bab ii landasan teori - eprints.unisnu.ac.ideprints.unisnu.ac.id/1425/2/bab ii.pdf · landasan...
TRANSCRIPT
14
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pendidikan Karakter
1. Pengertian Pendidikan Karakter
Sebelum mengkaji tentang pengertian pendidikan karakter, terlebih
dahulu penulis kemukakan pengertian pendidikan dan pengertian karakter.
Pendidikan sangat penting karena maju tidaknya suatu negara tergantung
maju tidaknya proses pendidikan di negara tersebut.1 Pengertian
pendidikan yang diberikan oleh ahli John Dewey, seperti yang dikutip oleh
M. Arifin menyatakan bahwa pendidikan adalah sebagai suatu proses
pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik yang menyangkut
daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional) menuju ke arah
tabiat manusia dan manusia biasa.2
Istilah pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu
pada term al-tarbiyah, al-ta’dib dan al-ta’lim. Dari ketiga istilah tersebut
yang paling populer digunakan dalam praktik pendidikan Islam adalah al-
tarbiyah, sedangkan al-ta’dib dan al-ta’lim jarang sekali.3
1 Novan Ardy Wiyani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Pendidikan Karakter, (Bandung:Alfabeta, 2013), hlm. 117
2 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), hlm.1.3 Tentang perbedaan tiga istilah dengan pengertian yang sama tersebut. Hasan Langgulung,
mengutip pendapatnya Syed Naquib Al-Attas, bahwa kata ta’lim hanya berarti pengajaran,sedangkan kata tarbiyah kaitannya lebih luas, sebab itu berlaku bagi seluruh makhluk denganpengertian memelihara atau membela dan lain-lain lagi. Padahal kata pendidikan yang diambil darieducation itu hanya untuk manusia saja, sedangkan kata ta’dib lebih tepat sebab tidak terlalusempit (tidak sekedar mengajar) dan tidak meliputi makhluk-makhluk lain selain manusia. Jadi,kata ta’dib sudah meliputi kata ta’lim dan tarbiyah. Selain ta’dib lebih erat hubungannya dengankondisi ilmu dalam Islam yang termasuk dalam isi pendidikan. Baca lebih lengkap HasanLanggulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1992), Cet. 2, hlm. 5.
15
Mortiner J. Adler mengartikan pendidikan adalah proses di mana
semua kemampuan manusia (bakat dan kemampuan yang diperoleh) yang
dapat dipengaruhi oleh pembiasaan, disempurnakan dengan kebiasaan
yang baik melalui sarana yang artistik dibuat dan dipakai oleh siapapun
untuk membantu orang lain atau dirinya sendiri mencapai tujuan yang
ditetapkannya, yaitu kebiasaan yang baik.4
Dari pengertian pendidikan yang telah diuraikan, maka dapat
dipahami bahwa pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan dengan
penuh kesadaran dan terkonsep serta terencana untuk memberikan
pembinaan dan pembimbingan pada peserta didik (anak-anak). Yang mana
bimbingan dan pembinaan tersebut tidak hanya berorientasi pada daya
pikir (intelektual) saja, akan tetapi juga pada segi emosional yang dengan
pembinaan dan bimbingan akan dapat membawa perubahan pada arah
yang lebih positif.
Proses pendidikan merupakan rangkaian usaha membimbing,
mengarahkan potensi manusia yang berupa kemampuan-kemampuan dasar
dan kemampuan belajar, sehingga terjadilah perubahan (positif) di dalam
kehidupan pribadinya sebagai makhluk individual dan sosial serta dalam
hubungannya dengan alam sekitar di mana ia hidup. Proses tersebut
senantiasa berada dalam nilai-nilai yang melahirkan akhlaq al-karimah
atau menanamkannya, sehingga dengan pendidikan dapat terbentuk
manusia yang berbudi pekerti dan berpribadi luhur.
Karakter dalam kamus pendidikan berarti watak, sifat-sifat
kejiwaan. Dan ilmu yang mempelajari tentang watak seseorang seseorang
4 Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), Cet. I, hlm.35.
16
berdasarkan tingkah laku disebut dengan karakterologi.5 Karakter atau
watak dapat dikembangkan oleh faktor-faktor pembawaan dan faktor-
faktor eksogen seperti alam sekitar, pendidikan dan pengaruh dari luar
pada umumnya.6 Karakter mengacu pada serangkaian sikap (attitudes),
perilaku (behaviours), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). 7
Netty Haratati mendefinisikan karakter (character) adalah watak,
perangai, sifat dasar yang khas, satu sifat atau kualitas yang tetap terus
menerus dan kekal yang dapat dijadikan ciri untuk mengidentifikasi
seorang pribadi. Ia disebabkan oleh bakat pembawaan dan sifat-sifat
hereditas sejaklahir dan sebagian disebabkan oleh pengaruh lingkungan. Ia
berkemungkinan untuk dapat dididik. Elemen karakter terdiri atas
dorongan-dorongan, insting,8 refleksi-refleksi, kebiasaan-kebiasaan,
kecenderungan-kecenderungan, organ perasaan, sentimen, minat,
kebajikan dan dosa, serta kemauan.9 Karakter menurut Damayanti adalah
cara berfikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk
hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat dan
bangsa. 10
5 Saliman dan Sudarsono, Kamus Pendidikan, Pengajaran dan Umum, (Jakarta: RinekaCipta, Cet. I, 1994), hlm. 116.
6 Soegarda Poerbakawatja dan Harahap, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung,Cet. III. Edisi II, 1976), hlm. 161.
7 Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter; Konsepsi dan Aplikasinya dalam LembagaPendidikan, (Jakarta: Kencana, Cet. III, 2013), hlm. 10.
8 Insting adalah suatu kemampuan berbuat dan bertingkah laku dengan tanpa melalui prosesbelajar. Kemampuan insting ini pun merupakan pembawaan sejak lahir. Dalam dunia psikologipendidikan, kemampuan ini disebut dengan “kapabilitas”. Baca M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam:Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Multidisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara,1994), hlm. 101.
9 Netty Hartati, dkk., Islam dan Psikologi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hlm.137-138.
10 Deni Damayanti, Panduan Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah, (Yogyakarta:Araska, 2014), hlm. 11.
17
Karakter menurut Suyadi berasal dari bahasa Yunani, yaitu
charassein, yang artinya adalah mengukir, melukis, memahat, atau
menggoreskan. 11 Jadi, untuk mendidik anak agar memiliki karakter
diperlukan proses “mengukir”, yakni pengasuhan dan pendidikan yang
tepat. Karakter adalah sikap yang dapat dilihat atau ditandai dari perilaku,
tutur kata, dan tindakan lainnya. Dalam padanannya dengan istilah bahasa
Arab, karakter mirip artinya dengan akhlak mulia yaitu tabiat atau
kebiasaan melakukan hal-hal yang baik.12
Karakter merupakan suatu keadaan jiwa. Keadaan ini
menyebabkan jiwa bertindak tanpa pikir atau dipertimbangkan secara
mendalam. Keadaan ini ada dua jenis. Pertama, alamiah dan bertolak dari
watak. Misalnya pada orang yang gampang sekali marah karena hal-hal
yang paling kecil. Kedua, tercipta melalui kebiasaan dan latihan. Pada
mulanya keadaan ini terjadi karena dipertimbangkan dan difikirkan.
Namun, kemudian melalui pratek terus menerus menjadi karakter.13
Pengertian ini sama dengan beberapa pengertian akhlak dalam beberapa
literatur, ini karena dari beberapa versi hampir sama dinyatakan bahwa
akhlak dan karakter adalah sama-sama yang melekat dalam jiwa dan
dilakukan tanpa pertimbangan.
Pendidikan karakter ini sebagaimana dicontohkan dalam al-Qur’an
sebagai berikut:
11 Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter, (Bandung: Remaja Rosdakarya,2013), hlm. 5.
12 Ratna Megawangi, Pendidikan Karakter: Solusi Yang Tepat Untuk Membangun Bangsa,(Jakarta: Indonesia Heritage Foundation, 2004), hlm. 25
13 Abu Ali Akhmad Al-Miskawaih, Tahdhib Al-Akhlak, Trj. Helmi Hidayat, MenujuKesempurnaan Akhlak, (Bandung: Mizan, 1994), hlm.56
18
Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu janganmenyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik padaibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjutdalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamumengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlahkamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada merekaperkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadapmereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah:“Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimanamereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.(Surat al-Isra’23-24) 14
Sementara itu, istilah karakter berbeda dengan akhlak. Ada dua
pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu
pendekatan linguistik (kebahasaan), dan pendekatan terminologik
(peristilahan).15 Secara etimologis, akhlaq (Bahasa Arab) adalah bentuk
jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau
tabiat. Berakar dari kata khalaqa yang berarti menciptakan. Seakar dengan
kata Khaliq (Pencipta), makhluq (yang diciptakan) dan khalq
14 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: Penerbit J-Art.,2004), hlm. 669.
15Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 1
19
(penciptaan).16 Kesamaan akar kata tersebut mengisyaratkan bahwa dalam
akhlaq tercakup pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak
Khaliq (Tuhan) dengan perilaku makhluq (manusia) atau dengan kata lain,
tata perilaku seseorang terhadap orang lain dan lingkungannya baru
mengandung nilai akhlaq yang hakiki manakala tindakan atau perilaku
tersebut didasarkan kepada kehendak Khaliq (Tuhan).
Dari pengertian etimologis seperti ini, akhlak bukan saja
merupakan tata aturan atau norma perilaku yang mengatur hubungan antar
sesama manusia, tetapi juga norma yang mengatur hubungan antara
manusia dengan Tuhan dan bahkan dengan alam semesta sekalipun.17
Dari beberapa pengertian karakter di atas ada dua versi yang agak
berbeda. Satu pandangan menyatakan bahwa karakter adalah watak atau
perangai (sifat), dan yang lain mengungkapkan bahwa karakter adalah
sama dengan akhlak, yaitu sesuatu yang melekat pada jiwa yang
diwujudkan dengan perilaku yang dilakukan tanpa pertimbangan. Tapi
sebenarnya bila dikerucutkan dari kedua pendapat tersebut adalah
bermakna pada sesuatu yang ada pada diri manusia yang dapat menjadikan
ciri kekhasan pada diri seseorang.
Karakter sama dengan kepribadian18, tetapi dipandang dari sudut
yang berlainan. Istilah karakter dipandang dari sudut ”penilaian”, baik-
buruk, senang-benci, menerima-menolak, suatu tingkah laku berdasarkan
16Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta: LPPI, 2004), hlm. 1.17Ibid., hlm. 1.
18 Menurut Erich Fromm, yang dikutip oleh Hanna Djumhana Bastaman, bahwa:personality is the totality of inherited and acquired psychic qualitries which are characteristic ofone individual and which make the individual unique. (Kepribadian adalah keseluruhan yangdiwarisi dan diperoleh dari kualitas kejiwaan yang mana adalah karakter dari satu individu danyang membuat ke khassan individu. Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi DenganIslam; Menuju Psikologi Islami, (Yogyakarta: Yayasan Insan Kamil, 2001), Cet. III, hlm. 103.
20
norma-norma yang dianut. Sedangkan istilah kepriabadian dipandang dari
sudut ”penggambaran”, manusia apa adanya tanpa disertai penilaian.19
Nana Syaodih Sukmadinata menyatakan, kepribadian dalam bahasa
Inggris disebut personality, yang berasal dar bahasa Yunani per dan
sonare yang berarti topeng, tetapi juga berasal dari kata personae yang
berarti pemain sandiwara, yaitu pemain yang memakai topeng tersebut.
Kepribadian diartikan dalam dua macam. Pertama, sebagai topeng (mask
personalty), yaitu kepribadian yang berpura-pura, yang dibuat-buat, yang
semua mengandung kepalsuan. Kedua, kepribadan sejati (real personalty)
yaitu kepribadian yang sesungguhnya, yang asli.20
Seperti dalam bukunya Elzabeth B. Hurlock Child Development,
menyebutkan bahwa:
The term "personality" comes from the Latin word "persona".Personality is the dinamis organization within the individual ofthose psychophysical system that determine the individual's uniqueadjusments to the enviroment.21 (Istilah personality berasal darikata Latin persona yang berarti topeng. Kepribadian adalahsusunan sistem-sistem psikofisik yang dinamai dalam diri suatuindividu yang unik terhadap lingkungan).
Dari konotasi kata persona diartikan bagaimana seseorang tampak
pada orang lain dan bukan pribadi yang sesungguhnya. Apa yang dipikir,
dirasakan, dan siapa dia sesungguhnya termasuk dalam keseluruhan “make
up” (polesan luar) psikologis seseorang dan sebagian besar terungkap
melalui perilaku. Oleh karena itu, kepribadian bukanlah suatu atribut yang
pasti dan spesifik, melainkan merupakan kualitas perilaku total seseorang.
19 Netty Hartati, dkk., Op. Cit., hlm. 11920 Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2003), hlm. 13621 Elizabeth B. Hurlock, Child Development, (Japan: Mc Graw-Hill, 1978), hlm. 524
21
Dari pengertian pendidikan dan pengertian karakter di atas, maka
pendidikan karakter adalah pendidikan untuk membentuk pola sifat atau
karakter baik mulai dari usia dini, agar karakter baik tersebut tertanam dan
mengakar pada jiwa anak.
Pendidikan karakter adalah untuk mengukir akhlak melalui proses
knowing the good, loving the good and acting the good yaitu proses
pendidikan yang melibatkan aspek kognitif, emosi dan fisik, sehingga
akhlak mulia bisa terukir menjadi habit of the mind, heart and hands.
Maksudnya adalah pertama, anak mengerti baik-buruk, mengerti tindakan
apa yang harus diambil, mampu memberikan prioritas hal-hal yang baik.
Kedua, mempunyai kecintaan terhadap kebajikan dan membenci perbuatan
buruk kecintaan ini merupakan semangat untuk berbuat kebajikan. Ketiga,
anak mampu melakukan kebajikan dan terbiasa melakukannya.22
Pendidikan karakter adalah pendidikan yang tidak hanya
berorientasi pada aspek kognitif saja, akan tetapi lebih berorientasi pada
proses pembinaan potensi yang ada dalam diri anak, dikembangkan
melalui pembiasaan sifat-sifat baik yaitu berupa pengajaran nilai-nilai
karakter yang baik. Dalam pendidikan karakter bahwa setiap individu
dilatih agar tetap dapat memelihara sifat baik dalam diri (fitrah) sehingga
karakter tersebut akan melekat kuat dengan latihan melalui pendidikan
sehingga akan terbentuk akhlaqul karimah.
Pendidikan karakter adalah berbeda secara konsep dan metodologi
dengan pendidikan moral, seperti kewarganegaraan, budi pekerti atau
bahkan pendidikan agama di Indonesia. Pendidikan moral misalnya
22 Stefan Sikone, ”Pembentukan Karakter Dalam Sekolah”,http:www.//mirifica.net/wmview.php? 15:04, 12 Desember 2012.
22
kewarganegaraan dan pelajaran agama hanya melibatkan aspek kognitif
(hafalan) tanpa ada apresiasi (emosi) dan praktik. Sehingga banyak yang
hafal isi Pancasila atau ayat-ayat suci, tetapi tidak tahu bagaimana berlaku
benar (seperti membuang sampah pada tempatnya), berlaku jujur, beretos
kerja tinggi dan menjalin hubungan harmonis dengan sesama.23
Pendidikan karakter di sini yang dimaksud adalah pendidikan
dengan proses membiasakan anak melatih sifat-sifat baik yang ada dalam
dirinya sehingga proses tersebut dapat menjadi kebiasaan dalam diri anak.
Dalam pendidikan karakter tidak hanya bertujuan untuk mencerdaskan
anak dalam aspek kognitif saja, akan tetapi juga melibatkan emosi dan
spiritual, tidak sekedar memenuhi otak anak dengan ilmu pengetahuan,
tetapi juga dengan mendidik akhlak anak Anak dipersiapkan untuk
menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan respek terhadap
lingkungan sekitarnya.
2. Landasan Dasar Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter berorientasi pada pembentukan manusia yang
berakhlak mulia dan berkepribadian luhur. Maka dalam hal ini, landasan
dasar dari pada pendidikan karakter adalah sesuai dengan UU
SISIDIKNAS No. 20 Tahun 2003, yaitu:
Pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkansuasana belajar dan proses pembalajaran agar peserta didik secaraaktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatanspiritual keagamaan, pengenalan diri, kepribadian, kecerdasan,akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,masyarakat, bangsa dan negara.24
23 Ibid.24 Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung:
Citra Utama, 2003), hlm. 3.
23
Pendidikan karakter didasarkan pada UU SISIDIKNAS karena
dalam uraian undang-undang tersebut salah satu tujuan dari pendidikan
adalah dapat mengembangkan potensi manusia. Yang mana arah dari
pengembangan potensi tersebut adalah terwujudmnya akhlak mulia. Hal
ini sesuai dengan maksud dan tujuan daripada pendidikan karakter.
Selain itu, pendidikan karakter juga sesuai dengan Al-Qur’an :
واهللا اخرجكم من بطون امهتكم ال تـعلمون شيئاوجعل لكم السمع واالبصار )۷۸: النحل . (واالفئدة لعلكم تشكرون
Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaantidak mengetahui sesuatupun dan Dia memberi kamupendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur”. (Q.S.An-Nahl: 78)25
Menurut Muhammad Fadhil al-Djamaly yang dikutip oleh M.
Arifin, bahwa dalam ayat tersebut memberikan sebuah petunjuk bahwa
manusia harus melakukan usaha pendidikan aspek eksternal
(mempengaruhi dari luar diri anak didik). Dengan kemampuan yang ada
dalam diri anak didik terhadap pengaruh eksternal yang bersumber dari
fitrah itulah, maka pendidikan secara operasional bersifat hidayah
(petunjuk).26 Kaitannya dengan pendidikan karakter adalah bahwa
pendidikan karakter adalah sebuah usaha pendidikan dalam proses
pengembangan potensi (fitrah) manusia dari sisi eksternal yang berupa
pengaruh lingkungan.
3. Tujuan Pendidikan Karakter
25 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: Penerbit J-Art.,2004), hlm. 269.
26 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Op. Cit., hlm. 44.
24
Tujuan pendidikan karakter selaras dengan tujuan pendidikan
nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
manusia Indoensia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian
yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan. Pendidikan karakter bertujuan untuk membentuk manusia
secara utuh (holistik) yang berkarakter, yaitu mengembangkan aspek fisik,
emosi, sosial, kreativitas, spiritual dan intelektual siswa secara optimal.
Selain itu, untuk membentuk manusia yang lifelong learners (pembelajar
sejati).27 Tujuan pendidikan karakter tersebut juga selaras dengan tujuan
Lembaga Pendidikan Ma’arif NU yakni mengembangkan potensi manusia
agar menguasai dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan teknologi
berlandaskan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, serta
berakhlakul karimah dalam bingkai Ahlussunnah wal jamaah.28
“Character education, aimed at the inculcation of specific virtues,
depends heavly on the indentification and description of exemplars”.29
Pendidikan karakter ditujukan pada penanaman nilai kebajikan,
membangun kepercayaan pada pengenalan dan penggambaran dari contoh-
contoh yang patut ditiru.
Dwi Hastuti Martianto dalam makalahnya mengungkapkan bahwa
tujuan pendidikan karakter adalah:
27 Ratna Megawangi, “Membangun SDM Indonesia Melalui Pendidikan Holistik BerbasisKarakter”, http://www.co.id/file/indonesiaberprestasi/presentasi ratnamegawangi.pdf. Desember2012.
28 www.lpmaarifnupasuruan.com, dikutip 10 Mei 2015.29 Nel Noddings, Philosophy of Education, (United State of America: Westview Press,
1998), hlm. 150
25
Character education have major role to develop individualman into a man that knowing the good, feeling the good, lovingthe good, desiring the good,and acting the good. Thereforefamiliy and school should give hand in hand through practiceand habituation instead of memorization to build humancapacity building.30
Pendidikan karakter memiliki peran utama untukmengembangkan manusia secara individual menjadi seorangmanusia yang berpengetahuan baik, berperasaan baik (empati),bernafsu baik, dan berperilaku (melakukan) baik. Kemudiankeluarga dan sekolah harus bekerjasama memberikan contohyang diteruskan dengan praktek dan pembiasaan sebagaipengganti dari hafalan untuk membangun manusia yangberkapasitas pembangun.
Hal tersebut bermaksud bahwa pendidikan karakter berperan dalam
mengembangkan manusia secara individu, yang mana keluarga dan
sekolah harus mendukungnya dengan bekerjasama memberikan
pendidikan secara praktek sebagai kelanjutan dari proses pengajaran
secara material di sekolah.
Dalam Islam, karakter atau akhlak mempunyai kedudukan penting
dan dianggap mempunyai fungsi yang vital dalam memandu kehidupan
masyarakat. Sebagaimana firman Allah SWT di dalam Al-qur’an surat An-
nahl ayat 90 sebagai berikut:
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuatkebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarangdari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia
30 Ibid.
26
memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambilpelajaran”. 31
Jadi, pada intinya pendidikan karakter adalah bertujuan untuk
menanamkan nilai-nilai kebaikan dan membentuk manusia secara
keseluruhan serta mengembangkan potensi yang dimilikinya. Yang tidak
hanya memiliki kepandaian dalam berpikir tetapi juga respek terhadap
lingkungan, dan juga melatih setiap potensi diri anak agar dapat
berkembang ke arah yang positif.
Pendidikan karakter juga berfungsi untuk menumbuhkan kesadaran
diri. Yang mana kesadaran diri ini pada dasarnya merupakan penghayatan
diri sebagai hamba Tuhan Yang Maha Esa, sebagai anggota masyarakat
dan warga negara, sebagai bagian dari lingkungan.
4. Prinsip Pendidikan Karakter
Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus mengacu
pada prinsip-prinsip yang mampu menjadikan penyelenggaraan
pendidikan karakter mudah dimengerti dan dilaksanakan oleh semua pihak
yang berkecimpung dalam penyelenggaraannya. Adapun prinsip-prinsip
yang digunakan dalam pengembangan pendidikan karakter tersebut
adalah:
a. Berkelanjutan, penanaman karakter bukan seperti halnya membalik
telapak tangan, akan tetapi untuk membentuk kerakter anak diperlukan
waktu yang panjang dan harus diselenggarakan secara berkelanjutan
dalam tiap jenjang pendidikan. Sejak dini anak harus ditanamkan
karakter-karakter yang baik dan dikembangkan sampai terinternalisasi
31 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: Penerbit J-Art.,2004), hlm. 321.
27
dalam dirinya dan mampu mengaplikasikannnya dalam kehidupan
sehari-hari. Oleh sebab itu, pendidikan karakter harus diselenggarakan
sejak pendidikan dasar dan tidak hanya diselenggarakan di sekolah,
akan tetapi juga berkelanjutan di rumah.
b. Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah.
Penyelenggaraan pendidikan karakter bukan kewajiban salah satu mata
pelajaran, akan tetapi semua mata pelajaran dan kegiatan kuriluker dan
ekstrakurikuler yang diikuti peserta didik harus memiliki ruh
penanaman karakter dan kewajiban semua guru mata. Selain itu,
pendidikan karakter bukan hanya sebuah teori dalam kelas. Akan tetapi
sebuah pembiasaan melalui budaya- budaya yang harus dikembangkan
disetiap lingkungan.
c. Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan;mengandung makna bahwa
materi nilai karakter bukanlah bahan ajar biasa; artinya, nilai-nilai itu
tidak dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan seperti halnya ketika
mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, ataupun fakta seperti dalam
mata pelajaran agama, bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS, matematika,
pendidikan jasmani dan kesehatan, seni, dan ketrampilan.
d. Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan
menyenangkan; prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan nilai
karakter bangsa dilakukan oleh peserta didik bukan oleh guru. Guru
menerapkan prinsip ”tut wuri handayani” dalam setiap perilaku yang
ditunjukkan pesertadidik. Prinsip ini juga menyatakan bahwa proses
pendidikan dilakukan dalam suasana belajar yang menimbulkan rasa
28
senang dan tidak indoktrinatif.32 Prinsip ini sesuai dengan firman Allah
Ta'ala dalam surat Al-Ahzab ayat 70-71 berikut:
يا أيـها الذين آمنوا اتـقوا الله وقولوا قـوال سديدا يصلح لكم أعمالكم ويـغفر لكم ذنوبكم ومن يطع الله ورسوله فـقد فاز فـوزا عظيما
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepadaAllah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allahmemperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampunibagimu dosa-dosamu. Dan barang siapa menaati Allah danRasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapatkemenangan yang besar." (QS. Al-Ahzab: 70-71)
5. Tahapan-tahapan Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu:
tahapan adab, tahapan tanggung jawab, tahapan caring, tahapan
kemandirian, dan tahapan bermasyarakat.33
a. Tahapan Adab (Usia 5- 6 tahun)
Pada usia 5- 6 tahun, anak dididik untuk mengenal nilai-nilai benar
dan salah, atau karakter baik dan buruk. Anak diajarkan untuk mulai
mengetahui mana yang harus dilakukan dan mana yang harus
ditinggalkan. Anak dikenalkan dengan Tuhannya melalui agama yang
dianut, diajak menirukan gerakan ibadah, dan mambiasakan berperilaku
sopan.34 Pada usian ini, anak telah memasuki pendidikan formal pada
jenjang pendidikan pra sekolah atau Taman Kanak- Kanak.
32 Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan PusatKurikulum, Pengembangan Pendidikan Budaya, (Jakarta: Diknas, 2010), hlm. 11-14
33 M. Furqon Hidayatullah, Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban Bangsa(Surakarta: Yuma Pressindo, t.th.), hlm. 32
34 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 58 Tahun 2009 TentangStandar Pendidikan Anak Usia Dini, Op. Cit., hlm. 8.
29
b. Tahapan tanggung jawab (Usia 7- 8 tahun)
Dalam sebuah hadits yang dijelaskan bahwa, anak pada usia 7
tahun untuk dianjurkan mulai melaksanakan ibadah yang diperintahkan.
Hal ini menandakan bahwa pada usia 7 tahun, anak harus dibiasakan
mulai memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan kewajibannya,
memenuhi kebutuhannya sendiri, seperti mandi, makan, berpakaian
dilakukan dengan sendirinya. Usia 7 tahun, anak telah memasuki
jenjang pendidikan dasar.
c. Tahapan Caring peduli (9-10 tahun)
Jika pada usia 7 tahun anak sudah mengenal tanggung jawab dan
kepeduliannya terhadap dirinya sendiri, maka pada usia 9-10 tahun,
anak harus mulai diajarkan untuk memiliki kepedulian terhadap orang
lain yang ada di sekitarnya. Menghormati hak-hak dan kewajiban orang
lain, dan tolong-menolong sesama. Adanya rasa kepedulian terhadap
orang lain, akan menumbuhkan jiwa-jiwa kepemimpinan pada anak.
d. Tahapan kemandirian (Usia 11-12 tahun)
Pendidikan karakter yang telah didapat anak pada usia sebelumnya
akan menjadikan anak lebih dewasa, mematangkan karakter anak
sehingga menimbulkan sikap kemandirian pada anak. Kemandirian ini
akan ditandai adanya sikap mau menerima segala resiko dari perbuatan
yang dilakukan, mulai mampu membedakan mana yang baik dan yang
benar. Kemandirian ini juga akan memunculkan sikap percaya pada
kemampuan diri sendiri.
e. Tahapan bermasyarakat (Usia 13 tahun ke atas)
30
Pada tahapan ini, anak dipandang telah mampu hidup bergaul
dalam masyarakat luas. Anak mulai diajarkan untuk memiliki sikap
integritas dan kemampuan beradabtasi dengan berbagai jenis lapisan
masyarakat. Pengalaman-pengalaman yang didapatkan dalam tahapan
sebelumnya diharapkan mampu mewarnai kehidupan
bermasyarakatnya, dan karakter-karakter yang telah ditanamkan pada
tahapan sebelumnya juga diharapkan mampu diimplementasikan dalam
kehidupan bermasyarakat.
Pendidikan karakter yang diperoleh peserta didik pada tiap-tiap
tahapan sangat mempengaruhi keberhasilan masa depan anak dikemudian
hari. Oleh sebab itu, betapa pentingnya pendidikan karakter untuk
diterapkan sejak dini dan pendidikan karakter harus diselenggarakan
mencakup tiga aspek yaitu selain penalaran kognitif, perasaan moral, dan
tindakan moral. Karena jika pendidikan karakter tidak diselenggarakan
meliputi tiga aspek teresebut, maka tidak akan ada hasil dan praktek
pendidikan karakter tersebut tidak jauh beda dengan penyelenggaraan
pendidikan budi pekerti, moral dan akhalak yang sebagaimana sebelumnya
hanya diselenggarakan pada tataran kognitif saja.
Ajaran Islam serta pendidikan karakter mulia yang harus diteladani
agar manusia yang hidup sesuai denga tuntunan syari’at, yang bertujuan
untuk kemaslahatan serta kebahagiaan umat manusia. sesungguhnya
Rasulullah adalah contoh serta teladan bagi umat manusia yang
mengajarkan serta menanamkan nilai-nilai karakter yang mulia kepada
umatnya. Sebaik-baik manusia adalah yang baik karakter atau akhlaknya
dan manusia yang sempurna adalah yang memiliki akhlak al-karimah,
31
karena ia merupakan cerminan iman yang sempurna. Dalam sebuah hadits
dinyatakan, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
ها وهم أبـناء عشر و مروا أوالدكم بالصالة وهم أبـناء سبع سنني اضربوهم عليـنـهم يف المضاجع وفـرقوا بـيـ
Artinya: “Perintahkanlah anak-anak kalian untuk melaksanakan shalatapabila sudah mencapai umur tujuh tahun, dan apabilasudah mencapai umur sepuluh tahun maka pukullah merekaapabila tidak melaksanakannya, dan pisahkanlah merekadalam tempat tidurnya.”(HR. Abu Daud) 35
Dari hadits di atas, dapat di pahami bahwa, Memerintahkan anak
lelaki dan wanita untuk mengerjakan shalat, yang mana perintah ini
dimulai dari mereka berusia 7 tahun. Jika mereka tidak menaatinya maka
Islam belum mengizinkan untuk memukul mereka, akan tetapi cukup
dengan teguran yang bersifat menekan tapi bukan ancaman.
6. Nilai-Nilai dalam Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah sebuah usaha untuk mendidik anak-
anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan
mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat
memberikan kontribusi positif kepada lingkungan di mana ia tinggal.
Nilai-nilai karakter yang perlu ditanamkan kepada anak-anak adalah nilai-
nilai universal (nilai agama, nilai moral, nilai kewarganergaraan, nilai adat
istiadat, nilai budaya, nilai hukum dan lain-lain, yang mana nilai-nilai
tersebut dapat diterima oleh semua golongan sehingga mampu dijadikan
35 Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Sahih Bukhari, (Kairo: Darul Kutub: tt.), hadis No.495.
32
pemersatu bagi seluruh masyarakat yang terdiri dari beraneka ragam
budaya, agama, ras, adat istiadat, suku, dan latarbelakang.36
Berkaitan dengan nilai-nilai dalam pendidikan karakter, Indonesia
Heritage Fondation menyusun sembilan pilar karakter. Kesembilan pilar
tersebut merupakan nilai-nilai universal yang di antaranya:
a. Cinta Tuhan dan segenap ciptaanya, sebagaimana firman Allah:
قل إن كنتم حتبون الله فاتبعوين حيببكم الله ويـغفر لكم ذنوبكم والله غفور رحيم
Artinya: "Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah,ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampunidosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi MahaPenyayang."(QS. Ali Imran: 31)
Nilai kecintaan terhadap Tuhan merupakan nilai yang akan
menjiwai nilai-nilai yang lainnya dan nilai-nilai lainnya harus
bersumber pada pilar yang pertama ini. Pilar pertama ini juga searah
dengan nilai yang dikembangkan pada dasar idiologi bangsa, yaitu
pancasila.37
b. Kemandirian dan tanggung jawab
Kemandirian dan tanggung jawab akan melatih anak untuk
menjadi pribadi yang terbaik. Anak akan terbiasa tidak menyalahkan
keadaan atau orang lain, menerima segala akibat dari perbuatan yang
dilakukan. Anak tidak menggantungkan dirinya terhadap orang lain, ia
36 Ratna Megawangi, Pendidikan Karakter, Op. Cit., hlm. 9337 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta: Mizan, 2009), hlm. 342.
33
akan berusaha dengan segala kemampuannya untuk mendapatkan yang
terbaik di dalam hidupnya.
c. Kejujuran/ amanah
Mengajarkan nilai kejujuran bukanlah suatu hal yang mudah,
dikarenakan dalam fonomena kehidupan banyak sekali nilai
ketidakjujuran dipraktekkan di segala bidang kehidupan dan hal
tersebut dijadikan teladan bagi anak, sehingga menyebabkan nilai
kejujuran tidak dikenal. Dari sini, maka nilai kejujuran harus
dikembangkan dalam pendidikan karakter yang meliputi: kejujuran
terhadap diri sendiri, orang lain, terhadap lembaga, dan terhadap
masyarakat.38
Dasar hadist tentang perilaku jujur adalah sebagai berikut:
يـق رض علـيكم بـالصدق، فانــه : قال رسول اهللا ص: قال عن ابــى بكر الصد. و ايـاكم و الكذب، فانــه مع الفجور و مها ىف النـار . مع الرب و مها ىف اجلنة ابن حبان ىف صحيحه
Artinya : “Dari Abu Bakar Ash-Shiddiq RA ia berkata, “RasulullahSAW bersabda : “Wajib atasmu berlaku jujur, karena jujuritu bersama kebaikan, dan keduanya di surga. Danjauhkanlah dirimu dari dusta, karena dusta itu bersamakedurhakaan, dan keduanya di neraka”. [HR. Ibnu Hibban]39
d. Hormat dan santun
Hormat tidak akan diberikan kecuali bila itu juga diterima.
Sebagai orang tua harus menghormati anak-anak dahulu (dari
berbicara dan memperlakukannya) sebelum menuntut mereka
38 Linda dan Richard Eyre, Mengajarkan Nilai- Nilai Kepada Anak, terj. Alex TriKantitjono Widodo, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 1995), hlm. 3.
39 Ibid., hlm. 24
34
menghormati kita. Hormat yang anak terima di rumah akan menjadi
dasar untuk hormat kepada diri sendiri, dan santun kepada orang lain.40
Hal tersebut sesuai dengan hadist berikut:
أخبـرنا أبو حممد عبد الله بن يوسف األصبـهاين ، نا أبو سعيد ابن األعرايب ، بن حممد ، نا مطر األعنق ، عن ثابت ، عن نا حممد بن إمساعيل ، نا يونس
وقر ”يا أنس ، : قال رسول الله ، صلى الله عليه وسلم :أنس ، قال “الكبري وارحم الصغري تـرافقين يف اجلنة
Artinya: “Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Muhammad‘Abdullaah bin Yuusuf Al-Ashbahaaniy, telahmengkhabarkan kepada kami Abu Sa’iid Ibnul A’raabiy,telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad binIsmaa’iil, telah mengkhabarkan kepada kami Yuunus binMuhammad, telah mengkhabarkan kepada kami Mathar Al-A’naq, dari Tsaabit, dari Anas, ia berkata, RasulullahShallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Wahai Anas,hormati yang lebih tua dan sayangi yang lebih muda, makakau akan menemaniku di surga.” [HR. Ibnu Hibban] 41
e. Dermawan, suka menolong dan gotong-royong
Dermawan, suka menolong dan gotong royong merupakan
nilai-nilai yang tercermin dalam salah satu dasar negara kita. Nilai-
nilai tersebut mendorong anak untuk memiliki sikap kepekaan.
Dasar hadist tentang dermawan dan suka menolong adalah
sebagai berikut:
ــن مســعود رض قــال عــت النــيب ص يـقــول : عــن اب ــني ىف اال ال حســد : مس . اثـنتـو رجل آتـاه اهللا حكمـة فـهـو . احلق ىف هلكته رجل آتاه اهللا ماال فسلطه على
البخارى.
40 Ibid., hlm. 112-11341 Imam Abu Daud Sulaiman ibn al-Asy’as al-Azdi as-Sijistani, hadis No. 1640 dalam CD
program Mausu'ah Hadis al-Syarif, 1991-1997, VCR II, Global Islamic Software Company).
35
Artinya : “Dari Ibnu Mas’ud RA, ia berkata : Nabi SAW pernahbersabda, “Seseorang tidak boleh iri (menginginkan),kecuali dua macam (yaitu) seseorang yang diberi kekayaan(harta) oleh Allah, lalu dipergunakan-nya semata-matadalam perjuangan, dan seseorang yang diberi ilmu olehAllah lalu digunakannya dan diajarkannya pada oranglain”. [HR. Bukhari] 42
f. Percaya diri, kreatif dan pekerja keras
Percaya diri, kreatif dan pekerja keras merupakan sikap yang
mampu mendorong anak untuk memiliki semangat untuk mencapai
masa depan yang lebih bagus. Anak yang memiliki sikap percaya diri
akan mudah untuk mengembangkan bakatnya. Apalagi jika sikap
tersebut dibarengi dengan kerja keras dan kreatif maka anak kelak
akan mampu menemukan hal-hal yang baru dalam kehidupannya.
ـــد ـــن الولي ـــد، عـــن خالـــد بـــن معـــدان، ع ـــور بـــن يزي ـــن ثـ ـــد المـــوقري، ع بـــن حممعــت رســول اللــه صــلى اللــه عليــه وســـلم، : المقــدام بــن معــدي كــرب، قــال مس
ــر لــه مــ:يـقــول ن أن يأكــل مــن عمــل مــا أكــل أحــد مــن بــين آدم طعامــا هــو خيـوكان داود عليه السالم يأكل من عمل يديه :يديه، قال نيب الله
Artinya: “Tiada seorang pun yang makan makanan yang lebih baikdari pada makan yang diperoleh dari hasil darikeringatnya sendiri. Sesungguhnya Nabi Allah Daud AS itupun makan dari hasil karyanya sendiri” (HR. Bukhari) 43
g. Kepemimpinan dan keadilan
Menumbuhkan jiwa kepemimpinan dan keadilan harus dilatih
dan dibiasakan sejak dini. Nilai kepemimpinan dan keadilan yang
42 Imam Bukhari, Sahih Bukhari, (Cairo: Darul Qutb, tt.) Juz 2, hlm. 11243 Ibid., hlm. 112
36
dikembangkan dalam pendidikan karakter bertujuan untuk
mengembangkan kepribadian peserta didik yang siap menjadi khalifah
di muka bumi. Mampu menghapus ketidakjujuran dan mau membela
yang benar.
h. Baik dan rendah hati
Baik hati dan rendah diri adalah nilai manusiawi yang penting
dimiliki oleh anak-anak. Sikap ini melibatkan komponen-komponen
seperti empati, ramah, keberanian dan lain-lain. Anak yang didik
dengan sikap baik hati dan rendah diri, ia akan terhindar dari sikap
sombong. Masa depannya diwarnai dengan sikap emapti dan peduli
terhadap sesama dan enggan untuk berprilaku yang merugikan orang
lain.
i. Toleransi, kedamaian dan kesatuan
Nilai toleransi, kedamaian dan kesatuan perlu ditanamkan sejak
dini pada jiwa anak-anak. Karena, bangsa ini terdiri dari beraneka
ragam suku, agama, budaya, adat istiadat dan latarbelakang. Dengan
nilai ini, anak diajarkan untuk menghargai keberagaman tersebut, anak
diajarkan untuk bisa hidup dalam keberagaman dan mampu menjalin
persatuan dan kesatuan.44
Pada tingkat SMP dipilih 20 nilai karakter utama yang disarikan
dari butir-butir SKL SMP (Permen Diknas nomor 23 tahun 2006) dan
SK/KD (Permen Diknas nomor 22 tahun 2006). Berikut adalah daftar 20
nilai utama yang dimaksud:
1) Nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan (Religius).
44 Ratna Megawangi, Pendidikan Karakter, Op. Cit., hlm. 100
37
2) Nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri
a) Jujur
b) Bertanggungjawab
c) Bergaya hidup sehat
d) Disiplin
e) Kerja keras
f) Percaya Diri
g) Berjiwa Wirausaha, yaitu terbentuknya karakter wirausaha dan
pembiasaan nilai-nilai kewirausahaan ke dalam tingkah laku
peserta didik sehari-hari.
h) Berpikir Logis, Kritis, Kreatif, dan Inovatif.
i) Mandiri.
j) Rasa ingin tahu.
k) Cinta Ilmu.
3) Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama
a) Sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain.
b) Patuh pada aturan-aturan sosial.
c) Menghargai karya dan prestasi orang lain.
d) Santun.
e) Demokratis.
4) Nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan. Sikap dan
tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan
alam di sekitarnya
5) Nilai Kebangsaan.
38
a) Nasionalis, yaitu cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan
diri dan kelompoknya.
b) Menghargai keberagaman, yaitu sikap dan perilaku yang patuh
dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran
terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan
pemeluk agama lain. 45
Di antara butir-butir nilai tersebut di atas, delapan butir dipilih
sebagai nilai-nilai pokok sebagai pangkal tolak pengembangan karakter,
yaitu: 1) kereligiusan, 2) kejujuran, 3) kecerdasan, 4) tanggung jawab, 5)
kebersihan dan kesehatan, 6) kedisiplinan, 7) tolong-menolong, 8) berpikir
logis, kritis, kreatif, dan inovatif 46
7. Urgensi Pendidikan Karakter Bagi Siswa
Ellen G White dalam Sarumpaet seperti dikutip oleh Furqon
Hidayatullah mengemukakan bahwa pembangunan karakter adalah usaha
paling penting yang pernah diberikan kepada manusia. Pembangunan
karakter adalah tujuan luar biasa dari sistem pendidikan yang benar.47
Proses pembelajaran yang lebih berorientasi pada capaian ranah
kognisi dan menekankan aspek intelektualitas selama ini ternyata telah
‘gagal’ membentuk manusia yang utuh, dengan munculnya berbagai
kejahatan yang dilakukan oleh kalangan terpelajar. Kecerdasan intelektual
yang tidak dimbangi dengan kecerdasan emosional dan spiritual
45 Permen Diknas nomor 23 tahun 2006.46 Permen Diknas nomor 23 tahun 2006.47 Furqon Hidayatullah, Op. Cit., hlm. 18.
39
menyebabkan seseorang terjadi ‘split personality’ dalam dirinya, sehingga
terjadi ketidakseimbangan diri.
Dalam mengantisipasi berbagai tantangan modernitas dan
mengatasi berbagai persoalan di atas, pembelajaran pendidikan agama
Islam tidak mungkin dapat dengan baik sesuai dengan misi dan tujuannya
bilamana hanya berkutat pada transfer ilmu atau pemberian ilmu
pengetahuan agama sebanyak-banyaknya kepada peserta didik, atau lebih
menekankan aspek kognitif. Pembelajara agama justru harus
dikembangkan ke arah proses internalisasi nilai (afektif) yang tentu
diimbangi dengan aspek kognitif, sehingga timbul dorongan yang kuat
untuk mengamalkan dan menaati ajaran dan nilai-nilai agama yang telah
terinternalisasikan dalam peserta didik (psikomotorik).48
Mengapa pendidikan karakter itu penting dan mendesak bagi
bangsa, antara lain disebabkan karena bangsa ini telah lama memiliki
kebiasaan-kebiasaan yang kurang kondusif untuk membangun bangsa
yang unggul. Walaupun diyakini bahwa banyak di antara warga yang
memiliki kebiasaan positif atau memiliki karakter baik.49
Keluaran institusi pendidikan seharusnya dapat menghasilkan
orang “pandai” tetapi juga orang “baik” dalam arti luas. Pendidikan tidak
hanya menghsilkan otang “pandai” tetapi “tidak baik”, sebaliknya juga
pendidikan tidak hanya menghasilkan orang “baik” tetapi “tidak pandai”.
Pendidikan tak cukup hanya untuk membuat anak pandai, tetapi juga harus
menciptakan nilai-nilai luhur atau karakter. Oleh karena itu penanaman
48 Ahmad Arifi, Politik Pendidikan Islam; Menelusuri Ideologi dan Aktualisasi PendidikanIslam di Tengah Arus Globalisasi, (Yogyakarta: Teras, 2010), hlm. 149-150.
49 Furqon Hidayatullah, Op. Cit., hlm.15
40
nilai luhur harus dilakukan sejak dini. Orang yang “pandai” saja tetapi
“tidak baik” akan menghasilkan orang yang “berbahaya”, karena dengan
kepandaiannya ia bisa menjadikan sesuatu menyebabkan kerusakan dan
kehancuran. Setidak-tidaknya pendidikan masih lebih bagus menghasilkan
orang “baik” walaupun kurang “pandai”. Tipe ini paling tidak akan
memberikan suasana kondusif karena ia memiliki akhlak yang baik.50
Pendidikan karakter menjadi semakin mendesak untuk diterapkan
dalam lembaga pendidikan mengingat berbagai macam perilaku yang non
edukatif kini telah merambah dalam lembaga pendidikan, seperti
fenomena kekerasan, pelecehan seksual, bisnis mania lewat sekolah,
korupsi dan kesewenang-wenangan yang terjadi di kalangan sekolah.
Tanpa pendidikan karakter, akan membiarkan campur aduknya kejernihan
pemahaman akan nilai-nilai moral dan sifat ambigu yang menyertainya,
yang pada gilirannya menghambat para siswa untuk dapat mengambil
keputusan yang memiliki landasar moral yang kuat. Pendidikan karakter
akan memperluas wawasan para pelajar tentang nilai-nilai moral dan etis
yang membuat mereka semakin mampu menentukan keputusan yang
secara moral dapat dipertanggungjawabkan. Dalam konteks ini,
pendidikan karakter yang diterapkan di lembaga pendidikan bisa menjadi
salah satu sarana pembudayaan dan pemanusiaan.51
Menurut Brooks and Goble sebagaimana dikutip oleh Ahmad
Choiron, menyatakan bahwa :
”Pendidikan karakter yang secara sistematis diterapkan dalampendidikan dasar dan menengah merupakan sebuah daya tawar
50 Ibid, hlm. 18-1951Ahmad Choiron, Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Psikologi Islami, Idea Press,
Yogyakarta, 2010, hlm. 16-17
41
berharga bagi seluruh komunitas. Para siswa mendapatkankeuntungan dengan memperoleh perilaku dan kebiasaan positifyang mampu meningkatkan rasa percaya dalam diri mereka,membuat hidup mereka lebih bahagia dan lebih produktif ”.52
Memasuki abad ke-21 banyak pendidik ingin menekankan kembali
hadirnya pendidikan budi pekerti, untuk mempromosikan nilai-nilai positif
bagi anak-anak muda dalam kaitannya dengan merebaknya kekerasan
dalam masyarakat. Brooks dan Goble mengindikasikan bahwa
“…Kejahatan dan bentuk-bentuk lain perilaku tidak bertanggungjawab telah meningkat dengan kecepatan yang sangatmengkhawatirkan dan telah menembus berbagai aspek kehidupansehari-hari bahkan telah menjadi proses reproduksi sosial.Masyarakat sedang berada dalam ancaman tindak kekerasan,vendalisme, kejahatan di jalan, adanya geng-geng jalanan, anak-anak yang kabur dari sekolah/bolos (truancy), kehamilan dikalngan anak-anak muda, bisnis hitam (bussines fraud), korupsipara politisi, hilangnya rasa hormat pada orang lain danmemupusnya etika profesi.”53
Situasi-situasi seperti ini perlu dipertimbangkan bahwa pendidikan
karakter yang menumbuhkan nilai-nilai moral dan nilai-nilai kebersamaan
sebagai satu anggota komunitas manusia perlu diajarkan di kalangan
generasi mudanya. Untuk memberikan prioritas atas pendidikan karakter
sebagai tantangan utama bagi proyek dan program pendidikan di dalam
lembaga pendidikan.
B. Konsep Sekolah Berbasis Karakter
1. Sekolah Berbasis Karakter
Najib Sulhan menyatakan bahwa dalam mengembangkan sekolah
berbasis karakter ada tiga pilar yang perlu dijadikan pijakan, yaitu:
52 Ibid, hlm. 1753 Ibid, hlm. 18
42
pertama, membangun watak, kepribadian, moral. Kedua, mengembangkan
kecerdasan majemuk, dan ketiga adalah kebermaknaan pembelajaran.
Membangun watak, kepribadian, dan moral bukanlah hal mudah, tidak
sekedar membalik telapak tangan. Akan tetapi, diperlukan kerja keras dan
bimbingan yang berkelanjutan sehingga dapat terwujud watak, kepribadian
dan moral yang baik. Adapun langkah yang dapat dilakukan oleh sekolah
dalam rangka membentuk watak, kepribadian dan moral peserta didik
diantaranya adalah:
Pertama, memasukkan konsep karakter pada setiap kegiatan
pembelajaran yang dilakukan dengan cara, yaitu: menanamkan nilai
kebaikan kepada anak, menggunakan cara yang membuat anak memiliki
alasan atau keinginan untuk berbuat baik, mengembangkan sikap
mencintai perbuatan baik, melaksanakan perbuatan baik. Kedua, membuat
slogan yang mampu menumbuhkan kebiasaan baik dalam segala tingkah
laku masyarakat sekolah. Seperti, memasangkan kalimat-kalimat positif di
dinding-dinding sekolah. Karena, kalimat positif yang tergantung itu akan
menjadi pengingat abadi. Ketiga, pemantauan secara kontinyu melalui
pendampingan guru. Pemantauan ini dilakukan dalam beberapa hal seperti:
kedisiplinan masuk sekolah, kebiasaan makan di kantin, kebiasaan di
kelas, kebiasaan berbicara, kebiasaan ketika di masjid, dan kebiasaan-
kebiasaan lainnya. Keempat, penilaian orang tua. Penilaian orang tua
terhadap perkembangan moral anak sangat membantu guru dalam
menyelenggarakan pendidikan karakter di sekolah. Peran orang tua lebih
banyak dalam membentuk karakter anak, karena waktu anak lebih banyak
bersama orang tua dibandingkan guru, dan lingkungan keluarga adalah
43
tempat pertama kali anak belajar tentang karakter.54 Berkaitan dengan
penilaian orang tua tersebut, maka coparenting perlu diterapkan dalam
penerapan pendidikan karakter. Coparenting dilakukan dengan
mengirimkan pemberitahuan kepada orang tua tentang awal penanaman
pilar karakter di sekolah. Pemberitahuan tersebut disertai dengan
himbauan kepada orang tua untuk menerapkan serangkaian aktifitas rumah
dan diwajibkan mengisi kuesioner pada akhir pilar karakter tentang
pengalaman dan apa yang dirasakan orang tua ketika mengajarkan pilar di
rumah.55
Pilar kedua yaitu mengembangkan kecerdasan majmuk. Howard
Gardner dengan konsepnya multiple intelligences beranggapan bahwa
tujuh kecerdasan (kecerdasan linguistik, matematika, spasial, kinestetik,
musik, antarpribadi, dan interpribadi) yang digagasnya belum cukup. Oleh
sebab itu dalam bukunya yang berjudul Intelligence Reframed, ia
menambahkan tiga kecerdasan lagi (kecerdasan naturalis, kecerdasan
eksistensia, dan kecerdasan spiritual).56
Berkaitan dengan kesepuluh kecerdasan tersebut, sekolah berbasis
karakter berusaha mengembangkan kesepuluh kecerdasan tersebut dengan
beberapa kegiatan yang mendukung, baik melalui pembelajaran di kelas
maupun kegiatan ekstrakulikuler dan kegiatan lanjutan di lingkungan
keluarga dan masyarakat. Selain itu, menurut Ary Ginanjar bahwa untuk
54 M. Furqon Hidayatullah, Op. Cit., hlm. 15-2155 Ratna Megawangi, Pendidikan Karakter, Op. Cit., hlm. 103.56 Taufiq Pasiak, Revolusi IQ/EQ/SQ: Antara Neurosains dan al-Qur’an, (Bandung: Mizan
Pustaka, 2003), hlm. 26- 27.
44
membangun kecerdasan emosional dan spiritual dapat berpedoman pada
konsep 6 rukun iman dan 5 rukun Islam.57
Ketiga, kebermaknaan pembelajaran, hal ini dapat terwujud jika
proses pembelajaran diselenggarakan dengan mempertimbangkan keadaan
peserta didik, pembelajaran dilakukan dengan menerapkan pendekatan
contextual teaching and learning, yaitu pendekatan yang menerapkan
pembelajaran berbasis problem, menggunakan konteks yang beragam,
mempertimbangkan kebhinekaan siswa, memberdayakan siswa untuk
belajar sendiri, belajar melalui kolaborasi, menggunakan penilaian autentik
dan mengejar standar tinggi.58 Selain itu menggunakan sistem
pembelajaran terpadu berbasis karakter, yaitu sistem pembelajaran yang
mengintegrasikan nilai-nilai karakter ke dalam semua mata pelajaran.59
2. Kurikulum Sekolah Berbasis Karakter
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Kurikulum yang dikembangkan di sekolah berbasis
karakter harus disusun dengan memperhatikan beberapa pertimbangan,
yaitu: pertama, kurikulum harus digambarkan sebagai kesadaran kolektif
demi pembelaan dan peningkatan martabat manusia dan penghargaan
individu sebagai pribadi. Kedua, kurikulum harus menggambarkan sebuah
proses bagi pembentukan kesadaran individu sebagai makhluk sosial yang
57 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual(ESQ), (Jakarta: Penerbit Arga, 2001), hlm. xxi.58 Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar
Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna, Terj. Ibnu Setiawan, (Bandung: Mizan Media Utama,2002), hlm. 21-22.
59 Ratna Megawangi, Pendidikan Karakter, Op. Cit., hlm. 103.
45
dipahami sebagai pengembangan kesadaran akan hak-hak dan
kewajibannya sebagai anggota dari masyarakat. Ketiga, kurikulum
semestinya menggambarkan sebuah proses yang membantu peserta didik
untuk semakin dapat mengembangkan kemampuan intelektualnya.60
Kurikulum pendidikan karakter dikembangkan berdasarkan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP adalah kurikulum
operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan
pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan
pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan,
kalender pendidikan, dan silabus. KTSP dikembangkan berdasarkan
prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan
peserta didik dan lingkungannya. Kurikulum dikembangkan
berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk
mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian
tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan
dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta
didik serta tuntutan lingkungan. Memiliki posisi sentral berarti
kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik.
b. Beragam dan terpadu. Kurikulum dikembangkan dengan
memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah,
60 Doni Koesoema, Op. Cit., hlm. 267
46
jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai dan tidak diskriminatif
terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial
ekonomi, dan jender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan
wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu,
serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna
dan tepat antar substansi.
c. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan
seni. Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni yang berkembang secara dinamis.
Oleh karena itu, semangat dan isi kurikulum memberikan pengalaman
belajar peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
d. Relevan dengan kebutuhan kehidupan. Pengembangan kurikulum
dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders)
untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan,
termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan
dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi,
keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan
vokasional.
e. Menyeluruh dan berkesinambungan. Substansi kurikulum mencakup
keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata
pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan
antar semua jenjang pendidikan.
f. Belajar sepanjang hayat. Kurikulum diarahkan kepada proses
pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang
47
berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan
antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal, dan informal dengan
memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu
berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
g. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan
nasional dan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Kepentingan nasional dan daerah harus
saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan Bhineka Tunggal
Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).61
3. Model Pendekatan Pendidikan Karakter
Keberhasilan dalam menyelenggarakan dan menanamkan nilai-
nilai kehidupan melalui pendidikan karakter dapat pula dipengaruhi oleh
cara atau pendekatan yang dipergunakan dalam menyampaikan. Menurut
Suparno, dkk., ada empat model pendekatan pendidikan karakter, yaitu:
a. Model Pendidikan Karakter Sebagai Mata Pelajaran Tersendiri
Model ini mendesain pendidikan karakter sebagai mata
pelajaran tersendiri. Pendidikan karakter sejajar dengan mata pelajaran
yang lainnya, terjadwal layaknya mata pelajaran yang lainnya dan
memerlukan jam tersendiri dalam mengajarkannya. Maka, dalam hal
ini guru sebelum melangsungkan pembelajaran karakter, harus
menyiapkan silabus, Rencana Proses Pembelajaran, metode dan
evaluasi pendidikan karakter. Kelebihan dari model ini adalah materi
yang disampaikan menjadi lebih terencana, lebih fokus dan materi
61 Badan Standar Pendidikan Nasioanal, Panduan Penyusunan KTSP Jenjang PendidikanDasar dan Menengah, (Jakarta: BNSP, 2006), hlm. 6-7.
48
yang disampaikan lebih terukur. Adapun kelemahannya adalah bahwa
seolah-olah tanggung jawab penanaman karakter peserta didik
hanyalah tanggung jawab guru pengampu mata pelajaran pendidikan
karakter, guru yang lainnya tidak ikut memikirkan keberhasilan
pendidikan karakter. Selain itu, aspek yang disentuhnya hanya lebih
mengedepankan aspek kognitif.
b. Model Pendidikan Karakter Terintegrasi dalam Semua Bidang Studi
Model yang kedua ini mendesain pendidikan karakter secara
terintegrasi dalam setiap mata pelajaran. Setiap mata pelajaran harus
memuat nilai- nilai karakter. Dari sini maka pendidikan karakter tidak
hanya tanggung jawab satu guru, akan tetapi tanggung jawab semua
guru. Keunggulan model terintegrasi pada setiap bidang studi antara
lain: setiap guru ikut bertanggung jawab akan penanaman nilai-nilai
hidup kepada semua siswa, di samping itu pemahaman nilai- nilai
pendidikan cenderung tidak bersifat informatif-kognitif, melainkan
bersifat aplikatif sesuai dengan konteks pada setiap bidang studi.
Dampaknya siswa akan lebih terbiasa dengan nilai-nilai yang sudah
diterapkan.
Dalam berbagai setting. Kelemahannya adalah pemahaman dan
persepsi tentang nilai yang akan ditanamkan harus jelas dan sama bagi
semua guru. Namun, menjamin kesamaan bagi setiap guru adalah hal
yang tidak mudah, hal ini mengingat latarbelakang guru yang berbeda-
beda. Di samping itu, jika terjadi perbedaan penafsiran nilai-nilai di
antara guru sendiri akan menjadikan siswa bingung.
c. Model Pendidikan Karakter di Luar Pembelajaran
49
Penanaman nilai-nilai pendidikan karakter dapat juga
ditanamkan di luar kegiatan pembelajaran formal. Seperti halnya,
dalam lingkungan rumah atau masyarakat. Dalam hal ini, kegiatan
termasuk menindaklanjuti dari kegiatan penanaman karakter di
sekolah. Oleh sebab itu, guru tidak hanya membuat budaya di sekolah
akan tetapi juga merumuskan budaya di luar sekolah. Kelebihan
pendekatan ini adalah siswa akan mendapatkan pengalaman secara
langsung dan konkrit. Kelemahannya adalah tidak ada dalam struktur
yang tetap dalam kerangka pendidikan dan pengajaran di sekolah,
sehingga akan membutuhkan waktu yang lebih lama dan biaya yang
lebih banyak.
d. Model Pendidikan Karakter Gabungan
Model gabungan adalah menghubungkan antara model
integrasi dan model di luar pelajaran menjadi satu kesatuan. Model ini
dapat dilaksanakan dalam kerja sama tim, baik oleh guru maupun
dalam kerja sama dengan pihak luar sekolah. Kelebihan model ini
adalah semua guru terlibat, di samping itu guru dapat belajar dari pihak
luar untuk mengembangkan diri dan siswa. Siswa menerima informasi
tentang nilai-nilai sekaligus juga diperkuat dengan pengalaman melalui
kegiatan-kegiatan yang terencana dengan baik. Mengingat pendidikan
karakter merupakan salah satu fungsi dari pendidikan nasional, maka
sepatutnya pendidikan karakter ada pada setiap materi pelajaran. Oleh
karena itu, pendekatan secara terintegrasi merupakan pendekatan
minimal yang harus dilaksanakan semua tenaga pendidik sesuai
dengan konteks tugas masing-masing di sekolah, termasuk dalam hal
50
ini adalah konselor sekolah. Namun, bukan berati bahwa pendekatan
yang paling sesuai adalah dengan model integratif. Pendekatan
gabungan tentu akan lebih baik lagi karena siswa bukan hanya
mendapatkan informasi semata melainkan juga siswa menggali nilai-
nilai pendidikan karakter melalui kegiatan secara kontekstual, sehingga
penghayatan siswa lebih mendalam dan tentu saja lebih
menggembirakan siswa.62
4. Pendidik dalam Sekolah Berbasis karakter
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal, serta pada
jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah, termasuk pendidikan
anak usia dini.63 Ia merupakan komponen yang paling menentukan dalam
sistem pendidikan secara keseluruhan, yang harus mendapat perhatian
sentral, utama dan pertama. Figur yang satu ini senantiasa menjadi sorotan
ketika membahas masalah pendidikan, karena pendidik selalu terkait
dengan komponen manapun dalam sistem pendidikan. Pendidiklah yang
memegang peran utama dalam penyelenggaraan pendidikan dan pendidik
juga sangat menentukan keberhasilan penyelenggaraan pendidikan,
terutama keberhasilan peserta didik. Oleh sebab itu, upaya perbaikan
kualitas guru harus dalam rangka meningkatkan profesionalitas harus terus
dilakukan. Maka, dalam hal ini pemerintah melakukan berbagai upaya
untuk mengembangkan standar kompetensi dan sertifikasi guru, yang
62 Paul Suparno Moerti Yoedho K, dkk., Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah, (Yogyakarta:Kanisius, 2002), hlm. 42-44.
63 Undang- Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Pasal1 Ketentuan Umum.
51
antara lain dengan disahkannya undang-undang guru dan dosen dan
ditindaklanjuti dengan pengembangan rancangan peraturan pemerintah
tentang guru dan dosen.
Selain itu, dalam kerangka ini pula, pemerintah mengembangkan
berbagai strategi, yaitu: penyelenggaraan pendidikan untuk meningkatkan
kualitas akademik, kompetensi dan pendidikan profesi untuk memperoleh
sertifikat pendidik. Pemenuhan hak dan kewajiban guru sebagai tenaga
profesional sesuai dengan prinsip profesionalitas. Penyelenggaraan
kebijakan strategis dalam pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan
pemberentihan guru sesuai dengan kebutuhan, baik jumlah, kualifikasi
akademik, kompetensi maupun sertifikasi yang dilakukan secra merata,
objektif, transparan dan akuntabel untuk menjamin keberlangsungan
pendidikan. Penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pembinaan dan
pengembangan profesionalitas dan pengabdian profesional. Peningkatan
pemberian penghargaan dan jaminan perlindungan terhadap guru dalam
melaksanakan tugas profesional. Pengakuan yang sama antara guru yang
bertugas pada satuan pendidikan yang bertugas pada satuan pendidikan
yang diselenggarakan masyarakat dengan guru pemerintah. Penguatan
tanggung jawab dan kewajiban pemerintah dalam merealisasikan
pencapaian anggaran pendidikan untuk memenuhi hak dan kewajibatman
guru sebagai pendidik profesional dan peningkatan peran serta masyarakat
dalam memenuhi hak dan kewajiban guru.64 Adapun cerminan guru yang
berada dalam sekolah berbasis karakter harus memiliki empat kompetensi
yang sebagaimana diwajibkan dalam Undang-undang guru dan dosen,
64 E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: Remaja Rosdakarya,2007), hlm. 6- 7
52
yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial
dan kompetensi professional.
Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam
pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya
meliputi: pemahaman wawasan atau landasan kependidikan, pemahaman
terhadap peserta didik, pengembangan kurikulum atau silabus,
perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, pemanfaatan
teknologi pembelajaran, pelaksanaan evaluasi dan pengembangan peserta
didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.65
Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang
mantab, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta
didik dan berakhlak mulia. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum,
sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia. Menampilkan diri sebagai
pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan
masyarakat. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil,
dewasa, arif, dan berwibawa. Menunjukkan etos kerja, tanggungjawab
yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri. Menjunjung
tinggi kode etik profesi guru.66
Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan
membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan
oleh Standar Nasional Pendidikan.67 Kemampuan tersebut meliputi:
menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang
65 Ibid., hlm. 7566 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 16 Tahun 2007 Tentang
Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, Op. Cit., hlm. 13- 14.67 E. Mulyasa, Op. Cit., hlm. 135
53
mendukung mata pelajaran yang diampu. Menguasai standar kompetensi
dan kompetensi dasar mata pelajaran/bidang pengembangan yang diampu.
Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif.
Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan
tindakan reflektif. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi
untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri.68
Kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari
masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta
didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, oarang tua/ wali peserta
didik dan masyarakat sekitar. Indikator kemampuan sosial tersebut adalah:
bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena
pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang
keluarga, dan status sosial ekonomi. Berkomunikasi secara efektif,
empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang
tua, dan masyarakat. Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah
Republik Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya.
Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara
lisan dan tulisan atau bentuk lain.69
5. Pembelajaran Berbasis Karakter
a. Pengembangan Perencanaan Pembelajaran Berbasis Karakter
Perencanaan pendidikan karakter dilakukan oleh kepala
sekolah, guru, tenaga kependidikan (konselor) secara bersama-sama
sebagai suatu komunitas pendidik dan diterapkan ke dalam kurikulum
68 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 16 Tahun 2007 TentangStandar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, Op. Cit., hlm. 14.
69 Ibid., hlm. 15
54
melalui beberapa program yaitu pengembangan diri, pengintegrasian
dalam mata pelajaran, dan budaya sekolah.70
1) Program Pengembangan Diri
Dalam program pengembangan diri, perencanaan pendidikan
karakter dilakukan melalui pengintegrasian ke dalam kegiatan
sehari-hari sekolah yaitu melalui hal-hal sebagai berikut:
a) Kegiatan rutin sekolah
Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang dilakukan
peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat.
Contoh kegiatan ini adalah upacara pada hari besar kenegaraan,
pemeriksaan kebersihan badan (kuku, telinga, rambut, dan
lainlain) pada hari- hari tertentu, beribadah bersama atau shalat
bersama setiap dhuhur (bagi yang beragama Islam), berdo’a
waktu mulai dan selesai pelajaran, mengucap salam bila
bertemu guru, tenaga kependidikan, atau teman.
b) Kegiatan spontan
Kegiatan spontan yaitu kegiatan yang dilakukan secara
spontan pada saat itu juga. Kegiatan ini dilakukan biasanya
pada saat guru dan tenaga kependidikan yang lain mengetahui
adanya perbuatan yang kurang baik dari peserta didik yang
harus dikoreksi pada saat itu juga. Apabila guru mengetahui
adanya perilaku dan sikap yang kurang baik maka pada saat itu
juga guru harus melakukan koreksi sehingga peserta didik tidak
akan melakukan tindakan yang tidak baik itu. Contoh kegiatan
70 Kementrian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum,Op. Cit., hlm. 15-20.
55
itu: membuang sampah tidak pada tempatnya, berteriak-teriak
sehingga mengganggu pihak lain, berkelahi, berlaku tidak
sopan, mencuri, berpakaian tidak senonoh. Kegiatan spontan
berlaku untuk perilaku dan sikap peserta didik yang tidak baik
dan yang baik sehingga perlu dipuji, misalnya: memperoleh
nilai tinggi, menolong orang lain, memperoleh prestasi dalam
olah raga atau kesenian, berani menentang atau mengkoreksi
perilaku teman yang tidak terpuji.
c) Keteladanan
Keteladanan adalah perilaku dan sikap guru dan tenaga
kependidikan yang lain dalam memberikan contoh terhadap
tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi
panutan bagi peserta didik untuk mencontohnya. Jika guru dan
tenaga kependidikan yang lain menghendaki agar peserta didik
berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai karakter,
maka guru dan tenaga kependidikan yang lain adalah orang
yang pertama dan utama memberikan contoh berperilaku dan
bersikap sesuai dengan nilai-nilai itu. Misalnya, berpakaian
rapi, dating tepat pada waktunya, bekerja keras, bertutur kata
sopan, kasih sayang, perhatian terhadap peserta didik, jujur,
menjaga kebersihan.
d) Pengkondisian
Untuk mendukung keterlaksanaan pendidikan karakter
maka sekolah harus dikondisikan sebagai pendukung kegiatan
itu. Sekolah harus mencerminkan kehidupan nilai-nilai karakter
56
yang diinginkan. Misalnya, toilet yang selalu bersih, bak
sampah ada di berbagai tempat dan selalu dibersihkan, sekolah
terlihat rapi dan alat belajar di tempatkan teratur.
2) Pengintegrasian dalam mata pelajaran
Sebagaimana dalam Permendiknas No.41 Tahun 2007
tentang standar proses dijelaskan bahwa dalam perencanaan proses
pembelajaran hal-hal yang perlu disusun meliputi silabus dan
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat identitas
mata pelajaran, standar kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD),
indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar,
alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran,
penilaian hasil belajar, dan sumber belajar. Maka dalam
pengintegrasikan nilai-nilai karakter dalam setiap pokok bahasan
dari setiap mata pelajaran harus dicantumkan dalam silabus dan
RPP.
Adapun langkah-langkah peigintegrasian pendidikan
karakter ke dalam mata pelajaran dapat dilakukan melalui langkah-
langkah: mendiskripsikan kompetensi dasar tiap mata pelajaran,
mengidentifikasi aspek-aspek atau materi pendidikan karakter yang
akan diintegrasikan ke dalam mata pelajaran, mengintegrasikan
butir-butir pendidikan karakter ke dalam kompetensi dasar yang
dipandang relevan, menentukan metode, melaksanakan
pembelajaran, menentukan media dan sumber belajar dan
57
menentukan evaluasi pembelajaran.71 Adapun pengembangan nilai-
nilai itu dalam silabus ditempuh melalui cara-cara berikut ini:
a) Mengkaji Standar Komptensi (SK) dan Kompetensi Dasar
(KD) pada Standar Isi (SI) untuk menentukan apakah nilai-nilai
karakter yang tercantum itu sudah tercakup di dalamnya.
b) Menentukan keterkaitan antara SK dan KD dengan nilai dan
indikator untuk menentukan nilai yang akan dikembangkan.
c) Mencantumkankan nilai-nilai karakter ke dalam silabus.
d) Mencantumkan nilai-nilai karakter yang sudah tertera dalam
silabus ke dalam RPP.
e) Mengembangkan proses pembelajaran peserta didik secara
aktif yang memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan
melakukan internalisasi nilai dan menunjukkannya dalam
perilaku yang sesuai.
f) Memberikan bantuan kepada peserta didik, baik yang
mengalami kesulitan untuk menginternalisasi nilai maupun
untuk menunjukkannya dalam perilaku.
3) Budaya Sekolah
Budaya sekolah adalah suasana kehidupan sekolah tempat
peserta didik berinteraksi dengan sesamanya, guru dengan guru,
konselor dengan sesamanya, pegawai administrasi dengan
sesamanya, dan antara anggota 20 kelompok masyarakat sekolah.
Budaya sekolah cakupannya sangat luas, umumnya mencakup
ritual, harapan, hubungan, demografi, kegiatan kurikuler, kegiatan
71 M. Furqon Hidayatullah, Op. Cit., hlm. 56
58
ekstrakurikuler, proses mengambil keputusan, kebijakan maupun
interaksi sosial antar komponen di sekolah. Interaksi internal
kelompok dan antar kelompok terikat oleh berbagai aturan, norma,
moral serta etika bersama yang berlaku di suatu sekolah.
Kepemimpinan, keteladanan, keramahan, toleransi, kerja keras,
disiplin, kepedulian sosial, kepedulian lingkungan, rasa
kebangsaan, dan tanggung jawab merupakan nilai-nilai yang
dikembangkan dalam budaya sekolah. Pengembangan nilai-nilai
dalam pendidikan akhlak dalam budaya sekolah mencakup
kegiatan-kegiatan yang dilakukan kepala sekolah, guru, konselor,
tenaga administrasi ketika berkomunikasi dengan peserta didik dan
menggunakan fasilitas sekolah.
b. Pengembangan Pelaksanaan Proses Pembelajaran Berbasis Karakter
Pembelajaran berbasis karakter diselenggarakan secara aktif,
menyenangkan, kreatif, aktif dan berpusat pada anak, dengan
menggunakan beberapa pendekatan pembelajaran, yaitu: pendekatan
kolaborasi, rolling class atau moving class, ramah guru dan ramah
anak,literasi, quantum, tematik, kontekstual, dan kontruktivis.
Sedangkan metode yang digunakan diataranya: keteladanan,
penanaman kedisiplinan, pembiasaan, integrasi dan internalisasi. Kelas
adalah sebagai tempat kegiatan pembelajaran teori, praktek yang tidak
memerlukan peralatan khusus, atau praktek dengan alat khusus yang
mudah dihadirkan. Pembelajaran karakter yang diselenggarakan di
kelas, maka kelas didesain dengan memperhatikan kondisi siswa.
59
Sebagaimana dalam Peraturan. Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia No. 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan
Prasarana dijelaskan bahwa ruang kelas hendaknya; banyak minimum
ruang kelas sama dengan banyak rombongan belajar, kapasitas
maksimum ruang kelas 28 peserta didik, rasio minimum luas ruang
kelas 2 m2/peserta didik. Untuk rombongan belajar dengan peserta
didik kurang dari 15 orang, luas minimum ruang kelas 30 m2. Lebar
minimum ruang kelas 5 m. Ruang kelas memiliki fasilitas yang
memungkinkan pencahayaan yang memadai untuk membaca buku dan
untuk memberikan pandangan ke luar ruangan. Ruang kelas memiliki
pintu yang memadai agar peserta didik dan guru dapat segera keluar
ruangan jika terjadi bahaya, dan dapat dikunci dengan baik saat tidak
digunakan. Ruang kelas dilengkapi sarana, seperti; meja, kursi, alat
peraga, hasil karya peserta didik, dan peralatan-peralatan lainnya.72
Selain sedemikian rupa kondisi fisik kelas didesain, kegiatan
belajar di kelas bertujuan mengembangkan kemampuan ranah kognitif,
afektif, dan psikomotor.73 Oleh karena itu, tidak selalu diperlukan
kegiatan belajar khusus untuk mengembangkan nilai-nilai karakter.
Meskipun demikian, untuk pengembangan nilai-nilai tertentu seperti
72 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nrepublik Indonesia No. 24 Tahun 2007 tentangStandar Sarana dan Prasarana, hlm. 4-5.
73 Ranah Kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan otak. Dalam ranah kognitifterdapat enam jenjang prose berpikir, yaitu: pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi,analisis, sintesis, dan evaluasi. Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai.Ranah ini terdiri dari lima aspek, yaitu: penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi daninternalisasi. Ranah psikomotorik adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan ataukemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman tertentu. Ranah ini terdiri darienam aspek, yaitu gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual,keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks dan gerakan ekspresif daninterpretatif. Lihat. Junaidi, M Baihaqi, Evaluasai Pembelajaran Madrasah Ibtidaiyah, (Surabaya:Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel, 2009), hlm. 131- 132.
60
kerja keras, jujur, toleransi, disiplin, mandiri, semangat kebangsaan,
cinta tanah air, dan gemar membaca dapat melalui kegiatan belajar
yang biasa dilakukan guru. Untuk pegembangan beberapa nilai lain
seperti peduli sosial, peduli lingkungan, rasa ingin tahu, dan kreatif
memerlukan upaya pengkondisian sehingga peserta didik memiliki
kesempatan untuk memunculkan perilaku yang menunjukkan nilai-
nilai itu.
c. Pengembangan Penilaian Pendidikan Berbasis Karakter
Penilaian pendidikan karakter pada hakikatnya adalah evaluasi
atas proses pembelajaran secara terus menerus dari individu untuk
menghayati peran dan kebebasannya bersama dengan orang lain dalam
sebuah lingkungan sekolah demi pertumbuhan integritas moralnya
sebagai manusia. Aspek yang dinilai adalah perilaku atau tindakan,
bukan pengertian, pengetahuan, atau kata-kata yang diucapkan.
Penilaian pendidikan karakter yang diselenggarakan di sekolah
bukanlah satu-satunya faktor untuk menentukan kelulusan siswa.
Namun, lebih utama lagi untuk menentukan apakah sebagai individu
yang hidup dalam lembaga pendidikan mau mengembangkan daya-
daya reflektif yang ada dalam diri kita sehingga hidup dalam
kebersamaan dengan orang lain menjadi semakin baik. Selain itu untuk
menilai dan menelaah berbagai macam corak relasional antara individu
di dalam lembaga pendidikan, hubungan antara siswa dengan siswa,
hubungan guru dengan siswa, hubungan orang tua dengan sekolah,
sekolah dengan masyarakat. Penilaian pendidikan karakter yang
diselenggarakan di sekolah dilakukan oleh beberapa pihak. Pertama
61
adalah individu atau diri sendiri dan kedua adalah komunitas sebagai
sebuah lembaga (sekolah) atau orang lain, dan dalam proses
pembelajaran maka penilaian dilakukan oleh guru secara terusmenerus
dan berkesinambungan.74
Individu atau diri sendiri menilai karakter dengan mengevaluasi
atau merefleksi apakah perilaku dan tindakannya sesuai dengan nilai-
nilai moral yang dikembangkan dan yang diyakini. Sedangkan,
seorang guru melakukan penilaian pendidikan karakter dengan
menggunakan jenis penilaian non tes, bentuk penilaiannya dapat
berupa portofolio assessment, performance assessment dengan
menggunakan beberapa instrumen penilaian seperti: interview form,
observation form, angket atau kuesioner, check list, dan catatan
anekdot.
Interview form, observation form, angket atau kuesioner, check
list, dan catatan anekdot dibuat guru ketika untuk melihat adanya
perilaku peserta didik yang berkenaan dengan nilai yang
dikembangkan. Selain jenis penilaian non tes, guru dapat pula
memberikan tes berupa tugas yang berisikan suatu persoalan atau
kejadian yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
menunjukkan nilai yang dimilikinya. Sebagai contoh, peserta didik
dimintakan menyatakan sikapnya terhadap upaya menolong pemalas,
memberikan bantuan terhadap orang kikir, atau hal-hal lain yang
bersifat bukan kontroversial sampai kepada hal yang dapat
mengundang konflik pada dirinya. Dari hasil pengamatan yang tertulis
74 Doni Koesoema, Op. Cit., hlm. 281-282
62
dalam Interview form, observation form, angket atau kuesioner, check
list, dan catatan anekdot dan sebagainya, guru dapat memberikan
kesimpulan atau pertimbangan tentang pencapaian suatu indikator atau
bahkan suatu nilai. Kesimpulan atau pertimbangan itu dapat
dinyatakan dalam pernyataan kualitatif sebagai berikut:
1) BT: Belum Terlihat (apabila peserta didik belum memperlihatkan
tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator).
2) MT: Mulai Terlihat (apabila peserta didik sudah mulai
memperlihatkan adanya tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan
dalam indikator tetapi belum konsisten).
3) MB: Mulai Berkembang (apabila peserta didik sudah
memperlihatkan berbagai tanda perilaku yang dinyatakan dalam
indikator dan mulai konsisten).
4) MK: Membudaya (apabila peserta didik terus menerus
memperlihatkan perilaku yang dinyatakan dalam indikator secara
konsisten).
d. Indikator Keberhasilan Sekolah Dalam Penerapan Pendidikan Karakter
Untuk menentukan sejauh mana keberhasilan sekolah dalam
menerapkan pendidikan karakter, maka harus dibuktikan dengan
adanya beberapa data-data atau indikator yang menunjukkan adanya
pengembangan pendidikan karakter di lingkungan sekolah, dan data-
data tersebut harus dapat diverifikasi oleh semua pihak. Sebagaimana
menurut Doni Koesoema bahwa ada beberapa kriteria untuk menilai
keberhasilan pelaksanakan pendidikan karakter, di antaranya:
63
Pertama, sekolah yang telah menerapkan pendidikan karakter,
maka segenap civitas akademik yang berada di lembaga tersebut
memiliki nilai tanggung jawab, dan untuk menilai sejauhmana nilai
tanggung jawab tersebut diaplikasikan, maka dapat menelaah daftar
kehadiran segenap civitas akademik. Daftar kehadiran tersebut sangat
berharga, karena dapat dijadikan salah satu kriteria objektif untuk
menentukan apakah sekolah telah berusaha mengembangkan individu
yang berasa di lingkungan sekolah sebagai pribadi yang bertanggung
jawab terhadap dirinya sendiri, tugas-tugasnya dan terhadap orang lain.
Kedua, indikator keberhasilan penerapan pendidikan karakter
dapat dilihat dari jumlah ketepatan siswa dan guru dalam
mengumpulkan tugas-tuganya. Ketiga, ada tidaknya keterlibatan
civitas akademika dalam tindakan kekerasan, kejahatan dan narkoba.
Keempat, terciptanya suasana proses pembelajaran yang
menyenangkan dan bermakna. Kelima, adanya peningkatan prestasi
akademik yang diraih oleh peserta didik. Keenam, kualitas akademik
yang tidak kalah saing dengan lembaga pendidikan lain. Hal ini dapat
dilihat dengan penilaian tentang standar mutu sekolah.75
C. Kajian Hasil-hasil Penelitian Relevan
Penelitian tentang manajemen pendidikan berbasis karakter bukanlah
sebuah kajian penelitian yang baru, tetapi kajian ini merupakan sebuah
pendalaman atau kajian yang serupa dengan kajian model pendidikan akhlaq,
pendidikan moral, dan pendidikan budi perkerti. Berdasarkan hal ini, maka
75 Doni Koesoema, Op. Cit., hlm. 282- 290.
64
ada beberapa karya-karya dan penelitian yang memiliki tema yang sama atau
mirip dengan kajian penelitian yang akan penulis teliti, di antaranya:
1. Penelitian Fihris Sa’adah, dengan judul, “Pendidikan Karakter di
Madrasah Salafiyah, dalam Jurnal Walisongo, Volume 19, Nomor 2,
November 2011. Hasil penelitian menunjukkan perwujudan lingkungan
yang kondusif bagi perkembangan karakter di kalangan siswa Sekolah
Islam Salaf Girikusumo dilakukan dengan cara menciptakan tradisi atau
praktek pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari yang terkait dengan
peningkatan kualitas keagamaan atau kehidupan mereka. Di samping
upaya di atas, pembentukan karakter juga dilakukan dengan simultan
melalui penanaman nilai dengan langkah-langkah sebagai berikut:
pertama, menerapkan pencontohan atau uswah hasanah. Kedua,
menjelaskan tentang nilai yang baik dan buruk. Ketiga,
mengimplementasikan kurikulum yang didasarkan pada pendidikan
karakter. 76
2. Penelitian Masita, dengan judul “Pendidikan Karakter Berbasis Budaya
Lokal pada Masyarakat Muslim” dalam jurnal Studi Masyarakat Islam
Volume 15 Nomor 2 Desember 2012. Pembentukan karakter merupakan
salah satu tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan pendi-dikan
nasional. Pada Pasal 1, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa di antara tujuan
pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk
memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia. Amanah undang-
undang tersebut bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan
76 Fihris Sa’adah, “Pendidikan Karakter di Madrasah Salafiyah”, dalam Jurnal Walisongo,Volume 19, Nomor 2, November 2011.
65
Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter,
sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang
dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama.
Tulisan ini ingin mengungkap pelaksanaan pendidikan karakter yang
berbasis kearifan lokal di suatu lembaga pendi-dikan Islam tingkat
menengah. 77
3. Tesis Heni Zuhriyah mahasiswi pascasarjana kosentrasi pendidikan Islam
IAIN Sunan Ampel Surabaya yang berjudul “Pendidikan Karakter (Studi
Perbandingan Antara Konsep Doni Keosoema dan Ibn Miskawaih)”.
Dalam kajian penelitian ini, penulis menguraikan tentang bagaimanakah
konsep pendidikan karakter yang digagas oleh dua tokoh yaitu Doni
Koesoema dan Ibn Miskawaih, nilai-nilai dalam pendidikan karakter,
momen-momen pendidikan karakter, metode pendidikan karakter, peran
masyarakat terhadap pendidikan karakter, persamaan dan perbedaan
konsep pemikiran Doni Koesoema dan Ibn Miskawaih.78
4. Penelitian yang ditulis oleh Nur Jamal dengan judul “Strategi
Pembentukan Kepribadian Santri Di Pondok Pesantren Nazhatut Thullab
desa Prajjan Kecamatan Camplong Sampang” dengan pendekatan studi
sosiologis yaitu dengan cara mempelajari struktur sosial dan prosesproses
sosial terutama perubahan perubanhan yang ditemukan dilapangan. Dalam
penelitian tersebut diungkapkan bahwa dalam program pembentukan
kepribadian santri itu dilakukan dengan cara menyajikan materi-materi
yang berhubungan dengan kpribadian yang luhur serta memberikan
77 Masita, “Pendidikan Karakter Berbasis Budaya Lokal pada Masyarakat Muslim” dalamjurnal Studi Masyarakat Islam Pascasarjana UMM Malang, Volume 15 Nomor 2 Desember 2012.
78 Heni Zuhriyah, “Pendidikan Karakter (Studi Perbandingan Antara Konsep DoniKoesoema dan Ibn Miskawaih)”, (Tesis, Pascasarjana IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2010).
66
bimbingan yang mengarah pada ketakwaan ahlak dan budi pekerti yang
luhur. Apa yang ditulis peneliti dalam penelitian tersebut tidak jauh
berbeda dengan pendidikan karakter.79
Kelebihan penelitian ini dari penelitian-penelitian sebelumnya
adalah bahwa selain mendeskripsikan model pendidikan karakter yang
dipraktikkan, penelitian ini memfokuskan pada tingkat keberhasilan
penerapan implementasi pendidikan berbasis karakter di SMP Al-Ma’arif
Krapyak Tahunan Jepara, serta faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman dalam implementasi pendidikan berbasis karakter di SMP Al-
Ma’arif Krapyak Tahunan Jepara.
D. Kerangka Pikir
Pendidikan menempati posisi yang penting dalam meningkatkan
kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Pendidikan harus menjadi sebuah
sarana penting untuk memperbaiki moral bangsa, khususnya Bangsa
Indonesia. Pendidikan sebagai sebuah wahana pembaharuan dalam rangka
mencetak generasi bangsa yang berkualitas.
Sudah selayaknya para praktisi pendidikan mulai mengoreksi
kembali sejauhmana keberhasilan pendidikan dalam membentuk kepribadian
dan keberadaban bangsa. Memang, tidak serta merta bahwa lembaga
pendidikan yang patut disalahkan dengan adanya demoralisasi yang ada,
namun sejak dahulu lembaga pendidikan memiliki sumbangan yang berarti
bagi proses pembudayaan masyarakat, dan sepantasnya jika lembaga
79 Nur Jamal, “Strategi Pembentukan Kepribadian Santri di Pondok Pesantren NazhatutThullab desa Prajjan Kecamatan Camplong Sampang” dalam jurnal Ulul Albab UIN Malang No.2 Volume 4 Maret 2010.
67
pendidikan memiliki peranan yang berarti dalam menyelesaikan persoalan
demoralisasi yang saat ini terjadi.
Berangkat dari fenomena di atas, maka akhir-akhir ini dunia
pendidikan mulai tergerak untuk mengumandangkan konsep pendidikan
karakter, yaitu pendidikan yang bertujuan untuk mengembangkan kebiasaan
dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai
universal dan tradisi budaya bangsa yang religius; mengembangkan
kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif,
berwawasan kebangsaan; dan mengembangkan lingkungan kehidupan
sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan
persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan.
Kemendiknas telah mencanangkan visi penerapan pendidikan
karakter pada tahun 2010-2014 pada semua jenjang pendidikan, dari Sekolah
Dasar sampai Perguruan Tinggi. Besar harapan masyarakat terhadap konsep
pendidikan karakter, masyarakat berharap gagasan pendidikan karakter tidak
hanya sebuah konsep las an e, akan tetapi sebuah implementatif dari
konsep tersebut yang akan mampu menjadi solusi bagi bangsa dalam
mengatasi demoralisasi di Indonesia dan sebagai upaya membangun
kepribadian dan keberadaan bangsa.
Berkaitan dengan implementasi pendidikan karakter di sekolah,
maka menarik untuk meneliti lebih jauh tentang bagaimana implementasi
pendidikan karakter di sekolah, khususnya di SMP Al-Ma’arif Krapyak
Tahunan Jepara sebagai subjek penelitian. Melalui pendidikan berbasis
karakter, maka diharapkan SMP Al-Ma’arif sebagai salah lembaga
pendidikan Islam swasta di Jepara dapat dijadikan tolok ukur dan kiblat
68
pendidikan karakter mengingat urgensi pendidikan karakter khususnya di
Kabupaten Jepara sangat dibutuhkan. Hal tersebut didasarkan pada alasan
atas rusaknya moral remaja dengan ditemukannya berbagai kasus
pelanggaran hokum yang melibatkan para remaja seperti narkoba, pergaulan
bebas, kasus pencurian dan pembegalan, ugal-ugalan dan sebagainya yang
mencerminkan kemerosotan akhlak dan kerusakan moral bangsa.
Gambar 2.2Kerangka Pikir
Fenomena rusaknyamoralitas
dan akhlak bangsa,khususnya remaja
Tawuran antarpelajar
PenggunaanNAPZA
Pergaulan bebas Perilaku
kriminalitas Putus sekolah Lunturnya budaya
sopan santun Degradasi jiwa
nasionalisme
ProsesTransformasi
denganpendidikan
berbasiskarakter
Terbentuknya siswadan warga bangsayang memiliki nilai-nilai karakter danbudaya luhur bangsa