bab ii landasan teori a. pembelajaran tematik 1...

23
9 BAB II LANDASAN TEORI A. Pembelajaran Tematik 1. Pengertian Pembelajaran Tematik Pembelajaran tematik sebagai model pembelajaran termasuk salah satu tipe/jenis dari pada model pembelajaran terpadu. Istilah pembelajaran tematik pada dasarnya adalah model pembelajaran terpadu menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memebrikan pengalaman bermakna kepada siswa (Depdiknas, 2006; 5). Hadi Subroto (2000:9) menegaskan : Pembelajaran terpadu adalah pembelajaran yang diawali dengan pokok bahasan atau tema tertentu yang dikaitkan dengan pokok bahasan lain, konsep tertentu dikaitkan dengan konsep lain, yang dilakukan secara spontan atau direncanakan, baik dalam bidang studi atau lebih, dan dengan beragam pengalam belajar siswa, maka pembelajaran lebih bermakna. Maka pada umumnya pembelajaran tematik atau terpadu adalah pembelajaran yang menggunakan tema tertentu untuk mengaitkan antara beberapa isi mata pelajaran dan pengalaman kehidupan nyata sehari-hari siswa sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna bagi siswa. Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik ada beberapa hal yang perlu dilaksanakan yang meliputi tahap perencanaan, yakni : pemetaan standar kompetensi yang mencakup penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar, menentukan tema, identifikasi standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator, menetapkan jaringan tema, penyusunan silabus, silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran atau tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok pembelajaran,

Upload: buikhue

Post on 18-Apr-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

9

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pembelajaran Tematik

1. Pengertian Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik sebagai model pembelajaran termasuk salah satu

tipe/jenis dari pada model pembelajaran terpadu. Istilah pembelajaran tematik

pada dasarnya adalah model pembelajaran terpadu menggunakan tema untuk

mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memebrikan pengalaman

bermakna kepada siswa (Depdiknas, 2006; 5).

Hadi Subroto (2000:9) menegaskan :

Pembelajaran terpadu adalah pembelajaran yang diawali dengan pokok bahasan atau tema tertentu yang dikaitkan dengan pokok bahasan lain, konsep tertentu dikaitkan dengan konsep lain, yang dilakukan secara spontan atau direncanakan, baik dalam bidang studi atau lebih, dan dengan beragam pengalam belajar siswa, maka pembelajaran lebih bermakna. Maka pada umumnya pembelajaran tematik atau terpadu adalah pembelajaran yang menggunakan tema tertentu untuk mengaitkan antara beberapa isi mata pelajaran dan pengalaman kehidupan nyata sehari-hari siswa sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna bagi siswa.

Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik ada beberapa hal yang perlu

dilaksanakan yang meliputi tahap perencanaan, yakni : pemetaan standar

kompetensi yang mencakup penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar,

menentukan tema, identifikasi standar kompetensi, kompetensi dasar dan

indikator, menetapkan jaringan tema, penyusunan silabus, silabus adalah rencana

pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran atau tema tertentu yang

mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok pembelajaran,

10

kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian,

penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar (Trianto, 2007 : 25).

Pembelajaran tematik sebagai model pembelajaran memiliki arti penting

dalam membangun kompetensi peserta didik, antara lain : 1) Pembelajaran

tematik lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar secara

aktif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman

langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang

dipelajarinya. Melalui pengalaman langsung siswa akan memahami konsep-

konsep yang mereka pelajari dan menghubungkannya dengan konsep lain yang

dipahaminya. Teori pembelajaran ini dimotori para tokoh psikologi Gestalt,

termasuk piaget yang menekankan bahwa pembelajaran haruslah bermakna dan

berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan anak. 2) Pembelajaran tematik

lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu

(learning by doing). Oleh karena itu, guru perlu mengemas atau merancang

pengalaman belajar yang akan memengaruhi kebermaknaan belajar siswa.

Pengalaman belajar yang menunjukan kaitan unsur-unsur konseptual menjadikan

proses pembelajaran lebih efektif.

2. Fungsi dan Tujuan Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik terpadu berfungsi untuk memberikan kemudahan bagi

siswa dalam memahami dan mendalami konsep materi yang tergabung dalam

tema serta menambah semangat belajar karena materi yang dipelajari merupakan

materi yang nyata (kontekstual) dan bermakna bagi siswa (Kemendikbud,

2014:16).

11

Tujuan pembelajaran tematik terpadu adalah :

1) Mudah memusatkan perhatian pada satu tema atau topic tertentu. 2)

Mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi mata

pelajaran dalam tema yang sama. 3) Memiliki pemahaman terhadap materi

pelajaran lebih mendalam dan berkesan. 4) Mengembangkan kompetensi

berbahasa lebih baik dengan mengaitkan berbagai pelajaran lain dengan

pengalaman pribadi siswa. 5) Lebih bergairah belajar karena mereka dapat

berkomunikasi dalam situasi nyata seperti: bercerita, bertanya, menulis sekaligus

mempelajari pelajaran yang lain. 6) Lebih merasakan manfaat dan makna belajar

karena materi yang disajikan dalam konteks tema yang jelas. 7) Guru dapat

menghemat waktu, karena mata pelajaran yang disajikan secara terpadu dapat

dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam 2 atau 3 pertemuan bahkan lebih atau

pengayaan. 8) Budi pekerti dan moral siswa dapat ditumbuh kembangkan dengan

mengangkat sejumlah nilai budi pekerti sesuai dengan situasi dan kondisi.

Berdasarkan uraian diatas dapat di simpulkan bahwa pembelajaran tematik

merupakan pembelajaran yang bertujuan untuk memudahkan siswa dalam

memahami materi pelajaran dan mengembangkan berbagai kemampuan siswa

dalam tema tertentu.

3. Karakteristik Pembelajaran Tematik

Menurut Depdiknas (2006:6),

Pembelajaran tematik memiliki beberapa ciri khas antara lain : 1) pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak usia sekolah dasar, 2) kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak dari minat dan kebutuhan siswa, 3) kegiatan belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi siswa sehingga hasil belajar dapat bertahan lebih lama, 4) membantu mengembangkan

12

keterampilan berpikir siswa, 5) menyajikan kegiatan belajar yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui siswa dalam lingkungannya, dan 6) mengembangkan keterampilan sosial siswa, seperti kerja sama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain.

Selain itu, sebagai model pembelajaran di sekolah dasar, pembelajaran

tematik memiliki karakteristik antara lain : berpusat pada siswa, memberikan

pengalaman langsung, pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas, menyajikan

konsep dari berbagai mata pelajaran, bersifat fleksibel, hasil pembelajaran sesuai

dengan minat dan kebutuhan siswa, dan menggunakan prinsip belajar sambil

bermain dan menyenangkan(Depdiknas, 2006).

1. Berpusat pada siswa

Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student center), hal ini sesuai

dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa

sebagai subjek belajar, sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai

fasilitator, yaitu memberikan kemudahan kepada siswa untuk melakukan

aktivitas belajar.

2. Memberikan pengalaman langsung

Pembelajaran tematik memberikan pengalaman langsung kepada siswa (direct

experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu

yang nyata (konkret) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih

abstrak.

3. Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas

Dalam pembelajaran tematik pemisahan antara mata pelajaran menjadi tidak

begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema

yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa.

13

4. Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran

Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran

dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, siswa mampu memahami

konsep-konsep tersebut secara utuh, hal ini diperlukan untuk membantu siswa

dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-

hari.

5. Bersifat fleksibel

Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) di mana guru dapat mengaitkan

bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya,

bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan di

mana sekolah dan siswa berada.

6. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan

Pembelajaran tematik mengadopsi prinsip belajar PAKEM yaitu pembelajaran

aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.

Aktif, bahwa dalam pembelajaran peserta didik aktif secara fisik dan mental

dalam hal mengemukakan penalaran (alasan), menemukan kaitan yang satu

dengan yang lain, mengomunikasikan ide/gagasan, mengemukakan bentuk

representasi yang tepat, dan menggunakan semua itu untuk memecahkan masalah.

Kreatif, berarti dalam pembelajaran peserta didik, melakukan serangkaian proses

pembelajaran secara runtut dan berkesinambungan yang meliputi :

1) Memahami masalah

a. Menemukan ide yang terkait. b. Mempresentasikan dalam bentuk lain yang

lebih mudah diterima. c. Menemukan gagasan yang harus diisi untuk

memecahkan masalah.

14

2) Merencanakan pemecahan masalah

a. Memikirkan macam-macam strategi yang mungkin dapat digunakan untuk

memecahkan masalah. b. Memilih strategi atau gabungan strategi yang paling

efektif dan efisien. c. Merancang tahap-tahap eksekusi.

3) Melaksanakan rencana pemecahan masalah

a. Menentukan titik awal kegiatan pemecahan masalah. b. Menggunakan

penalaran untuk memperoleh solusi yang dapat dipertanggungjawabkan.

4) Memeriksa ulang pelaksanaan pemecahan masalah

a. Memeriksa ketepatan jawaban dan langkah-langkahnya.

Efektif, artinya adalah berhasil mencapai tujuan sebagaimana yang diharapkan.

Dengan kata lain, dalam pembelajaran telah terpenuhi apa yang menjadi tujuan

dan harapan yang hendak dicapai.

Menyenangkan, berarti sifat terpesona dengan keindahan, kenyamanan, dan

kemanfaatannya sehingga mereka terlibat dengan asyik dalam belajar sampai lupa

waktu, penuh percaya diri, dan tertantang untuk melakukan hal serupa atau hal

yang lebih berat lagi.

Berdasarkan penjelasan karakteristik diatas dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran tematik bukan semata-mata merancang aktivitas-aktivitas dari

masing-masing mata pelajaran yang dikaitkan. Pembelajaran tematik bisa saja

dikembangkan berdasarkan tema yang telah ditentukan dengan mengacu pada

aspek-aspek yang ada didalam kurikulum yang bisa dipelajari secara bersama

melalui pengembangan tema tersebut.

15

4. Prinsip Dasar Pembelajaran Tematik

Sebagai bagian dari pembelajaran terpadu, maka pembelajaran tematik

memiliki prinsip dasar sebagaimana halnya pembelajaran terpadu. Menurut Ujang

Sukandi, dkk. (2001: 109), pembelajaran terpadu memiliki satu tema aktual, dekat

dengan dunia siswa, dan ada kaitannya dengan kehidupan sehari-hari tema ini

menjadi alat pemersatu materi yang beragam dari beberapa materi pelajaran.

Secara umum prinsip-prinsip pembelajaran tematik dapat diklasifikasikan

menjadi :

1) Prinsip Penggalian Tema

Prinsip penggalian merupakan prinsip utama (fokus) dalam pembelajaran

tematik. Artinya tema-tema yang saling tumpang tindih dan ada keterkaitan

menjadi target utama dalam pembelajaran. Dengan demikian, dalam

penggalian tema tersebut hendaklah memperhatikan beberapa persyaratan. 1)

Tema hendaknya tidak terlalu luas, 2) Tema harus bermakna, 3) Tema harus

disesuaikan dengan tingkat perkembangan psikologis anak, 4) Tema

dikembangkan harus mewadai sebagian besar minat anak, 5) Tema yang dipilih

hendaknya mempertimbangkan peristiwa-peristiwa autentikyang terjadi di

dalam rentang waktu belajar, 6) Tema yang dipilih hendaknya

mempertimbangkan kurikulum yang berlaku serta harapan masyarakat (asas

relevansi), 7) Tema yang dipilih hendaknya juga mempertimbangkan

ketersediaan sumber belajar.

2) Prinsip Pengelolaan Pembelajaran

Pengelolaan pembelajaran dapat optimal apabila guru mampu menempatkan

dirinya dalam keseluruhan proses. Artinya, guru harus mampu menempatkan

16

diri sebagai fasilitator dan mediator dalam proses pembelajaran. Oleh sebab

menurut Prabowo (2000), bahwa dalam pengelolaan pembelajaran hendaklah

guru dapat berlaku sebagai berikut : 1) Guru hendaknya jangan menjadi single

actor yang mendominasi pembicaraan dalam proses belajar mengajar, 2)

Pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas dalam setiap

tugas yang menurut adanya kerja sama kelompok, 3) Guru perlu

mengakomodasi terhadap ide-ide yang terkadang sama sekali tidak terpikirkan

dalam perencanaan.

3) Prinsip Evaluasi

Dalam hal ini, maka dalam melaksanakan evaluasi dalam pembelajaran

tematik, maka diperlukan beberapa langkah-langkah positif antara lain : 1)

member kesempatan kepada siswa untuk melakukan evaluasi diri (self-

evaluation/self-assessment) disamping bentuk lainnya, 2) Guru perlu mengajak

para siswa untuk mengevaluasi perolehan belajar yang telah dicapai

berdasarkan criteria keberhasilan pencapaian tujuan yang akan dicapai.

4) Prinsip Reaksi

Dampak pengiring (nurturant effect) yang penting bagi perilaku secara sadar

belum tersentuh oleh guru dalam KBM. Karena itu, guru dituntut agar mampu

merencanakan dan melaksanakan pembelajaran sehingga tercapai secara tuntas

tujuan-tujuan pembelajaran. Guru harus bereaksi terhadap aksi siswa dalam

semua peristiwa serta tidak mengarahkan aspek yang sempit tetapi kesebuah

kesatuan yang utuh dan bermakna. Pembelajaran tematik memungkinkan hal

ini dan guru hendaknya menemukan kiat-kiat untuk memunculkan ke

permukaan hal-hal yang dicapai melalui dampak pengiring tersebut.

17

Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tematik

memiliki prinsip-prinsip yang bertujuan untuk memudahkan penyatuan materi,

dan dapat menjadikan pembelajaran lebih terlaksana dengan baik.

5. Langkah Pembelajaran Tematik

Langkah perencanaan pembelajaran tematik yaitu sebagai berikut (Prabowo,

2013:248) :

a. Menetapkan Mata Pelajaran

Karakteristik mata pelajaran menjadi pijjakan utama kegiatan awal ini. Secara

teknis, langkah ini sebaiknya dilakukan setelah membuat peta kompetensi

dasar secara menyeluruh pada semua mata pelajaran yang diajarkan di sekolah

dasar, dengan maksud supaya terjadi pemerataan ketematikan. Pada saat

menetapkan beberapa mata pelajaran yang akan di padukan, sebaiknya sudah

disertai alasan atau rasional yang berkaitan dengan pencapaian kompetensi

dasar oleh siswa dan kebermaknaan belajar.

b. Menetapkan Kompetensi Dasar yang Sama dalam Setiap Mata Pelajaran

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah melakukan identifikasi

kompetensi dasar pada jenjang kelas dan semester yang sama dari setiap mata

pelajaran yang memungkinkan untuk diajarkan secara tematik, dengan

menggunakan sebuah tema pemersatu. Namun, sebelumnya harus ditetapkan

terlebih dahulu aspek-aspek dari setiap mata pelajaran yang dapat dipadukan.

c. Menetapkan Hasil Belajar dan Indikator pada Setiap Mata Pelajaran

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah mempelajari dan menetapkan

hasil belajar dari setiap mata pelajaran, sehingga dapat diketahui materi pokok

yang bisa dibahas secara tematik.

18

d. Menetapkan Tema

Tahap berikutnya adalah menetapkan tema yang dapat mempersatukan

kompetensi-kompetensi dasar setiap mata pelajaran yang akan dipadukan pada

jenjang kelas dan semester yang sama. Tema adalah pokok pikiran atau

gagasan yang menjadi pokok pembicaraan.

e. Memetakan Keterhubungan Kompetensi Dasar dengan Tema Pemersatu

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah melakukan pemetaan

keterhubungan kompetensi dasar masing-masing mata pelajaran yang akan

diperlukan dengan tema pemersatu. Pemetaan tersebut dapat dibuat dalam

bentuk bagan atau matriks jaringan topik yang memperhatikan kaitan antara

tema pemersatu dengan kompetensi dasar setiap mata pelajaran. Tidak hanya

itu, dalam pemetaan ini juga akan tampak hubungan tema pemersatu dengan

hasil belajar yang harus dicapai siswa.

f. Menyusun Silabus Pembelajaran Tematik

Hasil seluruh proses yang telah dilakukan pada tahap-tahap sebelumnya

dijadikan dalam penyusunan silabus pembelajaran tematik.

g. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Tematik

Pelaksanaan pembelajaran tematik perlu disusun suatu rencana pelaksanaan

pembelajaran (RPP) tematik. Penyusunan RPP merupakan realisasi dari

pengalaman belajar siswa yang telah ditemukan dalam silabus pembelajaran

tematik.

Penyusunan RPP tematik diharapkan dapat tergambar proses penyajian secara

utuh dengan memuat berbagai konsep mata pelajaran yang disatukan dalam

tema. Di dalam RPP Tematik ini siswa diajak belajar memahami konsep

19

kehidupan secara utuh. Penulisan identitas tidak mengemukakan mata

pelajaran, malainkan langsung ditulis tema apa yang akan dibelajarkan

(Kemendikbud, 2014:18).

Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam

melaksanakan pembelajaran tematik memerlukan langkah-langkah pembelajaran

sehingga dapat melaksanakan pembelajaran lebih mudah dan tersusun sesuai

dengan pembelajaran yang diperlukan.

6. Pelaksanaan Pembelajaran Tematik

Tahap ini merupakan pelaksanaan kegiatan proses belajar mengajar sebagai

unsur inti dari aktivitas pembelajaran yang dalam pelaksanaannya disesuaikan

dengan rambu-rambu yang telah disusun dalam perencanaan sebelumnya. Secara

procedural langkah-langkah kegiatan yang ditempuh diterapkan ke dalam tiga

langkah sebagai berikut :

1. Kegiatan awal/ pembukaan

Tujuan dari kegiatan membuka pelajaran adalah pertama, untuk menarik

perhatian siswa, yang dapat dilakukan dengan cara seperti meyakinkan siswa

bahwa materi atau pengalaman belajar yang akan dilakukan berguna untuk

dirinya, melakukan hal-hal yang dianggap aneh bagi siswa, melakukan interaksi

yang menyenangkan. Kedua, menumbuhkan motivasi belajar siswa, yang dapat

dilakukan dengan cara seperti membangun suasana akrab sehingga siswa merasa

dekat, misalnya menyapa dan berkomunikasi secara kekeluargaan, menimbulkan

rasa ingin tahu, misalnya mengajak siswa untuk mempelajari suatu kasus yang

sedang hangat dibicarakan, mengaitkan materi atau pengalaman belajar yang akan

dilakukan dengan kebutuhan siswa. Ketiga, memberikan acuan atau rambu-rambu

20

tentang pembelajaran yang akan dilakukan, yang dapat dilakukan dengan cara

seperti mengemukakan tujuan yang akan dicapai serta tugas-tugas yang harus

dilakukan dalam hubungannya dengan pencapaian tujuan (Sanjaya, W., 2006:41).

2. Kegiatan inti

Kegiatan inti merupakan kegiatan pokok dalam pembelajaran. Dalam

kegiatan inti dilakukan pembahasan terhadap tema dan subtema melalui berbagai

kegiatan belajar dengan menggunakan multimetode dan media sehingga siswa

mendapatkan pengalaman belajar yang bermakna. Pada waktu penyajian dan

pembahasan tema, guru dalam penyajiannya hendaknya lebih berperan sebagai

fasilitator (Alwasilah:1988). Selain itu guru harus pula mampu berperan sebagai

model pembelajaran yang baik bagi siswa. Artinya guru secara aktif dalam

kegiatan belajar berkolaborasi dan berdiskusi dengan siswa dalam mempelajari

tema atau subtema yang sedang dipelajari. Peran inilah yang disebutkan oleh

Nasution (2004:4) sebagai suatu aktifitas mengorganisasi dan mengatur

lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi

proses belajar.

Pada langkah kegiatan inti guru menggunakan strategi pembelajaran dengan

upaya menciptakan lingkungan belajar sedemikian rupa agar siswa aktif

mempelajari permasalahan berkenaan dengan tema atau subtema. Pembelajaran

dalam hal ini dilakukan melalui berbagai kegiatan agar siswa mengalami,

mengerjakan, memahami atau disebut dengan belajar melalui proses (Wijaya,

dkk:1988:188). Untuk itu maka selam proses pembelajaran siswa mengamati

objek nyata berupa benda nyata atau lingkungan sekitar, melaporkan hasil

pengamatan, melakukan permainan, berdialog, bercerita, mengarang, membaca

21

sumber-sumber bacaan, bertanya dan menjawab pertanyaan, serta bermain peran.

Selama proses pembelajaran hendaknya guru selalu memberikan umpan agar anak

berusaha mencari jawaban dari permasalahan yang dipelajari. Umpan dapat

diberikan guru melalui pertanyaan-pertanyaan menantang yang membangkitkan

anak untuk berpikir dan mencari solusi melalui kegiatan belajar.

3. Kegiatan akhir (penutup)

Kegiatan akhir dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh guru

untuk mengakhiri pelajaran dengan maksud untuk memberikan gambaran

menyeluruh tentang apa yang telah dipelajari siswa serta keterkaitannya dengan

pengalaman sebelumnya, mengetahui tingkat keberhasilan siswa serta

keberhasilan guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Cara yang dapat

dilakukan guru dalam menutup pembelajaran adalah meninjau kembali dan

mengadakan evaluasi pada akhir pembelajaran. Dalam kegiatan inti pelajaran atau

membuat ringkasan. Dalam kegiatan evaluasi, guru dapat menggunakan bentuk-

bentuk mendemonstrasikan keterampilan, mengaplikasikan ide-ide baru pada

situasi lain, mengekspresikan pendapat murid sendiri atau mengerjakan soal-soal

tertulis (Hadisubroto dan Herawati; 1988:517).

B. Tunagrahita

1. Pengertian Tunagrahita

Anak tunagrahita adalah mereka yang kecerdasannya jelas berada dibawah

rata-rata. Disamping itu mereka mengalami keterbelakangan dalam menyusahkan

diri dengan lingkungan. Mereka kurang cakap dalam memikirkan hal-hal yang

abstrak, yang sulit-sulit, dan yang berbelit-belit.

22

Menurut Effendi (dalam Apriyanto, 2012:26) anak tunagrahita adalah “anak

yang mengalami taraf kecerdasan yang rendah sehingga untuk meniti tugas

perkembangan ia sangat membutuhkan layanan pendidikan dan bimbingan secara

khusus”. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, dalam mengikuti proses

pembelajaran dikelas seorang anak tunagrahita memerlukan layanan secara

khusus dan berkelanjutan sesuai dengan kondisi anak.

Kategori anak tunagrahita bermacam-macam yaitu, ada yang disertai dengan

buta warna, disertai dengan kepala panjang, disertai dengan bau badan tertentu,

tetapi ada pula yang tidak disertai dengan apa-apa. Mereka semua mempunyai

persamaan yaitu kurang cerdas dan terhambat dalam menyesuaikan diri dengan

lingkungannya jika dibandingkan dengan teman sebayanya. Mereka mempunyai

cirri khas dan tingkat tunagrahitaan yang berbeda-beda, ada yang ringan, sedang,

berat, dan sangat berat.

2. Karakteristik Tunagrahita

Depdiknas (2003) mengemukakan bahwa karakteristik siswa tunagrahita

yaitu penampilan fisik tidak seimbang, tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai

dengan usianya, perkembangan bicara/ bahasanya terhambat, kurang perhatian

pada lingkungan, koordinasi gerakannya kurang dan sering mengeluarkan ludah

tanpa sadar.

Ada beberapa karakteristik umum tunagrahita yaitu :

1. Keterbatasan intelegensi

Intelegensi merupakan fungsi kompleks yang dapat diartikan sebagai

kemampuan untuk mempelajari informasi dan keterampilan-keterampilan

menyesuaikan diri dengan masalah-masalah dan situasi-situasi kehidupan baru,

23

belajar dari pengalaman masa lalu, berpikir orang abstrak, kreatif, dapat

menilai secara kritis, menghindari kesalahan-kesalahan, mengatasi kesulitan-

kesulitan, dan kemampuan untuk merencanakan masa depan.

2. Keterbatasan sosial

Anak tunagrahita cenderung berteman dengan anak yang lebih muda

usianya. Mereka juga mengalami ketergantungan kepada orang tua dan tidak

mampu menanggung tanggung jawab sosial dengan bijaksana, sehingga

mereka harus selalu dibimbing dan diawasi perilakunya. Anak tunagrahita juga

mudah dipengaruhi dan cenderung melakukan sesuatu tanpa memikirkan

akibatnya.

3. Keterbatasan fungsi-fungsi mental lainnya

Anak tunagrahita memerlukan waktu lebih lama untuk menyelesaikan

reaksi pada situasi yang baru dikenalnya. Mereka memperlihatkan reaksi

terbaiknya bila mengikuti hal-hal yang sifatnya dari hari ke hari. Anak

tunagrahita tidak dapat menghadapi sesuatu kegiatan atau tugas dalam jangka

waktu yang lama.

Karakteristik khusus, Wardani, dkk (2002:36) mengemukakan

karakteristik anak tunagrahita menurut tingkat ketunagrahitaannya sebagai

berikut :

a. Karakteristik Tunagrahita Ringan

Meskipun tidak bisa menyamai anak normal yang seusia dengannya,

mereka masih dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana.

Kecerdasannya berkembang dengan kecepatan antara setengah dan tiga

perempat kecepatan anak normal dan berhenti pada usia muda. Mereka dapat

24

bergaul dan mempelajari pekerjaan yang hanya memerlukan semi skilled. Pada

usia dewasa kecerdasannya mencapai tingkat usia anak normal 9 dan 12 tahun.

b. Karakteristik Tunagrahita Sedang

Anak tunagrahita sedang hampir tidak bisa mempelajari pelajaran-

pelajaran akademik. Namun mereka masih memiliki potensi untuk mengurus

diri sendiri dan dilatih untuk mengerjakan sesuatu secara rutin, dapat dilatih

berkawan, mengikuti kegiatan dan menghargai hak milik orang lain. Sampai

batas tertentu mereka selalu membutuhkan pengawasan, pemeliharaan dan

bantuan orang lain. Setelah dewasa kecerdasan mereka tidak lebih dari anak

normal usia 6 tahun.

d. Karakteristik Tunagrahita Berat dan Sangat Berat

Anak tunagrahita berat dan sangat berat sepanjang hidupnya akan selalu

tergantung pada pertolongan dan bantuan orang lain. Mereka tidak dapat

memelihara diri sendiri dan tidak dapat membedakan bahaya dan bukan bahaya.

Mereka juga tidak dapat bicara, kalaupun bicara hanya mampu mengucapkan

kata-kata atau tanda sederhana saja. Kecerdasannya walaupun mencapai usia

dewasa berkisar seperti anak normal usia paling tinggi 4 tahun.

3. Klasifikasi Tunagrahita

Klasifikasi untuk siswa tunagrahita bermacam-macam sesuai dengan disiplin

ilmu maupun perubahan pandangan terhadap keberadaan siswa tunagrahita.

Pengklasifikasian siswa tunagrahita yang telah lama dikenal adalah debil untuk

siswa tunagrahita ringan, imbesil untuk siswa tunagrahita sedang, dan idiot untuk

siswa tunagrahita berat dan sangat berat.

25

Klasifikasi yang digunakan sekarang adalah klasifikasi yang dikemukakan

oleh AAMD (Hallahan dalam Wardani, dkk., 2002: 6.4) sebagai berikut :

a. Mild Mental Retardation (tunagrahita ringan)

IQnya 70-55

b. Moderate Mental Retardation (tunagrahita sedang)

IQnya 55-40

c. Severe Mental Retardation (tunagrahita berat)

IQnya 40-25

d. Profound Mental Retardation (sangat berat)

IQnya 25 ke bawah

Klasifikasi yang digunakan di Indonesia saat ini sesuai dengan PP 72

Tahun 1991adalah tunagrahita ringan IQnya 50-70, tunagrahita sedang IQnya 30-

50, tunagrahita berat dan sangat berat IQnya kurang dari 30.nSiswa tunagrahita

adalah siswa yang memiliki IQ 70 ke bawah, jumlah menyandang tunagrahita

adalah 2,3% atau 1,95% anak usia sekolah menyandang tunagrahita 40% atau

3:21 pada data pondok Sekolah Luar Biasa terlihat dari kelompok usia sekolah,

jumlah penduduk di Indonesia yang menyandang kelainan adalah 48.100.548

orang, jadi estimasi jumlah penduduk di Indonesia yang menyandang tunagrahita

adalah 2% x 48.100.548 orang = 962.011 orang.

Anak tunagrahita yang tergolong ringan IQ-nya 70-55, memiliki

kemampuan untuk dididik sebagaimana anak-anak normal. Mereka mampu

mandiri, mempelajari keterampilan dan life skills, serta mampu belajar sejumlah

teori yang ringan dan bermanfaat bagi kehidupan keseharian. Misalnya

mempelajari bahasa dan komunikasi yang tepat, matematika berhitung sederhana,

ilmu alam, dan ekonomi. Namun untuk membuat mereka paham dibutuhkan

26

waktu yang cukup lama dan guru/ pendidik yang sabar serta fokus pada beberapa

anak saja.

Anak tunagrahita yang tergolong sedang (IQ 30-50) pada klasifikasi

sedang merupakan anak-anak yang masih mampu dilatih untuk mandiri,

memenuhi, dan melakukan kebutuhannya sendiri. Misalnya mandi sendiri, makan

sendiri, berpakaian dan berhias, serta melakukan ketrampilan sederhana seperti

menyiram bunga, member makan hewan ternak, dan membersihkan kandangnya.

Anak tunagrahita yang tergolong berat (IQ dibawah 30) dalam klasifikasi

berat memiliki tingkat intelegensi dibawah 30. Dengan tingkat intelegensi sekian,

anak-anak yang biasa disebut dengan idiot ini sulit sekali untuk dilatih apalagi

dididik untuk belajar berbagai teori akademis. Perawatan khusus dan keikhlasan

dari orang tua dan keluarga sangat dibutuhkan oleh mereka.

4. Pembelajaran Tematik Pada Siswa Tunagrahita

Kurikulum pada siswa tunagrahita disesuaikan dengan kemampuan siswa

dalam menerima dan merespon pembelajaran. Kurikulum yang digunakan adalah

kurikulum yang dimodifikasi sesuai dengan kemampuan anak. Modifikasi

kurikulum ke bawah diberikan untuk siswa tunagrahita.

Model pembelajaran tematik merupakan model pembelajaran yang

pengembangannya diawali dengan menentukan tema atau topik yang ditetapkan,

yang dapat ditentukan dari mata pelajaran hari itu sebagai sentral atau berdasarkan

fungsional, kemudian ditentukan sub-sub tema dari bidang studi lain atau

keterampilan lainnya. Penentuan tema dilakukan oleh guru melalui konseptual

yang produktif, yang ditetapkan tidak lepas mengacuh pada kondisi peserta didik,

asesmen atau diawali dari lingkungan anak itu sendiri. Tema dikembangkan dan

27

bergerak mulai dari lingkungan yang sangat familiar dengan anak, kemudian

bergerak semakin luas yang dikembangkan dengan cara menyenangkan dan tidak

menutup kemungkinan melalui permainan.

Syarat-syarat yang dijadikan acuan tema dengan memperhatikan unsur-unsur

sebagai berikut :

a. Tema bersifat sesuatu yang tidak asing bagi anak, dengan demikian anak

diharapkan dengan muda menemukan kebermanaanhubungan satu dengan

yang lain.

b. Dilakukan ekplorasi dari objek dan dekat dengan dunia mereka, sehingga

pengembangan pengetahuan dan keterampilan menjadi lebih mudah, atau dapat

diambil dari dunia nyata.

c. Bersifat Fertil yaitu memiliki keterkaitan yang kaya dengan konsep atau

keterampilan lainnya.

Pelaksanaan pembelajaran dilakukan dalam tiga pokok bagian yaitu :

1. Kegiatan Awal

Pada tahap ini guru membuka pembelajaran, dengan upaya menciptakan

suasana kelas agar perhatian ada di kelas, menciptakan atmosfir kelas dengan

nyaman, aman serta menyenangkan, tidak jarang dikelas untuk anak

tunagrahita diawalai dengan bernyanyi bersama, tentu tema lagu dipilih yang

akan bersentuhan dengan tema yang akan dipelajari bersama. Pada kelas

tunagrahita guru tidak bercerita panjang, karena bahasa yang digunakan guru

selalu disesuaikan dengan kondisi anak, bahasa yang digunakan singkat, padat

28

serta mudah dipahami. Selain itu menciptakan motivasi bagi siswa guru sering

pula menggunakan bunyi-bunyian untuk mengalihkan perhatian anak agar

terpusat pada aktivitas pembelajaran.

2. Kegiatan Inti

Kegiatan inti dari pembelajaran dilaksanakan berdasarkan pada rencana

pembelajaran yang telah disusun pada tahap perencanaan. Kegiatan inti

pembelajaran membentuk pengalaman belajar dan kemampua siswa sehingga

akan tercapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. dalam kegiatan inti

menggunakan metode yang sesuai dengan karakteristik peserta didik dan mata

pelajaran yang meliputi kegiatan mengamati, menanya, menalar, mencoba,

mengolah, menyimpulkan, menyajikan, dan mengkomunikasikan.

3. Kegiatan Akhir

Kegiatan akhir dilaksanakan berdasarkan pada rencana pembelajaran yang

telah dibuat oleh guru. Selain untuk menutup pembelajaran, dalam kegiatan

akhir ini juga dilaksanakan penilaian hasil belajar siswa dan kegiatan tindak

lanjut.

C. Kajian Penelitian Yang Relevan

Penelitian skripsi yang dilakukan oleh Yunita Dwi Parmawati, 2016

dengan judul “ Implementasi Pembelajaran Tematik di Kelas Awal SD Negeri

Inklusi Bangunrejo 2 Kricak Tegalrejo Yogyakarta”.Hasil penelitian yang

dilakukan oleh Yunita Dwi Parmawati menjelaskan bahwa pelaksanaan

pembelajaran tematik di SDN Inklusi Bangunrejo 2, kegiatan belajar mengajar

belum menerapkan penggunaan pembelajaran tematik. Hal tersebut dilihat dari

penyajian konsep beberapa materi yang masih belum terkait satu sama lain,

29

pembelajaran belum terfokus pada tema, dan pemisahan antar mata pelajaran

masih terlihat jelas dan guru melakukan penilaian tes dan non tes.

Persamaan penelitian sama-sama melakukan penelitian tentang

pembelajaran tematik pada kelas rendah. Namun perbedaan penelitian yang

dilakukan oleh Yunita dilakukan di SDN Inklusi, sedangkan pada penelitian ini

pada SDLBN.

Penelitian oleh Rahmi Yulianti (2012) dalam jurnal ilmiah pendidikan

khusus dengan judul “Pelaksanaan Pembelajaran Tematik Bagi Anak

Tunagrahita”. Dalam penelitian tersebut berisi : Menurut Rahmi Yulianti jenis

penelitian sesuai dengan latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian,

fokus penelitian dari tujuan penelitian, maka jenis penelitian yang digunakan

adalah penelitian deskriptif kualitatif untuk memahami dan memperoleh

gambaran yang terjadi di lapangan sebagaimana adanya tanpa melakukan

perubahan atau intervensi terhadap sasaran penelitian. Sumber data penelitian

yang bersifat kualitatif dalam penelitian Rahmi Yulianti yaitu : a) sumber data

primer yang diperoleh secara langsung dari informan dilapangan, b) sumber data

sekunder yang diperoleh secara tidak langsung dari informan dilapangan.

Dalam hasil wawancara oleh Rahma Yulianti terhadap informan dalam

penelitian maka disajikan hasil sebagai berikut : 1) Pemahaman guru kelas dasar

rendah SLB wacana asih padang mengenai pembelajaran tematik bagi anak

tunagrahita, 2) pelaksanaan pembelajaran tematik bagi anak tunagrahita kelas

dasar rendah di SLB wacana asih, pelaksanaan pembelajaran terdiri dari :

persiapan pelaksanaan pembelajaran, tahapan pelaksanaan meliputi : kegiatan

30

pendahuluan, kegiatan inti, sumber belajar, media belajar, dan kegiatan akhir, 3)

evaluasi pembelajaran tematik bagi anak tunagrahita kelas dasar rendah di SLB

wacana asih padang.

Perbedaan penelitian Rahmi Yulianti dengan penilitian saya adalah dalam

pembahasan penelitian Rahmi Yulianti membahas tentang pemahaman guru

tentang pembelajaran tematik, pelaksanaan pembelajaran tematik, evaluasi

pembelajaran tematik bagi siswa tunagrahita sedangkan di penelitian saya

membahas pelaksanaan pembelajaran tematik bagi siswa tunagrahita.

Persamaan penelitian Rahmi Yulianti dengan penelitian ini adalah sama-sama

meneliti pembelajaran tematik bagi siswa tunagrahita.

31

D. Kerangka Pikir

Gambar 2.1. Bagan Kerangka Pikir

UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya (Bab V Pasal 1-b).

Tunagrahita

Pembelajaran Tematik

Hambatan dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bagi siswa tunagrahita di SDLBN Kedung Kandang Kota Malang.

Analisis pelaksanaan pembelajaran tematik bagi siswa tunagrahita di SDLBN Kedung Kandang Kota Malang

Upaya untuk mengatasi hambatan dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bagi siswa tunagrahita di SDLBN Kedung Kandang Kota Malang.

Dokumentasi Lembar observasi pelaksanaan pembelajaran

tematik bagi siswa tunagrahita

Lembar Wawancara

Analisis Pelaksanaan Pembelajaran Tematik Bagi Siswa Tunagrahita di

SDLBN Kedungkandang Kota Malang.