bab ii kerangka teori - eprints.unisnu.ac.ideprints.unisnu.ac.id/1461/3/bab ii.pdfpara ahli tentang...

36
BAB II KERANGKA TEORI A. Perencanaan Kurikulum 1. Pengertian Perencanaan Kurikulum Perencanaan kurikulum istilah yang terdiri dari dua kata yaitu “perencanaan” dan “kurikulum”. Perencanaan (plan) merupakan bagian dari unsure manajemen yang berarti proses, cara, perbuatan merencanakan atau merancangkan (http://kbbi.web.id/rencana). Sedangkan Kurikulum berasal dari bahasa latin “curriculum”, semula berarti “arunning course, specialy a chariot race course” dan terdapat pula dalam bahasa perancis “courirartinya “to run” artinya “berlari” istilah ini digunakan untuk sejumlah course” atau mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai gelar atau ijazah. Secara tradisional kurikulum diartikan sebagai mata pelajaran yang diajarkan di sekolah untuk kenaikan kelas (mendapat ijazah). Sedangkan menurut pandangan modern, kurikulum merupakan keseluruhan usaha sekolah untuk mempengaruhi belajar baik berlangsung di kelas, di halaman maupun di luar sekolah (Soetopo dan Soemarto, 1986:12-13). Dalam pengertian konvensional, kurikulum sering dimaksud sebagai perangkat mata pelajaran yang harus ditempuh atau diterima peserta didik untuk memperoleh ijazah (Makin, 2010:56).

Upload: lamnhan

Post on 10-Aug-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KERANGKA TEORI - eprints.unisnu.ac.ideprints.unisnu.ac.id/1461/3/BAB II.pdfpara ahli tentang kurikulum : a. Suryosubroto (2004: 32) menjelaskan bahwa, Kurikulum adalah segala

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Perencanaan Kurikulum

1. Pengertian Perencanaan Kurikulum

Perencanaan kurikulum istilah yang terdiri dari dua kata yaitu

“perencanaan” dan “kurikulum”. Perencanaan (plan) merupakan bagian dari

unsure manajemen yang berarti proses, cara, perbuatan merencanakan atau

merancangkan (http://kbbi.web.id/rencana). Sedangkan Kurikulum berasal

dari bahasa latin “curriculum”, semula berarti “arunning course, specialy a

chariot race course” dan terdapat pula dalam bahasa perancis “courir”

artinya “to run” artinya “berlari” istilah ini digunakan untuk sejumlah

“course” atau mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai gelar

atau ijazah.

Secara tradisional kurikulum diartikan sebagai mata pelajaran yang

diajarkan di sekolah untuk kenaikan kelas (mendapat ijazah). Sedangkan

menurut pandangan modern, kurikulum merupakan keseluruhan usaha

sekolah untuk mempengaruhi belajar baik berlangsung di kelas, di halaman

maupun di luar sekolah (Soetopo dan Soemarto, 1986:12-13). Dalam

pengertian konvensional, kurikulum sering dimaksud sebagai perangkat

mata pelajaran yang harus ditempuh atau diterima peserta didik untuk

memperoleh ijazah (Makin, 2010:56).

Page 2: BAB II KERANGKA TEORI - eprints.unisnu.ac.ideprints.unisnu.ac.id/1461/3/BAB II.pdfpara ahli tentang kurikulum : a. Suryosubroto (2004: 32) menjelaskan bahwa, Kurikulum adalah segala

11

Beberapa ahli memberikan definisi kurikulum yang berbeda-beda,

namun pada hakikatnya memiliki inti yang hampir sama. Berikut penuturan

para ahli tentang kurikulum :

a. Suryosubroto (2004:32) menjelaskan bahwa, Kurikulum adalah segala

pengalaman pendidikan yang diberikan oleh sekolah kepada seluruh

anak didiknya, baik dilakukan di dalam maupun di luar sekolah.

b. S. Nasution (1995:5) mendifinisikan kurikulum adalah Suatu rencana

yang disusun untuk melancarkan proses belajar-mengajar di bawah

bimbingan dan tanggung-jawab sekolah atau lembaga pendidikan

beserta staf pengajarnya.

c. Sedangkan menurut Michael W. Apple (1990:64) kurikulum bukanlah

suatu aktivitas tetapi lebih dari itu, meliputi perencanaan, pelatihan,

evaluasi yang tersusun secara sistematis dan berkesinambungan.

d. Subandiyah (1996:2) mendefinisikan kurikulum, bahwa kurikulum

merupakan aktivitas dan kegiatan belajar mengajar yang direncanakan,

diprogramkan bagi peserta didik dibawah bimbingan sekolah, baik di

dalam maupun di luar sekolah. Lebih lanjut ia mengemukakan secara

operasional kurikulum dapat didefinisikan sebagai :

1) Suatu bahan tertulis yang berisi uraian tentang program pendidikan

suatu sekolah yang dilaksanakan dari tahun ke tahun.

2) Bahan tertulis yang dimaksudkan untuk digunakan oleh guru dalam

melaksanakan pengajaran untuk siswa-siswanya.

Page 3: BAB II KERANGKA TEORI - eprints.unisnu.ac.ideprints.unisnu.ac.id/1461/3/BAB II.pdfpara ahli tentang kurikulum : a. Suryosubroto (2004: 32) menjelaskan bahwa, Kurikulum adalah segala

12

3) Suatu usaha untuk menyampaikan sedemikian rupa sehingga dapat

dilaksanakan guru di sekolah.

4) Tujuan-tujuan pengajaran, pengalaman belajar, alat-alat belajar dan

caracara penilaian yang direncanakan dan digunakan dalam

pendidikan.

5) Suatu program penilaian yang direncanakan dan dilaksanakan

untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Sedangkan menurut UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional dalam Bab I pasal 1 dijelaskan bahwa Kurikulum

adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan

pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan

kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Berdasarkan pengertian di atas dapat diketahui bahwa perencanaan

kurikulum adalah kegiatan merencanakan serangkaian aktifitas yang akan

dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Senada dengan definisi yang

disampaikan oleh Rusman (2012:21) bahwa perencanaan kurikulum adalah

perencanaan kesempatan -kesempatan belajar yang dimaksudkan untuk

membina siswa kearah perubahan tingkah laku yang di inginkan dan menilai

sampai mana perubahan-perubahan telah terjadi pada diri siswa. Sedangkan

menurut Oemar Hamalik (2007:152) Perencanaan kurikulum adalah suatu

proses sosial yang kompleks yang menuntut berbagai jenis dan tingkat

pembuatan keputusan.

Page 4: BAB II KERANGKA TEORI - eprints.unisnu.ac.ideprints.unisnu.ac.id/1461/3/BAB II.pdfpara ahli tentang kurikulum : a. Suryosubroto (2004: 32) menjelaskan bahwa, Kurikulum adalah segala

13

Di dalam perencanaan kurikulum minimal ada lima hal yang

mempengaruhi perencanaan dan pembuatan keputusan, yaitu filosofis,

konten/materi, manajemen pembelajaran, pelatihan guru, dan sistem

pembelajaran. Perencanaan kurikulum ini berfungsi sebagai pedoman atau

manajemen yang berisi petunjuk tentang jenis dan sumber individu yang

diperlukan, media pembelajaran yang digunakan, tindakan-tindakan yang

perlu dilakukan, sumber biaya, tenaga, dan sarana yang diperlukan sistem

monitoring dan evaluasi, peran unsur-unsur ketenagaan untuk mencapai

tujuan manajemen lembaga pendidikan.

Berdasarkan penjelasan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa

perencanaan kurikulum adalah kegiatan merencanakan atau merumuskan

tujuan kurikulum, isi kurikulum, pola-pola/pengalaman belajar dan

penentuan pencapaian tujuan.

2. Perumusan Tujuan Kurikulum

Ada tiga tujuan yang perlu dirumuskan dalam kurikulum yaitu aims,

goals, dan objectives.

a. Kurikulum aims merupakan gambaran outcomes yang diharapkan

berdasarkan beberapa skema nilai diambil dari kaidah-kaidah filosofis.

Tujuan kurikulum dalam kategori aims ini tidak berhubungan secara

langsung terhadap tujuan sekolah dan tujuan pembelajaran. Aims lebih

Page 5: BAB II KERANGKA TEORI - eprints.unisnu.ac.ideprints.unisnu.ac.id/1461/3/BAB II.pdfpara ahli tentang kurikulum : a. Suryosubroto (2004: 32) menjelaskan bahwa, Kurikulum adalah segala

14

menunjukkan pada pola nilai, organisasi social, peran social dan gaya

hidup.

b. Kurikulum goals merupakan rumusan gambaran outcame yang

didapatkan setelah melampaui jenjang pendidikan atau sekolah pada

sebuah institusi. Goals dirumuskan dalam standar kompetensi dan

kompetensi dasar.

c. Kurikulum objective merupakan rumusan gambaran outcomes yang

diharapkan setelah proses pembelajaran selesai. Objective dirumuskan

dalam indicator pada pembelajaran. Kurikulum goals maupun objective

dapat dirumuskan dalam tiga domain tujuan pendidikan yaitu kognitif,

psikomotorik dan afektif. (Rusman, 2012 : 22).

Tujuan kurikulum hendaknya dirumuskan berdasarkan beberapa

sumber. Paling tidak ada 3 sumber yang dapat mendasari perumusan tujuan

kurikulum, yaitu :

a. Sumber empiris. Sumber ini berkaitan dengan tuntutan kehidupan masa

kini agar para siswa dapat hidup sukses setelah melaksanakan

pembelajaran di sekolah. Selain itu, karakteristik siswa sebagai individu

yang sedang berkembang secara dinamis dan memiliki kebutuhan

fisiologis, sosial dan keutuhan pribadi.

b. Sumber filosofis. Sumber ini menjadi acuan dalam mencari jawaban

tentang apa yang harus dilakukan sehingga pendidikan dapat

menjembatani keberhasilan siswa.

Page 6: BAB II KERANGKA TEORI - eprints.unisnu.ac.ideprints.unisnu.ac.id/1461/3/BAB II.pdfpara ahli tentang kurikulum : a. Suryosubroto (2004: 32) menjelaskan bahwa, Kurikulum adalah segala

15

c. Sumber bahan pembelajaran. Sumber ini terkait dengan pelibatan ahli

disiplin ilmu atau ilmu pengetahuan tertentu dalam merumuskan tujuan.

(Rusman, 2012 : 22).

3. Landasan Perencanaan Kurikulum

Perencanaan kurikulum yang dirumuskan oleh lembaga pendidikan

baik formal maupun non formal harus mengasimilasi dan mengorganisasi

informasi dan data secara intensif yang berhubungan dengan pengembangan

program lembaga pendidikan. Berikut ini informasi dan data yang menjadi

area utama adalah :

a. Kekuatan sosial

Sistem pendidikan di Indonesia sangatlah dinamis, sehingga

selalu menyesuaikan dengan perubahan dan dinamika social yang

terjadi di masyarakat, baik yang berhubungan dengan system politik,

ekonomi, social dan kebudayaan. Proses pendidikan merupakan sebuah

perjalanan sejarah di dalam suatu Negara yang selalu menerapkan

mekanisme adaptasi untuk perubahan kea rah yang lebih baik. Kekuatan

yang lain pada satuan pendidikan dan perencanaan kurikulum adalah

perubahan nilai struktur dari masyarakat itu sendiri.

b. Perlakuan pengetahuan

Pertimbangan yang diambil oleh perencana kurikulum dalam

merancang kurikulum yang disesuakan dengan perkembangan ilmu

Page 7: BAB II KERANGKA TEORI - eprints.unisnu.ac.ideprints.unisnu.ac.id/1461/3/BAB II.pdfpara ahli tentang kurikulum : a. Suryosubroto (2004: 32) menjelaskan bahwa, Kurikulum adalah segala

16

pengetahuan adalah di mana individu belajar aktif untuk

mengumpulkan dan mengolah informasi, mencari fakta dan data,

berusaha belajar tentang sikap, emosi, perasahaan terhadap

pembelajaran, proses informasi, memanipulasi, menyimpan dan

mengambil informasi tersebut untuk dikembangkan dan digunakan.

c. Pertumbuhan dan Perkembangan Manusia

Pertumbuhan dan perkembangan peserta didik menjadi salah

satu informasi dan data yang mendasar dalam merancang kurikulum.

Karena dengan informasi tersebut, perancang kurikulum merencanakan

kurikulum yang sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan

mereka.

4. Perumusan Isi Kurikulum

Saylor dan Alexander (1966) mendefenisikan isi kurikulum

sebagai “fakta, observasi, persepsi, ketajaman, sensibilitas, desain, dan

solusi yang tergambarkan dari apa yang dipikirkan oleh seseorang yang

secara keseluruhan diperoleh dari pengalaman dan semua itu merupakan

komponen yang menyusun pikiran yang mereorganisasi dan menyusn

kembali hasil pengalaman tersebut ke dalam adat dan pengetahuan, ide,

konsep, generalisasi, prinsip, rencana dan solusi”. (sebagaimana dikutip

oleh Rusman, 2012:26).

Page 8: BAB II KERANGKA TEORI - eprints.unisnu.ac.ideprints.unisnu.ac.id/1461/3/BAB II.pdfpara ahli tentang kurikulum : a. Suryosubroto (2004: 32) menjelaskan bahwa, Kurikulum adalah segala

17

Konsep isi kurikulum juga didefinisikan oleh Hyman (1973)

sebagaimana yang dikutip oleh Rusman, 2012 : 26) bahwa isi kurikulum

adalah pengetahuan (yaitu fakta, penjelasan, prinsip, definisi), skill dan

proses (membaca, menulis, menghitung, dansa, membuat keputusan

berlandaskan cara berpikir kritis, mengomunikasikan), dan nilai (percaya

terhadap hal-hal baik dan buruk, benar dan salah, indah dan jelek).

Selanjutnya John Dewey (1996) mengungkapkan bahwa isi

kurikulum lebih dari sekadar informasi yang dipelajari ketika dua kondisi

muncul. Pertama, isi harus memiliki hubungan dengan pertanyaan yang

menjadi perhatian siswa. Kedua, isi harus secara langsung masuk ke

dalam tingkah laku sebagai upaya meningkatkan makna dan kedalaman

arti.

Kemudian isi kurikulum diorganisasikan dengan

mempertimbangkan dua hal yaitu ; berguna bagi siswa dan siap untuk

dipelajari siswa. Isi kurikulum dapat berupa data, konsep, generalisasi,

dan materi pelajaran sekolah. Sedangkan ruang lingkup kurikulum

meliputi isi yang bersifat umum dan bersifat khusus.

Isi yang bersifat umum berlaku untuk semua siswa yang berguna

dalam proses interaksi dan pengembangan tingkat berpikir, mengasah

perasaan dan berbagai pendekatan untuk dapat saling memahami satu

sama lain. Sedangkan isi yang bersifat khusus berlaku untuk program-

Page 9: BAB II KERANGKA TEORI - eprints.unisnu.ac.ideprints.unisnu.ac.id/1461/3/BAB II.pdfpara ahli tentang kurikulum : a. Suryosubroto (2004: 32) menjelaskan bahwa, Kurikulum adalah segala

18

program tertentu, siswa yang mempunyai kebutuhan atau kemampuan

yang berbeda.

Menurut Zais (1976) sebagaimana yang dikutip oleh Rusman

(2012:29) menyebutkan bahwa criteria mendasar yang digunakan untuk

menyeleksi isi kurikulum adalah rumusan aims, goals, dan objective

kurikulum. Namun, hal lain yang perlu diperhatikan oleh pengembangan

kuriklum adalah bagaimana aims tersebut dapat dibawakan secara efektif

dan efisien. Untuk itu, perlu adanya pertimbangan prioritas terhadap isi

kurikulum yang didasari oleh empat hal, yaitu signifikansi, kegunaan

(utility), ketertarikan (interest), dan pengembangan manusia.

Isi kurikulum terdiri atas bahan-bahan pengajaran dan berbagai

pengalaman yang diperlukan dalam tercapainya tujuan pendidikan.

Materi kurikulum pada hakikatnya adalah isi kurikulum yang

dikembangkan dan disusun berdasarkan prinsip-prinsip:

1. Materi kurikulum berupa bahan pelajaran yang terdiri dari bahan

kajian atau topik-topik pelajaran yang dapat dikaji oleh siswa dalam

proses belajar dan pembelajaran.

2. Mengacu pada pencapaian tujuan masing-masing satuan pendidikan.

3. Diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

Isi kurikulum merupakan komponen yang berhubungan dengan

pengalaman belajar yang harus dimiliki siswa. Isi kurikulum itu

menyangkut semua aspek baik yang berhubungan dengan pengetahuan

Page 10: BAB II KERANGKA TEORI - eprints.unisnu.ac.ideprints.unisnu.ac.id/1461/3/BAB II.pdfpara ahli tentang kurikulum : a. Suryosubroto (2004: 32) menjelaskan bahwa, Kurikulum adalah segala

19

atau materi pelajaran yang biasanya tergambarkan pada isi setiap mata

pelajaran yang diberikan maupun kreativitas dan kegiatan siswa. Baik

materi maupun aktivitas itu seluruhnya diarahkan untuk mencapai tujuan

yang ditentukan (Sukiyadi, Nurhasanah, & Al Rasjid, 2006).

Suatu kurikulum diharapkan memberikan landasan, isi, dan

menjadi pedoman bagi pengembangan kemampuan siswa scara optimal

sesuai dengan tuntutatan dan tantangan perkembangan masyarakat.

Pengembangan isi kurikulum berupa bahan-bahan pelajaran yang akan

dipelajari siswa harus memerlukan dasar pertimbangan yang teliti. Hal

yang paling utama adalah sekolah sebagai lembaga yang akan

mengantarkan siswa menuju kearah kematangan dalam arti luas.

Kematangan ini mencakup berbagai segi, baik kematangan fisik,

kematangan kognitif, kematangan mental maupun kematangan sosial.

Kematangan fisik pada umumnya ditandai oleh kematangan

dalam segi biologis, hal ini dapat dicapai bila individu telah memasuki

usia tetrtentu. Berbeda halnya dengan kematangan kognitif, mental dan

sosial. Ketiga jenis kematangan ini tidak dapat dicapai begitu saja tanpa

melalui bimbingan yang berati. Karena kematangan kognitif menunjukan

kepada kematangan intelektual, pola berpikir dan pengambilan keputusan

individu, lalu kematangan mental menunjukan kepada kematangan

emosional, dan tercapainya perwujudan pribadi secara integral.

Page 11: BAB II KERANGKA TEORI - eprints.unisnu.ac.ideprints.unisnu.ac.id/1461/3/BAB II.pdfpara ahli tentang kurikulum : a. Suryosubroto (2004: 32) menjelaskan bahwa, Kurikulum adalah segala

20

Sedangkan kematangan sosial ditandai oleh adanya kemampuan untuk

hidup secara mandiri.

Mengantarkan siswa menuju jenjang tersebut yang menjadi tugas

lembaga pendidikan sungguh merupakan tugas yang berat. Karena untuk

mencapai tujuan tersebut individu perlu memperoleh bekal-bekal

pengalaman belajar yang berarti. Apabila lama waktu pendidikan cukup

memadai untuk memberikan bekal-bekal pengalaman belajar kepada

siswa, masalah yang dihadapi tidak sebesar itu. Namun kenyataan yang

dihadapi menunjakan betapa banyak tuntutan yang harus dipenuhi oleh

lembaga pendidikan, sedangkan waktu yang tesedia tidak memadai. Oleh

karenanya perlu dilakukan seleksi tentang isi kurikulum, sehingga proses

pendidikan di sekolah dapat mencapai sasaran.

5. Model Perencanaan/Desain Kurikulum

Desain kurikulum dapat dirumuskan menjadi tiga jenis,

sebagaimana yang dikemukakan oleh Wina Sanjaya (2008: 45-47) sebagai

hasil kajian beberapa sumber dalam bukunya yang berjudul Pembelajaran

dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, yaitu desain

kurikulum yang berorientasi pada disiplin ilmu, desain kurikulum yang

berorientasi pada masyarakat, dan desain kurikulum yang berorientasi

pada siswa. Berikut penjelasannya.

Page 12: BAB II KERANGKA TEORI - eprints.unisnu.ac.ideprints.unisnu.ac.id/1461/3/BAB II.pdfpara ahli tentang kurikulum : a. Suryosubroto (2004: 32) menjelaskan bahwa, Kurikulum adalah segala

21

a. Desain Kurikulum Berorientasi pada Disiplin Ilmu

1) Subject Centered Curriculum

Bentuk desain kurikulum ini merupakan bentuk desain yang

paling populer dan paling tua serta paling sering digunakan. Dalam

hal ini, kurikulum ditekankan pada isi atau materi bahan ajar yang

akan dipelajari oleh siswa. Kurikulum pun tersusun atas sejumlah

mata pelajaran yang akan dipelajari oleh siswa secara teprisah-

pisah. Karena terpisah inilah maka desain kurikulum ini disebut

pula dengan separated subject curriculum.

Kurikulum mata pelajaran dapat menetapkan syarat-syarat

minimum yag harus dikuasai siswa sehingga siswa bisa naik kelas.

Biasanya alat dan sumber utama pelajaran adalah bahan pelajaran

itu sendiri dan textbook. Kurikulum mata pelajaran atau subject

curriculum terdiri dari mata pelajaran (subject) yang terpisah-pisah,

dan subject itu merupakan himpunan pengalaman dan pengetahuan

yang diorganisasikan secara logis dan matematis oleh para ahli

kurikulum. (Abdullah Idi, 2013 : 164-165)

2) Correlated Curriculum

Kurikulum jenis ini mengandung makna bahwa sejumlah

mata pelajaran dihubungkan antara yang satu dengan yang lain

sehingga ruang lignkup bahan yang tercakup semakin luas,

Page 13: BAB II KERANGKA TEORI - eprints.unisnu.ac.ideprints.unisnu.ac.id/1461/3/BAB II.pdfpara ahli tentang kurikulum : a. Suryosubroto (2004: 32) menjelaskan bahwa, Kurikulum adalah segala

22

contohnya seperti pada mata pelajaran fiqh dapat dihubungkan

dengan mata pelajaran Al-Qur’an dan Hadits. Pada saat anak didik

mempelajari shalat, dapat dihubungkan dengan pelajaran Al-

Qur’an (surat Al-Fatihah dan surat lainnya) dan hadits yang

berhubungan dengan shalat, dan sebagainya.

Terdapat tipe korelasi utnuk menghubungkan pelajaran

dalam kegiatan kurikulum. Pertama, Korelasi okasional/insidental,

maksudnya korelasi didasarkan secara tiba-tiba atau insidental,

contohnya pada pelajaran sejarah dapat dibicarakan tentang

geografi dan tumbuh-tumbuhan. Kedua, korelasi etis, yang

bertujuan mendidik budi pekerti sehingga konsentrasi-konsentrasi

pelajarannya dipilih pendidikan agama. Contohnya pada

pendidikan agama itu dibicarakan cara-cara menghormati guru,

orang tua, tetangga, teman, dan lain sebagainya. Ketiga, korelasi

sistematis, yaitu yang biasanya direncanakan oleh guru. Misalnya

bercocok tanam padi dibahas dalam geografi dan ilmu tumbuh-

tumbuhan. (Abdullah Idi, 2013 : 166)

3) Integrated Curriculum

Integrated curriculum merupakan konsep desain kurikulum

yang menggunakan model integrated, yakni tidak lagi

menampakkan nama-nama mata pelajaran atau bidang studi.

Belajar dari suatu pokok permasalahan yang harus diselesaikan,

Page 14: BAB II KERANGKA TEORI - eprints.unisnu.ac.ideprints.unisnu.ac.id/1461/3/BAB II.pdfpara ahli tentang kurikulum : a. Suryosubroto (2004: 32) menjelaskan bahwa, Kurikulum adalah segala

23

masalah tersebut kemudian dinamakan unit. Belajar berdasarkan

unit bukan hanya menghafal sejumlah fakta, tetapi juga mencari

dan menganalisis fakta-fakta sebagai bahan materi dalam

memecahkan masalah. Belajar melalui pemecahan masalah itu

diharapkan perkembangan siswa tidak hanya terjadi pada segi

intelektual saja, tetapi seluruh aspek seperti sikap, emosi, dan

keterampilan. (Wina Sanjaya, 2008 : 41)

b. Desain Kurikulum Berorientasi pada Masyarakat

Bentuk rancangan kurikulum ini didasarkan pada tujuan

sekolah yang melayani kebutuhan masyarakat, maka kebutuhan

masyarakat harus dijadikan dasar dalam menentukan isi kurikulum.

Beberapa ahli kurikulum merumuskan bahwa kurikulum sebagai

sebuah desain kelompok sosial untuk dijadikan pengalaman belajar

anak di dalam sekolah. Artinya, permasalahan yang dihadapi dan

dibutuhkan oleh suatu kelompok sosial harus menjadi bahan kajian

anak didik di sekolah.

Ada beberapa perspektif desain kurikulum yang berorientasi

pada kehidupan masyarakat, yaitu: perspektif status quo (the status

quo perspective); perspektif reformis (the reformist perspective); dan

perspektif masa depan (the futurist perspective).

1) Perspektif Status Quo (Status Quo Perspective)

Page 15: BAB II KERANGKA TEORI - eprints.unisnu.ac.ideprints.unisnu.ac.id/1461/3/BAB II.pdfpara ahli tentang kurikulum : a. Suryosubroto (2004: 32) menjelaskan bahwa, Kurikulum adalah segala

24

Kurikulum ini dirancang dan diarahkan untuk melestarikan

nilai-nilai budaya masyarakat, dalam hal ini merencanakan untuk

memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada anak didik

sebagai persiapan menjadi orang dewasa yang dibutuhkan dalam

kehidupan masyarakat. Maka aspek-aspek penting dalam

kehidupan masyarakat dijadikan sebagai dasar kurikulum oleh para

perancangnya.

Franklin Bobbit mengkaji secara ilmiah berbagai kebutuhan

masyarakat yang harus menjadi isi kurikulum. Ia berpendapat

bahwa sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan formal harus

mendidik anak agar menjadi manusia dewasa dalam

masyarakatnya. Kemudian ia menemukan kegiatan-kegiatan utama

dalam kehidupan masyarakat yang disarankan untuk menjadi isi

kurikulum, diantaranya:

Kegiatan berbahasa atau komunikasi sosial.

Kegiatan yang berhubungan dengan kesehatan.

Kegiatan dalam kehidupan sosial seperti bergaul dan

berkelompok dengan orang lain.

Kegiatan menggunakan waktu senggang dan menikmati

rekreasi.

Usaha menjaga kesegaran jasmani dan rohani.

Kegiatan yang berhubungan dengan religius.

Page 16: BAB II KERANGKA TEORI - eprints.unisnu.ac.ideprints.unisnu.ac.id/1461/3/BAB II.pdfpara ahli tentang kurikulum : a. Suryosubroto (2004: 32) menjelaskan bahwa, Kurikulum adalah segala

25

Kegiatan yang berhubungan dengan peran orang tua seperti

membesarkan anak, memelihara kehidupan keluarga yang

harmonis.

Kegiatan praktis yang bersifat vokasi atau keterampilan

tertentu.

Melakukan pekerjaan sesuai dengan bakat seseorang.

2) Perspektif Pembaharuan (The Reformist Perspective)

Kurikulum dalam perspektif ini dikembangkan untuk lebih

meningkatkan kualitas masyarakat pada daerah tersebut,

disebabkan karena hal tersebut merupakan menghendaki peran

serta masyarakat total dalam proses pendidikan. Menurut

pandangan beberapa ahli yang menganut perspektif ini, dalam

proses pembangunan pendidikan sering digunakan untuk menindas

masyarakat miskin untuk kepentingan elit yang berkuasa atau

untuk mempertahankan struktur sosial yang sudah ada. Dengan

demikian, masyarakat lemah akan tetap berada dalam

ketidakberdayaan. Oleh sebab itu, menurut aliran reformis,

pendidikan harus mampu mengubah keadaan masyarakat tersebut,

baik pendidikan formal maupun non-formal harus mengabdikan

diri semi tercapainya orde sosial baru berdasarkan pembagian

kekuasaan dan kekayaan yang lebih adil dan merata.

Page 17: BAB II KERANGKA TEORI - eprints.unisnu.ac.ideprints.unisnu.ac.id/1461/3/BAB II.pdfpara ahli tentang kurikulum : a. Suryosubroto (2004: 32) menjelaskan bahwa, Kurikulum adalah segala

26

Paulo Friere dan Ivan Illich, tokoh dalam perspektif ini

berpendapat bahwa kurikulum yang sekedar mencari pemecahan

masalah sosial tidak akan memadai. Kurikulum sebagai rancangan

pendidikan seharusnya mampu meormbak tata sosial dan lembaga-

lembaga sosial yang sudah ada dan membangun struktur sosial

baru. Mereka berpendapat bahwa sekolah yang dikembangkan

negara bersifat opresif dan tidak humanistik serta digunakan

sebagai alat golongan elit untuk mempertahankan status quo.

3) Perspektif Masa Depan (The futurist Perspective)

Perspektif ini sering dikaitkan dengan kurikulum

rekontruksi sosial, yang menekankan pada proses mengembangkan

hubungan antara kurikulum dan kehidupan sosial, politik, dan

ekonomi masyarakat. Model kurikulum ini lebih mengutamakan

kepentingan sosial daripada kepentingan individu. Setiap individu

harus mampu mengenali berbagai permasalahan yang ada di

masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan yang sangat

cepat.

Tujuan utama dalam perspektif ini adalah mempertemukan

siswa dengan masalah-masalah yang dihadapi umat manusia. Para

ahli rekontruksi sosial, Harold Rug, percaya bahwa masalah-

masalah yang dihadapi masyarakat bukan hanya dapat dipecahkan

melalui “Bidang Studi Sosial” saja tetapi juga oleh setiap disiplin

Page 18: BAB II KERANGKA TEORI - eprints.unisnu.ac.ideprints.unisnu.ac.id/1461/3/BAB II.pdfpara ahli tentang kurikulum : a. Suryosubroto (2004: 32) menjelaskan bahwa, Kurikulum adalah segala

27

ilmu termasuk ekonomi, estetika, kimia, dan matematika. Berbagai

macam krisis yang dialami masyarakat harus menjadi bagian dari

isi kurikulum.

Terdapat 3 kriteria yang harus diperhatikan dalam proses

mengimplementasikan kurikulum ini. Ketiganya menuntut

pembelajaran nyata (real), berdasarkan pada tindakan (action), dan

mengandung nilai (values). Ketiga kriteria tersebut adalah:

1) Siswa harus memfokuskan pada salah satu aspek yang ada di

masyarakat yang dianggapnya perlu diubah.

2) Siswa harus melakukan tindakan terhadap masalah yang

dihadapi masyarakat itu.

3) Tindakan siswa harus didasarkan kepada nilai (values), apakah

tindakan itu patut dilaksanakan atau tidak, apakah memerlukan

kerja individual atau kelompok atau bahkan keduanya. (Ani

Sanjaya, 2008:40-41)

c. Desain Kurikulum Berorientasi pada Siswa

Asumsi landasan kurikulum ini yaitu bahwa pendidikan

diselenggarakan untuk membantu anak didik. Oleh karena itu,

pendidikan tidak boleh terlepas dari kehidupan anak didik. Kurikulum

yang berorientasi pada siswa menekankan kepada siswa sebagai isi

kurikulum. Segala sesuatu yang menjadi isi kurikulum tidak boleh

terlepas dari kehidupan siswa sebagai peserta didik.

Page 19: BAB II KERANGKA TEORI - eprints.unisnu.ac.ideprints.unisnu.ac.id/1461/3/BAB II.pdfpara ahli tentang kurikulum : a. Suryosubroto (2004: 32) menjelaskan bahwa, Kurikulum adalah segala

28

Dalam mendesain kurikulum yang berorientasi pada siswa,

Alice Crow menyarankan hal-hal berikut:

1) Kurikulum harus disesuaikan dengan perkembangan anak.

2) Isi kurikulum harus mencakup keterampilan, pengetahuan, dan

sikap yang dianggap berguna untuk masa sekarang dan masa yang

akan datang.

3) Anak hendaknya ditempatkan sebagai subjek belajar yang berusaha

untuk belajar sendiri. Artinya, siswa harus didorong untuk

melakukan berbagai aktivitas belajar, bukan hanya sekedar

menerima informasi dari guru.

4) Diusahakan apa yang dipelajari siswa sesuai dengan minat, bakat,

dan tingkat perkembangan mereka. Artinya, apa yang seharusnya

dipelajari bukan ditentukan dan dipandang baik dari sudut guru

atau dari sudut orang lain akan tetapi ditentukan dari sudut anak itu

sendiri.

Terdapat dua perspektif yang berkaitan dengan desain

kurikulum yang berorientasi pada siswa, yakni perspektif kehidupan

anak di masyarakat (The child-in-society perspective) dan perspektif

psikologi (The psychological curriculum perspective).

1) Perspektif Kehidupan Anak di Masyarakat

Francis Parker menganjurkan siswa sebagai sumber kurikulum

percaya bahwa hakikat belajar bagi siswa adalah apabila siswa

Page 20: BAB II KERANGKA TEORI - eprints.unisnu.ac.ideprints.unisnu.ac.id/1461/3/BAB II.pdfpara ahli tentang kurikulum : a. Suryosubroto (2004: 32) menjelaskan bahwa, Kurikulum adalah segala

29

belajar secara nyata dari kehidupan mereka di masyarakat,

sebagaimana dimulai dari apa yang pernah dialami siswa seperti

pengalaman dalam keluarga, lingkungan fisik dan lingkungan

sosial mereka, serta dari hal-hal yang ada di sekeliling mereka.

Parker juga mengemukakan bahwa desain dalam perspektif ini

berbeda dengan kurikulum yang konvensional, yang mana proses

pembelajarannya menghafal dan menguasai materi yang ada di

buku cetak, tetapi siswa harus belajar mengetahui secara sadar

bagaimana kehidupan nyata di masyarakat. Contohnya seperti

belajar Geografi, siswa tidak hanya dituntut untuk membaca dan

menghafal sejumlah data, tetapi siswa juga harus memahami data-

data Geografi melalui karya wisata. Demikian pula dengan belajar

tata bahasa, siswa tidak perlu menghafal aturan bahasa, tetapi

bagaimana aturan tata bahasa diterapkan dalam percakapan sehari-

hari.

2) Perspektif Psikologi

Perspektif psikologi dalam desain kurikulum yang berorientasi

pada siswa sering diartikan sebagai kurikulum yang bersifat

humanistik, yang muncul sebagai reaksi terhadap proses

pendidikan yang hanya mengutamakan segi intelektual. Menurut

para ahli dalam perspektif ini, tugas dan tanggung jawab

pendidikan di sekolah bukan hanya mengembangkan segi

Page 21: BAB II KERANGKA TEORI - eprints.unisnu.ac.ideprints.unisnu.ac.id/1461/3/BAB II.pdfpara ahli tentang kurikulum : a. Suryosubroto (2004: 32) menjelaskan bahwa, Kurikulum adalah segala

30

intelektual, tetapi mengembangkan seluruh pribadi siswa sehingga

dapat membentuk manusia yang utuh.

Aliran humanis pun percaya bahwa fungsi kurikulum adalah

menyediakan berbagai pengalaman belajar yang menyenangkan

untuk setiap siswa sehingga dapat membantu pengembangan

pribadi siswa secara utuh dan menyeluruh. Tujuannya adalah

mengembangkan proses pertumbuhan yang ideal, integritas, dan

otonomi pribadi, sehingga tujuan intinya yaitu aktualisasi diri.

Terdapat tiga hal yang dilakukan oleh guru dalam

mengimplementasikan kurikulum ini:

Dengarkan secara menyeluruh berbagai ungkapan siswa;

Bersikap lemah lembut dan kasih sayang terhadap siswa;

dan

Bersikap wajar dan alami terhadap siswa serta jangan

berpura-pura.

Kriteria keberhasilan dalam kurikulum ini ditentukan oleh

perkembangan anak supaya menjadi manusia terbuka dan berdiri

sendiri, dan mengevaluasi berbagai kegiatan yang telah

dilaksanakan, apakah kegiatan tersebut mampu memberikan nilai

untuk kehidupan masa yang akan datang. Maka proses

pembelajaran menurut kurikulum ini ialah ketika memberikan

Page 22: BAB II KERANGKA TEORI - eprints.unisnu.ac.ideprints.unisnu.ac.id/1461/3/BAB II.pdfpara ahli tentang kurikulum : a. Suryosubroto (2004: 32) menjelaskan bahwa, Kurikulum adalah segala

31

kesempatan kepada siswa untuk tumbuh berkembang sesuai

dnegan potensi yang dimilikinya. (Wina Sanjaya, 2008 : 45-47)

6. Langkah-langkah Perencanaan Kurikulum

Ada beberapa model perencanaan yang dapat digunakan sebagai

acuan untuk membuat perencanaan yang baik di lembaga pendidikan

termasuk pesantren. Prim Masrokan Mutohar (2013 : 142-151). Model

perencanaan yang dimaksud adalah :

a. Model Louis dan Allen

Kegiatan perencanaan yang dilaksanakan dalam menjalan

fungsi perencanaan pada model yang ditawarkan Louis dan Allen

adalah ; Forecasting, (meramalkan), Establising objectives (penetapan

tujuan), programming (pemrogaman), scheduling (penjadwalan),

budgeting (penganggaran), developing procedure (pengembangan

prosedur) dan establishing and interpreting policies (penetapan dan

penafsiran kebijakan)

b. Model Chesswas

Proses perencanaan yang dikembang Chesswas menggunakan

langkah-langkah berikut ; memilih kebutuhan akan pendidikan,

merumuskan tujuan dan sasaran pendidikan, merumuskan kebijakan

dan menentukan prioritas, merumuskan proyek dan program, menguji

Page 23: BAB II KERANGKA TEORI - eprints.unisnu.ac.ideprints.unisnu.ac.id/1461/3/BAB II.pdfpara ahli tentang kurikulum : a. Suryosubroto (2004: 32) menjelaskan bahwa, Kurikulum adalah segala

32

kelayakan, menerapkan rencana, menilai dan merevisi untuk rencana

yang akan datang.

c. Model Banghart dan Trull

Menurut Banghart dan Trull proses perencanaan pendidikan

dilaksanakan dengan langkah-langkah : a) pendahuluan, b)

mengidentifikasi permasalahan, c)analisis area masalah perencanaan,

d)menyusun konsep dan rencana, e) mengevaluasi rencana, f)

menentukan rencana, g) penerapan rencana, dan h) rencana umpan

balik.

Model perencanaan di atas masih bersifat umum yang berkaitan

dengan perencanaan pendidikan. Sehingga berlum bias mewakili dalam

perencanaan kurikulum. Berikut ini ada beberapa langkah-langkah

dilakukan dalam melaksanakan perencanaan kurikulum yang

dikemukakan oleh para ahli:

Menurut Fondation of Education Planning, Unesco (1976)

sebagaimana yang dikutip oleh Dakir (2004:117), langkah perencanaan

kurikulum yaitu :

1) tahap perencanaan

- diagnosis sitem

- formulasi tujuan

- perkiraan sumber

- perkiraan target

Page 24: BAB II KERANGKA TEORI - eprints.unisnu.ac.ideprints.unisnu.ac.id/1461/3/BAB II.pdfpara ahli tentang kurikulum : a. Suryosubroto (2004: 32) menjelaskan bahwa, Kurikulum adalah segala

33

- Constraints

2) Formulasi rencana

3) Elaborasi rencana

4) Evaluasi/revisi

Langkah-langkah perencanaan kurikulum menurut Model Ralph

Tyler (1950) yang dikutip oleh Dakir (2004:117) adalah :

1. Menentukan tujuan

2. Memilih pengalaman-pengalaman pendidikan

3. Mengorganisir pengalaman pendidikan

4. mengevaluasi

Sedangkan langkah-langkah perencanaan Model. D. K. Wheller

(1967) yang dikutip oleh Dakir (2004:118) adalah :

1. Menentukan tujuan

2. Memilih pengalaman pendidikan (belajar)

3. Menentukan materi pelajaran

4. Organisasi dan intergrasi antara pengalaman belajar dan materi

pelajaran

5. Evaluasi terhadap efektifitas

7. Tahfidz al-Qur’an

a. Pengertian Tahfidz al-Qur’an

Page 25: BAB II KERANGKA TEORI - eprints.unisnu.ac.ideprints.unisnu.ac.id/1461/3/BAB II.pdfpara ahli tentang kurikulum : a. Suryosubroto (2004: 32) menjelaskan bahwa, Kurikulum adalah segala

34

Tahfidz Al-Qur’an terdiri dari dua kata yaitu tahfidz dan Al-

Qur’an. Kata tahfidz berasal dari bahasa Arab merupakan bentuk masdar

ghoiru mim dari kata تحفیظا -یحفّظ –حفّظ yang mempunyai arti

menghafalkan, hafal. (Mahmud Yunus, 190: 105).

Menurut Abdul Aziz Abdul Rauf (2004 : 49) definisi tahfidz atau

menghafal adalah proses mengulang sesuatu, baik dengan membaca atau

mendengar. Pekerjaan apapun jika sering diulang, pasti menjadi hafal.

Pengertian al-Qur’an secara etimologi berasal dari bahasa Arab,

yaitu qoraa – yaqrau – qor’an yang berarti bacaan. Hal itu dijelaskan

sendiri oleh Al-Qur’an dalam Surah Al-Qiyamah ayat 17-18.

Artinya: Sesungguhnya atas tanggungan kamilahmengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai)membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya Makaikutilah bacaannya itu.

Sedangkan secara terminology, banyak ulama yang mendefinisikan

pengertian pengertian al- Qur’an :

a. Menurut Manna’ Khalil al-Khattan (2011; 15), Al-Qur’an adalah:

د بتالوتھبكالم هللا المنزل على محمد صلى هللا علیھ وسلم المتع

Artinya: kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhmmad SAW

dan orang yang membacanya memperoleh pahala.

Page 26: BAB II KERANGKA TEORI - eprints.unisnu.ac.ideprints.unisnu.ac.id/1461/3/BAB II.pdfpara ahli tentang kurikulum : a. Suryosubroto (2004: 32) menjelaskan bahwa, Kurikulum adalah segala

35

b. Menurut kalangan pakar ushul fiqh, Abdul Wahhab Khalaf (1972:30)

al-Qur’an didefinisikan :

م المعجز المتعبد بتالوتھ المنقول بالتواتر المكتب في.منزل على نبیھ محمد صلكالم هللا ا

حف من اول سورة الفاتحة الى سورة الناسالمصا

Artinya: kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya,

Muhammad. Lahfadzya mengandung mukjizat, membacanya

mempunyai ibadah, diturunkan secara mutawattir, dan ditulis pada

mushaf, mulai dari awal surat Al-Fatihah sampai surat An-Nass.

Dari pengertian di atas, ada beberapa bagian yang unsure penting, yaitu:

a. Al-Qur’an adalah firman Allah

Artinya: ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan

(kepadanya). Qs. An-Najm.

Ayat ini menunjukkan bahwa Al Qur’an adalah wahyu (bisikan dalam

sukma dan isyarat yang cepat yang bersifat rahasia disampaikan oleh

Allah kepada Nabi dan Rasul) yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi

Muhammad SAW,

b. Al- Qur’an adalah mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad

SAW. Tidak satupun jin dan manusia yang dapat menandinginya,

meskipun mereka berkerjasama.

Page 27: BAB II KERANGKA TEORI - eprints.unisnu.ac.ideprints.unisnu.ac.id/1461/3/BAB II.pdfpara ahli tentang kurikulum : a. Suryosubroto (2004: 32) menjelaskan bahwa, Kurikulum adalah segala

36

Artinya: Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jinberkumpul untuk membuat yang serupa Al Quran ini, niscayamereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan Dia,Sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yanglain". (Al-Israa: 88).

c. Al-Qur’an disampaikan secara mutawatir.

Artinya:Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran,dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.(Qs.Al-Hijr:9).

Ayat ini memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian

Al Quran selama-lamanya.

d. Membaca Al- Qur’an bernilai ibadah.

Nabi bersabda: “Aku tidak mengatakan alif laam miim satu

huruf, tetapi alif satu huruf, laam satu huruf, miim satu huruf dan satu

kebaikan nilainya 10 kali lipat”. (Al Hadist).

e. Al- Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat

Jibril.

Page 28: BAB II KERANGKA TEORI - eprints.unisnu.ac.ideprints.unisnu.ac.id/1461/3/BAB II.pdfpara ahli tentang kurikulum : a. Suryosubroto (2004: 32) menjelaskan bahwa, Kurikulum adalah segala

37

Artinya: Katakanlah: "Ruhul Qudus (Jibril) menurunkanAl Quran itu dari Tuhanmu dengan benar, untuk meneguhkan(hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk sertakabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepadaAllah)". (QS. An-Nahl: 102).

Dari definisi tahfidz dan al-Qur’an di atas, penulis dapat

menyimpulkan bahwa tahfidz al-Qur’an adalah proses belajar al-Qur’an

dengan cara menghafal al-Qur’an 30 juz secara berangsur dengan

bimbingan para ustadz dan dengan metode tertentu.

b. Persiapan Sebelum Menghafal Al-Qur’an

Bagi ummat Islam yang hendak menghafalkan al-Qur’an,

seyogyanya memiliki persiapan-persiapan, di antaranya sebagai berikut :

a. Tekad yang kuat

Menghafal Al-Qur’an merupakan tugas yang sangat agung dan

besar. Tidak ada yang sanggup kecuali orang yang memiliki semangat

dan tekad yang kuat serta keinginan yang membaca. Allah berfirman

dalam QS. Al Isro’ 19.

“Dan Barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusahake arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, Makamereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.”(Qur’an in word S. Al-Isro’ ayat 19).

Page 29: BAB II KERANGKA TEORI - eprints.unisnu.ac.ideprints.unisnu.ac.id/1461/3/BAB II.pdfpara ahli tentang kurikulum : a. Suryosubroto (2004: 32) menjelaskan bahwa, Kurikulum adalah segala

38

b. Menentukan tujuan

Agar tujuan dapat terwujud, maka di dalam menghafalkan al-Qur’an

harus memenuhi tiga hal:

1). Tidak pernah mengeluh dalam menghafal Al-Qur’an.

2). Mempunyai seseorang sebagai teladan dalam hal menghafal Al-

Qur’an dan teladan dalam segala hal

3). Mencatat segala apa yang terjadi jika telah hafal Al- Qur’an.

c. Pentingnya tempat representatif

Orang yang menghafalkan al-Qur’an hendaknya memilih tempat

yang baik dan representatif, agar mudah proses hafalannya. Seperti

tempat yang jauh dari keramaian, berada pada tempat yang mempunyai

dinding yang putih bersih, seakan-akan mengambil tempat duduk

dibagian masjid paling depan dan menghadap dengan pandangan

mengarah ke depan.

d. Memilih waktu yang tepat

Memilih waktu yang tepat untuk Tahfidz (menghafal) adalah

salah satu metode pendidikan penting yang sangat membantu

terciptanya rasa cinta anak terhadap Al-Qur’an. Pendidik janganlah

berkeyakinan bahwa anak didik itu seperti sebuah alat yang bisa di

bolak-balik kapan saja sehingga ia melupakan kebutuhan dan tujuan

pribadinya sendiri, dengan alasan bahwa pengajaran Al-Qur’an itu di

Page 30: BAB II KERANGKA TEORI - eprints.unisnu.ac.ideprints.unisnu.ac.id/1461/3/BAB II.pdfpara ahli tentang kurikulum : a. Suryosubroto (2004: 32) menjelaskan bahwa, Kurikulum adalah segala

39

atas segalanya. Berikut ini waktu yang tepat untuk menghafalkan al-

Qur’an :

1). Sepertiga malam terakhir

2). Ketika hati sedang bersemangat

3). Waktu-waktu senggang. (Bahirul Amali Herry, 2012: 38-39)

Sedangkan waktu yang perlu dihindari dalam menghafalkan al-Qur’an

adalah berikut ini:

1). Waktu sehabis begadang dan sedikit tidur

2). Sehabis olah raga atau aktifitas badan

3). Sehabis makan-makan berminyak

4). Sehabis seharian belajar intensif

5). Pada waktu-waktu sempit atau terbatas

6). Ketika psikologi anak sedang tidak baik

7). Di tengah tegangnya hubungan anak dengan orang tua.(Bahirul

Amali Herry, 2012: 34)

e. Berdo’a

Doa merupakan usaha batiniyah untuk mendapatkan pertolongan dari

Allah swt. agar upaya yang dikerjakan mendapatkan bantuan dan

kemudahan. Lebih-lebih usaha untuk menghafalkan al-Qur’an yang

terdiri dari 30 juz, 114 surat. Bagi orang yang senantiasa berdoa pada

Allah, maka akan selalu dikabulkan oleh-Nya. Firman Allah dalam

surat Al- Mu’min ayat 60 :

Page 31: BAB II KERANGKA TEORI - eprints.unisnu.ac.ideprints.unisnu.ac.id/1461/3/BAB II.pdfpara ahli tentang kurikulum : a. Suryosubroto (2004: 32) menjelaskan bahwa, Kurikulum adalah segala

40

..........

“Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akanKuperkenankan bagimu.

f. Memiliki kekuatan motivasi dan kebenaran keinginan untuk

menghafal Al-Qur’an.

Motivasi merupakan dorongan untuk melakukan sesuatu,

termasuk menghafalkan al-Qur’an. Motivasi terbagi menjadi dua

yaitu internal (dari dalam peserta didik/santri yang berupa bakat,

minat dan perhatian), dan external (motivasi dari luar peserta

didik/santri, berupa dorongan dari lingkungan keluarga, social,

metode yang digunakan guru dan fasilitas).

c. Etika Menghafal Al-Qur’an

Orang yang menghafalkan al-Qur’an mempunyai tanggung jawab

yang besar terhadap agama dan sosial, karena dirinya berproses untuk

menjaga keutuhan dan kemurnian sumber agama Islam yang pertama.

Oleh karena itu, seseorang yang menghafal Al-Qur’an hendaknya

mempunyai etika sebagai berikut :

1). Harus bertingkah laku terpuji dan mulia, yakni berakhlak Al- Qur’an

2). Melepaskan jiwanya dari segala yang merendahkan dirinya terhadap

orang-orang yang ahli keduniaan

3). Khusyu’, sakinah dan waqar

4). Memperbanyak shalat malam

Page 32: BAB II KERANGKA TEORI - eprints.unisnu.ac.ideprints.unisnu.ac.id/1461/3/BAB II.pdfpara ahli tentang kurikulum : a. Suryosubroto (2004: 32) menjelaskan bahwa, Kurikulum adalah segala

41

5). Memperbanyak membaca Al-Qur’an pada malam hari, sebagaimana

banyak dilakukan oleh para sahabat Rasulullah SAW. (Ahsin W. Al

Hafidz, 48-55

d. Metode Menghafal Al-Qur’an

Menurut Ahsin W. Al-Hafidz (2005: 63-66) ada beberapa metode

yang mungkin bisa dikembangkan dalam rangka mencari alternatif terbaik

untuk menghafal Al-Qur’an, dan bisa memberikan bantuan kepada para

penghafal dalam mengurangi kepayahan dalam menghafal Al-Qur’an.

Metode itu di antaranya:

a. Metode wahdah

Yaitu menghafal satu persatu terhadap ayat-ayat yang hendak

dihafalnya. Untuk mencapai hafalan awal, setiap ayat bisa dibaca

sebanyak sepuluh kali, atau dua puluh kali atau lebih sehingga proses

ini mampu membentuk pola dalam bayangannya. Dengan demikian

penghafal akan mampu mengkondisikan ayat-ayat yang dihafalkannya

bukan saja dalam bayangannya, akan tetapi hingga benar-benar

membentuk gerak refleks pada lisannya. Setelah benar- benar hafal

barulah dilanjutkan pada ayat-ayat berikutnya dengan cara yang sama,

demikian seterusnya hingga mencapai satu muka.

b. Metode kitabah

Page 33: BAB II KERANGKA TEORI - eprints.unisnu.ac.ideprints.unisnu.ac.id/1461/3/BAB II.pdfpara ahli tentang kurikulum : a. Suryosubroto (2004: 32) menjelaskan bahwa, Kurikulum adalah segala

42

Kitabah artinya menulis. Metode ini memberikan alternatif lain

daripada metode yang pertama. Pada metode ini, orang yang hendak

menghafalkan al-Qur’an terlebih dahulu menulis ayat-ayat yang akan

dihafalnya pada secarik kertas yang telah disediakan untuknya.

Kemudian ayat-ayat tersebut dibacanya hingga lancar dan benar

bacaannya, lalu dihafalkannya.

c. Metode sima’i

Sima’i artinya mendengar. Yang dimaksud dengan metode ini ialah

mendengarkan sesuatu bacaan untuk dihafalkannya. Metode ini akan

sangat efektif bagi penghafal yang punya daya ingat ekstra, terutama

bagi penghafal tunanetra, atau anak-anak yang masih di bawah umur

yang belum mengenal tulis baca Al-Qur’an. Metode ini dapat dilakukan

dengan dua alternatif:

1) Mendengar dari guru pembimbingnya, terutama bagi para

penghafal tunanetra, atau anak-anak

2) Merekam terlebih dahulu ayat-ayat yang akan dihafalkannya

kedalam pita kaset sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.

Kemudian kaset diputar dan didengar secara seksama sambil

mengikuti secara perlahan

d. Metode gabungan

Metode ini merupakan metode gabungan antara metode pertama dan

metode kedua, yakni metode wahdah dan metode kitabah. Hanya saja

Page 34: BAB II KERANGKA TEORI - eprints.unisnu.ac.ideprints.unisnu.ac.id/1461/3/BAB II.pdfpara ahli tentang kurikulum : a. Suryosubroto (2004: 32) menjelaskan bahwa, Kurikulum adalah segala

43

kitabah (menulis) disini lebih memiliki fungsional sebagai uji coba

terhadap ayatayat yang telah dihafalnya.

e. Metode jama’

Yang dimaksud dengan metode ini, ialah cara menghafal yang

dilakukan secara kolektif, yakni ayat-ayat yang dihafal dibaca secara

kolektif, atau bersama-sama, dipimpin oleh seorang instruktur. Pertama,

instruktur membacakan satu ayat atau beberapa ayat dan siswa

menirukan secara bersama-sama. Kedua, instruktur membimbingnya

dengan mengulang kembali ayat-ayat tersebut dan siswa mengikutinya.

Setelah ayat-ayat itu dapat mereka baca dengan baik dan benar,

selanjutnya mereka mengikuti bacaan dengan sedikit demi sedikit

mencoba melepaskan mushaf (tanpa melihat mushaf) dan demikian

seterusnya sehingga ayat-ayat yang sedang dihafalnya itu benar-benar

sepenuhnya masuk dalam bayangannya.

Selain metode menghafal al-Qur’an di atas, Bahirul Amali Herry,

(2012: 83-90) juga mengemukakan beberapa metode dalam menghafal al-

Qur’an, metode tersebut adalah :

a. Metode klasik

1) Talqin

Yaitu cara pengajaran hafalan yang dilakukan oleh seorang guru

dengan membaca satu ayat, lalu ditirukan sang murid secara

berulang-ulang sehingga nancap di hatinya.

Page 35: BAB II KERANGKA TEORI - eprints.unisnu.ac.ideprints.unisnu.ac.id/1461/3/BAB II.pdfpara ahli tentang kurikulum : a. Suryosubroto (2004: 32) menjelaskan bahwa, Kurikulum adalah segala

44

2) Talaqqi

Yaitu proses hafalan al-Qur’an dengan cara presentasi hafalan dari

murid kepada gurunya.

3) Mu’aradhah

Yaitu proses hafalan al-Qur’an dengan cara saling membaca secara

bergantian.

Di dalam praktiknya, tidak ada perbedaan di antara ketiga cara

tersebut. Tergantung instruksi sang guru yang biasanya lebih dominan

menentukan metode. Barangkali, teknik mengajar dengan metode talqin

lebih cocok untuk anak-anak. Adapun talaqqi dan mu’aradhah, lebih

cepat untuk orang dewasa (sudah benar dan lancar membaca).

b. Metode modern

1) Mendengar kaset murattal melalui tape recorder, MP3/4, handphone.

Komputer dan sebagainya.

2) Merekam suara dan mengulangnya dengan bantuan alat-alat modern

3) Menggunakan program software Al-Qur’an penghafal

4) Membaca buku-buku Qur’anic Puzzle (semacam teka teki yang

diformat untuk menguatkan daya hafalan).

Di dalam mengaplikasikan metode-metode menghafal al-Qur’an

tersebut di atas, hendaknya memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut :

a. Prinsip pertama adalah persiapan (Isti’dad) Persiapan ini mewajibkan

penghafal Al-Qur’an agar menghafalkan satu halaman Al-Qur’an setiap

Page 36: BAB II KERANGKA TEORI - eprints.unisnu.ac.ideprints.unisnu.ac.id/1461/3/BAB II.pdfpara ahli tentang kurikulum : a. Suryosubroto (2004: 32) menjelaskan bahwa, Kurikulum adalah segala

45

harinya, dengan tepat dan benar serta memilih waktu yang tepat untuk

menghafal.

b. Prinsip kedua adalah pengesahan (Taskhih atau setor) Setelah

melakukan persiapan sebaik mungkin, dengan selalu mengingat-ingat

satu halaman tersebut, langkah berikutnya adalah di-taskhih-kan

(setorkan) hafalan tersebut kepada ustadz atau ustadzah.

c. Prinsip ketiga adalah pengulangan Pengulangan (muraja’ah atau

penjagaan). Prinsip ini dilakukan setelah para santri menyetor hafalan

kepada ustadz atau ustadzah. Setelah para santri menyetor, tidak

diperbolehkan untuk meninggalkan kelas (majlis tahfidz) sebelum

hafalan yang telah disetorkan diulang beberapa kali (sesuai dengan

anjuran ustadz atau ustadzah). (Yahya Abdul Fatah Az-Zamawi, 2010:

94-95)