bab ii presiptasihujan

48

Upload: ahmad-tri-purnomo

Post on 03-Jan-2016

60 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab II Presiptasihujan
Page 2: Bab II Presiptasihujan
Page 3: Bab II Presiptasihujan

HUJAN (PRECIPITATION)

Karakteristik hujanStasiun penakar hujanAnalisis data hujan

Uji konsistensi Pengisian data hilang Hujan DAS Depth area duration (DAD) curve Hujan rancangan Intensity duration frequency (IDF) curve Distribusi hujan

Page 4: Bab II Presiptasihujan

HUJAN (PRECIPITATION)

1. Umum Dari daur (siklus) hidrologi terlihat bahwa air yang

berada di bumi baik langsung maupun tidak

langsung berasal dari air hujan (precipitation).

Dengan demikian untuk meyelesaikan masalah

dalam hidrologi, besaran dan sifat hujan penting

untuk dipahami oleh hidrologis.

Page 5: Bab II Presiptasihujan

HUJAN (PRECIPITATION)

1. Umum Dari daur (siklus) hidrologi terlihat bahwa air yang

berada di bumi baik langsung maupun tidak

langsung berasal dari air hujan (precipitation).

Dengan demikian untuk meyelesaikan masalah

dalam hidrologi, besaran dan sifat hujan penting

untuk dipahami oleh hidrologis.

Page 6: Bab II Presiptasihujan

Sistem DAS

Input Output

Page 7: Bab II Presiptasihujan

2. Diskripsi Kuantitatif Hujan

Lama hujan:

lama hujan tipikal biasanya diukur dalam jam,

untuk DAS kecil mungkin dalam menit,

sedang untuk DAS besar dapat dalam hari

untuk lama hujan 1, 2, 3, ..., 24 jam dapat

digunakan dalam analisis hidrologi untuk

perancangan.

Page 8: Bab II Presiptasihujan

Kedalaman hujan dan lama hujan:

bervariasi tergantung iklim, lokasi, waktu dll

intensitas hujan :

kedalaman hujan (d) per satuan waktu (t)

biasanya dinyatakan dalam mm/jam

t

dI

Page 9: Bab II Presiptasihujan

Contoh kedalaman hujan (Soemarto, 1987):

Cherrapoongee (India) : 10 000 mm/tahun

Lereng Gunung Slamet : 4 000 mm/tahun

Malang, Jawa Timur : 3 000 mm/tahun

Singapura : 2 300 mm/tahun

Belanda : 750 mm/tahun

Teheran (Iran) : 220 mm/tahun

Page 10: Bab II Presiptasihujan

3. Variabilitas hujan

temporally temporal rainfall distribution : variasi

kedalaman hujan untuk kurun waktu kejadian hujancontoh (discrete form) : hyetograph

waktu

i

Page 11: Bab II Presiptasihujan

spatially spatial rainfall distribution: variasi kedalaman

hujan pada ruang/lokasi yang berbeda. Contoh terlihat pada peta isohyet

d1d2

d3

d4d5

Page 12: Bab II Presiptasihujan

Data Hujan Stasiun Klegen Januari 1991

0

50

100

150

200

250

3001 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31

Tanggal

Tin

gg

i H

uja

n (

mm

)Data Hujan Stasiun Kaliangkrik

Januari 1991

0

50

100

150

200

250

300

1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31

Tanggal

Tin

gg

i H

uja

n (

mm

)

Data Hujan Stasiun Kaliloro Januari 1991

0

50

100

150

200

250

300

1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31

Tanggal

Tin

gg

i H

uja

n (

mm

)

Data Hujan Stasiun Salaman Januari 1991

0

50

100

150

200

250

300

1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31

Tanggal

Tin

gg

i H

uja

n (

mm

)

Page 13: Bab II Presiptasihujan

Data Hujan Stasiun Klegen Tahun 1991

0

200

400

600

800

1000

1200

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

Data Hujan Stasiun Kaliangkrik Tahun 1991

0

200

400

600

800

1000

1200

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

Data Hujan Stasiun Kaliloro Tahun 1991

0

200

400

600

800

1000

1200

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

Data Hujan Stasiun Salaman Tahun 1991

0

200

400

600

800

1000

1200

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

Page 14: Bab II Presiptasihujan

Rata-rata Data Hujan Tahun 1991-1995

3116

35583339

2577

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

4000

Klegen Kaliangkrik Kaliloro Salaman

Page 15: Bab II Presiptasihujan

Karena kedalaman hujan bervariasi baik dalam ruang dan waktu, maka diperlukan data hujan dari beberapa stasiun penakar hujan untuk memperkirakan hujan kawasan/ hujan DAS

4. Analisis hujan

Hujan DAS aritmatik/ rerata aljabar poligon Thiessen isohyet

Page 16: Bab II Presiptasihujan

Metode Aritmatikpaling sederhanaakan memberikan hasil yang teliti bila:stasiun hujan tersebar merata di DAS

variasi kedalaman hujan antar stasiun relatif kecil 

dengan N : jumlah stasiun Pi : kedalaman hujan di

stasiun i

P Pii 1

N

Page 17: Bab II Presiptasihujan

Metode Aritmatik 

A

B

C

)(3

1

1

1

CBA

n

ii

PPP

dn

P

Page 18: Bab II Presiptasihujan

Metode Thiessen relatif lebih teliti kurang fleksibel tidak memperhitungkan faktor topografi objektif  

P Pii 1

N

i .

dengan N: jumlah stasiun Pi: kedalaman hujan di stasiun I i: bobot stasiun I =Ai / Atotal Ai: luas daerah pengaruh sta. I Atotal : luas total

Page 19: Bab II Presiptasihujan

Metode Thiessen 

CCBBAA

n

iii

PPP

PP

1

A

B

C

Page 20: Bab II Presiptasihujan

Metode Isohyet fleksibel perlu kerapatan jaringan yang cukup untuk

membuat peta isohyet yang akurat subjetif  

dengan: n : jumlah luasan Pi: kedalaman hujan di kontur i i: bobot stasiun I =Ai / Atotal Ai: luas daerah antara dua garis kontur kedalam hujan Atotal : luas total

2

1 1 ii

n

ii

PPA

AP

Page 21: Bab II Presiptasihujan

Metode Isohyet 

A

ddA

ddA

ddA

AP

n

i

ii

22

2

1

655

211

1

2

d2

A

B

C

A2A1

A5

A3

A4

d1

d4

d3

d5d6

Page 22: Bab II Presiptasihujan

Kualitas Data

1. Pengisian data hilang Dalam praktek di lapangan sering dijumpai rangkaian data yang tidak lengkap karena:

kerusakan alat kelalaian petugas

  Untuk mengatasi hal tersebut dapat diisi dengan cara yang ada misal: a. Normal Ratio Method b. Reciprocal Square Distance Method

Page 23: Bab II Presiptasihujan

dengan n : banyaknya stasiun hujan di sekitar stasiun XPx : kedalaman hujan yang diperkirakan di stasiun X,Pi : kedalaman hujan di stasiun i,Anx : hujan rerata (normal) tahunan di stasiun X,Ani : hujan rerata di stasiun i

a. Normal Ratio Method

ni

nxn

iix A

AP

nP

1

1

Page 24: Bab II Presiptasihujan

dengan n : banyaknya stasiun hujan dxi : jarak stasiun X ke stasiun i,

Px : kedalaman hujan yang diperkirakan di stasiun X, Pi : kedalaman hujan di stasiun i,

b. Reciprocal Square Distance Method

21

1

21

1

xi

in

in

i xi

xd

P

d

P

Page 25: Bab II Presiptasihujan

2. Ketidakpanggahan Data (inconsistency) karena:

alat diganti dengan spesifikasi berbeda, lokasi alat dipindahkan, perubahan lingkungan yang mendadak.

Pengujian dapat dilakukan dengan double mass analysis.  

Hujan rerata kumulatif sta. acuan

Hujan kumulatif sta. uji

Page 26: Bab II Presiptasihujan

5. Hujan Rancangan

Hujan rancangan (design rainfall) merupakan suatu pola hujan yang digunakan dalam rancangan hidrologi

Hujan rancangan digunakan sebagai masukan (input) model hidrologi untuk menentukan debit rancangan dengan menggunakan model hujan-aliran.

Page 27: Bab II Presiptasihujan

Hujan rancangan dapat dihitung berdasarkan data hujan dari stasiun penakar hujan atau karakteristik hujan DAS yang dihasilkan dari studi sebelumnya

Pemilihan pola hujan rancangan akan tergantung dari model hujan-aliran yang akan digunakan.

Page 28: Bab II Presiptasihujan

Hujan rancangan dapat berupa:

Hujan titik, misal pada metoda rational untuk rancangan sistem drainase

AiCQ TtT c ),(

dengan: QT : debit rancangan dengan kala ulang T tahun

C : koefisien pengalirani(tc,T) : intensitas hujan untuk waktu konsentrasi tc

dan kala ulang T tahunA : luas DAS

Page 29: Bab II Presiptasihujan

Hyetograph, misal pada hujan-aliran untuk perancangan bangunan pelimpah suatu bendungan dengan metoda unit hidrograf

waktu

Q

waktu

i

UH

Page 30: Bab II Presiptasihujan

Analisis hujan rancangan

hujan titik

dengan menggunakan rangkaian data hujan maksimum tahunan untuk durasi/ lama hujan tertentu di DAS

Berdasarkan seri data maksimum tersebut, hujan rancangan dengan kala ulang yang diinginkan dapat di tentukan dengan analisis frekuensi

Page 31: Bab II Presiptasihujan

hujan DAS

berdasarkan hasil analisis hujan titik (stasiun) dan dengan menggunakan kurva hubungan antara kedalaman hujan titk dengan luas DAS (depth area duration curve)

Luas DAS (km2)

% P100

50

250 500

24-jam

3-jam1-jam

30-menit

Page 32: Bab II Presiptasihujan

Kurva intensity-duration-frequency (IDF curve) atau lengkung hujan

digunakan untuk menentukan hujan rancangan untuk perancangan saluran drainasi, yang meliputi intensitas , lama hujan dan frekuensi (kala ulang).

IDF dapat dibuat berdasarkan analisis frekuensi data hujan otomatik (durasi menit, jam)

Jika data otomatik tidak tersedia, IDF dapat diturunkan berdasarkan analisis frekuensi data harian dan dengan rumus pendekatan

Page 33: Bab II Presiptasihujan

0

10

20

30

40

50

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120

durasi (menit)

Inte

sita

s hu

jan

(mm

/jam

)

2 tahunan

5 tahunan

10 tahunan

Page 34: Bab II Presiptasihujan

Design hyetographs

Dapat diperoleh dengan menganalisis kejadian hujan otomatik, pola tipical hyetograph dapat ditentukan. Misal agihan Tadashi

Apabila data otomatik tidak tersedia, hyetograph dapat ditentukan berdasarkan data harian dan dengan rumus pendekatan misal Mononobe (Sosrodarsono dan Takeda, 1983)

Atau dengan grafik hubungan antra waktu dan kedalaman hujan

Page 35: Bab II Presiptasihujan

Rumus Haspers

Untuk hujan dengan durasi pendek (< 2 jam)

TT R

tt

q

R260

60

1200008,060

60

1 2

dengan : q : intensitas hujan dalam mm/jam, RT : hujan harian rancangan dengan kala ulang T tahun, dalam mm, t : durasi hujan dalam menit.

Page 36: Bab II Presiptasihujan

Rumus Mononobe

nTtT t

RI

24

2424

dengan: : intensitas hujan pada durasi t dengan

kala ulang T tahun (mm/jam) : intensitas hujan harian maksimum pada T yang ditinjau mm/hari) t : durasi hujan (jam)n : konstanta

tTI

TR24

Page 37: Bab II Presiptasihujan

Frekuensi kejadian hujan DAS Code

Kedalaman hujan50-75 mm

2

5

22

20

16

1110

6

43

4

12

0

5

10

15

20

25

1 3 5 7 9 11 13

Lama hujan (jam)

Fre

kue

ns

i

Kedalaman hujan75-100 mm

5

2

4

2

4

6

32

4

21 1 1

0

5

10

15

20

25

1 3 5 7 9 11 13

Lama hujan (jam)

Fre

kue

ns

i

Kedalaman hujan100-150 mm

23

1

4

2 21

6

3

1 12

0

5

10

15

20

25

1 3 5 7 9 11 13

Lama hujan (jam)

Fre

kue

ns

i

Kedalaman hujan> 150 mm

0 0 0 0 0 0 0

2

01 1

0

5

10

15

20

25

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Lama hujan (jam)

Fre

kue

ns

i

Page 38: Bab II Presiptasihujan

Kurva distribusi hujan DAS Code, DIY

Page 39: Bab II Presiptasihujan

Kurva profile hujan aktual y = -0,0054x2 + 1,5659x - 2,2673

R2 = 0,9992

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

0 25 50 75 100

Durasi hujan (%)

Hu

jan

ku

mu

lati

f (%

)

Kurva distribusi hujan DAS Cimanuk, Jawa Barat

Page 40: Bab II Presiptasihujan

Kurva distribusi hujan DAS Cimanuk, Jawa Barat (Arief, 2005)

0

20

40

60

80

100

0 20 40 60 80 100Durasi hujan (%)

Huj

an k

umul

atif (

%)

Page 41: Bab II Presiptasihujan

Distribusi hujan

Dapat diperoleh berdasarkan data hujan otomatik, pola tipical distribusi hujan dapat ditentukan

Apabila data otomatik tidak tersedia, distribusi hujan dapat ditentukan dengan model distribusi hipotetik (Chow et al., 1988) seperti: uniform, segitiga, bell shape, ataupun alternating block method; sedang lama hujannya dapat didekati dengan waktu konsentrasi tc dengan rumus yang ada seperti:

Page 42: Bab II Presiptasihujan

)(0663.0 385.077.0 jamSLtc

Waktu konsentrasi tc (Pilgrim, 1987)

Rumus Kirpich

Rumus Bransby-Williams

)(243.0 2.01.0 jamSALtc

dengan A : luas DAS (km2) L : panjang sungai utama (km) S : landai sungai utama

38,076,0 Atc Australian rainfall-runoff

Page 43: Bab II Presiptasihujan

)(0663.0 385.077.0 jamSLtc

Waktu konsentrasi tc (Pilgrim, 1987)

Rumus Kirpich

DAS Cimanuk (Kurniadi, 2005)

dengan A : luas DAS (km2) L : panjang sungai utama (km) S : landai sungai utama

38,076,0 Atc Australian rainfall-runoff

tc=0.57 A0.41   (jam)

Page 44: Bab II Presiptasihujan

Penentuan agihan alternating block method

Hitung waktu konsentrasi tcHitung intensitas hujannya (jam ke 1, 2,…, tc)Hitung kedalamannyaHitung penambahan kedalaman untuk tiap interval waktunyaSelanjutnya gambar ABM-nya dengan nilai maksimum (step 4) diletakkan di tengah, sedang nilai dibawahnya diletakkan selang-seling dari kanan kiri dari nilai maksimumnya. Nilai maksimum ke-2 di sebelah kanannya, maksimum ke-3 disebal kkirinya dst.

Page 45: Bab II Presiptasihujan

05

1015202530

1 2 3 4 5 6 7 8

Waktu (jam)

% P

Jam 1 2 3 4 5 6 7 8

%P 26 24 17 13 7 5.5 4 3.5

Distribusi hujan menurut Tadashi Tanimoto

Page 46: Bab II Presiptasihujan

Lama Intensitas Depth (mm) Incremental depth Rainfall dist1 45.18 45.18 45.18 4.432 26.86 53.73 8.55 8.553 19.82 59.46 5.73 45.184 15.97 63.89 4.43 5.735 13.51 67.56 3.67 3.67

0

10

20

30

40

50

1 2 3 4 5

Waktu (jam ke-)

Inte

nsita

s hu

jan

(mm

/jam

)

Page 47: Bab II Presiptasihujan

3 4 58

42

11

65 4

0

10

20

30

40

50

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Waktu (jam-ke)

ke

dal

aman

hu

jan

(m

m)

agihan hujan dengan alternating block method (ABM)

Page 48: Bab II Presiptasihujan

6. Sumber Data Data hujan dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti:• Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG)• Dinas Pengairan, • Puslitbang Pengairan• Studi tentang keairan,• dll.