bab ii landasan teori a. kegiatan bermain clayetheses.iainkediri.ac.id/1079/3/933403214-bab...

14
11 BAB II LANDASAN TEORI a. Kegiatan Bermain Clay 1. Pengertian Clay Clay dalam arti sesungguhnya adalah tanah liat, namun selain terbuat daritanah liat, clay juga terbuat dari bermacam-macam bahan tetapi adonannyamemiliki sifat seperti clay (liat/dapat dibentuk). Tanah liat dihasilkan oleh alam, yang berasal dari pelapukan kerak bumi yang sebagian besar tersusun oleh batuan felds patik, terdiri dari batuan granit dan batuan beku. Kerak bumi terdiri dari unsur unsur seperti silikon, oksigen, dan aluminium. Aktivitas panas bumi membuat pelapukan batuan silika oleh asam karbonat. kemudian membentuk terjadinya tanah liat. Buchalter menyatakan bahwa penggunaan media clay akan dapat memberikan pengalaman khusus seperti mengenal tekstur clay, mencetak clay dengan menggunakan sentuhan tangan secara langsung, serta membentuk dan memanipulasi clay. 1 Menurut Soemarjadi bahwa tanah Liat merupakan bahan baku pembuatan keramik pada umunnya. Plastisitasnya (sifat lunak dan mudah dibentuk) cukup baik sehingga tidak banyak memerlukan pengurusan. Jenis dan warnanya cukup banyak yang disebabkan oleh tercampur 1 Aniek Wirastania, “Penggunaan Clay Therapy Dalam Program Bimbingan Untuk Peserta Didiktingkat Sekolah Dasar”, Jurnal Fokus Konseling, 1 , (Januari, 2016), 69.

Upload: others

Post on 09-Feb-2021

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 11

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    a. Kegiatan Bermain Clay

    1. Pengertian Clay

    Clay dalam arti sesungguhnya adalah tanah liat, namun selain terbuat

    daritanah liat, clay juga terbuat dari bermacam-macam bahan tetapi

    adonannyamemiliki sifat seperti clay (liat/dapat dibentuk). Tanah liat

    dihasilkan oleh alam, yang berasal dari pelapukan kerak bumi yang

    sebagian besar tersusun oleh batuan felds patik, terdiri dari batuan granit

    dan batuan beku. Kerak bumi terdiri dari unsur unsur seperti silikon,

    oksigen, dan aluminium. Aktivitas panas bumi membuat pelapukan

    batuan silika oleh asam karbonat. kemudian membentuk terjadinya tanah

    liat.

    Buchalter menyatakan bahwa penggunaan media clay akan dapat

    memberikan pengalaman khusus seperti mengenal tekstur clay, mencetak

    clay dengan menggunakan sentuhan tangan secara langsung, serta

    membentuk dan memanipulasi clay. 1

    Menurut Soemarjadi bahwa tanah Liat merupakan bahan baku

    pembuatan keramik pada umunnya. Plastisitasnya (sifat lunak dan mudah

    dibentuk) cukup baik sehingga tidak banyak memerlukan pengurusan.

    Jenis dan warnanya cukup banyak yang disebabkan oleh tercampur

    1Aniek Wirastania, “Penggunaan Clay Therapy Dalam Program Bimbingan Untuk Peserta

    Didiktingkat Sekolah Dasar”, Jurnal Fokus Konseling, 1 , (Januari, 2016), 69.

  • 12

    dengan bahan lain. Tanah liat mempunyai warna: merah, kuning, abu-

    abu, cokelat, kehitam-hitaman, dan sebagainya.2

    2. Kegiatan Bermain

    Kegiatan bermain memiliki pengaruh perkembangan anak salah

    satunya untuk melatih motoriknya. Melalui eksperimentasi dalam

    bermain, anak-anak menemukan sesuatu yang baru dan berbeda dapat

    menimbulkan kepuasan. Menurut Swartsz menjelaskan bahwa bermain

    dengan memanipulasi benda-benda yang mereka temukan merupakan

    efek dari apa yang mereka lihat disekelilingnya.3

    Bermain merupakan bagian integral dari masa kanak - kanak, salah

    satu media yang unik dan penting untuk memfasilitasi perkembangan:

    ekspresi bahasa, keterampilan emosi, keterampilan sosial, keterampilan

    pengambilan keputusan, perkembangan kognitif pada anak-anak.

    Bermain merupakan bentuk ekspresi diri yang paling lengkap yang

    pernah dikembangkan manusia. Menurut Mc Cunc, Nicolich. & Fenson

    bermain dibedakan dalam hal:

    a) Ditujukan demi kesenangan sendiri

    b) Lebih fokus pada makna daripada hasil akhir

    c) Diarahkan pada eksplorasi subjek untuk melakukan sesuatu pada objek

    d) Tanpa mengharapkan hasil serius

    2Nurmeita Tri Wahyuni,”Peningkatan Aktivitas Dan Hasil Belajar Melalui Penggunaan Media

    Clay Materi Berkarya Relief Pada Siswa Kelas Iv Sd Negeri 2 Karangsentul Purbalingga”, (Skripsi

    S1, Universitas Negeri Semarang,2013), Hal 23-24. 3Dynna Wahyu Perwita Sari,”Pengaruh Bermain Plastisin Terhadap Kreativitas Anak Usia 5-6

    Tahun Diinjau dari Bermain Secara Individu dan Kelompok”, Jurnal Psikologi Pendidikan dan

    Perkembangan, 2 , (Desember, 2013), 219.

  • 13

    e) Tidak diatur oleh acuan eksternal

    f) Adanya keterikatan aktif dari pemainnya.4

    Bermain digunakan konselor sebagai media komunikasi dalam

    konseling individu karena ini adalah salah satu cara anak-anak merasakan

    dunianya. Melalui media bermain, akan mendorong munculnya

    komunikasi interaktif yang berlandaskan rasa percaya diantara konselor

    dan konseli, sehingga konseli mampu mengatur kehidupannya. 5

    Terdapat berbagai alasan konselor perlu menerapkan layanan

    konseling dengan teknik terapi bermain. Huda, Wulandari & Astuti

    menyatakan bahwa terapi bermain merupakan sebuah teori yang

    menyatakan bahwa masa kanak-kanak adalah masa bermain, setiap

    mereka melakukan banyak aktifitas yang bermuara pada permainan. Hal

    ini berarti terapi bermain dapat digunakan dalam menyembuhkan

    permasalahan yang dialami oleh anak usia dini. Sejalan dengan pendapat

    tersebut Hurlock menyatakan bahwa terapi bermain sangat cocok

    diimplementasikan dalam layanan konseling yang diberikan oleh

    konselor karena sesuai dengan karakteristik yang dimiliki oleh anak usia

    dini, yaitu bermain.

    Beberapa permainan dan alat bermain yang sederhana seperti kertas

    koran, balok titian, bermain bola, Clay, dan lain – lain yang dapat

    membantu melatih motorik halus anak. Buchalter menyatakan bahwa

    4Galih A Veskarisyanti, “12 Terapi Autis Paling Efetif & Hemat untuk Autisme, Hiperaktif, dan

    Retardasi Mental”, (Yogyakarta: Pustaka Anggrek, 2008), 43-44. 5Aniek Wirastania, “Penggunaan Clay Therapy Dalam Program Bimbingan Untuk Peserta

    Didiktingkat Sekolah Dasar”, Jurnal Fokus Konseling, 1 , (Januari, 2016), 68-69.

  • 14

    penggunaan media clay akan dapat memberikan pengalaman khusus

    seperti mengenal tekstur clay, mencetak clay dengan menggunakan

    sentuhan tangan secara langsung, serta membentuk dan memanipulasi

    clay. Sholt & Gavron menyatakan bahwa penggunaan media clay akan

    dapat memberikan pengalaman terutama pada proses pembentukan

    sebuah produk.6

    b. Motorik Halus

    Perkembangan fisik-motorik adalah perkembangan jasmaniah

    melalui kegiatan pusat saraf, urat saraf, dan otot yang terkoordinasi.

    Gerak tersebut berasal dari perkembangan reflex dan kegiatan yang telah

    ada sejak lahir. Dengan demikian, sebelum perkembangan gerak motorik

    ini mulai berproses, maka anak akan tetap tak berdaya. Laura E. Berk

    menjelaskan perkembangan fisik-motorik pada anak usia dini dengan

    melakukan pengamatan terhadap anak-anak yang sedang bermain di

    halaman sekolah atau pusat - pusat permainan edukatif lainnya. Hasil

    pengamatan menunjukkan bahwa ketika anak-anak bermain, akan

    muncul adanya keterampilan motorik baru yang masing-masing

    membentuk pola kehidupannya.7

    Perkembangan fisik-motorik terdiri atas 2 jenis, yakni motorik kasar

    dan motorik halus. Gerak motorik kasar bersifat gerakan utuh, sedangkan

    gerak motorik halus lebih bersifat keterampilan detail. Untuk lebih

    6Aniek Wirastania, “Penggunaan Clay Therapy Dalam Programbimbingan Untuk Peserta

    Didiktingkat Sekolah Dasar”, Jurnal Fokus Konseling, 1 ,(Januari, 2016), 68-69. 7Suyadi, “Psikologi Belajar Pendidikan Anak Usia Dini”, (Yogyakarta: PT. Pustaka Insan Madani,

    2010), hal 67.

  • 15

    jelasnya, berikut ini adalah keterangan kedua jenis gerak motorik

    tersebut.

    a. Perkembangan Gerak Motorik Kasar

    Gerak motorik kasar adalah gerak anggota badan secara kasar atau

    keras. Menurut Laura E. Berk semakin anak bertambah dewasa dan kuat

    tubuhnya, maka gaya geraknya semakin sempurna. Hal ini

    mengakibatkan tumbuh-kembang otot semakin membesar dan

    menguat.Dengan membesar dan menguatnya otot tersebut, keterampilan

    baru selalu bermunculan dan semakin bertambah kompleks.8

    b. Perkembangan Gerak Motorik Halus

    Perkembangan gerak motorik halus adalah meningkatnya

    pengoordinasian gerak tubuh yang melibatkan otot dan syaraf yang jauh

    lebih kecil atau detail.9 Kelompok otot dan syaraf inilah yang nantinya

    mampu mengembangkan gerak motorik halus, seperti meremas kertas,

    menyobek, menggambar, menulis dan lain sebagainya.

    Berbeda dengan Hurlock, E. Berk menjelaskan gerak motorik halus

    ini dengan membandingkannya dengan gerak motorik kasar. Dengan kata

    lain, E. Berk memahami bahwa gerak motorik halus sebagai bentuk

    kebalikan dari gerak motorik kasar. Ia menyatakan bahwa pada anak usia

    prasekolah telah terjadi perubahan besar pada gerak motoriknya. Sekedar

    contoh, gerakan tangan dan jari yang meningkat. Bahkan, pada tahap ini

    anak sering mencoba makan dengan tangannya sendiri, Tetapi orangtua

    8Ibid, 68. 9Suyadi, “Psikologi Belajar Pendidikan Anak Usia Dini”, (Yogyakarta: PT. Pustaka Insan Madani,

    2010), hal 69.

  • 16

    sering kali mencegahnya dengan alasan tangan anak kotor sehingga tidak

    boleh makan dengan tangan.10

    Saat anak mencapai usia 3 tahun anak sudah mulai bias mengenakan

    baju sendiri, bahkan mampu memakai dan melepas sepatunya sendiri.

    Keterampilan inilah yang disebut E. Berk sebagai self-help skill

    (keterampilan menolong diri sendiri). Nah keterampilan menolong diri

    sendiri ini akan mencapai puncak kesempurnaannya pada usia 6 tahun.

    Ketercapaiannya semua gerakan ini tidak lepas dari perhatian jangka

    panjang yang diperagakan olehnya mulai dari gerakan-gerakan tangan

    dan gerakan-gerakan lainnya yang kait-mengkait.11

    Perkembangan motorik halus memiliki peranan penting dalam

    kehidupan manusia. Hampir semua aktivitas anak, baik itu dirumah, di

    sekolah, maupun diwaktu bermain anak melibatkan kemampuan motorik

    halusnya misalnya, memegang benda, mengambil benda, membuat

    keterampilan, menulis, dan lainnya.

    Pengertian motorik halus menurut Saputra dan Rudyanto adalah

    “kemampuan anak beraktivitas dengan menggunakan otot-otot halus

    (kecil) seperti menulis, meremas, menggenggam, menggambar,

    menyusun balok dan memasukkan kelereng dan aktivitas lainnya.12

    10Suyadi, “Psikologi Belajar Pendidikan Anak Usia Dini”, (Yogyakarta: PT. Pustaka Insan

    Madani, 2010), hal 69. 11Ibid, 70 12Sri Novislam, “Pengaruh Bermain Menggunting, Menempelterhadap Kemampuan Motorik

    Halus Anak Tk Abustanul Athfal Aisyiyah Karangasem Tahun ajaran 2011/2012”, (skripsi s1,

    Universitas Muhammadiyah Surakarta,2012), hal 2-3.

  • 17

    Menurut Lerner menyatakan bahwa motorik halus adalah

    keterampilan menggunakan media dengan koordinasi antara mata dan

    tangan.Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan motorik halus anak

    adalah kemampuan anak untuk melakukan suatu kegiatan yang berkaitan

    dengan pengendalian gerak otot-otot kecil (halus) dan memerlukan

    koordinasi yang cermat.13

    Perkembangan motorik halus merupakan kemampuan anak dalam

    melakukan gerakan yang melibatkan bagianbagian tubuh tertentu dan

    dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat

    seperti: mengamati sesuatu, menjimpit, menggunting, menempel dan

    sebagainya.

    1. Tujuan Kemampuan Motorik Halus Pada Anak

    Menurut Saputro dan Rudyanto ada tiga tujuan kemampuan motorik

    halus yaitu:

    1) Mampu memfungsikan otot-otot kecil seperti gerakan jari tangan

    2) Mampu mengkoordinasikan kecepatan tangan dengan mata

    3) Mampu mengendalikan emosi

    2. Fungsi Kemampuan Motorik Halus

    Sebagai alat untuk mengembangkan keterampilan gerak

    keduatangan, sebagai alat untuk mengembangkan koordinasi kecepatan

    tangan dengan gerakan mata, sebagai alat untuk melatih penguasaan

    emosi.

    13Lusiana, Ardisal, Kasiyati, “Efektifitas Bermain Play Dough Untuk Meningkatkan Motorik

    Halus Dalam Memegang Alat Tulis Bagi Anak Tunagrahita Ringan”, Jurnal Ilmiah Pendidikan

    Khusus, 3 (September, 2014), 429.

  • 18

    3. Ciri-ciri Kemampuan Motorik Halus

    Berikut ini merupakan ciri-ciri kemampuan motorik halus anak usia

    4 sampai 5 tahun :

    1) Menempel14

    2) Menyusun potongan puzzle

    3) Mewarnai dengan rapi

    4) Menjahit sederhana

    5) Mengisi pola sederhna dengan stempel, sobekan kertas

    6) Mengancingkan kancing baju

    7) Menggambar dengan gerakan naik turun bersambung

    8) Menarik garik lurus, lengkung, miring

    9) Mengekspresikan gerakan dengan irama bervariasi

    10) Melipat kertas

    11) Meremas15

    12) Menggenggam

    13) Membentuk16

    14) Mencetak17

    15) Menjumput

    14Sri Novislam, “Pengaruh Bermain Menggunting, Menempel terhadap Kemampuan Motorik

    Halus Anak Tk Abustanul Athfal Aisyiyah Karangasem Tahunajaran 2011/2012”, (Skripsi S1,

    Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2012), Hal 3. 15 Fabyandini Ayu Ramadhani,dkk, Pengaruh Bermain Plastisin Terhadap Kemampuan Motorik Halus Pada Siswa TK B di RA PERSIS 1 Bandung, Jurnal Prosiding Psikologi (Vol. 03 No 02,

    2017), hal 356. 16 Erika Yunia Wardah, “Bermain Playdough Terhadap Kemampuan Motorik Halus Anak Autis di SDLB”, Jurnal Pendidikan Khusus, (2017), Hal 3. 17 Dian Maya Puspitasari, “Peningkatan Kemampuan Motorik Halus Tangan Melalui Keterampilan Membuat Paper Clay Pada Siswa Tunagrahita Kategori Sedang Kelas III SDLB Di Slb Wiyata

    Dharma 2 Tempel Sleman”, Jurnal Pendidikan Luar Biasa, (2017), hal 4.

  • 19

    c. Tunagrahita

    Tunagrahita merupakan kata lain dari Retardasi Mental (Mental

    Retardation). Tuna berarti merugi, grahita berarti pikiran. Retardasi mental

    (mental retardation atau mentally retardated) berarti terbelakang mental.

    Dalam pembelajaran tidak dibatasi oleh apapun kecacatan dalam diri

    siswanya akan tetapi kemauan dan kemampuan yang perlu dilatih dalam

    melakukan pembelajaran.18 Retardasi mental sebenarnya bukan suatu

    penyakit walaupun retardasi mental merupakan hasil dari proses patologik

    didalam otak yang memberikan gambaran keterbatasan terhadap

    intelektualitas dan fungsi adaptif. Retardasi mental dapat terjadi dengan atau

    tanpa gangguan jiwa maupun gangguan fisik lainnya.

    Retardasi Mental adalah tingkat fungsi intelektual yang secara

    signifikan berada di bawah rata-rata sebagaimana diukur oleh tes intelegensi

    yang dilaksanakan secara individual. Keterbelakangan mental atau

    Tunagrahita adalah suatu keadaan dengan intelegensia yang kurang

    (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak-

    anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara

    keseluruhan, tetapi gejala utama ialah intelegensi yang terbelakang. Retardasi

    mental disebut juga oligofrenia (oligo=kurang atau sedikit dan fren=jiwa)

    atau tuna mental. Keadaan tersebut ditandai dengan fungsi kecerdasan umum

    yang berada dibawah rata-rata dan disertai dengan berkurangnya kemampuan

    untuk menyesuaikan diri atau berperilaku adaptif.

    18Nunung Apriyanto, Seluk-Beluk Tunagrahita & Strategi Pembelajarannya, (Depok Sleman

    Jogjakarta: JAVALITERA ,2012), hal 28.

  • 20

    Anak Tunagrahita adalah anak yang secara signifikan memiliki

    kecerdasan di bawah rata-rata anak pada umumnya dengan disertai hambatan

    dalam penyesuaian diri dengan lingkungan sekitarnya. Mereka mengalami

    keterlambatan dalam segala bidang, dan itu sifatnya permanen, rentang

    memori mereka pendek terutama yang berhubungan dengan akademik,

    kurang dapat berpikir abstrak dan pelik.19

    Seseorang dikategorikan berkelainan mental subnormal atau

    tunagrahita, jika ia memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya

    (dibawah normal), sehingga untuk meniti tugas perkembangannya

    memerlukan bantuan atau layanan secara spesifik, termasuk dalam program

    pendidikannya.

    Penafsiran yang salah seringkali terjadi di masyarakat awam bahwa

    keadaan kelainan mental subnormal atau tunagrahita dianggap seperti suatu

    penyakit sehingga dengan memasukkan ke lembaga pendidikan atau

    perawatan khusus, anak diharapkan dapat normal kembali. Penafsiran

    tersebut sama sekali tidak benar sebab anak tunagrahita dalam jenjang

    manapun sama sekali tidak ada hubungannya dengan penyakit atau sama

    dengan penyakit Mental retarded is not disease but a condition. Jadi, kondisi

    tunagrahita tidak bias disembuhkan atau diobati dengan obat apapun.20

    19Nunung Apriyanto, Seluk-Beluk Tunagrahita & Strategi Pembelajarannya, (Depok Sleman

    Jogjakarta: JAVALITERA ,2012), hal 21. 20Mohammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, (Jakarta:PT. Bumi Aksara,

    2006) , hal. 88.

  • 21

    1. Klasifikasi Tunagrahita

    Pengklasifikasian anak tunagrahita penting dilakukan karena anak

    tunagrahita memiliki perbedaan individual yang sangat bervariasi. Klasifikasi

    untuk anak tunagrahita bermacam-macam sesuai dengan disiplin ilmu

    maupun perubahan pandangan terhadap keberadaan anak tunagrahita.

    Pengklasifikasian anak tunagrahita yang telah lama dikenal adalah debil

    untuk anak tunagrahita ringan, imbesil untuk anak tunagrahita sedang, dan

    idiot untuk anak tunagrahita berat dan sangat berat. Sedangkan klasifikasi

    yang dilakukan oleh pendidik Amerika adalah educable mentally (mampu

    didik), trainable mentally retarded (mampu latih), dan totally/custodia

    dependent (mampu rawat).21

    Anak Tunagrahita mampu didik (debil) adalah anak tunagrahita yang

    tidak mampu mengikuti pada program sekolah biasa, tetapi ia masih memiliki

    kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pendidikan walaupun

    hasilnya tidak maksimal. Kemampuan yang dapat dikembangkan pada anak

    tunagrahita mampu didik antara lain: (1) membaca, menulis, mengeja, dan

    berhitung, (2) menyesuaikan diri dan tidak menggantungkan diri pada orang

    lain, (3) keterampilan yang sederhana untuk kepentingan kerja di kemudian

    hari. Kesimpulannya, anak tunagrahita mampu didik berarti anak tunagrahita

    yang dapat dididik secara minimal dalam bidang-bidang akademis, social,

    dan pekerjaan.

    21Mohammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan,(Jakarta:PT. Bumi Aksara,

    2006) , hal. 90.

  • 22

    Anak Tunagrahita mampu latih (imbecil) adalah anak tunagrahita

    yang memiliki kecerdasan sedemikian rendahnya sehingga tidak mungkin

    untuk mengikuti program yang diperuntukkan bagi anak tunagrahita mampu

    didik. Oleh karena itu, beberapa kemampuan anak tunagrahita mampu latih

    yang perlu diberdayakan, yaitu (1) belajar mengurus diri sendiri, misalnya;

    makan, pakaian, tidur, atau mandi sendiri, (2) belajar menyesuaikan di

    lingkungan rumah atau sekitarnya, (3) mempelajari kegunaan ekonomi

    dirumah, di bengkel kerja (sheltered workshop), atau lembaga khusus.

    Kesimpulannya anak tunagrahita mampu latih berarti anak tunagrahita hanya

    dapat dilatih untuk mengurus diri sendiri melalui aktivitas kehidupan sehari-

    hari (activity daily living), serta melakukan fungsi social kemasyarakatan

    menurut kemampuannya.

    Anak Tunagrahita mampu rawat (idiot) adalah anak tunagrahita yang

    memiliki kecerdasan sangat rendah sehngga ia tidak mampu mengurus diri

    sendiri atau sosialisasi. Untuk mengurus kebutuhan diri sendiri sangat

    membutuhkan orang lain. Dengan kata lain, anak tunagrahita mampu rawat

    adalah anak tunagrahita yang membutuhkan perawatan sepenuhnya sepanjang

    hidupnya, karena ia tidak mampu terus hidup tanpa bantuan orang lain.22

    Klasifikasi tersebut sekarang telah jarang digunakan karena terlalu

    mempertimbangkan kemampuan akademik seseorang.

    Klasifikasi yang digunakan sekarang adalah klasifikasi yang dikemukakan

    oleh AAMD (Hallahan dalam Wardani) sebagai berikut:

    22Mohammad Efendi, “Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan”,(Jakarta: PT. Bumi

    Aksara:2006) hal. 90-91

  • 23

    a) Mild Mental Retardation (Tunagrahita ringan) IQnya 70-55.

    b) Moderate Mental Retardation (Tunagrahita sedang) IQnya 55-40.

    c) Severe Mental Retardation (Tunagrahita berat) IQnya 40-25.

    d) Profound Mental Retardation (Sangat berat) IQnya 25 ke bawah.23

    2. Faktor Penyebab Tuna Grahita

    Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan seseorang menjadi

    tunagrahita. Para ahli dari berbagai ilmu telah membagi faktor-faktor

    penyebab menjadi beberapa kelompok. Berikut ini akan dibahas beberapa

    penyebab Ketunagrahitaan yang sering ditemukan baik berasal dari faktor

    keturunan maupun berasal dari faktor lingkungan.

    a. Faktor Keturunan

    Faktor keturunan terdapat pada sel khusus yang pada pria disebut

    spermatozoa pada wanita disebut sel telur (ovarium). 24

    b. Gangguan Metabolisme Gizi

    Metabolisme gizi merupakan hal yang sangat penting bagi

    perkembangan individu terutama perkembangan sel-sel otak. Kegagalan

    dalam metabolisme dan kegagalan dalam pemenuhan kebutuhan akan gizi

    dapat mengakibatkan terjadinya gangguan fisik maupun mental pada

    individu.

    c. Infeksi dan Keracunan

    Diantara penyebab terjadinya ketunagrahitaan adalah adanya infeksi

    dan keracunan yang mana terjadi selama janin masih berada dalam

    23Nunung Apriyanto, “Seluk-Beluk Tunagrahita & Strategi Pembelajarannya”, (Depok, Sleman

    Yogyakarta, 2012),hal:30-31. 24Ibid, hal:39.

  • 24

    kandungan ibunya. Infeksi dan keracunan ini tidak langsung tapi lewat

    penyakit-penyakit yang dialami ibunya, diantaranya adalah penyakit yang

    timbul karena virus rubella, syphilis, toxoplasmosis, dan keracunan yang

    berupa: gravidity, syndrome yang beracun, kecanduan alkohol, obat-obatan

    atau narkotika.25

    d. Trauma dan Zat Radioaktif

    Ketunagrahitaan dapat juga disebabkan karena terjadinya traumu pada

    beberapa bagian tubuh khususnya pada otak ketika bayi dilahirkan dan

    terkena radiasi zat radioaktif selama hamil.

    e. Masalah pada Kelahiran

    Kelainan dapat juga disebabkan oleh masalah-masalah yang terjadi

    pada waktu kelahiran (perinatal), misalnya kelahiran yang disertai hypoxia

    dapat dipastikan bahwa bayi yang dilahirkan menderita kerusakan otak,

    menderita kejang, nafas pendek.

    f. Faktor Lingkungan (Sosial Budaya)

    Berbagai penelitian telah dilakukan oleh para ahli untuk mengetahui

    pengaruh lingkungan terhadap fungsi intelek anak. Paton dan Polloway

    (1986:188) melaporkan bahwa bermacam-macam pengalaman negatif atau

    kegagalan dalam melakukan interaksi yang terjadi selama periode

    perkembangan menjadi salah satu penyebab ketunagrahitaan.26

    25Nunung Apriyanto, “Seluk-Beluk Tunagrahita & Strategi Pembelajarannya”, (Depok, Sleman

    Yogyakarta, 2012),hal:39. 26Ibid, hal:44-47.