bab ii telaah pustaka 2.1 rantai pasok

15
BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Rantai Pasok Pada penelitian ini, teori yang akan digunakan adalah teori rantai pasok dalam bidang konstruksi jalan tol. Pengembangan model yang dapat menggambarkan organisasi di industri konstruksi guna memahami struktur dan perilaku rantai pasok dalam industri konstruksi. Hal ini berguna sebelum melakukan efisiensi rantai pasok konstruksi seperti yang diinginkan, terlebih dahulu diperlukan suatu pemetaan pola rantai pasok konstruksi yang terdapat dalam praktek konstruksi, khususnya dalam proyek konstruksi bangunan gedung di Indonesia. Rantai pasok didefinisikan sebagai seperangkat sistem jaringan yang terkelompok dalam beberapa tiers dan terlibat melalui hubungan hulu dan hilir yang melakukan fungsi pengembangan dan pengelolaan arus material, peralatan, produk, jasa, informasi, dan keuangan di mana bagian-bagian penyusunnya mencakup suplai material, fasilitas produksi, pelayanan distribusi kepada pelanggan yang bertujuan mempertahankan operasi bisnis yang menguntungkan diantaranya memperoleh biaya terendah, waktu tercepat, dan peningkatan produktivitas penyelenggaraan konstruksi. Menurut Punjawan (Kusumawati dkk, 2018) definisi dari rantai pasok adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir secara bersama-sama. Perusahaan-perusahaan tersebut biasanya pemasok, pabrik, distributor, toko atau ritel, serta perusahaan-perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa logistik. Sedangkan menurut Chopra and Meindl (2007, 20), rantai pasok memiliki sifat yang dinamis namun melibatkan tiga aliran yang konstan, yaitu aliran informasi, produk dan uang. Disamping itu, Chopra and Meindl (2007) menjelaskan bahwa tujuan utama dari setiap rantai pasok adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumen dan menghasilkan keuntungan. Pelaksanaan proses produksi, dan penggunaan biaya produksi yang seefisien mungkin menjadi pendorong pengembangan model rantai pasok dalam sektor konstruksi dengan mengadopsi konsep rantai pasok manufaktur. Vrijhoef (2011) mengatakan bahwa mengadopsi konsep rantai pasok berpeluang meningkatkan kinerja pelaksanaan proyek konstruksi yang semakin terfragmentasi. Rantai pasok dapat menjadi solusi untuk mengintegrasikan organisasi yang terlibat dalam proyek dan dalam proses manajemennya sehingga menghasilkan produk konstruksi yang efisien dan efektif dalam waktu yang terbatas. Secara umum organisasi yang terlibat dalam rantai pasok konstruksi mencakup klien, kontraktor utama, suplier, subkontraktor, dan tim desain. Organisasi yang terlibat secara bersama-sama mengalirkan

Upload: others

Post on 08-Apr-2022

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II

TELAAH PUSTAKA

2.1 Rantai Pasok

Pada penelitian ini, teori yang akan digunakan adalah teori rantai pasok dalam bidang

konstruksi jalan tol. Pengembangan model yang dapat menggambarkan organisasi di industri

konstruksi guna memahami struktur dan perilaku rantai pasok dalam industri konstruksi. Hal

ini berguna sebelum melakukan efisiensi rantai pasok konstruksi seperti yang diinginkan,

terlebih dahulu diperlukan suatu pemetaan pola rantai pasok konstruksi yang terdapat dalam

praktek konstruksi, khususnya dalam proyek konstruksi bangunan gedung di Indonesia.

Rantai pasok didefinisikan sebagai seperangkat sistem jaringan yang terkelompok

dalam beberapa tiers dan terlibat melalui hubungan hulu dan hilir yang melakukan fungsi

pengembangan dan pengelolaan arus material, peralatan, produk, jasa, informasi, dan keuangan

di mana bagian-bagian penyusunnya mencakup suplai material, fasilitas produksi, pelayanan

distribusi kepada pelanggan yang bertujuan mempertahankan operasi bisnis yang

menguntungkan diantaranya memperoleh biaya terendah, waktu tercepat, dan peningkatan

produktivitas penyelenggaraan konstruksi. Menurut Punjawan (Kusumawati dkk, 2018)

definisi dari rantai pasok adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang bekerja untuk

menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir secara bersama-sama.

Perusahaan-perusahaan tersebut biasanya pemasok, pabrik, distributor, toko atau ritel, serta

perusahaan-perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa logistik. Sedangkan menurut

Chopra and Meindl (2007, 20), rantai pasok memiliki sifat yang dinamis namun melibatkan

tiga aliran yang konstan, yaitu aliran informasi, produk dan uang. Disamping itu, Chopra and

Meindl (2007) menjelaskan bahwa tujuan utama dari setiap rantai pasok adalah untuk

memenuhi kebutuhan konsumen dan menghasilkan keuntungan.

Pelaksanaan proses produksi, dan penggunaan biaya produksi yang seefisien mungkin

menjadi pendorong pengembangan model rantai pasok dalam sektor konstruksi dengan

mengadopsi konsep rantai pasok manufaktur. Vrijhoef (2011) mengatakan bahwa mengadopsi

konsep rantai pasok berpeluang meningkatkan kinerja pelaksanaan proyek konstruksi yang

semakin terfragmentasi. Rantai pasok dapat menjadi solusi untuk mengintegrasikan organisasi

yang terlibat dalam proyek dan dalam proses manajemennya sehingga menghasilkan produk

konstruksi yang efisien dan efektif dalam waktu yang terbatas. Secara umum organisasi yang

terlibat dalam rantai pasok konstruksi mencakup klien, kontraktor utama, suplier,

subkontraktor, dan tim desain. Organisasi yang terlibat secara bersama-sama mengalirkan

material, peralatan, dan informasi ke lokasi proyek sesuai jumlah dan waktu yang tepat.

Material dan peralatan dialirkan pada satu arah sedangkan informasi diarahkan pada dua arah

atau bolak-balik.

2.1.1 Rantai Pasok di Industri Konstruksi

Konsep rantai pasok pada awalnya berkembang di industri manufaktur. Rantai pasok

adalah suatu jaringan kerjasama dalam menyediakan material atau bahan baku yang

melibatkan beberapa pihak. Material tersebut meliputi bahan mentah maupun bahan setengah

jadi. Secara umum pihak-pihak yang terlibat dalam suatu rantai pasok adalah pemasok, pusat

produksi, pusat distribusi, gudang, pusat penjualan dan lain-lain. Adapun pertimbangan utama

dalam menentukan kinerja rantai pasok adalah total biaya dan waktu yang minimum sesuai

kualitas yang disyaratkan. Dalam konteks konstruksi, rantai pasok dapat didefinisikan sebagai

suatu proses dari sekumpulan aktifitas perubahan material alam hingga menjadi produk akhir

(seperti jalan atau bangunan) dan jasa (seperti perencanaan atau biaya) untuk digunakan oleh

klien dengan mengabaikan batas-batas organisasi (Rebeiro & Lopesdalam Oktaviani, 2008).

Menurut Vrijkoef (2011), rantai pasok adalah jalinan kerjasama perusahaan yang berinteraksi

untuk menyampaikan produk (barang atau jasa) kepada pelanggan akhir, hubungan aliran

material dari bahan mentah sampai pengiriman terakhir dari rantai.

Dapat disimpulkan bahwa rantai pasok merupakan keterlibatan jaringan organisasi dari

organisasi hulu sampai hiliryang melakukan kegiatan untuk menghasilkan barang dan jasa yang

bernilai sampai pada pelanggan terakhir. Rangkaian hubungan pelanggan-pemasok tersebut

terjadi dalam suatu rentang proses perubahan material, dimulai dari tahapan material alam

hingga produk akhirnya mencapai pengguna akhir, bagaikan suatu rangkaian mata rantai yang

terhubungan secara linier. Namun bentuk rantai pasok dalam konteks bisnis yang

sesungguhnya memiliki bentuk yang kompleks. Kompleksitas hubungan tersebut, terjadi

karena suatu perusahaan tertentu memiliki hubungan ke hulu dengan beberapa pemasok-nya

(multiple pemasoks), dan ke hilir dengan beberapa pelanggan-nya (mutiple pelanggans). Di

dalam suatu rantai pasok terdapat sistem pasokan yang harus didefinisikan, dirancang, dan

diimplementasikan untuk mendapatkan aliran material, informasi dan dana yang efektif.

Kegiatan dalam lokasi proyek telah memiliki jaringan tersendiri antara kegiatan satu dengan

kegiatan yang lain. Di luar lokasi proyek terdapat pihak-pihak pemasok, subcontractor,

designers, dan pemilik yang secara langsung maupun tidak langsung bekerjasama sehingga

membentuk rantai pasok untuk mendukung kelancaran dari kegiatan di dalam lokasi proyek

tersebut. Beberapa karakteristik dari rantai pasok konstruksi, yaitu:

1. Karakteristik produknya unik – produk konstruksi bangunan pada umumnya dibuat

berdasarkan permintaan tertentu (custom made product). Dengan demikian tidak ada

satu pun produk konstruksi yang sama - walaupun hal initergantung pada tingkatan

mana melihatnya.

2. Dilakukan oleh organisasi yang bersifat sementara (temporary organization). Suatu

rangkaian rantai pasok yang terbentuk yang menghasilkan produk konstruksi, akan

berakhir ketika selesai masa produksi.

3. Produknya terikat pada tempat tertentu, sehingga proses produksinya berlangsung di

tempat konstruksi berada (in site production). Hal ini juga memberikan kontribusi

terhadap keunikan produk konstruksi, karena pada proyek yang sama, baik kondisi fisik

(kondisi tanah, pengaruh cuaca, dll) maupun non fisik (regulasi yang berlaku, kondisi

lalulintas, dll) yang mempengaruhinya tidak akan pernah sama.

4. Terjadinya produksi di dalam tempat konstruksi berada (in site production), telah

membagi dua batasan proses yang terjadi dalam produksi konstruksi.

5. Diproduksi dalam lingkungan alam yang tidak terkendali, sehingga terdapat

ketidakpastian yang tinggi dalam konstruksi.

Berdasarkan uraian di atas, maka terlihat bahwa rantai pasok di industri konstruksi

sangatlah kompleks, sehingga sistem jaringan supply yang terjadi pada proses produksinya

juga menjadi sangat kompleks. Suatu studi menunjukkan bahwa desain rantai pasok yang buruk

memiliki potensi untuk meningkatkan biaya proyek hingga 10% (Bertelsen, dalam Thaha,

2016). Hal ini menunjukkkan bahwa pola rantai pasok konstruksi juga akan memberikan

kontribusi terhadap efisiensi suatu pelaksanaan proyek, sehingga rantai pasok konstruksi

memiliki potensi untuk menjadi salah satu ruang yang memungkinkan untuk dilakukannya

peningkatandalam industri konstruksi.

Dalam konteks konstruksi di mana fragmentasi sudah menjadi bagian dari karakteristik

industri ini, maka peningkatan yang dapat dilakukan adalah melalui manajemen hubungan

terhadap organisasi yang terlibat dalam suatu susunan rantai pasok yang menghasilkan produk

konstruksi tertentu. Dengan demikian sangatlah perlu dilakukan pengelolaan rantai pasok yang

baik sehingga dapat mengurangi kesia-siaan (ketidakefisienan) dan optimalisasi pencapaian

value dalam rantai pasok -nya, agar pelayanan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan dan

memberikan kepuasan pada pelanggan.

2.1.2 Pelaku-Pelaku Rantai Pasok Konstruksi

Pada rantai pasok di industri manufaktur terdapat lima komponen utama sebagai

pelakunya, yaitu pemasok, manufaktur, distributor, retailer, dan pelanggan (Indrajit dalam

Oktaviani 2008), sementara itu berdasarkan beberapa model yang dikembangkan di rantai

pasok konstruksi, dapat disimpulkan beberapa komponen utama dalam suatu rantai pasok

konstruksi, yaitu:

1. Pemilik (Pelaku Hilir)

Dalam proses produksi konstruksi bila produk yang dibuat berdasarkan permintaan

pemilik, maka peran pemilik sangat tinggi. Proses rantai pasok konstruksi dimulai dari

inisiatif pemilik yang memprakarsai dibuatnya produk konstruksi bangunan dan

berakhir pada pemilik ketika produk tersebut selesai diproduksi. Peran pemilik ada

dalam setiap tahapan, sejak tahap feasibility study, perencanaan, pengadaan,

pelaksanaan, operasi, dan pemeliharaan. Bahkan dalam tahapan proses produksi

pemilik dapat menunjuk langsung pihak yang terlibat untuk pelaksanaan nominated

subcontractor/ nominated pemasok.

2. Kontraktor (Pelaku Utama)

Kontraktor adalah suatu organisasi konstruksi yang memberikan layanan pekerjaan

pelaksanaan konstruksi berdasarkan perencanaan teknis dan spesifikasi yang telah

ditetapkan. Sekarang ini berkembang berbagai organisasi yang berperan sebagai

kontraktor, mulai dari perusahaan individu hingga perusahaan besar dengan jumlah

pekerja yang banyak. Begitu pula dengan ruang lingkup pekerjaan kontraktor dalam

suatu proyek, terdapat spektrum yang sangat beragam, mulai dari lingkup pekerjaan

yang sangat sempit, hingga lingkup keseluruhan pekerjaan dalam suatu proyek

konstruksi.

3. Sub kontraktor, pemasok dan mandor (pelaku di hulu)

Sub kontraktor adalah perusahaan konstruksi yang berkontrak dengan kontraktor utama

untuk melaksanakan beberapa bagian pekerjaan kontraktor utama. Terminologi sub

kontraktor dalam konteks tradisional terdapat satu kontraktor yang memiliki hubungan

kontrak dengan pemilik yaitu kontraktor utama sehingga menempatkan kontraktor

lainnya yang tidak memiliki hubungan langsung dengan pemilik sebagai subordinan

dari kontraktor utama.

2.1.3 Manajemen Rantai Pasok

Manajemen rantai pasok dapat didefinisikan sebagai jaringan untuk merencanakan dan

mengelola hubungan antara para stakeholder hingga pengguna akhir sebagai hubungan dari

hulu dan hilir dalam proses pengambilan keputusan dan membantu menginformasikan formasi

strategi semua aktivitas yang meliputi pengiriman produk dari material baku sampai ke

pelanggan termasuk didalamnya sumber material baku, manufaktur dan perakitan,

pergudangan, penerimaan pemesanan, distribusi di seluruh saluran, pengiriman ke pelanggan

sehingga dapat menghasilkan nilai tambah bagi pelanggan dan stakeholder lainnya,

meningkatkan kinerja jangka panjang dari masing-masing perusahaan dan rantai pasok secara

keseluruhan. Batasan manajemen rantai pasok sesuai konteks industri konstruksi dapat

didefinisikan sebagai praktik pengelolaan strategis dari suplier, kontraktor, dan arsitek yang

bekerja bersama-sama dalam jaringan organisasi hulu dan hilir untuk memproduksi, mengirim,

menginstal, dan memanfaatkan informasi, material, alat berat, tenaga kerja, dan sumber daya

lain untuk proyek konstruksi sehingga value dapat tersampaikan dengan baik dalam bentuk

penyelesaian proyek.

Manfaat manajemen rantai pasok konstruksi yaitu menyatukan kemudian mengelola

rantai pasok elemen hulu dan hilir, dan mengembangkan struktur yang memungkinkan sistem

komunikasi yang efisien untuk hubungan yang efektif, serta secara sistematis dapat

mengurangi ketidakpastian melalui kerja sama aktif dari semua badan dalam rantai pasok.

Sedangkan tantangan dalam penerapan manajemen rantai pasok konstruksi mencakup

permintaan rendah dan terputus-putus disebabkan oleh situasi keuangan, perubahan yang

sering dalam spesifikasi dengan klien, kriteria seleksi masih mengacu pada kontraktor dengan

harga termurah bukan nilai terbaik, budaya persaingan antar organisasi rantai pasok yang

mencegah adopsi terbaik dalam proses pengadaan, dan struktur industri terfragmentasi.

Menurut Simchi (dalam Jarir, 2012), tujuan dari teknologi informasi dalam SCM adalah:

1. Menyediakan informasi yang berguna dan nyata

2. Memungkinkan untuk kontak data tunggal

3. Memberikan keputusan berdasarkan total informasi rantai pasok

4. Memungkinkan kerjasama dengan rantai pasok patner

Cara pandang terhadap rantai pasok sebagai sebuah siklus menjadikan kategorisasi

rantai pasok dalam tiga bentuk dasar yaitu rantai pasok internal, rantai pasok eksternal dan

rantai pasok total atau keseluruhan.

1. Rantai pasok internal adalah aliran bahan dan informasiyang terintegrasi dalam unit

bisnis (korporasi) dari pemasok sampai pelanggan dan kadang disebut logistik bisnis.

2. Rantai pasok eksternal adalah aliran bahan dan informasi yang terintegrasi di dalam

unit bisnis (korporasi) yang melintasi antara pemasok langsung dan pelanggan.

3. Rantai pasok total adalah aliran bahan dan informasi yang terintegrasi di dalam unit

bisnis (korporasi) yang melintasi secara majemuk antara pemasok langsung dan

pelanggan. Perbedaan manajemen logistik dan manajemen rantai pasok adalah

Manajemen logistik sangat menekankan transportasi, lokasi dan persediaan dalam

upayamemenuhi kepuasan pelanggan dan pemangkukepentingan, sedangkan

manajemen rantai pasok sangat menekankan siklus dari keseluruhan rantai untuk

memenuhi kepuasan pelanggan dan pemangku kepentingan.

2.1.4 Risiko Rantai Pasok Konstruksi

Proyek konstruksi memiliki risiko-risiko yang sangat banyak, akan tetapi tidak semua

risiko perlu diprediksi dan diperhatikan untuk memulai suatu proyek, sebab hal itu

membutuhkan waktu yang lama. Oleh karena itu pihak-pihak yang berkaitan dalam proyek

konstruksi perlu memberikan prioritas pada risiko-risiko yang penting yang akan memberikan

pengaruh terhadap keuntungan proyek (Labombang, 2011). Risiko rantai pasok didefinisikan

sebagai probabilitas dan kemungkinan dari kejadian yang tidak diharapkan, baik pada tingkat

mikro atau makro yang mempengaruhi secara negatif pada rantai pasok yang berakibat pada

gangguan atau kegagalan tingkat operasional, taktis atau strategis (Ho et al., 2015). Risiko

makro mengacu pada risiko-risiko yang sangat buruk dan jarang terjadi yang berdampak

negatif, terdiri dari risiko natural (misal gempa bumi, cuaca ekstrim), dan risiko akibat manusia

(perang, terorisme dan ketidakstabilan politik). Risiko mikro mengacu pada risiko yang berasal

dari kegiatan internal perusahaan atau hubungan dengan mitra di sepanjang rantai pasok, yang

terdiri dari risiko permintaan (demand risk), risiko fabrikasi (manufacturing risk), risiko suplai

(supply risk) and risiko infrastruktur (infrastructural risk).

Risiko infrastruktur terdiri dari teknologi informasi, transportasi, dan sistem finansial.

Risiko dapat terjadi dalam berbagai bentuk di sepanjang rantai pasok, namun sumbernya dapat

digolongkan ke dalam empat golongan, yaitu sisi sisi supply, control, process, dan demand

(Mason-Jones & Towill, dalam Hatmoko & Kristiani, 2017). Ketidakpastian rantai pasok

tersebut menjadi akar penyebab masalah keterlambatan proyek konstruksi. Berdasarkan model

ini, (Gosling, et al., 2012) kemudian merinci risiko sepanjang rantai pasok yang membentuk

siklus ketidakpastian (uncertainty circle).

2.1.5 Strategi Pemilihan Pemasok

Rantai pasokan dianggap menjadi sesuatu yang penting dalam industri konstruksi

karena disebagian besar perusahaan pengadaan bahan bangunan merupakan kegiatan yang

paling memakan biaya. Di lingkungan operasi, fungsi pembelian dikelola oleh agen pembelian.

Sedangkan dilingkungan jasa, peranan agen pembelian banyak yang terhapus karena produk

primernya merupakan jasa. Pedagang besar maupun eceran membeli semua yang dijual.

Peranan departemen pembelian adalah mengevaluasi suplier-suplier alternatif untuk alternatif

pembelian. Dalam pemilihan suplier banyak pertimbangan-pertimbangan yang beragam.

Banyak manfaat yang didapat melalui kerjasama dengan suplier sebagai mitra jangka panjang.

Perusahaan jasa pengadaan bahan bangunan menunjukkan bahwa kerjasama dengan pemasok

dapat menghasilkan penghematan bagi konsumen dan pemasok (Purnomo, 2015)

2.1.6 Kemitraan dalam Manajemen Rantai Pasok

Menurut penelitian yang dilakukan oleh McKenna dan Faulkner (dalam Purnomo,

2015) penyampaian, globalisasi dan internasionalisasi yang agresif, deregulasi dan

penghapusan penghalang fisik, pajak/keuangan, dan teknik, cepatnya perkembangan ilmu

pengetahuan dan inovasi teknologi, pergolakan ekonomi dan kondisi ketidakpastian adalah

beberapa faktor yang mendasari pentingnya timbul paradigma hubungan untuk menciptakan

hubungan jangka panjang dengan pelanggan dan pemasok. Dalam rantai pasok, perusahaan

cenderung untuk mempertahankan perilaku hubungan jangka panjang, dimana mitra umumnya

percaya bahwa mereka dapat saling menguntungkan (Su et al. dalam Purnomo, 2015),

kemitraan yang sama juga berorientasi pada konsep jangka panjang (Smith dan Barclay, dalam

Purnomo, 2015). Dalam hubungannya dengan proses pembangunan konstruksi, praktik

manajemen rantai pasok yang dilaksanakan perusahaan akan memberikan dampak di terhadap

pengelolaan persediaan bahan baku. Jika pengelolaan persediaan bahan baku dilakukan dengan

benar, maka akan mempengaruhi perusahaan, yaitu meminimalisasi biaya yang dapat

mengurangi ketidakefisienan.

Ketidakefisienan akan muncul pada saat persediaan habis, namun bahan baku yang

dipesan belum datang. Hal ini membuat perusahaan terpakasa melakukan pembelian kepada

pemasok lain, atau melakukan pembelian mendadak dalam jumlah yang lebih kecil. Kondisi

ini akan menyebabkan bertambah tingginya harga beli bahan baku yang digunakan oleh

perusahaan sehingga memperbesar biaya yang harus ditanggung perusahaan. Jadi, peran rantai

pasok management yang baik menjadi sangat penting artinya, di antaranya melalui jalinan kerja

sama yang baik pemasokdengan dealer. Fisher (dalam Purnomo, 2015) menjelaskan

kurangnya kerjasama dengan mitra rantai pasok menyebabkan kerugian yang cukup besar. Hal

ini menunjukkan pentingnya kemitraan dalam rantai pasok. Kemitraan yang kuat menekankan

pada kerjasama jangka panjang, yang mencakup perencanaan yang lebih baik dan upaya

pemecahan masalah bersama. Kemitraan pembeli dan pemasok merupakan hal penting yang

menjadi perhatian perusahaan.

Hubungan kemitraan, dalam rantai pasok, memiliki orientasi jangka panjang hasil dari

pendekatan relasional. Penelitian Cambra dan Polo (2011) menegaskan bahwa hubungan

jangka panjang membutuhkan komitmen dari pihak-pihak yang terlibat. Komitmen merupakan

motivasi untuk memelihara hubungan dan memperpanjang hubungan. Komitmen harus

menjadi variabel penting dalam menentukan kesuksesan hubungan. Semakin tinggi komitmen

yang dibangun dari kepuasan dan kepercayaan maka semakin tinggi kualitas hubungan antara

pemasok dan penyalur. Penelitian yang dilakukan Allen dan Meyer (dalam Purnomo, 2015)

menemukan bahwa semakin tinggi komitmen yang dapat dibangun oleh pemasok dan penyalur

akan memperkokoh hubungan kerja sama yang mereka bangun.

Evaluasi efisiensi dan efektifitas kinerja mitra perlu dievaluasi secara menyeluruh.

Upaya yang dilakukan bertujuan untiuk membentuk gambaran tujuan yang jelas dalam

mempersiapkan langkah-langkah meningkatkan kinerja dan kepercayaan. Kwon dan Taewon

(dalam Purnomo, 2015) mengemukakan faktor karakteristik pemasok yang diyakini

berpengaruh pada kepercayaan. Menurut Zineldin et al. (dalam Purnomo, 2015), karakteristik

khusus dalam hubungan kerja sama yang terpercaya dan berkomitmen, yaitu bagian-bagian

yang bekerja sama bisa beradaptasi dalam proses maupun produknya untuk mencapai

kesesuaian yang lebih baik, mau membagi informasi dan pengalaman, serta dapat mengurangi

atau meminimalkan ketidakamanan dan ketidakmenentuan sumber daya. Bekerja sama dengan

berbagai pihak merupakan salah satu cara perusahaan untuk meningkatkan kinerja.

2.1.7 Kepercayaaan dan Komitmen

Menurut Noordewier et al (dalam Purnomo, 2015), kepercayaan dapat meningkatkan

daya saing dan mengurangi biaya transaksi. Menurut penelitian yang dilakukan Wu et al.

(2004) ada beberapa faktor yang akan sangat membantu dalam pengintegrasian proses rantai

pasok management (SCM), yaitu tingkat dari keseriusan komitmen, kelanjutan komitmen, dan

komitmen yang normatif pada mitra rantai persediaan (rantai pasok). Suatu kerja sama dapat

juga melibatkan hubungan yang strategis dengan para penyalur, yang akan mengakibatkan

kebutuhan tingkat kepercayaan dan komitmen yang lebih tinggi (Su et al. 2008). Hubungan

rekan kerja yang erat sangat dibutuhkan dalam mengimplementasi SCM. Hubungan yang erat

tidak dapat terjalin jika tidak ada rasa saling percaya. Semakin meningkatnya kerjasama dengan

rekan kerja maupun pemasok, maka rasa percaya sangat di butuhkan (Hale et al, 2005).

Kepercayaan menjadi variabel yang sangat penting dalam hubungan rantai pasok, karena

hubungan rantai pasok memerlukan tingkat ketergantungan antar perusahaan, sehingga

kepercayaan menjadi komponen yang mempunyai pengaruh pada komitmen.

Morgan dan Hunt (dalam Purnomo, 2015) mengemukakan bahwa komitmen

merupakan inti dari hubungan pertukaran antar perusahaan dan mitra perusahaan. Transaksi

dengan partner rantai pasok memerlukan komitmen oleh kedua pihak untuk mencapai tujuan

rantai pasok. Sedangkan menurut Colbert dan Kwon (dalam Purnomo, 2016), komitmen

merupakan dasar yang diperlukan untuk kesuksessan pelaksanaan rantai pasok. Selanjutnya,

Kwon dan Taewon (2004) menyebutkan bahwa kesuksesan performa perusahaan (operation

performance) dalam rantai pasok berasal dari tingginya nilai kepercayaan dan komitmen yang

kuat antar partner dalam rantai pasok. Sedangkan menurut Ryu et al. (2009) pada suatu sistem

rantai pasok, proses kemitraan didefinisikan sebagai interaksi antara komitmen, kepercayaan

dan kolaborasi antar perusahaan.

Menurut Makara (2015), perbaikan kinerja dapat disebabkan oleh tingginya tingkat

kolaborasi, baik dengan pemasok dan pelanggan. Hubungan baik dibangun atas dasar

kepercayaan. Membagi informasi dan pengalaman merupakan salah satu cara untuk

menunjukkan kepercayaan yang dapat membangun tingkat komitmen yang tinggi dan juga

memberikan atmosfer yang baik bagi kegiatan yang bersifat transaksional.

2.1.8 Komunikasi dan Informasi

Selain kepercayaan dan komitmen, informasi juga mejadi salah satu aspek yang sangat

penting dalam pengelolaan rantai pasokan. Mengingat peran penting dari informasi dalam

mendukung kinerja rantai pasok, manajer harus bisa memahami bagaimana informasi

dikumpulkan dan dianalisis (Turban dan Volonino, 2010). Selain informasi, information

sharing merupakan salah satu hal yang penting dalam menjalin kerja sama. Berbagi informasi

adalah intensitas dan kapasitas perusahaan dalam berinteraksi untuk saling berbagi informasi

dengan partner berkaitan dengan strategi-strategi bisnis bersama. Berbagi informasi juga

berguna bagi anggota rantai pasok untuk mendapatkan, menjaga, dan menyampaikan informasi

yang dibutuhkan agar dapat memastikan keputusan yang diambil menjadi efektif, dan

merupakan faktor yang dapat mempererat elemen-elemen kolaborasi secara keseluruhan,

sehingga kemacetan supplay chain dapat dikurangi (Simatupang & Sridharan dalam Yaqoub,

2012). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Anatan (2008) menyebutkan bahwa

information sharing dapat membantu perusahaan dalam memperbaiki efisiensi dan efektivitas

rantai pasokan dan merupakan faktor yang paling penting untuk mencapai koordinasi yang

efektif dalam rantai pasokan serta menjadi pengendali disepanjang rantai pasokan.

2.2 Pengukuran Kinerja

Pengukuran kinerja merupakan sebuah prosesmenentukan keberhasilan suatu sistem

dalam mencapai tujuannya melalui monitoring dan pelaporan penyempurnaan program

terutama peningkatan hasildari tujuan yang ditentukan sebelumnya (Jarir, 2012). Tujuan dari

proses ini adalah membuktikan sebuah sistem kontrol putaran tertutup yang proaktif. Ukuran

kinerja adalah matriks yang digunakan untuk mengkuantifikasi efisiensi dan/atau efektifitas

dari aktivitas. Pengukuran kinerja adalah proses menggunakan ukuran kinerja yang

merefleksikan tujuan dari ukuran yang dijabarkan. Sistem pengukuran kinerja adalah

kumpulan ukuran kinerja yang terstruktur dan proses yang tergabung untuk mendefinisikan

bagaimana manajemen menggunakan ukuran kinerja untuk mengelola kinerja organisasi atau

sistem. Pendekatan Proses dalam Pengukuran Kinerja Rantai Pasok :

1. Identifikasi dan hubungkan semua proses yang terlibat baik di dalam maupun di luar

organisasi.

2. Definisikan dan batasi proses inti.

3. Tentukan misi, tanggung jawab dan fungsi dari proses inti.

4. Uraikan dan identifikasi sub proses.

5. Tentukan tanggung jawab dan fungsi sub proses.

6. Uraikan lebih lanjut sub proses menjadi aktivitas.

7. Hubungkan target antar hirarki mulai dari proses sampai aktivitas.

Dimensi Kinerja Rantai Pasok :

1. Biaya : dana yang dikeluarkan untuk membiayai operasional rantai pasok.

2. Waktu : durasi yang dibutuhkan untuk melaksanakan sebuah aktivitas.

3. Kapasitas : ukuran seberapa banyak volume pekerjaan yang bisa dilakukan oleh suatu

sistem atau bagian dari rantai pasok pada periode tertentu.

4. Kapabilitas : kemampuan agregat rantai pasok untuk melakukan suatu aktivitas.

Reliabilitas :konsisten memenuhi janji kepada pelanggan

Ketersediaan : penyediaan produk pada waktu yang ditentukan

Fleksibilitas : cepat berubah sesuai kebutuhan hasil.

5. Produktivitas : efektivitas dalam proses mentransformasi input menjadi hasil.

6. Utilisasi : pemanfaatan sumber daya dalam rantaipasok

7. Hasil dari proses atau aktivitas.

Teknik Meranking Pemasok Menggunakan Metoda Analytical Hiearchy Process

(AHP). Prosedur umum:

1. Tetapkan tujuan dengan mengurutkan alternatif-alternatif pemasok.

2. Tentukan kriteria atau sub kriteria (jika diperlukan).

3. Tetapkan alternatif-alternatif

4. Buat struktur hirarki

5. Lakukan penilaian perbandingan berpasangan menggunakan skala Saaty.

Selanjutnya menurut Mutakin (2011), kinerja rantai pasok dapat diukur dengan

menggunakan model SCOR. Model SCOR merupakan model dari operasi rantai pasok

berdasarkan proses yang mengintegrasikan tiga unsur utama dalam manajemen, yaitu BPR,

benchmarking dan BPA kedalam kerangka lintas fungsi rantai pasok. SCOR membagi proses-

proses rantai pasok menjadi lima (5) proses inti, yaitu plan, source, make, deliver dan return.

SCOR juga memiliki tiga (3) level proses dari umum hingga ke detil, yaitu:

1. Level satu (1) adalah level tertinggi yang memberikan definisi umum dari lima (5)

proses inti.

2. Level kedua (2) dikatakan sebagai configuration level, dimana rantai pasok perusahaan

dapat dikonfigurasi berdasarkan 30 proses inti, perusahaan dapat membentuk

konfigurasi saat ini (as-in) maupun yang diinginkan (to-be).

3. Level ketiga (3) dinamakan proses unsur level yang mengandung definisi unsur proses,

input metrik masing-masing unsur proses dan referensi.

Dalam metode SCOR terdapat atribut kinerja yang diukur, yaitu rantai pasok reliability, rantai

pasok responsiveness, rantai pasok costs dan rantai pasok asset mana-gement. Parameter

atribut menggunakan metrik kinerja berikut :

Tabel 1. Metrik Suplly Chain Beserta Susunannya

Atribut Kinerja Matrik Data Aktual Data Benchmark

Rantai pasok reliability POF % %

Rantai pasok responsiveness OFCT Hari Hari

Rantai pasok costs COGS % %

Rantai pasok asset management CTCCT Hari Hari

(Bolstroff dan Rosenbeum, dalam Mutakin 2011)

Keterangan:

1. Perfect Order Fulfillment (POF)

POF adalah persentase dari pesanan yang terkirim lengkap dan pada waktunya

sesuai dengan permintaan pelanggan dan barang yang dikirim tidak memiliki masa-

lah mutu. Cara menentukan nilai POF adalah :

POF =

2. Order Fulfillment Cycle-Time (OFCT)

OFCT adalah jumlah waktu (hari) yang dibutuhkan sejak dari order diterima

sampai produk diterima ditempat pelanggan. Besarnya nilai OFCT dapat diukur

dari rataan jumlah hari yang dibutuhkan dalam pengiriman semen ke pelanggan,

mulai dari pelanggan memesan barang hingga barang sampai ke tangan pelanggan.

3. Cost of Good Sold (COGS)

COGS adalah biaya langsung untuk material dan biaya upah yang dibutuhkan

untuk membuat produk. COGS diartikan dengan harga pokok penjualan. Untuk

menentukan nilai COGS adalah :

COGS = Inventori awal + pembelian selama periode – inventori akhir

4. Cash-to-cash cycle time (CTCCT)

Hasil dari metrik pada tabel 1 di bawah ini berguna untuk mengukur kecepatan

rantai pasok mengubah persediaan menjadi uang. Perusahaan yang baik akan

memiliki siklus cash-to-cash pendek, semakin pendek waktu yang dibutuhkan,

maka semakin bagus rantai pasok. Berikut ini adalah tiga (3) komponen dalam

perhitungan CTCCT:

Satu, rataan account receivable (hari) merupakan ukuran seberapa ce-pat

pelanggan membayar barang yang sudah diterima; Dua, rataan account payable

(hari) mengatur kecepatan perusahaan membayar ke pemasok untuk material/

komponen yang sudah diterima; Ketiga, rataan persediaan (dalam hari, yaitu

inventory days of supply). Dengan ketiga (3) komponen tersebut, CTCCT dihitung

berikut :

CTCCT = inventory days of supply + average days of account recivable – average

days of account payable.

Untuk memperpendek CTCCT, perusahaan dapat melakukan salah satu atau

kombinasi dari tiga cara berikut, yaitu (1) menurunkan tingkat persediaan; (2)

melakukan negosiasi term pembayaran ke pemasok; dan (3) melakukan negosiasi

dengan pelanggan supaya lebih cepat membayar. CTCCT yang mengintegrasikan

siklus di tiga fungsi, berupa pengadaan (purchasing), produksi (manufacturing)

dan penjualan/distribusi (sales and distribution).

2.3 Keterlibatan PT Baturaden Indah dalam Rantai Pasok

Pembangunan jalan tol sangat mempengaruhi perekonomian suatu wilayah.Fungsi

jalan tol sebagai penghubung antar kota yang bisa ditempuh dalam waktu yang lebih singkat

merupakan faktor pendukung yang sangat baik bagi berjalannya ekonomi disuatu wilayah.

Demikian halnya jalan tol yang sedang dibangun di daerah Semarang sampai dengan Solo.

Ketepatan waktu dalam penyelesaian jalan tol sangat dibutuhkan. Oleh karena itu para

kontraktor membutuhkan dukungan dari para pemasok penyedia bahan konstruksi jalan tol.

Ketepatan penyelesaian jalan tol ini erat kaitannya dengan jasa penyedia bahan

konstruksi. Jadi dibutuhkan gambaran yang jelas mengenai pola rantai pasok dalam

pembangunan jalan tol. Hal ini sangat bermanfaat untuk menghemat waktu dan tenaga

sehingga pembangunan dapat berjalan lancar. Rantai pasok yang baik dapat diatur memalui

manajemen rantai pasok. Manajemen rantai pasok sangat dibutuhkan untuk mengatur pola

rantai pasok dan mengurangi resiko rantai pasok.

Dalam rantai pasok, posisi PT Baturaden Indah adalah sebagai suplier bagi PT Waskita

sebagai kontraktor dalam pembangunan jalan tol Semarang – Solo. Dengan adanya

permasalahan jadwal selesainya alan tol yang terlambat, perlu dipahami alur dari rantai pasok.

Berikut ini adalah gambaran perusahaan BPT Baturaden Indah dalam rantai pasok ini:

Gambar 1: Gambaran Rantai Pasok PT Baturaden Indah

Pemasok pasir

Pemasok batu

Pemasok Lpa &

Lpb

PT Baturaden

Indah

PT Waskita Proyek Jalan tol

Dari gambar di atas, dapat dilihat bahwa PT Baturaden Indah berada di posisi penting

dalam alur rantai pasok. Oleh karena itu, diperlukan koordinasi yang baik dalam alur rantai

pasok konstruksi ini. Tujuannya adalah penyelesaian proyek tepat waktu.

Jadi, penulis tertarik untuk membuat pola rantai pasok dalam industri jalan tol di Jawa

Tengah. Selain itu, dengan mengatahui pola rantai pasok manajemen, dapat mengurangi resiko

pembengkak biaya, perlambatan waktu dan ketepatan dalam mengambil bahan baku. Penulis

juga tertarik menganalisa masalah-masalah yang terjadi pada proyek jalan tol ini, yaitu masalah

kurangnya koordinasi dan komitmen antara suplier dan pelanggan dalam rantai pasok di proyek

alan tol Jawa Tengah, khususnya Semarang-Solo, kurang sempurnanya sistem komunikasi dan

informasi, kurangnya pemahaman manajemen tentang manajemen rantai pasok serta

kurangnya pelatihan untuk suplier dari kontraktor dan sub kontraktor dan pekerja,sehingga

pada akhirnya bisa dijadikan bahan pertimbangan saat akan melakukan pembuatan jalan tol

yang lain. Sementara kinerja rantai pasok dalam penelitian ini akan diukur dengan

menggunakan metode SCOR (Mutakin, 2011).