai, dan berlanjut
ke siklus II. Pada siklus II siswa diharapkan mendapat hasil nilai lebih besar dari
siklus I.
Setelah tes ini dilakukan maka peneliti melakukan kepada wawancara
kepada siswa yang berprestasi tinggi, sedang dan rendah sebanyak 4 orang.
Dengan wawancara ini diharapkan diharapkan peneliti akan mendapatkan
informasi tentang kualitas pembelajaran keterampilan berbicara bahas Indonesia
tentang teknik bercerita.
d. Tahap refleksi.
Pada tahap refleksi siklus I ini masih ditemukan siswa yang tidak aktif
mengikuti pelajaran, ketika diberikan pertanyaan masih banyak siswa yang tidak
berani untuk menjawab, malu bertanya, oleh karena itu disini peneliti lebih aktif
lagi untuk memperhatikan semua siswa agar terjalin interaksi antar guru dan
siswa.
64
Berdasarkan pengamatan selama siklus I berlangsung dan hasil evaluasi
tentang kemampuan berbicara dengan teknik bercerita, sudah mengalami
peningkatan. Namun. Peningkatan siswa belum mengamati peningkatan yang
tinggi. Masih ada siswa yang bernilai rendah untuk mencapai nilai sesuai dengan
KKM yang ditetapkan di sekolah hanya 7 oarang saja dari 38 orang yang lulus.
Pada siklus II peneliti harus lebih serius dan memperhatikan siswa serta dapat
menguasai ruangan kelas agar terjalin interaksi antara guru dan siswa serta dapat
mencapai nilai sesuai dengan KKM yang ditetapkan di sekolah.
Siklus II
a. Tahap perencanaan
Pada siklusI telah dijelaskan tentang bagaimana cara berbicara yang baik
dan benar dan komponen apa saja yang mempengaruhi dalam keterampilan
berbicara bahasa Indonesia. Maka pada siklus dua ini akan dipelajari faktor apa
saja yang mempengaruhi keterampilan berbicara dan hambatan-hambatan dalam
berbicara pada pembeajaran kali ini siswa duduk berubah posisi yaitu pada tempat
duduknya.
b. tahap pelaksanaan.
Pada siklus II pelaksanaan dilakukan 3 kali pertemuan dengan materi tentang
faktor-faktor penunjang dalam keterampilan berbicara dan faktor pengambat
dalam keterampilan berbicara serta penunjang dalam keterampilan berbicara.
Adapun uraian proses pembelajaran keterampilan berbicara pada siklus II
sebagai berikut.
1. Pertemuan pertama 10 November 2010.
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar ini dilakukan pada tanggal 10
November 2010 dengan materi faktor-faktor penunjang dalam keterampilan
berbicara dan faktor penghambat dalam keterampilan berbicara.
Kegiatan pembelajaran ini dimulai jam pertama pada pukul 06.45 s.d. 08.05 WIB.
Pada pertemuan ini 2 siswa tidak hadir karena sakit.
Pembelajaran ini dilakukan dengan pembelajaran yang menjelaskan dari
yang paling bawah yaitu faktor yang menunjang serta penghambat dalam
65
berbicara sehingga siswa mengetahui dan bisa mempraktikannya dengan benar
sesuai dengan pembelajaran yang diajarkannya.
Peneliti dibantu oleh guru kelas selama proses pembelajaran berlangsung untuk
menilai peneliti selama mengajar dikelas dan membantu mengamati aktifias
siswa selama proses belajar berlangsung, yang tujuannya unntuk memberikan
perbaikan selama mengajar.
Materi awal yaitu materi tentang faktor apa saja sebagai penunjang
keterampilan berbicara diajarkan kepada siswa. Dalam pembelajarannya peneliti
berperan lansung menjelaskannya sehingga mempermudah siswa lebih mengerti
dan paham dalam mempelajarinya dan memberikan motivasi bahwa hambatan
dalam berbicara dan penunjnag dalam berbicara itu seperti yang dicontohkan oleh
peneliti dan membuat siswa menginginkan dan punya gambaran dalam
keterampilan berbicara. Di sini siswa berperan aktif untuk menyebutkan hak apa
saja yang harus dipersiapkan dalam keterampilan berbicara, kemudian peneliti
menjelaskan didepan kelas tentang materi bebicara. Setelah dijeaskan peneliti
meminta siswa memperaktikan keterampilan bebicara dengan teknik bercerita
berdasarkan pengalaman pribadi. Disini siswa berperan aktif dalam mempelajari
materi keterampilan berbicara.
Penerapan teknik bercerita dilakukan pada saat peneliti memberikan
latihan tes kemampuan untuk maju kedepan kelas setiap siswa, dan peneliti
memberikan waktu 10 menit untuk setiap siswa yang maju untuk melakukan tes
berbicara dengan teknik bercerita berdasarkan cerita atau pengalaman yang paling
bekesan dalam kehidupan sehari-hari. Setelah waktu selesai barulah penelti
menyampaikan pesan- pesan dan memotivasi kepada siswa untuk lebih giat lagi
dalam belajar dan penerapan teknik bercerita ini memudahkan siswa dalam
berbicara di depan kelas kepada temannya.
Peneliti mengamati selama penerapan teknik bercerita diterapkan kepada siswa.
2. Pertemuan ke dua 14 November 2010
Kegiatan belajar mengajar pada pertemuan ke dua ini dilaksanakan pada tanggal
14 November 2010. Dimulai pada jam pertama jam 06.45-08.05 WIB. Yang
66
dihadiri 38 siswa yang lainnya tidak hadir dikarenakan sakit. Pertemuan yang
kedua ini membahas tentang bercerita dengan baik dalam keterampilan berbicara.
Pertemuan ini diawali dengan peneliti bertanya kembali kepada siswa
tentang materi yang belum dipahami dalm keterampilan berbicara yang telah
dibahas.
Pada pembelajaran ini peneliti mengunakan alat peraga dalam berbicara,
yaitu alat rekaman. Hal ini mempermudah siswa dalam mengoreksi
kemampuannya sehingga menjadi acuan untuk lebih bagus lagi dalam
keterampilan berbicara. Sama halnya dalam pertemuan pertama seorang penelti
meragakan kemudian siswa memperaktiakan kemampuannya lewat contoh yang
telah diberikan dan berperan aktif dalam pembelajaran keterampilan berbicara
tersebut.
Peneliti kembali dibantu oleh guru (observer) untuk menilai peneliti
selama mengajar dan mengamati aktifitas siswa selama proses
pembelajaranberlangsug. Setelah siswa dapat memperagakan dengan memahami
materi tentang berbicara maka peneliti kembali melanjutkan dan menjelaskan
tentang keterampilan berbicara dengan teknik bercerita itu.
Para siswa kembali memperhatikan peneliti menjelaskan materi tentang
keterampilan berbicara dengan teknik berceita , sebagian siswa ada yang sudah
paham dan ada juga yang belum mengerti dan berani untuk maju mempraktiaknya
akan tetapi peneliti terus mencoba memotivasi dan menjelaskan sampai siswanya
benar-benar paham dan berani.
Materi telah selesai dibahas maka peneliti kembali untuk memberikan
latihan tes kemampuan lagi kepada siswa untuk memperagakan kembali tentang
materi yang sudah dipelajari, yaitu tentang keterampilan berbicara dengan teknik
bercerita. Peneliti kembali memberikan waktu kepada siswa 10 nit untuk maju tes
kemampuan.
Teknik pembelajaran ini disukai oleh siswa karena mereka lebih terbantu
dalm berbicaranya yaitu teknik bercerita yang diambil dari pengalaman yang
mereka lakukan sehari hari. Setelah selesai siswa memperaktikan atau melakukan
tesnya selesai, peneliti kembali memberikan motivasi dan memberikan arahan
67
kepada siswa untuk percaya pada kemampuan diri bahwa setiap orang pasti bisa
asal mau bersungguh-sunguh dan berani memperaktiaknnya.
3. Pertemuan ke tiga 18 November 2010
Pada tanggal 18 November pertemuan terakhir siklus II, pada tahap akhir ini
peneliti berbicara kepada siswa untuk melakukan tes terakhir dan diharapkan
kepada seluruh siswa mampu dan memahami segala materi yang telah diajarkan
sehingga setiap siswa mampu berbicara dengan teknik bercerita dengan baik dan
benar mencapai nilai yang ditentukan sekolah.
Pada tes ini selain peneliti menugaskan kepada siswa untuk maju kedepan,
peneleliti juga mengamati aktifitas siswa yang dibantu oleh guru (observer) dalam
menjalani tes siswa.
Berikut hasil observer aktifitas siswa selama proses pembelajaran selam
suiklus II
Tabel 4
Hasil Observasi Aktivitas Siswa Selama Siklus II
No Aktivitas
Siswa
Banyaknya siswa yang
melakukan aktivitas
pertemuan pada siklus II
Total Rata-rata
persentase
1 2 3
1 Siswa berada
di kelas tepat
waktu
85,4%
87,8% 90% 263,2% 87,7%
2 Siswa bersiap
dan
berkonsentrasi
untuk belajar
78% 73,2% 87,8% 239% 79,7%
3 Guru 68,10% 78% 87,8% 233,9% 77,10%
68
memberikan
kepada siswa
kesempatan
bertanya
tentang
pelajaran
yang telah
dibahasa
4 Guru
memulai
pelajaran
baru
dan siswa
memperhati
kan guru
menerangkan
87,8% 85,4% 95,1% 268% 89,4%
5 Siswa
diberi
kesempatan
oleh guru
untuk
mencatat
materi
90,2%
80,5% 92,7% 263,4% 87,8%
6 Siswa
bertanya
kepada guru
26,8%
34,1% 41,5% 102,4% 34,1%
69
7 Siswa
memperagakan
pelajaran
tentang
keterampilan
berbicara
dengan tekik
bercerita
85,4% 90% 95,1% 270,5% 90,2%
8 Siswa aktif
dalam
peragaan
80,5%
82,9% 87,8% 251,2% 83,7%
9 Siswa
menyukai
teknik
bercerita
75,6% 87,8% 92,7% 256,1% 85,4%
10 Teknik
bercerita
membantu
siswa
dalam
materi
90,2% 90% 95,1% 275,3% 91,8%
11 Review
dibahas
bersama
75,6% 80,5% 90% 246,1% 82%
12 Siswa 90,2% 73,2% 78% 241,4% 80,5%
70
diberikan
tugas
13 Membahas
PR
90% 92,7% 95,1% 277,8% 92,6%
Jumlah 1023,8% 1036,1% 1128,7% 3188,6% 1027,9%
Rata-rata 78,75% 79,7% 86,8231% 245,271% 79,069%
Dari hasil pengamatan siswa, didapat 85,4% siswa sudah berada dalam
kelas tepat waktu dan sudah siap untuk menerima pelajaraan. Untuk materi ynag
diberikan guru, sebagian siswa mempehatikan guru, dan yang lainnya masih asik
dengan kesibukannya masing-masing. Penerapan teknik bercerita dilakukan pada
saat tes atau uji kemamapuan yag diberikan oleh guru atau peneliti. Siswa pun
senag dengan penerapan teknik bercerita ini, karena siswa lebih terbantu dan
leluasa dalam pengncapaannya yaitu tentang keterampilan berbicara.
Keterampilan berbicara dengan menggunakan teknik bercerita ini siswa
diharuskan menggunakan bahasa yang baik, intonasi yang tepat, pelafalan dan
ekspresinya. Hal ini terlihat dari perolehan observasi siswa sebanyak 86,84%,
keterampilan bercerita ini sangat membantu siswa dalam keterampilan berbicra
selama belajar, keterampilan berbicara dengan mengunakan teknik bercerita siswa
lebih terbantu dan lancar dalam pengucapaanya khususnya dalam ketrampilan
berbicara.
c. Tahap analisis
Tahap analisis diawali pada pertemuan pertama 10 Novemberr 2010. Pada
proses pembelajaran kali ini siswa hadir semua, maka materi langsung diberikan
kepada siswa dengan materi awal yaitu mengenal macam-macam keterampilan
berbicara dan bagaiman aberbicara dengan baik dan benar dalam teknik
bercerita.;proses pembelajaran peneliti dibantu oleh observer yaitu guru kelas
untuk menilai dan mengamati peneliti selama mengajar.
71
Setelah materi diberikan, peneliti memberitahukan kepada seluruh siswa
untuk mempelajari dan mengingat materi yang telah diberikan karena akan
diadakan tes atau uji kemampuan siswa. Setiap siswa mempraktikkan ke depan
kelas satu persatu dengan materi yang telah diberikan yaitu kemampuan
keterampilan berbicara dengan menggunakan teknik bercerita.
Penerapan teknik becerita ini dilakukan dengan siswa dalam keterampilan
berbicara, setiap siswa berbicara harus menggunakan teknik bercerita dengan baik
dalam bahasanaya, intonasi, pelafalan dan ekspresinya.
Selama tes uji kemampuan berlangsung setiap siswa yang lainnya
memperhatikan temannya masing-masing dan menunggu gilirannya untuk maju
ke depan kelas.
Pada pertemuan ke dua tanggal 14 November 2010, pada kali ini siswa
yang tidak hadir ada 2 orang. Dikarenakan sakit. Sebelum memulai pelajaran
baru, peneliti kembali bertanya kepada siswa tentang materi yang sudah diberikan
dan dipelajari serta menanyakan kepada siswa hal apa yang belum dimengerti dan
dipahami dalam materi yang sudah diberikan kemudian peneliti kembali
membahas materi tersebut.
Selama pelaksanaan ada beberapa siswa yang masih bingung apa yang
harus dilakukan, oleh karena itu peneliti turut membantu siswa tersebut dengan
memberikan masukan-masukan dan arahan agar siswa tersebut termotivasi dan
berani untuk materi keterampilan berbicara ini.
Pembelajaran ini berakhir dengan pembahasan-pembahasan materi yang
telah diberikan kepada siswa kemudian peneliti kembali menyanyakan materi
yang diberikan dan dipelajari. Pada pembelajaran terakhir ini juga peneliti
kembali memerintahkan kepada siswa untuk berlatih dan mengingat kembali
materi yang telah diberikan karena akan diadakan tes akhir siklus II.
Pada tanggal 18 November merupakan pertemuan terakhir pada siklus II.
peneliti dibantu observer melakukan tes akhir siklus I dengan melakukan tes
kemampuan siswa secara individu setiap siswa untuk maju kedepan kelas
memperaktikan atau meragakan bagaiman berbicara dengan mengunakan teknik
bercerita yang baik dan benar. Tes dilakukan pada jam pertama pukul 06.45-
72
08.05 WIB. Uji kemampuan yang diberikan siswa adalah tentang keterampilan
bericara sesuai dengan materi yang telah diberikan dan dibahas setiapertemuan
pada siklus II.
Tabel 5
Distribusi Frekuensi Siklus II
No. Kelas interval Frekuensi Relatif
1 60-63 7 18,4%
2 64-68 3 7,90%
3 69-72 7 18,4%
4 73-76 7 18,4%
5 77-81 5 13,2%
6 82-85 7 18,4%
Jumlah 38 100
Berdasarkan hasil tes akhir silklus II, didapat hasil belajar siswa rata-rata
73,85, median 75,5, modus 75,5 dan 75,5 nilai minimum 60, nilai maksimum 85,
simpangan baku 357,04, varians 56,77 dan kemiringan 0,85. Dari tes akhir siklus
II siswa sudah mencapai nilai> 6 dengan freuensi relative 23,68%. Dengan hasil
ini siklus II selesai.
Setelah tes ini dilakukan maka peneliti melakukan kepada wawancara
kepada siswa yang berprestasi tinggi, sedang dan rendah sebanyak 4 orang.
Dengan wawancara ini diharapkan diharapkan peneliti akan mendapatkan
informasi tentang kualitas pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Indonesia
tentang teknik bercerita.
Pada tanggal 20 November pada pertemuan ini peneliti dibantu oleh
observer melakukan post test pada siklus II yaitu kembali memperagakan
kemampuan berbicara dengan teknik bercerita didepan kelas. Tes ini dihadiri 38
orang.
Berikut hasil post test siklus II pada table distibusi frekuensi dan dapat
dilihat pada table berikut ini:
73
Tabel 6
Distribusi Frekuensi Nilai Post Test
No. Kelas interval Frekuensi relatif
1 55-60 2 5,27
2 61-65 3 7,89
3 66-70 4 10,53
4 71-75 5 13,16
5 76-80 7 18,42
6 81-85 10 26,31
8 86-90 7 18,42
Jumlah 38 100
Berdasarkan hasil post test didapat bahwa hasil tes tentang keterampilan
berbicra anak dengan teknik bercerita memilki nilai rata-rata 77,15, median70,5,
modus 80,5, nilai minimum58, nilai maksimum 90,4 varians 56,77,
d. Tahap refleksi.
Pada tahap refleksi siklus II ini siswa sudah mengalami peningkatan hasil
belajar yang optimal, karena sudah memenuhi standar KKM sekolah yaitu nilai
73,83. mengikuti pelajaran, ketika diberikan pertanyaan masih banyak siswa yang
tidak berani untuk menjawab, malu bertanya, oleh karena itu disini peneliti lebih
aktif lagi untuk memperhatikan semua siswa agar terjalin interaksi antar guru dan
siswa.
Berdasarkan pengamatan selama siklus I berlangsung dan hasil evaluasi
tentang kemampuan berbicara dengan teknik bercerita, sudah mengalami
peningkatan. Namun. Peningkatan siswa belum mengamati peningkatan yang
tinggi. Masih ada siswa yang bernilai rendah untuk mencapai nilai sesuai dengan
KKM yang ditetapkan di sekolah hanya 7 oarang saja dari 38 orang yang lulus.
Pada siklus II peneliti harus lebih serius dan memperhatikan siswa serta dapat
menguasai ruangan kelas agar terjalin interaksi antara guru dan siswa serta dapat
mencapai nilai sesuai dengan KKM yang ditetapkan di sekolah.
74
Berikut rekapitulasi hasil belajar keterampilan berbicara Bahasa Indonesia
melalui teknik bercerita pada pretest, siklus I, siklus II, dan posttest.
Tabel 7
Rekapitlasi Hasil Belajar Keterampilan Berbicara Bahasa Indonesia
Statistik Pretest Siklus I Siklus II Post test
N 38 38 38 38
Minimum 32 50 55 60
Maksimum 67 70 85 90
Mean 50,5 58,5 73,85 77,15
Modus 40,5 50 dan 75 79,0 83
C. Pemeriksaan Keabsahan Data
Pada penelitian ini untuk memerika keabsahan data peneliti
menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi adalah teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain.
Adapun empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang
memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori.
Dalam hal ini peneliti menggunakan triangulasi pemeriksaan data
dengan sumber lainnya.
Sumber data ini diambil dari sumber data hasil observasi dan
wawancara.
Berikut perolehan data serta pemeriksaan keabsahan data:
1) Data hasil observasi
Dari observasi diperoleh data bahwa kelas VIII mengalami
peningkatan sebesar 78%, Mereka lebih terbantu dengan
menggunakan teknik bercerita. Peningkatan pun terjadi sebesar
95,1% setelah pelaksanaan kegiatan berbicaranya menggunakan
teknik bercerita.
75
Hal ini memberi dampak postif bagi siswa dan guru, yaitu
hasil belajar keterampilan berbicara dengan teknik bercerita
meningkat dengan pencapaian nilai sesuai KKM sekolah yaiti 65.
B. Analisis Data
Berikut hasil proses pembelajaran keterampilan berbicara Bahasa
Indonesia melalui teknik bercerita:
1. Siklus I
Pada siklus satu ini materi yang diberikan yaitu tentang
bagaimana berbicara berbicara baik dan benar dan komponen apa
saja yang mempengaruhi dalam keterampilan berbicara Bahasa
Indonesia, berdasarkan hasil observasi didapat sebanyak 78%
siswa bersiap untuk belajar, Dari hasil tes pada siklus I terlihat
sebanyak 18,42% siswa mendapat nilai terendah 50-53, dan nilai
tertinggi 74-75 nilai tertinggi sebanyak 5,26%.
2. Siklus II
Pada siklus II ini, materi yang diberikan adalah faktor-faktor
penunjang dalam keterampilan berbicara dan factor penghambat,
berdasarkan hasil observasi siswa sudah siap untuk belajar hal ini
diperoleh dari hasil observasi sebanyak 87, 7%. Untuk hasil tes
pada siklus II mengalami peningkatan hal ini terihat dari hasil
persentase sebanyak 18,43% untuk nilai tertinggi 82-85 dan nilai
terendah 60-63 sebanyak 15,78%. Oleh karena itu hasil belajar
pada siklus II telah mencapai KKM sekolah yaitu 65, maka
penelitin pun dihentikan.
C. Intervensi Data
Dapat diketahui dari beberapa data diatas dalam keteramplan
berbicara bahasa Indonesia dengan teknik bercerita dapat
meningkat. Pada saat pree test nilai rata-rata sebesar 40,5,
sedangkan pada saat post test diperoleh rata-rata sebesar 77,15, hal
ini meningkat sebanyak 36,65 poin. Demikian pula pada siklus I
76
rata-rata diperoleh sebesar 63,3, sedangkan pada siklus II diperoleh
rata-rata sebesar 73,58 hal ini meningkat sebanyak 15,08 poin.
Pada pree test nilai minimal 32 dan pada post tes nilai minimal
didapat 60, hal ini mengalami peningkatan sebanyak 28 poin.
Begitu pula pada siklus I nilai minimum yang diperoleh 50 dan
pada siklus II diperoleh 55, hal ini mengalami peningkatan 5 poin.
Demikian pula hal yang didapat pada nilai maksimum pada nilai
pree test 67 dan pada post test 90, selain itu pada siklus I nilai
maksimum diperoleh 77 dan siklus II 85.
Hasil belajar diatas membuktikan bahwa hasil penelitian
kualitas pembelajaran keterampilan berbicara Bahasa Indonesia
dengan teknik bercerita berpengaruh besar pada siswa, oleh karena
itu slah satu teknik bercerita dalam mengajar keterampilan
berbicara Bahasa Indonesia dapat merangsan sisa lebih termotivasi
dan mudah selam proses belajar mengajar disekolah. Dengan
demikian dapat dikatakan pembelajaran keterampilan berbicara
dengan teknik bercerita dapat meningkat.
77
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan paparan data dan serangkaian penelitian, maka kesimpulan
yang dapat diambil sebagai berikut:
Penelitian tentang peningkatan keterampilan berbicara bahasa Indonesia
melalui teknik bercerita meningkat dari hasil belajar siswa, hal ini dilihat dari
hasil rata-rata tes keterampilan berbicara pada pretes sebesar 50,5. Pada siklus I
nilai rata-rata siswa meningkat sebesar 73,85 dan nilai pos tes siswa rata-rata
sebesar 77,15. Hasil belajar pada siklus II ini sudah mencapai kriteria
ketentuan belajar yang sudah ditentukan sekolah. Dengan demikian
peningkatan kualitas keterampilan berbicara bahasa Indonesia melalui teknik
bercerita dapat meningkat sesuai dengan KKM 65 yang telah ditentukan
sekolah.
B. SARAN
Dari kesimpulan yang telah dipaparkan maka dianjurkan beberapa saran yang
perlu disampaikan sebagai berikut:
1. Pembelajaran Bahasa Indonesia perlu ditingkatkan khususnya dalam materi
keterampilan berbicara dalam bahasa baik dan benar, sehingga menciptakan
proses pembelajaran dan interaksi yang baik dan benar.
2. Untuk guru, Dengan adanya penelitian ini secara bertahap guru dapat
mengetahui strategi pembelajaran yang bervariasi dan meningkatkan sistem
pembelajaran di kelas.
3. Untuk peneliti, menambah wawasan pengetahuan tentang masalah-masalah
dan hal-hal yang berkaitan dengan keterampilan berbicra.
4. Untuk Sekolah, khususnya SMPN 13 Tangerang Selatan, hasil penelitian ini
dapat memberikan sumbangan yang positif dalam pembelajaran bahasa
Indonesia khususnya materi keterampilan berbicara sehingga dapat
meningkatkan hasil belajar Bahasa In donesia.
77
78
5. Untuk pembaca, adanya penelitian ini diharapkan menjadi suatu kajian yang
menarik yang perlu diteliti lebih lanjut dan mendalam.
6. Sebagai seorang peneliti diharapkan seluruh siswa agar senantiasa
membiasakan diri berbicara dengan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
79
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, dkk., Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Bumi Aksara, 2008, Cet. ke-7
Arsad, Maidar G. dan Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia, (Jakarta: Erlangga, 1988).
Azhari, Akyas, Psikologi Umum dan Perkembangan, (Bandung: PT. Teraju,
2004).
Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003), Cet. Ke-3
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), Cet. Ke-2
http://www.mcps.k12.md.us/faktorpenunjangberbicara/language /instr/inq3level, diaksess.htm, diakses pada 7 Oktober 2010. Pukul 13.30 WIB.
Iska, Zikri Neni, Psikologi Pengantar, pemahaman diri dan Lingkungan, Jakarta: Izi brother, 2006
Iskandarwassid dan Dadang Suhendar, Strategi Pembelajaran Bahasa, (Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2008). King, Larry, Seni Berbicara, Jakarta: PT. Gramedia, 2009, Cet. Ke-6
Mear, A. G., The Handbook Of Public Speaking, (Milestone: Publising House, 2009).
Muflih, Muhamad, Menjadi Orator Ulung, (jakarta: Grasido, 2006).
Osborne, John W., Kiat Berbicara di Depan Umum Untuk Eksekutif, (Jakarta: PT. Bumi Akasara, 2000).
Sabri, Alisuf, Psikologi Pendidikan berdasarkan Kurikulum Nasional, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996).
79
80
Sahara, Siti, dkk., Keterampilan Berbahasa Indonesia, (Jakarta: FITK UIN, 2009).
Sahertian, Piet. A, Prinsip dan Teknik Supervisi Pendidikan, Surabaya: PT. Usaha
Nasional, 1981 Sambangsari, Sumbi, Kumpulan Cerita Rakyat Nusantara, Jakarta: PT. Ciganjur,
2009 Shaleh, Abdul Rahman, Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam,
Jakarta: Kencan, 2008.
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003).
Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2009.
Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997).
Tarigan, Henry Guntur, Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa,
(Bandung: Angkasa, 2005).
81
LAMPIRAN
D. Deskripsi dan Analisis Data Hasil pretest dan posttest Keterampilan Berbicara
Tabel
Data Hasil Pretest Menulis Puisi Siswa Kelas VII SMP Negeri 13 Tangerang
Selatan
Nama :
Nomor absen :
Kelas :
No. Aspek yang Dinilai Bobot Akala Skor Skor
Maksimal
Skor
Siswa 1 2 3 4
1.
2.
3.
4.
5.
25
25
25
25
25
√
√
√
√ 100
100
100
100
100
Total
82
Nama :
Nomor absen :
Kelas :
No. Aspek yang Dinilai Bobot Akala Skor Skor
Maksimal
Skor
Siswa 1 2 3 4
1.
2.
3.
4.
5.
25
25
25
25
25
√
√
√
√ 100
100
100
100
100
Total
Nama :
Nomor absen :
Kelas :
No. Aspek yang Dinilai Bobot Akala Skor Skor
Maksimal
Skor
Siswa 1 2 3 4
1.
2.
3.
4.
5.
25
25
25
25
25
√
√
√
√ 100
100
100
100
100
Total
83
Tabel
Data Hasil Pretest Keterampilan Berbicara Melalui Teknik Bercerita
Siswa Kelas VII SMP Negeri 13 Tangerang Selatan
No.
Nama
Aspek Penilaian Skor
Total
Nilai
1 2 3 4 5
1.
2.
84
Jumlah
Rata-rata
85
Varians = . . ² ( . )²( )
= ( , ) ( ) ( )
= =
= 65,04
86
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Nama Sekolah :
87
Perhitungan Distribusi Frekuensi Hasil Tes Akhir Siklus I
50, 50, 50, 50, 50, 53, 53, 54, 54, 54, 58, 58, 58, 58, 60,60, 60, 62,62, 62, 65, 65,
65, 65, 67, 67, 68, 68, 68, 70, 70, 70, 70, 70, 72, 72, 75, 75.
Langkah-langkah yang diperlukan dalam distribusi frekuensi adalah.
A. Menghitung Rentng Kelas = Nilai Tertinggi - Nilai Terendah
= 77 - 50
= 25
B. Menentukan Kelas Interval = 75
7
= 3,57
C. Menghitung panjang Kelas = R = 25 = 3,57
K 7
D. Tabel Distribusi Frekuensi
No.
Kelas Interval
fi Xi fi.Xi Xi² fi.Xi² Xi-X (Xi-X)² Fi(Xi.X)
1. 50-53 7 51,5 360,5 2652,25 18565,75 -11,8 139,24 974,68
2. 54-57 3 55,5 166,5 3080,25 9240,75 -7,8 60,85 182,55
3. 58-61 7 59,5 416,5 3540,25 24781,75 -3,8 14,44 101,08
4. 62-65 7 65,5 458,5 4290,25 30031,75 2,2 12,25 85,25
5. 66-69 5 67,5 337,5 4556,25 22781,25 4,2 4,84 24,20
6. 70-73 7 73,5 514,5 5402,25 37815,75 10,2 104,04 728,28
7. 74-77 2 75,5 151 5700,25 11400,50 12,2 148,84 297,68
Jumlah 38 2405 154617,50 484,50 297,68
88
E. Menentukan nilai rataan
(푋) =훴푓푥훴푓
=2405
38= 63,3
F. Modus adalah nilai yang sering munculnya yaitu %0 dan 70
F. Varians
Varians = . . ² ( . )²( )
= ( , ) ( ) ( )
= =
= 65,04
G. Standar Deviasi (SD)
= 65,04 = 8,1%
89
Perhitungan Distribusi Frekuensi Hasil Tes Akhir Siklus II
60, 60, 60, 63, 62, 62, 65, 65, 65, 68, 70, 70, 70, 72, 73,73, 73, 75,75, 75, 75, 75,
77, 77, 78, 78, 78, 80, 80, 80, 80, 83, 83, 85, 85, 85, 85.
Langkah-langkah yang diperlukan dalam distribusi frekuensi adalah.
A. Menghitung Rentng Kelas = Nilai Tertinggi - Nilai Terendah
= 85 - 60
= 25
B. Menentukan Kelas Interval = 85
7
= 3,57
C. Menghitung panjang Kelas = R = 25 = 3,57
K 7
D. Tabel Distribusi Frekuensi
No.
Kelas Interval
fi Xi fi.Xi Xi² fi.Xi² Xi-X (Xi-X)² Fi(Xi.X)
1. 50-53 7 51,5 360,5 2652,25 18565,75 -11,8 139,24 974,68
2. 54-57 3 55,5 166,5 3080,25 9240,75 -7,8 60,85 182,55
3. 58-61 7 59,5 416,5 3540,25 24781,75 -3,8 14,44 101,08
4. 62-65 7 65,5 458,5 4290,25 30031,75 2,2 12,25 85,25
5. 66-69 5 67,5 337,5 4556,25 22781,25 4,2 4,84 24,20
6. 70-73 7 73,5 514,5 5402,25 37815,75 10,2 104,04 728,28
7. 74-77 2 75,5 151 5700,25 11400,50 12,2 148,84 297,68
Jumlah 38 2405 154617,50 484,50 297,68
90
E. Menentukan nilai rataan
(푋) =훴푓푥훴푓
=2405
38= 63,3
F. Varians
Varians = . . ² ( . )²( )
= ( , ) ( ) ( )
= =
= 65,04
G. Standar Deviasi (SD)
= 65,04 = 8,1%
91
Perhitungan Distribusi Frekuensi Posttest
50, 50, 50, 50, 50, 53, 53, 54, 54, 54, 58, 58, 58, 58, 60,60, 60, 62,62, 62, 65, 65,
65, 65, 67, 67, 68, 68, 68, 70, 70, 70, 70, 70, 72, 72, 75, 75.
Langkah-langkah yang diperlukan dalam distribusi frekuensi adalah.
A. Menghitung Rentng Kelas = Nilai Tertinggi - Nilai Terendah
= 77 - 50
= 25
B. Menentukan Kelas Interval = 75
7
= 3,57
C. Menghitung panjang Kelas = R = 25 = 3,57
K 7
D. Tabel Distribusi Frekuensi
No.
Kelas Interval
fi Xi fi.Xi Xi² fi.Xi² Xi-X (Xi-X)² Fi(Xi.X)
1. 50-53 7 51,5 360,5 2652,25 18565,75 -11,8 139,24 974,68
2. 54-57 3 55,5 166,5 3080,25 9240,75 -7,8 60,85 182,55
3. 58-61 7 59,5 416,5 3540,25 24781,75 -3,8 14,44 101,08
4. 62-65 7 65,5 458,5 4290,25 30031,75 2,2 12,25 85,25
5. 66-69 5 67,5 337,5 4556,25 22781,25 4,2 4,84 24,20
6. 70-73 7 73,5 514,5 5402,25 37815,75 10,2 104,04 728,28
7. 74-77 2 75,5 151 5700,25 11400,50 12,2 148,84 297,68
Jumlah 38 2405 154617,50 484,50 297,68
92
E. Menentukan nilai rataan
(푋) =훴푓푥훴푓
=2405
38= 63,3
F. Varians
Varians = . . ² ( . )²( )
= ( , ) ( ) ( )
= =
= 65,04
G. Standar Deviasi (SD)
= 65,04 = 8,1%
93
Data Hasil Siklus I Keterampilan Berbicara Bahasa Indonesia Melalui Teknik
Bercerita Kelas VIII SMPN 13 Tangerang Selatan
Nama : Adri Yulian Nomor Absen : 01
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 10
2. Lafal/vocal 20 10
3. Kelancaran 20 10
4. Gaya Bahasa 20 10
5. Ekspresi 20 10
Jumlah 100 50
Nama : Andika Firdaus Nomor Absen : 02
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 10
2. Lafal/vocal 20 10
3. Kelancaran 20 10
4. Gaya Bahasa 20 10
5. Ekspresi 20 10
Jumlah 100 50
Nama : Anggi Pratama Nomor Absen : 03
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 10
2. Lafal/vocal 20 10
3. Kelancaran 20 10
4. Gaya Bahasa 20 10
5. Ekspresi 20 10
Jumlah 100 50
94
Nama : Agus Pandepotan Nomor Absen : 04
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 10
2. Lafal/vokal 20 10
3. Kelancaran 20 10
4. Gaya Bahasa 20 10
5. Ekspresi 20 10
Jumlah 100 50
Nama : Andi Maulana Nomor Absen : 05
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 10
2. Lafal/vokal 20 10
3. Kelancaran 20 10
4. Gaya Bahasa 20 10
5. Ekspresi 20 10
Jumlah 100 50
Nama : Beni Chandra Nomor Absen : 06
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 10
2. Lafal/vokal 20 10
3. Kelancaran 20 10
4. Gaya Bahasa 20 10
5. Ekspresi 20 13
Jumlah 100 53
95
Nama : Daniel Nomor Absen :07
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 10
2. Lafal/vokal 20 10
3. Kelancaran 20 10
4. Gaya Bahasa 20 10
5. Ekspresi 20 13
Jumlah 100 53
Nama : Donna Isabella Nomor Absen : 08
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 10
2. Lafal/vokal 20 10
3. Kelancaran 20 10
4. Gaya Bahasa 20 12
5. Ekspresi 20 12
Jumlah 100 54
Nama : Fajar Abadi Nomor Absen : 09
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 10
2. Lafal/vokal 20 10
3. Kelancaran 20 10
4. Gaya Bahasa 20 15
5. Ekspresi 20 9
Jumlah 100 54
96
Nama : Fauzan Nomor Absen : 10
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 10
2. Lafal/vokal 20 10
3. Kelancaran 20 10
4. Gaya Bahasa 20 12
5. Ekspresi 20 12
Jumlah 100 54
Nama : Ferdy Irfansyah Nomor Absen : 11
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 15
2. Lafal/vokal 20 5
3. Kelancaran 20 10
4. Gaya Bahasa 20 15
5. Ekspresi 20 13
Jumlah 100 58
Nama : Handriyana Nomor Absen : 12
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 10
2. Lafal/vokal 20 10
3. Kelancaran 20 10
4. Gaya Bahasa 20 15
5. Ekspresi 20 13
Jumlah 100 58
97
Nama :Khoriya Natika Nomor Absen : 13
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 10
2. Lafal/vokal 20 10
3. Kelancaran 20 15
4. Gaya Bahasa 20 10
5. Ekspresi 20 13
Jumlah 100 58
Nama : Icha Nita Nomor Absen : 14
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 15
2. Lafal/vokal 20 15
3. Kelancaran 20 10
4. Gaya Bahasa 20 15
5. Ekspresi 20 13
Jumlah 100 58
Nama : Ivone Juanita Nomor Absen : 15
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 10
2. Lafal/vokal 20 10
3. Kelancaran 20 15
4. Gaya Bahasa 20 10
5. Ekspresi 20 15
Jumlah 100 60
98
Nama : Ido Holasta Nomor Absen : 16
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 10
2. Lafal/vokal 20 15
3. Kelancaran 20 15
4. Gaya Bahasa 20 10
5. Ekspresi 20 10
Jumlah 100 60
Nama : Jeaniver Nomor Absen : 17
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 10
2. Lafal/vokal 20 15
3. Kelancaran 20 15
4. Gaya Bahasa 20 10
5. Ekspresi 20 10
Jumlah 100 60
Nama : Lia Isnawati Nomor Absen : 18
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 15
2. Lafal/vokal 20 15
3. Kelancaran 20 10
4. Gaya Bahasa 20 10
5. Ekspresi 20 12
Jumlah 100 62
99
Nama : M. Mahmud Azis Nomor Absen : 19
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 10
2. Lafal/vokal 20 10
3. Kelancaran 20 15
4. Gaya Bahasa 20 15
5. Ekspresi 20 12
Jumlah 100 62
Nama : Murniati Nomor Absen : 20
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 10
2. Lafal/vokal 20 15
3. Kelancaran 20 15
4. Gaya Bahasa 20 10
5. Ekspresi 20 12
Jumlah 100 62
Nama : Nur Indah Sari Nomor Absen : 21
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 15
2. Lafal/vokal 20 15
3. Kelancaran 20 10
4. Gaya Bahasa 20 20
5. Ekspresi 20 5
Jumlah 100 65
100
Nama : Nurhayati Nomor Absen : 22
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 10
2. Lafal/vokal 20 10
3. Kelancaran 20 20
4. Gaya Bahasa 20 10
5. Ekspresi 20 15
Jumlah 100 65
Nama : Nurhikmah Nomor Absen : 23
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 10
2. Lafal/vokal 20 15
3. Kelancaran 20 15
4. Gaya Bahasa 20 10
5. Ekspresi 20 15
Jumlah 100 65
Nama : Putra Setia Budi Nomor Absen : 24
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 15
2. Lafal/vokal 20 15
3. Kelancaran 20 15
4. Gaya Bahasa 20 15
5. Ekspresi 20 15
Jumlah 100 65
101
Nama : Ramadhan Syah Putra Nomor Absen : 25
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 20
2. Lafal/vokal 20 20
3. Kelancaran 20 10
4. Gaya Bahasa 20 10
5. Ekspresi 20 17
Jumlah 100 67
Nama : Randi Supriadi Nomor Absen : 26
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 15
2. Lafal/vokal 20 10
3. Kelancaran 20 20
4. Gaya Bahasa 20 10
5. Ekspresi 20 12
Jumlah 100 67
Nama : Rianaldo Nomor Absen : 27
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 10
2. Lafal/vokal 20 10
3. Kelancaran 20 15
4. Gaya Bahasa 20 15
5. Ekspresi 20 18
Jumlah 100 68
102
Nama : Ria Ayu Nomor Absen : 28
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 10
2. Lafal/vokal 20 10
3. Kelancaran 20 15
4. Gaya Bahasa 20 15
5. Ekspresi 20 18
Jumlah 100 68
Nama : Rini Dewi Nomor Absen : 29
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 15
2. Lafal/vokal 20 10
3. Kelancaran 20 10
4. Gaya Bahasa 20 15
5. Ekspresi 20 18
Jumlah 100 68
Nama : Rika Yohana Nomor Absen : 30
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 10
2. Lafal/vokal 20 10
3. Kelancaran 20 15
4. Gaya Bahasa 20 15
5. Ekspresi 20 20
Jumlah 100 70
103
Nama : Ruslan Rusmedi Nomor Absen : 31
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 15
2. Lafal/vokal 20 20
3. Kelancaran 20 15
4. Gaya Bahasa 20 10
5. Ekspresi 20 10
Jumlah 100 70
Nama : Sumarni Nomor Absen : 32
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 10
2. Lafal/vokal 20 10
3. Kelancaran 20 20
4. Gaya Bahasa 20 10
5. Ekspresi 20 20
Jumlah 100 70
Nama : Titi Jaidi Nomor Absen : 33
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 20
2. Lafal/vokal 20 20
3. Kelancaran 20 10
4. Gaya Bahasa 20 10
5. Ekspresi 20 10
Jumlah 100 70
104
Nama : Tu Bagus Ijon Nomor Absen : 34
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 20
2. Lafal/vokal 20 10
3. Kelancaran 20 10
4. Gaya Bahasa 20 10
5. Ekspresi 20 20
Jumlah 100 70
Nama : Yeski Wilson Nomor Absen : 35
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 15
2. Lafal/vokal 20 15
3. Kelancaran 20 15
4. Gaya Bahasa 20 15
5. Ekspresi 20 12
Jumlah 100 72
Nama : Yoda Dwi Nomor Absen : 36
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 15
2. Lafal/vokal 20 15
3. Kelancaran 20 15
4. Gaya Bahasa 20 15
5. Ekspresi 20 12
Jumlah 100 72
105
Nama : Yusnaeni Nomor Absen : 37
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 10
2. Lafal/vokal 20 10
3. Kelancaran 20 15
4. Gaya Bahasa 20 20
5. Ekspresi 20 20
Jumlah 100 75
Nama : Zukruf Nomor Absen : 38
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 15
2. Lafal/vokal 20 10
3. Kelancaran 20 15
4. Gaya Bahasa 20 15
5. Ekspresi 20 20
Jumlah 100 75
Nama : Nomor Absen :
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20
2. Lafal/vokal 20
3. Kelancaran 20
4. Gaya Bahasa 20
5. Ekspresi 20
Jumlah 100
106
Data Hasil Posttest Keterampilan Berbicara Bahasa Indonesia Melalui Teknik
Bercerita Kelas VIII SMPN 13 Tangerang Selatan
Nama : Adri Yulian Nomor Absen : 01
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 15
2. Lafal/vokal 20 10
3. Kelancaran 20 10
4. Gaya Bahasa 20 13
5. Ekspresi 20 10
Jumlah 100 58
Nama : Andika Firdaus Nomor Absen : 02
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 10
2. Lafal/vokal 20 15
3. Kelancaran 20 10
4. Gaya Bahasa 20 15
5. Ekspresi 20 10
Jumlah 100 60
Nama : Anggi Pratama Nomor Absen : 03
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 15
2. Lafal/vokal 20 15
3. Kelancaran 20 10
4. Gaya Bahasa 20 10
5. Ekspresi 20 15
Jumlah 100 65
107
Nama : Agus Pandepotan Nomor Absen : 04
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 15
2. Lafal/vokal 20 15
3. Kelancaran 20 10
4. Gaya Bahasa 20 10
5. Ekspresi 20 15
Jumlah 100 65
Nama : Andi Maulana Nomor Absen : 05
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 20
2. Lafal/vokal 20 10
3. Kelancaran 20 10
4. Gaya Bahasa 20 15
5. Ekspresi 20 10
Jumlah 100 65
Nama : Beni Chandra Nomor Absen : 06
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 20
2. Lafal/vokal 20 15
3. Kelancaran 20 15
4. Gaya Bahasa 20 10
5. Ekspresi 20 10
Jumlah 100 70
108
Nama : Daniel Nomor Absen :07
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 20
2. Lafal/vokal 20 15
3. Kelancaran 20 10
4. Gaya Bahasa 20 10
5. Ekspresi 20 15
Jumlah 100 70
Nama : Donna Isabella Nomor Absen : 08
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 20
2. Lafal/vokal 20 10
3. Kelancaran 20 15
4. Gaya Bahasa 20 10
5. Ekspresi 20 15
Jumlah 100 70
Nama : Fajar Abadi Nomor Absen : 09
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 15
2. Lafal/vokal 20 15
3. Kelancaran 20 15
4. Gaya Bahasa 20 15
5. Ekspresi 20 10
Jumlah 100 70
109
Nama : Fauzan Nomor Absen : 10
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 15
2. Lafal/vokal 20 10
3. Kelancaran 20 20
4. Gaya Bahasa 20 15
5. Ekspresi 20 15
Jumlah 100 75
Nama : Ferdy Irfansyah Nomor Absen : 11
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 20
2. Lafal/vokal 20 10
3. Kelancaran 20 15
4. Gaya Bahasa 20 15
5. Ekspresi 20 15
Jumlah 100 75
Nama : Handriyana Nomor Absen : 12
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 20
2. Lafal/vokal 20 10
3. Kelancaran 20 15
4. Gaya Bahasa 20 15
5. Ekspresi 20 15
Jumlah 100 75
110
Nama :Khoriya Natika Nomor Absen : 13
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 15
2. Lafal/vokal 20 15
3. Kelancaran 20 15
4. Gaya Bahasa 20 15
5. Ekspresi 20 15
Jumlah 100 75
Nama : Icha Nita Nomor Absen : 14
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 15
2. Lafal/vokal 20 10
3. Kelancaran 20 20
4. Gaya Bahasa 20 15
5. Ekspresi 20 15
Jumlah 100 75
Nama : Ivone Juanita Nomor Absen : 15
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 15
2. Lafal/vokal 20 15
3. Kelancaran 20 20
4. Gaya Bahasa 20 13
5. Ekspresi 20 13
Jumlah 100 76
111
Nama : Ido Holasta Nomor Absen : 16
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 15
2. Lafal/vokal 20 15
3. Kelancaran 20 20
4. Gaya Bahasa 20 15
5. Ekspresi 20 12
Jumlah 100 77
Nama : Jeaniver Nomor Absen : 17
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 15
2. Lafal/vokal 20 15
3. Kelancaran 20 20
4. Gaya Bahasa 20 15
5. Ekspresi 20 15
Jumlah 100 80
Nama : Lia Isnawati Nomor Absen : 18
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 20
2. Lafal/vokal 20 10
3. Kelancaran 20 20
4. Gaya Bahasa 20 15
5. Ekspresi 20 15
Jumlah 100 80
112
Nama : M. Mahmud Azis Nomor Absen : 19
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 20
2. Lafal/vokal 20 10
3. Kelancaran 20 20
4. Gaya Bahasa 20 15
5. Ekspresi 20 15
Jumlah 100 80
Nama : Murniati Nomor Absen : 20
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 20
2. Lafal/vokal 20 10
3. Kelancaran 20 20
4. Gaya Bahasa 20 15
5. Ekspresi 20 15
Jumlah 100 80
Nama : Nur Indah Sari Nomor Absen : 21
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 20
2. Lafal/vokal 20 10
3. Kelancaran 20 20
4. Gaya Bahasa 20 15
5. Ekspresi 20 15
Jumlah 100 80
113
Nama : Nurhayati Nomor Absen : 22
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 20
2. Lafal/vokal 20 10
3. Kelancaran 20 20
4. Gaya Bahasa 20 20
5. Ekspresi 20 12
Jumlah 100 82
Nama : Nurhikmah Nomor Absen : 23
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 15
2. Lafal/vokal 20 15
3. Kelancaran 20 20
4. Gaya Bahasa 20 20
5. Ekspresi 20 12
Jumlah 100 82
Nama : Putra Setia Budi Nomor Absen : 24
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 20
2. Lafal/vokal 20 10
3. Kelancaran 20 20
4. Gaya Bahasa 20 20
5. Ekspresi 20 13
Jumlah 100 83
114
Nama : Ramadhan Syah Putra Nomor Absen : 25
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 20
2. Lafal/vokal 20 10
3. Kelancaran 20 20
4. Gaya Bahasa 20 20
5. Ekspresi 20 13
Jumlah 100 83
Nama : Randi Supriadi Nomor Absen : 26
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 10
2. Lafal/vokal 20 20
3. Kelancaran 20 15
4. Gaya Bahasa 20 15
5. Ekspresi 20 20
Jumlah 100 85
Nama : Rianaldo Nomor Absen : 27
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 20
2. Lafal/vokal 20 20
3. Kelancaran 20 15
4. Gaya Bahasa 20 15
5. Ekspresi 20 15
Jumlah 100 85
115
Nama : Ria Ayu Nomor Absen : 28
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 15
2. Lafal/vokal 20 20
3. Kelancaran 20 20
4. Gaya Bahasa 20 15
5. Ekspresi 20 15
Jumlah 100 85
Nama : Rini Dewi Nomor Absen : 29
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 20
2. Lafal/vokal 20 20
3. Kelancaran 20 20
4. Gaya Bahasa 20 10
5. Ekspresi 20 15
Jumlah 100 85
Nama : Rika Yohana Nomor Absen : 30
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 20
2. Lafal/vokal 20 20
3. Kelancaran 20 20
4. Gaya Bahasa 20 10
5. Ekspresi 20 15
Jumlah 100 85
116
Nama : Ruslan Rusmedi Nomor Absen : 31
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 20
2. Lafal/vokal 20 10
3. Kelancaran 20 20
4. Gaya Bahasa 20 20
5. Ekspresi 20 15
Jumlah 100 85
Nama : Sumarni Nomor Absen : 32
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 20
2. Lafal/vokal 20 10
3. Kelancaran 20 20
4. Gaya Bahasa 20 20
5. Ekspresi 20 16
Jumlah 100 86
Nama : Titi Jaidi Nomor Absen : 33
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 20
2. Lafal/vokal 20 15
3. Kelancaran 20 15
4. Gaya Bahasa 20 20
5. Ekspresi 20 16
Jumlah 100 86
117
Nama : Tu Bagus Ijon Nomor Absen : 34
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 20
2. Lafal/vokal 20 20
3. Kelancaran 20 20
4. Gaya Bahasa 20 15
5. Ekspresi 20 15
Jumlah 100 90
Nama : Yeski Wilson Nomor Absen : 35
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 20
2. Lafal/vokal 20 15
3. Kelancaran 20 20
4. Gaya Bahasa 20 20
5. Ekspresi 20 15
Jumlah 100 90
Nama : Yoda Dwi Nomor Absen : 36
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 20
2. Lafal/vokal 20 20
3. Kelancaran 20 15
4. Gaya Bahasa 20 20
5. Ekspresi 20 15
Jumlah 100 90
118
Nama : Yusnaeni Nomor Absen : 37
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 20
2. Lafal/vokal 20 20
3. Kelancaran 20 20
4. Gaya Bahasa 20 10
5. Ekspresi 20 20
Jumlah 100 90
Nama : Zukruf Nomor Absen : 38
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20 20
2. Lafal/vokal 20 20
3. Kelancaran 20 15
4. Gaya Bahasa 20 15
5. Ekspresi 20 20
Jumlah 100 90
Nama : Nomor Absen :
No. Aspek yang dinilai Skor Maksimal Skor Siswa
1. Intonasi 20
2. Lafal/vokal 20
3. Kelancaran 20
4. Gaya Bahasa 20
5. Ekspresi 20
Jumlah 100
119