abses epidural spinal - repository.usu.ac.id

53
MENINGIOMA FASIHAH IRFANI FITRI NIP : 198307212008012007 DEPARTEMEN NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN 2010 Universitas Sumatera Utara

Upload: others

Post on 15-Oct-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

MENINGIOMA

FASIHAH IRFANI FITRI NIP : 198307212008012007

DEPARTEMEN NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK

MEDAN

2010

Universitas Sumatera Utara

Page 2: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

DAFTAR ISI

Daftar Isi i

Daftar Singkatan iii

Daftar Tabel iv

Daftar Gambar v

Daftar Lampiran vi

Abstrak vii

Abstract viii

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang 1

I.2. Tujuan 2

I.3. Manfaat 2

II. LAPORAN KASUS

II.1. Identitas Pribadi 3

II.2. Riwayat Perjalanan Penyakit 3

II.3. Pemeriksaan Fisik 3

II.4. Pemeriksaan Neurologis 4

II.5. Diagnosis Awal 5

II.6. Penatalaksanaan 5

II.7. Pemeriksaan Penunjang 6

II.8. Kesimpulan Pemeriksaan 7

II.9. Diagnosis Akhir 7

II.10. Prognosis 7

III. TINJAUAN PUSTAKA

III.1. Definisi 8

III.2. Epidemiologi 8

III.3. Etiologi 9

III.4. Patologi

17

III.5. Gambaran Klinis 20

Universitas Sumatera Utara

Page 3: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

III.6. Prosedur Diagnostik 22

III.7. Diagnosis Banding 27

III.8. Penatalaksanaan 31

III.9. Prognosis 39

IV. DISKUSI KASUS 40

V. PERMASALAHAN 41

VI. KESIMPULAN 42

VII. SARAN 42

VIII. DAFTAR PUSTAKA 41

IX. LAMPIRAN 44

Universitas Sumatera Utara

Page 4: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

DAFTAR SINGKATAN

AA : Asam Arakidonat

AL : Asam Linolenat

COX : Cyclooxygenase

CT : Computed Tomography

EBRT : External Beam Radiotherapy

GTR : Gross Total Resection

HPCs : Hemangiopericytomas

IMT : Indeks Massa Tubuh

LED : Laju Endap Darah

LO : Lipoxigenase

MRI : Magneting Resonance Imaging

PGE

PUFA : Polyunsaturated Fatty Acid

: Prostaglandin E2

SFTs : Solitary Fibrous Tumors

SRS : Stereotactic Radiosurgery

SRT : Stereotactic Radiotherapy

SSP : Susunan Saraf Pusat

STR : SubTotal Resection

T1W : T1- Weighted

T2W : T2- Weighted

WHO : World Health Organization

XRT : Stereotactic Radiotherapy

Universitas Sumatera Utara

Page 5: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Abnormalitas kromosom pada meningioma beserta gen,protein

dan fungsi protein terkait.

12

Tabel 2. Klasifikasi Meningioma Menurut WHO 18

Tabel 3. Gejala dan Tanda Pada Pasien Meningioma 21

Tabel 4. Gejala dan Tanda Sesuai Lokasi Meningioma 22

Tabel 5. Lesi Dura yang Menyerupai Meningioma 27

Tabel 6. Simpson Grade 32

Tabel 7. Penelitian penggunaan hydroxyurea pada meningioma 36

Universitas Sumatera Utara

Page 6: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Fotomikrograf dari arachnoid villi 8

Gambar 2. Skema Perkembangan Meningioma 10

Gambar 3. Abnormalitas Gen Pada Meningioma 10

Gambar 4. Ideogram dari kromosom 22 11

Gambar 5 Mekanisme Tumorigenesis Meningioma Setelah Cedera

Kepala

13

Gambar 6 Kaskade Eicosanoid 14

Gambar 7. Meningioma Grade I 19

Gambar 8 Fibroblastic Meningioma 19

Gambar 9 Meningioma WHO Grade II 20

Gambar 10 Meningioma Anaplastik 20

Gambar 11 Gambaran CT Scan dari Meningioma 24

Gambar 12

Gambar 13

Gambaran MRI Pada Meningioma

Efek sunburst pada Angiografi

25

26

Gambar 14 Solitary Fibrous Tumors 29

Gambar 15 Hemangiopericytoma pada T1W 29

Gambar 16 Gliosarcoma pada T1W 30

Gambar 17 Leiomyoma pada T1W 30

Gambar 18 Plasmacytoma 31

Gambar 19 Target Molekuler pada Meningioma 37

Gambar 20 Algoritma Penatalaksanaan Meningioma 39

Universitas Sumatera Utara

Page 7: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil CT Scan Penderita

Lampiran 2. Foto Penderita

Universitas Sumatera Utara

Page 8: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

ABSTRAK

Pendahuluan : Meningioma adalah tumor primer pada susunan saraf pusat yang berasal dari sel-sel meningothelial (arachnoidal cap) dan merupakan tumor jinak intrakranial yang paling sering dijumpai. Dengan angka insidensi 2.3-6 per 100.000 penduduk, meningioma merupakan 13 hingga 26% dari tumor otak primer pada orang dewasa. Laporan Kasus : Seorang laki-laki berusia 45 tahun datang dengan penurunan kesadaran sejak 3 hari sebelum masuk RS. Nyeri kepala dirasakan sejak 1 tahun yang lalu dan memberat sejak 3 bulan terakhir disertai kelemahan tubuh sebelah kanan. Pemeriksaan neurologis menunjukkan papil edema, hemiparese dextra, peningkatan refleks tendon pada ekstremitas kanan dengan tanda Babinski positif. Hasil laboratorium tidak signifikan. CT Scan kepala menunjukkan intracranial SOL di daerah convexity frontal kiri. Meningioma ?. Pasien dikonsulkan ke bagian bedah saraf dan direncanakan untuk operasi, namun tidak dilakukan karena tidak mendapat persetujuan keluarga. Os meninggal setelah 3 minggu dirawat. Diskusi dan Kesimpulan : Diagnosis meningioma ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, gambaran klinis dan gambaran radiologis. Penatalaksanaan terdiri dari tindakan operasi, diikuti dengan radiasi atau kemoterapi bergantung derajat meningioma. Kata Kunci : meningioma, intrakranial, etiologi, diagnosis, penatalaksanaan

Universitas Sumatera Utara

Page 9: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

ABSTRACT

Introduction : Meningiomas are primary central nervous system tumors composed of neoplastic meningothelial (arachnoidal cap) cells. They represent the most common type of benign intracranial tumor. With an annual incidence of approximately 2.3 to 6 per 100.000 persons, meningiomas account for approximately 13 to 26% of primary brain tumors in adult. Case Report : A 45-year-old man was admitted to the hospital with a decreased level of consciousness since 3 days prior to admission. He had 1-year history of headache which had got worse since 3 months before admission. He also noticed right-sided weakness. Neurological examination revealed papil oedema,right hemipareses, increased deep tendon reflexes of right arm and leg, with positive Babinski signs. Laboratory results were not significant. Head CT Scan revealed intracranial SOL on the left frontal convexity. Meningioma ?. The patient was consulted to the neurosurgery department, and was planned to undergo a surgery, but it was not done because of the family did not consent. Patient died after 3 weeks of hospitalisation. Discussion and Conclusion : Meningioma was diagnosed based on history of disease, clinical presentations and radiological features. The treatment consists of surgical resection, followed by radiation or chemoteraphy based on the grading.

Keywords : meningioma, intracranial, etiology, diagnosis, treatment

Universitas Sumatera Utara

Page 10: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Meningioma adalah tumor primer pada susunan saraf pusat yang berasal

dari sel-sel meningothelial (arachnoidal cap) dan merupakan tumor jinak

intrakranial yang paling sering dijumpai. Dengan angka insidensi 2.3-6 per 100.000

penduduk, meningioma merupakan 13 hingga 26% dari tumor otak primer pada

orang dewasa. Meningioma lebih sering dijumpai pada wanita dibanding pria, dan

usia rerata pasien saat didiagnosis adalah sekitar 58 tahun. Sembilan puluh persen

meningioma berlokasi di intrakranial dan 90% diantaranya terletak di

supratentorial.

World Health Organization (WHO) mengklasifikasi meningioma menjadi

benigna (WHO Grade I), atipikal (WHO Grade II) dan malignan (WHO Grade III),

berdasarkan derajat anaplasia, jumlah mitosis dan adanya nekrosis.

1

1 Selain

pertambahan usia, faktor yang paling konsisten yang berhubungan dengan risiko

meningioma adalah paparan terhadap radiasi; sedangkan berbagai faktor risiko

lingkungan, gaya hidup dan genetik yang telah diteliti masih menunjukkan hasil

yang beragam. Beberapa faktor tersebut adalah penggunaan hormon, telepon

seluler, varian genetik atau polimorfisme, paparan logam, merokok, trauma kepala

dan alergi.

Gambaran klinis meningioma, seperti halnya lesi massa intrakranial

lainnya, bergantung pada lokasi tumor. Meningioma seringkali tumbuh lambat, dan

gejala sering muncul secara perlahan-lahan.

2

3 Meningioma juga dapat menimbulkan

gejala dengan mengiritasi korteks, menekan jaringan otak atau saraf kranial,

menyebabkan hiperostosis, dan/atau menginvasi jaringan lunak sekitarnya atau

memicu cedera vaskular pada otak.4 Diagnosis meningioma terutama ditegakkan

dengan pemeriksaan imejing. Modalitas imejing yang digunakan untuk

mengevaluasi meningioma meliputi foto polos, computed tomography scan (CT

scan), magnetic resonance imaging (MRI),dan angiografi serebral.

Gross-total resection adalah terapi pilihan untuk meningioma benigna yang

dapat direseksi. Terapi radiasi digunakan untuk meningioma yang tidak direseksi

komplit dan sebagai pilihan terapi utama pada tumor-tumor yang tidak dapat

dioperasi. Stereotactic radiosurgery (SRS) merupakan alternatif untuk tindakan

5

Universitas Sumatera Utara

Page 11: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

bedah pada meningioma yang berlokasi di daerah seperti dasar tengkorak atau

daerah parasagital, dimana upaya reseksi dapat membahayakan struktur

neurovaskular. Stereotactic radiotherapy (SRT) menggunakan penempatan

stereotactic dan gradien dosis yang sama dengan SRS namun memiliki keuntungan

berupa fraksinasi sehingga memungkinkan tidak terkenanya jaringan normal.

Metode ini bermanfaat untuk tumor dengan ukuran yang lebih besar.

Peranan kemoterapi ajuvan pada pasien dengan meningioma masih tidak

jelas dan terus berkembang. Kemoterapi diberikan pada lesi-lesi yang tidak dapat

dioperasi, terutama pada saat terjadinya progresi tumor atau rekurensi setelah

radioterapi. Berbagai pendekatan telah dilakukan, mencakup penggunaan obat

sitotoksik, agen molekuler, immunomodulator, dan obat yang memanipulasi

hormon.

6

7 Faktor prognostik yang paling penting pada meningioma adalah luasnya

reseksi awal dan grade histologis tumor.

8

I.2. Tujuan Penulisan

Laporan kasus ini dibuat untuk membahas aspek epidemiologi, etiologi,

gambaran klinis, penegakan diagnosis, penatalaksanaan serta prognosis dari

penderita meningioma.

I.3. Manfaat Penulisan

Dengan adanya laporan kasus ini diharapkan dapat diperoleh penjelasan

mengenai epidemiologi, etiologi, gambaran klinis, penegakan diagnosis,

penatalaksanaan serta prognosis dari penderita meningioma.

.

II. LAPORAN KASUS

II.1. Identitas Pribadi

Seorang Laki-laki (S), 45 tahun, suku Jawa, agama Islam, alamat Aceh,

datang ke RS Tembakau Deli Medan pada tanggal 13 April 2010.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

II.2. Riwayat Perjalanan Penyakit

Keluhan Utama : Penurunan kesadaran

Telaah : Hal ini dialami OS sejak ± 3 hari sebelum masuk RS terjadi

secara perlahan – lahan yang semakin lama semakin memberat. Sebelumnya os

sering mengeluh nyeri kepala, sejak 1 tahun sebelumnya. Nyeri kepala dirasakan

berdenyut di seluruh kepala, memberat jika os batuk, bersin,atau mengedan dan

tidak berkurang dengan obat penghilang rasa nyeri. Nyeri kepala bertambah berat

dalam 3 bulan sebelum masuk RS dan diikuti dengan kelemahan badan sebelah

kanan yang semakin lama semakin memberat. Riwayat muntah menyembur (+) 2

kali dalam 1 bulan terakhir sebelum masuk RS. Riwayat kejang (-), trauma kepala

(-), demam (-).

Riwayat Penyakit Terdahulu : tidak jelas

Riwayat Pemakaian Obat : Parasetamol

II.3. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum :

Sensorium : Somnolen Tekanan

Darah : 110/70 mmHg Nadi :

96 x/menit

Pernafasan : 20 x/menit

Temperatur : 37,3°C

Kepala : Normosefalik

Thoraks : Simetris fusiform

Jantung : Bunyi jantung normal,desah (-)

Paru – paru : Pernafasan vesikuler, ronkhi (-)

Abdomen : Soepel, peristaltik normal

II.4. Pemeriksaan Neurologis

Sensorium : Somnolen

Tanda perangsangan meningeal :

Kaku kuduk ( - ), Kernig sign (-),Brudzinski I/II ( - )

Tanda peninggian TIK :

Nyeri kepala ( + ), kejang ( - ), muntah ( - )

Nervus Kranialis :

Universitas Sumatera Utara

Page 13: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

N I : Sulit dinilai

N II, III : Pupil isokor Ø 3 mm, RC ( +/+)

Funduskopi

Optic disc kanan kiri

- Warna merah gelap merah gelap

- Batas tidak jelas tidak jelas

- Ekskavasio cembung cembung

- Pembuluh darah

- A/V 2/4 2/4

Perdarahan retina (-) (-)

Kesan : Papil Edema

N III, IV, VI : Fenomena doll’s eye (+)

N V : Refleks kornea (+)

N VII : Sudut mulut jatuh kanan

N IX, X : Refleks muntah (+)

N XI : Sulit dinilai

N XII : Lidah istirahat medial

Sistim Motorik :

Trofi : normotrofi

Tonus : normotonus

Kekuatan otot : sulit dinilai, kesan lateralisasi kanan

Refleks Fisiologis : kanan kiri

Biceps/Triceps : +↑/+↑ +/+

KPR / APR : +↑/+↑ +/+

Refleks Patologis : (+) (-)

Sistim sensibilitas : sulit dinilai

Vegetatif : dalam batas normal

Vertebra : dalam batas normal

Gejala Serebellar : tidak dijumpai

Gejala ekstrapiramidal : tidak dijumpai

Fungsi luhur : sulit dinilai

Universitas Sumatera Utara

Page 14: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

II.5. Diagnosa Awal

Diagnosa fungsional : Somnolens + Hemiparese dextra + Parese N VII

dextra tipe UMN

Diagnosa Anatomis : Hemisfer Kiri

Diagnosa Etiologis : SOL Intrakranial

Diagnosa Banding : 1. SOL Intrakranial ec. Tumor Serebri

2. SOL Intrakranial ec. Abses Serebri

3. Stroke Hemoragik

Diagnosa Kerja : Somnolens + Hemiparese dextra + Parese N VII

dextra tipe UMN ec Tumor Serebri

II.6. Penatalaksanaan

- IVFD Ringer Solution 20 gtt/menit

- Injeksi Dexamethasone 2 ampulselanjutnya 1 amp/6 jam

- Injeksi Ranitidin 1 amp/12 jam

- Vitamin B Kompleks 2 X 1

II.7. Pemeriksaan Penunjang

Hasil Laboratorium Tanggal 13 April 2010

Hb : 14.6 g%

Leukosit : 10.100 / mm3

Ht : 44.2 %

Trombosit : 192.000/mm3

LED : 21 mm/jam

Eritrosit : 5.24 M /mm3

KGD ad random : 110 mg /dl

Ureum : 38 mg /dl

Kreatinin : 1.3 mg /dl

Na : 148 meq/L

K : 4,0 meq/L

Cl : 106 meq/L

Kolesterol : 181 mg/dl

Universitas Sumatera Utara

Page 15: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

Trigliserida : 121 mg/dl

Kolesterol HDL : 56 mg/dl

Kolesterol LDL : 101 mg/dl

Hasil Head CT Scan RS Materna tanggal 14 April 2010

NCCT :

Infratentorial cerebellum dan ventricle-4 normal. Supratentorial tampak isodense

lesion dengan perifocal edema di daerah convexity frontal kiri. Tampak midline

shift ke kanan. Cortical sulci obliterated. Lateral ventricular kiri tertekan.

CECT :

Disuntikkan contrast Omnipaque iv tampak marked enhancement dari lesion di

daerah frontal kiri ± 5,3 X 7,2 cm.

Kesan : Intracranial SOL di daerah convexity frontal kiri. Meningioma ?

Hasil Konsul ke Bagian Bedah Saraf tanggal 15 April 2010

Dari pemeriksaan didapatkan riwayat hemiparesis dextra 3 bulan, nyeri kepala.

Hasil CT Scan : SOL temporoparietal kiri ukuran 10 X 8x 6 cm

DD : 1. Meningioma

2. GBM

Direncanakan tumor removal/biopsi. Bila keluarga setuju dapat dikonsultasi ulang.

Usulan terapi : inj. Dexametason 4X2 amp

Inj. Phenytoin 3 X 1 amp

II.8. Kesimpulan Pemeriksaan

Telah diperiksa seorang laki-laki (S), 45 tahun, suku Jawa, agama Islam,

alamat Aceh, datang berobat ke RS Tembakau Deli Medan pada tanggal 13 April

2010 dengan keluhan utama penurunan kesadaran.

Penurunan kesadaran dialami OS sejak ± 3 hari sebelum masuk RS terjadi

secara perlahan – lahan yang semakin lama semakin memberat. Sebelumnya os

sering mengeluh nyeri kepala, sejak 1 tahun sebelumnya. Nyeri kepala dirasakan

berdenyut di seluruh kepala, memberat jika os batuk, bersin,atau mengedan dan

tidak berkurang dengan obat penghilang rasa nyeri. Nyeri kepala bertambah berat

Universitas Sumatera Utara

Page 16: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

dalam 3 bulan sebelum masuk RS dan diikuti dengan kelemahan badan sebelah

kanan yang semakin lama semakin memberat. Riwayat muntah menyembur (+) 2

kali dalam 1 bulan terakhir sebelum masuk RS. Riwayat kejang (-), trauma kepala

(-), demam (-).

Dari pemeriksaan neurologis dijumpai papil edema, parese nervus VII

dextra tipe UMN, hemiparese dextra, peningkatan refleks fisiologis lengan dan

tungkai kanan, refleks patologis di kanan. Dari pemeriksaan Head CT Scan kontras

terlihat intracranial SOL di daerah convexity frontal kiri. Meningioma ?. Pasien ini

dikonsulkan ke bagian bedah saraf dan direncanakan operasi, namun keluarga tidak

setuju untuk dilakukan operasi.

II.9. Diagnosis Akhir

Somnolens + Hemiparese dextra + Parese nervus VII dextra tipe UMN ec

Meningioma

II.10. Prognosa

• Ad vitam : dubia ad malam

• Ad functionam : dubia ad malam

• Ad sanationam : dubia ad malam

III. TINJAUAN PUSTAKA

III.1. Definisi

Meningioma adalah tumor primer pada susunan saraf pusat (SSP) yang

berasal dari sel-sel meningothelial (arachnoidal cap).

1

Universitas Sumatera Utara

Page 17: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

Gambar 1. Fotomikrograf dari arachnoid villi Dikutip dari : Ragei BT, JensenRL. Molecular Genetics of Meningiomas. Neurosurg Focus. 2005 : 19 (5): E9.

III.2. Epidemiologi

Meningioma merupakan 20% hingga 26% dari seluruh neoplasma

intrakranial dan 25% dari seluruh tumor intraspinal. Insidensi meningioma pada

populasi umum bervariasi antara 2 dan 15 per 100.000 penduduk, dan meningkat

seiring dengan pertambahan usia; prevalensi meningioma diperkirakan sekitar 97.5

dari 100.000 penduduk di Amerika Serikat. Lebih kurang 94% meningioma

merupakan meningioma yang benigna, 4% atipikal dan 1% malignan. Meningioma

benigna lebih sering dijumpai pada wanita, namun bentuk yang atipikal dan

anaplastik tampaknya lebih sering dijumpai pada laki-laki. Hingga 2% meningioma

benigna akan berubah menjadi bentuk yang malignan dan sekitar 28.5% dari

seluruh meningioma benigna yang rekuren akan menjadi atipikal atau anaplastik.

5

III.3. Etiologi

III.3.1. Genetik

Abnormalitas pada lokus kromosom 22q telah diidentifikasi sebagai

kelainan kromosom yang paling sering dijumpai pada meningioma.9 Gen NF2

adalah target utama, dimana mutasi atau delesi pada gen ini dijumpai sebagai

kejadian awal pada sebagian besar kasus meningioma. Gen NF2 mengkode suatu

protein, yang disebut merlin atau schwannomin, yang mengatur pertumbuhan sel

dan motilitas dengan cara menghubungkan sitoskeleton dengan protein membran

sel.1 Merlin berfungsi sebagai moleculer switch yang mengatur sel dengan

berikatan dengan faktor transkripsi. Perubahan bentuknya menentukan aktivitas

merlin. Dalam keadaan tertutup, merlin bersifat aktif dan berfungsi sebagai

penekan pertumbuhan, sedangkan dalam keadaan terbuka merlin bersifat inaktif

dan memungkinkan pertumbuhan.

Abnormalitas kromosom 22 (yaitu delesi parsial dari 22q) adalah kelainan

yang paling sering dijumpai pada meningioma benigna, atipikal dan anaplastik.

Abnormalitas kromosom 1 terlibat dalam perkembangan tumor dan meningioma

3

Universitas Sumatera Utara

Page 18: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

dengan grade yang lebih tinggi. (gambar 2) Secara umum, abnormalitas kariotipik

lebih luas ditemukan pada meningioma atipikal dan anaplastik. (gambar 3). Selain

hilangnya 1q, kelainan kromosom yang berkaitan dengan higher grade

meningioma mencakup kelainan pada 6q, 10p, 10q,14q dan 18q.

9

Gambar 2. Skema Perkembangan Meningioma Dikutip dari : Ragei BT, JensenRL. Molecular Genetics of Meningiomas. Neurosurg Focus. 2005 : 19 (5): E9.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

Gambar 3. Abnormalitas Gen Pada Meningioma Dikutip dari : Ragei BT, JensenRL. Molecular Genetics of Meningiomas. Neurosurg Focus. 2005 : 19 (5): E9.

Analisis pada gen NF2 pada meningioma sporadik menunjukkan bahwa

sekitar sepertiga hingga setengah tumor ini menunjukkan mutasi inaktivasi, yang

sering disertai dengan hilangnya alel yang lain. Oleh sebab itu, frekuensi delesi

parsial pada kromosom 22 melebihi abnormalitas gen NF2, dengan pemetaan yang

menunjukkan delesi interstisial yang tidak melibatkan lokus gen NF2 pada

beberapa meningioma. Perbedaan antara insiden delesi parsial pada kromosom 22

dengan frekuensi mutasi gen NF2 yang lebih rendah memunculkan penelitian

untuk mencari gen supressor tumor lainnya pada 22q, yang terletak dekat dengan

gen NF2 namun berbeda. Berbagai penelitian ini menunjukkan beberapa kandidat

yang menungkinkan seperti gen BAM22, LARGE,MN1 dan INI1. (gambar 4 dan

tabel 1).

9

Universitas Sumatera Utara

Page 20: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

Gambar 4. Ideogram dari kromosom 22 Dikutip dari : Ragei BT, JensenRL. Molecular Genetics of Meningiomas. Neurosurg Focus. 2005 : 19 (5): E9.

Tabel 1. Abnormalitas kromosom pada meningioma beserta gen,protein dan fungsi

protein terkait Dikutip dari : Ragei BT, JensenRL. Molecular Genetics of Meningiomas. Neurosurg Focus. 2005 : 19 (5): E9.

Delesi pada lengan pendek kromosom 1 adalah kelainan kedua tersering

pada meningioma. Monosomi 1p dijumpai pada 70% meningioma atipikal dan

hampir 100% meningioma anaplastik. Hal ini menunjukkan korelasi antara

hilangnya kromosom 1p dan perkembangan meningioma. Hilangnya kromosom 1p

juga berhubungan dengan rekurensi tumor; tingkat rekurensi adalah 30% dengan

hilangnya kromosom 1p namun hanya 4.3% jika tidak.

9

III.3.2. Trauma

Beberapa studi menunjukkan peningkatan insidensi meningioma pada

pasien dengan riwayat cedera kepala. Hubungan antara cedera kepala dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 21: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

meningioma dapat dijelaskan dengan adanya perubahan neoplastik pada jaringan

meningeal yang disebabkan oleh keadaan inflamasi pada proses penyembuhan dan

pelepasan prostaglandin dan faktor pertumbuhan lainnya. (gambar 5).

10

Gambar 5. Mekanisme Tumorigenesis Meningioma Setelah Cedera Kepala Dikutip dari : Ragel BT, Jensen RL, Couldwell WT. Inflammatory Response And Meningioma Tumorigenesis and The Effect of Cyclooxygenase-2 Inhibitors. Neurosurg Focus. 2007 : 23 (4) E7.

III.3.3. Kaskade Eicosanoid

Asam arakidonat (AA) adalah ω-6 polyunsaturated fatty acid (PUFA) yang

diubah mejadi komponen lipid yang aktif secara biologis, disebut eicosanoid.

Eicosanoid terdiri dari sekelompok mediator lipid yang diproduksi oleh dua kelas

enzim yaitu cyclooxygenase (COX-1 dan COX-2) dan lipoxygenase (5-LO, 12-LO

dan 15-LO). Komponen lipid ini memodulasi berbagai proses fisiologis dan

Universitas Sumatera Utara

Page 22: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

patologis termasuk karsinogenesis. Beberapa eicosanoid terbukti dapat

mempengaruhi survival sel, menstimulasi proliferasi sel, memodulasi perlekatan

dan motilitas sel, angiogenesis, meningkatkan permeabilitas vaskular, dan

inflamasi, sehingga memegang peranan penting pada pertumbuhan tumor.11,12

(gambar 6)

Gambar 6. Kaskade Eicosanoid Dikutip dari: Piester C, Ritz R, Pfrommer H,et al. Are There Attacking points in The Eicosanod Cascade For Chemotherapeutic Options in Benign Meningiomas?. Neurosurg Focus. 2007 : 23(4) : E8.

Pentingnya metabolisme AA pada meningioma ditekankan oleh laporan

yang menunjukkan peningkatan konsentrasi ω-6 PUFAs, dan prekursornya, asam

linoleat (AL) pada tumor ini jika dibandingkan dengan substansia alba atau

substansia grisea normal.11 Pada SSP, COX-2 diekspresikan pada komponen

seperti neuron, glia dan elemen serebrovaskular, atau dapat dipicu oleh berbagai

stimulus fisiologis atau patologis.

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa metabolit yang berasal dari COX-

2 terlibat pada berbagai tahapan karsinogenesis, mencakup hiperproliferasi

premalignan, transformasi, pemeliharaan viabilitas tumor, pertumbuhan, invasi dan

penyebaran metastatik. Bukti terkini menunjukkan bahwa COX-2 berperan dalam

angiogenesis, menghambat apoptosis, dan memicu faktor proangiogenik seperti

12

Universitas Sumatera Utara

Page 23: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

vascular endothelial growth factor, inducible nitrogen oxide synthetase promoter

dan interleukin-6.

Bukti terkini menunjukkan bahwa glioma dan meningioma juga

mengekspresikan enzim COX dan LO dalam jumlah yang lebih banyak

dibandingkan dengan jaringan otak normal. Intensitas pewarnaan pada astrositoma

grade II dan III serta meningioma menunjukkan hasil yang positif kuat untuk COX-

2. Terdapat juga ekspresi 5-LO yang lebih banyak pada sel-sel meningioma primer

dan spesimen bedah meningioma dengan analisis immunoblotting.

12

11 Analisis

immunoblotting menggunakan antibodi tertentu untuk megidentifikasi target

protein melalui reaksi antigen-antibodi spesifik. Protein dipisahkan dengan

elektroforesis dan ditransfer ke membran, biasanya nitroselulosa. Membran ini

biasanya dilapisi dengan antibodi dengan target spesifik dan dengan antibodi

sekunder, misalnya, dengan enzim atau dengan radioisotop. 13

Sel-sel meningioma dan glioma yang dikultur memproduksi jumlah

prostaglandin,tromboksan dan leukotrien dalam jumlah besar jika dibandingkan

dengan jaringan otak normal. Pada suatu studi ditemukan bahwa pasien dengan

meningioma maligna menunjukkan konsentrasi prostaglandin E2 (PGE

2) di plasma

yang secara signifikan lebih tinggi jika dibandingkan dengan pasien dengan tumor

jinak maupun dengan kontrol. Hal yang juga penting adalah pengamatan bahwa

eicosanoid yang diproduksi oleh sel-sel tumor otak, kemungkinan menyebabkan

edema otak yang dipicu oleh tumor. Temuan ini menunjukkan bahwa penggunaan

inhibitor COX-2 dan 5-LO mungkin dapat digunakan sebagai alternatif dari

glukokortikoid untuk penanganan edema otak peritumoral yang dipicu oleh

eicosanoid.

11

III.3.4. Radiasi Ion

Bukti terkuat adanya hubungan antara radiasi dosis tinggi dengan

perkembangan meningioma berasal dari individu yang menjalani terapi radiasi

pada kepala dan leher untuk kondisi neoplastik, sedangkan bukti adanya hubungan

antara paparan radiasi dosis rendah berasal dari studi tentang tinea capitis.

Diagnosis radiation-induced neoplasm harus memenuhi kriteria sebagai

berikut bahwa neolpasma harus (1) terjadi di daerah yang diradiasi; (2) muncul

2

Universitas Sumatera Utara

Page 24: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

setelah periode latensi tertentu setelah radiasi; dan (3) berbeda dengan neoplasma

yang sudah lebih dulu ada. 14

Sejumlah laporan menunjukkan kejadian meningioma setelah radiasi untuk

tinea capitis (1000 cGy), setelah radias dosis tinggi pada malignansi primer daerah

kepala dan leher (5500-7500 cGy). Analisis pada korban bom atom Nagasaki

menunjukkan korelasi antara insidensi meningioma dengan jarak dari lokasi

ledakan, dimana insiden meningioma pada orang yang terpapar dalam jarak 1

kilometer enam kali lebih tinggi dibanding yang tidak terpapar.

14

Periode laten untuk meningioma setelah radiasi menunjukkan

kecenderungan penurunan periode laten seiring peningkatan dosis radiasi; 35.2

tahun untuk dosis rendah (10 Gy), 26.1 untuk dosis menengah (10-20 Gy), dan 19.5

tahun untuk dosis tinggi (>20 Gy). Sebagai tambahan,usia saat diagnosis menurun

dengan peningkatan dosis radiasi dan terdapat kecenderungan yang lebih kuat

untuk terjadinya tumor multipel dan bersifat atipikal atau malignan.

2

III.3.5. Hormon

Terdapatnya fakta bahwa meningioma lebih sering dijumpai pada wanita,

adanya reseptor beberapa hormon pada meningioma, kemungkinan hubungannya

dengan kanker payudara, dan perubahan ukuran tumor selama kehamilan, siklus

menstruasi dan menopause, memicu sejumlah penelitian untuk mengetahui

hubungan antara hormon dengan risiko meningioma.2 Suatu penelitian population-

based oleh Custer,dkk (2006) pada 143 kasus meningioma menemukan hubungan

antara meningioma dengan paparan hormon eksogen, berupa kontrasepsi oral dan

terapi sulih hormon.15 Pada suatu studi, 30% meningioma menunjukkan reseptor

estrogen dan 70% reseptor progesteron.

Pada studi-studi tentang paparan hormon eksogen, beberapa peneliti

meneliti tentang risiko meningioma sehubungan dengan penggunaan kontrasepsi

oral dan terapi sulih hormon pada wanita pre dan pasca menopause. Secara umum,

data yang ada tidak menunjukkan hubungan antara penggunaan kontrasepsi oral

dengan risiko meningioma namun menunjukkan kemungkinan hubungan dengan

penggunaan terapi sulih hormon. Pada studi tentang paparan hormon endogen, para

peneliti melakukan penelitian tentang risiko meningioma sehubungan dengan status

16

Universitas Sumatera Utara

Page 25: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

menopause, paritas, riwayat kehamilan, dan usia saat menarche. Secara umum,

berbagai penelitian ini tidak mendukung hubungan antar apaparan hormon endogen

dengan risiko meningioma.

2

III.3.6. Faktor Risiko Lain

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui faktor risiko

meningioma. Penelitian dari Benson, dkk (2008) pada 1563 wanita penderita tumor

SSP menemukan bahwa peningkatan tinggi badan dan indeks massa tubuh (IMT)

berhubungan dengan risiko terjadinya meningioma.17 Penelitian dari Lahkola,dkk

(2008) tentang hubungan antara meningioma dengan penggunaan telepon seluler

menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan

telepon seluler dengan risiko meningioma.

18

III.4. Patologi

Secara makroskopis,meningioma tampak berbatas halus dan lobulated

dengan pola vaskular yang jelas pada permukaannya. Secara mikroskopis,

meningioma memiliki gambaran histopatologi yang khas dan bervariasi,

keragaman ini menjadi dasar klasifikasi patologi meningioma.14

(tabel 2)

Tabel 2. Klasifikasi Meningioma Menurut WHO

Universitas Sumatera Utara

Page 26: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

Dikutip dari : Rockhill J, Mrugaka M,Chamberlain MC. Intracranial Meningioma An Overview of Diagnosis and Treatment. Neurosurg Focus. 2007 : 23(4):E1

III.4.1. Meningothelial (Syncytial) Meningioma

Sel-sel pada meningothelial meningioma berbatas tidak tegas, berbentuk

poligonal dengan inti berukuran besar, spheroidal dan terletak di tengah. Hal yang

sering dijumpai pada tumor jenis ini adalah nuclear vacuolization, yang disebabkan

invaginasi sitoplasma. Sitoplasma dapat tampak granular atau fibrillary. Dengan

sel-sel meningothelial lain, serat kolagen, pembuluh darah dan struktur lainnya

sebagai elemen sentralnya, sel-sel meningothelial membentuk susunan konsenstrik

yang berbentuk kumparan. (gambar 7).

14,19

Gambar 7. Meningioma Grade I Dikutip dari : Commins DL, Atkinson RD, Burnett M. Review of Meningioma Histopathology. Neurosurg Focus. 2007 : 23 (4) : E3 III.4.2. Fibrous (Fibroblastic Meningioma)

Pada tipe ini, sel-sel meningothelial lebih panjang, tersusun dalam

lembaran, memiliki bentuk spindle dan densitas kromatik yang tinggi yang

memberikan kualitas fibroblastik, walaupun inti nya tetap memiliki gambaran

meningothelial. (gambar 8).Pembentukan kumparan dan badan psammoma bisa

tidak dijumpai, namun lebih sering muncul secara fokal. (gambar 8).

14,19

Gambar 8. Fibroblastic Meningioma. Dikutip dari : Commins DL, Atkinson RD, Burnett M. Review of Meningioma Histopathology. Neurosurg Focus. 2007 : 23 (4) : E3

Universitas Sumatera Utara

Page 27: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

III.4.3. Meningioma Atipikal

Disamping invasi otak dan penyebaran metastatik, yang menunjukkan

malignansi, beberapa gambaran tertentu dapat meramalkan peningkatan agresivitas

tumor dan kecenderungan rekurensi yaitu hilangnya pola arsitektural, selularitas

yang tinggi, peningkatan mitotic figures, nekrosis, nucleoli yang menonjol dan

nuclear pleomorphism. Hipervaskularitas dan deposisi hemosiderin juga telah

diidentifikasi sebagai parameter histologis yang mempengaruhi prognosis. (gambar

9).

14

Gambar 9. Meningioma WHO Grade II Dikutip dari : Newton HB, Jolesz FA, editors. Handbook of Neurooncology and Neuroimaging. 2007. III.4.4. Meningioma Maligna (Anaplastik)

Meningioma anaplastik menunjukkan gambaran yang sesuai dengan

malignansi,mencakup tingkat mitotik yang tinggi, advanced cytological atypia,

nuclear pleomorphism dan nekrosis. Invasi terhadap jaringan otak di bawahnya

juga sering dijumpai pada meningioma grade III. (gambar 10).

20

Gambar 10. Meningioma Anaplastik Dikutip dari : Newton HB, Jolesz FA, editors. Handbook of Neurooncology and Neuroimaging. 2007.

Universitas Sumatera Utara

Page 28: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

III.5. Gambaran Klinis

Gambaran klinis meningioma, seperti halnya lesi massa intrakranial

lainnya, bergantung pada lokasi tumor. Beberapa gejala klinis yang umum

dijumpai pada penderita meningioma terlihat pada tabel 3. Meningioma seringkali

tumbuh lambat, dan gejala sering muncul secara perlahan-lahan. Nyeri kepala

dengan onset baru dan berkembang lambat sering dijumpai dan biasanya tidak

berkaitan dengan gejala peningkatan tekanan intrakranial lainnya, menggambarkan

pertumbuhan lambat dari tumor ini.

3

Tabel 3. Gejala dan Tanda Pada Pasien Meningioma Dikutip dari : Rockhill J, Mrugaka M,Chamberlain MC. Intracranial Meningioma An Overview of Diagnosis and Treatment. Neurosurg Focus. 2007 : 23(4):E1

Universitas Sumatera Utara

Page 29: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

Sebagian besar meningioma tidak menginvasi otak namun menimbulkan

gejala dengan : (1) menekan struktur susunan saraf pusat, (2) pergeseran struktur

SSP dengan atau tanpa peningkatan tekanan intrakranial, (3) hidrosefalus, (4)

edema otak.

Meningioma juga dapat menimbulkan gejala dengan mengiritasi korteks,

menekan jaringan otak atau saraf kranial, menyebabkan hiperostosis, dan/atau

menginvasi jaringan lunak sekitarnya atau memicu cedera vaskular pada otak.

22

Dengan mengiritasi korteks, meningioma dapat menyebabkan seizure. Nyeri

kepala lokal maupun yang non spesifik dapat dijumpai. Kompresi terhadap struktur

di bawahnya dapat menyebabkan disfungsi serebral fokal atau umum, seperti

kelemahan fokal, disfasia, apati dan/atau somnolens. Meningioma pada lokasi

spesifik dapat menyebabkan gejala tertentu seperti yang tertera pada tabel 4.

4

4

Location Symptoms Parasagittal Monoparesis of the contralateral leg Subfrontal Change in mentation, apathy or disinhibited behavior, urinary

incontinence Olfactory groove Anosmia with possible ipsilateral optic atrophy and contralateral

papilledema (this triad termed Kennedy-Foster syndrome) Cavernous sinus Multiple cranial nerve deficits (II, III, IV, V, VI), leading to decreased

vision and diplopia with associated facial numbness Occipital lobe Contralateral hemianopsia Cerebellopontine angle

Decreased hearing with possible facial weakness and facial numbness

Spinal cord Localized spinal pain, Brown-Sequard (hemispinal cord) syndrome Optic nerve Exophthalmos, monocular loss of vision or blindness, ipsilateral dilated

pupil that does not react to direct light stimulation but might contract on consensual light stimulation; often, monocular optic nerve swelling with optociliary shunt vessels

Sphenoid wing Seizures; multiple cranial nerve palsies if the superior orbital fissure involved

Tentorial May protrude within supratentorial and infratentorial compartments, producing symptoms by compressing specific structures within these 2 compartments

Foramen magnum

[ 3 ] Paraparesis, sphincteric troubles, tongue atrophy associated with fasciculation

Tabel 4. Gejala dan Tanda Sesuai Lokasi Meningioma Dikutip dari : Haddad G. Meningioma. 2009.Available from : www.emedicine.com

Universitas Sumatera Utara

Page 30: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

III.6. Prosedur Diagnostik

III.6.1. Foto Polos

Walaupun foto polos jarang digunakan untuk mendiagnosis meningioma

pada era modern, namun terdapat temuan karakteristik yang dapat terlihat sekunder

akibat perubahan pada arsitektur tulang yang disebabkan oleh meningioma.

Perubahan osteoblastik, seperti hiperostosis atau sklerosis, adalah manifestasi yang

sering dari keterlibatan meningioma pada tulang tengkorak. Hiperostosis

menunjukkan peningkatan pada densitas tulang dan ketebalan tabula interna

tengkorak, sedangkan sklerosis berarti peningkatan densitas tulang tanpa

peningkatan ketebalan tulang. Sklerosis dari tabula eksterna dan lesi litik pada

tulang tampaknya menunjukkan keterlibatan tulang yang lebih nyata.3,5 Suatu studi

dari Moon dkk (2010) menunukkan bahwa osteolisis dan invasi ke bagian

ekstrakranial tampaknya berkaitan dengan ekspresi matrix metalloproteinase

(MMP) pada pasien dengan meningioma.

22

III.6.2. CT Scan Kepala

CT Scan bermanfaat dalam mendiagnosis meningioma karena dapat

menyediakan informasi mengenai ukuran, konsistensi, keterlibatan tulang, dan

adanya efek massa pada jaringan otak di dekatnya. Pada nonenhanced scans,

meningioma hampir selalu terlihat hiperdense atau isodense terhadap jaringan otak

di sekitarnya. Dengan pemberian kontras, tumor ini sering menunjukkan intense

enhancement. Meningioma tampak well encapsulated dengan batas yang jelas

antara tumor dan otak.

Suatu studi menemukan bahwa meningioma tanpa kalsifikasi pada CT Scan

cenderung berkembang secara eksponensial, sedangkan yang dengan kalsifikasi

cenderung berkembang linear atau tidak berkembang. Oleh sebab itu, temuan pada

CT scan dapat bersifat prediktif terhadap sifat tumor. Sebagai tambahan,

hiperostosis, invasi tulang dan erosi tulang paling baik dilihat dengan CT scan dan

penting dalam perencanaan tindakan bedah pada dasar tengkorak.

5

5

CT Scan paling baik dalam menunjukkan efek kronik dari lesi massa yang

tumbuh lambat pada bone remodelling. Kalsifikasi pada tumor (yang terlihat pada

Universitas Sumatera Utara

Page 31: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

25%) dan hiperostosis pada tulang tengkorak sekitarnya adalah gambaran

meningioma intrakranial yang dapat dengan mudah diidentifikasi pada CT Scan

tanpa kontras.

3

Gambar 11. Gambaran CT Scan dari Meningioma Nonenhanced CT scan shows a malignant meningioma in the frontal convexity. The hyperattenuating and inhomogeneous enhancing mass and a ring-shaped enhancement is shown. Dikutip dari : Castillo GC. Meningioma,Brain. 2010. Available from : www.emedicine.com

III.6.3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI adalah modalitas yang paling sensitif untuk mendeteksi meningioma

dan paling penting untuk menentukan ukuran dan lokasi tumor ini. Sebagai

tambahan, MRI menyediakan informasi tentang anatomi tentang jaringan otak

sekitarnya, saraf kranialis, dan struktur vaskular.

Pada T1-weighted images (T1W), 60-90% meningioma tampak isointense,

sedangkan 10-30% sedikit hipointense jika dibandingkan dengan substansia

grisea.

5

14 Pada T2-weighted images (T2W), 50% tampak isointense, 40%

hiperintense dan 10% hipointense terhadap otak. Sebagian besar meningioma

menunjukkan enhancement yang kuat dengan pemberian kontras pada T1W. Salah

satu temuan khas pada MRI dengan contrast pada 50% hingga 60% meningioma

adalah hiperintensitas dari dura di sekitar meningioma, disebut ”dural tail”.

Degenerasi maligna meningioma tidak dapat ditentukan dengan pasti dengan

melihat karakteristik pada CT Scan atau MRI. Namun begitu, beberapa studi

menunjukkan bahwa tumor meningeal yang lebih agresif memiliki enhancement

yang heterogen, batas tidak jelas dan edema yang lebih luas.5

Universitas Sumatera Utara

Page 32: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

Contrast-enhanced T1-weighted axial MRI demonstrates a typical parasagittal meningioma demonstrated. A homogeneous, enhancing, globose mass is depicted

Gambaran MRI meliputi tumor berasal dari dura dan isointense dengan

substansia grisea, menunjukkan enhancement yang menonjol dan homogen

(>95%), dan enhancing dural tail. Walaupun begitu, sekitar 10 hingga 15 %

meningioma menunjukkan gambaran yang atipikal pada MRI, menyerupai

metastase atau glioma maligna.

3

Gambar 12. MRI Pada Meningioma Dikutip dari : Castillo GC. Meningioma,Brain. 2010. Available from : www.emedicine.com

III.6.4. Angiografi

Angiografi serebral kadang dilakukan, seringkali untuk perencanaan

operasi,karena meningioma adalah tumor yang sangat vaskuler dan rentan terhadap

perdarahan intrakranial. Temuan pada angiografi yang konsisten dengan

meningioma mencakup dual vascular supply dengan arteri dural mensuplai daerah

tengah tumor dan arteri pial yan mensuplai bagian perifer. Efek sunburst dapat

terlihat akibat arteri dural yang membesar dan multipel, dan suatu prolonged

vascular stain atau yang disebut blushing dapat terlihat, yang disebabkan oleh

stasis venosus intratumoral dan volume darah intratumoral yang meluas.

Gambaran sunburts disebabkan oleh distribusi radial dari cabang cabang

arteri kecil yang tampaknya keluar dari titik tengah yang tampaknya

3,5

Nonenhanced axial MRI demnistrates a typical parasagittal meningioma. T1W shows a homogenous, round mass with thin capsule. The tumor is attached to the left side of the falx.

Universitas Sumatera Utara

Page 33: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

menggambarkan lokasi asal dimana suplai darah berasal pada permulaan

pertumbuhan tumor.

23

Gambar 13. Efek sunburst pada Angiografi Dikutip dari : Metwally Y. Angiography of Meningiomas. 2009.

III.6.5. Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS)

Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS) juga dapat digunakan untuk

membantu diagnosis meningioma. Kandungan creatinin puncak pada meningioma

adalah 20% dari level pada otak normal. Suatu peningkatan dari puncak kandungan

choline dan alanin juga telah dilaporkan. Puncak inositol yang rendah dapat

membantu membedakan meningioma dari schwannoma. 3 Penggunaan MRS

memiliki potensial diagnostik spesifik karena dapat digunakan untuk mengukur

konsentrasi metabolit-metabolit utama pada tumor otak secara in vivo,

memungkinkan pengukuran kuantitatif dari parameter metabolit yang dapat

berkorelasi terhadap parameter klinis. Creatine, glycine,alanine, lactat, choline,

glutamine, glutamate dan kompleks glutamine/glutamate merupakan metabolit

yang paling sering dianggap bermanfaat dalam membedakan meningioma dengan

tumor lainnya dan dari jaringan otak normal.

Suatu studi dari Pfisterer dkk (2010) menunjukkan bahwa terdapat

peningkatan kadar glycine pada meningioma dibandingkan jaringan otak normal,

rerata konsentrasi creatine dan alanine dijumpai lebih rendah pada tumor yang

cepat mengalami rekurensi dibanding yang tidak. Penggunaan MRS dapat

memberikan penilaian biokimia untuk deteksi awal tumor yang agresif.

24

24

Universitas Sumatera Utara

Page 34: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

III.6.5. Perfusion MR Imaging

Walaupun meningioma menunjukkan beberapa gambaran imejing pada

MRI, tidak terdapat gambaran khusus yang dapat memprediksi grade tumor.

Perfusion MR imaging menggambarkan karakteristik suplai darah regional, suatu

marker biologis penting untuk menentukan grade tumor dan prognosis. Suatu studi

dilakukan pada 33 pasien meningioma dengan menggunakan dynamic

susceptibility contrast (DSC) perfusion MR imaging untuk menentukan grade

meningioma. Studi ini menunjukkan bahwa pengukuran cerebral blood volume

relatif (rCBV) (relatif terhadap substansia alba normal kontralateral) dan relative

mean time to enhance (rMTE) pada parenkim tumor dan pada edema peritumoral

dapat digunakan untuk membedakan meningioma maligna dan benigna.24

III.7. Diagnosis Banding

Beberapa lesi intrakranial dapat menyerupai meningioma secara klinis dan

radiologis, sehingga harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding. (tabel 5) 25

Universitas Sumatera Utara

Page 35: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

Tabel 5.Lesi Dura yang Menyerupai Meningioma Dikutip dari : Johnson M, Powell SZ, Boyer PJ, et al. Dural Lesions Mimicking Meningiomas.Human Pathology.2002. 33 : 12

III.7.1. Solitary Fibrous Tumors (SFT)

Cukup jarang, namun SFT dapat terjadi di leptomeniges, sehingga dapat

menyerupai meningioma. Setidaknya 13 kasus pernah dilaporkan. Secara tipikal,

SFT teradi pada kelompok usia yang sama dengan meningioma (usia rata-rata 57

tahun) dan menunukkan predileksi untuk wanita. Tumor ini dapat dijumpai di falks,

dura oksipital dan spinal, tentorium dan cerebellopontin angle. Beberapa

karaketristik menyerupai meningioma tampak pada CT scan dan MRI, dimana

dijumpai dural-based tumor yang kadang-kadang disertai dengan hiperostosis. Lesi

ini menunjukkan enhancement yang homogen seteleh pemberian

gadolinium.(gambar 14)

26

Gambar 14. Solitary Fibrous Tumor Dikutip dari : Johnson M, Powell SZ, Boyer PJ, et al. Dural Lesions Mimicking Meningiomas.Human Pathology.2002. 33 : 12 III.7.2. Hemangiopericytomas (HPCs)

Seperti halnya meningioma, mayoritas HPCs terletak supratentorial. Tumor

ini tampak lobular pada MRI; pada 2/3 kasus, tumor ini menunjukkan perlekatan ke

dura. Pada T1W, HPCs tampak isointense dengan substansia grisea dan

Universitas Sumatera Utara

Page 36: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

menujukkan enhancement yang heterogen setelah pemberian gadolinium. Tumor

ini juga dapat menunjukkan erosi tulang namun tidak menunjukkan hiperostosis

atau kalsifikasi intratumoral yang biasanya dijumpai pada meningioma. (gambar

15). 26

Gambar 15. Hemangiopericytoma pada T1W Dikutip dari : Johnson M, Powell SZ, Boyer PJ, et al. Dural Lesions Mimicking Meningiomas.Human Pathology.2002. 33 : 12

III.7.3. Gliosarcoma

Kadang-kadang gliosarcoma dapat muncul secara superfisial pada lobus

temporal dan meluas ke leptomeniges, memunculkan gambaran lesi padat,

berkapsul pada gambaran radiologis dan makroskopis sehingga menyerupai

meningioma. Lebih kurang 12% dari tumor ini muncul sebagai dural-based tumor.

(gambar 16).

26

Gambar 16. Gliosarcoma pada T1W Dikutip dari : Johnson M, Powell SZ, Boyer PJ, et al. Dural Lesions Mimicking Meningiomas.Human Pathology.2002. 33 : 12

III.7.4. Leiomyosarcoma

Universitas Sumatera Utara

Page 37: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

Cukup jarang, leiomyosarcoma dapat muncul sebagai tumor intrakranial

primer. Tumor ini dijumpai terutama pada lelaki dan berhubungan dengan infeksi

virus human immunodeficiency virus-1 dan kondisi immunosupresi. Tumor ini

muncul sebagai massa soliter yang melibatkan dura dari sphenoid wing, sinus

kavernosus atau transversus, lobus oksipital atau temporal. (gambar 17)

26

Gambar 17. Leiomyoma pada T1W Dikutip dari : Johnson M, Powell SZ, Boyer PJ, et al. Dural Lesions Mimicking Meningiomas.Human Pathology.2002. 33 : 12 III.7.5. Karsinoma Metastatik

Lesi metastatik dapat menimbulkan lesi dura tunggal yang menyerupai

meningioma. Ini terutama dijumpai pada kanker payudara, adenocarcinoma,

squamous cell carcinoma paru, dan renal cell carcinomas. Pada pemeriksaan MRI,

tumor ini menunjukkan gambaran hiperintense pada T2W dan seringkali dengan

enhancing dural tail menyerupai meningioma.

26

III.7.6. Plasmacytoma

Neoplasma sel plasma jarang melibatkan SSP sebagai dural-based lesions.

Pada T1W, tumor ini menunjukkan sinyal intermediat dibandingkan dibandingkan

jaringan otak, dengan enhancement yang nyata setelah pemberian kontras.Pada

T2W, plasmacytoma isointense dengan substansia grisea.

26-28

Universitas Sumatera Utara

Page 38: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

Gambar 18. Plasmacytoma Dikutip dari : Manabe M, Kanashima H, Yoshii Y,et al. Extramedullary Plasmacytoma of The Dura Mimicking Meningioma. Int J Hematol. 2010 : 91 : 731-732. III.8. Penatalaksanaan

III.8.1. Observasi

Karena sebagian besar meningioma bersifat jinak dan tumbuh lambat,

observasi harus selalu dipertimbangkan sebagai pilihan terapi meningioma. Banyak

tumor ditemukan secara insidental, dan follow up klinis dan radiografik pada pasien

dengan meningioma menunjukkan bahwa sebagian tumor ini bersifat tumbuh

lambat atau sama sekali tidak tumbuh. Oleh sebab itu, sangat masuk akal untuk

melakukan follow up pada pasien asimptomatis dengan evaluasi serial klinis dan

imejing. Namun begitu, perhatian khusus harus diberikan pada pasien yang lebih

muda karena pada pasien-pasien tersebut, tumor ini cenderung bertambah besar dan

menjadi simptomatis. Kasus-kasus dimana dipertimbangkan observasi,

direkomendasikan suatu follow up MRI tiga bulan setelah diagnostik pertama

untuk mengeksklusikan tumor dural-based lainnya yang lebih agresif dan

kemudian pada enam bulan berikutnya untuk menilai tingkat pertumbuhan tumor.

5

III.8.2. Tindakan Bedah

Pada pasien-pasien dengan meningioma yang lebih besar dan simptomatis,

direkomendasikan reseksi bedah. Luasnya reseksi bedah adalah faktor yang paling

penting dalam rekurensi tumor dan dideskripsikan berdasarkan sistem grading

Simpson (tabel 6). Walaupun tindakan bedah adalah pilihan terapi utama, tujuan

pembedahan dapat berbeda bergantung pada lokasi tumor dan kondisi pasien. Jika

reseksi komplit memungkinkan tanpa membahayakan struktur vital, gross total

resection harus dilakukan. 5

Universitas Sumatera Utara

Page 39: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

Tabel 6. Simpson Grade Ware ML, lal A, McDermott MW. Meningiomas. In : Baehring JM, Piepmeier JM, ed. Brain Tumors Practical Guide to Diagnosis. New York. 2007. p 307-321.

Kapan tumor ditinggalkan adalah kunci pada pembedahan meningioma.

Oleh sebab itu, pengangkatan total tumor pada konveksitas,olfactory groove, dan

meningioma yang melibatkan sepertiga anterior dari sinus sagital tampaknya

memungkinkan dan menguntungkan pasien, sedangkan tumor pada sphenoid wing,

klivus dan sinus kavernosus, pengangkatan subtotal tampaknya lebih sesuai. Terapi

ajuvan harus dipertimbangkan untuk meningioma atipikal atau malignan atau pada

kasus-kasus dimana pengangkatan total tumor tidak memungkinkan dan

progresivitas penyakit akan menyebabkan disabilitas.5

III.8.3. Terapi Radiasi

Peranan terapi radiasi masih kontroversial pada pasien-pasien dimana tumor

atipikal telah direseksi dengan komplit. Terdapat sedikit data yang mendukung

penggunaan terapi radiasi segera setelah reseksi Simpson Grade I dari meningioma

atipikal. Karena tingkat rekurensi yang tinggi, sejumlah peneliti menganjurkan

penggunaan terapi radiasi setelah reseksi meningioma malignan terlepas dari

luasnya reseksi.

Terapi radiasi harus dipertimbangkan setelah reseksi parsial meningioma

dan setelah reseksi meningioma atipikal atau meningioma maligna. Keputusan

untuk melakukan radioterapi harus mempertimbangkan kemungkinan akan

terjadinya kekambuhan yang simpomatis (mengingat tingkat pertumbuhan yang

lambat pada sebagian besar meningioma) pada masa hidup pasien, dengan efek

samping yang mungkin timbul akibat radiasi (misalnya, leukoensefalopati dan

gejala kognitif, nekrosis dan cedera neurologis fokal).

5

Terapi radiasi tidak diindikasikan pada meningioma benigna yang telah

direseksi total, namun dapat bermanfaat pada tumor yang direseksi subtotal atau

tumor dengan gambaran atipikal atau malignan. Radioterapi dapat bermanfaat

3

Universitas Sumatera Utara

Page 40: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

untuk tumor pada saat rekuren atau progresi. Dosis efektif adalah 4500-6000 cGy

untuk tumor jinak dan 6000-6500 cGy untuk tumor malignan. Dosis ini harus

diberikan dalam fraksi harian dengan dosis 180-220 cGy selama 5 hingga 6

minggu.

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa external beam radiotherapy

(EBRT) memungkinkan kontrol tumor pada meningioma benigna yang tidak

direseksi komplit.

7

6

Stereotactic radiosurgery (SRS) bermanfaat untuk penanganan meningioma

pada lokasi-lokasi dimana intervensi bedah dapat membahayakan integritas

neurovaskular, seperti sinus kavernosus atau regio parasagital posterior. Selama

lebih dari dua dekade, SRS telah dilakukan sebagai alternatif terhadap pembedahan

dan EBRT pada pasien-pasien dengan meningioma.

Untuk menurunkan kemungkinan progresi dan rekurensi

meningioma , EBRT sering digunakan sebagai terapi ajuvan pasca operasi pada

pasien-pasien dengan tumor yang direseksi subtotal atau pada tumor-tumor yang

menunjukkan gambaran meningioma atipikal atau anaplastik. Namun begitu,

EBRT telah dihubungkan dengan komplikasi jangka panjang seperti penurunan

kognitif, radiation-induced neoplasm dan insufisiensi pituitari.

29

III.8.3.1. Stereotactic Radiosurgery (SRS)

Stereotactic radiosurgery adalah suatu teknik radiasi eksternal yang secara

klasik menggunakan multiple convergent beams untuk menghantarkan radiasi dosis

tinggi ke suatu volume yang kecil. Keunggulannya adalah gradien dosis yang

curam pada batas target,yang memungkinkan tidak terkenanya jaringan normal di

sekitarnya. Stereotactic radiosurgery kini dilakukan dengan LINAC, Gamma Knife

dan proton.

Tumor yang sesuai untuk dilakukan SRS adalah yang berukuran lebih kecil

dari 3 hingga 3,5 cm, dengan edema sedikit atau tanpa edema, dan berlokasi di

tempat dimana batasan dosis untuk struktur penting di sekitarnya (seperti apparatus

optik dan batang otak) dapat dijaga. Meningioma benigna adalah target yang ideal

untuk SRS,karena tumor ini berbatas tegas, tidak invasif dan dapat dilihat dengan

mudah pada neuroimejing karena enhancement kontras yang homogen dan adanya

dural tail. Jenis meningioma yang sering menjadi target untuk SRS adalah yang

6

Universitas Sumatera Utara

Page 41: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

berlokasi di rongga tengkorak dan parasagital, karena microsurgery di daerah ini

berisiko tinggi untuk kerusakan vaskular, batang otak dan saraf kranial.6 Dosis

yang dianjurkan pada batas tumor untuk meningioma adalah 18 Gy (<1 cm), 16 Gy

(1-3 cm) dan 12 hingga 14Gy (>3cm).28 Suatu studi terhadap 330 pasien

meningioma yang menjalani SRS menunjukkan bahwa terapi SRS cukup aman dan

dapat menjadi terapi utama pada pasien-pasien dengan tumor di dasar tengkorak

yang berukuran kecil.

29

III.8.3.2. Stereotactic Radiotherapy (SRT)

Stereotactic radiotherapy telah digunakan sebagai terapi utama pada tumor-

tumor yang tidak dapat diakses dengan pembedahan (misalnya meningioma pada

dasar tengkorak) atau pada pasien yang dianggap sebagai kandidat operasi yang

buruk, seperti pada pasien usia tua.3 Stereotactic radiotherapy bermanfaat pada

kasus-kasus dimana SRS memiliki keterbatasan, seperti pada tumor-tumor yang

lebih besar atau pada tumor yang berasal dekat dengan struktur penting, seperti

kiasma optikum atau batang otak.6 Keuntungan SRT adalah teknik ini tidak

mengenai jaringan normal dengan memberi waktu untuk perbaikan akibat

kerusakan sublethal di antara fraksi radiasi. Pada dasarnya, perbedaan antara SRT

dan SRS berdasarkan jumlah fraksi.

6

III.8.4. Kemoterapi

Peranan kemoterapi ajuvan pada pasien dengan meningioma masih tidak

jelas dan terus bekembang.7 Kemoterapi ajuvan masih ditelusuri dalam sejumlah

penelitian dengan hasil yang beragam. 5 Kemoterapi diberikan pada lesi-lesi yang

tidak dapat dioperasi, terutama pada saat terjadinya progresi tumor atau rekurensi

setelah radioterapi. Berbagai pendekatan telah dilakukan, mencakup penggunaan

obat sitotoksik, agen molekuler, immunomodulator, dan obat yang memanipulasi

hormon.

Regimen kemoterapi yang menunjukkan aktivitas menengah, terdiri dari

cyclophosphamide intravena (500 mg/m2/hari selama 3 hari), adriamycin (15

mg/m

7

2/hari selama 3 hari) dan vincristine (1.4 mg/m2 untuk 1 hari). Terdapat tiga

pasien dengan respon parsial terhadap terapi dan 11 dengan perjalanan yang stabil.7

Universitas Sumatera Utara

Page 42: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

Keberhasilan tingkat menengah juga telah dilaporkan dengan interferon α-

2B (4mU/m2/hari, 5 hari/minggu) pada suatu studi kecil pada pasien dengan

meningioma malignan dan tidak direseksi. Dari 6 pasien yang diterapi, satu

menunjukkan respon minor terhadap terapi dan 4 menunjukkan perjalanan yang

stabil, dengan waktu rata-rata progresi 8.3 bulan.

Penatalaksanaan dengan antiestrogen, menggunakan tamoxifen (40 mg/m

5,7 2

dua kali sehari) secara umum tidak efektif. Pada suatu studi dengan menggunakan

agen anti progesteron RU-486 (200 mg/hari) didapatkan lima pasien menunjukkan

respon minor terhadap terapi, dan beberapa lainnya memiliki perjalanan yang stabil

dan/atau perbaikan klinis.

Pada pasien dengan unresectable meningioma, hydroxyurea menunjukkan

pengurangan ukuran meningioma sebesar 15% hingga 74% pada imejing serial.

Namun penelitian ini sangat kecil dan hanya terdapat satu pasien dengan

meningioma maligna.

3,7

5

Beberapa penelitian tentang penggunaan hydroxyurea pada

meningioma terlihat pada tabel 7.

Tabel 7. Penelitian penggunaan hydroxyurean pada meningioma

Dikutip dari : Newton HB. Hydroxyurea Chemotherapy in the Treatment of Meningiomas. Neurosurg Focus 2007 : 23 (4) : E11.

Dari berbagai agen kemoterapi yang telah diteliti pada berbagai studi,

hydroxyurea menjadi salah satu agen yang menjanjikan, karena telah menunjukkan

aktivitas klinis yang menengah pada meningioma yang rekuren dan tidak

dioperasi.

Berbagai target molekuler yang penting pada pertumbuhan dan kemoterapi

meningioma antara lain platelet-derived growth factor (PDGF), EGF, VEGF, IGF,

TGF-β beserta reseptor dan signaling pathway-nya. (gambar 19).

7

1

Universitas Sumatera Utara

Page 43: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

Gambar 19. Target Molekuler pada Meningioma Dikutip dari : Norden AD, Drappatz J, Wen PY. Targeted Drug Therapy For Meningiomas. Neurosurg Focus 2007 : 23 (4) : E12

III.8.5. Algoritma Penanganan Meningioma

Semua lesi yang diduga sebagai meningioma dievaluasi dengan MRI serial.

Sebelum dilakukan terapi yang lain, pasien menjalani reseksi bedah. (gambar 20).

Harus diupayakan untuk melakukan reseksi total, dan sampel dikirim untuk

pemeriksaan patologi. Pada kasus pasien dengan meningioma benigna reseksi

Simpson Grade 1 dan Grade 2 dianggap kuratif, dan dilakukan MRI pasca operasi

untuk memastikan reseksi komplit dan kemudian menjalani follow up. Pada pasien

dengan meningioma benigna setelah reseksi Grade 3 hingga 5, rekurensi lebih

cenderung terjadi, namun biasanya memerlukan waktu bertahun-tahun. Pada

pasien-pasien ini dilakukan MRI pada bulan ke-6 dan ke-12 setelah reseksi dan

kemudian tiap tahun. Jika terjadi progresi tumor, pasien diterapi dengan reseksi

ulangan pada kasus dengan rekurensi yang besar (jika reseksi bedah

memungkinkan, mempertinbangkan usia dan keadaan umum pasien). Pada kasus-

Universitas Sumatera Utara

Page 44: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

kasus dengan rekurensi kecil (<8cc) pasien dapat diterapi dengan radiaoterapi. Pada

kasus dengan rekurensi yang lebih besar (>8cc), pasien dapat diterapi dengan

radiasi dan kemudian diikuti dengan MRI serial tipa enam bulan. Pada pasien

dengan meningioma atipikal atau anaplastik, direkomendasikan reseksi maksimum

diikuti dengan radiasi. Pasien di follow up dengan MRI pada bulan pertama, ketiga

dan setiap enam bulan setelahnya. Jika terjadi rekuren, pasien diterapi dengan

radiosurgery untuk tumor kecil (<8cc) dan reseksi diikuti dengan brakiterapi untuk

tumor yang lebih besar (>8cc).

Beberapa keuntungan teknik brakiterapi adalah :

5

1. Meningioma adalah tumor yang tumbuh lambat dan berbatas tegas. Secara

biologis tumor dengan waktu paruh yang panjang paling baik diterapi dengan

radiasi dosis rendah. Hal ini karena kemungkinan untuk menghancurkan sel-sel

yang tumbuh lambat seiring siklus sel nya jauh lebih baik dengan radiasi dosis

rendah yang terus-menerus dibanding dengan radiasi dosis tinggi tunggal yang

konvensional.

32

2. Tumor pada SSP, terutama yang terletak pada basis kranii, terletak dekat

dengan saraf kranial, pembuluh darah otak dan batang otak. Dosis yang ketat

merupakan hal yang penting untuk tumor pada area ini. Brakiterapi

menggunakan energi gamma yang rendah, memungkinkan pemberian dosis

yang tinggi pada tumor dan dosis rendah pada jaringan sekitarnya.

3. Dengan brakiterapi, distribusi dosis dapat disesuaikan dengan bentuk tumor.

4. Prosedur ini dilakukan dengan anestesi lokal dan biasanya memakan waktu 1

jam, sehingga teknik ini relatif sederhana dan cost-effective.

5. Toleransi jaringan normal terhadap radiasi dosis rendah lebih baik dibanding

dengan radiasi konvensional.

Universitas Sumatera Utara

Page 45: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

Gambar 20. Algotritma Penatalaksanaan Meningioma Dikutip dari : Ware ML, lal A, McDermott MW. Meningiomas. In : Baehring JM, Piepmeier JM, ed. Brain Tumors Practical Guide to Diagnosis. New York. 2007. p 307-321. III.9. Prognosis

Faktor prognostik yang paling penting pada meningioma adalah luasnya

reseksi awal dan grade histologis tumor. Setelah gross total resection dari

meningioma benigna, recurrence-free survival rate mendekati 90% pada 5 tahun,

menurun hingga 75% pada 10 tahun dan 65% pada 15 tahun. Setelah reseksi

subtotal saja, tingkat rekuren tumor setidaknya dua kali lebih tinggi dibanding

pasien yang menjalani gross total resection. Outcome menjadi lebih baik pada

pasien yang menjalani radioterapi pasca operasi. Pasien dengan meningioma

atipikal dan maligna jelas memiliki tingkat rekurensi tumor dan survival yang lebih

pendek daripada tumor benigna. Waktu median survival adalah sekitar 2 tahun

untuk meningioma anaplastik dan bervariasi antara 2 hingga 10 tahun untuk

meningioma atipikal, bahkan setelah pembedahan dan radioterapi.

Gambaran MRI setelah reseksi dan temuan histopatologis pada saat reseksi

menjadi dasar untuk sistem grading Simpson, sistem untuk memprediksi

kekambuhan meningioma. Pasien dengan meningioma Simpson grade 1 memiliki

9% 10-year recurrence rate jika dibandingkan dengan pasien dengan Simpson

grade 3 dimana dijumpai 29% 10-year recurrence rate. Variabel prognostik yang

memprediksi survival pada pasien dengan meningioma mencakup luasnya reseksi,

grade histologis, usia pasien dan lokasi tumor.

8

Suatu penelitian dari Ildan dkk (2007) pada 137 pasien meningioma yang

diterapi dengan tindakan bedah dan tidak menunjukkan residu tumor pada MRI

pasca operasi, menunjukkan bahwa variabel yang paling penting yang berkaitan

dengan rekurensi adalah bentuk mushroom, adanya osteolisis, dural tail dan

kedekatan dengan struktur sinus. Terapi bedah agresif dengan pengangkatan dural

tail yang lebih luas harus dipertimbangkan jika dijumpai prediktor rekurensi

preoperatif ini. Observasi radiologis ketat dengan interval yang lebih pendek atau

3

Universitas Sumatera Utara

Page 46: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

radioterapi harus dipertimbangkan sebagai terapi ajuvan pada pasien dengan risiko

tinggi untuk rekuren.29 Penelitian dari Gabeau-Lacet dkk (2009) pada 47 pasien

meningioma menunjukkan bahwa keterlibatan tulang berhubungan dengan

outcome yang lebih buruk pada meningioma atipikal dan menekankan pentingnya

bone assesment pada meningioma.

30

IV. DISKUSI KASUS

Pada kasus ini dilaporkan seorang laki-laki berusia 45 tahun dengan

keluhan penurunan kesadaran yang didiagnosa dengan meningioma berdasarkan

dari anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan

penunjang.

Dari anamnesa diperoleh keluhan utama berupa penurunan kesadaran. Hal

ini dialami OS sejak ± 3 hari sebelum masuk RS terjadi secara perlahan – lahan

yang semakin lama semakin memberat. Sebelumnya os sering mengeluh nyeri

kepala, sejak 1 tahun sebelumnya. Nyeri kepala dirasakan berdenyut di seluruh

kepala, memberat jika os batuk, bersin,atau mengedan dan tidak berkurang dengan

obat penghilang rasa nyeri. Nyeri kepala bertambah berat dalam 3 bulan sebelum

masuk RS dan diikuti dengan kelemahan badan sebelah kanan yang semakin lama

semakin memberat. Riwayat muntah menyembur (+) 2 kali dalam 1 bulan terakhir

sebelum masuk RS. Riwayat kejang (-), trauma kepala (-), demam (-).

Dari pemeriksaan neurologis dijumpai papil edema, parese nervus VII

dextra tipe UMN, hemiparese dextra, peningkatan refleks fisiologis lengan dan

tungkai kanan, refleks patologis di kanan.

Saat masuk Os didiagnosa banding dengan abses serebri dan stroke

berdasarkan tanda-tanda suatu proses desak ruang. Abses serebri dapat disingkirkan

karena pada proses perjalanan penyakit tidakdijumpai tanda-tanda infeksi dan pada

CT Scan tidak dijumpai gambaran hipodens dikelilingi oleh cincin dengan densitas

meningkat. Diagnosis banding stroke hemoragik dapat disingkirkan karena

perjalanan penyakit yang lambat dan tidak dijumpai gambaran perdarahan pada CT

Scan.

Dari pemeriksaan Head CT Scan kontras terlihat intracranial SOL di daerah

convexity frontal kiri. Meningioma ?. Pasien ini dikonsulkan ke bagian bedah saraf

Universitas Sumatera Utara

Page 47: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

dan direncanakan operasi, namun keluarga tidak setuju untuk dilakukan operasi.

Pasien kemudian exitus setelah dirawat selama ±3 minggu.

V. PERMASALAHAN

1. Apakah diagnosa pasien ini sudah benar?

2. Bagaimana penatalaksanaan terbaik untuk pasien ini?

3. Bagaimana kemungkinan rekurensi pada pasien ini jika dilakukan operasi.

VI. KESIMPULAN

1. Diagnosis meningioma ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

klinis, pemeriksaan neurologis serta pemeriksaan penunjang berupa Head

CT Scan.

2. Penatalaksanaan terutama dilakukan dengan tindakan operasi, namun tidak

dilakukan pada pasien ini karena tidak mendapat persetujuan dari keluarga.

VII. SARAN

Perlunya penjelasan kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit dan

prognosis penyakit serta pengobatan dan tindakan operatif yang akan dilakukan.

Universitas Sumatera Utara

Page 48: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

DAFTAR PUSTAKA

1. Norden AD, Drappatz J, Wen PY. Targeted Drug Therapy For Meningiomas.

Neurosurg Focus 2007 : 23 (4) : E12

2. Barnholtz JS, kruchko C. Meningiomas Causes and Risk Factors. Neurosurg

Focus 2007 : 23(4) : E2

3. Rockhill J, Mrugaka M,Chamberlain MC. Intracranial Meningioma An

Overview of Diagnosis and Treatment. Neurosurg Focus. 2007 : 23(4):E1

4. Haddad G.Meningioma.2009. Available from : http://www.emedicine.com

5. Ware ML, lal A, McDermott MW. Meningiomas. In : Baehring JM, Piepmeier

JM, ed. Brain Tumors Practical Guide to Diagnosis. New York. 2007. p 307-

321.

6. Elia AEH, Shih HA, Loeffler JS. Stereotactic Radiation Trearment for Benign

Meningioma. Neurosurg Focus. 2007 : 23 (4) : E5

7. Newton HB. Hydroxyurea Chemotherapy in the Treatment of Meningiomas.

Neurosurg Focus 2007 : 23 (4) : E11.

8. Dropcho EJ. Primary Central Nervous System. In : Biller J, ed. Practical

Neurology. Philadelphia. 2009. p 719-720.

9. Ragei BT, JensenRL. Molecular Genetics of Meningiomas. Neurosurg Focus.

2005 : 19 (5): E9.

10. Ragel BT, Jensen RL, Couldwell WT. Inflammatory Response And

Meningioma Tumorigenesis and The Effect of Cyclooxygenase-2 Inhibitors.

Neurosurg Focus. 2007 : 23 (4) E7.

11. Nathoo N, Barnett GH, Golubic M. The Eicosanoid Cascade : Possible Role in

Gliomas and Meningiomas. J Clin Pathol : Mol Pathol. 2004 : 57:6-13.

Universitas Sumatera Utara

Page 49: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

12. Piester C, Ritz R, Pfrommer H,et al. Are There Attacking points in The

Eicosanod Cascade For Chemotherapeutic Options in Benign Meningiomas?.

Neurosurg Focus. 2007 : 23(4) : E8.

13. Magi B, Liberatori S. Immunoblotting Techniques. Methods Mol Biol.

2005;295:227-54.

14. DeMonte F,Marmor E, Al-Mefty O. Meningiomas. In : Kaye AH, Law Jr ER,

editors. Brain Tumors an Encyclopedia Approach. 2nd

15. Custer B, Longstreth WT, Philips LE,et al. Hormonal Exposure and The Risk

of Intracranial Meningioma in Women : A Population-Based Case Control

Study. BiomedCentral. 2006.

ed. New York :

Churchill Livingstone; 2001. p 719-47.

16. Black PM, Loeffler JS. Cancer of The Nervous System. Second ed.

Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins;2005.

17. Benson VS, Green J, Casabonne D, et al. Lifestyle Factors and Primary

Glioma and Meningioma Tumours in the Millon Women Study Cohort. British

Journal of Cancer. 2008 : 99 : 185-190.

18. Lahkola A, Salminen T, Raitanen J, et al. Meningioma and Mobile Phone

Use—a Collaborative Case-Control Study in Five North European Countries.

International Journal of Epidemiology. 2008 : 37 : 1304-1313.

19. Commins DL, AtkinsonRD, Burnett M. Review of Meningioma

Histopathology. Neurosurg Focus. 2007 : 23 (4) : E3

20. Newton HB, Jolesz FA, editors. Handbook of Neurooncology and

Neuroimaging. 2007

21. De Angelis LM, Leibel SA, Gutin PH, Posner JB. Intracranial Tumors

Diagnosis and Treatment. London : Martin Dunitz ; 2002.

22. Moon HM, Jung TY, Moon KS. Possible Role of Matrix Metalloproteinase in

Osteolytic Intracranial Meningiomas. J Korean Neurosurg Soc. 2010 : 47 : 11-

16

23. Metwally Y. Angiography of Meningiomas. 2009.

24. Pfisterer Wk, Nieman RA,ScheckA, et al. Using Ex Vivo Proton Magnetic

Resonance Spectroscopy To Reveal Associations Between Biochemical and

Biological Features of Meningioma. Neurosurg Focus. 2010 :28 (1) : E12.

Universitas Sumatera Utara

Page 50: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

25. Zhang H, Rodgler LA, Shen T, et al. Perfusion MR Imaging For

Differentiation of Benign and Malignant Meningiomas. Neuroradiology. 2008

: 50 : 525-530.

26. Johnson M, Powell SZ, Boyer PJ, et al. Dural Lesions Mimicking

Meningiomas.Human Pathology.2002. 33 : 12

27. RahmarNN, Brotoarianto HK, Andar E,et al. Dural Plasmacytoma Mimicking

Meningioma in a ypung Adult Patient With Multiple Myeloma. Biomedical

Imaging and Intervention Journal. 2009. 5 (2) e5

28. Manabe M, Kanashima H, Yoshii Y,et al. Extramedullary Plasmacytoma of

The Dura Mimicking Meningioma. Int J Hematol. 2010 : 91 : 731-732.

29. Pollock BE. Stereotactic Radiosurgery for Intracranial Meningiomas.

Indications and Results. Neurosurg Focus 2003 : 14 (5) : 5

30. Chin LS, szerlip NJ, Regine WF. Sterotactic Radiosurgery for Meningioma.

Neurosurg Focus 2003 : 14 (5) : 6.

31. Ildan F, Erman T, Gocer I, et al. Predicting the Probability of Meningioma

Recurrence in the pReoperative and Early Postoperative Period: A

Multivariate Analysis in the Midterm Follow-Up. Skull Base. 2007 : 17 (3) :

157-171.

32. Kumar PP, Patil AA, Syh H, et al. Role of Brachytherapy in the Management

of the Skull Base Meningioma. Treatment of Skull Base Meningiomas. 1992;

3726-3731.

33. Gabeau-Lacet D, Aghi M, Betensky R, et al. Bone involvemnt Predicts Poor

Outcome in Atypical Meningioma. J Neurosurg. 2009 : 111 (3) : 464-471

Lampiran 1

Hasil CT Scan Penderita

Universitas Sumatera Utara

Page 51: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

Universitas Sumatera Utara

Page 52: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

Lampiran 2

Foto penderita

Universitas Sumatera Utara

Page 53: ABSES EPIDURAL SPINAL - repository.usu.ac.id

Universitas Sumatera Utara