bab ii landasan teori a. pembelajaran tematik 1...
TRANSCRIPT
9
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pembelajaran Tematik
1. Pengertian Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik sebagai model pembelajaran termasuk salah satu
tipe/jenis dari pada model pembelajaran terpadu. Istilah pembelajaran tematik
pada dasarnya adalah model pembelajaran terpadu menggunakan tema untuk
mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memebrikan pengalaman
bermakna kepada siswa (Depdiknas, 2006; 5).
Hadi Subroto (2000:9) menegaskan :
Pembelajaran terpadu adalah pembelajaran yang diawali dengan pokok bahasan atau tema tertentu yang dikaitkan dengan pokok bahasan lain, konsep tertentu dikaitkan dengan konsep lain, yang dilakukan secara spontan atau direncanakan, baik dalam bidang studi atau lebih, dan dengan beragam pengalam belajar siswa, maka pembelajaran lebih bermakna. Maka pada umumnya pembelajaran tematik atau terpadu adalah pembelajaran yang menggunakan tema tertentu untuk mengaitkan antara beberapa isi mata pelajaran dan pengalaman kehidupan nyata sehari-hari siswa sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna bagi siswa.
Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik ada beberapa hal yang perlu
dilaksanakan yang meliputi tahap perencanaan, yakni : pemetaan standar
kompetensi yang mencakup penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar,
menentukan tema, identifikasi standar kompetensi, kompetensi dasar dan
indikator, menetapkan jaringan tema, penyusunan silabus, silabus adalah rencana
pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran atau tema tertentu yang
mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok pembelajaran,
10
kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian,
penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar (Trianto, 2007 : 25).
Pembelajaran tematik sebagai model pembelajaran memiliki arti penting
dalam membangun kompetensi peserta didik, antara lain : 1) Pembelajaran
tematik lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar secara
aktif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman
langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang
dipelajarinya. Melalui pengalaman langsung siswa akan memahami konsep-
konsep yang mereka pelajari dan menghubungkannya dengan konsep lain yang
dipahaminya. Teori pembelajaran ini dimotori para tokoh psikologi Gestalt,
termasuk piaget yang menekankan bahwa pembelajaran haruslah bermakna dan
berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan anak. 2) Pembelajaran tematik
lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu
(learning by doing). Oleh karena itu, guru perlu mengemas atau merancang
pengalaman belajar yang akan memengaruhi kebermaknaan belajar siswa.
Pengalaman belajar yang menunjukan kaitan unsur-unsur konseptual menjadikan
proses pembelajaran lebih efektif.
2. Fungsi dan Tujuan Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik terpadu berfungsi untuk memberikan kemudahan bagi
siswa dalam memahami dan mendalami konsep materi yang tergabung dalam
tema serta menambah semangat belajar karena materi yang dipelajari merupakan
materi yang nyata (kontekstual) dan bermakna bagi siswa (Kemendikbud,
2014:16).
11
Tujuan pembelajaran tematik terpadu adalah :
1) Mudah memusatkan perhatian pada satu tema atau topic tertentu. 2)
Mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi mata
pelajaran dalam tema yang sama. 3) Memiliki pemahaman terhadap materi
pelajaran lebih mendalam dan berkesan. 4) Mengembangkan kompetensi
berbahasa lebih baik dengan mengaitkan berbagai pelajaran lain dengan
pengalaman pribadi siswa. 5) Lebih bergairah belajar karena mereka dapat
berkomunikasi dalam situasi nyata seperti: bercerita, bertanya, menulis sekaligus
mempelajari pelajaran yang lain. 6) Lebih merasakan manfaat dan makna belajar
karena materi yang disajikan dalam konteks tema yang jelas. 7) Guru dapat
menghemat waktu, karena mata pelajaran yang disajikan secara terpadu dapat
dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam 2 atau 3 pertemuan bahkan lebih atau
pengayaan. 8) Budi pekerti dan moral siswa dapat ditumbuh kembangkan dengan
mengangkat sejumlah nilai budi pekerti sesuai dengan situasi dan kondisi.
Berdasarkan uraian diatas dapat di simpulkan bahwa pembelajaran tematik
merupakan pembelajaran yang bertujuan untuk memudahkan siswa dalam
memahami materi pelajaran dan mengembangkan berbagai kemampuan siswa
dalam tema tertentu.
3. Karakteristik Pembelajaran Tematik
Menurut Depdiknas (2006:6),
Pembelajaran tematik memiliki beberapa ciri khas antara lain : 1) pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak usia sekolah dasar, 2) kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak dari minat dan kebutuhan siswa, 3) kegiatan belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi siswa sehingga hasil belajar dapat bertahan lebih lama, 4) membantu mengembangkan
12
keterampilan berpikir siswa, 5) menyajikan kegiatan belajar yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui siswa dalam lingkungannya, dan 6) mengembangkan keterampilan sosial siswa, seperti kerja sama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain.
Selain itu, sebagai model pembelajaran di sekolah dasar, pembelajaran
tematik memiliki karakteristik antara lain : berpusat pada siswa, memberikan
pengalaman langsung, pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas, menyajikan
konsep dari berbagai mata pelajaran, bersifat fleksibel, hasil pembelajaran sesuai
dengan minat dan kebutuhan siswa, dan menggunakan prinsip belajar sambil
bermain dan menyenangkan(Depdiknas, 2006).
1. Berpusat pada siswa
Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student center), hal ini sesuai
dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa
sebagai subjek belajar, sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai
fasilitator, yaitu memberikan kemudahan kepada siswa untuk melakukan
aktivitas belajar.
2. Memberikan pengalaman langsung
Pembelajaran tematik memberikan pengalaman langsung kepada siswa (direct
experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu
yang nyata (konkret) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih
abstrak.
3. Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas
Dalam pembelajaran tematik pemisahan antara mata pelajaran menjadi tidak
begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema
yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa.
13
4. Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran
Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran
dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, siswa mampu memahami
konsep-konsep tersebut secara utuh, hal ini diperlukan untuk membantu siswa
dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-
hari.
5. Bersifat fleksibel
Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) di mana guru dapat mengaitkan
bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya,
bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan di
mana sekolah dan siswa berada.
6. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan
Pembelajaran tematik mengadopsi prinsip belajar PAKEM yaitu pembelajaran
aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.
Aktif, bahwa dalam pembelajaran peserta didik aktif secara fisik dan mental
dalam hal mengemukakan penalaran (alasan), menemukan kaitan yang satu
dengan yang lain, mengomunikasikan ide/gagasan, mengemukakan bentuk
representasi yang tepat, dan menggunakan semua itu untuk memecahkan masalah.
Kreatif, berarti dalam pembelajaran peserta didik, melakukan serangkaian proses
pembelajaran secara runtut dan berkesinambungan yang meliputi :
1) Memahami masalah
a. Menemukan ide yang terkait. b. Mempresentasikan dalam bentuk lain yang
lebih mudah diterima. c. Menemukan gagasan yang harus diisi untuk
memecahkan masalah.
14
2) Merencanakan pemecahan masalah
a. Memikirkan macam-macam strategi yang mungkin dapat digunakan untuk
memecahkan masalah. b. Memilih strategi atau gabungan strategi yang paling
efektif dan efisien. c. Merancang tahap-tahap eksekusi.
3) Melaksanakan rencana pemecahan masalah
a. Menentukan titik awal kegiatan pemecahan masalah. b. Menggunakan
penalaran untuk memperoleh solusi yang dapat dipertanggungjawabkan.
4) Memeriksa ulang pelaksanaan pemecahan masalah
a. Memeriksa ketepatan jawaban dan langkah-langkahnya.
Efektif, artinya adalah berhasil mencapai tujuan sebagaimana yang diharapkan.
Dengan kata lain, dalam pembelajaran telah terpenuhi apa yang menjadi tujuan
dan harapan yang hendak dicapai.
Menyenangkan, berarti sifat terpesona dengan keindahan, kenyamanan, dan
kemanfaatannya sehingga mereka terlibat dengan asyik dalam belajar sampai lupa
waktu, penuh percaya diri, dan tertantang untuk melakukan hal serupa atau hal
yang lebih berat lagi.
Berdasarkan penjelasan karakteristik diatas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran tematik bukan semata-mata merancang aktivitas-aktivitas dari
masing-masing mata pelajaran yang dikaitkan. Pembelajaran tematik bisa saja
dikembangkan berdasarkan tema yang telah ditentukan dengan mengacu pada
aspek-aspek yang ada didalam kurikulum yang bisa dipelajari secara bersama
melalui pengembangan tema tersebut.
15
4. Prinsip Dasar Pembelajaran Tematik
Sebagai bagian dari pembelajaran terpadu, maka pembelajaran tematik
memiliki prinsip dasar sebagaimana halnya pembelajaran terpadu. Menurut Ujang
Sukandi, dkk. (2001: 109), pembelajaran terpadu memiliki satu tema aktual, dekat
dengan dunia siswa, dan ada kaitannya dengan kehidupan sehari-hari tema ini
menjadi alat pemersatu materi yang beragam dari beberapa materi pelajaran.
Secara umum prinsip-prinsip pembelajaran tematik dapat diklasifikasikan
menjadi :
1) Prinsip Penggalian Tema
Prinsip penggalian merupakan prinsip utama (fokus) dalam pembelajaran
tematik. Artinya tema-tema yang saling tumpang tindih dan ada keterkaitan
menjadi target utama dalam pembelajaran. Dengan demikian, dalam
penggalian tema tersebut hendaklah memperhatikan beberapa persyaratan. 1)
Tema hendaknya tidak terlalu luas, 2) Tema harus bermakna, 3) Tema harus
disesuaikan dengan tingkat perkembangan psikologis anak, 4) Tema
dikembangkan harus mewadai sebagian besar minat anak, 5) Tema yang dipilih
hendaknya mempertimbangkan peristiwa-peristiwa autentikyang terjadi di
dalam rentang waktu belajar, 6) Tema yang dipilih hendaknya
mempertimbangkan kurikulum yang berlaku serta harapan masyarakat (asas
relevansi), 7) Tema yang dipilih hendaknya juga mempertimbangkan
ketersediaan sumber belajar.
2) Prinsip Pengelolaan Pembelajaran
Pengelolaan pembelajaran dapat optimal apabila guru mampu menempatkan
dirinya dalam keseluruhan proses. Artinya, guru harus mampu menempatkan
16
diri sebagai fasilitator dan mediator dalam proses pembelajaran. Oleh sebab
menurut Prabowo (2000), bahwa dalam pengelolaan pembelajaran hendaklah
guru dapat berlaku sebagai berikut : 1) Guru hendaknya jangan menjadi single
actor yang mendominasi pembicaraan dalam proses belajar mengajar, 2)
Pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas dalam setiap
tugas yang menurut adanya kerja sama kelompok, 3) Guru perlu
mengakomodasi terhadap ide-ide yang terkadang sama sekali tidak terpikirkan
dalam perencanaan.
3) Prinsip Evaluasi
Dalam hal ini, maka dalam melaksanakan evaluasi dalam pembelajaran
tematik, maka diperlukan beberapa langkah-langkah positif antara lain : 1)
member kesempatan kepada siswa untuk melakukan evaluasi diri (self-
evaluation/self-assessment) disamping bentuk lainnya, 2) Guru perlu mengajak
para siswa untuk mengevaluasi perolehan belajar yang telah dicapai
berdasarkan criteria keberhasilan pencapaian tujuan yang akan dicapai.
4) Prinsip Reaksi
Dampak pengiring (nurturant effect) yang penting bagi perilaku secara sadar
belum tersentuh oleh guru dalam KBM. Karena itu, guru dituntut agar mampu
merencanakan dan melaksanakan pembelajaran sehingga tercapai secara tuntas
tujuan-tujuan pembelajaran. Guru harus bereaksi terhadap aksi siswa dalam
semua peristiwa serta tidak mengarahkan aspek yang sempit tetapi kesebuah
kesatuan yang utuh dan bermakna. Pembelajaran tematik memungkinkan hal
ini dan guru hendaknya menemukan kiat-kiat untuk memunculkan ke
permukaan hal-hal yang dicapai melalui dampak pengiring tersebut.
17
Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tematik
memiliki prinsip-prinsip yang bertujuan untuk memudahkan penyatuan materi,
dan dapat menjadikan pembelajaran lebih terlaksana dengan baik.
5. Langkah Pembelajaran Tematik
Langkah perencanaan pembelajaran tematik yaitu sebagai berikut (Prabowo,
2013:248) :
a. Menetapkan Mata Pelajaran
Karakteristik mata pelajaran menjadi pijjakan utama kegiatan awal ini. Secara
teknis, langkah ini sebaiknya dilakukan setelah membuat peta kompetensi
dasar secara menyeluruh pada semua mata pelajaran yang diajarkan di sekolah
dasar, dengan maksud supaya terjadi pemerataan ketematikan. Pada saat
menetapkan beberapa mata pelajaran yang akan di padukan, sebaiknya sudah
disertai alasan atau rasional yang berkaitan dengan pencapaian kompetensi
dasar oleh siswa dan kebermaknaan belajar.
b. Menetapkan Kompetensi Dasar yang Sama dalam Setiap Mata Pelajaran
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah melakukan identifikasi
kompetensi dasar pada jenjang kelas dan semester yang sama dari setiap mata
pelajaran yang memungkinkan untuk diajarkan secara tematik, dengan
menggunakan sebuah tema pemersatu. Namun, sebelumnya harus ditetapkan
terlebih dahulu aspek-aspek dari setiap mata pelajaran yang dapat dipadukan.
c. Menetapkan Hasil Belajar dan Indikator pada Setiap Mata Pelajaran
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah mempelajari dan menetapkan
hasil belajar dari setiap mata pelajaran, sehingga dapat diketahui materi pokok
yang bisa dibahas secara tematik.
18
d. Menetapkan Tema
Tahap berikutnya adalah menetapkan tema yang dapat mempersatukan
kompetensi-kompetensi dasar setiap mata pelajaran yang akan dipadukan pada
jenjang kelas dan semester yang sama. Tema adalah pokok pikiran atau
gagasan yang menjadi pokok pembicaraan.
e. Memetakan Keterhubungan Kompetensi Dasar dengan Tema Pemersatu
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah melakukan pemetaan
keterhubungan kompetensi dasar masing-masing mata pelajaran yang akan
diperlukan dengan tema pemersatu. Pemetaan tersebut dapat dibuat dalam
bentuk bagan atau matriks jaringan topik yang memperhatikan kaitan antara
tema pemersatu dengan kompetensi dasar setiap mata pelajaran. Tidak hanya
itu, dalam pemetaan ini juga akan tampak hubungan tema pemersatu dengan
hasil belajar yang harus dicapai siswa.
f. Menyusun Silabus Pembelajaran Tematik
Hasil seluruh proses yang telah dilakukan pada tahap-tahap sebelumnya
dijadikan dalam penyusunan silabus pembelajaran tematik.
g. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Tematik
Pelaksanaan pembelajaran tematik perlu disusun suatu rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) tematik. Penyusunan RPP merupakan realisasi dari
pengalaman belajar siswa yang telah ditemukan dalam silabus pembelajaran
tematik.
Penyusunan RPP tematik diharapkan dapat tergambar proses penyajian secara
utuh dengan memuat berbagai konsep mata pelajaran yang disatukan dalam
tema. Di dalam RPP Tematik ini siswa diajak belajar memahami konsep
19
kehidupan secara utuh. Penulisan identitas tidak mengemukakan mata
pelajaran, malainkan langsung ditulis tema apa yang akan dibelajarkan
(Kemendikbud, 2014:18).
Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam
melaksanakan pembelajaran tematik memerlukan langkah-langkah pembelajaran
sehingga dapat melaksanakan pembelajaran lebih mudah dan tersusun sesuai
dengan pembelajaran yang diperlukan.
6. Pelaksanaan Pembelajaran Tematik
Tahap ini merupakan pelaksanaan kegiatan proses belajar mengajar sebagai
unsur inti dari aktivitas pembelajaran yang dalam pelaksanaannya disesuaikan
dengan rambu-rambu yang telah disusun dalam perencanaan sebelumnya. Secara
procedural langkah-langkah kegiatan yang ditempuh diterapkan ke dalam tiga
langkah sebagai berikut :
1. Kegiatan awal/ pembukaan
Tujuan dari kegiatan membuka pelajaran adalah pertama, untuk menarik
perhatian siswa, yang dapat dilakukan dengan cara seperti meyakinkan siswa
bahwa materi atau pengalaman belajar yang akan dilakukan berguna untuk
dirinya, melakukan hal-hal yang dianggap aneh bagi siswa, melakukan interaksi
yang menyenangkan. Kedua, menumbuhkan motivasi belajar siswa, yang dapat
dilakukan dengan cara seperti membangun suasana akrab sehingga siswa merasa
dekat, misalnya menyapa dan berkomunikasi secara kekeluargaan, menimbulkan
rasa ingin tahu, misalnya mengajak siswa untuk mempelajari suatu kasus yang
sedang hangat dibicarakan, mengaitkan materi atau pengalaman belajar yang akan
dilakukan dengan kebutuhan siswa. Ketiga, memberikan acuan atau rambu-rambu
20
tentang pembelajaran yang akan dilakukan, yang dapat dilakukan dengan cara
seperti mengemukakan tujuan yang akan dicapai serta tugas-tugas yang harus
dilakukan dalam hubungannya dengan pencapaian tujuan (Sanjaya, W., 2006:41).
2. Kegiatan inti
Kegiatan inti merupakan kegiatan pokok dalam pembelajaran. Dalam
kegiatan inti dilakukan pembahasan terhadap tema dan subtema melalui berbagai
kegiatan belajar dengan menggunakan multimetode dan media sehingga siswa
mendapatkan pengalaman belajar yang bermakna. Pada waktu penyajian dan
pembahasan tema, guru dalam penyajiannya hendaknya lebih berperan sebagai
fasilitator (Alwasilah:1988). Selain itu guru harus pula mampu berperan sebagai
model pembelajaran yang baik bagi siswa. Artinya guru secara aktif dalam
kegiatan belajar berkolaborasi dan berdiskusi dengan siswa dalam mempelajari
tema atau subtema yang sedang dipelajari. Peran inilah yang disebutkan oleh
Nasution (2004:4) sebagai suatu aktifitas mengorganisasi dan mengatur
lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi
proses belajar.
Pada langkah kegiatan inti guru menggunakan strategi pembelajaran dengan
upaya menciptakan lingkungan belajar sedemikian rupa agar siswa aktif
mempelajari permasalahan berkenaan dengan tema atau subtema. Pembelajaran
dalam hal ini dilakukan melalui berbagai kegiatan agar siswa mengalami,
mengerjakan, memahami atau disebut dengan belajar melalui proses (Wijaya,
dkk:1988:188). Untuk itu maka selam proses pembelajaran siswa mengamati
objek nyata berupa benda nyata atau lingkungan sekitar, melaporkan hasil
pengamatan, melakukan permainan, berdialog, bercerita, mengarang, membaca
21
sumber-sumber bacaan, bertanya dan menjawab pertanyaan, serta bermain peran.
Selama proses pembelajaran hendaknya guru selalu memberikan umpan agar anak
berusaha mencari jawaban dari permasalahan yang dipelajari. Umpan dapat
diberikan guru melalui pertanyaan-pertanyaan menantang yang membangkitkan
anak untuk berpikir dan mencari solusi melalui kegiatan belajar.
3. Kegiatan akhir (penutup)
Kegiatan akhir dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh guru
untuk mengakhiri pelajaran dengan maksud untuk memberikan gambaran
menyeluruh tentang apa yang telah dipelajari siswa serta keterkaitannya dengan
pengalaman sebelumnya, mengetahui tingkat keberhasilan siswa serta
keberhasilan guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Cara yang dapat
dilakukan guru dalam menutup pembelajaran adalah meninjau kembali dan
mengadakan evaluasi pada akhir pembelajaran. Dalam kegiatan inti pelajaran atau
membuat ringkasan. Dalam kegiatan evaluasi, guru dapat menggunakan bentuk-
bentuk mendemonstrasikan keterampilan, mengaplikasikan ide-ide baru pada
situasi lain, mengekspresikan pendapat murid sendiri atau mengerjakan soal-soal
tertulis (Hadisubroto dan Herawati; 1988:517).
B. Tunagrahita
1. Pengertian Tunagrahita
Anak tunagrahita adalah mereka yang kecerdasannya jelas berada dibawah
rata-rata. Disamping itu mereka mengalami keterbelakangan dalam menyusahkan
diri dengan lingkungan. Mereka kurang cakap dalam memikirkan hal-hal yang
abstrak, yang sulit-sulit, dan yang berbelit-belit.
22
Menurut Effendi (dalam Apriyanto, 2012:26) anak tunagrahita adalah “anak
yang mengalami taraf kecerdasan yang rendah sehingga untuk meniti tugas
perkembangan ia sangat membutuhkan layanan pendidikan dan bimbingan secara
khusus”. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, dalam mengikuti proses
pembelajaran dikelas seorang anak tunagrahita memerlukan layanan secara
khusus dan berkelanjutan sesuai dengan kondisi anak.
Kategori anak tunagrahita bermacam-macam yaitu, ada yang disertai dengan
buta warna, disertai dengan kepala panjang, disertai dengan bau badan tertentu,
tetapi ada pula yang tidak disertai dengan apa-apa. Mereka semua mempunyai
persamaan yaitu kurang cerdas dan terhambat dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungannya jika dibandingkan dengan teman sebayanya. Mereka mempunyai
cirri khas dan tingkat tunagrahitaan yang berbeda-beda, ada yang ringan, sedang,
berat, dan sangat berat.
2. Karakteristik Tunagrahita
Depdiknas (2003) mengemukakan bahwa karakteristik siswa tunagrahita
yaitu penampilan fisik tidak seimbang, tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai
dengan usianya, perkembangan bicara/ bahasanya terhambat, kurang perhatian
pada lingkungan, koordinasi gerakannya kurang dan sering mengeluarkan ludah
tanpa sadar.
Ada beberapa karakteristik umum tunagrahita yaitu :
1. Keterbatasan intelegensi
Intelegensi merupakan fungsi kompleks yang dapat diartikan sebagai
kemampuan untuk mempelajari informasi dan keterampilan-keterampilan
menyesuaikan diri dengan masalah-masalah dan situasi-situasi kehidupan baru,
23
belajar dari pengalaman masa lalu, berpikir orang abstrak, kreatif, dapat
menilai secara kritis, menghindari kesalahan-kesalahan, mengatasi kesulitan-
kesulitan, dan kemampuan untuk merencanakan masa depan.
2. Keterbatasan sosial
Anak tunagrahita cenderung berteman dengan anak yang lebih muda
usianya. Mereka juga mengalami ketergantungan kepada orang tua dan tidak
mampu menanggung tanggung jawab sosial dengan bijaksana, sehingga
mereka harus selalu dibimbing dan diawasi perilakunya. Anak tunagrahita juga
mudah dipengaruhi dan cenderung melakukan sesuatu tanpa memikirkan
akibatnya.
3. Keterbatasan fungsi-fungsi mental lainnya
Anak tunagrahita memerlukan waktu lebih lama untuk menyelesaikan
reaksi pada situasi yang baru dikenalnya. Mereka memperlihatkan reaksi
terbaiknya bila mengikuti hal-hal yang sifatnya dari hari ke hari. Anak
tunagrahita tidak dapat menghadapi sesuatu kegiatan atau tugas dalam jangka
waktu yang lama.
Karakteristik khusus, Wardani, dkk (2002:36) mengemukakan
karakteristik anak tunagrahita menurut tingkat ketunagrahitaannya sebagai
berikut :
a. Karakteristik Tunagrahita Ringan
Meskipun tidak bisa menyamai anak normal yang seusia dengannya,
mereka masih dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana.
Kecerdasannya berkembang dengan kecepatan antara setengah dan tiga
perempat kecepatan anak normal dan berhenti pada usia muda. Mereka dapat
24
bergaul dan mempelajari pekerjaan yang hanya memerlukan semi skilled. Pada
usia dewasa kecerdasannya mencapai tingkat usia anak normal 9 dan 12 tahun.
b. Karakteristik Tunagrahita Sedang
Anak tunagrahita sedang hampir tidak bisa mempelajari pelajaran-
pelajaran akademik. Namun mereka masih memiliki potensi untuk mengurus
diri sendiri dan dilatih untuk mengerjakan sesuatu secara rutin, dapat dilatih
berkawan, mengikuti kegiatan dan menghargai hak milik orang lain. Sampai
batas tertentu mereka selalu membutuhkan pengawasan, pemeliharaan dan
bantuan orang lain. Setelah dewasa kecerdasan mereka tidak lebih dari anak
normal usia 6 tahun.
d. Karakteristik Tunagrahita Berat dan Sangat Berat
Anak tunagrahita berat dan sangat berat sepanjang hidupnya akan selalu
tergantung pada pertolongan dan bantuan orang lain. Mereka tidak dapat
memelihara diri sendiri dan tidak dapat membedakan bahaya dan bukan bahaya.
Mereka juga tidak dapat bicara, kalaupun bicara hanya mampu mengucapkan
kata-kata atau tanda sederhana saja. Kecerdasannya walaupun mencapai usia
dewasa berkisar seperti anak normal usia paling tinggi 4 tahun.
3. Klasifikasi Tunagrahita
Klasifikasi untuk siswa tunagrahita bermacam-macam sesuai dengan disiplin
ilmu maupun perubahan pandangan terhadap keberadaan siswa tunagrahita.
Pengklasifikasian siswa tunagrahita yang telah lama dikenal adalah debil untuk
siswa tunagrahita ringan, imbesil untuk siswa tunagrahita sedang, dan idiot untuk
siswa tunagrahita berat dan sangat berat.
25
Klasifikasi yang digunakan sekarang adalah klasifikasi yang dikemukakan
oleh AAMD (Hallahan dalam Wardani, dkk., 2002: 6.4) sebagai berikut :
a. Mild Mental Retardation (tunagrahita ringan)
IQnya 70-55
b. Moderate Mental Retardation (tunagrahita sedang)
IQnya 55-40
c. Severe Mental Retardation (tunagrahita berat)
IQnya 40-25
d. Profound Mental Retardation (sangat berat)
IQnya 25 ke bawah
Klasifikasi yang digunakan di Indonesia saat ini sesuai dengan PP 72
Tahun 1991adalah tunagrahita ringan IQnya 50-70, tunagrahita sedang IQnya 30-
50, tunagrahita berat dan sangat berat IQnya kurang dari 30.nSiswa tunagrahita
adalah siswa yang memiliki IQ 70 ke bawah, jumlah menyandang tunagrahita
adalah 2,3% atau 1,95% anak usia sekolah menyandang tunagrahita 40% atau
3:21 pada data pondok Sekolah Luar Biasa terlihat dari kelompok usia sekolah,
jumlah penduduk di Indonesia yang menyandang kelainan adalah 48.100.548
orang, jadi estimasi jumlah penduduk di Indonesia yang menyandang tunagrahita
adalah 2% x 48.100.548 orang = 962.011 orang.
Anak tunagrahita yang tergolong ringan IQ-nya 70-55, memiliki
kemampuan untuk dididik sebagaimana anak-anak normal. Mereka mampu
mandiri, mempelajari keterampilan dan life skills, serta mampu belajar sejumlah
teori yang ringan dan bermanfaat bagi kehidupan keseharian. Misalnya
mempelajari bahasa dan komunikasi yang tepat, matematika berhitung sederhana,
ilmu alam, dan ekonomi. Namun untuk membuat mereka paham dibutuhkan
26
waktu yang cukup lama dan guru/ pendidik yang sabar serta fokus pada beberapa
anak saja.
Anak tunagrahita yang tergolong sedang (IQ 30-50) pada klasifikasi
sedang merupakan anak-anak yang masih mampu dilatih untuk mandiri,
memenuhi, dan melakukan kebutuhannya sendiri. Misalnya mandi sendiri, makan
sendiri, berpakaian dan berhias, serta melakukan ketrampilan sederhana seperti
menyiram bunga, member makan hewan ternak, dan membersihkan kandangnya.
Anak tunagrahita yang tergolong berat (IQ dibawah 30) dalam klasifikasi
berat memiliki tingkat intelegensi dibawah 30. Dengan tingkat intelegensi sekian,
anak-anak yang biasa disebut dengan idiot ini sulit sekali untuk dilatih apalagi
dididik untuk belajar berbagai teori akademis. Perawatan khusus dan keikhlasan
dari orang tua dan keluarga sangat dibutuhkan oleh mereka.
4. Pembelajaran Tematik Pada Siswa Tunagrahita
Kurikulum pada siswa tunagrahita disesuaikan dengan kemampuan siswa
dalam menerima dan merespon pembelajaran. Kurikulum yang digunakan adalah
kurikulum yang dimodifikasi sesuai dengan kemampuan anak. Modifikasi
kurikulum ke bawah diberikan untuk siswa tunagrahita.
Model pembelajaran tematik merupakan model pembelajaran yang
pengembangannya diawali dengan menentukan tema atau topik yang ditetapkan,
yang dapat ditentukan dari mata pelajaran hari itu sebagai sentral atau berdasarkan
fungsional, kemudian ditentukan sub-sub tema dari bidang studi lain atau
keterampilan lainnya. Penentuan tema dilakukan oleh guru melalui konseptual
yang produktif, yang ditetapkan tidak lepas mengacuh pada kondisi peserta didik,
asesmen atau diawali dari lingkungan anak itu sendiri. Tema dikembangkan dan
27
bergerak mulai dari lingkungan yang sangat familiar dengan anak, kemudian
bergerak semakin luas yang dikembangkan dengan cara menyenangkan dan tidak
menutup kemungkinan melalui permainan.
Syarat-syarat yang dijadikan acuan tema dengan memperhatikan unsur-unsur
sebagai berikut :
a. Tema bersifat sesuatu yang tidak asing bagi anak, dengan demikian anak
diharapkan dengan muda menemukan kebermanaanhubungan satu dengan
yang lain.
b. Dilakukan ekplorasi dari objek dan dekat dengan dunia mereka, sehingga
pengembangan pengetahuan dan keterampilan menjadi lebih mudah, atau dapat
diambil dari dunia nyata.
c. Bersifat Fertil yaitu memiliki keterkaitan yang kaya dengan konsep atau
keterampilan lainnya.
Pelaksanaan pembelajaran dilakukan dalam tiga pokok bagian yaitu :
1. Kegiatan Awal
Pada tahap ini guru membuka pembelajaran, dengan upaya menciptakan
suasana kelas agar perhatian ada di kelas, menciptakan atmosfir kelas dengan
nyaman, aman serta menyenangkan, tidak jarang dikelas untuk anak
tunagrahita diawalai dengan bernyanyi bersama, tentu tema lagu dipilih yang
akan bersentuhan dengan tema yang akan dipelajari bersama. Pada kelas
tunagrahita guru tidak bercerita panjang, karena bahasa yang digunakan guru
selalu disesuaikan dengan kondisi anak, bahasa yang digunakan singkat, padat
28
serta mudah dipahami. Selain itu menciptakan motivasi bagi siswa guru sering
pula menggunakan bunyi-bunyian untuk mengalihkan perhatian anak agar
terpusat pada aktivitas pembelajaran.
2. Kegiatan Inti
Kegiatan inti dari pembelajaran dilaksanakan berdasarkan pada rencana
pembelajaran yang telah disusun pada tahap perencanaan. Kegiatan inti
pembelajaran membentuk pengalaman belajar dan kemampua siswa sehingga
akan tercapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. dalam kegiatan inti
menggunakan metode yang sesuai dengan karakteristik peserta didik dan mata
pelajaran yang meliputi kegiatan mengamati, menanya, menalar, mencoba,
mengolah, menyimpulkan, menyajikan, dan mengkomunikasikan.
3. Kegiatan Akhir
Kegiatan akhir dilaksanakan berdasarkan pada rencana pembelajaran yang
telah dibuat oleh guru. Selain untuk menutup pembelajaran, dalam kegiatan
akhir ini juga dilaksanakan penilaian hasil belajar siswa dan kegiatan tindak
lanjut.
C. Kajian Penelitian Yang Relevan
Penelitian skripsi yang dilakukan oleh Yunita Dwi Parmawati, 2016
dengan judul “ Implementasi Pembelajaran Tematik di Kelas Awal SD Negeri
Inklusi Bangunrejo 2 Kricak Tegalrejo Yogyakarta”.Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Yunita Dwi Parmawati menjelaskan bahwa pelaksanaan
pembelajaran tematik di SDN Inklusi Bangunrejo 2, kegiatan belajar mengajar
belum menerapkan penggunaan pembelajaran tematik. Hal tersebut dilihat dari
penyajian konsep beberapa materi yang masih belum terkait satu sama lain,
29
pembelajaran belum terfokus pada tema, dan pemisahan antar mata pelajaran
masih terlihat jelas dan guru melakukan penilaian tes dan non tes.
Persamaan penelitian sama-sama melakukan penelitian tentang
pembelajaran tematik pada kelas rendah. Namun perbedaan penelitian yang
dilakukan oleh Yunita dilakukan di SDN Inklusi, sedangkan pada penelitian ini
pada SDLBN.
Penelitian oleh Rahmi Yulianti (2012) dalam jurnal ilmiah pendidikan
khusus dengan judul “Pelaksanaan Pembelajaran Tematik Bagi Anak
Tunagrahita”. Dalam penelitian tersebut berisi : Menurut Rahmi Yulianti jenis
penelitian sesuai dengan latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian,
fokus penelitian dari tujuan penelitian, maka jenis penelitian yang digunakan
adalah penelitian deskriptif kualitatif untuk memahami dan memperoleh
gambaran yang terjadi di lapangan sebagaimana adanya tanpa melakukan
perubahan atau intervensi terhadap sasaran penelitian. Sumber data penelitian
yang bersifat kualitatif dalam penelitian Rahmi Yulianti yaitu : a) sumber data
primer yang diperoleh secara langsung dari informan dilapangan, b) sumber data
sekunder yang diperoleh secara tidak langsung dari informan dilapangan.
Dalam hasil wawancara oleh Rahma Yulianti terhadap informan dalam
penelitian maka disajikan hasil sebagai berikut : 1) Pemahaman guru kelas dasar
rendah SLB wacana asih padang mengenai pembelajaran tematik bagi anak
tunagrahita, 2) pelaksanaan pembelajaran tematik bagi anak tunagrahita kelas
dasar rendah di SLB wacana asih, pelaksanaan pembelajaran terdiri dari :
persiapan pelaksanaan pembelajaran, tahapan pelaksanaan meliputi : kegiatan
30
pendahuluan, kegiatan inti, sumber belajar, media belajar, dan kegiatan akhir, 3)
evaluasi pembelajaran tematik bagi anak tunagrahita kelas dasar rendah di SLB
wacana asih padang.
Perbedaan penelitian Rahmi Yulianti dengan penilitian saya adalah dalam
pembahasan penelitian Rahmi Yulianti membahas tentang pemahaman guru
tentang pembelajaran tematik, pelaksanaan pembelajaran tematik, evaluasi
pembelajaran tematik bagi siswa tunagrahita sedangkan di penelitian saya
membahas pelaksanaan pembelajaran tematik bagi siswa tunagrahita.
Persamaan penelitian Rahmi Yulianti dengan penelitian ini adalah sama-sama
meneliti pembelajaran tematik bagi siswa tunagrahita.
31
D. Kerangka Pikir
Gambar 2.1. Bagan Kerangka Pikir
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya (Bab V Pasal 1-b).
Tunagrahita
Pembelajaran Tematik
Hambatan dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bagi siswa tunagrahita di SDLBN Kedung Kandang Kota Malang.
Analisis pelaksanaan pembelajaran tematik bagi siswa tunagrahita di SDLBN Kedung Kandang Kota Malang
Upaya untuk mengatasi hambatan dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bagi siswa tunagrahita di SDLBN Kedung Kandang Kota Malang.
Dokumentasi Lembar observasi pelaksanaan pembelajaran
tematik bagi siswa tunagrahita
Lembar Wawancara
Analisis Pelaksanaan Pembelajaran Tematik Bagi Siswa Tunagrahita di
SDLBN Kedungkandang Kota Malang.