bab ii landasan teori ii.1. dasar perpajakan ii.1.1 ...thesis.binus.ac.id/asli/bab2/2008-2-00015-ak...
TRANSCRIPT
BAB II LANDASAN TEORI
II.1. Dasar Perpajakan
II.1.1. Definisi dan Fungsi Pajak
Definisi atau pengertian pajak yang mengacu pada pendapat Prof. Dr. Rochmat
Soemitro, SH (Mardiasmo, 2006) adalah iuran rakyat kepada negara yang dapat
dipaksakan (karena sesuai undang-undang) dengan tidak mendapat imbalan langsung
dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Maka pajak
dapat disimpulkan memiliki unsur-unsur :
1. iuran rakyat kepada negara, maksudnya yang berhak memungut pajak hanyalah
negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang). Dan iuran tersebut digunakan
untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah dan bermanfaat bagi
masyarakat luas.
2. berdasarkan undang-undang, maksudnya pajak dipungut berdasarkan atau
dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaanya. Dan dapat juga
dipaksakan.
3. tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi dari negara secara langsung dapat
ditunjuk.
4. digunakan untuk membiayai rumahtangga negara yaitu pengeluaran yang
bermanfaat bagi masyarakat luas. (h.1)
Fungsi pajak meliputi :
1. fungsi budgeter yaitu pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan
untuk membiayai pengeluaran pemerintah.
2. fungsi regulerend yaitu pajak sebagi alat untuk mengatur atau melaksanakan
kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
Contoh :
- pajak yang tinggi untuk barang-barang mewah agar mengurangi gaya hidup
konsumtif.
- Pajak yang tinggi bagi minuman keras agar mengurangi konsumsi minuman
keras.
- Tarif pajak ekspor sebesar 0% agar mendorong ekspor produksi barang
Indonesia di pasaran dunia.
II.1.2. Asas dan Sistem Pemungutan Pajak
Asas pemungutan pajak:
a. asas domisili (asas tempat tinggal)
yaitu negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang
bertempat tinggal di wilayahnya baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun
luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri. Dan Indonesia
menggunakan asas ini dalam pemungutan pajak.
Contohnya :
Wajib Pajak A yang bertempat tinggal di Indonesia bekerja pada Perusahaan B yang
berada di Indonesia juga dan mempunyai bisnis makanan di Singapura maka negara
akan mengenakan pajak atas penghasilan yang didapatnya dari pekerjaanya di
perusahaan B dan penghasilan dari bisnis makanan yang berada di luar negeri.
b. asas sumber
negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya
tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak. Indonesia juga menganut sistem
ini dalam pemungutan pajak.
Contohnya :
X adalah warga negara asing yang mempunyai pekerjaan di sebuah perusahaan
Indonesia maka penghasilan yang dia dapat selama bekerja di Indonesia akan
dikenakan pajak.
c. asas kebangsaan
pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. Asas ini berlaku
untuk Wajib Pajak luar negeri. Di Indonesia tidak menggunakan asas ini dalam
pemungutan pajak.
Sistem pemungutan pajak ialah cara yang dilakukan oleh suatu negara untuk
melakukan pemungutan pajak dalam menentukan besarnya pajak terutang Wajib Pajak.
Sistem Pemungutan pajak terdiri dari :
a. self asssesment system ( semua dilakukan sendiri)
adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib
Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya :
- wajib pajak mempunyai wewenang sendiri untuk menentukan besarnya pajak
yang terutang.
- Wajib pajak aktif , mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri
besarnya pajak terutang.
- Fiskus hanya mengawasi dan tidak ikut campur.
Indonesia menggunakan sistem ini dalam melakukan pemungutan pajak. Sistem ini
juga mempunyai arti bahwa penentuan pendapatan besarnya pajak dipercayakan
kepada Wajib Pajak sendiri dalam melaporkan pajak yang terutang dan yang telah
dibayar sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Perundang-undangan Perpajakan.
Sehingga melalui sistem ini administrasi perpajakan diharapkan akan berjalan
dengan rapi, terkendali, dan mudah dipahami oleh Wajib Pajak.
b. official assesment system
adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada Pemerintah
(fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Karena
utang pajak timbul setelah dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus. Ciri-
cirinya :
- fiskus yang mempunyai wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang
terutang
- wajib pajak bersifat pasif
- utang pajak akan muncul setelah dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh
fiskus
c. witholding system ( pajak dipotong oleh pihak lain)
adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak
ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan
besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya :
- wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga,
pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.
II.1.3. Tarif pajak
Tarif pajak terdiri dari :
a. tarif sebanding
tarif berupa presentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak
sehingga besarnya pajak yang terutang proposional terhadap besarnya nilai yang
dikenakan pajak.
Contoh :
Dalam penyerahan Barang Kena Pajak di dalam daerah pabean akan dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai sebesar 10%.
b. tarif tetap
tarif berupa jumlah yang tetap terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga
besarnya pajak yang terutang tetap.
Contoh :
Besar tarif Bea Meterai untuk cek dan bilyet giro dengan nilai nominal berapapun adalah
Rp. 1.000,00
c. tarif progresif
persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin
besar.
Contoh :
Lapisan Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Badan dan BUT adalah :
- sampai dengan Rp. 50.000.000,00 10%
- diatas Rp. 50.000.000,00 sampai dengan Rp. 100.000.000,00 15%
- diatas Rp. 100.000.000,00 30%
Menurut kenaikan persentase tarifnya, tarif progersif dibagi :
1. tarif progersif progresif : kenaikan persentase semakin besar
2. tarif progresif tetap : kenaikan persentase tetap
3. tarif progresif degresif : kenaikan pesentase semakin kecil
oleh karena itu, tarif pajak menurut pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan tersebut
diatas termasuk tarif progesif progesif.
d. tarif degresif
persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin
besar.
II.2. Pajak Penghasilan
Pajak penghasilan diatur dalam Undang-undang Nomor 17 tahun 2000 yang
mulai berlaku tanggal 1 Januari 2001. Undang-undang pajak penghasilan ini mengatur
pajak atas penghasilan (pendapatan dan laba) yang diperoleh baik oleh perorangan
maupun badan.
II.2.1. Subjek dan Objek Pajak Penghasilan
Pajak penghasilan dikenakan tehadap subjek pajak atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh dalam tahun pajak. Subjek pajak penghasilan itu terdiri dari :
1. orang pribadi atau warisan yang belum terbagi sebagi satu kesatuan.
2. badan, terdiri dari peseroan terbatas, CV, perseroan lainya, BUMN/BUMD
dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik
atau orgnisasi yang sejenis, lembaga, dan bentuk badan usaha lainnya.
3. Bentuk Usaha Tetap (BUT). Bentuk usaha dengan tempat usaha yang bersifat
permanen dan digunakan untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dari
orang pribadi yang bertempat tinggal.
Subjek pajak dapat dibedakan menjadi 2 yaitu subjek pajak dalam negeri dan
subjek pajak luar negeri. Subjek pajak dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah
menerima atau memperoleh penghasilan, subjek pajak luar negeri menjadi Wajib Pajak
sehubungan dengan penghasilan yang diterima dari sumber penghasilan di Indonesia
atau diperoleh dalam bentuk BUT di indonesia.
Subjek pajak dalam negeri berdasarkan Undang-undang No. 17 tahun 2000 pasal
2 ayat (3) yang dimaksud Subjek Pajak dalam negeri :
1. orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada
di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi
yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk
bertempat tinggal di Indonesia;
2. badan yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia;
3. warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
Subjek pajak luar negeri bedasarkan Undang-undang No. 17 Tahun 2000 Pasal 2
ayat (4) yaitu :
a. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan yang
menjalankan usaha melalui BUT di Indonesia dan dapat menerima
penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha melalui BUT di
Indonesia;
b. Badan yang tidak didirikan atau berkedudukan di Indonesia yang
menjalankan usaha melalui BUT di Indonesia dan dapat menerima atau
memperoleh penghasilan di Indonesia bukan dari menjalankan usaha
melalui BUT di Indonesia.
Sesuai dengan Undang-undang No. 17 Tahun 2000 Pasal 4 ayat (1) yang menjadi
objek pajak penghasilan adalah penghasilan. Penghasilan yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib pajak, baik berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau
menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk
apapun.
Yang termasuk dalam pengertian penghasilan adalah :
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, honorium, komisi, bonus,
gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali
ditentukan lain dalam undang-undang.
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan.
c. Laba usaha.
d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta.
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan kepada
biaya.
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian hutang.
g. Dividen, dengan nama dalam bentuk apapun termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil
usaha koperasi.
h. Royalti.
i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
k. Keuntungan karena pembebasan hutang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
l. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
n. Premi asuransi.
o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggota yang terdiri
dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
p. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan belum
dikenakan pajak.
II.2.2. Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan
Untuk dapat menghitung Pajak Penghasilan terlebih dahulu harus diketahui dasar
pengenaan pajaknya. Untuk Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang
menjadi dasar pengenaan pajaknya adalah Penghasilan Kena Pajak. Sedangkan untuk
Wajib Pajak Luar Negeri yang menjadi dasar pengenaan pajaknya dalah penghasilan
bruto. Besarnya Penghasilan Kena Pajak untuk Wajib Pajak Badan dihitung sebesar
penghasilan netto, sedangkan untuk Wajib Pajak orang pribadi dihitung sebesar
penghasilan netto dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
II.2.3. Tarif Pajak Penghasilan Menurut Undang-undang No. 17 tahun 2000 pasal 17, tentang tarif pajak yang
ditetapkan atas Pengasilan Kena Pajak untuk Wajib Pajak Badan dalam negeri dan
Bentuk Usaha Tetap adalah sebagai berikut :
Lapisan penghasilan kena pajak tarif pajak
sampai dengan Rp. 50.000.000 10%
Diatas Rp. 50.000.000-100.000.000 15%
Diatas Rp. 100.000.000 30%
II.3. Pengertian penghasilan menurut Undang-undang Pajak Penghasilan dan
Standar Akuntansi Keuangan
II.3.1. Penghasilan menurut Undang-undang Pajak Penghasilan
Pengertian penghasilan menurut Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 17
Tahun 2000 terdapat dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1) yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah beban kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam
bentuk apapun. Pengertian penghasilan dalam undang-undang pajak penghasilan tidak
memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tapi pada adanya tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima Wajib Pajak yang berguna untuk kegiatan rutin dan
pembangunan Pemerintah.
Dilihat dari mengalirnya tambahan ekonomis kepada Wajib Pajak penghasilan
dapat dikelompokkan menjadi :
1. penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas, seperti
gaji, honorium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, penghasilan dari
praktek dokter, notaris, akuntan, pengacara dan sebagainya;
2. penghasilan dari usaha kegiatan;
3. penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak, tak gerak, seperti bunga,
deviden, royalti, sewa, keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak
dipergunakan untuk usaha dan lain sebagainya;
4. penghasilan lain-lain seperti pembebasan hutang, hadiah dari undian, dll.
Penghasilan ini adalah yang dikenakan pajak yang sifatnya secara final. Yang
dimaksud final adalah :
- pajak dipungut oleh pemungut pajak pada saat penghasilan diterima;
- pajak yang dibayar oleh pemungut pajak pada saat penghasilan diterima;
- PPh Final selalu dikenakan pada penghasilan bruto (nilai penjualan) dengan
mempertimbangkan profit margin rata-rata sektor usaha itu tanpa ada pengurang
atas penghasilan bruto.
II.3.2. Penghasilan menurut Standar Akuntansi Keuangan
Penghasilan didefinisikan dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian
Laporan Keuangan sebagai peningkatan manfaat ekonomis pada suatu periode
akuntansi tertentu, dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan
kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi
penanaman modal. Penghasilan dalam akuntansi keuangan meliputi berupa
pendapatan dan keuntungan. Pendapatan adalah penghasilan yang diperoleh dari
aktivitas perusahaan selama satu periode tertentu, seperti penjualan, penggunaan
jasa, bunga deviden, royalti dan sewa.
Berdasarkan PSAK NO.13 (1999:23:3) didefinisikan bahwa :
“pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas
normal perusahaan selama satu periode, bilamana arus masuk itu mengakibatkan
kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal”
Menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK), pendapatan dapat timbul dari
transaksi dan peristiwa ekonomi sebagai berikut :
1. penjualan barang
2. penjualan jasa
3. penggunaan aktiva perusahaan oleh pihak-pihak lain yang menghasilkan bunga,
royalti dan deviden.
II.4. Pengertian Biaya menurut Akuntansi Keuangan dan menurut Undang-
undang Pajak Penghasilan
II.4.1. Biaya menurut Akuntansi Keuangan
Dalam arti luas biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang dapat diukur
dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan
tertentu. Sedangkan menurut PSAK no. 46 definisi biaya mencakup baik kerugian
maupun biaya yang timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa. Beban
yang timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan meliputi, misalnya beban pokok
penjualan, gaji, dan penyusutan. Beban tersebut biasanya berbentuk arus kas keluar,
atau berkurangnya aset seperti kas, persediaan dan aset tetap. Kerugian dapat timbul
misalnya dari bencana kebakaran, banjir seperti juga yang timbul dari pelepasan aset
tidak lancar. Definisi beban atau biaya juga mencakup kerugian yang belum direalisasi
misalnya kerugian yang timbul dari kenaikan kurs valuta asing dalam hubungannya
dengan pinjaman perusahaan dalam mata uang tersebut. Kalau kerugian diakui dalam
laporan laba rugi, biasanya disajikan secara terpisah karena pengetahuan mengenai pos
tersebut berguna untuk tujuan pengambilan keputusan ekonomi. Kerugian sering kali
dilaporkan dalam jumlah bersih setelah dikurangi dengan penghasilan yang
bersangkutan.(h.14)
Ada empat unsur pokok dalam definisi biaya tersebut :
1. biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi.
2. diukur dalam satuan ruang.
3. yang telah terjadi secara potensial akan terjadi.
4. pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu.
Penggolongan biaya menurut hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai, dapat
dikelompokkan menjadi 2 golongan :
a. biaya langsung adalah biaya yang terjadi, yang penyebab satu-satunya adalah
karena ada sesuatu yang dibiayai.
b. biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadi bukan hanya disebabkan oleh
sesuatu yang dibiayai, tetapi biaya tidak langsung dalam hubungannya dengan
produk, dengan istilah lainnya biaya produksi tidak langsung.
II.4.2. Biaya menurut Undang-undang Pajak Penghasilan
Dalam Undang-undang Pajak Penghasilan No. 17 tahun 2000 pasal 6, definisi
atau pengertian dari biaya sangat berbeda, hal ini dijelaskan melalui Undang-undang
Pajak Penghasilan yang menjelaskan bahwa biaya dibedakan menjadi biaya yang boleh
dikurangkan dari penghasilan bruto dan tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.
Dengan penjelasan sebagai berikut :
1. pengeluaran atau biaya yang boleh dikurangkan
Dalam membebankan biaya, Undang-undang Pajak Penghasilan menganut
konsep match and link (pertalian). Maksudnya ialah beban yang dapat
dikurangkan sebagai biaya adalah pengeluaran yang ada hubungan langsung
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan
objek pajak. Beban-beban yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dapat
dibagi dalam 2 golongan, yaitu biaya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1
tahun, Beban yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 tahun merupakan
biaya pada tahun yang bersangkutan. Sedangkan pengeluaran yang mempunyai
masa manfaat lebih dari 1 tahun, pembebanannya dilakukan melalui amortisasi.
Pengeluaran atau biaya yang boleh dikurangkan sesuai dengan Pasal 6 undang-
undang pajak penghasilan yaitu :
a. biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan,
termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau
jasa termasuk upah gaji, honorarium, bonus, grafikasi, dan tunjangan
yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya
perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi,
dan pajak kecuali pajak penghasilan.
b. penyusutan atau amortisasi; penyusutan atas pengeluaran untuk
memperoleh harta berwujud dan amotisasi atas pengeluaran untuk
memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih
dari 1 tahun.
c. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan boleh dibebankan sebagai biaya, sedangkan iuran
yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya tidak atau
belum disahkan oleh Menteri Keuangan tidak boleh dibebankan sebagai
biaya.
d. kerugian penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan
dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih dan
memelihara penghasilan.
e. kerugian dari kurs mata uang asing.
f. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di
Indonesia.
g. biaya beasiswa, magang dan pelatihan.
h. piutang yang nyata-nyata tidak dapat tertagih.
2. pengeluaran atau biaya yang tidak boleh dikurangkan. Seperti sudah dibahas
sebelumnya pada prinsipnya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto
adalah pengeluaran yang ada hubungan langsung untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak. Sedangkan
pengeluaran yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto meliputi
pengeluaran yang sifatnya adalah pemakai penghasilan atau yang jumlahnya
diatas kewajaran. Yang termasuk dalam pengeluaran yang tidak boleh
dikurangkan sesuai dengan Undang-undang Pajak Penghasilan Pasal 9 yaitu :
a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti deviden,
termasuk deviden yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang
polis dan pembagian sisa hasil koperasi.
b. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang
saham, sekutu, atau anggota.
c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak
tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk
usaha asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang
ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
d. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna,
asuransi beasiswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika
dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi
Wajib Pajak yang bersangkutan.
e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan
dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman
bagi seluruh pegawai serta penggantian di daerah tertentu dan yang berkaitan
dengan pelaksanaan pekerjaan yang diterapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan.
f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau
kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan
dengan pekerjaan yang dilakukan.
g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf a dan b, kecuali zakat atas penghasilan
yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama
Islam atau Wajib Pajak Badan yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada
Badan amil zakat yang dibentuk dan disahkan oleh Pemerintah.
h. Pajak Penghasilan.
i. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak.
j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.
k. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana
berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di
bidang perpajakan.
II.5. Laba menurut Akuntansi dan Perpajakan
Laba adalah selisih lebih dari pendapatan atas biaya-biaya yang terjadi
sehubungan dengan kegiatan usaha. Laba yang diperoleh perusahaan adalah objek pajak
penghasilan. Terdapat perbedaan antara laba komersial (berdasarkan akuntansi) dengan
laba fiskal (berdasarkan perhitungan pajak) yaitu jika laba komersial adalah laba yang
dihitung dengan menggunakan konsep menurut Standar Akuntansi Keuangan,
sedangkan laba fiskal adalah laba yang dihitung dengan menggunakan konsep, cara
pengukuran dan pengakuan menurut ketentuan Undang-undang Perpajakan.
II.6. Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan Fiskal
KETERANGAN LAPORAN KEUANGAN
KOMERSIAL
LAPORAN KEUANGAN
FISKAL
Dasar penyusunan Standar Akuntansi Keuangan Standar Akuntansi Keuangan disesuaikan dengan Undang-undang
Konsep
1. dasar akrual 2. mempertemukan beban
dengan pendapatan yang paling tepat
3. konservatif, yaitu konsep hati-hati. Dengan membentuk penyisihan pada akhir tahun atau membuat adjusment.
4. materialitas digunakan oleh Auditor untuk menyatakan
1. akrual stelsel 2. mempertemukan antara
biaya untuk mendapat, menagih dan memelihara penghasilan dan penghasilan yang merupakan objek PPh
3. Konservatif tidak digunakan
4. materialitas tidak digunakan oleh Auditor
wajar/tidak wajar dalam penilaian Laporan Keuangan Komersil.
untuk menyatakan wajar/tidak wajar dalam penilaian Laporan Keuangan Komersil tidak digunakan (selain bank & SGU dengan hak opsi, hanya diperkenankan dengan metode langsung).
Tujuan - menghitung laba bersih - mengukur kinerja -mengukur keadaan posisi keuangan
-mengukur keadaan kekayaan -laporannya untuk pihak ketiga dan manajemen
-menghitung besarnya pajak terhutang
-laporannya untuk pihak fiskus
Akibat
penyimpangan
-pengambilan keputusan yang tidak tepat oleh manajemen -opini yang buruk terhadap laporan keuangan yang berhubungan langsung dengan kreditor, Investor, pemilik perusahaan.
Sanksi di bidang perpajakan : -sanksi administrasi berupa denda, bunga atau kenaikan
-sanksi pidana berupa kurungan atau penjara.
II.7. Rekonsiliasi Laporan Keuangan Komersial dengan Laporan Fiskal
Laporan keuangan komersial dapat diubah menjadi laporan keuangan fiskal
dengan melakukan koreksi seperlunya atau penyesuaian dengan peraturan perpajakan.
Adanya perbedaan tersebut menyebabkan dilakukannya rekonsiliasi.
Perbedaan tersebut terjadi karena perbedaan pengakuan, penghasilan dan biaya,
perbedaan tersebut ialah (Gustian Djuanda,SE, MM & Irwanyah Lubis, SE, 2006) :
a. Beda Tetap atau permanen. Maksudnya ialah perbedaan pengakuan
penghasilan atau biaya berdasarkan ketentuan perundang-undangan
perpajakan dengan prinsip akuntansi yang sifatnya permanen. Dalam arti
suatu penghasilan tidak akan diakui selamanya dalam rangka menghitung
penghasilan kena pajak. Hal hal yang termasuk dalam beda tetap :
1. beda tetap penghasilan adalah :
- penerimaan menurut standar akuntansi keuangan merupakan penghasilan tetapi
undang-undang pajak penghasilan bukan penghasilan.
- penerimaan yang menurut standar akuntansi keuangan bukan penghasilan tapi
menurut undang-undang pajak penghasilan merupakan penghasilan.
- penghasilan yang dikenakan pemungutan pajak bersifat final.
2. beda tetap biaya adalah :
- pengeluaran yang menurut standar akuntasi keuangan merupakan beban tetapi
menurut undang-undang pajak penghasilan tidak boleh dikurangi penghasilan
bruto.
3. beda tetap murni adalah :
- biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan
objek pajak.
- biaya untuk mendapat, menagih, memelihara penghasilan yang dikenakan PPh
Final.
- penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa diberikan
dalam bentuk natura atau kenikmatan kecuali di daerah tertentu.
- bantuan atau sumbangan.
- sanksi administrasi perpajakan.
- kerugian usaha dari luar negeri.
- kerugian karena penjualan atau pengalihan aktiva dan atau hak yang dimiliki
yang tidak dipergunakan dalam kegiatan usaha dalam rangka menagih,
mendapatkan dan memelihara penghasilan.
- PPh pasal 21 dan 26 yang ditanggung oleh pemberi penghasilan kecuali dalam
menghitungnya menggunakan metode gross up.
Beda Tetap yang disebabkan tidak dipenuhi syarat-syarat khusus :
1. biaya perjalanan (biaya perjalanan yang dapat dikurangkan dengan penghasilan
bruto adalah biaya perjalanan pegawai perusahaan untuk kepentingan perusahaan
yang dilengkapi dengan bukti yang sah, misal : tiket, kuitansi hotel. Uang saku
dalam perjalanan dinas merupakan objek PPh 21 dan dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto).
2. biaya promosi ( biaya promosi yang dapat dikurangkan dengan penghasilan bruto
adalah biaya promosi yang didukung bukti pemasangan iklan, pembuatan
barang-barang promosi harus dibedakan dengan sumbangan).
3. biaya entertaiment (biaya entertaiment yang dapat dikurangkan dengan
penghasilan bruto adalah yang dikeluarkan karena ada hubungannya dengan
kegiatan usaha Wajib Pajak dan dibuatkan daftar normatif).
4. biaya penelitian dan pengembangan (biaya penelitian dan pengembangan yang
dapat dikurangkan dengan penghasilan bruto adalah hanya dilakukan di
Indonesia).
5. kerugian Piutang Biaya Penelitian dan Pengembangan dilakukan di Indonesia
(selain Bank dan Sewa Guna Usaha, piutang yang dapat dihapuskan adalah
piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dan dibuatkan daftar normatif).
Beda Tetap yang disebabkan praktek akuntasi yang tidak sehat :
1. keperluan pribadi pemilik dan keluarga yang dibayar perusahaan dan dibukukan
sebagai beban usaha.
2. keperluan pribadi pegawai perusahaan yang dibayar perusahaan dan dibukukan
sebagai beban usaha.
b. Beda Waktu. Beda Waktu merupakan perbedaan biaya tiap tahun atau
tahun buku karena perbedaan metode digunakan atau perbedaan penilaian
persediaan yang digunakan tetapi secara keseluruhan jumlah yang
dibebankan sebagai biaya adalah sama. Merupakan perbedaan
pembebanan biaya tiap tahun pajak, tahun buku karena perbedaan metode
yang digunakan tetapi secara keseluruhan jumlah yang dibebankan
sebagai biaya adalah sama.
Contoh :
- penyusutan atau amortisasi;
- penilaian persediaaan;
- rugi laba selisih kurs;
- rugi laba atas penilaian efek;
- rugi laba atas penyertaan saham.(h.15-17)