bab ii landasan teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6024/2/t2... ·...
TRANSCRIPT
11
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Manajemen Pendidikan
Pengelolaan atau manajemen sering diartikan
sebagai ilmu, kiat dan profesi. Dikatakan sebagai ilmu
karena manajemen dipandang sebagai suatu bidang
pengetahuan yang secara sistematik berusaha mema-
hami mengapa dan bagaimana orang bekerja. Dikata-
kan sebagai kiat karena manajemen mencapai sasaran
melalui cara-cara dengan mengatur orang lain menja-
lankankan tugas. Dipandang sebagai profesi karena
manajemen dilandasi oleh keahlian khusus untuk
mencapai suatu prestasi manajer, dan para profesional
dituntut oleh suatu kode etik (Fattah, 2008: 1).
Prinsip dasar manajemen adalah menjalankan
fungsi perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian
menjadi suatu rangkaian kegiatan pengambilan kepu-
tusan yang bersifat mendasar dan menyeluruh. Dalam
hal ini menyangkut proses pendayagunaan segala
sumber daya secara efisien disertai penetapan cara
pelaksanaannya oleh seluruh jajaran dalam suatu
organisasi untuk mencapai tujuan organisasi.
Sagala (2006:18) mendefinisikan pengelolaan
sebagai proses untuk merencanakan dan memperta-
hankan lingkungan tempat individu dapat bekerja-
sama dalam kelompok secara efisien dalam rangka
12
mencapai tujuan. Dalam pendidikan, pengelolaan itu
dapat diartikan sebagai aktivitas memadukan sumber-
sumber pendidikan agar terpusat pada usaha menca-
pai tujuan pendidikan yang telah ditentukan sebelum-
nya. Pengelolaan pendidikan juga dapat diartikan
sebagai segala sesuatu yang berkenaan dengan penge-
lolaan proses pendidikan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan, baik tujuan jangka pendek, mene-
ngah, maupun tujuan jangka panjang.
Purwanto (2006: 8) menyatakan bahwa manaje-
men pendidikan adalah suatu proses keseluruhan,
kegiatan bersama dalam bidang pendidikan yang
meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
pelaporan, pengkoordinasian, pengawasan, dan pem-
biayaan, dengan menggunakan atau memanfaatkan
fasilitas yang tersedia, baik persoalan material, mau-
pun spiritual, untuk mencapai tujuan pendidikan
secara efektif dan efisien.
Proses-proses manajemen pada dasarnya adalah
perencanaan segala sesuatu secara mantap untuk
melahirkan keyakinan sehingga dapat melakukan
sesuatu sesuai dengan aturan dan memiliki manfaat.
Dalam dunia pendidikan, seorang guru harus memiliki
kemampuan dalam merencanakan pengajaran, karena
pada dasarnya suatu kegiatan yang direncanakan
terlebih dahulu maka tujuannya akan lebih berhasil
(Mulyono, 2008: 20).
13
2.2 Perencanaan
Perencanaan adalah proses kegiatan rasional
dan sistemik dalam menetapkan keputusan, kegiatan
atau langkah-langkah yang akan dilaksanakan di
kemudian hari dalam rangka usaha mencapai tujuan
secara efektif dan efisien (Mulyono, 2008: 25). Uno
(2008: 2) mengatakan perencanaan merupakan suatu
cara yang memuaskan untuk membuat kegiatan dapat
berjalan dengan baik, disertai dengan berbagai
langkah yang antisipatif guna memperkecil kesenjang-
an yang terjadi sehingga kegiatan tersebut mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
Sa’ud dan Makmun (2007: 3) mengatakan peren-
canaan adalah suatu rangkaian proses kegiatan me-
nyiapkan keputusan mengenai apa yang diharapkan
terjadi (peristiwa, keadaan, suasana dan sebagainya)
dan apa yang akan dilakukan (intensifikasi, eksistensi,
revisi, renovasi, substitusi, kreasi, dan sebagainya).
Mulyono (2008: 26-27) menyatakan dalam kegi-
atan perencanaan, mengacu pada hal-hal berikut ini:
1. Langkah-langkah perencanaan: (a) Memilih sa-
saran (tujuan) organisasi; (b) Sasaran (tujuan)
ditetapkan untuk setiap sub unit organisasi
divisi, departemen dan sebagainya; (c) Program
ditentukan untuk mencapai tujuan dengan cara yang sistematik (tentunya dengan mem-
pertimbangkan kelayakan program tersebut);
2. ProsesPerencanaan: (a) Merumuskan tujuan
yang jelas/operasional; (b) Mengidentifikasi
dan menganalisis data terkait dengan masalah;
(c) Mengomparasikan alternatif yang ditemu-kan, antara alternatif yang tepat guna, berhasil
14
guna dan praktis; (d) Mengambil keputusan;
(e) Menyusun rencana kegiatan;
3. Aspek perencanaan: (a) Sentiasa future oriented; (b) Disajikan untuk mencapai tujuan;
(c) Sebagai usaha menjabarkan kegiatan-ke-
giatan yang akan dilaksanakan pada masa
yang akan datang; (c) Kegiatan yang mengi-
dentifikasi sumber-sumber yang dapat menun-
jang pelaksanaan kegiatan; (d) Merupakan
kegiatan mempersiapkan sejumlah alternative;
4. Prinsip-prinsip perencanaan: (a) Mengacu pada
tujuan yang ingin dicapai; (b) Mempertimbang-
kan efisiensi: (a) Praktis dapat dilaksanakan;
(b) Mempertimbangkan potensi sumber daya
yang ada; (c) Komprehensif: berwawasan luas; (d) Integreted: terpadu dengan semua kompo-
nen terkait; (e) Berorientasi ke masa depan;
(f) Fleksibel: mudah disesuaikan dengan peru-
bahan; (g) Mengikutsertakan komponen-kom-
ponen terkait; (h) Jelas: tidak menimbulkan
interpretasi ganda.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka
peneliti menyimpulkan bahwa perencanaan merupa-
kan kegiatan yang dijadikan pedoman kemana tujuan
organisasi dan bagaimana cara pencapaian organisasi
tersebut. Proses ini memerlukan pemikiran tentang
apa yang akan dikerjakan, mengapa, bagaimana, dan
di mana suatu kegiatan dilakukan serta siapa yang
akan melakukannya, sehingga diperlukan adanya
peranserta dari semua anggota organisasi untuk
menghasilkan perencanaan yang partisipatif. Karena
perencanaan ini dilaksanakaan di sekolah tentunya
melibatkan semua unsur yang ada di sekolah seperti
siswa, guru, orang tua dan komite.
15
2.3 Sekolah Ramah Anak
2.3.1 Pengertian Sekolah
Menurut Gorton (Sagala, 2006: 53), sekolah
adalah suatu sistem organisasi yang di dalamnya
terdapat sejumlah orang yang bekerja sama dalam
rangka mencapai tujuan sekolah yang dikenal sebagai
tujuan instruksional. Komariah dan Triatna (2006: 2)
mendefinisikan sekolah merupakan suatu sistem yang
kompleks karena selain terdiri atas input-prosees-
output juga memiliki akuntabilitas terhadap konteks
pendidikan dan outcome. Dengan demikian, pendekat-
an contex-input-process-product-outcome (CIPP and out-
come) menjadi pendekatan sistem sekolah. Namun
demikian, dalam konsepnya kita dapat memasukkan
contex menjadi bagian dari input dan outcome dari
product Sekolah Dasar (SD) sebagai salah satu bentuk
satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan
pendidikan umum pada jenjang Pendidikan Dasar
(Anonim, 2008: 5).
Sekolah Dasar dimana penelitian ini dilakukan
adalah bentuk satuan pendidikan dasar yang menye-
lenggarakan program enam tahun. Sekolah Dasar
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pendi-
dikan dasar 9 tahun yang diselenggarakan di SD 6
tahun dan SLTP 3 tahun. Pendidikan dasar yang di-
selenggarakan di SD bertujuan memberikan bekal
kemampuan “Baca Tulis Hitung“, pengetahuan dan
keterampilan dasar bermanfaat bagi siswa sesuai
16
dengan tingkat perkembangan serta mempersiapkan
untuk mengikuti pendidikan di SLTP. Sedang pendi-
dikan dasar bertujuan memberikan bekal kemampuan
dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan
kehidupan sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga
negara dan anggota umat manusia serta mempersiap-
kan peserta didik untuk mengikuti pendidikan mene-
ngah (Anonim, 2006: 9).
2.3.2 Pengertian Sekolah Ramah Anak
Sekolah Ramah Anak adalah sekolah/madrasah
yang aman, bersih, sehat, rindang, inklusif dan
nyaman bagi perkembangan fisik, kognisi dan psiko-
sosial anak perempuan dan anak laki-laki termasuk
anak yang memerlukan pendidikan khusus dan/atau
pendidikan layanan khusus (Supiandi, dkk. 2012: 9).
Sekolah Ramah Anak adalah sekolah yang
secara sadar berupaya menjamin dan memenuhi hak-
hak anak dalam setiap aspek kehidupan secara teren-
cana dan bertanggung jawab (Risnawati, 2013: 1).
Prinsip utama adalah non diskriminasi kepentingan,
hak hidup serta penghargaan terhadap anak. Sebagai-
mana dalam bunyi pasal 4 UU No.23/2002 tentang
perlindungan anak, menyebutkan bahwa anak mem-
punyai hak untuk dapat hidup tumbuh, berkembang,
dan berpartisipasi secara wajar sesuai harkat dan
martabat kemanusiaan, serta mendapatkan perlin-
dungan dari kekerasan dan diskriminasi. Disebutkan
17
di atas salah satunya adalah berpartisipasi yang dija-
barkan sebagai hak untuk berpendapat dan didengar-
kan suaranya. Sekolah Ramah Anak adalah sekolah
yang terbuka melibatkan anak untuk berpartisipasi
dalam segala kegiatan, kehidupan sosial, serta mendo-
rong tumbuh kembang dan kesejahteraan anak.
Menurut Fataha (2011: 1-2) menyatakan bahwa
Sekolah ramah anak dapat dimaknai sebagai suatu
sekolah yang dapat memfasilitasi dan memberdayakan
potensi anak.Untuk memberdayakan potensi anak
sekolah tentunya harus memprogramkan sesuatunya
yang menyebabkan potensi anak tumbuh dan ber-
kembang. Konsekuensi menciptakan sekolah ramah
anak tidaklah mudah karena sekolah di samping
harus menciptakan program sekolah yang memadai,
sekolah juga harus menciptakan lingkungan yang
edukatif.
Sekolah Ramah Anak bertujuan untuk memba-
ngun lingkungan belajar dimana anak termotivasi dan
mampu untuk belajar. Komunitas sekolah ramah dan
terbuka terhadap kebutuhan kesehatan dan keaman-
an siswa (UNICEF, 2010: 2). Agus Hartono dan Alam
Pamungkas (2010: 4) menyatakan bahwa sekolah
ramah anak bertujuan untuk mewujudkan lingkungan
belajar yang mendorong anak untuk tumbuh kembang
dengan aman, layak, dan menyenangkan untuk
mendapatkan hak atas pendidikan dan lingkungan
yang baik.
18
Oluremi (2012) dalam penelitiannya yang berju-
dul ”Creating a Friendly School Learning Environment
For Nigerian Children” menyatakan bahwa terdapat
beberapa sebab sekolah dikatakan tidak ramah anak
yaitu:
a. Kurangnya ruang kelas, peralatan dan bahan
dalam pembelajaran seperti meja dan kursi.
b. Kurangnya motivasi guru dalam pembelajaran;
c. Penggunaan metode pengajaran yang kurang baik;
d. Kekuranganair bersihdan fasilitas sanitasi
yang ada di sekolah;
e. Kurangnya partisipasi masyarakat dalam pen-
didikan
Berdasarkan beberapa pengertian di atas pene-
liti menyimpulkan bahwa sekolah ramah anak adalah
sekolah dimana siswa merasa aman dan nyaman
berada didalamnya sehingga siswa dapat mengem-
bangkan potensinya dengan baik.
2.3.3 Ciri-Ciri Sekolah Ramah Anak
Ada beberapa ciri-ciri Sekolah Ramah Anak yang
ditinjau dari beberapa aspek (Umy, 2010: 7-8):
a. Sikap terhadap murid: (1) Perlakuan adil bagi murid laki-laki dan perempuan, cerdas-lemah,
kaya-miskin, normal-cacat, anak pejabat-anak
buruh; (2) Penerapan norma agama, sosial dan
budaya setempat; (3) Kasih sayang kepada
murid, memberikan perhatian bagi mereka yang lemah dalam proses belajar karena mem-
berikan hukuman fisik maupun nonfisik bisa
menjadikan anak trauma; (4) Saling menghor-
19
mati hak-hak anak, baik antar murid dengan
pendidik, pendidik dengan tenaga kependidik-
an maupun antara tenaga kependidikan dengan murid;
b. Metode Pembelajaran: (1) Terjadi proses belajar
sedemikian rupa sehingga siswa merasakan
senang mengikuti pelajaran, tidak ada rasa
takut, cemas dan was-was, siswa menjadi lebih
aktif dan kreatif serta tidak merasa rendah diri karena bersaing dengan teman siswa lain;
(2) Terjadi proses belajar yang efektif yang di-
hasilkan oleh penerapan metode pembelajaran
yang variatif dan inovatif. Misalnya: belajar
tidak harus di dalam kelas, guru sebagai fasi-litator proses belajar menggunakan alat bantu
untuk meningkatkan ketertarikan dan kese-
nangan dalam pengembangan kompetensi,
termasuk lingkungan sekolah sebagai sumber
belajar (pasar, kebun, sawah, sungai, laut, dll);
(3) Proses belajar mengajar didukung oleh media ajar seperti buku pelajaran dan alat
bantu ajar/peraga sehingga membantu daya
serap murid. Guru sebagai fasilitator menerap-
kan proses belajar mengajar yang kooperatif,
interaktif, baik belajar secara individu maupun kelompok; (4) Terjadi proses belajar yang parti-
sipatif. Murid lebih aktif dalam proses belajar.
Guru sebagai fasilitator proses belajar mendo-
rong dan memfasilitasi murid dalam menemu-
kan cara/jawaban sendiri dalam menghadapi
suatu persoalan; (5) Murid dilibatkan dalam berbagai aktifitas yang mengembangkan kom-
petensi dengan menekankan proses belajar melalui berbuat sesuatu (learning by doing,
demonstrasi, praktek langsung, dll);
c. Penataan Kelas: (1) Murid dilibatkan dalam
penataan bangku, dekorasi dan ilustrasi yang menggambarkan ilmu pengetahuan, dll. Pena-
taan bangku secara klasikal (berbaris ke
belakang) mungkin akan membatasi kreatifitas
murid dalam interaksi sosial dan diskusi
kelompok; (2) Murid dilibatkan dalam menen-tukan warna dinding atau dekorasi dinding
kelas sehingga murid menjadi betah di dalam
kelas; (3) Murid dilibatkan dalam memajang
20
hasil karya murid, hasil ulangan/test, bahan
ajar dan buku sehingga artistik dan menarik
serta menyediakan space untuk baca (pojok baca); (4) Bangku dan kursi sebaiknya ukuran-
nya disesuaikan dengan ukuran postur anak
Indonesia serta mudah untuk digeser guna
menciptakan kelas yang dinamis; (5) Dengan
keterlibatan langsung, siswa diharapkan mera-
sa bertanggungjawab terhadap perawatan, ke-bersihan, dan ketertiban penataan kelasnya;
d. Lingkungan Kelas: (1) Murid dilibatkan dalam
mengungkapkan gagasannya dalam mencipta-
kan lingkungan sekolah (penentuan warna
dinding kelas, hiasan, kotak saran, majalah dinding, taman kebun sekolah, dll); (2) Terse-
dia fasilitas air bersih, higienis dan sanitasi,
fasilitas kebersihan dan fasilitas kesehatan;
(3) Fasilitas sanitasi seperti toilet, tempat cuci
tangan, disesuaikan dengan postur dan usia
anak; (4) Di sekolah diterapkan kebijakan/ peraturan yang mendukung kebersihan dan
kesehatan. Kebijakan/peraturan ini disepakati,
dikontrol dan dilaksanakan oleh semua murid
(dari-oleh-dan untuk murid).
Dalam penelitian ini, sekolah berusaha untuk
menciptakan sekolah ramah anak sehingga pihak
sekolah dan guru terus berusaha untuk menciptakan
lingkungan sekolah yang aman dan nyaman serta
melakukan pembelajaran yang menyenangkan bagi
siswa melalui penataan ruang kelas bersama siswa
sesuai dengan kondisi siswa.
2.3.4 Aspek Pengembangan Sekolah Ramah Anak
Sekolah harus menciptakan suasan kondusif
agar anak merasa nyaman dan dapat bebas bereks-
presi sesuai potensinya. Agar suasana kondusif
21
tersebut tercipta, maka ada beberapa aspek yang perlu
diperhatikan sesuai dengan panduan dari Dinas Pen-
didikan Jawa Tengah (2013: 11-12) sebagai berikut:
a. Program Sekolah yang Sesuai
Program sekolah seharusnya disesuaikan
dengan dunia anak, artinya program disesuaikan
dengan tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan
anak. Anak tidak harus dipaksakan melakukan sesu-
atu tetapi dengan program tersebut anak secara
otomatis terdorong untuk mengekplorasi dirinya.
Faktor penting yang perlu diperhatikan sekolah adalah
partisipasi aktif anak terhadap kegiatan yang dipro-
gramkan. Partisipasi yang tumbuh karena sesuai
dengan kebutuhan anak.
Pada anak SD ke bawah, program sekolah lebih
menekankan pada fungsi dan sedikit proses, bukan
menekankan produk atau hasil. Produk hanya meru-
pakan konsekuensi dari fungsi. Kekuatan sekolah ter-
utama kualitas guru, tanpa mengabaikan faktor lain.
Guru memiliki peran penting dalam menyelenggarakan
pembelajaran yang bermutu. Untuk SD dan TK, guru
harus memiliki minimal tiga potensi, yaitu: (1) rasa
kecintaan kepada anak (having sense of love the
children), (2) memahami dunia anak (having sense of
love to the children), (3) mampu mendekati anak
dengan tepat (baca: metode) (having appropriate
approach).
22
b. Lingkungan Sekolah yang Mendukung
Suasana lingkungan sekolah seharusnya menja-
di tempat aman bagi anak untuk belajar tentang
kehidupan, apalagi sekolah yang memprogramkan
kegiatan belajar mengajarnya sampai sore. Suasana
aktivitas anak yang ada di masyarakat juga depro-
gramkan di sekolah sehingga anak tetap mendapatkan
pengalaman-pengalaman yang seharusnya ia dapatkan
di masyarakat. Bagi anak lingkungan dan suasana
yang memungkinkan untuk bermain sangatlah
penting karena bermain bagi anak merupakan bagian
dari hidupnya. Bahkan UNESCO menyatakan “Right to
play” (hak bermain). Disamping itu, penciptaan ling-
kungan yang bersih, akses air minum yang sehat,
bebas dari sarang kuman, dan gizi yang memadai
merupakan faktor yang penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan anak.
c. Aspek Sarana Prasarana yang Memadai
Sarana dan prasarana utama yang dibutuhkan
adalah berkaitan dengan kebutuhan pembelajaran
anak. Sarana prasarana tidak harus mahal tetapi
sesuai dengan kebutuhan anak.
Adanya zona aman selamat ke sekolah, adanya
kawasan bebas reklame rokok, pendidikan inklusif
juga merupakan faktor yang diperhatikan sekolah.
Sekolah juga perlu melakukan penataan lingkungan
sekolah dan kelas yang menarik, memikat, mengesan-
23
kan, dan pola pengasuhan dan pendekatan individual
sehingga sekolah menjadi tempat yang aman, nyaman
dan menyenangkan.
Dari uraian di atas dapat peneliti simpulkan
bahwa untuk menjadi sekolah ramah anak, harus
memperhatikan beberapa aspek pengembangan seko-
lah yaitu sekolah harus mampu membuat program
yang sesuai dengan kebutuhan anak dan benar-benar
berpusat pada kepentingan anak, sekolah harus
mampu menciptakan lingkungan yang mendukung
tumbuh kembang anak seperti lingkungan yang
bersih, hijau dan sehat, akses air minum yang cukup,
sehat dan sanitasi air dan masih banyak lagi. Sekolah
juga harus memfasilitasi penyediaan sarana dan
prasarana yang memadai yang sesuai dengan minat
dan bakat siswa pada proses pembelajarannya.
2.3.5 Ruang Lingkup Sekolah Ramah Anak
Kewajiban negara untuk menghormati, melin-
dungi dan memenuhi Hak Pendidikan Anak juga
diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005
tentang Ratifikasi Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya. Dalam hal ini, penerapan SRA memastikan
para pemangku kepentingan menghormati ketersedia-
an pendidikan dengan tetap menghormati partisipasi
masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan.
Negara harus melindungi aksesibilitas anak perem-
puan dan anak laki-laki termasuk anak berkebutuhan
24
khusus; menerapkan Standar Pelayanan Minimal
(SPM) yang memastikan pendidikan diselenggarakan
relevan secara budaya termasuk bagi kelompok
minoritas dan penduduk asli. Di samping itu harus
memenuhi ketersediaan pendidikan dengan aktif me-
ngembangkan sekolah/madrasah yang aman, bersih,
sehat, rindang, inklusif dan nyaman bagi perkem-
bangan fisik, kognisi dan psikososial anak perempuan
dan anak laki-laki termasuk ABK, juga memenuhi
ketersediaan pendidikan melalui pengembangan
kurikulum yang mencerminkan kebutuhan semua
anak untuk tumbuh kembang di dunia yang selalu
berubah.
PHPA melalui Penerapan SRA harus mampu
menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, pe-
ningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manaje-
men pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai
dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasio-
nal, dan global sehingga perlu dilakukan pembaha-
ruan pendidikan secara terencana, terarah, dan
berkesinambungan. Sehubungan dengan hal tersebut,
ruang lingkup Petunjuk Teknis Penerapan SRA
disusun sebagai berikut (Supiandi, 2012: 20-24):
a. Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum yang relevan secara
budaya, sosial dan bahasa sangat diperlukan dalam
pengembangan karakter bangsa sejak usia dini di
25
sekolah/madrasah. Melalui petunjuk teknis tentang
pengembangan kurikulum ini diharapkan para penye-
lenggara sekolah/ madrasah senantiasa mempertim-
bangkan eksplorasi, kekhususan, ragam media dan
bahan ajar yang mendorong anak perempuan dan
anak laki-laki termasuk ABK dapat mengembangkan
diri secara aktif. Proses pembelajaran dilakukan se-
cara inspiratif menyenangkan, interaktif, menantang,
memotivasi dan memberi ruang bagi prakarsa kreati-
vitas dan kemandirian anak sesuai minat, bakat dan
kebutuhannya untuk tumbuh kembang. Dukungan
orangtua dalam menciptakan lingkungan inklusif dan
ramah bagi pembelajaran anak di rumah sangat
penting dalam pengembangan kurikulum SRA. Media
massa dan lingkungan sekitar pun diharapkan secara
proaktif mendukung tersedianya sumber belajar yang
ramah anak.
b. Sarana dan Prasarana
Berdasarkan Peraturan Kepala BNPB Nomor 4
Tahun 2012 tentang Pedoman Penerapan Sekolah/
Madrasah Aman dari Bencana yang disusun oleh
BNPB bersama K/L/D/I melengkapi Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007
tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk SD/MI,
SMP/ MTs, SMA/ MA dan lampirannya yang mengatur
lebih rinci mengenai persyaratan kesehatan, kesela-
matan, kemudahan termasuk kelayakan bagi penyan-
dang cacat, kenyamanan dan keamanan. Hal ini
26
sejalan dengan ketentuan dalam Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003Pasal 45 Ayat 1 yang menya-
takan:
“Setiap satuan pendidikan formal dan non-formal
menyediakan sarana dan prasarana yang meme-nuhi keperluan pendidikan sesuai dengan partum-
buhan dan perkembangan potensi fisik, kecer-
dasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan
peserta didik”.
c. Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Ketersediaan guru dan tenaga kependidikan di
sekolah/madrasah dalam jumlah yang cukup dan
tepat dengan kondisi kerja dan kompensasi yang layak
sangat diperlukan dalam upaya membangun gerakan
aman, sehat, hijau, inklusi dan ramah anak dengan
dukungan keluarga di sekolah/madrasah. Mekanisme
dukungan dan pengawasan bagi pendidik dan tenaga
kependidikan senantiasa mempertimbangkan prinsip
kepentingan terbaik anak. Pemerintah dan pemerintah
daerah perlu mendorong lembaga pendidik dan tenaga
kependidikan serta Serikat Pekerja Profesi Guru
(SPPG) agar berpartisipasi aktif dalam memastikan
ketersediaan pendidik dan tenaga kependidikan yang
memiliki kemampuan untuk menerapkan SRA.
Pendidik selain diperankan oleh guru, juga
diperankan oleh orangtua di dalam rumah tangga dan
masyarakat. Orangtua merupakan pendidik pertama
dan utama bagi anak sebagaimana dinyatakan dalam
27
Pasal 7 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pen-
didikan Nasional yang berbunyi: (1) Orangtua berhak
berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan
memperoleh informasi tentang perkembangan pendi-
dikan anaknya; (2) Orangtua dari anak usia wajib
belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar
kepada anaknya.
d. Pengelolaan
Pengelolaan sumber daya pendidikan mulai dari
kebijakan dan anggaran yang diatur oleh pemerintah
dan pemerintah daerah teridentifikasi dengan jelas dan
dapat digunakan untuk menerapkan kesempatan bela-
jar yang sesuai dengan tumbuh kembang dan perlin-
dungan anak dalam semua tahap pelaksanaannya.
MBS yang peduli anak perlu dikembangkan ber-
dasarkan prinsip-prinsip dan nilai-nilai SRA. Mulai
dari ketersediaan data di sekolah/madrasah berupa
penerimaan peserta didik baru atau pindahan, seyo-
gyanya ditindaklanjuti oleh guru dan guru bimbingan
konseling (BK) untuk melakukan pemetaan profil
tumbuh kembang peserta didik dan kemudian data
tersebut dipertimbangkan untuk menjadi salah satu
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) di dalam pembela-
jaran oleh masing-masing guru.
Laporan perkembangan peserta didik merupa-
kan salah satu bentuk tanggung jawab pihak sekolah
kepada orangtua peserta didik. Format laporan per-
kembangan peserta didik disusun oleh guru dan
28
tenaga kependidikan lainnya serta mudah dibaca oleh
orang tua peserta didik. Hal ini penting dilakukan
guna mendorong adanya sinergi dalam penerapan SRA
di sekolah/madrasah dan di rumah.
Hubungan antara kepala sekolah/madrasah
dengan guru, kepala sekolah/madrasah dengan peser-
ta didik serta guru dengan peserta didik selama berada
di sekolah/madrasah hendaknya menjadi tonggak pe-
nanaman pendidikan karakter anak. Kepala sekolah/
madrasah berkewajiban untuk memiliki jam tatap
muka dengan peserta didik di dalam pembelajaran
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kepala seko-
lah/madrasah berwenang untuk memberikan arahan
dan supervisi kepada para guru di dalam perencana-
an, proses dan evaluasi pendidikan, sehingga ada
hubungan yang berkelanjutan antara kepala sekolah/
madrasah dengan para guru di dalam mengimplemen-
tasikan rencana program sekolah/madrasah.
Komite sekolah/madrasah merupakan badan
independen di sekolah/madrasah memegang peranan
penting dalam manajemen berbasis sekolah/madra-
sah. Orangtua/wali, keluarga, masyarakat, media
cetak, media elektronik, dan dunia usaha seyogyanya
bekerjasama mendorong partisipasi anak dalam peren-
canaan, desain, pelaksanaan, pemantauan, dan
evaluasi SRA dalam koordinasi antara komite dengan
sekolah/madrasah. Pengkajian kebutuhan PHPA ter-
masuk dalam situasi darurat dilaksanakan secara
29
transparan, partisipatif dan holistik melibatkan multi
pihak. Diperlukan strategi pemenuhan pendidikan
inklusi yang mencakup gambaran yang jelas tentang
konteks, hambatan terhadap PHPA dan strategi untuk
mengatasi hambatan PHPA dalam setiap ruang ling-
kupnya.
Pemantauan dilaksanakan secara berkala terha-
dap kegiatan pendidikan dan kebutuhan belajar pada
usia anak termasuk dalam situasi darurat melalui
Evaluasi Diri Sekolah/Madrasah (EDS/M) yang sudah
diatur dalam Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan
oleh Tim Pengembang Sekolah/Madrasah. Hal ini
dilaksanakan dengan senantiasa mempertimbangkan
kepentingan terbaik anak. Evaluasi pendidikan dilak-
sanakan secara sistematis dan tidak memihak dalam
upaya memperbaiki kualitas layanan pemenuhan hak
pendidikan anak dan meningkatkan akuntabilitas
pendidikan.
e. Pembiayaan
Pembiayaan pendidikan telah diatur dalam UUD
Negara Republik Indonesia 1945 dan Amandemen IV
yang menyatakan bahwa:
“Setiap warga negara berhak mendapat pendidik-
an; setiap warga negara wajib mengikuti pendi-
dikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya;
pemerintah dan pemerintah daerah memprioritas-kan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya
dua puluh persen dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) serta dari Anggaran Pen-
dapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk me-
30
menuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan
nasional”.
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan fungsi
pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal
apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti
dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang
cukup kepada daerah, dengan mengacu kepada
Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah,
dimana besarnya disesuaikan dan diselaraskan
dengan pembagian kewenangan antara Pemerintah
dan Daerah. Semua sumber keuangan yang melekat
pada setiap urusan pemerintah yang diserahkan
kepada daerah menjadi sumber keuangan daerah.
Daerah diberi hak untuk mendapatkan sumber
keuangan yang antara lain berupa kepastian tersedia-
nya pendanaan dari Pemerintah sesuai dengan urusan
pemerintah yang diserahkan, kewenangan memungut
dan mendayagunakan pajak dan retribusi daerah dan
hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumber-
sumber daya nasional yang berada di daerah dan dana
perimbangan lainnya, hak untuk mengelola kekayaan
daerah dan mendapatkan sumber-sumber pendapatan
yang sah serta sumber-sumber pembiayaan lainnya.
Dengan pengaturan tersebut, dalam hal ini pada
dasarnya Pemerintah menerapkan prinsip “uang
mengikuti fungsi”.
31
Penentuan komponen pembiayaan dan sumber
pendanaan pendidikan melibatkan secara aktif para
pemangku kepentingan pendidikan termasuk anak.
Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah
kabupaten/kota memberikan kepastian hukum bagi
pihak-pihak yang masih melakukan berbagai pungut-
an yang menjadi hambatan program penuntasan wajib
belajar pendidikan dasar.
Peranserta masyarakat seperti yang diatur
dalam UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 8 menyatakan:
“Masyarakat berhak berperan serta dalam peren-
canaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi
program pendidikan”, dan Pasal 9 menyatakan: “Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan
sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan”.
Peningkatan efektivitas peranserta masyarakat
terutama dunia usaha seyogyanya diatur oleh
pemerintah dan pemerintah kabupaten/kota guna
mendukung penerapan SRA.
2.3.6 Pengembangan Sekolah
Pengembangan adalah kegiatan ilmu pengeta-
huan dan teknologi yang bertujuan memanfaatkan
kaidah dan teori ilmu pengetahuan yang telah terbukti
kebenarannya untuk meningkatkan fungsi, manfaat,
dan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang
telah ada, atau menghasilkan teknologi baru (Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2002).
Kajian tentang pengembangan sekolah diawali
dari teori-teori yang identik dan relevan dengan pendi-
dikan yaitu Inovasi Pendidikan. Di dalam Kamus Besar
32
Bahasa indonesia, Inovasi adalah pemasukan atau
pengenalan hal-hal baru, penemuan baru yang berbe-
da dari yang sudah ada atau yang sudah dikenal
sebelumnya (gagasan, metode atau alat) (Anonim,
2012: 1). Maksud pengertian inovasi pendidikan di sini
adalah suatu peradaban yang baru dan bersifat
kualitatif, berbeda dari hal yang ada sebelumnya serta
sengaja diusahakan untuk meningkatkan kemampuan
dalam rangka pencapaian tujuan tertentu dalam
pendidikan.
Tujuan utama dari inovasi yaitu berusaha
meningkatkan kemampuan, yakni kemampuan dari
sumber-sumber tenaga, uang, sarana dan prasarana,
termasuk struktur dan prosedur organisasi. Jadi,
keseluruhan sistem perlu ditingkatkan agar semua
tujuan yang direncanakan dapat tercapai dengan
sebaik-baiknya. Tujuan yang direncanakan mengha-
ruskan adanya perincian yang jelas tentang sasaran
dan hasil-hasil yang ingin dicapai, yang sedapat
mungkin bisa diukur untuk mengetahui perbedaan
antara keadaan sesudah dan sebelum inovasi
(Hasbullah, 2010: 191).
Peranan pendidikan dan tingkat perkembangan
manusia merupakan faktor dominan terhadap kemam-
puannya untuk menanggapi masalah kehidupannya
sehari-hari. Tingkat kemajuan suatu bangsa juga
dapat ditinjau dari tingkat pendidikan rakyatnya.
Semakin baik tingkat pendidikan masyarakat, semakin
33
maju pula bangsanya. Sebaliknya, semakin terpuruk
dan rendah pendidikan rakyat, jangan harap bangsa-
nya akan maju.
Sekolah sebagai institusi pengelola pelayanan
pendidikan diharapkan dapat memfungsikan seluruh
sumber daya yang ada di sekolah secara efektif dalam
pencapaian tujuan dan efisiensi dalam penggunaan
sumber daya tersebut. Fungsi dan tugas utama
sekolah adalah meneruskan, mempertahankan, dan
mengembangkan kebudayaan masyarakat melalui
pembentukan kepribadian anak-anak agar menjadi
manusia dewasa dari sudut usia maupun intelektual-
nya, serta terampil dan bertanggungjawab sebagai
upaya mempersiapkan generasi pengganti yang
mampu mempertahankan eksistensi kelompok atau
masyarakat bangsanya dengan budaya yang mendu-
kungnya (Sagala, 2008: 58).
Berpedoman pada pendapat Hasbullah (2010:
191) tentang tujuan inovasi yaitu berusaha mening-
katkan kemampuan, yakni kemampuan dari sumber-
sumber tenaga, uang, sarana dan prasarana, terma-
suk struktur dan prosedur organisasi, maka peneliti
ingin melakukan penelitian tentang sekolah ramah
anak. Kepala Sekolah bekerjasama dengan guru, orang
tua, komite sekolah dan masyarakat serta dinas
pendidikan untuk meningkatkan semua sumber daya
yang ada di sekolah.
34
2.4 Komponen yang Dipersiapkan dalam
Perencanaan
2.4.1 Evaluasi Diri Sekolah
Evaluasi Diri Sekolah (EDS) adalah suatu proses
evaluasi yang bersifat internal dengan melibatkan
pemangku kepentingan untuk melihat kinerja sekolah
berdasarkan Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang
digunakan sebagai dasar penyusunan RKS dan RKAS
dalam meningkatkan mutu pendidikan di sekolah
secara konsisten dan berkelanjutan, serta sebagai
masukan bagi perencanaan investasi pendidikan
tingkat kab/kota (Sudrajat, 2012:1).
Tujuan Evaluasi Diri Sekolah (EDS) adalah:
(a) Menilai kinerja sekolah berdasarkan Standar
Nasional Pendidikan (SNP); (b) Mengetahui tahapan
pengembangan dalam pencapaian Standar Nasional
Pendidikan (SNP) sebagai dasar peningkatan mutu
pendidikan; dan (c) Menyusun RKS/RKAS sesuai
kebutuhan nyata dalam rangka pemenuhan Standar
Nasional Pendidikan (SNP).
Manfaat Evaluasi Diri Sekolah (EDS) untuk
tingkat sekolah, antara lain:
a. sekolah dapat mengidentifikasikan kelebihan
dan kekurangannya sendiri dan merencana-
kan pengembangan dan peningkatan ke depan.
b. sekolah dapat memiliki data dasar yang akurat
sebagai dasar untuk pengembangan dan
peningkatan di masa mendatang.
35
c. Sekolah dapat mengidentifikasi peluang
untuk meningkatkan mutu pendidikan, meng-
kaji peningkatan tersebut berjalan dengan baik dan menyesuaikan program sesuai dengan
hasilnya;
d. Sekolah dapat memberikan laporan formal ke-
pada pemangku kepentingan demi meningkat-
kan akuntabilitas sekolah.
Lingkup Evaluasi Diri Sekolah (EDS) menjawab
tiga pertanyaan utama: (1) Seberapa baik kualitas
kinerja sekolah kita?; (2) Bagaimana kita mengiden-
tifikasi dan mengetahuinya?; dan (3) Bagaimana kita
berupaya memperbaikinya? Evaluasi Diri Sekolah
(EDS) dilaksanakan oleh Tim Pengembang Sekolah
(TPS) yang secara langsung terlibat penuh dengan
kondisi dan laju sekolah terdiri atas: (1) Kepala
Sekolah; (2) Wakil unsur guru; (3) Wakil Komite
Sekolah; (4) wakil siswa dan Pengawas sebagai fasili-
tator/pembimbing/verifikator.
Instrumen Evaluasi Diri Sekolah (EDS) terdiri
dari delapan standar sesuai dengan Standar Nasional
Pendidikan (SNP). Setiap Standar terdiri atas beberapa
komponen. Setiap komponen terdiri dari beberapa sub
komponen. Setiap sub komponen terdiri dari beberapa
indikator. Setiap Indikator memberikan gambaran
lebih rinci dari informasi-informasi yang berkaitan
dengan kinerja sekolah.
2.4.2 Visi Misi Sekolah
Visi merupakan gambaran tentang masa depan
(future) yang realistik dan ingin diwujudkan dalam
36
kurun waktu tertentu. Visi adalah pernyataan yang
diucapkan atau ditulis hari ini, yang merupakan
proses manajemen saat ini yang menjangkau masa
yang akan datang (Akdon, 2006: 94).
Hax dan Majluf dalam Akdon (2006:95) menya-
takan bahwa visi adalah pernyataan yang merupakan
sarana untuk:
a. mengkomunikasikan alasan keberadaan orga-
nisasi dalam arti tujuan dan tugas pokok;
b. memperlihatkan framework hubungan antara
organisasi dengan stakeholders (sumber daya manusia organisasi, konsumen/citizen, pihak
lain yang terkait);
c. menyatakan sasaran utama kinerja organisasi
dalam arti pertumbuhan dan perkembangan.
Misi adalah pernyataan mengenai hal-hal yang
harus dicapai organisasi bagi pihak-pihak yang berke-
pentingan di masa datang (Akdon, 2006: 97). Pernya-
taan misi mencerminkan tentang penjelasan produk
atau pelayanan yang ditawarkan. Pernyataan misi
harus:
a. Menunjukkan secara jelas mengenai apa yang
hendak dicapai oleh organisasi dan bidang
kegiatan utama dari organisasi yang bersang-
kutan;
b. Secara eksplisit mengandung apa yang harus
dilakukan untuk mencapainya;
c. Mengundang partisipasi masyarakat luas terha-
dap perkembangan bidang itama yang digeluti
organisasi (Akdon, 2006:98).
37
2.4.3 SWOT
SWOT adalah singkatan dari Strengths (kekuat-
an), Weakness (kelemahan), Opportunities (peluang),
Threats (tantangan). Analisis SWOT adalah alat yang
digunakan untuk mengidentifikasi isu-isu internal dan
eksternal yang mempengaruhi kemampuan kita dalam
memasarkan even kita. Analisis SWOT adalah sebuah
bentuk analisa situasi dan kondisi yang bersifat
deskriptif (memberi gambaran).
Dalam dunia pendidikan analisis ini digunakan
untuk mengevaluasi fungsi pengembangan kurikulum,
fungsi perencanaan dan evaluasi, fungsi ketenagaan,
fungsi keuangan, fungsi proses belajar mengajar,
fungsi pelayanan kesiswaan, fungsi pengembangan
iklim akademik, fungsi hubungan sekolah dengan
masyarakat dan sebagainya. Maka untuk mencapai
tingkat kesiapan setiap fungsi dan faktor-faktornya
dilakukanlah analisis SWOT (Depdiknas, 2002).
Analisis SWOT dilakukan dengan maksud untuk
mengenali tingkat kesiapan setiap fungsi dari keselu-
ruhan fungsi sekolah yang diperlukan untuk mencapai
sasaran yang telah ditetapkan. Berhubung tingkat
kesiapan fungsi ditentukan oleh tingkat kesiapan
masing-masing faktor yang terlibat pada setiap fungsi,
maka analisis SWOT dilakukan terhadap keseluruhan
faktor dalam setiap fungsi, baik faktor internal mau-
pun eksternal (Depdiknas, 2002).
38
2.4.4 Perencanaan Strategis
Perencanaan strategis adalah proses yang dila-
kukan suatu organisasi untuk menentukan strategi
atau arahan, serta mengambil keputusan untuk
mengalokasikan sumber dayanya (termasuk modal
dan sumber daya manusia) untuk mencapai strategi
ini. Berbagai teknik analisis bisnis dapat digunakan
dalam proses ini, termasuk analisis SWOT (Strengths,
Weaknesses, Opportunities, Threats), PEST (Political,
Economic, Social, Technological), atau STEER (Socio-
cultural, Technological, Economic, Ecological,
Regulatory).
Perencanaan Strategis (Strategic Planning) ada-
lah sebuah alat manajemen yang digunakan untuk
mengelola kondisi saat ini untuk melakukan proyeksi
kondisi pada masa depan, sehingga rencana strategis
adalah sebuah petunjuk yang dapat digunakan organi-
sasi dari kondisi saat ini untuk mereka bekerja
menuju 5 sampai 10 tahun ke depan (Kerzner, 2001:3)
Untuk mencapai sebuah strategi yang telah
ditetapkan oleh organisasi dalam rangka mempunyai
keunggulan kompetitif, maka para pimpinan perusa-
haan, manajer operasi, haruslah bekerja dalam sebu-
ah sistem yang ada pada proses perencanaan strate-
gis/strategic planning (Brown, 2005: 2). Kemampuan
manufaktur, harus dipergunakan secara tepat, sehing-
ga dapat menjadi sebuah senjata yang unggul dalam
sebuah perencanaan stategi (Skinner, 1969). Untuk
39
mencapai sebuah strategi yang telah ditetapkan oleh
organisasi dalam rangka mempunyai keunggulan
kompetitif, maka para pimpinan perusahaan, manajer
operasi, haruslah bekerja dalam sebuah sistem yang
ada pada proses perencanaan strategis (Brown, 2005:
3). Kemampuan manufaktur, harus dipergunakan
secara tepat, sehingga dapat menjadi sebuah senjata
yang unggul dalam sebuah perencanaan stategis
(Skinner, 1969).
Perencanaan strategis secara eksplisit berhu-
bungan dengan manajemen perubahan, hal ini telah
menjadi hasil penelitian beberapa ahli (e.g., Ansoff,
1965; Anthony, 1965; Lorange, 1980; Steiner, 1979).
Lorange (1980), menuliskan, bahwa strategic planning
adalah kegiatan yang mencakup serangkaian proses
dari inovasi dan merubah perusahaan, sehingga
apabila strategik planning tidak mendukung inovasi
dan perubahan, maka itu adalah kegagalan.
Dapat penulis simpulkan bahwa perencanaan
strategis merupakan suatu kegiatan yang dilakukan
oleh sebuah organisasi untuk meningkatkan kondisi-
nya di masa yang akan datang yang mencakup serang-
kaian proses yng memndukung inovasi dan perubah-
an.
2.4.5 Perencanaan Partisipatif
Perencanaan pasrtisipatif digunakan salah satu-
nya untuk mengantisipasi terjadinya perpecahan dan
40
membentuk rasa tanggung jawab untuk mencapai
tujuan bersama, mengingat bentuk geografis Indonesia
yang terdiri dari berbagai pulau, suku, dan bahasa.
Perencanaan merupakan sebuah istilah yang sangat
umum di dunia pemerintahan khususnya bidang
pendidikan. Perencanaan terbagi atas dua jenis yakni
perencaan dari atas (top down) dan perencanaan dari
bawah (bottom up). Negara mana pun di dunia selalu
berupaya memajukan negaranya dan selalu mengon-
trol perkembangan negaranya. Kontrol tersebut dapat
dilakukan melalui prisip manajemen umum yang
disebut dengan POAC (planning, organizing actuating,
controlling) (Nuswantorotejo, 2013: 1).
Perencanaan partisipatif merupakan perencana-
an yang melibatkan semua (rakyat) dalam rangka
memecahkan masalah yang dihadapi yang bertujuan
untuk mencapai kondisi yang diinginkan. Hal ini
seperti yang dikemukakan oleh Abe (2002:81) sebagai
berikut: Perencanaan partisipatif adalah perencanaan
yang dalam tujuannya melibatkan kepentingan rakyat,
dan dalam prosesnya melibatkan rakyat (baik secara
langsung maupun tidak langsung. Tujuan dan cara
harus dipandang sebagai satu kesatuan. Suatu tujuan
untuk kepentingan rakyat dan bila dirumuskan tanpa
melibatkan masyarakat, maka akan sulit dipastikan
bahwa rumusan akan berpihak pada rakyat.
Menurut Wrihatnolo dan Dwidjowijoto (2007:9-
10) adalah proses perencanaan yang diwujudkan
41
dalam musyawarah ini, dimana sebuah rancangan
dibahas dan dikembangkan bersama semua pelaku
pembangunan (stakeholders). Pelaku pembangunan
berasal dari semua aparat penyelenggara negara
(eksekutif, legislatif, dan yudikatif), masyarakat, roha-
niwan, dunia usaha, kelompok profesional, organisasi-
organisasi non-pemerintah.
Menurut Sumarsono (2010), perencanaan parti-
sipatif adalah metode perencanaan pembangunan
dengan cara melibatkan warga masyarakat yang dipo-
sisikan sebagai subjek pembangunan. Menurut penje-
lasan UU. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional: “perencanaan partisipatif
dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak yang
berkepentingan terhadap pembangunan. Pelibatan
mereka adalah untuk mendapatkan aspirasi dan
menciptakan rasa memiliki”. Dalam UU No. 25 Tahun
2004, dijelaskan pula “partisipasi masyarakat” adalah
keikutsertaan untuk mengakomodasi kepentingan
mereka dalam proses penyusunan rencana pemba-
ngunan.
Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat
peneliti simpulkan bahwa perencanaan partisipatif me-
rupakan perencanaan yang dilakukan secara bersama-
sama oleh semua anggota organisasi dengan tujuan
agar semua anggota organisasi tersebut dapat terlibat
secara langsung dan ikut bertanggung jawab dalam
kegiatan yang akan direncanakan tersebut, keterlibat-
an masyarakat dan semua unsur untuk memastikan
42
bahwa pelaksanaan perencanaan benar-benar ada
keberpihakaan kepada mereka dimana warga merasa
ikut memiliki dan bertanggung jawab atas keberhasil-
annya. Sehingga diperoleh sebuah perencanaan yang
tersusun dengan baik.
2.5 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang relevan dengan hasil
penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh
Rubaniyatur Rohmah (2012) yang berjudul: Sekolah
Ramah Anak (SRA) sebagai Upaya untuk Mewujudkan
Kota Layak Anak (KLA) Dalam Bidang Pendidikan di
Surakarta (Studi Kasus di Taman Pendidikan Prase-
kolah Al Firdaus Surakarta)”. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa:
(1) Strategi yang dilakukan pemerintah untuk
mengembangkan Sekolah Ramah Anak (SRA) ada-
lah dengan membuat peraturan daerah, melegal-
kan Sekolah Ramah Anak dengan surat keputusan
dari Sekertaris Daerah dan membuat Zona Sela-
mat Sekolah (ZoSS); (2) Mulai dikenalnya Kota Layak Anak di kalangan masyarakat menjadi
peluang pengembangan Sekolah Ramah Anak di
Surakarta; (3) Kurangnya sosialisasi kepada ma-
syarakat menjadi penghambat pengembangan Se-
kolah Ramah Anak (SRA) di Surakarta; (4) Bentuk-bentuk kekerasan yang sering terjadi adalah
kekerasan fisik, kekerasan verbal dan kekerasan
psikologis; (5) Sekolah Ramah Anak diwujudkan
dengan penyediaan fasilitas yang dapat mewadahi
bakat dan potensi anak dan menerima Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK).
43
Penelitian yang dilakukan Nur Fadhilah (2012)
tentang “Analisis Proses Pembelajaran Matematika
Dalam Perspektif Sekolah Ramah Anak Di MTs NU
Sidoarjo”. Dari hasil pengamatan dan penelitian dapat
ditunjukkan bahwa proses pembelajaran matematika
di kelas VIII sudah berlangsung dengan baik. Sesuai
dengan aspek-aspek yang ada pada sekolah ramah
anak yakni perencanaan, pengelolaan kelas, metode
pembelajaran, media pembelajaran, sikap positif guru
pada siswa pada saat proses pembelajaran, dan respon
positif siswa terhadap proses pembelajaran. Proses
pembelajaran matematika di kelas IX sudah berlang-
sung dengan baik. Sesuai dengan aspek-aspek yang
ada pada sekolah ramah anak yakni perencanaan,
pengelolaan kelas, metode pembelajaran, media pem-
belajaran, sikap positif guru pada siswa pada saat
proses pembelajaran, dan respon positif siswa terha-
dap proses pembelajaran.
Beberapa penelitian di atas menjadi pelengkap
yang mendukung penelitian ini tentang perencanaan
Sekolah Ramah Anak (SRA). Keberadaan Sekolah
Ramah Anak (SRA) dapat menjadikan para peserta
didik lebih aman, nyaman, dan gembira ketika berada
di sekolah sehingga siswa mampu berekspresi, ber-
kreasi dan berinovasi sesuai minat dan bakatnya
tanpa adanya diskriminasi dan kekerasan. Dengan
demikian akan terjadi peningkatan yang optimal pada
prestasi yang diperoleh peserta didik baik prestasi
akademik maupun non akademik meliputi bidang
44
seni, olah raga, kepramukaan, keterampilan dan
kewirausahaan.
2.6 Kerangka Pikir
Kekerasan yang dialami oleh anak dapat terjadi
dimana saja dan kapan saja. Kekerasan terhadap anak
adalah tindak kekerasan secara fisik, seksual, psiko-
logis, verbal, dan atau pengabaian/penelantaran ter-
hadap anak. Selain kekerasan yang dialami oleh anak,
pelaksanaan pembelajaran yang membosankan dan
monoton juga menjadi salah satu alasan lahirnya
sekolah ramah anak.
Sekolah ramah anak memastikan setiap anak
secara inklusif berada dalam lingkungan yang aman
secara fisik, melindungi secara emosional, dan men-
dukung secara psikologis. Kemampuan sekolah untuk
menjadi ramah anak sangat terhubung dengan tingkat
dukungan, partisipasi, dan kerjasama yang diperoleh
dari orang tua, masyarakat dan lingkungan sekitar.
Sekolah Ramah Anak bertujuan untuk membangun
lingkungan belajar dimana anak termotivasi dan
mampu untuk belajar. Oleh karena itu, bagi sebuah
sekolah yang ingin menjadi sekolah yang ramah anak
diperlukan adanya perencanaan yang matang agar
tujuan sekolah dapat tercapai dengan baik.
45
Kerangka pikir digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Pikir
Kekerasan
Terhadap Anak
Pembelajaran yang
membosankan dan
monoton
Peranserta
semua anggota sekolah
Menghasil-
kan
perencanaan
partisipatif
Pembatasan hak
anak untuk bermain
1. Melakukan EDS
2. Menyusun visi dan misi
3. Melakukan analisis SWOT
4. Membuat perencana-an strategis
5. strategi