analisis anggaran pemerintah - vertikal horizontal
TRANSCRIPT
ANALISIS ANGGARAN PEMERINTAH
Akuntansi Manajemen Sektor Pemerintah
KELOMPOK 1 :
1. A. TRI ABDIAWAN AMIR (01)
2. EKO SURYONO (10)
3. FRANSISKUS LUCKY A.W. (13)
4. HARAPON ANGUN KASOGI (14)
5. MUHAMMAD ANDRI (24)
AMSP | 1
DAFTAR ISI
Daftar Isi ........................................................................................................................................ 1
A. Pendahuluan ........................................................................................................................... 2
B. Analisis Vertikal ....................................................................................................................... 3
C. Analisis Horizontal ................................................................................................................... 8
D. Analisis Pertumbuhan Anggaran ............................................................................................. 17
E. Analisis Kemampuan Anggaran ............................................................................................... 21
F. Analisis Penyebab dan Akibat Keterlambatan Penyusunan Anggaran ................................... 25
Saran Perbaikan ............................................................................................................................. 33
AMSP | 2
ANALISIS ANGGARAN PEMERINTAH
A. PENDAHULUAN
Setiap organisasi baik itu privat maupun publik terdapat sekumpulan variabel yang digunakan
untuk mencapai tujuan. Variabel tersebut dapat terdiri dari :struktur, wilayah, dan sumber daya.
Dalam mencapai tujuan tentunya diperlukan suatu pengendalian dalam pelaksanaan suatu proses
yang terdiri atas tatanan organisasi, wewenang dan tanggung jawab serta informasi.
Komponen penting dalam perencanaan pencapaian tujuan adalah anggaran. Anggaran adalah
perencanaan keuangan untuk masa depan. Perencanaan dan pengendalian adalah dua hal yang
tak terpisahkan. Perencanaan melihat ke masa depan, yaitu menentukan tindakan-tindakan apa
yang harus dilakukan untuk merealisasikan tujuan tertentu. Pengendalian melihat ke belakang,
yaitu menilai apa yang telah dihasilkan dan membandingkannya dengan rencana yang telah
disusun. Organisasi dapat menerjemahkan keseluruhan strategi ke dalam tujuan jangka panjang
dan jangka pendek (Hansen dan Mowen,1997;350).
Bahwasanya anggaran adalah merupakan salah satu alat bantu bagi pemerintah suatu Negara
untuk merencanakan langkah-langkah financial penting serta menentukan kebijakan Negara
dimasa depan dalam periode tertentu. Anggaran merupakan salah satu aspek penting didalam
merencanakan keputusan yang akan diambil oleh pemerintah suatu Negara sehingga apabila
terjadi kekeliruan atau ketidaktepatan dalam merencanakan atau melaksanakan anggaran dapat
berakibat buruk bagi pemerintah itu sendiri bahkan rakyat. Dalam hal ini, anggaran yang disusun
harus meliputi anggaran yang berlandaskan pada prinsip efisiensi yaitu dengan menggunakan nilai
input tertentu untuk menghasilkan nilai output dan outcome yang terbaik.
Seperti yang kita ketahui bahwa manfaat dari anggaran yaitu sebagai alat perencanaan dan
alat pengendalian untuk hasil yang efektif dan efisien, namun dengan cara seperti apa kita dapat
menggunakan alat ini?. Melalui paper ini kami berusaha menyampaikan beberapa analisis
mengenai anggaran yang dapat digunakan untuk mengukur efektifitas dan efisiensi dari
pelaksanaan anggaran tersebut.
AMSP | 3
B. ANALISIS VERTIKAL
Dalam metode ini, analisis dilakukan dengan cara menganalisis laporan keuangan pada satu
periode dengan membandingkan pos yang satu dengan pos yang lainnya. Teknik analisis yang
digunakan biasanya :
1. Analisis persentase Perkomponen (Common Size), yaitu analisis yang digunakan untuk
menunjukkan pos-pos dalam laporan keuangan sebagai persentase dari pos utama. Berguna
untuk menunjukkan seberapa penting pos tersebut.
2. Analisis Rasio, yaitu analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara pos-pos
tertentu dalam laporan keuangan.
Dalam analisis APBN Pemerintah, analisis vertikal dipisahkan antara anggaran pendapatan dan
anggaran belanja. Pada anggaran belanja dapat dilakukan analisis sesuai masing-masing
pengelompokan belanja.
1. Anggaran Pendapatan
Dari data anggaran pendapatan yang tercantum dalam APBN Pemerintah tahun 2012,
diketahui penerimaan perpajakan masih sangat dominan dalam menopang APBN, yaitu
mencapai 78,74%. Dari angka tersebut termasuk kontribusi dari bea dan cukai sebesar 9,02%
atau sekitar 11,5% dari nilai penerimaan perpajakan.
Penerimaan perpajakan masih didominasi pendapatan dari pajak penghasilan sebesar 50,36%
dan pajak pertambahan nilai 34,18%. Sisanya pajak bumi dan bangunan sebesar 3,45%, cukai
7,31%, pajak perdagangan internasional yang terdiri dari bea masuk dan bea keluar sebesar
4,16% serta pajak lainnya sekitar 0,55%.
Selain penerimaan pajak, 21,20% pendapatan negara bersumber dari penerimaan negara
bukan pajak dan sisanya 0,6% bersumber dari hibah. Penerimaan Negara Bukan Pajak masih
sangat bergantung pada penerimaan sumber daya alam, terutama minyak bumi dan gas yang
menyumbang 89,96% penerimaan SDA atau 57,37% dari keseluruhan PNBP. Untuk sektor
nonmigas masih terkesan sebagai pelengkap yang ‘hanya’ menyumbang 10,04% dari
penerimaan SDA, itupun masih didominasi dari pertambangan. Urutan kedua setelah
penerimaan SDA terdapat bagian laba BUMN yang menyumbang 10,07% dari PNBP yaitu
AMSP | 4
sekitar Rp 28 triliun. Jika mengingat kapasitas BUMN yang memiliki nilai aset lebih dari 2. 500
trilliun rupiah, nilai ini sangat sedikit, yaitu hanya 1,12% dari nilai asetnya.
Analisis atas anggaran pendapatan pemerintah secara ringkas tersaji dalam tabel berikut ini:
PENDAPATAN NEGARA 2010–2011
(dalam miliar rupiah)
Uraian 2012% thd total
pendapatan
% thd jenis
pendapatan
%
pendapatan
signifikan
special
1. Penerimaan Perpajakan 1.032.570,20 78,74% 100,00%
a. Pajak dalam Negeri 989.636,60 75,46% 95,84% 100,00%
i. Pajak Penghasilan 519.964,70 39,65% 50,36% 52,54%
1. PPh Migas 60.915,60 4,65% 5,90% 6,16%
2. PPh Nonmigas 459.049,20 35,00% 44,46% 46,39%
ii. Pajak Pertambahan Nilai 352.949,90 26,91% 34,18% 35,66%
iii. Pajak Bumi dan Bangunan 35.646,90 2,72% 3,45% 3,60%
iv. BPHTB 0,00 0,00% 0,00% 0,00%
v. Cukai 75.443,10 5,75% 7,31% 7,62%
vi. Pajak Lainnya 5.632,00 0,43% 0,55% 0,57%
b. Pajak Perdagangan Internasional 42.933,60 3,27% 4,16%
i. Bea Masuk 23.734,60 1,81% 2,30%
ii. Bea Keluar 19.199,00 1,46% 1,86%
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 277.991,40 21,20% 100,00%
a. Penerimaan SDA 177.263,40 13,52% 63,77% 100,00%
i. Migas 159.471,90 12,16% 57,37% 89,96%
1. Minyak bumi 113.681,50 8,67% 40,89% 64,13% 91,98%
2. Gas alam 45.790,40 3,49% 16,47% 25,83%
ii. Non Migas 17.791,50 1,36% 6,40% 10,04%
1. Pertambangan umum 14.453,90 1,10% 5,20% 8,15%
2. Kehutanan 2.954,50 0,23% 1,06% 1,67%
3. Perikanan 150,00 0,01% 0,05% 0,08%
4. Pertambangan Panas Bumi 233,10 0,02% 0,08% 0,13%
b. Bagian Laba BUMN 28.001,30 2,14% 10,07% 1,12%
c. PNBP Lainnya 53.492,30 4,08% 19,24%
d. Pendapatan BLU 19.234,40 1,47% 6,92%3. Hibah 825,10 0,06%
T o t a l 1.311.386,70 100,00%
Subsidi Energi 168.600,00
Subsidi BBM 123.600,00
Subsidi Listrik 45.000,00
Nilai Aset BUMN 2.500.000,00
AMSP | 5
2. Anggaran Belanja
a. Alokasi anggaran belanja berdasarkan fungsi.
Dalam APBN tahun 2012, alokasi belanja pemerintah pusat berdasarkan fungsi masih didominasi
oleh fungsi pelayanan umum, yaitu sebesar 61,2 % terhadap total belanja Pemerintah pusat, yang
kemudian diikuti secara berturut-turut oleh fungsi pendidikan sebesar 10,7%, fungsi ekonomi
sebesar 10,6%, fungsi pertahanan sebesar 7,5%, fungsi ketertiban dan keamanan sebesar 3,1%,
fungsi perumahan dan fasilitas umum sebesar 2,7%, fungsi kesehatan sebesar 1,6%, dan fungsi-
fungsi lainnya, seperti fungsi lingkungan hidup sebesar 1,2%, fungsi perlindungan sosial sebesar
0,6%, fungsi agama sebesar 0,4%, serta fungsi pariwisata dan budaya sebesar 0,3%.
Dari grafik di atas, dapat terlihat dengan jelas pengeluaran pemerintah sebagian masih terfokus
dalam fungsi pelayanan. Lebih dari separuh anggaran pemerintah di alokasikan untuk fungsi
pelayanan ini. Kedua terbesar adalah fungsi pendidikan, namun besaran anggaran masih dibawah
20% dari nilai anggaran untuk fungsi pelayanan. Alokasi anggaran cukup mengherankan saat
melihat fungsi kesehatan, hanya 1,6% dari keseluruhan anggaran. Seharusnya anggaran untuk
fungsi kesehatan dapat lebih diperhatikan.
AMSP | 6
b. Alokasi anggaran belanja berdasarkan jenis belanja
Menurut jenis belanja atau klasifikasi ekonomi, anggaran belanja pemerintah pusat terdiri
daribelanja pegawai, belanja barang, belanja modal, pembayaran bunga utang, subsidi, belanja
hibah,bantuan sosial, dan belanja lain-lain. Dari alokasi anggaran belanja pemerintah pusat
dalamAPBN 2012 sebesar Rp965,0 triliun, sekitar 22,4 % dialokasikan untuk belanja
pegawai,sekitar 19,5 % untuk belanja barang, sekitar 15,7 % untuk belanja modal, sekitar12,7 %
untuk pembayaran bunga utang, sekitar 21,6 % untuk subsidi, sekitar 0,2 %untuk belanja hibah,
sekitar 4,9 % untuk bantuan sosial, dan sekitar 3,0 % untuk belanja lain-lain.
Dari grafik di atas, dapat kita lihat belanja pegawai masih menjadi belanja terbesar dalam APBN.
Besarnya belanja pegawai ini sangat membebani negara karena anggaran ini bersifat wajib. Hal ini
yang mendorong menteri keuangan untuk melakukan moratorium. Besarnya belanja pegawai ini
disebabkan penerimaan pegawai pada jaman orde baru dilakukan tanpa perencanaan yang baik
disertai analisis kebutuhan pegawai riil. Akibatnya banyak pegawai idle yang menumpuk di salah
satu jenis pekerjaan dan tidak memiliki suatu keterampilan khusus.
Hal yang menarik adalah belanja subsidi dan pembayaran bunga utang yang menduduki posisi dua
dan tiga pengeluaran terbesar APBN. Komposisi besaran anggaran subsidi dapat dilihat pada
diagram berikut:
AMSP | 7
Pengeluaran subsidi masih tertumpu pada subsidi energi, terutama subsidi BBM. Besarnya
anggaran untuk subsidi BBM ini dinilai tidak tepat sasaran, karena penikmat BBM justru orang-
orang mampu. Seharusnya anggaran untuk subsidi yang sedemikian besar dapat lebih diarahkan
ke subsidi yang lebih menyentuh masyarakat kecil, seperti subsidi benih, subsidi pupuk, dll yang
jelas-jelas dinikmati petani.
Pembayaran bunga utang mencapai Rp 122 triliun atau lebih dari 10% APBN, sedikit lagi menyamai
belanja modal yang hanya Rp 151 triliun. Ini baru bunga utang, belum pokok utang. Komposisi
besaran pembayaran bunga utang dapat dilihat pada tabel berikut:
AMSP | 8
Pembayaran bunga utang ternyata lebih banyak ditujukan pada utang dalam negeri. Hal ini
disebabkan oleh angka jatuh tempo bunga utang dalam negeri yang besar, dan kebijakan
pemerintah mengutamakan utang yang bersumber dari dalam negeri. Untuk bunga utang luar
negeri diperkirakan juga akan mengalami peningkatan karena peningkatan outstanding SBN Valas
dan peningkatan biaya pinjaman luar negeri.
C. ANALISIS HORIZONTAL
Dalam metode ini, analisis dilakukan dengan cara membandingkan data keuangan selama lebih
dari satu periode pelaporan, sehingga nampak pos-pos yang berubah cukup besar selama periode
tersebut. Teknik analisis yang digunakan biasanya :
1. Comparative Financial Statements, yaitu analisis dengan menampilkan laporan keuangan
selama dua atau lebih periode laporan, kenaikkan dan penurunan tiap pos, dan persentase
perubahan terhadap periode sebelumnya.
2. Trend Analysis, yaitu analisis dengan membandingkan data pos-pos dalam suatu laporan
keuangan tertentu selama beberapa tahun. Jika dinyatakan dalam persentase, dipilih satu periode
sebagai periode dasar (100 %).
Berikut ini analisis horizontal yang dilakukan pada pos-pos dalam APBN, baik pendapatan maupun
belanja:
1. Penerimaan Perpajakan
Penerimaan dari sektor pajak mengalami trend pertumbuhan yang positif sejak tahun 2008. Pada
tahun 2008 jumlah penerimaan pajak yang dihimpun negara sebesar 609triliun dan jumlah ini
terus meningkat sampai tahun 2011 dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 13%. Pada Tahun
2012 diharapkan jumlah pajak yang diterima negara menjadi 1. 032 triliun. Pertumbuhan
penerimaan pajak ini secara material sangat dipegaruhi oleh pertumbuhan Pajak Penghasilan dan
Pajak Pertambahan Nilai. Pertumbuhan yang positif atas 2 jenis pajak tersebut akan memberikan
pengaruh yang sangat signifikan terhadap pertumbuhan total penerimaan pajak. Hal
inidikarenakan kontribusi PPN sebesar rata-rata 34 % dan PPh sebesar rata-rata 50 % terhadap
keseluruhan penerimaan pajak. Pada umumnya jumlah penerimaan pajak tiap tahun sangat
dipengaruhi oleh kondisi perekonomian makro pada tahun tersebut. Jika pertumbuhan ekonomi
positif maka biasanya penerimaan pajak akan ikut naik.
AMSP | 9
Selanjutnya penerimaan dari cukai juga mengalami pertumbuhan positif dengan rata-rata
pertumbuhan sebesar 14,28%. Penerimaan cukai pada tahun 2008 adalah sebesar 45 triliun
kemudian menjadi sebesar 68 triliun pada tahun 2011. Pajak perdagangan internasional seperti
bea masuk dan bea keluar mengalami pertumbuhan yang positif secara keseluruhan selama tahun
2008 sampai dengan 2012.
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak
Penerimaan Negara Bukan Pajak meliputi penerimaan migas dan penerimaan non migas.
Penerimaan Migas disumbang oleh penerimaan Minyak bumi dan gas alam. Secara umum
penerimaan dari sektor migas cenderung tetap. Hal ini dikarenakan penerimaan dari penjualan
minyak bumi mengalami trend yang cenderung menurun. Penerimaan terbesar dinikmati pada
tahun 2008 yaitu sebesar 149 triliun, namun setelah itu jumlah penerimaan selalu lebih rendah
dan pada tahun 2011 penerimaan minyak bumi menjadi hanya sebesar 129 triliun. Hal ini
disebabkan oleh sulitnya menaikkan jumlah produksi minyak pertahun. Bahkan di tahun 2012
penerimaan yangd diharapkan diperoleh dari minyak bumi mengalami penurunan menjadi sebesar
113 triliun. Namun pertumbuhan yang positif dari penerimaan gas alam cukup dapat
mengimbangi pengurangan penerimaan dari minyak bumi. Penerimaan dari gas alam mengalami
pertumbuhan dari tahun ke tahun dari sebesar 33 trilun pada tahun 2008 menjadi 50 trilun pada
tahun 2011. Dengan demikian pertumbuhan rata-rata penerimaan dari gas alam adalah sebesar
14 %.
0
200
400
600
800
1,000
1,200
2008 2009 2010 2011 2012
trili
un
Pajak Perdagangan Internasional
Cukai
PPN
PPh
Penerimaan Perpajakan
Pertumbuhan Penerimaan Perpajakan
AMSP | 10
Penerimaan non migas meliputi penerimaan pertambangan umum, kehutanan, perikanan, dan,
pertambanan panas bumi. Penerimaan non migas memberikan kontribusi penerimaan yang paling
kecil terhadap keseluruhan penerimaan yang diperoleh negara. Namun demikian penerimaan non
migas mengalami pertumbuhan yang bisa dikatakann sangat baik dari tahun ke tahun yakni
dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 25 % pertahun.
Bagian laba BUMN mengalami tren yang cenderung menurun walaupun sedikit dari tahun ke
tahun. Pada tahun 2005 jumlah bagian laba BUMN adalah sebesar 31 triliun. Kemudian menjadi
28 triliun pada tahun 2009, 29 triliun pada tahun 2010, dan akhirnya menjadi 28 triliun pada tahun
2011. Pertumbuhan yang cenderung tetap atas bagian laba BUMN disebabkan oleh kesediaan
pemerintah untuk tidak menuntut BUMN membagi deviden dalam jumlah besar. Hal ini
dimaksudkan agar laba yang diperoleh BUMN dapat ditanamkan kembali untuk menunjang
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
2008 2009 2010 2011 2012
Trill
iun
Gas alam
Minyak bumi
Migas
Penerimaan Negara SDA
0
5
10
15
20
2008 2009 2010 2011 2012
Trili
un
Non Migas
Non Migas
Penerimaan Non Migas
AMSP | 11
pertumbuhan BUMN tersebut. Dengan bertumbuhnya perusahaan BUMN tersebut selain
memberikan dampak yang positif bagi perekonomian juga memberikan pertambahan nilai
kekayaan pemerintah melalui kenaikan nilai pernyertaan pemerintah atas BUMN tersebut.
PNBP Lainnya meliputi penjualan hasil sitaan, Penjualan asset, dan pendapatan sewa. Penerimaan
negara dari PNBP lainnya cenderung tetap dari tahun ke tahun. Pendapatan ini memiliki nilai
sebesar 54 triliun pada tahun 2008, kemudian turun menjadi 44 triliun pada tahun 2009 dan
menjadi 43 triliun pada tahun 2010dan kembali naik pada tahun 2011 menjadi 50 triliun.
Pendapatan BLU walaupun bernilai kecil tetapi mengalami kenaikan yang cukup sigifikan. Pada
tahun 2008 pendapatan BLU sebesar 2,9 triliun kemudian naik menjadi 5,8 triluin tahun 2009, 9,4
Triliun tahun 2010, dan menjadi 15,4 triliun pada tahun 2011. Kenaikan rata-rata pendapatan BLU
adalah sebesar 46 %. Kenaikan yang signifikan pada pendapatan ini disebabkan oleh semakin
banyaknya unit layanan pemerintah yang menjadi BLU dan semakin efisien dan semakin efektifnya
unit layanan tersebut setelah menjadi BLU.
0
50
100
150
200
250
2008 2009 2010 2011 2012
Trili
un
Penerimaan SDA
Bagian Laba BUMN
PNBP Lainnya
Pendapatan BLU
Penerimaan Negara Bukan Pajak
0
5
10
15
20
25
2008 2009 2010 2011 2012
Trili
un
Non Migas
Pendapatan BLU
Pendapatan Badan Layanan Umum
AMSP | 12
3. Hibah
Hibah merupakan penerimaan yang diperoleh pemerintah dari pemberi hibah tanpa perlu dibayar
kembali. Sifatnya tidak tentu dari tahun ke tahun karena tergantung keinginan si pemberi hibah
dalam menghibahkan, kecuali untuk hibah yang sudah dijanjikan sebelum-sebelumnya menunggu
realisasi.
Pada tahun 2008 pemerintah menerima hibah sebesar 2,9 triliun, kemudian berturut-turut pada
tahun 2009, 2010, dan 2011 pemerintah menerima hibah sebesar 1 triliun, 1,8 triliun dan 4,6
triliun. Namun demikian karena sifatnya yang tidak pasti serta nilainya yang relatif
kecil,pemerintah tidak mengandalkan hibah sebagai sumber penerimaan utama.
4. Belanja Pegawai
Belanja pegawai merupakan belanja yang memiliki jumlah paling besar dari semua jenis belanja.
Peningkatan belanja ini memiliki rata-rata pertumbuhan sebesar 14 % pertahun.
-
1
2
3
4
5
2008 2009 2010 2011 2012
Trili
un
Penerimaan Hibah
Hibah
0
50
100
150
200
250
2008 2009 2010 2011 2012
Trili
un
Kontribusi Sosial
Honorarium dan Vakasi Gaji dan Tunjangan
Pertumbuhan Belanja Pegawai
AMSP | 13
Pada tahun 2008 besaran belanja ini sejumlah 123 triliun, namun kemudian selalu naik dari tahun
ke tahun dan menjadi 182 triliun pada tahun 2011. Ada 2 penyebab pokok yang sangat mungkin
menyebabkan kenaikan yang signifikan pada belanja ini. Yang pertama yaitu penerimaan PNS yang
kurang terkendali , yang kedua kenaikan gaji pokok PNS yang hampir terjadi dari tahun ketahun.
5. Belanja Barang
Belanja Barang adalah pengeluaran untuk pembelian barang atau jasa yang habis pakai untuk
memproduksi barang atau jasa yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan kepada
masyarakat. Belanja ini mengalami kenaikan yang sangat signifikandengan rata-rata pertumbuhan
sebesar 28 %. Pada tahun 2008 belanja ini memiliki besaran 67 triliun kemudia naik menjadi 85
triliun pada tahun 2009, menjadi 95 triliun pada tahun 2010, dan akhirnya menjadi 140 triliun
pada tahun 2011. Pada tahun 2012 kenaikan yang diharapkan sangat besar yakni kenaikan 31 %
dibandingkan tahun 2011 menjadi sebesar 188 triliun. Paling tidak ada 2 kemungkinan alasan
belanja ini semakin meningkat. Yang pertama adalah upaya pemerintah untuk meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat sehinga dirasa perlu meningkatkan belanja. Yang kedua adalah
niatan pemerintah untuk memacu pertumbuhan ekonomi dengan mengoptimalkan belanja
barang. Yang perlu diperhatikan adalah agar peningkatan jenis belanja ini tidak melalui
pemborosan tetapi memperhatikan aspek efisiensi belanja.
6. Belanja Modal
Belanja jenis ini dalam rangka memperoleh aset tetap/inventaris yang memiliki manfaat lebih dari
satu tahun. Sejak tahun 2008 belanja ini hanya mengalami sekali penurunan yakni di tahun 2009.
Penurunan tersebut sebesar 7,26 % yang mana tahun 2008 belanja sebesar 79 triliun kemudian
turun menjadi 73 triliun pada tahun 2009. Setelah tahun 2009 belanja modal terus naik dengan
jumlah belanja sebesar 95 triliun pada tahun 2010 dan menjadi 140 triliun pada tahun 2011. Pada
tahun 2012 belanja modal diperkirakan akan sebesar 151 triliun.
0
50
100
150
200
2008 2009 2010 2011 2012
Trili
un
Belanja Barang
Belanja Barang
Belanja Barang
AMSP | 14
7. Pembayaran bunga Utang
Pembayaran bunga utang muncul sebagai konsekuensi atas utang yang dimiliki pemerintah.
Pembayaran bunga utang meliputi dua jenis utang yaitu utang dalam negeri dan utang luar negri.
Trend yang terjadi terkait dengan pembayaran bunga utang yaitu jumlahnya yang cenderung
stabil.
Kenaikan yang terjadi pada pembayaran utang dalam negri dan utang luar negri jika dilihat dari
tahun 2008 sampai 2011 hanya mengalami kenaikan sebesar 4,3%. Porsi pembayaran utang
dalam negri jauh lebih besar daripada utang luar negeri. Hal ini disebabkan oleh dua hal yaitu
bunga utang dalam negri yang lebih besar daripada utamg luar negri dan kebijakan pemerintah
yang mulai menggeser porsi utang luar negri dengan utang dalam negri. Sampai Mei 2012
pinjaman dalam negri Indonesia sebesar 1,15 triliun dan pinjaman luar negri sebesar 638 triliun.
0
20
40
60
80
100
120
140
160
2008 2009 2010 2011 2012
Trili
un
Belanja Barang
Belanja Modal
Pertumbuhan Belanja Modal
-
50
100
150
2008 2009 2010 2011 2012
Trili
un
Pembayaran Bunga Utang
Bunga Utang Luar Negeri
Bunga Utang Dalam Negeri
Pembayaran Bunga Utang
AMSP | 15
Hal ini selaras dengan penjelasan dimana buga utang dalam negri lebih besar dari bunga utang
luar negri.
8. Subsidi
Subsidi terdiri dari 2 yaitu subsidi energi dan subsidi non energi. Subsidi mengalami tren
penurunan yang diikuti kenaikan semenjak tahun 2008. Tren pergerakan nilai subsidi sangat
dipengaruhi subsidi energi ketimbang subsidi non energi. Hal ini karena subsidi energi yang
sifatnya lebih variabel dibanding subsidi non energi.
Di tahun 2008 subsidi energi mencapai 187 triliun. Besarnya subsidi pada tahun 2008 disebabkan
oleh naiknya harga minyak dunia yang mencapi 134$ per barel. Kemudian tren ini mengalami
penurunan signifikan di tahun 2009 dimana besaran subsidi hampir berkurang setengahnya
menjadi sebesar 99 triliun. Faktor yang menyebabkan penurunan tersebut diantaranya dampak
dari pengalihan minyak tanah ke tabung gas elpiji 3 kg yang mulai terasa, harga ICP minyak dunia
yang mengalami penurunan drastis hingga mencapi 56 $ per barel pada tahun tersebut, dan juga
tingginya harga bahan bakar khususnya premium sebesar Rp 6500 per liter yang kesemuanya itu
meringankan jumlah subsidi yang harus dikeluarkan pemerintah. Namun setelah tahun 2009
harga ICP kembali mengalami kenaikan dan harga bahan bakar premium yang sudah diturunkan
membuat subsidi kembali naik. Dan pada tahun 2010 dimana harga ICP semakin melambung
(menembus 100$per barel) membuat subsidi energi semakin meningkat menjadi 143 triliun. Di
tahun 2012 diperkirakan subsidi kembali mengalami tren naik dengan besaran menjadi 195 triliun.
0
50
100
150
200
250
2008 2009 2010 2011 2012
Trili
un
Belanja Barang
Non EnergiEnergi
Subsidi
AMSP | 16
Untuk subsidi non energi tren yang cenderung stabil. Besaran subsidi non energi di tahun 2008
adalah sebesar 44 triliun kemudian sempat mengalami kenaikan di tahun 2009 menjadi 58 triliun
dan di tahun 2010 menjadi 57 triliun, namun kembali mengalami penurunan menjadi 41 triliun
ditahun 2011. Melihat trend perkembangan subsidi energi yang cenderung naik karena faktor
yang berada diluar kendali pemerintah maka dirasa perlu agar pemerintah dapat menggeser
besaran nilai subsidi energi untuk dialokasikan kesubsidinon energi. Dengan melakukan kebijakan
untuk menggeser besaran subsidi tersebut maka pemerintah lebih dapat mengendalikan besaran
subsidi karena sifat dari subsidi non energi yang lebih dapat di kontrol melalui kebijakan.
9. Belanja Hibah
Belanja hibah merupakan pengeluaran yang sifatnya bertujuan untuk membantu pemerintah
daerah. Pertumbuhan belanja hibah sangat signifikan dimana pada tahun 2009 sebesar 31 miliar
menjadi 243 miliar di tahun 2010 dan meningkat lagi menjadi 404 miliar di tahun 2011. Bahkan di
tahun 2012 pemerintah mengganggarkan belanja hibah sebesar 1,7 Triliun. Pertumbuhan rata-rata
belanja hibah adalah sebesar 468 %. Terkait dengan peningkatan belanja ini yang cukup signifikan
maka pemerintah perlu lebih meningkatkan pengawasan terhadap kegiatan penggunaan alokasi
belanja ini oleh pemerintah daerah.
10. Bantuan Sosial
Belanja ini dilakukan untuk melindungi masyarakat dari resiko sosial dan meningkatkan
kemampuan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Belanja untuk bantuan sosial ini meliputi
penanggulangan bencana dan bantuan yang diberikan oleh K/L. Belanja untuk penanggulangan
bencana mengalami peningkatan dari tahun ke tahun sebesar 3 triliun pada tahun 2009, kemudian
menjadi 3,7 triliun pada tahun 2010 dan menjadi 4 triliun pada tahun 2011. Rata-rata peningkatan
belanja untuk penggulangan bencana adalah sebesar 15,9% pertahun. Kemudian Bantuan yag
0
1
1
2
2
2008 2009 2010 2011 2012
Trili
un
Belanja Barang
Belanja Hibah
Belanja Hibah
AMSP | 17
diberikan oleh kementerian dan lembaga cenderung meningkat dari tahun ke tahun dengan rata-
rata peningkatan sebesar 10. 3 % pertahun.
11. Belanja lain-lain
Belanja lain-lain besarannya variatif dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008 belanja ini berjumlah 38
triliun kemudian meningkat menjadi 53 triliun pada tahun 2009. Belanja ini kembali mengalami
penurunan di tahun 2010 menjadi sebesar 32 triliun dan kemudian turun lagi menjadi 15 triliun.
Karena sifat dari belanja ini yang sulit di didefiniskan maka pemerintah perlu melakukan
pengawasan lebih agar tidak terjadi penyalahgunaan.
D. ANALISA PERTUMBUHAN ANGGARAN
APBN merupakan salah satu instrumen kebijakan fiskal pemerintah untuk mengarahkan
perekonomian nasional. Mengingat kebijakan fiskal melalui APBN akan mempengaruhi perilaku
0
20
40
60
80
100
2008 2009 2010 2011 2012
Trili
un
Belanja Barang
Penanggulangan Bencana
Bantuan yang diberikan oleh K/L
Bantuan Sosial
Bantuan Sosial
0
10
20
30
40
50
60
2008 2009 2010 2011 2012
Trili
un
Belanja Barang
Belanja Lain-lain
Belanja Lain-Lain
AMSP | 18
perekonomian secara nasional, maka jumlah pendapatan dan belanja yang dialokasikan pada APBN
secara langsung maupun tak langsung akan mempunyai dampak yang sangat penting dalam
perekonomian Indonesia.
Ditengah krisis ekonomi yang melanda di berbagai negara dibelahan dunia, terutama di Eropa,
kebijakan anggaran negara mempunyai peranan yang cukup penting untuk menjaga stabilitas
perekonomian dalam negeri dan mendorong aktivitas perekonomian agar terus meningkat. Untuk
mewujudkan hal tersebut,pemerintah memiliki instrumen kebijakan, yaitu melalui APBN, yang
dilakukan baik dari sisi penerimaan maupun sisi belanja. Dari sisi penerimaan, Pemerintah dapat
mendorong aktivitas perekonomian melalui kebijakan perpajakan. Sementara itu, dari sisi belanja,
alokasi anggaran diharapkan dapat mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan
pengangguran dan kemiskinan.
1. KEBIJAKAN PERPAJAKAN
Dalam periode 2008-2011, penerimaan perpajakan mengalami pertumbuhan yang sangat pesat, yaitu
dari Rp. 658,7 triliun pada tahun 2008 menjadi sekitar Rp. 831 triliun pada tahun 2011. Dalam kurun
waktu empat tahun tersebut, penerimaan perpajakan meningkat 26,15 persen atau rata-rata setiap
tahun sebesar 6,54 persen. Kenaikan tersebut disebabkan oleh pelaksanaan beberapa kebijakan
umum perpajakan yang ditujukan pada perluasan basis pajak, peningkatan pelayanan dengan
mendirikan kantor pelayanan pajak pratama, pengurangan beban pajak melalui peningkatan
penghasilan tidak kena pajak (PTKP), pemberian fasilitas pajak pada dunia usaha (tax holiday) tanpa
mengganggu pencapaian target penerimaan perpajakan, dan penerapan sunset policy yaitu
perpanjangan waktu pelunasan kewajiban pajak tanpa dikenakan sanksi administrasi. Dalam
beberapa tahun terakhir, Pemerintah juga terus melakukan langkah-langkah pembaharuan serta
penyempurnaan kebijakan dan administrasi perpajakan (tax policy and administration reform) dan
sensus pajak nasional.
Walaupun penerimaan perpajakan terus meningkat, namun tax ratio nya masih tergolong rendah. Tax
ratio atau rasio Penerimaan Perpajakan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) adalah perbandingan
antara antara realisasi penerimaan pajak dengan pendapatan nasional. Pada dasarnya rasio
tersebut menunjukkan jumlah penerimaan pajak yang dapat dipungut dari setiap rupiah pendapatan
nasional (Produk Domestik Bruto). Berikut ini tabel tax ratio :
AMSP | 19
Tahun APBN-P
(Milyar) Tax Ratio
2008 609. 227,50 13. 60%
2009 651. 954,80 12. 10%
2010 743. 325,90 11. 90%
2011 878. 685,20 12. 20%
2012 1. 032. 570,20 12. 70%
Dari tabel diatas terlihat bahwa tax ratio pernah mengalami penurunan sejak 2009 dan 2010, namun
secara kuantitas, jumlah nya terus meningkat. Secara rata-rata, tax ratio Indonesia masih berkisar di
12%, artinya Indonesia masih memiliki potensi perpajakan yang bisa digali untuk meningkatkan
penerimaan. Namun, yang perlu diingat baik-baik adalah produk domestik bruto ini sebagian besar
disokong oleh industri menengah kebawah, yang penghasilannya kemungkinan masih dibawah
penghasilan tidak kena pajak, namun jika diakumulasi, jumlah penghasilan tersebut nilainya besar.
Untuk meningkatkan penerimaan perpajakan, langkah pertama yang harus dilakukan pemerintah
adalah membenahi internal Direktorat Perpajakan, karena isu utama perpajakan seperti yang akhir-
akhir ini sering diberitakan media nasional adalah perbuatan korupsi oleh pegawai pajak yang
mengakibatkan negara mengalami kerugian pada sisi penerimaan, selain itu, masyarakat juga menjadi
antipati terhadap pajak dan enggan membayar pajak. Langkah selanjutnya adalah memperbaiki
sistem pengawasan perpajakan yang ada, baik internal maupun eksternal, mulai dari pemeriksaan,
keberatan, banding, internal control, penagihan, TI (teknologi informasi), organisasi, perbaikan
undang-undang, kebijakan, dan prosedur.
2. ANGGARAN BELANJA FUNGSI EKONOMI
Realisasi anggaran belanja pada fungsi ekonomi merupakan realisasi anggaran yang dimanfaatkan
untuk membiayai program sarana dan prasarana transportasi, pertanian, pengairan, dan energi, yang
diharapkan mampu mendukung upaya percepatan pertumbuhan ekonomi. Realisasi anggaran pada
fungsi ekonomi tersebut meliputi realisasi anggaran belanja kementerian negara/lembaga dari
beberapa subfungsi, yaitu subfungsi transportasi; subfungsi pertanian, kehutanan, perikanan dan
kelautan; subfungsi pengairan; subfungsi bahan bakar dan energi; serta subfungsi ekonomi lainnya.
Pertumbuhan ekonomi mempengaruhi besaran APBN, baik pada sisi pendapatan maupun belanja
negara. Pada sisi pendapatan negara, pertumbuhan ekonomi antara lain mempengaruhi penerimaan
pajak, terutama PPh dan PPN. Pada sisi belanja negara, pertumbuhan ekonomi antara lain
AMSP | 20
mempengaruhi besaran nilai dana perimbangan dalam anggaran transfer ke daerah sebagai akibat
perubahan pada penerimaan pajak.
Sesuai dengan rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) yang dicanangkan pemerintah sejak
tahun 2005, pemerintah senantiasa berupaya menjalankan komitmen untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi (pro-growth), mengurangi pengangguran (pro-job), dan mengentaskan
kemiskinan (pro-poor). Salah satu upaya yang dilakukan yaitu melalui program peningkatan
ketahanan pangan, program peningkatan kesejahteraan petani, program pengembangan pengelolaan
jaringan irigasi, program peningkatan kualitas jasa pelayanan sarana dan prasarana ketenagalistrikan,
dan program lainnya.
Tahun Target Pertumbuhan
Ekonomi
Anggaran Belanja Fungsi
Ekonomi APBN-P (Milyar)
2008 6. 40% 57,239. 00
2009 4. 50% 63,154. 50
2010 4. 30% 61,203. 90
2011 6. 50% 103,317. 70
2012 6. 70% 102,734. 50
Berdasarkan data pada tabel diatas, target pertumbuhan ekonomi tidak selalu berbanding lurus
dengan anggaran belanja yang dialokasikan, contohnya pada tahun 2012, dimana target pertumbuhan
ekonomi lebih tinggi dibandingkan tahun 2011, namun jumlah anggaran belanja fungsi pada tahun
2012 lebih kecil dibandingkan tahun 2011. Hal ini merupakan implikasi dari proses penganggaran
berbasis kinerja, dimana anggaran harus disesuaikan dengan target kinerja, sehingga anggaran dapat
lebih efektif dan efisien.
Pertumbuhan ekonomi juga dipengaruhi faktor eksternal, seperti kurs mata uang asing, kondisi
ekonomi global dan sebagainya, sehingga, anggaran yang diberikan pemerintah tidak berakibat
langsung kepada pertumbuhan ekonomi, namun dampak yang diakibatkan tetap berpengaruh banyak
terhadap perekonomian.
AMSP | 21
E. ANALISA KEMAMPUAN ANGGARAN
Belanja dalam APBN dialokasikan untuk melaksanakan program/kegiatan sesuai dengan kemampuan
pendapatannya, serta didukung oleh pembiayaan yang sehat sehingga diharapkan mampu mendorong
pertumbuhan ekonomi nasional, pemerataan pendapatan, serta pembangunan di berbagai sektor.
Pencapaian tujuan tersebut diharapkan dapat dilakukan melalui peningkatan potensi pendapatan
negara ditambah dengan sumber pendapatan non pajak yang digunakan untuk mendanai
penyelenggaraan layanan publik dalam jumlah yang mencukupi dan juga berkualitas. Dengan belanja
yang berkualitas diharapkan APBN dapat menjadi injeksi bagi peningkatan ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat.
Namun demikian, sebagaimana selalu terjadi dalam pengelolaan keuangan publik, selalu terjadi
kendala penganggaran (budget constraint), yang tercermin dari banyaknya kebutuhan yang
dihadapkan pada keterbatasan sumber-sumber pendapatan daerah. Oleh karena itu, prioritas belanja
dan perencanaan yang baik dapat menjadi kunci untuk menyiasati kendala penganggaran.
Kemampuan APBN dapat dianalisa dengan pendekatan ketersediaan ruang fiskal serta kesinambungan
defisit. Ruang fiskal memiliki kaitan erat dengan kemampuan APBN untuk membiayai belanja modal
serta belanja barang jasa yang tidak terikat sedangkan defisit memiliki kaitan terhadap ketersediaan
pembiayaan untuk mengakomodir rencana belanja pemerintah.
APBN 2012 jika dilihat dari posturnya sangat tergantung pada penerimaan dari perpajakan dalam
membiayai belanjanya. Hal ini terlihat dari proporsi target penerimaan pajak sebesar Rp 1. 032,57
trilyun atau 78,7% dari jumlah keseluruhan penerimaan APBN 2012 sebesar Rp 1. 311,3 trilyun.
Tingginya ketergantungan pemerintah terhadap penerimaan dari sektor perpajakan menyebabkan
APBN tidak memiliki ruang fiskal yang cukup longgar untuk membiayai belanja-belanja tidak terikat
dan belanja lain-lain karena peningkatan penerimaan dari sektor perpajakan tidak dapat dengan
mudah ditingkatkan mengingat pajak sangat berkorelasi dengan perekonomian nasional.
Apabila dikaitkan dengan belanja, maka pendapatan dalam APBN sebesar Rp 1. 311,3 trilyun setelah
dikurangkan untuk membiayai belanja terikat dalam APBN 2012 yang jumlahnya senilai Rp 1. 065,1
trilyun hanya akan memberikan spare sebesar Rp 246,6 trilyun. Dari data berikut dapat terlihat bahwa
ruang fiskal yang dimiliki pemerintah pusat masih sangat terbatas. Pemerintah harus mengoptimalkan
pendapatan dari luar sektor perpajakan untuk membiayai keseluruhan belanja dalam APBN agar
AMSP | 22
pemerintah memiliki ruang fiskal yang longgar untuk membiayai belanja yang tidak terikat seperti
belanja modal dan belanja barang maupun belanja tidak terduga lainnya.
1. Belanja Pegawai 215,862. 40
2. Pembayaran Bunga Utang 122,217. 60
3. Subsidi 208,850. 20
4. Bantuan Sosial 47,763. 80
5. Transfer Ke Daerah 470,409. 50
Jumlah belanja terikat 1,065,103. 50
Nota Keuangan dan APBN mendefinisikan ruang fiskal sebagai pengeluaran diskresioner/tidak terikat
(antara lain pengeluaran negara untuk pembangunan proyek-proyek infrastruktur) yang dapat
dilakukan oleh pemerintah tanpa menyebabkan terjadinya fiscal insolvency. Ruang Fiskal merupakan
rasio yang menggambarkan besarnya pendapatan yang masih bebas digunakan oleh pemerintah untuk
mendanai program/kegiatan sesuai kebutuhannya. Penghitungan Ruang Fiskal diperoleh dengan
mengurangkan seluruh pendapatan dengan pendapatan yang sudah ditentukan penggunaannya
(earmarked) dan belanja wajib seperti belanja pegawai dan bunga.
Ruang fiskal yang longgar sangat penting dalam postur APBN karena ruang fiskal tersebut akan
bermanfaat dalam memacu perekonomian nasional melalui belanja infrastruktur pembangunan dan
belanja barang jasa pemerintah. Semakin besar fiscal space yang tersedia, semakin besar pula
fleksibilitas yang dimiliki oleh pemerintah untuk meningkatkan alokasi belanja negara pada kegiatan-
kegiatan yang menjadi prioritas nasional seperti pembangunan proyek-proyek infrastruktur.
Salah satu jalan bagi pemerintah untuk meningkatkan penerimaan APBN dalam rangka memperluas
ruang fiskal adalah dengan menerapkan kebijakan defisit yaitu menerapkan selisih antara penerimaan
negara dan pengeluarannya yang cenderung negatif, artinya bahwa pengeluaran negara lebih besar
dari penerimaannya. Para ahli ekonomi cenderung menghitung defisit anggaran negara itu bukan dari
angka absolut, tetapi mengukur dari rasio defisit anggaran negara terhadap Produk Domestik Bruto
(PDB). Menurut penjelasan pasal 12 ayat 3 UU no 17 tahun 2003, defisit APBN dinyatakan tidak dapat
melebihi sebesar tiga persen dari PDB dan jumlah pinjaman yang digunakan untuk membiayai defisit
tidak dapat melebihi 60% dari PDB.
AMSP | 23
Defisit anggaran diperlukan karena pemerintah perlu melakukan belanja yang lebih besar daripada
penerimaan pendapatan. Hal ini terkait dengan fungsi pemerintah dalam menopang pertumbuhan
ekonomi dan melakukan ekspansi demi meningkatkan daya beli masyarakat.
Ketentuan mengenai defisit tersebut pada APBN 2012 masih ditaati oleh dengan menerapkan defisit
sebesar 1,5 persen dari total PDB. Pembatasan defisit tersebut dinilai tidak memberikan keleluasaan
bagi pemerintah dalam menciptakan ruang fiskal dalam APBN namun dalam praktiknya ketentuan
tersebut memiliki tujuan agar pemerintah tidak terlalu ekspansif dalam merencanakan defisit
anggaran sehingga fiscal insolvency dapat dihindari serta beban terhadap bunga tidak membebani
anggaran periode selanjutnya.
TAHUN APBN 2008 2009 2010 2011 2012
Pendapatan 894,990. 40 870,999. 00 992,398. 80 1,169,914. 50 1,311,386. 70
1. Belanja Pegawai 123,542. 00 133,709. 20 162,659. 00 182,874. 90 215,862. 40
2. Pembayaran Bunga Utang 94,794. 20 109,590. 10 105,650. 20 106,583. 80 122,217. 60
3. Subsidi 234,405. 00 158,117. 90 201,263. 00 237,194. 70 208,850. 20
4. Bantuan Sosial 59,702. 30 77,932. 50 71,172. 80 81,810. 40 47,763. 80
5. Transfer Ke Daerah 292,422. 80 309,308. 20 344,612. 90 412,507. 90 470,409. 50
Jumlah belanja terikat 804,866. 30 788,657. 90 885,357. 90 1,020,971. 70 1,065,103. 50
RUANG FISKAL 90,124. 10 82,341. 10 107,040. 90 148,942. 80 246,283. 20
Defisit (94,503. 30) (129,844. 90) (133,747. 70) (150,836. 70) (124,020. 00)
Defisit terhadap PDB (2. 10) (2. 40) (2. 10) (2. 10) (1. 50)
-
200,000.00
400,000.00
600,000.00
800,000.00
1,000,000.00
1,200,000.00
1,400,000.00
2008 2009 2010 2011 2012
Pendapatan
Jumlah belanja terikat
AMSP | 24
Defisit pemerintah yang direncanakan dalam APBN 2012 sebesar Rp 124. 020 trilyun masih berada
pada titik dibawah batas maksimal yaitu sebesar 1,5 persen dari PDB. Anggaran defisit sebesar itu
lebih rendah dibandingkan dengan rencana defisit pada APBN periode sebelumnya. Defisit dalam
APBN 2012 lebih rendah daripada periode sebelumnya karena pada 2012 target pendapatan
mengalami peningkatan secara signifikan dibandingkan periode sebelumnya.
Masih diperlukannya defisit dalam membiayai belanja APBN serta menciptakan ruang fiskal yang lebih
luas memberikan konsekuensi tegas terhadap perlunya peningkatan pengelolaan defisit. Defisit APBN
harus diarahkan untuk membiayai sektor produktif serta dimanfaatkan secara maksimal sehingga
ekses negatif yang dihasilkan oleh defisit dapat tertutupi oleh manfaat yang diberikan terhadap
perekonomian nasional. Defisit yang tidak termanfaatkan nampak pada tingginya SILPA yang
memberikan indikasi tidak termanfaatkannya defisit APBN dan pada akhirnya terdapat hutang yang
menganggur dalam kas negara. Hutang yang tidak termanfaatkan tersebut menjadi tidak produktif
namun memberikan beban bunga bagi keuangan negara. Defisit Indonesia masih belum terpakai
untuk sektor yang produktif. Jika dilihat dari struktur belanja pemerintah, banyak pengeluaran
pemerintah dipakai untuk sektor-sektor yang kurang produktif seperti belanja pegawai, pembayaran
bunga utang, dana alokasi umum, dan subsidi energi. Agar dapat memberikan manfaat lebih baik,
defisit harus diarahkan untuk membiayai kegiatan produktif seperti pembangunan infrastruktur
maupun program pemberdayaan masyarakat.
Untuk meningkatkan kapasitas ruang fiskal, pemerintah harus menempuh kebijakan yang lebih
ekstensif dalam menggali potensi pendapatan non hutang serta lebih mengintensifkan penghematan
terhadap belanja terikat seperti pemberian subsidi, belanja pegawai, belanja bantuan sosial serta
segera mencari solusi untuk melunasi hutang sehingga belanja bunga dapat direduksi dan tidak
membebani APBN.
-
200,000.00
400,000.00
600,000.00
800,000.00
1,000,000.00
1,200,000.00
1,400,000.00
1,600,000.00
2008 2009 2010 2011 2012
Pendapatan
Belanja total
Defisit
AMSP | 25
F. ANALISIS SEBAB DAN AKIBAT KETERLAMBATAN PENYUSUNAN APBN/APBD
Penyusunan anggaran melalui beberapa tahapan, setiap tahapan tentunya membutuhkan waktu
dalam prosesnya, belum lagi terdapat faktor lain yang mempengaruhi sehingga terkadang penyusunan
anggaran menjadi terlambat. Keterlambatan dalam penyusunan anggaran mempengaruhi
pelaksanaan program pemerintah. Anggaran yang tidak terserap sempurna pada pembangunan
menjadi indikator bahwa target realisasi dari anggaran tidak terpenuhi. Anggaran dikatakan terlambat
dalam penyusunannya apabila tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Sesuai dengan
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara sesuai pada pasal bahwa batas akhir
penyusunan anggaran hingga disahkan oleh legislatif menjadi UU atau Perda adalah dua bulan
sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan untuk APBN (pasal 15) dan satu bulan untuk
APBD (pasal 20).
Tahap dan Jadwal Penyusunan APBN
AMSP | 26
Tahapan dan Jadwal Penyusunan APBD
Bagian ini khusus membahas mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi proses
penyusunan anggaran dan menjadi sebab keterlambatan penyusunan anggaran, pada bagian ini
juga membahas mengenai dampak dari keterlambatan penyusunan anggaran yang tentunya
berkaitan dengan efektifitas adanya anggaran itu sendiri. Terdapat beberapa hal yang mempunyai
pengaruh baik langsung maupun tidak langsung, signifikan maupun tidak terhadap proses
penyusunan anggaran, terbagi dalam faktor teknis dan nonteknis yaitu :
1. Faktor Teknis
a. Kesulitan dalam menentukan dan menetapkan asumsi-asumsi perekonomian yang berkaitan
dengan penganggaran. Adapun hal-hal yang paling urgen dan menyita waktu dalam proses
penyusunan anggaran yaitu :
AMSP | 27
1) Pertumbuhan Ekonomi
Jika dijelaskan secara sederhana, penetapan asumsi pertumbuhan ekonomi sangat penting,
karena hal ini berkaitan dengan perkembangan ekonomi rakyat dan iklim pembangunan.
Menentukan asumsi membutuhkan pertimbangan kondisi perekonomian saat ini dan
perekonomian secara global. Asumsi pertumbuhan ekonomi dilihat secara berkala dan
menyatukan beberapa persepsi kedepan. Dengan asumsi pertumbuhan ekonomi yang dibuat,
oleh penyusun anggaran digunakan sebagai standard dan koefisien dalam menetapkan
kebijakan ekonomi dan jumlah nilai yang dianggarkan. Rata-rata pertumbuhan ekonomi
Indonesia berkisaran pada nilai 5%-6% dalam setahun.
2) Pendapatan Perkapita
Pendapatan perkapita adalah pendapatan perkepala dalam satu tahun, dalam penetapan
APBN pemerintah memberikan asumsi pendapatan perkapita masyarakat, seperti asumsi pada
tahun 2012 yaitu sebesar $1200 perkapita. Hal ini juga berdampak pada perekonomian
masyarakat dan pengkategorian masyarakat miskin hingga kelas atas. Disisi lain asumsi ini
juga berdampak pada iklim investasi dimana pihak investor, sektor privat yang paling
terpengaruh oleh penentuan asumsi, nantinya berpengaruh ke pembangunan dan dan tingkat
pertumbuhan ekonomi masyarakat Indonesia.
3) Suku Bunga
Berkaitan dengan investor, suku bunga BI selalu menjadi instrument dari kebijakan moneter
pemerintah untuk menarik minat para penanam modal. Karena efek yang ditimbulkan dari
penetapan nilai suku bunga BI berbagai pertimbangan ekonomi hingga politik menjadi acuan.
Hal ini tentunya penting, mengingat suku bunga BI oleh para investor dilihat sebagai cerminan
pembangunan di Indonesia dan berhubungan dengan pendapatan perkapita suatu Negara.
4) Kebijakan Fiskal
Salah satu perangkat yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk mencapai sasaran
pembangunan adalah kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal mempunyai tiga fungsi utama, yaitu
fungsi alokasi anggaran untuk tujuan pembangunan, fungsi distribusi pendapatan dan subsidi
dalam upaya peningkatan kesejahteraan rakyat, dan juga fungsi stabilisasi ekonomi makro di
dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi. Dalam kondisi perekonomian yang lesu,
pengeluaran pemerintah yang bersifat autonomous, khususnya belanja barang dan jasa serta
belanja modal, dapat memberi stimulasi kepada perekonomian untuk bertumbuh. Sebaliknya
AMSP | 28
dalam kondisi ekonomi yang memanas akibat terlalu tingginya permintaan agregat, kebijakan
fiskal dapat berperan melalui kebijakan yang kontraktif untuk menyeimbangkan kondisi
permintaan dan penyediaan sumber-sumber perekonomian. Itu sebabnya kebijakan fiskal
memiliki fungsi strategis dalam memengaruhi perekonomian dan mencapai sasaran
pembangunan.
5) Jumlah Pengangguran
Menentukan jumlah pengangguran juga menjadi penting dalam proses penyusunan anggaran.
Karena pertimbangan ini yang akan menjadi indikator atas keberhasilan atau efektifnya
penggunaan anggaran sebelumnya. Pengangguran sangat berkaitan dengan semua indikator,
asumsi dan elemen-elemen baik fiskal maupun moneter dalam perekonomian suatu Negara.
Yang paling dekat adalah pendapatan perkapita, inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Selain itu,
pemerintah mempunyai kewajiban untuk membuka lapangan kerja bagi rakyatnya.
6) Harga Minyak Dunia
Saat ini harga minyak di Indonesia disubsidi oleh pemerintah untuk dua jenis BBM yaitu
Premium dan Solar. Pada anggaran tahun 2012 subsidi minyak Indonesia dianggarkan Rp137
Triliun dengan asumsi harga minyak dunia $90 perbarel. Namun dalam perjalanannya harga
minyak dunia melebihi dari asumsi pemerintah, bahkan pada bulan maret 2012 harga minyak
mencapai $125 perbarel. Sehingga pemerintah mengambil kebijakan yang mendesak yaitu
APBNP pada bulan April. Yang menghasilkan subsidi BBM dinaikan menjadi Rp. 175 Triliun.
Dari kasus diatas sudah dapat dilihat betapa pentingnya penetapan asumsi harga minyak
dunia dalam APBN.
7) Kurs Rupiah terhadap mata uang asing
Kurs rupiah merupakan yang yang paling penting dalam penetapan APBN, ada begitu banyak
faktor yang membuat kurs rupiah menjadi sangat-sangat penting Yaitu:
a) Pembayaran Hutang Negara
b) Transaksi internasional menggunakan uang asing
c) Anggaran untuk subsidi minyak
Dari 3 hal diatas kurs rupiah sangat mennetukan nasib suatu Negara, apabila salah dalam
memperkirakan maka Negara itu akan mengalami krisis keuangan.
AMSP | 29
8) Inflasi
Inflasi adalah naiknya harga barang dalam jangka waktu yang cukup lama. Rata-rata inflasi
Indonesia berkisaran diangka 2-4% pertahun. Namun terkadang bahkan melebihi angka
tersebut bahkan pada tahun sebelumnya Inflasi Indonesia pernah menyetuh angka 6%, hal
tersebut dikarenakan oleh kebijakan pmerintah menaikan harga BBM. Inflasi erat
hubungannya dengan :
a) Kebijakan pemerintah
b) Meningkatnya permintaan terhadap barang tertentu
c) Turunnya kurs rupiah
d) Naiknya harga barang tertentu seperti BBM.
Kempat hal tersebut sangat mempengaruhi perekonomian masyarakat dan berimbas pada
membengkaknya anggaran suatu Negara.
b. Regulasi yang sering tumpang tindih yang membuat satuan perangkat kerja daerah serba salah
dalam menjalankan pengelolaan anggaran tahun berjalan. Kendala regulasi yang dimaksud terjadi
pada saat penyusunan anggaran. Saat anggaran disusun satuan perangkat kerja daerah
berpedoman pada petunjuk teknis dari pemerintah pusat, namun pada saat anggaran telah
disahkan dan dijalankan, pemerintah pusat baru mengeluarkan petunjuk teknis penyusunan
anggarannya. Bahkan terkadang petunjuk teknis tersebut berbenturan dengan program kerja
yang telah ditetapkan. Tidak mungkin lagi anggaran yang sudah disahkan dibahas ulang dengan
menggunakan petunjuk teknis yang terbaru dari pemerintah pusat.
c. Banyaknya audiensi yang dilakukan oleh tim anggaran pemerintah. Hal ini terkait dengan
pembahasan yang dilakukan di daerah untuk penyusunan APBD
AMSP | 30
Pada kondisi jaring asmara ini juga terkadang menyita waktu, yang seharusnya tim penyusun
anggaran sudah harus memulai untuk mengerjakan sesuai dengan arahan, namun karena aspirasi
rakyat yang terus masuk membuat proses penyusunan tertunda.
d. Penerapan sistem anggaran berbasis kinerja juga mengambil andil dalam memperlambat
proses penyusunan anggaran. Unit kerja mengalami kesulitan dalam menentukan indicator
kinerja atas program maupun kegiatan yang dibuatnya. Kondisi seperti ini memerlukan waktu
pembahasan pada level masing-masing, bahkan terkadang pembahasan terjadi pada tiap level dan
kembali di revisi jika indicator dianggap tidak mewakili program atau kegiatan.
AMSP | 31
2. Faktor Nonteknis
a. Agencies theory yang memberikan kewenangan atas nama publik ke legislatif juga menjadi
salah satu penyebab terlambatnya penyusunan anggaran. Legislatif mempunyai fungsi
budgeter dimana persetujuan atas anggaran itu harus dibahas oleh legislatif, konsep ini
sebenarnya bagus pada semangat demokrasi dan public interest, namun kondisi sekarang
lebih layak dinamakan sebagai perwakilan partai, terlalu banyak pengambilan keputusan yang
berujung pada kebijakan pemerintah dibuat berdasarkan kesepakatan politik. Bukan hanya
masalah adanya unsur politik, sistem atau teknis dimana rancangan anggaran harus dibahas ke
legislatif yang tentunya juga memakan waktu yang cukup lama apalagi terkait asumsi-asumsi
yang dibuat oleh eksekutif.
b. Sumber daya manusia yang tidak memiliki keterampilan dan kompetensi yang cukup dalam
melaksanakan penyusunan anggaran. Terdapat beberapa sistem serta ketentuan sebagai
pedoman dalam menyusun anggaran yang membutuhkan waktu dan pengalaman yang cukup
untuk dapat memahami serta mengerti cara dalam melaksanakan proses penyusunan
anggaran.
c. Tidak adanya komitmen yang tinggi dalam melaksanakan penyusunan anggaran yang tepat
waktu. Dengan adanya komitmen memberikan gambaran bagi pihak yang terlibat dalam
penyusunan APBD untuk mengetahui secara jelas visi, misi, tujuan, dan sasaran yang ingin
dicapai dalam penyusunan APBD. Selain itu, melalui komitmen dapat menciptakan motivasi
dan kemauan bagi pihak penyusun APBD untuk menyelenggarakan tahapan penyusunan APBD
yang lebih baik, efektif, efisien, dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
3. Dampak dari keterlambatan penyusunan anggaran
a. Anggaran yang terlambat dalam proses penyusunannya dapat pula berpengaruh terhadap
perekonomian, hal tersebut terjadi karena ketika anggaran terlambat ditetapkan melebihi
batas waktu yang telah ditentukan, maka di masa anggaran belum disahkan maka aliran dana
dari sektor pemerintah akan terhambat dan itu memberikan pengaruh pada aliran uang atau
transaksi di daerah dan pada akhirnya perekonomian turut merasakan dampak dengan adanya
kelesuan ekonomi.
b. Keterlambatan percepatan pembangunan daerah khususnya untuk sektor belanja barang dan
jasa. Banyak program pemerintah seperti proyek pembangunan fasilitas publik tertunda
proses lelang dan tendernya, sehingga pembangunan juga akan mengalami pergeseran
perencanaan.
AMSP | 32
c. Pemerintah daerah akan kesulitan dalam menangani belanja operasional daerah. Misalnya,
untuk pembayaran rutin PLN, PDAM dan telpon
d. Adanya peluang untuk melakukan korupsi, hal tersebut dapat muncul dikarenakan adanya
usaha untuk mengalihkan dana yang tersisa dari pelaksanaan program APBD ke dalam
rekening pribadi (KPK,2008). Dana yang tersisa berasal dari dana sisa anggaran program yang
tidak selesai dilakukan karena terlambat dalam pelaksanaan proses awal. Pengalihan dana ke
rekening pribadi tersebut membuka peluang terjadi penyelewengan dana APBD untuk
kepentingan pribadi sehingga terjadilah korupsi. Pada akhirnya dampak yang muncul dari
keterlambatan penyusunan APBD tersebut merugikan masyarakat.
AMSP | 33
SARAN PERBAIKAN
1. Saran perbaikan berdasarkan analisis sebab dan akibat keterlambatan penyusunan anggaran
a. By Sistem
- Dengan membuat SOP yang tepat guna dan tepat sasaran terhadap penyusunan anggaran
- Membuat aturan yang mengikat mengenai pelaksanaan penyusunan anggaran, memberikan
sanksi atas keterlambatan
- Mengurangi pembahasan politis baik itu jaring asmara atau dengan Legislatif melalui
implementasi anggaran berbasis akrual.
- Membuat peran publik sebagai pengawas pelaksanaan penyusunan anggaran lebih kelihatan
dengan melakukan transparansi informasi atas pelaksanaan penyusunan anggaran.
b. By Human
- Meningkatkan komitmen dari semua pihak yang berkaitan dengan pelaksanaan penyusunan
anggaran dengan cara membuat peraturan yang mengikat semua pihak.
- Meningkatkan kesadaran semua pihak mengenai kerugian atas keterlambatan penyusunan
anggaran ini akan berimbas pada publik dan menghilangkan kepercayaan publik kepada
pemerintah.