bab ii pembagian kekuasaan di indonesia a.teori...
TRANSCRIPT
BAB II
PEMBAGIAN KEKUASAAN DI INDONESIA
A.Teori Negara Hukum
Istilah rechtsstaat yang diterjemahkan sebagai Negara hukum menurut
Philipus M.Hadjon mulai populer di Eropa sejak abad ke-19,meski pemikiran
tentang hal itu telah lama ada20.Cita Negara hukum itu untuk pertama kalinya di
kemukakan oleh Plato dan kemudian pemikiran tersebut dipertegas oleh
Aristoteles21.Menurut Aristoteles,yang memerintah dalam suatu Negara bukanlah
manusia,melainkan pikiran yang adil dan kesusilaanlah yang menentukan baik
atau buruknya suatu hukum.Menurut Aristoteles,suatu Negara yang baik ialah
Negara yang diperintah dengan konstitusi dan berkedaulatan hukum.Ia
menyatakan22
Artinya ; Aturan konstutitusional dalam suatu Negara berkaitan secara
erat,juga dengan mempertanyakan kembali apakah lebih baik diatur oleh manusia
yang terbaik sekalipun atau hukum yang terbaik,selama pemerintahan menurut
:
“Constitutional rule in a state is closely connected,also with the requestion whether is better to be rulled by the best men or the best law,since a goverrment in accordinace with law,accordingly the supremacy of law is accepted by Aristoteles as mark of good state and not merely as an unfortunate neceesity.”
20 Philipus.M.Hadjon,Kedaulatan Rakyat,Negara Hukum dan Hak-hak Asasi
Manusia,Kumpulan Tulisan dalam rangka 70 tahun Sri Soemantri Martosoewignjo,Media Pratama,Jakarta,1996,hal.72
21NI’matul Huda,Negara Hukum,Demokrasi dan Judicial Riview,UII Press,Yogyakarta,2005,hal.1
22George Sabine ,A History of Political Theory,George G.Harrap & CO.Ltd.,London,1995,hal.92 : juga Dahlan Thaib,Kedaulatan Rakyat ,Negara Hukum dan Hak-hak Asai Manusia,hal.22
hukum. Oleh sebab itu,supremasi hukum diterima oleh Aristoteles sebagai
pertanda Negara yang baik dan bukan semata-mata sebagai keperluan yang tidak
layak.
Aristoteles juga mengemukakan tiga unsur dari pemerintahan
berkonstitusi. Pertama, pemerintah dilaksanakan untuk kepentingan
umum.Kedua,pemerintahan dilaksanakan menurut hukum yang berdasarkan
ketentuan-ketentuan umum,bukan hukum yang dibuat secara sewenang-wenang
yang mengesampingkan konvensi dan konstitusi.Ketiga,pemerintahan
berkonstitusi yanga dilaksanakan atas kehendak rakyat23
Konsep Negara hukum rechtsstaat di Eropa Kontinental sejak semula
didasarkan pada filsafat liberal yang individualistic.Ciri individualistic itu sangat
menonjol dalam pemikiran Negara hukum menurut konsep Eropa Kontinental
itu.Konsep rechtsstaat menurut Philus M.Hardjon lahir dari suatu perjuangan
menentang absolutism,sehingga sifatnya revolusioner
. Pemikiran Aristoteles
tersebut diakui merupakan cita Negara hukum yang dikenal sampai sekarang.
Bahkan, ketiga unsur itu hamper ditemukan dan dipraktikkan oleh semua Negara
yang mengidentifikasikan dirinya sebagai Negara hukum.
24
Adapun cirri-ciri rechtsstaat adalah sebagai berikut
.
25
1. Adanya Undang-undang Dasar atau konstitusi yang memuat ketentuan
tertulis tentang hubungan antara penguasa dan rakyat;
:
2. Adanya pembagian kekuasaan Negara ;
23 Ibid. 24 Philipus M.Hadjon,Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia,Bina Ilmu
Surabaya,1987,hal.72 25 Ni’matul Huda,Negara Hukum Demokrasi dan Judicial Review,UII Press
Yogyakarta,2005,hal.9
3. Diakui dan dilindunginya hak-hak kebebasan rakyat.
Ciri-ciri rechtsstaat tersebut menunjukkan bahwa ide sentral rechtsstaat
adalah pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia yang bertumpu pada
prinsip kebebasan dan persamaan .Adanya Undang-undang Dasar secara teoritis
memberikan jaminan konstitusional atas kebebasan dan persamaan
tersebut.Pembagian kekuasaan dimaksudkan untuk mencegah terjadinya
penumpukan kekuasaan dalam satu tangan.Kekuasaan yang berlebihan yang
dimiliki seorang penguasa cendrung bertindak mengekang kebebasaan dan
persamaan yang menjadi ciri khas Negara hukum.
Ciri-ciri rechtsstaat tersebut juga melekat pada Indonesia sebagai sebuah
Negara hukum.Ketentuan bahwa Indonesia adalah Negara hukum tidak dapat
dilepaskan dari Pembukaan UUD 1945 sebagai citanegara hukum,kemudian
ditentukan dalam batang tubuh dan penjelasan UUD 1945 (sebelum
diamandemen). Alinea I Pembukaan UUD 1945 mengandung kata perikeadilan ;
dalam alinea II terdapat kata adil; dalam alinea II terdapat kata Indonesia; dalam
alinea IV terdapat kata keadilan sosial dan kata kemanusiaan yang adil.Semua
istilah tersebut merujuk pada pengertian Negara hukum,karena salah satu tujuan
Negara hukum adalah untuk mencapai keadilan26
Menurut Azhary,dalam penjelasan UUD 1945 (sebelum
amandemen),istilah rechtsstaat merupaka suatu genus begrip,sehingga dalam
.Pengertian keadilan yang
dimaksud dalam konsep Negara hukum Indonesia adalah bukan hanya keadilan
hukum (legal justice),tetapi juga keadilan sosial (sociale justice).
26 Dahlan Thaib,Kedaulatan Rakyat Negara Hukum dan Hak-hak Asasi
Manusia,Kumpulan Tulisan dalam rangka 70 tahun Sri Soemantri Martosoewignjo,Media Pratama,Jakarta,1996,hal. 25
kaitannya dengan UUD 1945 adalah suatu pengertian khusus dari istilah
rechtsstaat sebagai genus begrib,sehingga dalam kaitannyadengan UUD 1945
adalah suatu pengertian khusus dari istilah rechtsstaat sebagai genus begrib.Studi
tentanag rechtsstaat sudah sering dilakukan oleh ahli hukum Indonesia,tetapi
studi-studi mereka belum sepenuhnya dapat menentukan bahwa Indonesia
tergolong sebagai Negara hukum dalam pengertian rechtstaat atau rule of
law27.Ada kecendrungan interpretasi yang mengarah pada konsep rule of
law,antara lain pemikiran Sunaryati Hartono dalam bukunya,Apakah The Rule of
Law Itu?28
Padmo Wahjono menelaah Negara hukum Pancasila dengan bertitik tolak
dari asas kekeluargaan yang tercantum dalam UUD 1945,yang diutamakan dalam
asas kekeluargaan adalah rakyat banyak dan harkat dan martabat manusia
.
Oemar Senoadji,bahwa Negara Hukum Indonesia memiliki cirri-ciri khas
Indonesia.Karena Pancasila diangkat sebagai dasar pokok dan sumber
hukum,Negara Hukum Indonesia dapat pula dinamakan Negara Hukum
Pancasila.Salah satu cirri pokok dalam NegaraHukum Pancasila ialah adanya
jaminan terhadap freedom of religion atau kebebasan beragama.
Ciri berikutnya dari Negara Hukum Indonesia menurut Oemar Senoadji
ialah tiada pemisahan yang rigid dan mutlak antar agama dan Negara.Karena
menurutnya,agama dan Negara berada dalam hubungan yang harmonis.
27 Azhary,Negara Hukum (Suatu Studi tentang Prinsip-prinsipnya,Dilihat Dari Segi
Hukum Islam,Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini),Penerbit Kencana,Jakarta,2003,hal.92
28 Sunaryati Hartono,Apakah Rule of Law itu?,Penerbit P.T Alumni,Bandung,1982,hal.1
dihargai29
Azhary, hukum adalah wahana untuk mencapai keadaan yang tata tentram
kerta rahaja dan bukan sekedar untuk Kamtibmas (rust en orde)
.Pasal 33 UUD 1945 mencerminkan secara khas asas kekeluargaan
ini.Pasal ini menegaskan bahwa yang penting ialah kemakmuran masyarakat dan
bukan kemakmuran orang perorang.Kiranya konsep Negara Hukum Pancasila
perlu ditelaah pengertiannya dilihat dari sudut pandang asas kekeluargaan.
Padmono Wahjono memahami hukum sebagai suatu alat atau wahana
untuk menyelenggarakan kehidupan Negara atau ketertiban dan
menyelenggarakan kesejahteraan sosial.Pengertian ini tercermin dalam rumusan
Penjelasan UUD1945 (sebelum amandemen) yang menyatakan bahwa Undang-
undang Dasar hanya memuat aturan-aturan pokok atau garis-garis besar sebagai
instruksi kepada Pemerintah Pusat dan lain-lain penyelenggaraan Negara untuk
menyelenggarakan kehidupan Negara dan kesejahteraan sosial.
30 .Padmono
Wahjono menjelaskan pula bahwa dalam UUD 1945 (sebelum amandemen)
terdapat penjelasan bahwa bangsa Indonesia juga mengakui kehadiran atau
eksistensi hukum tidak tertulis (selain hukum yang tertulis).Sehubungan dengan
fungsi hukum,Padmo Wahjono menegaskan tiga fungsi hukum dilihat dari cara
pandang berdasarkan asas kekeluargaan,yaitu :31
1. Mengakkan demokrasi sesuai dengan rumusan tujuh pokok sistem
pemerintahan Negara dalam Penjelasan UUD 1945.
29Padmo Wahjono,Konsep Yuridis Negara Hukum Republik Indonesia, Rajawali, Jakarta,
1982, hal.17 30 Azhary,Negara Hukum Azhary,Negara Hukum (Suatu Studi tentang Prinsip-
prinsipnya,Dilihat Dari Segi Hukum Islam,Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini),Penerbit Kencana,Jakarta,2003,Op.Cit,hal.95
31Padmo Wahjono,Konsep Yuridis Negara Hukum Republik Indonesia, Rajawali, Jakarta, 1982,Op.Cit.hal.18
2. Mewujudkan keadilan sosial sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945;
3. Menegakkan perikemanusiaan yang didasarkan pada Ketuhanan Yang
Maha Esa dan dilaksanakan secara adil dan beradab.
Padmo Wahjono menamakan fungsi hukum Indonesia sebagai suatu
pengayoman.Oleh karena itu,iaberbeda dengan cara pandang liberal yang
melambangkan hukum sebagai Dewi Yustitia yang memegang pedang dan
timbangan dengan mata tertutup,memeperlihatkan bahwa keadilan yang tertinggi
ialah suatu ketidakadilan yang paling tinggi.Hukum di Indonesia dilambangkan
dengan pohon pengayoman32
Oleh karena itu,Negara tidak terbentuk karena suatu perjanjian,melinkan
Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didioronkan oleh
keinginan luhur,supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas,… Padmo Wahjono
mengaskan bahwa konstruksi yang didasarkan atas asas kekeluargaan itu bukanlah
suatu vertrag,melainkan atas asas kesepakatan suatu tujuan (gesamtakt)
.
Berbeda dengan cara pandang liberal yang melihat Negara sebagai suatu
status (state) tertentu yang dihasilkan oleh suatu perjanjian masyarakat dari
individu-individu yang bebas atau dari status naturalis ke status civil dengan
perlindungan terhadap civil rights,sehingga dalam Negara Hukum Pancasila ada
suatu anggapan bahwa manusia dilahirkan dalam hubungannya atau
keberadaannya dengan Tuhan.
33
Berdasarkan uraian di atas,Padmono Wahjono tiba pada suatu rumusan
Negara menurut bangsa Indonesia,yaitu suatu kehidupan berkelompok bangsa
.
32 Ibid,hal.19 33 Ibid.hal.20
Indonesia ,atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorong oleh
keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas dalam arti
merdeka,berdaulat,bersatu,adil dan makmur.
Berdasarkan dua pandangan pakar hukum tersebut dapat disimpulkan
bahwa meskipun dalam Penjelasan UUD 1945 (sebelum diamandemen)
digunakan istilah rechtsstaat,konsep rechtsstaat yang dianut oleh Negara Indonesia
bukanlah konsep Negara hukum Eropa Kontinental dan bukan pula konsep rule of
law dari Anglo-Saxon,melainkan konsep Negara Hukum Pancasila dengan cirri-
ciri,antara lain :
1. Adanya hubungan yang erat antara agama dan Negara ;
2. Bertumpu pada Ketuhanan Yang Maha Esa ;
3. Kebebasan beragam dalam arti positif;
4. Ateisme tidak dibenarkan dan komunisme dilarang;serta ;
5. Asas kekeluargaan dan kerukunan
Adapun unsure-unsur pokok Negara Hukum Indonesia adalah (1) Pancasila;
(2) Majelis Permusyawaratan Rakyat ; (3) Sistem Konstitusi ; (4) Persamaan ;
dan (5) Peradilan yang Bebas. Dari unsure-unsur yang dikemukakan Azhary
tersebut ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam Negara Hukum
Pancasila,yaitu 34
1. Kebebasan beragama harus mengacu pada makna yang positif sehingga
pengingkaran terhadap Tuhan Yang Maha Esa (ateisme) atau sikap yang
:
34 Azhary,Negara Hukum Azhary,Negara Hukum (Suatu Studi tentang Prinsip-
prinsipnya,Dilihat Dari Segi Hukum Islam,Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini),Penerbit Kencana,Jakarta,2003,Op.Cit,hal 96.
memusuhi Tuhan Yang Maha Esa tidak dibenarkan,seperti terjadi di
Negara-negara komunis yang membenarkan propaganda anti agama;
2. Ada hubungan yang erat antara Negara dan agama,sehingga baik secara
rigid atau mutlak maupun secara longgar atau nisbi,Negara Republik
Indonesia tidak mengenal doktrin pemisahan antara agama dan
Negara.Oleh karena Doktrin ini sangat bertentangan dengan Pancasila dan
UUD 1945.
Lima unsur utama tersebut bertumpu pada prinsip sila pertama dari
Pancasila.Hal ini menurut Azhary,Negara hukum Pancasila memiliki bukan
hanya memiliki suatu cirri tertentu,tetapi cirri yang paling khusus dari semua
konsep hukum barat (rechtsstaat dan rule of law) maupun yang disebut sebagai
socialist legality.Sila pertama Pancasila mencerminkan konsep monoteisme atau
tauhid35
35 Hazairin,Demokrasi Pancasila,Tintamas,Jakarta,1973,hal.5.
.
Sila pertama merupakan dasar kerohanian dan moral bagi bansa Indonesia
dalam bernegara dan bermasyarakat.Artinya,penyelenggaraan kehidupan
bernegara dan bermasyarakat wajib memperhatikan dan mengimplementasikan
petunjuk-petunjuk Tuhan Yang Maha Esa.Oleh karena itu,menurut Azhary
dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa itu dan dengan empat sila lainnya,setiap
orang yang arif dan bijaksana akan melihat banyak persamaan antara konsep
nomokrasi Islam dengan konsep Negara Hukum Pancasila.Persamaan itu antara
laintercermin dalam lima sila atau Pancasilayang sudah menjadi asas dan sumber
hukum bagi Negara Indonesia.
Teori Negara hukum Rule of Law
Berdasarkan tradisi common law atau yang lazim disebut Anglo
Saxon,konsep Negara hukum dikembangkan atas kepeloporan A.V Dicey yang
disebut The Rule of Law.Menurutnya,ada tiga cirri atau arti penting the rule of
law,yaitu :36
1. Supremasi hukum dari regular law untuk menentang pengaruh dari
arbitrary power dan meniadakan kesewenang-wenangan,prerogative atau
discretionary authority yang luas dari pemerintah.
2. Persamaan di hadapan hukum dari semua golongan kepada ordinary law of
the land yang dilaksanakan oleh ordinary court.Ini berarti bahwa tidak ada
orang yang berada di atas hukum,baik pejabat maupun warganegara biasa
berkewajiban menaati hukum yang sama.
3. Konstitusi adalah hasil dari the ordinary law of the land,bahwa hukum
konstitusi bukanlah sumber tetapi merupakan konsekuensi dari hak-hak
individu yang dirumuskan dan ditegaskan oleh peradilan, singkatnya,
prinsip-prinsip hukum privat melalui tindakan peradilan dan parlemen
sedemikian diperluas sehingga membatasi posisi Crown dan pejabat-
pejabatnya.
Berdasarkan cirri-ciri tersebut dapat dikemukakan bahwa rule of law
mengandung arti yang dapat ditinjau dari tiga sudut.Pertama,rule of law
(pemerintah oleh hukum),berarti supremasi yang mutlak atau keutamaan yang
absolut dari pada hukum sebagai lawan daripada pengaruh kekuasaan yang
36 A.V.Dicey,An Introduction to Study of Law of the Constitution ,Mac.Millan &
Co,London,1959,Hal.117;Philipus M Hadjon,Perlindungan Hukum Bagi Rakyat,Op.Cit.hal 80
sewenang-wenang.Kedua,rule of law berarti ketataan yang sama dari semua
golongan kepada hukum Negara,yang diselenggarakan oleh pengadilan.Ketiga,
rule of law dapat dipergunakan sebagai formula untuk merumuskan bahwa hukum
konstitusi bukan sumber,melainkan konsekuensi dari hak-hak individu yang
dirumuskan dan dipertahankan oleh pengadilan,sehingga dengan demikian
konstitusi merupakan hasil hukum dari hukum biasa di Iggris.
Sebagaimana telah dikemukakan ,dalam UUD 1945 dan Penjelasannya
(sebelum diamandemen), ditegaskan bahwa Negara Indonesia adalah Negara
hukum,bukan Negara kekuasaan.Hal ini berarti adanya pengakuan prinsip-prinsip
pemisahan dan pembatasan kekuasaan menurut sistem konstitusional yang diatur
dalam UUD 1945,adanya prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak yang
menjamin keadilan bagi setiap orang,termasuk terhadap penyalahgunaan
wewenang oleh pihak yang berkuasa.
Sebagaimana telah dikemukakan,dalam konsep Negara hukum
tersebut,hukum memegang kendali tertinggi dalam penyelenggaraan negarasesuai
prinsip bahwa hukumlah yang memerintah dan bukan orang (The Rule of
Law,and not of Man) .Hal ini sejalan dengan pengertian nomocratie,yaitu
kekuasaan itu dijalankan oleh hukum37
Berdasarkan uraian di atas nyatalah bahwa penting untuk mengkaji
prinsip-prinsip pokok Negara hukum Indonesia di zaman sekarang,terutama pasca
amandemen UUD 1945,yang telah banyak mengalami perubahan dalam
kehidupan ketatanegaraan Indonesia.Prinsip-prinsip pokok tersebut merupakan
.
37 Azhary,Negara Hukum ….,Op.Cit.hal.84
pilar-pilar utama yang menyangkut tegaknya Indonesia sebagai Negara hukum
modern,sehingga dapat disebut sebagai Negara Hukum (the rule of law ataupun
rechsstaat) dalam arti yang sesungguhnya.Oleh karena itu,untuk membuktikan
Negara Hukum Indonesia dalam arti yang sesungguhnya sangat ditentukan oleh
peran dan fungsi Mahkamah Konstitusi dalam mengawal dan tegaknya Konstitusi
untuk mewejudkan perlindungan hukum dan HAM bagi warga Negara yang
dijamin oleh Konstitusi sebagai hakikat Negara hukum.
Merujuk pada kepustakaan Indonesia,rechsstaat atau the rule of law sering
diterjemahkan sebagai Negara hukum.Notohamidjojo menggunakan rechtsstaat
dalam pengertian Negara hukum.
Persamaan kedua konsep hukum ini,baik the rule of law maupun
rechtsstaat ,diakui adanya kedaulatan hukum atau supremasi hukum,melindungi
individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan memungkinkan kepada
individu untuk menikmati hak-hak sipil dan politiknya sebagai manusia.
Imanuel Kant mengemukakan paham Negara hukum dalam arti
sempit,bahwa Negara hanya sebagai perlindungan hak-hak individual,sedangkan
kekuasaan Negara diartikan secara pasif,bertugas memelihara ketertiban dan
keamanan masyarakat.Konsep Negara hukum dalam arti ini dikenal dengan
sebutan nachtwakerstaat38
Perkembangan selanjutnya,paham Negara hukum yang dikemukakan
Kant mengalami perubahan dengan unculnya paham Negara hukum kesejahteraan
.
38 Azhary,Negara Hukum ….,Op.Cit.hal.39
(welfare state).Sebagai mana dikemukakan Friedrich Julius Stahl,cici-ciri Negara
hukum itu adalah sebagai berikut 39
1. Adanya perlindungan hak-hak asasi manusia ;
:
2. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak asasi
manusia;
3. Pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan;dan
4. Adanya peradilan administrasi Negara dalam perselisihan.
Sri Soemantri mengemukakan unsur-unsur terpenting Negara hukum
yaitu : 40
1. Bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus
berdasar atas hukum atau perundang-undangan;
2. Adanya jaminan terhadap hak asasi manusia (warga Negara);
3. Adanya pembagian kekuasaan;
4. Adanya pengawasan dari badan-badan peradilan (rechterlijke controle)
Padmo menyatakan dalam Negara hukum terdapat suatu pola sebagai
berikut :41
1. Menghormati dan melindungi hak-hak manusia ;
2. Mekanisme kelembagaan negara yang demokratis;
3. Tertib hukum;
4. Kekuasaan kehakiman yang bebas.
39 S.F Marbun dan Moh.Mahfud MD,Pokok-pokok Hukum Administrasi
Negara,Liberty,Yogyakarta,1987,hal.44.Lihat juga Padmo Wahjono,Pembangunan Hukum Indonesia,In Hill Co.Jakarta,1989,hal.151
40 Sri Soemantri M,Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia,Penerbit P.T Alumni,Bandung,1992,hal.29-30
41 Padmo Wahjono,Indonesia Negara yang Berdasarkan Atas Hukum,Pidato pengukuhan Guru Besar FHUI,Jakarta,17 November1979,hal.6.
Internationa Commission of Jurist,dalam konfrensinya di Bangkok 1965
memperluas konsep the rule of law dengan menekankan apa yang dinamakan the
dynamic aspect of The Rule of Law in the modern age.Dalam konfrensi itu
dikemukakan syarat-syarat dasar terselenggaranya pemerintahan yang demokratis
di bawah Rule of Law sebagai berikut :42
1. Perlindungan Konstitusional,dalam arti bahwa konstitusi selain menjmin
hak-hak individu,harus menentukan juga cara procedural memperoleh
perlindungan atas hak-hak yang dijamin;
2. Badan kehakiman yang bebas;
3. Pemilihan Umum yang bebas;
4. Kebebasan untuk menyatakan pendapat;
5. Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi;
6. Pendidikan Kewarganegaraan
Negara Indonesia sebagai negara hukum,bukan Negara kekuasaan
(Machtsstaat),di dalamnya terkandung pengertian adanya pengakuan terhadap
prinsip supremasi hukum dan kostitusi,dianutnya pemisahan dan pembatasan
kekuasaan menurut sistem konstitusional yang diatur dalam Undang-Undang
Dasar,adanya prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak yang menjamin
persamaan setiap warga Negara dalam hukum,serta menjamin keadilan,kepastian
hukum, dan kemanfaatan hukum bagi setiap orang termasuk terhadap
penyalahgunaan kewenangan oleh pihak yang berkuasa
42 Azhary,Negara Hukum Indonedia…,Op.Cit.hal.45
Karakteristik Negara hukum yang demokratis,sesungguhnya menjelmakan
kehidupan bernegara yang memiliki komitmen terhadap tampilnya hukum sebagai
pemegang kendali dalam penyelenggaraan pemerintahan yang
demokratis.Landasan hukum yang merujuk Indonesia sebagai sebuah Negara
hukum demokratis didasarkan pada pasal 1 ayat (2) dan (3) serta pasal 28 ayat I
ayat (5) UUD 1945
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tertib hukum tercipta
juka suatu produk peraturan perundang-undangan tidak saling bertentangan,baik
secara vertical maupun horizontal,termasuk perilaku anggota masyarakat sesuai
dengan aturan hukum yang berlaku.
Konsep hukum lain dari Negara yang berdasarkan atas hukum adalah
adanya jaminan penegakan hukum dan tercapainya tujuan hukum.Dalam
penegakan hukum terdapat tiga unsur yang harus mendapat perhatian yang
sama,yaitu keadilan,kemanfaatan atau hasil guna (doelmatigheid),dan kepastian
hukum.
Penegakan hukum dan tercapainya keadilan,kepastian hukum,dan
kemanfaatan hukum dalam suatu sistem hukum terjamin,tidak bisa tidak,sistem
hukum menjadi materi muatan dari kostitusi.Dengan kata lain,materi muatan suatu
kostitusi adalah sistem hukum itu sendiri (lembaga-lembaga Negara),dan budaya
hukum (mengenai warga Negara).
3.Teori Negara Hukum Pancasila
Sebagaimana telah dikemukakan dalam uraian sebelumnya,dalam
Penjelasan UUD 1945 (sebelum diamandemen) dinyatakan Indonesia berdasarkan
atas hukum (rechsstaat).Kajian tentang rechsstaat dan rule of law secara teoritis
telah sering dilakukan,baik melalui tulisan-tulisan diskusi maupun seminar-
seminar.
Terlepas dari penamaan Indonesia sebagai Negara hukum dengan sebutan
rechsstaat atau the rule of law,yang jelas secara konstitusional hasil amandemen
ketiga UUD 1945 dengan tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara
hukum.43
Hak-hak asai manusia akan terlindungi karena dalam konsep the rule of
law mengedepankan prinsip equality before the law,sedangkan konsep rechtsstaat
mengedepankan prinsip wetmatigheid, kemudian menjadi rechtmatigeheid.
Indonesia yang menghendaki keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat
mengedepankan asas kerukunan
.Eksistensi Indonesia sebagai Negara hukum ditandai dengan beberapa
unsure pokok,seperti pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi
manusia,pemerintahan diselenggarakan berdasarkan undang-undang,persamaan di
depan hukum,adanya peradilan administrasi dan unsur-unsur lainnya.
44
Asas kerukunan dalam konsep Negara Hukum Pancasila dapat dirumuskan
maknanya,baik secara positif maupun negatif. Dalam makna positif kerukunan
berarti terjalinnya hubungan yang serasi dan harmonis,sedangkan dalam makna
negatif berarti tidak konfrontatif,tidak saling bermusuhan ;dengan makna
demikian,pemerintah dalam segala tingkah lakunya senantiasa berusaha menjalin
hubungan yang serasi dengan rakyat
.
45
43 Lihat Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 44 Philipus M.Hadjon,Perlindungan Hukum Bagi Rakyat,Op.Cit.hal84 45Philipus M.Hadjon,Perlindungan Hukum Bagi Rakyat,Op.Cit.hal85
.
Berdasarkan asas kerukunan tersebut ,tidak berarti hubungan antara
pemerintah dan rakyat tidak memunculkan sengketa.Kehidupan bermasyarakat
atau bernegara pasti menimbulkan sengketa dalam berbagai bidang
kehidupan,termasuk sengketa antara pemerintah dan rakyat.Meskipun
demikian,yang dibutuhkan adalah metode atau cara penyelesaian sengketa yang
tepat dan tidak menimbulkan keretakan atau ketidakharmonisan dan
ketidakserasian hubungan pemerintah dan rakyat dalam konteks Negara Hukum
Pancasila.
Mengenai hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan-
kekuasaan Negara,hendaknya dikembalikan kepada ide dasarnya,yaitu gotong
royong.Paham gotong-royong ini menurut Philipus M.Hadjon,telah diangkat
sebagai suatu konsep politik.Hal ini dapat dilihat dari persiapan-persiapan
kemerdekaan Indonesia.Bahkan dalam pidatonya tanggal 1 Juni 1945,Soekarno
menyatakan Negara Indonesia yang kita dirikan haruslah Negara gotong royong46
Selain paham gotong-royong dan kekeluargaan disdari sebagai asas yang
melandasi hubungan pemerintah dan rakyat dalam penyelenggaraan Negara
Hukum Pancasila,menurut Oemar Senoadji bahwa salah satu ciri pokok Negara
Hukum Pancasila adalah jaminan kebebasan beragama (freedom of religion)
.
47
Ciri berikutnya dari Negara Hukum Pancasila menurut Oemar Senoadji
adalah tidak ada pemisahan yang rigid dan mutlak antara agama dan
Negara,karena agama dan Negara berada dalam hubungan yang harmonis.Dan
.
46 Ibid.hal.91 47 Oemar Senoadji,Peradilan Bebas Negara Hukum,Erlangga,Jakarta,1985,hal 35
tidak boleh terjadi pemisahan agama dan Negara,baik secara mutlak maupun
secara nisbi karena hal itu akan bertentangan dengan Pancasila dan UUD 194548
Negara hukum pancasila menjamin setiap orang bebas memeluk agama
dan beribadat menurut agamanya
.
49
Disamping itu, Negara Hukum Pancasila juga mengedepankan prinsip
persamaan sebagai elemen atau unsure penting dalam penyelenggaraan
pemerintahan.Persamaan dihadapan hukum misalnya adalah persoalan urgensial
yang harus pula mendapat perhatian pihak penyelenggara Negara.Bahkan secara
konstitusional UUD 1945 memberikan landasan untuk lebih menghargai dan
menghayati prinsip persamaan ini dalam kehidupan Negara Hukum
Pancasila,anatara lain :
.Hal ini menunjukkan adanya komitmen yang
diberikan oleh Negara kepada warga negaranyauntuk mengimplementasikan
kebebasaan itu dalam memeluk dan beribadat menurut agamanya,tanpa
khawatirbterhadap ancaman dan gangguan dari pihak lain.
Karakteristik Negara Hukum Pancasila yang lain,yaitu asas kekeluargaan
sebagai bagian fundamental dalam penyelenggaraan pemerintahan.Menguatnya
asas kekeluargaan ini memberikan kesempatan atau peluang kepada rakyat banyak
untuk tetap survive guna meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraannya,
sejauh tidak mengganggu hajat hidup orang banyak.
50
1. Setiap orang berhak atas pengakuan,jaminan,perlindungan,dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum;
48 Azhari,Negara Hukum…,Op.Cit hal 94. 49 Lihat Pasal 28E ayat (1) dan Pasal 29 UUD 1945. 50 Lihat Pasal 28D UUD 1945.
2. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan
yang adil dan layak dalam hubungan kerja;
3. Setiap warga Negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam
pemerintahan.
Prinsip persamaan tersebut secara teoritis atau praktis tidak hanya
mencakup bidang politik, hukum dan sosial, tetapi juga bidang ekonomi dan
kebudayaan. Penegakan prinsip persamaan ini menjadi prasyarat yang mendukung
eksistensi Negara Hukum Pancasila mengaktualisasikan atau
mengimplementasikan komitmennya menyejahterakan kehidupan lapisan
masyarakata sebagai misi peneyelenggaraan pemerintahan.
Adanya peradilan yang bebas dari intervensi atau campur tangan pihak
lain,juga termasuk unsure atau elemen yang melekat atau menjiwai karakteristik
Negara Hukum Pancasila.Independensi peradilan ini secara teoritis atau praktis
merupakan pilar Negara hukum yang hamper dianut oleh Negara-negara di
berbagai belahan dunia.
Independensi peradilan tersebut menurut A.Muhammad Nasrun,
dimaksudkan sebagai tidak adanya campur tangan lembaga-lembaga di luar
pengadilan, terutama kekuasaan eksekutif dan yudikatif terhadap pelaksanaan
fungsi peradilan51.Meskipun demikian ,independensi peradilan ini bukanlah
sesuatu yang otomatis terjadi begitu saja,karena kekuasaan-kekuasaan di luar
pengadilan memiliki potensi mencampuri pelaksanaan fungsi peradilan52
51 A.Muhammad Nasrun,Krisis Peradilan,Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat
(ELSAM),Jakarta,2004,hal.51 52 Ibid.hal.52.
.
Oleh karena itu,menurut Muhammad Nasrun,peradilan yang tidak
independen sangat berbahaya,karena proses peradilan bisa dimanipulasi untuk
mencegah pengadilan mempertanyakan legalitas tindakan-tindakan illegal atau
semena-mena oleh para pelaksana kekuasaan negara53 .Jika independensi
peradilan ini tetap terjaga dengan baik,institusi pengadilan diyakini menjadi
sangat kuat dan mandiri menjalanakan fungsinya sebagai peradilan dalam Negara
Hukum Pancasila. Independensi peradilan tersebut,menurut Muhammad Nasrun
dapat diuji melalui dua hal,yaitu :54
1. Ketidakberpihakan (impartiality).Imparsilitas hakim terlihat pada gagasan bahwa para hakim akan mendasarkan putusannya pada hukum dan fakta-fakta persidangan,bukan atas dasar keterkaitan dengan salah satu pihak berpekara,baik dalam konteks hubungan sosial maupun hubungan politik.
2. Keterputusan relasi dengan para actor politik (political insularity).Pemutusan relasi dengan dunia politik penting bagi seorang hakim agar tidak menjadi alat untuk merealisasikan tujuan-tujuan politik atau mencegah pelaksanaan suatu keputusan politik.
Negara Hukum Pancasila seperti halnya Indonesia disadari atau tidak,tetap
membutuhkan independensi peradilan sebagai bagian penting dalam
penyelenggaraan pemerintahan ,terutama berkaitan dengan pelaksanaan
wewenang lembaga Negara,seperti halnya Mahkamah Konstitusi melakukan uji
materiil undang-undang terhadap UUD1945.Dengan demikian,putusan-putusan
yang dihasilkan oleh Mahkamah Konstitusi pun dapat bebas dari intervensi pihak-
pihak yang memiliki kepentingan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi,seperti
lembaga eksekutif dan lembaga-lembaga sosial lainnya.
53 Ibid.hal.53. 54 Ibid.hal.54.Lihat pula Bambang Sutiyoso dan Sri Hastuti Puspitasari,Aspek-Aspek
Perkembangan Kekuasaan Kehakiman di Indonesia,UII Press,Yogyakarta,2005,hal.51-55
Menarik apa yang disinyalir oleh Montesque,bahwa independensi
peradilan tidak lain merupakn mulut undang-undang,sehingga putusan hakim
merupakan suatu putusan hukum,bukan dipandang sebagai putusan politik55
Menurut pandangan Ahmad Azhar Basyir,sila pertama Pancasila
merupakan dasar kerohanian dan dasar moral bagi bangsa Indonesia dalam
bernegara dan bermasyarakat.Artinya,penyelenggaraan kehidupan bernegara dan
bermasyarakat wajib memperhatikan dan mengimplementasikan petunjuk-
petunjuk Tuhan Yang Maha Esa
.Hal
ini berarti ketidakberpihakan dan keterputusan badan peradilan,khususnya para
hakim dengan pihak-pihak lain,baik secara politis maupun secara ekonomis sangat
menentukan keberhasilan badan peradilan menjalankan fungsinya dan tetap
independen dalam mengambil keputusan hukum.
56
Trias Politika yang kini banyak diterapkan adalah, pemisahan kekuasaan
kepada 3 lembaga berbeda: Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif. Legislatif adalah
lembaga untuk membuat undang-undang; Eksekutif adalah lembaga yang
melaksanakan undang-undang; dan Yudikatif adalah lembaga yang mengawasi
jalannya pemerintahan dan negara secara keseluruhan, menginterpretasikan
.
B.Teori Pembagian Kekuasaan
Menurut Trias Politika merupakan konsep pemerintahan yang kini banyak
dianut diberbagai negara di aneka belahan dunia. Konsep dasarnya adalah,
kekuasaan di suatu negara tidak boleh dilimpahkan pada satu struktur kekuasaan
politik melainkan harus terpisah di lembaga-lembaga negara yang berbeda.
55 A.Muhammad Nasrun,Loc.Cit 56 Ahmad Azhar Basyir,Hubungan Agama dan Pancasila,UII,Yogyakarta,1985,hal.9-10.
undang-undang jika ada sengketa, serta menjatuhkan sanksi bagi lembaga ataupun
perseorangan manapun yang melanggar undang-undang.
Dengan terpisahnya 3 kewenangan di 3 lembaga yang berbeda tersebut,
diharapkan jalannya pemerintahan negara tidak timpang, terhindar dari korupsi
pemerintahan oleh satu lembaga, dan akan memunculkan mekanisme check and
balances (saling koreksi, saling mengimbangi). Kendatipun demikian, jalannya
Trias Politika di tiap negara tidak selamanya serupa, mulus atau tanpa halangan.
Sejarah Trias Politika
Pada masa lalu, bumi dihuni masyrakat pemburu primitif yang biasanya
mengidentifikasi diri sebagai suku. Masing-masing suku dipimpin oleh seorang
kepala suku yang biasanya didasarkan atas garis keturunan ataupun kekuatan fisik
atau nonfisik yang dimiliki. Kepala suku ini memutuskan seluruh perkara yang
ada di suku tersebut.
Pada perkembangannya, suku-suku kemudian memiliki sebuah dewan
yang diisi oleh para tetua masyarakat. Contoh dari dewan ini yang paling kentara
adalah pada dewan-dewan Kota Athena (Yunani). Dewan ini sudah menampakkan
3 kekuasaan Trias Politika yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Bahkan di Romawi Kuno, sudah ada perwakilan daerah yang disebut Senat,
lembaga yang mewakili aspirasi daerah-daerah. Kesamaan dengan Indonesia
sekarang adalah Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Namun, keberadaan kekuasaan yang terpisah, misalnya di tingkat dewan
kota tersebut mengalami pasang surut. Tantangan yang terbesar adalah persaingan
dengan kekuasaan monarki atau tirani. Monarki atau Tirani adalah kekuasaan
absolut yang berada di tangan satu orang raja. Tidak ada kekuasaan yang terpisah
di keduanya.
Pada abad Pertengahan (kira-kira tahun 1000 – 1500 M), kekuasaan politik
menjadi persengketaan antara Monarki (raja/ratu), pimpinan gereja, dan kaum
bangsawan. Kerap kali Eropa kala itu, dilanda perang saudara akibat sengketa
kekuasaan antara tiga kekuatan politik ini.
Sebagai koreksi atas ketidakstabilan politik ini, pada tahun 1500 M mulai
muncul semangat baru di kalangan intelektual Eropa untuk mengkaji ulang filsafat
politik yang berupa melakukan pemisahan kekuasaan. Tokoh-tokoh seperti John
Locke, Montesquieu, Rousseau, Thomas Hobbes, merupakan contoh dari
intelektual Eropa yang melakukan kaji ulang seputar bagaimana kekuasaan di
suatu negara/kerajaan harus diberlakukan.
Untuk keperluan mata kuliah ini, cukup akan diberikan gambaran
mengenai 2 pemikiran intelektual Eropa yang berpengaruh atas konsep Trias
Politika. Pertama adalah John Locke yang berasal dari Inggris, sementara yang
kedua adalah Montesquieu, dari Perancis.
John Locke (1632-1704)
Pemikiran John Locke mengenai Trias Politika ada di dalam Magnum
Opus (karya besar) yang ia tulis dan berjudul Two Treatises of Government yang
terbit tahun 1690. Dalam karyanya tersebut, Locke menyebut bahwa fitrah dasar
manusia adalah “bekerja (mengubah alam dengan keringat sendiri)” dan
“memiliki milik (property)." Oleh sebab itu, negara yang baik harus dapat
melindungi manusia yang bekerja dan juga melindungi milik setiap orang yang
diperoleh berdasarkan hasil pekerjaannya tersebut. Mengapa Locke menulis
sedemikian pentingnya masalah kerja ini ?
Dalam masa ketika Locke hidup, milik setiap orang, utamanya bangsawan,
berada dalam posisi yang rentan ketika diperhadapkan dengan raja. Kerap kali raja
secara sewenang-wenang melakuka akuisisi atas milik para bangsawan dengan
dalih beraneka ragam. Sebab itu, kerap kali kalangan bangsawan mengadakan
perang dengan raja akibat persengkataan milik ini, misalnya peternakan, tanah,
maupun kastil.
Negara ada dengan tujuan utama melindungi milik pribadi dari serangan
individu lain, demikian tujuan negara versi Locke. Untuk memenuhi tujuan
tersebut, perlu adanya kekuasaan terpisah, kekuasaan yang tidak melulu di tangan
seorang raja/ratu. Menurut Locke, kekuasaan yang harus dipisah tersebut adalah
Legislatif, Eksekutif dan Federatif.
Kekuasaan Legislatif adalah kekuasaan untuk membuat undang-undang.
Hal penting yang harus dibuat di dalam undang-undang adalah bahwa masyarakat
ingin menikmati miliknya secara damai. Untuk situasi ‘damai’ tersebut perlu terbit
undang-undang yang mengaturnya. Namun, bagi John Locke, masyarakat yang
dimaksudkannya bukanlah masyarakat secara umum melainkan kaum bangsawan.
Rakyat jelata tidak masuk ke dalam kategori stuktur masyarakat yang dibela
olehnya. Perwakilan rakyat versi Locke adalah perwakilan kaum bangsawan
untuk berhadapan dengan raja/ratu Inggris.
Eksekutif adalah kekuasaan untuk melaksanakan amanat undang-undang.
Dalam hal ini kekuasaan Eksekutif berada di tangan raja/ratu Inggris. Kaum
bangsawan tidak melaksanakan sendiri undang-undang yang mereka buat,
melainkan diserahkan ke tangan raja/ratu.
Federatif adalah kekuasaan menjalin hubungan dengan negara-negara atau
kerajaan-kerajaan lain. Kekuasaan ini mirip dengan Departemen Luar Negara di
masa kini. Kekuasaan ini antara lain untuk membangun liga perang, aliansi politik
luar negeri, menyatakan perang dan damai, pengangkatan duta besar, dan
sejenisnya. Kekuasaan ini oleh sebab alasan kepraktisan, diserahkan kepada
raja/ratu Inggris.
Dari pemikiran politik John Locke dapat ditarik satu simpulan, bahwa dari
3 kekuasaan yang dipisah, 2 berada di tangan raja/ratu dan 1 berada di tangan
kaum bangsawan. Pemikiran Locke ini belum sepenuhnya sesuai dengan
pengertian Trias Politika di masa kini. Pemikiran Locke kemudian disempurnakan
oleh rekan Perancisnya, Montesquieu.
Montesquieu (1689-1755)
Montesquieu (nama aslinya Baron Secondat de Montesquieu) mengajukan
pemikiran politiknya setelah membaca karya John Locke. Buah pemikirannya
termuat di dalam magnum opusnya, Spirits of the Laws, yang terbit tahun 1748.
Sehubungan dengan konsep pemisahan kekuasaan, Montesquieu menulis
sebagai berikut : “Dalam tiap pemerintahan ada tiga macam kekuasaan: kekuasaan
legislatif; kekuasaan eksekutif, mengenai hal-hal yang berkenan dengan dengan
hukum antara bangsa; dan kekuasan yudikatif yang mengenai hal-hal yang
bergantung pada hukum sipil. Dengan kekuasaan pertama, penguasa atau
magistrat mengeluarkan hukum yang telah dikeluarkan. Dengan kekuasaan kedua,
ia membuat damai atau perang, mengutus atau menerima duta, menetapkan
keamanan umum dan mempersiapkan untuk melawan invasi. Dengan kekuasaan
ketiga, ia menghukum penjahat, atau memutuskan pertikaian antar individu-
individu. Yang akhir ini kita sebut kekuasaan yudikatif, yang lain kekuasaan
eksekutif negara.
Dengan demikian, konsep Trias Politika yang banyak diacu oleh negara-
negara di dunia saat ini adalah Konsep yang berasal dari pemikir Perancis ini.
Namun, konsep Trias Politika ini terus mengalami persaingan dengan konsep-
konsep kekuasaan lain semisal Kekuasaan Dinasti (Arab Saudi), Wilayatul Faqih
(Iran), Diktatur Proletariat (Korea Utara, Cina, Kuba).
Fungsi-fungsi Kekuasaan Legislatif
Legislatif adalah struktur politik yang fungsinya membuat undang-undang.
Di masa kini, lembaga tersebut disebut dengan Dewan Perwakilan Rakyat
(Indonesia), House of Representative (Amerika Serikat), ataupun House of
Common (Inggris). Lembaga-lembaga ini dipilih melalui mekanisme pemilihan
umum yang diadakan secara periodik dan berasal dari partai-partai politik.
Melalui apa yang dapat kami ikhtisarkan dari karya Michael G. Roskin,
et.al, termaktub beberapa fungsi dari kekuasaan legislatif sebagai berikut :
Lawmaking, Constituency Work, Supervision and Critism Government,
Education, dan Representation.
Lawmaking adalah fungsi membuat undang-undang. Di Indonesia,
undang-undang yang dikenal adalah Undang-undang Ketenagakerjaan, Undang-
undang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-undang Guru Dosen, Undang-
undang Penanaman Modal, dan sebagainya. Undang-undang ini dibuat oleh DPR
setelah memperhatikan masukan dari level masyarakat.
Constituency Work adalah fungsi badan legislatif untuk bekerja bagi para
pemilihnya. Seorang anggota DPR/legislatif biasanya mewakili antara 100.000 s/d
400.000 orang di Indnesia. Tentu saja, orang yang terpilih tersebut mengemban
amanat yang sedemikian besar dari sedemikian banyak orang. Sebab itu, penting
bagi seorang anggota DPR untuk melaksanakan amanat, yang harus ia suarakan di
setiap kesempatan saat ia bekerja sebagai anggota dewan. Berat bukan ?
Supervision and Criticism Government, berarti fungsi legislatif untuk
mengawasi jalannya pelaksanaan undang-undang oleh presiden/perdana menteri,
dan segera mengkritiknya jika terjadi ketidaksesuaian. Dalam menjalankan fungsi
ini, DPR melakukannya melalui acara dengar pendapat, interpelasi, angket,
maupun mengeluarkan mosi kepada presiden/perdana menteri.
Education, adalah fungsi DPR untuk memberikan pendidikan politik yang
baik kepada masyarakat. Anggota DPR harus memberi contoh bahwa mereka
adalah sekadar wakil rakyat yang harus menjaga amanat dari para pemilihnya.
Mereka harus selalu memberi pemahaman kepada masyarakat mengenai
bagaimana cara melaksanakan kehidupan bernegara yang baik. Sebab, hampir
setiap saat media massa meliput tindak-tanduk mereka, baik melalui layar televisi,
surat kabar, ataupun internet.
Representation, merupakan fungsi dari anggota legislatif untuk mewakili
pemilih. Seperti telah disebutkan, di Indonesia, seorang anggota dewan dipilih
oleh sekitar 300.000 orang pemilih. Nah, ke-300.000 orang tersebut harus ia
wakili kepentingannya di dalam konteks negara. Ini didasarkan oleh konsep
demokrasi perwakilan. Tidak bisa kita bayangkan jika konsep demokrasi langsung
yang diterapkan, gedung DPR akan penuh sesak dengan 300.000 orang yang
datang setiap hari ke Senayan. Bisa-bisa hancur gedung itu. Masalah yang muncul
adalah, anggota dewan ini masih banyak yang kurang peka terhadap kepentingan
para pemilihnya. Ini bisa kita lihat dari masih banyaknya demonstrasi-demonstrasi
yang muncul di aneka isu politik.
Fungsi-fungsi Kekuasaan Eksekutif
Eksekutif adalah kekuasaaan untuk melaksanakan undang-undang yang
dibuat oleh Legislatif. Fungsi-fungsi kekuasaan eksekutif ini garis besarnya
adalah : Chief of state, Head of government, Party chief, Commander in chief,
Chief diplomat, Dispenser of appointments, dan Chief legislators.
Eksekutif di era modern negara biasanya diduduki oleh Presiden atau
Perdana Menteri. Chief of State artinya kepala negara, jadi seorang Presiden atau
Perdana Menteri merupakan kepada suatu negara, simbol suatu negara. Apapun
tindakan seorang Presiden atau Perdana Menteri, berarti tindakan dari negara yang
bersangkutan. Fungsi sebagai kepala negara ini misalnya dibuktikan dengan
memimpin upacara, peresmian suatu kegiatan, penerimaan duta besar,
penyelesaian konflik, dan sejenisnya.
Head of Government, artinya adalah kepala pemerintahan. Presiden atau
Perdana Menteri yang melakukan kegiatan eksekutif sehari-hari. Misalnya
mengangkat menteri-menteri, menjalin perjanjian dengan negara lain, terlibat
dalam keanggotaan suatu lembaga internasional, menandatangi surat hutang dan
pembayarannya dari lembaga donor, dan sejenisnya. Di dalam tiap negara,
terkadang terjadi pemisahaan fungsi antara kepala negara dengan kepala
pemerintahan. Di Inggris, kepala negara dipegang oleh Ratu Inggris, demikian
pula di Jepang. Di kedua negara tersebut kepala pemerintahan dipegang oleh
Perdana Menteri. Di Indonesia ataupun Amerika Serikat, kepala negara dan
kepala pemerintahan dipegang oleh Presiden.
Party Chief berarti seorang kepala eksekutif sekaligus juga merupakan
kepala dari suatu partai yang menang pemilu. Fungsi sebagai ketua partai ini lebih
mengemuka di suatu negara yang menganut sistem pemerintahan parlementer. Di
dalam sistem parlementer, kepala pemerintahan dipegang oleh perdana menteri
yang berasal dari partai yang menang pemilu. Namun, di negara yang menganut
sistem pemerintahan presidensil terkadang tidak berlaku kaku demikian. Di masa
pemerintahan Gus Dur (di Indonesia) menunjukkan hal tersebut.
Gus Dur berasal dari partai yang hanya memenangkan 9% suara di Pemilu
1999, tetapi ia menjadi presiden. Selain itu, di sistem pemerintahan parlementer,
terdapat hubungan yang sangat kuat antara eksekutif dan legislatif oleh sebab
seorang eksekutif dipilih dari komposisi hasil suara partai dalam pemilu. Di
sistem presidensil, pemilu untuk memilih anggota dewan dan untuk memilih
presiden terpisah.
Commander in Chief adalah fungsi mengepalai angkatan bersenjata.
Presiden atau perdana menteri adalah pimpinan tertinggi angkatan bersenjata.
Seorang presiden atau perdana menteri, meskipun tidak memiliki latar belakang
militer memiliki peran ini. Namun, terkadang terdapat pergesekan dengan pihak
militer jika yang menjadi presiden ataupun perdana menteri adalah orang bukan
kalangan militer. Sekali lagi, ini pernah terjadi di era Gus Dur, di mana banyak
instruksi-instruksinya kepada pihak militer tidak digubris pihak yang terakhir,
terutama di masa kerusuhan sektarian (agama) yang banyak terjadi di masa
pemerintahannya.
Chief Diplomat, merupakan fungsi eksekutif untuk mengepalai duta-duta
besar yang tersebar di perwakilan negara di seluruh dunia. Dalam pemikiran trias
politika John Locke, termaktub kekuasaan federatif, kekuasaan untuk menjalin
hubungan dengan negara lain. Demikian pula di konteks aplikasi kekuasaan
eksekutif saat ini. Eksekutif adalah pihak yang mengangkat duta besar untuk
beroperasi di negara sahabat, juga menerima duta besar dari negara lain.
Dispensen Appointment merupakan fungsi eksekutif untuk
menandatangani perjanjian dengan negara lain atau lembaga internasional. Dalam
fungsi ini, penandatangan dilakukan oleh presiden, menteri luar negeri, ataupun
anggota-anggota kabinet yang lain, yang diangkat oleh presiden atau perdana
menteri.
Chief Legislation, adalah fungsi eksekutif untuk mempromosikan
diterbitkannya suatu undang-undang. Meskipun kekuasaan membuat undang-
undang berada di tangan DPR, tetapi di dalam sistem tata negara dimungkinkan
lembaga eksekutif mempromosikan diterbitkannya suatu undang-undang oleh
sebab tantangan riil dalam implementasi suatu undang-undang banyak ditemui
oleh pihak yang sehari-hari melaksanakan undang-undang tersebut.
Fungsi-fungsi Kekuasaan Yudikatif
Kekuasaan Yudikatif berwenang menafsirkan isi undang-undang maupun
memberi sanksi atas setiap pelanggaran atasnya. Fungsi-fungsi Yudikatif yang
bisa dispesifikasikan kedalam daftar masalah hukum berikut: Criminal law (petty
offense, misdemeanor, felonies); Civil law (perkawinan, perceraian, warisan,
perawatan anak); Constitution law (masalah seputar penafsiran kontitusi);
Administrative law (hukum yang mengatur administrasi negara); International law
(perjanjian internasional).
Criminal Law, penyelesaiannya biasanya dipegang oleh pengadilan pidana
yang di Indonesia sifatnya berjenjang, dari Pengadilan Negeri (tingkat kabupaten),
Pengadilan Tinggi (tingkat provinsi, dan Mahkamah Agung (tingkat nasional).
Civil law juga biasanya diselesaikan di Pengadilan Negeri, tetapi khusus umat
Islam biasanya dipegang oleh Pengadilan Agama.
Constitution Law, kini penyelesaiannya ditempati oleh Mahkamah
Konstitusi. Jika individu, kelompok, lembaga-lembaga negara mempersoalkan
suatu undang-undang atau keputusan, upaya penyelesaian sengketanya dilakukan
di Mahkamah Konstitusi.
Administrative Law, penyelesaiannya dilakukan di Pengadilan Tata Usaha
Negara, biasanya kasus-kasus sengketa tanah, sertifikasi, dan sejenisnya.
International Law, tidak diselesaikan oleh badan yudikatif di bawah
kendali suatu negara melainkan atas nama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
C Pembagian Kekuasaan Menurut UUD Negara Republik Indonesia 1945
Undang-Undang Dasar 1945 menganut asas demokrasi. Bagi mereka yang
memandang Negara dari sudut kekuasaan dan menganggap Negara sebagai
organisasi kekuasaan maka Undang-Undang Dasar dapat dipandang sebagai
lembaga atau kumpulan asas yang menetapkan bagaimana kekuasaan dibagi
kepada beberapa lembaga kenegaraan,misalnya pembagian kekuasaan kepada
lembaga Negara bidang legislative,lembaga bidang eksekutif dan lembaga bidang
yudikatif.Undang-Undang Dasar (UUD) menentukan cara-cara bagaimana pusat
kekuasaan ini bekerjasama dan menyesuaikan diri satu sama lain.Undang-Undang
Dasar merekam hubungan-hubungan kekuasaan dalam satu Negara 57
Seperti diketahui bahwa Undang-Undang Dasar 1945 mengeksplisitkan
adanya berbagai lembaga Negara sebagai pemegang kekuasaan yang masing-
.
Dalam hubungannya dengan pembagian kekuasaan ke dalam berbagai
lembaga,maka dapatlah dikatakan bahwa adanya kekuasaan yang dibagi-bagikan
menurut fungsi,wewenang dan kedudukan di dalam suatu Negara menunjukkan
bahwa Negara tersebut menganut paham demokrasi,bukan Negara monarki atau
pemerintahan dictator.pembagian kekuasaan yang demikian haruslah dicantumkan
dengan tegas di dalam Undang-Undang Dasar Negara tersebut.
Negara Republik Indonesia dengan demikian tak dapat disangkal
menganut asas demokrasi, karena persyaratan-persyaratan untuk Negara
demokrasi telah dipenuhi dan dinyatakan dengan tegas di dalam Undang-Undang
Republik Indonesia yakni Undang-Undang Dasar 1945.
57 Miriam Budiarjo,hal 96
masing mempunyai fungsi,wewenang dan kedudukan yang berbeda.Adanya
pembagian itu sebenarnya merupakan delegasi kekuasaan daripada rakyat sebagai
pemegang kedaulatan.Bahwa di Indonesia yang memegang kedaulatan adalah
rakyat yang berarti bahwa Indonesia adalah Negara dwmokrasi jelas-jelas disebut
dalam Undang-Undang Dasar 1945,yakni di dalam pasal 1 ayat (2) yang berbunyi
: ‘Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat’. Jadi pada dasarnya secara formal ,MPR dalah
merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia ,anggota-anggotanya
merupakan wakil langsung dari rakyat.Majelis Permusyawaratan Rakyat di
Indonesia merupakan lembaga Tertinggi Negara atau aparatur demokrasi yang
tertinggi di Indonesia.Tapi lembaga ini bukanlah merupakan badan perwakilan
rakyat sebab sebagai lembaga yang berfungsi sebagai lembaga lembaga
perwakilan rakyat masih ada lagi satu lembaga Tinggi Negara yang disebut
Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 19,20,21 dan 22 Undang-
Undang Dasar 1945). Berhubungan dengan itu perlu diuraikan pula bahwa
demokrasi di Indonesia mempunyai kekhasan tersendiri,artinya demokrasi di
Negara kita mempunyai corak khusus bila dibandingkan dengan Negara-negara
lainnya yang menganut asas demokrasi.
Jika dihubungkan dengan teori tentang tipe-tipe demokrasi modern maka
di Indonesia pada dasarnya menggunakan demokrasai Pancasila dengan
Presidensil,yakni demokrasi dengan pemerintahan perwakilan yang
representative.Disini Presiden tidak bertanggung jawab kepada parlemen
(DPR).Tapi salah satu kelainannya dengan sistem Presidensil pada umumnya
ialah bahwa antara lembaga-lembaga legislative,eksekutif dan yudikatif di
Indonesia tidaklah mempunyai kekuasaan terpisah secara tegas,melainkan
mempunyai hubungan saling mempengaruhi satu sama lain.Kekuasaan-kekuasaan
yang dipegang lembaga-lembaga Negara adalah kekuasaan rakyat sebagai
pemegang kedaulatan yang dibagi-bagikan atau didelegasikan .Pendelegasian itu
ada yang secara permanen ditetapkan oleh Undang-Undang Dasar dan ada pula
yang diber oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan ada pula yang diberi oleh
Majelis Permusyawaratan Rakyat setiap lima tahun sekali,sebagai misal
kekuasaan pemerintah Negara dipegang oleh Presiden adalah merupakan
kekuasaan yang permanen yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar
1945,sedangkan materi-materi Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai
arah atau haluan Negara diserahkan secara formal oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat tiap lima tahun sekali.
Sudah jelas bahwa berdasarkan sila keempat dari dasar Negara Indonesia,
Pancasila serta Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 negara Indonesia
memakai asas demokrasi atau kedaulatan rakyat.Demokrasi yang dianut adalah
demokrasi perwakilan dengan sistem presidensiil.Kehidupan bangsa Indonesia
sejak berabad-abad tak dapat dihindarkan telah mempengaruhi asas demokrasi
yang dianut Undang-Undang Dasar 1945 sehingga demokrasi yang harus
dipraktekkan di Indonesia mempunyai corak hidup di Negara-negara
lain.Kekhasan demokrasi di Indonesia bisa dilihat pada beberapa hal yang sifatnya
cukup mendasar,yakni :
Pertama,aparatur demokrasi yang tertinggi di Indonesia adalah Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) .MPR yang selanjutnya disebut Majelis
merupakan penjelemaan dari seluruh rakyat Indonesia dan memegang kedaulatan
atas nama rakyat Indonesia.Anggota-anggotanya terdiri dari anggota-anggota
DPR,utusan-utusan daerah dan golongan yang dapat representative sebagai
penjelmaan seluruh rakyat.Sekalipun pada dasarnya seluruh anggota Majelis ini
merupakan wakil rakyat tapi sebenarnya lembaga ini bukanlah merupakan
parlemen,parlemen sendiri yang lebih dikenal dengan DPR hanyalah sebagian dari
keseluruhan anggota Majelis.Presiden sebagai Kepala Eksekutif merupakan
mandataris dari Majelis dan bertanggung jawab kepadaMajelis.Kalau pada
demokrasi yang sistem pemerintahannya menganut presidensiil pada umumnya
Presiden tidak bertanggung jawab kepada parlemen tapi langsung kepada rakyat
,maka menurut struktur demokrasi di Indonesia Presiden harus bertanggung jawab
kepada Majelis ,sedangkan DPR adalah bagian terbesar dari Majelis.Itulah
kekhasan demokrasi Indonesia yang paling utama yakni hubungan MPR,DPR,dan
Presiden dalam fungsi dan kedudukan masing-masing serta hubungan dalam
bidang perundang-undangan atau legislasi.
Kedua, aparatur demokrasi di tingkat pusat yang menjadi poros-poros
kekuasaan tidak hanya terdiri dari tiga macam lembaga Negara,tapi terdiri dari
enam di mana yang satu (Majelis) merupakan lembaga tertinggi sedangkan yang
lainnya merupakan lembaga tinggi.Kelima lembaga tinggi Negara di bawah
Majelis itu adalah DPR,Presiden,BPK,DPA,dan MA.Masing-masing lembaga
tinggi tersebut memegang kekuasaan sendiri-sendiri sehingga poros-poros
kekuasaan tidak hanya terdiri dari tiga macam yaitu legislative,eksekutif dan
yudikatif melainkan masih ada lagi kekuasaan menasehati Presiden dan member
pertimbangan /usul serta kekuasaan mengawasi keuangan Negara.Semua
kekuasaan itu dipegang oleh Presiden,kekuasaan menasehati dan memberikan
pertimbangan kepada Presiden dipegang oleh DPA,sedangkan kekuasaan untuk
mengawasi penyelenggaraan keuangan Negara dilakukan oleh BPK.Jadi kalau
Negara demokrasi pada umumnya hanya meletakkan tiga poros kekuasaan di
tingkat pusat maka di Indonesia ada lima poros yang dibawahi oleh satu aparatur
tertinggi sebagai penjelmaan rakyat yaitu Majelis.di Indonesia ada lembaga
penasehat Eksekutif tapi berkedudukan sama dengan Lembaga Eksekutif yaitu
DPA. Begitu juga Indonesia mengenal satu lembaga yang disebut Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) yang mempunyai kekuasaan mengawasi penggunaan
keuangan Negara, badan mana juga berstatus otonom sebagai lembaga tinggi
Negara .Karena fungsinya yang bersifat mengawasi maka di Negara-negara lain
fungsi BPK ini mungkin dilakukan oleh parlemen atau oleh Mahkamah Agung.
Jadi jelaslah kekhasan demokrasi Indonesia,tidak menganut asas Trias
Politika dalam menciptakan poros-poros kekuasaannya,tapi pada dasarnya dalam
sistem hubungan antara tiga poros kekuasaan (legislative,eksekutif dan yudikatif)
yang lebih condong menganut teori penafsiran seperti Amerika Serikat yaitu
sistem Presidensiil.Dalam sistem ini pun tidak sama dalam praktiknya dengan
Amerika Serikat,sebab antara tiga poros kekuasaan itu di Indonesia masih terbuka
kemungkinan saling berhubungan,hal ini berhubung Indonesia tidak menganut
model ‘pemisahan kekuasaan’.Sehingga kekhasan lain dari demokrasi di
Indonesia bisa ditemui lagi yaitu bentuk hubungan antara tiga poros kekuasaan
itu.
Ketiga,sekalipun di dalam sistem pemerintahannya demokrasi di Indonesia
menganut sistem Presidensiil ,tapi hubungan antara tiga poros kekuasaan seperti
disebutkan di atas tidaklah memakai model pemisahan tapi memakai model
‘pembagian’ yang membuka kemungkinan saling mempengaruhi.Antara Presiden
dan DPR misalnya kekuasaannya tidak terpisah malainkan dalam bidang
legislative adalah bersama-sama dalam bidang yudikatif yang pada dasarnya
kekuasaan dipegang MA,Presiden dalam hal-hal tertentu juga menguasai yakni
adanya wewenang untuk memberikan grasi,amnesty,abolisi dan
rehabilitasi.Begitu juga hubungan antara MA dengan DPR masih terlihat tidak
terpisah sebab pengambilan sumpah anggota-anggota DPR dilakukan oleh
Mahkamah Agung. Adanya hubungan yang saling mempengaruhi anatar tiga
poros pokok ini adalah ‘sah’ menurut Undang-Undang Dasar sendiri mengatur hal
seperti itu,dan hal tersebut merupakan kekhasan wujud demokrasi modern
Indonesia58
.
58 Mahfud MD, dasar dan struktur ketatanegaraan Indonesia ,1993