bab ii pancasila 2

6
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Ideologi Ideologi berasal dari kata idea (Inggris), yang memiliki arti gagasan dan pengertian. Dalam bahasa Yunani, berasal dari kata “oida”, yang berarti mengetahui dan melihat dengan budi dan kata “logi” berasal dari logos yang memiliki arti pengetahuan. Jadi, ideologi memiliki arti pengetahuan tentang gagasan-gagasan, pengetahuan, tentang ide-ide, atau ajaran tentang pengertian-pengertian dasar. Beberapa para ahli mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian dari ideologi, seperti Karl Marx, Ramlan Surbakti, dan Notonegoro. Karl Marx mengartikan Ideologi sebagai pandangan hidup yang dikembangkan berdasarkan kepentingan golongan atau kelas sosial tertentu dalam bidang politik atau sosial ekonomi. Ramlan Surbakti mengemukakan bahwa terdapat 2 pengertian ideologi, yaitu ideologi secara fungsional dan secara structural. Ideologi secara fungsional diartikan sebagai seperangkat gagasan tentang kebaikan bersama atau tentang masyarakat dan Negara yang dianggap paling baik. Ideologi secara fungsional ini digolongkan menjadi dua tipe, yaitu ideologi yang doktriner dan ideologi yang pragmatis. ideologi yang doktriner bilamana ajaran-ajaran yang terkandung di dalam ideologi itu dirumuskan secara sistematis dan pealksanaannya diawasi secara ketat oleh aparat partai atau aparat pemerintah. Sedangkan pengertian ideologi secara pragmatis apabila ajaran-ajaran yang terkandung di dalam ideologi tidak dirumuskan secara sistematis dan terinci, tetapi dirumuskan secara umum hanya prinsip-prinsipnya, dan disosialisasikan secara fungsional melalui kehidupan keluarga, sistem pendidikan, sistem ekonomi, kehidupan agama dan sistem politik.

Upload: kik

Post on 24-Sep-2015

219 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ghbn

TRANSCRIPT

BAB IIPEMBAHASAN2.1 IdeologiIdeologi berasal dari kata idea (Inggris), yang memiliki arti gagasan dan pengertian. Dalam bahasa Yunani, berasal dari kata oida, yang berarti mengetahui dan melihat dengan budi dan kata logi berasal dari logos yang memiliki arti pengetahuan. Jadi, ideologi memiliki arti pengetahuan tentang gagasan-gagasan, pengetahuan, tentang ide-ide, atau ajaran tentang pengertian-pengertian dasar. Beberapa para ahli mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian dari ideologi, seperti Karl Marx, Ramlan Surbakti, dan Notonegoro. Karl Marx mengartikan Ideologi sebagai pandangan hidup yang dikembangkan berdasarkan kepentingan golongan atau kelas sosial tertentu dalam bidang politik atau sosial ekonomi. Ramlan Surbakti mengemukakan bahwa terdapat 2 pengertian ideologi, yaitu ideologi secara fungsional dan secara structural. Ideologi secara fungsional diartikan sebagai seperangkat gagasan tentang kebaikan bersama atau tentang masyarakat dan Negara yang dianggap paling baik. Ideologi secara fungsional ini digolongkan menjadi dua tipe, yaitu ideologi yang doktriner dan ideologi yang pragmatis. ideologi yang doktriner bilamana ajaran-ajaran yang terkandung di dalam ideologi itu dirumuskan secara sistematis dan pealksanaannya diawasi secara ketat oleh aparat partai atau aparat pemerintah.Sedangkan pengertian ideologi secara pragmatis apabila ajaran-ajaran yang terkandung di dalam ideologi tidak dirumuskan secara sistematis dan terinci, tetapi dirumuskan secara umum hanya prinsip-prinsipnya, dan disosialisasikan secara fungsional melalui kehidupan keluarga, sistem pendidikan, sistem ekonomi, kehidupan agama dan sistem politik. Notonegoro sebagaimana dikutip oleh Kaelan mengemukakan, bahwa Ideologi negara dalam arti cita-cita negara atau cita-cita yang menjadi dasar bagi suatu sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat dan bangsa yang bersangkutan pada hakikatnya merupakan asas kerohanian yang antara lain memiliki ciri:1. Mempunyai derajat yang tertinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan2. Mewujudkan suatu asas kerokhanian, pandangan dunia, pedoman hidup, pegangan hidup yang dipelihara, dikembangkan, diamalkan, dilestarikan kepada generasi berikutnya, diperjuangkan dan dipertahankan dengan kesediaan berkorban.Ideologi merupakan cerminan cara berfikir orang atau masyarakat yang sekaligus membentuk orang atau masyarakat untuk menuju cita-citanya. Ideologi merupakan sesuatu yang dihayati menjadi suatu keyakinan dimana ideologi menjadi suatu pilihan yang jelas membawa komitmen (keterikatan) untuk mewujudkannya. Semakin mendalam kesadaran ideologis seseorang, maka akan semakin tinggi pula komitmennya untuk melaksanakannya.Komitmen itu tercermin dalam sikap seseorang yang meyakini ideologinya sebagai ketentuan yang mengikat dan harus ditaati dalam kehidupannya, baik dalam kehidupan pribadi maupun masyarakat. Ideologi berintikan seperangkat nilai yang bersifat menyeluruh, mendalam, dimiliki dan dipegang oleh seseorang atau suatu masyarakat sebagai wawasan atau pandangan hidup. Melalui rangkaian nilai itulah masyarakat mengetahui bagaimana cara yang paling baik, baik secara moral maupun normatif yang dianggap benar dan adil dalam bersikap dan bertingkah laku untuk memelihara, mempertahankan, membangun kehidupan duniawi bersama dengan berbagai dimensinya. 2.2 Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan NegaraPancasila harus dipahami sebagai filsafat dan ideologi bangsa dan negara (Kaelan, Filsafat Pancasila, 2002). Pada dasarnya, ideologi adalah sistem ide-ide (SYSTEM OF THOUGHT) atau science of thought yang merupakan konsep operasionalisasi dari sebuah Filsafat. Sedangkan filsafat itu sendiri pada prinsipnya merupakan keyakinan-keyakinan atau kebenaran yang diyakini (BELIEF SYSTEM). Filsafat merupakan dasar dan sumber dalam merumuskan ideologi.Sebagai ideologi, Pancasila menjadi dasar pembentukan Norma-norma negara, yaitu hukum (PEMBUKAAN UUD 45, UUD 45, UU, PP, dll) Perilaku berbangsa dan bernegara (praktek bernegara, penyelenggaraan pemerintahan, ekonomi, sosial, politik, budaya, dst, dan perilaku masyarakat yang diatur oleh hukum)Pengertian ideologi yang kita pakai disini adalah hal-hal yang berada dalam dunia gagasan yang hendak kita wujudkan dalam realitas, sedangkan falsafah dalam garis besarnya kita kelompokkan dalam dua kategori: yang pertama patokan-patokan yang secara individual kita pandang sebagai prinsip hidup ideal yang kita gandrungi (berbicara tentang apa yang seharusnya), yang dalam perwujudannya tidak berbeda dengan ideologi, dan keduasuatu penafsiran yang menyangkut sistem tata-nilai yang dianggap berlaku dalam realitas secara relatif konsisten dan terintegrasi (berbicara tentang apa adanya).

Atau secara gamblang, Pancasila sebagai ideologi dapat diibaratkan sebagai ide/angan-angan dalam otak, misalnya, mengenai suatu gambaran bentuk bangunan; sedangkan Pancasila sebagai falsafah kategori pertama adalah perwujudan bentuk bangunan yang diangan-angankan dalam penggambaran diatas kertas, dan Pancasila sebagai falsafah kategori yang kedua adalah adanya lokasi serta tingkat ketersediaan bahan-bahan untuk merealisasikan bangunan yang dicita-citakan. (Untuk meluruskan jalan berpikir dan untuk membedakannya dengan ideologi, maka istilah falsafah seharusnya digunakan untuk kategori yang kedua). Kerancuan akan semakin melebar jika Pancasila kita anggap pula sebagai alat secara total, karena alat selalu bersifat netral tetapi bisa digunakan oleh siapa saja yang memegangnya dan untuk tujuan apa saja, dan pengalaman sejarah telah membuktikannya.

Dalam penjabaran praktis yang bertujuan memberikan pengertian yang relatif riil, jelas, dan benar untuk setiap sebutan bagi atau yang berhubungan dengan Pancasila; maka kalau kita berbicara tentang Pancasila sebagai ideologi maka yang dimaksud adalah tiap sila didalamnya belum sanggup berkembang dari dimensi ideologisnya semula, yang dapat kita masukkan kedalamnya adalah sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, sila Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan, dan terutama sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.Dan kalau kita berbicara tentang Pancasila sebagai falsafah yang dimaksudkan adalah tiap sila didalamnya yang (oleh karena perkembangan sejarah) selain masih tetap berfungsi sebagai landasan ideologis, iapun telah memperoleh nilai-nilai falsafi didalam dirinya, yang dapat kita masukkan kedalamnya adalah sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan sila Persatuan Indonesia. Dalam dataran apapun Pancasila sebagai ideologi tetap sama baiknya dengan Pancasila sebagai falsafah, yang diperlukan hanyalah bersediakah kita memberikan ruang untuk menentukan apakah suatu sila sudah termasuk dalam kategori falsafi ataukah masih murni ideologis. Kekacauan persepsi terhadap realitas akan muncul jika kita mencampur-adukkan keduanya sehingga memperlakukan yang masih cita-cita sebagai kenyataan, atau yang telah menjadi kenyataan sebagai cita-cita.

Pancasila bukan hanya alat pemersatu, ia juga merupakan alat bagi perwujudan masyarakat Indonesia yang religius, alat bagi penciptaan kemanusian yang adil dan beradab, alat bagi pembinaan prinsip kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan alat bagi perjuangan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Atau dalam kalimat lain Pancasila merupakan alat bagi perwujudan kelima sila-silanya yang dibatasi oleh kebersamaannya. Pada saat ia menjadi alat suatu sila sekaligus ia tak boleh bertentangan tetapi harus mendukung segenap sila-sila lainnya. Sejauh Pancasila menjadi alat demi perwujudannya sendiri maka ia tak akan pernah bertentangan dengan Pancasila sebagai falsafah maupun ideologi. Pada saat Pancasila dijadikan sebagai alat untuk tujuan yang lain dari tujuan yang terkandung dalam sila-silanya maka akan terjadi pertentangan. Pancasila hanya sah sebagai alat selama ia semata-mata menjadi alat bagi dirinya sendiri, bukan bagi yang selainnya Secara keseluruhan, Pancasila tetap mengandung sila-sila yang masih sepenuhnya bersifat ideologis, dan Pancasila mengandung sila-sila yang telah mengembangkan dimensinya dari sepenuhnya ideologis menjadi juga bersifat falsafi. Dengan pandangan yang seperti inilah kita akan terhindar dari kesalahan dalam memandangnya sebagai sepenuhnya falsafah atau sepenuhnya ideologi dan/atau sepenuhnya alat, karena masing-masing sila mempunyai sifat-sifat uniknya sendiri, ada sila-sila yang lebih sulit dan ada sila-sila yang lebih mudah untuk diwujudkan. Jika ilustrasi tersebut diatas disepakati dan karena Pancasila telah kita pilih sebagai azas untuk membangun Partai Pergerakan Kebangsaan, dari sinilah titik-tolak keberangkatan kita. Sebelum sila-sila dalam Pancasila yang sulit untuk diwujudkan menemukan nilai-nilai falsafinya maka disitulah titik berat perjuangan Partai untuk mewujudkannya, Partai sekaligus akan melakukan kerja etika untuk menciptakan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, kerja politik untuk pembinaan prinsip Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan, dan kerja ekonomi untuk memperjuangkan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia; dan untuk sila-sila yang telah menemukan nilai-nilai falsafinya Partai berkepentingan mempertahankan serta meningkatkan kualitas dan kuantitasnya. Sebelum kelima sila dalam Pancasila menemukan nilai-nilai falsafinya dengan kualitas dan kuantitas yang setara, maka Pancasila belum menjadi suatu kesatuan yang utuh, dan jangan pernah bermimpi nasionalisme akan menemukan sebuah ideologi apalagi dapat melahirkan suatu teori tanpa melakukan kerja-kerja terkait.

2.3 Upaya generasi penerus bangsa dalam menegakkan pancasila sebagai ideologi negara