repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... penerapan prinsip transparansi...

159
PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL KAITANNYA DENGAN DOMESTIC REGULATIONS WTO T E S I S Oleh Asmin Nasution 067005084/HK SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2 0 0 8 Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Upload: others

Post on 27-Feb-2020

16 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007

TENTANG PENANAMAN MODAL KAITANNYA DENGAN DOMESTIC REGULATIONS WTO

T E S I S

Oleh

Asmin Nasution 067005084/HK

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N 2 0 0 8

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 2: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

HALAMAN PENGESAHAN (Hasil Penelitian)

Nama : Asmin Nasution Nomor Pokok : 067005084 Program Studi : Ilmu Hukum Judul Tesis : PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM

UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL KAITANNYA DENGAN DOMESTIC REGULATIONS WTO

Menyetujui, Ketua Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Bismar Nasution, SH.MH K e t u a

Dr.Sunarmi, SH.M.Hum Dr.Mahmul Siregar, SH.M.Hum Anggota Anggota Ketua Program Studi Ilmu Hukum Direktur Prof.Dr.Bismar Nasution, SH.MH Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa, B.MSC NIP. 131 570 455 NIP. 130 535 852

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 3: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

ABSTRAK

Penanaman modal mempunyai arti yang sangat penting bagi pembangunan ekonomi nasional sebagai tujuan yang hendak dicapai melalui Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Undang-undang ini juga memberikan ruang kepada Pemerintah untuk mengambil kebijakan guna mengantisipasi berbagai perjanjian internasional yang terjadi dan sekaligus untuk mendorong kerjasama internasional lainnya guna memperbesar peluang pasar regional dan internasional bagi produk barang dan jasa di Negara Indonesia. Indonesia sebagai anggota Organisasi Perdagangan Dunia (OPD) yang diberi hak dan sekaligus kewajiban untuk menjabarkan ketentuan-ketentuan umum GATT dan GATS dalam peraturan perundang-undangan nasional yang disebut “Domestic Regulation” sepanjang mengenai ketentuan transparansi harus benar-benar diperhatikan. Dalam penulisan Tesis ini terdapat tiga permasalahan yaitu : bagaimana hubungan ketentuan-ketentuan perdagangan internasional dengan ketentuan penanaman modal yang ditetapkan suatu negara anggota World Trade Organization dan apakah prinsip-prinsip hukum perdagangan internasional, khususnya di sektor jasa telah diterapkan dalam peraturan penanaman modal di Indonesia, serta apakah prinsip transparansi pada Undang-Undang Penanaman Modal sudah mengakomodir Domestic Regulations WTO. Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif analitis dan merupakan penelitian hukum normatif, yaitu mengumpulkan, menganalisis dan mensistematiskan hasil penelitian hukum yang berlaku, kemudian melakukan sinkronisasi peraturan perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada prinsip transparansi tentang Penanaman Modal dalam kaitannya dengan Domestic Regulations WTO dengan penelitian lapangan sebagai penunjang. Prinsip transparansi pada Undang-undang No.25 Tahun 2007 sudah mengakomodir dari Domestic Regulations WTO, terbukti Indonesia selaku anggota WTO telah membuka pasarnya terhadap perdagangan barang (goods) dan jasa-jasa (services) asing untuk diperdagangkan di Indonesia, yang dalam perumusan regulasinya berkewajiban untuk memperhatikan konsistensi antara hukum Indonesia dengan ketentuan-ketentuan di dalam GATT/GATS, terutama dalam kaitan dengan komitmen kebijakan yang mendukung akses pasar di bidang perdagangan jasa yang telah dinyatakan dalam “Specific of Commitment”. Sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan arus investasi, penulis memandang perlu untuk dilakukan pendidikan dan pelatihan terhadap pihak-pihak terkait dalam proses berinvestasi, harmonisasi dan sinkronisasi peraturan investasi daerah yang selaras dengan peraturan investasi pusat, serta membentuk Sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (SPTSP) agar para investor termasuk calon investor merasa tertarik untuk lebih cepat mengambil keputusan menanamkan modalnya di Indonesia. Kata kunci : Prinsip transparansi, penanaman modal, Domestic Regulations WTO

i Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 4: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

ABSTRACT

Investment has important aspects on the national economic development as the objective of constitution Number 25 year 2007 about Investment. This constitution also give opportunity to government to take regulation in order to anticipate various international agreement which exist also to support international cooperation to increase regional and international market opportunity of goods and service in Indonesia. Indonesia as one of World Trade Organization (WTO) which has right and also obligations to define general regulation GATT and GATS in national regulations which called as “Domestic Regulation” correlated with transparency regulation should give full attention. In the research of the Thesis, there are three problems ; how correlation between the international trade regulations and the capital investment regulations predetermined by the member-nations of World Trade Organization and have the legal principles of international trade especially in service been implemented in the capital investment regulations in Indonesia, and has the transparancy principle in the Capital Investment Laws accomodated Domestic Regulations of WTO. The thesis established in analytic descriptive and as normative constitution research result, for example, collected analysis and systematize current law that exist nowadays, then perform synchronization of constitution whether vertically and horizontally based on transparency principle about Investment related to Domestic Regulation of WTO supported by field research. Transparency principle in Constitution Number 25 year 2007 has accommodated from Domestic Regulations of WTO, can be seen in Indonesia as WTO member has open its market to foreign goods and service trading to established in Indonesia, which in regulation formulation has to concern the consistency between Indonesian regulations and policy in GATT/GATS, particularly related to policy commitment which support market access un service trading which has stated in “Specific of Commitment”. As one effort to increase investment flow, writers view that it is important to established education and training toward concern parties in investment process, harmonization, and synchronization regional investment regulation which suitable with central investment regulation, also create One Way Integrated Service System so that investors including prospective investors which feel interest to take decision to invest their capital / investment in Indonesia Keywords: Transparency Principle, Investment, Domestic Regulations of WTO

ii Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 5: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Syukur yang tak henti-hentinya Penulis panjatkan kepada Allah SWT Yang

Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, yang telah berkenan memberikan rahmat serta

hidayahNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan Tesis ini.

Penulis dengan segala kerendahan hati menyadari bahwa dalam penulisan

Tesis ini masih banyak memiliki kekurangan maupun ketidaksempurnaan yang

disebabkan keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki. Untuk itu penulis tidak menutup

diri dan akan sangat berterima kasih atas kritik dan saran yang dapat membangun dan

bermanfaat pada masa yang akan datang.

Penulis menyadari bahwa tidak akan dapat menyelesaikan Tesis ini tanpa

bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, untuk itu Penulis mengucapkan terima

kasih yang ikhlas atas segala sumbangsih untuk terselesaikannya Tesis ini kepada :

1. Bapak Prof.Chairuddin P.Lubis, DTM&H., SPA(k)., selaku Rektor USU.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana

USU.

3. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH., selaku Ketua Program Magister Ilmu

Hukum Sekolah Pascasarjana USU dan juga selaku Ketua Komisi Pembimbing

dan Penguji.

4. Bapak Prof.Dr.Runtung, SH.M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.

iii Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 6: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

5. Bapak Para Pembantu Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Dr. Sunarmi, SH, M.Hum., selaku Sekretaris Program Magister Ilmu Hukum

Sekolah Pascasarjana USU dan juga selaku Anggota Komisi Pembimbing dan

Penguji.

7. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH.MHum., selaku Anggota Komisi Pembimbing

dan Penguji

8. Bapak Prof. Dr.Muhammad Yamin, SH.CN.MS., selaku Anggota Komisi Penguji

9. Bapak Prof.Dr.Suhaidi, SH.MH., selaku Anggota Komisi Penguji.

10. Para Dosen yang telah bersusah payah memberikan ilmunya dan membuka

cakrawala berpikir penulis yang akan sangat berguna dalam menghadapi tugas-

tugas di masa yang akan datang.

11. Kedua Orang Tua T.Nasution (Alm) dan N.Lubis (Almh)) yang tercinta, Mertua

(Abah OK. Boerhanuddin dan Ibu Wan Syahrizad (Almh)), atas doa dan jerih

payahnya yang telah mendorong keberhasilan ini dapat penulis capai.

12. Istri (Rabiatul Syahriah, SH.M.Hum) yang tercinta serta anak-anakku (Ridho

Ananda Syahputra Nasution dan Anastasia Adinda Syahputri Nasution) yang

telah dengan setia, sabar dan penuh pengertian memberikan motivasi yang sangat

besar bagi Penulis dalam menyelesaikan studi ini.

13. Khusus buat abang ipar Burhan Aziddin, SH.SU (Alm.) Dosen Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membimbing dan mendorong

penulis di dalam membina karir sebagai Staf Pengajar di Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

iv Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 7: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

14. Abanganda H.Amru Daulay, SH (Bupati Mandailing Natal) yang telah cukup

banyak membantu, membimbing penulis sejak di BP-7 Propinsi Sumatera Utara

hingga penulis dapat menyelesaikan studi ini.

15. Abang Ir.H.Muhammad Iqbal Hasibuan (Alm) yang telah banyak memberikan

bantuan, bimbingan bagi penulis baik secara langsung maupun tidak langsung

hingga penulis dapat menyelesaikan studi.

16. Serta rekan-rekan yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, untuk semua

bantuan yang telah diberikan kepada Penulis.

Akhirnya penulis berharap bahwa Tesis ini dapat berguna sebagai sumbang

saran dan pemikiran mengenai Penanaman Modal di Indonesia ini khususnya di

wilayah Propinsi Sumatera Utara, juga bagi para pembaca yang berminat serta

berkepentingan dengan bidang dari penulisan ini.

Medan, Februari 2008 Penulis,

Asmin Nasution 067005084/HK

v Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 8: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

RIWAYAT HIDUP

I. DATA DIRI

Nama : ASMIN NASUTION, SH

Tempat/Tgl Lahir : Madina, 01 Desember 1959

Alamat : Komplek THI Blok A No.36 Tanjung Sari – Medan

Agama : Islam

II. PENDIDIKAN FORMAL

1. SD Negeri Gunung Baringin Kabupaten Madina, Tahun 1966-1972

2. SMP Negeri Panyabungan Kabupaten Madina, Tahun 1973-1976

3. SMA Negeri 6 Medan, Tahun 1976-1979 (perpanjangan waktu 6 bulan)

4. S-1 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Tahun 1979-1985

5. S-2 Program Magister Ilmu Hukum Sekolah Pasca Sarjana Universitas

Sumatera Utara, Tahun 2006-sekarang.

III. PENDIDIKAN NON FORMAL

1. Penataran P4 Tingkat Nasional Pola 120 Jam Tahun 1981 (Peserta

Terbaik I)

2. Penataran Prajabatan Tahun 1986.

IV. KELUARGA

Ayah : T. Nasution (Alm)

Ibu : N. Lubis (Almh)

Istri : Rabiatul Syahriah, SH.MHum.

Anak : 1. Ridho Ananda Syahputra Nasution

2. Anastasia Adinda Syahputri Nasution

vi Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 9: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

V. RIWAYAT JABATAN/KARIR

1. Staf Pengajar Fakultas Hukum USU Tahun 1983 – sekarang

2. Penatar P-4 Tahun 1983 – 1994

3. Asisten Pembantu Dekan III Fakultas Hukum USU, Tahun 1994 – 1998

4. Anggota Dewan Pengupahan Daerah (DEPEDA) Kabupaten Mandailing

Natal (Madina) Tahun 2007 – sekarang.

VI. ORGANISASI

1. Anggota Korps Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia (KORPRI),

Tahun 1986 – sekarang.

2. Ketua Umum Korps Asisten Dosen Fakultas Hukum USU, Tahun 1998-

2002.

Medan, Februari 2008 Penulis,

Asmin Nasution 067005084/HK

vii Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 10: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ...................................................................................................... i

ABSTRACT.................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR .................................................................................... iii

RIWAYAT HIDUP......................................................................................... vi

DAFTAR ISI .................................................................................................. viii

DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ xi

BAB I : PENDAHULUAN........................................................................ 1

A. Latar Belakang ....................................................................... 1

B. Permasalahan.......................................................................... 15

C. Tujuan Penelitian ................................................................... 16

D. Manfaat Penelitian ................................................................. 17

E. Keaslian Penelitian................................................................. 18

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ................................................ 18

1. Kerangka Teori ............................................................... 18

2. Kerangka Konsepsi .......................................................... 23

G. Metode Penelitian................................................................... 27

1. Jenis dan Sifat Penelitian ................................................. 27

2. Sumber Data..................................................................... 28

3. Teknik Pengumpulan Data .............................................. 30

4. Analisis Data ................................................................... 30

BAB II : HUBUNGAN PRINSIP-PRINSIP HUKUM PERDAGANGAN

INTERNASIONAL DENGAN PERATURAN PENANAMAN

MODAL ...................................................................................... 31

A. Prinsip-Prinsip Hukum Perdagangan Internasional dalam

Kerangka World Trade Organization..................................... 31

1. Kesepakatan-Kesepakatan WTO .................................... 31

viii Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 11: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

2. Prinsip-Prinsip Hukum Perdagangan Internasional

Dalam Kerangka WTO .................................................... 44

B. Prinsip-Prinsip Hukum WTO Dalam Perdagangan Jasa

Internasional .......................................................................... 50

C. Hubungan Prinsip-prinsip Hukum Perdagangan

Internasional dan Peraturan Penanaman Modal ..................... 66

BAB III : PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP HUKUM PERDAGANGAN

INTERNASIONAL DALAM HUKUM PENANAMAN

MODAL DI INDONESIA ......................................................... 75

A. Perkembangan Hukum Penanaman Modal di Indonesia ....... 75

B. Prinsip-prinsip Hukum Penanaman Modal di Indonesia........ 85

C. Penerapan Prinsip-Prinsip Perdagangan Internasional dalam

Hukum Penanaman Modal di Indonesia ............................... 91

1. Prinsip Perlakuan Sama (National Treatment dan Most

Favoured Nations) .......................................................... 91

2. Prinsip Larangan Pembatasan Kuantitatif ...................... 94

BAB IV : PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI PADA UNDANG-

UNDANG NO.25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN

MODAL KAITANNYA DENGAN DOMESTIC

REGULATIONS World Trade Organization ................................ 103

A. Domestic Regulations World Trade Organization ................. 103

B. Domestic Regulation dan Persyaratan Penanaman Modal di

Indonesia ................................................................................ 113

C. Prinsip Transparansi Dalam Penanaman Modal .................... 117

D. Penerapan Prinsip Transparansi Dalam Undang-undang

No.25 Tahun 2007.................................................................. 123

E. Undang-undang No.25 Tahun 2007 Cukup Mengakomodir

Domestic Regulations World Trade Organization (WTO) ... 132

ix Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 12: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 135

A. Kesimpulan ............................................................................ 135

B. Saran-saran ............................................................................. 139

DAFTAR PUSTAKA

x Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 13: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

DAFTAR SINGKATAN

AFTA = Asean Free Trade Area

APEC = Asia Pasific Economic Cooperation

ECOSOC = Economic and Social Council

FDI = Foreign Direct Invesment

GATS = General Agreement on Trade in Services

GATT = General Agreement on Tariff and Trade

GSP = Generalized System of Preferences for Developing Countries

IBRD = International Bank of Reconstruction and Development

IMF = International Monetary Fund

ITO = International Trade Organization

MNC = Multi National Corporation

NAFTA = North America Free Trade Agreement

OPD = Organisasi Perdagangan Dunia

PBB = Perserikatan Bangsa-Bangsa

TRIMs = Trade Related Investment Measures

TRIPs = Trade Related Intellectual Property Rights

WTO = World Trade Organization

xi Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 14: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

1

BAB I PENDAHULU

A. tar Belakang

asing (PMA) secara langsung1 adalah merupakan suatu

fenomena y

PM

dip

lang

manfaat yang sangat signifikan bagi Negara tujuan penanaman modal (host country)

karena sifatnya yang permanen/jangka panjang, juga memberi andil dalam alih

tekn

ka

inv

ek

pe

penanaman modal merupakan kewenangan absolut dari Negara tujuan penanaman

AN

La

Penanaman modal

ang riil dalam konteks pembangunan negara-negara berkembang, karena

A merupakan salah satu pilihan pembiayaan pembangunan yang belum dapat

enuhi oleh negara-negara berkembang. Selain menghasilkan devisa secara

sung bagi Negara, kegiatan penanaman modal secara langsung menghasilkan

ologi, alih keterampilan manajemen, dan membuka lapangan kerja baru.2 Oleh

rena itu Negara-negara berkembang cenderung untuk berkompetisi menarik

estasi asing untuk memanfaatkan kehadiran modal tersebut dalam pembangunan

onomi. Salah satu cara yang dilakukan adalah menyiapkan perangkat peraturan

rundang-undangan yang menarik bagi investor, baik asing maupun domestik.

Awalnya diyakini bahwa kewenangan menetapkan aturan-aturan hukum

nanaman modal asing secara langsung (foreign direct investment) adalah kegiatan

an penanaman modal. Cara penanaman modal ini selalu dibedakan dengan penanaman modal lalui portofolio yang dilakukan melalui pembelian saham atau efek lainnya di pasar modal.

1 Pepenanaman yang dilakukan dengan melakukan kegiatan usaha dan membentuk badan hukum di daerah tujume 2 Pandji Anoraga, Perusahaan Multi Nasional Penanaman Modal Asing, (Jakarta : Dunia Pustaka Jaya, 1995), hlm. 47

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 15: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

2

modal (host country), karena kewenangan tersebut lahir dari kedaulatan Negara untuk

mengatur orang asing dan kekayaannya yang berada di wilayah territorial host

co

co

ses

ole

int

(GATT)

mengatur kegiatan penanaman modal di wilayah kedaulatannya.

Namun pendapat ini mengalami berubahan setelah berakhirnya Putaran

Urug pakatan

pe gan

ter

Ag

na

kesepa

modal.3

untry. Dalam rangka memanfaatkan secara optimal modal asing, Pemerintah host

untry berhak menetapkan ketentuan penanaman modal dalam peraturan nasional

uai dengan kebutuhan pembangunan ekonominya. Kewenangan ini tidak dibatasi

h peraturan-peraturan perdagangan internasional, karena ketentuan perdagangan

ernasional sebagaimana diatur dalam General Agreement on Tariff and Trade

tidak ditujukan untuk membatasi kewenangan Pemerintah host country

uay (Uruguay Round, 1986 – 1994) yang menghasilkan beberapa kese

dagan internasional yang terkait langsung dengan kebijakan penanaman modal,

utama Agreement on Trade Related Investment Measures (TRIMs),dan General

reement on Trade in Services (GATS). Sejak saat itu, pembentukan peraturan

sional di bidang penanaman modal tidak dibenarkan bertentangan dengan

katan-kesepakatan perdagangan internasional yang terkait dengan penanaman

3 Lebih lanjut, Mahmul Siregar (1), Perdagangan Internasional dan Penanaman Modal Studi

olah Pascasrnasional da

Kesiapan Indonesia Dalam Perjanjian Investasi Multilateral, Medan : Universitas Sumatera Utara Sek arjana, 2005. Terkaitnya peraturan penanaman modal dengan peraturan perdagangan inte lam GATT terlihat pada putusan Panel Penyelesaian Sengketa GATT terkait tindakan Parlemen Kanada mengesahkan Canada’s Foreign Investment Review Act pada tanggal 12 Desember 1973. Untuk menjamin keuntungan yang signifikan bagi Kanada, Pemerintah menetapkan syarat-syarat bagi investor yang melakukan permohonan penanaman modal asing, yakni : (1) membeli sejumlah persentase tertentu barang-barang dari Kanada, (2) menggantikan produk impor dengan

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 16: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

3

Agreement on TRIMs melarang ditetapkannya persyaratan penanaman modal

dalam peratu

GA

da

req

pe

pe

pada 4

GATS mengatur berkenaan dengan cara pemasukan jasa (Mode of Supply).

Moda suplly jasa yang terkait langsung dengan pengaturan penanaman modal adalah

supply jasa

bo ment of

ran nasional Negara anggota yang tidak konsisten dengan Article III

TT (National Treatment) dan Article XI GATT (larangan hambatan kuantitatif)

lam bentuk persyaratan kewajiban menggunakan kandungan lokal (local content

uirement), kebijakan keseimbangan perdagangan (trade balancing policy),

mbatasan akses terhadap devisa untuk impor (foreign exchange limitation), dan

mbatasan ekspor (export limitation) yang ditujukan untuk memberikan keuntungan

perusahaan domestik.

melalui kehadiran komersil (Commercial Presence).

Pasal 1 Ayat 1 GATS menyatakan 4 (empat) cara pemasokan jasa, yaitu cross

rder supply5, consumption abroad6, commercial presence7, dan move

prodenga ) berpendapat bahwa Panel mengakui kedaulatan Kanada untuk mengatur sendiri kebijakan penanaman modalnya, dan Panel tidak bermaksud untuk menguji kedaulatan tersebut. Namun, Panel berpendapat bahwa dalam melaksanaan kedaulatan tersebut tidak berarti Pemerintah Kanada boleh begitu saja menyampingkan kewajiban internasional yang ditelah disepakatinya (GATT).

AgrTerj

Cowil ana dalam memberikan jasa Co dimana jasa dib kan ole

duk buatan Kanada, (3) membeli barang-barang dari Kanada jika barang-barang tersebut bersaing n barang impor (4 membeli dari supplier Kanada. Dalam memutuskan sengketa ini Panel GATT

4 Lebih lanjut dapat dilihat pada ilustrative list yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari

eement on Trade Related Investment Measures.(Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, emahan Resmi Persetujuan Akhir Putaran Uruguay, Jakarta, 1994).

5 Cross Border Supply (CBS), istilah WTO yang berkaitan dengan Schedule of Specific mmitment atau SOC tentang modes of supply yang berarti cara perdagangan yang dilakukan dari ayah atau negara pemasok jasa (supplier) ke dalam wilayah suatu negara (konsumen) dim

jasa tersebut pemasok tidak memasuki wilayah atau negara konsumen. Contohnya adalah melalui media elektronik.

6 Consumption Abroard (CA), istilah WTO yang berkaitan dengan Schedule of Specific mmitment atau SOC tentang modes of supply yang berarti cara perdagangan jasaeri h penyedia jasa kepada pengguna jasa dengan cara pengguna jasa mendatangi penyedia

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 17: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

4

F

8Fnatural person . Ketentuan investasi langsung (direct invesment) yang diatur dalam

GATS a n

pre

un

dis

pe

tre

akuisi

tujuan untuk melakukan pemasokan suatu jasa. Kedua, pendirian suatu kantor cabang

atau perwakilan di daerah wilayah suatu negara dengan tujuan untuk melakukan

pem

mu insip-prinsip dan aturan-aturan perdagangan jasa-jasa

dengan tuju

lib

da

dalah kete tuan yang menyangkut commercial presence atau disebut

sence of juridicial person dengan ketentuan bahwa negara anggota diwajibkan

tuk memberikan akses ke pasar domestiknya dan memberikan perlakuan non

kriminasi antar sesama anggota (most favored nation) serta memperlakukan

masok jasa asing yang tidak lebih jelek dari pemasok jasa domestik (national

atment), yaitu setiap jenis usaha yang dilakukan melalui : pertama, pendirian

si atau pendirian suatu badan hukum di dalam wilayah suatu negara dengan

asokan suatu jasa.9

Sasaran yang ingin dicapai oleh GATS adalah terciptanya sebuah kerangka

ltilateral yang berisikan pr

an untuk perluasan perdagangan berdasarkan kondisi yang transparan dan

eralisasi yang progresif serta sebagai sarana meningkatkan pertumbuhan ekonomi

ri seluruh negara mitra dagang dan untuk pembangunan negara berkembang.

h jasa di bidang kesehatan dimana seorang pasien dari Indonesia berobat ke Singapura vement of consumers).

7

mitment (SOC) tentang modes of supply yang berarti cara pemasokan jasa dimana dalam mberikan jasanya penyedia jasa memasuki wilayah atau negara konsumen dengan mendirikan suatu

jasa. Conto(mo Commercial Presence (CP), istilah WTO yang berkaitan dengan schedule of specific commeperusahaan di wilayah atau negara tersebut. Contoh pembukaan kantor cabang bank asing di Indonesia (Pr Speneg padUn

esence of Juridicial Person). 8 Presence of Natural Persons (PNP), istilah WTO yang berkaitan dengan schedule of

cific Of Commitment (SOC) tentang modes of supply yang berarti jasa yang diberikan oleh warga ara suatu negara dalam wilayah negara lain, contohnya jasa Konsultan, Pengacara dan Akuntan.

9 Bismar Nasution (1), Kesiapan Otonomi Daerah Menyambut Pasar Global, Disampaikan a Orasi Ilmiah dalam rangka Wisuda Sarjana Universitas Asahan Ke-X, Diselenggarakan oleh iversitas Asahan, (Asahan : Sabtu, 29 Juli 2006), hlm. 4.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 18: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

5

Liberalisasi perdagangan di sektor jasa-jasa komersial dalam kerangka GATS

diban

Sp

bid

dib

din

rhadap peraturan penanaman

modal di se

termasuk mengatur ketentuan tentang persyaratan-persyaratan penanaman modal

dalam peraturan nasional Negara anggota (domestic regulation).

dal agangan

jas rsi

un

be

me

untuk memberitahukan kepada Dewan Perdagangan Jasa, sedikitnya sekali setahun,

tentang adanya peraturan perundang-undangan yang baru atau pedoman

admin

gun dengan pendekatan liberalisasi yang progresif yang diwujudkan dalam

ecific of Commitment10 yang dinyatakan oleh setiap negara peserta atas bidang-

ang perdagangan jasa yang diliberalisasi. Dengan pendekatan ini negara-negara

erikan waktu untuk mempersiapkan industri-industri jasa domestik yang belum

yatakan dalam Specific of Commitment.11

GATS juga menetapkan sejumlah batasan te

ktor jasa yang dapat menghambat perdagangan jasa internasional

General Agreement on Trade in Services (GATS) mengatur transparansi

am satu pasal tersendiri (Article III). Kewajiban transparansi dalam perd

a ve GATS diwujudkan dalam bentuk kewajiban publikasi semua undang-

dang, peraturan, pedoman pelaksana, serta semua keputusan dan ketentuan yang

rlaku secara umum yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat maupun daerah yang

mpunyai dampak pada pelaksanaan persetujuan GATS dan adanya kewajiban

istrative dan perubahan-perubahannya.

10 Specific Of Commitment adalah kebijakan yang dilakukan negara anggota-anggota WTO

O. 11 Bismar Nasution (2), “Penerapan Good Governance Dalam Menyambut Domestic

ulations WTO”, Disampaikan pada Acara Diskusi Mengenai dakan oleh Bank Indonesia, tanggal 21 Juni 2007, Jakarta, hlm. 1-

berdasarkan kondisi perekonomian negaranya, sebelum full program menurut kesepakatan-kesepakatan WT Reg Domestic Regulations – WTO, yang dia 2

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 19: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

6

Negara-negara anggota WTO diberi hak dan sekaligus kewajiban untuk

me abarkan

un

ke

da

(WTO) menyadari bahwa

Domestic

ham

GATS menetapkan bahwa untuk menjamin agar tindakan yang terkait dengan

persyaratan dan prosedur, standar lisensi dan persyaratan perijinan bukan digunakan

seb

lem

ya

pe

b. Tidak lebih berat daripada yang semestinya untuk menjamin kualitas jasa-

jasa

pply

nj ketentuan-ketentuan umum GATS dalam peraturan perundang-

dangan nasional yang disebut “Domestic Regulations”, yang memuat ketentuan-

tentuan tentang qualifications requirements and procedures, technical standard

n licensing prosedural and requirements”.12

Negara-negara anggota World Trade Organization

Regulations tersebut dapat saja muncul atau dipergunakan sebagai

batan-hambatan dalam perdagangan jasa. Oleh karena itu, dalam Article VI : 4

agai hambatan perdagangan, Dewan Perdagangan Jasa harus, melalui lembaga-

baga tertentu yang mungkin dibentuk, menetapkan ketentuan-ketentuan (disiplin)

ng diperlukan. Ketentuan-ketentuan tersebut ditujukan untuk memastikan bahwa

rsyaratan-persyaratan yang ditentukan oleh suatu negara-negara peserta :

a. Didasarkan pada kriteria yang objektif dan transparan, misalnya

kesanggupan dan kemampuan untuk menyediakan jasa ;

c. Dalam hal prosedur perijinan, bukan merupakan hambatan dalam su

jasa-jasa.13

12 Ibid, hlm. 2

13 Ibid.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 20: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

7

Ada beberapa alasan penting mengapa perundangan domestic regulations

menjadi pen

1. nting untuk menjadi peserta

tidak akan menjadi

ma lah/prob

dilakukan oleh Indonesia adalah menegakkan prinsip transparansi hukum dan

kebijakan dan juga tidak perlu ada kekhawatiran, sebab Good Governance telah

me

Do

pu embahasan mengenai transparansi. Kebijakan

transparans

pro

perizinan, biaya, proses pengurusan, sampai pada tindakan penolakan.14

Pasal III General Agreement on Trade in Services (GATS) tentang

Tran

ting untuk Indonesia, antara lain :

Indonesia telah meratifikasi beberapa perjanjian pe

organisasi internasional (WTO) melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994

2. Tuntutan dari negara anggota-anggota WTO, termasuk Indonesia.

3. Perundingan sampai saat ini sedang berlangsung.

Agar hasil perundingan Domestic Regulations – WTO

sa lem bagi Indonesia terkait ketentuan transparansi, maka yang harus

nyiapkan sejumlah prinsip yang sangat relevan dalam menyambut perundingan

mestic Regulations – WTO.

Sudah dapat dipastikan bahwa perundingan mengenai Domestic Regulations

n tidak akan bisa dipisahkan dari p

i akan lebih mengarah secara teknis kepada persyaratan-persyaratan dan

sedur perizinan terkait supply jasa, mulai dari kegiatan permohonan, persyaratan

sparansi, menyatakan :

14 Ibid., hlm. 3-4.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 21: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

8

1. Para anggota wajib segera menerbitkan (paling lambat pada saat

a peraturan

s) atau persetujuan internasional

denga m

GATS terutama dikarenakan salah satu moda dari perdagangan jasa adalah kehadiran

komersial

jas

berlakunya) semua undang-undang, peraturan, pedoman pelaksanaan, serta semua keputusan dan ketentuan yang berlaku secara umum yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang mempunyai dampak pada pelaksanaan persetujuan ini. Persetujuan internasional yang mempengaruhi perdagangan jasa-jasa dimana suatu negara anggota turut serta dalam persetujuan tersebut juga wajib diterbitkan.

2. Apabila publikasi seperti tersebut di atas tidak tersedia, informasi mengenai hal tersebut harus tersedia secara umum

3. Setiap negara harus segera dan paling tidak sekali setiap tahun memberitahukan Dewan Perdagangan Jasa tentang adanyperundang-undangan yang baru atau perubahan terhadap undang-undang, peraturan maupun pedoman administratif yang berlaku yang mempunyai dampak yang sangat berarti terhadap perdagangan jasa-jasa yang tercantum dalam “specific commitment” negara itu yang dibuat berdasarkan persetujuan ini.

4. Setiap negara harus menjawab segera seluruh permintaan informasi yang spesifik yang berasal dari negara lain tentang berbagai ketentuan (measures of general applicationsebagaimana dimaksud dalam para 1 : Setiap negara juga harus mendirikan satu atau lebih pusat informasi yang spesifik atas permintaan negara lain mengenai seluruh masalah dan hal-hal yang harus diberitahukan sesuai dengan para 3. Pusat informasi tersebut harus didirikan dalam dua tahun setelah berlakunya persetujuan ini. Fleksibilitas yang memadai mengenai batas waktu pendirian enquiry point tersebut dapat disepakati untuk masing-masing negara berkembang. Enquiry point dimaksud tidak harus merupakan depositories peraturan perundang-undangan.

5. Suatu negara boleh memberitahukan kepada Dewan Perdagangan Jasa tentang tindakan yang dilakukan oleh negara lain yang dianggapnya mempunyai dampak terhadap pelaksanaan persetujuan ini.

Dengan demikian peraturan penanaman modal memiliki hubungan yang erat

n peraturan perdagangan internasional di sektor jasa sebagaimana diatur dala

dari investor asing ke Negara tujuan investasi. Untuk dapat memberikan

anya kepada konsumen, investor datang dan mendirikan usaha di wilayah Negara

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 22: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

9

tujuan investasi, seperti usaha jasa perbankan, asuransi, pendidikan, telekomunikasi,

perho

ko

pe

co

ma

ya

reg

Indonesia sudah melakukan upaya menarik modal asing dan dalam negeri

sejak tahun 1967 dengan diundangkannya Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang

Penanaman

19

ma

ata

1.

2. tuhan dan dalam

waktu yang cepat

3. Sarana dan prasarana yang masih kurang memadai, terutama di luar Pulau Jawa

aha yang tangguh/bonafid

telan, dan lain sebagainya. Supply jasa yang dilakukan dengan kehadiran

mersial (commercial presence) ini akan bersentuhan dengan ketentuan hukum

nanaman modal langsung yang diterapkan oleh negara tujuan investasi (host

untry). Ketika investor asing melakukan supply jasa secara commercial presence,

ka investor tersebut harus mematuhi persyaratan-persyaratan penanaman modal

ng diterapkan oleh pemerintah host country dalam peraturan nasionalnya (domestic

ulation).

Modal Asing. Disusul kemudian dengan Undang-undang No. 6 Tahun

68 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Sampai saat ini terdapat beberapa

salah pokok yang masih sering dikeluhkan oleh para investor dalam berinvestasi

u menanamkan modalnya di Indonesia, antara lain15 :

Tidak mudahnya memperoleh dukungan pembiayaan

Sulitnya mendapatkan lahan usaha yang sesuai dengan kebu

4. Kurangnya tenaga kerja yang sudah terampil dan yang siap pakai

5. Sulitnya mencari mitra us

6. Lamanya pengurusan perizinan di daerah 15 Pandji Anoraga, Op.cit, hlm. 84

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 23: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

10

Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada tanggal 29 Maret

2007 telah m

un

Mo

pe n p

dij

agar

mampu menciptakan terwujudnya kedaulatan ekonomi Indonesia.

Keterkaitan pembangunan ekonomi dengan pelaku ekonomi kerakyatan

dim e ublik

Ind

ek

pe

da

Indonesia mendapat perhatian dalam Undang-Unda Tahun 2007

sehingga terdapat pengaturan mengenai pengesahan dan perizinan yang di dalamnya

terd at pe

san

pe

engesahkan Rancangan Undang-Undang Penanaman Modal menjadi

dang-undang, yaitu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman

dal, yang selanjutnya disingkat menjadi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007.

Hal ini merupakan amanat konstitusi yang mendasari pembentukan seluruh

ratura erundang-undangan di bidang perekonomian, sebagaimana yang telah

abarkan dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945,

pembangunan ekonomi nasional harus berdasarkan prinsip demokrasi yang

16

antapkan lagi dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat R p

onesia Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam rangka demokrasi

onomi sebagai sumber hukum materiil. Dengan demikian, pengembangan

nanaman modal bagi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi menjadi bagian

ri kebijaksanaan dasar penanaman modal.17

Permasalahan pokok yang dihadapi penanam modal dalam memulai usaha di

ng Nomor 25

ap ngaturan mengenai pelayanan terpadu satu pintu. Dengan sistem itu,

gat diharapkan bahwa pelayanan terpadu di pusat dan di daerah dapat menciptakan

nyederhanaan perizinan dan percepatan penyelesaiannya.

16 Hadi Setia Tunggal, Undang-Undang Penanaman Modal Tahun 2007 beserta

nya, (Jakarta : Harvarindo, 2007), hlm. 36. 17 Ibid.

Penjelasan

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 24: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

11

Peningkatan peran penanaman modal tersebut harus tetap dalam koridor

kebijakan pe

ke

usa

ka

n

ekonomi na

No

Undang-undang No. 25 Tahun 2007 adalah untuk :

1. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional ;

n ; ;

dengan

ya mnya diatur dalam

Undang-undang No.1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana

telah diubah dengan Undang-undang No.11 Tahun 1970 dan Undang-undang No.6

Ta

de

mbangunan nasional yang direncanakan dengan tahap memperhatikan

stabilan makro ekonomi dan keseimbangan ekonomi antar wilayah, sektor pelaku

ha, dan kelompok masyarakat, mendukung peran usaha nasional, serta memenuhi

idah tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance).

Penanaman modal mempunyai arti yang sangat penting bagi pembanguna

sional sebagaimana tujuan yang hendak dicapai melalui Undang-Undang

.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Tujuan penanaman modal menurut

2. Menciptakan lapangan kerja ; 3. Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjuta4. Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional

an teknologi nasional ;5. Meningkatkan kapasitas dan kemampu6. Mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan ; 7. Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil

menggunakan dana yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri, dan

8. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.18

Undang-Undang No.25 Tahun 2007 ini menjadi satu-satunya undang-undang

ng mengatur tentang penanaman modal di Indonesia. Sebelu

hun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diubah

ngan Undang-undang No.12 Tahun 1970. Untuk melaksanakannya diperlukan

18 Lihat Pasal 3 ayat (2) Undang-undang Nomor 25 tahun 2007

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 25: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

12

pengaturan teknis melalui peraturan pemerintah dan peraturan pelaksanaan lainnya

ses

memberikan ruang kepada

Pe

int

lai

ba

omi di wilayah tertentu ditempatkan sebagai

bagian untuk menarik potensi pasar internasional dan sebagai daya dorong guna

me ingkatka

ya

ha

me

ha

pe

20

Hak, kewajiban dan tanggung jawab penanam modal diatur secara khusus

guna memberikan kepastian hukum, mempertegas kewajiban penanam modal

terha memberikan

pe orma

sos

uai yang diisyaratkan oleh UUPM tersebut.19

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 juga

merintah untuk mengambil kebijakan guna mengantisipasi berbagai perjanjian

ernasional yang terjadi dan sekaligus untuk mendorong kerjasama internasional

nnya guna memperbesar peluang pasar regional dan internasional bagi produk

rang dan jasa di Indonesia.

Kebijakan pengembangan ekon

n n daya tarik pertumbuhan suatu kawasan atau wilayah ekonomi khusus

ng bersifat strategis bagi pengembangan perekonomian nasional, juga mengatur

k pengalihan aset dan hak untuk melakukan transfer dan repatriasi dengan tetap

mperhatikan tanggung jawab hukum, kewajiban fiskal, dan kewajiban sosial yang

rus diselesaikan oleh penanam modal, kemungkinan timbulnya sengketa antara

nanam modal dan pemerintah juga diantisipasi Undang-Undang Nomor 25 Tahun

07 dengan pengaturan mengenai penyelesaian sengketa.

dap penerapan prinsip tata kelola perusahaan yang baik

ngh tan atas tradisi budaya masyarakat dan melaksanakan tanggung jawab

ial perusahaan.

un 2007 : Sebuah Catatan, (Jakarta : Jurnal Hukum Bisnis No.4 Vol. 26/2007), hlm. 5 19 Lihat Adang Abdullah, Tinjauan Hukum atas Undang-Undang Penanaman Modal No.25 Tah

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 26: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

13

Pengaturan tanggung jawab penanam modal diperlukan untuk mendorong

iklim persaingan usaha yang sehat, memperbesar tanggung jawab lingkungan dan

pe

pe

da Und

ma

tenta

Pada awal pelaksanaan Pembangunan Jangka Panjang Tahap II telah banyak

tantangan yang harus dihadapi oleh Indonesia. tantangan tersebut antara lain

keikutsertaa

Un

(W

me

pe

cit

sebelum berdirinya PBB Tahun 1945. Dan cita-cita demikian baru terwujud pada

tahun 1994 (setelah 47 tahun).20

menuhan hak dan kewajiban tenaga kerja, serta upaya mendorong ketaatan

nanam modal terhadap peraturan perundang-undangan secara transparan.

Prinsip transparansi atau keterbukaan merupakan salah satu asas penting

lam ang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, yaitu asas yang terbuka terhadap hak

syarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif

ng kegiatan penanaman modal.

n Indonesia ke dalam organisasi perdagangan dunia berdasarkan Undang-

dang No.7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement on Establishing WTO

orld Trade Organization). Disepakatinya hasil Putaran Uruguay GATT yang

rupakan putaran ke-8 sejak tahun 1947, menandakan telah adanya pergeseran

radaban dunia, khususnya di bidang perdagangan. Dikatakan demikian, karena cita-

a untuk membentuk suatu organisasi perdagangan internasional telah timbul sejak

pai Terbentuknya WTO (World Trade Osional, 1996), hlm. 1.

20 Taryana, Sunandar, Perkembangan Hukum Perdagangan Internasional dan GATT 1947 sam rganization), (Jakarta : Badan Pembinaan Hukum Na

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 27: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

14

Masuknya Indonesia sebagai anggota WTO berdasarkan UU No. 7 Tahun

1994 membawa konsekwensi hukum berupa kewajiban untuk menyesuaikan

pe

ya

ya

f kesepakatan bidang

pe man

lang

Measures dan Agreement on Trade in Services yang kemudian menghasilkan

kesepakatan Domestic Regulation.

Te

ke n modal yang diterapkan oleh Pemerintah

Ind

sam

TR

(legally bi aka egulations sepanjang mengenai

ketentuan transparansi harus benar-benar diperhatikan. Jangan sampai hasil

kesepakatan dalam pengaturan transparansi menjadi masalah atau problem bagi

Ind

ne

raturan perundang-undangan nasionalnya dengan kesepakatan-kesepakatan WTO

ng telah diratifikasi dan menjamin bahwa peraturan perundang-undangan nasional

ng telah disesuaikan tersebut dapat dilaksanakan.

Meskipun WTO tidak mengatur secara komprehensi

nana modal, akan tetapi terdapat setidaknya dua kesepakatan yang terkait

sung dengan peraturan penanaman modal, yakni Agreement on Trade Related

rkait kedua agreement tersebut, maka yang perlu diperhatikan adalah

tentuan mengenai syarat-syarat penanama

onesia dalam berbagai peraturan perundang-undangan penanaman modal. Jangan

pai syarat-syarat penanaman modal tersebut bertentangan dengan Agreement on

IMs, GATS serta Domestic Regulation.

Mengingat bahwa sifat dari kesepakatan WTO adalah mengikat secara hukum

nding), m perundingan domestic r

onesia. Jika hal ini terjadi, maka Indonesia akan sangat rentan terhadap tuntutan

gara mitra dagang lainnya. Kekhawatiran ini cukup beralasan mengingat

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 28: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

15

transparansi merupakan salah satu isu krusial dan klasik dalam kebijakan di

Indonesia.

B.

perdagangan internasional dan penanaman modal asing

sel menj

seb

kepa

penanaman modal. Sering dikatakan bahwa WTO tidak memiliki mandat untuk

mengatur persoalan penanaman modal, karena kebijakan penanaman modal tunduk

pada

me

Pe

int

pe

ke

Terkait dengan peraturan penanaman modal di Indonesia, sejumlah

permasalahan perlu diteliti, antara lain : apakah hukum penanaman modal di

Ind telah sesuai dengan ketentuan

pe anga

21

Permasalahan

Hubungan antara

alu adi perdebatan. Perdebatan ini selalu mengarah pada kewenangan WTO

agai organisasi di bidang perdagangan yang semakin memperluas pengaturannya

da bidang-bidang lain di luar perdagangan seperti ketentuan-ketentuan terkait

kedaulatan sebuah negara. Disamping itu WTO didirikan dengan mandate untuk

ngatur masalah-masalah perdagangan dunia, tidak termasuk penanaman modal.

rtanyaan yang sering muncul adalah bagaimana sebenarnya hubungan perdagangan

ernasional dan penanaman modal ? Apakah WTO berwenang mengatur masalah

nanaman modal ? Dalam hal yang bagaimana GATT dapat diterapkan dalam

bijakan di bidang penanaman modal ?

onesia, khususnya UU No. 25 Tahun 2007

rdag n internasional yang terkait dengan penanaman modal ? Apakah

21 Ibid., hlm. 4

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 29: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

16

persyaratan-persyaratan penanaman modal yang diterapkan di Indonesia tidak

berte

20

jutnya dirumuskan

bat

1. internasional dengan

2. Apaka

jasa telah diterapkan dalam peraturan penanaman modal di Indonesia ?

3. Apakah prinsip transparansi pada Undang-Undang Penanaman Modal sudah

C. Tuj

Berdasarkan uraian yang terdapat dalam rumusan masalah, maka yang

ini adalah :

1. ntuk

dengan ketentuan penanaman modal di sektor jasa yang ditetapkan suatu negara

anggota WTO

ahwa prinsip transparansi pada Undang-Undang Penanaman

ntangan dengan kesepakatan-kesepakatan WTO dan apakah UU No. 25 Tahun

07 telah mengakomodir domestic regulation WTO ?

Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut diatas, selan

asan permasalahan yang diteliti, sebagai berikut :

Bagaimana hubungan ketentuan-ketentuan perdagangan

ketentuan penanaman modal yang ditetapkan suatu negara anggota WTO ?

h prinsip-prinsip hukum perdagangan internasional, khususnya di sektor

mengakomodir Domestic Regulations WTO ?

uan Penelitian

menjadi tujuan dari penelitian

U menganalisis hubungan ketentuan-ketentuan perdagangan internasional

2. Untuk menganalisis penerapan prinsip-prinsip hukum perdagangan

internasionaldi sektor jasa dengan peraturan penanaman modal di Indonesia.

3. Untuk menganalisis b

Modal sudah mengakomodir Domestic Regulations WTO.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 30: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

17

D. Manfaat Penelitian

manfaat teoritis dan praktis. Adapun kedua kegunaan

tersebut ad

1.

i adalah sebagai bahan atau data informasi di bidang ilmu

huk

me

(fre

bidang perdagangan jasa (trade services), kaitannya dengan Domestic Regulations –

World Trade Organization (WTO).

2. Secara praktis

Ma an masukan bagi Pemerintah RI

embuatan peraturan perundang-undangan, khususnya dalam

keb

inte

bis

E. Keaslian Penelitian

h dilakukan oleh peneliti dan tenaga

ad inistrasi di Sekretariat Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana

ketahui bahwa penelitian tentang Penerapan Prinsip

Tr

Penelitian ini memiliki

alah :

Secara teoritis

Manfaat penelitian in

um, khususnya di bidang hukum investasi bagi kalangan akademisi, untuk

ngetahui dinamika penanaman modal dan perkembangan perdagangan bebas

e trade) atau liberalisasi perdagangan (trade liberalization), khususnya di

nfaat penelitian ini secara praktis sebagai bah

dan DPR RI dalam p

ijakan penanaman modal sekaitan dengan kesepakatan-kesepakatan organisasi

rnasional (WTO), serta pedoman bagi para pelaku bisnis dalam menjalankan

nisnya di wilayah Indonesia.

Berdasarkan pemeriksaan yang tela

m

Universitas Sumatera Utara, di

ansparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 31: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

18

Modal Kaitannya Dengan Domestic Regulations WTO, belum pernah dilakukan

dala

ten

ilmuan,

yakni : juju

dip

kri

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

menguraikan hubungan perdagangan

man modal pada dasar bertolak dari asumsi bahwa

peraturan p

ham

Neg

dipe

yang bebas tersebut didukung oleh ketentuan-ketentuan yang menjamin

kebebasan arus modal. Peraturan perdagangan internasional saling

mem

terb

yan

arus

m pendekatan dan perumusan masalah yang sama, walaupun ada topik penelitian

tang hukum investasi/penanaman modal, namun jelas berbeda.

Jadi penelitian ini adalah “asli”, karena sesuai dengan asas-asas ke

r, rasional, objektif dan terbuka/transparan. Sehingga penelitian ini dapat

ertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka atas masukan dan

tikan, serta saran-saran yang sifatnya membangun.

Teori-teori yang mencoba

internasional dan penana

erdagangan internasional yang tidak dibebani oleh hambatan-

batan perdagangan (trade barriers) mampu menciptakan kesejahteraan

ara-negara yang melakukan perdagangan internasional. Manfaat yang

roleh akan lebih optimal apabila peraturan perdagangan internasional

butuhkan dengan peraturan perdagangan internasional yang lebih

uka. Asumsi lain adalah bahwa adakalanya peraturan penanaman modal

g menetapkan syarat-syarat penanaman modal menyebabkan terdistorsinya

perdagangan barang/jasa internasional. Negara-negara menetapkan

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 32: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

19

persyaratan penanaman modal dalam peraturan nasionalnya, akan tetapi pada

keny

bag

n komoditi secara

bebas, peng

inte

panj

efisi 22

Sanada dengan pandangan tersebut, Renato Reguiro menjelaskan

bahwa hukum perdagangan internasional bertujuan membuka pasar

internasional sec

perd

peru

mem

kon

aka

hambatan-hamba n perdagangan.

ataannya persyaratan tersebut dapat dipergunakan sebagai trade barriers

i masuknya barang dan jasa dari luar negeri.

Rober Gilpin, mengatakan bahwa melalui pertukara

hapusan pembatasan modal, dan pembagian tenaga kerja secara

rnasional, setiap orang akan memperoleh keuntungan dalam jangka

ang, karena sumber-sumber yang langka akan dimanfaatkan secara

en.

ara luas, tanpa terganggu oleh hambatan-hambatan

agangan. Keterbukaan pasar, akan mendorong perubahan pola bisnis

sahaan multinasional dengan melakukan investasi ke luar negeri untuk

enuhi supply pasar internasional dan mendekatkan diri dengan

sumen.23 Dengan cara ini sistem perdagangan internasional yang liberal

n membuka pasar internasional secara luas, tanpa terganggu oleh

ta

ahmul Siregar (2), Perdagangan dan Penanama 22 M n Modal : Tinjauan terhadap Kesiapan

Hukum di Indonesia Menghadapi Persetujuan Perdagangan Multilateral yang Terkait dengan Peraturan Penanaman Modal, (Medan : Universitas Sumatera Utara Sekolah Pascasarjana, 2005), hlm.11.

23 Renato Ruggiero, “ Foreign Direct Investment and The Multilateral Trading System,” (Transnational Corporation : Vol. 5 No. 1, April, 1996), hal. 1.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 33: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

20

Mekanisme hambatan tarif yang diatur dalam hukum perdagangan

internasional mempengaruhi pola perubahan pengembangan usaha perusahaan

mul

lang

aka

relo

wila

imp 24

Sebaliknya, hukum penanaman modal domestik dapat menciptakan

hambatan-hambatan terhadap perdagangan internasional dengan menetapkan

syarat-syarat

huk

pen

ham

tinasional dari sekedar kegiatan perdagangan menjadi kegiatan investasi

sung (direct investment). Penerapan hambatan tarif pada kegiatan impor

n menekan perusahaan-perusahaan multinasional untuk melakukan

kasi investasi langsung ke wilayah host country. Produksi langsung di

yah host country akan lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan

or yang bebannya lebih besar karena dibebani tarif impor yang besar.

penanaman modal yang bertentangan dengan prinsip-prinsip

um perdagangan internasional. Meskipun persyaratan-persyaratan

anaman modal tersebut bukan ditujukan secara khusus untuk menciptakan

batan di bidang perdagangan internasional, tetapi adakalanya persyaratan

ebih lanjut UNCTAD, World Investment Report 1996 : Investment Trade and

ontoh perkembangan industry otomotif di Argentina. Dibawah tekanan hambatan tarif , perusahaan otomotif asing mengadakan produksi otomotif langsung di wilayah

24 LInternational Policy Arrangement, (New York and Geneva : UN, 1996), hal. 75-80. Laporan ini mengambil cimpor otomotifArgentina. Hasilnya, antara Desember 1958 dan Nopember 1961, badan berwenang di Negara tersebut menyetujui rpengemKeperinteHuperden199

encana investasi sektor otomotif mencapai US $ 97.000.000,- dengan 22 proyek bangan perusahaan otomotif. Perhatikan juga Laporan Department of Trade and Industry

rajaan Inggris. Pengalaman Negara ini menunjukkan bahwa kegiatan investasi asing (FDI) oleh usahaan multinasional di Negara tersebut umumnya berlangsung dengan mengikuti pola rnalisasi yang dimulai dengan kegiatan perdagangan dan akhirnya melakukan produksi langsung.

kum perdagangan internasional dan kebijakan Inggris di bidang perdagangan mendorong usahaan multinasional menjadi tidak sekedar melakukan kegiatan perdagangan tetapi merubahnya gan kegiatan investasi langsung. (United Kingdom, Department of Trade and Industry, (London : 6), hal.3

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 34: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

21

tersebut menimbulkan akibat yang dapat mengganggu kelancaran arus

perdagangan internasional. Secara umum, pertimbangan yang demikian yang

sela

kete

inte

asih belum ada perjanjian internasional yang bersifat

multilateral

menga

direct investment, FDI) secara komprehensif dan komplit. Usaha terakhir

dalam membuat peraturan yang komprehensif mengenai FDI ini pun masih

belu

neg

yan

mes

kese

perd

treatment (Article III GATT) dan larangan pembatasan kuantitatif (Article III

GATT) tidak membenarkan adanya persyaratan penanaman modal yang dapat

menciptakan hambatan perdagangan internasional.

lu dipergunakan panel penyelesaian sengketa GATT/WTO untuk melihat

rkaitan hubungan hukum penanaman modal dengan hukum perdagangan

rnasional.

Sebenarnya m

yang disepakati oleh kebanyakan negara-negara di dunia ini yang

tur tentang prinsip-prinsip penanam modal asing langsung (foreign

m membuahkan hasil karena besarnya tarik menarik kepentingan antara

ara-negara maju yang biasanya sebagai penanam modal dan negara-negara

g sedang berkembang sebagai host countries atau penerima modal. Namun

kipun demikian beberapa prinsip perdagangan internasional dalam

pakatan WTO telah membuka hubungan yang tidak terpisahkan antara

agangan internasional dan penanaman modal langsung. Prinsip national

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 35: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

22

WTO sebagai suatu lembaga yang mengadministrasikan dan

memantau pelaksanaan kesepakatan Putaran Uruguay jelas akan tidak mampu

mem

yan

dipe

tran

sekr

term

melalui pemberian informasi secara terbuka pada saat konsultasi dan

penyelesaian sengketa yang timbul dari persetujuan.

pad nya, karena

peraturan-pe

hasi

Prin

mem

pasar yang efisien serta mencegah penipuan (fraud).27

antau seluruh peraturan atau kebijaksanaan perdagangan negara anggota

g jumlahnya lebih dari seratus negara. Oleh karena itu, instrumen yang

rgunakan adalah mekanisme transparansi dan notifikasi. Dengan prinsip

sparansi, negara anggota diwajibkan melakukan pemberitahuan kepada

etariat WTO atas publikasi-publikasi dimana TRIMs dapat ditemukan,

asuk yang diterapkan oleh pemerintah daerah. Transparansi juga dituntut

25

Friedman mengatakan bahwa hukum itu bersifat diskriminatif, baik

a peraturan-peraturannya sendiri maupun melalui penegakan

raturan hukumnya sendiri tidaklah tidak memihak. Ia merupakan

l dari suatu bantuan atau perjuangan kekuasaan dalam masyarakat.26

sip transparansi atau keterbukaan dalam hal ini berfungsi untuk

elihara kepercayaan publik terhadap pasar dan menciptakan mekanisme

ahmul Siregar (1), Op.cit. hlm. 289-290. 25 M

26 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000), hlm. 151. 27 Bismar Nasution (3), Keterbukaan dalam Pasar Modal, (Jakarta : Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, 2001), hlm. 9.

Comme t [Un 1]:

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 36: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

23

Dalam rangka pembaharuan hukum penanaman modal, perlu dipahami

pendapat Burg

pem

men

(pre

“pe

abil

tran

2. Kerangka Konsepsi

Bagian sepsi ini akan dijelaskan hal-hal berkenaan

akan oleh peneliti dalam penulisan Tesis ini.

Kon adal

untu

Kon jug

digeneralisasikan dalam hal-hal yang khusus yang biasa disebut dengan

defenisi operasional.

’s. Menurut studi yang dilakukan beliau mengenai hukum dan

bangunan, terdapat 5 (lima) unsur yang harus dikembangkan supaya tidak

ghambat ekonomi, yaitu “Stabilitas” (stability), “prediksi”

dictability), “keadilan” (fairness), “pendidikan” (education), dan

ngembangan khusus dari sarjana hukum” (the special development

ities of the lawyer).28 Hukum yang predictable akan sulit terwujud jika

sparansi tidak menjadi pedoman dalam pelaksanaannya.

kerangka kon

dengan konsep yang digun

sep ah suatu bagian yang terpenting dari perumusan suatu teori.

Konsep pada dasarnya berperan dalam penelitian Tesis ini adalah

k menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realitas.

sep a dapat diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang

28 Leonard J.Theberge, Law and Economic Development, Jurnal of International Law and Policy, (Vol. 9, 1980), hlm. 232.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 37: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

24

Defenisi operasional ini mempunyai peranan penting dalam

menghindark

men

istil

esis ini dipergunakan juga defenisi

ope

a.

ksanakan proses pengurusan pendirian

perusahaan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan

relevan mengenai penanaman modal.

Tra

lang mpengaruhi perdagangan

inter

daga

T

pros keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan

informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.30

an perbedaan (diskriminasi). Pengertian antara penafsiran

dua (double) atau biasa juga disebut dengan istilah “dubius” dari suatu

ah yang dipergunakan.

Dalam proses penelitian T

rasional untuk memberikan pegangan bagi penulis, sebagai berikut :

Prinsip Transparansi

Keterbukaan dalam mela

nsparansi/transparency, istilah GATT, suatu prinsip bahwa

kah-langkah kebijakan nasional yang me

nasional harus benar-benar jelas dan terbuka untuk dinilai mitra

ngnya.29

ransparansi (transparency) yaitu keterbukaan dalam melaksanakan

es pengambilan

29 Eddie Rinaldy, Kamus Perdagangan Internasional, (Jakarta : Indonesia Legal Centre Publishing, 2006), hlm. 344. 30 Johny Sudharmono, Be G2C Good Governed Company, (Jakarta : Elex Media Komputindo, 2004), hlm. 8

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 38: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

25

Transparansi atau keterbukaan yaitu berusaha menyediakan informasi

perus haan,

trans

agar

dapa

beri

b. Pena

pengertian tentang penanaman modal adalah

segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam

negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah

nega

P

Dala m modal untuk melakukan usaha di

wila h

dala

P

Asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah

Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing,

baik ya

berp

a termasuk informasi teknis (technical information). Tujuan

paransi atau keterbuakan adalah membuka ketertutupan informasi,

tidak menimbulkan ketidakpastian bagi investor. Ketidakpastian

t mengakibatkan investor sulit mengambil keputusannya untuk

nvestasi.31

naman Modal

Pasal 1 butir 1 memberikan

ra Republik Indonesia.32

asal 1 butir 2 memberikan pengertian tentang Penanaman Modal

m Negeri adalah kegiatan menana

ya Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal

m negeri dengan menggunakan modal dalam negeri.

asal 1 butir 3 memberikan pengertian tentang Penanaman Modal

ng menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang

atungan dengan penanam modal dalam negeri.

31 BismaPersyaratan HukuNasty/wordpress.co 32 Hadi S

r Nasution (4), Prinsip Keterbukaan, Pengelolaan Perusahaan Yang Baik Dan m di Pasar Modal, (Februari 10, 2008) dapat diakses di http://www.Bismar m

etia Tunggal, Op.cit., hlm. 4.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 39: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

26

c. General Agreement on Trade in Services (GATS)

y tentang

Peng

Inte

untu

yaitu

(ii)

Comm

dari setiap negara meliberalisasikan perdagangan jasa.33

d. Domestic Regulations

Peratu ra lain

TS, untuk mengatur ketentuan-ketentuan

adm

diny

dapa

and

Requirement. 34

e. World Trade Organization (WTO)

Orga

khus B ngsa-Bangsa (PBB).

Salah satu kesepakatan yang dicetuskan dalam Putaran Urugua

aturan Prinsip-prinsip dan Ketentuan-ketentuan dalam Perdagangan

rnasional di Bidang Jasa, termasuk penerapan disiplin dan prosedur

k masing-masing sub sektor. GATS terdiri dari tiga kerangka dasar

: (i) Frame work agreement, berisikan peraturan dan disiplin umum,

Annexes, mengatur masing-masing sektor jasa, dan (iii) Schedule Of

itment atau SOC dari masing-masing negara, berisikan komitmen

ran perundang-undangan nasional yang berisikan anta

ketentuan-ketentuan umum GA

inistratif maupun prosedural terkait sektor-sektor jasa yang telah

atakan dalam Specific of Commitment. Domestic Regulations juga

t memuat ketentuan-ketentuan tentang Qualifications Requirements

Procedures, Tehnical Standard dan Licensing Procedure and

nisasi Perdagangan Dunia (OPD) memiliki status sebagai organ

us Perserikatan a

33 Eddie Rinal 34 Bismar

dy, Op.cit, hlm.128-129 Nasution (2), Op.cit, hlm.2.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 40: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

27

G. Metode Penelitian

salahan yang diangkat dan untuk menjawab tujuan

penelitian i

diu

1.

adalah penelitian hukum normatif. Penelitian

huk m

(doectrinal research

sebagai law as it written in the book, maupun hukum sebagai law as it by the

judge through judicial process.

Un ntang Penanaman Modal Kaitannya

De n

yur

ken

arti

atau suatu klasifikasi tanpa secara langsung bertujuan untuk membangun dan

menguji hipotesa-hipotesa atau teori-teori. Dengan kata lain, penelitian ini

merupakan penelitian hukum

me

pen

Sesuai dengan perma

ni, maka dalam metode penelitian ini langkah-langkah yang dipergunakan

raikan sebagai berikut :

Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan

u normatif menurut Ronald Dworkin disebut juga penelitian doktrinal

), yaitu suatu penelitian yang menganalisis baik hukum

35

Penelitian yang dilakukan terhadap Penerapan Prinsip Transparansi Dalam

dang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Te

nga Domestic Regulations WTO dilakukan dengan melalui pendekatan

idis, yaitu bagaimana hukum didayagunakan sebagai instrumen mewujudkan

yamanan berinvestasi. Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif analitis,

nya membatasi kerangka studi kepada suatu pengumpulan data, suatu analisis

normatif, yakni mengumpulkan, menganalisis dan

nsistematiskan hukum yang berlaku berkaitan dengan asas, konsep dan

elitian lapangan sebagai penunjang.

Bismar Nasution (5), Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum,

Hukum, (Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2003), hlm. 1. 35

Majalah

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 41: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

28

2. Sumber Data

Sumber bahan hukum pada penelitian ini didasarkan pada bahan-bahan

sum

dila

bah

kan upaya memperoleh bahan-

bahan

berwen

semua bahan-bahan yang diperlukan dapat diperoleh atau tersedia di

perpustakaan.

Adap

a. trian dan Perdagangan (Perindag) Propinsi Sumatera Utara

b. ) Propinsi Sumatera Utara

tudi pendahuluan.

Diperoleh informasi atau bahan bahwa potensi yang cukup besar untuk

berinvestasi dalam bidang usaha, antara lain di bidang industri (pabrikan),

perdagangan barang dan jasa, perhotelan, dan lain-lain.

ber berupa perpustakaan dan dokumen pemerintah. Penelitian lapangan juga

kukan untuk mendapatkan bahan-bahan guna melengkapi dan menunjang

an-bahan kepustakaan dan dokumen.

Penelitian lapangan yang dilaksanakan merupa

langsung berupa dokumentasi dari instansi-instansi pemerintah yang

ang dan terkait. Hal ini dilakukan oleh karena kemungkinan besar tidak

un yang menjadi informan adalah :

Staf Dinas Perindus

Staf Badan Investasi dan Promosi (BAINPROM

c. Staf Biro Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara

d. Pengurus Kantor Dagang dan Industri Daerah (Kadinda) Sumatera Utara

Sesuai dengan judul penelitian Tesis ini telah dilakukan s

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 42: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

29

Sumber data kepustakaan dan dokumen diperoleh dari :

a.

eempat Pembukaan UUD 1945

ungan

b. , artikel, hasil-hasil

seminar atau pertemuan ilmiah lainnya dari kalangan pakar hukum

c. Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang yang mencakup bahan

penulisan Tesis ini sepanjang surat kabar dan majalah tersebut memuat informasi

yang relevan dengan Penerapan Prinsip Transparansi Dalam Undang-Undang

Bahan hukum primer, terdiri dari :

1) Norma atau kaedah dasar, yaitu Alinea K

2) Peraturan dasar, yaitu Pasal 27 dan Pasal 33 UUD 1945

3) Peraturan Perundang-undangan (prinsip transparansi) yang berhub

dengan penanaman modal dalam kaitannya dengan Domestic Regulations

World Trade Organization (WTO).

Bahan hukum sekunder, seperti : hasil-hasil penelitian

yang memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan terhadap hukum primer

dan sekunder, serta bahan-bahan primer, sekunder dan tersier (penunjang) di

luar bidang hukum, misalnya yang berasal dari bidang budaya, sosiologi,

ekologi, lingkungan, filsafat dan lainnya yang dipergunakan untuk

melengkapi atau menunjang data penelitian.

Kamus, ensiklopedi, surat kabar dan majalah juga menjadi sumber bahan bagi

Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya Dengan Domestic

Regulations WTO.36

Soerjono Soekanto (1), Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, Cetakan Keempat, 1995), hlm. 88

36

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 43: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

30

3. Teknik Pengumpulan Data

ngumpulan data dalam penelitian ini

adalah

me

tert

4. Analisis Data

ukum, diolah dan dianalisis berdasarkan metode kualitatif

yaitu dengan melakukan : Pertama, menemukan makna atau konsep-konsep yang

terkandung dalam bahan hukum (konseptualisasi). Konseptualisasi ini dilakukan

denga

kali

ber

kat

dije

teo

menggunakan metode deduktif, untuk selanjutnya disajikan dalam bentuk uraian

kalimat.

Teknik yang dipergunakan untuk pe

dengan menggunakan studi dokumen yaitu dilakukan dengan

nginventarisir berbagai bahan hukum baik bahan hukum primer, sekunder dan

ier melalui penelusuran kepustakaan (library research).

Terhadap bahan h

n cara memberikan interpretasi terhadap bahan hukum berupa kata-kata dan

mat-kalimat ; Kedua, mengelompokkan konsep-konsep yang sejenis atau

kaitan (kategorisasi) ; Ketiga, menemukan hubungan di antara berbagai

egori ; Keempat, hubungan di antara berbagai kategori diuraikan dan

laskan. Penjelasan ini dilakukan dengan menggunakan perspektif pemikiran

ritis para sarjana. Kemudian dalam penarikan kesimpulan dengan

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 44: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

BAB II HUBUNGAN PRINSIP-PRINSIP HUKUM PERDAGANGAN

INTERNASIONAL DENGAN PERATURAN PENANAMAN MODAL

A. Prinsip-Prinsip Hukum Perdagangan Internasional dalam Kerangka WTO

1. Kesepakatan-Kesepakatan WTO

World Trade Organization (WTO) resmi berdiri pada tanggal

1 Januari 1995. Berdirinya WTO dilatar-belakangi oleh ketidakpuasan

Negara-negara penandatangan GATT terhadap status GATT yang tidak

bersifat permanen dan daya mengikatnya yang hanya bersifat kontraktual.

Pada Putaran Uruguay (1986–1994), negara-negara penandatangan GATT,

terutama negara-negara maju, lebih menghendaki adanya sebuah organisasi

perdagangan dunia yang permanen, memiliki daya mengikat secara hukum

(legally binding) terhadap anggota-anggotanya, serta memiliki lingkup

pengaturan perdagangan yang lebih luas. Kelemahan-kelemahan GATT

dipandang tidak mampu menyelesaikan masalah-masalah perdagangan

internasional yang terus berkembang.37

Agreement on Establishing World Trade Organization disetujui

sebagai salah satu hasil akhir Putaran Uruguay. Pembentukan WTO

dilatarbelakangi tujuan-tujuan sebagai berikut :38

37 Lebih lanjut Taryana, Sunandar, Op.cit, hlm. 6-7

38 Ibid, hlm. 127

31 Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 45: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

32

a. Membentuk sistem multilateral yang kuat yang mampu menangani berbagai masalah perdagangan di masa datang

b. Membentuk organisasi yang dapat menyediakan forum negosiasi dalam masa transisi dari sistem lama ke sistem yang baru. Juga menangani masalah-masalah baru seperti perdagangan jasa, perdagangan dan lingkungan

c. Meningkatkan status GATT menghadapi organisasi-organisasi internasional lain yang bertanggung jawab dalam hubungan ekonomi. Tujuannya adalah agar GATT menjadi setaraf dengan organisasi-organisasi Bretton Woods yakni Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia (IBRD), untuk membantu kegiatan ekonomi internasional.

d. Menempatkan GATT sebagai organisasi sentral dan penting yang bertanggung jawab mengatur masalah-masalah perdagangan dan ekonomi di antara negara-negara pesertanya.

WTO memberikan kerangka kelembagaan perdagangan di antara

anggota-anggotanya dalam hal-hal yang berhubungan dengan persetujuan-

persetujuan dan instrumen-instrumen hukum terkait yang tercakup di dalam

persetujuan-persetujuan perdagangan multilateral yang mengikat semua

anggota, persetujuan-persetujuan perdagangan plurilateral yang berlaku bagi

anggota-anggota yang telah menerimanya, dan mengikat anggota-anggota

tersebut, tidak menimbulkan baik kewajiban-kewajiban dan hak-hak bagi

anggota yang tidak menerimanya.

Dalam memainkan peran strategisnya pada penataan system

perdagangan WTO, mempunyai beberapa fungsi, yaitu sebagai berikut :39

a. memperlancar pelaksanaan, administrasi dan operasi dan mencapai sasaran-sasaran dari persetujuan ini serta persetujuan-persetujuan perdagangan multilateral, dan juga harus memberi suatu kerangka kerja bagi pelaksanaan, administrasi dan operasi persetujuan-persetujuan perdagangan plurilateral.

39 Ibid, hlm.4

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 46: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

33

b. menyediakan forum perundingan untuk anggota-anggotanya yang berhubungan dengan hubungan perdagangan multilateral mereka dalam bidang yang diatur di dalam persetujuan-persetujuan yang dilampirkan dalam persetujuan ini. OPD dapat juga menyediakan suatu forum bagi perundingan-perundingan lebih lanjut di antara anggota-anggotanya mengenai hubungan-hubungan perdagangan multilateral mereka, dan suatu kerangka kerja pelaksanaan hasil-hasil dari perundingan-perundingan tersebut, sebagaimana yang dapat diputuskan oleh Konferensi Tingkat Menteri.

c. mengatur kesepakatan mengenai tata tertib aturan dan prosedur

penyelesaian sengketa (selanjutnya disebut “Kesepakatan Penyelesaian Sengketa” atau “KPS”) dalam Lampiran 2 pada persetujuan ini.

d. mengatur Mekanisme Pemantauan Kebijaksanaan Perdagangan

(selanjutnya disebut “MPKP”) seperti yang terdapat pada Lampiran 3 persetujuan ini.

e. untuk mencapai keterkaitan yang lebih besar dalam pengambilan

kebijaksanaan ekonomi global, WTO harus bekerjasama, sebagaimana mestinya, dengan Dana Moneter Internasional dan dengan Bank Internasional harus rekonstruksi dan pembangunan serta badan-badan afiliasinya.

WTO dan kesepakatan-kesepakatan yang dihasilkannya tidak

ditujukan untuk menggantikan GATT, akan tetapi meneruskan dan

memperluas asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang telah dihasilkan dalam

kesepakatan-kesepakatan GATT terdahulu. GATT yang disempurnakan sejak

tahun 1947 adalah peraturan dasar dalam WTO. Oleh karena itu, kesepakatan-

kesepakatan WTO tetap dibangun diatas prinsip-prinsip perdagangan

internasional yang telah diletakkan GATT sejak tahun 1947.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 47: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

34

Berdasarkan kesepakatan para anggota, bahwa ketentuan GATT 1947

masih tetap berlaku dan merupakan bagian dari GATT 1994, kecuali protokol

tentang Pemberlakuan Ketentuan GATT untuk sementara (Protocol of

Provisional Application). Selain “Article Agreement” GATT 1947 juga

menjadi bagian dari GATT 1994 berbagai perjanjian/kesepakatan yang

dihasilkan oleh Putaran Tokyo (1973 – 1979).

Kesepakatan-kesepakatan tersebut, adalah sebagai berikut :40

a. Kesepakatan Penafsiran Pasal II ayat 1 (b) GATT Kesepakatan tentang Penafsiran Pasal II ayat 1 (b) GATT menyangkut lebih “bea pungutan lainnya” yang dikenakan selain tarif yang telah mengikat. Untuk memastikan transparansi hak dan kewajiban negara-negara anggota seperti tertuang dalam Pasal II alinea 1 (b), maka jenis dan besar “bea atau pungutan lainnya” yang dikenakan pada tarif yang diikat, harus dicatat di dalam Daftar Konsesi, tanpa merobah posisinya sebagai “bea pungutan lainnya”. Tanggal pencatatan semua tarif yang mengikat dilakukan pada tanggal 15 April 1994. Apabila suatu tarif sebelumnya sudah diberikan konsensi, maka besarnya “bea pungutan lainnya” yang dicatat dalam Daftar Konsesi, tidak boleh melebihi besarnya “bea atau pungutan lainnya” tersebut pada saat pertama kali digabungkan ke dalam daftar. Setiap anggota WTO dapat melakukan tuntutan terhadap keberadaan “bea atau pungutan lainnya” asalkan pada saat pengikatan tarif asli tidak ada “bea atau pungutan lainnya”.

b. Kesepakatan tentang Penafsiran Pasal VII GATT Pasal VII GATT mengatur perdagangan yang dilakukan oleh negara (State Trading Enterprise). Yang dimaksudkan dengan “State Trading” adalah perusahaan milik pemerintah atau Badan Milik Pemerintah termasuk Badan Pemasaran (Marketing Boards), yang telah diberi hak-hak istimewa dan khusus atau diistimewakan, berdasarkan kekuatan peraturan perundang-undangan atau konstitusi, dimana dalam praktek kegiatannya melalui pembeliannya atau penjualannya dapat mempengaruhi

40 Ibid, hlm. 137-140

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 48: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

35

tingkat atau arah impor atau ekspor. Menurut Pasal XVII ayat 1, negara anggota wajib konsisten dengan prinsip dasar GATT 1994 untuk tidak melakukan diskriminasi, terutama dalam menerapkan kebijakan-kebijakan pemerintah yang dapat mempengaruhi impor atau ekspor yang dilakukan oleh pedagang swasta. Kesepakatan tersebut menentukan bahwa negara anggota harus memberitahukan tentang keberadaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kepada Dewan Perdagangan Barang untuk dievaluasi oleh kelompok kerja (working party) yang akan dibentuk sesuai dengan ketentuan alinea 5. Keharusan pemberitahuan itu tidak berlaku terhadap impor produk yang perlu segera digunakan baik oleh pemerintah maupun perusahaan sebagaimana spesifikasi di atas tidak untuk dijual kembali atau dipergunakan untuk memproduksi barang untuk dijual. Setiap negara anggota akan meninjau kebijaksanaannya, sehubungan dengan kepatuhan pemberitahuan BUMN kepada Dewan Perdagangan Barang. Dengan tinjauannya setiap negara anggota sejauh mungkin harus memperhatikan kepastian transparansi sehingga memungkinkan untuk dipahaminya operasi BUMN yang diberitahukan dengan pengaruhnya terhadap perdagangan internasional.

c. Kesepakatan tentang Ketentuan Neraca Pembayaran Kesepakatan ini merupakan kesepakatan Penafsiran Pasal XII tentang Penerapan Kuota karena alasan kesulitan neraca pembayaran, dan XVIII : B dan persyaratan dalam Deklarasi 1979 mengenai Kebijaksanaan Perdagangan untuk Tujuan Neraca Pembayaran bagi Negara Berkembang. Namun kesepakatan ini tidak dimaksudkan untuk mengubah hak dan kewajiban para anggota menurut Pasal XII atau XVIII:B GATT. Para anggota telah sepakat untuk memberitahukan secepatnya jadwal penghapusan kebijaksanaan impor yang ditujukan untuk perbaikan neraca pembayaran. Tetapi apabila ada keberatan pemberitahuan itu, perlu diberikan alasan pembenaran yang jelas. Kebijaksanaan pembatasan impor yang akan diterapkan itu adalah pembatasan yang dampak hambatannya paling minim. Kebijaksanaan tersebut mencakup : bea masuk tambahan, ketentuan deposit impor atau kebijaksanaan serupa lainnya yang mempunyai dampak terhadap harga barang impor. Kebijaksanaan tersebut dilaksanakan dalam bentuk tambahan bea masuk yang diumumkan secara jelas sesuai dengan ketentuan prosedur notifikasi.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 49: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

36

Pada dasarnya harus dihindarkan penggunaan kuota untuk tujuan neraca pembayaran, kecuali bila neraca pembayaran dalam keadaan kritis, dimana kebijaksanaan harga tidak cukup untuk mengatasi kesulitan neraca pembayaran. Dalam hal terjadi keadaan seperti itu, harus diberikan alasan pembenaran yang jelas mengapa kebijaksanaan harga tidak cukup untuk mengatasi kesulitan neraca pembayaran yang dihadapi. Selanjutnya negara yang mengenakan kuota harus menjelaskan perkembangan neraca pembayarannya dan pengurangan kuotanya. Satu jenis produk hanya boleh dikenakan satu jenis pembatasan impor. Selanjutnya diatur tentang prosedur konsultasi dalam rangka neraca pembayaran, pemberitahuan tertulis dan pencatatan, dan hasil konsultasi neraca pembayaran. Lembaga yang bertugas menangani masalah ini adalah Komite Pembatasan-Pembatasan dalam rangka kesulitan neraca pembayaran yang melaksanakan serangkaian konsultasi untuk menilai semua kebijaksanaan pembatasan impor.

d. Kesepakatan tentang Penafsiran Pasal XXVI tentang “Free Trade Area” dan “Custom Union” Kesepakatan ini bertujuan untuk mempermudah perdagangan dari anggota lain dengan wilayah perdagangan bebas dan tidak menambah hambatan perdagangan negara-negara anggota WTO lainnya dengan anggota wilayah tersebut. Oleh karenanya dalam pembentukan atau perluasan keanggotaannya sedapat mungkin menghindari terjadinya dampak ikatan dalam perdagangan negara anggota WTO lainnya.

e. Kesepakatan tentang Penundaan Kewajiban Menurut GATT Permohonan penundaan syarat yang telah ada harus disertai uraian tentang tindakan-tindakan yang akan diambil oleh anggota, tujuan kebijaksanaan khusus yang diupayakan oleh anggota dan sebab-sebab yang menghalangi anggota untuk mencapai tujuan kebijaksanaannya dengan tindakan-tindakan yang konsisten dengan kewajiban menurut GATT 1994. Penundaan syarat apapun yang berlaku pada tanggal diberlakukannya persetujuan WTO akan terhenti, kecuali diperpanjang sesuai dengan prosedur-prosedur di atas dan prosedur Pasal IX c dan prosedur WTO pada tanggal selesainya atau dua tahun dari tanggal dimulainya Persetujuan WTO.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 50: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

37

f. Kesepakatan Penafsiran Pasal XXVIII GATT Kesepakatan ini merupakan penafsiran dari ketentuan tentang prosedur penarikan kembali konsesi tarif. Untuk maksud perubahan atau penarikan kembali konsesi, anggota yang mempunyai rasio ekspor tertinggi dipengaruhi oleh konsesi tersebut (yaitu ekspor produk ke pasar anggota yang merubah atau menarik kembali konsesi tersebut), terhadap ekspor totalnya akan dianggap mempunyai kepentingan pemasokan utama jika sebelumnya sudah tidak mempunyai hak negosiasi awal atau kepentingan pemasokan utama seperti diatur dalam Pasal XVIII. Kesepakatan tersebut akan ditinjau ulang oleh Dewan Perdagangan Barang setelah lima tahun dari tanggal berlakunya WTO untuk menguji apakah kriteria tersebut telah berjalan secara baik dalam menentukan redistribusi hak-hak negosiasi bagi kepentingan ekspor berskala kecil dan menengah.

g. Protokol Marrakesh dari GATT 1994 Daftar tarif dari para anggota yang terlampir dalam protokol menjadi daftar tarif GATT 1994 WTO berlaku. Daftar tarif yang disampaikan dalam kerangka keputusan para menteri mengenai negara-negara berkembang yang paling terbelakang akan menjadi lampiran dari protokol.

Selain kesepakatan tentang penyempurnaan mekanisme GATT, juga

tercakup dalam perjanjian akhir Putaran Uruguay masalah-masalah baru di

bidang perdagangan barang seperti ketentuan investasi yang dapat

mempengaruhi perdagangan, terutama yang dapat menghambat pelaksanaan

ketentuan Pasal III dan Pasal XI GATT 1947 yaitu tentang Pengenaan Pajak

Dalam Negeri dan Pembatasan Fisik Barang dan Perdagangan yang terkait

dengan Perlindungan Hak Milik Intelektual. Bahkan dengan kesepakatan

Putaran Uruguay, telah memperluas cakupan lingkup pengaturan GATT tidak

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 51: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

38

hanya menyangkut produk barang, tetapi juga jasa yang diatur di dalam

perjanjian tersendiri dan merupakan bagian dari perjanjian WTO.41

Disamping kesepakatan-kesepakatan tersebut, WTO juga

menghasilkan sejumlah kesepakatan yang tidak saja mengatur masalah tarif

dan perdagangan internasional, tetapi meluas pada peraturan perdagangan

internasional yang terkait dengan ketentuan-ketentuan penanaman modal,

yakni :

a. General Agreement on Trade in Services (GATS)

General Agreement on Trade in Services (GATS) meletakkan

aturan-aturan dasar bagi perdagangan internasional di bidang jasa. GATS

berisikan dua kumpulan kewajiban utama, yaitu kumpulan tentang konsep,

prinsip dan aturan yang menetapkan kewajiban yang berlaku bagi seluruh

“measures” yang mempengaruhi perdagangan jasa dan kumpulan

kewajiban khusus hasil negosiasi yang merupakan komitmen yang berlaku

untuk sektor jasa dan sub sektor jasa yang terdaftar pada “Schedule of

Commitment”.42

WTO yang mengambil alih peranan GATT dalam memelihara

sistem perdagangan dunia yang terbuka dan bebas adalah organisasi

internasional lainnya. Berbeda dengan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB),

WTO benar-benar mempunyai “gigi”, kemudian tidak seperti IMF dan

World Bank, WTO mempunyai misi yang sangat jelas dan tindakan serta 41 Ibid, hlm. 144 42 Syahmin, AK., Hukum Dagang Internasional dalam Kerangka Studi Analitis, (Jakarta :: Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 171

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 52: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

39

aturan yang dikeluarkannya berlaku sama bagi setiap negara anggota,

tanpa membedakan negara berkembang dan maju.

Salah satu aspek yang dicakup oleh WTO adalah perdagangan jasa

yang diatur dalam GATS yang merupakan salah satu lampiran (annex)

dari perjanjian pembentukan WTO (selanjutnya disebut dengan Perjanjian

WTO). GATS meletakkan aturan-aturan dasar bagi perdagangan

internasional di bidang jasa. Aspek perdagangan jasa ini merupakan aspek

yang sama sekali tidak disentuh secara mendalam oleh GATT. Tujuan

dibentuknya GATS ditegaskan dalam Deklarasi Punta del Este, deklarasi

yang merupakan dasar dilaksanakannya perundingan Putaran Uruguay,

yaitu untuk membentuk suatu kerangka multilateral dari prinsip dan aturan

tentang perdagangan jasa.

Sebagaimana telah ditegaskan di atas, secara garis besar GATS

berisikan dua kumpulan kewajiban. Pertama, adalah kumpulan tentang

konsep, prinsip, dan aturan yang menciptakan kewajiban yang berlaku

bagi seluruh measure yang mempengaruhi perdagangan jasa. Kedua

adalah kumpulan tentang kewajiban khusus hasil negosiasi yang

merupakan komitmen yang berlaku untuk sektor jasa dan sub-sektor jasa

yang terdaftar pada Schedule of Commitment (selanjutnya disingkat

dengan SOC) negara anggota. Di samping itu, perjanjian ini juga berisikan

lampiran tentang sektor-sektor jasa tertentu yang mempunyai karakteristik

khusus serta keputusan-keputusan dan Understanding. Kedua komponen

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 53: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

40

ini merupakan satu kesatuan yang berlaku dan mengikat seluruh anggota

WTO.

Kumpulan pertama GATS berisikan kewajiban umum yang beberapa

di antaranya berlaku untuk seluruh sektor jasa (misalnya most-favoured-

nation dan transparansi) dan beberapa hanya berlaku untuk SOC

(misalnya Pasal XI tentang Payment and Transfers). Sementara itu,

kumpulan kedua berupa komitmen pembukaan akses pasar yang

ditawarkan kepada anggota lain sebagai hasil perundingan.

Secara lebih rinci GATS terdiri dari 6 Bagian, 29 Pasal dan 8

Lampiran (annex) yang dapat dikelompokkan ke dalam 6 (enam)

kelompok, yaitu :

1) Kewajiban umum yang berlaku bagi semua anggota; 2) Kewajiban khusus yang tercantum dalam SOC masing-masing

anggota; 3) Ketentuan pengecualian terhadap kewajiban; 4) Isu-isu untuk perundingan mendatang; 5) Annex dan keputusan menteri yang menjelaskan berbagai aspek

GATS; 6) Masalah-masalah teknis, prosedural, dan administratif

Dalam ketentuan umum, diatur prinsip-prinsip yang tidak jauh

berbeda dengan prinsip-prinsip yang diatur GATT. Prinsip-prinsip

tersebut antara lain :

1) Most-favoured-nation treatment (non-discrimination); 2) Protection through specific commitment (termasuk market

acces), national treatment dan additional commitment); 3) Transparansi; 4) Peningkatan partisipasi negara sedang berkembang;

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 54: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

41

5) Integrasi ekonomi; 6) Liberalisasi bertahap ; dan 7) Keadaan darurat.43

Ruang lingkup perdagangan internasional di bidang jasa sesuai Pasal

1 ayat (1) GATS, yang berbunyi : “This agreement applies to measures by

member affecting trade in services”.

Pasal ini mencoba memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud

dengan “trade in services”, adalah perdagangan jasa yang dilakukan

dengan cara sebagai berikut :44

1) Jasa yang diberikan dari suatu wilayah negara ke wilayah negara lainnya (cross border) misalnya jasa yang mempergunakan media telekomunikasi;

2) Jasa yang diberikan dalam suatu wilayah negara kepada konsumen dari negara lain (consumption abroad) misalnya turisme;

3) Jasa yang diberikan melalui kehadiran badan usaha suatu negara dalam wilayah negara lain (commercial presence) misalnya pembukaan kantor cabang bank asing;

4) Jasa yang diberikan oleh warga negara suatu negara wilayah negara lain (presence of natural person) misalnya jasa konsultan, pengacara dan akuntan.

b. Agreement on Trade Related Investment Measures (TRIMs)

Di bidang TRIMs perjanjian yang akan disepakati tidak mencakup

masalah investasi seperti yang dikehendaki negara maju, melainkan

terbatas pada interpretasi lebih lanjut terhadap ketentuan yang sudah ada

dalam GATT. Dalam perjanjian yang akhirnya disetujui dalam perjanjian

43 Ibid, hlm. 172-174 44 Ibid, hlm. 179-180

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 55: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

42

Uruguay Round. Hal pokok yang menjadi hasil perjanjian di bidang

TRIMs adalah penekanan kembali tentang ketentuan GATT yang

melarang adanya “local content requirement dan trade balancing”.45

Dirjen GATT merumuskan ilustrative list yang kemudian dijadikan

lampiran integral dari Agreement on TRIMs sebagai berikut :

“a. Persyaratan penanaman modal yang tidak sejalan dengan keharusan perlakuan sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal III.4 GATT 1994 : (1) Pembelian atau penggunaan produk-produk yang berasal dari

dalam negeri atau dari sumber dalam negeri lainnya dirinci menurut produk-produk tertentu, volume atau nilai barang produk, atau menurut perbandingan dari volume atau nilai produksi lokal ; atau

(2) Pembelian atau penggunaan produk impor oleh perusahaan dibatasi sampai jumlah tertentu dikaitkan dengan volume atau nilai produksi lokal yang diekspor;

b. Persyaratan penanaman modal yang tidak sejalan dengan

keharusan penghapusan pembatasan kuantitatif, sebagaimana diatur dalam Pasal XI ayat (1) GATT 1994 : (1) Impor produk yang dipakai dalam proses produksi atau

terkait dengan produksi lokalnya secara umum atau senilai produk yang diekspor oleh perusahaan yang bersangkutan ;

(2) Impor produk yang dipakai dalam atau terkait produksi lokal dengan membatasi aksesnya terhadap devisa luar negeri sampai jumlah yang terkait dengan devisa yang dimasukkan oleh perusahaan yang bersangkutan ;

(3) Ekspor atau penjualan untuk ekspor apakah dirinci menurut produk-produk khusus, menurut volume atau nilai produk-produk atau menurut perbandingan volume atau nilai dari produksi lokal perusahaan yang bersangkutan”.46

45 Ibid, hlm. 86-87. 46 Mahmul Siregar (1), Op.cit, hlm. 63-64.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 56: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

43

c. Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights

Persetujuan tentang aspek-aspek dagang Hak Atas Kekayaan

Intelektual (Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property

Rights – TRIMs), merupakan standar internasional yang harus diterapkan

negara anggota WTO dalam peraturan perundang-undangan yang

mengatur berkenaan dengan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) atau

Hak Cipta, dan hak-hak yang terkait, seperti Merek Dagang, Indikasi

Geografis, Disain Industri, Paten, Hak Atas Topografi Rangkaian Terpadu

Semi Konduktor, Perlindungan Mengenai Undisclosed Information, dan

Pengawasan Terhadap Praktek yang Membatasi Konkurensi dan Kontrak

Lisensi.47

Di bidang TRIPs, Indonesia seperti juga negara berkembang

lainnya, ditempatkan dalam kedudukan yang terpaksa untuk memikul

beban dalam memberikan perlindungan terhadap hak atas kekayaan

intelektual dari negara maju sebagai imbalan dalam kesediaan negara maju

menyelesaikan perundingan Uruguay Round dan memberikan akses ke

pasar. Untuk mengantisipasi adanya kesulitan dalam melaksanakan

implementasi, pihak Indonesia dalam perundingan berulang kali

menekankan perlunya pemikiran mengenai masalah pelaksanaan.

Berdasarkan pertimbangan itu Indonesia menghendaki adanya fleksibilitas

dalam ketentuan menerapkan kewajiban enforcement dan bantuan teknis

47 Bismar Nasution (1), Op.cit, hlm. 6

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 57: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

44

yang konkret dalam pelaksanaan. Dalam perjanjian TRIPs, telah

disepakati perlunya ada bantuan teknis untuk melaksanakan enforcement

dalam kewajiban TRIPs.48

2. Prinsip-Prinsip Hukum Perdagangan Internasional Dalam Kerangka

WTO

Dari waktu ke waktu ketentuan GATT disempurnakan lewat berbagai

putaran perundingan, terakhir lewat perundingan Putaran Uruguay (1986-

1994) yang berhasil membentuk sebuah Organisasi Perdagangan Dunia

(World Trade Organization), yang akan melaksanakan dan mengawasi aturan-

aturan perdagangan internasional yang telah dirintis GATT sejak tahun 1947.

Aturan-aturan GATT 1947 diintegrasikan ke dalam sistem WTO, yang tidak

hanya mengatur perdagangan barang, tetapi juga perdagangan jasa, masalah

hak milik intelektual, dan aspek-aspek penanaman modal yang terkait.49

Dalam menghadapi era globalisasi yang tengah berjalan di segala

sektor dewasa ini, Indonesia telah meratifikasi beberapa perjanjian penting

yang di antaranya adalah menjadi peserta organisasi internasional seperti

WTO, APEC, AFTA, dan lain-lain. Konsekuensi penting dari keanggotaan

suatu organisasi dunia, seperti WTO yang diratifikasi Indonesia melalui

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 pada tanggal 2 November 1994

mewajibkan Indonesia berhati-hati dalam memberlakukan peraturan ekonomi.

48 Syahmin, AK., Op.cit, hlm. 85-86 49 Syahmin, AK., Op.cit, hlm. 12.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 58: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

45

Dalam berpartisipasi mewujudkan globalisasi perdagangan bebas

tahun 2020, maka melalui Undang-undang No.5 Tahun 1999, Indonesia telah

menunjukkan itikad baik untuk siap bersaing secara internasional.50

Ratifikasi yang dilakukan pemerintah Indonesia atas Agreement

Establishing the World Trade Organization dilihat dari segi hukum

merupakan suatu langkah yang tidak dapat dicegah sebab sebagai negara yang

berkembang dengan posisi lemah dalam peraturan dagang inernasional,

Indonesia harus meletakkan tumpuan pada suatu forum multilaral, yakni

WTO sebagai wujud suatu kekuasaan internasional di bidang perdagangan

antar negara, yang diharapkan menegakkan rule of law dalam masyarakat

global. Hal yang paling membutuhkan perlindungan hukum adalah pelaku

yang posisinya paling lemah.

Sejak tahun 2003 telah berlaku era pasar bebas untuk perdagangan

bebas AFTA (Asean Free Trade Area) dan tahun 2010 untuk negara-negara

APEC (Asia Pasific Economic Cooperation) yang Indonesia juga turut di

dalamnya dan secara keseluruhan negara anggota WTO (World Trade

Organization) pada tahun 2020.51

World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia

(OPD), mempunyai sejumlah prinsip, yaitu :52

50 Ibid, hlm. 14. 51 Ibid, hlm. 15 52 Nurdin, Muhammad Husin, Indonesia Dalam Lipatan Ekonomi Global (GATT/WTO), (Banda Aceh : Sophia Center, 2007), hlm. 45-47.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 59: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

46

a. Most Favored Nation (MFN) atau Non diskriminasi Prinsip Most Favored Nation (MFN) menyatakan bahwa perdagangan internasional antara anggota GATT harus dilakukan secara non-diskriminatif. Dengan demikian prinsip utama adalah bahwa konsensi yang diberikan kepada suatu negara mitra dagang harus berlaku pula bagi semua negara lainnya. Satu negara tidak boleh diberi perlakuan lebih baik atau lebih buruk daripada negara lain. Dengan demikian maka semua negara ditempatkan pada kedudukan yang sama, dan semua negara harus turut menikmati peluang yang tercapai dalam liberalisasi perdagangan internasional dan memikul kewajiban yang sama.

b. National Treatment

Prinsip National Treatment adalah merupakan sisi lain dari konsep non-diskriminasi. Prinsip ini melarang perbedaan perlakuan antara barang asing dan barang domestik yang berarti bahwa pada saat suatu barang impor telah masuk ke pasaran dalam negeri suatu anggota, dan setelah melalui daerah pabean serta membayar biaya masuk, maka barang impor tersebut harus diperlakukan secara tidak lebih buruk daripada hasil dalam negeri.

c. Tarif sebagai Instrumen Tunggal untuk Proteksi

Menurut prinsip ini, GATT mengizinkan proteksi terhadap hasil dalam negeri. Namun dengan proteksi yang diperlukan terhadap hasil dalam negeri hanya dapat dilakukan melalui tarif atau bea masuk yang dikenakan terhadap barang impor, dan tidak boleh dengan cara pembatasan lainnya. Antara lain, maksud prinsip ini adalah agar proteksi yang diberikan terhadap hasil dalam negeri dan pembatasan yang diterapkan terhadap barang impor, dapat diterapkan dengan cara yang lebih jelas atau transparan, dan dampak distorsi akibat proteksi tersebut dapat dilihat secara lebih jelas.

d. Tariff Binding

Untuk lebih menjamin perdagangan internasional yang lebih predictable, maka diterapkan ketentuan untuk melakukan tariff binding atau suatu komitmen yang mengikat negara-negara anggota supaya tidak meningkatkan bea masuk terhadap barang impor setelah masuk dalam daftar komitmen binding.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 60: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

47

e. Persaingan yang Adil Aturan GATT juga mengandung prinsip persaingan yang adil atau fair competition. Dengan semakin terjadinya subsidi terhadap ekspor serta terjadinya dumping, GATT semakin menghadapi masalah. Aturan main yang berlaku bagi negara peserta GATT untuk menghadapi subsidi ekspor maupun untuk dumping tersebut pada teks dalam perjanjian GATT maupun pada Anti Dumping Code dan Subsidies Code hasil Tokyo Round. Untuk menghadapi dumping dan subsidi ekspor, negara pengimpor diberi hak untuk mengadakan anti dumping duties dan countervailing duties sebagai imbalan ataupun tindakan balasan terhadap dumping atau subsidi ekspor.

f. Larangan terhadap Restriksi Kuantitatif Prinsip lain dalam GATT adalah larangan umum terhadap restriksi yang bersifat kuantitatif, yakni quota dan jenis pembatasan yang serupa. Ketentuan ini oleh para pendiri GATT dianggap sangat penting karena pada waktu GATT didirikan pembatasan kuantitatif merupakan hambatan yang paling serius dan yang paling sering ditemui sebagai warisan dari zaman depresi pada tahun 1930-an. Namun demikian gejala peningkatan penerapan pembatasan kuantitatif pada beberapa tahun ini semakin meningkat gejala tersebut misalnya terdapat misalnya di bidang pertanian, tekstil, baja dan barang hasil industri yang mempunyai arti penting bagi negara-negara berkembang. Namun demikian GATT memperbolehkan pembatasan kuantitatif yang diterapkan oleh negara anggota dalam hal suatu negara menghadapi masalah dalam hal neraca pembayarannya. Dan langkah pembatasan kuantitatif yang diambil suatu negara anggota tidak boleh melampaui batas waktu yang diperlukan untuk mengatasi masalah neraca pembayaran.

Menurut Olivier Long53, prinsip-prinsip WTO/OPD, adalah sebagai

berikut :54

53 Olivier Long, adalah mantan pimpinan Sekretariat GATT (Direktur Jenderal GATT) 54 Syahmin AK., Op.cit, hlm. 47-49

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 61: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

48

a. Most Favored Nation atau Non-diskriminasi Prinsip yang utama dalam GATT adalah prinsip non diskriminasi yang dalam GATT disebut prinsip Most-Favored Nation (MFN). Secara ringkas MFN ini merupakan suatu prinsip bahwa perdagangan internasional antara anggota GATT harus dilakukan secara non diskriminasi. Dengan demikian, prinsip utama adalah bahwa konsensi yang diberikan kepada satu negara mitra dagang harus berlaku pula bagi semua negara. Satu negara tidak boleh diberi perlakuan lebih baik atau lebih buruk daripada negara lainnya. Semua negara ditempatkan pada kedudukan yang sama dan semua negara harus turut menerima menikmati peluang yang tercapai dalam liberalisme perdagangan internasional dan mewakili kewajiban yang sama.

b. National Treatment

Prinsip national treatment melarang perbedaan perlakuan antara barang asing dan barang domestik yang berarti bahwa pada saat suatu barang impor telah masuk ke pasar dalam negeri suatu anggota dan setelah melalui daerah pabean serta membayar bea masuk (bila ada), barang impor tersebut harus diperlakukan secara tidak lebih buruk daripada barang hasil dalam negeri.

c. Tarif sebagai instrumen tunggal untuk proteksi

Prinsip ketiga adalah GATT mengizinkan proteksi terhadap barang hasil dalam negeri, namun demikian proteksi yang diperlakukan terhadap hasil dalam negeri hanya dapat diperlakukan melalui tarif atau bea masuk yang dikenakan terhadap barang impor dan tidak boleh dengan cara pembatasn lainnya.

d. Tarif Binding

Untuk lebih menjamin perdagangan internasional yang lebih dapat ditafsir (lebih predictable), maka diterapkan ketentuan untuk melakukan tarif binding atau suatu komitmen yang mengikat negara-negara anggota supaya tidak meningkatkan bea masuk terhadap barang impor setelah masuk dalam daftar komitmen binding.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 62: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

49

e. Persaingan yang adil Aturan GATT juga mengandung prinsip persaingan yang adil atau fair competition. Dengan semakin terjadinya subsidi terhadap ekspor serta terjadinya dumping, GATT semakin menghadapi masalah. Untuk menghadapi dumping dan subsidi ekspor, negara pengimpor diberi hak untuk mengenakan anti dumping duties dan counter vailing duties sebagai imbalan ataupun tindakan balasan terhadap dumping atau subsidi ekspor.

f. Larangan terhadap restriksi kuantitatif

Prinsip lain dalam GATT adalah larangan umum terhadap restriksi yang bersifat kuantitatif, yakni kuota dan jenis pembatasan yang serupa. Ketentuan ini oleh para pendiri GATT dianggap sangat penting karena pada waktu GATT didirikan, pembatasan kuantitatif merupakan hambatan yang serius dan paling sering diterima sebagai warisan dari zaman depresi pada tahun 1930.

g. Waiver dan pembatasan darurat terhadap impor

GATT mengizinkan diadakan perkecualian dalam bentuk waiver dan langkah darurat lain. Perkecualian dalam bentuk waiver yang diizinkan adalah dalam kasus tertentu, yaitu dalam suasana darurat yang memilih penanganan dengan mengambil langkah proteksi karena industri dalam negerinya menghadapi masalah. Proteksi tersebut merupakan langkah darurat yang bersifat sementara (safe guards).

Sistematika dari uraian mengenai berbagai prinsip-prinsip tersebut di

atas terdapat pada publikasi GATT yang dikeluarkan oleh Sekretariat GATT.

Uraian tersebut merumuskan suatu sistematika yang secara “arsitektur”

menunjang pandangan yang mengandung tema utama yang mengarah pada

tujuan akhir untuk menerapkan sistem perdagangan yang terbuka dan bebas.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 63: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

50

Prinsip-prinsip tersebut juga dapat disusun dalam suatu “arsitektur”

yang tujuan akhirnya dapat lebih “bernuansa”. Walaupun substansinya sama,

namun urutan sistematika yang sifatnya lebih “bernuansa” telah

dikembangkan oleh Olivier Long, mantan Direktur Jenderal GATT, dimana

“arsitektur” GATT terdiri dari prinsip-prinsip dasar yang tegas tetapi dengan

aturan main yang mengandung prosedur-prosedur yang ditentukan secara

terinci apabila diperlukan adanya perkecualian terhadap prinsip-prinsip

tersebut. Di sinilah letaknya fleksibilitas GATT.

Tetapi fleksibilitas tersebut di atas juga merupakan sumber sengketa

yang dapat timbul bukan saja karena perbedaan interpretasi teknis tetapi juga

perbedaan yang sumbernya lebih fundamental, tetapi yang tertutup oleh

nuansa. Untuk lebih mempertajam aturan main yang masih mengandung

nuansa yang tidak terlalu jelas maka secara bertahap dan berkala, GATT

menyelenggarakan perundingan yang tujuannya adalah antara lain

mempertajam isi dari aturan main yang ada agar penerapannya dapat lebih

memenuhi sasaran dan isinya dianggap lebih adil.55

B. Prinsip-Prinsip Hukum WTO Dalam Perdagangan Jasa Internasional

Dalam ketentuan umum diatur prinsip-prinsip perdagangan jasa (GATS),

antara lain :56

55 H.S.Kartajoemena, Substansi Perjanjian GATT/WTO dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa, (Jakarta : UI-Press, 2000), hlm.43 56 Syahmin AK., Op.cit, hlm. 184

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 64: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

51

1. Most Favoured-Nation Treatment (MFN)

MFN merupakan suatu kemudahan yang diberikan kepada suatu negara juga

harus diberikan untuk negara lain. MFN ini merupakan prinsip utama di dalam

perdagangan barang (GATT) yang juga dipakai dalam perdagangan jasa (GATS).

Konsep MFN ini mempunyai sejarah amat panjang yang dapat ditelusuri

keberadaannya sejak abad ke-12, meskipun secara formal konsep ini muncul

pertama sekali pada abad ke-17. Pertumbuhan perdagangan selama abad ke-15

dan 16 kelihatannya menjadi sebab utama munculnya klausul MFN. Amerika

Serikat menggunakan klausul ini pada tahun 1778 pada perjanjiannya yang

pertama dengan Prancis.

MFN atau dikenal juga dengan prinsip nondiskriminasi merupakan suatu

kewajiban umum (general obligation) dalam GATS. Kewajiban ini bersifat

segera (immediately) dan otomatis (unconditionally).

Dalam pengaturan mengenai MFN pada Pasal II Paragraf I GATS

dipergunakan perumusan “…. each Member shall accord immediately and

unconditionally to services and services supplier of any other Member,

“treatment non less favourable” than it accord to like services and services

supplier of any other country”. Istilah “treatment no less favourable” juga

digunakan di dalam Pasal XVI tentang market acces dan Pasal XVII tentang

national treatment.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 65: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

52

Perbedaannya ialah dalam MFN treatment no less favourable yang

dibandingkan adalah perlakuan yang diberikan terhadap services supplier dari

suatu negara dengan negara lainnya, sedangkan dalam national treatment yang

dibandingkan adalah perlakuan yang diberikan terhadap domestic services

supplier dengan foreign services supplier. Sementara itu, dalam market acces

pengertiannya adalah perlakuan yang diberikan terhadap foreign services supplier

oleh suatu negara harus sesuai dengan persyaratan dan pembatasan yang

tercantum di dalam Schedule of Commitments (SOC) negara itu.

Meskipun demikian, sistem GATS memberikan kebebasan bagi anggotanya

untuk menyimpang dari kewajiban MFN. Oleh karena itu, suatu anggota dapat

saja memberikan perlakuan yang lebih baik atas suatu sektor jasa kepada suatu

atau beberapa anggota dibandingkan dengan yang diberikan kepada anggota lain

sepanjang anggota lain tersebut diperlakukan minimal sesuai dengan yang

dicantumkan dalam SOC. Akan tetapi, suatu negara tidak dibenarkan untuk

memberikan perlakuan yang lebih sedikit dari yang dicantumkan dalam SOC

kepada suatu atau beberapa anggota (misalnya berdasarkan prinsip resiprositas).

Masalah MFN exemption ini hampir menggagalkan perundingan Putaran

Uruguay pada bulan Desember 1993 yang lalu. Amerika Serikat melakukan

pendekatan yang dianggap oleh mitra rundingnya sebagai suatu kekeliruan.

Pendekatan AS ini dikenal dengan two-tier approach yang khusus diberlakukan

untuk sektor jasa keuangan. Dalam pendekatan ini AS memberlakukan tiga

kategori mitra dagangnya, yaitu : (a) negara yang memperoleh seluruh manfaat

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 66: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

53

atas komitmen yang diberikan ; (b) negara yang hanya memperoleh manfaat

sebagian komitmen ; (c) negara yang tidak memperoleh manfaat dari komitmen

AS. Pendekatan ini secara prinsipil bertentangan dengan konsep MFN exemption.

Sebagai jalan keluar, untuk menghindari kegagalan perundingan, disepakati

untuk melanjutkan perundingan di sektor jasa keuangan sampai dengan akhir Juni

1995. Dalam lanjutan perundingan AS menegaskan kembali posisinya bahwa AS

akan membuka jasa keuangannya kepada semua anggota WTO sepanjang negara

lain meningkatkan pembukaan pasar jasa keuangannya.

2. Protecting Through Specific Commitments

Dalam perdagangan barang anggota (contracting parties), GATT mempunyai

empat kewajiban utama, yaitu (a) memberlakukan trade barrier secara

nondiskriminasi; (b) membatasi tarif pada tingkat yang ditetapkan dalam tariff

schedule; (c) membatasi penerapan other barrier ; dan (d) menyelesaikan

sengketa dengan cara konsultasi dan proses penyelesaian sengketa khusus.

Dalam perdagangan jasa, proteksi dengan menggunakan pembatasan tarif

tersebut tidak bisa dilaksanakan karena jasa-jasa itu sendiri, mengingat sifatnya

yang abstrak, masuk ke suatu wilayah tidak melalui pelabuhan (customs) sehingga

tidak dapat dihambat melalui tarif. Oleh karena itu, proteksi yang dapat dilakukan

dalam perdagangan jasa adalah dalam bentuk SOC yang dibuat masing-masing

negara sesuai dengan keadaan negara tersebut yang kemudian dirundingkan

dengan mitra dagangnya.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 67: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

54

SOC pada hakikatnya mengandung suatu “reservation”. Artinya negara yang

membuat SOC tersebut tunduk pada ketentuan GATS dengan disertai suatu

kondisi, pembatasan, dan persyaratan sebagaimana tercantum dalam

komitmennya itu.

SOC ini diatur pada Bagian III yang terpisah dari Bagian II GATS yang

merupakan general obligations. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa

schedule of commitments bukan merupakan automatic obligation, tetapi

merupakan suatu specific obligation. Artinya yang menjadi kewajiban adalah

sesuai dengan yang tercantum dalam SOC negara yang bersangkutan.

Dalam Bagian III GATS (specific of commitments) dikenal 3 (tiga) macam

komitmen, yaitu :

a. Komitmen market acces

b. Komitmen national treatment, dan

c. Additional commitments

Tiga macam komitmen ini digabung jadi satu dalam SOC dari masing-masing

negara.

Pendekatan yang dipergunakan dalam pembuatan SOC adalah bersifat

campuran sebagai hasil kompromi dalam menentukan cakupan GATS

sebagaimana telah dijelaskan di atas. Positive list dipergunakan di dalam

membuka sektor/sub-sektor maupun transaksi kepada foreign services supplier.

Artinya hanya sektor/sub-sektor/transaksi yang dibuat dalam SOC itu saja yang

dapat dimasuki oleh foreign services supplier sesuai dengan persyaratan atau

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 68: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

55

pembatasan yang ada dengan mendapat perlindungan penuh dari GATS.

Pendekatan ini dikenal dengan nama “up-down approach”.

Sebaliknya, pendekatan negative list dipergunakan ketika negara tersebut

menyatakan komitmennya di bidang market acces dan national treatment. Untuk

market acces, komitmen tersebut dinyatakan dalam bentuk terms, limitations, and

conditions. Contohnya adalah untuk bentuk pendirian perusahaan joint ventures,

modal pihak asing maksimal sebesar 49%. Untuk national treatment, dinyatakan

dalam bentuk conditional and qualifications, misalnya pihak asing hanya dapat

mendirikan hotel bintang 5 ; suatu ketentuan yang tidak berlaku bagi pengusaha

nasional. Pendekatan ini dikenal dengan nama “bottom up approach”. Sementara

itu, additional commitments dinyatakan dalam bentuk suatu understaking

(pernyataan) yang biasanya menyangkut suatu kualifikasi profesional, standar,

dan perizinan.

SOC dari masing-masing negara sesuai dengan Pasal XX Paragraf 3 menjadi

bagian yang tidak terpisahkan dari GATS. Dengan demikian, SOC tersebut

mengikat bagi negara yang membuatnya. Dengan SOC ini, tercermin juga suatu

prinsip, yaitu prinsip liberalisasi dalam perdagangan jasa dilakukan secara

bertahap (progressive liberalization) sesuai dengan keadaan dan kemampuan

negara masing-masing. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal XIX GATS.

Indonesia dalam rangka perundingan Putaran Uruguay telah mencantumkan 5

sektor jasa dengan 49 jenis transaksi dalam SOC, yaitu :

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 69: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

56

a. Telekomunikasi dengan 9 jenis transaksi;

b. Industri dengan 19 jenis transaksi;

c. Transportasi laut dengan 2 jenis transaksi;

d. Pariwisata dengan 3 transaksi; dan

e. Jasa keuangan : (1) nonbank dengan 10 transaksi ; (2) bank dengan 6 jenis

transaksi

Komitmen yang diberikan tersebut lebih sempit dari kenyataan yang berlaku.

Sebagai contoh di sektor perbankan, dalam pendirian bank campuran kepemilikan

modal pihak asing hanya maksimal 49%, sedangkan berdasarkan ketentuan yang

berlaku pihak asing boleh memiliki 85% saham.

Dalam penyusunan SOC, dipergunakan istilah-istilah teknis yang

membutuhkan penjelasan lebih lanjut antara lain sebagai berikut :57

a. None Istilah ini dimaksudkan untuk menyatakan keinginan anggota yang memberikan komitmen secara penuh (full commitments). Artinya sektor jasa yang ditawarkan tidak disertai dengan hambatan dan/atau pembatasan.

b. Bound Hambatan dan/atau pembatasan yang diberikan untuk sektor jasa yang dicantumkan dalam SOC akan diubah, kecuali menjadi lebih terbuka, tanpa pemberian kompensasi.

c. Unbound Hambatan dan/atau pembatasan terhadap sektor jasa yang dicantumkan dalam SOC, dapat diubah oleh anggota (no commitment)

57 Ibid, hlm. 189

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 70: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

57

Sebagai ilustrasi, dapat dilihat pada SOC Indonesia untuk subsektor jasa

perbankan di bawah ini.

Sector or sub-sector

Limitation on Market Access

Limitation on National Treatment

Additional Commitments

Commercial banking : 1. Acceptance

of deposits

1. Subject to government

regulation on Foreign Commercial Borrowing.

2. None 3. For joint Bank not

more than 49% of the capital share owned by foreign partner(s)

4. For joint bank, only director can assumed by expatriates

1. None 2. Unbound Joint

bank may only open new branch in 8 cities

4. For joint bank,

only director can assumed by expatriates

Sumber : Hukum Dagang Internasional (dalam Kerangka Studi Analisis),

Syahmin AK.SH.MH. hlm. 190

Dari ilustrasi di atas dapat dijelaskan bahwa pada sub sektor commercial

banking dengan jenis transaksi penerimaan deposito, Indonesia mengikatkan diri

secara multilateral untuk hal-hal sebagai berikut :

a. Limitation on Market Access 1) Cross Border Supply

Bank yang beroperasi di Indonesia diizinkan menerima deposito dari luar negeri dengan syarat tunduk kepada ketentuan pinjaman luar negeri.

2) Consumption Abroad Tidak ada larangan bagi penduduk Indonesia untuk mendepositokan uangnya di luar negeri. Kebebasan ini tidak akan diubah tanpa kompensasi.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 71: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

58

3) Commercial Presence Bank campuran hanya boleh membuka cabang di delapan kota di Indonesia. Ketentuan ini tidak berlaku bagi bank nasional dan bank asing.

4) Natural Presence Orang asing hanya boleh bekerja di bank campuran sebagai direktur. Ketentuan ini tidak berlaku bagi bank nasional dan asing.

b. Limitation on National Treatment 1) Cross Border Supply

Dalam hal menerima deposito dari luar negeri tidak ada perbedaan perlakuan antara bank nasional, bank campuran maupun bank asing.

2) Consumption Abroad Tidak ada komitmen, artinya Indonesia bebas menetapkan ketentuan yang diinginkan.

3) Commercial Presence Untuk bank campuran, pihak asing hanya boleh memiliki maksimal modal 49%. Persyaratan ini tidak akan dikurangi.

4) Natural Presence Orang asing hanya boleh bekerja di bank campuran sebagai director. Tidak ada additional commitments yang diberikan oleh Indonesia.58

3. Transparansi

Prinsip transparansi diatur dalam Pasal III GATS yang mewajibkan semua

anggota mempublikasikan semua peraturan perundangan, pedoman pelaksanaan,

serta semua keputusan dan ketentuan yang berlaku secara umum yang

dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang mempunyai dampak pada

pelaksanaan GATS. Di samping itu, juga diwajibkan untuk memberitahukan

Council for Trade in Services (salah satu “badan” dalam WTO) atas setiap

perubahan atau dikeluarkannya peraturan perundangan yang baru yang

berdampak terhadap perdagangan jasa yang dicantumkan dalam SOC.

Pemberitahuan ini minimal dilakukan sekali dalam setahun. 58 Ibid, hlm. 190-191

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 72: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

59

Kewajiban lainnya yang harus dilaksanakan oleh semua anggota adalah

pembentukan “enquiry point”. Enquiry point ini berfungsi sebagai pusat informasi

yang menyediakan informasi spesifik bagi setiap anggota mengenai seluruh

masalah tentang perdagangan jasa. Enquiry point ini sudah harus berdiri paling

lambat 1 Januari 1997.59

4. Peningkatan Partisipasi Negara Sedang Berkembang (Development Country)

Secara prinsip sistem WTO tidak membedakan antara negara maju dan negara

berkembang. Namun demikian, dalam kondisi-kondisi tertentu kepada negara

berkembang diberikan perlakuan khusus. Hal ini dapat dilihat pada perlakuan

khusus yang diberikan kepada negara sedang berkembang dalam penyampaian

SOC. Penyampaian SOC ini merupakan salah satu syarat untuk dapat menjadi

original member WTO (Pasal 11 WTO). Kepada negara sedang berkembang

(least developing country), Indonesia tidak termasuk kriteria ini, diberikan waktu

sampai dengan April 1995, sedangkan untuk negara lainnya batas waktu

penyerahan adalah 15 Desember 1993.

Di samping itu, kepada negara sedang berkembang juga diberi kemudahan

dalam rangka meningkatkan partisipasinya melalui perundingan SOC yang

menyangkut :

59 Ibid, hlm. 192

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 73: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

60

a. Peningkatan kapasitas jasa dalam negeri dan efisiensi serta daya saing sektor

jasa dalam negeri antara lain melalui akses kepada teknologi secara komersial;

b. Perbaikan akses terhadap jaringan distribusi dan informasi ; dan

c. Liberalisasi akses pasar untuk sektor-sektor dan cara pemasokan yang menjadi

kepentingan bagi ekspor negara berkembang (Pasal IV (1) GATS)

Kemudahan lainnya yang diberikan kepada negara sedang berkembang adalah

dalam rangka negosiasi selanjutnya untuk membuka pasar. Kepada mereka

diberikan fleksibilitas yang cukup untuk membuka sektor yang lebih sedikit,

melakukan liberalisasi transaksi yang lebih sedikit, melakukan perluasan akses

pasar secara bertahap sejalan dengan situasi pembangunannya (Pasal XIX ayat (2)

GATS).

Selanjutnya, dalam rangka membantu negara sedang berkembang, negara

maju diwajibkan untuk mendirikan “contact point” untuk membantu negara

berkembang dalam mengakses informasi mengenai pasar masing-masing negara

maju. Informasi tersebut meliputi ;

a. Aspek komersial dan teknis dari pemasok jasa ;

b. Pendaftaran, pengakuan dan cara memperoleh kualifikasi profesional ; dan

c. Terjadinya teknologi jasa (Pasal IV (2) GATS).60

60 Ibid, hlm. 192-193.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 74: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

61

5. Integrasi Ekonomi

Kerjasama regional telah lama dipandang sebagai pengecualian dari klausula

MFN dalam perjanjian perdagangan. Meskipun demikian, WTO secara prinsip

tidak melarang anggotanya untuk bergabung dengan organisasi kerjasama

ekonomi regional seperti NAFTA (North America Free Trade Agreement), atau

mengadakan perjanjian liberalisasi perdagangan jasa antara dua atau lebih negara,

asal saja memenuhi beberapa kriteria yang sangat rinci dan kompleks

sebagaimana diatur dalam Pasal V GATS.

Kriteria yang diatur oleh Pasal V GATS tersebut dimaksudkan untuk

memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan setiap kemungkinan yang dapat

merugikan sebagai akibat dibentuknya kerjasama ekonomi regional. Secara

umum, ketentuan tersebut dimaksudkan agar tingkat tarif atau non tariff barrier

yang rendah di antara sesama anggota kerjasama ekonomi regional tersebut tidak

merugikannya yang bukan anggota. Hambatan perdagangan sesudah kerjasama

ekonomi regional tersebut terbentuk tidak boleh lebih tinggi dari sebelum

kerjasama tersebut dibentuk.

Persyaratan yang ditentukan oleh Pasal V GATS tersebut adalah sebagai

berikut :

a. Harus meliputi banyak sektor;

b. Penghapusan ketentuan diskriminatif yang ada dan/atau pelarangan tindakan

baru yang diskriminatif;

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 75: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

62

c. Tidak meningkatkan hambatan perdagangan jasa secara keseluruhan pada

sektor atau subsektor dibandingkan dengan tingkat hambatan yang ada

sebelum diadakannya kerjasama;

d. Pemasok jasa yang berbentuk badan hukum milik negara bukan anggota

kerjasama yang berusaha di banyak sektor harus diperlakukan sama dengan

ketentuan kerjasama

e. Apabila kerjasama regional tersebut dibentuk antara sesama negara

berkembang, kepada mereka harus diberikan fleksibilitas sesuai dengan

tingkat pembangunannya.

f. Apabila suatu negara memperoleh keuntungan dengan adanya kerjasama

regional yang dibentuk, anggota kerjasama tersebut tidak boleh meminta

kompensasi dari anggota yang memperoleh keuntungan itu.

6. Liberalisasi Bertahap

Tujuan akhir dari GATS adalah menciptakan liberalisasi perdagangan jasa

total dimana tidak ada hambatan sama sekali dalam arus peredaran jasa. Untuk

mencapai tingkat itu, cara yang ditempuh adalah secara bertahap, mengingat tidak

samanya tingkat pertumbuhan masing-masing anggota WTO.

Liberalisasi bertahap tersebut dilakukan dengan mewajibkan semua anggota

WTO untuk melakukan putaran negosiasi secara berkesinambungan yang dimulai

paling lambat lima tahun sejak berlakunya Perjanjian WTO (sejak 1 Januari

1995). Negosiasi tersebut harus dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 76: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

63

measures yang berdampak buruk terhadap perdagangan jasa. Meskipun demikian,

proses liberalisasi harus dilakukan dengan tetap menghormati kepentingan

nasional dan tingkat pembangunan masing-masing (Pasal XIX ayat (1) dan (2)

GATS). Ketentuan dalam Pasal XIX dapat digunakan oleh negara maju untuk

menekan negara berkembang untuk melakukan perundingan selanjutnya.

Dalam pada itu, komitmen yang telah diberikan dalam rangka perundingan

Putaran Uruguay dan telah menjadi annex dari GATS, pada prinsipnya tidak

boleh ditarik, diubah dan/atau dikurangi. Perbaikan hanya dimungkinkan apabila

dilakukan dengan maksud untuk meningkatkan komitmen. Penarikan dan/atau

perubahan komitmen yang diberikan hanya dapat dilakukan dengan pembayaran

kompensasi kepada anggota yang dirugikan (Pasal XIX GATS).

7. Keadaan Darurat

Escape Clauses merupakan ketentuan penting dalam suatu perjanjian

internasional, baik multilateral seperti GATT, regional seperti ASEAN, bilateral

atau umum (general) seperti Generalized System of Preferences for Developing

Countries (GSP). Berbeda dengan exception (pengecualian), escape clause

diberlakukan untuk kondisi yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya. Dengan

kata lain, pengecualian dilakukan untuk kesulitan yang dapat diperkirakan

sebelumnya.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 77: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

64

Secara umum escape clause membolehkan suatu anggota, dalam kondisi

tertentu, untuk sementara menghindar dari satu aspek perjanjian tanpa merusak

tujuan dari perjanjian tersebut secara keseluruhan. Escape clause dalam suatu

perjanjian memberikan kepastian bagi penandatanganan bahwa dalam situasi

darurat, mereka dibenarkan untuk sementara menghindar dari komitmen yang

telah diberikan.

Pada perdagangan barang, terdapat beberapa ketentuan yang membenarkan

anggota untuk melakukan “penyimpangan” dari ketentuan, yaitu dalam hal :

a. Kompetisi impor yang curang (unfair), dengan cara pengenaan anti dumping

duties dan counterveiling duties (Pasal VI dan XVI GATT) ;

b. Kompetisi impor yang tidak curang (fair), tetapi jumlah impor meningkat

sangat pesat sehingga dapat membahayakan industri dalam negeri dengan

menggunakan ketentuan Pasal XIX GATT, yaitu tentang emergency

protection.

Di samping penyimpangan di atas, Pasal XII GATT juga membolehkan

anggota melakukan pembatasan impor, baik jumlah maupun nilai, dalam hal

anggota tersebut mengalami kesulitan neraca pembayaran. Penyimpangan

tersebut harus dilakukan dengan cara :

a. Menghindari kerusakan yang tidak perlu terhadap kepentingan komersial atau

ekonomi anggota lain ;

b. Tidak diberlakukan secara tidak rasional, yaitu mencegah impor barang dalam

jumlah komersial minimum sehingga dapat merusak jalur perdagangan

reguler;

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 78: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

65

c. Tidak menerapkan pembatasan yang mencegah impor contoh barang atau

mencegah impor dalam rangka patent, trade mark, copyright.

Dalam GATS anggota dalam keadaan darurat juga dibenarkan untuk

melakukan penyimpangan sementara dari komitmen yang diberikannya.

Penyimpangan tersebut dapat dilakukan dalam hal kesulitan negara pembayaran.

Dalam kondisi seperti ini anggota diperkenankan melakukan pembatasan-

pembatasan di dalam perdagangan jasa yang telah dicantumkan dalam SOC-nya.

Pembatasan tersebut harus dilakukan dengan syarat :

a. Tidak menimbulkan diskriminasi di antara sesama anggota ; b. Konsisten dengan ketentuan International Monetary Fund (IMF); c. Menghindarkan kerugian komersial, ekonomi dan keuangan anggota

lainnya; d. Tidak melebihi hal-hal yang perlu untuk mengatasi keadaan ; e. Harus bersifat sementara dan dihapuskan secara bertahap.

Tindakan pengamanan darurat, selain kesulitan negara pembayaran yang

dapat dilakukan anggota, masih akan dirundingkan secara multilateral.

Perundingan tersebut sudah harus dimulai paling lambat tiga tahun setelah

berjalannya WTO. Hal ini untuk memberikan kesempatan bagi anggota untuk

mempelajari kesulitan apa saja yang mungkin timbul setelah berjalannya GATS,

mengingat perdagangan jasa belum diatur sebelumnya.61

61 Ibid, hlm. 197-198

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 79: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

66

C. Hubungan Prinsip-prinsip Hukum Perdagangan Internasional dan Peraturan Penanaman Modal

Karakteristik perdagangan internasional yang termasuk dalam cross border

issues selalu dipergunakan sebagai argumentasi untuk membedakan disiplin ini

dengan penanaman modal. Non-cross border issues pada kegiatan penanaman modal

menjadi dasar pandangan yang menyetujui pengaturan penanaman modal tunduk

sepenuhnya pada pelaksanaan kedaulatan internal negara tuan rumah (host country).

Dengan demikian host country memiliki kebebasan yang luas untuk menetapkan

peraturan penanaman modal yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan

nasionalnya. Lebih jauh argumentasi ini menjadi dasar sikap yang resisten terhadap

hadirnya sebuah perjanjian internasional di bidang penanaman modal yang mengikat

negara-negara.

Hubungan yang tidak terpisahkan antara peraturan penanaman modal dan

peraturan perdagangan internasional sebenarnya telah menjadi pembahasan

masyarakat internasional pada saat berlangsungnya United Nations Conference on

Trade and Employment tahun 1948 di Havana. Konferensi yang menghasilkan

Havana Charter ini meminta kepada negara-negara peserta agar menghindari

perlakuan yang diskriminatif terhadap investor asing.62 Namun kegagalan ratifikasi

menyebabkan kajian ini kurang mendapat perhatian.63 Masalah ini kembali menarik

62 United Nations, The Impact of Trade Related Investment Measures : Theory, Evidency and

Policy Implication, (New York : United Nations, 1991), hlm. 79 63 Lebih lanjut John H. Jackson, The World Trading System : Law and Policy of International

Economic Relations, (Cambridge, Massachusetts, London, England : The MIT Press, 1989), hlm. 32-39.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 80: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

67

perhatian pada saat Parlemen Kanada mengesahkan Canada’s Foreign Investment

Review Act pada tanggal 12 Desember 1973. Untuk menjamin keuntungan yang

signifikan bagi Kanada, Pemerintah menetapkan syarat-syarat bagi investor yang

melakukan permohonan penanaman modal asing, yakni : (1) membeli sejumlah

persentase tertentu barang-barang dari Kanada, (2) menggantikan produk impor

dengan produk buatan Kanada, (3) membeli barang-barang dari Kanada jika barang-

barang tersebut bersaing dengan barang impor (4) membeli dari supplier Kanada.64

Perubahan UU Penanaman Modal Kanada ini mengakibatkan perusahaan Gannet

harus setuju untuk menjual produk dari perusahaan penanaman modal Kanada kepada

perusahaannya di Amerika Serikat (AS) dan Apple Computer harus membeli suku

cadang untuk kegiatannya di Kanada.65

Dalam memutuskan sengketa ini Panel GATT berpendapat bahwa Panel

mengakui kedaulatan Kanada untuk mengatur sendiri kebijakan penanaman

modalnya, dan Panel tidak bermaksud untuk menguji kedaultan tersebut. Namun,

Panel berpendapat bahwa dalam melaksanaan kedaulatan tersebut tidak berarti

Pemerintah Kanada boleh begitu saja menyampingkan kewajiban internasional yang

ditelah disepakatinya (GATT).66 Dengan memperhatikan keterkaitan antara

persyaratan penanaman modal dan kewajiban-kewajiban Kanada dibawah ketentuan

64 Paul Civello, “The TRIM’s Agreement : A Filed Attempt at Investment Liberalization”, (1999), Minnesota Journal of Global Trade, hlm. 3-10

65 Christy, “ Negotiating Investment in the GATT : ACall for Functionalism (1991) 12 Michigan Journal of International Law 743, hlm. 789-790.

66 Lebih lanjut perhatikan Canada Administration of the Foreign Investment Review Act, FIRA Panel Report, February 7th 1984, hlm. 140-144. Perhatikan juga Cathrine Curtiss and Kathryn Cameroon, “The United State-Latin American Trade Laws”, (1995), New York Journal of International Law, hlm. 127.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 81: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

68

GATT, Panel memutuskan bahwa persyaratan-persyaratan penanaman modal yang

diwajibkan oleh Pemerintah Kanada tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip

perdagangan internasional yang diatur dalam GATT, terutama prinsip national

treatment.

Pada periode setelah berlakunya Agreement on Trade Related on Investment

Measures hasil perundingan Putaran Uruguay, bermunculan sengketa-sengketa

perdagangan yang lahir dari peraturan penanaman modal, antara lain Brazil dengan

kebijakan investasi sektor otomotif, India dengan kebijakan local content

requirement, Indonesia dengan kebijakan “mobil nasional”, Filipina dengan

kebijakan foreign exchange limitation, dan berbagai negara lainnya. Sejumlah

sengketa tersebut menunjukkan bahwa adakalanya peraturan penanaman modal suatu

negara dapat menimbulkan sengketa bidang perdagangan internasional, ketika

peraturan penanaman modal tersebut bertentangan dengan kewajiban internasional

dari host country berdasarkan prinsip-prinsip perdagangan internasional yang diatur

dalam GATT/WTO.

Pasca Putaran Uruguay, hubungan peraturan penanaman modal dengan

peraturan perdagangan internasional semakin kuat. Setidaknya terdapat dua

kesepakatan utama yang dapat dipergunakan untuk mengukur keharmonisan antara

peraturan penanaman modal dengan kewajiban host country berdasarkan kesepakatan

perdagangan internasional, yakni Agreement on Trade Related Invesment Measures

(Agreement on TRIMs) dan General Agreement on Trade in Services (GATS).

Kesepakatan pertama pada dasarnya ditujukan untuk menghindari terjadinya

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 82: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

69

peraturan penanaman modal host country yang menetapkan syarat-syarat yang dapat

mendistorsi arus perdagangan barang internasional, dan kesepakatan GATS mengatur

ketentuan-ketentuan pokok penanaman modal di sektor jasa melalui perdagangan jasa

dengan modus commercial presence.

Lebih khusus hubungan yang tidak terpisahkan antara peraturan perdagangan

internasional dengan peraturan penanaman modal yang diterapkan oleh negara-negara

anggota WTO dalam jurisdiksi mereka, dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Terdapat persyaratan penanaman modal yang menciptakan hambatan

perdagangan internasional

Peraturan penanaman modal asing masing-masing negara pada dasarnya berisi

ketentuan tentang persyaratan-persyaratan dan kewajiban-kewajiban yang harus

dipenuhi oleh investor (asing), seperti persyaratan kandungan local, kewajiban

menggunakan komponen tertentu buatan dalam negeri, kewajiban alih teknologi,

kebijakan keseimbangan perdagangan, pembatasan bidang usaha, pemilikan

saham, penggunaan tenaga kerja asing dan lain sebagainya.67

Tidak jarang beberapa dari persyaratan penanaman modal tersebut justru

menciptakan hambatan terhadap perdagangan internasional. Persyaratan

penanaman modal yang diwajibkan oleh Pemerintah Host Country dalam

peraturan domestiknya (domestic regulation) menciptakan dampak diskriminatif

dalam perlakuan terhadap barang-barang impor. Kewajiban bagi investor untuk

67 David Conklin dan Donald Lecraw, “Restriction on Foreign Ownership During 1984-1994 ;

Development and Alternative Policies”, Transnational Corporations, Vol. 6 No. 1, April, 1997, hlm. 4.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 83: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

70

menggunakan barang-barang buatan dalam negeri host country yang dijadikan

sebagai syarat untuk dapat melakukan penanaman modal atau untuk

mendapatkan kemudahan pajak, menyebabkan adanya perlakuan khusus terhadap

barang-barang buatan dalam negeri.

Panel penyelesaian sengketa GATT menyimpulkan bahwa perubahan

peraturan penanaman modal Kanada pada tahun 1973, yang mencantumkan

syarat penanaman modal dan kewajiban investor untuk menggantikan produk

impor dengan produk dalam negeri Kanada, membeli sejumlah persentase

tertentu barang-barang buatan Kanada, dan pembelian impor dengan

menggunakan supplier domestik, bertentangan dengan prinsip national treatment

yang diakui secara luas dalam perdagangan internasional. Persyaratan

penanaman modal yang diterapkan Pemerintah Kanada menyebabkan adanya

perlakuan khusus dan diskriminatif terhadap barang-barang buatan dalam negeri.

Persyaratan ini tidak sejalan dengan prinsip national treatment yang mewajibkan

perlakuan sama antara barang impor dengan barang buatan dalam negeri. 68

Contoh lain, misalnya persyaratan penanaman modal sector otomotif yang

diterapkan Brazil yakni kewajiban investor untuk memenuhi rasio 1:1 atas impor

barang mentah dengan yang dibuat di dalam negeri serta terhadap perbandingan

penggunaan barang modal impor dengan buatan dalam negeri. Demikian juga

bahwa impor kenderaan tidak boleh melebihi jumlah kenderaan yang sudah

68 Canada Administration of the Foreign Investment Review Act, FIRA Panel Report,

Februari 7th 1984, hlm. 140-144.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 84: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

71

diekspor. Panel dalam perkara ini menetapkan bahwa persyaratan penanaman

modal yang diterapkan Brazil bertentangan dengan Article III.4 dan XI.1 GATT

tentang national treatment dan larangan hambatan kuantitatif.69

2. Commercial Presence dalam perdagangan jasa merupakan tindakan penanaman

modal

Salah satu perubahan yang sangat signifikan sejak berlangsungnya

Uruguay Round 1996, adalah terjadinya perluasan perundingan ke arah bidang-

bidang non konvensional, antara lain perundingan perdagangan di sektor jasa

komersial yang dikenal dengan nama General Agreement on Trade Services

(GATS), yang berisikan pedoman-pedoman umum perdagangan di sektor jasa

komersial.

Sasaran yang ingin dicapai GATS adalah terciptanya sebuah kerangka

multilateral yang berisikan prinsip-prinsip dan aturan-aturan perdagangan jasa-

jasa dengan tujuan untuk perluasan perdagangan berdasarkan kondisi yang

transparan dan liberalisasi yang progresif serta sebagai sarana meningkatkan

pertumbuhan ekonomi dari seluruh negara mitra dagang dan untuk pembangunan

negara berkembang.70

Lampiran (annex) dari perjanjian pendirian WTO mencantumkan ketentuan

bidang investasi, yaitu :

69 Brazilian Automotif Measures, Panel Report, www.wto.org/english/tratop_e/investment/

dispute_e, diakses 8 Juni 2008 70 Bismar Nasution (2), Op.cit, hlm. 1.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 85: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

72

8. Ketentuan-ketentuan investasi yang berkaitan dengan perdagangan barang diatur

dalam Trade Related Investment Measures (TRIMs)

9. Ketentuan-ketentuan investasi yang berkaitan dengan perdagangan jasa diatur

dalam General Agreement on Trade Services (GATS)

Ketentuan investasi yang diatur dalam GATS adalah ketentuan yang

menyangkut Commercial Presence atau disebut Presence of Juridicial, dengan

ketentuan bahwa negara anggota diwajibkan untuk memberikan akses ke pasar

domestiknya dan memberikan perlakuan non diskriminasi antar sesama anggota (most

favoured nation) serta memperlakukan pemasok jasa asing yang tidak lebih jelek dari

pemasok jasa domestik (national treatment).71

Dalam kesepakatan GATT baru, tampaknya sejumlah previlage itu akan

dihapus dan “prinsip perdagangan bebas” akan dimaksimalkan, tapi bukan hanya itu,

bidang pengaturan GATT juga semakin diperluas, tidak hanya menyangkut

perdagangan barang-barang manufaktur. Bidang pengaturan GATT baru antara lain

mencakup “kebebasan arus investasi”.

Di sinilah letak ketimpangan model perdagangan bebas yang terdapat dalam

GATT bagi negara-negara berkembang. Karena dengan dihapusnya sejumlah

perlakuan khusus dan diperluasnya bidang pengaturan GATT, seperti ketentuan

mengenai kebebasan arus jasa dan arus investasi, maka perusahaan Multi Nasional

(MN) atau Multi National Corporation (MNC) milik negara maju dapat dengan

mudah masuk ke dalam sektor-sektor ekonomi skala kecil menengah yang dikelola 71 Bismar Nasution (1), Op.cit, hlm.5.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 86: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

73

oleh pengusaha lokal di negara berkembang. Bahkan jika dibiarkan, mereka/investor

dapat masuk ke sektor ekonomi dirumuskan sebagai “menguasai hajat hidup orang

banyak”.72

Jadi tampaklah dengan adanya prinsip perdagangan bebas yang

diintroduksikan ke dalam GATT melalui Putaran Uruguay (Uruguay Round),

sebenarnya lebih banyak merugikan daripada menguntungkan negara-negara

berkembang, seperti Indonesia. Dengan demikian nyatalah bahwa model perdagangan

internasional bebas sebagaimana dimaksudkan dalam Kesepakatan GATT baru

(1994) akan lebih banyak menguntungkan pihak yang kuat, dalam hal ini negara-

negara maju, seperti Amerika Serikat, Jepang, RCC, dan lainnya.

Peraturan penanaman modal/investasi yang berhubungan dengan perdagangan

(Trade Related Investment Measures atau TRIMs) dibahas dalam Putaran Uruguay

yang bertujuan untuk menyatukan kebijakan dari negara-negara anggota dalam

hubungannya dengan investasi asing dan mencegah proteksi perdagangan sesuai

dengan prinsip-prinsip GATT, seperti “National Treatment” (Perlakuan Nasional).

Seperti diketahui, penanaman modal asing, seperti juga bentuk lain dari

perdagangan internasional, bisa menimbulkan perbedaan kepentingan antara negara

penanam modal (host country). Penanam modal asing tidak akan menjadi instrumen

perdagangan internasional, bila investor tidak akan menerima keuntungan kompetitif

atau keuntungan kompetitif untuk investasi yang dibuatnya di luar negeri.

72 Pandji Anoraga, Op.cit, hlm. 27

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 87: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

74

Pada waktu yang sama, begitu juga investasi asing tidak akan diterima oleh

negara penerima modal, bila negara tersebut tidak mendapatkan keuntungan sebagai

hasil langsung dari investasi asing.

Pertimbangan-pertimbangan tersebut menjadi dasar perundingan yang

mengarahkan negara-negara penerima modal mengatur investasi asing di negara

tersebut. TRIMs melarang pengaturan-pengaturan penanaman modal yang tidak

sesuai dengan prinsip-prinsip GATT 1994, sebagai instrumen untuk membatasi

penanaman modal asing. Namun ada pengecualian-pengecualian tertentu asal

memenuhi syarat-syarat tertentu pula.73

73 Erman Radjagukguk, Hukum Investasi di Indonesia Pokok Bahasan, (Jakarta : Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hlm. 248.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 88: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

75

BAB III PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL DALAM HUKUM PENANAMAN MODAL

DI INDONESIA A. Perkembangan Hukum Penanaman Modal di Indonesia

Penanaman modal di Indonesia telah berkembang cukup lama dalam kurun

waktu kurang lebih empat puluh tahun, dimana dalam kurun waktu tersebut kegiatan

penanaman modal di Indonesia, baik penanaman modal asing maupun penanaman

modal dalam negeri telah berkembang dan memberikan kontribusi dalam mendukung

pencapaian sasaran pembangunan nasional.

Dasar hukum mengenai penanaman modal di Indonesia diawali dengan :

1. Masa penguasaan atau penjajahan oleh bangsa-bangsa Eropa (1511-1942) : a. Masa penguasaan Portugis (1511-1596) b. Masa penguasaan Belanda yang pertama (1596-1795) c. Masa penguasaan Prancis (1795 – 1811) d. Masa penguasaan Inggris (1811 – 1816) e. Masa kembalinya penguasaan Belanda (1816 – 1942)

2. Masa pendudukan Jepang (1942 – 1945) 3. Masa revolusi mempertahankan kemerdekaan (1945 – 1949) 4. Masa orde lama (1949 – 1967) 5. Masa orde baru (1967 – 1998)

a. Undang-undang No.1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal yang disingkat dengan UUPMA No.1 Tahun 1967 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-undang No.11 Tahun 1970.

b. Undang-undang No.6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri yang disingkat dengan UUPMDN sebagaimana telah dirubah dengan Undang-undang No.12 Tahun 1970.

6. Masa setelah krisis ekonomi (1998 – sekarang) Presiden Republik Indonesia (Susilo Bambang Yudhoyono), telah mengesahkan Undang-Undang No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.74

74 K.Harjono, Dhaniswara, Hukum Penanaman Modal Tinjauan Terhadap Pemberlakuan Undang-undang No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 17.

Comment [U1]:

Comment [U2]:

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 89: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

76

Sejak diumumkan Undang-Undang Penanaman Modal, baik asing maupun

dalam negeri, penanaman modal/investasi mulai berkembang di Indonesia pada tahun

1967, dan untuk selanjutnya mengalami perkembangan yang pasang surut. Kemudian

pada tahun 1975 mengalami peningkatan, namun pada tahun 1980 mengalami

penurunan, tetapi pada tahun 1990 mengalami peningkatan yang agak

menggembirakan. Namun akibat krisis ekonomi yang dahsyat pada tahun 1997,

terjadi penurunan yang sangat mencolok, bahkan tak tanggung-tanggung, beberapa

investor hengkang ke luar negeri dengan memindahkan usahanya, antara lain

PT.Indofood Sukses Makmur Tbk, memindahkan kantor pusatnya ke Singapura,

PT.Sony Indonesia Tbk, menutup pabriknya di Pulau Jawa.

Sejalan dengan perkembangan ekonomi dunia akhir-akhir ini, maka untuk

menarik investor untuk berinvestasi di Indonesia semakin sulit, tidaklah semudah

dibandingkan dengan masa yang lampau/sebelumnya. Beberapa andalan utama yang

selama ini menjadi insentif dalam menarik investor, seperti pasar dalam negeri yang

cukup aktif dan berpeluang untuk berkembang pesat, sumber daya alam yang cukup

besar, dan beranekaragam, tidak lagi dapat diandalkan dengan sepenuhnya.

Di samping faktor di atas, ada lagi beberapa faktor yang menyebabkan

investor enggan untuk berinvestasi di Indonesia, yaitu disebabkan para investor masih

sering menghadapi masalah-masalah dalam merealisasikan proyek-proyek

investasinya, terutama adalah :75

75 Panji Anoraga, op.cit, hlm. 83-84

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 90: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

77

1. Tidak mudahnya memperoleh dukungan pembiayaan ; 2. Sulitnya mendapatkan lahan usaha yang sesuai dengan kebutuhan dan

dalam waktu yang cepat ; 3. Sarana dan prasarana yang masih belum memadai, terutama di luar Pulau

Jawa; 4. Kurangnya tenaga kerja yang sudah terampil dan yang siap pakai serta

tingginya upah pekerja ; 5. Sulitnya mencari mitra usaha yang tangguh/bonafid dan dipercaya; 6. Lamanya proses pengurusan perizinan, terutama di daerah.

Beberapa negara yang mempunyai kepentingan dalam menarik investor,

seperti RRC, Vietnam, India, beberapa negara ASEAN (Malaysia, Thailand, dan

Filipina) dan negara-negara Amerika Latin juga memiliki berbagai keunggulan,

bahkan melebihi Indonesia, seperti tenaga kerja yang lebih murah di India, Singapura,

Vietnam, dan RRC, serta proses perizinan yang jauh lebih mudah dan cepat.76

Andalan-andalan tadi semakin diperlemah akibat adanya kenyataan bahwa

pasar dunia menjadi terbuka (pasar bebas) dan semakin majunya perundingan-

perundingan perdagangan internasional serta gencarnya upaya untuk mencabut

berbagai sistem proteksi ini berarti keputusan investasi lebih dititikberatkan pada

efisiensi. Dengan demikian upaya peningkatan investasi hanya dapat terjadi jika

Indonesia memiliki daya saing yang tinggi, yang betul-betul melebihi keadaan

negara-negara pesaing utama Indonesia.

Pemerintah telah mengeluarkan berbagai paket kebijakan, antara lain dengan

mengesahkan dan memberlakukan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang

Penanaman Modal yang merupakan bukti adanya jaminan kepastian hukum bagi

investor untuk berinvestasi di Indonesia.

76 Ibid, hlm. 151

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 91: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

78

Tujuan Undang-Undang Penanaman Modal adalah :77

1. Memberikan kepastian hukum, transparansi, dan tidak membeda-bedakan, serta memberikan perlakuan yang sama kepada investor dalam dan luar negeri ;

2. Meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global yang merosot sejak krisis moneter ;

3. Penanaman modal akan diberi insentif, diantaranya berupa fasilitas fiskal, imigrasi, dan lisensi impor;

4. Penyederhanaan proses investasi dan menciptakan pelayanan terpadu. Pelayanan terpadu itu meliputi bantuan untuk memperoleh fasilitas fiskal dan informasi yang menyangkut penanaman modal;

5. Memprioritaskan kaum pekerja Indonesia, namun membolehkan posisi dan keahlian tertentu ditempati ekspatriat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Latar belakang dikeluarkannya berbagai paket kebijakan tersebut, antara lain

untuk lebih menggairahkan dan meningkatkan efisiensi kinerja perekonomian

nasional. Sebab selama ini prosedur perizinan yang terkait dengan birokrat dirasakan

berbelit-belit dan terlalu panjang (Indonesia waktunya selama 105 hari, dibanding

hanya 5 hari di Singapura).78

Menurut hasil survei Bank Dunia (World Bank) baru-baru ini, Indonesia

menduduki peringkat ke-123 diantara 178 negara dalam hal kemudahan melakukan

investasi, berhubung karena “red-tape” (regulasi berlebihan), dan korupsi, serta

hukum perburuhan. Memang “red-tape” berkaitan erat dengan mentalitas para

koruptor yang sudah berurat berakar dalam sistem pemerintahan Negara Indonesia.

Semakin banyak peraturan, semakin besar peluang terbuka untuk memungut “biaya”,

77 Hadi Setia Tunggal, Op.cit, hlm. iii 78 Harian “Analisa”, Medan, Rabu, 17 Oktober 2007, hlm. 16

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 92: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

79

“sumbangan wajib”, “pungli”, dan “kickbacks” (pembayaran kembali-reaksi) sebagai

uang pelicin urusan perizinan bahkan sepotong surat keterangan sederhana.79

Padahal Indonesia terus memperbaiki iklim investasi dari setiap pergantian

pejabat dan rezim pemerintahan. Istilah pengurusan izin investasi asing dan domestik

“di bawah satu atap” tidak asing lagi bagi semua investor. Mengapa masih ada

keluhan dan sorotan ketidakberesan tersebut.80

Diharapkan dengan pemberlakuan Undang-Undang No.25 Tahun 2007 ini

dapat memberi motivasi/dorongan bagi baik investor untuk meningkatkan/

menambah investasinya, maupun calon investor untuk berinvestasi di Indonesia,

karena kebijakan pemerintah untuk meningkatkan arus investasi dari segi yuridis

sudah dapat dikatakan positif, terbukti dengan diberlakukannya Undang-Undang

No.25 Tahun 2007 yang merupakan jaminan kepastian hukum bagi para investor/

calon investor.

Ada beberapa jaminan kepastian hukum yang diberikan oleh pemerintah

terhadap penanam modal/investor, antara lain :81

1. Pemerintah memberikan perlakuan yang sama kepada semua penanam modal/non diskriminasi, kecuali ada hak istimewa berdasarkan perjanjian dengan Indonesia ;

2. Pemerintah tidak akan melakukan pengambilalihan hak kepemilikan penanam modal/nasionalisasi, apabila dilakukan, Pemerintah akan memberikan kompensasi yang jumlahnya ditetapkan berdasarkan harga pasar ;

79 Ibid 80 Ibid. 81 Ibid, hlm.9-10

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 93: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

80

3. Pemerintah tidak melarang penanam modal/investor untuk mengalihkan aset yang dimilikinya kepada pihak yang diinginkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan ;

4. Pemerintah memberi hak kepada penanam modal untuk melakukan transfer dan repatriasi dalam valuta asing.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Pasal 26 telah mengatur secara tegas

tentang pelayanan terpadu satu pintu dengan tujuan membentuk penanam modal/

investor dalam memperoleh kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal, dan informasi

mengenai penanaman modal/investasi yang dilakukan oleh lembaga atau instansi

yang berwenang di bidang penanaman modal yang mendapat pendelegasian atau

pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan

perizinan dan non perizinan di tingkat pusat atau lembaga atau instansi yang

berwenang mengeluarkan perizinan dan non perizinan di propinsi atau kabupaten/

kota.

Selanjutnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 memberi pengertian

tentang pelayanan terpadu sebagai berikut :82

Pelayanan terpadu satu pintu adalah kegiatan penyelenggaraan suatu perizinan dan non perizinan yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki perizinan dan non perizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat.

Sebenarnya pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk

mengatasi masalah-masalah tersebut, yaitu :

1. Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan deregulasi di sektor perbankan, termasuk dalam bidang perkreditan;

82 Hadi Setia Tunggal, Op.cit, hlm. 5.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 94: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

81

2. Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan di bidang perolehan lahan/tanah, termasuk mengenai pemberian Hak Guna Usaha (HGU) dengan jangka waktu 95 dengan cara memberikan dan diperpanjang di muka selama 60 tahun dan dapat diperbaharui selama 35 tahun ;

3. Pemerintah telah menawarkan pembangunan sarana dan prasarana yang kurang memadai tersebut (di luar Pulau Jawa) kepada pihak swasta;

4. Pemerintah telah menawarkan para investor untuk ikut berperan serta dengan menyisihkan sebagian modal yang ditanam untuk menyelenggarakan diklat di samping memanfaatkan balai-balai latihan kerja yang dikelola oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Untuk mengurangi kesulitan mendapatkan mitra usaha yang bonafid, Pemerintah melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) telah mengeluarkan buku potensi mitra usaha, dan meningkatkan kerjasama dengan Kadin dan Asosiasi-asosiasi sektoral.

5. Pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri telah mengeluarkan berbagai perangkat kebijakan untuk memperlancar, mempercepat proses pengurusan perizinan sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007.83

Selain upaya-upaya tersebut, pemerintah Indonesia juga melakukan kegiatan

dalam bidang promosi baik di dalam maupun di luar negeri. Kegiatan promosi ini

meliputi antara lain menyebarkan informasi mengenai kebijakan umum penanaman

modal/ investasi, project profile, potensi penanaman modal di Indonesia, mengadakan

temu usaha/temu wisata, melaksanakan investasi ke luar negeri, seperti di Jepang,

Australia, RRC, Hongkong, Itali, Malaysia, bahkan Amerika Serikat. Di samping itu

juga mengadakan pameran dan menerbitkan publikasi/brosur penanaman modal,

menerima delegasi/misi investasi dari luar negeri, seperti Jepang, Amerika Serikat,

Australia, Korea Selatan, dan negara-negara Arab, bahkan melaksanakan bimbingan

investasi kepada calon investor dari dalam dan luar negeri.84

83 Pandji Anoraga, Op.cit, hlm. 84-85. 84 Ibid, hlm. 85.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 95: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

82

Pemerintah RI melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) telah

mengikutkan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) dalam rombongan ke

Prancis pada bulan Oktober 2007 untuk meningkatkan hubungan dagang bilateral

Indonesia – Perancis, saat ini mencapai sekitar 1,7 miliar dolar AS di tahun 2006 dan

berpotensi untuk meningkat lagi. Total ekspor Indonesia ke Perancis Tahun 2006

mencapai 720,40 juta dolar AS dan impor mencapai 949,91 juta dolar AS di tahun

yang sama.

Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS), Perancis adalah mitra dagang

Indonesia terbesar keenam dari 27 negara Uni Eropa. Kunjungan tersebut merupakan

salah satu upaya mempromosikan dunia bisnis Indonesia, termasuk Sumatera Utara

ke mancanegara, dengan menunjukkan potensi bisnis yang ada di tanah air.

Menurut informasi Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI)

menandatangani Nota Kesepakatan atau Memory of Understanding (MoU) dengan

para pengusaha muda Perancis yang tergabung dalam Masyarakat Perancis –

Indonesia (The France – Indonesia Society), yang berisi sejumlah komitmen bersama

antara pengusaha muda Indonesia dan Perancis untuk meningkatkan kerjasama

ekonomi, terutama perdagangan dan investasi.85

Secara global kehadiran investor untuk berinvestasi di Indonesia terpusat pada

dua sektor utama, yakni pengolahan sumber daya alam, terutama pertambangan dan

energi, dan industri pengolahan dengan tujuan utama untuk pengamanan sumber daya

alam, sementara di sektor industri pengolahan dimaksudkan untuk perluasan pasar 85 Harian “Waspada”, Medan, Sabtu, 20 Oktober 2007, hlm. 6

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 96: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

83

dan pemanfaatan tenaga murah, mendekatkan diri pada bahan mentah serta

menciptakan basis industri baru, kemudian yang paling utama adalah sebagai ikhtiar

pemindahan dampak pencemaran industri.

Konsekuensi pemusatan investasi pada sektor pengolahan sumber daya alam,

terutama pada sektor pertambangan dan energi, jelas-jelas membawa dampak besar

terhadap kelestarian lingkungan hidup di Indonesia. Sudah terlalu banyak kasus

pencemaran lingkungan hidup di Indonesia, justru diakibatkan oleh eksplorasi sumber

daya alam yang semakin meningkat oleh kehadiran penanam modal atau investor

(asing).

Bahayanya sejumlah angin segar atau iming-iming untuk para investor justru

semakin gencar ditiupkan. Memang bagi Indonesia dengan jumlah penduduk yang

begitu besar jumlahnya, membuka peluang bagi investor (asing) sepertinya suatu

tindakan, yang apa boleh buat, harus dilakukan. Namun demikian, apa yang telah

diberikan kepada investor (asing) betul-betul suatu hubungan yang “asimetris”,

artinya keuntungan jauh lebih banyak dikeruk penanam modal/pemodal/investor

(asing), sementara yang dapat diperoleh tidak lebih sekedar limbah.

Pembukaan investasi (asing) di Indonesia dalam banyak hal sangat

menguntungkan negara-negara industri, seperti Jepang, Korea Selatan dan Taiwan.

Hal ini disebabkan oleh tingginya apresiasi mata uang mereka terhadap dolar

Amerika Serikat di satu sisi dan peningkatan proteksi pasar ekspor mereka, seperti di

USA dan MEE.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 97: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

84

Di kebanyakan negara di dunia, kehadiran penanam modal/investor (asing)

dapat disambut dan dapat dipandang dengan kecurigaan, mungkin kedua pandangan

terhadap hal itu masuk akal, tentu sebaliknya di Indonesia, penanam modal/investor

(asing) itu disambut baik, karena dapat memberikan keuntungan cukup besar terhadap

perekonomian nasional, misalnya penanam modal/investor (asing) dapat :86

1. menciptakan lowongan kerja bagi penduduk negara tuan rumah, sehingga mereka dapat meningkatkan penghasilan mereka dan standar hidup mereka

2. menciptakan kesempatan penanaman modal bagi penduduk negara tuan rumah, sehingga mereka dapat berbagi dari pendapatan perusahaan-perusahaan baru.

3. meningkatkan ekspor dari negara tuan rumah, mendatangkan penghasilan tambahan dari luar yang dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan untuk kepentingan penduduknya.

4. menghasilkan pengalihan pelatihan teknis dan pengetahuan, yang mana dapat digunakan oleh penduduk untuk mengembangkan perusahaan dan industri lain

5. memperluas potensi keswasembadaan negara tuan rumah dengan memproduksi barang setempat untuk menggantikan barang impor

6. menghasilkan pendapatan pajak tambahan yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan, demi kepentingan penduduk dari negara tuan rumah

7. membuat sumber daya negara tuan rumah – baik sumber daya alam dan sumber daya manusia – lebih baik pemanfaatannya daripada semula.

Sebaliknya pengalaman di banyak negara menunjukkan bahwa penanaman

modal/investasi (asing) mengharuskan pengamatan yang hati-hati untuk menjaga dari

tindakan yang dapat berlawanan dengan kepentingan nasional negara tuan rumah,

misalnya kerusakan lingkungan terhadap sumber daya alam.

86 John W.Head, Pengantar Ilmu Hukum Ekonomi, (Jakarta : Proyek ELIPS & Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997), hlm.88-89

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 98: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

85

B. Prinsip-prinsip Hukum Penanaman Modal di Indonesia

Sudah sejak dahulu kala bisnis atau pada waktu itu masih terbatas pada

“perdagangan” menjadi sarana penting untuk mendekatkan negara-negara dan bahkan

kebudayaan-kebudayaan yang berlain-lainan. Kalau dilihat dalam perspektif sejarah,

perdagangan merupakan faktor penting dalam pergaulan antar bangsa-bangsa yang

justru sempat menyebarkan perdamaian dan persaudaraan.

Di kawasan kepulauan, para saudagar dulu membawa dagangannya sampai ke

tempat jauh dengan berlayar. Di kawasan daratan, para saudagar seringkali

menempuh jarak jauh untuk mengantar barang dagangannya, kadang-kadang dengan

mengikuti rombongan kafilah. Sejarawan besar dari Skotlandia, William Robertson

(1721 – 1793), menegaskan bahwa “perdagangan memperlunak dan memperhalus

cara pergaulan manusia”. Filsuf dan ahli ilmu politik Prancis, Montesquieu (1689-

1755), pada waktu yang sama lebih melihat kehalusan dalam pergaulan sebagai syarat

untuk perdagangan.

Hampir menjadi gejala umum bahwa dimana adat istiadat bersifat halus, di

situ ada perdagangan, dan dimana ada perdagangan, di situ adat istiadat bersifat halus.

Entah sebagai akibat atau sebagai syarat, yang pasti ialah perdagangan sanggup

menjembatani jarak jauh dan menjalin komunikasi serta hubungan baik antara

manusia.87

87 K.Bertens, Pengantar Etika Bisnis, (Yogyakarta : Kanisius, 2000), hlm. 347

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 99: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

86

Dengan sarana transportasi dan komunikasi yang dimiliki sekarang, bisnis

perdagangan internasional bertambah penting lagi. Berulangkali dapat didengar

bahwa kini Indonesia hidup dalam era globalisasi ekonomi/pasar bebas, kegiatan

ekonomi mencakup seluruh dunia, sehingga hampir semua negara terlibat dalam

pasar bebas, sebagaimana dimengerti sekarang dan merasakan akibat pasang surutnya

pasar ekonomis. Memang benar, kenyataan ini tidak bisa dipungkiri, yang melahirkan

konsekuensi hubungan dagang internasional antar negara, mau tidak mau, harus

transparan/terbuka, termasuk dalam menanamkan modal/berinvestasi.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, penanaman modal/investasi harus

menjadi bagian dari penyelenggaraan perekonomian nasional dan ditempatkan

sebagai upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, dan lain

sebagainya dalam suatu sistem perekonomian yang berdaya saing.

Tujuan penyelenggaraan penanaman modal hanya dapat tercapai, apabila

faktor penunjang yang menghambat iklim penanaman modal dapat diatasi, antara lain

melalui perbankan, koordinasi antar instansi pemerintah pusat dan daerah, penciptaan

birokrasi yang efisien, kepastian hukum di bidang penanaman modal, biaya ekonomi

yang berdaya saing tinggi, serta iklim usaha yang kondusif di bidang ketenagakerjaan

dan keamanan berusaha.88

Dengan perbaikan berbagai faktor penunjang tersebut, diharapkan realisasi

penanaman modal akan membaik secara signifikan dengan berlandaskan pada

prinsip-prinsip sebagai berikut :89

88 Hadi Setia Tunggal, Op.cit, hlm.27 89 Ibid, hlm.42-44

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 100: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

87

1. Asas kepastian hukum Yang dimaksud dengan “asas kepastian hukum” adalah asas dalam negara hukum yang meletakkan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan tindakan dalam bidang penanaman modal.

2. Asas keterbukaan Yang dimaksud dengan “asas keterbukaan” adalah asas yang terbuka terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kegiatan penanaman modal.

3. Asas akuntabilitas Yang dimaksud dengan “asas akuntabilitas” adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari penyelenggaraan penanaman modal harus dipertanggung jawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

4. Asas perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara Yang dimaksud dengan “asas perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara” adalah asas perlakuan pelayanan non diskriminasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, baik antara penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing maupun antara penanam modal dari satu negara asing dan penanam modal dari negara asing lain.

5. Asas kebersamaan Yang dimaksud dengan “asas kebersamaan” adalah asas yang mendorong peran seluruh penanam modal secara bersama-sama dalam kegiatan usahanya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.

6. Asas efisiensi berkeadilan Yang dimaksud dengan “asas efisiensi berkeadilan” adalah asas yang mendasari pelaksanaan penanaman modal dengan mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam usaha untuk mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif, dan berdaya saing.

7. Asas berkelanjutan

Yang dimaksud dengan “asas berkelanjutan” adalah asas yang secara terencana mengupayakan berjalannya proses pembangunan melalui penanaman modal untuk menjamin kesejahteraan dan kemajuan dalam segala aspek kehidupan, baik untuk masa kini maupun yang akan datang.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 101: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

88

8. Asas berwawasan lingkungan Yang dimaksud dengan “asas berwawasan lingkungan” adalah asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup.

9. Asas kemandirian

Yang dimaksud dengan “asas kemandirian” adalah asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap mengedepankan potensi bangsa dan negara dengan tidak menutup diri pada masuknya modal asing demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi.

10. Asas keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional

Yang dimaksud dengan “asas keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional” adalah asas yang berupaya menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi wilayah dalam kesatuan ekonomi nasional.

Dari sekian prinsip-prinsip ini, ada satu prinsip yang benar-benar relevan

dengan era globalisasi/pasar bebas, yaitu perlakuan non diskriminasi terhadap

penanam modal/investor yang berasal dari negara manapun yang melakukan kegiatan

penanaman modal/investasi di Indonesia, kecuali bagi penanam modal/investor dari

suatu negara yang memperoleh hak istimewa berdasarkan perjanjian dengan

Indonesia.90

Disamping asas-asas tersebut, UU Penanaman Modal di Indonesia dibangun

diatas prinsip-prinsip penanaman modal sebagai berikut :

1. Perlakuan sama dalam bidang usaha

Pasal 4 ayat (2) UU PM menetapkan perlakuan sama antara penanaman modal

asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) dengan tetap mengacu

kepada kepentingan nasional. Kaidah dalam Pasal 4 ayat (2) mengandung dua

variable yang harus dimaknai secara utuh, yakni kewajiban memberikan

90 Lihat Pasal 6 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 102: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

89

perlakuan sama dan mengacu pada kepentingan nasional. Hal ini berarti perlakuan

sama tersebut tidak bisa dipisahkan dengan kepentingan nasional. Artinya, dalam

keadaan-keadaan tertentu perlakuan sama tersebut dapat tidak diterapkan kepada

penanaman modal asing. Tentunya pengecualian semacam ini harus sesuai

dengan kesepakatan internasional.

Jika dipahami secara menyeluruh sebenarnya UU PM tidak memberikan

perlakuan yang benar-benar sama antara PMA dan PMDN. Beberapa ketentuan

dari UU PM tersebut membebankan sejumlah pembatasan penanaman modal

terhadap PMA, salah satu diantaranya adalah pembatasan bidang usaha pada

PMA. Pasal 12 UU PM sebenarnya tidak membuka seluruh bidang usaha kepada

investor asing. Bidang usaha yang terkait langsung dengan keamanan negara

seperti produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang dan bidang

usaha yang secara eksplisit dalam undang-undang dinyatakan tertutup, tidak

dibenarkan bagi penanaman modal asing.

2. Penerapan Syarat Penanaman Modal

Pasal 12 ayat (4) UU PM memberikan hak kepada pemerintah untuk menetapkan

syarat-syarat penanaman modal pada bidang usaha yang terbuka bagi penanaman

modal. Selanjutnya pada ayat (5) ditetapkan kriteria kepentingan nasional yang

harus diperhatikan dalam menetapkan persyaratan penanaman modal, yakni

perlindungan sumber daya alam, perlindungan, pengembangan usaha mikro,

kecil, menengah, dan koperasi, pengawasan produksi dan distribusi, peningkatan

kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam negeri, serta kerja sama dengan

badan usaha yang ditunjuk Pemerintah.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 103: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

90

Persyaratan-persyaratan yang dikenakan terhadap penanaman modal.

Persyaratan ini bisa beragam bentuknya, misalnya persyaratan joint venture

(pembatasan pemilikan saham asing), kemitraan dengan usaha kecil, menengah

dan koperasi, alih teknologi, dan persyaratan-persyaratan bidang lingkungan

hidup.

3. Perlakuan khusus terhadap Negara-negara tertentu

Pasal 6 ayat (2) UU PM menerapkan perlakuan diskriminatif dengan adanya

perlakuan khusus kepada negara-negara tertentu berdasarkan perjanjian dengan

Indonesia. Sasaran dari perlakuan khusus ini adalah negara-negara yang terikat

perjanjian penanaman modal secara bilateral, regional maupun multilateral

dengan Indonesia.

Dalam hukum perdagangan internasional ketentuan yang demikian didasarkan

pada prinsip standard of preferential treatment yang membuka peluang adanya

penyimpangan prinsip MFN melalui perlakuan khusus terhadap negara-negara

tertentu, seperti negara bertetangga, atau sesama anggota custom union, dan

wilayah perdagangan regional atau kawasan tertentu.

4. Fasilitas penanaman modal

UU PM mengatur tentang fasilitas penanaman modal pada Bab X mulai dari

Pasal 18 sampai dengan Pasal 24. Bentuk fasilitas penanaman modal yang

diberikan berdasarkan UU No. 25 Tahun 2007 meliputi kemudahan perpajakan,

hak transfer dan repatriasi, amortisasi yang dipercepat, kemudahan perijinan,

kemudahan bea masuk, dan fasilitas hak atas tanah.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 104: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

91

C. Penerapan Prinsip-Prinsip Perdagangan Internasional dalam Hukum Penanaman Modal di Indonesia

Indonesia adalah negara anggota WTO dan telah meratifikasi Kesepakatan

Pendirian WTO dengan UU No. 7 Tahun 2004. Sebagai anggota dari pergaulan

masyarakat internasional yang beradab, Indonesia memiliki kewajiban

mengharmoniskan peraturan perundang-undangannya dengan kewajiban internasional

yang telah disepakatinya. Tidak terkecuali UU No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman

Modal harus pula harmonis dengan kesepakatan-kesepakatan internasional yang

diterima Indonesia dalam pergaulannya pada berbagai kerjasama internasional. Jika

hal ini tidak dipenuhi, maka Indonesia akan dibawa kedalam penyelesaian sengketa

oleh negara-negara lain yang berkepentingan.

Berikut ini akan diuraikan analisis tentang penerapan prinsip-prinsip

perdagangan internasional dalam hukum penanaman modal di Indonesia.

1. Prinsip Perlakuan Sama (National Treatment dan Most Favoured Nations )

Dalam hukum perdagangan internasional, kedua prinsip ini menuntut tidak

adanya perlakuan khusus terhadap barang buatan dalam negeri dan larangan

adanya perlakuan diskriminatif berdasarkan asal negara. Barang buatan dalam

negeri dan barang asal impor diperlakukan sama, demikian pula bahwa perlakuan

terhadap semua negara anggota WTO harus sama tanpa ada negara tertentu yang

diperlakukan khusus.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 105: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

92

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tidak ditemukan adanya

peraturan penanaman modal yang mensyaratkan adanya kewajiban untuk

menggunakan barang buatan dalam negeri sampai jumlah, nilai atau persentase

tertentu dalam proses produksi sebagai syarat penanaman modal di Indonesia.

Terakhir Indonesia menggunakan persyaratan kandungan lokal dalam kegiatan

penanaman modal berdasarkan Instruksi Presiden RI No.2 Tahun 1996 jo.

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No.31/MP/SK/2/1996.

Kedua peraturan ini mensyaratkan penggunaan komponen buatan dalam negeri

dalam investasi otomotif di Indonesia sebanyak 20% pada tahun pertama

produksi, 40% pada tahun kedua dan 60% pada tahun ketiga. Kebijakan ini

dirubah karena adanya keputusan Panel penyelesaian sengketa WTO yang

menyatakan kebijakan tersebut bertentangan dengan prinsip national treatment

dan karenanya kebijakan tersebut dapat dikualifikasikan sebagai hambatan

perdagangan internasional.91

Dalam UU No.25 Tahun 2007, persyaratan yang demikian kembali terlihat

dalam Pasal 18 ayat (3) huruf j yang mengkaitkan fasilitas penanaman modal

dengan penggunaan produksi dalam negeri kemungkinan akan mendapat

perhatian investor asing. Fasilitas penanaman modal yang demikian dapat

berdampak pada perdagangan internasional, karena pemberian fasilitas tersebut

didasarkan pada syarat yang dapat berakibat ada perbedaan perlakuan antara

91 Indonesia Automotif Pioner Industry, Panel Report, diakses pada www.wto.org/english/

tratop _e/investment/dispute/html tanggal 8 Juni 2008.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 106: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

93

barang buatan dalam negeri dengan barang impor. Dalam hal ini perlakuan

khusus diberikan kepada barang buatan dalam negeri dalam bentuk fasilitas

penanaman modal, fasilitas mana tidak diberikan kepada penanam modal yang

menggunakan barang impor. Tentunya masih bisa diperdebatkan, mengingat

bahwa Pasal ini tidak mensyaratkan adanya kewajiban menggunakan barang

buatan dalam negeri dalam jumlah, nilai atau persentase tertentu seperti yang

dilarang dalam Agreement on TRIMs. Tindakan ini merupakan tindakan sukarela

tetapi diberikan insentif investasi. Pasal 18 ayat (3) huruf j ini berlindung pada

argumentasi tidak adanya kewajiban menggunakan barang buatan dalam negeri.

Dalam UU No. 25 Tahun 2007 perlakuan sama antara investor asing dan

investor domestik dijadikan sebagai kebijakan dasar penanaman modal di

Indonesia. Dalam Pasal 4 ayat (2) UU tersebut ditegaskan, “Dalam menetapkan

kebijakan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah memberi

perlakuan yang sama bagi penanam modal dalam negeri dan penanam modal

asing dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional”. Hal ini berarti bahwa

UU Penanaman Modal telah mengakomodir prinsip perlakuan sama, yang

diwajibkan oleh GATT, Agreement on TRIMs maupun GATS.

Pasal 6 ayat (1) UU PM menetapkan kewajiban Pemerintah memberikan

perlakuan yang sama kepada semua penanam modal yang berasal dari negara

mana pun yang melakukan kegiatan penanaman modal di Indonesia sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan ini merupakan

penerapan dari prinsip most favoured nations dalam perdagangan internasional.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 107: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

94

Menyimpang dari Pasal 6 ayat (2) UU PM menerapkan perlakuan diskriminatif

dengan adanya perlakuan khusus kepada negara-negara tertentu berdasarkan

perjanjian dengan Indonesia. Sasaran dari perlakuan khusus ini adalah negara-

negara yang terikat perjanjian penanaman modal secara bilateral, regional

maupun multilateral dengan Indonesia.

Dalam hukum perdagangan internasional ketentuan yang demikian didasarkan

pada prinsip standard of preferential treatment yang membuka peluang adanya

penyimpangan prinsip MFN melalui perlakuan khusus terhadap negara-negara

tertentu, seperti negara bertetangga, atau sesama anggota custom union, dan

wilayah perdagangan regional atau kawasan tertentu.

2. Prinsip Larangan Pembatasan Kuantitatif

GATT melarang adanya peraturan domestik yang menerapkan kebijakan

pembatasan kuantitatif terhadap barang impor. Dalam peraturan penanaman

modal, kebijakan ini umumnya diterapkan dalam persyaratan penanaman modal

dalam bentuk pembatasan impor secara langsung, misalnya dalam bentuk

kebijakan keseimbangan perdagangan (trade balancing policy), pembatasan

impor dengan membatasi akses terhadap devisa (foreign exchange limitation).

Tidak satu pun dari kebijakan tersebut yang ditetapkan sebagai syarat penanaman

modal di Indonesia.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 108: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

95

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa persyaratan-persyaratan

penanaman modal dalam peraturan domestik di Indonesia tidak bertentangan

dengan prinsip larangan pembatasan kuantitatif sesuai Article XI GATT. Dengan

kata lain, larangan pembatasan kuantitatif telah terakomodasi dalam peraturan

penanaman modal di Indonesia.

Sehubungan dengan persyaratan penanaman modal yang terkait dengan

liberalisasi investasi di sektor jasa berdasarkan GATS terlebih dahulu harus

dipahami ketentuan-ketentuan pokok sebagai berikut :

a. GATS tidak berlaku secara umum terhadap seluruh peraturan penanaman

modal domestik. Keberlakuan GATS terbatas pada peraturan penanaman

modal di sektor jasa. Hal ini pun masih dibatasi pada sektor jasa yang telah

menjadi commitment liberalisasi dari Negara anggota yang bersangkutan.

b. Negara anggota masih dibenarkan menetapkan syarat-syarat penanaman

modal pada sektor jasa yang sudah diliberalisasikan berdasarkan commitment

Negara anggota tersebut melalui mekanisme specific of commitment.

c. Liberalisasi sektor usaha jasa berdasarkan GATS dengan demikian bersifat

progressif, berdasarkan positif list. Artinya liberalisasi berdasarkan GATS

hanya mengikat pada sektor usaha jasa yang didaftarkan dalam schedule of

commitment Negara peserta.

d. Perlakuan sama antara investor asing dan domestik berlaku pada tahap post

establishment stage atau setelah perusahaan penanaman modal berdiri.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 109: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

96

Perlakuan sama tidak mencakup tahap pre establishment stage atau tahap

entry appropal.

Berdasarkan prinsip-prinsip dasar tersebut, berikut diuraikan analisis tentang

persyaratan penanaman modal di Indonesia.

1. Pembatasan Bidang Usaha

UU No. 25 Tahun 2007 tidak membuka seluruh bidang usaha bagi kegiatan

penanaman modal asing. Pasal 12 UU ayat (2) tersebut menetapkan bahwa

bidang usaha yang terkait langsung dengan keamanan negara seperti produksi

senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang dan bidang usaha yang secara

eksplisit dalam undang-undang dinyatakan tertutup, tidak dibenarkan bagi

penanaman modal asing. Ayat (3) selanjutnya menetapkan bidang usaha yang

tertutup bagi penanaman modal asing berdasarkan alasan kesehatan, moral,

kebudayaan, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan nasional, serta

kepentingan nasional lainnya.

Lebih lanjut dalam Pasal 12 ayat (5) ditegaskan bahwa pemerintah dapat

menetapkan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan berdasarkan kriteria

kepentingan nasional, yaitu perlindungan sumber daya alam, perlindungan,

pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, pengawasan

produksi dan distribusi, peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam

negeri, serta kerja sama dengan badan usaha yang ditunjuk pemerintah.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 110: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

97

Pembatasan bidang usaha yang demikian tidak dilarang dalam kesepakatan

internasional di bidang perdagangan. Agreement on TRIMs tidak ditujukan untuk

mengatur pembatasan bidang usaha. Agreement ini hanya mengatur

pendisiplinan performance requirement yang berdampak negatif pada kelancaran

perdagangan barang. Sementara GATS mewajibkan adanya perlakuan sama

antara penanaman modal asing dengan penanaman modal dalam negeri, akan

tetapi daya laku dari GATS terbatas pada penanaman modal sektor jasa dan

masih dibatasi pula oleh sistim positive list dan specific of commitment dari

negara-negara peserta.

Dengan demikian yang harus menjadi perhatian adalah jangan sampai bidang

usaha yang ditutup terhadap investor asing tersebut adalah bidang usaha yang

telah dibuka oleh Indonesia berdasarkan negosiasi GATS.

2. Pembatasan Penggunaan Tenaga Kerja Asing

Pasal 10 UU No.25 Tahun 2007 mewajibkan perusahaan penanaman modal

dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja untuk mengutamakan tenaga kerja

Warga Negara Indonesia. Perusahaan penanaman modal berhak menggunakan

tenaga ahli warga negara asing untuk jabatan dan keahlian tertentu sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan. Perusahaan penanaman modal yang

mempekerjakan tenaga kerja asing diwajibkan menyelenggarakan pelatihan dan

melakukan alih teknologi kepada tenaga kerja warga negara Indonesia sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 111: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

98

Pada prinsipnya penggunaan tenaga kerja asing dibatasi pada bidang-bidang

pekerjaan atau jabatan yang belum dapat diisi oleh tenaga kerja Warga Negara

Indonesia. Pembatasan ini sepintas bertentang dengan GATS yang mengatur

tentang free personal movement yang tidak membatasi penggunaan tenaga kerja

asing dalam kegiatan investasi.

Namun meskipun demikian, ketentuan pembatasan penggunaan tenaga kerja

asing tidak bertentangan dengan GATS. Peraturan nasional Negara-negara

anggota (domestic regulations) dibenarkan untuk menetapkan syarat-syarat

penggunaan tenaga kerja asing dengan memperhatikan specific of commitment

dari negara anggota yang bersangkutan.

3. Persyaratan Pemberian Fasilitas Penanaman Modal

UU PM mengatur tentang Fasilitas Penanaman Modal pada Bab X mulai dari

Pasal 18 sampai dengan Pasal 24. Secara umum tidak ada ketentuan perdagangan

internasional yang melarang pemberlakuan insentif investasi berupa fasilitas

penanaman modal. Masalah bisa muncul jika pemberian insentif investasi

dikaitkan dengan performance requirement yang bertentangan dengan Agreement

on TRIMs. Terkait dengan hal tersebut, menarik untuk diperhatikan ketentuan

Pasal 18 UU PM, karena pada pasal ini terdapat dua kemungkinan keberatan

penanam modal, khususnya PMA. Pertama, fasilitas penanaman modal tidak

diberikan kepada semua penanam modal, akan tetapi hanya kepada penanaman

modal yang memenuhi persyaratan tertentu. Bisa saja ketentuan demikian

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 112: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

99

diartikan sebagai ketentuan yang diskriminatif. Kedua, Pasal 18 ayat (3) huruf j

mengkaitkan fasilitas penanaman modal dengan penggunaan produksi dalam

negeri.

Persyaratan untuk memperoleh fasilitas penanaman modal sebagaimana diatur

dalam Pasal 18 ayat (3) huruf a sampai dengan i tidak bertentangan dengan

ketentuan perdagangan internasional, karena tidak ada ketentuan secara

imperative melarang persyaratan tersebut. Pemberian fasilitas yang dibatasi pada

penanaman modal yang memenuhi syarat tertentu semestinya dipandang sebagai

konsistensi pemerintah terhadap pandangan yang mengakui bahwa penerapan

kebijakan penanaman modal tunduk pada kedaulatan politik Indonesia yang

pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan ekonomi. Dalam

pemaknaan yang demikian, syarat-syarat tersebut adalah bentuk dari kebutuhan

pembangunan ekonomi Indonesia pada sektor industri. Masalah seperti ini belum

mendapatkan pengaturan yang tegas dan merupakan salah satu agenda

kontroversi dalam negosiasi trade and investment.

Pasal 18 ayat (3) huruf j yang mengkaitkan fasilitas penanaman modal dengan

penggunaan produksi dalam negeri kemungkinan akan mendapat perhatian

investor asing. Fasilitas penanaman modal yang demikian dapat berdampak pada

perdagangan internasional, karena pemberian fasilitas tersebut didasarkan pada

syarat yang dapat berakibat ada perbedaan perlakuan antara barang buatan dalam

negeri dengan barang impor. Dalam hal ini perlakuan khusus diberikan kepada

barang buatan dalam negeri dalam bentuk fasilitas penanaman modal, fasilitas

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 113: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

100

mana tidak diberikan kepada penanam modal yang menggunakan barang impor.

Tentunya masih bisa diperdebatkan, mengingat bahwa Pasal ini tidak

mensyaratkan adanya kewajiban menggunakan barang buatan dalam negeri

dalam jumlah, nilai atau persentase tertentu seperti yang dilarang dalam

Agreement on TRIMs. Tindakan ini merupakan tindakan sukarela tetapi

diberikan insentif investasi. Pasal 18 ayat (3) huruf j ini berlindung pada

argumentasi tidak adanya kewajiban menggunakan barang buatan dalam negeri.

4. Persyaratan Penanaman Modal

Pasal 12 ayat (4) UU PM memberikan hak kepada pemerintah untuk

menetapkan syarat-syarat penanaman modal pada bidang usaha yang terbuka

bagi penanaman modal. Selanjutnya pada ayat (5) ditetapkan kriteria kepentingan

nasional yang harus diperhatikan dalam menetapkan persyaratan penanaman

modal, yakni perlindungan sumber daya alam, perlindungan, pengembangan

usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, pengawasan produksi dan distribusi,

peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam negeri, serta kerja sama

dengan badan usaha yang ditunjuk Pemerintah.

Agreement on TRIMs melarang performance requirement yang tidak

konsisten dengan Article III dan XI GATT. Tetapi tidak melarang persyaratan

penanaman modal lainnya seperti kewajiban joint venture, pembatasan pemilikan

saham asing, kemitraan dengan UKMK, alih teknologi dan persyaratan-

persyaratan berkenaan dengan upaya melindungi lingkungan hidup. Persyaratan-

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 114: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

101

persyaratan yang demikian termasuk pada non-cross border issues yang

pelaksanaannya tergantung pada kebutuhan pembangunan ekonomi Negara host

country.

Dalam kaitannya dengan GATS, maka harus dipahami bahwa GATS berlaku

untuk penanaman modal sektor jasa yang dibatasi oleh pendekatan positive list

dan specific of commitment. GATS mewajibkan perlakuan sama berdasarkan

prinsip MFN dan NT. Pendekatan positive list membatasi keberlakuan GATS

untuk bidang-bidang usaha yang tercantum dalam commitment negara anggota.

Bahkan GATS juga masih membenarkan adanya persyaratan-persyaratan tertentu

yang diterapkan kepada penanaman modal asing sepanjang persyaratan tersebut

masuk dalam specific of commitment dari Negara peserta.

Perlakuan sama dalam sistim perdagangan jasa berlaku pada tahap post

establishment stage yakni setelah perusahaan penanaman modal berdiri atau

mendapatkan persetujuan penanaman modal. Jika demikian, pada saat entry

approval (pre-establishment stage), host country masih dibenarkan menetapkan

persyaratan-persyaratan penanaman modal yang disesuaikan dengan kebutuhan

pembangunan ekonomi suatu negara. Demikian seharusnya pemaknaan

liberalisasi bertahap dalam bidang penanaman modal sektor jasa.

Dalam penerapan persyaratan penanaman modal, yang harus diperhatikan

adalah persyaratan yang ditetapkan tidak masuk dalam kategori performance

requirement yang dilarang berdasarkan Agreement on TRIMs, dan persyaratan

penanaman modal terhadap penanaman modal asing sektor jasa dilakukan

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 115: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

102

berdasarkan specific of commitment Indonesia dalam WTO. Di samping itu perlu

diperhatikan Article IV GATS terkait dengan ketentuan mengenai domestic

regulations dalam penetapan syarat.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 116: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

BAB IV PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI PADA UNDANG-UNDANG NO.25

TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DALAM KAITANNYA DENGAN DOMESTIC REGULATIONS WTO

A. Domestic Regulations WTO

Bila ditelusuri ke belakang, globalisasi ekonomi yang bergulir cepat sejak

awal 1990-an, bermula dari situasi dan kondisi perekonomian dunia pasca Perang

Dunia Kedua Tahun 1945. Amerika Serikat dengan negara sekutunya sebagai

kekuatan riil ekonomi dan politik waktu itu memprakarsai “Konferensi Bretton

Woods”, yang menghasilkan seperangkat aturan hukum ekonomi internasional berikut

organisasi pelaksananya yang menjadi cikal bakal terbentuknya sistem perekonomian

dunia.

Dalam konferensi ini negara-negara maju sepakat untuk saling mengakhiri

kebijakan perdagangan mereka yang “protektif dan menggantinya dengan sistem

perdagangan bebas yang tunduk pada prinsip-prinsip pokok General Agreement of

Tariffs and Trade (GATT)92. Kecuali itu, mereka juga sepakat untuk menciptakan

sistem nilai tukar mata uang nasional mereka secara tetap dengan acuan nilai tukar

dolar Amerika Serikat terhadap emas. Dengan batasan seperti itulah setiap negara

memperoleh kebebasan untuk menyusun dan menerapkan agenda ekonomi

nasionalnya masing-masing di wilayah nasional mereka, termasuk menjabarkan

92 Ida Susanti & Bayu Seto, Aspek Hukum dari Perdagangan Bebas Menelaah Kesiapan hukum Indonesia Dalam Melaksanakan Perdagangan Bebas ; (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2003), hlm. 9.

103 Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 117: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

104

ketentuan-ketentuan umum General Agreement on Trade in Services (GATS) dalam

peraturan perundang-undangan nasional, yang disebut “Domestic Regulations”, untuk

mengatur ketentuan-ketentuan administratif maupun prosedural terkait sektor-sektor

jasa yang telah dinyatakan dalam “Specific of Commitment”.

Domestic regulations tersebut memuat ketentuan-ketentuan tentang :93

1. Persyaratan dan prosedur (qualifications requirements and procedures)

2. Standar teknis (technical standard)

3. Standar lisensi dan persyaratan perizinan (standard licensing and procedure

requirement)

Pasca – Uruguay Round, negara peserta WTO melakukan serangkaian

pertemuan tingkat menteri dengan agenda-agenda, antara lain meninjau penerapan

beberapa perjanjian WTO, meneruskan perundingan beberapa sektor perdagangan

yang belum selesai, dan mencoba memasukkan beberapa topik baru ke dalam lingkup

WTO, seperti misalnya tentang investasi dan kompetisi. Beberapa perundingan itu

misalnya WTO Ministerial Conference di Singapore (1996), Seatle – Washington

(1999), dan Doha – Qatar (2002).94

Seluruh perjanjian (agreement) WTO dianggap sebagai satu “undertaking”.

Artinya, semua anggota negara WTO menandatangani perjanjian-perjanjian WTO

sebagai satu kesatuan paket dan bukan terpisah sendiri-sendiri. Akibatnya, negara

peserta tidak dapat memilih perjanjian yang mana saja yang akan diikutinya (secara

93 Lihat Article IV : General Agreement in Trade in Services. 94 Ida Susanti & Bayu Seto, Op.cit, hlm.12

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 118: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

105

lepasan).Hal ini memberikan keuntungan sekaligus kerugian bagi negara berkembang

yaitu :

a. Untungnya : dengan prinsip ini perjanjian di bidang tekstil dan pertanian, 2 (dua)

bidang yang sangat penting bagi negara berkembang yang dahulunya “terlepas”

dari paket GATT kini menjadi 1 (satu) bagian dalam WTO, sehingga semua

anggota negara termasuk negara maju menjadi terikat pada perjanjian ini.

b. Ruginya : negara berkembang menjadi terikat juga pada perjanjian-perjanjian

yang sejak awal dirasakan akan lebih banyak membebani mereka, misalnya

tentang TRIPs, TRIMs, dan GATS.

Perjanjian-perjanjian yang dibuat dalam kerangka WTO tidak hanya mengatur

perdagangan barang saja (goods), tetapi juga sektor jasa (services), hak milik

intelektual (intellectual property rights), dan beberapa aspek dari penanaman modal

asing (aspects of investment).95

Sebagai konsekuensi dari komitmen Indonesia selaku anggota WTO, adalah

bahwa Indonesia harus membuka pasarnya terhadap perdagangan barang dan jasa

dari negara anggota WTO lainnya. Indonesia tidak lagi dapat menutup diri dari

masuknya barang-barang (goods) dan jasa-jasa (services) asing untuk diperdagangkan

di Indonesia. Apabila Indonesia secara khusus berpikir tentang perdagangan jasa

asing yang dibuka akses pasarnya, maka Indonesia harus bersedia untuk selain

menjadi penjual jasa-jasa dari luar negeri juga menjadi pasar dari perdagangan jasa-

95 Ibid, hlm. 13-14.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 119: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

106

jasa dari luar negeri. Salah satu bentuk perdagangan jasa di Indonesia yang paling

“rentan”, namun paling “potensial” untuk dimasuki oleh pedagang jasa asing adalah

pedagang keterampilan dan keahlian yang biasa disebut “tenaga kerja asing”.96

Dalam rangka perdagangan bebas di Indonesia, salah satu ketentuan dasar

yang ditegakkan adalah “pembukaan akses pasar” terhadap perdagangan barang dan

jasa dari negara lain. Dengan demikian, perdagangan jasa di Indonesia juga diwarnai

dengan persaingan bebas dan terbuka. Sebagaimana yang terkandung di dalam

komitmen untuk membuka askes pasar dari semua negara anggota WTO lainnya.

Sebagai anggota WTO, dalam perumusan regulasinya Indonesia berkewajiban

untuk memperhatikan konsistensi antara hukum Indonesia tersebut dengan ketentuan-

ketentuan di dalam GATT maupun GATS, terutama dalam kaitan dengan komitmen

kebijakan yang mendukung akses pasar di bidang perdagangan jasa. Komitmen

kebijakan tersebut pada dasarnya meliputi beberapa hal berikut :97

1. Negara anggota World Trade Organization (WTO) dilarang untuk membatasi

jumlah penyedia jasa, dalam bentuk kuota, monopoli, pemberian hak-hak

eksklusif, atau karena alasan kebutuhan ekonomi.

Artinya, mekanisme penyediaan jasa di lingkungan negara anggota World Trade

Organization (WTO) terjadi semata-mata karena mekanisme pasar dan tidak

diintervensi oleh peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah negara

setempat, yang menyebabkan terjadinya pembatasan jumlah pekerja yang boleh

96 Ibid., hlm. 472 97 Ibid., hlm. 474 - 476

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 120: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

107

bekerja di suatu negara tersebut. Juga, negara tersebut berkewajiban untuk

melarang terjadinya praktek monopoli maupun pemberian hak-hak eksklusif. Di

Indonesia, saat ini telah ada ketentuan di dalam Undang-undang No.5 Tahun 1999

tentang Larangan Praktek Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang

mengatur tentang larangan-larangan tersebut. Bahkan alasan ekonomipun tidak

dapat dijadikan dasar untuk melakukan pembatasan tersebut.

2. Tidak membatasi jumlah total pelayanan jasa dalam bentuk kuota atau

persyaratan kebutuhan ekonomi.

Bila pada bagian sebelumnya yang dilarang adalah membatasi jumlah personal/

lembaga penyedia jasa melalui kuota atau karena alasan kebutuhan ekonomi, pada

bagian ini juga dilarang dilakukan pembatasan terhadap jumlah dari jenis

pelayanan jasa yang akan disediakan oleh pemasok jasa dari luar negeri.

Misalnya : dilarang suatu negara tertentu memberikan jatah kepada anggota

World Trade Organization (WTO) lainnya untuk memasok jasa hanya sebanyak

10 (sepuluh) jenis jasa saja. Jenis dari jasa yang dapat dipasok oleh suatu negara

bisa menjadi sangat banyak, mengingat banyaknya aktivitas manusia yang hanya

akan lancar terjadi berkat adanya bantuan penyedia jasa tersebut. Dengan

demikian, semua negara anggota World Trade Organization (WTO) yang

memiliki potensi memasok jasa, diharapkan akan memiliki kesempatan seluas-

luasnya untuk dapat memasok semua jenis jasa tersebut tanpa ada hambatan

kuantitatif.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 121: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

108

3. Tidak membatasi nilai total transaksi jasa atau kekayaan dalam bentuk kuota atau

persyaratan kebutuhan ekonomi

Apabila di bagian sebelumnya yang dilarang adalah membatasi jumlah

pemasoknya atau jumlah jenis jasa yang akan dipasok, maka di bagian ini yang

dilarang adalah menentukan batas maksimal nilai pemasokan jasa yang berasal

dari suatu negara tertentu dalam suatu kurun waktu tertentu.

4. Tidak membatasi jumlah personel yang dipekerjakan oleh penyedia jasa atau yang

dipekerjakan di sektor jasa tertentu dalam bentuk kuota atau persyaratan

kebutuhan ekonomi

Seorang/sebuah lembaga pemasok jasa seringkali mempekerjakan orang lain

dalam memperdagangkan jasanya. Sebagai contoh, sebuah perusahaan sirkus dari

China akan mengadakan pertunjukan di Indonesia. Perusahaan sirkus tersebut

adalah pemasok jasa pertunjukan dan tentulah perusahaan tersebut melibatkan

banyak penyedia jasa lain untuk melaksanakan pertunjukan. Personel yang

dipekerjakan oleh pemasok jasa itupun jumlahnya tidak boleh dibatasi oleh

negara di tempat pemasokan jasa dilakukan.

5. Tidak membatasi atau mensyaratkan bentuk kerjasama atau badan hukum tertentu

bagi penyedia jasa yang akan beroperasi

Maksud dari larangan pembatasan ini adalah tidak memperkenankan negara

anggota World Trade Organization (WTO) mengharuskan pemasokan jasa diikat

dengan bentuk kerjasama tertentu (misalnya harus dalam bentuk technical

assistance agreement saja dan tidak boleh dalam bentuk kerjasama yang lain).

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 122: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

109

Juga, suatu negara anggota World Trade Organization (WTO) dilarang

mewajibkan pemasok jasa harus berbadan hukum tertentu, misalnya dalam bentuk

Perseroan Terbatas (PT) atau dilarang dalam bentuk koperasi, dan lain-lain.

Apabila dikaitkan dengan Pasal 5 ayat 2 Undang-undang No.25 Tahun 2007

tentang Penanaman Modal, dikaitkan dengan Undang-undang No. 40 Tahun 2007

tentang Perseroan Terbatas, ditemukan beberapa peraturan yang masih melakukan

pembatasan yang bisa jadi melanggar larangan tersebut. Pihak pemasok jasa

(misalnya biro perjalanan) yang akan mendirikan perusahaan di Indonesia harus

dibuat berdasarkan hukum Indonesia (berarti harus memilih bentuk badan hukum

yang hanya dikenal di Indonesia). Terlebih lagi, hukum positif Indonesia juga

mengharuskan didirikannya perusahaan tersebut dalam bentuk Perseroan Terbatas

(PT). Hal ini menimbulkan munculnya pekerjaan rumah bagi Indonesia untuk

mengkaji lebih lanjut tentang konsistensi antara Undang-undang No.25 Tahun

2007 dan Undang-undang No. 40 Tahun 2007 dengan konteks kewajiban

Indonesia sebagai anggota World Trade Organization (WTO).

6. Tidak membatasi partisipasi modal asing, misalnya dengan pembatasan

maksimum pemilikan saham

Masih berkaitan dengan Undang-undang No. 40 Tahun 2007 jelas sekali bahwa

peraturan memberikan pembatasan tentang jumlah saham yang boleh dimiliki

oleh pihak asing (dalam konteks ini adalah pemasok jasa asing). Sebagian sektor

jasa hanya dapat dimiliki oleh pemasok jasa asing sebesar kurang dari 50% (lima

puluh persen) dari total saham, sementara sektor jasa yang lain dapat dimiliki oleh

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 123: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

110

pemasok jasa asing lebih dari 50% (lima puluh persen) dari total saham

(bergantung dari sektor jasa yang akan diisinya). Hal ini makin diyakini bahwa

ternyata sebagian ketentuan tentang penanaman modal dan peraturan perusahaan

Indonesia ternyata masih belum harmonis/paralel dalam menjalankan

kewajibannya sebagai anggota World Trade Organization (WTO).

Masih dalam kerangka World Trade Organization (WTO), pembatasan

terhadap pembukaan akses pasar di bidang perdagangan jasa, dapat ditemukan di

dalam 2 (dua) asas non diskriminasi yang ada di dalam General Agreement of Tariffs

and Trade (GATT) maupun General Agreement on Trade of Services (GATS).

Kedua asas tersebut adalah asas Most Favoured Nation Principle dan National

Treatment Principle. Secara umum kita dapat memaknai pengertian Most Favoured

Nation (MFN) Principle sebagai :98

Asas yang melarang negara anggota World Trade Organization (WTO) untuk memberikan perlakuan-perlakuan istimewa (berbeda) hanya kepada pemasok jasa dari 1 (satu) atau beberapa negara anggota World Trade Organization (WTO) (sedangkan pemasok jasa dari negara anggota World Trade Organization (WTO) lainnya tidak mendapatkan perlakuan-perlakuan istimewa tersebut).

Intinya, prinsip Most Favoured Nation (MFN) ini mengharuskan suatu negara

anggota World Trade Organization (WTO) untuk memberikan perlakuan yang sama

terhadap seluruh anggota World Trade Organization (WTO) lainnya.

98 Ibid, hlm. 477

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 124: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

111

Sedangkan yang dimaksud sebagai prinsip National Treatment adalah : 99

Asas yang melarang semua negara anggota World Trade Organization (WTO)

untuk memberikan perlakuan-perlakuan istimewa (berbeda/lebih

menguntungkan) hanya kepada pemasok jasa dari dalam negeri, bila

perlakuan tersebut tidak diberikan juga kepada pemasok jasa dari luar negeri.

Apabila diperhatikan kenyataan yang terjadi, ternyata Undang-undang No. 7

Tahun 1994 dan Undang-undang No. 13 Tahun 2003 sama sekali tidak menunjukkan

keberadaannya sebagai subsistem yang saling mendukung. Hal ini yang menimbulkan

pertanyaan, dalam hal Indonesia harus menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan

kedua peraturan tersebut, maka yang harus dijawab terlebih dahulu adalah peraturan

mana yang harus berlaku untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Apabila dirujuk kepada asas Pacta Sunt Servanda, sebuah asas hukum

internasional yang telah berlaku sebagai International Customary Law, maka bagi

Indonesia yang menjadi anggota World Trade Organization (WTO) dan sepakat

untuk terikat pada The Final Act serta harus tunduk dan melaksanakan kewajiban

yang muncul dari peraturan tersebut. Apabila Indonesia mengabaikan kewajibannya

tersebut dan membuat ketentuan-ketentuan lain yang bertentangan dengan The Final

Act, maka pemerintah Indonesia akan dianggap melanggar asas Pacta Sunt Servanda

tersebut. Akibatnya, Indonesia sebagai pelanggar The Final Act dapat digugat oleh

negara-negara anggota World Trade Organization (WTO) lain yang merasa dirugikan

dengan keberadaan dari Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tersebut. Hal ini dapat

99 Ibid.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 125: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

112

terjadi sebagai akibat dari pelaksanaan prinsip transparansi, mengingat setiap anggota

World Trade Organization (WTO) memiliki kewajiban untuk melaporkan setiap

peraturannya yang dapat berdampak terhadap perdagangan internasional harus

dilaporkan dan didaftarkan kepada World Trade Organization (WTO). Dengan

demikian, setiap anggota World Trade Organization (WTO) akan memiliki akses

untuk mengetahui isi peraturan dari negara anggota World Trade Organization

(WTO) lainnya dan mengevaluasi apakah pemberlakuan peraturan tersebut dapat

berdampak negatif terhadap pelaksanaan perdagangan bebas dan terhadap

kepentingan perdagangan negara tersebut.

Kembali ke dalam konteks inkonsistensi antara Undang-undang No. 13 Tahun

2003 dengan General Agreement on Trade in Services (GATS), maka dalam hal ada

negara anggota World Trade Organization (WTO) yang merasa dirugikan oleh

substansi undang-undang tersebut, berhak untuk mengajukan claim. Apabila claim

tersebut dikabulkan oleh Disputes Settlement Body adalah memerintahkan kepada

Indonesia untuk mencabut kebijakan penempatan tenaga kerja asing (TKA) di

Indonesia (sebagaimana yang termuat di dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003).

Bahkan, bila pelaksanaan dari Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tersebut ternyata

menimbulkan kerugian material kepada negara yang menggugat, Indonesia bisa

diperintahkan untuk membayar kerugian yang dialami oleh negara penggugat

tersebut.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 126: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

113

Claim dapat diajukan melalui Disputes Settlement Body dari World Trade

Organization (WTO). Disputes Settlement Body memiliki kewenangan untuk

membentuk Panel yang akan melakukan penyelesaian perkara, mengesahkan

keputusan Panel (penyelesaian sengketa tingkat pertama) dan Appelate Body

(penyelesaian sengketa tingkat banding). Selain itu, Disputes Settlement Body juga

berwenang untuk memantau pelaksanaan putusan Disputes Settlement Body.

Dalam menyelesaikan masalah antar negara, Disputes Settlement Body

berwenang untuk memutuskan perselisihan antar negara, anggotanya. Putusan dari

Disputes Settlement Body tersebut dapat berisi :

1. Perintah untuk mencabut kebijakan perdagangan pihak anggota yang

bertentangan dengan ketentuan-ketentuan di dalam World Trade Organization

(WTO)

2. Dapat juga putusan tersebut mewajibkan negara pelanggar untuk membayar

kompensasi atas kerugian yang dialami negara anggota lainnya

3. Apabila isi putusan tersebut ternyata tidak dipatuhi oleh pihak yang oleh putusan

Disputes Settlement Body dikenai kewajiban, maka negara yang dirugikan dapat

menunda konsesi atau menunda pelaksanaan kewajiban terhadap negara

pelanggar.

B. Domestic Regulations dan Persyaratan Penanaman Modal di Indonesia

Liberalisasi investasi sektor jasa sebagaimana diatur dalam GATS bersifat

progresif, dimana Negara-negara anggota WTO masih dimungkinkan untuk

menjabarkan ketentuan liberalisasi investasi jasa dalam peraturan nasional (domestic

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 127: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

114

regulations), yang memuat ketentuan-ketentuan tentang qualifications requirements

and procedures, technical standard dan licensing prosedural and requirements.

Article VI : 4 GATS menetapkan bahwa untuk menjamin agar tindakan yang

terkait dengan persyaratan dan prosedur, standar lisensi dan persyaratan perijinan

bukan digunakan sebagai hambatan perdagangan, Dewan Perdagangan Jasa harus,

melalui lembaga-lembaga tertentu yang mungkin dibentuk, menetapkan ketentuan-

ketentuan (disiplin) yang diperlukan. Ketentuan-ketentuan tersebut ditujukan untuk

memastikan bahwa persyaratan-persyaratan yang ditentukan oleh suatu negara-negara

peserta :

a. Didasarkan pada kriteria yang objektif dan transparan, misalnya kesanggupan dan

kemampuan untuk menyediakan jasa ;

b. Tidak lebih berat daripada yang semestinya untuk menjamin kualitas jasa-jasa

c. Dalam hal prosedur perijinan, bukan merupakan hambatan dalam supply jasa-

jasa.

Sehubungan dengan hal tersebut, berikut akan diuraikan mengenai

persyaratan-persyaratan penanaman modal sektor jasa di Indonesia terkait dengan

ketentuan domestic regulations.

1. Persyaratan Pemilikan Saham

Untuk sektor jasa finansial (perbankan dan asuransi) hukum penanaman

modal di Indonesia menetapkan persyaratan pembatasan pemilikan saham asing

yang cukup bervariasi. Asuransi, misalnya harus dilakukan dengan usaha

patungan dengan pemilikan saham asing maksimum sebesar 80%. Di sektor

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 128: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

115

telekomunikasi, Indonesia memberikan syarat maksimum pemilikan saham asing

pada usaha patungan sebesar 95%. Selanjutnya pada subsektor perhubungan

udara, maksimum pemilikan saham asing sebesar 49% untuk semua bidang usaha

yang meliputi jasa angkutan niaga berjadwal, tidak berjadwal dan jasa

penyelenggaraan bandar udara. Pada sektor jasa kesehatan yang meliputi

pendirian dan penyelenggaraan rumah sakit, medical check up, laboratorium

klinik, pelayanan rehabilitasi mental, jaminan pemeliharaan kesehatan,

penyewaan peralatan medis, jasa asistensi dalam pertolongan kesehatan dan

evakuasi pasien dalam keadaan darurat, jasa menejemen rumah sakit, dan jasa

pengetesan pemeliharaan dan perbaikan peralatan medis, jumlah maksimum

pemilikan saham asing yang diijinkan sebesar 49%.

Persyaratan yang membatasi pemilikan saham asing tidak bertentangan

dengan GATS maupun domestic regulations WTO. Tidak satu pun dari

kesepakatan tersebut yang secara imperative melarang Negara anggota WTO

membatasi pemilikan saham asing pada perusahan patungan yang didirikan

menurut hukum nasional dari Negara anggota yang bersangkutan.

Ketentuan pembatasan pemilikan saham asing merupakan syarat yang

ditetapkan pada tahap entry appropal atau pre-establihment stage yang tidak

termasuk dalam lingkup keberlakuan GATS. Persyaratan pada tahap ini

sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah host country. Dengan demikian,

persyaratan diskriminatif mengenai pemilikan saham antara asing dan domestic

pada saat entry appropal masih relevan dengan GATS maupun domestic

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 129: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

116

regulations. Terlebih lagi persyaratan yang demikian tidak berhubungan secara

langsung dengan terjadinya hambatan perdagangan jasa internasional.

2. Pembatasan Tenaga Asing

Pada uraian bab sebelumnya telah ditegaskan bahwa UU No.25 Tahun 2007

lebih mengutamakan penggunaan tenaga kerja WNI pada perusahaan-perusahaan

penanaman modal. Pada prinsipnya tenaga kerja asing dibenarkan sepanjang

jabatan yang didudukinya belum bisa dilakukan oleh tenaga kerja warga Negara

Indonesia. Demikian pula jika diperhatikan ketentuan Pasal 42 ayat (4) UU No.

13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, secara tegas menyatakan bahwa tenaga

kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk

jabatan tertentu dan waktu tertentu.

Persyaratan penggunaan tenaga kerja WNI juga dapat dilihat dalam berbagai

sektor usaha jasa. Pada sektor usaha jasa pelayanan rumah sakit misalnya,

ketentuan penanaman modal di Indonesia mempersyaratkan semua tenaga medis

dan paramedis wajib menggunakan tenaga kerja WNI. Tenaga medis asing hanya

dibenarkan sebagai tenaga konsultan. Hal yang sama terjadi pada sektor jasa

pendidikan tinggi. Penanaman modal asing pada subsektor jasa pendidikan tinggi

wajib menggunakan staf pengajar warga Negara Indonesia. Tenaga asing hanya

diijinkan sebagai tenaga konsultan.

Agreement on TRIMs maupun GATS sama tidak ditujukan untuk

mendisiplinkan persyaratan pengutamaan tenaga kerja domestik. Ketentuan free

personal movement yang mengiringi liberalisasi modal dapat dibatasi oleh

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 130: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

117

peraturan domestik dari Negara anggota, sesuai dengan kebutuhan pembangunan

ekonomi dari Negara tersebut. Hal ini berarti bahwa persyaratan investasi yang

mengutamakan tenaga kerja domestik tidak bertentangan dengan kesepakatan

WTO.

Namun meskipun demikian, patut diperhatikan bahwa jangan sampai

persyaratan ini menghambat akses pasar atau menghalangi supply jasa yang pada

gilirannya dapat mempengaruhi kualitas supply jasa yang diberikan. Oleh karena

itu, sama sekali tidak membenarkan pekerja asing pada bidang pekerjaan tertentu

adalah kurang tepat. Pembatasan dilakukan tidak secara umum, akan tetapi pada

jabatan-jabatan tertentu dalam jumlah personil dan jangka waktu yang ditentukan

oleh perundang-undangan.

C. Prinsip Transparansi Dalam Penanaman Modal

Biasanya sebelum calon penanam modal/investor akan menanamkan

modalnya di suatu negara, termasuk di Indonesia, ada beberapa hal yang menjadi

perhatian negara calon investor. Beberapa hal ini seringkali menjadi perhatian bagi

investor agar mereka dapat meminimalisasi risiko dalam berinvestasi, antara lain

transparansi (transparency), yaitu kejelasan mengenai peraturan perundang-

undangan, prosedur administrasi yang berlaku, serta kebijakan investasi.

Transparansi adalah tantangan terbesar yang dihadapi perusahaan saat ini, dan

akan terus berlangsung selama para CEO dan eksekutif lainnya tidak mau melakukan

pendekatan kepemimpinan yang berbasis nilai. Transparansi adalah salah satu cara

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 131: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

118

mengelola bisnis yang penting. Transparansi bukanlah strategi dan bukan sesuatu

yang bisa diajarkan konsultan.100

Apabila diukur dengan hal-hal yang biasanya menjadi perhatian penanam

modal/investor tersebut, maka negara seperti Indonesia, setelah menjalankan

kebijakan penanaman modal asing lebih dari dua puluh tahun, dapat dikatakan cukup

memenuhi harapan calon investor.101

Berkaitan dengan hal tersebut, penanaman modal harus menjadi bagian dari

penyelenggaraan perekonomian nasional dan ditempatkan sebagai upaya untuk

meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja,

meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan, meningkatkan kapasitas dan

kemampuan teknologi nasional, mendorong pembangunan ekonomi kerakyatan serta

menempatkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu sistem perekonomian yang

berdaya saing.102

Pengaturan penanaman modal yang ada dalam Undang-undang No.25 Tahun

2007 merupakan hasil evaluasi terhadap ketentuan penanaman modal yang ada

sebelumnya dengan memperhatikan sikap dan keinginan serta harapan para investor

yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia, tentunya dengan tetap

memperhatikan kepentingan nasional di atas kepentingan para penanam modal/

investor yang bersangkutan.

100 Herb Baum & Tammy Kling, The Transparent Leadership, (Jakarta : Bhuana Ilmu Populer, 2004), hlm. 7. 101 Jurnal Hukum Bisnis, Volume 26, No.4 Tahun 2007, hlm. 17. 102 Hulman Panjaitan & Abdul Mutalib Maharim, Komentar dan Pembahasan Undang-undang No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. (Jakarta : Indhillco, 2007), hlm. 1

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 132: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

119

Pada hakekatnya dapat dikemukakan bahwa kehadiran Undang-undang No.25

Tahun 2007 merupakan terobosan baru yang sangat positif untuk mengundang

investor, karena mengandung asas keterbukaan (transparansi). Namun demikian,

sebagian kalangan beranggapan bahwa kehadiran Undang-undang No.25 Tahun 2007

ini justru bertentangan dengan UUD 1945, sehingga terdapat beberapa lembaga

swadaya masyarakat yang telah mengajukan judicial review terhadap Undang-undang

No.25 Tahun 2007 tersebut, di antaranya adalah Lembaga Swadaya Masyarakat yang

tergabung dalam Gerakan Rakyat Melawan Neo-Kolonialisme dan Imperialisme alias

Gerak Lawan. Bahwa selain bertentangan dengan UUD 1945, Undang-undang No.25

Tahun 2007 dianggap hanya sekedar untuk membuka keran liberalisasi ekonomi

Indonesia.103

Banyak harapan yang digantungkan pemerintah dengan dikeluarkannya

Undang-undang No.25 Tahun 2007, khususnya peningkatan investasi dan lapangan

kerja untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam rangka

implementasinya, pemerintah maupun departemen terkait dituntut untuk

mengeluarkan sejumlah peraturan pelaksana dari undang-undang ini. Dan dalam

rangka efisiensi dan efektivitasnya, sangat dibutuhkan komitmen dan political will

yang kuat dari semua pihak, khususnya pemerintah, karena keberadaan investasi tidak

hanya dinikmati oleh para investor yang akan menanamkan investasinya, tetapi para

investor juga harus memperhatikan kepentingan rakyat yang berada di sekitar wilayah

investasi, artinya investor tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang dan

sesuai dengan lingkungan, nilai, norma dan budaya masyarakat setempat. 103 Ibid., hlm. 7

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 133: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

120

Kemerosotan ekonomi berpengaruh secara meluas. Pengaruhnya tidak hanya

terhadap pasar domestik, tetapi juga pasar dunia/global, sehingga para investor,

terutama investor individual di seluruh dunia melihat portofolio mereka hancur, dan

beberapa orang kehilangan dananya. Bisnis di Jepang, Jerman, Italia dan Perancis

sama terpengaruhnya seperti bisnis Amerika Serikat, tetapi dalam keadaan seperti itu

beberapa investor tetap bertahan dengan bisnisnya dan berhasil meskipun

perekonomian terpukul.

Banyak investor yang mempraktikkan strategi bisnis transparan melihat dari

pinggir lapangan ketika beberapa pesaing investor disidik, dituntut, atau bahkan

perusahaannya ditutup. Mereka membuat rencana selama masa baik, tetapi rencana

yang sama itu pula mereka gunakan selama masa sulit. Mereka tetap menjalani bisnis

mereka, mengikuti standar dan bekerja menurut seperangkat nilai yang diumumkan

secara terbuka (transparan). Mereka tidak perlu bolak balik menyusun strategi yang

berbeda, karena mereka telah melakukan hal yang benar.

Jika diperiksa banyak perusahaan yang berhasil dan akan ditemukan

pemimpin perusahaan/eksekutif perusahaan yang berniat mengelola bisnis secara

transparan dan memberikan informasi pada pemegang saham secara jujur dan etis.

Pemimpin perusahaan itu memberikan banyak perhatian untuk kepentingan para

pemegang saham, dan mereka tahu bahwa transparansi bermanfaat bagi siapa saja,

termasuk investor. Mereka tahu bahwa transparansi adalah suatu pilihan, dan tidak

dapat diatur dengan undang-undang.104

104 Herb Baum & Tammy Kling, Op.cit, hlm. 180

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 134: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

121

Rencana bisnis yang jelas dan transparan hampir selalu berhasil melewati

ujian waktu. Rencana itu dapat menjadi strategi tepat untuk segala musim, dan

menumbuhkan minat yang besar dari para investor. Rencana bisnis yang dijalankan

secara buruk, yang tidak berakar pada nilai dasar, tidak hanya merupakan gangguan

bagi karyawan dan pemegang saham, tetapi berbahaya bagi perekonomian suatu

negara, termasuk perekonomian Indonesia.

Pemimpin transparan tahu bahwa tidak bijaksana mengambil jalan pintas

untuk memperbesar angka-angka pada periode berikutnya demi mempersiapkan

perusahaan untuk dijual, karena hal ini tidak akan berpengaruh dalam jangka panjang.

Hal ini tidak akan membangun nilai saham bagi pemilik saham dalam jangka

panjang, dan tidak akan membantu karyawan perusahaan. Selama dasawarsa silam,

banyak perusahaan kehilangan pandangan tentang hal itu, karena mereka berjuang

untuk mencoba menghentikan saham mereka dari kejatuhan akibat investor mengejar

saham perusahaan teknologi. Ketika pasar jatuh, pemegang saham mengalami

perubahan, dan perubahan itu mengubah cara investor membeli saham hingga

perusahaan menemukan bahwa pemilik saham (shareowner) semakin sedikit dan

pemegang saham (shareholder) semakin banyak.

Memang transparansi yang tulus sulit diketahui, beberapa eksekutif

perusahaan memahami betul konsep memimpin secara transparan, dan perusahaan

yang dipimpinnya mendapatkan manfaat. Mereka adalah pemimpin yang dapat

membangun kultur perusahaan yang kuat, dimana berbisnis secara jujur dan etis

menjadi pemahaman dan pemikiran dasar dari para karyawannya. Perusahaan

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 135: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

122

memproduksi dan menjual produk yang bermanfaat dan memberikan nilai tambah

bagi kehidupan konsumen, dan pimpinan perusahaan berkomunikasi secara terbuka

(transparan) dengan pemegang saham (investor), analis, karyawan, dan masyarakat

umum.

Transparansi yang sah terjadi, ketika sasaran organisasi benar-benar

dijalankan dengan pelaksanaannya, tetapi sulit untuk memastikan dan terkadang sulit

ditentukan. Kebenaran biasanya muncul dengan sendirinya dalam bagaimana

perusahaan dilihat dari waktu ke waktu.

Ada 2 (dua) jenis yang biasanya muncul dalam praktik transparansi, yaitu :105

1. Transparansi sejati ; transparansi yang lebih dari sekedar menyampaikan

informasi atau memamerkan wajah baik perusahaan pada konsumen (consumer),

bersifat mendalam dan mendorong seluruh industri agar memeriksa praktik bisnis

mereka. Transparansi sejati membuat industri farmasi mengambil tindakan keras

terhadap hal-hal seperti obat tiruan atau produksi obat-obatan yang dapat

mencederai konsumen. Transparansi sejati akan menciptakan undang-undang bagi

produk yang aman untuk anak-anak, melindungi customer dari hal-hal seperti

bahaya asbes, mengikuti aturan pelaporan keuangan dan melaksanakan standar

untuk melindungi konsumen. Transparansi sejati memiliki daya tahan dan terjalin

dalam cara karyawan berinteraksi, berpikir dan hidup setiap hari. Itulah satu-

satunya jenis transparansi yang memberi dampak yang langgeng dan mengubah

perusahaan yang gagal menjadi lebih baik.

105 Ibid, hlm. 228

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 136: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

123

2. Transparansi situasional ; transparansi yang terjadi ketika pemimpin atau

perusahaan bereaksi secara terbuka dan memberikan informasi yang tidak sesuai

dengan nilai dasar perusahaan. Ini tidak tulus, itu adalah dendam terhadap situasi

atau kecaman, dan tidak memiliki daya tahan jika tidak berakar pada nilai dasar.

Artinya jika seluruh kultur perusahaan bukan sesuatu yang karyawan tahu

konsekuensinya seperti kebenaran setengah-setengah, kualitas produk buruk, atau

perilaku “apa untungnya bagi saya”, maka kultur perusahaan itu tidak transparan.

D. Penerapan Prinsip Transparansi Dalam Undang-undang No.25 Tahun 2007

Prinsip-prinsip yang mendasari penyelenggaraan penanaman modal yang

diatur dalam Undang-undang No.25 Tahun 2007 tersebut kiranya bukan hanya slogan

di atas kertas melainkan benar-benar merupakan prinsip yang dalam penerapan dan

pelaksanaannya dapat dilakukan secara konsisten, termasuk prinsip keterbukaan

(transparansi), dan prinsip non diskriminasi berdasarkan ketentuan peraturan, baik

antara penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing, termasuk pengaturan

mengenai pengesahan dan perizinan dengan sistem pelayanan terpadu satu pintu (one

door service system). Dengan sistem ini, sangat diharapkan bahwa pelayanan terpadu

di pusat dan di daerah dapat menciptakan penyederhanaan perizinan dan percepatan

penyelesaiannya. Upaya ini ditujukan untuk memotong birokrasi yang selama ini

dirasakan merupakan penghambat. Sebelumnya terdapat 12 prosedur dan dibutuhkan

waktu sampai 90 hari dalam pengurusan perizinan.106

106 Hulman Panjaitan & Abdul Mutalib Maharain, Op.cit, hlm. 3-4

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 137: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

124

Bagi seorang pengusaha manca negara yang ingin berinvestasi di sebuah

wilayah di Indonesia, adanya pelayanan satu atap melegakan karena ia tidak perlu

lagi menunggu dengan waktu lama untuk memperoleh izin usahanya di Indonesia.

Bahkan ia tidak lagi perlu mengeluarkan biaya pajak maupun pungutan lainnya yang

dapat membengkak dari tarif resmi akibat panjangnya jalur birokrasi yang harus

ditempuh untuk memperoleh izin usaha tersebut sebelum adanya pelayanan satu atap.

Sebenarnya, hal ini sudah diupayakan sebelumnya lewat Keppres No.29 Tahun 2004

mengenai penyelenggaraan penanaman modal, baik asing (PMA) maupun dalam

negeri (PMDN) melalui sistem pelayanan satu atap semasa era Presiden Megawati

Soekarno Putri. Dalam Keppres tersebut dinyatakan bahwa penyelenggaraan

penanaman modal khususnya yang berkaitan dengan pelayanan persetujuan,

perizinan, dan fasilitas penanaman modal dilaksanakan oleh BKPM. Pelayanan satu

atap ini meliputi penanaman modal yang dilakukan baik di tingkat provinsi,

kabupaten, maupun kotamadya berdasarkan kewenangan yang dilimpahkan oleh

Gubernur/Bupati/Walikota kepada BKPM. Jadi, BKPM bertugas melakukan

koordinasi antara seluruh departemen atau instansi pemerintah lainnya, termasuk

dengan pemerintah kabupaten, kota, serta provinsi yang membina bidang usaha

penanaman modal.107

Seorang pengusaha asing kemungkinan besar juga akan tetap membatalkan

niatnya berinvestasi di Indonesia walaupun proses pengurusan izin investasi menjadi

lebih lancar dan lebih murah setelah dilaksanakannya UUPM No.25 Tahun 2007

107 Jurnal Hukum Bisnis, Op.cit, hlm. 36

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 138: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

125

tersebut, jika Undang-Undang mengenai kepabeanan dirasa tidak menguntungkannya

karena pengusaha tersebut akan banyak melakukan impor, atau pasar tenaga kerja di

Indonesia dirasa tidak fleksibel akibat berlakunya UU No.13 Tahun 2003 mengenai

ketenagakerjaan.108

Ada baiknya pemerintah pusat membantu sungguh-sungguh upaya pemerintah

daerah dalam menyederhanakan proses perizinan penanaman modal di daerah.

Walaupun ada sejumlah daerah seperti Jepara dan Yogyakarta telah berhasil membuat

pelayanan satu atap, namun masih lebih banyak lagi daerah yang bahkan sama sekali

tidak tahu bagaimana memulai pembangunan satu atap. Juga di daerah-daerah yang

sama sekali tidak ada kesamaan visi dari lembaga-lembaga pemerintah, ditambah lagi

tidak ada keseriusan dari Bupati, sangat sulit diharapkan daerah-daerah tersebut dapat

membangun pelayanan satu atap. Disini peran pemerintah pusat sangat diharapkan.

UUPM No.25 Tahun 2007 harus diakui merupakan suatu kemajuan besar dalam

upaya selama ini menyederhanakan proses perizinan penanaman modal untuk

meningkatkan investasi di dalam negeri. Namun, hasilnya sangat tergantung pada

bagaimana implementasinya di lapangan. Oleh karena itu, impelmentasinya harus

dimonitor secara ketat, khususnya di daerah. Lagi-lagi, masalah klasik lainnya di

republik ini adalah Indonesia termasuk jempolan dalam membuat konsep atau

memformulasikan suatu UU. Tetapi, hanya sedikit dari UU yang ada hingga saat ini

di bidang ekonomi yang dilaksanakan secara sungguh-sungguh.109

108 Ibid, hlm. 37 109 Ibid, hlm. 41.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 139: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

126

Sebagai wujud pelaksanaan prinsip keterbukaan (transparansi) yang tersebut

dalam Pasal 3 ayat (1) huruf (b) Undang-undang No.25 Tahun 2007, pemerintah telah

mengeluarkan Daftar Negatif Investasi (DNI) yang diatur dalam Peraturan Presiden

No. 76 Tahun 2007 tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Daftar Bidang

Usaha yang Tertutup dan Daftar Bidang Usaha yang Terbuka dengan persyaratan di

bidang penanaman modal, yang berlaku pada tanggal 3 Juli 2007 (sebagaimana telah

dirubah dengan Peraturan Presiden No.111 Tahun 2007) tentang Daftar Bidang

Usaha yang Tertutup dan Terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal

yang berlaku pada tanggal 3 Juli 2007.

Kriteria bidang usaha yang tertutup dengan persyaratan, antara lain : 1. Memelihara tatanan hidup masyarakat ; 2. Melindungi keanekaragaman hayati ; 3. Menjaga keseimbangan ekosistem ; 4. Memelihara kelestarian hutan alam ; 5. Mengawasi pengawasan Bahan Berbahaya Beracun (B3) ; 6. Menghindari pemalsuan dan mengawasi peredaran barang dan/atau jasa

yang tidak direncanakan ; 7. Menjaga kedaulatan negara, atau ; 8. Menjaga dan memelihara sumber daya terbatas. Kriteria bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan, antara lain : 1. Perlindungan sumber daya alam ; 2. Perlindungan dan pengembangan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan

Koperasi (UMKMK) ; 3. Pengawasan produksi dan distribusi ; 4. Peningkatan kapasitas teknologi ; 5. Partisipasi dalam negeri, dan 6. Kerjasama dengan badan usaha yang ditunjuk oleh Pemerintah.110

110 Hulman Panjaitan & Abdul Mutalib Maharani, Op.cit, hlm. 158-159

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 140: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

127

Beleid atau kebijakan ini menunjukkan komitmen pemerintah akan

keterbukaan (transparansi) sehingga tidak ada lagi bidang usaha yang “abu-abu”.

Abu-abu yang dimaksud disini adalah tidak jelas, mana bidang usaha yang telah

tertutup dan mana yang masih terbuka bagi penanam modal, sehingga menimbulkan

dampak yang buruk, yang menimbulkan akibat berupa :

1. Peluang korupsi, sogok menyogok agar birokrat menjadikan yang “abu-

abu” bahkan yang “hitam” menjadi putih.

2. Investor enggan datang dan menanamkan modalnya di Indonesia dan lebih

baik memilih negara lain yang lebih terbuka (transparan).111

Daya tarik investor (asing) untuk berinvestasi di Indonesia akan sangat

tergantung pada sistem hukum yang diterapkan, yaitu sistem hukum yang mampu

menciptakan kepastian (predictability), keadilan (fairness), dan efisiensi (efficiency).

Bahkan dalam era globalisasi ekonomi sekarang ini, ketiga unsur tersebut menjadi

kian bertambah penting, antara lain dengan berkembangnya mekanisme pasar.

Penciptaan iklim usaha yang kondusif sebagai kebijakan dasar penanaman

modal (investasi) adalah merupakan hal yang sangat penting diperhatikan.

Terciptanya iklim usaha yang kondusif sedemikian rupa, merupakan salah satu faktor

yang mempengaruhi berinvestasi (asing), khususnya faktor politik. Apabila suhu

politik di dalam negeri tidak stabil, sudah barang tentu investor (asing) tidak akan

berminat untuk berinvestasi di Indonesia, termasuk di wilayah Propinsi Sumatera

Utara yang pada tanggal 16 April 2008 melakukan pemilihan langsung Kepala

Daerah (Gubernur). 111 Ibid, hlm. 19

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 141: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

128

Kondisi ini sangat memungkinkan terjadinya instabilitas, karena suhu politik

semakin memanas. Namun para calon yang akan dipilih telah melakukan kesepakatan

damai melalui Komisi Pemilihan Umum Propinsi Sumatera Utara, sebagai

penyelenggara yang dibebani tugas dan tanggung jawab.

Menurut Kepala Badan Investasi dan Promosi Propinsi Sumatera Utara,

Sabrina, peranan tim Task Force atau Satuan Tugas dalam melakukan mediasi ke

berbagai pelaku usaha untuk eliminasi persoalan yang ada, menjadi faktor kunci

untuk mendongkrak arus investasi ke daerah ini.

Dari realisasi investasi 1,1 miliar dolar AS atau setara Rp.10,1 triliun (kurs

Rp.9.200 per dolar AS) itu, modal asing menyumbang 177,114 juta dolar AS, dan

dalam negeri sebesar 929,363 juta dolar AS. Seluruh investasi itu terdiri dari 21

proyek modal asing dan 6 proyek PMDN. Tenaga kerja yang direkrut mencapai 5.251

orang dengan lokasi proyek tersebar di 25 kabupaten dan kota Sumut.

Dijelaskan Sabrina, dari 21 realisasi modal asing (investasi asing) itu, 17

diantaranya sudah mendapat izin usaha tetap (ready to operation) dan empat sisanya

merupakan peralihan status usaha dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) ke

Penanaman Modal Asing (PMA).

Untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sendiri, lanjut Sabrina,

modal (investasi asing) sebesar 929,363 juta dolar AS itu terdiri dari enam proyek,

yang surat persetujuan (SP)-nya telah dikeluarkan Badan Koordinasi Penanaman

Modal (BKPM) Pusat.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 142: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

129

Diakuinya, peningkatan investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) pada 2007 itu lebih dikarenakan adanya

faktor keyakinan pengusaha terhadap sektor yang ditangani. “Faktor lain yang cukup

memberi dukungan karena pertumbuhan ekonomi makro Sumut yang cukup fantastis

sebesar 9,03% pada kuartal 3 pada 2007. Hal ini semakin memacu keyakinan

pengusaha bahwa berinvestasi di Sumut tetap aman”, tukasnya.112

Menurut Sabrina, secara akumulasi investasi PMA dan PMDN di Sumut dari

2002-2007 juga menunjukkan perbaikan signifikan. Ini terlihat dari capaian investasi

senilai 3,987 miliar dolar AS, atau setara Rp.36,68 triliun (kurs Rp.9.200 per dolar

AS).

Rincian akumulasi PMA dari 2002-2007 itu meliputi 187 rencana proyek

dengan rencana investasi 2,352 miliar dolar AS, dan terealisasi 71 proyek dengan

investasi sebesar 634,240 juta dolar AS. Sedangkan rincian akumulasi PMDN pada

periode sama, meliputi 90 rencana proyek dengan rencana investasi sebesar 33,470

miliar dolar AS dan terealisasi 37 proyek dengan investasi 3,353 miliar dolar AS.

Melihat fakta rencana terhadap realisasi investasi Penanaman Modal Asing

(PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dari 2002-2007 di Sumut itu

kita merasa optimis pada 2008, investasi bisa lebih membaik mengingat sejumlah

investor asing, sudah menyatakan kesediaannya untuk menanam modal di daerah ini.

112 Harian “Waspada”, 2007, Op.cit, hlm. 4.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 143: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

130

Sampai akhir Februari 2008, Sabrina mengaku investor asal Polandia sudah

menyatakan minatnya pada investasi CPO, furniture, komunikasi dan transportasi di

Sumut. “Minat itu mereka tunjukkan dengan mengundang kita untuk promosi di

negara”, tukas Sabrina.113

Demikian pula dari Cekoslowakia. Menurut Sabrina sejumlah pengusaha di

sana juga menyatakan minat pada bidang pengolahan air limbah, PAM dan

pembangunan power hydro untuk pembangkit listrik. Mereka meminta kita

mengajukan proposal rencananya. Sebagai tindak lanjutnya, kita akan menggandeng

Kadin Sumut, Dinas Pertambangan dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

untuk finalisasi proposal.114

Pasal 12 ayat (4) Undang-undang No.25 Tahun 2007 secara umum telah

memberikan hak kepada pemerintah untuk menetapkan syarat-syarat penanaman

modal pada bidang usaha yang terbuka bagi investor. Selanjutnya pada ayat (5)

ditetapkan kriteria kepentingan nasional yang harus diperhatikan dalam menetapkan

persyaratan penanaman modal, yakni perlindungan sumber daya alam, perlindungan,

pengembangan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi, pengawasan produksi dan

distribusi, peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam negeri, serta

kerjasama dengan badan usaha yang ditunjuk pemerintah.

113 Ibid. 114 Ibid

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 144: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

131

Dalam kaitannya dengan GATS, maka harus dipahami bahwa GATS berlaku

untuk modal sektor jasa yang dibatasi oleh pendekatan positive list dan specific of

commitment. GATS mewajibkan perlakuan sama berdasarkan prinsip MFN dan NT.

Pendekatan positive list membatasi keberlakuan GATS untuk bidang-bidang usaha

yang tercantum dan commitment negara anggota.115

Perlakuan sama dalam sistem perdagangan jasa berlaku pada tahap post

establishment stage yakni setelah perusahaan penanaman modal. Jika demikian, pada

saat entry approval (pre-establishment stage), host country masih dibenarkan

menetapkan persyaratan-persyaratan penanaman modal yang disesuaikan dengan

kebutuhan pembangunan ekonomi suatu negara. Dalam penerapan persyaratan

penanaman modal, yang harus diperhatikan adalah persyaratan yang ditetapkan tidak

masuk dalam kategori performance requirement yang dilarang berdasarkan

Agreement on Trade Related Investment Measures, dan persyaratan penanaman

modal terhadap penanam modal asing sektor jasa dilakukan berdasarkan specific of

commitment Indonesia dengan World Trade Organization (WTO).

Disamping itu perlu diperhatikan Article IV GATS terkait dengan ketentuan

mengenai domestic regulations dalam penetapan syarat. Article VI : 4 GATS

menetapkan bahwa untuk menjamin agar tindakan terkait dengan persyaratan dan

prosedur, standar lisensi dan persyaratan perizinan bukan digunakan sebagai

hambatan perdagangan, Dewan Perdagangan Jasa harus melalui lembaga-lembaga

tertentu yang mungkin dibentuk.

115 Jurnal Hukum Bisnis, Op.cit, hlm.27

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 145: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

132

Persyaratan penanaman modal untuk mengutamakan penggunaan tenaga kerja

domestik tidak bertentangan dengan ketentuan perdagangan internasional. Ketentuan

tentang free personal movement dalam GATS tidak berlaku secara umum dalam

pengaturan penanaman modal. Negara anggota masih dapat menetapkan persyaratan

penggunaan tenaga kerja domestik sesuai dengan komitmen spesifik negara

tersebut.116

Pada dasarnya Undang-undang No.25 Tahun 2007 tersebut secara umum

masih harmonis dalam menetapkan syarat-syarat penanaman modal dengan

ketentuan-ketentuan perdagangan internasional. Di samping itu, pelaku usaha

(investor dalam negeri) domestik harus lebih mempersiapkan diri untuk bersaing

dengan pelaku usaha (investor asing), karena pengecualian dan pembatasan tersebut

suatu saat akan dihapuskan dan mengarah pada pelaksanaan liberalisasi perdagangan

barang dan jasa dan liberalisasi investasi secara full commitment.

E. Undang-undang No.25 Tahun 2007 Cukup Mengakomodir Domestic Regulations World Trade Organization (WTO)

Sejak berlangsungnya Putaran Uruguay (Uruguay Round) tahun 1996,

General Agreement on Tariff and Trade (GATT) mengalami sejumlah perubahan.

Salah satu perubahan yang sangat signifikan adalah terjadinya perluasan perundingan

ke arah bidang-bidang non konvensional, antara lain perundingan perdagangan di

116 Ibid, hlm. 28.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 146: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

133

sektor jasa komersial. Perundingan di sektor jasa komersial kemudian menghasilkan

apa yang saat ini dikenal dengan nama GATS (General Agreement on Trade in

Services) yang berisikan pedoman-pedoman umum perdagangan di sektor jasa

komersial.

Sasaran yang ingin dicapai oleh GATS adalah terciptanya sebuah kerangka

multilateral yang berisikan prinsip-prinsip dan aturan-aturan perdagangan jasa-jasa

dengan tujuan untuk perluasan perdagangan berdasarkan kondisi yang transparan dan

liberalisasi yang progresif serta sebagai sarana meningkatkan pertumbuhan ekonomi

dari seluruh negara mitra dagang dan untuk pembangunan negara berkembang.

Liberalisasi perdagangan di sektor jasa-jasa komersial dalam kerangka GATS

dibangun dengan pendekatan liberalisasi yang progresif yang diwujudkan dalam

specific of commitment yang dinyataan oleh setiap negara peserta atas bidang-bidang

perdagangan jasa yang dilebarisasi. Dengan pendekatan ini negara-negara diberikan

waktu untuk mempersiapkan industri-industri jasa domestic yang belum dinyatakan

dalam specific of commitment.117

GATS sendiri mengatur transparansi dalam satu pasal tersendiri (Article III).

Kewajiban transparansi dalam perdagangan jasa versi GATS diwujudkan dalam

bentuk kewajiban publikasi semua undang-undang, peraturan, pedoman pelaksanaan,

serta semua keputusan dan ketentuan yang berlaku secara umum yang dikeluarkan

oleh pemerintah pusat maupun daerah yang mempunyai dampak pada pelaksanaan

117 Bismar Nasution (2), Op.cit, hlm. 1-2.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 147: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

134

persetujuan GATS dan adanya kewajiban untuk memberitahukan kepada Dewan

Perdagangan Jasa, sedikitnya sekali setahun, tentang adanya peraturan perundang-

undangan yang baru atau pedoman administrative dan perubahan-perubahannya.118

Apa yang harus dilakukan oleh Indonesia adalah menegakkan prinsip

transparansi dalam hukum dan kebijakan, agar apapun hasil perundingan tentang

domestic regulations terkait ketentuan transparansi tidak akan menjadi problem bagi

Indonesia.119

Sehubungan dengan hal ini, Indonesia telah menyahutinya dengan

mengakomodir prinsip transparansi ke dalam Undang-Undang No.25 Tahun 2007,

sebagai salah satu prinsip yang mendasari penyelenggaraan penanaman modal di

Indonesia dalam kaitannya dengan Domestic Regulations WTO.

118 Ibid, hlm. 3 119 Ibid, hlm. 4.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 148: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pada awalnya Negara-negara memandang bahwa peraturan perdagangan

internasional sebagaimana diatur dalam GATT tidak memiliki hubungan

dengan peraturan perundang-undangan nasional (domestic regulations)

tentang penanaman modal. Pandangan ini didukung oleh argumentasi yang

menyatakan bahwa peraturan penanaman modal bersifat non cross border dan

sepenuhnya tunduk pada kedaulatan negara. Dengan demikian peraturan

penanaman modal tidak dapat dikaitkan dengan peraturan perdagangan

internasional (GATT) yang sifatnya lintas batas Negara (cross border issues).

Argumentasi lain adalah ketidakwenangan WTO sebagai organisasi yang

diberi mandat oleh negara-negara anggotanya untuk mengatur masalah tarif

dan perdagangan internasional, kemudian memperluas jurisdiksi

pengaturannya pada masalah penanaman modal.

Pandangan ini berubah setelah Putaran Uruguay (1986-1994) dimana

WTO menyepakati kesepakatan yang terkait dengan ketentuan perundang-

undangan nasional tentang penanaman modal, antara lain Agreement on Trade

Related Investment Measures dan General Agreement on Trade in Services

(GATS). Agreement on TRIMs mengatur tentang persyaratan-persyaratan

penanaman modal yang tidak konsisten dengan ketentuan perdagangan

135 Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 149: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

136

internasional, khususnya Article III GATT tentang national treatment dan

Article XI tentang General Prohibition on Quantitative Restriction.

Kesepakatan WTO di bidang perdagangan jasa yang diatur dalam General

Agreement on Trade in Services tidak bisa dipisahkan dengan ketentuan di

bidang penanaman modal. Meskipun perdagangan jasa berbeda dengan

kegiatan penanaman modal, akan tetapi prinsip-prinsip perdagangan jasa

mempengaruhi pengaturan penanaman modal, terutama dikarenakan salah

satu modal perdagangan jasa dilakukan melalui kehadiran komersial

(commercial presence). Supply jasa melalui modus ini pada dasarnya adalah

kegiatan penanaman modal, karena investor datang dan mendirikan usaha di

wilayah tujuan investasi.

Oleh karena itu, penerapan prinsip-prinsip perdagangan, yang meliputi

prinsip national treatment, most favoured nation, larangan pembatasan access

pasar, transparansi akan mempengaruhi kebijakan terkait penanaman modal.

Terkaitnya peraturan perdagangan internasional dan peraturan nasional

tentang penanaman modal didasarkan pada alasan : (1) bahwa beberapa dari

persyaratan penanaman modal yang diterapkan oleh Negara-negara dalam

domestic regulations, menciptakan hambatan perdagangan internasional,

(2) Peraturan perdagangan internasional yang liberal perlu dilengkapi dengan

peraturan penanaman modal yang liberal untuk mengoptimalkan manfaat dari

kebebasan arus modal internasional.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 150: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

137

2. Hukum penanaman modal di Indonesia yang saat ini diundangkan dalam UU

No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, pada prinsipnya telah

mengakomodir prinsip-prinsip perdagangan internasional, termasuk prinsip

perdagangan internasional di sektor jasa. UU No.25 Tahun 2007 dibangun di

atas prinsip-prinsip hukum penanaman modal modern yang mengedepankan

penerapan prinsip kepastian hukum, transparansi, non diskriminasi,

akuntabilitas, responsibilitas dan pertanggung jawaban sosial dan lingkungan

yang seluruhnya relevan dengan prinsip-prinsip perdagangan internasional.

Prinsip-prinsip tersebut sudah terakomodir dalam UU No.25 Tahun 2007. Hal

ini terbukti dari sejumlah pasal dalam undang-undang tersebut yang mengatur

tentang perlakuan sama, keterbukaan, tanggung jawab sosial, perizinan yang

lebih disederhanakan dan sudah ditindak lanjuti dengan penetapan bidang-

bidang usaha yang terbuka dan tertutup serta bersyarat bagi penanaman

modal.

Beberapa persyaratan penanaman modal yang diterapkan dalam UU

No.25 Tahun 2007 tidak bertentangan dengan Agreement on TRIMs, GATS

maupun domestic regulations. Meskipun beberapa dari persyaratan tersebut

masih membedakan perlakuan antara asing dan domestik, namun tidak berarti

persyaratan tersebut bertentangan dengan GATS. Keberlakuan GATS dibatasi

oleh specific of commitment yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia dan

perlakuan sama dalam konteks GATS diterapkan pada fase post establishment

stage (tahap dimana perusahaan sudah berdiri). Oleh karena, persyaratan

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 151: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

138

penanaman modal yang diskriminatif tersebut diterapkan oleh UU No.25

Tahun 2007 pada fase entry appropal (perusahaan belum berdiri), maka

persyaratan yang demikian tidak bertentangan dengan GATS.

3. Domestic Regulations pada dasarnya adalah seperangkat kaidah hasil

perundingan yang ditujukan untuk menyokong terwujudnya internalisasi

modal. Sasaran yang ingin dituju oleh Domestic Regulations adalah

harmonisasi persyaratan-persyaratan penanaman modal dalam ketentuan

domestik (domestic regulations) dari negara-negara anggota. Agar tidak

terdapat syarat-syarat penanaman modal dalam peraturan nasional yang tidak

rasional dan menghambat pergerakan arus modal secara internasional.

Undang-Undang No.25 Tahun 2007 sejalan dengan tujuan Domestic

Regulations. Undang-undang cukup mengakomodir ketentuan Domestic

Regulations. Hal ini dapat dibuktikan dengan diaturnya secara pasti dalam

undang-undang tersebut mengenai :

a. Penetapan bidang usaha dan persyaratan yang lebih transparan dan lebih

membuka kesempatan yang lebih besar.

b. Sistem perizinan yang lebih sederhana.

c. Perlakuan sama sebagai kebijakan dasar penanaman modal di Indonesia.

d. Transparansi melalui kewajiban penyusunan laporan kegiatan penanaman

modal.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 152: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

139

e. Mengeliminir pembedaan perlakuan antara asing dan domestik dengan

mengakhiri ada dua undang-undang yang berbeda (UUPMA dan

UUPMDN).

Khusus mengenai prinsip transparansi Undang-Undang No.25 Tahun 2007

sudah mengakomodir prinsip ini melalui penetapan bidang usaha yang lebih

terbuka, perizinan yang lebih sederhana, keterbukaan dalam laporan kegiatan

penanaman modal dan yang terpenting undang-undang ini menetapkan

kewajiban bagi investor.

Untuk menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate

governance) dimana salah satu prinsipnya adalah transparency (keterbukaan).

Namun meskipun demikian, terdapat tantangan dalam penerapan prinsip

keterbukaan terkait domestic regulations, yakni pada tingkat peraturan-

peraturan daerah. Sangat dimungkinkan dengan adanya kewenangan

pemerintah daerah di bidang penanaman modal, daerah mengeluarkan

peraturan-peraturan yang justru bertentangan dengan kesepakatan WTO,

termasuk domestic regulations.

B. Saran-saran

Saran yang dapat diberikan penulis adalah sebagai berikut:

1. Agar tidak terjadi hambatan terhadap realisasi investasi yang besar dan sesuai

peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka sebaiknya instansi-instansi/

badan-badan/lembaga-lembaga yang berwenang dalam hal pengelolaan investasi,

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 153: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

140

dan juga masyarakat dapat memberi perhatian yang besar dan pengawasan yang

benar terhadap proses berinvestasi, yang dimulai dari proses perizinan,

pengoperasian usaha, tanggung jawab lingkungan, dan lain sebagainya. Dengan

demikian investor merasa yakin dan percaya serta nyaman berinvestasi di

Indonesia, termasuk di wilayah Propinsi Sumatera Utara.

2. Di samping memberi perhatian dan pengawasan terhadap proses berinvestasi oleh

pihak-pihak yang berkompeten, diharapkan dapat mensosialisasikan dan

memperjelas peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal/

investasi yang berlaku secara transparan, termasuk peraturan perundang-

undangan di bidang Pemerintahan Daerah (otonomi daerah), Perseroan Terbatas

(PT) dan lain sebagainya.

3. Sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan arus investasi, penulis memandang

perlu untuk dilakukan pendidikan dan pelatihan terhadap pihak-pihak terkait

dalam proses berinvestasi, harmonisasi dan sinkronisasi peraturan investasi

daerah yang selaras dengan peraturan investasi pusat, serta membentuk Sistem

Pelayanan Terpadu Satu Pintu (SPTSP) agar para investor termasuk calon

investor merasa tertarik untuk lebih cepat mengambil keputusan menanamkan

modalnya di Indonesia.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 154: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

DAFTAR PUSTAKA Adolf, Huala, Arbitrase Komersial Internasional, Jakarta : Raja Grafindo Persada,

2002. ________, Hukum Perdagangan Internasional : Persetujuan Umum Mengenai Tarif

dan Perdagangan, Jakarta: Iblam, 2005. Aldridge, E.John & Sutojo Siswanto, Good Corporate Governance Tata Kelola

Perusahaan yang Sehat, Jakarta : Mulia Pustaka, 2005. Anoraga, Pandji, Perusahaan Multinasional & Penanaman Modal Asing, Jakarta :

Pustaka Jaya, 1995. Baum Herb & Kling Tammy, The Transparent Leadership, Jakarta : Bhuana Ilmu

Populer, 2004. Bertens, K. Pengantar Etika Bisnis, Yogyakarta : Kanisius, 2000. Christy, “Negotiating Investment in the GATT : A Call for Functionalism, 12

Michigan Journal of International Law 743, 1991, Canada Administration of the Foreign Investment Review Act, FIRA Panel Report,

February 7th, 1984. Curtiss Cathrine and Cameroon Kathryn, “The United State-Latin American Trade

Laws”, New York Journal of International Law, 1995. Conklin David dan Lecraw Donald, “Restriction on Foreign Ownership During 1984-

1994 ; Development and Alternative Policies”, Transnational Corporations, Vol. 6 No. 1, April, 1997.

Brazilian Automotif Measures, Panel Report, www.wto.org/english/tratope/

investment/dispute_e, diakses 8 Juni 2008 Indonesia Automotif Pioner Industry, Panel Report, diakses pada www.wto.org/

english/tratop_e/investment/dispute/html tanggal 8 Juni 2008. Civello, Paul, “The TRIM’s Agreement : A Filed Attempt at Investment

Liberalization”, Minnesota Journal of Global Trade, 1999.

141 Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 155: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

142

Diana, Anastasia, Mengenal E-Business, Yogyakarta : Andi Offset, 2001. Fenno, Brooks, Strategi Bisnis Penunjang Pertumbuhan Usaha Makro, Semarang :

Dahara Prize, 1992. Fuady, Munir, Doktrin-doktrin Modern Dalam Corporate Law, Eksistensinya Dalam

Hukum Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002. Fuady, Munir, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, Bandung : Citra

Aditya Bakti, 1999. Harian Analisa, 17 Oktober 2007. Harian Waspada, 20 Oktober 2007. Harian Waspada, 2008. Husin, Muhammad Nurdin, Indonesia Dalam Lipatan Ekonomi Global (GATT/WTO),

Banda Aceh : Sophia Center, 2007. Ibrahim, Johannes, Hukum Organisasi Perusahaan Pola dan Badan Hukum,

Bandung : Refika Aditama, 2006 Jackson, John H., The World Trading System : Law and Policy of International

Economic Relations, Cambridge, Massachusetts, London, England : The MIT Press, 1989.

K. Harjono, Dhaniswara, Hukum Penanaman Modal, Jakarta : Raja Grafindo Persada,

2007. Kartadjoemena, HS., Substansi Perjanjian GATT/WTO dan Mekanisme Penyelesaian

Sengketa, Jakarta : UI Press, 2000. Kelsen, Hans, Teori Hukum Murni Dasar-dasar Ilmu Hukum Normatif, Bandung :

Nusa Media & Nuansa, 2006. ________, Teori Umum Hukum dan Negara Dasar-dasar Ilmu Hukum Normatif

Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif – Empirik, Jakarta : BEC Media Indonesia, 2007.

Lubis, T. Mulya, Peranan Hukum Dalam Perekonomian di Negara Berkembang,

Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 1986.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 156: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

143

Mahadi, Falsafah Hukum Suatu Pengantar, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1989. Mertokusumo, Soedikno, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta : Liberty,

1999. Muhammad, Abdul Kadir, Hukum Perseroan Indonesia, Bandung : Citra Aditya

Bakti 1996. Nasution, Bismar, “Aspek Hukum Dalam Transparansi Pengelolaan Perusahaan

BUMN/BUMD sebagai Upaya Memberantas KKB”, http://www.Bismar Nasty. wordpress.com

________, “Kesiapan Otonomi Daerah Menyambut Pasar Global”, Medan :Sekolah

Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara, 2006. ________, “Keterbukaan Dalam Pasar Modal”, Jakarta : Fakultas Hukum Universitas

Indonesia, 2001. ________, “Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum”, Medan

: Majalah Hukum, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2003. ________, “Penerapan Good Governance Dalam Menyambut Domestic Regulations

– WTO”, Medan : Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2007. ________, “Pengaruh Globalisasi Ekonomi pada Hukum Indonesia”, Medan :

Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara. ________, “Prinsip Keterbukaan, Pengelolaan Perusahaan Yang Baik Dan

Persyaratan Hukum Di Pasar Modal”, (Februari 10, 2008), http://www.Bismar Nasty/Wordpress.com

Nugroho, Alois, A., Dari Etika Bisnis ke Etika Ekobisnis, Jakarta : Gramedia Widia

Sarana Indonesia, 2001. Panjaitan Hulman & Maharim Abdul Mutalib, Komentar dan Pembahasan Undang-

undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Jakarta : Indhillco, 2007.

Pengestu, Mari, dkk, Indonesia dan Tantangan Ekonomi Global 50 Tahun Suhadi

Mangkusuwondo, Jakarta : Centre for Strategic and International (CSIS), 2003.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 157: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

144

Radjagukguk, Erman, Hukum Investasi di Indonesia Pokok Bahasan, Jakarta : Universitas Indonesia, Fakultas Hukum, 2005.

Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000. Ramelan, W. Djuwita, Jurnal Hukum Bisnis, Jakarta : Vol.26 No.4, 2007. Ranuhandoko, IPM, Terminologi Hukum Inggris – Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika,

2003. Republik Indonesia, Departemen Luar Negeri, Terjemahan Resmi Persetujuan Akhir

Putaran Uruguay, Jakarta, 1994. ________, Undang-undang RI Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal,

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67 ________, Undang-undang RI Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah,

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125 ________, Undang-undang RI Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106 Rinaldy, Eddie, Kamus Perdagangan Internasional, Jakarta : Indonesia Legal Center

Publishing, 2006. Setia Tunggal, Hadi, Undang-undang Penanaman Modal 2007 Beserta Peraturan

Pelaksanaannya, Jakarta : Harvarindo, 2007. Siregar Mahmul, “UUPM dan Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional

Dalam Kegiatan Penanaman Modal”, Jakarta : Jurnal Hukum Bisnis, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, 2007

________, Hukum Penanaman Modal Asing, Kumpulan Tulisan Hukum Investasi

Asing Langsung (Foreign Direct Investment), Medan : Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, 2003.

________, Hukum Tentang Perdagangan dan Investasi Multilateral (Kumpulan

Tulisan tentang Hukum Perdagangan dan Investasi Multilateral), Buku 6, Medan : Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara 2004.

________, Hukum tentang Perdagangan dan Investasi Asing Multilateral (Kumpulan

Kliping Koran, Hasil Penelitian dan Kebijakan Deregulasi), Medan : Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, 2003.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 158: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

145

________, Perdagangan dan Penanaman Modal : Tinjauan terhadap Kesiapan Hukum di Indonesia Menghadapi Persetujuan Perdagangan Multilateral Yang Terkait Dengan Peraturan Penanaman Modal. Medan : Universitas Sumatera Utara Sekolah Pascasarjana, 2005.

________, Perdagangan Internasional dan Penanaman Modal Studi Kesiapan

Indonesia Dalam Perjanjian Investasi Multilateral, Medan : Universitas Sumatera Utara Sekolah Pascasarjana, 2005.

Soekanto, Soerjono, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta :

Raja Grafindo Persada, 2004 ________, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta : Raja

Grafindo Persada, 1995 ________, Tata Cara Penyusunan Karya Tulis Ilmiah, Jakarta : Ghalia Indonesia

1983. Sudarmono, Johny, BE G2C Good Governed Company, Jakarta : Elex Media

Komputindo, 2004. Sunandar, Taryana, Perkembangan Hukum Perdagangan Internasional dari GATT

1947 sampai Terbentuknya WTO (World Trade Organization), Jakarta : Badan Pembinaan Hukum Nasional, 1996.

Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta : Raja Grafindo Persada,

1997. Surya, Indra, Ivan Yustiavandana, Penerapan Good Corporate Governance

Mengesampingkan Hak-hak Istimewa demi Kelangsungan Usaha, Jakarta : Lembaga Kajian Pasar Modal dan Keuangan (LKPMK), Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006.

Susanti, Ida, dkk, Aspek Hukum dari Perdagangan Bebas : Menelaah Kesiapan

Hukum Indonesia dalam Melaksanakan Perdagangan Bebas, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2003.

Syahmin, AK., Hukum Dagang Internasional (Dalam Kerangka Studi Analitis),

Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006. Theberger, Leonard, J., Law and Economic Development, Journal of International

Law and Policy, Vol. 9, 1980.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.

Page 159: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM UNDANG …perundang-undangan secara vertikal dan horizontal berdasarkan pada

146

Tjager, I Nyoman, dkk, Corporate Governance, Tantangan dan Kesempatan Bagi Komunitas Bisnis Indonesia, Jakarta : Prehallindo, 2003.

United Nations, The Impact of Trade Related Investment Measures : Theory,

Evidency and Policy Implication, New York : United Nations, 1991. Van Apeldoorn, L.J. Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta : Pradnya Paramita, 2001. W.Head, John, Pengantar Umum Hukum Ekonomi, Jakarta : Elips, 1997. Yani Ahmad & Widjaja Gunawan, Perseroan Terbatas, Jakarta : Raja Grafindo

Persada, 2003. ________, Seri Bisnis, Perseroan Terbatas, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003. Yuhassarie, Emmy, Prosiding Perseroan Terbatas dan Good Corporate Governance,

Jakarta : Pusat Kajian Hukum, 2005.

Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.