bab ii landasan teori 2.1. media massa · 2019. 6. 27. · 1 bab ii landasan teori . 2.1. media...

19
1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Media Massa Menurut Albarran (1996) media massa adalah sebuah kekuatan dalam mengemas dan mempromosikan sebuah peristiwa yang diangkatnya. Dalam suatu institusi, media tidak hanya mempunyai kekuatan ekonomi saja, akan tetapi kekuatan politik juga ikut berperan didalamnya melalui kontrol dan penyebaran informasi. Pada hakekatnya pekerjaan media adalah mengkontruksi realitas (Sobur, 2002). Isi media merupakan hasil para pekerja media dalam mengkontruksikan berbagai realitas yang dipilihnya untuk dijadikan sebuah berita, diantaranya realitas politik dan human interest. Disebabkan sifat dan faktanya bahwa pekerjaan media massa adalah menceritakan peristiwa-peristiwa, maka dapat di katakan bahwa seluruh isi media adalah realitas yang dikonstruksi (construct reality). Pembuatan berita di media pada dasarnya tidak lebih dari penyusunan realitas-realitas, sehingga membentuk sebuah “cerita “. Menurut Eriyanto (2001) media massa mempunyai peranan sebagai agen sosialisasi pesan tentang norma dan nilai. Media massa mempunyai kekuatan yang sangat signifikan dalam usaha mempengaruhi khalayaknya. Keberadaan media massa mempunyai peranan penting dalam usaha memberikan informasi penting bagi masyarakat, pengetahuan yang dapat memperluas wawasan, sarana hiburan sebagai pelepas ketegangan, dan yang tidak kalah pentingnya adalah peranan media sebagai kontrol sosial untuk memberikan kritik maupun mendukung kebijakan pemerintah agara memotivasi masyarakat. Hidayat dalam Siahaan (2001) menambahkan, bahwa media massa merupakan salah satu arena sosial, tempat berbagai kelompok sosial masing-masing dengan politik bahasa yang mereka kembangkan sendiri, berusaha menampilkan definisi situasi atau realitas berdasarkan versi mereka yang dianggap sahih. Berita untuk media massa harus berfungsi mengarahkan, menumbuhkan atau

Upload: others

Post on 18-Jan-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Media Massa · 2019. 6. 27. · 1 BAB II LANDASAN TEORI . 2.1. Media Massa Menurut Albarran (1996) media massa adalah sebuah kekuatan dalam mengemas dan

1

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Media Massa

Menurut Albarran (1996) media massa adalah sebuah kekuatan dalam

mengemas dan mempromosikan sebuah peristiwa yang diangkatnya. Dalam suatu

institusi, media tidak hanya mempunyai kekuatan ekonomi saja, akan tetapi kekuatan

politik juga ikut berperan didalamnya melalui kontrol dan penyebaran informasi.

Pada hakekatnya pekerjaan media adalah mengkontruksi realitas (Sobur,

2002). Isi media merupakan hasil para pekerja media dalam mengkontruksikan

berbagai realitas yang dipilihnya untuk dijadikan sebuah berita, diantaranya realitas

politik dan human interest. Disebabkan sifat dan faktanya bahwa pekerjaan media

massa adalah menceritakan peristiwa-peristiwa, maka dapat di katakan bahwa seluruh

isi media adalah realitas yang dikonstruksi (construct reality). Pembuatan berita di

media pada dasarnya tidak lebih dari penyusunan realitas-realitas, sehingga

membentuk sebuah “cerita “.

Menurut Eriyanto (2001) media massa mempunyai peranan sebagai agen

sosialisasi pesan tentang norma dan nilai. Media massa mempunyai kekuatan yang

sangat signifikan dalam usaha mempengaruhi khalayaknya. Keberadaan media massa

mempunyai peranan penting dalam usaha memberikan informasi penting bagi

masyarakat, pengetahuan yang dapat memperluas wawasan, sarana hiburan sebagai

pelepas ketegangan, dan yang tidak kalah pentingnya adalah peranan media sebagai

kontrol sosial untuk memberikan kritik maupun mendukung kebijakan pemerintah

agara memotivasi masyarakat.

Hidayat dalam Siahaan (2001) menambahkan, bahwa media massa

merupakan salah satu arena sosial, tempat berbagai kelompok sosial masing-masing

dengan politik bahasa yang mereka kembangkan sendiri, berusaha menampilkan

definisi situasi atau realitas berdasarkan versi mereka yang dianggap sahih. Berita

untuk media massa harus berfungsi mengarahkan, menumbuhkan atau

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Media Massa · 2019. 6. 27. · 1 BAB II LANDASAN TEORI . 2.1. Media Massa Menurut Albarran (1996) media massa adalah sebuah kekuatan dalam mengemas dan

2

membangkitkan semangat dan memberikan penerangan kepada khalayak. Sebab

berita yang tersaji setiap harinya adalah produk dari pembentukan realitas oleh media.

Media adalah agen yang secara aktif menafsirkan realitas untuk disajikan kepada

khalayak (Djuroto, 2002).

2.2. Komunikasi Politik

2.2.1. Definisi Komunikasi Politik

Menurut Mulyana (2013) komunikasi politik didefinisikan sebagai suatu

proses linear atau suatu sistem. Pendekatan linear ini berorientasi pada efek atau

pengaruh pesan politik, sedangkan pendekatan sistem berorientasi pada kestabilan

atau kesinambungan suatu sistem politik. Nimmo (2011) menyebutkan cakupan

komuniksai politik terdiri dari komunikator politik, pesan politik, persuasi politik,

media komunikasi politik, khalayak politik dan akibat-akibat komunikasi politik. Dari

segi aplikasinya, sudah lama komunikasi ditelaah untuk tujuan kampanye politik

pemilu dan masalah lain yang berkaitan dengan proses pengambilan keputusan

politik.

2.2.2. Teori Komunikasi Politik

1. Jarum Hipodermik (Hypodermic Needle Theory)

Teori dari Schramm, Rogers, dan Shoemaker yang dikutip dalam Arifin

(2011) menyatakan bahwa komunikasi politik berlangsung dalam sebuah proses

seperti “ban berjalan” secara mekanis dengan unsur-unsur yang jelas, yaitu: sumber

(komunikator), pesan (komunike), saluran (media), penerima (khalayak) dan umpan

balik (efek). Artinya sumber mengirim pesan ke penerima melalui saluran tertentu

dan menimbulkan akibat atau efek. Berdasarkan “hukum peliput” dapat dibuat

prediksi yang bersyarat, yaitu: jika ada (pesan tertentu), maka akan ada efek tertentu

(pada penerima). Itulah sebabnya dalam model mekanistis, studi komunikasi politik

difokuskan pada efek.

Berdasarkan paradigma mekanistis dan unsur-unsur yang terkandung dalam

proses komunikasi tersebut, secara sederhana Lasswell merumuskan dalam sebuah

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Media Massa · 2019. 6. 27. · 1 BAB II LANDASAN TEORI . 2.1. Media Massa Menurut Albarran (1996) media massa adalah sebuah kekuatan dalam mengemas dan

3

formula, “siapa berkata apa, melalui saluran apa, kepada siapa dan bagaimana

efeknya?” (who say what, in which channel, to whom with what effect?). Kemudian

formula Lasswell tersebut oleh Nimmo (2011) dijadikan sebagai dasar menganalisis

komunikasi politik.

Paradigma mekanistis tersebut kemudian menghasilkan dua asumsi dasar:

Pertama, penerima (komunikan) atau khalayak pasif atau tidak berdaya ketika

menerima pesan dari komuniktor. Artinya komunikator dengan mudah

mempengaruhi komunikan atau khalayak. Kedua, media massa sangat perkasa dan

bahkan kekuatannya mendekati gaib. Artinya semua pesan yang disalurkan oleh

media massa dengan mudah mempengaruhi khalayak (Nimmo, 2011). Bahkan, oleh

McLuhan dalam Littlejohn (2014) menyebut bahwa media itu sendiri adalah pesan

(the medium is the message). Khalayak yang tak berdaya itu sering disebut khalayak

pasif. Konsep khalayak tak berdaya atau khalayak pasif dan asumsi media perkasa

dari paradigma mekanistis itu, dengan mudah dikenal melalui berbagai literatur yang

memuat teori dasar dengan nama yang berbeda seperti hypodermik needle theory

(teori jarum hipodermik) dan bullet theory of communication (teori peluru).

Berdasarkan teori tersebut, komunikator politik (politisi, profesional dan

aktifis) selalu memandang bahwa pesan politik apapun yang disampaikan pada

khalayak, apalagi melalui media massa, pasti menimbulkan efek yang positif berupa

cara yang baik, penerimaan atau dukungan. Itulah sebabnya kegiatan komunikasi

politik banyak dilakukan melalui pidato pada rapat umum atau media massa.

Ternyata asumsi tersebut tidak benar seluruhnya, karena efek sangat tergantung

kepada situasi dan kondisi khalayak, disamping daya tarik isi, dan kredibilitas

komunikator. Bahkan berbagai hasil penelitian membuktikan bahwa media massa

memiliki pengaruh lebih dominan dalam tingkat kognitif (pengetahuan) saja, tetapi

kurang mampu menembus pengaruh pada sikap dan prilaku.

Tiap-tiap individu ternyata sangat aktif dalam menyaring, menyeleksi, dan

bahkan memiliki daya tangkal atau daya serap terhadap semua pengaruh yang berasal

dari luar dirinya. Tiap-tiap individu itu tidak mengalami pengaruh secara pasif,

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Media Massa · 2019. 6. 27. · 1 BAB II LANDASAN TEORI . 2.1. Media Massa Menurut Albarran (1996) media massa adalah sebuah kekuatan dalam mengemas dan

4

melainkan secara aktif. Jiwa individu sendiri memiliki potensi dinamis dalam

mewujudkan sikap dan kelakuannya. Dengan demikian asumsi bahwa khalayak pasif

dan media perkasa, tidak terbukti secara empirik. Meskipun demikian, “teori jarum

hipodermik” tidak runtuh sama sekali karena tetap dapat diaplikasikan atau

digunakan untuk menciptakan efektifitas dalam komunikasi politik. Teori jarum

hipodermik (teori peluru) dan teori transmisi selanjutnya oleh para pakar

digambarkan pula dalam bentuk model, itulah sebabnya teori-teori tersebut dilukiskan

sebagai model linier dalam komunikasi politik yang berkembang dalam masyarakat,

terutama yang menganut sistem politik otoritarian. Model linear hanya berlangsung

satu arah, yaitu dari sumber (komunikator) kepada penerima (khalayak) hal itu

ditentukan dalam paradigma mekanistis.

2. Teori Khalayak Kepala Batu (The Obstinate Audience Theory)

Teori dari Richard (1936), Bauer (1964), Schramm & Robert (1977) yang

dikutip Arifin (2011) menyatakan bahwa asumsi khalayak pasif itu gugur. Dengan

gugurnya asumsi khalayak tidak berdaya atau khalayak pasif dan media perkasa

seperti teori jarum hipodermik, berkembanglah sebuah asumsi baru, bahwa khalayak

justru aktif dan sangat berdaya, dan sama sekali tidak pasif dalam proses komunikasi

politik. Bahkan, khalayak memiliki daya tangkal dan daya serap terhadap semua

rangsangan yang menyentuhnya. Dalam hal itu para pakar termasuk Schramm dan

Roberts dalam Nimmo (2011) mengokersi teorinya dan mengakui adanya teori baru

yang dikenal dengan nama teori khalayak kepala batu (the obstinate audience theori).

Teori ini merupakan bentuk penjabaran dari perspektif atau paradigma

psikologis dalam komunikasi yang telah dipaparkan di muka. Teori khalayak kepala

batu itu dikembangkan oleh pakar psikologi-Raymond Bauer pada tahun 1964.

Bahkan, telah diperkenalkan oleh Richards sejak 1936 dan telah diamalkan atau

dipublikasikan oleh ahli retorika pada zaman Yunani dan Romawi 200 tahun yang

lalu. Raymond Bauer mengkritik potret khalayak sebagai robot yang pasif. Khalayak

hanya bersedia mengikuti pesan, bila pesan itu memberi keuntungan atau memenuhi

kepentingan dan kebutuhan khalayak. Komunikasi tidak lagi bersifat linear tetapi

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Media Massa · 2019. 6. 27. · 1 BAB II LANDASAN TEORI . 2.1. Media Massa Menurut Albarran (1996) media massa adalah sebuah kekuatan dalam mengemas dan

5

merupakan transaksi. Media massa memang berpengaruh, tetapi pengaruh itu

disaring, diseleksi, dan diterima atau ditolak oleh filter konseptual atau faktorfaktor

personal yang memengaruhi reaksi mereka.

Dengan teori khalayak kepala batu itu, fokus penelitian bergeser dari

komunikator kepada komunikan atau khalayak. Para pakar, terutama pakar psikologi

maupun sosiologi mencurahkan perhatian kepada faktor individu. Mereka mengkaji

faktor-faktor yang membuat individu ini mau menerima pesan-pesan komunikasi.

Salah satu di antaranya adalah lahirnya teori “model guna dan kepuasan (uses and

grafititations theory). Model ini dibangun dengan asumsi dasar bahwa manusia

adalah makhluk yang sangat rasional dan sangat aktif, dinamis dan selektif terhadap

semua pengaruh dari luar dirinya.

Pada dasarnya teori khalayak kepala batu dan teori use and gratifications serta

teori lainnya dan model yang sejenis dapat dimasukkan ke dalam kelompok besar

perspektif atau paradigma psikologis dari komunikasi politik. Meskipun individu

menerima pesan karena kegunaan atau karena untuk memenuhi kepuasan dirinya

berdasarkan perbedaan individu, kategori sosial atau hubungan sosial, namun yang

terpenting dalam perspektif psikologis ini ialah semua pesan politik itu diolah secara

internal pada diri individu. Dengan demikian komunikasi politik dalam perspektif ini

berlangsung secara internal dalam diri individu, yang juga dikenal dengan nama

komunikasi intrapersona (intrapribadi). Teori khalayak kepala batu ini sangat penting

menjadi kerangka acuan dalam melaksanakan komunikasi politik di negara

demokrasi. Teori ini mengasumsikan bahwa (1) setiap individu mempunyai

kemampuan untuk menyeleksi, menyaring dalam menerima informasi; (2) khalayak

justru sangat berdaya dan sama sekali tidak pasif dalam proses komunikasi politik.

Khalayak memiliki daya tangkal dan daya serap terhadap semua terpaan pesan

kepada mereka.

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Media Massa · 2019. 6. 27. · 1 BAB II LANDASAN TEORI . 2.1. Media Massa Menurut Albarran (1996) media massa adalah sebuah kekuatan dalam mengemas dan

6

2.3. Informasi Hoax

Secara singkat informasi hoax adalah informasi yang tidak benar.1 Dalam

cambridge dictionary2, kata hoax sendiri berarti tipuan atau lelucon. Kegiatan

menipu, trik penipuan, rencana penipuan disebut dengan hoax. Kemudian, situs

hoaxes.org3 dalam konteks budaya mengarahkan pengertian hoax sebagai aktivitas

menipu: “Ketika koran sengaja mencetak cerita palsu, kita menyebutnya hoax. Kita

juga menggambarkannya sebagai aksi publisitas yang menyesatkan, ancaman bom

palsu, penipuan ilmiah, penipuan bisnis, dan klaim politik palsu sebagai hoax”. Oleh

karena itu, dalam penelitian ini dipilih istilah “informasi hoax” sebagai salah satu

konsep penelitian. Pemilihan istilah ini didasarkan pada pengertian dasar kata hoax

itu sendiri (tipuan), dan bentuknya yang berupa informasi ketika disebarkan (sebagai

objek) di sosial media. Informasi hoax yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

bentuk antipati terhadap lawan politik yang berujung pada Chararter Assassination. 4

2.3.1. Tujuan Penyebaran Informasi Hoax

Hoax bertujuan untuk membuat opini publik, menggiring opini publik,

membentuk persepsi juga untuk hufing fun yang menguji kecerdasan dan kecermatan

pengguna internet dan media sosial. Tujuan penyebaran hoax beragam tapi pada

umumnya hoax disebarkan sebagai bahan lelucon atau sekedar iseng, menjatuhkan

pesaing (black Campaigh), promosi dengan penipuan, ataupun ajakan untuk berbuat

amalan-amalan baik yang sebenarnya belum ada dalil yang jelas di dalamnya. Namun

ini menyebabkan banyak penerima hoax terpancing untuk segera menyebarkan

kepada rekan sejawatnya sehingga akhirnya hoax ini dengan cepat tersebar luas.

Kondisi tersebut terjadi karena komunikasi yang dibangun si penulis difasilitasi oleh

daya pikat yang dihasilkan melalui komunikasi menggunakan media sosial (Budiman,

2017).

1http://www. hoaxbusters.org/hoax10.html, diakses tanggal 18 Desember 2017.

2http://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/hoax#translations, diakses tanggal 18 Desember

2017. 3http://hoaxes.org/Hoaxipedia/What_is_a_hoax, diakses tanggal 18 Desember 2017.

4http://voxntt.com/2017/10/22/pilkada-hoax-dan-independensi-media

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Media Massa · 2019. 6. 27. · 1 BAB II LANDASAN TEORI . 2.1. Media Massa Menurut Albarran (1996) media massa adalah sebuah kekuatan dalam mengemas dan

7

Kemudian menurut Kumar, West dan Leskovec (2016)5, setidaknya ada tiga

tujuan mengapa seseorang mengkomunikasikan informasi yang salah secara luas.

Pertama, tujuannya mengajak publik untuk mempercayai sesuatu yang salah sebagai

sebuah kebenaran. Kedua, tujuannya membohongi atau mengkhianati publik. Ketiga,

tujuannya bersifat pribadi yaitu menciptakan kesan-kesan personal tertentu oleh si

penyebar hoax di mata publik.

Namun demikian terdapat juga tujuan lain tersebarnya informasi hoax,

menurut Komisi Bidang Informasi DPR RI, Sukamta, informasi hoax merupakan

reaksi dari rasa penasaran masyarakat karena pemerintah kurang berperan dengan

baik sebagai sumber informasi. Dia mencontohkan pada kasus TKA asal China,

“Sukamta menilai pemerintah tidak satu suara dalam menyatakan kepada publik.

Akhirnya, masyarakat mereaksi, yang benar siapa ini. Menteri Polhukam, Menaker,

Kominfo, Presiden atau siapa? Akhirnya, ini pasti ada yang bohong di antara empat

pihak. Yang benar satu, yang lain bohong”.6

2.3.2. Ciri-ciri Informasi Hoax

Menurut David Harley (2008)7, ada beberapa aturan praktis yang dapat

digunakan untuk mengidentifikasi hoax secara umum. Pertama, informasi hoax

biasanya memiliki karakteristik surat berantai dengan menyertakan kalimat seperti

"Sebarkan ini ke semua orang yang Anda tahu, jika tidak, sesuatu yang tidak

menyenangkan akan terjadi”.

Kedua, informasi hoax biasanya tidak menyertakan tanggal kejadian atau

tidak memiliki tanggal yang realistis atau bisa diverifikasi, misalnya "kemarin" atau

"dikeluarkan oleh..." pernyataan-pernyataan yang tidak menunjukkan sebuah

kejelasan. Kemudian yang ketiga, informasi hoax biasanya tidak memiliki tanggal

kadaluwarsa pada peringatan informasi, meskipun sebenarnya kehadiran tanggal

5Andi Muhammad Irawan, 2017, “Hoax; Manipulasi Kognitif dan Konflik Sosial“, diakses dari

https://www.edunews.id/literasi, tanggal 17 Desember 2017. 6Ali Atwa, 2017, “Anggota DPR: Jika Pemerintah Bekerja Baik, Berita Hoax Hilang Sendiri”, diakses

dari https://www.hidayatullah.com, tanggal 18 Desember 2017. 7“Literasi media baru dan penyebaran informasi hoax”, diakses dari etd.repository.ugm.ac.id, tanggal

18 Desember 2017.

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Media Massa · 2019. 6. 27. · 1 BAB II LANDASAN TEORI . 2.1. Media Massa Menurut Albarran (1996) media massa adalah sebuah kekuatan dalam mengemas dan

8

tersebut juga tidak akan membuktikan apa-apa, tetapi dapat menimbulkan efek

keresahan yang berkepanjangan.

Keempat, tidak ada organisasi yang dapat diidentifikasi yang dikutip sebagai

sumber informasi atau menyertakan organisasi tetapi biasanya tidak terkait dengan

informasi. Siapapun bisa mengatakan: "Saya mendengarnya dari seseorang yang

bekerja di Microsoft” (atau perusahaan terkenal lainnya).

Keempat ciri-ciri tersebut setidaknya dapat membantu kita dalam

memfokuskan lokus pemikiran kita ketika berhadapan dengan sebuah informasi.

Sehingga idealnya kita harus bersikap skeptis terhadap setiap informasi yang ditemui

sekalipun terlihat benar, lengkap, dan sangat meyakinkan.

Ditambahkan oleh Muhammad Rifki Kurniawan (2017)8, bahwa wacana

hoax sebagaian besar mengirimkan pesan yang sarat emosional. Ciri-ciri pesan

emosional pada berita hoax adalah menyindir orang lain, bersifat sara dan memihak,

serta menebarkan kebencian. Pada kasus di Indonesia, unsur sara sering digunakan

dalam menyebarkan informasi palsu. Karena sara merupakan merupan keyakinan,

yang tertanam dalam pikiran dan karakter penganut sejak kecil sehingga sulit untuk

digoyangkan dan bersifat semi-permanen. Menurut Art Markman, otak tidak

memiliki mekanisme sederhana untuk menghapuskan apa yang telah kita indera.

Termasuk informasi palsu yang telah tersimpan dan dianggap sebagai kebenaran,

yang dapat secara otomatis dipanggil kembali ketika menghadapi situasi yang

berkaitan. Dan ini berbahaya, ketika informasi palsu diperkuat dengan alasan-alasan

palsu yang lain. Hal ini bisa jadi membuat seseorang enggan meluangkan waktu

untuk memperhatikan karena menghindari informasi tersebut mempengaruhi

pikirannya.

2.3.3. Alasan Penyebaran Informasi Hoax

Menurut Sosiolog UGM Derajad S Widhyharto mengungkap alasan

sebagian orang “suka” menyebarkan informasi bohong terutama karena budaya

8Muhammad Rifki Kurniawan, 2017, “Mengapa Orang Cenderung Menyebarkan Hoax?“, diakses dari

https://www.selasar.com/jurnal/38945, tanggal 17 Desember 2017

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Media Massa · 2019. 6. 27. · 1 BAB II LANDASAN TEORI . 2.1. Media Massa Menurut Albarran (1996) media massa adalah sebuah kekuatan dalam mengemas dan

9

komunikasi kita selama ini terbiasa formal normatif, dimana identitas sangat

dibutuhkan. Ketika muncul online, tanpa harus memberikan identitas orang dapat

mengungkapkan apa yang mereka inginkan. Hal inilah yang menyebabkan ketika ada

isu yang belum tentu benar dan kebetulan sesuai dengan opininya, seseorang

kemudian menyebarkannya begitu saja (Budiman, 2017). Atau dengan kata lain orang

lebih cenderung percaya hoax jika informasinya sesuai dengan opini atau sikap yang

dimiliki. Secara alami perasaan positif akan timbul dalam diri seseorang jika opini

atau keyakinannya mendapat afirmasi sehingga cenderung tidak akan mempedulikan

apakah informasi yang diterimanya benar dan bahkan mudah saja bagi mereka untuk

menyebarkan kembali informasi tersebut. Hal ini dapat diperparah jika si penyebar

hoax memiliki pengetahuan yang kurang dalam memanfaatkan internet guna mencari

informasi lebih dalam atau sekadar untuk cek dan ricek fakta9.

Selain itu, jika dikaitkan dengan etika berinternet, menurut Floridi (2010)10

alasan penyebaran informasi hoax yang marak terjadi juga disebabkan karena

penyalahgunaan freedom of speech. Freedom of speech ini berasal dari negara-negara

yang memiliki tradisi liberal yang menyalahkan apabila seseorang mempunyai

batasan dalam mengemukakan pendapat dan memiliki fungsi masing-masing individu

pada komunitas dapat mengemukakan pendapat, menyalahkan seseorang, memuji

seseorang dan lain sebagainya sebebas-bebasnya pada suatu komunitas.

Untuk menghadapi informasi hoax, kita harus berpikir kritis, maka jika kita

menyebarkan informasi tanpa mengecek kebenarannya, Harley (2008)11

menilainya

sebagai sebuah tindakan yang naif sekaligus malas. Hal ini sejalan dengan konsep

literasi media yang mensyaratkan seseorang untuk berkomitmen menggunakan sudut

pandang kritis dan meluangkan waktu untuk memeriksa kebenaran informasi yang

kita temui.

9Respati, S., 2017, “Mengapa Banyak Orang Mudah Percaya Berita “Hoax”?”, diakses melalui

http://nasional.kompas.com, tanggal 18 Desember 2017 10

Khaidir Abner, Mohammad Ridho Abdillah, Rizky Bimantoro, dan Weiby Reinaldy, 2017,

“Penyalahgunaan informasi/berita hoax di media sosial“, diakses dari https://mti.binus.ac.id, tanggal

18 Desember 2017. 11

“literasi media baru dan penyebaran informasi hoax”, Loc. Cit

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Media Massa · 2019. 6. 27. · 1 BAB II LANDASAN TEORI . 2.1. Media Massa Menurut Albarran (1996) media massa adalah sebuah kekuatan dalam mengemas dan

10

2.3.4. Dampak Penyebaran Informasi Hoax

Hasil penelitian yang dilakukan Sholahuddin12

menunjukkan bahwa

perkembangan internet selain memberikan dampak positif pada kehidupan manusia

juga memiliki dampak negatif. Beberapa dampak negatif tersebut diantaranya adalah

mengurangi tingkat privasi individu, dapat meningkatkan kecenderungan potensi

kriminal, dapat menyebabkan overload-nya informasi, dan masih banyak lagi.

Hasil survey yang dilakukan oleh Mastel tentang wabah Hoax Nasional

(2017) menyebutkan bahwa informasi Hoax menyebabkan gangguan kerukunan

masyarakat, dan menghambat pembangunan. Novia (2017)13

juga mengungkapkan

dampak informasi hoax, hoax cukup erat kaitanya pada isu politik. Biasanya ini

dilakukan untuk menyebarkan rumor agar menguntungkan pihak atau golongan

tertentu dan terkadang juga berakhir dengan pemberitaan dan informasi yang bersifat

provokatif. Informasi hoax yang provokatif sangat merugikan bagi public yang

mengkonsumsi nya. Publik akan digiring untuk saling membenci dan berpikiran tidak

sehat satu sama lain.

Irawan (2017)14

juga mengatakan bahwa dalam kondisi masyarakat yang

masih saja mudah memercayai suatu informasi tanpa melakukan crosscheck terlebih

dahulu menyebabkan penyebaran hoax memiliki potensi bahaya tersendiri akan

terciptanya konflik sosial dan menyebabkan ancaman sosial. Hal ini diperparah

dengan rendahnya modal sosial (social capital) masyarakat Indonesia yang ditandai

dengan rendahnya tingkat kepercayaan (trust). Rendahnya modal sosial ini

menyebabkan masyarakat begitu mudah saling menaruh curiga satu sama lain. Selain

itu hoax juga berperan penting untuk memperuncing rasa saling curiga antara satu

orang kepada orang lain atau antara satu kelompok dengan kelompok lain. Walaupun

tidak ada hubungan langsung hoax sebagai suatu wacana dengan konflik sosial, tapi

12

Sholihuddin, M, 2013, Pengaruh Kompetisi Individu (Individual Competence) Terhadap Literasi

Media Internet Di Kalangan Santri, Diakses dari repository.unair.ac.id, tanggal 18 Desember 2017. 13

Weni Novia, 2017, Weni Novia, 2017, “Dampak Negatif dan Jejaring Sosial: Penyebaran Berita

Hoax dan Provokatif“, Diakses dari https://www.kompasiana.com, tanggal 18 Desember 2017. 14

Andi Muhammad Irawan, 2017, Loc. Cit.

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Media Massa · 2019. 6. 27. · 1 BAB II LANDASAN TEORI . 2.1. Media Massa Menurut Albarran (1996) media massa adalah sebuah kekuatan dalam mengemas dan

11

setidaknya isi berita bohong bisa mengontrol pikiran publik dan menciptakan

kebencian terhadap suatu kelompok atau institusi sosial tertentu.

2.3.5. Cara Menghambat Penyebaran Informasi Hoax

Terdapat beberapa cara untuk menghambat penyebaran informasi hoax,

menurut Irawan (2017)15

, yaitu cross check terhadap setiap informasi yang diterima,

memberikan edukasi kepada masyarakat, ada kontrol (pengawasan) dari pihak

keluarga, tidak mudah terprovokasi, diacuhkan, melakukan pemblokiran oleh pihak

yang berwewenang, melakukan flagging dan sebagainya.

Sementara menurut Septiaji Eko Nugroho16

tindakan sederhana yang bisa

dilakukan agar tidak ikut menyebarkan informasi hoax, yaitu:

1. Hati-hati dengan judul provokatif

Berita hoax seringkali menggunakan judul sensasional yang provokatif, misalnya

dengan langsung menudingkan jari ke pihak tertentu. Isinya pun bisa diambil dari

berita media resmi, hanya saja diubah-ubah agar menimbulkan persepsi sesuai

yang dikehendaki sang pembuat berita palsu itu.

2. Cermati alamat situs

Untuk informasi yang diperoleh dari website atau mencantumkan link, cermatilah

alamat URL situs dimaksud. Berita yang berasal dari situs media yang sudah

terverifikasi Dewan Pers akan lebih mudah diminta pertanggungjawabannya.

Menurut catatan Dewan Pers, di Indonesia terdapat sekitar 43.000 situs di

Indonesia yang mengklaim sebagai portal berita. Dari jumlah tersebut, yang sudah

terverifikasi sebagai situs berita resmi tak sampai 300. Artinya, terdapat setidaknya

puluhan ribu situs yang berpotensi menyebarkan berita palsu di internet yang mesti

diwaspadai.

15

Andi Muhammad Irawan, 2017, Loc. Cit. 16

Kompas & Kominfo, 2017, “Cara Cerdas Mencegah Penyebaran "Hoax" di Media Sosial”, diakses

dari http://nasional.kompas.com, diakses tanggal 17 Desember 2017.

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Media Massa · 2019. 6. 27. · 1 BAB II LANDASAN TEORI . 2.1. Media Massa Menurut Albarran (1996) media massa adalah sebuah kekuatan dalam mengemas dan

12

3. Periksa fakta

Perhatikan dari mana berita berasal dan siapa sumbernya? Apakah dari institusi

resmi seperti KPK atau Polri? Perhatikan keberimbangan sumber berita. Jika

hanya ada satu sumber, pembaca tidak bisa mendapatkan gambaran yang utuh. Hal

lain yang perlu diamati adalah perbedaan antara berita yang dibuat berdasarkan

fakta dan opini. Fakta adalah peristiwa yang terjadi dengan kesaksian dan bukti,

sementara opini adalah pendapat dan kesan dari penulis berita, sehingga memiliki

kecenderungan untuk bersifat subyektif.

4. Cek keaslian foto

Di era teknologi digital saat ini, bukan hanya konten berupa teks yang bisa

dimanipulasi, melainkan juga konten lain berupa foto atau video. Ada kalanya

pembuat berita palsu juga mengedit foto untuk memprovokasi pembaca. Cara

untuk mengecek keaslian foto bisa dengan memanfaatkan mesin pencari Google,

yakni dengan melakukan drag-and-drop ke kolom pencarian Google Images. Hasil

pencarian akan menyajikan gambar-gambar serupa yang terdapat di internet

sehingga bisa dibandingkan.

5. Ikut Dalam grup diskusi anti-hoax

Di Facebook terdapat sejumlah fanpage dan grup diskusi anti-hoax, misalnya

Forum Anti Fitnah, Hasut, dan Hoax (FAFHH), Fanpage & Group Indonesian

Hoax Buster, Fanpage Indonesian Hoaxes, dan Grup Sekoci. Di grup-grup diskusi

ini, warganet bisa ikut bertanya, apakah suatu informasi merupakan hoax atau

bukan, sekaligus melihat klarifikasi yang sudah diberikan oleh orang lain. Semua

anggota bisa ikut berkontribusi sehingga grup berfungsi layaknya crowdsourcing

yang memanfaatkan tenaga banyak orang.

Kemudian tips dari The Washington Post di bawah ini juga dapat digunakan

sebagai pelajaran cara untuk mencegah penyebaran berita hoax:17

17

Kompas & Kominfo, 2017, Loc. Cit.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Media Massa · 2019. 6. 27. · 1 BAB II LANDASAN TEORI . 2.1. Media Massa Menurut Albarran (1996) media massa adalah sebuah kekuatan dalam mengemas dan

13

1. Jangan cuma judulnya

Banyak orang sebenarnya tidak membaca konten yang mereka bagikan. Mereka

hanya membaca judulnya. Untuk mencegah Anda sendiri menjadi penyebar hoax,

hilangkanlah kebiasaan membagikan konten tanpa membaca isinya secara

menyeluruh.

2. Sumber berita

Orang sering tidak mempertimbangkan legitimasi sumber berita. Situs berita hoax

bisa muncul tiap saat, tetapi kita sebenarnya bisa menghindari jebakannya dengan

bersikap lebih hati-hati melihat sebuah situs. Sikap hati-hati ini juga berlaku bagi

narasumber yang mereka kutip, minimal dengan mencari referensi lanjutan di

Google atau situs lain yang sudah terpercaya.

3. Orang cenderung mudah terkena bias konfirmasi

Orang punya kecenderungan untuk menyukai konten yang memperkuat

kepercayaan atau ideologi diri atau kelompoknya. Hal ini membuat kita rentan

membagikan konten yang sesuai dengan pandangan kita, sekalipun konten tersebut

hoax. Jika Anda membaca berita yang betul-betul secara sempurna mengukuhkan

keyakinan Anda, Anda harus lebih berhati-hati dan tidak buru-buru memencet

tombol Share.

4. Orang mengukur legitimasi konten dari berita terkait

Sebuah berita belum tentu bukan hoax hanya karena Anda melihat konten terkait

di media sosial. Jangan buru-buru menyimpulkan lalu ikut membagikannya.

Kadang-kadang, hoax memang diolah dari berita media terpercaya, hanya saja

isinya sudah diplintir.

5. Makin sering orang melihat sebuah konten, makin mudah mereka

mempercayainya

Hanya karena banyak teman-teman Anda share berita tertentu, bukan berarti berita

tersebut pasti benar. Alih-alih langsung mempercayai dan membagikannya, Anda

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Media Massa · 2019. 6. 27. · 1 BAB II LANDASAN TEORI . 2.1. Media Massa Menurut Albarran (1996) media massa adalah sebuah kekuatan dalam mengemas dan

14

bisa mencegah ikut ramai-ramai termakan hoax dengan melakukan pengecekan

lebih lanjut.

2.3.6. Pihak yang bertanggung jawab Mengatasi Penyebaran Informasi Hoax

Menurut Septiaji Eko Nugroho18

selaku Inisiator Masyarakat Anti-Fitnah

Indonesia (MAFINDO) dan Ketua Masyarakat Indonesia Antihoax menjelaskan

pihak-pihak yang bertanggung jawab mengatasi penyebaran informasi hoax, yaitu:

diri sendiri, keluarga, pemimpin agama, dan pemerintah.

Diri sendiri dalam hal ini dapat dilakukan terus meningkatkan kemampuan

literasi terhadap media sosial. Konsep literasi media yang mensyaratkan seseorang

untuk berkomitmen menggunakan sudut pandang kritis dan meluangkan waktu untuk

memeriksa kebenaran informasi yang ditemui. Keluarga, keluarga merupakan garda

terdepan mencegah hoaks. Orangtua harus aktif saat anak mengakses media sosial.

Pemerintah merupakan pihak yang memiliki peran besar dalam menangkal

terjadinya penyebaran informasi hoax. Pemerintah melalui elemen-elemennya seperti

Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri memberikan mengingatkan agar

generasi muda tidak sembarangan membagikan sesuatu di internet, misalnya

informasi menyinggung orang lain. Menyebarkan atau memberikan informasi buruk

di internet bisa terancaman pidana pasal 310 dan 311 KUHP dan Undang-Undang

ITE. Selain itu pemerintah melalui Kementerian Kominfo juga melakukan

pemblokiran terhadap situs-situs yang diduga menyebarkan informasi-informasi

hoax. Dan masih banyak lagi yang dilakukan oleh pemerintah melalui berbagai

seminar-seminar kepada siswa SMA, mahasiswa, dan lain sebagainya.

Di sisi lain, seluruh pihak juga terlibat aktif menangkal hoax, tak terkecuali

para pemimpin agama. Merespons permasalahan hoax, Komisi Fatwa Majelis Ulama

Indonesia (MUI)19

mengeluarkan Fatwa No. 24 Tahun 2017 tentang Hukum dan

Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial. Fatwa ini mengatur dan memberikan

18

“Cara Cerdas Mencegah Penyebaran "Hoax" di Media Sosial”, diakses dari

http://nasional.kompas.com, tanggal 17 Desember 2017. 19

Abdul Rasyid, 2017, “Interaksi Melalui Media Sosial dalam Pandangan Islam”, diakses melalui

http://business-law.binus.ac.id, tanggal 16 Desember 2017.

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Media Massa · 2019. 6. 27. · 1 BAB II LANDASAN TEORI . 2.1. Media Massa Menurut Albarran (1996) media massa adalah sebuah kekuatan dalam mengemas dan

15

pedoman kepada masyarakat, khususnya umat Islam, tentang bagaimana tata cara

penggunanan media digital berbasis media sosial secara benar berlandaskan kepada

kepada Al-Quran, Sunnah dan pendapat para sabahat serta pakar teknologi informasi

dan komunikasi.

2.4. Black Campaigh

Kampanye dalam Pemilu pada dasarnya dianggap sebagai suatu ajang

berlangsungnya proses komunikasi politik tertentu, yang sangat tinggi intensitasnya.

Ini dikarenakan terutama dalam proses kampanye pemilu, interaksi politik

berlangsung dalam tempo yang meningkat. Setiap peserta kampanye berusaha

meyakinkan para pemberi suara/konstituen, bahwa kelompok atau golongannya

adalah calon-calon yang paling layak untuk memenangkan kedudukan.

Menurut Roger dan Storey dalam Antar (2004) memberi pengertian

kampanye sebagai serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan

menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakuan secara

berkelanjutan pada kurun waktu tertentu. Perlu diperhatikan bahwa pesan kampanye

harus terbuka untuk didiskusikan dan dikritisi. Hal ini dimungkinkan karena gagasan

dan tujuan kampanye pada dasarnya mengandung kebaikan untuk publik bahkan

sebagian kampanye ditujukan sepenuhnya untuk kepentingan dan kesejahtraan umum

(public interest).

Sementara berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang

Pemilihan Umum DPR, DPD, DPRD, yang dimaksud dengan kampanye adalah

kegiatan peserta pemilihan umum untuk menyakinkan para pemilih dengan

menawarkan visi misi dan program peserta pemilu. Artinya dalam pelaksanaan

pemilu (DPR, DPD, DPRD, Presiden dan Wakil, serta Gubernur dan

Bupati/Walikota) harus dilakukan dengan cara yang lurus, bersih dan terang.

Kampanye hitam diyakini sebagai salah satu metode yang efektif untuk

menjatuhkan dan menghancurkan lawan. Permasalahan kampanye hitam bukan hanya

menjadikan lemahnya pengawasan standar moral dan lemahnya aturan hukum,

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Media Massa · 2019. 6. 27. · 1 BAB II LANDASAN TEORI . 2.1. Media Massa Menurut Albarran (1996) media massa adalah sebuah kekuatan dalam mengemas dan

16

ditambah regulasi politik saat ini tidak mengatur secara tegas. Istilah kampanye

hitam adalah terjemahan dari bahasa Inggris black Campaigh yang bermakna

berkampanye dengan cara buruk atau jahat. Secara umum bentuk kampanye hitam

adalah menyebarkan keburukan atau kejelekan seorang politikus dengan tujuan

menjatuhkan nama baik seorang politikus sehingga dia menjadi tidak disenangi

teman-teman separtainya, khalayak pendukungnya dan masyarakat umum. Apabila

teman-teman separtai tidak menyenanginya, maka bisa berakibat yang bersangkutan

dikeluarkan dari partainya dan ini berarti karir politiknya di partai tersebut hancur.20

Selain itu, menjatuhkan nama baik seorang politikus dengan tujuan

menjatuhkan nama baik parpol tempat si politikus yang berkarir, yang berefek kepada

politikus-politikus lain di parpol tersebut atau bahkan sekaligus menggagalkan calon

presiden yang didukung parpol tersebut. Cara-cara yang dipakai dalam berkampanye

hitam adalah :21

1. Menyebarkan kejelekan atau keburukan tentang seseorang politikus, dengan cara

memunculkan cerita buruk di masa lalunya, menyebarkan cerita yang

berhubungan dengan kasus hukum yang sedang berlangsung, atau menyebarkan

cerita bohong atau fitnah lainnya.

2. Untuk menguatkan cerita tersebut biasanya si penyebar cerita akan menyertakan

berupa bukti foto. Foto-foto tersebut bisa saja benar-benar terjadi, bisa juga

benar-benar terjadi tapi tidak terkait langsung dengan permasalahan, namun si

penyebar foto berharap asumsi masyarakat terbentuk atau bisa juga foto tersebut

hasil rekayasa / manifulasi dengan bantuan teknologi komputer.

3. Yang lebih hebat lagi adalah apabila dimunculkan saksi hidup yang bercerita

perihal keburukan, atau pekerjaan jahat si politikus, baik di masa lalu maupun

yang masih belum lama terjadi.

20

Anwariansyah, 2008, Kampanye Hitam Dan Pendidikan Politik Bangsa, diakses dari

http://www.wikimu.com/news/DisplayNews.aspx?id=10152. 21

Grendi Hendrastomo, 2009. Demokrasi dan Politik Pencitraan Perang Iklan Politik Menuju

Demokratisasi di Indonesia. DIMENSIA, Volume 3, No. 2, September 2009, hal. 1-13

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Media Massa · 2019. 6. 27. · 1 BAB II LANDASAN TEORI . 2.1. Media Massa Menurut Albarran (1996) media massa adalah sebuah kekuatan dalam mengemas dan

17

Kampanye hitam bukanlah sebuah pilihan dalam berpolitik. Selain

mengandung unsur jahat dan melanggar norma, baik masyarakat atau pun agama,

kampanye hitam juga memberikan pendidikan politik yang jelek bagi

masyarakat. Upaya Menghalalkan segala cara yang melandasi dipilihnya bentuk

kampanye hitam menunjukkan masih buruknya moral dan keimanan seorang

politikus yang melakukan hal tersebut. Sehingga dengan adanya kampanye hitam

dapat mempengaruhi pencitraan terhadap kandidat calon dari partai politik tertentu.

Padahal politik pencintraan intinya ingin membuat orang lain (pemilih) terpesona,

kagum, memunculkan rasa ingin tau, memunculkan kedekatan yang memang sengaja

dibangun demi popularitas. Selama ini apabila berbicara tentang pencitraan mau tidak

mau selalu kita identikkan dengan media, iklan televisi, radio22

.

Dalam demokrasi, pencitraan menjadi penting karena adanya representatif

suara yang disematkan ketika seseorang berlomba-lomba menjadi “wakil rakyat”.

Seseorang yang ingin menjadi wakil rakyat paling tidak harus dikenal massa pemilih

dan kepentingan untuk menampilkan sosok dirinya dengan harapan massa pemilih

akan memilih dirinya. Demi meraih suara konstituen dengan mengobral janji-janji,

berjualan perubahan, meyakinkan massa akan memperjuangkan aspirasi mereka

hingga pemberian dana pembangunan apabila kelak benar-benar terpilih23

.

Kampanye hitam merupakan trend universal di gelanggang politik dunia. Di

negara-negara yang demokrasinya sudah matang sekalipun, kampanye terhadap

keburukan-keburukan lawan sering dilakukan. Namun, dalam konteks Indonesia yang

memiliki kultur Ketimuran yang kuat, membuka keburukan-keburukan lawan masih

belum bisa diterima secara terbuka, kecuali dalam kasus-kasus yang merugikan

publik secara luas, seperti kasus korupsi.

22

Grendi Hendrastomo, 2009, Loc.Cit, hal. 1-13. 23

Haryatmoko, 2008., Demokrasi Dikoreksi [online], diakses dari http://www.kompas.com/kompa

scetak.php/read/xml/2008/04/23/ 00263239/demokrasi.dikoreksi

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Media Massa · 2019. 6. 27. · 1 BAB II LANDASAN TEORI . 2.1. Media Massa Menurut Albarran (1996) media massa adalah sebuah kekuatan dalam mengemas dan

18

2.5. Kajian Penelitian Sebelumnya

Tabel 1.

Kajian Penelitian Sebelumnya

Nama Judul Hasil Universitas

Nawiroh Vera

(2016)

Media Sosial dan

Runtuhnya Etika

Komunikasi (Studi Kasus

pada Akun Facebook

Quraish Shihab dan

Anies-Sandy)

Komunikasi di media sosial banyak melupakan etika

dalam berkomunikasi. Media sosial seperti facebook

dijadikan alat untuk menjatuhkn citra seseorang atau

kelompok tertentu

Universitas Budi

Luhur Jakarta

Ratna Istriyani

dan Nur Huda

Widiana (2016)

Etika Komunikasi Islam

Dalam Membendung

Informasi Hoax di Ranah

Publik Maya

Maraknya hoax di dunia maya seharusnya menjadikan

pelajaran pada masyarakat untuk tetap selektif dalam

mengupload, menerima informasi, mencari berita,

menjadikan internet sebagai sumber informasi setiap

saat. Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika kita

mencari sumber yang valid diantaranya adalah

mencari kejelasan pada sumber yang dituju baik

secara personal maupun organisasi yang dapat

dipertanggung jawabkan. Hal ini dilakukan untuk

menghindari informasi yang tidak terverifikasi

kebenarannya. Selain itu kejelasan siapa penulisnya

harus menjadi dasar kita untuk mempercayai suatu

informasi. Sehingga reputasi dari sumber yang kita

gunakan tidak sekedar opini atau spekulasi semata,

yang lebih mengedepankan prinsip-prinsip

subjektifitas. Satu hal yang tidak bisa kita tinggalkan

adalah memeriksa kapan situs yang dijadikan

referensi itu dibuat sehingga kita dapat kross cek

dengan sumber-sumber lainnya. Apakah kita

mendapatkan data dan informasi yang up to date atau

bahkan sebaliknya data dan informasi yang kita

adopsi ternyata sudah usang yang mengakibatkan

tidak sesuai dengan perkembangan waktu.

Sekolah Tinggi

Agama Islam

Negeri (STAIN)

Kudus

Puji Rianto (2016) Media Jejaring Sosial dan

Persoalan Etika dalam

Media Baru

Kajian ini menemukan bahwa pertimbangan etis harus

dilakukan dalam setiap tindakan komunikasi karena

sifat otonomi dan kebebasan media baru serta jejaring

sosial media tersebut. Dalam hal ini, tuntutan etika

muncul bukan hanya prasyarat otonomi dan

kebebasan, tapi juga sifat ‟sosial‟ media baru.

Universitas Islam

Indonesia

Roswita

Oktavianti, dan

Riris Loisa (2017)

Penggunaan Media Sosial

Sesuai Nilai Luhur

Budaya di Kalangan

Siswa SMA

Dari hasil survei yang dilakukan sebelum

pembekalan, diketahui sebagian besar siswa sudah

mampu mengenali berita/informasi palsu (hoax) atau

tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur budaya. Namun

demikian, masih ada beberapa siswa yang belum

mampu mengenali Berita palsu tersebut. Setelah

dilakukan pembekalan, seluruh siswa mampu

menunjukkan informasi yang patut disebarkan dan

tidak disebarkan, mengenali atau mengidentifiasi

berita palsu, ragam informasi berita palsu, dan

langkah yang diambil ketika menerima berita alsu

tersebut.

Universitas

Tarumanegara

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Media Massa · 2019. 6. 27. · 1 BAB II LANDASAN TEORI . 2.1. Media Massa Menurut Albarran (1996) media massa adalah sebuah kekuatan dalam mengemas dan

19

2.6. Model Kerangka Pemikiran

Gambar 3.

Model Kerangka Pemikiran

MEDIA MASSA

TEORI KOMUNIKASI POLITIK

Teori Khalayak Kepala Batu

(The Obstinate Audience Theory) Teori Jarum Hipodermik

(Hypodermic Needle Theory)

INFORMASI HOAX

BLACK CAMPAIGN

Mengetahui peran media dalam penyebaran informasi hoax yang menimpa Prabowo

Subiato terkait dengan “Mahar Politik”.